Jilid 16
Sekarang ia menyeberangi kembali jembatan kecil itu, bunga Tho telah mekar, tiba tiba dari balik hutan bunga Tho berkumandang suara tertawa dingin.
Di suatu malam yang gelap, dingin dan mendung, disuatu halaman gedung yang luas dan lebar, apalagi disuatu tempat yang dikatakan banyak orang sebagai tempat setan berdiam, tiba tiba saja mendengar suara tertawa dingin semacam itu, siapapun pasti akan terkejut dibuatnya.
Tapi Bu ki seolah olah tidak mendengarnya. Suara tertawa dingin kembali berkumandang keluar dari balik hutan bunga Tho, bila ingin menuju ke gedung yang dikatakan ada setannya, orang harus menembusi hutan bunga Tho itu.
Bu ki pun berjalan menembusi hutan bunga Tho tersebut.
Suara tertawa dingin itu berkumandang terputus putus, sebentar berasal dari timur, lalu dari barat sebentar berpindah ke kiri, sebentar ke kanan, sebentar dari atas pohon bunga Tho, sebentar pula datang dari balik semak belukar.
Bu ki masih belum juga mendengar.
Mendadak sesosok bayangan hitam tergantung diatas sebatang dahan pohon dan meniupkan sehembus angin dibelakang tengkuknya.
Bu ki seakan tidak merasakan apa apa, buka saja tidak pingsan karena ketakutan, diapun tidak berpaling untuk mengengoknya barang sekejappun.
Bayangan hitam itu malahan habis kesabarannya, tubuh yang semula tergantung dipohon mendadak melayang lewat dari atas kepala Bu ki.
Setelah berjumpalitan dengan indahnya ditengah udara, ia melayang turun tepat dihadapan Bu ki dengan enteng, sepasang tangannya bertolak pinggang, dengan sepasang matanya yang besar ia melotot ke arah Bu ki dengan gemas, meskipun sedang marah, masih bisa terlihat sepasang lesung pipinya yang manis diatas pipinya.
Pada hakekatnya Bu ki tak perlu berpalingpun ia sudah dapat menebak, siapa gerangan manusia itu.
Sebetulnya, dia mengira sahabatnya itu adalah Li Giok Tong, sungguh tak disangka Lian It lian si sukma gentanyangpun tak mau melepaskan dirinya dengan begitu saja.
Sesungguhnya dia sudah tak ingin banyak ribut lagi dengan nona gede yang bukan saja tak tahu aturan, bahkan mempunyai banyak tipu muslihat yang licin ini.
Sayangnya si nona gede ini justru sedang cerewet dihadapannya, tiba tiba ia bertanya: “Kau benar benar sedikitpun tak takut?”
“Takut apa?” tanya Bu ki. “Taku setan!”
“Kau toh bukan setan, kenapa aku mesti takut keapdamu, kau seharusnya yang takut kepadaku!”
“Kenapa aku mesti takut kepadamu memangnya kau ini setan?” “Apakah kau masih belum dapat melihat bahwa aku adalah setan?”
Lian it lian ingin tertawa, tapi tak tahan harus menarik muka juga, serunya kemudian, “Kau ini setan apaan?Setan perempuan? Setan judi? Atau setan arak...?” “Aku adalah setan yang lagi sial!”
Akhirnya Lian it lian tertawa juga.
“Sebenarnya aku masih mengira kau adalah manusia, kenapa tahu tahu bisa berubah menjadi setan yang lagi sial?”
“Karena lagi lagi aku berjumpa denganmu”
Ia menengok sekejap kebelakang punggungnya, kemudian berkata lagi:
“Kalau toh kau datang kemari dengan membawa seorang teman, kenapa tidak kau perkenalkan temanmu itu kepadaku?”
Lian it lian memeperhatikannya dari atas hingga kebawah sekejap, kemudian berkata: “Hei, apakah kau sedang mabuk arak?”
“Setetes arakpun belum kuminum, darimana mungkin bisa mabuk oleh arak...?”
“Kau sudah tahu dengan jelas kalau akau datang seorang diri darimana pula datangnya teman?”
“Itu tuh... orang yang berdiri dibelakangmu sekarang, memangnya dia bukan temanmu?”
Lian it lian mulai tak bisa tertawa, ia bertanya agak menggigil:
“Mana mungkin dibelakangku ada orang?”
“Ahhh...! Bagaimana sih kau ini? Sudah jelas disana berdiri seorang manusia, kenapa kau mengatakan tidak ada?”
Tiba tiba ia menuding ke belakang tubuhnya sambil menambahkan: “Coba lihat, bukankah dia adalah manusia?”
Paras muka Lian it lian berubah hebat, kemudian sambil tertawa dingin serunya: “heeehhh.heeehhh...heeehhh...apakah kau hendak menaku nakuti aku? Kau kira aku bisa benar benar ketakutan?”
Bu ki memandang ke arahnya, seperti seorang yang merasa amat terkejut.
“Apakah kau tidak percaya kalau dibelakangmu ada seseorang?” ia berseru kembali.
Lian it lian masih tertawa dingin,
tapi suara tertawanya sudah mulai menggigil keras,
“Kenapa kau tidak berpaling untuk memperhatikan sendiri?” kata Bu ki lebih lanjut.
Padahal semenjak tadi Lian it lian sudah ingin berpaling ke belakang, tapi entah apa sebabnya, tengkuk serasa menjadi kaku, tiba tiba ia menerjang maju ke depan, lalu sambil menuding ujung hidung Bu ki serunya,
“Kau...kau harus bicara terus terang, sebenarnya dibelakangku benar benar ada orang atau tidak?”
Ujung jarinya terasa amat dingin, seperti es. Bu ki menghela napas panjang, kembali ia berkata:
“Sejak tadi aku toh sudah memberitahukan kepadamu, kalau kau sendiri yang kurang percaya, lantas apa pula dayaku?”
Lian it lian menggertak giginya kencang kencang, mendadak ia melompat ke tengah udara berjumpalitan dan mengitari sekeliling hutan bunga Tho itu sekali, meski masih cepat namun gerakkan tubuhnya jauh dari kelincahannya semula.
Hutan bunga Tho berada dalam kegelapan yang mencekam, jangankan sesosok bayangan manusia, setengah pun tak ada.
Dengan gemas dan jengkel dia melotot kearah Bu ki, dia ingin tertawa, ingin pula mengumbar hawa amarahnya.
“Sekarang, pada akhirnya kau sudah melihat sendiri bukan” kata Bu ki kemudian. “Melihat apa?”
Jelas Bu ki merasa amat terkejut, serunya,
:Apakah kau masih belum melihatnya? Jangan jangan matamu berpenyakitan?”
Sepasang mata Lian it lian sedikitpun tidak berpenyakitan, sayangnnya ia mempunyai nyali yang tidak bisa terhitung amat besar.
Jika sekarang ia masih bersikeras mengatakan “tidak takut” bahkan dia sendiripun tahu kalau orang lain tak akan memepercayainya.
Bu ki gelengkan kepalanany berulang kali kemudian menghela napas panjang tampaknya ia sudah mulai bersiap sedia untuk meninggalkan tempat itu.
Tiba tiba Lian it lian menerjang maju kemuka, menarik tanganya dan berseru gugup:
:Kau...kau tak boleh pergi!” “Kenapa aku tak boleh pergi!” “Karena...karena...”
“Apakah dikarenakan kau sudah tahu kalau tempat ini ada setannya, maka kau mulai agak takut?”
“Ternyata Lian it lian mengakuinya.
“Tapi sekarang, dengan jelas kau toh sudah tahu kalau ada seorang telah menemanimu, apalagi yang mesti kau takuti?” kembali Bu ki berkata.
Paras muka Lian it lian berubah menjadi memucat, agaknya dia bakal jatuh semaput, Bu ki paling takut dengan perbuatannya ini. Sekarang ia baru tahu, seorang perempuan yang setiap sat bisa jatuh semaput sebenarnya seratus kali lebih sulit dihadapi dari pada perempuan cengeng.
“Kau harus beritahu kepadaku dengan berterus terang, apakah kau sedang menakut nakuti aku?” tanya Lian it lian.
“Yaaa benar!”
“Dibelakangku ada orangnya atau tidak?” “Tidak ada!”
Lian it lian menghembuskan napas lega, seakan akan sekujur badannya menjadi lemas semua, tiba tiba ia menjatuhkan dirinya keatas badan Bu ki.
Untung saja Bu ki telah menduga apa yang akan dilakukannya pada langkah selanjutnya. Ternyata apa yang diduganya tidak salah.
Tubuh Lian it lian sama sekali tidak roboh kedalam pelukannya, tapi sebuah tempelengan yang keras telah diayunkan keatas wajahnya.
Tentu saja tempelengannya kali ini tidak mengena pada sasaran.
Sekali menyambar, Bu ki telah menangkap tangannya kencang kencang, kemudian sambil tertawa katanya:
“Akalmu sudah tidak manjur lagi, kenapa kau tidak mencoba untuk berganti dengan siasat yang lain?”
“Seorang kuncu hanya beradu mulut tidak beradu kekerasan, mau apa kau memengangi tanganku terus menerus?”
“karena aku sesungguhnya bukan seorang kuncu, kaupun bukan!”
Ia tidak lupa kalau dia masih mempunyai sebuah tangan yang lain, dengan kecepatan yang luar biasa ditangkapnya pula tangan tersebut.
Tapi ia lupa kalau dia masih mempunyai selembar mulut.
Tiba tiba ia membuka mulutnya dan dengan gemas menggigit kearah hidungnya.
Tindakan ini benar benar jauh diluar dugaan siapapun, ia tidka mengira kalau seorang nona ternyata berani menggunakan mulutnya untuk menggigit hidung seorang pria.
Terpaksa ia harus cepat cepat melepaskan tangannya sambil melompat mundur ke belakang, adaikata ia tidak mundur dengan cepat, siapa tahu hidungnya benar benar akan tergigit hingga kutung separuh.
Lian it lian tertawa keras, tertawa cekikikan katanya: “Kau bukan seornag kuncu biar aku yang menjadi kuncu, kau tak mau turun tangan dengan kekerasan, maka biar aku saja yang menggunakan mulut”
Gelak tertawanya amat riang dan keras, ini menandakan betapa gembiranya dia saat itu.
Sepasang matanya yang sebetulnya amat besar, setelah tertawa sekarang berubah menjadi tinggal segaris, sepasang lesung pipinya tampak makin bulat dan dalam.
Terhadap perempuan semacam ini, apalagi yang bisa kau lakukan terhadap dirinya?
***** Bu Ki hanya mempunyai sebuah cara.
Agaknya Lian It Lian juga mengetahui caranya itu:
“Sekarang, bukankah kau ingin kabur dari sini?” “Benar”
“Tapi sayang kau tak bakal berhasil untuk kabur dari sisiku!”
Diapun mempunyai sebuah cara untuk menghadapi Bu Ki:
“Kemanapun kau pergi, kesitu pula aku mengikuti!” “Tahukah kau, aku hendak kemana sekarang?” “Aku tak perlu untuk mengetahuinya!”
“Tapi aku merasa perlu untuk memberitahukan kepadamu, sebab aku hendak berkunjung kerumah yang konon dikabarkan ada setannya itu...” ucap Bu Ki.
“Aku ikut kesitu, sebab kedatanganku yang sebenarnya kemari adalah untuk berkunjung kesana, ke rumah yang dikatakan ada setan sebagai penghuninya”
Bu Ki gelengkan kepalanya berulang kali.
“Jika kau mau mendengarkan perkataanku maka kuanjurkan kepadamu, lebih baik kau tak usah ikut kesana”
“Kenapa...?”teriak Lian It Lian amat penasaran.
“Aku tidak percaya kalau penghuni rumah gedung itu benar benar adalah setan sungguhan!” “Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, sebab aku hanya bermaksud baik untuk menasehati dirimu saja, tapi...kalau memang kau tak mau menurut...”
Mendadak ia menutup mulut secara tiba tiba, kemudian terkejut memandang kebelakang punggungnya, seolah olah dibelakangnya tiba tiba saja muncul kembali sesosok bayangan manusia, sesosok... manusia yang mengerikan.
Lian It Lian segera manggut manggut,
“Kali ini, kau tak akan berhasil menakut nakuti diriku lagi, caramu itu sudah pasti tidak manjur lagi! Kuanjurkan kepadamu, lebih baik tukarlah dengan cara lainnya yang lebih jitu sebelum ingin menakut nakuti diriku lagi” Kemudian sambil tertawa cekikikan, pelan pelan ia berpaling ke arah belakang.
Walaupun ia mengetahui dengan jelas bahwa dibelakangnya pasti tak ada orang, tapi untuk menunjukkan bahwa dia tak akan dibikin ketakutan lagi, maka sengaja dia berpaling untuk melihat sendiri.
Baru saja kepalanya dipalingkan ke belakang, kontan saja ia tak mampu tertawa lagi.
Bukan saja Lian It Lian tak bisa tertawa lagi, bahkan kepalanya tak dapat berpaling pula, sebab tengkuknya telah menjadi kaku, sepasang kakinya mulai terasa lemas.
Kali ini ia benar benar menyaksikan sesosok bayangan manusia berdiri dibelakangnya.
***** Sesungguhnya orang itu tidak mirip dengan manusia.
Bahkan dia sendiri pun tak tahu apakah yang dilihatnya itu adalah manusia atau bukan? Sebab dia tak lebih hanya menyaksikan sesosok bayangan berwarna putih berabu abuan.
Bayangan itu adalah sesosok bayangan yang panjang, panjang sekali, siapapun tak bisa membedakan dengan jelas apakah dia itu manusia? Ataukah setan?
Tiba tiba bayangan itu lenyap tak berbekas,. Akhirnya tengkuk Lian It Lian pelan pelan menjadi lemas kembali... pelan pelan mulai bisa digerakkan kembali.
Untuk menunjukkan bahwa barusan ia sama sekali tidak merasa takut, sinona yang bernyali kecil tapi banyak tipu muslihatnya kini kembali bersiap siap untuk memberi pelajaran adat kepada Tio Bu Ki.
Kecuali dia sendiri, siapapun tak tahu kenapa ia bisa menaruh perhatian yang demikian khusus terhadap Tio Bu Ki.
Sayangnya ketika ia berpaling kembali kebelakang, ternyata Tio Bu Ki sudah tak nampak lagi batang hidungnya.
*****
Ditengah malam yang sunyi, ditengah hutan yang gelap gulita, tiba tiba melintas lewat bayangan setan...
Hampir saja ia tak sanggup mepertahankan diri hampir saja ia menjerit keras.
Tapi sekalipun ia benar benar berhasil memanggil kembali Tio Bu Ki, rasanya hal ini terlalu menghilangkan gengsinya. Ia menggigit bibirnya dengan sekuat tenaga.
“Kau anggap aku tak berani mendatangi tempat yang dibilang ada setannya itu? Aku justru sengaja akan kesitu untuk memperlihatkan kepadamu bahwa aku ini tak takut.”
Bagaimanapun juga dimana mana ada setannya, apa bedanya kalau berkunjung kesana?
Dari kejauhan ia melihat jelas bahwa tempat yang dibilang ada setannya itu, entah sedari kapan sudah terang benderang bermandikan cahaya lampu.
Ia mulai menghibur diri sendiri. Setan tak dapat memasang lampu.
Tempat yang ada cahaya lampunya, tak mungkin ada setan.
Sayang sekali pendapat tersebut dengan cepat telah dibantahnya kembali.
Sebenarnya ia sedang berjalan menuju kedepan, ketika pendapat yang pertama didapatkan, ia pun berhenti, ketika pendapat kedua melintas dalam benaknya, ia mulai mundur beberapa langkah ke belakang, mendadak ia seperti menumbuk diatas sebuah benda yang amat lunak.
Tempat itu adalah hutan bunga Tho yang ada hanya berbatang batang pohon bunga tho, pohon bunga tho tak mungkin selunak itu.
Untuk kali ini dia tidak menjerit, karena sewaktu tubuhnya menumbuk pada benda lunak itu, ternyata benda yang lunak itu menjerit sekeras kerasnya lebih dulu.
Ternyata benda yang lunak itupun seorang manusia, bahkan seorang perempuan lagi. Itulah seorang nona bercelana merah yang berwajah ayu dan mempunyai kucir yang besar.
Ketika dilihatnya orang itu adalah seorang nona juga, Lian It Lian menghembuskan napas lega, apalagi setelah diektahuinya nona itu jauh lebih ketakutan daripadanya, ia merasa makin mantap hatinya.
Saking takutnya, nona bercelana merah itu menyusutkan tubuhnya menjadi satu, lalu memandang kearahnya dengan terperanjat.
“Kau...kau ini manusia atau setan?” serunya tergagap.
“Kau lihat aku mirip manusia? ataukah mirip setan?” Lian It Lian balik bertanya “Kau tidak mirip setan!”
Lian It Lian segera tertawa merdu.
“Dari bagian yang manakah kau beranggapan demikian?” tanyanya cepat.
Nona bercelana merah itu menundukkan kepalanya makin rendah, jawabnya dengan lirih: “Setan tak akan berwajah menarik seperti kau!”
Lian It Lian tertawa senang.
“Tapi aku dengar orang bilang, disini ada setannya!” kata nona bercelana merah lagi.
“Aku kan berada disini, apalagi yang mesti kau takuti? Sekalupun betul betul ada setan yang datang, mungkin akupun masih sanggup untuk mengusirnya pergi!”
Sekarang sikapnya telah berubah menjadi lebih gagah dan lebih perkasa, karena pada akhirnya ia berhasil mengetahui bahwa disini masih ada seorang lagi yang bernyali lebih kecil daripadanya.
Agaknya nona bercelana merah itu merasakan juga kegagahan serta keperkasaan orang, sambil menundukkan kepalanya dan tertawa, ia bertanya kembali:
"Apakah kau adalah teman suko ku?" "Siapakah suko mu?"
"Dia bernama Tio Bu Ki!"
Lian It Lian menatapnya tajam tajam, setengah harian kemudia tiba tiba ia menghela napas panjang, katanya:
"Sungguh tak kusangka Tio Bu Ki ternyata memiliki seorang siau sumoy yang begini cantik seperti kau"
Merah padam selembar wajah nona bercelana merah itu karena jengah. Tampaknya bukan saja ia bernyali kecil, lagipun ia sangat pemalu.
Diam diam Lian It Lian tertawa geli dalam hatinya, agaknya nona itu seperti menaruh sedikit maksud kepadanya, hakekatnya seperti tertarik kepadanya.
Nona bercelana merah itu menundukkan kepalanya rendah rendah kemudian berbisik: "Koncu, siapa...siapa namamu?"
"Aku she Lian!"
"Lian kongcu!" bisik nona bercelana merah itu lagi, "Kau..."
"Jangan memanggil aku Lian kongcu, kau musti menyebut Lian toako kepadaku"
paras muka nona itu berubah semakin merah, kepalanya tertunduk semakin rendah, dan hal itu justru membuatnya merasa semakin bangga, sambil sengaja menarik tangannya ia berkata: "Kau adalah sumoynya, tentu saja pernah belajar silat bukan?"
"Ehmmm...!" si nona bercelana merah cuma mendesis lirih.
Pelan pelan dengan penuh kasih sayang Lian It Lian membelai telapak tangannya, kemudian berkata lagi: "Kalau dilihat dari kulit telapak tanganmu, kau tidak mirip seorang yang pernah belajar silat, tanganmu halus lagi lembut"
Nona bercelana merah itu seperti ingin sekali melepaskan diri dari cekalannya, tapi iapun seperti merasa berat hati untuk melepaskan diri dari gengaman tangan orang.
Hampir tertawa tergelak Lian It Lian mneyaksikan tingkah laku nona itu. Pikirnya: "...Seandainya dayang kecil ini mengetahui akupun seorang perempuan, entah bagaimana keadaannya nanti?"
Andaikata ia tahu kalau Tio Bu Ki pada hakekatnya tidak mempunyai sumoy, entah ia masih dapat menarik narik tangan sidayang kecil ini lagi atau tidak?
Akhnirnya nona bercelana merah itu membuka kembali mulutnya seraya berkata: "Apakah kau telah berjumpa dengan suko ku? Aku dengar, begitu sampai dirumah ia langsung datang kemari"
"Apakah kau datang untuk mencarinya?" "Ehmmm...!" nona bercelana merah itu mengangguk.
"Baru saja ia berada disini, tapi begitu mengetahui kalau disini ada setannya, ia menjadi ketakutan setengah mati dan segera kabur terbirit birit"
"Apa kau sedikitpun tidak merasa takut?" tanya nona bercelanan merah itu. "Takut apa?"
"Takut setan!"
"Apa yang perlu ditakuti dengan setan? Barusan saja aku telah bertemu dengan satu diantaranya"
"Bagaimana kemudian?" tanya si nona bercelana merah itu dengan gelisah bercampur dengan cemas.
"Sebenarnya hendak kutangkap setan itu, akan kusuruh ia memperlihatkan beberapa muka setan kepadaku, siapa sangka bukan aku yang takut kepadanya, malahan dia yang rada takut kepadaku"
Pandai betul orang ini mengibul, tapi belum habis kibulannya itu, tiba tiba paras mukanya telah berubah hebat, senyuman di ujung bibirpun mendadak berubah menjadi kaku.
Ia telah menangkap kembali bayangan setan tadi.
Sesosok bayangan setan yang panjang dan panjang sekali, sambil bergelantungan diantara dahan pohon, ia tertawa seram tiada hentinya.
Si nona bercelana merah itupun melihat juga bayangan setan tersebut, entah karena ketakutan setengah mati ataukah karena terlalu gembira, sekujur badannya ikut gemetaran keras, teriaknya keras keras.
"Cepat kau maju kedepan dan tangkap setan itu, suruh dia memperlihatkan beberapa macam muka setannya untuk kita!"
"Baik...baik..." Meskipun mulutnya mengatakan "Baik" tapi sekalipun kau palangkan mata golok diatas tengkuknya, diapun takan berani untuk maju lebih kedepan.
TIba tiba bayangan setan itu tertawa seram.
"Heeehhh...heeehhh...heeehhh...aku tak pandai membuat muka setan, aku tak punya muka!" katanya.
ia benar benar tak punya muka! Hidungnya, mulutnya, telinganya dan alis matanya sama sekali tak kelihatan.
Kecuali suatu permukaan yang data dengan batok kepala berwarna abu abu hanya sepasang matanya saja yang memancarkan sinar tajam yang berkilauan.
Diatas kepalanya ia mengenakan sebuah topi lancip yang tingginya tiga depa dan terbuat dari kain mori putih, ketika terhembus angin, tubuhnya begoyang kesana kemari tiada hentinya.
Tiba tiba nona bercelana merah itu berkata:
"Setanpun punya muka, kemana perginya mukamu itu?" "Mukaku sudah kukembalikan kepada orang lain!"
"Hmmm, muka sendiripun tak punya, masih berani berlagak sok didepan kami, hanya cepatlah dikit enyah dari sini, enyah makin jauh semakin baik...!"
Ternyata ucapan tersebut manjur sekali, agaknya bayangan setan itu masih agak punya rasa malu, dengan ujung bajunya yang besar dan lebar, buru buru ia menutupi mukanya sendiri, kemudian menyelinap ketempat kegelapan dan lenyap tak berbekas,
Akhirnya Lian It Lian dapat juga menghembuskan napas lega katanya: "Mengapa nyalimu semakin lama tiba tiba saja semakin bertambah besar...?"
Nona bercelana merah itu tertawa manis.
"Bukankah kau berkata sendiri, asal ada kau disini, maka apapun tak perlu ditakuti lagi"
Ternyat sikapnya terhadap dirinya amat kagum begitu percaya seakan akan telah menganggap dirinya sebagai seorang manusia yang luar biasa...
Akan tetapi Lian It Lian justru tak sanggup bersikap gagah dan perkasa seperti tadi lagi, bahkan bayangan setan yang tak bermukapun tahu malu, apalagi dia?
Sepasang pipinya berubah agak merah karena jengah. Nona bercelana merah itu tertawa, katanya lagi:
"Ternyata setan setan itu sedikitpun tidak menakutkan seperti apa yang telah kuduga semula"
"Tapi...tapi... ada sementara setan yang jauh lebih bengis" "Asal berada disisimu, setan yang lebih bengispun tak akan kutakut!"
Kemudian sambil menarik tangan Lian It Lian ia berkata lagi:
"Hayo berangkat, kita harus segera berangkat!" "Kau hendak kemana?"
"Menangkap setan!"
Lian It Lian menjadi amat terperanjat, serunya tergagap:
"Kau... kau bilang apa?"
"Kita pergi menangkap setan yang punya muka dan suruh ia pertunjukkan beberapa macam muka setannya kepada kita berdua"
Lian It Lian benar benar ketakutan setengah mati, sepasang kakinya seakan akan sudah terpantek diatas tanah, sedemikian kokohnya sampai dibelah delapan ekor kudapun belum tentu bisa berkutik.
"Apakah sekarang kau malahan yang merasa takut?" tiba tiba nona bercelana merah itu bertanya.
'Takut?" Kenapa aku musti takut?"
Dia ingin tertawa, namun tak mampu bersuara, maka setelah mendehem beberapa kali katanya:
"Cuma saja, setan yang punya muka tak banyak jumlahnya, aku kuatir tidak gampang untuk menemukannya"
Dari balik kegelapan tiba tiba berkumandang suara tertawa yang menyeramkan: "Heeehhhh... heeehhh... heeehhhh. kau tak usah pergi mencari lagi, aku telah mencarikan
satu untuk kalian!"
Setan tak bermuka itu ternyata muncul kembali bukan begitu saja malahan benar benar membawa seorang rekannya.
Bayangan setan yang dibawanya datang itu berambut panjang dan hitam, sedemkian panjangnya sehingga hampir saja mengenai tanah, sebagian besar wajahnya tertutup oleh rambut yang panjang itu.
"Kau benar benar punya muka?" tanya nona bercelana merah itu kemudian dengan suara lantang.
"Apakah kau ingin melihat wajahku?" tanya bayangan setan berambut panjang itu. "Yaaa, aku ingin!"
Lian It Lian ingin menutup mulutnya, sayang terlambat! Bayangan setan berambut panjang itu telah menggerakkan tangannya yang pucat untuk menyingkap rambut panjangnya yang menutupi wajah. Setan itu adalah setan perempuan, bukan saja betulb etul punya muka, lagi pula amat cantik, cuma sayangnya muka yang dimilikinya hanya separuh bagian.
Wajah sebelah kirinya seakan akan sudah terbakar hangus, seperti juga segumpal tanah lumpur yang kotor, dibandingkan dengan separuh bagian muka sebelah kanannya yang cantik, hal mana justru menambah seram dan misteriusnya setan itu.
Lian It Lian merasakan isi perutnya teraduk aduk tak karuan. sedemikian melilitnya sehingga hampir saja tumpah keluar.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa terkekeh kekeh, kemudian katanya: "Walaupun aku cuma memiliki separuh bagian wajah, untun saja jauh lebih bagus daripada tak punya muka sama sekali"
"Jika kalian bernaggapan bahwa wajahnya terlamapu sedikit, biar kucarikan rekan lain yang berwajah lebih banyakkan" kata bayangan setan tak bermuka lagi.
Dari balik kegelapan segera berkumandang kembali suara tertawa seram yang aneh dan mengerikan:
"Aku telah datang. !"
*****
Setan yang munculkan dirinya kali ini bukan saja punya muka, lagipula punya mata, punya hidung, telinga dan mulut secara komplit.
Setan ini sesungguhnya memang jauh lebih menarik daripada dua setan lainnya.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa seram, kemudian katanya keras: "Coba kau lihat, bagaimana dengan tampangnya?"
"Lumayan juga!" jawab nona bercelana merah itu.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa makin menyeramkan,
"Padahal selembar wajahnya itu masih belum terhitung seberapa, dia masih memiliki selembar wajah lain yang jauh lebih menarik lagi!"
Setan itu tertawa terkekeh kekeh ke arah mereka, kemudian pelan pelan memutar badannya, ternyata dibelakangpun persis seperti keadaan dimuka.
Ternyata dibagian belakangnya masih terdapat lagi selembar wajah yang lebih "menarik".
Tampaklah tubuhnya berputar terus tiada hentinya, sehingga mana yang sesungguhnya depan dan mana yang sebenarnya belakang susah ditentukan secara pasti. Setan yang punya muka ini pada hakekatnya jauh lebih menakutkan dariapada setan setan tak bermuka atau bermuka separuh lainnya.
Tiba tiba nona bercelana merah itu memutar badannya, lalu sambil menarik tangan Lian It Lian, teriaknya.
"Cepat kita kabur!"
Walaupun Lian It Lian sudah ketakutan setengah mati namun kata "lari" justru merupakan kata kata yang paling diharapkan olehnya.
Sejak tadi ia sudah ingin lari meninggalkan tempat itu.
Si nona bercelana merah itu bukan cuma ilmu meringankan tubuhnya saja yang lihay tangannya juga hebat sekali, sambil menarik tangan Lian It Lian dia lari seperti terbang, seakan akan berhasil meninggalkan tiga setan yang berada dibelakangnya.
Suara tertawa yang menyeramkan itu untung saja sudah makin jauh dari mereka.
Tapi kedua orang itu masih belum berani berhenti, mereka lari terus meninggalkan tempat itu jauh jauh.
Mereka memang tak kenal dengan jalan di situ, dalam kegelapan malam arah tujuanpun sukar ditentukan, maka lari punya lari tiba tiba mereka mendapatkan dirinya telah tersesat.
Yang tampak disekelilingan tempat itu hanya pepohonan yang gelap gulita, sekilas pandangan segala sesuatunya tampak seperti sama dan tiada bedanya.
Kalau berlarian dengan cara begitu terus menerus, bisa jadi mereka akan kembali ke tempat semula, kalau sampai begitu, penasaran baru namanya.
Kedua orang itu sama sama telah berpikir sampai kesitu betul nyali kedua orang nona ini rada kecil, tapi otak mereka tidak bodoh.
Tiba tiba Lian It Lian berhenti, sambil mengatur napasnya yang tersengkal ia berkata: "Apa yang harus kita lakukan sekarang!?"
"Menurut kau?" nona bercelana merah itu balik bertanya
"Aku bukannya benar benar takut setannya ku cuma...aku cuma..."
Kini setannya sudah tidak kelihatan, maka dia berusaha mencari kembali mukalnya yang hilang, apa mau dikata ia justru tak tahu apa yang mesti dikatakan!
"Aku tahu kalau kau tidak takut dengan setan, bahkan aku sendiripun tidak takut" ucapan nona bercelana merah itu. Lian It Lian kembali ingin tertawa, ternyata nona ini seperti juga dia, suka mengibul. Ia lantas berkata:
"Jika kau tidak takut, kenapa kau menarik aku suruh lari?"
"Sebab aku sudah mengetahui bahwa mereka bukan setan, melainkan manusia!" "ketiga tiganya adalah manusia semua?" ulang Lian It Lian rada tertegun. "Yaaa, ketiga tiganya!"
"Kalau betul cuma manusia, apa pula yang kau takuti?"
"Siapa saja dari ketiga orang itu jauh lebih menakutkan daripada setan, kalau sampai mereka menjadi satu...hiiih! Mengerikan deh! Untung kita kabur rada cepat, coba kalau tidak begitu, wah... bisa jadi kita sudah menjadi setan sekarang!"
Sesudah menghela napas, kembali ia berkata:
"Kalau setan, paling banter dia cuma menakut nakutkan kita, tapi kalau dia manusia...hih!"
Ia tundukkan kepala yang digorok dengan telapak tangan:
"Botak kepala kita bisa dibeginikan olehnya...Ngeeek! Habis sudah nyawa kita!"
Lian It Lian membelalakkan matanya bulat bulat. "Lantas kau tahu, siapakah mereka?"
"Tentu saja, pokoknya kalau sudah kusebutkan nama nama mereka, kau tentu ikut mengetahuinya juga"
"Kalau begitu, coba sebutkan!"
"Kau pernah dengar tidak tentang keluarga persilatan Kongsun yang berada di wilayah selatan?" kata sinona bercelana merah itu setelah termenung sebentar.
Yaa, yaaa, aku pernah mendengar tentang orang ini, katanya dia tersohor karena ilmu pat kwat kiamnya yang hebat, ilmu silatnya terhitung amat tangguh!"
Setelah berpikir sebentar, ia menambahkan:
"Konon keluarganya sudah dibunuh orang sampai ludes!" "Kau tahu, kenapa mereka terbunuh semua sampai mampus?" "Soal itu mah aku kurang terang!"
"Mereka semua telah mampus ditangan perempuan yang punya muka cuma separuh itu, konon mulanya dia meringkus semua anggota keluarga tersebut, lalu memotong separuh wajahnya, kemudian baru mengirim mereka ketengah sebuah gunung yang sepi untuk menunggu saat kematiannya disana!"
"Apakah sudah menjadi kebiasaan baginya untuk memapas separuh wajah orang lain sebelum membunuhnya?"
"Biasanya selalu memang demikian!"
Lian It Lian segera menghela napas panjang. "Waaah... kejam betul perempuan itu" gumamnya
"Kalau dia tak kejam, mana mungkin orang lain menyebutnya sebagai Poan bin losat (perempuan iblis berwajah separuh)?" "Ooooh...! Jadi perempuan itu yang bernama poan bin losat? Kalau begitu, orang yang punya dua wajah itu adalah Siang bin jinmo (manusia iblis berwajah ganda)?"
"Yaa, aku pikir pasti iblis itu!" si nona bercelana merah itu manggut manggut lirih.
Yang seorang adalah Lo sat (iblis perempuan) sedang yang lain adalah jianmo (iblis manusia) kedua duanya memang lebih menakutkan daripada setan!
Lian It Lian sendiripun cukup mengetahui akan keseraman mereka, tapi ia tak habis mengerti kenapa iblis iblis tersebut bisa muncul bersamaan waktunya disini.
Tampak sinona bercelana merahpn tidak memahami akan persoalan itu.
"Rasa rasanya keluarga Tio tidak mempunyai perselisahan atau dendam kesumat dengan mereka" demikian ujarnya.
"Betul mereka jahat dan berbahaya, tapi tak mungkin mereka datang mencari gara gara dengan Tay Hong Tong tanpa sebab sebab tertentu"
Setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Kecuali sukoku telah terbitkan keonaran di tempat luaran sehingga melakukan kesalahan terhadap beberapa orang makhluk aneh yang membunuh orang tanpa berkedip ini"
Jelas ia merasa sangat kuatir.
Maka Lian It Lianpun sengaja berlagak tidak merasa kuatir barang sedikitpun juga, sambil tertawa dingin ia berkata:
"Siapa tahu kalau separuh wajahnya sudah kena dipapas olehnya saat ini? Entah li Lo sat tersebut bersiap siap hendak mengirimnya kemana untuk menantikan kematiannya?"
Maksud semula dia hanya ingin menakut nakuti nona itu, siapa tahu justru dia sendiri yang ketakutan lebih dulu.
Karena secara tiba tiba ia beranggapan, bahwa peristiwa semacam ini mungkin sekali bisa menimpa dirinya.
SIapa tahu kalau separuh wajah Tio Bu Ki telah disayat orang saat ini?
SIapa tahu ia sudah berbaring disuatu tempat yang terpencil untuk menantikan saat kematiannya?
Nona bercelana merah itu menatapnya lekat lekat, kemudian berkata secara tiba tiba:
"Aku dapat melihat, bahwa kau pasti adalah sahabat yang paling... paling akrab dari sukoku" Lian It Lian masih berdiri tertegun.
Nona bercelana merah itu tertawa, lalu berkata lebih lanjut. "Karena aku dapat melihat, meskipun dimulut kau berbicara galak, padahal dalam hati kecilmu amat menaruh perhatian kepadanya"
"Betul kau bisa melihat bahwa aku sangat menguatirkan keselamatannya" "Tentu saja!"
Lian It Lian segera tersenym.
Seaktu tertawa, sepasang matanya berubah menjadi satu garis yang lurus, sepasang lesung pipinya yang bulat dan dalam pun segera tertera dengan amat jelasnya.
Tapi siapapun tak tahu mengapa, ternyata senymannya kali ini tidak terlampau indah dilihat, hakekatnya tertawanya kali ini lebih mirip dengan tangisan.
"Bila sukoku tahu bahwa kau sangat memperhatikan dirinya, dia pasti akan mengaggapmu sebagai sahabatnya yang paling baik" nona bercelana merah itu berkata lagi.
"jika aku memberitahukan satu hal kepadamu, kaupun pasti akan merasa keheranan"
Lian It Lian cepat menyambung, "Memberitahukan soal apa?"
"Sealama ini dia tak pernah menganggapku sebagai sahabatnya, dikemudian haripun dia tak akan bersahasabat pula denganku"
"Kenapa?" jelas sinona bercelanan merah itu merasa tercengang dan tidak habis mengerti. Lian It Lian tidak berbicara lagi.
Sepintas lalu tampaknya dia seperti seorang yang berjiwa terbuka, tapi apa mau dikala lain agaknya ia justru memiliki banyak rahasia.
Banyak rahasia yang tak mungkin dia ucapkan kepada siapapun juga!
Suara tertawa yang sebenarnya sudah tidak terdengar lagi tadi, sekarang mulai tertangkap lagi secara lamat lamat.
Agaknya tiga orang manusia yang jauh lebih menakutkan dari setan itu masih belum bersedia melepaskan mereka dengan begitu saja.
"Menurut pendapatmu, sanggupkah kita menghadapi mereka bertiga...? tanya Lian It Lian kemudian.
"Tidak!"
"Aku lihat ilmu silatmu cukup tangguh, kenapa musti jeri terhadap mereka?" "Karena selamanya aku tak pernah berani berkelahi dengan orang, asal melihat darah kepalaku langsung pusing dan bisa jadi jatuh semaput"
Kiranya diapun seorang gadis yang setiap waktu setiap saat jatuh semaput. Satu satunya hal yang paling jelek dari pada seorang gadis yang setiap saat bisa jatuh pingsan adalah terdapatnya dua orang gadis yang setiap saat bisa jatuh pingsan.
Untung saja mereka belum sampai jatuh pingsan pada saat ini maka mereka berdua dapat mengendus segulung bau harum.
Bau harum dan masakan Hwe po yau hoa yang lezat.
Satu satunya hidangan yang bisa menyiarkan bau harum semerbak semacam in i hanya maskan Hwe po yau hoa.
Untuk mendapatkan hidangan Hwe po yau hoa, bukan saja harus ada daging bagian pinggul harus ada punya minyak garam tungku dan kuali besar.
Benda benda semacam ini biasanya hanya akan dijumpai dalam dapur.
Biasanya dapur adalah suatu tempat yang bisa mendatangkan perasaan nyaman, hangat dan aman bagi setiap orang.
Seorang yang sedang memasak hidangan Hwe po yau hoa, baisanya tak akan mempunyai ingatan untuk membunuh orang.
Seseorang yang ining membunuh orang, biasanya juga tak akan berkunjung ke dapur. Maka mereka memutuskan untuk mendatangi dapur itu.
*****
Dapur itu letaknya dibelakang dinding rendah yang terbuat dari batu bata merah,letaknya yang tepat berada dibalik sebuah halaman yang tidak begitu luas.
Luas dapur tidak terhitung kecil, tapi jendelanya justru amat sedikit.
Lampu lentera dalam dapur memancarkan cahayanya dengan terang benderang, tapi suasana dihalaman luar gelap gulita, hanya seititik cahaya lampu yang mencorong keluar lewat celah celah daun pintu dan jendela yang kecil dan persis menyoroti diatas tubuh seseorang yang sedang duduk dikursi bambu diluar pintu.
Orang yang berada dalam dapur agaknya tak sedikit jumlahnya, tapi diluar halaman hanya orang itu sendiri yang duduk di bangku bambu.
Ketika Lian It Lian dan sinona bercelana merah itu nyelonong masuk kedalam halaman lewat dinding yang pendek, bau harum masakan Hwe po yau hoa tersebut sudah tidak terendus lagi. Karena semangkuk Hwe po yau hoa yang baru saja matang itu telah dibuang orang kedalam pecomberan.
Hidangan Hwe po yoau hoa yang baru saja matang, seharusnya dibuang keperut orang, mengapa harus dibuang kedalam pecomberan?
Karena ketika ada orang menghidangkan Yau hoa tersebut ke hadapan orang yang sedang duduk dibangku bambu itu, setelah mengendusnya sebentar dan menghela napas, ia telah menuangnya kedalam pecomberan.
Sesungguhnya semangkuk Yau hoa tersebut terhitung lezat juga, bahkan Lian It Lian serta nona bercelana merahpun menganggapnya harum sekali.
Tapi ketika orang itu mengendusnya barusan ternyata mimik wajahnya seakan akan baru saja mengendus semangkuk kotoran anjing yang berbau busuk.
Orang itu bertubuh kurus lagi kecil, wajahnya selalu bermuram durja, seolah olah setiap orang yang berada diseantero jagad telah berhutang beberapa ribu tahil perak kepadanya, seperti juga ia sudah dibikin muak oleh bau asap dari dapur hingga setiap saat hendak tumpah.
Sambil mengerutkan dahi dan menghela napas panjang, dia berseru: "Apa sih isi dalam mangkuk ini?"
"Semangkuk Hew po yau hoa!" jawab koki yang membuat hidangan tersebut.
Orang itu segera menghela napas panjang.
"Itu mah bukan Hwe po yau hoa namanya, yang benar adalah semangkuk Yau hoa yang diberi letupan api!"
Oleh karena itu, semangkuk He po yau hoa yang baru matang telah dituangnya kedalam pecomberan.
Orang itu kembali menghela napas, pelan pelan bangkit berdiri dan pelan pelan masuk kedalam dapur, lweat sesaat kemudian dari dalam dapur kembali terendus bau harum hidangan Hwe po yau hoa, hanya saja bau harum yang terendus kali ini memang jauh berbeda bila dibandingkan dengan bau harum semula.
Lian It Lian sendiripun tak dapat membedakan dimanakah letak perbedaan tersebut, hanya saja ketika ia mengendus bau harum Yau hoa tersebut tadi, walaupun ia merasa harum dan lezat, namun sama sekali tidak berhasrat untuk mencicipinya.
Karena waktu itu perutnya sama sekali tidak lapar.
Tapi setelah mencium bau Yau hoa yang terendus kali ini, sekalipun ia tidak lapar, air liurnya toh tetap meleleh keluar. Ternyata manusia ceking yang selalu bermuram durja dan seakan akan ingin tumpah bila mengendus bau asap dapur itu adalsh seorang koki jempolan.
Terdengar ia sedang bergumam didalam dapur sambil menghela napas panjang tiada hetinya. "Sekarang kalian mulai menghitung dari angka satu sampai seratus dua puluh, waktu itulah minyak mulai diturunkan, kemudian disaat angka sudah mencapai sertus delapan puluh lima, daging sapi yang sudah dibumbu ini mulai dimasukkan kedalam kuali, gunakan sekop untuk membolak balik daging itu sebanyak tujuh kali, tak boleh lebih tak boleh kurang hanya tujuh kali, maka kuali ini musti diangkat dari api, dalam keadaan begini kau harus cepat cepat tuangkan daging itu kedalam mangkuk yang sudah dihangatkan. Dan suruh orang cepat cepat menghidangkannya. Waktu itu Hwe po yau hoa tersebut sudah tidak cukup segar; tidak cukup empuk dan tidak cukup panas lagi, persis saatnya untuk menikmati hidangan dagin sapi masak kecap ini!
Sewaktu ia sedang berbicara, semua orang hanya mendengarkan dengan seksama, bahkan untuk menghembuskan napas besarpun tak berani.
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh:
"Dagin sapi masak kecap bukan sejenis hidangan yang terlalu mewah tapi hidangan ini justru baru akan terasa lezatnya jika dibuat dalam keluarga keluarga biasa, oleh karena itu kepandaianmu, ketepatan waktumu harus benar benar persis, sedikitpun tak boleh meleset, karenanya akibatnya bisa besar"
Ia berbicara didalam dapur, tapi dua orang gadis yang bersembunyi diluar dapur justru dibikin tertegun.
Mereka semua ingin mencicipi daging sapi itu, tapi mereka tak menyangka kalau untuk membuat semangkuk dagingpun harus menguasai kepandaian sebesar ini.l
Sementara itu orang yang bermuram durja tersebut telah keluar dari dalam dapur, dua orang segera mengikuti dibelakangnya.
baru saja ia melangka keluar dari pintu, seorang diantaranya segera tampil kedepan menghaturkan ebuah sapu tangan putih yang hangat. Menanti ia sudah menggosok wajahnya dengan handuk panas itu, seorang yang lain segera menghidangkan secawan air teh panas.
Tampaknya lagak si koki ini betul betul luar biasa.
Itu berarti orang yang bisa menggunakan koki semacam ini sebagai koki tetapnya, dia tentu jauh lebih hebat lagi.
***** Hampir saja Lian It Lian sudah melupakan ketiga orang manusia yang jauh lebih menakutkan daripada setan itu.
Sekarang semua perhatiannya sudah tertarik oleh tingkah laku sang koki yang sok, dia lebih ingin tahu lagi macam apakah majikan dari koki tersebut.
Ia tidak takut terhadap koki.
Sekalipun ditangan sang koki membawa pisau. Pisau itu tak lebih hanya sebilah pisau dapur, sebilah pisau yang tak bisa dipakai untuk membunuh orang.
"Bagaimana?" bisik nona bercelana merah itu tiba tiba. "Biar kukesana lebih dulu" jawsab Lian It Lian.
"Akan kutanyakan kepada koki itu, tempat apakah ini? Hayo ikut aku"
"Kali ini, kau seharusnya membiarkan aku kesana lebih dulu" protes sinona bercelana merah itu.
"Kenapa?"
"Karena dia adalah seorang lelaki, biasanya lelaki akan bersikap lebih sungkan terhadap perempuan"
Lian It Lian segera tertawa.
"Yaa, betul bila gadis cantik semacam kau yang bertanya kepadanya, sepatah kau bertanya, tak mungkin dia hanya menjawab sepatah kata"
Tentu saja dia tak dapat mengatakan kalau dia sendiripun seorang gadis yang cantik menarik, kalau bisa menipu nona itu habis habisan, apalagi bila berhasil membuat si nona jatuh hati kepadanya, itu baru suatu surprise namanya.
Dengan langkah yang sangat berhati hati kedua orang itu merangkak keluar dari balik dinding pekarangan.
Dari tempat kejauhan, nona bercelana emrah itu telah tersenyum manis kepada sang koki, sapanya.
"Baik baikkah kau?"
Ketika menjumpai seorang nona yang begitu cantik menghampirinya dan mengajak bercanda, ternyata koki itu masih bermuram durja.
"Tidak baik!" jawabnya sambil gelengkan kepalanya berulang kali. "Kenapa tidak baik?"
Koki itu menghela napas panjang.
"Aaaai... orang lain berpesta pora, makan minum, sebaliknya aku macam cucu kura kura saja mendekam terus disini sambil membuatkan sayur untuk mereka, jangankan ikut berpesta, mencicipi satuupun tak mungkin, coba bayangkan sendiri, penghidupan semcam ini mana mungkin bisa dikatakan baik?"
Nona bercelana merah itu segera menampilkan sikap simpatik dan ikut terharu katanya. "Padahal kau toh bisa menyisihkan sedikit sebelum hidangan itu dikeluarkan, dengan demikian kau toh bisa ikut pula menikmatinya"
"Tidak mungkin!" "Kenapa tidak mungkin?"
Sambil bermuram durja, koki itu menghela napas panjang.
"Aku tak dapat menikmatinya, setiap kali mencium bau minyak, aku sudah ingin tumpah rasanya"
Seorang yang begitu mencium bau minyak lantas ingin tumpah ternyata menjadi seorang koki yang termashur, itu baru aneh namanya.
Nona bercelana merah itu segera bertanya lagi. "Siapa pula yang berpesta pora hari ini?"
"Kecuali dia, siapa pula yang bisa mengundangku kemari untuk membuatkan hidangan?" "Siapakah dia yang kau maksudkan?" tak tahan Lian It Lian bertanya.
Kontan saja koki itu melotot besar besar kearahnya, dengan dingin ia berkata: "Kalau dia saja tak tahu, mau apa kau datang kemari?"
Lian It Lian tak berani berbicara lagi. Nona bercelana merah itu segera berkata:
"Orang yang diundangnya hari ini tentu seorang tamu terhormat, oleh karena itu kau disuruh
membuatkan hidangan khusus buatnya"
Tampaknya perkataan itu dengan tepat menyentuh bagian yang gatal dari koki tersebut, dia segera manggut berualang kali.
"Tepat sekali, masakan ayam masakan itik siapapun dapat membuatnya, dimanapun bisa didapatkan, tapi kalau disuruh membuat hidangan khusus maka diperlukan pengetahuan yang cukup, dan lagi tidak mungkin bisa dirasakan setiap kali setiap saat"
"Hmm, benar juga perkataan itu!"
Kembali koki itu menghela napas panjang.
"Aaai...! Terhadap teori yang demikian sederhananya ini, ternyata masih ada juga yang tidak mau mengerti!"
"Entah tamu agung yang diundangnya hari ini ikut mengerti atau tidak...?"
"Semestinya ia dapat memahami akan hal ini, sebab jelek jelek begitu dia juga keturunan keluarga persilatan, tak mungkin yang dipikirkan hanya ingin makan ikan makan daging melulu" "Sauya dari keluarga manakah dia?" tanya nona bercelana merah itu lebih lanjut. "Darimana lagi? Tentu saja dari keluarga sini!"
Kembali Lian It Lian tak sanggup mengendalikan diri, tanyanya dengan cepat: "Apakah Tio Bu Ki?"
Koki itu melotot sekejap kearahnya, lalu menjawab dengan dingin: "Kalau bukan dia, lantas siapa?"
Lega juga perasaan Lian It Lian sesudah mendengar perkataan itu.
Tio Bu Ki terbukti tidak berbaring disitu untuk menantikan kematiannya. Ia sedang duduk disana sambil menunggu untuk menikmati daging sapi masak kecap.
"Masih ada persoalan lain yang hendak kalian tanyakan kepadaku?" ujar si koki kemudian. "Sudah tak ada lagi!" nona bercelana merah itu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kalau begitu, gantian aku yang hendak mengajukan pertanyaan kepada kalian"
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Siapakah diantara kalian berdua yang malam ini tinggal disini untuk menemani aku tidur?"
Si koki yang selalu bermuram durja itu ternyata mengajukan pertanyaan yang luar biasa. Hal mana sungguh membuat orang merasa terkejut.
Lian It Lian bukan cuma terkejut, bahkan saking marahnya wajahpun ikut menjadi merah padam.
"Kau sedang berkentut apa?" teriaknya gusar.
"Masakkah istilah mengajak tidurpun tidak kalian pahami?"
Buru buru si nona bercelana merah itu mencegah Lian It Lian mengumbar hawa amarahnya, dengan cepat dia berkata:
"Aku paham, tapi aku tidak mengerti kenapa kau tidak menahan kami berdua saja untuk bersama sama menemani kau tidur semalam?"
"Karena usiaku sudah lanjut dalam satu malam paling banyak aku cuma dapat memakai seorang"
"Siapa yang kau maui?"
"Yaa, pria muda yang cakeppun aku juga demen!" "Lantas apa gunanya yang lain?"
"terpaksa yang lain akan kugunakan sebagai teman minum arak!" jawab koki itu. "apa masak kau hendak menggunakan seorang manusia sebagai teman minum arak?"
"Tentu saja bukan seorang manusia secara keseluruhan, paling banter juga cuma beberapa potong dagingnya saja yang paling empuk dan muda"
Dengan sepasang matanya ayng tajam tiada hentinya ia perhatikan tubuh kedua orang itu dari atas sampai kebawah, dilihat dari mimik wajahnya itu seolah olah dia mengganggap kedua orang tersebut sudah berubah menjadi dua ekor domba yang telah dibelejeti sampai bugil semua.
Lian It Lian betul betul naik darah saking marahnya dia sudah hampir sinting, bukan cuma keki, bahkan ingin tumpah.
Ternyata sinona bercelana merah itu masih sempat bertanya lagi: "Dengan cara apa kau hendak mendaharnya?"
"Tentu saja dimasak Angsio, kalau ingin masak daging orang maka api musti kecil dan tak boleh dimasak terlalu lama, kalau tidak maka dagingnya akan keras dan alot, wah, kalau sampai begitu rasanya tentu kurang lezat!"
"Oouw...! Tak kusangka kau memiliki pengetahuan yang begitu luas tentang cara memasak daging orang"
"Masakakan yang paling kubanggakan adalah daging orang masak Angsio, kebetulan kalian berdua memiliki daging yang putih lagi empuk, daging macam begini paling cocok kalau dimasak Angsiobak!"
Sesudah menghela naps panjang, tambahnya:
"Waaah, agaknya hari ini aku memang lagi mujur, sudah lama tidak kujumpai daging muda yang begini putih lagi empuk"
Ternyata nona bercelana merah itu tidak menjadi ketakutan, malah sebaliknya tertawa cekikikan.
"Yaa, hari ini kau memang mujur" katanya.
"Bukan mujur dalam selera makan, mujur pula dalam selera birahi!"
"Kalau kulihat tampangmu, agaknya bukan saja kau tidak merasa takut kepadaku, bahkan hendak menggunakan diriku sebagai bahan gurauanmu..." kata koki itu marah.
"Yaa, tentu saja aku merasa gembira bisa berjumpa denganmu, setiap orang persilatan tahu bahwa Biau jiu jiu sut (koki bertangan sakti) memiliki ketajaman mata yhang luar biasa, hari ini aku bisa menarik perhatian Biau jiu jiu sut, sudah barang tentu aku merasa gmebira bisa mengajakmu bergurau"
Tiba tiba koki itu tertawa dingin.
"Heeehhh.heeehhh.heeehhh... sungguh tidak kusangka kalau kaupun bermata tajam, ternyata bisa mengenali diriku"
Senyuman dari nona bercelana merah itu tampak lebih cantik dan manis. "Aku bukan cuma kenal dengan dirimu saja" katanya.
"Bahkan akupun tahu harus mempergunakan cara apakah untuk merenggut selembar nyawamu itu!"
TIba tiba paras muka koki itu berubah hebat, kelopak matanya menyipit, kemudian jeritnya keras keras.
"Kau...!" Hanya sepatah kata yang sanggup dia ucapkan, mendadak kelopak matanya terbelalak lebar, sorot matanya membuyar, dari balik tenggorokannya memancur keluar gumpalan darah kental, napasnya langsung berhenti.
Lian it Lian merasa terkejut sekali oleh peristiwa itu.
Ia yakin dirinya tidak turun tangan, agaknya sinona bercelana merahpun tidak turun tangan. Ia benar benar tidak habis mengerti, mengapa secara tiba tiba orang itu bisa mati.
Nona bercelana merah itu telah memalingkan kepalanya dan menutupi wajah sendiri dengan tangan.
"Coba periksalah apakah dia sudah mati?" katanya lirih. "Mengapa kau tidak memeriksanya sendiri?"
"Aku tak boleh melihat darah, sebab begitu melihat darah maka aku bisa jatuh tak sadarkan diri!"
Lian It Lian menatapnya tajam tajam, lam, lama sekali, tiba tiba ia baru bertanya lagi: "Sewaktu membunuh orang, menagap kau tidak jatuh semaput?"
"Sebab ketika darah mulai mengucur keluar, aku telahmemalingkan wjaahku!"
Jawabnya begitu leluasa, begitu bebas, sedikitpun tiada maksud untuk mengelabuhi kejadian itu, seolah olah ia sama sekali tidak menganggap perbuatannya membunuh orang itu sebagai suatu kejadian yang sangat penting.
Lian It Lian menjadi amat terkeut.
"Jadi betul betul kau yang telah membunuhnya?" ia berseru. "Kalau bukan kau, sudah barang tentu aku!"
Lian It Lian berusaha mengamati dirinya. Namun ia tidak berhasil juga menemukan tanda yang menunjukkan bahwa nona yang lemah lembut dan halus ini pandai membunuh orang, bahkan yang dibunuh adalah seorang Ok-jin (orang jahat) yang sudah tersohor namanya dalam dunia persilatan.
Biau Jiu Jiu sut bukan cuma keji, bengis, dan jahat, diapun licin dan berwatak bajingan, beberapa kali para jago persilatan dari tujuh propinsi bekerja sama untuk menangkapnya tapi selalu tak berhasil, sebaliknya nona bercelana merah ini tanpa melakukan sesuatu gerakkan, dengan cara yang amat mudah berhasil merenggut jiwanya.
Tak tahan lagi Lian It Lian menghela napas panjang, sambil tertawa getir ia berkata, "Kau betul betul hebat, aku merasa amat kagum kepadamu!"
Nona bercelana merah itu tertawa merdu. "Seandainya,sepasang mata anjingnya tidak melotot terus bagian tubuhku yang tak pantas ia perhatikan terus, untuk membunuhnya mungkin tidak akan semudah itu"
Setelah berhenti sejenak dia bertanya kembali,
"Coba periksalah apakah dia benar benar sudah mati?"
"tentu saja benar benar sudah mati, dari kepala sampai kaki sudah mampus semua" "Kalau memang begitu, buat apa kita musti mengendon terus disini...?"
"Kau ingin kemana?" tanya Lian IT Lian.
"pergi keruang depan dan menjadi teman duduk dari sukoku!"
Sesudah berhenti sejenak terusnya sambil tertawa,
"Bila gerak gerik kita cukup cepat, siapa tahu kita masih bisa mengejar daging sapi masak kecap itu serta mencicipinya"
"Kau masih tega untuk memakannya?"
"Sekalipun tak tega juga mesti makan sedikit hidangan dari Biau Jiu Jiu sut, dulupun tidak seringkali bsa mencicipinya, apalagi dikemudian hari, mungkin tak akan kita cicipi untuk selamanya"
*****
Daun jendela diruang tamu terbentang lebar, mereka menelusuri ujung dinding dan masuk ketepi ruangan, kebetulan sekali dari balik daun jendela dbawah sebatang pohon Tong mereka dapat melihat Tio Bu Ki dapat melihat pula daging sapi masak kecap yang telah dihidangkan diatas meja itu.
Mereka ingin sekali mengetahui siapa gerangan tuan rumahnya, sebab orang yang bisa mengundag Biau Jiu jiu sut untuk buatkan masakkan baginya, orang ini sedikit banyak berharga untuk dilihat.
Ternyata tuan rumah tak ada dalam ruangan tamu.
Sebab dalam ruang tamu itu cuma ada tiga orang, kecuali Tio Bu Ki, dua orang lainnya semua pada berdiri.
Tentu saja tuan rumah tak akan menemai tamunya makan sambil berdiri, orang yang berdiri ditepi tamu tentu saja hanya pelayang pelayannya tuan rumah.
Yang seorang berdiri membelakangi mereka, ia bertubuh tinggi, kurus dan mengenakan jubah panjang berwarna putih salju, rambutnya telah beruban semua.
Yang lain adalah seorang nyonya berambut hitam yang digulung menjadi sebuah sanggul, waktu itu dia sedang memenuhi cawan Bu Ki dengan arak wangi.
Tubuhnya tinggi semampai, bodynya aduhai bisa diduga dia adalah seorang prempuan yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. Apa lacur justru diatas wajahnya tergantung selapis kain caadar berwarna hitam, sehingga sulit bagi orang untuk melihat tampang wajah sebenarnya.
TIba tiba nona bercelana merah itu bertanya dengan setengah berbisik: "Coba kau lihat, siapakah perempuan itu"
"Aku tidak melihat raut wajahnya!" jawab Lian It Lian. "Coba kau lihat rambutnya, lalu lihatlah tangannya!"
Rambut nyonya itu hitam lagi panjang dan banyak, sedangkan sepasang tangannya halus lembut tapi putih menakutkan.
Mendadak Lian It Lian teringat akan seseorang, segera serunya dengan cepat, "Apakah dia adalah Poan bin losat?"
"Yaa, itulah dia!"
Lian It Lian segera tertawa getir.
"Kita kabur kesana kemari berusaha menghindarinya, sungguh tak nyana kita menghantarkan diri sendiri pada saat ini"
"Tuan rumah tempat ini betul betul luar biasa sekali, ternyata ia sanggup menyuruh Poan bin losat menjadi pelayan yang memenuhi cawan arak tamunya"
"jangan jangan disnilah letak halaman yang dikabarkan ada setannya itu!" Lian It Lian mengemukakan kekuatirannya.