Jilid 12 : Tertangkapnya Si Pembunuh

Di balik halaman kecil di bagian belakang gedung megah itu terdapat sebuah bangunan kecil tempat untuk menyimpan kayu bakar. Dalam ruang yang kecil itu terdapat sebuah cerobong asap yang besar sekali.

Dari cerobong asap itulah asap berwarna ungu berasal. Ketika Phoa Ki seng tiba di situ, Leng Giokhong telah berdiri di bawah cerobong asap.Siapa yang membakar asap ungu itu? Mungkinkah Leng Giok-hong?Tentu saja bukan.

Leng Giok hong bisa menyusul kesitu justru karena melihat munculnya asap berwama ungu itu. Ketika ia tiba di tempat kejadian, orang yang membakar asap ungu itu sudah pergi dari situ.

Apa yang telah dilakukan Leng Giok hong semalaman? Apakah ia berhasil menemukan sesuatu keganjilan atau keanehan di tempat itu?

Belum sempat Phoa Ki seng mengajukan pertanyaan, mereka sudah mendengar suara jeritan ngeri seperti apa yang terdengar oleh Ni Siau cong tadi.

Tiba tiba paras muka Leng Giok hong berubah hebat. "Aaah... Ang ang ... ! Itu suara Ang ang!"

Dugaannya sangat tepat, jeritan itu berasal dari Ang ang.

Tubuh Ang ang sudah roboh terkulai di atas genangan darah, mulut luka yang mematikan berada di atas hatinya. Senjata pembunuh adalah sebilah pisau pendek, tetesan darah masih nampak meleleh keluar lewat ujung pisau itu, pisau yang masih tergenggam di tangan seseorang.

Jari tangan yang digunakan orang itu untuk menggengam pisau belati sudah tampak memutih, putih karena ia menggenggam kelewat bertenaga. Paras mukanya yang pucat pasi kini berubah menghijau, rasa kaget dan ngeri tampak menghiasi wajahnya. Dia seperti tidak percaya kalau dirinya dapat melakukan perbuatan semacam ini.Orang itu tak lain adalah Thia Siau cing.

Hampir pada saat yang bersamaan Phoa Ki seng dan Leng Giok hong tiba di tempat kejadian. Peristiwa tragis yang terbentang di depan mata tidak sampai membuat kedua orang itu mengumbar emosi. Bukan saja mereka tidak menegur, tidak menghardik bahkan turun tangan pun tidak. Paras muka mereka sama sekali tidak berubah banyak.

Satu satunya tindakan yang mereka lakukan hanya berdiri berpisah, seakan akan suatu tindakan yang tidak disengaja, kedua orang itu masing masing berdiri di depan pintu, jalan mundur dari kamar di mana Lie Lam ang tergeletak. Pada saat itulah mereka berdua lagi lagi saling bertukar pandangan, seakan akan baru sekarang mereka tahu bahwa lawannya mempunyai banyak kemiripan dengan diri sendiri.

... Pembesar eselon empat dari ibu kota ini bukan cuma memiliki i1mu silat yang luar biasa, ternyata dia pun pandai mengendalikan diri dan tetap bersikap tenang dalam situasi apa pun. Asal usul serta latar belakangnya hingga kini masih merupakan tanda tanya besar bagi Leng Giok hong.

Mungkinkah dia mampu mengungkap teka teki seputar dirinya dalam waktu singkat?

Thia Siau cing masih berdiri pada posisi semula, sama sekah tak bergerak. Leng Giok hong maupun Phoa Ki seng juga tidak bergerak, seakan akan mereka ingin memberi peluang untuk lawannya mengendalikan gejolak emosi dalam hatinya. Mereka tak ingin merangsang lawannya untuk melakukan pertarungan nekad karena menganggap posisinya sudah terdesak.

Mereka bisa menahan diri, sayang ada orang lain yang tak mampu mengendalikan emosinya dan sudah turun tangan duluan. Terdengar suara sambaran golok membelah angkasa, sekilas cahaya golok berwama merah kehitam hitaman telah menerobos masuk lewat jendela. Setelah berputar satu lingkaran di udara, lingkaran cahaya tersebut makin lama makin mengecil dan segera menggorok leher Thia Siau cing.

Mendadak terdengar suara bentakan keras bergema memecahkan keheningan. "Blummm!" daun jendela hancur berhamburan ke empat penjuru menyusul tibanya sesosok bayangan manusia menerjang masuk ke dalam lingkaran cahaya golok itu.

Ilmu silat yang digunakan orang itu adalah ilmu Kin na jiu tingkat tinggi yang disebut ilmu "Hun kong po im" (membelah cahaya memukul bayangan), ilmu ini konon diciptakan seorang pendeta dari gunung Hong san.

Dengan sepasang tangan kosong bayangan manusia itu menerobos ke dalam lingkaran cahaya golok musuh yang menggidikan hati, kemudian bagaikan cakar elang tiba tiba mencengkeram senjata golok lawan.Mendadak cahaya golok yang berkilauan seperti sambaran halilintar itu lenyap tak berbekas. Sebilah golok lengkung berwama merah kehitam hitaman kini sudah berada dalam cengkeraman orang itu.

Hampir pada saat yang bersamaan kembali terlihat sesosok bayangan manusia yang tinggi besar menerobos masuk lewat jendela. Setelah berputar selingkaran di udara bagai burung rajawali raksasa, ia menyambar ke bawah sembari menghantam jalan darah Tay yang hiat di kennig orang itu."Blam, blaam, blaaam . . .” tigabelas kali benturan dahsyat menggelegar di angkasa. Dalam waktu sekejap mata dua orang itu sudah saling menyerang sebanyak tigabelas pukulan.

Orang yang berdiri di atas tanah tak lain adalah Kwan Giok bun, Kwan ji dari propnisi Kwan an, sementara orang yang masih melayang di udara adalah Lenghou Put heng.

Selewat tigabelas gebrakan yang seru itu, kini tubuh Lenghou Put heng sudah mencelat balik ke belakang. Namun golok lengkung yang semula berhasil dirampas Kwan Giok bun, kini sudah direbut kembali oleh Lenghou Put heng. Biarpun pertarungan antar dua orang jagoan tangguh ini hanya berlangung sekejap, namun cukup membuat orang yang menoton jadi berdebar hati tidak tenteram.

Kwan Giok bun dengan tubuhnya yang kurus kering masih berdiri tegak di posisi semula. Walapun bajunya yang lebar berkibar kencang terhembus angin

getaran, tianitm ja tak mundur walau setengah langkah Pun! Dengan sinar mata yang memancarkan cahaya tajam, bentaknya, "Cayhe Kwan Giok bun adalah Keluarga dari orang she Thia itu. Urusan yang menyangkut keluarga Kwan biar kami keluarga Kwan yang selesaikan. Sekalipun dia telah melakukan kesalahan, biar kami sendiri yang menghukumnya dengan aturan keluarga. Hmmm! jika ada orang luar pingin ikut campur, jangan satahkan kalau aku orang she Kwan bertindak kejam!"

Selesai bicara, tanpa menunggu reaksi orang lain dia segera menyambar lengan Thia Siati cing dan menariknya untuk diajak pergi.

"Ayoh, ikut aku pulang!"

Thia Siau cing seperti tak ingin pergi bersamanya, dia seperti ingin berkelit dari tarikan itu. Namum Kwan Giok bun bukan jago sembarangan. Cahaya golok

yang sedang melancarkan serangan maut saja berhasil dia rampas, apalagi hanya sebuah pergelangan tangan yang sedang berdiam kaku.

Begitu pergelangannya tertangkap oleh sepasang tangan yang mempunyai kekuatan dahsyat itu, pemuda tersebut tak sanggup lagi untuk meronta dan melepaskan diri. Thia Siau cing sangat gusar, dengan mata melotot penuh amarah dan kebencian dia pelototi orang itu sekejap, kemudian teriaknya dengan Suara parau, "Lepaskan aku!"

"Ibumu masih menunggu kau, ayo pulang bersama aku!" "Kalau aku tak mau pulang?"

"Tidak mau pulang pun tetap harus pulang!"

Thia Siau cing tertawa dingin. "Biar harus pulang pun aku tetap tak pulang!" balasnva.

Cengkeraman Kwan Giok bun semakin mengencang. Siapa yang bisa melepaskan cengkeramannya dalam keadaan begini?

Thia Siau cing masih tertawa dingin, mendadak pisau belati yang tergenggam di tangan kanannya diayunkan ke bawah, langsung memotong pergelangan tangan sendiri yang masih dicengkeram kuat kuat oleh Kwan Giok bun.

Muncratan darah segar segera menyembur mengotori wajah Kwan Ji, tak tahan ia mundur tiga langkah dari posisi semula. Sekarang ia baru sadar apa yang telah terjadi, tapi sayang keadaan sudah terlambat.

Walaupun sampai sekarang dia masih menggenggam pergelangan tangan pemuda itu kuat kuat, tapi kini pergelangan tangan itu tinggal kutungan pergelangan tangan keponakannya yang masih berlumuran darah. Noda darah yang berceceran mengotori juga baju serta sepatunya.

Thia Siau cing sendiri ikut mundur dengan sempoyongan. Peluh sebesar kacang kedele membasahi jidat serta wajahnya, tapi dia masih berusaha mempertahan diri, katanya sambit menggigit bibir, "Aku telah membunuh orang, aku harus bayar hutang nyawa ini, kau tak usah mencampuri urusanku, kau tak usah ikut urusan. . ."

"Jadi kau benar benar telah membunuhnya?" tanya Kwan ji dengati perasaan pedih.

Sambil menggigit bibir Thia Siau cing mengangguk. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu, sayang sebelum kata kata itu sempat diucapkan ia sudah roboh tak sadarkan diri.

Dengan wajah sangat mengenaskan Kwan Ji memandang Phoa Ki seng sekejap, kemudian memandang juga Leng Giok hong. Tiba tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa panjang.

Daun kering masih berguguran di luar jendela karena hembusan angin pagi, suara ayam berkokok mulai kedengaran dari empat penjuru. Kwan ji tidak bicara lagi. Tiba tiba ia melejit ke udara lalu menerobos keluar dari ruangan itu lewat jendela, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah tak nampak dari pandangan.

Menyusul di belakang Kwan ji tadi, terlihat sesosok bayangan manusia melompat juga meninggalkan ruangan itu, dia adalah Lenghou Put heng. Dari kejauhan terdengar Kwan Ji berseru, "Leng Giok hong, kuserahkan Thia Siau cing kepadamu. Tapi ingat, kau harus mengadilinya secara jujur! Kalau tidak, aku akan datang lagi untuk mencabut nyawamu!"

Hukuman yang pantas untuk seorang pembunuh adalah hukuman mati. Hukum negara tetap merupakan hukum yang harus dipatuhi. Jangankan rakyat biasa, seorang raja atau seorang pembesar tinggi pun tak akan bisa lolos dari hukum. Sejak dulu hingga sekarang hukum tetap tak berubah, dan tak seorang pun bisa menghindar dari jeratan hukum.Thia Siau cing terbukti melakukan serangkaian pembunuhan berdarah. Hukuman yang dijatuhkan kepadanya adalah

hukuman mati, hukum penggal kepala akan dilaksanakan selewat musim gugur tahun ini.

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar