Bangau Sakti Jilid 35

 
Jilid 35

Co Hiong tertegun mendengar jawab Lie Ceng Loan, ia memang tahu Bee Kun Bu terkurung, namun ia pun tahu kalau Kim Hun Tokouw telah jatuh hati pada Bec Kun Bu. Kini Lie Ceng Loan mengatakan bahwa dia telah mati, itu bagaimana mungkin?

Co Hiong bergirang dalam hati, namun wajahnya justru tampak murung sekali, seakan ikut berduka.

"Oh, ya? Benarkah saudara Bee telah mati?"

"Benar." Lie Ceng Loan mengangguk "Lam Kiong Siu yang membakarnya sampai mati, sebelumnya dia menyuruhku mengatakan pada Bee Kun Bu, bahwa aku tidak mencintainya lagi. Aku tidak mau, maka Lam Kiong Siu lalu membakarnya sampai mati."

Co Hiong tereengang dan ragu akan kejadian itu, namun tidak mau mengutarakannya.

"Aaakh,.,!" keluhnya sambil menggeleng-ge!engkan kepala, "Sayang! Sungguh sayang sekali! Bee Kun Bu seorang pendekar yang gagah, namun akhirnya justru jadi begitu."

"Dia... dia telah mati." Air mata Lie Ceng Loan terus berderai. "Eh?" Co Hiong memandangnya heran, "Nona Li, kenapa engkau berdiri di sini? Apa yang engkau tunggu?"

"Kakak Siao Tiap memasuki formasi kabut kuning, Dia ingin mencari Kakak Pek untuk merundingkan harus bagaimana membalas dendam Kakak Bu," jawab Lie Ceng Loan dengan jujur

"Anak Hiong!" seru Souw Peng Hai. "Mari kita cepat pergi!" "Jangan khawatir guru!" sahut Co Hiong, "Kini kita dan

mereka punya musuh yang sama, kita tidak perlu takut pada mereka!"

"Hm!" dengus Souw Peng HaL "Meskipun kepandaian kita.,." ucapan Souw Peng Hai terputus, karena ada suara langkah yang tergesa-gesa dari dalam kabut kuning.

"Adik Loan! Apakah engkau menyaksikan kematian Bee Kun Bu dengan mata kepala sendiri?" Terdengar suara pertanyaan puIa.

Tak lama muncullah tiga orang, Mereka bertiga adalah Na Siao Tiap, Pek Yun Hui dan Kiu Tok Sian Ong.

"Anak Hiong. " Souw Peng Hai segera menarik tangan Co

Hiong dengan maksud mengajaknya pergi.

"Guru tidak usah takut, aku ada di sini!" ujar Co Hiong. Souw Peng Hai teringat akan derajat dan kedudukannya.

Apabila di saat ini ia dan Co Hiong kabur, itu sungguh memalukan! Karena itu, ia tetap berdiri di tempat

"Kakak Pek! Kakak Bu telah mati! Kakak Bu telah mati. "

Lie Ceng Loan segera berlari menghampiri Pek Yun Hui, lalu mendekap di dadanya sambil menangis sedih.

"Adik Loan. " Pek Yun Hui membelai rambutnya. Mata

Pek Yun Hui pun tampak basah, "Adik Siao Tiap telah memberitahukan padaku, sebetulnya bagaimana kejadian itu?" "Kakak Pek,.,." Lie Ceng Loan menutur segala apa yang disaksikannya.

Kening Pek Yun Hui berkerut-kerut, bahkan juga merasa heran, Kenapa Kim Hun Tokouw-Lam Kiong Siu menyuruh Lie Ceng Loan mengatakan tidak mencintai Bee Kun Bu? itu karena apa? Setelah itu kenapa ia membakar mati Bee Kun Bu? Pek Yun Hui betul-betul tidak habis berpikir, Kemudian ujarnya pada Lie Ceng Loan bernada menghibur

"Adik Loan, engkau jangan terlampau berduka!"

"Kakak Pek!" Lie Ceng Loan tersenyum sedih, "Kini aku sudah tahu apa namanya duka. Aku dan Kakak Siao Tiap telah berjanji. "

"Kalian berdua telah berjanji apa?" tanya Pek Yun Hui heran.

"Kami berjanji akan membuat sebuah kuburan besar untuk Kakak Bu," jawab Lie Ceng Loan memberitahu-kan. "Setelah itu, kami berdua pun akan menemaninya di dalam kuburan itu selama-lamanya."

"Apa?" Pek Yun Hui tertegun sambil melirik Na Siao Tiap, "Kalian berdua?"

"Ya." Na Siao Tiap mengangguk "Kami berdua."

Waiau amat singkat jawaban Na Siao Tiap, namun Pek Yun Hui telah mengerti semuanya.

Diam-diam ia menarik nafas panjang dan membatin Dalam lautan cinta, memang tiada saat yang tenang, Kini Na Siao Tiap pun mengalami hal itu. Kemudian Pek Yun Hui memandang Souw Peng Hai dan Co Hiong.

"Kalian berdua masih punya muka menemui orang?" Suara Pek Yun Hui dingin sekali.

"Apa maksud Nona Pek mengatakan demikian?" sahut Co Hiong mendahului Souw Peng Hai yang baru mau bersuara. "Kematian Bee Kun Bu dikarenakan kalian!" ujar Pek Yun Hui sengit

"Kematian Saudara Bu. " Co Hiong tersenyum-senyum.

Plak! Mendadak Na Siao Tiap membentak sambail menamparnya.

"Engkau tidak berderajat menyebutkan saudara!"

Bukan main gusarnya Co Hiong ditampar begitu, Namun dasar licik ia tetap diam, bahkan malah tersenyum manis.

"Ketika dia masih hidup, aku memang memanggilnya saudara," ujar Co Hiong memberitahukan "Sekarang pun aku memanggilnya begitu,"

"Sekarang tidak boleh!" tandas Na Siao Tiap dingin. "Kalian harus tahu," ujar Co Hiong sambil tertawa gelak,

"Nona Li telah menyaksikan kematian Bee Kun Bu, itu tiada kaitannya dengan kami Iho!"

"Kalau kalian tidak bersekongkol dengan Lam Kiong Siu, bagaimana mungkin Bee Kun Bu mati?" tukas Pek Yun Hui dingin.

"Ha ha!" Co Hiong tertawa. "Apa yang Nona katakan, itu sudah semakin jauh dan ngawur.

Pek Yun Hui menyambar pedang yang di tangan Lie Ceng Loan, lalu diluruskannya di depan Co Hiong seraya membentak

"Co Hiong! Engkau tidak akan bisa kabur dari istana ini!"

Pek Yun Hui menggerakkan pedangnya, tapi Co Hiong tetap berdiri di tempat Walau ujung pedang itu sudah hampir menyentuh dadanya, namun laki -laki itu tetap tak bergeming sedikitpun Pek Yun Hai terpaksa menarik pedangnya, namun niatnya tetap menatap Co Hiong.

"Apakah engkau sudah tahu akan dosa-dosamu, maka tidak mau melawan?" "Hm!" dengus Co Hiong. "Aku menganggap kita punya musuh yang sama, yakni Kim Hun Tokouw-Lam Kiong Siu! Namun tidak menyangka kalau Nona Pek akan bersikap demikian terhadap kami! Ha ha! Silakan turun tangan!"

"Engkau sangat licik dan banyak akal busuk!" tandas Pek Yun Hui dingin, "Tapi semua itu tak berguna di hadapanku!"

Co Hiong memandang Souw Peng Hai, kemudian berkata sambil berkertak gigi dengan wajah yang penuh dendam.

"Lengan guruku dikutungkan oleh Lam Kiong Siu, Maka kami dengan dia telah berubah menjadi musuh besar, dan kami pun harus menuntut balas padanya!"

Karena Co Hiong menyinggung tentang itu, Souw Peng Hai memeluk keras melampiaskan kemendongkolannya.

sebetulnya Pek Yun Hui tidak mempereayai Co Hiang, Namun lengan Souw Peng Hai memang telah buntung, maka ia pun mempereayainya.

"ltu urusan kalian, silakan menuntut balas padanya!" ujarnya dingin.

"Nona Pek, kita sama-sama ingin menuntut balas padanya, Bagaimana kalau kita bergabung?" tanya Co Hiong.

"Jangan omong kosong!" bentak Na Siao Tiap, "Apa-kah engkau mau kutampar lagi?"

"Kalian harus tahu!" Ucapan Na Siao Tiap barusan tidak menggusarkan Co Hiong, sebaliknya ia malah tampak serius, "Cukup lama kami tinggal di istana ini. Maka banyak jalan rahasia yang telah kami ketahui dengan jelas, Nah, kalau kita bergabung, bukankah akan menguntungkan kita bersama?"

Apa yang dikatakan Co Hiong memang masuk akah Oleh karena itu Pek Yun Hui lalu menurunkan pedang-nya.

"Kalau begitu, kalian tunjukkan jalan itu, agar kami dapat mencari Lam Kiong Siu!" ujar Pek Yun Hui setelah berpikir sejenak. sesungguhnya Co Hiong cuma membual ia dan Souw Peng Hai cuma mengetahui dua tiga jalan rahasia di dalam istana itu, Namun bualan yang tampak sungguh-sungguh itu membuat Pek Yun Hui mempereayainya.

"Saat ini, Lam Kiong Siu pasti berada di ruang rahasia pengontrol jebakan." sahut Co Hiong dengan kening berkerut "Bagaimana mungkin bisa dicari?"

"Hm!" dengus Pek Yun Hui. "Kalau begitu, bawa kami pergi cari Giok Siauw Sian Cu!"

"Baik." Co Hiong mengangguk

"Anak Hiong, engkau. " Souw Peng Hai tahu kalau

muridnya itu tidak tahu di mana Giok Siauw Sian Cu dikurung, maka ia merasa heran dan ingin bertanya, Tapi Co Hiong segera memberi isyarat padanya, kemudian berkata pada Pek Yun Hui.

"Nona Pek, kalian ikut aku!"

Co Hiong meninggalkan tempat itu. Ketika Pek Yun Hui, Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan baru mau meng-ikutinya, mendadak Kiu Tok Sian Ong bersuara.

"Tunggu dulu!" ujar Kiu Tok Sian Ong serius, "Ketika dia sedang berbicara, sepasang matanya berputar-putar, Menurutku dia tidak bisa dipereayai."

Co Hiong tertegun mendengar ucapan Kiu Tok Sian 0ng. Kepandaiannya memang di bawah Pek Yun Hui, Na Siao Tiap dan Kiu Tok Sian Ong, Akan tetapi, kecerdasannya masih di atas mereka, Saat ini, ia cuma mengandal pada kecerdasannya.

"Lo Sian Ong omong bereanda ya?" Tanya Co Hiong sambil tersenyum.

"Siapa yang omong bereanda?" bentak Kiu Tok Sian Ong dingin, lalu mendadak melesat ke arah Co Hiong. Ketika Co Hiong baru mau berkeltt, di saat bersamaan Souw Peng Hai membentak

"Kiu Tok Sian Ong! Engkau jangan terlampau menghina orang! Masih belum mau mundur?"

Tapi Kiu Tok Sian Ong sama sekali tidak berhenti, terus melesat ke arah Co Hiong.

Wajah Souw Peng Hai berubah, Kemudian sebelah tangannya menggerakkan tongkat untuk menyerang Kiu Tok Sian Ong, ia mengeluarkan jurus Hun Lang Liak Liu (Memisahkan Ombak Dan Arus).

sepasang lengan Kiu Tok Sian Ong tampak bergerak Ternyata ia telah melancarkan pukulan tangan kosong ke arah Souw Peng Hai. Lalu secepat kilat menjulurkan tangannya untuk mencengkeram urat nadi Co Hiong, sedangkan serangan Souw Peng Hai tertahan oleh pukulan Kiu Tok Sian Ong.

Akan tetapi, Souw Peng Hai menambah Lweekang-nya, sehingga terdengarlah suara yang memekakkan telinga.

Bummm!

Seketika berhamburan hawa yang amat dingin. Na Siao Tiap dan Pek Yun Hui segera mengerahkan Hian Thian Khi Kang untuk melindungi diri, maka mereka berdua tidak merasa apa-apa.

Lain halnya dengan Souw Peng Hai dan Co Hiong, Mereka berdua langsung merinding seketika.

sedangkan Lie Ceng Loan berdiri di belakang Na Siao Tiap dan Pek Yun Hui. Karena lukanya baru mem-baik, jadi tidak mengerahkan Hian Thian Khi Kang untuk melindungi diri, maka ia juga merasa agak merinding.

"liih! Dingin sekali!" ujarnya.

sementara Souw Peng Hai yang merinding itu, terkejut dalam hatinya, sebab tidak menyangka kalau Kiu Tok Sian Ong memiliki Lweekang yang begitu dalam, seandainya ia belum terluka dan mengerahkan ilmu Kan Goan Cih, paling juga setanding dengan dia.

Kini Souw Peng Hai telah terluka, bahkan tangannya cuma tinggal sebelah, Bagaimana mungkin ia dapat melawan Kiu Tok Sian Ong? Karena itu, ia cepat-cepat meloncat mundur

Ketika ia meloncat mundur, urat nadi Co Hiong telah dicengkeram oleh Kiu Tok Sian Ong.

"Souw tua!" ujar Kiu Tok Sian Ong dingin, "Kalau aku tidak melihat engkau telah terluka, pukulanku tadi pasti membuat nyawamu melayang!"

Souw Peng Hai diam saja, sedangkan Co Hiong amat gusar dalam hati, ia tahu kalau Kiu Tok Sian Ong tidak berkesan baik pada dirinya, tentunya Kiu Tok Sian Ong akan menyiksanya pula, Oleh karena itu, ia mengeraskan hati sambil tertawa aneh, kemudian mendadak menggerakkan lengannya ke atas.

"Hm!" dengus Kiu Tok Sian Ong dingin, dan langsung menotok Tay Pao Hiat di dada Co Hiong, bahkan sekaligus mengibaskan tangannya.

Akan tetapi, sunguh di luar dugaan. Tiba-tiba Co Hiong menggeserkan badannya sambil menyerang Kiu Tok Sian Ong.

Kiu Tok Sian Ong tertegun, Namun ia berkepandaian amat tinggi, ia tidak menghindari serangan itu, sebaliknya malah batas menyerang dengan sebuah pukulan

Perlu diketahui, serangan Co Hiong itu berdasarkan ilmu silat Sam Im Sin Ni yang di dalam buku catatan.

"Hati-hati, Sian Ong!" seru Pek Yun Hui yang mengenali serangan itu.

Kreeek! Bummm! Terdengar suara benturan. Kiu Tok Sian Ong dan Co Hiong terdorong ke belakang beberapa langkah, sepasang mata Kiu Tok Sian Ong berapi- api menatap Co Hiong.

Setelah terdorong ke belakang beberapa langkah, wajah Co Hiong berubah kelabu, Sekujur badannya menggigil sehingga tiga buah gelang emas di lengannya bergoyang- goyang mengeluarkan suara Ting! Ting! Ting!"

"Ha ha ha!" Kiu Tok Sian Ong tertawa gelak, "Lumayan juga kepandaianmu!"

Kiu Tok Sian Ong mendekati Co Hiong selangkah demi selangkah Co Hiong memang berhasil menyerang Kiu Tok Sian Ong, tapi ia tetap bukan !awannya.

Namun Co Hiong tidak kabur, dan tetap berdiri di tempat Sete!ah Kiu Tok Sian Ong berada di hadapannya, ia mendengus.

"Hmm! Lo Sian Ong, aku menyerang karena ter-paksa, harap Sian Ong sudi memaafleanku!"

Lie Ceng Loan khawatir Kiu Tok Sian Ong akan melukai Co Hiong, sehingga tidak ada orang yang menunjukkan jalan untuk mencari GiokSiauwSian Cu. Oleh karena itu segeralah ia berseru.

"Lo Sian Ong, cuma Co Hiong yang tahu di mana Giok Siauw Sian Cu! jangan menyulitkannya!"

Padahal Kiu Tok Sian Ong telah mengangkat sebelah tangannya siap menghabisi nyawa Co Hiong, namun diturunkan lagi setelah mendengar seruan Lie Ceng Loan. Kemudian dia berkata kepada Co Hiong.

"Engkau berhati licik dan jahat, kepandaianmu pun cukup tinggi! Kalau dibiarkan hidup, kelak pasti menimbulkan bencana dalam rimba persilatan!"

Co Hiong tahu, kalau Kiu Tok Sian Ong mau turun tangan membunuhnya tentu tidak akan bicara begitu lagi, Karena itu, dengan berani dan tampak gagah ia berdiri tegak di hadapan Kiu Tok Sian Ong.

ia memang tergo!ong pemuda ganteng, dan gagah. Kalau orang tidak tahu akan perbuatannya pasti mengiranya pemuda baik.

"Kalau aku membunuhmu sekarang, hatimu pasti merasa tidak puas," lanjut Kiu Tok Sian Ong, "Kini engkau telah terserang hawa dinginku, setengah tahun kemudian, barulah hawa dingin itu lenyap dari tubuhmu."

"Kiu Tok Sian Ong!" bentak Souw Peng Hai. Orang tua itu amat menyayangi muridnya itu, "Cepat punahkan hawa dingin di dalam tubuhnya!"

"Aku memang bisa berbuat begitu, tapi tidak sudi melakukannya!" sahut Kiu Tok Sian Ong.

"Hm!" dengus Co Hiong dingin, "Guru, biarkan saja! setengah tahun kemudian aku akan bebas dari pengaruh hawa dingin itu, jadi guru tidak perlu cemas!"

"ltu tidak bisa!" tegas Souw Peng Hai.

"Souw tua!" Kiu Tok Sian Ong menatapnya, "Engkau mau bertarung denganku?"

"Ya." sahut Souw Peng Hai sambil melangkah maju, Kelihatannya ia sudah siap menyerang Kiu Tok Sian Ong.

"Jangan bertarung!" hardik Na Siao Tiap.

Souw Peng Hai adalah tokoh Bu Lim terkemuka, ia tidak pernah gentar terhadap siapa pun, Akan tetapi, terhadap Na Siao Tiap, ia merasa gentar sekali.

Oleh karena itu, ketika mendengar suara Na Siao Tiap, ia langsung berhenti.

"Lo Sian Ong!" ujar Pek Yun Hui. "Mau dengan cara bagaimana menghukum Co Hiong, cepatlah turun tangan!" "Baik." Kiu Tok Sian Ong mengangguk, lalu menatap Co Hiong tajam seraya berkata, "Engkau memang berbakat dan bertulang bagus, kelak kepandaianmu pasti tinggi sekali."

"Oh?" Co Hiong tersenyum, Terimakasih!"

Tapi kini aku akan mendesakkan hawa dingin ke dalam urat nadi di hatimu. Kalau engkau tidak melakukan perbuatan jahat, engkau tidak akan apa-apa, Namun apabila engkau berniat melakukan suatu kejahatan, racun hawa dingin itu pasti bereaksi Akibatnya engkau akan tahu di saat itu pula." ujar Kiu Tok Sian Ong sambil mendekati Co Hiong, kemudian mendadak mencengkeram bahunya.

Sekujur badan Co Hiong merasa dingin, namun sesaat kemudian, rasa dingin itu lenyap.

Co Hiong merasa girang, namun juga merasa cemas karena Kiu Tok Sian Ong mengatakan akan mendesakkan hawa dingin itu ke dalam urat nadi di hatinya, Benarkah racun hawa dingin itu akan bereaksi apabila ia berniat melakukan suatu kejahatan? ia kurang pereaya akan hal itu. Maka ia tertawa dingin sambil memandang Kiu Tok Sian Ong.

Kiu Tok Sian Ong juga menatapnya, bahkan dapat menduga apa yang dipikirkan Co Hiong.

"Saat ini, engkau pasti mengira aku menakutimu," ujar Kiu Tok Sian Ong serius, Tapi janganlah engkau coba dengan dirimu sendiri!"

Co Hiong tersentak, sebab Kiu Tok Sian Ong telah membaca pikirannya, Memang tidak salah, apa yang dikatakan Kiu Tok Sian Ong, sebagian besar cuma sekedar menakuti Co Hiong.

Yang benar adalah apabila Co Hiong mencoba mendesak hawa dingin itu keluar dari urat nadi di hatinya, maka dirinya akan tersiksa oleh hawa dingin tersebut Namun seandainya ia berhasil mendesak keluar hawa dingin itu, otomatis akan memperdalam Lweekangnya, Karena itu, Kiu Tok Sian Ong mengatakan begitu, agar kelak dia tidak akan melakukan kejahatan lagi.

NCo Hiong!" seru Lie Ceng Loan mendadak "Kini engkau sudah tidak kedinginan lagi, maka cepatlah bawa kami pergi menemui Kakak Giok Siauw!"

"Itu.,., baiklah," Co Hiong mengangguk "Kalian ikut aku!" Akan tetapi, mendadak mendengung suara Kim Hun

Tokouw-Lam Kiong Siu di tempat itu. "Kalian semua, jangan bermimpi!"

Begitu mendengar suara Kim Hun Tokouw, seketika juga darah Li Ceng Loan seakan mendidik

"Lam Kiong Siu! Engkau di mana?" bentaknya sengit

"Lam Kiong Siu!" Na Siao Tiap juga membentak. Kematian Bee Kun Bu telah membuatnya mendendam sekali pada Kim Hun Tokouw, "Aku bersumpah akan memusnahkan istana Pit Sia Kiong ini!"

"He he!" Kim Hun Tokouw tertawa terkekeh, "Kalau engkau mampu memusnahkan istana Pit Sia Kiong, berarti kalian semua akan terkubur di situ!"

"Lam Kiong Siu!" seru Pek Yun Hui, "Formasi kabut kuning telah kami pecahkan, kini masih ada rintangan apa? Kenapa engkau tidak berani bertarung dengan kami? Cuma berani main kucing-kucingan saja?"

"He he!" Kim Hun Tokouw tertawa terkekeh lagi, "Kini kalian akan menghadapi rintangan formasi air, hati-hatilah kalian!"

"Lam Kiong Siu, kalau engkau berani, cepatlah muncul!" seru Na Siao Tiap.

"Lam Kiong Siu! Mari kita bertarung satu lawan satu!" seru Pek Yun Hui pu!a. Namun tidak terdengar suara Kim Hun Tokouw lagi, suasana di tempat itu menjadi hening sejenak, Siao Tiap dan Pek Yun Hui saling memandang .

"Jangan hiraukan dia!" ujar Na Siao Tiap, "Mari kita menerjang ke luar!"

"Betul" Pek Yun Hui manggut-manggut.

Ketika meraka berdua baru mau melesat pergi, mendadak terdengar suara aneh di tempat jauh. Mereka terkejut lalu mendengarkan suara aneh itu dengan penuh perhatian Suara aneh itu semakin dekat

Saat ini mereka baru tahu, ternyata itu adalah suara arus air. Makin lama makin terdengar jelas suara arus air itu, bahkan bagaikan suara air bah.

Pek Yun Hui mengerutkan kening, ia tahu bahwa Kim Hun Tokouw telah menggerakkan jebakan air. sedangkan di tempat ini sama sekali tidak ada jalan ke luar Tak lama mereka semua pasti terendam air.

"Celaka!" seru Kiu Tok Sian Ong, "Di antara kalian, siapa yang pa!ing pandai berenang?"

Yang ditanya cuma saling memandang, sama sekali tidak menyahut Di saat bersamaan, air mulai memasuki tempat itu,

Dalam waktu sekejap, air itu sudah setinggi lutut

"Ha ha ha!" Co Hiong tertawa aneh. "Bagus! Bagus sekali!

Kita semua akan mati bersama di sini!"

"Kakak Bu!" gumam Lie Ceng Loan sambil tersenyum. Tak lama lagi aku akan menyusulmu."

Suara Lie Ceng Loan amat memilukan, sehingga membuat hati semua orang bertambah kacau.

Namun Pek Yun Hui masih tampak agak tenang, ia mendongakkan kepala, Berselang sesaat ia pun berseru.

"Kita semua jangan gugup dan panik, dengarlah apa yang akan kukatakan!" "Ha ha!" Co Hiong tertawa, "Nona Pek, kita semua tidak bisa berenang! sebentar lagi kita pasti mati tenggelam!

Engkau masih mau mengatakan apa?"

"Engkau mau apa tidak mendengarkan perkataan Kakak Pek?" bentak Na Siao Tiap.

"Kita semua akan mati di air, kenapa engkau masih membentak-bentak?" tanya Co Hiong sambil tertawa gelak.

Saat ini air sudah setinggi bahu mereka. Segeralah Pek Yun Hui berseru.

"Diam! Cepat himpun Lweekang agar badari bisa mengapung di permukaan air!"

"Aku mengerti maksud Nona Pek!" sahut Co Hiong, "Tapi apakah kita bisa keluar dari tempat ini?"

"Bukankah engkau telah mengetahui semua jalan rahasia di sini! Nah, itu kesempatan kita untuk ke luar dari tempat ini!" ujar Pek Yun Hui.

"Setelah ke luar dari tempat ini, tentu kalian akan membunuhku, kan?" Co Hiong tertawa panjang.

"Co Hiong!" bentak Pek Yun Hui gusar "Kalau engkau tidak mau menunjukkan jalan, engkau pun pasti mati di sini!"

"Kalau pun aku mati di sini juga merasa puas!" sahut Co Hiong sambil menunjuk ke tiga gadis itu, "Karena ditemani gadis-gadis yang cantik jelita!"

Plak! Na Siao Tiap langsung menamparnya, Tam-paran itu membuat Co Hiong tenggelam ke dalam air, tapi cepat sekali ia sudah timbul kembali

"Hati-hati Anak Hiong!" seru Souw Peng Hai.

Secepat kilat Souw Peng Hai menggerakkan toyanya di dalam air mengarah Co Hiong, Apa yang dilakukan Souw Peng Hai sungguh mengherankan semua orang, begitu pula Co Hiong. Namun setelah Souw Peng Hai menggerakkan toya-nya, tak lama tampak sosok bayangan yang cukup panjang berbalik di permukaan air Sungguh mengejutkan ternyata ikan hiu.

Di saat itu pula tampak belasan ekor ikan hiu berenang ke arah meraka. sedangkan kini genangan air telah di atas kepala mereka, Badan mereka bisa mengapung karena mengerahkan Lweekang, namun cara bagaimana mereka melawan belasan ekor ikan hiu itu?

sementara Souw Peng Hai mengangkat toyanya ke atas. ia memukul ikan-ikan hiu yang berenang ke arahnya, Co Hiong mengeluarkan gelang emasnya Lie Ceng Loan bersiap- siap dengan pedangnya, Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap mengerahkan Lweekang bersiap melancarkan pukulan sedangkan Kju Tok Sian Ong tertawa aneh sambil menggerakkan sepasang matanya ke arah ikan hiu yang mendekatinya

Walau mereka berhasil membunuh belasan ekor ikan hiu itu, namun muncul lagi ikan-ikan hiu lain, yang jumlahnya malah mencapai puluhan ekor.

Begitu menyaksikan ikan hiu itu semakin banyak, dinginlah hati Pek Yun Hui. Bagaimana mungkin mereka dapat meloloskan diri dari tempat itu? Air pun semakin tinggi pula, Karena itu Pek Yun Hui menghela nafas panjang.

"Kakak Pek!" tanya Na Siao Tiap, "Kita tidak bisa meloloskan diri dari tempat ini?"

Pek Yun Hui cuma memandangnya, sama sekali tidak bersuara.

Co Hiong malah tertawa, ia menatap Na Siao Tiap seraya berkata.

"Sudah pasti tidak bisa meloloskan diri!" Na Siao Tiap tereenung, Terbayang pula dalam ingatannya yang menyangkut cinta dan dendam selama ini. Beberapa ekor ikan hiu berenang ke arahnya namun ia tidak mengetahui karena dalam keadaan melamun

"Adik Siao Tiap!" seru Pek Yun Hui. "Hati-hati!"

Na Siao Tiap langsung melancarkan pukulan-pukulan ke arah ikan hiu yang berenang ke arahnya.

"Kakak Pek!" ujar Na Siao Tiap sambil tersenyum getir "Kita tidak dapat meloloskan diri, kenapa masih harus menghamburkan tenaga ?"

"Adik Siao Tiap!" sahut Pek Yun Hui. Selagi masih bernafas, kita harus berjuang demi hidup!"

Di saat itu, semua orang telah putus asa. Akan tetapi, begitu mendengar ucapan Pek Yun Hui, bangkit semangat mereka.

jebakan yang paling lihay di dalam istana Pit Sia Kiong adalah formasi air, Sebab air tersebut bersumber pada air terjun yang ada di puncak gunung Taysan, Apabila bendungan air itu dibuka, maka air yang bersumber pada air terjun itu akan menerobos ke bawah istana Pit Sia Kiong, sedangkan dibawah istana itu terdapat sebuah kolam besar, khusus untuk memelihara ratusan ekor ikan hiu.

Kalau air kolam itu meluap, maka akan menerjang ke tempat-tempat tertentu berikut ikan-ikan hiu tersebut seandainya tidak menyangkut runtuh bangunnya istana Pit Sia Kiong, bendungan itu pasti tidak akan dibuka.

Berhubung menghadapi sekian banyak orang yang berkepandaian tinggi, Kim Hun Tokouw terpaksa membuka bendungan itu, agar air terjun yang ada di puncak gunung mengalir ke dalam kolam yang ada di bawah istana Pit Sia Kiong, lalu menerobos ke tempat itu berikut ikan-ikan hiu tersebut

****** Bab ke 48 - Muncul Kun Lun Sam Cu dan Ketua Partai Lainnya

Yang paling lama dikurung di dalam penjara istana Pit Sia Kiong adalah Kuang Ti dan Gin Tie Suseng-Kim Eng Hauw, sedangkan Giok Siauw Sian Cu dan Bee Kun Bu menyusul belakangan.

Kemarin Bee Kun Bu dibawa pergi oleh beberapa gadis berbaju hijau, hingga saat ini masih belum kembali.

Ketika air menerobos ke dalam penjara itu, mereka bertiga sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga Kuang Ti Taysu terus-menerus mencaci maki tidak karuan

"Dasar perempuan sialan Kim Hun Tokouw itu! Kalau dapat kutangkap, wajahnya akan kupermak jadi nenek- nenek.,."

Taysu!" tegur Giok Siauw Sian Cu. "Engkau seorang Hweeshio, kenapa mulutmu begitu kotor?"

"MuIutku memang kotor, tapi hatiku tidak sekotor perempuan sialan itu!" Sahut Kuang Ti Taysu.

"Hm!" dengus Giok Siauw Sian Cu. "Dasar takut mati!" "Hei!" bentak Kuang Ti Taysu, "Perempuan perawan tua!

Apakah engkau tidak takut matt?"

"Kepala gundul!" Giok Siauw Sian Cu tampak gusar sekali, namun kemudian menghela nafas panjang sambil menempelkan suling di bibirnya, Tak lama terdengarlah alunan suara suling yang memilukan, dan mendadak Gin Tie Suseng tertawa panjang.

"Sunggun pandai Kakak meniup su!ing!" ujarnya.

"Apa urusannya denganmu?" sahut Giok Siauw Sian Cu melotot

Setelah dipenjara beberapa hari, luka Gin Tie Suseng telah sembuh, namun kini justru terendam air. Begitu pula Giok Siauw Sian Cu dan Kuang Ti Taysu. "Kakak!" Gin Ti Suseng tersenyum, "Bagaimana kalau kita bersama meniup sebuah lagu?"

"Baik-" Giok Siauw Sian Cu mengangguk sambil tertawa sedih. "Ha ha! Hidup tak bertemu, mati berpisah!"

"Kakak." Gin Ti Suseng menatapnya dalam-dalam. "Apakah engkau sedang rindu pada saudara Bee?"

"Apa gunanya aku rindu padanya?" sahut Giok Siauw Sian Cu sambil tertawa sedih lagi.

Gin Tie Suseng menarik nafas, lalu meniup su)ingnya, Berselang beberapa saat kemudian, ia berhenti meniup dan berkata.

"Tadi pelayan-pelayan mengantar makanan ke mari. Ketika pergi mereka berbisik-bisik. "

"Mereka berbisik apa?" tanya Giok Siauw Sian Cu. "Kalau aku tidak salah dengar, mereka bilang dua wanita

gunung Kwat Cong San telah ke mari, maka Kim Hun Tokouw membuka jebakan air, itu pasti untuk menghadapi mereka!" jawab Gin Tie Suseng memberi-tahukan.

"Perduli amat dia menghadapi siapa!" sahut Giok Siauw Sian Cu. "Ayoh, mari kita mulai meniup sebuah lagu!"

"Ya." Gin Tie Suseng mengangguk

Mulailah mereka meniup suling, Begitu mendengar suara alunan suling itu, Kuang Ti Taysu langsung memberi tak- bentak. Tapi Gin Tie Suseng dan Giok Siauw Sian Cu tidak menggubrisnya.

sementara air semakin meninggi, tapi tidak mempengaruhi Gin Tie Suseng dan Giok Siauw Sian Cu yang sedang meniup suling, sedangkan Kuang Ti Taysu terus mengayunkan toyanya ke sana ke mari, seakan menari-nari di dalam air.

Gin Tie Suseng dan Giok Siauw Sian Cu terus meniup suling, Mereka kelihatan telah melupakan bahaya yang sedang mengancam diri mereka. sementara itu, di atas istana Pit Sia Kiong juga tidak begitu tenang, Kim Hun Tokouw-Lam Kiong Siu tahu jelas, bahwa musuh-musuhnya amat lihay, Karena itu ia terpaksa membuka jebakan air, sehingga pihaknya pun mengalami kerugian besar Namun apa boleh buat! Kalau ia tidak bertindak begilu, dirinya yang akan celaka.

Setelah membuka jebakan air, Kim Hun Tokouw segera menuju ke ruang besar lalu duduk di kursi pualam sambil melamun, Para muridnya yang terdiri dari gadis-gadis cantik pun telah berkumpul di situ, Mereka semua berdiri mematung. Kini jumlah mereka tinggal tiga puluhan orang, karena sudah banyak yang mati dan terluka.

Wajah Kim Hun Tokouw yang begitu dingin, membuat mereka tidak berani bersuara sama sekali

Kim Hun Tokouw terus berpikir Selama ini ia hidup berkuasa dan tenang di istana Pit Sia Kiong, Namun setelah kedatangan Souw Peng Hai dan Co Hiong yang mempengaruhi nya untuk menguasai rimba persilatan Tionggoan, sejak itu pula timbul banyak masalah.

Kini tiada seorang pun dari sembilan partai besar Tionggoan yang datang di istana Pit Sia Kiong. sebaliknya istana Pit Sia Kiong yang sedemikian indah d?n megah malah jadi kacau tidak karuan.

Walau mereka telah terendam air saat ini, namun tentu masih banyak musuh tangguh akan berdatangan Tidaklah begitu gampang menghadapi musuh-musuh tangguh itu. itulah yang membuat hati Kim Hun Tokouw jadi resah sekali Karena ia tahu bahwa tidak lama lagi sembilan partai besar Tionggoan pasti akan muncul

Lama sekali Kim Hun Tokouw berpikir Kemudian ia mendongakkan kepalanya memandang para muridnya.

"Musuh-musuh tangguh yang ada di ruang bawah tanah telah dibasmi, tapi masih ada musuh tangguh lain akan muncul Apakah kalian masih yakin pada diri sendiri mampu menghadapi mereka?" tanya Kim Hun Tokouw dingin.

"Kami siap menghadapi musuh yang mana pun," sahut mereka serentak.

"Kalian.,." Ucapan Kim Hun Tokouw terputus, karena mendadak mendengar suara lonceng di luar

Air muka Kim Hun Tokouw langsung berubah, lalu bertepuk tangan tiga kali, Para muridnya segera meninggalkan ruang tersebut Ternyata mereka masuk ke sebuah pilar besar yang kosong di dalamnya, lalu bersembunyi di situ.

sedangkan Kim Hun Tokouw tetap duduk di kursi pualam, Tiba-tiba terdengar suara siulan panjang di luar Suara siulan itu makin lama makin terdengar jelas, itu pertanda orang yang bersiul sudah dekat dengan pintu istana.

"Kim Hun Tokouw-Lam Kiong Siu!" Suara seruan orang tua yang serak. "Kenapa engkau tidak muncul menyambut tamu?"

"Kawan dari partai mana, silakan masuk!" sahut Kim Hun Tokouw.

Terimakasih!" Tak lama berkelebat tiga sosok bayangan ke dalam istana Pit Sia Kiong, Ke tiga sosok bayangan itu berhenti di tengah-tengah ruang besar tersebut, ternyata Kun Lun Sam Cu.

sesungguhnya Kim Hun Tokouw tidak kenal mereka, tapi Souw Peng Hai pernah memberitahukan padanya tentang dandanan ke tiga orang itu, maka Kim Hun Tokouw pun dapat menduga siapa ke tiga orang itu.

Kun Lun Sam Cu maju dua langkah ke hadapan Kim Hun Tokouw, lalu memberi hormat

"Apakah engkau majikan istana Pit Sia Kiong?" tanya Tong Leng Tojin sambil menatap Kim Hun Tokouw tajam.

"Betul," sahut Kim Hun Tokouw dingin, ia tidak membalas hormat mereka. Air muka Giok Cin Cu langsung berubah, Ketika ia baru mau melampiaskan kegusarannya, Hian Ceng To-tiang cepat- cepat berbisik

"Sumoy, bersabarlah Biar ciangbun Suheng yang menghadapinya"

Giok Cin Cu terpaksa diam, namun wajahnya telah berubah dingin sekali

Tong Leng Tojin adalah ketua partai Kun Lun. Sikap Kim Hun Tokouw yang amat jumawa itu telah membangkitkan kemarahannya. Namun ia masih dapat mengendalikan nya.

"Hmm!" dengusnya dingin, "Engkau telah menyebarkan kartu undangan kepada kaum Bu Lim Tionggoan untuk ke mari. Apakah demikian caramu menyambut tamu? Bukankah akan menjatuhkan derajatmu sebagai majikan istana Pit Sia Kiong?"

Wajah Kim Hun Tokouw tetap tak berperasaan Sepasang matanya menyorot tajam memandang mereka bertiga.

"Kalian bertiga, siapa guru Bee Kun Bu?" tanya Kim Hun Tokouw mendadak

"Aku gurunya," sahut Hian Ceng Totiang.

Kim Hun Tokouw menatapnya dengan kening berkerut lama sekali barulah membuka mulut

"Kini dua wanita dari gunung Kwat Cong San, yakni Lie Ceng Loan dan lainnya telah kukurung. Nyawa mereka berada di tanganku," ujar Kim Hun Tokouw sambil tersenyum dingin, "Asal engkau mengabulkan satu syaratku, aku pasti melepaskan merekah

Terkejutlah Kun Lun Sam Cu. Mereka bertiga tampak tidak begitu pereaya. Giok Cin Cu tertawa dingin seraya berkata.

"Omong kosong! Dua wanita gunung Kwat Cong San berkepandaian tiada tanding di kolong langit, bagaimana mungkin engkau mampu mengurung mereka?" "Ha ha!" Kim Hun Tokouw tertawa, Tidak pereaya. terserah!"

Pada waktu bersamaan, terdengarlah suara pekik burung yang amat nyaring, Begitu mendengar suara pekikan burung itu, air muka Kun Lun Sam Cu berubah

Mereka bertiga mengenali suara burung itu, yang tidak lain adalah suara pekikan Hian Giok-Bangau Sakli, Suara pekikan itu menyerupai keluhan, Kun Lun Sam Cu saling memandang dan mereka pun mulai pereaya akan apa yang dikatakan Kim Hun Tokouw.

"Entah Tokouw ingin mengajukan syarat apa?" tanya Tong Leng Tojin.

Kim Hun Tokouw tidak segera menyahut, malah wajahnya menyiratkan kekesalan.

Menyaksikan itu, Giok Cin Cu pun berkata lantang. "Suheng! Tidak perlu berunding dengan perempuan iblis

itu!"

"Giok Cin Cu. " Kim Hun Tokouw baru membuka mutut,

namun diputuskan oleh suara tawa dari luar

Suara tawa itu membuat Kun Lun Sam Cu dan Kim Hun Tokouw tertegun Tak lama muncullah dua sosok bayangan di ruang itu. Siapa ke dua orang itu? Tidak lain adalah Pek Ih Sin Kun-Sen Lui, ketua Partai Swat San dan Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng, ketua Partai Hwa San.

"He he he!" Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng tertawa terkekeh kekeh sambil memandang Kun Lun Sam Cu. "Hei! Kalian bertiga mau berunding apa dengan majikan istana Pit Sia Kiong? Kalian mau bergabung dengan dia menghadapi kami berdua?"

Selama ini, Partai Kun Lun dengan Partai Hwa San memang tidak begitu cocok, maka sering terjadi ucapan sindiran di antara mereka, Buktinya begitu Pat Pie Sin Ong muncul, langsung pula menyindir Kun Lun Sam Cu. "Pat Pie Sin Ong!" bentak Giok Cin Cu yang berdarah panas, "Yang akan bergabung dengan istana Pit Sia Kiong, mungkin malah engkau ketua Partai Hwa San!"

"Bagus! Bagus!" Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng tertawa terkekeh-kekeh lagi, namun kali ini dengan wajah berubah. Kemudian mendadak ia menggerakkan toya bambunya menyerang Giok Cin Cu dengan jurus Hun Lang Liak Liu (Memisahkan Ombak Dan Arus).

Giok Cin Cu sudah tahu, bahwa apa yang dicetuskannya barusan pasti menggusarkan Tu Wee Seng. Ka-rena itu ia pun sudah bersiap-siap.

Trang! Pedang panjang keluar dari sarungnya, jurus Ciok Phoh Thian Keng (Batu Pecah Langit Kaget) langsung menyambut serangan toya bambu Tu Wee Seng.

Mereka berdua adalah tokoh terkemuka di rimba persilatan Tu Wee Seng mengeluarkan Hok Mo Chang Hoat (llmu Toya Penakluk Iblis), sedangkan Giok Cin Cu mengeluarkan Hun Kong Kiam Hoat (llmu pedang pemisah Cahaya), Ke dua ilmu itu adalah ilmu tingkat tinggi yang amat dahsyat.

Trannng! Suara pedang beradu dengan toya bambu.

Tu Wee Seng dan Giok Cin Cu masing-masing terpental ke belakang tiga langkah. Tu Wee Seng tertawa terkekeh, lalu menyerang lagi, Akan tetapi, mendadak berkelebat sosok bayangan putih di tengah-tengah mereka, Ternyata Pek Ih Sin Kun.

"Jangan bertarung lagi!" bentaknya keras, "Kita ke mari atas undangan orang, kenapa harus bertarung di antara kita?"

Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng dan Giok Cin Cu saling memandang, kemudian kembali mundur ke tempat masing- masing. "Ha ha!" Kim Hun Tokouw tertawa dingin, Ternyata sembilan partai besar Tionggoan cuma merupakan sekelompok ayam yang suka bersabung!"

"Kim Hun Tokouw!" bentak Pek Ih Sin Kun-Sen Lui. " Walau sembilan partai besar Tionggoan suka bersabung, namun masih tidak seperti Souw Peng Hai! Dia telah runtuh di Toan Hun Ya. Kalau engkau bergabung de-ngannya, istana Pit Sia Kiong ini pun pasti runtuh!"

"Oh?" Kim Hun Tokouw tertawa dingin, "Lengan Souw Peng Hai telah kukutungkan! Kini dia bersama muridnya dan dua wanita Kwat Cong San terkurung di ruang bawah tanah yang digenangi air. Nyawa mereka dalam bahaya! Siapa ingin bergabung dengannya?"

"Haaah...?" Pek Ih Sin Kun terkejut Dua wanita Kwat Cong San yang berkepandaian begitu tinggi, masih jatuh di tangan Kim Hun Tokouw, Padahal ke dua wanita itu telah mempelajari Kui Goan Pit Cek. Kalau begitu, betapa tingginya kepandaian Kim Hun Tokouw.

"He he!" Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng tertawa "Pek Ih Sin Kun! Dia mengatakan begitu saja, nyalimu sudah ciut sampai tidak mampu bersuara!"

Karena Tu Wee Seng berkata begitu, timbullah keraguan dalam hati Pek Ih Sin Kun dan berniat mencoba kepandaian majikan istana Pit Sia Kiong itu.

"Kim Hun Tokouw!" ujarnya sambil tertawa, "Sam-butlah pukulanku!"

Pek Ih Sin Kun melesat ke hadapan Kim Hun Tokouw, dan sekaligus melancarkan sebuah pukulan ke arahnya.

Pukulan Pek Ih Sin Kun mengandung hawa dingin, maka Kim Hun Tokouw pun tidak berani meremehkannya.

ia tetap duduk, namun diam-diam menghimpun Lweekangnya, ia lalu mendorong sepasang telapak tangannya ke depan. Bummm!

Pek Ih Sin Kun terdorong ke belakang selangkah seketika juga Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng tertawa gelak seraya berkata.

"Pek Ih Sin Kun, lebih baik engkau beristirahat saja!"

Bukan main gusarnya Pek Ih Sin Kun. Tadi ia sudah mencoba sebuah pukulan dengan Kim Hun Tokouw, terbukti kepandaian Kim Hun Tokouw masih di atasnya, sehingga wajahnya memerah dan tidak tahu harus menyahut apa ketika Pat Pie Sin Ong berkata begitu.

"Pat Pie Sin Ong!" ujar Pek Ih Sin Kun setelah tertegun beberapa saat, "Kalau begitu, aku harus melihat bagaimana kepandaianmu!"

ucapannya menghendaki Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng bertarung dengan Kim Hun Tokouw, Tu Wee Seng tergolong orang licik, tentu tahu akan maksud Pek Ih Sin Kun, ia memang berniat mencoba kepandaian Kim Hun Tokouw yang amat tersohor itu. Karena itu ia pun mundur beberapa langkah.

"Kim Hun Tokouw! Aku bersenjata toya bambu! Tidak akan menyerang orang yang tak bersenjata!" ujarnya menantang, "Cepat keluarkan senjatamu!"

Kim Hun Tokouw tetap duduk diam di kursi Matanya menatap dingin pada Tu Wee Seng seraya berkata dingin.

"Perlukah engkau omong kosong?"

Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng adalah ketua partai Hwa San. Kapan ia pernah di remeh kan orang sedemikian macam?

Tidak heran kalau darahnya langsung naik dan ingin menghajar Kim Hun Tokouw, Mendadak ia membentak keras sambil menggerakkan toya bambunya, lalu secepat kilat menyerang dengan jurus Han Goat Can Poh (Bulan Dingin Ombak Menderu). Badan Tu Wee Seng melesat ke arah Kim Hun Tokouw, jurus itu cuma sebagai jurus pembuka jalan, Maka begitu mendekat pada Kim Hun Tokouw, ia langsung mengganti jurusnya dengan jurus Lang Cien Liu Sah (Ombak Menderu pasir Mengalir), Tampak toya bam-bunya berkelebatan menuju ke arah Kim Hun Tokouw.

Ketika Souw Peng Hai tinggal di istana Pit Sia Kiong, ia memberitahukan kepada Kim Hun Tokouw jangan meremehkan kepandaian Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng.

Oleh karena itu, begitu melihat serangan tersebut, hati majikan istana itu pun tertegun. Namun tangan kirinya telah menggenggam selendang yang melingkar di lehernya, Setelah toya bambu itu mendekat, tangan kirinya langsung menyentak Selendang itu melayang lemah gemulai menyambut toya bambu Tu Wee Seng.

Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng terkejut, karena toya bambunya telah terbendung oleh ujung selendang yang mengandung tenaga lunak.

"Hiyaaat!" Pekik Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng sambil menyalurkan Lweekang pada toya bambunya, lalu menyerang ke arah dada Kim Hun Tokouw dengan jurus Taysan To Liu (Air Mengalir di Gunung Taysan).

Jurus itu sungguh dahsyat, sehingga Kim Hun Tokouw tidak bisa duduk diam lagi Begitu tangannya menekan kursi pualam, seketika juga badannya melambung ke atas beberapa meter tingginya.

Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng menggunakan sembilan bagian Lweekangnya, Maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya jurus itu, Karena badan Kim Hun Tokouw melambung ke atas, toya bambu Tu Wee Seng cuma menghantam sandaran kursi pualam.

Plaaak! Sandaran kursi pualam itu hancur sementara Kim Hun Tokouw yang melambung ke atas telah menggerakkan selendangnya ke bawah mengarah pada Tu Wee Seng.

Ketika Kim Hun Tokouw hilang dari kursi pualam itu, Tu Wee Seng tidak berani berlaku ceroboh, ia menyadari adanya gelagat yang tidak beres.

Tidak salah, Selendang Kim Hun Tokouw telah mengarah ke kepalanya, Tu Wee Seng tidak sempat berkelit Maka dalam keadaan panik, membentak keras sambil mengayunkan tangannya ke atas. seketika juga berkelebat sinar kuning ke arah Kim Hun Tokouw.

itu adalah Tan Cih Kim Tan (Peluru Emas), senjata rahasia andalan partai Hwa San.

sedangkan Kim Hun Tokouw yakin bahwa serangannya pasti berhasil Namun mendadak ia melihat sinar kuning meluncur ke arahnya laksana kilat, Terkejutlah Kim Hun Tokouw, Kalau ia melanjutkan serangannya, dirinya pasti tidak terluput dari senjata rahasia itu.

Karena itu, ia terpaksa menyentakkan selendangnya, Ujung selendang itu langsung memukul senjata rahasia itu hingga jatuh.

Pada waktu bersamaan, Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng menyerangnya lagi dengan senjata rahasia tersebut, bahkan bertubi-tubi.

"Bagus!" seru Kim Hun Tokouw, "Menggunakan senjata rahasia menghadapi lawan ya?"

Kim Hun Tokouw bersiul panjang, lalu muncullah empat gadis berbaju hijau yang bersembunyi di dalam pilar Begitu muncul, mereka berempat segera mengepung Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng. Tu Wee Seng, Pek Ih Sin Kun-Sen Lui dan Kun Lun Sam Cu baru tiba di istana Pit Sia Kiong. Maka tidak tahu kalau para murid Kim Hun Tokouw bersembunyi di dalam pilar itu.

Karena itu, mereka tampak tertegun lantaran kemunculan ke empat gadis yang mendadak itu, Setelah tertegun sesaat, Tu Wee Seng segera memutar-mutarkan toya bambunya, dan sekaligus menyerang ke empat gadis itu.

Ke empat gadis itu bergerak cepat menghindar sedangkan Kim Hun Tokouw telah berhasil memukul jatuh senjata-senjata rahasia tersebut. Setelah itu ia bersiul lagi.

Ke empat gadis itu cepat-cepat mengeluarkan pipa tembaga, Ketika mereka berempat baru mau menggunakan pipa tembaga tersebut, mendadak terdengar suara desiran senjata rahasia ke dalam ruang itu.

Tiga diantara empat orang gadis itu roboh, Namun yang seorang sempat meniup pipa tembaga di tangannya Asap merah tersembur keluar, lalu gadis itu pun roboh

Asap merah itu mengarah pada Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng, seketika juga Tu Wee Seng mencium semacam bau aneh. ia segera menutup pernafasannya, namun badannya tetap sempoyongan sehingga nyaris roboh.

sementara dari luar telah berkelebat masuk sosok bayangan biru, yang disertai pula dengan desiran angin yang amat dahsyat, membuat pakaian semua orang yang ada di situ berkibar-kibar.

Kemudian tampak seseorang berjubah biru berdiri di tengah-tengah ruang itu, wajah orang tersebut kelihatan berwibawa sekali

Kim Hun Tokouw dan empat gadis yang telah roboh itu sudah tahu bahwa orang berjubah biru itu musuh yang tangguh. Namun mereka tak kenal siapa orang tersebut.

Ketua dari partai mana yang berkepandaian begitu tinggi? Ketika Kim Hun Tokouw baru mau membuka mulut bertanya siapa pendatang itu, namun orang itu mendahuluinya membentak

"t)ua wanita Kwat Cong San dan Bee Kun Bu, apakah terkurung di istana ini?"

"Tidak salah!" sahut Kim Hun Tokouw dingin.

Orang berjubah biru membentak lagi, Namun kali ini bentakannya sungguh memekakkan telinga dan menggetarkan hati semua orang yang berada di situ.

Seusai membentak, orang jubah biru pun melesat ke arah Kim Hun Tokouw, Sungguh cepat sekali gerakan-nya. Kim Hun Tokouw merasakan adanya tenaga yang amat dahsyat mengarah kepadanya, sehingga membuatnya susah bernafas.

Kim Hun Tokouw terkejut bukan main, ia segera melayangkan selendangnya ke arah orang berjubah biru.

Akan tetapi, mendadak Kim Hun Tokouw merasa jari tangannya ngilu. Selendangnya pun terlepas dari tangannya. Ternyata selendang itu telah pindah ke tangan orang jubah biru.

Dapat dibayangkan betapa terkejutnya Kim Hun Tokouw, karena selama ini tidak pernah terjadi hal yang demikian.

Secepat kilat ia meloncat mundur ke arah dinding tempat pintu rahasia.

"Siapa engkau?" bentaknya.

Orang jubah biru tidak menyahut, malah mengibaskan lengannya ke arah Kim Hun Tokouw, Padahal Kim Hun Tokouw ingin tahu siapa orang berjubah biru itu. Namun keadaan sudah tidak mengizinkan, karena kibasan lengan jubah orang itu mengandung tenaga yang amat dahsyat sekali.

Sebelum tenaga itu menghantam dirinya, ia telah menghimpun Lweekangnya, Bukan untuk melawan tenaga itu melainkan untuk membuka pintu rahasia yang ada di belakangnya, Begitu pintu rahasia itu terbuka, ia langsung meloncat mundur ke dalam.

Blammm! Tenaga itu menghantam pintu rahasia tersebut sehingga menimbulkan suara seperti gempa bumi, Namun pintu rahasia itu tidak hancur

Orang berjubah biru itu baru muncul, namun telah membuat Kim Hun Tokouw kabur terbirit-birit. Maka dapat dibayangkan betapa tingginya kepandaian orang itu.

Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng dan Kun Lun Sam Cu sudah menduga siapa orang berjubah biru itu. Hian Ceng Totiang maju dua langkah sambil memberi hormat

"Tuan Na, dengar dulu perkataanku!" ujar Hian Ceng Totiang.

Ternyata orang berjubah biru itu Na Hai Peng, ayah Na Siao Tiap, Na Hai Peng segera balas memberi hormat seraya bertanya.

"Totiang ingin mengatakan apa?"

"Benarkah dua wanita Kwat Cong San dan lainnya telah di kurung oleh Kim Hun Tokouw?" Hian Ceng Totiang balik bertanya.

Sebelum Na Hai Peng menyahut, sudah terdengar suara Kim Hun Tokouw bergema di ruang itu.

"Mereka memang benar terkurung dalam jebakan air!

Kalau air itu meninggi lagi beberapa depa, mereka pasti tidak bisa hidup!"

"Oh?" Na Hai Peng tampak gusar sekali ia lalu melancarkan dua pukulan ke arah pintu rahasia itu.

Blam! Blam!

Walau ke dua pukulan itu amat bertenaga dan dahsyat namun tetap tidak bisa menghancurkan pintu rahasia tersebut "Tuan Na!" ujar Hian Ceng Totiang, "Mungkin Kim Hun Tokouw berbohong."

"Tidak mungkin." Na Hai Peng menggeleng kepala, "Dari jauh aku sudah mendengar suara pekikan Hian Giok yang bernada panik dan cemas, Karena itu aku segera ke mari, sebelumnya aku pun melihat air terjun di puncak gunung terus mengalir ke mari, Jadi Kim Hun Tokouw tidak berbohong."

Usai berkata begitu, Na Hai Peng melesat pergi, Semua orang yang ada di situ amat kagum akan kepandaiannya, Namun mereka tidak tahu kenapa Na Hai Peng melesat ke luar

Di saat mereka saling memandang dengan heran, Na Hai Peng muncul kembali dengan membawa sebuah batu yang amat besar, sehingga membuat semua orang terbelalak menyaksikannya.

Na Hai Peng menaruh batu besar itu di depan pintu rahasia, kemudian memandang mereka seraya berkata.

"Kita harus bersatu mendorong batu ini untuk mendobrak pintu rahasia itu!"

Kun Lun Sam Cu yang maju duluan, menyusul Tu Wee Seng dan Pek Ih Sin Kun. Telapak tangan mereka ditempelkan pada batu besar itu. Setelah melihat mereka siap, Na Hai Peng pun menempelkan telapak tangannya di batu besar itu.

"Satu, dua, tiga!"

Ke enam orang itu langsung mengerahkan Lweekang masing-masing, lalu mendorong batu besar itu ke arah pintu rahasia.

Braaak! Pintu rahasia itu hancur terhantam batu besar tersebut Na Hai Peng yang paling dulu melesat ke dalam, Begitu sampai di dalam ia mendengar suara air di bawah lantai.

sementara Kun Lun Sam Cu, Tu Wee Seng dan Pek Ih Sin Kun juga sudah masuk ke dalam, Mereka tampak tereengang ketika mendengar suara air itu.

"Harap kalian mundur sedikit!" ujar Na Hai Peng.

Mereka segera mundur Na Hai Peng mengangkat batu besar itu, kemudian dihantamkan ke bawah, Lantai ruangan itu jebol dan terdengar pula suara suling yang memilukan

Na Hai Peng melepaskan tangannya, Batu besar itu merosot ke bawah membuat air di bawah lantai itu muncrat ke atas, Tak lama muncullah seorang Hweeshio membawa sebatang toya baja, lalu naik ke atas lantai dan berteriak- teriak.

"Siapa yang menolong diriku? Siapa yang menolong diriku?" suaranya parau tapi lantang, Sepasang matanya menyorot tajam memandang semua orang, namun tiada satu pun yang dikenalnya.

"Hweeshio siapa?" tanya Hian Ceng Totiang.

sebelum Hweeshio itu menjawab, naik lagi seorang pria dan wanita^yang tidak lain adalah Giok Siauw Sian Cu.

"Aku Kuang Ti Taysu, Dia muridku Kim Eng Hauw," sahut Hweeshio yang berbadan tinggi besar itu.

Ternyata di bawah lantai itu adalah penjara di ruang bawah tanah, Karena Na Hai Peng menjebolkan lantai itu dengan batu besar, maka ke tiga orang itu tertolong

"Kuang Ti Taysu dari Kuil Ceh Yun Si di gunung Tay Pah San?" tanya Na Hai Peng.

"Eh?" Kuang Ti Taysu terheran heran, "Engkau siapa? Kok tahu aku berasal dari sana?" Na Hai Peng tahu Hweeshio itu tidak banyak per-adaban, Walau sikapnya kasar tapi jujur Na Hai Peng tidak memperdulikan kekasaran nya itu.

"Aku memang tahu," sahutnya dan bertanya, "Hwee-shio tua, tahukah engkau di mana dua wanita Kwat Cong San?"

"Wuah!" Kuang Ti Taysu menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu di mana mereka."

"Mereka pasti dikurung di bawah istana Pit Sia Kiong," sela Gin Tie Suseng-Kim Eng Hauw.

"Di mana Bee Kun Bu?" tanya Hian Ceng Totiang. "Semula dia juga dikurung bersama kami.,.," jawab Gin Tie

Suseng memberitahukan "Namun kemudian dibawa pergi.."

"Dibawa ke mana?" tanya Hian Ceng Totiang lagi "Entahlah." Gin Tie Suseng menggelengkan kepala, Ketika

nama Bee Kun Bu disinggung, hati Giok Siauw Sian Cu

berduka, sehingga air matanya langsung meleleh.

sedangkan yang lainnya terus berpikir dikurung di mana Pek Yun Hui, Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan? istana Pit Sia Kiong sedemikian luas, harus mencari ke mana. Cemaslah hati mereka semua!

******

Bab ke 49 - Istana Pit Sia Kiong Tergenang Air

sementara itu, Pek Yun Hui, Na Siao Tiap, Lie Ceng Loan, Kiu Tok Sian Ong, Souw Peng Hai dan Co Hiong masih terkurung di ruang bawah tanah. Hati mereka mulai cemas, gugup dan panik, sebab air semakin meninggi, sedangkan mereka masih belum menemukan jalan ke luar

"Guru!" bisik Co Hiong kepada Souw Peng Hai. "Kita menyelam ke bawah!"

"Kita tidak menemukan jalan ke luar, apa gunanya kita menyelam ke bawah?" sahut Souw Peng Hai. "Paling tidak kita masih dapat menghindari ikan-ikan hiu itu." ujar Co Hiong.

"Ng!" Souw Peng Hai manggut-manggut. Mereka berdua lalu menyelam ke bawah.

"Hmm!" dengus Kiu Tok Sian Ong dingin, "Ke dua orang itu menyelam ke bawah, mungkin mereka berdua ingin cari mati!"

"Lo Sian Ong!" ujar Lie Ceng Loan dengan air mata berderai, "Aku telah menyusahkanmu."

"Gadis bodoh!" sahut Kiu Tok Sian Ong sambil tersenyum. "Jangan berkata begitu! Engkau sama sekali tidak menyusahkanku."

"Kakak Pek!" seru Na Siao Tiap mendadak

"Ada apa?" Pek Yun Hui memandangnya, "Apakah engkau juga sedang berduka?"

"Kakak Pek!" Na Siao Tiap tertawa panjang. "Kalau tidak salah, saat ini kita berada di bawah istana Pit Sia Kiong.

Kenapa kita tidak melancarkan pukulan ke atas? Siapa tahu pukulan menjebolkan langit-langit ruang ini."

"Adik Siao Tiap!" Pek Yun Hui tersenyum getir. "Kita terendam air, bagaimana mungkin bisa melancarkan pu- ku!an?"

"Kakak Pek!" ujar Na Siao Tiap. "Dari pada mati konyol, bukankah lebih baik kita mencobanya?"

Usai berkata begitu, Na Siao Tiap pun mulai melancarkan pukulan ke atas. pukulannya menimbulkan suara yang memekakkan telinga.

Bumm! Namun langit-langit ruang itu tidak hancur sama sekali.

Bum! Bum! Na Siao Tiap melancarkan dua kali pukulan lagi, tapi langit-langit ruang itu tetap tidak jebol. "Aaakh...!" keluh Na Siao Tiap lalu berhenti melancarkan pukulan.

Pada waktu bersamaan, terdengar suara di atas sepertinya ada suatu benda berat yang dibanting-bantingkan.

Mereka terheran-heran dan saling memandang, Tak lama kemudian terdengar pula suara seruan.

"Lan Tai Kong Cu, Siao Tiap! Apakah kalian berada di bawah? Kalau kalian berada di bawah, lancarkan lagi pukulan ke atas agar kami bisa tahu di mana kalian berada!"

Begku mendengar seruan itu, giranglah Pek Yun Hui, Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan. Mereka tahu, bahwa itu suara Na Hai Peng. Pek Yun Hui langsung memukul ke atas, sedangkan Na Siao Tiap membunyikan pipanya.

Bum! Bum! Ting! Ting! Ting. "

sementara Kiu Tok Siang Ong dan Lie Ceng Loan berusaha membunuh ikan-ikan hiu yang berenang mendekati mereka.

Mereka tampak bersemangat sebab dalam keadaan putus asa tiba-tiba timbul harapan.

Berselang beberapa saat kemudian, terdengarlah suara yang amat memekakkan telinga di atas.

Bum! Bummm! Mendadak ruang bawah itu berubah terang. Ternyata langit-langit ruang itu telah jebol.

Segera)ah mereka berenang ke sana, lalu naik ke atas, Begitu bertemu dengan orang-orang yang di atas, isak tangis Lie Ceng Loan meledak.

"Guru! Aku..., aku "

Air mata Lie Ceng Loan berderai, wajahnya pucat pias, Giok Cin Cu cepat-cepat merangkulnya, lalu menv helai nya seraya berkata lembut "Anak Loan, engkau sudah lolos dari bahaya, Kenapa masih menangis?"

Ttu..., itu. " Wajah Lie Ceng Loan bertambah pucat

Ketika menyaksikan keadaan Lie Ceng Loan, Hian Ceng Totiang terkejut dan langsung berseru.

"Sumoy! Cepat lindungi hawa murninya!"

Giok Cin Cu segera menempelkan telapak tangannya di Leng Tay Hiat Lie Ceng Loan.

"Anak Loan, apa yang telah terjadi? Tuturkanlah!" tanyanya lembut

Ketika Lie Ceng Loan baru mau membuka mulut, tiba-tiba terdengar suara yang amat dahsyat

Bummm! Bummmm!

Lantai yang diinjak mereka pun bergetar seakan sedang terjadi gempa bumi, Mereka terperanjat

"Cepat mundur! Cepat mundur!" seru Na Hai Peng, lalu secepat kilat melesat ke arah pintu di ruangan itu, Yang lain pun segera menyusul

Keluar dari pintu itu, mereka berada di ruang yang amat besar Semua lampu kristal yang bergantung di ruang itu pun bergoyang-goyang. Na Hai Peng berhenti seraya berkata.

"Kalian semua harus mengerahkan ginkang mengikutiku dari belakang, tidak boleh berhenti!" Na Hai Peng melesat pergi, yang lain pun langsung mengikutinya dengan mengerahkan ginkang.

Tak lama mereka sudah berada di luar pintu istana Pit Sia Kiong, Namun Na Hai Peng masih terus melesat Yang lain pun terus mengikutinya, tidak berani berhenti Berselang beberapa saat kemudian mereka semua sudah berada di puncak gunung, dan barulah Na Hai Peng berhenti

"Lihatlah!" Na Hai Peng menunjuk istana Pit Sia Kiong. Mereka memandang ke bawah, Tampak istana Pit Sia Kiong yang indah dan megah itu terus bergetar

Bumm! Bummm! Terdengar suara ledakan, Tampak pula air menerobos dahsyat dari bawah ke atas menghantam atap istana.

Braaak! Blammm! Hancurlah atap istana itu ter-hantam air yang amat deras.

Berselang beberapa saat kemudian, istana Pit Sia Kiong yang amat megah itu lenyap dari pandangan

Tempat itu telah berubah menjadi sebuah telaga.

Tuan Na, apakah itu tindakan Kim Hun Tokouw yang ingin mati bersama kita semua?" tanya Hian Ceng Totiang.

"Menurutku bukan." Na Hai Peng menggelengkan kepala, "Kejadian itu, mungkin Kim Hun Tokouw sendiri pun tidak menduganya."

"Oh?" Hian Ceng Totiang memandangnya dengan heran. "Kita semua dapat meloloskan diri, tapi sebaliknya Kim

Hun Tokouw mungkin telah mati tenggelam," ujar Na Hai Peng sambil menarik nafas panjang, "Dia ingin mencelakai orang lain, namun malah dirinya sendiri yang celaka."

Tuan Na, bolehkah Tuan menjelaskan tentang kejadian itu?" ujar Hian Ceng Totiang ingin mengetahui nya.

Tadi aku melewati sebuah telaga besar, Air telaga besar itu berasal dari air terjun di puncak gunung. Aku melihat air telaga itu terus mengalir kebawah, kemudian terdengar pula suara pekikan Hian Giok. Maka aku mengikuti suaranya "

" Apakah Hian Giok telah celaka?" tanya Na Siao Tiap cemas.

Ketika Na Hai Peng baru mau menjawab, mendadak terdengar suara pekikan di angkasa, pekikan Hian Giok, Tampak sosok bayangan meluncur ke bawah laksana kilat. Na Siao Tiap segera bersiul panjang, Tak lama Hian Giok telah hinggap di tengah-tengah mereka.

"Hian Giok...H Na Siao Tiap langsung memeluk leher Hian Giok.

"Setelah itu.,." lanjut Na Hai Peng. "Barulah aku tahu Kim Hun Tokouw membuka bendungan, agar air telaga itu mengalir ke bawah istana Pit Sia Kiong."

"Oooh!" Hian Ceng Totiang manggut-manggut "Guru!" ujar Pek Yun Hui. "Kita masih untung bisa

meloloskan diri Namun bagaimana Kim Hun Tokouw, Souw

Peng Hai dan Co Hiong? Apakah mereka akan mati tenggelam?"

"Berdasarkan fakta, mereka semua sulit meloloskan diri," sahut Na Hai Peng.

"Haaah.,.?" Hian Ceng Totiang tampak terkejut "Kalau begitu, dimana Bee Kun Bu?"

pertanyaan tersebut juga amat mengejutkan Tong Leng Tojin dan Giok Cin Cu. Mereka berdua memang tidak melihat Bee Kun Bu.

"Guru..." Lie Ceng Loan menangis sedih, "Kakak Bu, dia. "

"Kenapa dia?" tanya Hian Ceng Totiang cemas.

"Dia.,., dia sudah mati," jawab Lie Ceng Loan dengan air mata berderai, "Kini mayatnya pun entah di mana."

Semula Kun Lun Sam Cu masih berharap Bee Kun Bu bisa meloloskan diri. Namun setelah Lie Ceng Loan mengatakan begitu, pupus!ah harapan mereka.

"Anak Loan! Bagaimana Bee Kun Bu mati? Tuturkanlah!" ujar Hian Ceng Totiang dengan mata basah. "Dia.,." Wajah Lie Ceng Loan pucat pias dan mendadak badannya sempoyongan Pek Yun Hui cepat-cepat menahannya, agar gadis itu tidak jatuh.

"Hatinya sedang berduka, maka jangan ditanya apa pun," ujar Pek Yun Hui.

Hati Hian Ceng Totiang juga amat berduka, sebab Bee Kun Bu adalah murid kesayangannya, Namun Hian Ceng Totiang jauh lebih tabah dari pada Lie Ceng Loan.

"Uaaaakh.,." Namun tiba-tiba dari mulutnya tersem-bur darah segar semburan darah itu mengenai jubah Tong Leng Tojin.

"Suheng kenapa?" Tong Leng Tojin terkejut bukan main.

Hian Ceng Totiang tidak menyahut, sebab nafasnya sudah memburu. Tong Leng Tojin segera mengurut beberapa jalan darah di tubuh Hian Ceng Totiang, setelah itu barulah Hian Ceng Totiang tampak membaik

"Nona Pek, tahukah engkau bagaimana kematian Bee Kun Bu?" tanya Hian Ceng Totiang.

"Dia..." Pek Yun Hui menarik nafas panjang, kemudian menutur apa yang diketahuinya mengenai kematian Bee Kun Bu.

sedangkan Lie Ceng Loan sudah pingsan. Na Hai Peng yang berdiri di sisinya langsung menotok beberapa jalan darahnya, Lie Ceng Loan siuman, lalu mendadak berlutut di hadapan Giok Cin Cu.

"Guru! Anak Loan punya permintaan," ujarnya terisak-isak. "Engkau punya permintaan apa, katakanlah!" sahut Giok

Cin Cu sambil membelai rambutnya.

"Guru, selamanya aku tidak akan kembali ke gunung Kun Lun," ujar Lie Ceng Loan memberitahukan. "Lalu engkau mau ke mana?" tanya Giok Cin Cu lembut

"Aku akan tinggal selamanya di puncak gunung ini," jawab Lie Ceng Loan, "Aku... aku ingin menemani Kakak Bu di sini."

"Adik Loan, aku menemanimu di sini," sela Na Siao Tiap mendadak

" Kakak Siao Tiap, engkau mencintai Kakak Bu, aku juga mencintai nya. Maka kita berdua memang harus tinggal di sini menemani Kakak Bu selama-lamanya," ujar Lie Ceng Loan dengan hati begitu tulus.

Ketika mengetahui Na Siao Tiap juga mencintai Bee Kun Bu, terkejutlah Kun Lun Sam Cu. Namun kini Bee Kun Bu telah mati, otomatis lautan cinta itu akan tenang, Mereka pun tidak akan berkata apa-apa lagi.

Hening seketika, berselang beberapa saat kemudian, Pat Pie Sin Ong dan Pek Ih Sin Kun berpamit, Mereka berdua langsung melesat pergi.

"Maaf! Aku pun mau pamit," sambung Kiu Tok Sian Ong lalu melesat pergi.

"Eng Hauw!" seru Kuang Ti Taysu dengan suara parau, "Kita juga harus pulang ke Tay Pah San!"

"Ya," sahut Gin Tie Suseng-Kim Eng Hauw, kemudian berkata pada Giok Siauw Sian Cu."Kakak Giok Siauw, pemandangan Tay Pah San sangat indah, kira-kira kapan Kakak akan pesiar ke sana?"

Giok Siauw Sian Cu tertegun, wajahnya langsung memerah, ia tahu bahwa itu merupakan undangan tak langsung, Perlahan-lahan ia mengarah pada Kim Eng Hauw, Ketika melihat tatapannya yang penuh harap itu, Giok Siauw Sian Cu merasa tidak enak mengecewakan-nya. 

"Suatu hari nanti aku pasti berkunjung ke sana," sahutnya. "Kapan?" tanya Kim Eng Hauw. "Dalam waktu setengah tahun, aku pasti berkunjung ke Tay Pah San," jawab Giok Siauw Sian Cu.

"Terimakasih, Kakak Giok Siauw," ucap Kim Eng Hauw dengan wajah berseri.

"Muridku!" ujar Kuang Ti Taysu. "Perempuan si "

"Guru!" tegur Kim Eng Hauw, ia tahu kalau gurunya ingin menyebut Giok Siauw Sian Cu "Perempuan Sialan".

"Eh?" Kuang Ti Taysu melotot. "Guru ingin menyebutnya perempuan si Cantik, kenapa engkau pula yang kalut ?"

ttItu. n Kuang Ti Taysu menggaruk-garuk kepalanya yang

gundul itu. "Eng Hauw, mari kita pergi! jangan khawatir, dia sudah berjanji dalam waktu setengah tahun pasti berkunjung ke Tay Pah San! Kalau dia tidak menepati janji, guru pasti memasuki Tionggoan lagi mencarinya, lalu menjewernya ke kuil Cie Yun Si."

"Eeeh?" Wajah Giok Siauw Sian Cu kemerah-merahan. "Baiklah." Kuang Ti Taysu tertawa gelak, "Kami mohon diri,

sampai jumpa!"

Kuang Ti Taysu menarik Kim Eng Hauw, lalu melesat pergi sambil tertawa gelak, Setelah mereka berdua pergi, Na Hai Peng bertanya pada putrinya.

"Siao Tiap, keputusanmu itu tidak berubah ?"

"Ayah!" Na Siao Tiap mengangguk. "Keputusanku tidak akan berubah."

"Kalau begitu.,." Na Hai Peng menghela nafas panjang, "Baiklah, Setiap tahun, aku pasti ke mari menengok-mu."

"Terimakasih, Ayah!" ucap Na Siao Tiap dengan mata basah.

"Hian Giok tinggal di sini untuk menemani kalian," ujar Na Hai Peng lalu melesat pergi, Namun mendadak ia berseru, "Lan Tay Kong Cu!" "Ya," sahut Pek Yun Hui, "Guru pesan apa?"

"Kalau engkau tidak mau kembali ke istana..." ujar Na Hai Peng terus melesat pergi, "Lebih baik engkau kembali ke Goa Thian Kie Cinjin!"

Pek Yun Hui cuma manggut-manggut, karena bayangan Na Hai Peng telah hilang dari pandangannya.

"Kakak Pek!" Lie Ceng Loan bangkit berdiri, "Guru, lebih baik kalian meninggalkan tempat ini, tidak usah merindukan diriku lagi, Anggaplah aku sudah mati bersama Kakak Bu!"

Pek Yun Hui menarik nafas panjang, Air matanya pun meleleh, Begitu pula Kun Lun Sam Cu. Air mata mereka juga telah berlinang.

"Adik Loan!" ujar Giok Siauw Sian Cu mendadak " perlu kah aku tinggal di sini mendampingi kalian?"

"Tidak perlu," sahut Lie Ceng Loan, "Kami berdua tidak perlu didampingi siapa pun!"

"Kalau begitu.,." Giok Siauw Sian Cu memandang Pek Yun Hui, "Kita kembali ke Kwat Cong San saja."

Pek Yun Hui mengangguk Mereka berdua lalu melangkah pergi, Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan memandang punggung mereka dengan wajah muram.

Berselang beberapa saat kemudian, Pek Yun Hui dan Giok Siauw Sian Cu sudah semakin jauh, Kun Lun Sam Cu menarik nafas panjang, Hian Ceng Totiang lalu berkat a.

"Kalian berdua harus menjaga diri baik-baik, jangan terlampau berduka!"

Lie Ceng Loan dan Na Siao Tiap manggut-manggut, Kini mereka sudah tidak tahu apa artinya duka.

Kun Lun Sam Cu menatap mereka sejenak, ia menggeleng-gelengkan kepala lalu melangkah pergi, Saat ini, di tempat yang sepi ini cuma tinggal Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan, sedangkan hari pun sudah mulai senja. Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan terus berdiri di situ sambil memandang ke istana Pit Sia Kiong.

Walau hari sudah gelap, namun mereka berdua masih berdiri di situ tidak bergerak sama sekali: Berselang beberapa saat kemudian, bulan mulai menampakkan diri di langit

"Aaaakh...!" Na Siao Tiap menarik nafas panjang. "Adik Loan, Bee Kun Bu sudah mati, engkau tidak usah membenci diriku lagi!"

"Kakak Siao Tiap, bagaimana mungkin aku mem bencimu?" Lie Ceng Loan menatapnya, "Aku sama sekali tidak membencimu

Adik Loan, tahukah engkau? Almarhumah selalu berpesan padaku, kalau aku mencintai seorang pria, aku harus membunuh pria itu. seandainya Bee Kun Bu masih hidup, aku pun harus menuruti perkataan almar humah."

"Kakak Siao Tiap, Kakak Bu sudah mati, kenapa masih kau ungkit lagi?" sahut Lie Ceng Loan sambil menarik nafas.

"Aaaakh...!" Na Siao Tiap juga menarik nafas lagi Setelah itu mereka memandang ke arah istana Pit Sia Kiong.

Di bawah sinar bulan, istana Pit Sia Kiong masih tampak jelas. Saat ini, air yang menggenangi istana itu telah surut, sehingga istana tersebut tampak tidak karuan

"Kakak Siao Tiap!" panggil Lie Ceng Loan mendadak. "Ng?" sahut Na Siao Tiap.

"Kakak Bu memang sudah mati, namun kita harus memperoleh barang kenang-kenangannya, agar kita bisa menghadap barangnya itu selama-lamanya."

"Oh?"

"Bagaimana kalau kita pergi cari barangnya?" "Benar." Na Siao Tiap mengangguk "Mari kita pergi!" Mereka berdua segera melesat turun menuju istana Pit Sia Kiong, Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah tiba di depan pintu istana Pit Sia Kiong yang sudah tidak karuan itu.

Tiba-tiba berkelebat sosok bayangan dari balik reruntuhan namun cepat sekali bayangan itu menghilang.

Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan tertegun, Mereka saling memandang dengan kening berkerut

"Kakak Siao Tiap, siapa orang itu?" tanya Lie Ceng Loan. "Entahlah," sahut Na Siao Tiap sambil menggelengkan

kepala, "Aku tidak melihat jelas bayangan itu!"

"Gerakan orang itu amat cepat, justru mirip.,." Karena ragu, Lie Ceng Loan tidak melanjutkan ucapannya .

sesungguhnya Na Siao Tiap juga sudah bereuriga ketika menyaksikan gerakan bayangan itu, sekarang Lie Ceng Loan mengatakan begitu, ia pun segera berkata,.

"Adik Loan, menurutmu bayangan itu mirip siapa? Aku sudah bereuriga orang itu pasti kenalan kita."

"Menurutku, orang itu mirip Co Hiong."

"Benar." Na Siao Tiap tiap mengangguk "Aku pun merasa orang itu Co Hiong!"

"Kakak Siao Tiap, kita tidak usah perduli siapa dia," ujar Lie Ceng Loan.

"Adik Loan!" Na Siao Tiap mengerutkan kening, "Bec Kun Bu orang amat baik, kenapa justru begitu cepat mati? Co Hiong yang begitu jahat, malah masih hidup segar bugar Mari kita kejar dia agar kita tahu jelas siapa yang sebenarnya!

Bagaimana?"

" kalau begitu, engkau tidak mau mencari barang peninggalan Kakak Bu lagi?" tanya Lie Ceng Loan.

"Kita akan tinggal di sini selamanya, jadi kapan pun kita bisa ke mari mencari barang peninggalan Bee Kun Bu. Cepat kita kejar orang itu! Kalau Co Hiong bisa meloloskan diri, mungkin Kim Hun Tokouw pun bisa meloloskan diri, Bukankah kita harus menuntut balas padanya?"

"Baik," Lie Ceng Loan mengangguk "Kalau Kim Hun Tokouw masih hidup, kita harus membunuhnya!"

Mereka berdua lalu melesat ke arah reruntuhan itu, kemudian memandang ke depan. Ternyata di situ terdapat sebuah lorong yang amat panjang, Tiba-tiba tampak sedikit cahaya di ujung lorong itu, Tentunya sangat mencengangkan Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan. Kalau tiada orang, dari mana munculnya cahaya itu?

Mereka berdua langsung melesat ke lorong itu, Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah sampai di ujung lorong tersebut Terbelalak mereka, karena menyaksikan sebuah tempat yang aneh, Tempat itu berbentuk bulat mirip sebuah kuali besar dan sangat luas, Ketika menyaksikan tempat itu, Lie Ceng Loan berseru.

"Kakak Siao Tiap, aku sudah tahu. "

"Adik Loan!" Na Siao Tiap heran, "Engkau tahu apa?"

Tempat ini adalah sebuah telaga besar Karena airnya sudah habis mengalir ke bawah, maka jadi begini." Lie Ceng Loan memberitahukan

"Benar." Na Siao Tiap manggut-manggut

Pada waktu bersamaan, terdengarlah suara seseorang di dasar telaga itu, Karena dalam dan gelap, sehingga Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan tidak dapat melihat jelas dasarnya.

"Di sini!" Suara orang yang ada di dasar telaga, Tampak pula sedikit cahaya.

Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan langsung memandang ke arah cahaya itu, Namun cahaya itu sudah padam, maka mereka berdua tidak dapat melihat apa pun. "Adik Loan, mungkin orang yang kita kejar itu berada di dasar telaga," ujar Na Siao Tiap. "Mari kita ke sana!"

"Baik." Lie Ceng Loan mengangguk.

Mereka berdua mulai turun ke dasar telaga, suasana tetap gelap sehingga mereka tidak dapat melihat apa-apa.

"Adik Loan!" pesan Na Siao Tiap. "Hati-hati dan berjaga- jagalah terhadap serangan gelap!"

"Ya." Lie Ceng Loan mengangguk Mereka mulai turun lagi ke bawah.

Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah menginjak dasar telaga tersebut, namun tetap tidak dapat melihat apa pun.

Sungguh mengherankan! Padahal ketika mereka masih berada di atas, mereka mendengar suara orang, bahkan juga melihat sedikit cahaya, Namun saat ini, setelah mereka berada di dasar telaga yang sudah kering itu, justru tidak menemukan apa pun.

"Adik Loan, menurut mu ke mana orang itu?" tanya Na Siao Tiap.

"Mungkin di sini terdapat jalan rahasia, Orang itu telah pergi melalui jalan rahasia." jawab Lie Ceng Loan menduga.

"Kalau begitu..." Na Siao Tiap memungut dua buah batu kecil, lalu dilapnya sampai kering dengan baju luarnya, Setelah itu, ia pun menggosok-gosokkan ke dua buah batu hingga memereikkan bunga api.

Bunga api itu menerangi dasar telaga, Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan melihat sebuah pintu batu di depan sana, Pintu batu itu terbuka sedikit Di atasnya terdapat ukiran berupa huruf.

Karena bunga api itu telah sirna, maka suasana itu tempat itu kembali menjadi gelap, sehingga Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan tidak dapat membaca huruf-huruf itu. Na Siao Tiap segera menggosokkan ke dua batu itu lagi, Bunga api pun terpereik lagi, sehingga mereka dapat membaca huruf-huruf itu.

Setelah membaca huruf-huruf itu, tertegunlah Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan, HuruI huruf itu ternyata berbunyi Sam Im Sian Hu (Tempal Bertapa Sam Im).

"Kakak Siao Tiap, apa artinya Sam Im Sian Hu? Apakah di balik pintu batu itu adalah tempat tinggal Sam Im Sin Ni ratusan tahun silam?"

"Mungkin." Na Siao Tiap manggut-mangguL

"Kalau begitu, mari kita ke dalam melihat-lihat!" ajak Lie Ceng Loan.

"Baik-" Na Siao Tiap mengangguk

Mereka berdua lalu menuju pintu batu yang setengah terbuka itu, Namun mendadak pintu itu tertutup kembali

Blam!

Na Siao Tiap tereengang, dan langsung melancarkan dua pukulan ke arah pintu batu itu.

Blam! Blammm!

Akan tetapi, pintu batu itu sama sekali tidak bergema Gusarlah Na Siao Tiap.

"Siapa di dalam! Kalau kalian tidak segera keluar, kami akan terus menjaga di sini!" bentaknya.

"Kakak Siao Tiap, kalau kita terus menjaga di sini, bukankah kita tidak bisa melihat tempat Kakak Bu mengalami kematiannya?"

"Kalau yang ada di dalam itu Co Hiong, biar dia terkurung mati di dalam."

"Kakak Siao Tiap, aku mau ke Ptt Sia Kiong. Kakak Bu mati penasaran, arwahnya pasti tidak bisa tenang, Aku mau ke sana menemani arwahnya," ujar Lie Ceng Loan. "Engkau di sini saja!"

"Baiklah!" Na Siao Tiap mengangguk "Tapi di sini tidak ada makanan, maka engkau harus membawakan aku makanan!"

"Ya." Lie Ceng Loan manggut-manggut "Setiap hari aku pasti mengantar makanan ke mari!"

Usai berkata begitu, Lie Ceng Loan memanjat ke atas. Tak seberapa lama kemudian, ia telah sampai di atas, lalu melalui lorong yang gelap itu kakinya terus melangkah menuju istana Pit Sia Kiong, Ketika hampir mencapai tempat reruntuhan itu, tiba-tiba ia mendengar suara "Blam"

Lie Ceng Loan terkejut bukan main dan langsung berhenti, ternyata ada dinding batu yang roboh.

Gadis itu menarik nafas lega lalu melanjutkan perjalanannya, Berselang beberapa saat kemudian, ia sudah berada di tengah-tengah reruntuhan Di bawah sinar rembulan, ia melihat sesuatu yang bergemerlapan Begitu melihat benda yang bergemerlapan itu, melelehlah air matanya.

Ternyata benda yang gemerlapan itu dinding kaca yang telah runtuh, Tempo hari ia menyaksikan Bee Kun Bu dibakar sampai mati melalui dinding kaca itu, Maka seketika juga terbayanglah semua kejadian itu.

"Kakak Bu! Kakak Bu! sungguhkah aku tidak bisa bertemu denganmu lagi?" gumam Lie Ceng Loan dengan air mata berderai-derai.

Usai bergumam, ia pun mulai mencari-cari di sekitar dinding kaca itu, Sesaat kemudian, ia melihat sehelai pakaian tertindih sebuah batu. Pakaian itu mirip pakaian Bee Kun Bu. Begitu menemukan pakaian itu, hatinya merasa gembira bereampur duka.

Cepat-cepat ia membungkukkan badannya lalu menarik pakaian itu. Kemudian ia mendekapkan pakaian tersebut di dadanya sambil menangis sedih dengan air mata berlinang- linang.

Gadis itu terus menangis sedih, sehingga suara tangisnya berubah serak, Entah berapa lama kemudian, barulah ia berhenti menangis.

Tiba-tiba ia pun ingat, Bee Kun Bu dibakar mati dengan pakaian ini. Kini ia telah menemukan pakaian tersebut, lalu di mana mayat Bee Kun Bu? seandainya mayat Bee Kun Bu terbawa oleh arus air, kenapa pakaiannya berada di sini?

Lie Ceng Loan terus berpikir Semakin memikirkan ia semakin tidak mengerti Namun yakin semua ini pasti ada sebab musababnya.

Lama sekali ia berpikir Akhirnya ia mengangkat dinding kaca itu, lalu mulai mencari-cari lagi. ia menemukan seutas tali juga menemukan sebuah tungku, Rupanya memang di tempat itu tempo hari Bee Kun Bu digantung dan dibakar Namun tidak ditemukan mayat Bee Kun Bu.

Lie Ceng Loan menarik nafas panjang, lalu duduk di atas dinding kaca, Kelihatannya ia sedang memikirkan mayat Bee Kun Bu yang tiada itu. Walau lama sekali ia berpikir, tapi sama sekali tidak dapat memecahkan masalah itu.

Perlahan-lahan Lie Ceng Loan mendongakkan ke pala, Kemudian mendadak ia terbelalak dengan mulut ternganga lebar, seakan melihat sesuatu yang amat me nyeramkan....

******

Bab ke 50 - Muncul Kim Hun Tokouw

Kenapa Lie Ceng Loan terbelalak dan mulutnya ternganga lebar? Apa yang dilihatnya? Ternyata ia melihat sosok bayangan manusia.

Akan tetapi, Lie Ceng Loan justru tidak pereaya kalau itu manusia. Sosok itu mengenakan pakaian wanita yang tersobek di sana sini Kepalanya besar, sepasang matanya menyorotkan sinar kehijau-hijauan, wajahnya hitam dan lidahnya yang panjang terjulur ke luar dari mulut, Bagaimana mungkin sosok itu manusia? Sosok itu pasti setan atau iblis.

"Engkau... manusia atau setan?" tanya Lie Ceng Loan dengan suara gemetar

itu pertanda ia ketakutan sekali Namun kemudian ia ingat bahwa Bee Kun Bu telah mati sedangkan dirinya sendiri juga memang ingin mati, lalu kenapa masih merasa takut? Karena itu, timbullah keberaniannya, ia lalu bangkit berdiri seraya bertanya.

"Engkau tahu dimana Kakak Bu?"

pertanyaan tersebut membuat sekujur badan orang itu tergetar, lalu mendadak mengayunkan tangannya melancarkan pukulan, Namun pukulan itu tidak mengarah pada Lie Ceng Loan, melainkan pada sebuah pilar yang berdiri di belakang gadis itu.

B!amm! Pilar itu roboh.

Lie Ceng Loan terkejut bukan main, sebab pilar itu roboh ke arahnya, sedangkan orang itu tertawa aneh, lalu sekonyong-konyong mendorong dinding kaca tempat Ceng Loan.

Karena dorongan orang itu mendadak, maka Lie Ceng Loan kehilangan keseimbangan badannya, sehingga terpeleset jatuh ke tempat yang agak lekuk ke dalam

Di saat bersamaan, pilar yang roboh itu mengarah kepadanya, Namun pilar itu tidak menimpa Lie Ceng Loan, sebab ia berada di tempat yang agak lekuk ke dalam itu.

Hanya ia tidak bisa bergerak, karena pilar yang besar dan kokoh itu berada di atas badannya.

"Aaaakh.,.!" Lie Ceng Loan menarik nafas panjang, "Siapa engkau sebenarnya?" Mendadak orang itu tertawa terkekeh-kekeh, Begitu mendengar suara tawa itu, Lie Ceng Loan terkejut

Di saat itu pula orang tersebut menjulurkan tangannya ke mukanya, Ternyata orang itu memakai kedok setan. Setelah melepaskan kedoknya, orang itu tertawa dingin.

"Nona Lie! Apakah engkau tidak mengenali aku lagi?" sesungguhnya ketika mendengar suara tawa orang itu, Lie

Ceng Loan sudah menduga siapa orang yang memakai kedok setan, Setelah orang itu melepaskan kedok setannya, ternyata dugaan Lie Ceng Loan tidak salah, orang itu adalah Kim Hun Tokouw-Lam Kiong Siu, majikan istana Pit Sia Kiong.

Hanya saja rambutnya awut-awutan, tapi tetap tampak cantik. Kim Hun Tokouw memandang Lie Ceng Loan dengan dingin, sedangkan gadis itu menatapnya dengan mata membara dan penuh dendam.

Blam! Lie Ceng Loan langsung memukul pilar yang ada di atas badannya, Namun pilar itu cuma bergoyang, sama sekali tidak tergeser dari badannya.

"He he he!" Kim Hun Tokouw tertawa terkekeh-kekeh. "Kim Hun Tokouw!" bentak Lie Ceng Loan, "Bantu angkat

pilar ini, mari kita bertarung!"

"Oh?" Kim Hun Tokouw tertawa dingin, "Engkau sedang bermimpi indah ya?"

Lie Ceng Loan merupakan gadis yang amat polos, Walau ia sedang gusar, tapi sama sekali tidak bisa menebuskan cacian apa pun terhadap Kim Hun Tokouw, ia malah diam dengan wajah merah padam

"He he!" Kim Hun Tokouw tertawa dingin lagi, lalu melangkah pergi, Beberapa langkah kemudian ia berhenti lalu sambil membungkukkan badannya, Kelihatannya ia sedang mencari sesuatu, Berselang beberapa saat, ia kembali lagi ke tempat Lie Ceng Loan dengan membawa sebatang bambu kecil, kain putih dan tiiita hitam Lie Ceng Loan menyaksikannya terheran-heran, Ga-dis itu tidak bisa menerka apa maunya Kim Hun Tokouw membawa barang-barang itu ke hadapannya.

"Nona Lie!" ujar Kim Hun Tokouw dingin, "Aku akan membantumu angkat pilar ini, namun engkau harus mengabulkan satu hal!"

"Hal apa?" tanya Lie Ceng Loan gusar. Tentu saja hal itu!" sahut Kim Hun Tokouw. "Hal apa itu?" Lie Ceng Loan tereengang

"Engkau harus menulis di kain putih ini!" Kim Hun Tokouw memberitahukan.

"Aku harus menulis apa?" Lie Ceng Loan kebingungan ia mengira bahwa Kim Hun Tokouw sudah tidak waras.

"Engkau harus menulis, bahwa engkau tidak mencintai Bee Kun Bu, karena kini engkau telah mencintai Co Hiong!" sahut Kim Hun Tokouw serius.

"Eeeh?" Lie Ceng Loan tertegun "Engkau telah membakar mati Kakak Bu, kenapa aku masih harus menulis begitu?"

"Engkau tidak usah tahu!" Kim Hun Tokouw tertawa dingin. "Bagaimana? Engkau mau tulis apa tidak?"

Lie Ceng Loan tidak segera menjawab, melainkan terus memandang ke langit, lama sekali barulah berkata.

"Baik!"

Wajah Kim Hun Tokouw langsung berseri ia segera memasukkan barang-barang itu ke bawah, namun Lie Ceng Loan mencegahnya.

"Kenapa?" Kim Hun Tokouw mengerutkan kening, mengira Lie Ceng Loan batal menulis itu.

"Cukup kain putih saja!" sahut Lie Ceng Loan. "Tidak pakai tinta hitam? Bagaimana mungkin engkau bisa menuiis?" ujar Kim Hun Tokouw heran.

"Aku punya akal!" Lie Ceng Loan tersenyum getir "Oh?" Kim Hun Tokouw menatapnya, kemudian

menyerahkan kain putih padanya.

Lie Ceng Loan menerima kain putih itu, lalu mendadak menggigit jari telunjuknya hingga berdarah kemudian dengan darahnya itulah ia menulis di kain putih.

sedangkan wajah Kim Hun Tokouw bertambah berseri Tak lama kemudian, Lie Ceng Loan telah usai menulis dan melipat-lipatkan kain putih itu.

"Aku sudah usai menulis, bantulah aku mengangkat pilar ini!" ujarnya.

"Berikan dulu kain putih itu padaku, setelah itu aku akan membantumu!" ujar Kim Hun Tokouw.

"Kalau pilar ini masih menindih badanku, tidak mungkin aku bisa memberikan kain putih ini padamu!" ujar Lie Ceng Loan.

"Gampang!" Kim Hun Tokouw tersenyum, "Julurkan saja tanganmu bersama kain putih itu, aku bisa mengambilnya!"

"Sulit!" sahut Lie Ceng Loan, "Lebih baik julurkan tanganmu ke mari!"

"Baiklah!" Kim Hun Tokouw menjulurkan tangan kanannya mengangkat sedikit pilar itu, lalu tangan kirinya dimasukkan ke bawah, "Cepat berikan kain itu padaku!"

Ketika sebelah tangan Kim Hun Tokouw mengangkat pilar itu, tergeraklah hati Lie Ceng Loan. ia harus menggunakan kesempatan tersebut untuk melepaskan diri dari tindihan pilar

"Terimalah!" ujar Lie Ceng Loan, Namun tiba-tiba ia menarik tangan Kim Hun Tokouw, sekaligus mencengkeram urat nadinya. Bukan main terkejutnya Kim Hun Tokouw, ia sama sekali tidak menyangka kalau Lie Ceng Loan yang berhati polos itu punya akal tersebut, ia ingin menarik kembali tangan kirinya, namun sudah terlambat, karena urat nadinya di tangannya itu telah dicengkeram Lie Ceng Loan, seketika ia merasa tangan kirinya menjadi ngilu.

"Lam Kiong Siu!" seru Lie Ceng Loan, "Kalau engkau tidak mengangkat pilar ini, kita akan mati bersama di sini!"

"Tak mungkin!" Kim Hun Tokouw tertawa dingin, "Sebelah tanganku masih bebas! Tak mungkin aku akan mati bersamamu!"

"MaksudmuT tanya Lie Ceng Loan tertegun.

"Aku masih bisa mengutungkan lengan kiriku! Nah, bukankah aku akan bebas?" sahut Kim Hun Tokouw sambil tertawa terkekeh.

"Kim Hun Tokouw!" ujar Lie Ceng Loan, "Wajahmu cantik, bukankah sayang sekali apabila lengan kirimu kutung?"

Ucapan Lie Ceng Loan yang tulus itu membuat hati Kim Hun Tokouw tergerak Lama sekali barulah ia berkata.

"Kalau begitu, lepaskan cengkeramanmu Apabila timbul rasa kasihan dalam hatiku, mungkin aku akan mengangkat pilar ini!"

"Dalam hatimu tidak akan timbul rasa kasihan!" sahut Lie Ceng Loan sungguh-sungguh. "Kalau dalam hatimu masih ada rasa kasihan, bagaimana mungkin engkau tega membunuh Kakak Bu dengan cara membakarnya? seandainya Kakak Siao Tiap tidak melihat aku ke sana, dia pasti ke mari mencariku! Saat itu, dia pasti membunuh mu!"

Hati Kim Hun Tokouw tersentak wajahnya pun tampak berubah. Namun Lie Ceng Loan tidak mengetahuinya. Bagaimana cara Kim Hun Tokouw meloloskan diri"?

Tentang itu akan diceritakan nanli. Ketika ia meloloskan diri, sama sekali tidak membawa apa-apa, hanya mem bawa seseorang.

Kini ia kembali ke tempat reruntuhan istana, tidak lain hanya ingin mencari suatu benda yang amat penting baginya, Karena khawatir orang lain belum pergi, maka ia mengenakan kedok setan.

"Nona Lie!" ujarnya kemudian "Seandainya aku bersedia mengangkat pilar ini, bersediakah engkau me nyerahkan kain putih itu padaku?"

"Tentu!" Lie Ceng Loan mengangguk

"Engkau tidak bohong?" Kim Hun Tokouw masih ragu. "Bohong?" Lie Ceng Loan tertawa getir, "Aku tidak seperti

engkau yang suka bohong!"

"Baiklah!" Kim Hun Tokouw berusaha mengangkat pilar itu, dan sebelah tangannya berusaha menarik Lie Ceng Loan ke luar.

Akhirnya Lie Ceng Loan berhasil ke luar dari tempat itu, namun tangannya masih tetap mencengkeram urat nadi Kim Hun Tokouw.

"Hei!" bentak Kim Hun Tokouw gusar "Aku sudah membantumu keluar dari situ, kenapa engkau masih tetap mencengkeram urat nadiku?"

"Kim Hun Tokouw!" Lie Ceng Loan tertawa dingin, "Aku cuma berjanji menyerahkan kain ini padamu, tapi tidak berjanji akan melepaskan cengkeramanku kan?"

Betapa gusarnya Kim Hun Tokouw, Air mukanya pun langsung berubah hebat Mendadak ia mengayunkan lengan kanannya ke arah Lie Ceng Loan, Ke lima jarinya terbuka di atas kepala gadis itu, maksudnya ingin mencengkeram kepalanya. Saat ini, kalau mereka sama-sama mengerahkan Lweekang, ke dua-duanya pasti mati bersama, Karena Lie Ceng Loan masih mencengkeram urat nadi di lengan kiri Kim Hun Tokouw, sedangkan ke lima jari tangan Kim Hun Tokouw berada di atas kepala Lie Ceng Loan. Apabila Kim Hun Tokouw mengerahkan Lweekangnya mencengkeram kepala Lie Ceng Loan, otomatis gadis itu juga akan mengerahkan Lweekangnya untuk memutuskan urat nadi Kim Hun Tokouw, Nah, bukankah mereka berdua akan mati bersama?

Muka mereka saling berhadapan Tiba-tiba Lie Ceng Loan tersenyum manis seraya berkata.

"Kim Hun Tokouw, aku akan memperlihatkan apa yang kutulis di kain putih ini!" Tangan kiri Lie Ceng Loan mengibaskan kain putih itu, lalu dipaparkan di atas tanah.

Walau saat ini bulan besinar remang-remang, namun Kim Hun Tokouw masih dapat membaca tulisan di kain itu dengan jelas, Ternyata bunyi tulisan itu demikian, "Aku mencintai Kakak Bu selama-lamanya.

Seusai membaca tulisan itu, wajah Kim Hun Tokouw berubah merah padam saking gusarnya.

"Gadis sialan! Kau sungguh licik!"

"Lam Kiong Siu!" Lie Ceng Loan menarik nafas, "Engkau menyuruhku menulis yang bertentangan dengan nurani dan perasaan, bagaimana mungkin aku bisa menulisnya ? Aku mencintai Kakak Bu selama-lamanya. Meskipun dia telah mati, tapi dia tetap berada dalam hatiku!"

Wajah Kim Hun Tokouw menghijau, ia langsung mengerahkan Lweekang pada jari tangannya yang ada di atas kepala Lie Ceng Loan.

Seketika juga Lie Ceng Loan merasa matanya ber-kunang- kunang.

"Kakak Bu, kini sudah saatnya aku membalas den- dammu!" teriaknya. Lie Ceng Loan pun segera mengerahkan Lweekang-nya untuk memutuskan urat nadi di tangan kiri Kim Hun Tokouw. Terkejutlah Kim Hun Tokouw dan cepat-cepat berkata dengan nafas memburu.

Tunggu!"

Wajah Lie Ceng Loan merah padam karena emosi, tapi juga dikarenakan kepalanya telah ditekan oleh jari tangan Kim Hun Tokouw.

"Lam Kiong Siu, dalam hidupku selama ini tidak pernah membunuh orang! Kini kalau aku tidak membunuhmu bagaimana mungkin aku bisa pergi menemui Kakak Bu?" ujar Lie Ceng Loan sambil menambah Lweekangnya.

Ketika menyaksikan air muka Lie Ceng Loan, Kim Hun Tokouw tahu bahwa gadis itu ingin mati bersama nya.

itu membuat Kim Hun Tokouw gugup dan panik, wajahnya pun telah berubah pucat pias.

"Nona Lie, dengar dulu perkataanku!" ujar Kim Hun Tokouw dengan suara serak. "Bee Kun Bu, dia.,,."

Kim Hun Tokouw menghentikan ucapannya, Semula ia tampak begitu gugup dan panik, namun kini malah tampak tenang sekalL

Ketika Kim Hun Tokouw menyebut nama Bee Kun Bu, timbullah rasa heran di hati Lie Ceng Loan.

"Kakak Bu kenapa?" tanyanya.

Kim Hun Tokouw tidak menyahut, malah mendadak bersiul nyaring tiga kali.

Lie Ceng Loan tereengang, ia tidak tahu kenapa Kim Hun Tokouw mendadak bersiul tiga kali. Pada waktu bersamaan, di tempat yang tidak begitu jauh terdengar suara mendesis- desis.

Lie Ceng Loan segera mengarahkan pandangannya ke tempat itu, Tampak seekor ular yang berkepala besar sedang menyemburkan racun nya. Begitu melihat ular aneh itu, bukan main terkejutnya Lie Ceng Loan karena tahu bahwa ular itu peliharaan Kim Hun Tokouw.

Tadi Kim Hun Tokouw bersiul tiga kali, ternyata memanggil ular aneh itu, Lie Ceng Loan yakin bahwa ular aneh itu amat beracun, sekali digigit pasti mematikan Gadis itu memang ingin menuntut balas terhadap Kim Hun Tokouw, walau harus mengorbankan nyawa nya. Mati bersama Kim Hun Tokouw atau mati bersama ular itu, baginya tidak menjadi masalah, Karena itu ia pun segera menghimpun Lweekangnya, Apabila ular itu memagutnya, ia akan segera memutuskan urat nadi Kim Hun Tokouw.

sedangkan Kim Hun Tokouw yakin, seandainya ular itu memagut Lie Ceng Loan, ia pasti dapat melepaskan diri. Sebab itu, ia terus bersiul memanggil ular itu merayap mendekati Lic Ceng Loan, Keadaan di saat itu memang genting sekali, siapa lengah, nyawanya pasti melayang.

sementara ular aneh itu makin mendekati Lie Ceng Loan, Lidahnya dijulur-julurkan sambil menyemburkan racun. jarak ular itu beberapa depa, tapi racun yang disemburkannya telah terasa amat menyesakkan nafas.

Hati Lie Ceng Loan berdebar-debar tegang, Ular aneh sudah semakin dekat dan mengarah pada gadis itu, Pada waktu bersamaan, mendadak Lie Ceng Loan teringat pada Hian Giok. Namun dirinya berada dibawah ancaman Kim Hun Tokouw, bagaimana mungkin ia bisa bersiul memanggil burung bangau itu?

Setelah agak mendekat, ular aneh itu mulai mendongakkan kepalanya dengan lidah terjulur keluar sedangkan jari tangan Kim Hun Tokouw semakin bertenaga menekan kepala Lie Ceng Loan.

Di saat bersamaan, terdengarlah suara pekikan yang amat nyaring di angkasa, Begitu mendengar suara pekikan itu, bangkit semangat Lie Ceng Loan, itu adalah suara pekikan Hian Giok. Ular aneh itu pun langsung melingkar dengan kepala didongakkan ke atas.

Dari angkasa meluncur turun sosok bayangan laksana kilat mengarah pada ular aneh itu. Ular aneh itu pun bergerak cepat ingin menyusup ke sebuah lubang untuk berlindung, tapi Hian Giok bergerak lebih cepat, dan cakar-cakarnya langsung mencengkeram kepala ular itu, Akan tetapi, mendadak ular aneh itu memagut Hian Giok mengelak dan sekaligus mematuk ular aneh itu.

Ular aneh itu tidak bisa berkelit, sehingga lehernya terpatuk paruh Hian Giok yang amat tajam. Seketika juga leher ular aneh itu putus dan darahnya pun muncrat di tanah.

Setelah berhasil membunuh ular aneh itu, Hian Giok pun mengeluarkan suara pekikan nyaring, kemudian mendadak menerjang ke arah Kim Hun Tokouw dengan eakarnya.

Kim Hun Tokouw ingin berkelit, tapi sudah tidak keburu, Maka Hian Giok berhasil mencakar ke dua bahunya, sehingga darahnya pun langsung bereucuran

Lie Ceng Loan memang amat mendendam pada Kim Hun Tokouw, Tapi ketika melihat ke dua bahu Kim Hun Tokouw terluka, ia pun merasa tidak tega.

"Akhh...!" Lie Ceng Loan terkejut melihat wajah lawannya yang kian menyeramkan karena terkena muncratan darah dari bahunya, Hal itu menyebabkan cengkeraman Lie Ceng Loan jadi mengendus

Kim Hun Tokouw tidak menyia-nyiakan keadaan ini. ia langsung menjatuhkan diri sekaligus berguling menjauhi Lie Ceng Loan, Lalu melesat pergi.

Lie Ceng Loan tertegun sedangkan Hian Giok telah terbang pergi mengejar Kim Hun Tokouw.

Walau Kim Hun Tokouw memiliki ginkang tinggi, namun masih tidak bisa menyamai Hian Giok, Dalam waktu sekejap, Hian Giok telah berhasil mengejarnya, bahkan mulai menyerangnya dengan cakar-cakar yang tajam

Kim Hun Tokouw terpaksa menjatuhkan diri berguling ke sana ke mari, Kelihatannya ia akan mati oleh cakar-cakar Hian Giok, Namun mendadak ia berteriak aneh sambil mengayunkan tangannya, Tampak dua gulung asap kuning mengarah pada Hian Giok, Ketika Kim Hun Tokouw baru mengayunkan tangannya, Hian Giok sudah tahu akan adanya bahaya, ia langsung melesat ke atas, sedangkan Kim Hun Tokouw juga segera melesat pergi

Begitu melihat Kim Hun Tokouw melesat pergi, Lie Ceng Loan mengerahkan ginkangnya mengejar Kim Hun Tokouw, Akan tetapi, Kim Hun Tokouw telah melesat ke dalam lembah yang gelap.

Lie Ceng Loan segera bersiul seketika itu juga Hian Giok meluncur ke arahnya, Gadis itu meloncat ke atas punggung burung itu, lalu dengan menunggang burung itu ia mengejar Kim Hun Tokouw.

Saat int, Hian Giok telah terbang di atas telaga kering itu.

Namun sungguh mengherankan, Kim Hun Tokouw sudah tidak kelihatan lagi, Hian Giok terus terbang di atas telaga kering itu, Tiba-tiba Lie Ceng Loan teringai pada Na Siao Tiap, maka segeralah ia berseru.

"Kakak Siao Tiap! Kakak Siao Tiap!"

Walau ia berseru dua kali, tapi sama sekali tiada sahutan Na Siao Tiap.

Kemudian Lie Ceng Loan menyuruh Hian Giok turun. Gadis itu meloncat turun dari punggung Hian Giok, lalu menengok ke sana ke mari, tapi tidak tampak Na Siao Tiap.

ia mengambil dua buah batu kecil, lalu digosok gosokkan, Tak lama terpereiklah bunga-bunga api. Lie Ceng Loan memandang ke arah pintu batu, Tampak pintu itu tertutup rapat ia melihat piepa milik Na Siao Tiap tergeletak di tanah, namun tidak melihat orangnya. Lie Ceng Loan tidak habis pikir Piepa itu merupa kan benda pusaka dalam rimba persilatan dan tidak akan terlepas dari tangan Na Siao Tiap, Kenapa kini malah menggeletak di situ? Lalu Na Siao Tiap hilang ke mana?

Lie Ceng Loan memanggil beberapa kali lagi, namun hanya terdengar suaranya sendiri yang bergema, Tidak terdengar suara sahutan.

Akhirnya Lie Ceng Loan naik ke punggung Hian Giok lagi ia masih ingin mencari Kim Hun Tokouw dan yakin Na Siao Tiap tidak pergi jauh. Maka ia pun akan mencarinya.

Tak lama, hari mulai terang, Hian- Giok terus terbang perlahan di atas tebing curam yang banyak guanya, Namun ia tetap tidak melihat Kim Hun To kouw, Entah bersembunyi di mana majikan istana Pii Sia Kiong itu.

"Hian Giok!" Lie Ceng Loan menepuk lehernya, h tahu akan kecerdikan burung tersebut "Tahukah engkau ke mana majikanmu itu?"

Hian Giok tampak seakan sedang berpikir Kemu dian ia memeluk nyaring sambil terbang ke bawah, Lu Ceng Loan heran, kenapa burung itu terbang ke bawah

"Hian Giok!" tanyanya, "Engkau menghendaki aku menunggu di sini!"

Burung itu manggut-manggut, maka Lie Ceng Loar langsung meloncat turun. Hian Giok langsung terbang ke atas, Tak lama burung itu sudah hilang dari pandangar Lie Ceng Loan.

Lie Ceng Loan duduk di atas sebuah batu sambit menunggu, Sudah cukup lama gadis itu menunggu, na mun Hian Giok atau si Bangau Sakti belum kembali Oleh karena itu tereenganglah Lie Ceng Loan.

Gadis itu yakin Hian Giok sedang mencari Na Sian Tiap, Mungkinkah Na Siao Tiap pergi begitu jauh? Tapi kenapa dia meninggalkan piepanya? Lie Ceng Loar sungguh tidak habis berpikir

Akhirnya gadis itu mengambil keputusan untuk memeriksa gua-gua yang terdapat di situ. Setelah mengambil keputusan demikian, ia pun mulai memeriksa setiap gua yang ada di situ.

Tak sampai tengah hari, sudah hampir semua gua yang di situ diperiksanya, Namun ia tidak menemukan Na Siao Tiap maupun Kim Hun Tokouw.

Waiau agak putus asa, namun ia tetap memasuki gua lain.

Setelah hari mulai sore, tinggal tiga buah gua yang belum dimasukinya.

"Kakak Bu!" gumamnya, "Bantulah aku mencari Kim Hun Tokouw!"

Seusai bergumam, ia memasuki salah sebuah gua, Tangannya memegang sebuah obor Begitu memasuki gua itu, ia pun menjerit terkejut

Ternyata gua itu amat indah. Dinding gua dibikin dari kristal yang gemerlapan Pantas ia menjerit terkejut

Lie Ceng Loan terus melangkah ke dalam Sungguh mengherankan sebab semakin ke dalam gua itu pun semakin luas, Semua dinding gua terdiri dari kristal

Tak lama kemudian gua itu mulai mengecil Lie Ceng Loan tahu bahwa dirinya sudah sampai di ujung gua. Kemudian gadis itu melihat dua buah mulut gua. ia menengok ke sana ke mari, tidak tahu harus memasuki mulut gua yang mana.

Mendadak terdengar suara dari salah satu mulut gua itu, Lie Ceng Loan mengenali suara itu, yakni suara Kim Hun Tokouw-Lam Kiong Siu, ia cepat-cepat mematikan obornya, lalu melesat ke dalam mulut gua itu, Belum seberapa jauh kakinya melangkah, tiba-tiba terdengar lagi suara Kim Hun Tokouw yang menyeramkan

"Kini wajahku telah rusak, tentu engkau tidak akan menyukaiku lagi!" Lie Ceng Loan heran, Kim Hun Tokouw sedang berbicara dengan siapa? Tanyanya dalam hati.

Wajah Kim Hun Tokouw memang telah dicakar oleh Hian Giok, Kalau pun luka itu sembuh, sudah pasti akan meninggalkan bekas di wajahnya.

"He he he!" Terdengar suara tawa Kim Hun Tokouw yang terkekeh, "Aku tahu, dalam hatimu sama sekali tidak suka padaku, bahkan amat membenciku! Namun engkau bisa berbuat apa? Kita sudah ditakdirkan untuk bersama, siapa pun jangan berpikir bisa keluar! He he he!"

Lie Ceng Loan ingin mendengar suara sahutan, namun tiada suara sahutan sama sekali, Mungkinkah Kim Hun Tokouw cuma mengoceh sendirian? Karena tidak mendengar suara sahutan, maka Lie Ceng Loan lalu melangkah ke dalam....

******

Bab ke 51 - Co Hiong Yang Licik Memperoleh Benda pusaka

Setelah Lie Ceng Loan pergi, Na Siao Tiap duduk seorang diri di depan pintu batu di dinding telaga kering itu. Karena ia duduk seorang diri, maka timbul pula kedukaannya lantaran teringat akan kematian Bee Kun Bu.

Bummm! Suara di dalam pintu batu itu.

Terkejutlah Na Siao Tiap dan segera mendengar dengan penuh perhatian Berselang sesaat kemudian terdengarlah suara seseorang Begitu mendengar suara itu, Na Siao Tiap merasa heran karena suara itu suara Souw Peng Hai.

"Bagus! Bagus! Engkau. bagus sekali!"

Suara Souw Peng Hai itu membuat Na Siao Tiap mengerutkan kening, sebab suara itu penuh mengandung kekesalan dan kebencian Kedengarannya seakan ada seseorang ingin membunuhnya. Gadis itu pun tidak habis berpikir, karena tidak menyangka kalau Souw Peng Hai pun dapat meloloskan diri dari jebakan air.

Memang tidak salah, Souw Peng Hai dan Co Hiong benar dapat meloloskan diri dari jebakan air itu. Ketika mereka berdua menyelam, tiba-tiba melihat ada sedikit cahaya di tempat yang tidak begitu jauh.

Ke dua orang itu merasa girang bukan main, dan langsung menyelam ke tempat itu. Ternyata cahaya itu dari atas.

Mereka berdua segera muncul diri di situ. Sungguh di luar dugaan, langit-langit itu telah berlubang Ke duanya segera naik ke atas dan pada waktu bersamaan, mereka pun mendengar suara Na Hai Peng.

"Mari kita cepat pergi!"

Na Hai Peng yang menjebolkan lantai sehingga Kuang Ti Taysu, Kim Eng Hauw dan Giok Siauw Sian Cu tertolong, secara tidak langsung juga menolong Souw Peng Hai dan Co Hiong. Ketika mendengar suara itu, mereka tereengang Tak lama kemudian, istana Pit Sia Kiong mulai bergoncang.

"Guru! Kita harus cepat pergi!" ujar Co Hiong dengan suara rendah.

Souw Peng Hai mengangguk Mereka berdua lalu melesat pergi, tapi tidak searah dengan Na Hai Peng, melainkan melesat ke belakang karena tahu ada jalan rahasia di situ.

Keluar dari jalan rahasia, tak seberapa lama kemudian, mereka sampai di telaga besar, dan melihat air telaga sedang mengalir deras ke bawah.

Mereka berdua berdiri di pinggir telaga. Berselang beberapa saat, istana Pit Sia Kiong telah tergenang air hingga tidak tampak lagi. Mereka merasa girang sekali, karena yakin Kim Hun Tokouw pasti mati terendam air.

Setelah air itu surut, mendadak Souw Peng Hai menghela nafas panjang, sehingga membuat Co Hiong tereengang melihatnya. "Guru. " Co Hiong menatapnya.

"Anak Hiong, tahukah engkau kenapa guru menarik nafas?" ujar Souw Peng Hai.

"Apakah Guru merasa putus asa karena tidak mampu melawan sembilan partai besar?" sahut Co Hiong balik bertanya.

"Engkau cuma dapat menerka setengahnya," ujar Souw Peng Hai. "Setengahnya. "

"Guru, aku sudah tahu setengah itu," potong O" Hiong, "Sulit mengandalkan tenaga orang lain kan?"

"Betul." Souw Peng Hai tertawa, "Engkau sungguh memahami perasaanku."

"Guru!" Co Hiong tertawa, "Sejak kecil Guru memeliharaku, bahkan telah menganggapku sebagai anak pula."

"Anak Hiong. M Souw Peng Hai menarik nafas lagi

"Sebetulnya aku ingin menjodohkan Hut Hong padamu Tapi Hui Hong,.,."

"Guru tidak usah menyesatkan itu," ujar Co Hiong "Yang penting kita harus merencanakan, bagaimana pu lang ke Tionggoan untuk membangun kembali partai Thian Liong!"

Souw Peng Hai menundukkan kepala memandang lengannya yang kutung, lalu menggeleng-gelengkan ke pala seraya berkata.

"Anak Hiong! Membangun kembali partai Thian Liong sudah berada di atas bahumu, karena kini aku telah cacat. "

"Guru cuma kehilangan sebuah lengan, kenapa harus putus asa?" sahut Co Hiong sambil menatapnya.

"Anak Hiong. " sepasang mata Souw Peng Hai tampak

basah, "Aku membangun partai Thian Liong berikut ekspedisi itu, telah banyak memeras otak dan biaya, Namun akhirnya justru hancur di Toan Hun Ya. Cobalah pikir! Apakah aku tidak putus asa?"

Co Hiong diam.

"Anak Hiong-" lanjut Souw Peng Hai. "Kita memang harus pulang ke Tionggoan. Engkau pun harus membuat namamu terkenal, agar engkau dapat memikul tugas untuk membangun kembali partai Thian Liong."

"Guru. " Hati Co Hiong tersentak

Souw Peng Hai tersenyum, kemudian mengeluarkan sebuah panji kecil Begitu melihat panji kecil itu, berdebarlah hati Co Hiong, sebab panji kecil itu merupakan tanda perintah tertinggi dalam partai Thian Liong.

"Anak Hiong!" ujar Souw Peng Hai serius, "Hari ini aku menyerahkan panji ini kepadamu."

sesungguhnya sudah lama Co Hiong mengincar panji kecil itu, justru tidak disangka kalau hari ini Souw Peng Hai akan menyerahkan padanya.

Co Hiong segera menjulurkan tangannya untuk menerima panji kecil itu. Namun mendadak ia teringat sesuatu, mungkinkah Souw Peng Hai ingin mengetesnya? Kalau Souw Peng Hai bersungguh-sungguh ingin menyerahkan panji kecil itu padanya, kenapa ia harus buru-buru menerimanya?

Karena itu, ia berkata.

"Guru, aku belum terkenal dalam rimba persilatan, maka belum pantas menerima panji ini. Aku akan mencari nama dulu di rimba persilatan, setelah itu barulah aku menerima panji ini."

Sesungguhnya, Souw Peng Hai menyerahkan panji kecil itu atas kerelaannya, Lagi pula ia tahu bahwa Co Hiong amat cerdik, dan kelihatannya mampu membangun kembali partai Thian Liong, Oleh sebab itu ia menyerahkan panji kecil tersebut padanya. Ketika mendengar Co Hiong berkata begitu, Souw Peng Hai berpikir ia mengira Co Hiong berkata dengan setulus hati, sama sekali tidak tahu kalau itu cuma merupakan taktik belaka.

"Kalau begitu, lain hari saja kuserahkan padamu," ujar Souw Peng Hai sambil menyimpan panji kecil itu ke dalam baju nya.

Co Hiong mendengus dalam hati, karena menyangka Souw Peng Hai cuma ingin mengetesnya, Maka timbullah rasa benci dalam hatinya, tapi wajahnya tetap tampak tenang dan biasa-biasa saja.

"Anak Hiong, kita tidak boleh lama-lama di sini, Kita harus segera pergi," ujar Souw Peng Hai.

"Ya." Co Hiong mengangguk

Ketika mereka berdua baru mau melesat pergi justru melihat telaga itu telah kering, sehingga menyerupai sebuah lembah.

Co Hiong memandang ke dalam. Suasana di dalamnya gelap gulita, tidak tampak apa pun. Akhirnya guru dan murid itu melangkah pergi. Tak lama kemudian mereka sudah tiba di sebuah rimba, Ketika mereka baru mau memasuki rimba itu, tiba-tiba terdengar suara pereakapan orang.

Souw Peng Hai dan Co Hiong segera bersembunyi di balik pohon, lalu menengok ke arah sumber suara, Tampak dua gadis berbaju hijau sedang bereakap-cakap, Rupanya ke dua gadis itu pun baru lolos dari air yang menggenangi istana Pit Sia Kiong.

"Menurutmu, apakah ke dua potong Pit Giok Cak milik Kiong Cu itu tidak akan hilang tersapu arus air?"

"Tentu tidak"

"Kok engkau yakin tidak?" "Sebab ke dua potong Pit Giok Cak itu disimpan di tempat yang aman."

"Oh? Engkau tahu disimpan di mana ke dua potong Pit Giok Cak itu?"

"Tahu." Gadis berbaju hijau yang berwajah bulat mengangguk "Kita dapat meloloskan diri, namun mungkin Kim Hun Tokouw malah akan mati tenggelam, Maka kita harus berusaha mencari ke dua potong Pit Giok Cak itu."

"Kalau pun kita memperoleh ke dua potong Pit Giok Cak itu, namun tidak ada gunanya."

"Kenapa?"

"Karena Kiong Cu sering mencari tempat tinggal Sam Im Sin Ni, namun tidak pernah berhasil."

Tapi kini. " Gadis berbaju hijau yang berwajah bulat

merendahkan suaranya, "Aku telah menemukan sesuatu." "Apa yang engkau temukan itu?"

Gadis berbaju hijau yang berwajah bulat tidak segera menyahut, melainkan menengok ke sana ke mari, seakan khawatir ada orang lain di situ.

Saat ini, Souw Peng Hai dan Co Hiong girang bukan main, Sebab konon ke dua Pit Giok Cak itu merupakan benda pusaka di rimba persilatan luar perbatasan maupun di seberang laut, sebab menyangkut Sam Im Sin Ni.

Souw Peng Hai dan Co Hiong juga tahu, kalau mendapat ke dua potong Pit Giok Cak, maka bisa membuka pintu gua tempat tinggal Sam Im Sin Ni, yang menyimpan kitab pelajaran silat Sam Im Sin Ni, setingkat dengan kitab Kui Goan Pit Cek, Karena itu, betapa girangnya Souw Peng Hai dan Co Hiong mendengar itu.

"Aku telah menemukan suatu tempat. " Gadis berbaju

hijau yang berwajah bulat memberitahukan dengan suara rendah. "Maksudmu tempat tinggal Sam Im Sin Ni?" temannya terbelalak

"Ya!" Gadis berbaju hijau yang berwajah bulat mengangguk "Sam Im Sian Hu pasti berada di dasar telaga."

"Omong kosong! Bagaimana mungkin Sam Im Sian Hu berada di dasar telaga? Bagaimana cara Sam Im Sin Ni hidup di dasar telaga?"

"Engkau harus tahu, ratusan tahun lalu, telaga itu merupakan sebuah lembah. Mungkin air terjun di puncak gunung terus mengalir, maka lembah itu berubah menjadi sebuah telaga besar Karena itu, siapa pun tidak dapat menemukan Sam Im Sian Hu itu."

"Memang masuk akal apa yang engkau katakan," ujar gadis berbaju hijau yang berwajah lonjong. "Kalau begitu, mari kita pergi mencari ke dua potong Pit Giok Cak itu!"

"Jangan sekarang, lebih baik menunggu malam saja!" sahut gadis berbaju hijau yang berwajah bulat

Mendengar sampai di situ, Souw Peng Hai dan Co Hiong saling memberi isyarat, lalu serentak melesat ke luar dari balik pohon itu sambil tertawa ge!ak.

Ke dua gadis baju hijau itu terkejut sekali, Pada waktu bersamaan, Souw Peng Hai langsung menyerang mereka dengan ilmu Kan Goan Cih. Namun cuma menggunakan empat bagian tenaganya, Meskipun begitu, serangannya cukup membuat dua gadis tersebut terkulai

Co Hiong melesat ke hadapan mereka, lalu mengangkat gadis berbaju hijau yang berwajah lonjong sekaligus menghantamnya.

"Aaaakh.,.!" jerit gadis itu dan nyawanya pun melayang. Sekujur tubuh gadis berbaju hijau yang berwajah bulat menggigil ia telah terluka oleh Kan Goan Cih, maka tidak bisa bergerak

"Engkau sudah melihat bagaimana cara temanmu itu mati kan?" tanya Co Hiong padanya sambil tertawa dingin.

"Su... sudah lihat," sahut gadis baju hijau itu dengan suara gemetar

"Engkau mau hidup atau mati?"

Tuan Co!" ujar gadis berbaju hijau, "Jangan membunuhku aku bersedia jadi pelayanmu seumur hidup!"

"Hm." dengus Co Hiong, "Engkau masih tidak ber-derajat jadi pelayanku."

"Tuan Co, aku mohon jangan bunuh aku.,.!" ratap gadis baju hijau.

"Aku akan mengampunimu!" ujar Co Hiong, "Asal engkau berkata sejujurnya!"

"Ya." Gadis baju hijau mengangguk "Aku harus mengatakan apa?"

Tadi engkau menceritakan tentang ke dua potong Pit Giok Cak! Nah, katakanlah di mana ke dua potong Pit Giok Cak itu!"

"Ke dua potong Pit Giok Cak itu disimpan di dalam sebuah pilar batu, jadi tidak akan terbawa arus air. Di pilar batu itu terdapat sebuah tombol kecil, Kalau tombol itu ditekan, akan muncul sebuah lubang, Ke dua potong Pit Giok Cak itu disimpan di dalam lubang tersebut."

"Engkau berkata sesungguhnya ?"

"Aku berkata sesungguhnya, Tuan Co, tolong lepaskan diriku!"

"Tiada gunanya membiarkan engkau hidup!" bentak Co Hiong.

Tapi aku... aku telah berkata sejujurnya. " Plak! Co Hiong telah melancarkan sebuah pukulan ke arah kepala gadis baju hijau, Kepala gadis berbaju hijau itu pecah, dan otaknya berhamburan sedangkan Co Hiong cuma tersenyum dingin menyaksikannya.

"Bagus!" seru Souw Peng Hai. "Celaka!" seru Co Hiong mendadak

"Kenapa celaka?" tanya Souw Peng Hai heran.

"Aku telah membunuhnya, padahal aku belum ber tanya padanya di mana pilar batu itu," sahut Co Hiong.

"Anak Hiong!" Souw Peng Hai tertawa, "Kenapa engkau lupa? Bukankah di dalam istana Pit Sia Kiong cuma terdapat sebuah pilar batu yang berada di ruang tengah itu?"

"Betul" Co Hiong mengangguk

"Ayoh, mari kita ke sana!" ajak Souw Peng Hai yang tidak sabaran.

"Ya," sahut Co Hiong.

Mereka berdua langsung melesat menuju istana Pii Sia Kiong. Namun mendadak mereka mendengar suara pekikan Hian Giok, Mereka segera mendongakkan kepala, Tampak burung bangau itu berdiri di tebing seberang, Tampak pula beberapa sosok bayangan orang.

Mereka berdua segera melesat ke dalam sebuah gua dan bersembunyi di situ, Hingga larut malam, barulah mereka ke luar menuju istana Pit Sia Kiong.

istana Pit Sia Kiong telah runtuh, namun Souw Peng Hai dan Co Hiong masih ingat berada di mana ruang tengah itu. Mulailah mereka mencari pilar batu yang dimaksud dan tak lama Co Hiong telah menemukannya.

Tampak sebuah tombol kecil Ditekannya tombol itu dan seketika itu juga muncul sebuah lubang, Co Hiong menjulurkan tangannya ke dalam lubang itu. ia merasa ada benda yang dingin di dalamnya, Kemudian cepat-cepat benda itu dikeluarkannya.

Tampak dua potong benda gemerlapan di telapak tangannya, Tidak salah lagi dua potong Pit Giok Cak. seketika juga timbullah berbagai cara untuk menghadapi Souw Peng Hai.

Haruskah ia menemui Souw Peng Hai untuk memberitahukan bahwa tidak menemukan Pit Giok Cak itu, ataukah harus langsung turun tangan? Kenapa Co Hiong berpikir begitu? Ternyata selama ini ia cuma memperalat sekaligus mengandal pada Souw Peng Hai. Apabila ia berhasil mendapatkan kitab ilmu silat Sam Im Sin Ni, tentu ia tidak akan membutuhkan Souw Peng Hai lagi, maka harus melenyapkannya.

padahal sejak kecil Co Hiong dirawat Souw Peng Hai. sedangkan Souw Peng Hai sangat menyayanginya, Apakah ia tega turun tangan membunuh Souw Peng Hai? Akhirnya ia mengambil keputusan, bagaimana nanti setelah memperoleh kitab ilmu silat itu, Karena berpikir demikian, maka ia segera melesat ke arah Souw Peng Hai.

Di saat ia melesat pergi, justru terlihat oleh Lie Ceng Loan dan Na Siao Tiap, Kalau ke dua gadis itu segera mengejar, pasti dapat menyusulnya, Namun ke dua gadis itu malah bereakap-cakap sejenak, barulah mengejarnya, Maka mereka terlambat, sebab Souw Peng Hai dan Co Hiong telah menuju telaga kering.

"Anak Hiong! Sudah mendapat Pit Giok Cak belum?" tanya Souw Peng Hai.

"Sudah," sahut Co Hiong dan menambahkan "Asal kita bisa menemukan Sam Im Sian Hu, tidak sulit bagi kita membangun kembali partai Thian Liong."

"Benar." Souw Peng Hai tertawa, ia sama sekali tidak tahu kalau murid kesayangannya itu telah berniat jahat terhadap dirinya, "Kalau kita tidak menemukan Sam Im Sian Hu di dasar telaga itu, kita terpaksa mencari di seluruh pegunungan Taysan ini!"

"Guru!" Co Hiong tertawa, "Pereayalah, Sam Im Sian Hu pasti berada di dasar telaga itu."

"Kalau benar." Souw Peng Hai tertawa gelak lagi, "Partai Thian pasti bangun kembali."

Tak lama kemudian, mereka berdua sudah tiba di pinggir telaga yang telah kering itu. Mereka berdua saling memandang sambil manggut-manggut, lalu mulai turun ke dasar telaga.

Setelah sampai di dasar telaga, Co Hiong memungut dua buah batu lalu digosok-gosokkannya, Tak lama ter-pereiklah bunga-bunga api.

Mereka melihat sebuah pintu batu, Di atasnya terukir beberapa huruf yang berbunyi Sam Im Sian Hu (Tempat Bertapa Sam Im).

"Di sini!" seru mereka girang.

Suara seruan itu terdengar oleh Na Siao Tiap dan Lie Ceng Loan yang telah sampai di pinggir telaga itu.

Souw Peng Hai dan Co Hiong segera mendekati pintu batu itu, lalu mendorongnya kuat-kuat. Akhirnya pintu itu terbuka sedikit dan mereka langsung melangkah ke dalam.

Ternyata di balik pintu batu itu merupakan sebuah lorong. Di ujung lorong itu terdapat sebuah pintu, Keluar dari pintu itu mereka sampai di sebuah gua yang amat besar dan dindingnya memancarkan cahaya.

Mereka berdua terus melangkah sambil menengok ke sana ke mari Tampak sebuah pagoda batu berdiri di sudut gua.

Pagoda batu itu cukup tinggi dan terdiri dari tujuh tingkat Ketika melihat pagoda batu itu, tereenganglah mereka. "Gua ini pasti tempat tinggal Sam Im Sin Ni. Mungkin di dalamnya tersimpan benda-benda pusaka," ujar Souw Peng Hai.

"Mungkin," sahut Co Hiong.

Mereka berdua mendekati pagoda batu itu. Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara "Bum! Bum!

"Guru! Mungkin ada orang ke mari!" ujar Co Hiong, "Aku akan menutup pintu itu?"

"Hati-hati, anak Hiong!" pesan Souw Peng Hai.

Co Hiong mengangguk lalu melesat ke luar Tak lama ia sudah kembali dan langsung mendekati Souw Peng Hai.

"Guru! Ternyata Na Siao Tiap berada di luar sana," Co Hiong memberitahukan "Tapi sementara ini dia tidak bisa masuk, karena pintu batu itu telah kututup dan kuganjel dengan sebuah batu besar."

"Ng!" Souw Peng Hai manggut-manggut.

"Guru! Mari kita cari kitab ilmu silat Sam Im Sin Ni!" ujar Co Hiong.

"Baik." Souw Peng Hai mengangguk, lalu mendekati pagoda batu itu.

Souw Peng Hai menjulurkan tangannya untuk membuka pintu lantai dasar pagoda batu itu. Setelah pintu itu terbuka, tampak cahaya menyorot ke arah mereka, Ka-rena khawatir ada serangan gelap, mereka berdua langsung meloncat mundur, Namun mata mereka tetap memandang ke dalam pintu pagoda. Ternyata di dalam pintu tersimpan entah berapa banyak jarum emas.

Souw Peng Hai dan Co Hiong melesat kembali ke depan pagoda tersebut Secepat kilat Co Hiong menjulurkan tangannya untuk mengambil jarum-jarum emas itu.

Setelah mereka perhatikan, ternyata pada jarum emas itu terukir beberapa huruf yang amat kecil dan halus, Huruf-huruf itu berbunyi "Jarum Sakti penenang Langit, Emas Ajaib Tiada Duanya Di Kolong Langit\

"Guru! itu jarum sakti! Berikan padaku saja!" ujar Co Hiong.

Tentu," sahut Souw Peng Hai sambil tersenyum. "Terimakasih, Guru!" ucap Co Hiong, lalu mengayunkan

tangannya, menyambitkan jarum emas itu.

"Cesss!" Jarum emas itu dapat menembus dinding gua. "Bukan main!" Souw Peng Hai terbelalak "Hanya dengan

jarum sakti ini, sudah bisa malang melintang di rimba persilatan!"

"Guru! Cepat lihat apa yang ada di ruang ke dua!" seru Co Hiong.

Souw Peng Hai segera membuka pintu ke dua setelah pintu itu terbuka, Souw Peng Hai dan Co Hiong tereengang, karena di dalamnya hanya terdapat sepotong kulit kambing, Souw Peng Hai menjulurkan tangannya ke dalam untuk mengambil kulit kambing itu. Tampak pada kulit kambing tersebut tertulis beberapa huruf, Mereka segera membacanya, ternyata huruf-huruf itu berbunyi "Pendatang kalau belum merasa puas mendapat jarum sakti, sudah pasti sulit untuk pergi.

"Ha ha ha!" Co Hiong tertawa setelah membaca tulisan itu. "Kita memang belum merasa puas, tentu sulit untuk pergi."

Co Hiong segera membuka pintu ke tiga, Setelah pintu terbuka, tampak di dalamnya kosong melompong Co Hiong merasa penasaran, lalu menjulurkan tangannya ke dalam merogoh ke sana ke mari. Namun tidak mendapatkan apa pun.

sementara Souw Peng Hai sudah membuka pintu ke empat, ke lima dan ke enam tetapi tidak menemukan apapun, Ketika ia membuka pintu ke tujuh, terjadilah suatu keanehan, pintu-pintu itu tidak bisa dibuka. Souw Peng Hai dan Co Hiong saling memandang dengan kening berkerut Mereka berdua heran, kenapa pintu itu tidak bisa dibuka?

"Heran!" ujar Souw Peng Hai, "Kenapa pintu itu tidak bisa dibuka?"

"Jangan-jangan dikunci," sahut Co Hiong.

Mereka berdua memperhatikan pintu itu, Memang tampak sebuah lubang kecil pada pintu tersebut kemudian Souw Peng Hai berkata.

"Anak Hiong! Cepat keluarkan Pit Giok Cak itu, mungkin itu kuncinya."

Co Hiong memperhatikan lagi lubang kecil itu, Memang pas dengan Pit Giok Cak yang dibawanya, ia yakin bahwa di dalamnya pasti menyimpan kitab pusaka peninggalan Sam Im Sin Ni. Oleh karena itu, timbullah niat jahatnya....

******

Bab ke 52 - Membunuh Guru Sendiri

Setelah timbul niat jahatnya, secara diam-diam Co Hiong mengeluarkan sebatang jarum sakti, kemudian ditusukkan ke punggung Souw Peng Hai.

Souw Peng Hai sama sekali tidak menduga kalau murid kesayangannya itu akan menyerangnya dengan jarum sakti, ia malah mengira ada musuh menyerangnya dari belakang, dan Co Hiong tidak sempat memperingatkannya karena serangan itu sangat mendadak.

Cepat-cepat ia mengelak sambil membalikkan badannya, justru pada saat itu kembali Co Hiong menusuk dadanya.

Souw Peng Hai terperanjat lalu memandang Co Hiong dengan mata terbelalak sedangkan wajah Co Hiong tampak menyeramkan sekali, bahkan penuh diliputi hawa membunuh Menyaksikan keadaan itu, mengertilah Souw Peng Hai, bahwa Co Hiong ingin membunuhnya demi menyerakahi benda pusaka peninggalan Sam ini Sin Ni.

Sebetulnya Souw Peng Hai masih bisa mengelak, namun ketika menyaksikan Co Hiong yang amat disayanginya itu masih bertindak begitu, ia amat marah, menyesal dan berbagai perasaan membaur jadi satu dalam hatinya, sehingga membuatnya tidak mampu bergerak sama sekali.

Cesss! Jarum sakti itu menembus dada Souw Peng Hai.

Akan tetapi, Souw Peng Hai tidak menjerit, hanya terus menatap Co Hiong dengan mata melotot, lalu terkulai perlahan-lahan.

"Bagus! Bagus! Engkau... bagus sekali!" teriak Souw Peng Hai dengan mata memerah.

Suara teriakan Souw Peng Hai juga terdengar oleh Na Siao Tiap yang menjaga di luar

sedangkan Co Hiong juga berdebar debar hatinya, sebab punggung dan dada Souw Peng Hai telah tertusuk jarum sakti, namun masih belum mati.

Sementara Souw Peng Hai terus menatap Co Hiong dengan mata melotot, wajahnya pun menyeramkan sekali.

Di saat itu, Co Hiong tidak tahu harus bagaimana, Mendadak Souw Peng Hai tertawa seperti orang gila.

"Ha ha hal Bagus! Mari kita mati bersama!"

Souw Peng Hai langsung menyerang Co Hiong dengan Kan Goan Cih, bahkan juga mengerahkan seluruh tenaga d alam nya.

Betapa terkejutnya Co Hiong. ia segera meloncat mundur Namun pada waktu bersamaan, terdengarlah ledakan dahsyat

Bummm! Pukulan sakti Kan Goan Cih yang dilancarkan Souw Peng Hai menghantam pagoda batu hingga roboh. Untung Co Hiong cepat-cepat meloncat mundur, kalau tidak, ia pasti mati seketika terpukul Kan Goan Cih itu.

Tiba-tiba Co Hiong mengayunkan tangannya, Tampak puluhan jarum sakti meluncur ke arah Souw Peng Hai.

Cesss! Cesss! Sekujur tubuh Souw Peng Hai tertembus jarum sakti itu, namun ia masih tidak mati, Namun sekujur badan berikut wajahnya telah berlumuran darah, sehingga dirinya tampak menakutkan sekali.

"Hiyaaat!" pekik Souw Peng Hai, sekaligus menyerang kembali dengan ilmu Kan Goan Cih nya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar