Jilid 21 (Tamat)
"Ai, buat apa sampai begini, Leng-pangcu. " ucap Siu Su pedih.
Dengan air muka prihatin Leng Liong menjawab,
"Setiap anggota Kai-pang adalah lelaki yang keras hati, selama Siu-kongcu tidak menerima permintaan kami, mati pun kami takkan bangun, biarlah segenap anggota Kai-pang yang btrnein disini ikut terkubur ditengah lautan api bersamamu."
Buyung Siok-sing mencucurkan air mata terharu. Tak tersangka olehnya kawanan jembel ini mempunyai hati seteguh ini dan berdarah panas.
Mendadak Siu Su berteriak dan melompat bangun,
"Selanjutnya Siu Su tidak akan mengungkit lagi tentang permusuhan segala"
Meledaklah sorak-sorai kawanan pengemis, bayangan manusia berlompatan ditengah api yang mulai berkobar itu. Sorak gemuruh itu membuat darah Siu Su bergolak, cepat ia berteriak pula,
"Awas, sekeliling pasti sudah dijaga musuh, mundur dulu kemulut lembah, baru nanti kita bertindak menurut keadaan-"
Leng Liong menepuk pundaknya dan berseru, "Bagus, saudaraku"
Segera ia memberi tanda sehingga kawanan jembel itu sama mundur kemulut lembah sana.
Pelahan Buyung Siok-sing mendekati Siu Su, tiba-tiba dikecupnya pipi anak muda itu dan berucap, "Terima kasih"
Berguncang juga perasaan Siu Su, "Kau... .kau. "
Dengan air mata berlinang Buyung Siok-sing berkata dengan terharu, "Kutahu kepedihan hatimu saat ini, aku berterima kasih padamu bahwa engkau telah mengambil keputusan secara bijaksana dan menerima permintaan mereka, baru baru sekarang kutahu hatimu."
Betapa hangat perasaan siu su, ucapnya lirihi "Aku pun berterima kasih kepadamu."
Ditengah berkobarnya api lelatu cinta pun mulai membara- Mereka tidak merasa asing, tidak merasa jauh lagi- segala salah paham dan jarak yang tersisa diantara mereka sekarang, setelah mengalami berbagai ujian antara mati dan hidup, semua rintangan itu kini telah lenyap seluruhnya.
siu su tidak merasa sendiri lagi, seketika tumbuh gairah hidupnya, serunya lantang, "Ayo, terjang keluar dari sini" serentak mereka melompat kemulut lembah-
sementara itu api belum menjalar sampai dimulut lembah- Kawanan pengemis sudah berkumpul disitu- Akan tetapi selat sempit itu kini telah disumbat oleh tumpukan batu yang tinggi sehingga sukar dipanjat- Ditepi selat gelap gulita dan entah berapa banyak musuh yang sudah menunggu disitu.
Dengan muka kelam Leng Liong berkata,
"Selat sempit ini sebenarnya sangat strategis, akan tetapi karena kelalaian kita, sekarang berbalik telah dipergunakan musuh. ai, mungkin... mungkin kita sulit menerjang keluar."
"Kita harus berusaha, Thian tidak membikin buntu jalan manusia " seru siu su-
"Menghadapi kejadian ini, sungguh aku menjadi malu dan menyesal akan sikap kami terhadap dirimu, siu-kongcu." kata Leng Liong dengan gemas,
"Kami minta siu-kongcu memperlakukan mereka dengan welas-asih dan budi kebaikan, tapi cara yang kita tempuh ini tenyata tidak berlaku bagi kawanan binatang buas ini. Akhirnya terpaksa berlaku juga dengan gigi bayar gigi, dengan darah bayar darah dan tidak ada kompromi lagi, sedikit lengah kita sendiri akan dimakan musuh."
Mendadak ia membalik tubuh dan berteriak. "Ayo terjang, saudara"
serentak kawanan pengemis menyambutnya dengan sorak gemuruh terus menerjang keatas. Namun sebelum mereka mendekat, dari balik timbunan batu sudah terjadi hujan panah. seorang anggota Kai-pang segera terjungkal kena panah.
siu su melompat maju dan berteriak.
"orang she Mao, apakah engkau berada diatas?"
Tampak bayangan orang bergerak diatas tebing dan seorang menjawab, "Mao-toaya tidak berada disini"
"siapa pemimpin kalian, suruh tampil untuk bicara." seru siu su.
"Apakah yang bicara dibawah ialah sahabat siu su?" terdengar seorang menegur.
Dari suaranya siu su mengenali siapa dia, teriaknya, "Ci TOki betapapun engkau engkau juga seorang lelaki gagahi mengapa kau gunakan cara licik ini untuk menjebak orang? "
yang bicara diatas tebing memang betul Thi-ta-sucia Ci Tok adanya, ia menjengeki "Hm, seorang lelaki harus berani mengambil keputusan tegas, kita berdiri dipihak berlawanan, setiap kesempatan harus kugunakan, kalau aku tidak turun tangan lebih dulu tentu aku akan mati ditanganmu."
Leng Liong memburu maju dan mendamperat,
"orang she Ci, engkau bangsat yang tidak tahu malu. Kalau orang Kai-pang tidak berlaku murah hati padamu, apakah saat ini jiwamu bisa dipertahankan? ya, salahku sendiri melepaskan kau pergi, tapi engkau ternyata tidak tahu malu dan masih berani membual disini." Thi-ta-sucia bergelak tertawa, "Hahi memangnya siapa yang minta kau lepaskan diriku? setiap permusuhan tidak kenal ampun, kalau tidak berani bertindak tegas dan keji, akhirnya pasti menjadi korban keganasan pihak lawan. Maka apa gunanya baru sekarang engkau menyesal?"
Ia tertawa bangga, lalu menyambung, "Tempat ini memang sudah kami kepung, begitu kukeluar dari selat ini segera kukerahkan segenap kekuatan kami, sekarang kalian sudah terkurung rapat, bersayap juga sukar terbang keluar lagi."
sambil berteriak murka, segera Leng Liong bermaksud menerjang keatas, tapi siu su keburu menahannya dan berkata, "Sabar dulu Leng-pangcu. Keadaan klta jelas d iba wah angin dan tidak menguntungkan jika melawannya dengan kekerasan."
"Tidak dapat melawannya terpaksa harus mengadu jiwa" teriak Leng Liong murka.
"Jiwa kita sendiri tidak menjadi soal, tapi bagaimana dengan jiwa beberapa ratus anggota Kai-pang?" ujar siu su dengan menyesal.
Leng Liong memandang anak buahnya sekejap, lalu menghela napas, memang tidak sulit bagi dirinya bersama siu su dan Buyung siok-sing untuk menerjang keluar kepungan musuhi tapi nasib beberapa ratus kaum jembel ini pasti akan menjadi korban keganasan musuh.
Dalam pada itu terdengar Ci Tok lagi berseru pula dengan tertawa,
"Ha h a, setiap percaturan, salah satu langkah saja akan mengakibatkan kalah totol, maka sebaiknya kalian menyerah dan terima kematian saja-"
Mendadak siu Su berteriak. "Ci TOki sebagai murid utama Mao Kau, adalah pantas jika engkau berusaha dengan segala daya-upaya untuk membinasakan diriku. Tapi ada permusuhan apa antara kalian dengan orang Kai-pang, mengapa mereka juga akan kau binasakan secara keji?-"
"Kai-pang berkomplot denganmu, dengan sendirinya kuanggap musuh juga." seru Thi-ta- sucia.
Jika kau mau membebaskan segenap anggota Kai-pang yang berada disini, aku rela menyerah untuk diperlakukan sesukamu." teriak siu su,
"Kalau tidak. "
"Dan aku pun ikut bersamamu" tukas Buyung siok-sing tegas.
Kedua orang saling pandang sekejap, tampaknya tidak gentar menghadapi maut.
Terdengar Ci Tok berteriak diatas, " Kalau tidak lantas bagaimana?" "Kau tahu sendiri, dengan kepandaianku dan siok-sing juga Leng-pangcu, memangnya kami tidak mampu mendaki keatas untuk melabrak kalian dan apakah kalian pasti dapat menawan kami?" seru siu su-
"Jika sasaran yang kalian tuju cuma diriku seorang, untuk apa mesti banyak menimbulkan korban tak berdosa?"
Diatas tebing terhening sejenak, tapi d iba wah lembah lantas gempar, kawanan pengemis sama berteriak. "Tidak bila siu-kongcu mati biarlah kami pun ikut binasa-"
Kemudian terdengar jawaban ci Tok dari atas, "Memang tujuan kami ialah dirimu dan tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain. Tapi apa yang kau katakan apakah dapat dipercaya? Engkau akan pegang janji?"
"Tentu saja kupegang janji" teriak siu su. "Tidak-" mendadak Leng Liong membentak- "Leng-pangcu. "
Belum lanjut ucapan siu su, dengan gusar Leng Liong memotong lagi,
"Caramu bicara ini bukankah menganggap segenap anggota Kai-pang kami sebagai manusia pengecut? kami lebih suka gugur semua disini juga takkan membiarkan engkau mati sendirian. Apalagi kejadian hari ini juga tidak seluruhnya tanggung jawabmu."
"Habis apa kehendak Leng-pangcu?" tanya siu su
"Terjang keluar saja kalau bisa, kalau tidak bisa biarlah mati bersama disini, betapa pun rasa setia kawan harus kita junjung tinggi." teriak Leng Liong, serentak anggota Kai-pang berteriak setuju, segera Leng Liong memberi tanda,
"Ayolah saudara, terjang keatas"
Ia sambut sebelah golok yang disodorkan seorang anak buahnya dan segera mendahului melompat keatas, dia bergerak dengan cepat dan gesit, dalam sekejap saja sudah mencapai pinggang tebing.
Terdengar Thi-ta-sucia membentak diatas, "Tua bangka, kau cari mampus"
sekali dia memberi komando, terjadilah hujan panah.
Leng Liong memutar goloknya dengan kencang untuk melindungi sekujur badan, tapi panah yang berhamburan itu sungguh sangat mengejutkan, karena menahan sambaran panah. untuk menerjang keatas jadi terhalang.
Panah yang dibidikkan dari atas itu tidak dilakukan oleh pemanah biasa, melainkan oleh jago silat yang tangguhi maka kekuatannya juga luar biasa. sebaliknya kungfu kawanan pengemis tidak terlalu tinggi, namun semangat tempurnya menyala-nyala. Mereka tidak seluruhnya bersenjata, tapi dengan bertangan kosong mereka tetap menerjang keatas sambil berteriak murka.
Hujan panah dari atas terus berlangsung diselingi pula dengan batu. Ditengah suara teriakan dan bentakanjuga terseling jeritan.
sudah berpuluh orang Kai-pang terguling kebawah sebelum mencapai pinggang tebing, namun orang yang dibawah tidak patah semangat, berturut-turut mereka menerjang keatas tanpa gentar.
siu su menggeleng kepala sambil melirik kesamping. Buyung siok-sing juga sedang memandang padanya dan berkata,
"Ayolah terjang saja" serentak kedua orang melompat keatas.
Dalam pada itu sepotong batu sebesar gentong lagi melayang turun menghantam kepala Leng Liong dengan dahsyat, waktu itu Leng Liong sudah hampir mencapai tebing, terpaksa ia angkat golok menahan tindihan batu besar itu. Terdengar suara "kreks, golok patah menjadi dua.
sekuatnya sebelah tangan Leng Liong menyampuk pula sehingga batu itu tertolak kebelakang, "blang", batu itu terus tergelincir kebawah menimbulkan suara gemuruh.
Namun Leng Liong sendiri juga tidak mampu hinggap dipinggir tebing, ia ikut tergelincir. Lebih celaka lagi hujan panah masih berhamburan, ia sempat menangkis dua-tiga batang panah. tapi panah yang lain telah menembus bahunya, Ia tidak tahan lagi dan terguling kebawah.
Kawanan pengemis sama menjerit kuatir, untuk menolongnya jelas sangat sukar, syukurlah pada detik berbahaya itu mendadak dua sosok bayangan melayang tiba dari samping, keduanya sempat meraih tangan Leng Liong dan dibawa melayang turun kebawah dengan enteng.
Kedua penolong ini adalah siu su dan Buyung siok-sing. Terlihat panah menancap cukup dalam dibahu Leng Liong, muka pengemis tua itu pucat pasi, dahi penuh butiran keringat, jelas menahan rasa sakit.
Namun orang tua ini tidak menghiraukan lukanya, dengan mengertak gigi ia berseru, "Jangan urus diriku, terjang saja kalian, labrak mereka"
sebagian anggota Kai-pang sama berkerumun untuk memeriksa luka sang Pangcu, karena seruan ini, serentak mereka berteriak.
"Ayo serbu, bunuh musuh untuk membalas dendam bagi Pangcu" Tiba-tiba siu su berteriak. "Nanti dulu" "Siu-kongcu ada pesan apa?" tanya beberapa pimpinan Kai-pang-
"Kalian tidak membawa sesuatu alat pelindung, cara menyerbu musuh juga tidak pakai siasat, kalau menerjang cara begini saja tentu akan mati konyol," kata siu su,
"Maka sebaiknya istirahat sebentar sambil berusaha mencari benda sebangsa kayu atau bambu untuk dianyam menjadi tameng, lalu mencari senjata tajam lain untuk membunuh musuh-"
salah seorang jembel menanggapi dengan menyesal,
"sayang, senjata kita sudah terlanjur dikubur bersama jenazah kawan-kawan yang gugur. Maklumlah waktu itu kita sudah bersepakat tidak akan bunuh membunuh lagi, siapa tahu-..
.siapa tahu bisa terjadi demikian lagi"
siusu merasa gegetun juga, segera ia berkata pula,
"Biarpun tidak punya senjata tajam, dapat juga kita potong bambu untuk dijadikan pedang dan kayu dijadikan golok daripada bertangan kosong. Ayolah saudara, pergilah berusaha"
setelah memberi petunjuk, segera ia angkat Leng Liong dan mundur ketempat yang terlindung.
Dilihatnya api tidak menjalar sampai didekat mulut lembah ini, sebab dibagian sini tidak tumbuh rumput, sedangkan angin meniup kearah sana.
Meski untuk sementara mereka dapat terlindung dari bahaya, tapi menghadapi jalan buntu, tidak terbakar mati tentujuga akan mati kelaparan dan kehausan jika terkurung lama disini.
Bilamana keadaan sudah payah, tentu pihak musuh akan menyerbu kebawah, dalam keadaan lemah mereka juga akan terbunuh.
Makin dipikir makin ngeri siu su, namun diluar ia tetap berlagak tenang. Betapapun ia harus menegakkan semangat tempur orang Kai-pang.
Pelahan ia menaruh tubuh Leng Liong dan bermaksud mencabut panah yang bersarang ditubuh pengemis tua itu.
Namun Buyung siok-sing lantas mencegahnya.
"Jangan dicabut, disini tidak tersedia obat luka, juga tidak ada air bersih, bila panah dicabut, bisa jadi lukanya akan membusuk dan tangan Leng-pangcu akan menjadi. "
Ia menghela napas dan tidak melanjutkan.
Sedih juga Siu Su melihat luka Leng Liong, ucapnya rawan, "Leng-pangcu, sebelum ini pernah aku membual bahwa sama sekali tidak mengharapkan bantuan Kai-pang, tentu.. tentu
Pangcu masih ingat kata-kataku itu?" Leng Liong tersenyum pedih, katanya, "Waktu itu kubongkar asal-usulmu, dengan sendirinya engkau marah padaku."
"Dan siapa tahu pada saat diriku terpencil dan menghadapi kesukaran, justru saudara dari Kai-pang yang telah membantuku dan mengadu jiwa bagiku-.. ." karena terharu, siu su tidak sanggup meneruskan ucapannya.
"Sudahlah, dalam keadaan demikian janganlah bicara soal ini lagi." bujuk Buyung siok-sing.
Dalam pada itu sekawanan pengemis telah mendapatkan segebung bambu dan kayu, senjata tajam sebangsa pedang dan golok cuma ditemukan beberapa buah saja, perisai juga dapat dibuat beberapa buah-
salah seorang pengemis menyodorkan dua batang pedang bambu kepada siusu dan Buyung siok-sing, katanya,
"Siu-kongcu, meski pedang bambu ini sangat enteng, tapi sudilah engkau menerimanya untuk digunakan, semoga dengan pedang bambu ini siu-kongcu dapat membalaskan dendam Pangcu"
Dengan tersenyum siu Su menerima pedang bambu itu dan mengucapkan terima kasih. setelah istirahat, kawanan pengemis lantas mendesak siu su memberi perintah serangan lagi-
"Cayhe masih terlalu muda, mana berani kupegang pimpinan terhadap hRuoiPYfi Kai-pang yang jauh lebih berpengalaman." kata siu su.
Mendadak Leng Liong membuka mata dan berucap, "Keadaan sangat mendesaki aku pun terluka parahi masakah siu-kongcu tidak mau menggantikan diriku untuk memimpin saudara kita dalam pertempuran ini?"
Merasa besar sekali tanggung jawab ini, siu su termenung sejenaki, akhirnya berkata dengan ikhlas, "Baik, terpaksa kuturut kehendak Pangcu." segera ia berdiri dan mengawasi keadaan anak buah Kai-pang.
Malam berkabut, sisa api unggun disana-sini yang belum terpadamkan tampak gemerdep. Kawanan pengemis itu sudah berkerumun didepannya dan siap mendengarkan perintahnya untuk bertempur.
Lebih dulu siu su memberi perintah agar berbaris rapi dan menghitung jumlah anggota barisan.
segera bergema suara berhitung "satu" dan seterusnya, seluruhnya ternyata berjumlah 147- orang. Tapi diam-diam siu su menyuruh anggota barisan nomor satu agar segera menyambung hitungan terakhir bilamana suara hitungan pada ekor barisan berhenti-
Maka terjadilah ulangan berhitung dua kali I47, suaranya bergema nyaring, penuh semangat dan juga mengharukan. Nyata siu su sengaja menggunakan siasat menambah jumlah anak buah untuk mengelabui musuh dalam kegelapan malam.
Tentu saja musuh yang berada diatas tebing sana terkesiap, jika benar jumlah anggota Kai- pang masih sekian banyaknya berarti dalam pertempuran tadi korban pihak Kai-pang hampir tidak ada artinya.
Namun Thi-ta-sucia Ci Tok memang bukan anak kemarin yang gampang dikibuli, dia berbalik menjengek dan berteriak.
"Huh, memangnya kau kira dengan siasatmu ini dapat kau gertak diriku? orang lain mungkin dapat kau tipu, tapijangan harap akan dapat mengelabuiku jika hitunganmu dikurangi mungkin aku akan percaya, tapi hitunganmu terlampau banyak, apakah orang Kai-pang semuanya orang baja dan tidak bisa mati sehingga pertempuran tadi tidak jatuh korban sama sekali?"
Mendengar suara Ci Tok itu, diam-diam siu su mendongkol, mau-tak-mau ia pun mengakui kehebatan orang ini.
segera ia mengatur lagi dengan suara tertahan ia memberi aba-aba, "147- orang pun sudah cukup, bagi setiap sepuluh orang menjadi satu regu sehingga seluruhnya ada 14 regu, sisa tujuh orang boleh tinggal disini untuk menjaga Leng-pangcu."
"Tidak perlu." Leng Liong berusaha meronta bangun, "Tinggalkan satu orang saja, yang lain boleh ikut pergi bersama siu-kongcu."
serentak anggota Kai-pang bersorak gemuruh dan membentuk regu masing-masing. Lalu siusu memberi perintah lagi,
"Ke-empat belas regu siap untuk menyerbu, gerak serangan harus terpencar-pencar dan jangan bergerombolan disuatu tempat." Kawanan pengemis sama mengiakan.
"Ayo ikut padaku" bentak siu su, segera ia mendahului berlari kedepan diikuti oleh Buyung siok-sing.
Maka serangan kedua seoera terjadi lagi dengan lebih dahsyat.
Meski serbuan mereka sangat berani, namun apa mau dikatakan lagi, kedudukan tempat kurang menguntungkan, penjagaan musuh sangat ketat dan diatas lagi, setiap sebuan keatas berarti harus membayar dengan sangat mahal.
Panah beterbangan seperti belalang, batu berhamburan seperti hujan, yang hidup berteriak dan membentaki yang terluka merintih dan meratap.
siu su dan Buyung siok-sing berlari kian kemari menolong anak murid Kai-pang, tapi dimana- mana mereka juga menghadapi hujan panah dan batu.
Karena tangan mereka terikat menjadi satu, gerak-gerik mereka memang kurang leluasa, apalagi mereka harus menjaga keselamatan orang Kai-pang, jelas serangan mereka gagal pula- Anggota Kai-pang sudah banyak yang roboh lagi, mati dan terluka, bila serbuan diteruskan, umpama akhirnya dapat membobol kepungan musuhi sisa orang Kai-pang tentu juga tinggal sekian orang saja. Belum lagi Leng Liong yang masih tertinggal didasar lembah itu.
Dalam sekejap itu terpaksa ia harus mengambil keputusan tegas lagi, cepat ia memberi aba- aba mundur. Dua pedang bambu berputar kian kemari melindungi anak buah KaU-pang. serangan mereka telah gagal total.
Mayat tambah banyak bergelimpangan, hati bertambah pedih- siu su dan siok-sing berdiri ditengah remang kabut malam memandangi mayat dan darah yang berceceran.
suasana sunyi pula, hanya terdengar rintih anggota Kai-pang yang terluka serta engah napas orang yang kelelahan.
Leng Liong duduk bersandar dipangkuan seorang anggota Kai-pang dengan wajah pucat seperti mayat, matanya merah penuh garis-garis berdarah, mendadak ia menarik napas panjang dan berteriak. "Siu-kongcu, nona Buyung "
Habis itu ia terus tak sadarkan diri- Tentu saja anggota Kai-pang sama panik, semuanya kelab akan dan khawatir.
"Tidak apa-apa, Leng-pangcu cuma pingsan saking marah dan duka, tidak berhalangan," kata siu su pedih.
"siu-kongcu," seru seorang pimpinan Kai-pang,
"daripada bertahan menanti ajal, akan lebih baik bertempur matikan saja. Biar cuma satu orang saja lolos dari sini kan juga ada harapan untuk menuntut balas kelak, kalau tidak- - -
kalau tidak "
suaranya menjadi tersendat dan tidak mampu meneruskan lagi, namun apa maksudnya sudah cukup dipahami orang banyak-
Diam-diam siu su menghela napas, namun sikapnya semakin teguhi ucapnya,
"Pada waktu subuh, penjagaan musuh musuh pasti akan kendur, tatkala mana aku akan coba menyerbu lagi, sekarang hendaknya kalian istirahat dulu, jangan ragu dan bingung. "
"Maksud siu-kongcu akan. akan menerjang sendirian dan kami ditinggalkan disini?" seru
anggota Kai-apng tadi dengan melengak- "Betul," kata siu Su tegas.
"Jika kalian ikut menerjang hanya akan mati konyol belaka, biarlah kucoba sendirian dan mungkin akan berhasil. Asalkan dapat kubobol kepungan musuhi tentu akan kuganggu barisan panah mereka, dalam keadaan kacau barulah kalian menerjang keatas."
"Tapi- - - tapi kalau siu-kongcu juga... juga gagal.. " "Jika aku gagal, dengan kematianku tentu mereka pun takkan membikin susah kalian lagi, bisa jadi kalian akan dilepaskan, paling tidak korban lebih banyak akan dapat dihindarkan?"
Kawanan pengemis menjadi gempar pula, teriak mereka, "Kalau mau terjang biarlah kita terjang bersama, kami tidak "
"Diam" bentak siusu,
"Kuberikan perintah selaku wakil Pangcu kalian, masa kalian berani membangkang perintah pimpinan? Ayolah lekas mencari tempat istirahat, Fajar sudah hampir menyingsing."
suaranya tegas dan koreng sehingga kawanan pengemis tidak berani ribut lagi.
Waktu siu su berpaling, dilihatnya muka Buyung siok-sing pucat kurus, sinar matanya juga buram, tanpa terasa ia menghela napas, ucapnya haru, "Aku aku telah bikin susah padamu. "
Buyung siok-sing tersenyum pedih, ucapnya,
"Dapat mati bersamamu, bahagia rasa hatiku.. " Pelahan ia mendekatkan tubuhnya dan
menyandarkan kepalanya dibahu siu su.
Dalam keadaan demikian, segala tata adat sudah tidak dihiraukannya lagi, tidak pantang diketahui orang pula, segenap perasaan kasih-sayangnya telah dicurahkan pada gerak-gerik dan tutur katanya.
Hanya pada saat tertimpa malang, terutama pada waktu menghadapi antara hidup dan mati manusia lebih mudah mengutarakan isi hatinya yang murni, setelah mengalami beberapa kali bahaya maut, pengertian antar siu su dan Buyung siok-sing bertambah mendalam.
sekarang mereka saling pandang dengan mesra.
Pada saat itulah se-konyong-konyong terdengar orang berteriak diluar lembah sana, "siapa itu yang berkumpul diatas, apakah pertemuan Kai-pang diadakan disini?" Mendengar suara itu, seketika semangat siu su terbangkit.
Terdengar seorang lagi berseru,
"Inilah Ciok-Lin, Cu Pek ih dan Hoa-san-gin ho yang berkunjung kemari"
siu su kegirangan, desisnya, "Itulah suara Toan bok Hong-cing, ayolah kita menyongsongnya kesana"
segera terdengar juga bentakan Thi-ta-sucia ci Tok "Jalan disini sudah tertutup, barang siapa berani sembarangan menerobos kesini harus menanggung resiko kemungkinan akan mati"
suara Cu Pek ih diluar lembah lantas mendamperat, "Kentut anjing Tuanmu mau datang bisa segera datang, mau pergi boleh segera pergi, siapa yang berani merintangi kami?"
Dalam pada itu siu su dan Buyung siok-sing lantas melompat kesana sambil berteriak. "Toan bok-heng, siu su terkurung disini"
"Hahi jadi siu-heng terkurung didalam?" terdengar Toan Bok Hong-cing berseru kaget diluar lembah-
"Betul, kami terkurung dan Leng-pangcu terluka, mohon Toan Bok-heng suka membantu." seru siu su.
"Jangan kuatir, siu-heng, segera kami datang" teriak Toan Bok Hong-cing.
segera siu su memutar pedang bambu mendahului menerjang kedepan dan segera Buyung siok-sing juga membuntutinya, setiap kali siu su berebut dibagian depan untuk menghadapi hujan panah dan batu yang dihamburkan musuh.
sekali ini anak muda itu terlebih gagah berani lagi tanpa memikirkan mati dan hidup, seperti kesetanan ia menerjang keatas-
Dibalik tebing sana juga ramai suara bentakan dan makian orang. Agaknya Cu Pek-ih, Hoa- san-gin-ho, Ciok Lin dan Toan Bok Hong-cing berempat juga mulai melancarkan serangan.
"Penjagaan dibalik tebing sana memang lebih lemah, tempatnya juga tidak curam seperti sebelah tanah mangkuk sini. Maka dengan tidak terlalu susah hanya sebentar saja Toan Bok Hong-cing dan Hoa-san-gin-ho sudah mendahului menerjang keatas timbunan batu yang menyumbat jalan selat itu. Tertampak dua jalur sinar pedang berputar kian kemari, hanya sekejap saja para penjaga disitu sudah dihalau hingga kocar-kacir, sambil membentak siu su terus meloncat lebih keatas lagi. Terdengar Ci Tok berteriak. "Lepaskan panah. yang lari mati"
sekali pukul ia binasakan seorang anak buahnya yang berusaha kabur, yang lain menjadi jeri dan tidak berani mundur lagi, cepat anak panah dihamburkan pula-
Baru saja siu su menerjang sampai diatas tumpukan batu, tiba-tiba sinar golok berkelebat dan menyambar kepalanya, dari belakang terdengar juga suara mendesing ramai, entah berapa banyak anakpanah menyambar tiba pula-
Jika ia menghindar golok tentu tidak dapat mengelakkan panah. jika mengelak sambaran panah berarti sukar menghindari golok-
Melihat bahaya yang mengancam siu su itu, Hoa-san-gin-ho terperanjat-Jaraknya paling dekat dengan siu su, segera ia angkat pedang dan bermaksud memburu maju untuk menolongnya.
Tapi baru saja pedang bergeraki mendadak timbul sesuatu pikirannya, "Dia adalah putra musuh pembunuh ayahku, sekalipun aku tidak menuntut balas padanya, mana boleh kutolong dia pula?" Karena pikiran ini segera ia urung bergerak- Dilihatnya siu su lagi mengayun pedang bambu, lebih dulu menangkis golok yang menyambar tiba, berbareng itu pedang bambu terus menyabet kebelakang sehingga panah tersampuk rontok-
Pada saat itujuga, batu dan panah juga berhamburan kearah Hoa-san-ginho, sebaliknya dia sedang mengelamun dan tidak merasakan bahaya yang mengancam.
Disebelah sana Cu Pek Ih, Ciok Lin dan Toan Bok Hong-cing sedang menerjang musuhi mereka terkejut melihat Hoa-san-gin-ho terancam maut, ingin menolong pun tidak keburu lagi.
Hanya jarak siu su dengan Hoa-san-gin-ho paling dekat, cepat anak muda itu melompat maju dan menariknya mundur sambil berteriak. "Turun"
Karena ingin menolong orang lain, ia lupa pergelangan tangan sendiri terikat bersama tangan Buyung siok-sing, karena menarik Hoa-san-gin-ho, tangan sendiri menjadi kesakitan dan Buyung siok-sing ikut terseret roboh kebelakang-
Lebih celaka lagi sepotong batu kebetulan menimpa tiba menyerempet tulang pundak Hoa- san- gin-ho-
Jago Hoa-san itu menjerit kaget, pedangnya berputaran kebelakang merontokkan hujan panah. tubuh sendiri juga ikut anjlok kebelakang.
Memangnya siu su dan Buyung siok-sing tidak dapat berdiri tegak lagi, mereka pun terseret jatuh dan berguling kebawah timbunan batu.
Hujan batu dan panah masih terus berlangsung dan tampaknya mereka bisa terkubur oleh longsoran batu.
Tentu saja Cu Pek Ih, Toan Bok Hong-cing serta Ciok Lin terkejut, cepat mereka berusaha menolong, pedang mereka berputar kencang menghalau hujan panah-
Ditengah keributan itu, mendadak siu su membentaki "Pergi" sepotong batu yang menggelinding tiba didepaknya terpental.
Kesempatan itu segera digunakan Hoa-san-gin-ho untuk melompat bangun, dengan pedang berputar untuk melindungi tubuh dari hujan panah, tangan lain ia tarik siu su berikut Buyung siok-sing dan melompat mundur dua-tiga tombak jauhnya, segera Cu Pek Ih, Ciok Lin dan Toan Bok Hong-cing juga menyusul tiba.
Hujan panah dan batu masih terjadi, tapi rombongan siu su sempat menyingkir ketempat yang terlindung, sejenak kemudian serangan dari atas itu baru berhenti-Keenam orang sama menarik napas lega dan saling pandang dengan melenggong.
Dengan tenaga gabungan mereka berenam mestinya mereka dapat menerjang keatas tebing, jika sudah demikian, musuh yang berjaga diatas mana bisa melawan kungfu mereka berenam. Tapi lantaran pikiran sesat Hoa-san-gin-ho yang timbul sekilas itu telah membikin usaha mereka gagal berantakan.
Hoa-san-gin-ho berdiri termangu sejenak, katanya kemudian dengan menyesal, " Akulah yang salah, maaf, aku telah membikin susah kalian"
"Sebenarnya juga tidak dapat menyalahkan Toheng." ujar Toan Bok Hong-cing dengan gegetun,
"jika aku menjadi dirimu, mungkin pedangku tadi sudah kutabaskan pada tubuh siu-heng."
Ciok Lin juga menghela napas, "Ai, dendam selama dua puluh tahun, siapa pun sukar menghapusnya.Jika Toheng mau bertindak bijaksana begini sudah harus dipuji- Maka untuk urusan ini tak perlu Toheng menyesali diri sendiri, kami dapat memahami perasaanmu-"
Ketika berada di kelenteng bobrok ditengah hujan badai tempo hari Siu su telah mendengar permusuhan ayahnya dengan Hoa-san-gin-ho, sekarang ia pun merasa menyesal dan tidak dapat memberi komentar.
"Sudahlah, jika kalian masih menyesali kejadian tadi, kukira kalian telah salah sangka." seru Cu Pek Ih dengan tertawa,
"Kalau tidak ada kejadian tadi, mana bisa Gin-ho Toheng bergandengan tangan bersama siu-siauhiap-"
Waktu mereka memandang kesana, benar juga tertampak Hoa-san-gin-ho masih memegangi tangan siu su dan keduanya lagi saling pandang, segala ganjalan hati seketika pun buyar tanpa bekas-
"siu-heng," ucap Hoa-san-gin-ho dengan menyesal,
"segala kejadian yang lalu biarlah lalu, permusuhan orang tua juga biarkan saja lampau-" siu su merasa terharu dan berterima kasihi ucapnya dengan tersendat, "Totiang sungguh
bijaksana dan berbudi luhur. Aku-.. akujadi "
"Ahi masakah perlu dipuji lagi." seru Cu Pek Ih dengan tertawa,
"jika dia tidak bijaksana dan berbudi luhur mana dapat berkawan dengan kita."
Tiba-tiba Buyung siok-sing berkata dengan terharu kepada siu su.
"setelah segala urusanmu terselesaikan, seharusnya engkau dapat berlapang dada."
Baru sekarang semua orang memperhatikan Buyung siok-sing, melihat perempuan secantik ini, biarpun cu Pek Ih dan lain-lain adalah kesatria gagah perkasa juga melenggong terkesima.
segera siu su memperkenalkan mereka, semua orang bertambah kejut dan heran setelah mengetahui siapa Buyung siok-sing. Toan Bok Hong-cing tertegun sejenaki mendadak ia tertawa dan berkata,
"Sungguh tak tersangka, sungguh peristiwa yang mengejutkan, semula aku dan ciok-heng berkuatir bagimu, siapa tahu kalian malah sudah. "
Ditengah gelak tertawanya ia tidak melanjutkan ucapannya, namun wajah Buyung siok-sing lantas merah jengah.
sama sekali tokoh-tokoh ini tidak menyangka Buyung siok-sing adalah gadis secantik ini, mereka pun ikut senang melihat hubungan mesra antara siu su dan nona cantik ini.
seketika mereka seperti lupa berada dalam keadaan bahaya. Anak murid Kai-pang juga bersemangat melihat mereka bersenda gurau, apalagi kedatangan bala bantuan empat tokoh kelas tinggi, sudah lama mereka dengar nama kebesaran pendekar pedang ini, dengan kedatangan mereka jelas bahaya mereka akan sangat berkurang.
Dalam pada itu terdengar Cu Pek Ih lagi berkata, "Tinggal lebih lama disini bukan cara yang baik, ayolah kita menrejang lagi keatas, biarpun penjagaan masih cukup ketat. dengan tenaga gabungan kita masakah tidak mampu membobolnya?"
siapa tahu, belum lenyap suaranya tiba-tiba dari atas berkumandang suara jengekan seorang,
"Hm, sekarang jangan harap lagi kalian mampu membobol kepungan lagi, jika tidak percaya boleh saja dicoba" suaranya serak tua, penuh nada mengejek-Air muka siu su berubah, serunya,
"Hahi itu dia Leng-coa Mao Kau"
"Betul, inilah orang she Mao-" dengus suara diatas tebing.
Beramai- siu su dan lain-lain melompat kemulut selat, waktu mereka memandang keatas, tertampak bayangan orang berjajar memenuhi puncak tebing, beratus orang pemanah telah siap dengan busurnya.
Mao Kau tampak berdiri ditengah barisan dan lagi berteriak. "Inilah barisan pemanah kami yang sudah terlatih, inilah kekuatan inti pengepungan ini, biarpun kalian punya sayap juga jangan harap akan mampu terbang keluar"
"Hehe, juga belum tentu" jengek Kim-kiam-hiap Toan Bok Hong-cing. "Kalau tidak percaya, kenapa tidak kau coba?" ejek Mao Kau.
"Kenapa aku tidak berani mencoba?" bentak Toan Bok Hong-cing, segera ia putar pedang hendak menerjang keatas. Mendadak Mao Kau berteriak malah, "Nanti dulu" Ia memberi tanda, segera dua orang lelaki yang berdiri disebelahnya masing-masing mengangkat sebuah karung keatas. "Nah, kalian lihat jelas"jengek Mao Kau, "isi karung ini adalah belirang dan obat pasang, apabila kalian berani sembarangan bergeraki seketika jiwa kalian akan melayang dengan badan hancur lebur."
Para kesatrua sama terkesiap oleh Ancaman itu, Toan Bok Hong-cing juga menyurut mundur ketempat semula.
"Hahaha, kalian tahu, barang perenggut nyawa kalian ini sudah lama kami siapkan, soalnya cuma menunggu kedatanganku saja, sebab itulah sejak tadi belum dipergunakan," Leng-coa Mao Kau mengejek pula,
"Dan sekarang, haha, sudah tiba saatnya kalian dikirim menghadap raja akhirat" "Tua bangka, jangan semberang" teriak Cu Pek Ih dengan tertawa.
"Huh, meski diluar kau bicara tanpa gentar, tapi didalam hati sebenarnya ketakutan setengah mati."jengek Mao Kau.
Meski lahirnya para kesatria tetap tenang saja, tapi didalam hati masing-masing memang mulai gelisah- Dalam keadaan demikian, cara bagaimana pun mereka menerjang memang tidak ada jalan lolos dan tampaknya pasti akan hancur dibawah obat ledak musuh.
Tiba-tiba Mao Kau berteriak pula dengan tertawa gembira,
"Hahaha, cuma kalian pun tidak perlu gugup dulu, sebab untuk sementara ini kalian masih diberi kesempatan hidup sebentar lagi. " ia sengaja berhenti sejenaki lalu menyambung,
"Nah, apakah kalian mendengar suara apa yang bergema diluar lembah sana"
Waktu semua orang mendengar dengan cermat, terdengar diluar selat sempit sana bergema suara roda kereta yang ramai disertai ringkik kuda, diantaranya terseling pula suara palu dipukulkan, agaknya seperti orang lagi membangun rumah dan memasang barak.
"orang she Mao, sesungguhnya sandiwara apa yang sedang kau mainkan?" teriak Cu Pek Ih tak tahan.
"Hahahaha" Mao Kau terbahak-bahaki "Betapa pun kalian pasti tidak dapat menerkanya, saat ini diluar selat, ditanah lapang yang agak landai itu sedang dibangun barak besar yang mengatur tempat duduki disitu akan diadakan pesta pora dan pesta besar."
"Pesta pora?"
"Pesta apa?" tanya Cu Pek Ih dengan heran.
Watak orang ini paling lugas, juga suka tertarik oleh sesuatu urusan, dimana dan kapan saja sukar berubah siIatnya itu, biarpun menghadapi pertarungan antara mati dan hidup seperti sekarang juga siIatnya yang ingin tahu sesuatu tidak pernah hilang.
Dengan tertawa Mao Kau lantas berkata, "Pesta pora tentu saja karena ada sesuatu perayaan, yakni perayaan pernikahan" "Pernikahan?" cu Pek Ih menegas,
"siapa yang akan menikah? Memangnya sudah tua bangka seperti dirimu masih akan ambil bini muda? Hehe, bisa jadi sebelum masuk kamar pengantin kau harus menulis surat wasiat dulu bagi binimu."
"Huh, kematian sudah didepan mata, masih berani bermulut kotor," jengek Mao Kau, "Jika kau ingin tahu perayaan pernikahan siapa, haha, boleh juga kuberitahukan terus
terang. Hari ini tak lain tak bukan adalah hari bahagia putriku Bun-ki, hari pernikahannya dengan Tio Kok-beng, murid pujaan Kun-lun-pai... ."
semua orang sama melengaki siu su saling pandang dengan Buyung siok-sing, entah terkejut atau heran, entah suka atau duka.
"Tak tersangka dia masih mau menikah dengan orang lain. " ucap Buyung siok-sing dengan
gegetun.
Dalam pada itu terdengar Mao Kau lagi berteriak.
"Nah, untuk lebih meriahkan pesta nikah putriku, bila tiba saatnya, sebentar beberapa puluh karung obat peledak yang telah kami siapkan ini sebagai mercon segera akan kami pasang. Pada waktu upacara nikah putriku berlangsung, pada saat yang sama kalian pun akan hancur- lebur."
Kembali semua orang terkejut dengan jantung berdebar dan juga sangat gusar.
Mendadak terdengar pula roda kereta berdetak ramai, beberapa buah kereta masuk lagi kelembah situ. Menyusul beberapa orang berlari keatas tebing, seorang diantaranya berseru, "Mempelai baru sudah tiba, apakah suhu perlu mengatur sesuatu, disini biar Tecu menggantikan terjaga dan tentu takkan terjadi sesuatu."
"Baik," kata Mao Kau, lalu ia berteriak lagi kebawah dengan tertawa,
"Haha, karena hari ini aku terlalu sibuk menghadapi upacara bahagia terpaksa tak dapat kutemui lebih lama. Tapi kalian jangan kuatir akan kesepian, sebentar bila tiba saatnya masih akan kutemui kalian untuk terakhir kalinya." Ditengah gelak tertawanya ia lantas tinggal pergi.
Tidak kepalang gemas Cu Pek Ih, berulang ia mengentak kaki dan menggurutu. "Waktunya sudah mendesak-" kata Toan Bok Hong-cing dengan prihatin,
"apa pun juga kita harus menerjang mati-matian daripada terkubur konyol disini-"
Ciok Lin meraba pedangnya dan mengangguk setuju, seketika semangat semua orang terbangkit dan siap tempur.
"Tunggu sebentar" tiba-tiba Buyung siok-sing berkata dengan tersenyum. "Kukira saat inijuga bintang penolong kita sudah tiba-" semua orang melengak- "siapa yang kau maksudkan?" tanya siu su heran.
"Masakah kau lupa kepada kedua murid Mao Kau yang telah berganti haluan itu?" ujar Buyung siok-sing dengan tertawa.
siu su jadi teringat kepada apa yang didengarnya dikelenteng bobrok waktu hujan lebat tempo hari, serunya dengan tertawa,
"Aha, betul"
Belum habis ucapannya, tiba-tiba terdengar serentetan suara jeritan diatas tebing, belasan sosok tubuh serentak terlempar kebawah, menyusul seorang berseru diatas,
"Ayolah, lekas kalian menerjang keatas" Tanpa ayal lagi para kesatria bergerak dan menerjang keatas.
suasana diatas tebing sudah mulai kacau, walaupun ada juga terjadi hujan panah juga sukar menahan terjangan beberapa tokoh Bu-lim kelas satu ini.
Kiranya beberapa anak murid Mao Kau yang berkhianat, yaitu Thi Peng, Auyang Beng, Utti Bun dan Pang Kin baru sekarang mulai bergerak.
Thi Peng telah memancing Mao Kau dan ci Tok kebawah tebing, lalu mereka menyergap penjaga diatas tebing dan dilempar kebawah.
Kecuali keempat murid Mao Kau itu, ada lagi beberapa orang yang dihasut mereka dan ikut berontak- Kawanan lelaki putus jari yang pernah bersumpah setia kepada Mao Kau menjadi kaget, seketika mereka menjadi bingung dan tidak tahu apa yang terjadi-
sebenarnya dilembah sana sudah dibangun barak darurat untuk pesta, meja kursi juga sudah diatur, Mao Bun-ki telah berdandan sebagai pengantin baru dengan cadar sutera merah dan duduk termenung didalam barak.
Tio Kok beng alias Kong-yu Taisu juga sudah berdandan rapi dan asyik mengobrol membicarakan upacara yang akan berlangsung sebentar lagi.
siapa tahu mendadak terjadi pemberontakan anak buahnya, keruan Mao Kau kaget dan berteriak.
"He, Thi Peng, apakah kalian sudah gila?"
Belum lenyap suaranya, tahu-tahu Cu Pek Ih sudah melayang tiba sambil bergelak tertawa, "Haha, orang she Mao, janganlah engkau bergembira dulu, entah siapa yang akan berpesta
pora sebentar nanti?" secepat terbang cu Pek Ih menubruk tiba sampai didepan Mao Kau, pedang terus menusuk dada musuh. Cepat Mao Kau mengelak dan menyurut mundur, pada saat itulah MaoBun-ki yang kelihatan duduk termenung itu mendadak melompat bangun sambil meloloskan pedang merah dari balik baju pengantinnya.
Pedang merah itu hampir tidak pernah berpisah dengan dia, biarpun akan menikah juga tetap membekal senjata, segera ia membentak nyaring,
"siapa berani mencelakai ayahku?"
"Menyingkir, budak liar" bentak Cu Pek-ihi berbareng pedang lantas menabas.
Tanpa bicara Bun-ki menangkis dengan pedang merehnya, kedua pedang beradu, kontan tubuh Cu Pek Ih bergetar seperti terkena arus listrik-
Pada saat itu juga pedang cu Pek Ih pun terlepas dari pegangan, sebaliknya Bun-ki lantas menabas pula denganpedang merah-sambil melompat mundur cu Pek Ih berteriak.
"Aneh.. aneh"
Dalam pada itu para kesatria juga sudah memburu tiba, Toan Bok Hong-cing lagi perang tanding dengan Tio Kok-beng dan sukar ditentukan kalah menang dalam waktu singkat.
orang lain sama terkesiap juga melihat satu kali gebrak saja Cu Pek Ih lantas kecundang, seketika tidak ada yang berani menggantikannya-
Maklumlah Jing-hong-kiam Cu Pek Ih terkenal sebagai pendekar pedang terkemuka, betapa lihai ilmu pedangnya jarang ada bandingannya, tapi hanya satu jurus saja dia dikalahkan Mao Bun-ki, dengan sendirinya orang lain menjadi jeri-
"siapa berani maju lagi?" tantang Bun-ki sambil berdiri disamping sang ayah- segera siu su bermaksud menubruk maju, tapi Buyung siok-sing lantas berkata, "Masakah sudah kau lupakan janjimu kepada orang Kai-pang dan hendak "
" Umpama tidak kubunuh dia, sedikitnya harus kupunahkan ilmu silatnya supaya tidak membikin susah orang lain, tujuanku bukan membalas dendam melainkan untuk menumpa: kejahatan bagi umum." kata siu su dengan gusar.
Buyung siok-sing tidak dapat membantah lagi, tanpa kuasa ia ikut lari kesana.
"Hm, bagus, kalian belum lagi mampus" jengek Bun-ki, berbareng pedang merah berputar terus menusuk siu su. Meski sudah pernah merasakan kelihaian pedang merah si nona, tapi dalam keadaan demikian tanpa pikir siu su terus menangkis dengan pedang bambunya. Menyaksikan itu, diam-diam Cu Pek Ih mengeluh bisa celaka.
siapa tahu ketika kedua pedang beradu, tahu-tahu pedang pusaka Mao Bun-ki tergetar lepas dari pegangannya oleh tenaga murni siu su. Hal ini tidak cuma membuat kaget Cu Pek Ih dan lain-lain, bahkan siu su dan Bun-ki sendiri juga terperanjat, siu su juga tidak menyangka pedang bambunya mempunyai daya tempur sehebat ini, hanya Buyung siok-sing saja diam-diam tahu duduknya perkara.
Teringat oleh cerita gurunya bahwa pedang wasiat merah itu hanya dapat dikalahkan oleh pedang terbuat dari bambu kuning loreng, sekarang Hou-pek sin-kiam andalan Bun-ki itu benar- benar tak berdaya terhadap pedang bambu siu su.
Mengapa pedang merah yang mengandung semacam arus listrik itu bisa dikalahkan oleh sebatang pedang bambu, dalil ini kalau diuraikan sebenarnya sangat sederhana.
Kiranya pada sarung pedang Hou-pek sin-kiam itu berlapiskan kulit kucing, bila terjadi pergesekan antara pedang dan sarung pedang akan menimbulkan maknit. Tanpa sengaja To- liong-siancu telah menemukan rahasia pedang merah ini, maka dia lantas membuat lapisan kulit kucing pada sarung pedang sehingga daya penarik pedang itu selalu timbul bila digunakan. Dalam keadaan biasa, senjata lawan kalau beradu dengan pedang merah akan bergetar oleh tenaga maknit yang timbul itu, pihak lawan akan merasa seperti tergetar oleh arus listrik-
sekarang pedang bambu yang digunakan siu su adalah benda tak tembus maknit, benda isolasi listrik, ilmu pengetahuan ini dengan sendirinya dipandang sebagai mujizat dijaman dahulu.
Begitulah serentak para kesatria bersorak gembira melihat kemenangan siu su itu.
ThiPeng lantas berteriak. "Wahai para kawan potong jari, riwayat Mao Kau sudah tamat sampai disini, apakah kalian tetap akan menjual nyawa baginya?"
Kawanan lelaki potong jari saling pandang dengan bingung. Hanya. Tio Kok-beng yang menempur Toan Bok Hong-cing dengan sengit, sedangkan ci Tok dan Bun-ki menjaga dikanan- kiri Mao Kau.
Dalam keadaan begini siapa pun dapat melihat gelagatnya riwayat Mao Kau pasti akan tamat, serentak kawanan lelaki potong jari sama membuang senjata dan tidak sudi bertempur lagi.
Wajah Mao Kau kelihatan pucat pasi, teriaknya murka, "Kawanan budak yang khianat, rasakan pukulanku"
segera ia bermaksud menerjang bekas anak buahnya itu,. Tapi Hoa-san-gin-ho segera menghadangnya, Ci Tok juga lantas menerjang kearah Cu Pek Ih-
"Biarlah aku mengadu jiwa dengan kalian." Bun-ki juga membentak sambil menubruk kearah siu su dan Buyung siok-sing.
"Bun-ki. " seru siok-sing.
siu su lantas membentak juga, "Takkan kubikin susah ayahmu lagi, boleh kalian pergi saja"
Namun Bun-ki seperti sudah kalap dan segera menyerang serabutan.
Tapi baru saja dia menubruk maju, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara seruling yang sendu, seketika Bun-ki berdiri terpaku dan tubuh rada gemetar. Tanpa terasa semua orang juga terpengaruh oleh suara seruling yang aneh itu, semuanya ikut berhenti bertempur.
setelah tertegun sejenaki mendadak Mao Bun-ki melayang kesana, pelahan ia tepuk pundak Toan Bok Hong-cing, selagi orang melenggong, tahu-tahu ia sudah berada didepan Tio Kok- beng.
Terpengaruh oleh suara seruling yang sendu itu, patahlah semangat tempur semua orang, semuanya berdiri terkesima.
Mendadak Bun-ki membuka kain kerudungnya. Karuan Tio Kok-beng kaget melihat wajah si nona, serunya,
"Hahi engkau "
Rupanya Mao Kau sengaja merahasiakan hal Bun-ki merusak wajah sendiri, dengan sendirinya Tio Kok-beng tambah terkejut sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukannya. segera Bun-ki melolos belatinya yang pernah digunakan untuk menyayat wajah sendiri itu, sekali belati berkelebat, langsung ia menikam dada Tio Kok-beng.
Kontan Tio Kok-beng menjerit dan menyurut mundur sambil memegangi belati yang menancap didada kirinya, hanya sejenak segera roboh terkapar. "Bun-ki" teriak Mao Kau.
Tapi si nona seperti tidak menghiraukannya, segera ia berlari kearah datangnya suara seruling.
"suhuku datang" kata Buyung siok-sing. "sumoai terpengaruh oleh suara seruling pengisap sukma suhu dan melakukan perintah beliau sesuai gelombang suara yang telah dibisikkan kepadanya. "
Belum habis ucapannya, mendadak tertampak selarik sinar perak menyambar tiba mengarah dada Buyung siok-sing, tapi sekali meraih dapatlah siok-sing menangkapnya. Kiranya sebilah golok pusaka.
Selagi semua orang terkesiap, dikejauhan suara orang bergema pula, "Sebagai anak murid Kun-lun-pai Tio Kok-beng telah menipu barang tanda pengenalku, untuk dosanya itu telah kuwakilkan perguruannya membunuhnya melalui anak Ki. Untuk ketenangan anak Ki selanjutnya akan kubawa dia pulang kegunung untuk istirahat. Adapun golok pusaka To-liong-to kuhadiahkan kepada Siok-sing, golok ini dapat memotong gelang yang mengikat pergelangan tanganmu dengan pemuda she Siu itu, kuberi cuti selama tiga tahun untuk urusan pribadimu, sesudah itu bolehlah pulang kegunung menemuiku. Hai-thian-ko-yan adalah orang tua yang kuhormati, sepulangnya ke pulau sana hendaknya Siu-kongcu menyampaikan salamku kepadanya, Soal Mao Kau, meski kejahatannya telah kelewat takaran, tapi kalau Siu-kongcu dapat menimbang secara bijaksana, jika dapat mengampuni dia hendaknya diampuni. "
Suaranya makin jauh, namun setiap kata terdengar dengan jelas.
Semua orang sama tertegun, mereka tahu itulah suara tokoh ajaib To-liong-siancu.
Buyung Siok-sing sendiri telah berlutut dan menyembah menerima pesan sang guru tadi.
Sejenak kemudian suasana sunyi senyap. Melihat sekeliling telah dikepung anggota Kai- pang, mendadak Thi-ta-sucia Ci Tok berseru, "Suhu, Tecu tidak becus membela Suhu, biarlah Tecu berangkat lebih dulu."
Habis bicara mendadak ia angkat senjata memotong leher sendiri, seketika ia menggeletak binasa.
Melihat anak murid dan pengikutnya sudah sama tercerai-berai, Mao Kau menghela napas putus asa, tak terduga seorang mendadak membentak dibelakangnya, "Siu-kongcu dapat menmgampunimu, akulah yang tak mau mengampuni!"
Ditengah bentakan pedangnya telah menembus punggung Mao Kau, dalam kagetnya Mao Kau cuma sempat mengerang dan membalik tubuh, teriaknya dengan gemetar, "Hah, ken.
.kenapa kau. "
Rupanya sekali serang Thi Peng telah berhasil, ucapnya dengan parau, "Apakah engkau sudah lupa atas perbuatanmu membunuh segenap keluarga Thi yang membuka Piaukok di Tinkang dahulu, aku inilah keturunannya dan sekarang telah kubalaskan sakit hati ayah- bundaku!"
"Ah. . .bagus, bagus!. " hanya ini saja ucapan Mao Kau dan segera roboh terkapar.
Melihat gembong iblis itu mati dengan mengenaskan, semua orang sama tercengang juga.
Thi Peng lantas meratap, "O, ayah dan ibu, anak sudah membalaskan sakit hati kalian, tapi anak juga telah berdurhaka membunuh guru sendiri, biarlah anak menyusul ayah-ibu di-alam baka saja!"
Habis bicara ia pun membunuh diri. Auyang Beng berteriak kaget sambil memburu maju, mayat Thi peng diangkatnya dan dibawa pergi. Begitu pula Utti Bun dan Peng Kin juga cepat menyusul kesana.
Karena kejadian yang mengenaskan ini, semua orang tidak tahu disitu sudah bertambah lagi beberapa orang, mereka adalah Song Leng-kong dan Liu Hok-beng. Orang lain tidak kenal mereka lagi, hanya Leng Liong saja yang dipapah anak muridnya lantas menegur, "Sudah dua puluh tahun tak berjumpa, tak tersangka kalian masih sehat walafiat."
"Kami hidup tiada ubahnya seperti sudah mati, hanya karena inilah. " kata Song Leng-
kong sambil memperlihatkan bungkusan kain hitam yang dibawanya.
"Hah, jangan-jangan inilah abu tulang jenazah Siu-siansing?. " seru Leng Liong dengan
rada gemetar.
Serentak Siu Su memburu maju mendekap bungkusan yang dipegang Song Leng-kong itu sambil menjerit, "Ayah. "
"Permusuhan dua puluh tahun yang lalu sampai sekarang barulah impas, setelahkuserahkan sisa tulang jenazah ayahmu ini, aku pun. " Song Leng-kong menghela napas dan tidak dapat
melanjutkan saking terharunya.
Waktu ia berpaling, dilihatnya Toan Bok Hong-cing berdiri disebelah sana dan sedang tersenyum padanya, dikenalinya itulah pendekar muda Kim-kiam-hiap yang dijumpainya di Hangciu tempo hari.
Pada saat itu juga jauh disebelah sana berdiri juga dua orang tua seorang pendek dan yang lain jangkung, keduanya sama menggeleng kepala dan bergumam, "Terlambat. sudah
terlambat. "
Ditengah barak yang baru dibangun anak buah Mao Kau tadi sudah tersedia meja sembahyang, Siu Su membawa bungkusan abu jenazah ayahnya kesana didampingi Buyung Siok-sing, kedua muda-mudi saling pandang dan membayangkan hari depan mereka yang gemilang dan bahagia. . . . .
=== T A M A T ===