Jilid 12 : Kitab pusaka telapak Maut bagian atas
DENGAN pandangan yang amat tajam Gak In Ling memperhatikan orang itu, ia saksikan raut wajah orang itu sudah penuh berkeriput sepasang matanya sayu tak bersinar, punggungnya bongkok dan gerak-geriknya kelihatan payah sekali.
Ketika berada kurang-lebih dua depa dihadapan Gak In Ling, dengan suara kasar penebang kayu itu berteriak.
"Hey, engkoh cilik, engkau sedang berteriak-teriak memanggil siapa ?"
"Lo-tiang, sejak kapan kau naik kemari ?" tanya Gak In Ling dengan keheranan-
"Naik ?" penebang kayu itu nampak tertegun, kemudian balik bertanya dengan heran "Dan kau sendiri, bagaimana caranya naik kemari ?"
"Tentu saja merangkak naik keatas "
"Merangkak naik keatas ? Ah, tidak mungkin, apakah kau dapat terbang ?" Gak In Ling segera tertawa.
"Manusia mana bisa terbang ? Apakah ditempai ini masih ada jalan tembus lainnya ?"
"Tidak ada jalan lain tidak ada jalan lain." jawab kakek
tua itu sambil gelengkan kepalanya.
"Kalau memang begitu secara bagaimaaa lo tiang bisa naik ketempat ini ?"
"Selama hidup aku tak pernah turun kebawah, kenapa mesti naik kemari lagi ?"
"Selama hidup ?"
"Benar, aku sudah berdiam disini hampir seratus tahun lamanya."
Gak In Ling ingin cepat-cepat menolong orang dan tidak ingin berbicara lebih jauh, maka dia pun segera bertanya.
"Apakah lo-tiang mengetahui kalau diantara tebing curam itu tergantung seseorang disana ?"
"Mereka yang mencari kesulitan buat diri sendiri, harus salahkan siapa hal ini ?" seru penebang kayu tua itu dengan wajah sama sekali tidak nampak keheranan-
"Mencari kesulitan buat diri sendiri ?" Penebang kayu tua itu mengangguk.
"Mereka mengatakan akan datang kemari untuk mencari sejilid kitab ilmu silat, akhirnya perbuatan mereka telah menggusarkan seorang dewa yang berdiam diatas puncak bukit ini, maka orang itupun digantung di tengah angkasa untuk mangsa burung elang."
Gak In Ling mengetahui kalau orang yang dimaksudkan sebagai dewa oleh penebang kayu tua itu pastilah seorang tokoh persilatan yang memiliki ilmu silat amat tinggi, tanpa terasa ia bertanya.
"Kitab pusaka apa sih yang sedang mereka cari ?"
Sambil berkata ia menengadah dan memandang kearah samping kiri.
Diantara biji mata penebang kayu tua yang layu mendadak memancar keluar serentetan cahaya mata yang amat tajam sesudah mendengar pertanyaan itu, tetapi hanya sebentar saja telah lenyap tak berbekas, ia segera gelengkan kepalanya "Aku sudah tidak teringat lagi." Tiba-tiba ia berseru lagi sesudah berhenti sebentar. "Aaah, benar-benar biarlah aku berpikir sebentar."
Ia termenung beberapa waktu lamanya, kemudian sambil angkat kepala ujarnya.
"Agaknya bernama Ci Hiat ciang-pit-keng kitab ilmu silat telapak maut."
"Apa ? Kitab pusaka telapak maut ?" dengan perasaan hati bergetar keras.
"Ada apa? Apakah engkoh cilik datang kemari juga disebabkan oleh karena kitab pusaka tersebut ?" nada suara penebang kayu tua amat berat dan dalam sekali. Gak In Ling segera gelengkan kepalanya berulang kali.
"oh, tidak ? Belum pernah aku dengar orang berkata kalau ditempat ini terdapat kitab pusaka macam itu... "
Pada waktu itulah tiba-tiba berkumandang datang suara teguran seseorang dengan nada yang amat nyaring.
"Kami dua saudara justru datang kemari dengan maksud mencari kitab pusaka telapak maut. Hey, tua bangka, apakah engkau tahu letak tempat penyimpanan kitab pusaka tersebut?"
Mendengar ucapan itu dengan cepat Gak In Ling alihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara itu, tampaklah lima tombak dihadapannya di bawah pohon song yang amat besar berdirilah dua orang kakek tua.
Orang yang berada disebelah kiri mempunyai alis mata yang terputus-putus dengan hidung pesek, diatas jidat kirinya terdapat bekas codet sepanjang dua cun lebih, kumis tikusnya pendek-pendek seperti landak. wajahnya memuakkan-
Sedangkan orang yang ada disebelah kiri meskipun memiliki raut wajah yang jauh lebih bersih dan terang, tetapi wajahnya memancarkan sifat sesat yang membuat orang jadi muak dan segan untuk berhubungan dengan dirinya.
Usia mereka berdua berada diantara lima puluh tahunan, jalan darah Tay-yang-hiat diatas keningnya menonjol amat besar, jelas kedua orang itu merupakan jago-jago persilatan yang memiliki tenaga dalam amat sempurna.
Penebang kayu tua itu menyapu sekejap ke-arah dua orang kakek tersebut, kemudian sambil mengangguk ujarnya.
"Hmm, aku seorang tua memang tahu letak tempat penyimpanan kitab pusaka tersebut, hanya aku takut kalian berdua tak berani mengambilnya, karena... "
Sebelum penebang kayu tua itu sempat menyelesaikan kata-katanya, kakek tua yang berada di sebelah kanan itu sudah melompat maju ke depan sambil berteriak keras.
"Dikolong langit tak ada pekerjaan yang tidak berani dilakukan oleh kami berdua, kakek tua Kau cukup memberi putunjuk saja -kepada kami dimanakah letak tempat itu, dan tak usah banyak cerewet lagi " nada suaranya kasar dan sama sekali tidak pakai aturan-
Gak In Ling merasa amat tidak senang menyaksikan perbuatan dari orang itu, ia segera tertawa dingin dan berkata.
"Kalian dua bersaudara kalau memang ada urusan mohon bantuan orang lain, tidaklah sepantasnya kalau mengucapkan kata-kata yang sama sekali tidak pakai aturan seperti ini, apakah orang lain sama sekali tidak memiliki kebebasan untuk tidak memberitahukan rahasia tersebut kepada kalian berdua ?"
Dalam pada itu kakek bercodet yang berada disebelah kiri telah majupula ke depan, mendengar perkataan itu sepasang matanya kontan melotot, sorot mata yang amat tajam memancar keluar dari balik matanya membuat wajah orang itu kelihatan mengerikan sekali.
Sambil melotot kearah Gak In Ling, hardiknya dengan suara lantang.
"Keparat cilik, rupanya kau sudah bosan hidup dikolong langit ? Berani betul mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh di hadapan kami berdua ?"
Gak In Ling adalah seorang pemuda tinggi hati yang angkuh dan keras kepala, tentu saja hatinya jadi panas ketika mendengar perkataan seperti itu, sepasang alis matanya langsung berkernyit sambil tertawa dingin ejeknya.
"Hee hee he apakah kalian akan membunuh kami berdua dengan mengandalkan kekuatan kalian berdua ?"
Kakek bercodet menganggap ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkat yang paling tinggi, tentu saja ia tak pandang sebelah matapun terhadap diri pemuda itu, mendengar ucapan tadi dia pun naik pitam dan membentak dengan penuh kegusaran-
"Bangsat Engkau berani menghina aku, lihat seranganku ini... akan kubacok badanmu sampai terbelah "
Sambil berkata ia segera maju selangkah ke depan, dengan jurus Kay-thian-pit-tee atau membuka langit membacok bumi, telapaknya langsung diayun ke depan membacok dada sianak muda itu.
Tenaga dalam yang dimiliki kakek tua itu benar-benar luar biasa sekali, bersamaan dengan dilancarkannya serangan tersebut angin pukulan yang sangat dahsyat bagaikan gulungan angin puyuh menyapu ke depan menggugurkan daun dan ranting, dari sini dapatlah diketahui bahwa kepandaian silatnya amat dahsyat.
Sungguh aneh sekali, walaupun kakek bercodet itu memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, akan tetapi diatas wajah penebang kayu tua itu sama sekali tidak terlintas rasa kaget dan ketakutan, dengan mulut membungkam dia hanya mundur dua langkah kebelakang dan berpeluk tangan-
Ketika Gak In Ling menyaksikan tenaga pukulan yang dilancarkan orang itu demikian kejam dan telengasnya, hawa amarahnya langsung berkobar didalam dadanya, ia segera membentak.
"Saudara, hatimu benar-benar kejam bagaikan ular berbisa."
Dengan gerakan Hek-tok-tiong-yang atau menyebrangi samudra berganda ia melayang kebelakang tubuh kakek tua itu, sementara telapak tangannya dengan gerakan Heng-sau-cian-kim atau menyapu rata seribu prajurit menyodok iga kakek tadi.
Menghindarkan diri melancarkan serangan balasan semua dilakukan hampir di saat yang bersamaan, kecepatan gerak tubuhnya benar-benar mengejutkan hati.
Agaknya kakek bercodet itu sama sekali tidak mengira kalau seorang pemuda yang begitu lemah-lembut ternyata memiliki ilmu silat yang luar biasa sekali lihaynya, tetapi sebagai seorang jago kawakan yang mempunyai pengalaman amat luas, setelah menyaksikan serangannya tidak mengenai pada sasaran, segera sadarlah dia bahwa musuh yang sedang dihadapinya adalah lawan yang amat tangguh, sebelum serangan Gak In Ling berhasil mengenai tubuhnya, dengan gerakan yang amat cepat ia sudah berkelit kesamping, kemudian melancarkan sebuah serangan balasan dengan jurus Ki-kek-cian-li atau menampik tamu seribu li.
Walaupun serangan tersebut dilancarkan dalam keadaan tergesa-gesa namun ketepatan waktunya serta kejituan bagian yang diserang benar-benar mengagumkan sekali, secara persis ia telah menerima datangnya serangan angin pukulan dari Gak In Ling.
"Blaaaaam " ditengah getaran yang amat keras ranting dan pohon-pohon siong sama-sama bergetar keras kemudian rontok keatas tanah, tubuh kakek bercodet itu mencelat sejauh lima depa dari tempat semula, darah panas dalam rongga dadanya bergelora amat keras.
Dalam kagetnya kakek bercodet itu segera menengadah ke atas, hampir saja jantungnya copot dari dalam rongga dadanya, dengan terperanjat pikirnya didalam hati.
"Tidak mungkin, hal ini tak mungkin terjadi, anak itu berusia begitu muda. mana mungkin bisa memiliki ilmu silat yang demikian hebat dan mengerikan ?"
Akan tetapi kenyataan sudah tertera didepan mata, Gak In Ling sama sekali tidak bergetar mundur barang selangkahpunjua, sikapnya masih tetap tenang seperti sediakala.
Kakek yang lainpun merasa amat terperanjat sekali, tanpa sadar ia berjalan mendekati Gak In Ling, jelas kedua orang itu ada maksud untuk bekerja sama dalam menghadapi sianak muda itu.
Dari balik sorot mata yang sayu dari penebang kayu tua itupun memancar keluar serentetan cahaya yang aneh, begitu tajam pandangan matanya itu seakan-akan sebilah pisau belati yang amat tajam, sorot mata itu ditujukan kepada Gak In Ling dan nampak jelas betapa terperanjatnya dan tercengangnya perasaan hati orang itu. Gak In Ling tertawa dingin, kembali ujarnya.
"Huh Hanya mengandaikan sedikit kepandaian yang kalian berdua miliki sudah berani mengatakan kalau dikolong langit tiada perbuatan yang tak berani kalian lakukan, benar-benar manusia tak tahu diri"
Nada suaranya penuh mengandung perasaan memandang remeh musuhnya.
Kakek bercodet itu saling berpandangan sekejap dengan saudaranya yang berada dibelakang tubuh Gak In Ling, rupanya mereka telah bersiap sedia untuk turun tangan.
Sekonyong-konyong, ketika itulah dari bawah tebing curam sebelah depan berkumandang datang suara jeritan ngeri yang amat menyayat hati, suara jeritan itu kian lama kian menjauh dan akhirnya suasana disekeliling tempat itu berubah jadi sunyi kembali.
Gak In Ling mengetahui suara jeritan itu pastilah berasal dari orang yang berada diatas keranjang tersebut, air mukanya seketika berubah jadi pucat serius. Dengan pandangan menyeramkan disapunya sekejap kedua orang itu, kemudian katanya.
"Kalau kalian berdua tahu diri, aku harap sekarang juga silahkan enyah dari tempat ini, aku orang she Gak sama sekali tiada bermaksud untuk memperebutkan kitab pusaka itu, dan lagi kami pun tiada dendam sakit hati ataupun perselisihan apapun, aku tidak ingin mencelakai jiwa kalian berdua." Kakek bercodet itu segera mendengus dingin.
"Hm Apakah kau anggap mampu untuk memenangkan kami berdua ?" ejeknya. Gak In Ling segera tertawa dingin.
"Hee hee. hee kalau kalian berdua telah menyaksikan sepasang telapak tanganku ini, maka kamu berdua akan mengetahui jawaban ku" katanya sambil berkata perlahan-lahan dia angkat sepasang telapak tangannya kedepan dada dan diperlihatkan kearah dua orang kakek itu.
Ketika menyaksikan telapak tangan Gak In Ling berwarna merah darah, air muka kakek bercodet itu seketika berubah hebat, dengan hati amat terkesiap buru-buru ia mundur beberapa langkah kebelakang, serunya dengan nada setengah menjerit. "Aaah Telapak maut ?"
Kakek yang berada dibelakang tubuh Gak In Ling jadi amat terperanjat setelah mendengar teriakan dari saudaranya, dia pun ikut berteriak keras. "Apa ? Telapak maut?"
Sambil berseru secara beruntun tubuhnya mundur pula beberapa langkah kebelakang, hampir semua gerak-geriknya persis seperti saudaranya.
Sekali lagi dari balik mata penebang kayu tua itu memancarkan cahaya kilat yang amat tajam, seakan-akan semua perbuatan dan semua kejadian yang diperlihatkan Gak In Ling sama sekali diluar dugaannya membuat ia merasa sulit untuk mempercayainya.
Dengan pandangan dingin sekali lagi Gak In Ling menyapu sekejap kearah kakek bercodet itu serunya.
"Aku harap kalian berdua berlalu dari sini "
Setelah menyaksikan telapak maut, kedua orang kakek tua yang semula datang dengan penuh semangat itu, bagaikan balon yang kehabisan udara jadi kempes dan sama sekali tak bersemangat lagi, hasrat untuk mencari kitab pusaka itu pun lenyap seketika itu juga. Kakek bercodet menarik napas panjang-panjang, kemudian ujarnya.
"Baik baik baik ini hari kami dua bersaudara
mengaku kalah, tapi pemberian yang kau perlihatkan pada saat ini, suatu ketika pasti akan kami tuntut balas"
Habis berkata ia menyapu sekejap kearah kakek tua yang berada dibelakang tubuh Gak In Ling dan serunya.
"Mari kita pergi " habis berkata ia siap berlalu dari sana. Tiba-tiba penebang kayu tua itu menyela sambil tertawa. "Apakah kalian berdua akan pergi dengan begitu saja ?"
Pada saat itu kakek bercodet itu sedang merasa mendongkol dan gusar sekali, mendengar teguran tersebut ia segera berhenti dan melampiaskan seluruh kemendongkolannya kepada orang tua itu bentaknya.
"Ada apa ? Kakek tua, apakah kau hendak menahan kami berdua ditempat ini ?"
"Apakah kalian berdua merasa bahwa hal ini tak mungkin terjadi ?" penebang kayu itu balik bertanya sambil tertawa.
Dua orang kakek itu semakin gusar sekali, mereka tertawa seram dan berteriak.
"Haa haa haa harimau kalau sedang sial, anjingpun berani mengusik Keparat tua, rupanya kau sudah bosan hidup dikolong langit"
Sembari berkata sorot matanya tanpa terasa menyapu sekejap kearah Gak In Ling, jelas dalam hati kecilnya kedua orang itu merasa jeri sekali terhadap sianak muda.
"Haa haa haa " penebang kayu itu tertawa bergelak, "kalian dua orang bersaudara tidak lebih hanyalah sepasang setan bengis dari gunung Long-san, sejak kapan telah berubah jadi harimau ? Tak tahu malu "
Air muka kedua oraag itu seketika itu juga berubah hebat, mereka adalah jago-jago persilatan yang berpengalaman luas, dari ucapan penebang kayu itu yang mengetahui asal-usulnya, dapat diduga kalau orang tersebut bukanlah penebang kayu biasa.
Kakek beralis buntung segera berseru. "Darimana engkau bisa tahu tentang asal-usul dari kami berdua ?"
Nada suaranya jauh lebih lunak dari keadaan pertama kali tadi. Penebang kayu itu tertawa dingin.
"Hee hee hee dua manusia bengis dari gunung Long-san, apakah kalian berdua mengira aku benar-benar seorang penebang kayu ?"
Sambil berkata dari balik matanya secara tiba-tiba terpancar keluar dua rentetan cahaya tajam yang mengerikan, dan langsung menatap wajah sepasang manusia bengis dari gunung Long-san tanpa berkedip.
Ketika Long-san-ji-oh berpandangan mata dengan orang itu, tanpa sadar tubuh mereka kembali mundur satu langkah kebelakang. Dengan perasaan tak tenang kakek bercodet itu segera berkata.
"Mungkin kau bukan penebang kayu biasa, hari ini kami dua bersaudara sudah terlalu lama mengganggu ketenanganmu, dan sekarang ijinkan-lah kami untuk mohon diri." selesai berkata ia segera memberi hormat kepada orang itu. Penebang kayu tersebut tertawa.
"Belum pernah ada orang yang menuruni bukit can-thian-hong ini dalam keadaan hidup, setelah berani mendatangi tempat ini, Gui Ji Hay Engkau serta adikmu Gui Ji Kang tentu saja tidak terkecuali pula, aku ingin sekali mengantar keberangkatan kalian itu " Air maka Gui Ji Hay atau kakek bercodet itu kontan berubah sangat hebat, serunya.
"Kami dua saudara tak berani merepotkan kau orang tua, biarlah sekarang juga kami mohon diri."
Selesai berkata ia mengerling sekejap kearah Gui Ji Kang, kemudian dengan gerakan tubuh yang amat cepat ia berkelebat menuju kearah mana ia munculkan diri tadi.
Menyaksikan perbuatan orang-orang itu, penebang kayu itu segera tertawa panjang dengan suara yang menyeramkan-
"Haa haa haa belum pernah tebing cah-thian-bong mengijinkan manusia luar untuk menuruni tempat ini dalam keadaan hidup,"
Selesai berkata telapaknya segera diayunkan kedepan, tidak nampak gerakan apakah yang di-gunakan, tahu-tahu sepasang manusia bengis dari gunung Loog-san telah roboh terjungkal kurang lebih lima tombak jauhnya dari tempat semula, daa kebetulan sekali tempat itu bukan lain adalah di tempat dimaua mereka munculkan dirinya tadi^
Gak In Ling merasa terperanjat sekali, karena dia tahu sepasang manusia bengis dari gunung Long-san bukanlah manusia sembarangan, tetapi didalam satu gebrakan tangan yang sangat sederhana itu berhasil merobohkan kedua orang itu pada jarak lima tombak jauhnya, dari sini dapat dibuktikan kalau tenaga dalam yang dimiliki orang itu benar-benar mengejutkan hati.
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat lewat dalam benak Gak In Ling, membuat sianak muda itu sadar kembali. Segera pikirnya dengan perasaan gemas.
"Rupanya dewi burung hong indah yang telah mengantar aku datang kemari, rupanya dia sudah tahu kalau diatas puncak cah-thian-hong hidup seorang tokoh persilatan yang sangat lihay sekali, karena itu dia hendak meminjam tangan orang ini untuk melenyapkan diriku dari muka bumi ah, aku benar-benar bodoh sekali, kenapa tidak sedari tadi kuingat akan persoalan ini ? Kalau bukan dia yang membawa aku datang kemari lalu siapa lagi ?"
Sebagai seorang pemuda yang berhati polos, setelah merasa tidak puas dengan perbuatan gadis itu, perasaan tersebut pun dengan cepat tertera jelas diatas wajahnya. Tiba-tiba terdengar penebang kayu itu menegur.
"Hey, orang muda, wajahmu memperlihatkan perasaan gusar, apakah kau menganggap aku tidak sepantasnya untuk mencelakai jiwa kedua orang ini ?"
Gak In Ling mengetahui bahwa kakek tua itu sudah salah mengerti tentang perasaan hatinya, akan- tetapi ia tidak memberikan penjelasan lebih jauh, segera katanya.
"Walaupun kedua orang itu mempunyai tujuan dan maksud yang tidak benar, akan tetapi mereka tokh tidak berhasil mendapatkan kitab pusaka seperti yang mereka katakan, karena itu aku percaya bahwa lo-tiang tak akan mencelakai jiwa mereka berdua"
Gak In Ling adalah seorang pemuda yang polos dan jujur, walaupun berulang kali sepasang manusia bengis dari gunung Long-san memperolok-olok dan menghina dirinya, akan tetapi ia tidak ingin mencelakai jiwa kedua orang itu. Penebang kayu itu tertawa dan mengangguk
"Aku sudah tujuh atau delapan puluh tahun lamanya tak pernah membunuh manusia, tentu saja aku tak mungkin akan melanggar pantangan membunuh yang telah kupegang teguh selama ini, akan tetapi hati mereka tidak jujur dan lagi serakah, manusia semacam ini sudah tidak sepantasnya kalau dilepaskan dengan begitu saja tanpa diberi ganjaran yang setimpal."
Tidak menanti Gak In Ling buka suara, ia sudah maju kedepan, setelah mengempit sepasang tubuh manusia bengis dari gunung Long-san segera bergerak menuju keluar hutan-Gak In Ling sangsi sebentar, kemudian tanyanya.
"Lo-tiang, apa yang hendak kau lakukan? Engkau akan pergi kemana ?"
"Aku akan pergi ketempat mana engkau hendak menolong orang itu." jawab penebang kayu itu tanpa berpaling ataupun menghentikan langkahnya.
Maka dengar jawaban tersebut, sekujur tubuh Gak In Ling gemetar keras, jelas ia telah kaget karena tujuan kedatangannya ketempat itu sudah terlupakan sama sekali.
Menyaksikan penebang kayu itu sudah berada sepuluh tombak jauhnya dari tempat semula, buru-buru Gik In Ling berteriak keras.
"Lo-tiang, harap tunggu sebentar, aku ikut." dia segera enjotkan badannya dan menyusul dari belakang.
Kakek penebang kayu yang berjalan di depan walaupun sepintas lalu kelihatan bahwa perjalanan dilakukan dengan amat lambat, akan tetapi dalam kenyataan cepatnya luar biasa, sekalipun Gak In Ling sudah mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, namun ia masih tetap tak berhasil untuk menyusul dirinya.
Luas puncak can-thian-hong tersebut tidaklah begitu besar, tempat itu hanya selisih jarak sejauh enam puluh tombak dari tebingnya yang curam tersebut, dalam kejar-mengejar itu tidak selang beberapa saat mereka telah tiba di tempat tujuan-
Jarak antara Gak In Ling dengan penebang kayu itu terpaut sepuluh tombak lebih, oleh karena itu menanti ia tiba pula di tempat puncak tebing batu karang tersebut, penebang kayu itu sudah berada disana beberapa saat lamanya.
Gak In Ling menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, terlihatlah belasan buah keranjang besar ditempat itu, sementara tubuh manusia bengis dari gunung Long-san telah
dimasukkan kedalam dua buah keranjang bambu.
Melihat kesemuanya itu Gak In Ling segera mengetahui apakah tujuan dari penebang kayu itu, dengan hatinya yang bajik tentu saja pemuda itu tidak ingin membiarkan perbuatan itu tidak sampai terulang kembali, sambil mendengus dingin segera ujarnya.
"Hmm Rupanya orang-orang itu mati ditanganmu semua, apakah kau tidak merasa perbuatanmu terlalu kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan ?" Air muka penebang kayu itu berubah hebat dengus gusar ia segera menegur. "Hm, kau berani menasehati aku ?"
"Menghormati kaum tua dan cendikiawan merupakan tugas dan kewajiban setiap angkatan muda, tetapi dengan usiamu yang telah lanjut ternyata segala tingkah dan laku serta perbuatanmu tidak sebuahpun yang patut dihargai, kau suruh aku bagaimana mungkin bisa menghormati dirimu ?"
Penebang kayu ini merupakan seorang tokoh persilatan yang mempunyai asal-usul besar, tempo dulu ia pernah malang-melintang dalam dunia persilatan tanpa menemui tandingan, belum pernah ada seorang manusiapun yang berani bicara kasar terhadap dirinya, sungguh tidak dinyana setelah mengasingkan diri banyak tahun, seorang pemuda yang lemah-lembut ternyata berani menilai serta mencemooh perbuatannya, dapat dibayangkan betapa gusarnya kakek tua itu.
Dengan perasaan amat mendongkol ia tertawa terbahak-bahak lalu serunya lantang
"Haa haa.... haa .... bagus, bagus keparat cilik Kau memang punya semangat serta keberanian, cuma sayang kau belum mempertimbangkan situasi serta keadaanmu pada saat ini."
Meskipun tenaga dalam yang dimiliki Gak In Ling amat sempurna, tak urung perasaan hatinya bergolak juga setelah mendengar perkataan yang sangat tajam itu, ia tarik napas panjang-panjang untuk menekan perasaan kaget dalam hatinya, kemudian dengan nada dingin ia berseru.
"Sejak kusaksikan caramu turun tangan untuk menghadapi sepasang manusia bengis cari gunung Long-san, aku telah mengetahui bahwa jiwakupun terancam mara bahaya. Tetapi berdiri di-atas garis kebenaran, bagaimanapun juga aku harus menyelesaikan dahulu perkataan yang akan kuucapkan keluar."
Mendengar ucapan itu satu ingatan berkelebat dalam benak penebang kayu itu, serunya.
"Engkau tokh memiliki ilmu telapak maut, kenapa kau mengatakan bahwa kepandaian silatmu masih bukan tandinganku ?" Gak In Ling tertawa.
"Meskipun aku memiliki ilmu telapak maut akan tetapi jurus-jurus pukulanku tidak lengkap dan setengah-setengah belaka, untuk melawan seorang perempuan saja tak mampu, bagaimana mungkin aku bisa menangkan kepandaian silatmu."
"Engkau tokh belum pernah turun tangan melawan diriku, darimana pula kau bisa tahu kalau kepandaian silatmu belum mampu untuk menandingi kepandaian silatku ?" Gak In Ling tertawa dingin
"orang lain datang kemari untuk mencari kitab pusaka telapak maut, akan tetapi tak seorang pun yang berhasil mendapatkan kitab tersebut, kalau dibilang mereka tak mampu menandingi kepandaianmu, masa untuk mencaripun tidak mampu ? oleh karena itu menurut dugaanku, kitab pusaka telapak maut hanya merupakan suatu umpan untuk memancing perhatian orang belaka, sementara orang yang benar-benar memiliki kepandaian sakti itu adalah kau sendiri, bukankah begitu ?"
Mendengar perkataan itu diam-diam penebang kayu itu anggukkan kepalanya berulang kali, pikirnya.
"Daya pikir bocah ini benar-benar amat cermat dan teliti, kalau dia memang sudah tahu kalau berita tersebut hanya merupakan umpan untuk memancing perhatian belaka, kenapa dia sendiripun datang kemari ? Bukankah hal ini aneh sekali ?" Berpikir sampai disini, ia segera bertanya.
"Bocah muda, meskipun kau cerdik dan mengetahui kalau tempat ini adalah pintu gerbang menuju kemaut, tetapi kau telah menerjang masuk pula tempat berbahaya ini, bisakah aku mengetahui apa alasanmu datang kemari ?" Gak In Ling tertawa dingin-
"Hm, aku bisa muncul disekitar puncak cah-thian-hong ini lantaran sudah terkena tipu muslihat seseorang, dan maksud kedatanganku ke atas puncak inipun bertujuan menolong orang."
Dengan pandangan mata yang sangat tajam penebang kayu tua itu menatap wajah Gak In Ling taupa berkedip. kemudian tegurnya.
"Benarkah kedatanganmu kemari bukan lantaran untuk mencari kitab pusaka telapak maut?"
"Hee hee. hee sekalipun sekarang juga aku berhasil mendapatkan kitab pusaka tersebut, juga sama sekali tak ada waktu untuk mempelajarinya, buat apa aku harus mencari kitab yang sama sekali tak ada gunanya ?" seru Gak In Ling sambil tertawa dingin tiada henti-nya.
"Engkau tak ada waktu untuk mempelajarinya ? Kenapa ?" tanya penebang kayu itu dengan perasaan tidak mengerti.
"Itu urusan pribadiku seudiri, dan aku tak ingin memberitahukan kepadamu" Dalam hati kecilnya penebang kayu itu berpiklr.
"Tubuhnya sudah mengidap suatu penyakit akibat keracunan, usianya paling banter hanya bertahan sampai setengah tahun lagi, hm, ia memang tidak bohong, karena waktu selama setengah tahun memang sama sekali tak ada gunanya bagi dia." Berpikir sampai disini diapun bertanya.
"Engkau mengatakan bahwa dirimu bisa datang kemari karena terkena tipu-muslihat seseorang, siapakah orang itu ?"
"Seorang perempuan muda "jawab Gak In Ling dengan airmuka berubah jadi merah-padam.
Penebang kayu itu mempunyai ketajaman mata yang luar biasa, dari perubahan sikap sianak muda itu, dia segera dapat menebak keadaan yang sebenarnya, maka sambil tertawa ujarnya.
"Ilmu silatnya jauh lebih tinggi daripada dirimu, bolehkah aku mengetahui sampai dimanakah taraf kelihayan kepandaian silatnya itu ?"
Sekali lagi air muka Gak In Ling berubah jadi semu merah karena jengah, ia tertawa getir.
"Untuk melawan sepasang kakinya saja aku tak mampu, coba bayangkan saja sampai dimana keampuhan dari ilmu silatnya itu." Penebang kayu itu jadi sangat terperanjat.
Tanpa sadar ia berseru cepat.
"Aaah sungguhkah telah terjadi peristiwa semacam itu? Siapakah namanya dan berapa kah umurnya?"
"Usianya kurang-lebih sebaya dengan usiaku, nama aslinya aku tidak tahu, akan tetapi aku tahu bahwa dia disebut orang sebagai Dewi burung hong indah."
Begitu didengarnya nama perempuan itu, air muka penebang kayu itu berubah sangat hebat.
"Dewi burung hoag indah? Aaah, benar. hanya dialah yang mengetahui kalau aku berdiam ditempat ini, ia mengantar kau datang kemari sama sekali tidak bermaksud jahat, saudara cilik, engkau tak boleh menaruh pandangan salah paham terhadap dirinya." Tiba-tiba nada ucapannya berubah jadi sungkan sekali
Terhadap tingkah laku serta perbuatan dari dewi burung hong indah, boleh dibilang Gak In Ling sudah mempunyai kesan yang jelek. tentu saja ia tak mau mempercayai kakek tua itu, sambil tertawa dingin ejeknya.
"Haa haa haa. ... tiada maksud jelek? Huh, dia hanya
akan meminjam tanganmu untuk melenyapkan aku dari muka bumi apakah perbuatan semacam ini merupakan suatu maksud yang tidak jelek ?"
Penebang kayu itu menghela napas panjang.
"Aaai meminjam tanganku untuk melenyapkan engkau ? Kau keliru besar Selamanya perbuatan dari mereka guru dan murid selalu tersendiri dan semua urusan dapat dibereskan dengan kekuatan mereka sendiri, belum pernah mereka minta bantuan orang, apalagi suruh aku ikut mencampuri urusan ini, saudara cilik Engkau terlalu banyak curiga." Gak In Ling merasa tidak puas, kembali tegurnya.
"Ia telah melakukan sesuatu perbuatan dialas tubuhku, apakah hal inipun tidak benar"
Penebang kayu itupun tertegun, tiba-tiba seakan- akan sudah memahami akan sesuatu, ia tertawa.
"Kemungkinan besar ia memang sedang membohongi dirimu, kalau ia telah melakukan sesuatu diatas badanmu, masa engkau tak akan merasakan sesuatu gejala yang tidak beres ?"
"Setelah ia berlalu aku telah berjumpa kembali dengan serombongan musuh-musuh yang amat tangguh dan hampir saja aku terluka ditangan mereka, perbuatannya terhadap tubuhku mungkin saja tanpa sengaja telah bebas dengan sendirinya setelah jalan darahku ditotok oleh musuh-musuh besarku itu." Tiba-tiba penebang kayu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haa haa.. haa menotok jalan darah dapat membebaskan totokan jalan darah ? Dikolong langit masih belum terdapat kepandaian silat semacam ini," serunya, "lagi pula aku ingin bertanya kepadamu, kalau memang kau telah ditotok jalan darahmu oleh musuh-musuh besarmu, lalu secara bagaimana sekarang bisa hidup kembali ditempat ini?"
"Tentu saja dialah yang telah mengantarkan aku datang kemari "
"Dan itu berarti pula bahwa musuh-musuh besarmu itu telah dibunuh mati semua oleh dirinya bukan ?" sambung penebang sambil tertawa tergelak.
Sampai disitu Gak In Ling tak dapat membantah lagi, kenyataan yang terbentang dihadapannya memang begitu, seandainya orang-orang dari lembah pemutus sukma tidak mati dibunuh semua. mereka tak mungkin akan bersedia untuk melepaskan dirinya, tetapi kalau dikatakan dewi burung hong indah telah membinasakan orang-orang itu lantaran hendak menyelamatkan jiwanya lalu apa sebabnya ia sampai berbuat demikian ? Tentu saja ia tidak tahu kalau dewi burung hong indah telah menyembuhkan pula luka dalam yang diderita olehnya.
Segera putar otak berpikir pulang pergi namun tidak berhasil menemukan jawaban yang tepat, tanpa terasa Gak In Ling berpikir
"Bagaimanapun juga ia tak mungkin menaruh maksud baik terhadap diriku, buat apa aku harus memikirkan tentang dirinya ?" Dalam pada itu penebang kayu itu sudah bertanya kembali. "Saudara cilik, apakah kau telah berhasil menemukan jawaban yang tepat ?"
"Tiada persoalan lain yang dapat kupikirkan lagi," jawab Gak In Ling dengan tawar, "pokoknya dia tak mungkin menaruh maksud baik terhadap diriku " Satelah berhenti sebentar, katanya lagi.
"Sekarang hukuman apa yang akan kau jatuhkan terhadap diriku ?" Penebang kayu itu menggeleng.
"Aku tidak mungkin dapat berbuat demikian terhadap dirimu, seandainya saudara cilik merasa tidak keberatan maka bagaimana kalau kau berdiam selama beberapa bulan disini ? Aku bersedia untuk mewariskan ilmu telapak maut yang kumiliki itu kepadamu." Mendengar perkataan itu Gak In Ling nampak tertegun, lalu bertanya.
"Kenapa begitu ?"
"Aaai dikemudian hari kau akan mengetahui dengan sendirinya, kalau suruh aku mengatakannya sekarang maka tak ada habisnya "
Nada suara itu begitu memilukan hati membuat orang lain yang mendengar itu merasa iba.
Perasaan hati Gak In Ling berubah jadi lunak. dengan suara halus katanya.
"Kakek tua, masa hidupku dialam ini sangat terbatas, waktu bagiku jauh lebih berharga dari emas, aku tak bisa berdiam lebih lama lagi di tempat ini, jika engkau dapat mengampuni kesalahanku yang telah mengganggu ketenanganmu, biarlah aku mohon diri saja."
Selesai berkata ia menjura dalam-dalam ke arah kakek tua itu. Kakek penebang kayu itu mengangguk.
"Hm, rupanya kau memang benar-benar berhati mulia, semoga saja sejak kini engkau dapat bersikap lebih baik terhadap dewi burung hong indah, dan semoga juga engkau bisa merubah pandanganmu yang terlalu sempit terhadap dirinya." selesai berkata dari dalam sakunya dia ambil keluar sejilid kitab serta sebutir pil warna merah sebesar buah kelengkeng, sambungnya lebih jauh.
"Kitab ini merupakan catatan ilmu telapak maut, tapi tidak lengkap dan hanya terdiri dari sembilan jurus belaka, disamping itu masih tercantum pula sejenis ilmu silat yang maha aneh, bilamana engkau menginginkan bisa mempelajari, ilmu tersebut secara keseluruhan dan komplit maka kau harus pergi mencari seseorang yang lain sebab hanya orang itu saja yang memiliki kepandaian tersebut secara komplit.
Pada waktu itu mungkin dikolong langit sudah tiada orang lagi yang mampu menakluki dirimu, pil warna merah ini makanlah jika penyakitmu sedang kambuh, kendatipun tak dapat menyembuhkan penyakit yang sedang kau derita akan tetapi bisa memperpanjang masa hidupmu tiga sampai lima bulan lebih panjang, dalam waktu yang cukup singkat itu engkau bisa berusaha keras untuk menemukan obat pemunah racun tersebut. Nah, ucapanku hanya sampai disini saja, terimalah pemberianku ini "
Gak In Ling benar-benar tidak habis mengerti, apa sebabnya kakek penebang kayu tersebut bersedia menyerahkan kitab pusaka yang jauh lebih berharga dari jiwanya itu kepadanya, maka dengan hati sangsi bercampur ragu tanyanya. "Kakek... "
"Kau tak usah menampik," tukas kakek penebang kayu dengan cepat, "ingatlah aku bukanlah seorang laki-laki yang berjiwa besar dan rela memberikan barang miliknya dengan begitu saja, aku berbuat demikian tentu saja karena aku mempunyai tujuan tertentu, kalau kau bersedia menerima pemberianku ini berarti engkau telah mengasHani diriku, kalau engkau tidak bersedia untuk menerimanya sudah tentu akupun takkan memaksa lebih jauh."
Ucapannya begitu tulus dan bersungguh-sungguh, nadanya penuh permintaan belas-kasihan.
Tanpa sadar Gak In Ling menerima pemberian kitab pusaka serta obat tersebut, ia bertanya.
"Bolehkah aku mengetahui siapakah nama kakek ?"
Kakek penebang kayu itu menggeleng.
"Segala sesuatu akan kau ketahui sendiri di kemudian hari, pokoknya aku bukanlah orang jahat seperti apa yang kau bayangkan didalam benakmu itu."
Berbicara sampai disini tiba-tiba ia lancarkan satu pukulan mendorong keranjang bambu yang berisi dua manusia bengis dari bukit Long-san kebawah tebing jurang, dan sambungnya dengan senyum.
"Demi keselamatanmu dikemudian hari, mau tak mau terpaksa aku harus berbuat begini "
Selesai berkata ia enjotkan badan berkelebat kedalam hutan, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan-
Memandang bayangan punggung kakek penebang kayu
yang lenyap dari pandangan, pelbagai masalah yang
mencurigakan berkelebat memenuhi benak Gak In Ling,
pertanyaan itu muncul dari kakek penebang kayu yang
misterius itu, dan ia gagal untuk menemukan jawaban.
Air yang deras mengalir ditengah sungai yang berliku-liku antara batu tebing yang curam dan terjal.
Ketika itu sang surya telah tenggelam dibalik bukit, sisa cahaya yang merah meninggalkan berkas sinar yang amat indah ditengah udara, membuat pemandangan disekitar perbukitan tersebut kelihatan bertambah indah dan menawan
hati.
Burung beterbangan melewati dahan pohon kembali kesarangnya, binatang kecil bergerombol kembali kegUa masing-masing, sebab waktu itu adalah saat mereka untuk beristirahat.
Pada waktu itulah diatas tebing karang yang berhadapan dengan sungai, muncul seorang pemuda baju hitam yang sedang bergerak mengikuti jalur sungai mendaki keatas bukit, terlihatlah tiap jangkauan langkahnya mencapai empat-lima puluh tombak jauhnya, begitu cepat gerakan tubuhnya seakan-akan kilat yang menyambar diangkasa.
Sisa sinar matahari menyinari wajahnya yang tampan, secara lapat-lapat dapat ditemui bahwa dibaiik biji matanya yang hitam terselip perasaan benci, murung dan kesaL
Angin berhembus lewat menggoncangkan ujung bajunya yang berwarna hitam, ditengah bukit karang yang sepi, ia nampak begitu menyendiri dan kecil.
Hari kian lama kian bertambah gelap. akhirnya pemuda baju hitam itu berhenti diatas sebuah puncak bukit yang penuh dengan rumput hijau, sorot matanya ditujukan kearah tebing tinggi yang terbentang di hadapannya, seakan-akan dia sedang mencarijalan untuk menaiki tebing itu.
Mendadak kurang-lebih duapuluh tombak di belakang tubuh pemuda baju hitam itu, berkumandang datang suara teguran yang dingin dan menyeramkan-"orang muda, apakah kau tersesat ?"
Pemuda baju hitam itu tercekat hatinya, tetapi ia tak segera putar badan, dengan ketenangan yang luar biasa ia tertawa ringan lalu menjawab.
"Apakah kau juga menemui kesulitan seperti apa yang sedang kualami ?" sambil berkata perlahan-lahan ia putar badan.
Diatas sebuah batu cadas kurang lebih dua puluh tombak dihadapannya, berdirilah seorang kakek tua baju hijau, usianya diantara enam puluh tahunan, paras mukanya berwarna hitam pekat, sepasang matanya cekung kedalam, hidungnya seperti elang dengan mulut yang lebar, membuat siapapun yang memandang segera mendapat kesan bahwa kakek tua itu berwatak licik dan berbahaya.
"Tidak." terdengar kakek baju hijau itu berkata sambil tertawa dingin. "Aku sudah banyak tahun berdiam diatas bukit ini, tidak mungkin aku bakal tersesat lagi, barusan aku lihat gerakan tubuhmu sangat enteng dan cepat, jelas merupakan seorang jago dari dunia persilatan, dan aku merasa heran ada urusan apakah kau datang kemari ?"
"Bukankah kau sendiri pun berada disini?" seru pemuda baju hitam itu balik bertannya dengan suara dingin. "Mau apa engkau berada di sini ?" Airmuka kakek baju hijau itu berubah jadi serius.
"Bukankah sejak tadi telah kukatakan, sudah banyak tahun aku berdiam disini, kalau aku tidak berada disini lalu harus berada dimana ?" serunya.
"Hm Aku dengar diatas bukit ini terdapat sebuah benteng yang disebut benteng Hui-in-cay, apakah kau adalah anggauta dari benteng tersebut?"
Mula-mula kakek tua baju hijau itu agak tertegun setelah mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba sambil tertawa bergelak sahutnya.
"Haa haa haa sedikitpun tidak salah, diatas bukit
memang terdapat sebuah benteng Hui-in-cay yang ditempati orang, aku bernama Teng san-tiau rajawali penunggu bukit Bu Jin apa maksudmu datang kemari ?"
Air muka sang pemuda baju hitam yang tampan tiba-tiba berubah jadi dingin menyeramkan, katanya. "Aku adalah Gak
In Ling "
Air muka kakek tua baju hijau itu berubah hebat setelah mendengar sebutan itu, sorot matanya tanpa sadar berkeliaran memandang sekejap ke sekeliling tempat, lalu serunya tanpa sadar.
"Jadi kau adalah Gak In Ling ?"
Tiba-tiba ia merasa bahwa sikapnya sudah terlalu menurunkan derajat sendiri, buru-buru ia tarik napas panjang serta menenteramkan hatinya seraya tertawa katanya kembali.
"Apakah kau datang kemari untuk menjenguk ibumu ?"
"ooh dia masih hidup ?" Gak In Ling tertawa seram.
Mendengar jawaban itu Rajawali penunggu bukit Bu Jin merasakan hatinya bergetar keras, dari nada suara Gak In Ling dapat diraba olehnya bahwa persoalan yang bakal terjadi pada saat ini tak akan bisa dibereskan secara baik-baik, biji matanya yang licik sekali lagi menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, pikirnya dengan cepat.
"Menurut khabar berita yang tersiar didalam dunia persilatan mengatakan bahwa tenaga dalam serta kepandaian silat yang dimiliki bangsat ini tiada tandingannya dikolong langit, apabila keadaan tidak terlalu memaksa aku tak usah bergebrak dengan dirinya, apa salahnya kalau aku coba untuk membohongi dirinya ?"
Berpikir sampai disini, ia segera tertawa dan menunjukkan wajah setenang-tenangnya, lalu menjawab.
"Tentu saja ia berada dalam keadaan sehat walafiat seperti dulu kala cay-cu, kami tokh saudara angkat dari ayahmu, aku rasa sikap hormatnya terhadap ibumu tentu bisa dibayangkan oleh siapapun juga, kenapa sih engkau mengucapkan kata-kata seperti itu?"
Berbicara sampai disini wajahnya pura-pura menunjukkan sikap marah, lagak orang ini untuk bermain sandiwara benar-benar sangat mengagumkan sekali.
Seandainya sesaat sebelum menemui ajalnya Gak In Hong kakak perempuan dari Gak In Ling tidak meninggalkan pesan terakhir diatas telapak tangannya, pada saat ini sianak muda itu niscaya sudah terpikat oleh perkataannya yang manis didengar itu. Gak In Ling segera tertawa.
"Hee hee hee benar, dia dengan ayahku memang
merupakan saudara angkat, cuma sayang, manusia dikolong langit sering kali lain di mulut lain dihati, tak seorang pun yang dapat di-percaya, lalu apa gunanya untuk saling angkat saudara "
"Engkau berani bersikap kurang ajar terhadap supekmu." teriak Rajawali penunggu bukit Bu Jin pura-pura gusar.
Wajah Gak In Ling berubah semakin dingin tiba-tiba dari balik matanya memancar keluar sinar yang menggidlkan hati, ujarnya menyeramkan-
"Lo-ji, kau tak usah berpura-pura berlagakpilon lagi,
kedatangan dari aku orang she Gak ke tempat ini sekarang
adalah untuk mencuci bersih benteng Hui-in-cay dengan darah
segar dan kau, adalah korbanku yang pertama."
Seraya berkata selangkah demi selangkah ia maju kedepan menghampiri tubuh Rajawali penunggu bukit Bu Jin.
Hawa menyeramkan yang memancar keluar dari tubuh Gak In Ling, memaksa Rajawali penunggu bukit Bu Jin secara beruntun mundur tiga langkah ke belakang dalam keadaan begini hanya ada satu pikiran yang berkelebat di dalam benaknya, ia berpikir.
"Kalau aku tidak suruh mereka unjukkan diri pada saat ini, mungkin sebentar lagi keadaan akan tidak sempat lagi." Berpikir sampai disini, ia segera bersuit panjang.
Gak In Ling sama sekali tidak menggunakan kesempatan itu untuk melancarkan serangan ke-arahnya, dia hanya menunggu dengan tenang, senyuman mengerikan tersungging diujung bibirnya, napsu membunuh yang menyelimuti wajah yang tampanpun nampak semakin menebal.
Bersamaan dengan berkumandangnya suara suitan tersebut, tiba-tiba dari empat penjuru sekeliling tempat itu berkumandang datang suara bentakan yang bergema saling susul-menyusul, dari batik batu cadas yang besar berlompatanlah belasan orang pria kekar baju hijau, wajah mereka rata-rata bengis dan bersemangat tinggi, dalam waktu singkat Gak In Ling sudah terkepung ditengah kalangan-
Dari sikap mereka sombong dan tinggi hati, dapat dilihat bahwa orang-orang itu sama sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap pemuda yang kelihatannya lemah dan tak bertenaga itu.
Rajawali penunggu bukit Bu Jin sendiri setelah menyakslkan kemunculan dari belasan orang pria kekar baju hijau itu, perasaan tegang yang semula menyelimuti wajahnya kini telah mengendor kembali, pikirnya.
"Sekalipun kau Gak In Ling memiliki tiga kepala enam lengan, jangan harap bisa meloloskan diri dari gabungan sepuluh orang malaikat kim-kong dari benteng Hui-in-cay kami diantara seratus nol delapan jago lainnya. Hm, tunggu saja kelihayanku "
Berpikir sampai disini rasa percayanya pada diri sendiri makin bertambah tebal, ia segera tertawa seram dan berseru.
"Haa haa haa....:.. bocah cilik she Gak. coba berpalinglah kesekeliling tubuhmu. Hm, ditengah amukan ombak sungai pada hari ini kemungkinan besar akan bertambah lagi dengan sesosok sukma gentayangan-" Nada suaranya begitu bangga dan gembira.
"Tidak. bukan hanya sesosok sukma gentayangan,
semestinya ada sebelas orang." jawab Gak lu Ling sambil tertawa seram pula.
Nada suaranya begitu tenang dan datar, tetapi membawa hawa bergidik yang bikin bulu roma pada bangun berdiri.
Belasan orang itu sama-sama tercekat hatinya setelah mendengar perkataan itu, dalam hati kecil masing-masing mendadak muncul suatu perasaan sesak yaag aneh dan belum pernah dirasakan sebelumnya.
Tiba-tiba dari arah belakang tubuh Gak In Ling berkumandang datang suara bentakan yang disertai nada gusar. "Bocah keparat, roboh kau ketanah "
Mengikuti suara bentakan tersebut, dari belakang tubuh Gak In Ling muncullah segulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan ambruknya sebuah bukit karang, cukup ditinjau dari datangnya angin pukulan itu bisa diduga sampai
di manakah dahsyatnya tenaga dalam yang dimiliki orang itu.
Gak In Ling sama sekali tidak bergerak dari tempat semula, terhadap datangnya ancaman ia sama sekali tidak berkelit, hanya napsu membunuh yang menyelimuti wajahnya yang bertambah tebal, terdengar ia tertawa seram dan berseru. . "Dialah korbanku yang pertama "
Sementara bicara sampai disitu, angin pukulan yang menyerang datang sudah mencapai jarak hanya setengah cun dibelakang tubuhnya.
Belasan orang lainnya yang menyaksikan kejadian itu tanpa sadar telah berpikir dalam hati nya.
"oh rupanya kita sudah menilai terlalu tinggi tentang
keparat cilik itu, kiranya dia masih belum mampu untuk membedakan mana hembusan angin dan mana angin serangan-"
Pada saat itulah Gak In Ling menyingkir kesamping, lalu membentak keras. "Roboh kamu "
Gerakan tubuhnya begitu cepat, membuat orang sukar untuk mempercayainya, baru saja ucapannya selesai diutarakan keluar, segulung angin pukulan yang mengerikan telah dilancarkan kearah belakang tubuh.
"Blaaaam." terjadilah bentrokan keras yang menggetarkan diseluruh angkasa, disusul jeritan ngeri yang menyayat hati bergema memecahkan kesunyian, sesosok tubuh yang tinggi besar mencelat sejauh tujuh tombak lebih dari tempat semula dan roboh terkapar diatas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi, darah kental mengalir keluar dari ketujuh lubang inderanya.
Semua perubahan berlangsung dengan cepatnya dan didalam waktu yang amat singkat, ketika belasan orang itu merasakan pandangan matanya jadi kabur, tahu-tahu satu diantara mereka telah roboh binasa.
Selesai membinasakan pria baju hijau itu diujung telapaknya, Gak In Ling segera putar badan dan memandang kearah Rajawali penunggu bukit BuJin dengan pandangan dingin, serunya.
"Sekarang tiba giliranmu"
Dalam keadaan begini Rajawali penunggu bukit BuJin sudah tak dapat membendung perasaan hatinya yang kalut lagi, mend engar perkataan tersebut dengan penuh ketakutan dia mundur tiga langkah kebelakang, serunya tanpa sadar.
"Gak In Ling, aku tokh tiada hubungan dendam ataupun sakit hati dengan dirimu ?"
Gak In Ling yang sudah diliputi oleh rasa dendam, pada saat itu seluruh benaknya hanya diliputi oleh napsu membunuh yang sangat tebal dalam pemikirannya dengan membinasakan seluruh anggauta dari benteng Hui-in-cay sajalah sukma ibunya yang berada dialam baka baru bisa di bikin tenang.
"Kematian ibuku secara mengenaskan dibenteng Hui-in-cay merupakan hadiah dari perbuatan kalian iblis- iblis keji yang dijangkiti penyakit gila, hutang darah harus bayar dengan darah apakah kau akan berusaha untuk memungkirinya" seru Gak In Ling dengan nada yang sadis.
Rupanya Rajawali penunggu bukit BuJin sudah mengetahui bahwa situasi pada hari ini tidak bisa diselesaikan secara damai, suatu pertempuran sengit pasti takkan dapat dihindarkan lagi. diam-diam hawa murninya dihimpun kedalam sepasang telapaknya bersiap-siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan, sementara mulutnya sengaja berkata.
"Apa sangkut-pautnya peristiwa ini dengan diriku ?" Gak In Ling tertawa dingin-
"Hee... hee hee berhubung kalian semua berdiam
didalam benteng Hui-in-cay, dan dosa-dosa kalian sudah tak dapat diampuni lagi"
Sebelum sempat Gak In Ling menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba terdengar Rajawali penunggu bukit BuJin membentak dengan suara dingin. "Kita serbu bersama "
Selesai berkata ia melancarkan serangan lebih dahulu kearah tubuh pemuda she Gak itu.
Rajawali penunggu bukit Bujin menempati urutan yang depan diantara seratas nol delapan orang kim-kong yang ada dibenteng Hui-in-cay, tenaga dalam yang dimiliki boleh dibilang cukup sempurna, ketika serangan tersebut dilancarkan keluar, angin pukulan menderu- deru bagaikan hembusan angin puyuh, begitu hebatnya serangan tadi hingga batu cadas berhamburan diatas tanah.
Sembilan orang pria baju hijau lainnya merupakan jago-jago yang berkedudukan setaraf dengan Rajawali penunggu bukit BuJin, walaupun ilmu silatnya tidak selihay Rajawali penunggu bukit, dan tenaga dalamnya tidak sempurna jago tua itu, namun selisih diantara mereka pun tidak terlalu banyak.
Mereka semua telah menyadari sampai di-manakah taraf tenaga dalam yang dimiliki Gak In Ling, demi keselamatan diri sendiri mau tak mau beberapa orang itu terpaksa harus bekerja keras menghadapi musuh yang amat tangguh itu.
Karenanya ketika menyaksikan Rajawali penunggu bukit BuJin telah melancarkan serangan, mereka segera bersama-sama menerjang pula ke-depan sambil melancarkan pukulan-pukulan dahsyat.
Sepuluh gulung angin pukulan yang maha kuat dan dahsyat bersatu padu membentuk suatu daya tekanan yang sangat mengerikan, semua tenaga tekanan itu bersama-sama menekan kearah tubuh Gak In Ling yang berada ditengah kepungan, meskipun arah yang dituju masing-masing pihak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi boleh dibilang setali tiga uang, sebab tempat-tempat yang diancam merupakan jalan darah kematian disekujur badan pemuda itu.
Gak In Ling sendiri walaupun mempunyai tenaga dalam yang mengerikan, dan ia sama sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap ke sepuluh orang itu, tetapi manusia bukanlah mahluk yang terdiri dari tiga kepala enam lengan, kalau ingin menghadapi sepuluh serangan yang datang dari arah yang berbeda pada saat yang bersamaan, bagaimanapun juga bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.
Gak In Ling mendengus dingin, sepasang kakinya menjejak tanah dengan sekuat tenaga, tubuhnya melayang setinggi lima tombak ketengah udara, sepasang telapak diayun berbareng, segulung angin pukulan yang sangat kuat segera menekan ke atas tubuh Rajawali penunggu bukit BuJin.
Mereka semua merupakan jago jago kawakan yang sudah berpengalaman didalam menghadapi pertempuran besar, sejak melancarkan serangan untuk pertama kalinya tadi mereka telah menduga bahwa Gak In Ling bakal menggunakan gerakan tersebut untuk mengatasi kesulitannya, tetapi Rajawali penunggu bukit buJin mimpipun tidak pernah menyangka kalau Gak In Ling yang berada diudara bisa melancarkan serangan gencarnya kearah dia, menyaksikan datangnya ancaman tersebut hatinya jadi amat terkesiap dan buru-buru ia melayang mundur kebelakang.
Sembilan orang lainnya, sesuai dengan rencana semula masing-masing buyarkan serangan dengan berganti jurus, sekali lagi mereka enjotkan badannya menyerang kearah Gak In Ling yang masih berada ditengah udara.
Tatkala menyaksikan sembilan orang pria baju hijau sama-sama menyerang datang, dan hanya Rajawali penunggu bukit BuJin yang mengundurkan diri sejauh satu tombak lebih dari gelanggang pertarungan, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Gak In Ling, ia segera tarik napas panjang, tubuhnya tiba-tiba meluncur, kebawah dengan cepat dan hampir boleh dikata bersamaan dengan berkelebatnya ingatan tersebut menanti kesembilan orang itu sudah menyerang tiba, maka serangan mereka segera mengena pada sasaran yang kosong.
"Blaaaaam " angin pukulan beberapa orang ita saling membentur satu sama lainnya sehingga menimbulkan suara ledakan dahsyat yang menggeletar diangkasa, sembilan sosok bayangan manusia itu seakan-akan terkena ledakan keras, tubuhnya mencelat kearah bagian yang saling berlawanan.
Dikala angin pukuian dari sembilan orang itu saling membentur satu sama lainnya Gak In Ling telah mencapai permukaan tanah dan menyerang kearah Rajawali penunggu bukit Bu Jin.
Sambil meluncur ke depan hardiknya dengan keras. "Kau akan lari kemana ?"
Semula Rajawali penunggu bukit BuJin mengira dengan mundurnya dia dari kalangan, maka dirinya pasti akan terlepas dari lingkungan pengaruh tenaga pukulan dari Gak In Ling, sementara hatinya, masih berbangga karena berhasil meloloskan diri, siapa tahu malaikat Elmaut telah mengincar dari atas kepalanya.
Mendengar bentakan tersebut Rajawali penunggu bukit BuJin segera angkat kepalanya, lalu berteriak keras. "Ah telapak maut"
Diikuti jeritan ngeri yang menyayat hati segera menggema memecahkan kesunyian membuat siapapun yang mendengar ikut merasakan hatinya bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri.
Dalam pada itu kesembilan orang pria baju hijau lainnya baru saja melayang turun keatas tanah, ketika mendengar jeritan ngeri itu mereka bersama-sama angkat kepala dan alihkan pandangannya, tampaklah tubuh Rajawali penunggu bukit BuJin telah menggeletak kurang lebih enam tombak jauhnya dari tempat semula dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Semua perubahan tersebut berlangsung sangat cepat dan sama sekali diluar dugaan siapapun juga, kesembilan pria kekar itu saking kaget dan terkesiapnya hingga untuk beberapa saat lamanya tak mampu mengeluarkan sepatah katapun.
Tanpa memandang barang sekejappun kearah mayat Rajawali penunggu bukit BuJin yang menggeletak diatas tanah, Gak In Ling segera putar badan dan berjalan menuju kearah sembilan orang pria tersebut, dengan nada menyeramkan katanya.
"Jikalau kalian adalah manusia-manusia yang bisa tahu gelagat dan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, lebih baik cepatlah bunuh diri "
Begitu seram dan sadis perkataannya itu, membuat airmuka kesembilan orang pria kekar itu berubah hebat.
Sementara itu diatas sebuah bukit yang tinggi tiba-tiba muncul seekor burung hong berbulu warna-warni sedang meluncur kearah beberapa orang itu dengan kecepatan penuh, namun pada saat itu mereka sedang dicekam ketakutan dan jiwa mereka berada diambang kematian, sedangkan Gak In Ling sendiripun tak menyangka kalau pada saat itu bakal muncul jago kangouw lainnya, maka siapapun tidak menaruh perhatian terhadap kehadiran burung hong itu.
Setelah airmuka kesembilan orang pria kekar itu berubah hebat, masing-masing pihak saling bertukar pandangan sekejap. tiba-tiba salah satu dientaranya berteriak keras.
"Saudara-saudara sekalian, ayo maju bersama " bersamaan dengan selesainya bentakan itu, dengan cepat mereka menubruk Gak In Ling.
-oo0dw0oo-