Jilid 03 : Siasat licik si Buddha Antik
MELIHAT nenek tua itu berkata dengan air mata mengembeng dalam kelepak matanya dara cantik baju putih itu menghela napas panjang, katanya kemudian dengan lemas:
"Hal ini tak dapat disalahkan dirimu, dengan jurus "Hiat-yu-seng-hong" atau hujan darah angin amis itu kendatipun hanya satu jurus.. Aiii Mari kita pergi saja dari sini " Sementara itu bayangan punggung Gak in Ling telah lenyap dari pandangan mata.
Bagi anak murid perkumpulan Thian-hong-pang, kecuali beberapa orang yang mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, sebagian masih bingung dan tak habis mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi, namun mereka tak heran bertanya, melihat ketuanya sudah berlalu mereka pun ikut berlalu pula dari sana.
Setelah keluar dari kuil, dara cantik baju putih itu menyapu sekejap sekeliling tempat itu, melihat suasana sepi-senyap tak nampak sesosok bayangan manusiapun dia menghela napas panjang, setelah masuk kedalam sebuah kereta yang indah berangkatlah rombongan itu meninggalkan kuil.
Fajar menyingsing dari ufuk sebelah timur, kicauan burung berkumandang memecahkan kesunyian dipagi hari itu, malam telah lewat dan sinar matahari pun memancarkan sinar keemas-emasannya ke seluruh jagad.
Lilin raksasa yang berada dalam kuil telah terbakar sampai bagian yang terakhir, lama
kelamaan padam dan sirap dari kegelapan- ruang kuilpun pulih kembali dalam kesunyian-
Pada saat itulah dari atas atap ruangan itu melayang turun dua sosok bayangan manusia, mereka adalah dua orang kakek bersulamkan burung hong warna biru pada dadanya, setelah mencapai permukaan dengan tajam mereka menyapu sekeliling isi ruangan kuil kemudian baru berlalu dari sana.
Inilah peraturan dari perkumpulan Thian-hong-pang sebelum lilin tersulut sampai padam orang-orang mereka tidak akan meninggalkan tempat pertemuan itu.
Tidak lama setelah kedua orang kakek itu lenyap dari pandangan dari dalam ruang kuil tiba-tiba muncul kembali seorang manusia aneh berjubah padri dan berkerudung merah, dengan cepat orang itupun menyapu sekejap sekeliling tempat itu, lalu melayang keluar dari ruangan dan berangkat kearah kanan bangunan kuil itu.
Baru saja bayangan tubuh manusia aneh berkerudung merah itu lenyap di balik tembok pekarangan, dari tembok sebelah kiri melayang kembali seorang gadis baju putih bersulamkan burung hong warna merah pada dadanya yang berwajah amat cantik.
Ia memandang sekejap kearah mana manusia aneh berkerudung merah tadi melenyapkan diri, kemudian mendengus dingin dan meloncat masuk kedalam ruang kuil dengan gerakan amat cepat.
Setelah menyapu sekejap seluruh ruangan, sinar matanya yang jeli mendadak ditujukan ke-arah patung arca Ji-lay-hud, gumamnya.
"Apakah dia tidak kembali lagi kesini ?" setelah berhenti sebentar, ia bergumam kembali.
"Hmm, kalau tahu dia takkan kembali lagi kesini, tidak seharusnya kulepaskan dirinya dengan begitu saja "
Tiba-tiba sambil mendengus dingin ia lancarkan satu pukulan kearah depan-
Blaaam Dengan telak angin pukulan itu bersarang dalam perut patung Ji-lay-hud yang gendut
sehingga mengakibatkan munculnya sebuah lubang yang besar, dibalik patung ternyata
merupakan sebuah ruang yang kosong melompong.
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, napsu membunuh melintas dalam pandangannya, kembali dara itu bergumam:
"Jangan-jangan orang yang baru saja kabur itulah biang- keladinya aduh celaka...."
Dengan cepat dia enjotkan badan dan mengejar kearah mana bayangan tubuh manusia aneh berkerudung merah tadi melenyapkan diri.
Dalam pada itu setelah Gak In Ling keluar dari kuil bobrok ia merasakan darah panas dalam rongga dadanya bergolak keras, pemuda itu sadar bahwa luka dalam yang dideritanya pada saat ini pasti merupakan hasil karya dari seseorang yang bersembunyi didalam patung pemujaan tersebut.
Dengan hati mendongkol bercampur dendam segera gumamnya. "Buddha Antik. Buddha Antik tidak seharusnya kulepaskan dirimu dengan begitu saja."
Dengan langkah yang gontai ia berjalan menuju kedalam hutan sebelah kanan ruang kuil itu.
Sebenarnya bisa saja bagi pemuda itu untuk membongkar rahasia yang sebenarnya terjadi ketika ia masih berada dalam ruang kuil itu, tetapi ia tak ingin meminjam kekuatan orang lain untuk menyelesaikan persoalan pribadinya, lagipula dia pun tahu bahwa Nenek-bermuka-besi Lau In Hong adalah seorang jagoan dari kalangan lurus, setelah pendekar wanita itu berusia lanjut, ia tidak ingin merusak nama baiknya di hadapan orang banyak, maka secara sukarela ia berlalu dari kuil tadi.
Setelah masuk kedalam hutan, Gak In Ling mencari sebuah pohon besar dan duduk bersila disana untuk mengatur pernapasan serta berusaha untuk menyembuhkan luka yang dideritanya.
Ketika burung berkicau menandakan fajar telah menyingsing, Gak In Ling sudah berada dalam keadaan tenang serta lupa terhadap segala-galanya, tindakan seperti ini merupakan tindakan yang sangat gegabah, bagi Gak In Ling tentu saja dia mengetahui akan resikonya, tapi keadaan serta waktu tidak mengijinkan dirinya untuk memikirkan persoalan itu lebih jauh.
Tiba-tiba dari jarak dua puluh tombak dibelakang tubuh Gak In Ling yang sedang bersemadhi, mendadak muncul seorang manusia aneh berkerudung merah, dengan sorut mata yang tajam dia menyapu sekejap sekeliling tempat itu, tatkala menemukan sang pemuda yang sedang bersemadhi dibawah pohon, napsu membunuh yang menggidikkan hati seketika menyelimuti seluruh wajahnya.
Sambil tertawa dingin, manusia aneh berkerudung merah itu bergumam seorang diri.
"Gak In Ling... Gak In Ling siapa suruh nasibmu sejelek ini.. rupanya engkau memang ditakdirkan untuk mati ditanganku "
Sambil berkata perlahan-lahan dia melepaskan kain kerudung merah yang menutupi wajahnya, siapakah dia ? Ternyata bukan lain adalah Buddha Antik, padri keji yang bermuka saleh.
Dengan cepat Buddha Antik menyimpan kain kerudung merahnya kedalam saku, kemudian selangkah demi selangkah mendekati Gak In Ling sambil melangkah maju hawa murninya dihimpun kedalam telapak dan siap melancarkan sebuah pukulan yang mematikan-
Keselamatan Gak In Ling pun sedetik demi sedetik ikut lenyap mengikuti semakin dekatnya padri tua itu, kini Buddha Antik telah berada pada jarak satu tombak dari hadapan tubuhnya, andaikata serangan itu dilepaskan niscaya pemuda she Gak itu takkan lolos dari kematian-
Akan tetapi ia tidak segera melancarkan serangan mautnya, sebab dalam pemikirannya asal telapak itu diayun ke bawah maka musuhnya ini akan menemui ajalnya, maka ia memberi waktu yang cukup bagi pemuda itu untuk hidup beberapa menit lagi.
Senyuman yang menyeringai seram menghiasi raut wajahnya yang saleh, penampilan yang sangat tidak sesuai dengan raut wajahnya ini membuat siapapun yang kebetulan melihat tentu akan meninggaikan satu tanda tanya yang besar.
Kian lama kian mendekat pada saat itu wajah Gak Ia Ling yang pucat-pias sudah mulai bersemu merah, hal ini menunjukkan bahwa luka dalamnya sudah mulai sembuh kembali.
Tentu saja pemuda itu mimpipun tak pernah mengira kalau Malaikat Elmaut semakin lama semakin mendekati pula dirinya.
Kini Buddha Antik sudah berada kurang lebih lima depa dihadapan sianak muda itu, hawa murninya telah dihimpun semua kedalam telapak sambil menyeringai penuh kekejian, pikirnya.
"Bangsat cilik, tidak sepantasnya engkau datangkan banyak kesulitan bagi aku Buddha Antik dan tidak seharusnya engkau memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna hee hee...sekarang, janganlah salahkan kalau terpaksa aku harus bertindak keji terhadap dirimu "
Sambil berpikir, sepasang telapaknya perlahan-lahan didorong kearah dada sianak muda itu.
Nampaknya jago muda itu sebentar lagi akan menemui ajalnya ditangan padri keji yang berwajah saleh ini, pada saat yang kritis dan sangat berbahaya itulah mendadak bayangan putih berkelebat lewat. Tiba tiba disisi tubuh Gak In Ling melayang turun seorang gadis cantik baju putih yang punya sulaman burung hong merah di atas dadanya, begitu enteng dan cepatnya gerakan orang itu sehingga sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun. Menyaksikan kehadiran gadis cantik itu, Buddha Antik terkesiap, pikirnya: "Aduh, celaka kembali ia menggagalkan usahaku untuk melenyapkan bangsat ini "
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, serangan yang semula ditujukan kearah Gak In Ling itu dengan cepat dialihkan kearah dada gadis baju putih itu, kemudian sambil berpura-pura kaget ia berseru:
"Omitohud Rupanya pangcu dari perkumpulan Thian-hong-pang. oh, hampir saja aku salah membunuh orang."
Licik sekali orang ini dan pandai benar ia menguasai gelagat, sekalipun dalam hati ia amat terkejut namun wajahnya masih tetap tenang-tenang saja seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu apapun.
Dengan pandangan tajam ketua dari perkumpulan Thian-hong-pang memandang sekejap kearah padri tua itu, kemudian sambil memberi hormat katanya:
"Oooh, rupanya taysu, apakah taysu sengaja berada disini untuk melindungi keselamatannya ?"
"Entah siapakah orang ini ?" jawab Buddha Antik dengan suara yang lirih. "Kebetulan saja aku lewat ditempat ini, karena aku takut ia diganggu atau dianiaya oleh binatang buas, maka sengaja aku berdiri disini untuk melindungi keselamatannya."
"Oooh, betapa saleh dan welas kasihnya padri agung ini " puji gadis itu didalam hati.
Haruslah diketahui bahwa ketua dari perkumpulan Thian-hong-pang ini bukanlah seorang jago yang gampang ditipu, tetapi karena Buddha Antik sudah tersohor karena kesalehannya dikolong langit, maka dia pun tak menduga kalau padri tua itu sebenarnya adalah seorang manusia yang licik sekali.
Kembali Thian-hong pangcu melirik sekejap kearah Gak In Ling, lalu berkata kembali:
"Orang ini bukan lain adalah Gak In Ling yang bikin meluruh dunia persilatan jadi tidak tenang."
Satu ingatan berkelebat dalam benak Budha Antik, sambil berpura-pura tak paham sengaja ia bertanya.
"Watak setiap manusia sebenarnya adalah saleh, aku pikir asal engkau suka menasehati dirinya maka ia tentu akan bersedia untuk merubah watak-watak jeleknya itu " seraya berkata ia menatap wajah gadis itu dengan tajam.
"Aku rasa hal ini tak mungkin bisa dilakukan-" sahut sang dara sambil menggeleng. Betapa girangnya Buddha Antik mendengar jawaban itu, tiba-tiba ujarnya kembali.
"Ooh.... ya, aku masih ada sedikit urusan yang harus segera diselesaikan dikota cin-hway, tolong li sicu suka berjaga sebentar disini, sekalian aku harap agar li sicu suka menasehati dirinya agar suka bertobat dari dosanya serta banyak melakukan kebajikan-"
Habis berkata ia melirik sekejap kearah Gak In Ling dan berpikir didalam hati.
"Gak In Ling, sekarang engkau harus berjumpa dengan pangcu dari perkumpulan Thian-hong-pang yang paling benci terhadap segala kejahatan, h mm.. sekalipun aku tidak turun tangan, engkaupun jangan harap bisa lolos dari tangannya dalam keadaan hidup." Berpikir sampai disini buru-buru ia putar badan dan kabur dari sana.
Memandang bayangan punggung Buddha Antik yang lenyap dari pandangan, ketua dari perkumpulan Thian-hong-pang ini bergumam seorang diri.
"Meskipun padri saleh itu mempunyai hati yang bajik bagaikan Pousat, sayang sekali orang yang dituju olehnya bukanlah seseorang yang bisa dirubah watak-watak jeleknya."
Dengan sorot mata penuh napsu membunuh ia berjalan maju kedepan dan mendekati sianak muda itu.
Raut wajah Gak In Ling yang tampan berkerut kencang penuh penderitaan, mungkin gumam dari Thian-hong pangcu telah menusuk perasaan halusnya sehingga membuat dia merasa sakit hati.
Tiba-tiba Thian-hong pangcu alihkan sinar matanya kearah wajah sianak muda itu, hatinya bergetar keras dan tanpa terasa naps u membunuh yang telah berkobar dalam hatinya lenyap tidak berbekas, dengan suara dingin ia berkata.
"Gak In Ling, jika engkau mempunyai keberanian maka sembuhkan lebih dahulu luka dalam yang engkau derita itu, kemudian baru langsungkan pertarungan melawan diriku."
Gak In Ling tarik napas panjang, ia paksakan diri untuk menahan emosi yang berkobar dalam dadanya, kemudian membuyarkan hawa murni yang berkumpul dipusar dan membuka matanya.
"Aku orang she Gak mengucapkan banyak terima kasih atas budi kebaikan nona yang tidak membinasakan diriku," sahutnya, "kalau ingin ber duel untuk menentukan siapa menang siapa kalah sekarang juga kita boleh langsungkan pertarungan tersebut." sambil berkata ia loncat bangun, namun air mukanya masih pucat-pias bagaikan mayat, jelas luka dalam yang dideritanya sama sekali belum sembuh.
"Hm, luka dalam yang kau derita toh belum sembuh, lebih baik sembuhkan dulu baru kita bertarung."
"Haahaa haa " Gak In Ling tertawa seram. "Pangcu menyembuhkan luka dalamku atau tidak itu toh urusan pribadiku, apakah engkau tidak merasa bahwa urusan yang kau campuri sudah terlalu banyak ?"
Ucapannya sombong dan jumawa sekali, seakan-akan pemuda itu hendak melampiaskan semua kekesalannya yang menumpuk dalam dadanya selama beberapa hari belakangan ini.
Gadis cantik baju putih merupakan ketua perkumpulan Thian-hong-pang yang disegani dan dihormati oleh setiap umat persilatan yang ada di-kolong langit, belum pernah ada orang yang berani bersikap sombong dan jumawa seperti ini.
Mendengar ucapan tersebut tentu saja ia jadi naik pitam, dengan mata melotot penuh kegusaran bentaknya nyaring.
"Hmm, engkau anggap aku jeri terhadapmu" sambil tersenyum telapaknya disiapkan dan segera diayun kedepan.
Pada saat itulah dari atas pohon besar dimana Gak In Ling bersandar tadi berkumandang suara yang amat gemuruh, disusul suara seseorang yang kasar dan keras bergema memecahkan kesunyiannya. "Hey Hey Kalian jangan bergebrak lebih dulu "
Seorang pria kekar yang berbadan setengah telanjang dengan mencekal sebuah toya besi yang besar telah berdiri ditengah kalangan, pada tubuhnya yang setengah telanjang itu terlihatlah sembilan buah tato yang melukiskan sembilan ekor naga berwarna merah.
Baik Gak ln Ling maupun gadis baju putih itu sama-sama merasa terperanjat, pikir mereka hampir berbareng.
"Dengan kepandaian silat yang kumiliki, kenapa tak kuketahui kehadiran orang ini ?"
Berpikir sampai disini mereka segera alihkan kembali sorot matanya kearah pria kekar itu.
Tampak olehnya orang itu berusia dua puluh lima-enam tahunan, alisnya tebal matanya besar, hidungnya besar mulutnya lebar, cambang yang kaku memenuhi separuh bagian wajahnya, jika ditinjau dari suara langkahnya ketika melayang turun keatas tanah, jelas menunjukkan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya tidak terlalu lihay.
Setelah mencapai diatas tanah, pria kekar itu menyapu sekejap kearah Gak In Ling, kemudian teriaknya dengan keras.
"Kamu benar-benar seorang manusia yang tak tahu diri, menolong anjing malah digigit"
"Hmm, andaikata nona itu tidak datang tepat pada waktunya, mungkin engkau telah modar ditangan kepala gundul itu," setelah menelan ludah ia meneruskan.
"Huh Untung pada waktu itu aku tidak menolong dirimu, kalau tidak maka keadaanku pasti akan seperti nona ini, bukan mendapat pujian malahan dicaci- maki."
Thian-hong pangcu segera merasakan hatinya agak bergerak setelah mendengar perkataan itu, dengan hati curiga pikirnya.
"Jangan-jangan ketika aku tiba disini Budha Antik memang sedang bersiap-sedia untuk membinasakan dirinya, tapi hal ini tak mungkin terjadi. Bukankah Buddha Antik dikenal sebagai padri yang saleh dalam dunia persilatan? Masa dia... "
Berpikir sampai disini dia segera angkat kepala memandang sekejap kearah pria kekar itu, kemudian berpikir lebih jauh.
"Potongan orang ini seperti orang kasar yang jujur, sepantasnya kalau perkataannya dapat
dipercaya, akan tetapi "
Untuk beberapa saat lamanya, gadis yang terkenal karena kecerdasan serta ketelitiannya inijadi bingung dan tak tahu apa yang musti dilakukan-Sementara itu Gak In Ling telah menegur dengan suara dingin.
"Siapa yang suruh engkau menolong diriku." Pria bertato sembilan naga itu melototkan matanya bulat-bulat, sahutnya dengan jengkel.
"Kalau engkau tidak membutuhkan bantuan ku, kenapa tidak kau katakan sedari tadi ? Pada waktu itu hampir saja aku meloncat turun dari atas pohon."
Gak In Ling adalah seorang pemuda yang cerdik, setelah mendengar ucapan pria kekar itu diapun segera mengetahui bahwa dia adalah seorang kasar yang masih polos dan bicaranya spontan, hawa gusar yang semula menyelimuti dadanya seketika lenyap tak berbekas.
"Untung kau tidak sampai menolong diriku" ujarnya kemudian dengan suara hambar.
"Kenapa?" tanya pria bertato sembilan naga sambil mengerdipkan matanya tanda kebingungan-"Apakah engkau bukan orang baik-baik ?"
Orang ini memang rada tolol, masa dikolong langit benar-benar terdapat orang jahat yang mengaku dirinya jahat ?
"Siapa tahu aku memang jahat" sahut Gak In Ling sambil tertawa hambar.
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benak Thian-hong pangcu, ia merasa seolah-olah dirinya telah berhasil memahami sesuatu, ia segera menengadah dan memperhatikan pria polos itu.
"Siapa engkau ? Ada urusan apa datang kemari ?"
Rupanya pria kekar itu mempunyai kesan yang sangat baik terhadap ketua dari perkumpulan Thian-hong-pang ini, mendengar pertanyaan tersebut tanpa berpikir panjang lagi segera ia menjawab.
"Suhuku menyebutku sebagai Kiu-bun-liong Tato-sembilan naga, adapun maksud kedatangan, ku pada malam ini adalah untuk mencari sebatang pohon buah ci-ci-ko yaug berdaun tujuh, agar ilmu Kun-goan-kang yang sedang aku yakini bisa mencapai kesempurnaan-"
"Apa ? Buah ci-ci ko yang berdaun tujuh?" seru Thian-hong pangcu dengan terperanjat. Biji matanya yang jeli tanpa terasa menyapu sekejap kearah Gak In Ling, "menurut anggapannya diatas wajah sianak muda itu pasti akan menampilkan rasa kaget yang tak terhingga sebab buah ciciko berdaun tujuh adalah obat paling mujarab dikolong langit untuk menambah kesempurnaan tenaga dalam serta mengobati luka dalam yang parah.
Tetapi gadis itu segera merasa kecewa, karena diatas wajah Gak In Ling sama sekali tidak menunjukkan sikap apapun, seakan-akan persoalan itu sama sekali tak ada hubungannya dengan dia.
Setelah termenung dan berpikir sebentar, maka ia bertanya kembali. "Buah ciciko berdaun tujuh itu sekarang berada dimana ?"
Pria tato sembilan naga itu menggerakkan bibirnya seperti mau menjawab, tiba-tiba ia batalkan niatnya dan balik membentak dengan gusar. "Apakah engkau hendak ikut mencuri buah tersebut ?"
"Benda berharga dikolong langit, siapa melihat dia ikut mendapat bagian, dari mana engkau bisa mengatakan kalau aku mencuri ?" sahut Thian hong pangcu setelah ia melirik sekejap kearah Gak In Ling.
Pria tato sembilan naga benar-benar seorang pria yang polos, mendengar ucapan itu hatinya semakin gelisah, sambil siapkan toyanya membentak lagi dengan gusar. "cepat katakan Beranikah engkau mencuri buah mustika itu ?"
Kalau dilihat dari tampangnya, andaikata Thian-hong pangcu mengatakan berani maka dia akan segera turun tangan-
Kebetulan sekali pada saat itulah angin kencang berhembus lewat membawa suara bentakan seseorang dengan nada yang amat gusar.
"Buddha Antik Kalau engkau berani maju selangkah lagi kedepan, jangan salahkan kalau pinto akan bertindak kurang ajar "
Diatas wajah Gak In Ling yang tampan dan tenang tiba-tiba terlintas hawa napsu membunuh yang amat tebal, setelah mendengar suara bentakan itu, dia enjotkan badan segera meluncur kearah mana berasalnya suara bentakan tadi.
Selama ini Thian-hong pangcu selalu memperhatikan gerak-gerik Gak In Ling, melihat pemuda itu berlalu dari situ, dengan nyaring ia membentak.
"Gak In Ling, engkau hendak pergi kemana ?" laksana kilat dia gerakkan tubuhnya dan menyusul dari belakang.
Pria tato naga sembilan melongo, sambil memandang kearah mana lenyapnya dua sosok bayangan manusia itu gumamnya seorang diri.
"Cepat amat lari mereka berdua... wah, sama dengan terbang saja. celaka, arah mereka pergi justeru ketempat buah itu... "
Buru-buru dia siapkan toyanya kemudian berlarian pula mengajar dari belakang kedua orang
itu..
Setelah menembusi hutan yang lebar dihadapan Gak ln Ling muncullah sebuah bukit terjal yang penuh dengan batu cadas yang berserakan, suara bentakan tidak lain berasal dari balik bukit terjal tersebut.
Dalam pada itu sang surya telah muncul di angkasa, berjuta juta rentetan cahaya tajam yang menyilaukan mata menerangi seluruh jagad.
Dengan gerakan tubuh yang cepat laksana gerakan kilat Gak In Ling berloncatan diantara batu-batu yang berserakan dan lari naik keatas bukit, kurang lebih dua puluh tombak dibelakangnya mengikuti seorang dara cantik baju putih.
Semakin mendekati puncak bukit itu, suara bentakan serta makian semakin jelas berkumandang masuk kedalam pendengaran sianak muda itu, rupanya sudah ada orang yang turun tangan bertarung.
Tidak selang beberapa saat kemudian Gak In Ling telah mencapai puncak bukit tersebut, ketika ia melongok kebawah hatinya tertegun, rupanya ia berdiri dipinggir jurang dan dibawah jurang terbentang sebuah lembah yang amat luas, suara bentakan tadi berasal dari dalam lembah tersebut.
Gak In Ling melongok kebawah dan menyapu sekejap sekeliling tempat itu, dia lihat pada saat itu Buddha Antik sedang menerjang kearah dinding bukit dimana ia berdiri sekarang, sedangkan dibelakangnya membuntuti enam orang jagoan yang terdiri dari hwesio, tosu dan manusia biasa.
Satu ingatan berkelebat dalam benak anak muda itu, ia menyapu kembali kearah dinding bukit tepat dibawahnya, terlihatlah kurang lebih dua puluh tombak dibawah tebing atau tepatnya ditengah celah-celah batu yang tertutup oleh lalang tumbuh sebatang tumbuhan yang berwarna merah darah, mengertilah pemuda itu apa yang sedang terjadi.
Pada saat itu Budha Antik sudah sangat dekat dengan dinding bukit, rupanya ia sedang berusaha untuk merampas tumbuhan berwarna merah darah itu.
Gak In Ling teramat gusar, napsu membunuh menyelimuti wajahnya, ia membentak keras. "Buddha Antik, serahkan jiwa anjingmu "
Dengan jurus "Hiat-yu-seng-hong" atau hujan darah angin amis ia menerjang kebawah bagaikan seekor burung elang yang sedang menerkam mangsanya, serentetan cahaya merah darah dengan cepat menyelimuti seluruh tubuhnya.
Dari bentakan yang keras Buddha Antik sudah tahu siapakah yang datang, saking kagetnya sukma terasa melayang tinggalkan raganya, ia tidak memperdulikan buah ciciko yang sudah hampir terjatuh ke tangannya lagi, sambil berjumpalitan diudara sepasang kakinya segera menjejak dinding bukit, laksana anak panah yang terlepas dari busurnya ia melayang sejauh dua puluh tombak lebih dari tempat semula dan tepat melayang turun dibelakang lima orang pengejarnya, setelah mencapai tanah tanpa berpaling lagi ia melarikan diri terbirit-birit kearah lembah sebelah kanan-
Sebenarnya serangan telapak maut yang di-lancarkan Gak In Ling dikala Buddha Antik sedang tidak bersiap-siaga itu mampu menghancurkan tubuh padri licik tadi menjadi berkeping-keping, tapi sayang luka dalam yang diderita pemuda itu belum sembuh, ketika jurus hujan darah angin amis tadi digunakan sampai separuh jalan itu ia sudah merasakan tenaga dalamnya tak mampu disalurkan kembali, dalam keadaan begini terpaksa sambil menggertak gigi karena mendongkol ia saksikan Buddha Antik kabur dari tempat itu.
Dengan kaburnya Buddha Antik dari tempat kejadian, maka sekarang Gak In Ling lah yang mencapai sisi buah mustika ciciko itu, tanpa pikir panjang lagi buah tadi segera dicabut olehnya dan melayang keatas tanah.
Thian-hong pangcu dengan cepat menyusul datang, ia segera menghadang didepan tubuh anak muda itu.
Lima orang yang berada dalam lembah, mimpipun tak pernah menyangka kalau buah mustika ciciko berdaun tujuh yang dijaganya setengah harian lebih bukan terjatuh ketangan Buddha Antik sebaliknya kena dipetik oleh seorang pemuda yang sama sekali tak dikenalnya, sambil membentak penuh kegusaran dengan cepat mereka mengepung Gak In Ling serta Thian- hong pangcu di tengah kalangan-
Gak In Ling sama sekali tidak menggubris kelima orang yang mengepung dirinya itu, disapunya sekejap buah ciciko yang berada dalam genggamannya, dia lihat tumbuhan tersebut berakar panjang yang tegak dan berwarna hijau, pada tangkainya tumbuh tujuh lembar daun merah yang berbentuk bulat pipih, pada ujung setiap daun berwarna merah tadi tumbuh sebutir buah merah yang berbau harum serta besarnya bagaikan sebutir mutiara, butiran kecil itulah yang mungkin dinamakan buah ciciko.
Setelah memandang sekejap buah tadi, pemuda she Gak baru memandang kearah lima orang jago tadi, ujarnya dengan nada hambar.
"Kalau kutinjau dari usia kalian berlima, aku rasa kalian pastilah merupakan jago jago yang punya nama besar dalam dunia persilatan " Thian-hong pangcu berkata pula setelah menyapu kelima orang itu.
"ln Hok Liau Wan Sungguh tak nyata kalian sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar ternyata masih belum dapat menghilangkan rasa tamak dalam hati kalian, hanya disebabkan sebatang tumbuhan saja kalian bersedia melakukan pertarungan. hmm sekarang setelah bertemu dengan aku, apa yang hendak kalian kata kan lagi ?"
Air muka In Hok Totiang dan Liau Wan Taysu berubah hebat, mereka jadi gelagapan dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun, sedangkan tiga orang yang lainpun mukanya berubah hebat, keadaan mereka bagaikan tikus yang bertemu dengan kucing.
Melihat sikap beberapa orang itu, Gak In Ling keheranan- Pikirnya didalam hati.
"Gadis ini masih berusia sangat muda, tapi setiap patah kata serta tingkah lakunya cukup menggetarkan hati setiap jago yang ada dalam dunia persilatan- Sungguh luar biasa sekali, hal ini sangat tidak masuk diakaL"
Sementara itu Thian-hong pangcu telah mendengus kembali. "Hmm, apa yang hendak kalian katakan lagi?" serunya.
In Hok Totiang ragu-ragu sebentar, kemudian sambil keraskan kepala dia maju kedepan dan menjawab.
"Adapun maksud kedatangan kami semua ke tempat ini, semula adalah ingin menyelidiki lembah Toan-hun-kok. tapi siapa sangka baru saja tiba ditempat ini kami telah menemukan buah ciciko yang mujarab itu."
"Hmm oleh karena itu kalian berhasrat untuk mendapatkannya, bukankah begitu ?" dengus Thian-hong pangcu.
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia tertawa dingin dan berkata kembali.
"Apakah kalian yakin dengan kekuatan yang kamu miliki akan berhasil menyelidiki rahasia dari lembah tersebut ?"
"Omitohud " seru Liau Wan Taysu dengan alis berkerut. "Banyak sekali anak murid yang kuutus datang kemari lenyap tak berbekas, karena itu meskipun kami berlima menyadari bahwa kepandaian silat yang kami miliki masih bukan tandingan lawan, namun masa depan kami sendiri maka terpaksa kami harus mencobanya sekalipun harus menempuh bahaya."
Sementara mereka masih berbicara, Gak In Ling telah memetik ketujuh butir ciciko itu dan diletakkan dalam genggamannya, kemudian berkata.
Tindakan Gak In Ling yang sama sekali di luar dugaan ini mencengangkan hati para jago, mereka mengira sianak muda itu adalah anak murid dari perkumpulan Thian-hong-pang, tanpa terasa jago-jago lihay itu merasa amat berterima kasih sekali terhadap gadis tersebut.
"Pangcu, tolong bagikan ketujuh buah ciciko ini kepada mereka semua." sambil berkata ia angsurkan buah ciciko tadi kedepan-
Tapi mereka tak pernah menduga bahwa rasa kejut yang dialami Thian-hong pangcu jauh lebih hebat daripada mereka sendiri, dengan sorot mata yang curiga bercampur tak percaya ia menatap wajah pemuda itu, lama-lama sekali ia baru berkata dengan nada dingin.
"Gak In Ling, kebutuhanmu mungkin jauh lebih besar daripada mereka, benarkah engkau rela memberikan buah ciciko ini kepada mereka ?"
Hawa gusar memancar keluar dari balik mata Gak In Ling yang aneh, tetapi ia menahan diri kembali sebab dia tak ingin menanam bibit permusuhan dengan orang-orang itu.
Dengan pandangan dingin disapunya sekejap Thian-hong pangcu, kemudian membentak keras.
"Sambutlah buah ini " tangan diayun, enam biji buah ciciko segera memencar kedepan bagaikan enam buah kilatan cahaya dan masing-masing meluncur kearah enam orang yang berbeda.
Pada saat yang bersamaan keenam orang dalam kalangan bersama-sama menerima sebutir buah ciciko yang disambit kearah mereka, tapi tak seorangpun yang melakukan pemeriksaan, dengan dua belas buah mata yang aneh mereka menatap wajah sianak muda itu, karena tindakan dari lawannya ini telah membuat hati orang-orang itu tercengang dan tidak habis mengerti.
Thian-hong pangcu sendiri dengan pandangan yang tidak tenang serta permintaan maaf memandang kearah sianak muda itu, menanti ia berhasil melihat bahwa ditangan Gak In Ling masih tersisa satu butir buah ciciko, rasa tidak tenang tadi baru pulih kembali seperti sedia kala, inikah yang dinamakan cinta.
In Hok Totiang maju selangkah kedepan, setelah memberi hormat ujarnya.
"Siauw sicu berjiwa besar dan berdada lapang, pinto merasa amat kagum sekali, bolehkah aku tahu siapa namamu ?" sambil berkata ia memandang ke arah pemuda itu dengan sorot mata kagum bercampur menghormat.
Keempat orang lainnyapun mempunyai pandangan yang sama, mereka ingin sekali mengetahui siapakah gerangan pemuda yang berjiwa besar dan bersedia membagikan buah mustika yang berhasil didapatkannya itu.
Satu ingatan berkelebat dalam benak Thian hong-pangcu, pikirnya, "oh, rupanya inilah kesempatan yang paling baik dari Gak In Ling untuk mencari simpati dari para jago, hampir saja aku kena dikelabui oleh tindakannya ini." Menurut perkiraannya apa yang dipikirkan tentu tak akan salah lagi.
Siapa tahu Gak In Ling cuma tertawa hambar belaka setelah mendengar perkataan itu. katanya.
"Aku bukanlah seseorang yang patut saudara sekalian ingat terlalu, lebih baik namaku tak usah kalian ketahui " setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Buah ciciko setelah dipetik dari tangkainya tak dapat disimpan terlalu lama, aku harap kalian segera menelan buah tersebut " habis berkata perlahan-lahan ia berlalu dari tempat itu
"Omitohud.. " seru Lian Wan Taysu sambil merangkap tangannya memuji keagungan Buddha, "Aku rasa sudah sepantasnya kalau sicu menelan lebih dahulu buah ciciko itu "
"Siapa yang makan buah ciciko dia akan mendapat tambahan tenaga dalam dan menambah usia, sebaliknya kalau aku yang menelan buah itu maka perbuatanku ini hanya membuang dengan percuma sebuah buah langka dalam kolong langit" jawab Gak In Ling hambar, berpalingpun tidak.
"Tapi buah tersebut dapat menyembuhkan pelbagai penyakit dan luka dalam, kenapa sicu mengatakan hanya membuang percuma sebuah benda langka dalam kolong langit ?" . Gak In Ling tertawa tawa.
"Keputusanku sudah bulat, terima kasih atas perhatian dari taysu dan engkaupun tak usah memaksa diriku lagi."
Selama ini Thian-hong-pangcu hanya mendengarkan setiap patah kata dari Gak In Ling dengan cermat dan seksama, walaupun setiap patah katanya tak dapat ditangkap artinya oleh lima orang jago yang hadir dalam kalangan, tetapi bagi pendengaran gadis cantik baju putih ini seakan-akan sebuah batu cadas yang menindih diatas dadanya, membuat pikiran dan perasaannya bergolak keras.
Tak tahan lagi ia segera menyela.
"Apakah engkau tidak merasa bahwa keputusan yang telah kau ambil itu terlalu merugikan dirimu ?" Gak In Ling, tertawa dingin-
"Hee hee hee. ... keputusan yang ku ambil mungkin saja justru merupakan apa yang pangcu butuhkan, bukankah kehidupanku dalam kolong langit hanya akan memusingkan kepala pangcu saja ?"
Airmuka Thian-hong pangcu berubah hebat serunya tanpa sadar.
"Darimana engkau tahu kalau itulah yang kubutuhkan?" suaranya keras dan penuh emosi.
Tiba-tiba dari atas puncak tebing moloncat datang sesosok bayangan manusia, dia bukan lain adalah pria tato sembilan naga, berhubung ilmu meringankan tubuhnya agak cetek maka ketika mencapai permukaan tanah ia maju kedepan dengan sempoyongan.
Namun pria itu sama sekali tidak menggubris keadaannya itu, dengan sorot mata yang tajam disapunya sekejap sekeliling tempat itu, setelah menjumpai tangkai buah ciciko dengan ketujuh daunnya berada ditangan Gak In Ling, ia segera membentak.
"Bajingan cilik, semula aku tak habis mengerti apa sebabnya engkau lari dengan begitu cepatnya oh, rupanya engkau hendak merampok buah ciciko ? Bagus sekali, aku akan mengadu jiwa dengan dirimu."
Habis berkata, toya besinya segera disapu ke depan denganjurus "ciu-hong-sau-llok-yap" atau daun berguguran terhembus angin dingin.
Weesss Diiringi desiran angin tajam ia memutar toy anyamembabat kearah pinggang Gak In Ling, senjata itu belum mencapai sasaran desiran dingin telah menyengat badan, hal ini menunjukkan betapa kuatnya tenaga yang dimiliki pria itu.
Menengar datangnya desiran angin tajam, Gak In Ling putar badan, sorot matanya dengan berkilat, setelah memandang datangnya ancaman tersebut tiba-tiba laksana kilat cengkeram ujung toyadengan jurus "Lekshu-ki-liong" atau tenaga sakti menundukkan naga.
Gerakan yang dilakukan, secara tiba tiba ini mengejutkan setiap para jago yang hadir dalam gelanggang, sebab serangan toya yang dilancarkan tato sembilan naga luar biasa sekali danpria itu sudah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Tanpa sadar Thian- hong-pangcu maju selangkah kedepan- tapi sayang gerakannya itu terlambat.
Blaaam Ditengah getaran yang amat keras, Gak In Ling terseret maju sampai tiga- empat langkah kedepan dengan sempoyongan setelah terhajar oleh sapuan toya lawan, air mukanya berubah jadi hijau keabu-abuan, tetapi ia masih mencekal ujung toya pria tato sembilan naga itu kencang-kencang.
Diam-diam Gak In Ling menghela napas panjang, pikirnya.
"Oh aku lupa kalau luka dalam yang sedang kuderita belum sembuh."
Ia segera menengadah memandang sekejap kearah pria tato sembilan naga, kemudian tanya nya dengan tenang. "Berapa buah ciciko yang engkau butuhkan ?"
Dengan sekuat tenaga pria tato sembilan naga membetot toya besinya, dalam perkiraannya pasti toya tersebut akan berhasil dicabut lepas karena Gak In Ling berbadan lemah dan masih muda belia.
Siapa tahu peristiwa yang kemudian terjadi jauh diluar dugaannya, dia merasa toyanya bagaikan berdempetan dengan sebuah bukit karang yang amat berat, jangan dikata untuk mencabut keluar sekalipun untuk menggoyangkanpun dia tak mampu. Hal ini amat mengejutkan hatinya, dengan perasaan kaget pikirnya didalam hati.
"Mungkinkah bocah ini pandai ilmu sihir? Kalau tidak mengapa toyaku seakan-akan tertindih dengan bukit karang yang berat ?"
Sepasang matanya memandang kearah Gak In Ling dengan sorot mata tertegun, ia tak tahu apa yang musti dikatakan-
Dengan hambar Gak In Ling memandang sekejap kearahnya, lalu bertanya kembali.
"Eeii, sudah dengar belum pertanyaanku? Aku tanya engkau butuh berapa butir buah ciciko ?"
"Sebutirpun sudah cukup,"
Gak In Ling segera ayun telapaknya kedepan dan melemparkan buah ciciko yang tinggal sebutir itu ketangan pria tato sembilan naga, serunya. "Nah, buah itu boleh kau telan"
Meskipun pria tato sembilan naga adalah seorang kasar dan berangasan tapi pikirannya polos sekali, sambil menerima buah ciciko itu tanyanya. "Eli, engkau masih punya berapa butir ?"
"Sebutirpun dia sudah tak punya" jawab In Hok Totiang dengan cepat.
Tertegun hati pria tato sembilan naga setelah mendengar ucapan tersebut, tiba-tiba ia berseru.
"Sungguhkah itu ? Bocah cilik, aku kembalikan buah ciciko ini kepadamu, akupun takkan
berlatih segala macam ilmu silat lagi, nih,terimalah kembali "
Dengan langkah lebar ia berjalan kehadapan Gak In Ling, kemudian angsurkan buah ciciko tersebut ketangan pemuda itu.
Dari balik mata Gak In Ling memancarlah serentetan cahaya yang sangat aneh, sambil tertawa ia menepuk bahu pria tato sembilan naga, kemudian katanya dengan nyaring.
"Kalau engkau tidak berlatih ilmu tersebut gurumu pasti akan merasa menyesal dan kecewa
sekali."
"Tapi, kalau kumakan buah ini bukankah engkau jadi tak mendapat bagian ?"
"Aku toh tidak membutuhkannya." sahut Gak In Ling sambil menggeleng.
Pria tato sembilan naga adalah seorang lelaki yang berhati polos, mendengar perkataan itu ia mengira ucapan tersebut adalah sungguh, maka sambil tertawa ujarnya. "Hey bocah, engkau adalah manusia paling baik yang pernah kujumpai selama hidup " .
Dengan tangan kanannya ia genggam bahu sianak muda, sedang wajahnya berseri-seri penuh kegembiraan-
Apa yang terjadi didepan mata memancing rasa haru dihati para jago yang hadir disana, berpuluh buah mata yang memancarkan rasa terima kasih segera dialihkan kearah pemuda she Gak.
Than- hong pangcu paling tergetar hatinya setelah menyaksikan kejadian itu, pikirnya. "la memang berjiwa besar, padahal diantara orang yang hadir ditempat ini dialah yang paling membutuhkan benda tersebut, sayang sekali ditempat ini tak ada delapan butir buah ciciko."
Sementara itu sambil memutar badan Gak In Ling telah berkata kembali.
"Harap saudara sekalian suka menelan buah tersebut, aku akan tetap berjaga disini untuk melindungi keselamatan kalian selama kalian bersemadhi."
Dengan langkah gontai ia berjalan kearah kanan, dan disitu ia berjaga-jaga sambil menyapu keadaan disekeliling lembah tersebut.
Semua jago mengetahui akan sifat dari buah ciciko tersebut, merekapun tak berani membuang waktu dengan percuma lagi, dengan hati girang dan rasa berterima kasih buah itu segera ditelan kedalam perut lalujatuhkan diri bersila untuk mengatur pernapasan-
Asal manusia masih terdiri dari darah dan daging, siapakah yang masih dapat melepaskan diri dari ketamakan serta keserakahan mementingkan diri sendiri ?
Dengan pandangan iba Thian-hong pangcu menyapu sekejap kearah para jago yang hadir di tempat itu, kemudian sambil menghela napas pikirnya.
"Meraka semua adalah jago-jago kenamaan didalam dunia persilatan, tetapi tingkah laku mereka jika dibandingkan dengan pemuda ini... oh masih terpaut jauh sekali," Berpikir sampai disitu, ia segera berjalan mendekati pemuda itu.
Sorot mata yang dingin, hambar dan ketus yang semula menyelimuti wajahnya, entah sejak kapan telah lenyap tak berbekas, siapapun tidak tahu apa sebabnya bisa demikian-
Gadis cantik baju putih itu berhenti kurang lebih dua depa dibelakang Gak In Ling, ujarnya dengan suara lirih.
"Gak In Ling, buah ciciko ini engkaulah yang mendapatkan, aku tidak membutuhkannya, siIahkan engkau menerima kembali !"
Gak In Ling putar badan, setelah memandang sekejap wajah gadis itu sahutnya dengan ketus.
"Bilamana pangcu tidak ingin menelannya, kenapa tidak dibuang saja ke dalam jurang sebelah sana ? Bukankah dengan begitu tak usah merepotkan, dirimu lagi ?"
Thian-hong pangcu tertegun, lalu dengan dingin teriaknya. "Kau kau... apa maksudmu?"
Gak In Ling menyapu sekejap wajah gadis cantik berbaju putih itu dengan pandangan dingin tiba-tiba ia menghela napas dan putar badan kemudian berjalan menuju kearah mana bayangan Buddha Antik melenyapkan diri tadi, sambil berjalan katanya.
"Kalau memang pangcu menaruh curiga bahwa pembagian yang kulakukan ini bukan muncul dan hati-sanubariku, tentu saja engkau berhak untuk jangan menelan buah ciciko itu, aku orang she Gak tidak akan memaksa dirimu untuk menuruti perkataanku." Habis berkata tubuhnya sudah berada lima tombak jauhnya dari tempat semula.
Melihat Gak in Ling telah salah mengartikan maksud ucapannya, Thian-hong pangcu merasa
hatinya jadi kecut dan hampir saja mengucurkan airmata, bibirnya yang kecil- mungil dicibirkan
beberapa kali namun tak sepatah kata yang meluncur keluar, akhirnya dengan nada gegetun ia
membatin didalam hati. "Ooh engkau memang kejam "
Tiba tiba ia temukan bahwa pemuda she Gak itu sudah berada sepuluh tombak dari mulut lembah, hatinya jadi terperanjat dan segera teriaknya dengan suara gemetar. "Gak In Ling, engkau akan pergi kemana ?"
Gak In Ling sama sekali tidak menghentikan langkahnya, hanya dengan dingin ia menjawab.
"Aku hendak pergi kemana yang harus aku pergi "
"Bagaimana dengan orang-orang ini ?" tanya Thian-hong pangcu dengan gelisah. Gak In Ling menghentikan langkahnya dan putar badan.
"Aku percaya pangcu takkan tinggalkan mereka selagi orang orang itu bersemadhi."
Thian-hong pangcu memandang sekejap ke-arah pemuda itu dengan pandangan sedih, akhirnya dia telan buah ciciko tersebut kedalam perut dan duduk bersila diatas tanah, pikirnya.
"Kalau aku berbuat begitu, engkau pasti tak akan pergi dari sini."
Tindakan dara cantik tersebut sama sekali diluar dugaan Gak In Ling, ia tak habis pikir apa sebabnya gadis itu menelan buah ciciko secara suka rela setelah sebelumnya menampik untuk makan buah itu.
Dengan perasaan apa boleh buat Gak In Ling gelengkan kepalanya dan berjalan kembali, terpaksa ia harus memikul tanggung jawab untuk melakukan perlindungan terhadap orang-orang itu.
ooo
Waktu berlalu dengan cepatnya ditengah keheningan yang mencekam seluruh jagad, dan waktu yang berlalu detik demi detik, menit demi menit itu mendatangkan manfaat yang amat besar bagi setiap jago yang sedang duduk bersemedhi di tempat itu, sebab dalam waktu yang amat singkat tenaga dalam yang mereka miliki telah mendapat kemajuan yang amat pesat.
Dengan wajah termangu- mangu Gak In Ling menengadah memandang awan yang bergerak di- angkasa dibawah sorot cahaya matahari yang berwarna keemas-emasan, wajahnya yang tampan tiba-tiba terlintas kemurungan serta kekesalan yang tebal, siapa pun tak tahu apa yang sedang dipikirkan olehnya.
Pada saat itulah perlahan-lahan Thian-hong pangcu membuka kembali matanya yang jeli, diantara para jago yang hadir disana tenaga dalam yang dia miliki paling sempurna, karena itu diapun yang sadar paling dahulu.
Diatas raut wajah yang merah dadu pada saat itu terlintas cahaya tajam yang bergemerlapan, hal itu menambah kecantikan diatas wajahnya.
Setelah memandang sekejap kearah Gak In Ling dengan pandangan dalam, ia loncat bangun dari atas tanah dan berjalan menghampiri dirinya.
Gak In Ling sama sekali tidak merasakan akan kehadiran dari gadis itu, mungkin ketika ia sedang memikirkan satu masalah penting yang maha besar.
Akhirnya Thian-hong pangcu berhenti pada jarak tiga depa dibelakang tubuh Gak In Ling, tegurnya dengan suara lirih.
"Apa sih yang sedang kau pikirkan?" suaranya lembut dan halus, penuh mengandung perasaan kuatir dan memperhatikan-
"Pangcu telah sadar dari semedhi. itu berarti urusanku ditempat ini telah selesai " sahut Gak In Ling tanpa berpaling.
Habis berkata ia merogoh kedalam saku dan ambil keluar sebotol porselin berwarna hijau tua kemudian dengan langkah lebar berjalan menuju kelembah bukit sebelah kanan-
Air muka Thian-hong pangcu berobah hebat, tiba-tiba ia meloncat kedepan dan menghadang jalan pergi sianak muda itu, serunya. "Engkau hendak pergi kemana?"
"Pangcu, apakah engkau tidak merasa bahwa urusanku yang kau urusi sudah terlalu banyak ?" kata pemuda she Gak dengan alis berkerut dan suara ketus.
"Kemanapun engkau akan pergi aku takkan turut campur, hanya lembah itu saja tak boleh kau masuki."
"Mengapa ?" tanya Gak In Ling sambil tertawa dingin.
Dengan muka merah jengah Thian-hong pangcu alihkan sorot matanya kearah lain, lalu menjawab.
"Karena engkau akan menemui ajal ditempat itu." "Hmm Bukankah pangcu mengharapkan aku mati ?"
"Kapan sih, aku pernah mengatakan bahwa aku berharap agar engkau mati? coba katakan " seru Thian-hong pangcu dengan penuh emosi.
Suaranya agak gemetar, di balik kelopak matanya yang jeli secara lapat-lapat tampak mengembang air mata, tapi wataknya yang keras kepala telah mencegah air mata itu tidak sampai meleleh keluar.
Gak In Ling jadi tidak tega juga melihat keadaan gadis itu, pikirnya.
"Perempuan ini berhati bajik dan berbudi luhur, demi menjaga ketenangan serta ketenteraman
dunia persilatan dia akan membinasakan diri ku, tindakan ini bukanlah suatu tindakan yang keliru,
justru kesalahan terletak pada diriku yang tak dapat menunjukkan dosa serta kesalahan dari
orang-orang yang kubunuh, aii "
Gak In Ling sebenarnya adalah seorang pemuda berhati panas dan berwajah dingin, ia mempunyai perasaan untuk berbakti bagi masyarakat dan bekerja untuk kebenaran, tetapi sayang sekali ia tak dapat memberi penjelasan kepada orang lain terhadap apa yang hendak dilakukan olehnya.
Perlahan-lahan ia menengadah memandang langit dan biru, lalu menghela napas panjang, ujarnya.
"Mungkin pangcu memang tak mempunyai perasaan seperti itu, tapi sayang sekali keputusan dan tekadku sudah bulat, biarlah maksud baik pangcu kuterima didalam hati."
Selesai berkata dengan langkah lebar dia lanjutkan kembali perjalanannya menuju kesebelah kanan lembah tersebut,
Thian-hong pangcu terkesiap. Sekali lagi ia loncat kedepan dan menghadang dihadapan sianak muda itu sambil serunya.
"Asal engkau mampu menangkan diriku, maka dengan bebas engkau boleh lanjutkan perjalananmu menuju kedalam lembah ini "
Tertegun hati Gak In Ling mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba ia tertawa dingin dan berkata.
"Pangcu menganggap bahwa aku orang she Gak jeri terhadap dirimu ?"
"Tentu saja lebih baik kau tidak takut"
Gak In Ling mencabut keluar penutup dari botol porselen berwarna hijau-tua itu kemudian ambil keluar sebutir pil berwarna hijau dan siap ditelan kedalam perut.
Semua gerak-gerik sianak muda itu tidak lolos dari pengawasan Thian-hong pangcu, begitu ia menjumpai bentuk serta warna dari botol porselen itu, hatinya langsung saja merasa terkejut, sebab bentuk dari botol tersebut mengingatkan ia akan botol racun yang pernah didengarnya dari berita persilatan-
Menanti Gak In Ling telah ambil keluar obat tadi, wajahnya berubah semakin hebat, jeritnya. "Gak In Ling, jangan kau telan obat itu"
Sambil menjerit tubuhnya berkelebat maju kedepan dan menerjang kearah sianak muda itu, tangan kanan mengeluarkan jurus "clong-hay-lau ciang" atau mencari jarum didasar lautan, bagaikan sambaran burung elang dia mencengkeram obat ditangan pemuda itu.
Serangan yang dilancarkan Thian-hong pangcu ini jauh diluar dugaan Gak in Ling, ia mengira dara tersebut melancarkan serangan menggunakan kesempatan ketika ia sedang mengambil obat, kejadian ini membuat hatinya tertegun.
Buru-buru obat hijau itu disingkirkan ketangan kanan, lalu dengan gerakan "To-pau-hoan-wi" atau copot jubah ganti posisi laksana kilat ia mengundurkan diri sejauh empat tombak lebih dari tempat semula, dengan suatu gerakan yang manis sekali ia berhasil menghindari sambaran kilat lawan-
Tapi ia cepat, Thian-hong pangcu lebih cepat lagi, baru saja sepasang kaki Gak In Ling menginjak tanah, jurus serangan "Kim-liong-tam-jiu" atau naga emas unjuk cakar dari Thian-hong pangcu kembali telah menyusul datang.
Kali ini Gak In Ling telah bikin persiapan yang matang, dengan alis berkerut sindirnya.
"Pangcu, pandai sekali engkau gunakan waktu yang paling tepat. Hmm, kau anggap serangan mu itu akan berhasil ?"
Sementara berbicara ia telah mengubah gerakannya jadi jurus "cian-li lay-hong" atau pelangi muncul seribu li, sambil putar badan ia balik menerjang kedepan-
Pikiran Thian-hong pangcu pada saat ini kacau dan bingung sekali, ia tak tahu bagaimana mesti menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya dalam keadaan begini dia merasa hanya menguasai sianak muda itu secepatnya baru bisa menghalangi dia untuk menelan obat berwarna hijau tersebut.
Karena itu, kendatipun mendengar sindiran dari Gak In Ling namun gadis itu sama sekali tak ambil perduli, dengan sepenuh tenaga ia lancarkan kembali serangan-serangan dahsyatnya.
Thian-hong pangcu adalah salah seorang diantara dua gadis aneh yang menguasai seluruh dunia persilatan, dengan usianya yang masih begitu muda ternyata dia mampu menaklukkan segenap jago lihay yang ada didalam dunia persilatan, hal ini menunjukkan bahwa kepandaian silat yang dimilikinya benar-benar luar biasa sekali.
Terlihatlah tubuhnya yang langsing bergerak dan menari kian- kemari bagaikan kupu-kupu yang bermain diantara wanginya bunga, tapi ditengah keindahan terseliplah perubahan-perubahan yang amat banyak dan sama sekali tak terduga, ayunan telapak menimbulkan deruan angin pukulan yang mendesir, begitu dahsyatnya hawa serangan tersebut sehingga seakan-akan gulungan ombak ditengah samudra luas.
Gak In Ling sendiri walaupun memiliki ilmu telapak maut yang amat lihay, tetapi kepandaian tersebut tak dapat digunakan olehnya, karena pertama luka dalam yang dideritanya belum sembuh, dalam keadaan begini tenaga murninya tak dapat digunakan seperti apa yang sebenarnya.
Kedua, ia tak tega membinasakan gadis cantik yang berhati baik ini diujung telapaknya, maka setelah lewat lima puluh jurus air muka Gak In Ling berubah semakin pucat, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya. Ia menengadah memandang kearah gadis cantik baju putih itu, kemudian serunya.
"Pangcu, tidak sampai sepuluh jurus lagi, engkau akan berhasil membinasakan aku orang she
Gak "
Thian-hong pangcu sama sekali tidak menghentikan serangannya, sambil mempergencar tekanannya ia menyahut.
"Gak In Ling, asal kau bersedia tak akan menelan obat itu, aku pasti takkan menyerang dirimu
lagi"
Ditengah kelembutan suaranya terkandung beberapa bagian nada memohon, siapapun tak bisa menduga apa yang sedang dipikirkan gadis cantik yang berhati dingin itu pada saat tersebut.
Gak In Ling segera tergerak hatinya sesudah mendengar ucapan itu, mendadak ia membentak keras. "Tahan "
Suaranya keras bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, membuat semua orang merasakan pendengarannya jadi sakit, sambil membentak dengan gesit ia mundur tiga tombak kebelakang, menggunakan kesempatan itulah pil berwarna hijau tadi segera dimasukkan kedalam mulut dan ditelannya.
Thian hong pangcu merasa amat terperanjat ketika secara tiba-tiba Gak In Ling membentak keras, tanpa terasa ia menghentikan serangannya dan berdiri tertegun, tapi otaknya yang cerdik segera memahami akan peristiwa yang akan terjadi didepan mata, tapi sayang hal itu sudah terlambat.
Dengan wajah yang sedih dan menampilkan rasa hati yang tersiksa, dara ayu itu berkata. "Mengapa kau telan obat tersebut ?"
"Agar aku memiliki kemampuan untuk berduel melawan diri pangcu. "jawab Gak In Ling sambil tertawa hambar.
"Aku toh mempunyai obat mujarab untuk menyembuhkan luka dalam yang kau derita itu"
"Tapi sayang aku tidak bersedia menerima budi kebaikan dari pangcu, karena kita berdua berada dalam keadaan yang berbeda serta posisi yang berbeda pula."
Mendengar ucapan itu Thian hong pangcu menundukkan kepalanya, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya yang pucat.
"Begitu bencikah engkau terhadap diriku ?" bisiknya lirih, suaranya kedengaran agak gemetar.
Gak In Ling tercekat hatinya, seakan-akan ia telah memahami akan sesuatu, tapi ia tak berani memastikan dan iapun tidak berharap apa yang terpikir olehnya itu merupakan suatu kenyataan, sebab ia tahu bahwa kehidupannya dialam ini sudah tidak terlalu lama lagi.
Gak ln Ling angkat bahu dan menekan perasaan hatinya, kemudian sambil tertawa tawa jawabnya.
"Aku sama sekali tidak membenci dirimu, aku hanya merasa bahwa perbuatan yang akan ku lakukan sejak kini adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan pangcu serta menyiakan harapan para jago dunia persilatan, jikalau pangcu tidak melenyapkan diriku dari permukaan bumi, maka dalam waktu setengah tahun yang akan datang, dunia persilatan tak akan mengalami ketenangan-"
Selesai berkata-kata perlahan-lahan ia duduk bersila diatas tanah.
Bibir Thian-hong pangcu yang kecil bergetar keras, dengan menggunakan suara yang amat lirih sehingga hampir saja dia sendiripun tidak mendengar, gumamnya seorang diri.
"Aku tahu bahwa engkau bukanlah seorang manusia yang gemar membunuh manusia, kau lakukan perbuatan itu karena mempunyai sebab-sebab tertentu, tapi mengapa engkau selalu tak mau mengatakannya kepadaku? Apakah sebelum kita saling berjumpa muka, engkau telah membenci diriku ?"
Suara itu penuh mengandung keluhan, kesedihan dan rintihan yang menggetarkan hati orang, dari sini pula bisa ditarik kesimpulan bahwa gadis itu memang mempunyai sesuatu terhadap pemuda she Gak ini.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara seseorang yang kasar berkumandang memecah kesunyian-
"Waduh waduh enaknya Benar-benar segar sekali "
Dari nada suara itu Thian hong pangcu segera mengetahui siapakah dia, hatinya kontan terkejut, pikirnya.
"Sungguh tak kusangka kalau tenaga dalam yang dimiliki pria tato sembilan naga jauh diatas In Hok dan Liau Wan sekalian lima orang, tapi siapakah orang ini ? Kenapa belum pernah kudengar namanya disebut orang didalam dunia persilatan ?"
Sementara gadis cantik itu masih berpikir, pria bertato sembilan naga itu sudah berjalan mendekati Gak In Ling, dengan sorot mata yang tajam ia memandang sekejap kearah pemuda itu, kemudian ia angkat kepala memandang kearah Thian-hong pangcu sambil serunya penuh kegusaran-
"Hey, nona ? Barusan ia telah berkelahi dengan bajingan yang mana ?"
Hawa-amarah berkobar dalam dada Thian hong pangcu, rupanya dia hendak mengumbar napsu, tapi setelah berpikir sebentar, bathinnya,
"Buat apa aku mesti bertengkar dengan orang kasar seperti dia ? Lebih baik tak usah dilayani saja "
Berpikir demikian, iapun balik bertanya sambil tertawa.
"Apa yang hendak kau lakukan setelah mengetahui siapakah orang itu?"
"Akan kuhajar orang itu "
Thian-hong pangcu segera tertawa dingin.
"Kenapa sih engkau hendak membantu dirinya ?" ia berseru sambil menuding kearah Gak In Ling.
Pria bertato sembilan naga tertegun, kemudian dengan sepasang mata melotot bulat serunya. "Apakah engkau tidak bersedia membantu dirinya ?"
"Aku harus membantu orang yang berhati baik saja, kalau orang jahat tak sudi kubantu"
"Dia toh orang baik" jawab pria tato sembilan naga sambil tertawa. Ucapannya begitu meyakinkan dan sama sekali tidak bersipat paksaan, seakan-akan dia telah mengetahui baik buruknya tabiat sianak muda itu.
"Darimana engkau bisa tahu kalau dia adalah orang baik dan bukan orang jahat ?" tanya Thian-
hong pangcu lagi.
"Aku merasa bahwa dia adalah orang baik maka dia pasti orang baik, apa yang mesti dibicarakan lagi ?"
Thian-hong pangcu tahu bahwa pembicaraan ini bila diteruskan lebih jauh maka sampai di
manapun pembicaraan tersebut tidak akan menjadi jelas, terpaksa ia menggeleng dan berkata.
"Tapi aku merasa "
"Kenapa ? Apakah engkau beranggapan bahwa dia bukan orang baik ?" tukas pria bertato sembilan naga dengan mata melotot dan nada penuh kegusaran-
Rupanya asal Thian-hong pangcu anggukkan kepalanya, maka ia segera akan turun tangan-
Sekilas perasaan yang sangat aneh berkelebat diatas wajah Thian-hong pangcu, sambil memandang awan yang melayang di angkasa gumamnya. "Mungkin saja dia orang baik "
Nadanya aneh dan membuat orang tak dapat menebak perasaan hatinya pada saat itu sebenarnya sedih atau gembira, murung atau gusar.
Mungkin jago perempuan yang aneh dan menggetarkan dunia persilatan ini telah menjumpai persoalan paling sulit yang belum pernah dihadapinya dan tak dapat dipecahkan oleh kekuatan ilmu serta kecerdasan otaknya.
Jalan pikiran pria bertato sembilan naga sederhana sekali, tentu saja ia tak dapat berpikir sejauh itu, yang diharapkan olehnya hanya mendengar orang lain mengatakan bahwa Gak In Ling adalah orang baik, sebab hal itu sudah cukup memuaskan hatinya. Sambil tertawa ia segera memuji.
"Wah wah wah aduh, nona, kau memang pintar dan hebat sekali, bukan saja pandai melihat orang rupanya engkaupun mempunyai kepandaian yang sangat lihay didalam mengenal watak orang seperti halnya dengan diriku "
Pada waktu itu pikiran Thian- hong pangcu sedang amat kacau, apa yang diucapkan pria bertato sembilan naga tak sepatah katapun yang terdengar olehnya, ia cuma tertawa tawa saja sebagai pengganti jawaban-
Suasana dalam kalanganpun berubah jadi hening dan sunyi sekali ketika itulah tiba-tiba Gak In Ling membuka matanya kembali, wajahnya yang semula pucat pias kini telah pulih kembali jadi kemerah-merahan, rupanya luka dalam yang sedang diderita olehnya telah sembuh kembali seperti sedia kala.
Setelah meloncat bangun dari atas tanah, Gak In Ling menyapu sekejap kearah kedua orang itu dengan pandangan hambar, lalu berkata.
"Aku rasa sudah lebih dari cukup bila ada kalian berdua yang melakukan perlindungan terhadap orang-orang gila, aku... "
"Gak In Ling," sela Thian-hong pangcu dengan gelisah, "obat yang engkau telan barusan, apakah... apakah... " dia ulangi perkataan itu sampai beberapa kali namun tiada keberanian untuk mengutarakan lebih lanjut, dari balik matanya yang jeli terpancar keluar perasaan yang sedih, murung dan tidak tenang.
Gak In Ling menghela napas panjang, sambungnya "obat itu bukan lain adalah cui-sim-wan, obat penghancur hati "
"Cui-sim-wan ?" jerit Thian-hong pangcu dengan badan gemetar keras. "Gak In Ling, bukankah engkau telah menghancurkan dirimu sendiri ?" suaranya tajam dan penuh mengandung nada teguran-
Sementara itu pria bertato sembilan naga cuma bisa mengawasi kedua orang itu dengan mata melotot, sebentar ia menoleh kearah Gak In Ling sebentar lagi berpaling kearah dara baju putih itu, rupanya dia tidak tahu apakah yang disebut obat penghancur hati itu. Gak In Ling tertawa hambar.
"Di dalam kolong langit hanya benda itulah yang bisa memulihkan kembali tenaga dalamku untuk sementara waktu."
Bicara sampai disitu ia putar badan dan berangkat kedalam lembah sebelah kanan-Dengan cekatan pria bertato sembilan naga meloncat kesisi sianak muda itu serunya. "Hey, engkau hendak pergi kemana ?"
"Tuh, pergi kesitu." sahut Gak In Ling sambil menuding kearah lembah, sementara kakinya sama sekali tidak berhenti.
"Bagus, akupun hendak mengikuti dirimu " tanpa banyak bicara pria tadi mengikuti disamping pemuda tersebut.
Melihat pria kasar itu mengikuti dirinya, dengan serentak Gak In Ling berhenti berjalan, sambil menggeleng, katanya.
"Lembah ini disebut lembah pemutus nyawa, dan tersohor sebagai tempat yang paling berbahaya dikolong langit, kalau toh tiada seseorang yang hendak kau cari disana, lebih baik jangan ikut masuk"
"Omong kosong... omong kosong" teriakpria bertato sembilan naga sambil menepuk dada sendiri. "Aku simanusia bertato sembilan naga sejak kecil sampai dewasa selalu berdiam dalam
kuburan, setanpun tidak kutakuti apa yang mesti kujerikan lagi apalagi menghadapi
menghadapi bahaya."