Jilid 02 : Bentrok dengan Thian-hong-pang
"DUA orang gadis aneh yang tak pernah ribut dari dunia persilatan "
"Salah satu diantaranya bukankah gadis suci dari Nirwana ?" seru Gak In Ling dingin.
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Aku sama sekali tidak bermaksud untuk ribut atau merebut kekuasaan dengan mereka."
"Engkau telah mengacau dan mengganggu ketenangan dunia persilatan, membuat orang jadi tak tenang dan merasa kuatir terus, menurut anggapanmu apakah mereka bersedia melepaskan dirimu dengan begitu saja ?"
Gak In Ling tertawa tawa.
"Melepaskan diriku atau tidak aku orang she Gak takkan menggubris, yang jelas setiap orang yang kucari tak ada kemungkinan untuk hidup lebih lanjut dikolong langit ini."
Mendengar perkataan itu hwesio tua ini terperanjat, air mukanya agak berubah tapi hanya sebentar saja telah lenyap kembali, dengan suara hambar sengaja ia bertanya.
"Gak sicu, apakah engkau bersedia mengetahui siapakah perempuan kedua yang kumaksudkan
itu ?"
"Lebih baik kita tidak usah membicarakan tentang masalah ini." tukas sang pemuda dengan cepat, setelah berhenti sebentar tiba-tiba ia berkata lagi dengan suara dalam. "Taysu, orang she Gak ada satu permintaan, apakah taysu dapat mengabulkan ?"
Sekali lagi air muka hwesio tua itu berubah hebat, sesudah ragu-ragu sebentar, katanya.
"Asal aku bisa melakukan permintaanmu itu pasti akan kupenuhi, katakanlah, apa permintaan sicu itu."
"Aku orang she Gak ingin sekali melihat tangan kanan taysu itu"
Sepasang mata hwesio tua yang semula tertutup tiba-tiba melotot besar, sinar yang tajam bagaikan pisau menatap wajah pemuda itu tanpa berkedip. diatas wajahnya yang tenang dan ramah terlintas napsu membunuh yang amat tebal.
Hal ini menunjukkan bahwa ucapan dari Gak In ing telah menyinggung perasaannya, atau telah menyinggung rahasia hatinya. Sambil melangkah maju kedepan padri itu beerseru.
"Bolehkah aku mengetahui lebih dahulu, apa maksud Gak sicu ingin melihat lengan kanan ini ?"
"Apakah taysu tidak bersedia ?" jawab Gak In Ling dengan sorot mata tajam pula, "Toh pekerjaan ini terlalu gampang dan bisa dilakukan oleh siapa pun."
"Hmm, engkau menaruh curiga bahwa aku merupakan orang-orang yang harus menerima akibat dari perbuatanku seperti halnya dengan Tiang- kang Sam- kiat sekalian ?"
"Tentu saja aku berharap bahwa engkau bukanlah orang yang kumaksudkan itu ?"
Hwesio tua itu segera tertawa dingin.
"Andaikata aku menampik permintaan dari sicu ?"
"Menampik ?" napsu membunuh melintas di atas wajah Gak In Ling, tiba-tiba ia menghela napas panjang dan melanjutkan-
"Ha haa Buddha Antik, setelah aku orang she Gak punya keinginan untuk melihat lengan
kananmu. Maka engkau tak akan bisa menampiknya kembali " Perlahan-lahan ia maju kedepan dan mendekati Buddha Antik tersebut.
Napsu membunuh menyelimuti seluruh angkasa, dengan pandangan tajam Buddha Antik menatap wajah musuhnya tanpa berkedip. lalu ejeklnya sinis. "Engkau yakin bisa menunjukkan keinginan mu itu"
Hawa murni secara diam-diam dihimpun ke dalam tubuh dan siap melancarkan serangan, rupanya hwesio tua ini sudah terbakar hatinya oleh napsu membunuh. "Boleh coba saja "jawab Gak In Ling sambil maju kedepan-
Tiba-tiba ia membentak keras, dengan jurus kim liong-tam-jiu atau naga emas menunjukkan cakar mencengkeram bahu Buddha Antik, gerakannya cepat mengejutkan, bayangan manusia berkelebat lewat dan tahu-tahu serangannya sudah mengancam tiba.
Buddha Antik tak menyangka kalau Gak In Ling dengan usianya yang masih begitu muda ternyata mempunyai ilmu silat yang luar biasa sekali, hatinya tercekat dan segera mendengus dingin, badannya bergeser setengah depa kesamping, telapak tangan kanan dilancarkan ke muka dari arah samping, dengan jurus Kim-kong-ciang-si atau Malaikat sakti turun kebumi, dihantamnya dada pemuda itu dengan keras.
Angin pukulan menderu- deru bagaikan gulungan ombak di tengah samudra dengan dahsyatnya menghantam datang, tempat yang diancam adalah jalan darah kematian didepan dada Gak In Ling, rupanya padri itu hendak membinasakan lawannya dalam sekali gebrakan.
Menyaksikan serangannya mengenai tempat kosong, Gak In Ling segera menyadari bahwa ilmu silat yang dimiliki Buddha Antik sangat lihay, hatinya amat terperanjat dan kaki kanannya buru-buru menutul tanah untuk putar badan, dengan jurus ci-au-huang-liong atau membolak-balik naga kuning, dia balas menghantam dada Buddha Antik, gerakan tubuhnya tak kalah cepatnya dari serangan lawan dan jurus serangan yang digunakan aneh sekali.
Dari serangan yang dilancarkan sianak muda itu untuk menyambut datangnya ancaman dengan keras lawan keras, Buddha Antik tahu bahwa Gak In Ling pasti tak dapat menghindarkan diri lagi dan terpaksa harus berbuat begitu, melihat musuhnya yang baru berusia enam atau tujuh balas tahun padri ini merasa tenaga dalamnya pasti akan jauh lebih sempurna daripada pihak lawan-
Napsu membunuh segera memancar keluar dari balik mata hwesio tua itu, hawa pukulan yang dipancarkan keluar dari balik telapaknya segera diperlipat ganda.
Blaaam
Empat telapak saling beradu satu sama lainnya menimbulkan suara ledakan yang amat dahsyat, gulungan tanah dan pasir memancar setinggi puluhan tombak dari permukaan tanah, ranting pohon putus daun berguguran, suasana jadi kacau seakan-akan baru saja tertimpa bencana angin topan-
Ditengah getaran keras, Buddha Antik secara beruntun mundur empat langkah kcbelakang dengan sempoyongan, darah panas dalam dadanya bergolak keras, sepasang lengannya jadi kaku dan hatinya amat terkejut, pikirnya.
"Luar biasa sekali , tidak dinyana dengan usianya yang begitu muda ternyata dia memiliki
tenaga dalam yang begitu sempurna entah bagaimana caranya dia melatih diri hingga mencapai
taraf begitu tinggi"
Tanpa terasa dia angkat kepala dan memandang kearah lawannya, tapi dengan cepat hatinya terasa makin terkesiap.
Tampak pada permukaan tanah dimana Gak In Ling berdiri terteralah sepasang telapak kaki yang membekas dalam diatas tanah, jelas pemuda itu hanya terdorong mundur satu langkah saja ke belakang, dan dari sini pula menunjukkan bahwa tenaga dalamnya jauh lebih sempurna dari padri tua itu. Gak In Ling tertawa seram, katanya.
"Buddha Antik, aku orang she Gak tidak ingin membunuh orang tanpa dasar alasan yang kuat, seharusnya engkau harus tahu diri."
Buddha Antik tertawa seram, setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, katanya.
"Gak In Ling, aku rasa orang yang takkan lolos dari kematian bukanlah aku melainkan diri mu sendiri."
Dari perubahan wajah Buddha Antik, sianak muda itu segera merasa mendapat suatu ftrasat tetapi diapun merasa firasat itu tidak terlalu jelas, karena dengan ketajaman pendengarannya ia sama sekali tidak mendengar suatu apapun di sekitar sana.
"Buddha Antik, engkau jangan memaksa aku orang she Gak untuk melakukan tindakan
sadis " seru pemuda itu, langkahnya tetap tenang dan semakin maju kedepan sementara napsu
membunuh kian menebal menyelimuti wajahnya.
Sejak bentrokan yang terjadi belum lama berselang, Buddha Antik lebih menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki Gak In Ling jauh di atas kepandaiannya, ia tak berani mandah bila diserang lagi.. Sebelum pemuda itu melancarkan serangan mautnya, ia membentak keras dan melancarkan pukulannya lebih dahulu.
Sekarang ia sudah tahu bahwa pemuda di hadapannya adalah musuh yang tangguh, ia tak berani gegabah, lengan bajunya yang lebar bergetar tiada hentinya mengirim hembusan angin tajam, dalam waktu singkat ia telah melepaskan tujuh pukulan dan tiga tendangan maut.
Terasalah dari empat arah delapan penjuru muncul bayangan telapak dari Buddha Antik, angin serangan sambung-menyambung tiada hentinya membuat orang sukar untuk membedakan mana serangan yang sebenarnya dan mana serangan palsu.
Angin pukulan menderu bagaikan pisau yang membelah batu kurang membuat badan yang terhembus terasa sakit bagaikan disayat, hal ini membuktikan bahwa padri tua ini sudah dibikin terkejut oleh kelihayan musuhnya.
Napsu membunuh memancar keluar dari balik mata Gak In Ling, ditengah dengusan dingin diapun melancarkan serangan untuk menyambut datangnya ancaman itu.
Bayangan hitam berkelebat lewat, tahu-tahu tubuh pemuda itu lenyap dari pandangan, kemudian iapun melancarkan tujuh buah pukulan dan lima kali tendangan untuk menyumbat datangnya semua ancaman dari padri tua tersebut.
Buddha Antik mulai gelisah dan tidak tenang hatinya menyaksikan serangan-serangannya tidak mendatangkan hasil, gerakan jurusnya segera berubah, jurus-jurus ampuh dari ilmu pukulan Kim-kong-ciang meluncur keluar tiada hentinya.
Dalam sekejap mata kedua orang itu sudah saling menyerang sebanyak lima puluh jurus lebih akan tetapi menang atau kalah masih sukar untuk ditentukan-
Tiba-tiba dari balik pepohonan disekeliling tempat itu muncullah belasan orang manusia baju merah yang berkerudung kain merah pula, selangkah demi selangkah mereka mendekati gelanggang dimana kedua orang jago lihay itu sedang melangsungkan pertarungan-
Dari posisi serta gerakan mereka yang mengepung seluruh gelanggang pertarungan itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa jebakan ini telah dipersiapkan sebelumnya oleh orang-orang itu dengan rencana yang rapi.
Dalam pada itu pertarungan yang sengit antara Gak In Ling melawan Buddha Antik telah mendekati seratus gebrakan, meskipun menang kalah belum bisa ditentukan tetapi dari keganasan jurus serangan yang dipancarkan serta perubahan gerakan yang dilakukan mereka berdua, jelas kelihatan bahwa Buddha Antik sudah terdesak dibawah angin-
Sambil melangsungkan pertarungannya yang seru dengan mengirim pukulan-pukulan mematikan, Gak In Ling memperhatikan terus telapak kanan Buddha Antik, tetapi selama ini belum pernah ia saksikan padri tua itu mengeluarkan telapak kanannya dari balik jubah lebarnya.
Dalam waktu singkat tiga puluh jurus kembali telah lewat, diatas wajahnya yang merah mulai dibasahi oleh keringat sebesar kacang kedelai, biji matanya yang jeli mengerling tiada hentinya disekeliling tempat itu.
Sementara itu rombongan manusia berkerudung merah yang mengepung sekeliling gelanggang telah mencapai kurang lebih dua puluh tombak dari tempat berlangsungnya pertarungan itu, namun mereka masih tetap menyembunyikan dirinya di balik pohon dan tak seorang pun yang unjukkan dirinya.
Suatu ketika telinga Gak In Ling yang tajam berhasil menangkap suara langkah mereka yang lirih, hatinya kontan terkesiap. Dan sekarang diapun sudah tahu apa sebabnya Buddha Antik melirik tiada hentinya sekitar tempat itu, rupanya ia telah menyiapkan orang disitu
Agaknya Buddha Antik sudah mendengar pula suara langkah kaki yang lirih tadi, sorot mata tajam segera memancar keluar dari kelopak matanya, mendadak ia membentak keras, dengan jurus Kim-kong-hu-mo atau Malaikat sakti tundukkan iblis, dia punahkan serangan Gak In Ling yang sedang menggunakan jurus ci-te-cian-li atau tanah merah seribu li, kemudian sepasang kakinya menjejak tanah dan meloncat kearah mana berasalnya suara tadi.
Gak In Ling sama sekali tidak melakukan pengejaran, sanbil menarik kembali serangannya dia berpaling kearah hutan dan berseru.
"Kedatangan kalian semuanya, toh bertujuan pada diriku, mengapa setelah sampai disini tidak berani unjukkan diri ?"
Dalam pada itu Buddha Antik telah menghentikan pula gerakan tubuhnya sewaktu menyaksikan Gak In Ling tidak melakukan pengejaran, tindakan pemuda itu jauh diluar dugaannya, hal ini membuat padri tua itu merasa bukan saja ilmu silatnya jauh lebih lihay daripada dirinya, kecerdikan pemuda itupun tidak berada dibawahnya karena itulah keinginannya untuk melenyapkan pemuda tersebut dari muka bumi bertambah semakin tebal.
Perkataan dari Gak In Ling begitu diutarakan keluar, dari dalam hutan segera bermunculan belasan orang manusia berkerudung merah yang dengan cepat mengepung sianak muda itu rapat-rapat.
Dandanan dari manusia-manusia berkerudung merah itu tidak jauh berbeda dengan dandanan dari Pembantai manusia bertangan seribu yang pernah muncul dalam gedung keluarga Gak. satu hal membuat Gak In Ling tak habis mengerti yakni ia tak habis tahu persengketaan serta permusuhan apakah yang terikat antara dia dengan mereka, sehingga orang-orang itu ada maksud menghabisi jiwanya.
Dengan pandangan yang tajam pemuda itu menyapu sekejap sekeliling tempat itu kemudian menegur.
"Aku dengan saudara sekalian tidak pernah saling kenal dan tidak pernah saling bertemu, ada urusan apa kalian datang mencari diriku ?"
"Melenyapkan engkau untuk menutup bacot anjingmu" jawab seorang manusia berkerudung merah dihadapannya sambil tertawa dingin.
"Melenyapkan aku untuk menutup mulutku?" ulang pemuda she Gak dengan keheranan, walaupun dalam hati amat mendongkol namun hawa gusarnya dipaksa tetap bertahan didalam dada.
Manusia berkerudung merah itu tertawa seram, katanya.
"Hah... . hah ... hah akhirnya toh pada malam ini engkau bakal mati, toa-ya tak ada halangannnya untuk memberitahukan kepadamu, peristiwa yang terjadi digedung sebelah depan sana tadi sebenarnya bertujuan untuk mamancing dua harimau saling bertempur, siapa tahu rencana kami telah terlihat olehmu."
"Lalu siapakah kalian?" dengan pikiran yang semakin bingung pemuda itu bertanya.
"Tibet "
Belum sempat orang itu menyelesaikan kata katanya, Buddha Antik yang berada dalam hutan telah memperingatkan dengan suara dingin. "Sahabat, terlalu banyak yang engkau katakan "
Manusia berkerudung merah itu kaget dan segera menghentikan kata-katanya, sesaat kemudian ia berkata lagi dengan ketus.
"Tentang persoalan yang lain, lebih baik kau tanyakan saja setelah berjumpa dengan raja akhirat nanti "
Pada dasarnya memang Gak In Ling tiada bermaksud untuk mencampuri urusan dunia persilatan, maka ia tidak bertanya lebih jauh, sambil tertawa seram ujarnya.
"Haah haah haah... apakah kalian punya keyakiaan bisa membinasakan aku orang she
Gak ditangan kalian semua ?"
"Hee hee hee kalau tidak percaya, apa salahnya untuk mencoba sendiri?"
Sambil tertawa dingin manusia berkerudung merah itu segera menerjang kedepan, dengan jurus Ban-li-nui-hong atau pelangi terbang selaksa li, orang itu membentuk gerakan setengah busur di angkasa kemudian laksana kilat membacok batok kepala pemuda musuhnya, gerakan dan jurus serangannya aneh serta jarang ditemui dalam persilatan.
Sekilas memandang, Gak In Ling segera mengetahui bahwa jurus serangan yang dipergunakan orang itu bukanlah berasal dari daratan Tionggoan, hatinya jadi tertegun.
Dalam sekejap mata serangan dahsyat itu telah berada didepan mata, Gak In Ling amat gusar dan segera hardiknya. "Bangsat!! Rupanya engkau sudah bosan hidup "
Dengan jurus Mo-ya-cian-li atau gurun liar seribu li, laksana kilat dia sambut datangnya ancaman itu.
"Blaaam " bayangan merah menyambar lewat, perawakan tubuh orang itu yang tinggi besar segera mencelat sejauh satu tombak lebih termakan oleh gulungan angin puyuh, ketika mencapai tanah buru-buru dia gunakan gerakan ikan lei-hi meletik dan loncat bangun dari tanah.
Sekali lagi Gak In Ling dibikin terperanjat oleh ketangguhan musuhnya, walaupun dalam serangan barusan ia hanya menggunakan tenaga sebesar delapan bagian, namun orang itu bisa bertahan diri sehingga tak sampai terluka, hal ini menunjukkan bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang ini amat sempurna.
Demikian pula keadaan dari manusia-manusia berkerudung merah itu, ketika mereka saksikan rekannya itu terhantam sampai terpental sejauh itu oleh serangan Gak In Ling, rasa kaget dan tercekat dengan cepat menyelimuti hati mereka semua
Diiringi bentakan keras orang-orang itu segera menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya, kemudian selangkah demi selangkah maju mendekati sianak muda itu.
Gak In Ling sendiri lama kelamaan jadi mendongkol juga setelah dirinya didesak lawan, dengan nada menyeramkan ia berseru.
"Manusia tiada maksud mencelakai harimau, rupanya sang harimau ada maksud mencelakai orang hmm, kalianjangan salahkan diriku kalau aku bertindak kejam "
Hawa murni yang amat sempurna segera di himpun kedalam telapak tangannya yang putih bersih perlahan-lahan berubah jadi semu merah dan akhirnya jadi merah membara.
Manusia berkerudung merah yang kena di hantam sampai mencelat tadi dendam sekali terhadap musuhnya, melihat pemuda itu sudah bersiap sedia, ia segera membentak keras. "Kawan-kawan, ayo serbu Mari kita cincang bajingan ini."
Belasan sosok bayangan merah segera menerjang maju kedepan, deruan angin pukulan dengan hebatnya menghajar tubuh anak muda itu.
"Hmm, bajingan yang tak tahu diri, rupanya kalian semuanya sudah bosan hidup " terlak Gak In Ling gusar.
Sepasang telapaknya segera diayunkan ke muka silih berganti, cahaya merah yang amat menyilaukan mata segera meluncur keluar keudara dan menyelimuti daerah seluas beberapa puluh tombak disekeliling tempat itu.
"Aah telapak maut ?" tiba-tiba Buddha Antik menjerit kaget.
Pada waktu Buddha Antik menjerit kaget, saat itu pula belasan orang berkerudung merah sedang kehilangan jejak dari Gak In Ling, tanpa sadar mereka angkat kepala keatas.
Kontan saja hati mereka amat terkejut dan sukma serasa melayang tinggalkan raga setelah menyaksikan cahaya merah yang amat menyilaukan mata menyelimuti diatas batok kepala mereka pada jarak-yang hanya setengah depa. "Aaah, telapak maut ?" jerit orang-orang itu dengan amat terkejut.
"Telapak maut ?"
ooo
Kepanikan timbul diantara para jago berkerudung merah, mereka berusaha untuk melarikan diri dari ancaman maut yang sudah berada didepan mata, tapi sayang sekali usaha mereka ini di lakukan sedikit terlambat.
Jeritan ngeri yang mengerikan dan menyayatkan hati bergema membumbung tinggi keangkasa, memecahkan kesunyian yang mencengkam seluruh hutan belantara ditengah malam buta itu dan mendirikan bulu roma siapa pun yang mendengarnya.
Kutungan lengan dan kaki berserakan di mana-mana, darah segar berhamburan menodai daerah seluas beberapa tombak disekitar tempat itu, mayat bergelimpangan dimana-mana dan keadaan nampak ngeri sekali.
Dari belasan orang manusia berkerudung merah yang melancarkan setangan gabungan, tak seorang manusia pun yang berhasil meloloskan diri dari ancaman bahaya maut itu.
Gak In Ling sendiri dengan senyuman yang sadis tersungging diujung bibir perlahan-lahan melayang turun kembali keatas permukaan tanah, begitu tenang wajahnya membuat orang tak bisa menduga apa yang sedang dipikirkannya.
Buddha Antik dengan pikiran termangu-mangu menyaksikan mayat dari anak buahnya bergelimpangan diatas tanah, dalam hati merasa bersyukur karena sewaktu bertarung melawan dirinya pemuda itu tidak sampai mengeluarkan ilmu telapak mautnya, kalau tidak, mungkin dia pada saat ini sudah menggeletak diatas tanah sebagai mayat.
Dengan pandangan mata yang tajam Buddha Antik menatap wajah Gak In Ling tanpa berkedip. sementara tubuhnya perlahan-lahan melangkah mundur dengan ketakutan-Tiba-tiba satu ingatan berkelebat didalam benaknya, ia berpikir.
"Apa salahnya kalau kupancing bajingan cilik ini ketempat itu, agar bisa kupinjam kekuatannya untuk melenyapkan bangsat ini dan muka bumi?"
Setelah mempunyai rencana tersebut, dengan cepat tubuhnya meloncat mundur sejauh beberapa puluh tombak dari tempat semula.
Gak In Ling sendiri walaupun di luaran dia nampak tenang, padahal batinya sedang bergolak keras, wataknya yang ramah membuat ia merasa tidak sepantasnya untuk membinasakan semua orang berkerudung merah itu, karena pikirannya tidak tenang maka untuk sementara waktu Budha Antik sudah terlupakan olehnya.
Sementara ituBuddha Antik telah mengundurkan diri sejauh dua puluh tombak lebih, dalam hati kecilnya ia berpikir.
"Dari tempat ini menuju kesitu jaraknya hanya dua puluh li lebih sedikit, sekalipun gerakan tubuh Gak in Ling lebih cepatpun, dalam jarak dua puluh li belum tentu ia bisa melampaui jarak antara diriku dengan dia sejauh dua puluh tombak ini "
Berpikir sampai disini, senyuman licik yang menyeramkan terlintas diatas wajahnya, ia putar badan dan sengaja mendepakkan kakinya keatas tanah, kemudian dengan cepatnya dia melayang menuju kearah timur.
"Ploookk " suasa benturan nyaring menyadarkan-lamunan sianak muda itu, dengan cepat Gak In Ling angkat kepala, setelah dilihatnya Buddha Antik telah berada kurang lebih dua puluh tombak jauhnya, ia segera membentak nyaring.
"Bangsat Engkau hendak lari kemana ?"
Dengan cepat pemuda itu enjotkan badan dan mengejar dari arah belakang dengan hebatnya. Sementara itu bulan telah condong kearah barat, waktu menunjukkan sekitar kentongan keempat.
Dengan kecepatan gerak dari Gak In Ling tidak selang beberapa saat kemudian ia telah mengejar keluar dari hutan belantara itu, dari kejauhan dia lihat Buddha Antik sedang lari terbirit-birit disebelah depan-
Sambil mengejar pemuda itu membentak dengan gusar.
"Buddha Antik, kendatipun engkau kabur kelangit barat, aku orang she Gak bersumpah untuk mengejar dirimu sampai dapat."
Hawa murni disalurkan makin hebat, kecepatan gerakanpun makin meningkat, tampaklah sesosok bayangan hitam bagaikan sambaran kilat yang membelah angkasa mengejar padri tua itu.
Setanakan nasi kemudian, kedua orang itu sudah berada sejauh lima li dari tempat semula, jarak diantara merekapun dari dua puluh lima tombak menyusut menjadi lima enam belas tombak belaka.
Dengan sekuat tenaga Buddha Antik kabur menuju kesebuah bukit kecil disebelah dalam, sepanjang jalan terdapat banyak tempat yang bisa digunakan olehnya untuk menyembunyikan diri atau kabur dari pengejaran lawan, akan tetapi tempat-tempat itu dilewatkan dengan begitu saja dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa ia memang mempunyai rencana-rencana tertentu.
Sayang sekali pada waktu itu Gak In Ling sedang diliputi oleh kegusaran yang berkobar-kobar, sehingga semua tanda yang mencurigakan itu tidak sampai diperhatikan olehnya.
Dalam waktu singkat dua tiga li telah dilewati kembali, di sebuah puncak bukit tiba-tiba muncul sebuah kuil kuno yang megah dan kokoh Buddha Antik kabur menuju kearah kuil itu.
Jarak diantara mereka berdua kini sudah tinggal kurang dari sepuluh tombak. Gak In Ling tertawa seram, serunya.
"Buddha Antik, akan kulihat engkau akan kabur kemana ?"
Dari suaranya yang terpancar keluar dari mulut sianak muda itu, Buddha Antik mengetahui bahwa jarak antara dia dengan Gak In Ling sudah tinggal kurang dari sepuluh tombak. saking ngeri dan takutnya keringat dingin mengucur ke luar membasahi tubuhnya, dia tarik napas panjang-panjang dan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk kabur menuju kedalam kuil.
Kuil kuno yang berada dihadapannya kian lama kian bertambah dekat, sambil tetap melakukan pengejaran Gak In Ling memperhatikan sekejap bangunan kuil yang berada dihadapannya, ia lihat kuil tersebut masih kokoh dan sama sekali tidak nampak terbengkalai, hanya pintu kuil tadi sudah lenyap dari tempat semula. Satu ingatan berkelebat dalam benaknya, pikir pemuda itu.
"Jangan-jangan didalam kuil ini Buddha Antik telah menyiapkan jebakan bagiku " Sementara otaknya masih berputar, jarak lima enam tombak diantara mereka berdua telah berhasil ditarik lebih pendek lagi sehingga dua tombak belaka.
Gak In Ling sangat gelisah, ia membentak keras dan menggunakan jurus Jan-hong-im-siang atau Naik angin pulang kembali, dia babat punggung padri tua itu keras-keras.
Buddha Antik sebagai seorang jago kawakan yang sudah sering menghadapi musuh tangguh, sedari tadi telah menduga bahwa Gak In Ling bakal melancarkan serangan semacam itu ketika mendengar deruan angin tajam menyapu datang dari arah belakang, buru-buru ia enjotkan badan nya sekuat tenaga dan melayang kedepan-
Ketika angin pukulan yang dilancarkan si-anak muda itu menyerang datang, bukan saja pukulan itu tidak sampai melukai tubuhnya, bahkan malah menambah kecepatan gerak padri tua itu untuk menerjang masuk kedalam ruang kuil, menunggu pemuda itu berhasil mengejar sampai di depan kuil tersebut ia sudah menerobos masuk keruang tengah. Gak In Ling mendengus dingin, serunya.
"Sekalipun engkau sudah siapkan selaksa prajurit di tempat ini, aku orang she Gak tak jeri "
Hawa murninya disalurkan kedalam sepasang telapak. kemudian selangkah demi selangkah berjalan masuk kedalam ruang kuil itu.
Setelah masuk lewat pintu, didalam terbentang sebuah halaman yang sangat luas, tetapi karena tak pernah dirawat dan disapu maka rumput ilalang dan daun yang berguguran memenuhi seluruh permukaan tanah membuat suasana nampak mengenaskan-
Tepat didepan halaman luas itu merupakan sebuah ruang tengah yang megah, Gak In Ling memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia lihat dikedua belah sisi ruang tengah itu merupakan sederetan kamar tamu yang pintu dan jendelanya tertutup rapat, sarang laba-laba menyelimuti sekeliling tempat itu, hal ini membuktikan bahwa Buddha Antik tak mungkin bersembunyi di-tempat itu.
Kecuali ruang tengah yang megah, tiada jalan lain menuju keruang dalam. Tanpa ragu-ragu lagi Gak In Ling meloncat masuk kedepan ruang tengah dan dengan sekuat tenaga mendorong pintu itu.
Kraak Pintu terbuka lebar, ternyata-pintu tidak terkunci dari dalam.
Dengan langkah lebar Gak In Ling menuju keruang tengah, ketika sorot matinya menyapu sekejap sekeliling tempat itu, tiba-tiba ia tertegun dan berpikir didalam hati. "Jangan-jangan kuil ini ada penghuninya."
Ruangan itu bersih dan bebas dari debu, pada sisi kedua belah dinding tembok teraturlah dua deret lilin merah yang amat besar dan masih baru, rupanya lilin-lilin itu baru diatur belum lama berselang.
Diatas meja sembahyang tepat ditengah ruangan bersemayamlah sebuah patung Ji-lay-hud yang tingginya dua tombak sekeliling patung tadi berderet pula delapan buah patung malaikat bermuka hijau, bertaring dan menyeramkan sekali tampangnya.
Tempat hio didepan meja sembahyangan telah dilenyapkan, sedang dikedua belah meja disisinya tertancap pula dua buah lilin raksasa berwarna merah yang besarnya bagaikan lengan-
Makin memandang Gak In Ling merasa semakin curiga, ia segera memeriksa sekeliling ruang itu, ia lihat setiap sudut pintu yang terdapat di situ berada dalam keadaan terkunci dari luar, kecuali itu tiada jalan keluar lainnya, hal ini semakin mencurigakan hatinya.
"Aaah jangan-jangan Buddha Antik memang tidak masuk kedalam kuil ini." pikirnya di dalam
hati.
Dengan pandangan tajam dia awasi langit-langit ruangan tersebut, ia lihat pada dinding di-atas patung raksasaJi-lay-hud terdapat sebuah lubang goa yang luasnya lima depa, satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya dan pemuda itu dan bergumam. "Mungkinkah dari tempat itu ia bisa masuk keruang dalam kuil ini ?"
Dengan mengerahkan tenaga dalamnya, kaki kanan segera menjejak tanah dan tubuhnya segera meloncat naik kearah lubang goa tersebut.
Baru saja Gak In Ling melayang naik kearah lubang goa tadi, tiba-tiba dari luar kuil berkumandang datang suara dari empat orang dara muda, suaranya jelas dan nyaring dan berasal dari pintu masuk kuil itu.
Gak In Ling segera menyusup masuk kedalam gua itu, tempat itu bersih dan kering tapi tiada pintu lain yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang belakang, hal ini semakin membingungkan hatinya.
suara langkah berkumandang makin dekat, kali ini suara tersebut berasal dari halaman tengah.
Gak In Ling makin gelisah, pikirnya.
"Ditinjau dari suara yang berkumandang tadi, jelas yang datang adalah kaum wanita, sebelum mendapat izin aku telah menerobos masuk keruang sembahyang orang yang telah disiapkan, andaikata sampai diketahui oleh mereka aku tentu akan kikuk dengan sendirinya. tapi akupun tak dapat keluar pada saat ini, apa dayaku sekarang."
Mendadak satu ingatan berkelebat lagi dalam benak pemuda she Gak itu, pikirnya lebih jauh.
"Bukankah Buddha Antik juga sudah masuk kedalam ruangan ini, aku tak bisa keluar berarti diapun tak dapat keluar... tempat ini letaknya sangat tinggi, dari sini justeru aku bisa mengawasi semua gerak-geriknya." berpikir sampai disini, ia segera menarik pintu dan mengintip keluar lewat celah-celah yang terbuka.
Kraaak Pintu masuk ruang tengah dibuka orang, disusul masuklah dua orang perempuan berusia setengah baya. Gak In Ling tertegun, pikirnya.
"Oooh rupanya yang muncul ditempat ini adalah jago-jago persilatan-"
Rupanya pada punggung kedua orang perempuan itu masing-masing tersoren sebilah pedang panjang.
Setelah masuk kedalam ruangan, dengan cekatan sekali dua orang perempuan setengah baya itu memasang api pada lilin raksasa yang tersedia dalam waktu singkat semua lilin sudah dipasang dan diruangan itupunjadi terang benderang bermandikan cahaya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, dua orang perempuan setengah baya itu mengundurkan diri kembali dari ruangan dan menanti didepan pintu masuk dengan sikap yang sangat hormat.
Gak In Ling seketika mengerutkan dahinya, ia berpikir.
"Waah jangan-jangan mereka sedang menantikan kedatangan seseorang."
Beberapa saat kemudian dari luar pintu muncul kembali dua orang nenek tua berusia tujuh-puluh tahunan yang rambutnya telah beruban semua dan berwajah serius.
Kedua orang nenek tua itu mengenakan baju berwarna biru laut, pada masing-masing bagian dadanya terukirlah seekor burung hong berwarna putih yang amat besar.
Setelah masuk kedalam ruangan, dua orang nenek tua tadi berjalan menuju kedua belah sisi meja sembahyangan, mereka berdiri disitu dengan sikap yang jangat hormat. Gak In Ling semakin keheranan, pikirnya lebih jauh.
"Jangan-jangan ditempat ini akan kedatangan seseorang yang kedudukannya jauh lebih tinggi dan penting dari semua orang itu?"
Belum habis pemuda itu berpikir, dari luar pintu muncul kembali delapan orang kakek tua berusia enam puluh tahunan, mereka masuk kedalam ruangan dan masing-masing berdiri dibawah kedua orang nenek tadi.
Kini dalam ruangan telah hadir belasan orang banyaknya, tetapi suasana masih tetap hening, sunyi dan tak kedengaran sedikit suara-pun, suasana diliputi kemisteriusan-
Dengan cepat segenap perhatian Gak In Ling tertarik oleh kemisteriusan serta keanehan yang menyelimuti tempat itu, hampir saja ia melupakan diri Buddha Antik. Tiba-tiba dari halaman tengah berkumandang datang suara seruan yang amat nyaring. "Pangcu tiba"
Belasan orang yang ada dalam ruangan segera bangkit berdiri dan bersikap dengan hormat.
Bayangan putih berkelebat lewat dari pintu luar, seorang gadis berbaju putih bergaun putih dengan sulaman burung hong merah diatas dadanya masuk kedalam ruangan diikuti empat orang dayang cantik yang bersulamkan burung hong putih diatas dadanya.
Gak In Ling berseru tertahan setelah menyaksikan kemunculan dara cantik itu, pikirnya didalam
hati.
"Aaaah sungguh tak nyana dikolong langit terdapat gadis yang begini cantik jelita, jangan-jangan dia adalah salah seorang dari dua gadis aneh dari kolong langit yang dimaksudkan Buddha Antik ?"
Menyukai yang indah adalah watak setiap manusia, meskipun Gak In Ling merasa amat kagum atas kecantikan wajah gadis itu, akan tetapi kekagumannya ini sama sekali tidak didasari pikiran yang sesat, bahkan ia sama sekali tidak berharap bisa berjumpa dengan dirinya, karena dia tidak ingin melibatkan dirinya dalam urusan dunia persilatan-
Gadis itu mempunyai potongan wajah bulat telur, alisnya panjang dan melengkung keatas, sepasang biji matanya jeli dan bening, senyuman menghiasi bibirnya yang mungil hingga nampak sebaris giginya yang berwarna putih, begitu cantik dan menarik gadis itu sehingga boleh dikatakan bagaikan bidadari yang baru turun dari kahyangan-
Perlahan-lahan gadis cantik baju putih itu masuk kedalam ruangan, biji matanya yaag jeli menyapu sekejap kepermukaan tanah kemudian secara tiba-tiba ia mengangkat kepala dan memandang sekejap kearah tempat persembunyiannya Gak In Ling, dengusan dingin segera menggema memecahkan kesunyian, namun ia tetap melanjutkan langkahnya menuju kemeja pemujaan-
Dua orang diantara dayang cantik maju ke-depan memasang lilin raksasa yang ada diatas meja pemujaan, sedang dua dayang lainnya mengambil kursi dan permadani dari belakang meja tersebut
Setelah ambil tempat duduk. gadis cantik baju putih itu berkata dengan suara dingin. "Gusur kemari Telapak-harimau-putih Tam Hong "
Nenek tua yang ada disebelah kanan memberi hormat, lalu dengan suaranya yang melengking dan tajam ia berseru.
"Bawa masuk Telapak-harimau-putih Tam Hong kedalam ruangan "
Dari luar pintu kuil muncul seorang pria baju hitam, dikedua belah sisinya mengikuti dua orang pria baju hijau yang membawa pisau belati.
Setelah masuk kedalam ruangan, pria baju hitam itu dengan pandangan ketakutan melirik sekejap kesekeliling tempat itu, kemudian jatuhkan diri berlutut dihadapan gadis cantik baju putih itu sambil ujarnya dengan nada gemetar. "Tecu Telapak-harimau-putih Tam Hong memberi hormat kepada pangcu "
"Hmm, Tam Hong, apa yang hendak kau katakan lagi?" tegur gadis baju putih itu sambil mendengus.
"Tecu mengaku salah, harap pangcu suka memberi kesempatan kepada tecu untuk bertobat dan jadi manusia baru... "
"Hmm, engkau sebagai anggaota perkumpulan Thian-hong-pang, tak dapat menegakkan keadilan dan kebenaran bagi umat persilatan, bahkan berani melanggar pantangan untuk berbuat zinah, jika aku ampuni jiwamu, lalu bagaimanakah tanggung jawabku terhadap semua anggaota perkumpulan ? Bagaimana pula tanggung jawabku terhadap umat persilatan ? coba katakan "
Mendengar ucapan itu Telapak-harimau-putih Tam Hong jadi ketakutan setengah mati sehingga
seluruh badannya gemetar keras. "Pangcu " rengeknya.
“Hmm, peraturan perkumpulan Thian-hong-pang tak bisa dirubah lantaran engkau seorang." tukas gadis baju putih dengan ketus, setelah berhenti sebentar bentaknya. "Tongcu bagian hukuman, dimana kau ?"
Nenek tua yang ada disebelah kanan segera tampil kedepan dan memberi hormat.
"Hamba siap menantikan perintah " sahutnya.
"Bila ada anggaota berani berbuat zinah, apa hukumannya ?" seru gadis baju putih dengan wajah serius.
"Bunuh diri didepan patung pemujaan "
Setelah memberikan jawaban tersebut, dengan gerakan yang terlatih nenek tua itu berpaling kearah dua orang pria yang memegang pisau belati didepan pintu, lalu berseru. "Siapkan pisau hukuman "
Dua orang pria itu segera mengiakan dan maju kedepan, dua bilah pisau belati tadi ditancapkan didepan Telapak-harimau-putih Tam Hong kemudian setelah memberi hormat kepada ketuanya buru-buru mengundurkan diri dari ruangan-
Dengan pandangan ngeri dan ketakutan Tam Hong si Telapak-harimau-putih memandang pisau belati yang berada dihadapannya, kemudian berpaling kearah gadis baju putih dengan perasaan mohon balas kasihan, namun ia hanya bisa memandang dan tak berani bicara lagi.
Menyaksikan tingkah laku orang itu, gadis baju putih segera menegur dengan suara ketus. "Tam Hong, apa yang kau nantikan lagi?"
Dengan putus asa Telapak-harimau-putih menghela napas panjang, ia cabut pisau belati di hadapannya dengan tangan gemetar, kemudian gumamnya lirih.
"Aiii sekali salah bertindak sepanjang masa merasa menyesal. Tam Hong mohon pamit dari pangcu "
Setelah memberi hormat pada gadis baju putih itu, pisau belati dalam genggamannya segera ditusuk kedalam dadanya sendiri.
Craaatt Percikan darah segar berhamburan diatas lantai, tubuh Tam Hong yang berlutut diatas tanah perlahan-lahan membungkuk dan akhirnya terkapar diatas tanah dalam keadaan tak bernyawa.
Semua jago yang berada dalam ruangan itu tetap bersikap tenang bahkan air muka mereka sama sekali tak berubah, seakan-akan mereka tidak ada yang menggubris atau tertarik oleh kematian dari Telapak-harimau-putih Tam Hong.
Lain halnya dengan Gak In Ling yang bersembunyi diatas patung pemujaan tersebut, dengan hati kaget, pikirnya.
"Tidak kunyana gadis secantik ini ternyata memiliki hati yang begitu kejam dan sama sekali tak kenal prikemanusiaan-"
Sementara itu gadis baju putih tadi telah menghela napas sedih, katanya.
"Gotong keluar jenasah Tam Hong dan kebumikan secara baik-baik, dari kelompok Thian-hong-pang kita kembali kehilangan seorang anggota."
Tongcu bagian hukuman menerima perintah, ia segera memerintahkan dua orang pria yang membawa pisau belati tadi untuk menggotong pergi jenasah dari Telapak-harimau-putih Tam Hong dari dalam ruangan-
Menanti mereka telah berlalu nenek tua yang ada disebelah kiri baru maju kodepan dan berkata.
"Lapor pangcu, menurut penyelidikan dari murid bagian pemeriksa, dewasa ini sudah ada tujuh orang petugas kita yang menemui ajalnya di-tangan anggaota kelompok Yau-ti-lengcu, harap pangcu suka mengambil keputusan untuk melakukan pembalasan-"
Gadis baju putih mendengus dingin. "Hmm, Yau-ti-lengcu keterlaluan sekali, besok engkau utus orang untuk memberi khabar kepadanya bahwa sepuluh hari kemudian pada malam bulan purnama aku hendak menuntut keadilan darinya, suruh dia datang menemui aku seorang diri"
"Seorang diri? Apakah pangcu juga akan pergi seorang diri?"
Gadis baju putih mengangguk. "Mungkin kehidupanku dengan dirinya dikolong langit menyebabkan dunia persilatan jadi tak aman dan selalu kacau, seandainya kami berdua bersama-sama mati, mungkin dunia persilatan akan menjadi tenang dan tidak akan terjadi pertikaian-pertikaian lagi."
"Pandangan hamba justru merupakan kebalikan dari pendapat pangcu." ujar nenek yang ada disebelah kanan- "Dunia persilatan bisa menjadi aman tenteram seperti saat ini, kesemuanya tidak lain adalah berkat perlindungan dan kebijaksanaan dari pangcu, banyak kejadian yang bisa kita jadikan bukti, aku rasa pangcu sendiripun telah mengetahui semuanya."
Tiba-tiba nenek yang ada disebelah kiri mengerling sekejap kearah nenek sebelah kanan, kemudian alihkan pembicaraan ke masalah lain, katanya.
"Persoalan ini menyangkut keutuhan serta keamanan dunia persilatan, tentang masalah itu bisa kita bicarakan lagi dikemudian hari secara seksama dan lebih terperinci persoalan yang memusingkan kepala saat ini hingga mengakibatkan ketidak tenangan dunia persilatan justeru menyangkut diri seorang pemuda yang bernama Gak In Ling, bagaimanapun juga kita harus mencari akal untuk melenyapkan orang ini dari muka bumi."
"Sekarang orang itu berada dimana ?" tanya gadis baju putih dengan wajah tertegun setelah mendengar perkataan itu, dari nada ucapannya jelas diapun memandang serius persoalan ini.
Gak ln Ling yang bersembunyi diatas patung pemujaan merasa terkejut, pikirnya.
"Apa sangkut pautnya antara aku orang she Gak dengan kalian? IHmrm kalau sampai
menjengkelkan hatiku, jangan salahkan kalau perkumpulan Thian- hong pang pun akan kubasmi
juga . "
Sementara itu nenek tua yang ada disebelah kiri telah berkata kembali.
"Malam ini baru saja ia membunuh cin-hway Ngo-gi dalam gedung keluarga Gak. menurut pikiran hamba dia belum pergi terlalu jauh, sampai malam nanti kemungkinan besar masih berada disekitar kota cin hway, bagaimana kalau sekarang juga kita pergi mencari dirinya dan melenyapkan orang ini lebih dahulu ?"
"Begitupun boleh juga "jawab gadis baju putih sambil mengangguk.
"Kalau begitu silahkan pangcu pulang dulu kemarkas besar, biarlah hamba serta tongcu bagian hukuman yang melayani dirinya."
"Hmm, kalau begitu kalian berdua harus hati-hati "
Melihat ketuanya hendak berlalu dari situ, nenek yang ada disebelah kanan segera berseru. "Siapkan kereta untuk pangcu, kita pulang kemarkas "
Tiba-tiba gadis baju putih itu membentak dengan nada dingin. "Tunggu sebentar " "Pangcu, masih ada urusan ana lagi ?" tanya nenek tua itu dengan wajah tertegun. Gadis baju putih itu tidak menjawab, perlahan-lahan ia berjalan menuju keruang tengah, kemudian sambil menengadah menatap tempat persembunyiannya sianak muda ia menegur sambil tertawa seram.
"Jago lihay dari manakah yang ada disitu ? Apa salahnya kalau turun kebawah dan bertemu dengan kami ?"
Gak In Ling tertegun, ketika ia menengok kebawah maka terlihatlah semua jago yang berada dalam ruangan telah membentuk posisi setengah lingkaran busur, dan tepat sekali menyumbat jalan keluar lewat pintu ruangan, hatinya tercekat.
Gak In Ling sadar bahwa tempat persembunyiannya sudah ketahuan orang, tapi ia tak tahu bagaimana caranya gadis baju putih itu dapat mengetahui persembunyiannya, sebab sejak munculnya gadis itu dalam ruangan, pemuda Gak merasa tak pernah menimbulkan sedikit Suarapun.
Perlahan-lahan Gak In Ling membuka pintu dan melongok keluar, kebetulan sekali sepasang mata gadis baju putih itu sedang menatap keatas tatkala sepasang masa bertemu atu sama lainnya gadis itu merasa jantungnya berdebar keras, meskipun raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun, namun dalam hati kecilnya ia berpikir.
"Hmm, betapa tampannya pemuda ini."
ooo
Para jago anggaota perkumpulan Thian- hong pang yang berada dalam ruangan itupun seketika merasa pandangan matanya jadi silau, dan hampir bersamaan waktunya mereka berseru didalam hati.
"Sungguh tak nyana dikolong langit terdapat pemuda begini tampan wajahnya."
Dengan sikap yang angkuh Gak In Ling melayang turun keatas tanah, setelah memberi hormat kepada gadis baju putih itu ujarnya hambar.
"Secara tidak sengaja aku telah sampai di-tempat ini karena sedang mengejar seseorang, lagipula aku tak tahu kalau perkumpulan anda hendak mengadakan upacara ditempat ini, jika kedatanganku telah mengganggu ketenangan kalian, harap pangcu suka memberi maaf yang sebesar-besarnya."
Pemuda ini tidak ingin dirinya terlibat dalam masalah dunia persilatan, maka ucapan tersebut diutarakan dengan sikap yang amat hormat.
Siapa tahu gadis baju putih itu segera mendengus dingin, bukannya menjawab, ia malah sebaliknya bertanya.
"Engkau mengenakan pakaian baju hitam, berusia enam-tujuh belas tahunan, aku rasa mungkin engkau adalah Gak In Ling yang bikin ketidak tenangan dalam dunia persilatan belakangan ini, bukankah begitu ?"
Gak In Ling adalah seorang pemuda yang berwatak tinggi hati, melihat kekasaran dara tersebut kontan ia naik pitam, tapi hawa amarahnya masih berusaha ditekan dalam hati, sambil tertawa tawa dia menyahut. "Sedikit pun tidak salah, aku adalah Gak In Ling"
Para jago dari perkumpulan Thian-hong-pang jadi gempar setelah mengetahui bahwasanya pemuda baju hitam yang berada dihadapan mereka bukan lain adalah Gak In Ling yang hendak mereka cari dan bunuh, semangat semua orang berkobar dan tanpa terasa maju selangkah kedepan, kepalan siap dilancarkan melancarkan serangan-
Menyaksikan keadaan tersebut, untuk kedua kalinya Gak In Ling berusaha untuk menekan hawa amarah yang membakar dalam dadanya, sorot matanya berkilat dan sambil mendengus dingin ia berseru.
"Hmm, selamanya aku orang she Gak tidak pernah mengikat permusuhan atau perselisihan apa pun dengan kalian orang-orang dari Thian-hong-pang, apa sebabnya kalian bersikap demikian bermusuhan terhadap diriku ?" Gadis baju putih itu tertawa dingin.
"Tiang kang Sam- kiat apakah mati ditanganmu ?" tegurnya ketus.
Mengungkap tentang tiga jagoan dari sungai Tiang- kang tersebut, napsu membunuh terlintas dalam mata sianak muda itu, ia maju selangkah kedepan dan balik menegur. "ooooh, apakah Tiang- kang Sam- kiat itu adalah anggaota perkumpulanmu ?"
Suaranya begitu dingin dan menyeramkan bagaikan hembusan angin dingin dari Ling kuburan, membuat siapa pun yang mendengar seketika merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Gadis baju putih merasakan jantungnya berdebar keras, buru-buru ia alihkan sorot matanya dari atas wajah pemuda itu kearah lain, perasaan aneh seperti ini baru dialami olehnya pertama kali ini, dia sendiri merasa heran, apa sebabnya dia tak berani menatap wajah lawan terlalu lama ?
Beberapa saat kemudian gadis baju putih itu tertawa dingin dan menjawab.
"Meskipun tiga jagoan dari Sungai Tiang-kang bukan anggaota perkumpulan kami, akan tetapi aku tidak mengijinkan ada orang yang berani mengganggu ketenangan serta kedamaian umat persilatan yang berdiam diwilayah kekuasaanku "
Napsu membunuh yang menyelimuti wajah Gak In Ling perlahan-lahan pudar kembali, ingin sekali pemuda ini memberi penjelasan atas sebab sebabnya dia sampai membunuh orang, tetapi kembali dirasakan bahwa tindakan semacam itu tidak la h terlalu penting.
Sesudah sangsi beberapa waktu, akhirnya ia menatap tajam wajah gadis baju putih itu dan berkata.
"Peristiwa itu berlangsung karena sebab-sebab tertentu, mungkin pada saat ini pangcu masih belum dapat memahami alasanku sehingga membunuh manusia, tapi tidak lama kemudian engkau akan mengetahui dengan sendirinya."
"Berapa lama yang kau maksudkan dengan tidak lama kemudian itu ?" seru sang dara tanpa terasa.
"Tidak sampai setahun setengah " sambil menjawab Gak In Ling maju kedepan.
"Setahun setengah ?" jengek tongcu bagian hukuman sambil tertawa sinis. "Setahun setengah yang engkau utarakan mungkin tak akan dilewati untuk selamanya, kenapa tidak engkau katakan suatu batas waktu yang tertentu, apakah... "
"Aku toh sudah mengatakan, hanya satu setengah tahun belaka " tukas sang pemuda dengan tenang, habis berkata dia lanjutkan kembali langkahnya menuju keluar kuil.
Untuk beberapa saat para jago yang ada dalam ruangan tak dapat menangkap maksud yang sebenarnya dari sianak muda itu, dengan pandangan tak habis mengerti mereka berpaling kearah gadis baju putih itu, seakan-akan pang cu mereka pasti mengetahui akan hal ini.
Dari balik biji mata gadis baju putih yang jeli segera memancar keluar serentetan cahaya yang aneh, ia membentak nyaring. "Gak In Ling Berhenti "
Mendengar bentakan ini, Gak In Ling segera berhenti dan menegur. "Pangcu, ada urusan apa
lagi ?"
"Gak In Ling apakah engkau masih ingin pergi dari sini?" nada ucapannya penuh mengandung napsu membunuh.
Gak In Ling tetap bersabar diri kendatipun hawa amarah telah bergolak dengan kencangnya didalam dada, ia berbuat demikian bukanlah disebabkan karena ia jeri terhadap musuhnya, tapi tidak ingin menanam bibit bencana lagi dengan orang lain-
Mendengar perkataan musuh, dia segera membalikkan tubuhnya dan menjawab dengan nada seram.
"Tentu saja harus pergi, mana engkau mampu untuk menahan diriku sehingga aku tak bisa pergi dari sini ?"
Nenek tua yang ada disisi ketuanya segera menggerakkan bibirnya seperti mau bicara, tapi akhirnya dia batalkan niatnya itu, sorot matanya dialihkan kearah sang dara baju putih dan seakan akan ia sedang bertanya apa yang hendak dilakukan oleh ketuanya. Dara baju putih itu berpikir sebentar, kemudian buka suara dengan nada dingin.
"Gak In Ling, asal engkau dapat menahan lima jurus seranganku, maka urusan yang terjadipada malam ini akan kusudahi sampai di sini saja" habis berkata dengan langkah yang ringan dia maju kedepan mendekati sianak muda itu. Gak In Ling kontan mengerutkan keningnya, dengan suara dingin ia berseru.
"Andaikata pangcu mampu menahan diri sebanyak lima jurus dihadapanku tanpa kalah aku orang she Gak pun bersedia bunuh diri didalam kuil bobrok ini "
Suaranya amat sombong dan beberapa kali lipat lebih angkuh daripada gadis baju putih.
Anak murid perkumpulan Thian-hong-pang heboh mendengar sesumbar sianak muda itu, mereka tahu sampai dimanakah kelihayan yang dimiliki ketua mereka, dengan perasaan tak senang hati dengusan dingin menggema memecahkan kesunyian-
Tongcu bagian hukuman dengan cepat loncat maju ketengah gelanggang, setelah memberi hormat kepada dara baju putih itu, ujarnya.
"Untuk menghadapi manusia takbur macam dia, apa perlunya pangcu mesti buang tenaga sendiri ? Biarlah tugas ini serahkan saja kepada hamba untuk menyelesaikannya, pasti akan kuberi pelajaran yang setimpal kepada dirinya."
Tanpa menanti jawaban dari dara baju putih tadi, ia segera putar badan dan berkata kepada sianak muda itu dengan nada menghina.
"Gak In Ling, asal engkau mampu bertahan sebanyak lima jurus dari serangan aku Thiat-binpopo nenek-bermuka-besi Lau In Hong, maka persoalan yang terjadi pada malam ini akan kusudahi sampai disini saja "
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Gak In Ling setelah mendengar nama itu, tanpa sadar ia bertanya.
"oooh jadi engkau adalah Thiat-bin-popo yang pernah menantang berduel tiga bandit besar dunia persilatan digunung Kun-san tempo hari."
Nenek bermuka besi Lau In Hong tertawa dingin. "Hee hee hee ada apa ? Kau jeri ?" ejeknya.
"Haahaa haa siapa bilang akujeri ? Aku hanya merasa sayang untuk membunuh manusia macam dirimu "
Perkataannya datar dan tenang sekali, membuat siapapun merasa bahwa pemuda itu bukan lagi beromong besar.
Nenek-berwajah-besi Lau in Hong segera merasa gengsinya tersinggung oleh ucapan itu, terutama sekali berada dihadapan para anggaota perkumpulan lainnya, dengan muka penuh kegusaran sehingga rambut putihnya pada bangkit berdiri-teriaknya.
"Bangsat Engkau harus diberi pelajaran yang setimpal, roboh kau" dengan jurus To-Iang tau-sah atau menangkap-ombak-mendulang-pasir, ia terjang tubuh sianak muda itu.
Tampaklah tubuh Nenek-berwajah-besi Lau In Hong dengan gerakan tubuh bagaikan sambaran petir menyusup maju kemuka, angin pukulan yang menderu-deru bagaikan gulungan ombak samudra dengan dahsyat dan tajamnya menerjang ketubuh musuh.
Arah yang dituju adalah seluruh jalan darah kematian ditubuh pemuda itu, rupanya nenek tua tersebut ada maksud membinasakan pemuda musuhnya hanya didalam satu jurus saja.
Tatkala menyaksikan datangnya ancaman yang begitu lihay dari musuhnya, mula-mula Gak In Ling merasa kaget, diikuti hawa amarahnya berkobar didalam dada, ia mendengus dingin, dengan gerakan Liok-te-heng-tan atau menjalankan-sampan-diatas-daratan, kaki kanannya menutul permukaan tanah lalu meluncur kesamping kiri, sementara telapak kanannya dengan disertai angin pukulan yang kuat membacok kedepan dan menyambut datangnya ancaman dari Nenek-berwajah besi dengan keras lawan keras.
"Blaaam " benturan keras menimbulkan ledakan yang menggetarkan diangkasa, angin pukulan yang dilancarkan Lau In Hong dengan manis berhasil dipunahkan oleh sianak muda itu, hal tersebut mengakibatkan sang nenek jadi amat terperanjat.
Buru-buru ia berganti langkah dan putar badan seperti kilat, dalam waktu singkat ia lancarkan kembali tiga buah serangan berantai dengan gerakan-gerakan yang mendebarkan hati.
Dara baju putih yang mengikuti jalannya pertarungan ini dari sisi kalangan, diam-diam merasa terperajat, pikirnya.
"Sungguh tak nyana ilmu silat yang dimiliki Gak In Ling berhasil mencapai puncak yang tak terhingga, mungkin pada malam ini Lau-tong cu akan menderita kekalahan ditangan orang ini"
Berpikir sampai disini, tanpa terasa muncul lah perasaan tak tenang dalam hati kecilnya.
Kiranya sekalipun Nenek-berwajah-besi Lau In Hong menggunakan gerakan yang sangat cepat melancarkan tiga buah serangan balasan, akan tetapi sayang sekali semua serangannya mencapai tempat kosong, sedangkan pemuda she Gak sama sekali tidak melancarkan serangan balasan-
Setelah ketiga jurus serangan tadi lewat, jurus keempatpun dengan cepat dilewatkan pula oleh Nenek-berwajah- besi, bila jurus kelima lewat pula berarti pertarungan ini akan berakhir, tetapi menang kalah diantara kedua orang itu masih belum juga kelihatan-
Dengan perasaan penuh ketegangan semua jago dari perkumpulan Thian-hong-pang alihkan perhatiannya ke tengah lapangan, mereka semua merasa kuatir untuk keberhasilan Nenek-berwajah-besi itu untuk menyelesaikan pertarungan tersebut. Pada saat itulah, tiba-tiba Gak In Ling membentak nyaring. "Roboh kamu "
Baru saja jurus keempat yang dilancarkan Nenek-berwajah-besi Lau in Hong mencapai pada akhirnya, tiba-tiba Gak In Ling loncat ketengah udara, sepasang telapak diayun berbareng dan serentetan cahaya merah darah menyelubungi seluruh tubuh nenek tua itu. "Aaah Telapak maut "jerit dara baju putih dengan hati terkesiap.
Rupanya Nenek berwajah besi Lau in Hong juga telah merasakan bahwa maut telah mengancam didepan mata, menyaksikan gumpalan cahaya merah yang sedang meluncur kearahnya, ia menjerit tertahan, serunya. "Aduh Mati aku "
Sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat, tapi satu keinginan untuk tetap hidup sempat berkelebat dalam benaknya, dengan mengempos segala kekuatan yang dimilikinya ia kirim satu pukulan yang maha dahsyat kearah depan-
Reaksi yang muncul disaat bahaya ini boleh dikata menggelikan sekali, karena nenek tua itu sama sekali tidak melihat dimanakah musuhnya berada pada waktu itu.
Tampaknya serangan maut Gak In Ling sudah hampir mengenai sasarannya, sedang jiwa Nenek-berwajah-besi Lau In Hong pun berada diujung tanduk^ tiba-tiba pemuda itupun tertawa nyaring dan melayang mundur kebelakang, dimana kebetulan sekali ia melayang turun dibawah kaki patung Ji-lay-hud yang bersila, dari tindakannya itu bisa diketahui bahwa sianak muda itu sama sekali tidak berniat untuk mencabut nyawa nenek tersebut.
Diam-diam dara baju putih itu menghembuskan napas lega, dengan sorot mata berterima kasih ia alihkan pandangannya kearah Gak In Ling yang berada dibawah kaki patung pemujaan tersebut.
Mendadak. pemuda itu mendengus berat, bayangan hitam berkelebat lewat dan Gak In Ling roboh terjungkal dari atas patung area, darah kental mengucur keluar dari mulutnya....
Dara baju putih serta nenek tua yang berada disampingnya segera melompat maju kedepan ketika menyaksikan kejadian yang tak disangka itu, perasaan tak tenang terlintas diatas wajah mereka.
Dalam pada itu para anggaota perkumpulan Thian-hong-pang yang berada disekitar ruangan telah bersorak-sorak dengan gegap-gempita. "Horeee Tongcu menang horeee Tongcu menang..."
Nenek-bermuka-besi Lau in Hong tertegun, ia membuka mata dan berpaling kesekeliling tempat itu, tetapi setelah ia mengetahui apa yang telah terjadi, saking kagetnya tak sepatah katapun yang sanggup diutarakan keluar.
Dia adalah orang yang mengalami kejadian itu, tentu saja keadaan yang sebenarnya dialah yang paling paham, tanpa terasa nenek tua itu berpaling kearah ketuanya, sebab hanya dara baju putih itu yang mampu menolong dirinya untuk memecahkan teka-teki tersebut.
Tapi, ketika sorot matanya terbentur dengan wajah ketuanya yang diliputi pula oleh perasaan tercengang, ia makin melongo lagi.
Dalam pada itu dengan susah-payah Gak In Ling telah merangkak bangun dari atas tanah, mukanya yang tampan kini telah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, namun dari balik sorot matanya sama sekali tidak terpancar rasa benci atau dendam.
Dengan pandangan yang hambar ia menyapu sekejap sekeliling ruangan itu, kemudian menyeka noda darah dari ujung bibirnya, setelah itu kepada Nenek-berwajah-besi Lau In Hong, katanya.
"Engkau menang, silahkan kalian berlalu dari sini "
Dari kerumunan para jago tiba-tiba muncul seorang pria berusia pertengahan, dengan suara dingin ia menegur.
"Hay, Gak In Ling Apa yang engkau katakan sebelum pertarungan ini berlangsung ?" "Hmm, slapa suruh engkau banyak mulut ?" bentak Nenek-berwajah-besi Lau In Hong dengan gusar, kemudian sambil berpaling kearah Gak ln Ling ujarnya kembali.
"Gak In Ling, nama baik adalah jiwa kedua dari setiap manusia, apakah engkau tidak merasa terlalu rugi dengan tindakanmu seperti ini?" suaranya lirih mengandung keibaan. Gak In Ling tertawa sedih dan menggeleng.
"Bagi Tongcu mungkin apa yang engkau katakan memang benar, tetapi bagi aku orang she-Gak " ia geleng kepala dan tutup mulut, sesaat kemudian ia baru menambahkan. "Kalian boleh pergi dari sini."
Dara baju putih itu tiba-tiba maju kedepan dan menghampiri sianak muda itu, entah sejak kapan dalam tangannya telah bertambah dengan sebutir pil berwarna merah, sambil angsurkan obat itu kedepan, katanya.
"Telanlah obat. ini Maka lukamu akan sembuh dengan sendirinya "
Meskipun nada ucapannya mengandung nada memerintah, tapi terpancar pula perasaan kuatir dan perhatiannya.
Dengan pandangan hambar Gak In Ling menyapu sekejap kearahnya, ia lihat keketusan serta keangkuhan yang semula menyelimuti wajah dara cantik itu kini telah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya penyesalan dan keibaan terlintas diatas wajahnya, apa gerangan yang membuat ia jadi murung ?
Dengan cepat Gak In Ling alihkan sorot matanya kearah lain, jawabnya dengan dingin. "Gak In Ling tidak bersedia menerima budi kebaikan ini, kalau memang pangcu masih ada urusan ditempat ini baiklah, aku orang she Gak akan berangkat lebih dahulur Habis berkata ia lewat disisi dara cantik baju putih itu dan berjalan keluar dari ruang kuil.
Dengan perasaan tersinggung air muka dara baju putih itu berubah hebat, ia putar badan dan membentak.
"Gak In Ling, dalam persilatan belum pernah ada orang yang berani menampik pemberianku jika engkau tidak takut mati, silahkan berlalu dari ruangan ini "
Melihat ketuanya sudah naik pitam, para anak murid perkumpulan Thian-hong-pang pun segera menghimpun tenaga bersiap-siap dan menghadang jalan pergi sianak muda itu. Gak In Ling menghentikan langkahnya, sambil putar badan dan berseru.
"Aku orang she Gak toh tidak pernah menghalangi dirimu untuk turun tangan-. . kalau ingin bertarung silahkan "
Selesai berkata ia melirik sekejap kearah patung Ji lay-hud itu dengan sorot mata memancarkan napsu membunuh, kemudian putar badan dan berlalu dari ruangan itu dengan langkah lebar.
Para jago yang menghalangi jalan pergi pemuda itu tanpa sadar mundur kesamping ketika Gak In Ling lewat dihadapan mereka, tak seorang pun yang berani turun tangan menghadang jalan perginya .
Dara baju putih itu mengerutkan dahinya, tiba-tiba ia maju kedepan siap menyasul pemuda itu, namun Nenek-berwajah-besi Lau In Hong yang berada disisinya telah berkata dengan sedih. "Pangcu, bunuhlah dahulu hamba "