Jilid 19
Sampai sekian lama orang berkedok itu menatap mereka, lalu berucap dengan suara berat, "Silahkan duduk'"
"Nah, beginilah baru mirip gaya seorang pemimpin besar kaum lok-lim," kata It-hiong dengan tertawa sambil menyurut mundur dan duduk di kursi barisan kanan. Bun-hiong juga mundur dan duduk di kursi barisan kiri, keduanya bersikap wajar dan tenang, sedikit pun tidak terpangaruh oleh perbawa lawan.
Pelahan orang berkedok itu bicara pula, "Ada keperluan apa kalian datang kemari menemuiku?" "Kalau tidak keberatan, numpang tanya dulu siapa nama dan she Congtocu yang terhormat'' tanya It-hiong
Dengan kurang senang orang itu menjawab, "Apakah maksud kedatangan kalian hanya ingin tahu siapa diriku ini?"
"O, tidak,” jawab It-hiong dengan tertawa
“Soalnya ada semacam barang hendak kami persembahkan kepada Congtocu, namun kita baru pertama kali ini bertemu, sepantasnya mesti saling memperkenalkan nama masing- masing, inilah sopan santun pergaulan "
“Tapi aku tidak suka bicara tentang sopan santun segala," kata orang itu "Ada barang apa yang hendak kau berikan padaku, boleh keluarkan saja.”
It-hiong lantas menanggalkan bungkusan yang dibawanya sambil bertanya, "Apakah ada seorang anak buah Congtocu yang bernama Si Him ?”
"Ada," jawab orang berkedok itu
It-hiong membuka bungkusan dan mengeluarkan kotak palsu, katanya. "Di suatu tempat ia di
serang dan terluka parah oleh dua kawan bu-lim yang tidak diketahui asal usulnya, sebelum menghembuskan napas terakhir ia ininta kubawa kotak ini untuk diserahkan padamu "
"Oo," orang berkedok itu bersuara tak acuh
“Demi memenuhi pesannya akibatnya banyak pahit getir yang ku alami…"
"Oo," kembali orang itu bersuara singkat. It-hiong meraba kotak palsu itu, katanya pula dengan tersenyum, "Apakah kau tahu benda mestika apa isi peti ini?"
"Tahu." jawab orang berkedok
"Oo.. dapatkah kami diberitahu?” pinta It-hiong
"Boleh,” jawab orang itu "Peti ini berisi sehelai peta pusaka harta karun, asal peti ini dapat dibuka dan mendapatkan peta, tentu akan dapat menemukan harta karun tinggalan Eng-jiau- ong Oh Kiam-lam sesuai petunjuk dalam peta. Nilai harta karun itu berjumlah beberapa juta tahil perak "
"Apa betul?” It-hiong menegas dengan tertawa. "Tentu saja betul, aku tidak menghendakinya, sudah
kuputuskan akan kuberikannya untukmu," kata orang itu "Hahaha.. sebab apa ?" tanya It-hiong dengan terbahak
"Sebab peti yang kau pegang itu palsu, tiada berisi apa pun dalam peti," kata orang berkedok
Mau-tak-mau It-hiong melengak. tanyanya. “Dan mana kau tahu peti ini palsu?"
"Sebab peti yang asli sudah kudapatkan " ujar orang itu dengan tertawa
"Oo, di mana ?” tanya It-hiong.
Orang berkedok membalik ke sana dan mengeluarkan sebuah peti besar dari bawah meja, peti besar itu dibuka dan dikeluarkan sebuah kotak hitam dan dilemparkan kepada It- hiong, katanya dengan tertawa, "Coba kau lihat, petiku inilah yang tulen " Setelah menerima kotak hitam itu dan diperiksa. It-hiong tambah terkesiap, serunya, "Hah aneh. dari mana kau dapatkan kotak pusaka ini?"
"Kudapatkan dan tangan Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit," tutur orang berkedok itu dengan tertawa
Seketika it-hiong melonjak kaget, serunya. "Apa katamu? Jadi engkau sudah mendatangi Ma-cik-san?"
Orang berkedok itu mengangguk pelahan jawabnya, "Betul, baru kemarin kupulang kemari. Tentu kalian mengalaini sesuatu dalam perjalanan sehingga terlambat dan baru sekarang sampai disini"
Berdesak jantung it-hiong, tanyanya pula dengan terkesiap, "Masa Toh Po-sit mau memberikan kotak pusaka ini kepadamu?”
Orang itu tertawa, "Silahkan duduk dulu, biar kuceritakan duduknya perkara "
Sedapatnya It-hiong menahan perasaannya yang bergolak, ia duduk lagi dan bertanya, "Apakah engkau telah membunuh Toh Po-sit?"
Orang berkedok itu sengaja mengelak tanpa menjawab, dengan senyum ejek ia berkata, "Urusan ini harus kuceritakan mulai dan awal. Apakah kau tahu apa maksud tujuan Toh Po- sit menyuruhmu menangkap Oh Beng-ai " '
"Nona Oh hendak digunakannya sebagal umpan untuk memancing dan menangkap seorang." tutur It-hiong "Betul," kata orang itu. "Tapi apakah kau tahu siapa yang hendak dipancingnya?"
"Wah, hal itu aku tidak tahu," jawab It-hiong sambil menggeleng
"Biar kuberitahukan padamu," ucap si orang berkedok. "Orang yang hendak dipancingnya adalah kakak nona Oh sendin, yaitu Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam "
It-hiong melenggong.tanyanya, "Hah, masa begitu? Bukankah Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam sudah mati?"
"Tidak, meski dia memperalat sesosok mayat untuk memalsukan dia sendiri, namun tetap tidak dapat mengelabui mata Toh Po-sit," tutur si orang berkedok.
"Sebab apa Oh Kiam-Iam sengaja pura-pura mati?" tanya It- hiong tidak mengerti.
"Sebab banyak orang mengincar harta bendanya," kata orang itu. "Terutama ketujuh saudara angkatnya, yaitu Lok-lim-jit- coat, setiap saat mereka senantiasa mengincarnya dan berdaya akan mencelakai nyawanya serta merampas harta kekayaannya, sebab itulah Oh Kiam-lam mengguna-kan akal, ia memperalat sesosok mayat untuk menyamar sebagai jenazahnya agar Lok-lim-jit-coat mengira Oh Kiam-lam benar sudah mati terbunuh musuh, lalu ia membuat lagi sebuah kotak pusaka serta menyiarkan berita bohong bahwa di dalam kotak pusaka berisi sebuah peta harta karunnya, tujuannya supaya Lok-lim-jit-coat berusaha merampas kotak itu hingga saling membunuh, dengan begitu akan tercapai maksud tujuannya menumpas Lok-lim-jit coat. Sekarang tujuannya sudan tercapai Lok lim-jit-coat memaug sudah mati seluruhnya." "Tidak, tidak betul,' tukas It-hiong. "Di antara Lok-lim-jit-coat masih ada seorang yang belum mati, yaitu Ang-siu-soh Ban Sam-hian
"Tidak betul, Ban Sam-hian juga sudah mati," kita orang itu dengan tertawa
"Ah, dan cara bicaramu ini, pahamlah aku sekarang," seru Bun-hiong mendadak. "Jelas engkau sendiri inilah Eng-jiau- ong Oh Kiam-Iam, betul tidak ?"
Orang itu menanggalkan kedoknya sehingga terlihat wajah aslinya yang kereng, mata besar, alis tebal, ia menyeringai dan berkata, "Betul, aku inilah Oh Kiam-lam "
It-hiong membuang kotak palsu tadi, ia melolos pedang sambil melonjak bangun, teriaknya, “Jika demikian, jadi Toh Po-sit sudah kau bunuh bukan?"
Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam duduk tenang tanpa bergerak, mendadak ia tertawa keras, katanya,
“Hahuha, janganlah tegang, anak muda. Ingin kutanya dulu padamu, bukankah sejauh ini Toh Po-sit tidak mau memberitahukan padamu siapa gerangan yang ingin ditangkapnya, bukan?"
"Memangnya kenapa kalau betul? "jawab It-hiong dengan mendelik gusar.
"ltu menandakan dia mempunyai pikiran busuk," kata Oh Kiam-larn dengan tertawa "Ia ingin memperalat adik perempuanku untuk memaksa aku masuk perangkapnya dan mengincar seluruh harta kekayaanku "
"Omong kosong" teriak It-hiong bengis “Sama sekali bukan omong kosong." Ujar Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam dengan tertawa. "Tempo hari waktu kupergi ke Ma- cik-san. jelas-jelas dia sudah bilang padaku bahwa selama hidupnya dia mengabdi untuk kepentingan umum, sampai tua tetap tidak mendapat sesuatu keuntungan apa pun, maka
sekarang dia ingin meraih sejumlah harta untuk kelangsungan hari tua, ucapan itu juga didengar oleh adik perempuanku, kalau tidak percaya boleh kau tanya padanya"
“Tidak aku tidak percaya" seru It-hiong sambil mengentak kaki "Dia pasti bukan orang macam begitu jika dia ingin menangkapmu, hal itu juga deini kepentingan umum”
"Haha.. percaya atau tidak terserah padamu." Seru Oh Kiam- lam dengan tergelak. “Cuma aku ikut penasaran bagi kalian berdua, kalian terkenal sebagai pendekar naga dan harimau, tokoh muda dunia persilatan yang menonjol, tapi kalian mau diperalat olehnya tanpa sadar, sungguh lucu dan menggelikan ''
Mana It-hiong mau percaya Toh Po-sit adalah manusia yang kemaruk harta benda, segera ia tuding orang dan men- damperat, "Lekas katakan. apakah dia sudah kau bunuh ?”
Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam menyeringai, ucapnya. “Ia berusaha menperalat adik perempuanku untuk menangkap diriku, padahal sebelumnya setiap tindak-tanduknya sudah kuketahui dengan jelas. Memang betul, dia sudah kubunuh "
Kejut dan gusar It-hiong tidak kepalang, serentak ia melolos pedang dan berteriak bengis, "Ayo maju kemari, biar ku tempur bangsat tua macam dirimu ini!"
"Hehe. buat apa?" ujar Oh Kiam-lam dengan tertawa, sikapnya tetap sabar. "Kabarnya hubunganmu dengan adik perempuanku cukup intim, malahan aku juga sangat berharap akan mempunyai ipar semacam dirimu, bilamana . . . "
"Tutup mulut"' bentak It-hiong "Hubunganku dengan adik perempuanmu hanya sampai di sini saja. Sukarang harus kupenggal kepalamu untuk membalas sakit hati Toh- locianpwe”
"Hehe.apa betul begini kehendakmu?” jengek Oh Kiam-lam dengan menarik muka.
"Sekalipun bukan untuk Toh-locianpwe juga akan kubinaskan bangsat tua yang licik dan licin serupa dirimu ini." teriak It- hiong tegas
Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam berdiri dan berkata "Baik, dengan senang hati akan kupenuhi kehendakmu, anak muda. Mari kita keluar saja." Segera lima orang sama keluar ruangan pendopo dan menuju ke lapangan.
Segenap anak buah sarang bandit itu sudah menerima kabar tentang datangnya kedua pendekar naga dan harimau dan sejauh ini sama memperhatikan perkembangan keadaan, kini melihat pemimpin besar mereka menuju ke lapangan bersama kedua tamu muda itu, segera para anak buah tahu bakal ada tontonan menarik, seketika suasana menjadi riuh ramai dan berkerumun maju.
Satu di antara penonton itu ternyata dikenal Pang Bun-hiong, orang ini seorang perempuan, dia bukan lain daripada Coa- kat-bijin Loan Kiau-kiau, si wanita cantik berbisa. Perempuan ini sebenarnya terkurung di ruang bawah tanah di Ma-cik-san oleh Toh Po-sit, tapi sekarang sudah muncul di sarang bandit ini. Maka dapat dimengerti apa yang dikatakan Oh Kiam-lam bukan bualan belaka. Toh Po-sit memang benar telah terbunuh olehnya. Melihat Coa-kat-bijin Loan Kiau-kiau muncul di situ, segera Pang Bun-hiong memberi salam dan menegur dengan tertawa, "Aha, selamat berjumpa pula nona Loan"
Kiau-kiau hanya mendelik sekejap saja padanya tanpa menjawab. Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam memandang mereka berdua, katanya kemudian dengan rasa curiga, "Mengapa kau kenal istriku ini.anak muda?"
Bun-hiong menjawab dengan tertawa, "Bukan cuma kenal saja malahan …"
Kiau-kiau tampak gugup dan membentak "Pang Bun-hiong, hendaknya kau tahu batas kalau omong, meski kita memang sudah lama kenal, tapi perkenalan kita berlangsung secara bersih "
"Kiau-kiau," sela Oh Kim-lam dengan kurang senang, "dia yang kutanya dan bukan tanya dirimu"
Lalu ia berpaling dan tanya Bun-hiong, "Anak muda, kau bilang tidak hanya kenal saja, malahan
apa?"
"Malahan timbul semacam …semacam perasaanku," kata Bun- hiong dengan tertawa.
Sinar mata Oh Kiam-lam tampak mencorong tajam, tanya dengan suara berat, "Perasaan apa?"
"Begini, aku ini ada semacam ciri yaitu bilamana melihat perempuan cantik lantas kukejar terus menerus," tutur Bun- hiong. "Beberapa tahun yang lalu secara kebetulan kulihat dia, aku terkejut akan kecantikannya, maka segera kuatur siasat dan mulai melancarkan serangan padanya. Namun dia bilang aku terlampau muda dan tidak sudi menerima cintaku. Tentu saja aku sangat kecewa karena bertepuk sebelah tangan, aku sakit rindu dendam dan hampir saja jiwa melayang.”
Keterangan ini membuat Oh Kiam-lam tersenyum kembali, katanya, "Hm, dengan muka tebese serupa dirimu juga ingin meinikat perempuan cantik, huh, jangan inimpi'"
"Ya, ya, memang!" kata Bun-hiong dengan tertawa. Hati Loan Kiau-kiau merasa lega karena Bun-hiong tidak bercerita kejadian yang sesungguhnya. Lalu Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam berpaling dan berkata kepada Liong It-hiong, "Kau tahu anak muda, Toh Po-sit saja bukan tandinganku, apalagi dirimu. Jika kamu tetap ingin menantangku maka bagimu cuma ada satu jalan, yaitu kematian. Biarlah sekarang kusuruh seorang anak buahku coba-coba beberapa jurus denganmu "
Segera ia menoleh dan berkata kepada si gemuk yang aneh itu, "Ong-siwi, boleh coba kau layani dia."
Si gemuk aneh itu mengiakan, segera ia melolos senjata andalannya, yaitu toya tiga ruas, ia melangkah maju, katanya sambil terkekeh, "Hehe, anak muda, biar kuantar kamu pulang ke nenekmu. Nah, boleh serang lebih dulu?"
It-hiong acungkan pedangnya, ucapnya dengan mendongkol, "Mengingat kamu dapat dipilih jadi jago pengawalnya tentu kepandaianmu tidak rendah "
Si gemuk putar toyanya sehingga menerbitkan suara gemuruh, katanya sambil menyeringai, “Hehe asal kan cukup untuk membereskan anak muda seperti dirimu ini kan bolehlah! '
“Baik, akan kuberi tiga kali serangan padamu “ kata It-hiong. “Huh, masa kau mampu?" ejek si gemuk
"Tentu saja mampu, coba saja." jawab It-hiong. Panas juga hati si gemuk, ia terkekeh dan membentak, "Baik, ingin kulihat apakah kau mampu menahan sampai tiga kali seranganku'"
Begitu melangkah maju langsung toya ruas pertama menghantam batok kepala It-hiong. Cepat, it-hiong mengegos ke samping sehingga serangan lawan terelak. Namun toya tiga ruas itu memang senjata serba banyak variasinya baru saja lt- hiong menghindarkan jurus pertama tahu-tahu serangan kedua si gemuk sudah menyabet pinggangnya, betapa cepat perubahan serangannya sungguh sukar dibandingi senjata umumnya. Selain cepat dan aneh jurus serangan si gemuk, tenaganya juga sangat kuat. Baru saja It-hiong menyurut mundur, kembali ia dipaksa harus menghindar lagi ke samping.
"Roboh'" bentak si gemuk, berbareng jurus ketiga menyabot pinggang lagi. Justru jurus serangan inilah merupakan serangan maut andalannya, dipandang sepintas babatan toya tiga ruas itu menyambar pinggang It-hiong, tapi pada detik hampir mengenai sasarannya itulah, sekonyong-konyong pada ruas toya kedua tiba-tiba berbunyi "cret", tahu-tahu menjeplak keluar sepotong belati terus memkam dada It-hiong.
It-hiong tidak menyurut mundur, juga tidak melompat ke atas, tapi mendadak ia berputar cepat serupa gasingan, sekaligus ia berputar ke sisi kanan lawan, pedang berputar dan langsung balas menusuk.
"Aduhh!" si gemuk menjerit dengan mata melotot tertampak wajahnya yang meringis menahan derita, tubuh sempoyongan akan roboh. Rupanya ia terkena tusukan maut It-hiong.
Pedang masuk melalui pingang kanan dan tembus pinggang kiri. Air mukanya yang meringis penuh derita itu dengan cepat membeku, setiap orang dapat melihat napasnya sudah putus, namun dia tidak roboh, eebab pedang yang menembus pmggangnya itu masih terpegang di tangan It-hiong.
Dengan sikap gagah perkasa it-hiong berdiri diam sejenak, habis itu baru pedang ditariknya berbareng sebelah kakinya mendepak, "blang'' tubuh si gemuk terpental lebih setombak jauhnya.
Air muka Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam berubah merah padam, ia tatap It-hiong sampai sekian lama, lalu mendengus, "Hm. tidak nyana kamu memang mempunyai sejurus dua, bagus, bagus sekali”.
Sembari bicara sambiI menanggalkan jubahnya, nyata ia siap maju sendiri
"Congtocu," seru seorang mendadak, "biar kucoba dia dulu'" Kiranya si kurus aneh yang ininta izin untuk menantaog Liong It-hiong.
Oh Kiam-lam berpaling, ia mengangguk peelahan dengan tersenyum katanya. “Boleh juga, cuma jangan meremehkan lawan serupa Ong-siwi."
Si kurus aneh mengiakan, segera ia lolos senjatanya, yaitu cambuk kulit, sekali lompat ia maju
ke depan Liong It-hiong
“Babak ini serahkan padaku saja, Liong It-hiong," seru Bun- hiong berbareng ia pun melompat menghadapi si kurus.
"Enyah, keparat!" teriak si kurus dengan gusar "Aku ingin menuntut balas bagi kawanku !”. Bun-hiong tertawa, katanya, "Hari ini hanya ada permusuhan dinas dan tidak ada dendam pribadi, terlalu sempit jiwamu bila kau bicara tentang menuntut balas. Lebih baik kita berdua pun coba main-main beberapa jurus."
“Apakah kaucari mampus?!" si kurus berjingkrak murka, sekali cambuk kulit berputar, "tarr", langsung terus menyabet ke pinggang Pang Bun-hiong. Cepat Bun-hiong melompat ke atas, ia tidak balas menyerang dengan pedang, katanya dengan tertawa "Aku pun memberi tiga jurus serangan padamu, nah, satu kali…” Tambah kalap si kurus karena ejekan Bun-hiong itu kembali cambuk berputar dan berbunyi nyaring, ujung cambuk terus membabat kedua kaki Bun-hiong serupa ular hidup.
Namun kaki Bun-hiong keburu ditarik ke atas sehingga sabetan lawan terhindar pula, serunya dengan terbahak,.”Haha, ini jurus kedua "
"Tarrr", secepat kilat cambuk si kurus menyambar pula, sekail ini cambuk dapat membelit tubuh Bun-hioag dan menyeretnya ke bawah. Melihat kejadian tak terduga ini. lt-hiong terkejut, teriaknya cepat, "Hei,awas!"
Terlampau cepat kejadian itu untuk diceritakan, tahu-tahu tubuh Pang Bun-hiong sudah terseret jatuh di tanah, siapa tahu anak muda itu lantas membentak, begitu tubuh jatuh di tanah mendadak ia menggelinding ke dekat kaki si kurus, menyusul melihat sinar pedang berkelebat, lalu terdengar suara jeritan, kontan si kurus roboh terjungkal.
Kiranya kedua kakinya tertabas buntung sebatas dengkul oleh pedang Pang Bun-hiong, darah segar pun muncrat serupa air mancur. Semua orang sama melongo kaget sebab mereka tidak sempat melihat Bun-hiong melolos pedang, yang terlihat cuma berkelebatnya cahaya perak dan tahu-tahu kedua kaki si kurus sudah buntung, sungguh tabasan pedang secepat kilat.
Bun-hiong membuang cambuk kulit yang membelit tubuhnya itu dan melompat bangun, ia kebut debu yang mengotori tubuhnya, katanya dengan tertawa, "Tidak cukup tegang, tidak cukup terangsang.
Muka Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam tambah merengut, sorot matanya seakan-akan menyemburkan api, ia memberi tanda kepada anak buahnya agar membawa pergi si kurus yang terluka parah dan si gemuk yang sudah menjadi mayat.
“Baik, jika kalian mencari rangsangan kukira kalian takkan kecewa," katanya kemudian sekata deini sekata "Di mana Cap- pek-to-jiu (18 ahli golok)?". Serentak terdengar suara orang di sana-sini, seketika 18 orang lelaki tegap tampil ke muka.
Ke-18 lelaki kekar ini semuanya berdada lebar dan telanjang perut, otot daging kelihatan padat kuat, masing-masing membawa golok tebal sikapnya garang sekali jelas mereka adalah jago golok yang telah mengalaini latihan keras
Eng jiau-ong Oh Kiam-lam tampak menyerengai, ucapnya dengan geram, "Apakah kalian tidak berani menempur ke-18 jago golok ini?"
It-hiong mengangkat pedangnya dan menjawab dengan tertawa, "Jika mereka sudah kau tampilkan, kenapa main sungkan lagi?”.
Segera Oh Kiam-lam memberi tanda sambil membentak, "Maju'"
Sejak tampil ke18 orang itu sudah mengepung Bun-hiong di tengah, begitu menerima aba-aba, serentak mereka melangkah maju dengan teratur sehingga It-hiong berdua terkurung semakin rapat
It-hiong rapatkan punggung dengan Bun-hiong dengan sikap sewajarnya ia berkata, "Pang Bun-hiong, apakah sekarang kamu menyesal?"
"Haha, menyesal apa?" jawab Bun-hiong dengan tertawa
“Menyesal karena kamu ikut kemari bersamaku " kata It- hiong.
"Kentut!" omel Bun-hiong "Tempat yang dapat kau datangi tentu aku pun berani datang'"
"Tapi kedatanganmu sekali ini mungkin cuma akan mati tanpa hidup lagi” kata It-hiong.
“Hari ini mati, 20 tahun kemudian kan sudah tumbuh kembali, takut apa ?" jawab Bun-hiong dengan tertawa. Keduanya bicara dengan santai, ke 18 ahli golok yang terus mendesak maju itu seakan-akan tidak terpandang oleh mereka.
Sebaliknya ke-18 ahli golok itu kelihatan sangat prihatin dengan sikap serupa sedang menghadapi musuh besar, sungguh sangat kontras bila dibandingkan sikap It-hiong berdua yang acuh-tak acuh itu
Menyusul jarak kedua pihak yang semakin dekat, suasana pertempuran sudah hampir membuat sesak napas orang, namun It-hiong dan Bun-hiong masih terus bicara seenaknya seperti tidak terjadi apa-apa
"Ciaatt"" terdengar teriakan ramai, dua ahli golok bagian tengah mendahului melancarkan serangan, golok tebal segera membacok. Bun-hiong dan It-hiong tertawa panjang, serentak mereka berkelit, tanpa berjanji tapi bergerak serupa keduanya sama menggeser ke samping. Akan tetapi dengan cepat luar biasa mereka memperlambat langkah dan kembali berdiri tegak dengan santai. Sebaliknya kedua ahli golok yang membacok tadi serupa kena ilmu sihir, wajah keduanya menampilkan rasa kejut dan bingung tak terkatakan, biji mata mereka melotot serupa hendak melompat keluar, sampai sekian lama baru terdengar suara "blak-bluk", berturut-turut keduanya roboh terkapar, darah segar pun menyembur keluar dari perut mereka.
Sisa ke-16 jago itu sama terkesiap, tanpa terasa sama menyurut mundur satu langkah, nyata mereka sama gentar terhadap ilmu pedang It-hiong dan Bun-hiong yang Iuar biasa itu.
"Jangan takut, maju bersama'' bentak Oh Kiam-lam dengan bengis. Segera terdengar suara bentakan dan teriakan dari sana sini ke-16 ahli golok terus menyerbu maju dengan ganas. Maka terjadilah pertarungan sengit, sinar golok dan cahaya pedang berkelebat kian kemari.
Di tengah gerak kelebat bayangan manusia. terdengar pula gema suara jeritan dua kali, kembali dua ahli golok itu terkena pedang, seorang kontan roboh binasa, seorang lagi terguling keluar kalangan pertempuran dan melolong kesakitan sambil memegangi perut.
Namun sebenarnya tidak ringan cara It-hiong dan Bun-hiong menghadapi kawanan jago golok itu, keadaannya sama bertempur mati-matian dan mengeluarkan segenap kemahiran masing-masing, dengan begitu barulah sekadar di atas angin. Maklumlah, apa pun juga sukar melawan kerubutan gerombolan kera. Jika setiap orang harus melayani tujuh golok dengan sebatang pedang, betapapun memang tidak sederhana.
Setelah bertarung sengit sebentar lagi, sedikit meleng, tahu- tahu paha kanan Bun-hiong terkena golok, la menjerit kesakitan, pedang menangkis sekuatnya tiga golok yang membacok tiba, menyusul tubuh berputar cepat, telapak tangan kiri meraih dan dapat mencengkeram punggung golok seorang lawan terus didorong sekuatnya
"Aduhh!" terdengar jeritan orang itu
Rupanya karena didorong sekuatnya oleh Bun-hiong, dengkul sendiri terbacok golok sehingga jatuh terkulai. Tanpa ayal Bun-hiong berputar lagi, pedang bekerja cepat, kembali seorang lawan kena tertutuk lehernya
Di sebelah lain It-hiong juga harus menghadapi tujuh orang lawan, ia masih sempat tanya Bun-hiong, "Hai, kawan apakah kamu dapat tanda jasa?"
"Ya, cuma terluka ringan, tidak apa,” jawab Bun-hiong.
Mendadak It-hiong berguling di tanah, pedang berputar, sekaligus betis dua lawan tertusuk olehnya. Meski kaki lawan tidak sampai terkutung tapi sudah membuiat mereka terluka dan berdarah dan cepat melompat pergi.
"Hah hebat benar, kawan" seru Bun-hiong dengan tertawa
Segera It-hiong melompat bangun, tangan kiri memampok golok yang menyabet dari samping,
pedang terus menusuk ke belakang sambil tertawa. "Haha, kukira engkau terlebih hebat dari padaku” "Aduhh'" terdengar jago golok yang menyerang dan belakang itu menjerit. sebab perutnya tertusuk oleh pedang It-hiong dan kontan roboh terkapar. Sekarang di antara ke 18 jago golok itu tersisa sembilan orang saja. Sampai di sini Eng-jiau- ong Oh Kiam-lam menyadari ke-18 jago golok itu jelas takkan menang, segera ia membentak, “Mundur semuanya !”
Kesembilan jago golok itu seperti menerima pengampunan tanpa perintah lagi cepat mereka melompat mundur. It-hiong dan Bun-hiong juga tidak melancarkan serangan lagi, mereka sama berdiri tegak dengan pedang terhunus wajah mereka tampak tersenyum cerah. Sebaliknya wajah Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam justru beringas murka, kesepuluh jari tangannya terpentang dan mengeluarkan suara pletak-pletuk, ucapnya sambil menyeringai, "Pendekar naga dan harimau ternyata benar tidak bernama kosong, agaknya aku telah salah menilai kalian …”
It-hiong membungkuk tubuh sebagai rendah hati katanya "Terima kasih atas pujian mu, sungguh sangat beruntung dan bahagia sekali "
Oo Kiam-lam melangkah ke tengah kalangan dengan semangat tempur yang menyala-nyala ia menjengek, "Baik, bilamana dalam sepuluh jurus tak dapat kubereskan kalian, biar kupotong kepala dan kuserahkan kepada kalian''
"Sekali bicara harus pegang janji," ucap It-hiong dengan tertawa. Lalu ia berpaling dan memberi tanda kepada Bun- hiong, "Minggir dulu, biar kubelajar kenal dengan gembong Liok-lim yang ter masyhur ini!"
Namun Bun-hiong tetap berdiri di tempatnya katanya dengan tertawa, "He, telingamu kan cukup sehat bukan?"
"Oo…ada apa?” tanya It-hiong bingung- "Kan jelas dia menyatakan akan membereskan 'kalian' dan tidak bilang cuma dirimu seorang saja" ucap Bun-hiong.
"Tapi kakimu terluka.orang yang terluka kan layak bila mundur dan istirahat dulu," ujar It-hiong
Bun-hiong tertawa, jawabnya sambil menuding luka pada kaki sendiri, "Coba kau lihat, kakiku cuma terluka lecet oleh ujung golok, hanya luka ringan begini, biarpun anak kecil juga tahan "
It-hiong menghela napas ucapnya dengan gegetun. "Kamu ini memang orang aneh, mengapa sengaja hendak mengantar nyawa bersamaku?'*
“Jika kamu saja tidak takut antar nyawa, masa aku mesti takut?" jawab Bun-hiong.
It-hiong tidak bicara apa-apa lagi, ia berpaling dan memberi salam kepada Oh Kiam-lam, katanya dengan tertawa. "Sadah lama kudengar Eng-jiau-kang Oh-congtocu maha lihai, beruntung hari ini diberi kesempatan untuk belajar kenal, sungguh sangat bahagia dan menggembirakan”
"Jika kalian sudah siap silahkan serang saja'" jengek Ob Kiam- lam. It-hiong tahu lawan yang dihadapinya sekarang adalah tokoh golongan hitam yang sangat menakutkan, sebab itulah meski tampaknya dia bersikap santai, tapi di dalam hati sebenarnya sangat tegang, ia berpaling dan tanya Bun-hiong dengan tertawa. "Apakah engkau sudah siap kawan?"
"Ya, siap" Bun-hiong mengangguk,
"Jika begitu, ayolah maju'" begitu kata terakhir itu terucap, serentak pedang bergerak, dengan lurus "hek-hou-tau-sim"' atau harimau kumbang mencuri hati, langsung ia tusuk hulu hati Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam.
Pang Bun-hiong tidak tinggal diam, berbareng pedang juga menyabat ke bagian kaki Oh Kiam-
lam dengan jurus "Cui-te-Iau-gwe" atau meraih bulan di bawah air. Kedua orang membagi serangan bagian atas dan bawah dengan kerja sama yang sangat rapi.
Oh Kiam-lam bersuit panjang, serentak ia meloncat ke atas, kaki kanan terus mendepak dada Pang Bun-hiong, tangan kiri menghantam batok kepala Liong It-hiong, gerakannya indah, serangannya jitu dan berbahaya. It-hiong dan Bun-hiong kenal kelihaian lawan, cepat mereka menarik senjata dan menghindar.
Oh Kiam-lam memang tidak malu sebagai tokoh lok-lim nomor satu, begitu serangan sudah mendahului segera ia berputar lagi, serupa angin puyuh cepatnya mendadak ia menubruk ke arah It-hiong, kelima jari terpentang terus mencengkeram muka anak muda itu
Inilah Eng-jiau-kang atau takar earng sakti yang maha lihai, kelima jari sekeras baja, entah sudah Berapa banyak tokoh dunia persilatan yang dicederai oleh tenaga cakar elang sakti yang lihai ini.
Dengan sendirinya Liong It-hiong kenal akan kelihaian kungfu lawan, cepat ia mendak ke bawah, dengan gaya "pan-liong-ji- hou" atau naga melingkar menanduk harimau, pedang berputar terus balas menusuk ke atas.
"Plak", kelima jari Oh Kiam-lam yang mencengkeram itu mendadak menggenggam batang pedang Ii-hiong dengan erat.serupa tangan memegang toya saja, sedikit pun tidak takut akan ketajaman pedang Keruan It-hiong terkejut, sekuatnya ia mendorong, lalu ditarik ke bawah, tapi dirasakan pedang sendiri seakan akan lengket dengan tangan lawan, satu senti pun tidak dapat ditolak, satu inci pun sukar ditarik.
Bun-hiong tidak tinggal diam, mendadak ia membentak keras, pedang terus menusuk pinggang kiri musuh, tujuannya memaksa Oh Kiam-lam melepaskan pedang Liong It-hiong. Oh Kiam-lam menyeringai, dengari cekatan telapak tangan kiri terus meraih ke bawah, kembali terdengar "plak", tahu-tahu pedang Bun-hiong juga tercengkeram olehnya.
Dengan kesepuluh jari telanjang Oh Kiam-lam dapat menangkap mata pedang yang tajam dan sama sekali tidak kuatir jari dan telapak tangan akan tersayat oleh mata pedang kedua lawan.
Tentu saja Bun-hiong rada cemas, cepat ia angkat kaki kanan terus mendepak pinggang musuh. "Blang", dengan tepat pinggang terdepak. Betapa hebat tendengan Bun-hiong itu, biasanya biarpun pohon juga akan terguncang bila tidak tumbang, tapi sekarang Oh Kiam-lam ternyata berdiri tegak tanpa cedera apa pun, malahan kedua kaki sama sekali tidak bergeser selangkah pun.
Mendadak Oh Kiam-lam tertawa panjang, tenaga dalam dikerahkan serentak pada kedua tangan sambil membentak "Patah”
Terdengar suara "pletak" dua kali, kedua pedang Liong It- hiong dan Pang Bun-hiong seketika patah menjadi dua.
Merinding kedua anak muda itu melihat kesaktian lawan, cepat mereka melompat mundur dan menatap lawan dengan terkesiap. "Hm, kalian mau lari ?” ejek Oh Kiam-lam sambil menyeringai.
Sekali bergerak, dengan cepat luar biasa ia memburu maju, kelima jarinya lantas mencengkeram, 'crat", tanpa ampun bahu kiri Liong It-hiong tercengkeram. Seketika It-hiong merasa sepotong daging bahu seperti terbeset, saking kesakitan ia menjerit dan langsung roboh terjungkal.
Melihat kawannya roboh, kuatir lawan turun tangan keji lebih lanjut, tanpa pikir keselamatan sendiri Bun-hiong menerjang maju, dengan pedang kutung yang masih dipegangnya ia menabas kuduk musuh. Namun Oh Kiam-lam sempat putar telapak tangan ke belakang dan menabas pergelangan tangan Bun-hiong yang memegang pedang sehingga pedang kutung tergetar ke samping, menyusul tangan yang lain terus mencengkeram pula ke depan, katanya dengan tertawa, "Kaupun roboh saja." Kontan Bun-hiong menjerit sambil memegang perut dan berjongkok, keringat tampak mengucur dari dahinya.
“Hm," Oh Kiam-lam mendengus, ia memberi tanda kepada anak buahnya yang berkeliling di luar kalangan, katanya, 'Ringkus mereka dan gantung"
Terdengar suara ramai mengiakan segera beberapa orang berlari ke tengah kalangan dan meringkus lt-hiong dan Bun- hiong dengan erat. Di samping kiri lapangan Itu ada sebuah kerekan bayu, beberapa anggota bandit segera meringkus kaki dan tangan It-hiong berdua, lalu menyeret mereka ke bawah kerekan, tali keretkan ditarik turun untuk diikat lagi pada kedua tangan It-hiong dan Bun-hiong, lalu tali ditarik, mereka dikerek ke atas. Kiranya It-hiong dan Bun-hiong cuma terluka oleh cakaran Eng-jiau-kang Oh Kiam-lam sehingga kehilangan daya perlawanan, mereka tidak mati, malahan pikiran mereka masih cukup jernih. Oh Kiam-lam ikut ke depan kerekan, dengusnya, "Tanggalkan baju mereka, naga takut di keletek sisiknya, harimau takut dibetot uratnya sekarang hendak kukeletek sisik dan membetot otot mereka."
Dua anak buahnya mengiakan dan berlari maju, dengan pisau mereka merobek baju It-hiong berdua, baju mereka ditarik sehingga terlepas semua hanya tersisa celana dalam saja.
Coa-kat-bijin Loan Kiau-kiau menggelendot di samping Oh Kiam-lam ucapnya dengan tertawa genit, "Bocah she Pang ini punya urat, tapi bocah she Liong itu tidak bersisik, cara bagaimana juragan akan mengeletek sisiknya"
“Membeset kulitnya sama artinya mengeletek sisiknya." jawab Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam dengan tertawa.
"Oo, kiranya begitu." Kiau-kiau tertawa ngikik
"Belum pernah kulihat orang dibeset kulitnya, kukira pasti sangat menarik “
"Ya, memang sangat menarik," kata Oh Kiam-lam dengan mengangguk.
"Lantas cara bagaimana kulitnya akan dibeset?" tanya Kiau- kiau
“Mudah…” tutur Oh Kam-lam "Sayat saja sebuah lubang pada kulit kepalanya, dari situ dituang air raksa, kau tahu lubang betapa kecil pun akan disusupi air raksa. Maka begitu air raksa dituangkan, dia akan terus mengalir ke bawah melalui bawah kulit sehingga kulit akan berpisah dengan urat daging, dengan sendirinya, pada waktu air raksa mengalir ke bawah menyusupi bawah kulit akan menimbulkan sedikit derita''" Kiau kiau terkikik-kikik, ucapnya, "Ai, juragan kita ini, kalau bicara selalu lucu dan menarik. memangnya cuma menimbulkan sedikit derita saja ?"
"Apakah sangat sakit atau tidak hanya diketahui orang yang langsung bersangkutan” kata Oh Kiam-lam dengan tersenyum. Perlahan Kiau-kiau mendekati Liong It-hiong, ia memandangnya sekejap dengan tersenyum, katanya, "Liong
lt-hiong, kukira sekarang engkau tentu sangat meuyesal karena memakai gelar Pendekar Naga, betul tidak ?''
Meski tubuh tergantung, namun sifat It-hiong yyang nakal tidak berubah, ia tertawa dan menjawab.
"Aku cuma menyesal satu hal….." "Hal apa?" tanya Kiau-kiau
"Aku menyesal salah lahir," kata It-hiong, “Apabila aku dilahirkan menjadi Pang Bun-hiong, wah, alangkah baiknya”.
“Kamu berharap dirimu menjadi Pang Bun-hiong?” Kiau-kiau menegas dengan melengos.
"Ya," it-hiong mengangguk ' "Sebab apa ?” tanya Kiau-kiau
“Sebab Pang Bun-hiong pernah tidur denganmu," kata It- hiong. "Dapat tidur dengan orang secantik serupa dirimu, sungguh boleh di katakan mati pun tidak perlu menyesal "
Seketika muka Kiau-kiau menjadi merah teriaknya gusar, “Ngaco-belo sembarangan omong,
Orang macam apa diriku ini, mana ku sudi tidur dengan Pang Bun-hiong “ Tiba-tiba Bun-hiong menyambung dengan tertawa, ''Kiau-kiau, perempuan cantik macam dirimu memang menyenangkan cuma sayang, di antara kecantikanmu yang mulus terdapat setitik kekurangan.”
Kiau-kiau berpaling dia melotot kepada Bun-hiong, damperatnya dengan gusar, "Berani lagi kamu sembarangan omong seketika dapat ku binasakanmu "
Namun Bun-hiong tidak peduli ia bicara pula, "Harus diakui sekujur badanmu cukup sempurna hanya saja setitik tahi lalat yang terdapat di bawah perutmu itulah yang kurang menarik"
Kejut dan murka Kiau-kiau, sambil membentak segera sebelah tangannya menghantam muka Pang Bun-hiong.
"Berhenti" bentak Oh Kiam-lam mendadak
Pukulan Kiau-kiau itu sudah hampir mengenai sasarannya, bilamana diteruskan, seketika muka Bun-hiong bisa hancur dan binasa. Tapi demi mendengar bentakan Oh Kiam-lam itu.mau-tak mau Kiau kiau harus menahan pukulannya.
Sebab ia cukup paham perangai Oh Kiam-lam setiap orang harus tunduk kepada perintahnya.
Dengan sikap manja diam minta dikasihani Kiau-kiau menoleh dan berkata kepada Oh Kiam-lam. "Juraganku, janganlah engkau percaya kepada ocehannya, hamba tidak pernah berbuat sesuatu yang tidak setia terhadapmu "
Sikap Oh Kiam-lam kelihatan kaku dan dingin katanya, "Jika benar kamu tidak pernah berbuat sesuatu yang tidak setia padaku dari mana ia tahu di bawah perutmu ada setitik tahi lalat?"' Muka Kiau-kiau tampak merah jengah, jawabnya dengan gelagapan, "O..itu.. itu karena ...karena kebetulan dilihat olehnya "
"Kebetulan dilihatnya bagaimana'” desak Oh Kiam-lam dengan ketus.
Beberapa bulan yang lalu mendadak ia menerobos masuk ke tempat tinggal kita di Hoai-giok-tan, waktu itu hamba sedang
…sedang mandi “
"Kemudian"?" desak Oh Kiam-lam
"la bilang…ia bilang dalam perjalanan tidak mendapatkan rumah penginapan, maka mohon mondok semalam, tapi hamba tidak mengizinkan dan dia lantas…lantas pergi," tutur Kiau-kiau dengan tergegap.
"Apakah betul begini, anak muda?" tanya Kiam-lam terhadap Bun-hiong/
Bun-hiong hanya menjawab dengan tersenyum tanpa bicara
Mata Oh Kiam-lam mendelik, bentaknya bengis, "Lekas bicara''"
"Sabar, jangan terbaru nafsu," kata Bun-hiong dengan tertawa "Engkau ini sungguh sangat aneh.
jika engkau kuatir dia menyeleweng, seharusnya jangan kautinggalkan dia di pegunungan sunyi tanpa diawasi”.
Oh Kiam-lam mendesak maju satu langkah tanyanya dengan gregetan, "Coba katakan, apa benar pernah kau tidur dengan dia?" "Oo. tidak, aku tidak suka kepada perempuan yang ada tahi lalat di bawah perut' jawab Bun-hiong sambil menggeleng
Wajah Oh Kam-lam yang gusar itu tampak rada mereda, seperti merasa lega. Sungguh Loan Kiau-kiau tidak percaya Pang Bun-hiong masih mau menjaga rahasianya, tertarik juga hatinya, ia melirik sekejap ke arah anak muda itu dengan sorot mata penuh terima kasih.
"Meski kamu tidak mengganggu perempuanku tapi anak buahku telah kau bunuh, tetap akan kubeset kulitmu." bentak Kiam-lam.
"Wah, caramu ini bukankah membalas susu dengan tuba?'" jawab Bun-hiong
Oh Kiam-lam tidak menggubrisnya lagi, mendadak ia berteriak kepada anak buahnya. "Lekas siapkan alat-alat untuk membeset kulit dan membetot urat "
Serentak dua orang anak buahnya mengiakan terus berlari pergi
"Ambilkan sebuah kursi"' teriak Kiam-lam pula
Kembali seorang anak buahnya mengiakan dan berlari pergi lagi. Tidak lama kemudian kursi dan peralatan yang diperlukan sudah dibawa kemari. Oh Kimn-lam duduk di kursi yang dibawa datang itu, lalu membentak "Lebih dulu beset bocah she Liong itu''
Dua orang anak buahnya mengiakan dan melangkah maju, It- hiong di kerek turun beberapa kaki sehingga kedua kakinya masih mengambang beberapa inci dari permukaan tanah.
Salah seorang anggota bandit itu merangkul erat kedua kakinya agar It-hiong tidak mampu meronta. Lalu kawannya membuka sebuah peti dan mengeluarkan sebilah pisau serta sebuah botol porselin la buka sumbat botol, lalu botol ditaruh di samping, kemudian pisau dipegang dan segera hendak memotong kulit kepala Liong It-hiong
Pada detik berbahaya itulah sekonyong terdengar teriakan nyaring seorang, "Nanti dulu'"
Menyusul sesosok bayangan ramping kecil berlari dalang dengan cepat. Ternyata yang datang ini tak-Iain-tak-bukan adalah Oh Beng-ai. Melihat yang muncul ini adalah adik perempuan sendiri, bekernyit kening Oh Kiam-lam, katanya dengan tidak senang, "Untuk apa kau keluar ke sini?"
Beng-ai lari ke samping sang kakak terus berlutut dan menyembah, ratapnya sambil menarik tangan Oh Kiam-lam, '"Koko kumohon dengan sangat, janganlah engkau membunuh dia "
Sinar mata Oh Kiam-lam mencoreng bengis dengusnya, "Hm, dia pernah menawanmu dan diserahkan kepada Toh Po-sit, tapi sekarang kamu malah mintakan ampun baginya"
Dengan air mata berlinang Beng-ai berucap."Koko, percayalah padaku, dia orang baik.dia senantiasa sangat baik padaku”
"Hm, kau bilang dia orang baik?" jengek Oh Kiam-lam “Jadi kakakmu ini orang busuk begitu'"
"Tidak, adik tidak bilang kakak kurang baik, adik cuma memohon engkau sudi mengampuni jiwanya” "Budak hina dina enyah lekas" bentak Oh Kiam-lam dengan bengis "Bila tidak ingat antara saudara eakundung, hm, tentu kau pun kubunuh sekalian,"
Beng-ai malengak, ucapnya dengan terbelalak “Ka…kakak mencaci adikmu hina dina?"
"Kamu sudah terjerumus ke dunia pencomberan dan melakukan perbuatan yang memalukan, apakah itu bukan hina dina?” kata Oh Kiam-lam.
Tertampi rasa derita pada wajah Oh Beng-ai tak tertahan lagi air matanya bercucuran, ucapnya
pedih "Mengapa kakak tega bicara hal-hal begini?.Jika kakak sejak dulu sudi menjaga kehidupan adik, tentu adik tidak sampai terjerumus ke limbah kolor itu "
Mendadak Oh Kiam-Iam menarik muka, dampratnya, "Berani kau bicara lagi segera ku usir, lekas enyah!"
Hancur hati Oh Beng-ai, ratapnya, “Koko, boleh kau maki atau pukul diriku, aku cuma memohon
agar engkau jangan mencelakai mereka, lepaskan mereka pergi saja "
Oh Kiam-lam tidak menggubrisnya pula ia memberi tanda dan berseru "Turun tangan.. beset”
"Jangan!" jerit Beng-ai sambil menubruk ke tubuh Oh Kiam- lam. Seketika Oh Kiam-Iam tampak melongo, menyusul lantas terunjuk rasa derita yang aneh. La duduk mematung sekian lamanya baru mendadak menggertak dengan keras, kedua tangan menyengkelit sekuatnya sehingga Beng-ai terlempar dua tombak jauhnya. Beng-ai menjerit ngeri, serupa layang-layang putus ia terlempar, waktu terbanting ke tanah orangnya sudah pingsan, dari ujung mulut tampak mengeluarkan darah
Baru sekarang semua orang melihat jelas sebab apa wajah Oh Kiam-lam menampilkan rasa derita, kiranya tepat pada hulu hatinya tertikam sebuah gunting, cukup dalam tikaman gunting itu sehingga darah pun mengucur.
Ia berdiri dengan terhuyung-huyung dan melangkah ke tempat menggeletak Oh Beng-ai, sorot matanya tampak beringas menakutkan, sesudah berada di depan nona itu, pelahan ia angkat telapak tangannya dan bermaksud menghantam…… Akan tetapi akhirnya pukulannya tidak sempat dijatuhkan, sebab tubuhnya lantas tergeliat,lalu roboh dan mengembuskan napas terakhir.
Meski sudah mati namun kedua matanya masih mendelik, agaknya mati pun dia tetap tidak rela.
Keruan kawanan bandit yang menyaksikan itu lama melenggong.tidak ada seorang pun yang menyangka akan terjadi begitu sungguh tak terduga bahwa Oh Beng-ai yang lemah itu ternyata punya kaberanian membunuh kakak sendin, sedang gembong iblis dunia bandit yang disegani dan jarang ada tandingannya itu ternyata bisa mati di tangan adik perempuan sendiri yang sama sekali tidak mahir ilmu silat.
Semua orang sama berdiri terkesima dan melongo, sampai sekian lama baru ada seorang melompat ke samping Oh Kiam- lam dan berjongkok untuk merangkul jenazahnya sambil berteriak dengan emosi. "Oo, Congtecu, engkau “
Orang yang memburu maju ini adalah Liok Wi-yang yang bertugas menjaga pos ke-18 itu, belum lanjut teriakannya tidak diteruskan lagi, sebab telah dilihatnya keadaan Oh Kiam- lam yang sudah mati itu, biarpun dewa turun dari kayangan juga tidak mampu menghidupkannya kembali.
Pelahan ia menaruh kembali jenazah Oh Kiam-lam, lalu berdiri tegak dan berpaling kepada kedua anak buah yang hendak membeset kulit Liong lt-hiongg, teriaknya dengan bengis "Ayo kenapa diam saja, lekas turun tangan!'.
Kedua orang itu mengiakan dengan gugup dan segera mereka hendak menguliti Liong lt-hiong
"Tunggu dulu'" teriak seorang mendadak kiranya Loan Kiau- kiau adanya. Liong Wi-yang menoleh, tanyanya, "Nona ada pendapat lain?"
"Begini," kata Kiau-kiau, "Ada suatu caraku yang lebih bagus."
"Oo, cara apa?" tanya Liok Wi-yang. Kiau-kiau melangkah maju dengan lenggang-lenggok, sesudah berhadapan dengan Liok Wi-yang, ia berlagak hendak membisikinya tapi diluar dugaan mendadak sebelah tangannya terus menghantam. "Biang", tepat dada orang kena digenjotnya
dengan keras
Liok Wi-yang menjerit, tubuhnya yang besar itu mencelat jauh ke sana dan terbanting serta tidak mampu bangun lagi.
Kawanan bandit terperanjat, beramai-ramai mereka melolos semata.
Loan Kiau-kiau lantas membentak, "Jangan bergerak, sekarang akulah yang menjadi pemimpin besar Cap-pek-pan- nia. Asal kalian tunduk padaku tentu kalian akan mendapat hadiah yang setimpal'
Seketika kawanan bandit menjadi ragu dan sangsi, namun tidak ada semangat untuk bertempur lagi. Kiau-kiau lantas melolos sebilah belati, ia mendekati Pang Bun-hiong ucapnya dengan tertawa terkikik, "Hihi, Pang Bun-hiong, tentu kamu tidak menyangka akan berakhir dengan demikian bukan?"
"Ya, memang," jawab Bun-hiong. Habis bicara ia terus memejamkan mata dan menunggu ajal.
Mendadak Kiau-kiau ayun belatinya dengan cepat, tapi bukan membunuh Pan Bun-hiong melainkan memotong tali pengikat tangan anak muda itu. setelah Bun-hiong jatuh terbanting ke lantai, cepat pula ia memotong tali pengikat kakinya.
Segera Bun-hiong pulih akan kebebasannya, ia merasa seperti habis mimpi saja dan tidak percaya kapada apa yang baru terjadi, sembari meraba pergelangan tangannya yang masih pedas ia pandang Kiau-kiau dengan melenggong.
"Sering kudengar cerita tentang sifat orang perempuan yang gampang berubah pendirian, tapi tidak kusangka ada perempuan bisa berubah pikiran sejauh ini" ucap Bun-hiong sambil menggeleng kepala
Kiau-kiau tidak menjawab, kembali ia menyayat tali pengikat kaki dan tangan Liong It-hiong. setelah anak muda itu juga sudah bebas barulah ia berkata dengan tertawa. “Bagaimana, kalian sudah dapat bergerak bukan ?"'
Bahu It-hiong terluka oleh cakaran Eng-jiau-kang Oh Kiam- lam, meski tidak begitu parah sehingga sukar bergerak, ia tidak menjawab pertanyaan Kiau-kiau, tapi segera berlari ke samping Oh Beng-ai dan mengangkatnya bangun sembari berseru, "Giok-nio!... Giok-nio!"
"Hah, masih kau panggil dia Giok-nio'" kata Kiau-kiau dengan tertawa Segera It-hiong berganti panggilan, serunya, “Beng-ai, sadarlah Beng-ai. Lekas sadar, engkau tidak boleh mati!"
Tubuh Beng-ai terasa lemas lunglai tanpa reaksi sedikitpun cuma dapat terlihat jelas dia tidak mati, masih bernapas dengan lancar…..
Kiau-kiau ikut mendekat ke sana, ia mengeluarkan sebuah botol porselin kecil dan menuang keluar satu biji pil merah serta disodorkan kepada It-hiong katanya, “Ini Tai-hoan-tan. mungkin dapat menyelamatkan nyawanya"
Lekas It-hiong menerima obat itu dan dijejal kan ke dalam mulut Oh Beng-ai, katanya dengan rasa kuatir, "Tulang iganya patah tiga, entah melukai isi perut atau tidak, bilamana isi perut juga terluka, wah . . ."
"Jika isi perut terluka tentu sejak tadi ia meninggal, ujar Kiau- kiau. Namun apa pun juga memang harus cepat ditolong."
Bicara sampai di situ ia berpaling dan tanya kepada kawanan handit yang berdiri di sekelilingnya.
"Ke mana perginya Hoa-loji ?”
"Hamba berada di sini" seru seorang. Lalu seorang tua tampil ke muka
“Harap kau periksa keadaannya." pinta Loan Kiau-kiau
Orang tua alias Hoa-loji itu mendekat dan berjongkok, diperiksanya kelopak mata Beng-ai lalu meraba lagi tulang iganya, katanya kemudian sambil mengangguk, "Rasanya masih besar harapan akan tertolong."
“Jika begitu lekas kau tolong dia." kata Kiau-kiau cepat. “Baik, harap Liong-hiap membawanya ke da lam rumah " kata Hoa-loji. Habis berkata ia lantas mendahului melangkah ke sana
"Siapa dia?" tanya lt-hiong
Dia seorang tabib di markas kami ini, ia suka mengaku sebagai keturunan Hoa To (tabib sakit di jaman Sam-kok),' tutur Kiau kiau dengan tertawa "'Meski kebanyakan orang tidak percaya.namun kepandaiannya mengobati orang memang terbukti nyata "
Cepat It-hiong mengangkat Oh Beng-ai dan ikut Hoa-loji ke dalam rumah
Melibat mereka sudah masuk ke sana, Bun-hiong mendekati Kiau-kiau dan bertanya dengan suara tertahan, “Apakah dapat kau atasi orang banyak?"
Kian-kiau tersenyum, katanya "Untuk sementara ini dapat kuatasi mereka yang berada di sini, tapi anak buah ke-17 markas yang lain apakah mau tunduk padaku atau tidak belum berani ku jamin”
"Mengapa engkau menolong kami?" tanya Bun-hiong dengan tertawa ,
"Biasa." ucap Kiau-kiau dengan tertawa manis.”Aku tidak suka kepada Oh Kiam-lam lagi, dia kan sudah tua "
Tersenjum Bun-hiong, tanyanya. “Mulai kapan kamu tidak suka padanya?"'
"Tadi." jawab Kiau-kiau, “pada waktu engkau tidak mengaku pernah tidur bersamaku ketika ditanya Oh Kiam-lam." ''Hah, perempuan semacam dirimu memang menarik," seru Bun-hiong dengan terbahak
Tiba-tiba Kiau-kiau bicara dengan serus, "Sekarang aku sudah menjadi pemimpin besar Cap-Pek-pan-nia maka kamu harus tunduk kepada perintahku. Kalau tidak sekali kuberi perintah, betapapun kamu tetap tidak terbebas dari kematian”
"Baik," kata Bun-hiong sambil membungkuk, “Ada perintah apa.silahkan bicara "
Kiau-kiau tertawa geli katanya, Sekarangg belum ada, namun sebentar lagi sangat mungkin ada,"
"Oo?" Bun-hiong bersuara heran.
Dengan suara tertahan Kiau-kiau berkata. Bila pemimpin ke-I7 markas yang lain tidak mau tunduk kepada pimpinanku, maka harus kau bela diriku.''
"Cara bagaimana membelamu?'' tanya Bun-hiong dengan suara pelahan
“Tolol.” omel Kiau-kian "Dengan sendirinya menolongku kabur dari sini"
“Masa engkau tidak ingin tetap bercokol di singgasana pemimpin basar Cap-pek-pan-nia ini?' tanya Bun-hiong
"Asalkanada orang suka padaku, segala apapun tidak kuminta lagi,' jawab Kiau-kiau. "Yang kuharapkan sekarang adalah menjadi menantu orang.”.
"Jika kara ingin menjadi menantu keluarga Pang kami. maka kamu harus setia pada tata susila orang perempuan." ujar Bun-hiong “Hal ini kuyakin dapat kulaksaaakan." Jawab Kiau-kiau
"Dan cara bagaimana akan kau selesaikan beratus anak buah ini''" tanya Bun-hiong.
"Bubarkan saja dan beri pesangon." Jawab Kiau-kiau
"Baik, biar kita tunggu dulu sampai ke-17 pemimpin markas yang datang ke sini, kita lihat
bagaimana sikap mereka habis itu baru mengarnbil keputusan."
Kiau-kiau mengangguk setuju, segera ia memandang kawanan bandit yang berdiri di sekeliling. teriaknya, "Dengarkan saudara-saudara. Congtocu kita tanpa terduga telah dibunuh oleh adik perempuannya sendiri sekarang aku menjabat tugas Congtocu untuk sementara, asalkan kalian tunduk kepada punpinanku, mulai bulan ini gaji kalian diIipatkan satu kali”
“Hora! Bagus!"
"Setuju! Kami mendukung Hujin'
Demikian segera didengar sorak-sorai orang banyak
Rupanya janji kenaikan gaji satu kali lipat itu sangat menggembirakan kawanan bandit itu, tanpa pikir mereka bersorak dan menyatakan dukungan kepada Loan Kiau-kiau "
"Tapi ada suatu syarat,"seru Kiau-kiau pula dengan tertawa "Bila nanti ke-17 pemimpin markas yang lain menyatakan tidak setuju atas kepemimpinanku, kalian harus bersedia membantuku menghadapi mereka "
"Setujuu!" serentak kawanan bandit bersorak gemuruh pula. "Dan sekarang hendakkya kalian menyingkirkan jenazah Coogtocu dulu ke-18 jago golok,' kata kiau-kiau pula. ''Nanti kita kuburkan mereka setelah memilih hari yang baik"
Kawanan bandit serentak bekerja keras, mayat Oh Kiam-lam dan beberapa jago golok itu diusung keluar lapangan.
Sampai di sini barulah Loau Kiau-kiau menghela napas, katanya kemudian terhadap Pang Bun-hiong, "Semoga ke 17 gembong markas itu tidak naik kemari dan urusan pun akan mudah diselesaikan."
"Apakah mereka terhitung orang kepercayaan Oh Kiam-lam"'' tanya Bun-hiong
Mungkin begitu, cuma aku sendiri pun tidak begitu jelas, baru dua-tiga hari kudatang kemari" tutur Kiau-kiau
"Sebelum ini mengapa tidak kau katakan padaku tentang muslihat Oh Kiam-Iam yang pura-pura
mati itu?"
“Aku sendiri tidak tahu dia pura-pura mati, baru kuketahui hal ini ketika ia muncul di Ma-cik-san, saat itulah kutahu dia masih hidup di dunia ini. Di sini pula timbulnya perasaanku yang tidak suka padanya, ternyata dia seorang licin dan culas, yang terpandang olehnya hanya harta benda belaka dan tidak peduli sanak keluarga "
"Apakah Toh Po-sit benar telah dibunuh olehnya?" tanya Bun- hiong
"Entah aku tidak menyaksikan sendiri, menurut cerita Oh Kiam-lam. Toh Po-sit terkena cakar elangnya dan telah jatuh ke dalam danau Thay-oh," jawab Kiau-kiau. "Menurut cerita Oh Kiam-lam, katanya Toh Po-sit juga mengincar harta kekayaannya, entah betul tidak keterangannya ini''' tanya Bun-hiong
"Memang betul” kata Kiau-kiau "Kemarin juga nona Oh memberitahukan padaku akan hal ini, katanya Toh Po-sit memang pernah menggunakan dia sebagai sandera dan memaksa Oh Kiam-lam membayar satu juta tahil perak kepadanya."
"Ai.sungguh tidak nyana Toh Po-sit juga manusia yang tamak dan kemaruk harta," kata It-hiong dengan gegetun. "Pantas sejauh itu dia tidak mau menjelaskan orang yang hendak di pancing dan ditangkapnya adalah Oh Kiam-lam "
“Kamu dan Liong It-hiong sama tololnya, diperalat dia sama sekali tidak sadar" kata Kiau-kiau.
"Soalnya dia seorang detektif ulung yang sudah pensiun, sebab itulah kami percaya penuh kepada pribadinya." jawab Bun-hiong. "Sungguh tak terduga pada masa tua dia justru hidup tidak prihatin dan rela mengorbankan nama baik selama hidupnya, sungguh harus disayangkan"
Tengah bicara, tiba-tiba dua sosok bayangan orang melayang masuk dari gerbang sana dan berlari ke arah lapangan sini secepat terbang. Air muka Loan Kiau-kiau tampak berubah, serunya, "Itu dia sudah datang, mereka It-jiau-hoan-thian (dengan satu tangan membalik langit) Sun Pek-hong dan Kui- tui (kaki setan) Hoan Ciaug, pemimpin markas ke-16 dan ke- 17 "
"Jangan takut," kata Bun-hiong. "Jika mereka berani ngotot dan melawan, biar kubereskan mereka " "Apakah lukamu tidak beralangan," tanya Kiau-kiau dengan penuh perhatian.
"Tidak menjadi soal."jawab Bun-hiong. "Meski pukulan Oh Kiam-lam itu sangat lihai, tapi sebelumnya aku sudah siap mengerahkan tenaga untuk melawan, maka terluka tidak parah "
Baru habis bicara, tahu-tahu It-jiu-hoan-thian Sun Pek-hong dan Kui-tui Hoan Ciang sudah sampai di depan mereka dan berhenti serentak. Yang namanya Sun Pek-hong dan berjuluk sebelah tangan membalik langit itu berwajah lebar dan penuh daging menonjol, dengan sorot mata beringas ia tatap Loan Kiau-kiau sambil bertanya "Nona Loan, kabarnya Congtocu meninggal?'
"Betul," jawab Kiau-kiau dengan mengangguk
"Dia kutikam mati secara mendadak dengan gunting."
"Lantas bagaimana dengan adik perempuannya?" tanya Sun Pek-hong pula dengan sorot mata jelalatan memandang sekelilingnya
"Dia juga terluka parah, mungkin sukar hidup lagi," tutur Kiau- kiau. Sun Pek-hong menuding Pang Bun-hiong dan bertanya pula dengan gusar, "Dan kenapa kau lepaskan bocah ini?"
"Congtocu sudah mati kita kan tidak ada permusuhan apa-apa dengan mereka berdua, memangnya mau apa kalau tidak lepaskan mereka saja' ujar Kiau-kiau
“Hm," jengek Sun Pek-hong, “namun menurut berita yang kuterima konon Congtocu sebenarnya
sudah memberi perintah agar mereka dihukum mati” “Sekarang aku yang mengambil alih kedudukan congtocu dan keputusan itu kubatalkan aku tidak ingin menghukum mati mereka," jawab Kiau-kiau dengan tertawa
"Hah apa katamu? Kau ambil alih kedudukan Congtocu?" teriak Kui-tui Hoan Ciang mendadak
"Ya, mana tidak boleh " ujar Kiau-kiau dengan tersenyum. “
“Cuhh'" mendadak Kui-tm Hu.tn Ciang meludah “Memangnya kamu terhitung apa? Berani menjadi Congtocu segala, untuk itu perlu kau tanya dulu kami bertujuh belas orang apakah setuju atau tidak"
“Memangnya kalian tidak setuju?' tanya Kiau-kiau. "Huh, orang macam dirimu mendingan jika kau mau jadi
babuku, tapi…..aduhhh “ belum lanjut ucapannya, mendadak ia menjerit sambil memegangi perut, lalu mundur dengan terhuyung-huyung, akhirnya jatuh terduduk dengan muka pucat. Kiranya pada perutnya telah menancap sepotong tusuk kundai kemala.
“Hihi apa yang kaukatakan tadi tidak jelas bagiku coba ulangi bicara lagi satu kali," ucap Kiau-kiau dengan tertawa ngikik
Si kaki setan Hoan Ciang berteriak, "Sun tua, lekas turun tangan dan binasakandia tunggu apa lagi?
Serentak It-jiu-hoan-thian Sun Pek-hong meraung murka, dengan gaya "harimau lapar menerkam kambing", segera ia menubruk maju dan menghintam muka Loan Kiau-kiau
Bun-hiong tidak tinggal diam ia menyelinap maju dan menangkisnya sambil membentak, "Jangan kurang ajar'" 'Biang", kedua tangan berada, kontan lt-jiu hoan-thian Sun Pek-hong terpental, ia berjumpalitan di udara sekali dan terlempar ke sana. Namun dia pun cukup cekatan waktu turun bisa kaki lebih dulu sehingga tidak sampai terbanting.
'Bagus," puji Pang Bun-hiong, "ternyata kamu lebih hebat daripada ke-18 jago golok, tapi kamu tetap tak terhindar dan kematian” Sembari bicara segera ia membayangi orang, ia menubruk maju sebelah telapak tangan lantas menabas leber Sun Pek-hong
Namun It jiu-hoan-thian Sun Pek-hong memang bukan jago rendahan, cepat ia mengegos sehingga tabasan tangan Bun- hiong terhindar, menyusul tangan kanan terus menghantam, ia balas menggenjot perut Bun-hiong.
Mendadak Bun-hiong angkat dengkul kanan sehingga pukulan lawan tertahan, menyusul ia pun ganti serangan, sekali ini ia mencolok kedua mata musuh.
Cepat It-jiu-hoan-thian Sun Pek-hong menyurut mundur setengah langkah, tangan kiri terus berputar ke atas, maksudnya hendak menangkap pergelangan tangan Bun- hiong
"Hah, mimpi!" ejek Bun-hiong dengan tertawa mendadak ia berbalik meraih urat nadi pada pergelangan tangan musuh, menyusul dengkul kanan terangkat lagi dan "huk", Sun Pek- hong bersuara tertahan, dengan tepat pinggang kena didengkul
Keruan Sun Pek-hong meringis kesakitan lagi dan terpental ke belakang hingga beberapa meter jauhnya dan akhirnya jatuh terjengkang, ia bermaksud merangkak bangun, tapi hanya setengah saja segera terkapar lagi, tampaknya kalau tidak mati juga paati akan menjadi cacat selama hidup.
Kiau-kiau sangat senang, ia bersorak, 'Bagus sekarang tinggal 15 orang saja"
“Asalkan mereka tidak datang bersama ku yakin dapat membereskan mereka, datang satu bunuh satu, datang dua sikat sepasang,'seru Bun-hiong dengan tertawa
"Kukira mereka takkan datang bersama, sebab setiap markas itu berjarak sebuah bukit,' kata
Kiau-kiau.
Tengah bicara, It-hiong tampak memburu keluar dari sana sambil bertanya, "Siapa itu yang datang?"
Bun-hiong menuding kedua orang yang menggeletak dan merintih kesakitan di tanah itu, katanya dengan tertawa, "Ini, kedua bangsat keparat ini "
"Masih ada 15 orang lagi, mungkin serentak akan menyusul kemari," kata It-hiong.
"Ya, cuma mereka tidak tinggal bersama di satu tempat, maka tidak mungkin akan datang sekaligus," ujar Bun-hiong "Eh, bagaimana dengan nona Oh''
lt-htong tampak sedih, katanya, "Dia masih belum sadar, sekarang Hoa-Ioji sedang berusaha menolongnya” .
"Kuyakin dia akan sembuh." kata Bun-hiong dengan prihatin "Semoga demikian adanya," ucap It-hiong dengan cemas. "Ilmu pertabiban Hoa-loji sangat tinggi, asalkan …ah, itu dia, datang lagi dua orang," seru Kiau-kiau mendadak. Memang betul, kembali ada dua Koancu atau kepala pos jaga berlari lagi ke arah lapangan ini.
"Mereka Koancu ke-14 dan ke-15, bukan?"tanya Bun-hiong,
“Betul,' jawab Kiau-kiau "Yang di depan bernama Siang- ciang-kek (si tombak) Nyo Hun hoan, dan yang di belakang bernama Peng-niau (si kucing sakit) Li Sam, sebaiknya kalian menyikat mereka dengan segera, kalau tidak, bila ke-13 Koangeu yang lain menyusul tiba, tentu kita bisa repot "
'Betul" seru Bun-hiong sambil berkeplok, lalu ia lolos pedang dan memapak kedatangan kedua orang itu. Dengan sendirinya Liong It-hiong tidak tinggal diam, ia pun melolos pedang dan ikut menyongsong ke sana. Sementara itu Siang-ciang-kek Nyo Hun-hoan dan Peng-niau Li Sam sudah mendekat juga, melihat Sun Pek-hong dan Hoan Ciang menggeletak di situ, pula melihat It-hiong dan Bun-hiong memapak mereka dengan pedang terhunus, tanpa bicara lagi segera mereka membentak terus melabrak lt-hiong berdua.
Bun-hiong langsung menghadapi Siang-jiang-kek Nyo Hun- hoan, sedang It-hiong menandangi si kucing sakit Li Sam. It- hiong dan Bun-hiong menyadari berharganya waktu sekarang, mereka tidak boleh main-main dengan lawan, maka begitu maju mereka terus mengeluarkan segenap kepandaiannya, pedang berputar secepat kilat, hanya beberapa gebrakan saja Nyo Hun-hoan dan Li Sam sudah dicecar hingga cuma mampu menangkis dan tidak sanggup balas menyerang sama sekali.
Melihat kelihaian ilmu pedang Liong It-hiong, si tombak Nyo Hun-hoan menyadari bukan tandingan orang, segera timbul maksudnya untuk ngacir. Mendadak tombaknya menangkis pedang It-hiong yang sedang menusuk, berbareng itu ia terus melompat mundur sambil berteriak, ' Losam, ayo mundur dulu!"
"Jangan lari'" bentak It-hiong. Pedang berputar dan orangnya lantas memburu maju, secepat kilat pedang menyabet. 'Cret'", di mana sinar pedang berkelebat, tahu-tahu si tombak Nyo Hun-hoan sudah roboh sambil menjerit ngeri iamiasih mampu merangkak bangun dan melompat ke depan, ia kabur dengar menderita luka.
Si kucing sakit Li Sam juga ingin kabur, namun gagal, dengkulnya tertusuk pedang Pang Bun-hiong, seketika ia meraung kesakitan dan terguling di tanah. Mendadak Loan Kiau-kiau melompat maju, ia jemput tombak yang ditinggalkan Nyo Hun-hoan, dengan cepat ia putar ke samping si kucing sakit Li Sam, tanpa ampun ia tusuk hulu hati orang dengan tombak "Crait",darah muncrat. Li Sam menjerit ngeri. kaki dan tangan meronta sejenak, lalu tidak bergerak lagi.
Kemudian Kiau-kiau melompat ke depan Sun Pek-hong dan Hoan Ciang tombak bekerja cepat, susul menyusul kedua orang itu pun dibunuhnya. Bun-hiong menggeleng-geleng kepala, katanya,
“Ai. orang perempuan janganlah sekejam itu, mereka kan sudah kehilangan daya perlawanan, tidak perlu dibinasakan cara begitu "
Kiau-kiau tertawa ucapnya. "Babat rumput tidak seakar- akarnya setelah hujan segera tumbuh kembali. Orang-orang ini memang manusia berlamuran dosa apa salahnya mereka dihabiskan saja. Tidak kau sikat mereka, kelak tentu akan mendatangkan penyakit. "Meski beralasan menumpas kejahatan, tapi aku tidak setuju membunuh orang yang sudah terluka dan tak bisa berkutik kata It-hiong."Terlebih dirimu, orang perempuan mana boleh main bunuh begitu saja, kan. ….huh… itu. dia dalang lagi tiga"
Benar juga waktu mereka berpaling tertampak tiga orang berlari datang pula. Mereka adalah Koancu ke-11, ke-12 dan ke-13, mereka masing-masing bersenjata pedang, golok dan toya, dengan cepat mereka menerjang tiba.