Jilid 02
DENGAN HATI PILU ia memandang tuan rumah sambil menggelengkan kepala, kemudian keluar dari ruangan tamu.
Cie lu i Kiam khek merasa heran, mengapa pemuda itu bersikap demikian.
Dengan seorang diri Ho Hay Hong berjalan mundar- mandir didalam taman, tiba-tiba dikejutkan oleh suara bunyi burung Garuda. Dengan sendirinya matanya tertuju kearah sebuah kurungan besi raksasa dibawah pohon cemara dekat kamar barat.
Kurungan itu bentroknya mirip sebuah kamar, tetapi letaknya di bawah pohon yang sangat bersembunyi, hingga kalau orang tidak memperhatikannya, tidak tahu kalau disitu ada sebuah kurungan besar. Semula Ho Hay Hong mengira bahwa benda itu hanya sebuah benda perhiasan dalam keluarga beruang, tak menduga bahwa dalam kurungan itu ada terkurung seekor burung sangat berharga, dan burung itu bahkan masih hidup.
Ia menghampiri kurungan itu, diamat-amatinya makhluk yang dikurung itu. Burung Garuda itu ternyata adalah seekor burung Garuda raksasa, sayapnya setengah terbentang matanya berwarna biru, paruhnya tajam, warna bulunya hitam jengat.
Ia diam-diam lalu berpikir, burung Garuda ini nampaknya sangat cerdik, terang bukan burung sembarangan, mengapa terkurung disini.
Burung Garuda itu hinggap disebatang tiang besi besar, matanya memandang Ho Hay Hong tanpa berkedip. Ketika Ho Hay Hong menggerakkan tangannya garuda itu dengan cepat pentang sayapnya, seolah-olah hendak mematok dan melakukan gerak hendak menyerang.
Gerakan segesit itu, tidak dapat di lakukan oleh burung biasa. Ketika burung itu pent ang sayapnya. Ho Hay Hong dapat lihat dibaw ah sayap kirinya, terdapat sebuah pen pendek kecil yang terikat dengan sayapnya. Diatas plat itu terdapat tulisan angka Tiga. ia merasa heran, apakah maksudnya angka tiga itu.
Selagi ia masih putar otak memikirkan tanda aneh itu dibelakangnya tiba tiba terdengar suara dehem-dehem. Dengan cepat ia berpaling. Orang yang berada dibelakangnya ternyata adalah Cie lui Kiam khek Su-to Siang. Meskipun dibibir Su to Siang tersungging satu senyuman, tetapi dari sikapnya ia menunjukkan perasaan tidak senang. Ia berkata sambil tertaw a.
"Burung Garuda ini luar biasa besarnya, siapa saja yang melihatnya merasa heran. Burung ini kutangkap di daerah pegunungan dekat kota ini, pada tahun yang lalu.”
Ho Hay Hong menganggukkan kepala, meskipun mulutnya tidak mengatakan apa-apa. Tetapi dalam hatinya merasa bahwa burung Garuda ini bentuknya agak mirip dengan gambar cacahan diatas lengannya.
Gambar burung Garuda yang dicacah diatas lengannya, sejak ia mengerti urusan sudah tampak nyata dilengan kirinya, maka setiap kali ia membuka baju melatih ilmu silat, kalau melihat tandanya gambar itu, selalu merasa heran. Ia juga pernah menanyakan kepada gurunya, tetapi wajah Dewi ular yang selalu masam itu, membuat ia takut hingga tidak berani menanya.
Pada saat itu, mendadak seorang pelayan perempuan yang memberitahukan kepada Cie lui Kiam khek bahwa nona majikannya ingin bicara dengannya.
"Sudah tahu!" demikian Cie lui Kiam khek menjaw ab, kemudian berkata kepada Ho Hay Hong.
"Ho siaohiap, jikalau ada tempo harap kau memberi petunjuk kepada mereka!"
"Kau seorang yang baru datang?" demikian seorang pemuda menegur dan menghampirinya, "kau datang dari mana?" "Gunung Ho lan san." jawab Ho Hay Hong singkat, lalu mengambil sebatang tombak panjang yang ronce merahnya, dibuat bermain ditangannya.
Pemuda itu menegurnya tadi agak terkejut. Ternyata pemuda itu masih belum tahu dimana letaknya gunung Ho lan san, tanyanya pula:
"Siapa yang perkenalkan kau kemari? kau belajar ilmu silat apa?"
"Coba kalian pikir sendiri !"
Pemuda itu kembali dikejutkan oleh jawabannya itu, wajahnya menunjukkan perasaan tidak senang. Matanya lalu mengawasi tombak ditangannya, tiba-tiba tertaw a terbahak-bahak dan berkata:
"Aku tahu, kau tentunya belajar ilmu tombak." "Aku datang kemari bukan untuk belajar."
Belum habis ucapannya, dengan sikap mengejek memotong:
"Bagus sekali kau bukan untuk belajar, kalau begitu kau tentunya guru silat. Sekarang aku hendak tanya padamu, siapakah namanya yang mulia?"
Dari sikap dan kata-katanya, Ho Hay Hong mengerti bahwa pemuda itu mengandung maksud tidak baik terhadap dirinya, hingga diam-diam merasa heran.
Tetapi kemudian berpikir, anak muda memang ingin maunya menang sendiri, selalu tidak suka kalau ada orang lain yang lebih tinggi kepandaiannya dari pada dirinya sendiri.
"Namaku Ho Hay Hong!" demikian ia menjawab. Pada saat itu. sepuluh lebih para pemuda yang melatih ilmu silat pada menghentikan latihannya, mereka datang berkerumun. Sedangkan pemuda yang tadi menanya kepada Ho Hay Hong lantas memperkenalkan dirinya.
"Aku adalah Hok Yam san."
Ho Hay Hong semakin heran, karena yang memperkenalkan namanya dengan disertai istilah "adalah" tentunya seorang yang sudah terkenal atau setidak tidaknya seorang yang mempunyai pengaruh didaerahnya, barulah menggunakan nada demikian berbicara dengan seorang yang baru dikenalnya.
Tak disangka bahwa seorang muda yang masih belajar dibawah Cie lui Kiam khek, sudah berani bersikap demikian jumawa.
"Namamu tidak jelek, asal kau rajin belajar, dikemudian hari pasti akan menjadi terang nama keluarga Hok!"
Hok Yam San membuka lebar matanya, berkata sambil tertaw a dingin:
"Nama keluarga Hok sudah lama terkenal, tak kusangka kau sebagai jago dalam ahli tombak masih belum pernah dengar nama keluarga Hok, benar benar sangat menggelikan."
Seorang pemuda yang ada tahi lalatnya dialis kanannya turut berkata:
"Benar dalam rimba persilatan dewasa ini, siapa yang tidak kenal nama keluarga Hok sebagai ahli tombak."
Semua mata kini ditujukan kepada Ho Hay Hong dengan sikap memandang rendah. "Mungkin, nama besar keluarga Hok belum cukup dikenal oleh semua orang, sehingga sahabat belum pernah dengar. Tetapi sebagai ahli tombak, aku ingin minta petunjuk beberapa jurus darimu" berkata Hok Yam San sambil tertaw a dingin.
Dengan demonstratif ia menunjuk seorang pemuda bertubuh tinggi dan katanya pula:
"Saudara ini adalah anaknya Dewa Kampak Say Tong Thian, Say Siao Ceng. sepasang kampak Say locianpwee pernah membinasakan sepuluh siluman perempuan dari luar perbatasan, sehingga mendapat julukan Dewa Kampak."
Dengan sikap kemalu-maluan Say Siao Ceng berkata: "Bocah she Hok, kau jangan mengucap, bukankah kita
semua keturunan orang-orang ternama? Tetapi untuk mendapat nama besar, harus mengandalkan kepandaian sendiri. Kalau diri sendiri tidak becus, hanya mengagulkan nama orang tua, itu berarti membuat tertaw aan orang saja!"
Dari jawaban pemuda ini, Ho Hay Hong mau menduga bahwa para pemuda yang belajar ilmu silat kepada jago pedang Cie lu i Kiam khek ini semua adalah keturunan orang-orang ternama, pantas pemuda she Hok tak berani perkenalkan dirinya dengan menggunakan istilah "adalah."
Perasaannya mendadak menjadi tegang.
Ia merasa dirinya seolah-olah memasuk goa macan. Ketika ia berpaling kearah para pemuda itu, semua telah mentertaw akan dirinya. Hok Yam San yang pertama berhenti tertaw a, katanya dengan penuh ejekkan.
"Gunung Ho lan san itu tentunya adalah suatu tempat dimana terdapat banyak tokoh pandai, maka orang yang datang dari sana, sekalipun pandai menggunakan senjata tombak juga t idak perlu mencari keterangan ahli tombak kenamaan. Sahabat Ho, betulkah perkataanku ini?"
Dengan sinar mata penuh kebencian ia memandang Ho Hay Hong. Dari cara tangannya mempermainkan senjata tombak, jelas menunjukkan perasaan tidak senangnya terhadap pemuda pendiam itu.
Hati Ho Hay Hong mulai panas "Aku tidak percaya anak tokoh kenamaan dari daerah Tiong goan benar benar bisa makan orang." demikian pikirnya.
Tombak ditangannya digetarkan, kemudian katanya kepada para pemuda:
"Kalian lihat."
Ujung tombak bergoyang, sehingga menimbulkan sinar berkeredepen, dengan mendadak ujung tombak itu ditusukkan kesebuah pohon besar.
Ujung tombak itu memperdengarkan suara mengaung, para pemuda itu memandangnya dengan terheran-heran, Ho Hay Hong menonjok pohon yang ditikam dengan tombaknya, dimana terdapat banyak tanda lobang.
"Oh, bocah ini meskipun kekuatan tenaganya masih belum cukup, tetapi gerak tipu yang digunakannya agak mirip dengan gerak tipu ayah yang terampuh. Tak kusangka ia benar-benar mempunyai kepandaian yang berarti" berkata Hok Yam San. Cie lui Kiam khek masih belum berlalu, ia sembunyi di belakang gunung-gunungan, katanya kepada diri sendiri: "Dia seorang jujur."
Setelah itu Ia kembali berusia pelayannya.
Ho Hay Hong menggunakan tombaknya untuk menikam batang pohon yang lebih kecil, ternyata dapat menikam dengan jitu dan membuat suatu lobang diatasnya.
Kepandaian itu kembali mengejutkan Hok Yam San, mendadak ia mengambil sebatang tombak dari atas rak dan dimainkannya Tetapi betapapun ia coba meniru gerakkan Ho Hay Hong, tetapi ia tidak berhasil. Suatu bukti betapa jauh perbedaan kepandaian mereka berdua.
Namun demikian, Ho Hay Hong juga tidak mentertaw akannya. ia hanya berkata dengan singkat:
"Hendak belajar ilmu tombak semacam Ini, harus melatih mata lebih dulu."
Sehabis berkata demikian, ia lantas berlalu.
"Seorang aneh luar biasa." demikian terdengar komentar dari mulut para pemuda itu.
"Sangat menjemukan, mukanya selalu masam." demikian Hok Yam San berkata.
"Dia mirip dengan satu iblis." berkata seorang lain. "Kau tidak perhatikan bagaimana ada seorang muda
begitu pendiam, seolah-olah tidak berperasaan." berkata
Say Siao Ceng. "Mana, bocah itu pandai menyembunyikan kepandaiannya, jelas ia adalah seorang cerdik." kata seorang pemuda.
Seorang lagi nyeletuk:
"Dia berjalan selalu menundukkan kepala, orang semacam ini adalah orang yang paling berbahaya !"
Demikianlah rupa-rupa komentar mengenai diri pemuda pendiam itu.
Esok harinya, matahari pagi baru muncul Ho Hay Hong tiba-tiba dikejutkan oleh suara ribut ribut, Ia membuka daun jendela Matanya melihat didepan pintu sudah berkerumun banyak orang orang Kang ouw yang masih asing baginya. Mereka berduyun duyun masuk kedalam ruangan tamu.
Empat orang diantara mereka menggotong sebuah tempat tidur kayu, diatas terdapat sesosok tubuh manusia yang ditutupi oleh selembar kain warna abu- abu. Orang itu diam tanpa bergerak, hanya sepasang kakinya yang kelihatan diluar.
Ho Hay Hong tidak tahu apa yang telah terjadi. Ia merebah dirinya lagi diatas pembaringannya. Hatinya mendongkol, karena hampir semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak, dan baru saja bisa tidur, lantas tergugah oleh suara ribut-ribut.
Tiba-tiba ia dapatkan dirinya setengah telanjang. Ia masih ingat betul, semalam waktu naik pembaringan, ia tidak membuka pakaian, tetapi mengapa kini baju atasnya sudah tidak ada? Apakah tadi malam ada orang yang membuka? Siapa orangnya yang membuat permainan demikian? Apa maksudnya orang mengambil baju atasnya?
Mendadak pintu terbuka, seorang gadis cilik yang lincah dan manis lari masuk sambil memanggil Hok Siok- siok kemudian menubruknya dan menangis, air matanya membasahi celana Ho Hay Hong
"Paman Siang-koan mati, Paman Siang-koan mati" demikian ratap tangisnya gadis cilik itu.
Mendengar penuturan itu, Ho Hay Hong terkejut tanpa diragukan lagi, itu pastilah perbuatan suhengnya.
Ia mendadak merasa terharu, meskipun Siang koan Lo baru saja mengenalnya satu hari, bahkan dua kali pernah menolong dirinya dari kesulitan, tak disangka orang yang kemarin masih tertaw a-taw a, kini sudah tiada.
Ia menghiburi Leng Leng yang masih menangis dengan sedihnya, tetapi betapapun dihiburnya, gadis cilik itu masih tetap menangis.
Diam-diam ia menarik napas, dengan sapu memesut air mata Leng Leng, meskipun mulutnya tidak bicarakan apa-apa, tetapi dirinya ia merasa suka terhadap gadis cilik itu.
Buru-buru ia mengenakan baju atasnya, tanpa menyisir rambutnya yang agak kusut, ia sudah lari menuju keruangan tamu.
Ia kini sudah tahu bahwa orang yang terlentang di atas tempat t idur kayu adalah Hong lui Kiam khek Siang koan Lo. Dalam dugaannya, batok kepala Siang koan Lo pasti sudah tiada sebab menurut perint ah suhunya kepada suhengnya, batok kepala itu harus dibawa pulang ke gunung Ho lan san sebagai bukti.
Suatu kekhawatiran baru t imbul dalam otaknya. Tidak lama lagi ayahnya Leng Leng pasti juga akan mengalami nasib yang serupa. Memikirkan itu, ia tiba2 bergidik.
Tiba diruangan tamu, tampak banyak orang sedang memperbincangkan bagaimana diketemukannya Siang koan Lo yang sudah menjadi bangkai. Cie lui Kiam khek berdiri disamping mendengarkan penuturan dengan penuh perhatian, wajahnya sebentar merah, sebentar pucat, matanya mengembang air
Di samping berdiri seorang gadis berbadan langsing yang memakai pakaian warna hijau. Gadis itu berparas cantik, mukanya agak mirip dengan Leng Leng. Mungkin adalah encinya Leng Leng.
Gadis cantik itu ketika melihat Ho Hay Hong datang tergesa-gesa dengan Leng Leng, tiba-tiba membuka lebar matanya, sekilas lintas mengunjukkan perasaan heran, tetapi sebentar tenang kembali.
Ho Hay Hong sendiri juga memandang sebentar, ia seperti pernah melihat, tetapi t idak ingat di mana, karena sejak kanak-kanak ia dibesarkan di gunung Ho lan san, belum pernah mempunyai kenalan seorang wanitapun juga.
Gadis itu menundukkan kepala, di sampingnya berdiri Hok Yam San. Pemuda keturunan jago tombak kenamaan itu ketika melihat kedatangan Ho Hay Hong, mengaw asi dengan penuh kebencian.
Cie lui Kiam khek mempersilahkan ia duduk kemudian berkata sambil hela napas: "Ho siaohiap. Siang koan Lo sudah menjadi orang halus, kematiannya tidak jelas, bangkainya diketemukan ditepi sungai. "
"Apakah pembunuhnya sudah tertangkap?" demikian Ho Hay Hong pura-pura menanya.
Cie lui Kiam khek menggelengkan kepala, lalu katanya: "Siang koan Lo sutee tak terdapat luka, bangkainya terkapar ditepi sungai. Tidak tahu siapa pembunuhnya. Apalagi setelah melakukan pembunuhan lantas kabur tanpa meninggalkan bekas. Aih, Siangkoan sutee seumur hidupnya banyak menolong orang, ternyata menemukan nasib demikian."
Hati Ho Hay Hong seperti ditusuk dengan belati, tetapi di luarnya tidak mengunjukkan perubahan apa-apa, Ia pura-pura menghibur:
"Manusia yang sudah mati t idak bisa hidup lagi, Sa te tayhiap jangan terlalu bersedih, yang penting kita harus cari pembunuhnya, untuk membalas dendam Siang koan Tayhiap."
Ia membuka tutup kain yang menutupi tubuh Siang koan Lo. Dikiranya sudah tidak ada kepalanya, tetapi ketika tutup muka terbuka tubuh Siang koan Lo masih utuh, hingga wajahnya berubah seketika.
Kalau dibunuh oleh suhengnya, kepala Siang koan Lo pasti sudah terpisah dengan badannya, sebab suhunya meminta kepala itu sebagai bukti, dan perintah itu merupakan perintah mutlak tidak boleh ditaw ar-taw ar.
Ia menjadi bingung, dan pikirnya mulai memikirkan hal lain. Siapakah sebenarnya yang membinasakan Siang koan Lo, Ho Hay Hong tidak tahu. Tetapi karena bukan mati ditangan suhengnya perasaannya t idak begitu tertekan.
Ia kembali kekamarnya, suatu pikiran terlint as dalam otaknya, ia hampir berteriak.
Kiranya ia telah menemukan jaw aban mengenai teka teki tentang burung Garuda dalam kurungan raksasa itu.
Di tubuh burung Garuda itu terdapat tanda huruf. Jelas Garuda itu adalah burung peliharaan si Kakek penjinak Garuda, Sebab kecuali si Kakek penjinak Garuda, dalam dunia in i sudah tidak ada lagi yang mampu memelihara burung Garuda sedemikian jinak.
Si Kakek penjinak Garuda itu mempunyai peliharaan burung Garuda seluruhnya tujuh ekor. Burung Garuda itu semuanya besar-besar, hal in i sudah di ketahui oleh semua orang. Sedangkan burung Garuda dalam kurungan itu memiliki tanda, jelas sebagai tanda burungnya yang ketiga.
Jenazah Siang koan Lo dikubur dibelakang rumah Cie lui Kiam khek, jago pedang ini dalam beberapa hari ini selalu marah-marah, mungkin karena kematian saudaranya itu.
Ia berdiam dirumah memberi hormat komando, banyak orang-orang Kang ouw yang dengan suka rela membantunya, mencari pembunuh Siang koan Lo.
Malam rembulan terang, tetapi tertutup oleh kabut tebal. Jam satu tengah malam, ketika semua orang sedang tidur nyenyak, sesosok bayangan orang tiba-tiba muncul didekat ruangan raksasa ditaman gedung Cie-lui Kiam khek. Orang itu dengan sinar matanya yang tajam memandang burung Garuda dalam kurungan, burung Garuda biasanya tidak suka didekati manusia, kini mendadak menjadi jinak. Matanya yang merah biru berputaran, tiba-tiba mengeluarkan suara rendah yang memilukan.
Orang itu agaknya tidak dapat kendalikan perasaan sedihnya, tangannya mendadak bergerak, dan mengeluarkan bunyi keretakan, mendadak dimainkan kedalam kurungan.
Kurungan itu terbuat dari besi kokoh kekar dan berlobang kecil kecil. Tapi orang itu telah berhasil memasukan lengannya yang kuat. Ini benar benar merupakan satu keajaiban.
Dengan penuh kasih sayang orang itu mengusap-usap tubuh burung Garuda itu, sedangkan burung itu juga mengunjukan sikap sangat jinak tanpa melawan, kembali merupakan suatu kejadian ajaib.
Tidak lama kemudian, dalam kamar Ho Hay Hong mendadak muncul sesosok bayangan orang, kebetulan waktu itu Ho Hay Hong belum tidur. Ia dikejutkan oleh munculnya orang yang masuk melalui jendela, tetapi ia juga seorang cerdik, ia berpura-pura tidur nyenyak, tetapi diam-diam membuka matanya perhatikan gerak- gerik orang itu.
Dibawah sinar rembulan yang suram, ia melihat orang itu menghampiri dirinya, gerakan orang itu gesit sekali, gerak kakinya t idak menimbulkan suara tetapi ketika tiba sejarak tiga kaki didepannya, gerakannya mendadak menjadi perlahan. Justru karena itu, maksud Ho Hay Hong hendak menyergap tamu yang tak diundang itu lantas berubah. Ia kini harus diam menunggu kesempatan baik, ia yakin dapat menangkap orang itu sebelum mendekati dirinya.
Orang itu tidak tahu bahwa perbuatannya sudah diketahui, dengan matanya yang tajam memandang Ho Hay Hong yang seperti sedang tidur nyenyak, lalu dengan sangat hati hati membuka bajunya, Ho Hay Hong segera teringat kejadian semalam, diam-diam ia merasa heran. Ia tidak memberi perlawanan, membiarkan bajunya dibuka.
Orang itu memeriksa lengan yang ada tanda gambar cacahan burung Garuda, tiba-tiba mengguman sendiri: "Bangsat cilik, kau toh bukan anakku, dengan hak apa kau berani menggunakan tanda kebesaranku."
Ia ulangi lagi ucapan itu, tiba-tiba dari dalam sakunya mengeluarkan sebilah pisau belati dan katanya lagi: "Bangsat, kau bukan lain dari pada anak haram, aku harus merusak tanda itu."
Ho Hay Hong dapat mendengar dengan jelas semua kata-katanya, ucapannya anak haram bagaikan pisau tajam menusuk hatinya darahnya bergolak, maka lantas menanya.
"Apa katamu?"
Bersamaan dengan Itu, ia sudah lompat bangun dan melontarkan satu serangan.
Orang itu terkejut, kemudian mengibaskan tangannya, dengan kecepatan bagaikan kilat berhasil mengelakkan serangan Ho Hay Hong, setelah itu lompat keluar dari lubang jendela dan sebentar lagi sudah tidak kelihatan bayangannya.
Ho Hay Hong sementara itu telah terdorong oleh kibasan tangan orang itu, hingga terjatuh dilantai, hanya dapat mengaw asi berlalunya orang itu, dengan mata terbuka lebar.
Ia merasa bahwa kepandaian sendiri berselisih jauh dengan kepandaian orang itu, sehingga tidak mampu menahannya. Tetapi ia tetap penasaran, sambil mengertakkan gigi ia lompat keluar mengejar orang itu.
Tiba-tiba ia dengar suara bunyi burung garuda. Diwaktu malam sunyi seperti itu, bunyi burung itu benar- benar membuat bangun bulu romanya.
Ia menghentikan kakinya, matanya celingukan lantas menangkap satu bayangan yang lompat tinggi. Bayangan itu membuat setengah lingkaran ditengah udara, kemudian melayang kebelakang gedung.
Potongan tubuh orang itu sedang saja, mirip dengan orang yang tadi masuk kedalam kamarnya, ia sebetulnya ingin mengejar langsung, tetapi kemudian ia pikir, bahwa itu adalah suatu perbuatan yang sangat bodoh. Maka lari keselatan, meskipun arahnya berlainan, tetapi akhirnya pasti akan berjumpa dengan orang itu.
Ia lari menyusuri sepanjang jalan sepi, sebentar saja sudah berada diluar kota.
Tempat itu merupakan satu tempat belukar yang sepi, hanya tanaman rumput yang sudah tinggi dari batu kerikil terdapat di mana-mana, hanya satu tempat yang nampak teratur bersih, tempat itu tidak jauh dari tempat ia berdiri, tampak berdiri sebuah patung perunggu. Di bawah terangnya sinar rembulan, ia memperhatikan patung itu. Ternyata adalah patungnya Gak Hui, pahlawan kenamaan dalam kerajaan Song.
Ia berdiri tertegun, karena disitu terdapat dua jalan. Ia harus memilih jalan yang dekat. Kalau dugaan tidak salah, orang itu tadi seharusnya akan muncul didepan itu.
Ia teringat ucapan anak haram orang itu tadi, ia menduga orang itu pasti ada hubungan dengan dirinya sendiri, setidak-tidaknya ia pasti tahu asal usul dirinya.
Lama ia menunggu, masih belum tampak bayangan orang itu. Ia mulai putus asa.
Sambil menengadah ia menghela napas. Selagi hendak balik, patung penunggu Gak Hui itu tiba-tiba mengeluarkan suara keresekan, sebentar kemudian sesosok bayangan bagaikan hantu, pelahan keluar dari belakang patung.
Ho Hay Hong bernyali besar, tetap masih dapat dikejutkan oleh kejadian itu. Untung bayangan orang itu agaknya tidak melihat dirinya, sehingga ia dapat menyembunyikan diri dengan selamat.
Sejak kanak-kanak, dia sudah banyak mendengar kisah setan meskipun selama itu ia masih tidak percaya. Tetapi soal setan ini, sejak dahulu kala t iada seorangpun yang dapat membuktikan benar ada setan atau tidak.
Ia anggap bahwa tempat itu tentunya tanah angker, bekas tempat peperangan yang tidak berhenti-hentinya hingga menimbulkan banyak setan gentayangan. Tetapi, ia juga merasa bersyukur. Setidak-tidaknya, apabila bayangan tadi adalah setan, maka ia telah membuktikan dan membuka tabir yang menjadi teka-teki sejak jaman dahulu.
Melalui rumput-rumput tinggi tempat ia sembunyikan diri, ia telah pasang mata mengintai keadaan disekitarnya, Sementara itu, bayangan bagaikan setan itu sudah menggunakan tangannya menggerakkan patung perunggu itu.
Kembali terdengar suara bunyi keresekan, patung tinggi besar itu mendadak bergerak patung yang semula berdiri berhadap-hadapan dengannya, kini telah berubah membelakangi dirinya.
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, bukan saja dikejutkan oleh kejadian itu, tetapi juga dikejutkan oleh kekuatan tenaga bayangan itu, yang dapat menggerakkan patung besar bagaikan raksasa.
Ia mulai percaya bayangan Itu pasti adalah setan, karena orang biasa tidak mempunyai tenaga sedemikian besar.
Bayangan itu pelahan-lahan lenyap kedalam tanah, sebentar kemudian hanya t inggal rambutnya yang putih, yang masih tampak olehnya.
Ia ingin berlalu, ia sudah ingat betul letaknya tempatnya. Ia menunggu sampai esok pagi baru akan datang lagi untuk mendapat kenyataannya. Tetapi kepala dengan rambutnya yang putih itu tampak keluar lagi dari permukaan tanah, dan kemudian tampak seluruh tubuhnya. Ia terpisah jauh dengan bayangan itu, hingga tidak dapat melihat wajahnya, hanya sinar matanya yang tajam, yang sangat mengesankan hatinya.
Bayangan itu menggerakkan tangannya, memutar patung perunggu seperti asalnya, kemudian berlalu dan menghilang kedalam rimba yang tidak jauh dari situ.
Ho Hay Hong dengan tenang menunggu, sekarang ia tidak ingin pulang lagi, tertarik oleh perasaan, Ia menanti sampai bayangan itu tidak muncul lagi, baru memberanikan diri pergi menghampiri patung.
Ia takut bayangan itu akan balik lagi.
Ia tidak berani mendorong patung itu secara terang- terangan. Dengan setengah jongkok, ia menggunakan seluruh kekuatan tenaganya mendorong patung perunggu itu. Patung itu meskipun besar dan berat, tetapi didorong tanpa menggunakan tenaga banyak ternyata dibaw ah patung itu terdapat roda, asal didorong lantas bergerak dengan mudah.
Setelah patung itu tergeser, dibawahnya terdapat sebuah goa, gelap entah berapa dalamnya. Tetapi Ho Hay Hong kini mengerti bahwa bayangan tadi bukanlah hilang kedalam tanah, melainkan kedalam goa.
Ia tahu bahwa suara bergesernya patung tadi pasti akan menimbulkan kecurigaan bayangan tadi. Maka setelah patung itu bergeser, tanpa ragu-ragu lagi Ho Hay Hong lantas masuk kedalam goa. Ia hendak menggunakan waktu sesingkat singkatnya, untuk mencari rahasia yang paling besar. Gua itu kira-kira dua tombak dalamnya ketika tiba didalam hampir saja ia jatuh, untung tempat dalam gua itu tanahnya datar.
Ia meraba raba dengan dua tangannya. Apa yang teraba hanya tanah lembab dan sedikit rumput kering. Tapi tanah dibawah kakinya itu ternyata keras, sebuah benda keras terinjak oleh kakinya. Ia membongkok untuk mengambil benda itu, ternyata sebuah sarung pedang. Tergeraklah hatinya, lalu di ambilnya. Sarung pedang itu masih dalam keadaan baik, pedangnya juga masih ada.
Tanpa diperiksanya lagi, ia buru-buru lompat keluar. Kemudian menggeser patung2nya lagi seperti biasa, setelah itu dengan tergesa-gesa lari kedalam gerombolan rumput untuk sembunyikan diri.
Tidak lama kemudian, bayangan bagaikan setan itu mendadak muncul dibelakang patung. Gerakannya itu sedemikian ringan dan gesit, lebih gesit dari pada kucing.
Ho Hay Hong diam-diam mengucurkan keringat dingin. Kalau ia kurang cerdik, perbuatannya tadi pasti sudah kepergok.
Mata tajam dari bayangan bagaikan setan itu mencari disekitarnya, kemudian mengulurkan tangannya meraba raba patung itu sejenak, baru menarik napas lega.
Dari gerakannya bayangan orang itu.
Ho Hay Hong sudah tahu bahwa pada bagian perut patung itu terdapat kunci dan pintu rahasia, yang dapat dimasuki tangan, Benda yang terdapat dalam pintu rahasia itu pasti adalah benda rahasia yang tidak boleh hilang. Ia bermaksud hendak membuka rahasia itu, tetapi bayangan itu tetap berdiri disitu, tidak mau berlalu hingga ia tidak mendapat kesempatan, terpaksa dengan jalan merayap balik kekamarnya.
Tiba kembali dikamarnya, ia periksa pedang. Baru keluar dari sarungnya, pedang itu memancarkan sinar berkilauan, benar sebilah pedang pusaka dari jaman purbakala.
Ia lebih terkejut karena pedang itu juga terukir oleh dua huruf kecil yang berbunyi:
"Garuda Sakti!"
Ia membuka bajunya, gambar ukiran burung Garuda yang terdapat disisi huruf itu mirip benar dengan gambar cacahan dilengan tangannya. Wajahnya pucat seketika, pikirnya: ”apakah gambar Garuda ditanganku ini dicacah menurut ukiran diatas pedang ini?”
Dengan perasaan terheran-heran, ia sembunyikan pedang pusaka itu diatas penglari karena ia takut diketahui orang.
Ia bertekad hendak mengusut urusan ini. Kecuali mencari jejak si Kakek penjinak Garuda, selama d idaerah Tiong goan, ia juga akan mengusut asal usulnya pedang sakti itu.
Malam itu, dilew atkannya dengan perasaan tegang.
Esok hari, setelah bangun tidur dan habis membersihkan badan, Ho Hay Hong pergi mencari Cie lui Kiam-khek. Begitu bertemu muka, lantas menanya:
"Kabarnya ditempat dekat sini ada sebuah patung perunggu. Apakah itu betul?" Cie lui Kiam khek merasa heran. Mengapa pemuda pendiam yang jarang membuka mulut ini, mendadak mengajukan pertanyaan demikian? Maka tanpa banyak pikir ia lantas menjawab:
"Benar, tempat itu disebut sebagai Kampung Setan, Kalau matahari sudah mendoyong ke barat, jangan ada orang yang berani jalan melalu i tempat itu, Ho siao hiap menanyakan patung-patung itu, ada keperluan apa?"
"Ow! apakah ditempat itu sering muncul setan?" "Dengan terus terang. Kampung setan itu sudah
bertahun-tahun menjadi daerah angker. Banyak orang-
orang Kang ouw yang pergi mencari keterangan, tetapi tiada satupun yang kembali, hingga lama ke lamaan Kampung setan itu tersiar luas. Penduduk ditempat sekitar tempat ini anggap daerah itu daerah angker, mereka lebih suka jalan memutar yang lebih jauh, tidak berani melalui tempat itu. Sudah tentu ini adalah pikiran penduduk kampung yang bodoh, tetapi kita juga tidak boleh tidak percaya, sebab orang orang Kang ouw yang pergi mencari keterangan itu semua adalah orang-orang kuat yang berkepandaian tinggi dan banyak akalnya. Mereka telah pergi tapi tidak kembali. Bahkan tulang- tulang merekapun tidak diketemukanBukankah ini ada suatu misteri yang sangat mengherankan?"
Ho Hay Hong menganggukkan kepala. "Apakah Su-to tayhiap pernah pergi kesana?"
"Belum!" jawabnya Cie-lui Kiam khek agak terkejut. "Aku sendiri meskipun tidak percaya, tetapi selalu tidak ada kesempatan untuk pergi menyelidiki, asal setan itu tidak mengganggu rumah tanggaku. Sudah cukup." "Pernahkah Su-to tayhiap merasa curiga, bahwa setan itu adalah manusia biasa yang menyaru?"
Cie-Lui Kiam khek kembali dikejutkan oleh pertanyaan itu.
"Menurut pandanganku, ini tidak mungkin. Mengenai kejadian manusia yang menyaru menjadi setan itu menang ada. Di daerah Kui-ciu dahulu juga pernah kejadian. Tetapi disin i t idak ada barang berharga. Daerah ini merupakan daerah tandus, rasanya tidak perlu orang menyaru setan yang hanya untuk menakuti sesamanya saja."
Selagi hendak balas bertanya, tiba-tiba terdengar suara orang berkata: "Lekas kita sudah lama menunggu."
Didalam taman pada saat itu tampak tiga pemuda pemudi sedang berjalan mundar mandir, seakan-akan menantikan sesuatu. Di bawah sebuah pohon besar, tidak jauh dari mereka, tertambat seekor kuda besar.
Cie-Lui Kiam khek lalu berkata kepada Ho Hay Hong: "Mereka datang hendak mengajak Cien Hui pergi ke
danau Liok eng ouw berburu burung!"
"Ow, ya, aku belum memberitahukan padamu, Cian Hui adalah anak perempuanku."
Ho Hay Hong menganggukan kepala, tidak banyak bertanya. Benar saja, diatas pelana kuda itu terdapat banyak anak panah busurnya serta alat-alat berburu lainnya. Ho Hay Hong mendadak tertarik oleh penghidupan riang gembira semacam itu. Ia teringat kepada dirinya sendiri, yang sejak kanak kanak selalu hidup dalam kesunyian, belum pernah mencicipi kegembiraan.
Suara tindakan kaki halus terdengar di belakangnya. Su to Cian Hui yang cantik hari itu tampak semakin cantik dengan dandanannya ringkas serba merah.
Gadis itu menghampiri Cie-lui Kiam-khek dan mengucapkan perkataan "Ayah," kemudian dengan sepasang matanya yang jeli lebar memandang Ho Hay Hong sejenak, lalu mengerutkan keningnya dan berlalu tanpa berkata apa-apa.
Ho Hay Hong mengaw asi berlalunya kawanan muda- mudi itu dengan perasaan kagum, lalu kembali kekamarnya.
Ia memikirkan Cie lu i Kiam-khek, seolah-olah tidak mempunyai perasaan setia kawan, rasa duka atas kematian saudaranya, Siang-koan Lo kemarin, hari ini ternyata sudah tidak kelihatan bekasnya.
Perlahan-lahan ia berjalan menuju ke tempat latihan, disana sudah ada sepuluh lebih para pemuda dengan setengah telanjang, sedang melatih ilmu silat. Pandangan matanya beradu dengan mata Ho Yam San, dari sinar mata Ho Yam San ia telah mengetahui bahwa pemuda itu ternyata membenci dirinya. Diam diam ia merasa heran, entah apa salahnya terhadapnya?
Hok Yam San tiba tiba berkata padanya:
"Toa suhu, petunjuk ilmu tombak yang kau unjukkan kemarin bagus sekali. Aku telah beritahukan kepada ayah, ia akan menemui kau dengan segera." Ho Hay Hong tidak menjawab, ia tahu bahwa pemuda itu tidak mengandung maksud baik terhadapnya, maka tidak memikirkan lain.
Ho Yam San seolah-olah sudah pandang Ho Hay Hong sebagai musuh besarnya, sebentar ia berkata lagi:
"Ayahku kecuali terkenal dengan ilmu tombaknya, ia jaga pandai mainkan tombak dari keluarga Wat, tetapi ilmu pedang keluarga Wat ini adalah ilmu tombak ciptaan W at Kun Ciam dari luar perbatasan. Ayahku belum pernah dengar ada akhli tombak dari gunung Ho lan lan. maka ia ingin belajar kenal denganmu, mungkin ayah pernah melihatmu!"
Ho Hay Hong bukan seorang bodoh, sudah tentu bahwa ucapan pemuda itu mengandung maksud mengejek. Karena ia tentu tidak ingin mencari rewel, maka lantas menjawab sambil tertaw a getir:
"Katakan pada ayahmu, ia tak usah datang kemari, aku siorang she Ho hanya seorang kecil tidak ternama dari kalangan Kang ouw."
Hok Yam San semakin galak, katanya dengan suara keras:
"Tidak bisa, toa suhu kau kemari sudah unjukkan kepandaianmu, jelas mengandung maksud menantang kepandaian ilmu tombak keluarga Hok. Aku keluarga Hok bukanlah seorang bodoh, sudah tentu mengerti maksudmu. Ada kemungkinan kali ini toa suhu namanya akan menjadi terkenal, mengapa kau tidak mau menggunakan kesempatan ini untuk mengangkat tinggi derajatmu?" Para pemuda tertaw a riuh, Say Siao Ceng lalu berkata dengan suara lantang:
"Benar, main tombak dihadapan akhli Hok, jelas merupakan perbuatan yang kurang sopan. Pantas saja Hok locianpwee marah dan hendak mencarimu membuat perhitungan!"
Ho Hay Hong mengerti bahwa pemuda-pemuda ini tidak bisa diajak bicara secara sopan, maka ia tidak mau meladeni. Ia berlalu sambil menundukkan kepala.
Tiba tiba terdengar suara orang menanya: "Apakah dia?"
Ho Hay Hong berpaling, entah sejak kapan dari pintu luar sudah masuk serombongan orang banyak, diantaranya terdapat seorang tua pendek gendut, kepalanya botak kelimis, begitupun mukanya juga tidak berkumis, kulit mukanya yang berisi, paling menarik perhatiannya.
Orang tua pendek gemuk itu disambut oleh para pemuda tadi, sedang Cie lui Kiam khek, juga berlaku sangat hormat kepadanya. Tetapi orang tua pendek gemuk itu berjalan terus sedikitpun tidak pandang mata Cie lu i Kiam khek, mungkin karena marahnya, sehingga sudah melupakan peradatan.
Cie lui Kiam khek t idak berdaya, terpaksa menjaw ab. "Ya, ia bernama Ho Hay Hong. Siang koan sutee yang
mengajak kemari!"
Ho Hay Hong bercekat, ia masih belum tahu siapa adanya orang tua itu. Hok Yam San sudah lari menyongsong seraya berkata. "Ayah sekarang baru datang!"
Mata orang tua itu celingukan, ia memandang Ho Hay Hong sejenak, lalu bertanya:
"Su te Siang, bocah she Ho ini apakah suhu barumu?" Cie-lu i Kiam khek. buru-buru menjaw ab.
"Kau keliru, dia adalah tamuku!"
"Aku tidak perduli dia siapa! Asal berani mengganggu aku, akan kupandang sebagai musuh!"
Orang tua she Hok itu mendorong Hok Yan San dan berjalan menghampiri Ho Hay Hong.
Melihat bentuk badannya yang tegap dan tindakan kakinya yang mantap, Ho Hay Hong mengerti bahwa orang tua pendek gemuk itu sudah sempurna kekuatan tenaga dalamnya, maka buru-buru ia menyiapkan tenaganya.
"Kau murid siapa?" tanya orang tua itu dengan sikap jumawa.
Ho Hay Hong merasa bahwa orang tua itu terlalu sombong dan menjemukan, maka ia tidak sudi menjawab. Ia berdiri tegak seperti patung sambil menengadah, sedikitpun tidak ambil perduli.
Si orang tua teh Hok itu semakin marah. Dengan sikapnya yang lebih sombong ia berkata:
"Baik, kau tidak menjawab, aku akan menggunakan ilmu tombak keluarga Hok, paksa kau menjawab!"
Setelah itu, ia melontarkan sebatang tombak kepada Ho Hay Hong, yang segera disambut oleh pemuda itu. Ho Hay Hong dapat merasakan hebatnya kekuatan tenaga orang tua itu, maka ia tidak berani berlaku gegabah.
Dengan tombak ditangan, orang tua itu garang, kesombongannya nampak tegas. Ia berkata sambil tertaw a terbahak-bahak.
"Dengar kata anakku, ilmu tombakmu tidak jelek, bahkan mirip dengan ilmu tombak keluarga Hok. Aku lihat usiamu masih muda sekali, tetapi sudah mendapat kepandaian sehebat itu. Maka aku ingin mencoba sendiri. Marilah, kalau dalam waktu tiga puluh jurus aku tak dapat mengalahkan kau, selanjutnya aku akan cuci tangan, tidak mau dipanggil ilmu tombak keluarga Hok lagi."
"Jangan banyak bicara yang tidak-tidak, mulailah!" berkata Ho Hay Hong.
Mendengar jawaban demikian, Cie-Lui Kiam khek gabrukan kaki. Ia sebetulnya masih ingin mendamaikan untuk meredakan suasana, tetapi tak disangka Ho Hay Hong yang w ataknya aneh itu telah membuyarkan rencananya. Karena ia tahu bahwa pertempuran itu sudah tidak bisa dielakkan lagi. maka juga tidak mau campur tangan.
Orang tua she Hok Itu adanya memang berangasan, ketika mendengar jawaban ketus itu, alisnya lantas berdiri, tombak ditangannya segera meluncur keluar.
Gerakannya itu nampaknya bisa saja, sebetulnya mengandung banyak tipu serangan yang mematikan. Kalau bukan lawannya, sulit untuk mengetahui. Ho Hay Hong putar balik tombaknya, senjata tombak itu digunakan sebagai senjata ruyung, membabat lawannya.
Orang tua itu terkejut, dengan cepat menarik kembali serangannya. Ujung tombak menotol gagang tombak Ho Hay Hong, dengan meminjam kekuatan tenaga dalamnya, ia putar tombaknya dan menikam jalan darah "Kie-hay hiat".
Menotok jalan darah dengan menggunakan ujung tombak, meskipun itu merupakan gerak tipu biasa, tetapi dalam mata akhli, mengandung perbedaan sangat jauh.
Ujung tombak orang tua itu bergetar, hembusan angin kuat meluncur mendahului ujung tombaknya, hal ini benar-benar mengejutkan semua orang.
Ho Hay Hong mengangkat tombaknya, dengan satu gerak tipu yang dinamakan memancing ikan ditepi sungai, ia menyambuti serangan orang tua itu, untuk menjajaki kekuatan tenaganya.
Ketika dua tombak saling beradu, masing-masing merasa lengannya kesemutan.
Wajah orang tua itu berubah seketika. Ia tidak sangka bahwa lawannya yang masih muda dan belum mendapat nama itu, ternyata mempunyai kekuatan tenaga sedemikian hebat, hingga hampir saja nama baiknya sebagai akhli tombak, hancur ditangannya.
Ia buru-buru kendalikan amarahnya, dengan ilmu simpanannya ia menotok jalan darah Ho Hay Hong lagi.
Ho Hay Hong sebetulnya belum pernah belajar ilmu tombak yang digunakan untuk menghadapi lawannya itu adalah perobahan dari pelajarannya ilmu silat "Kun hap sam-kay".
Keistimewaan ilmu silat ini, terletak pada gerak tipunya yang sangat ruwet. Baik dengan senjata ringan seperti sepotong bambu maupun senjata yang beratnya puluhan atau ratusan kati seperti ruyung atau sebagainya, digunakan sama-sama hebatnya.
Maka ketika ia menghadapi kaw anan pendeta gemuk dirinya menggunakan bambu dulu, empat lawannya t idak berdaya terhadapnya.
Ilmu silat "Kun hap sam kay," dapat menggunakan senjata tombak yang dirobah menjadi senjata pedang, dari pedang bila berobah menjadi senjata yang merupakan alat tulis. Dalam keadaan bagaimanapun juga tidak mempengaruhi kekuatan tenaga dan kepandaiannya.
Dalam kalangan Kang ouw, umumnya ada suatu pendapat yang sama. kalau menyaksikan orang menggunakan senjata berat, di anggapnya orang itu bertengkar besar. Kalau melihat orang menggunakan senjata ringan, dianggapnya mempunyai gerak badannya yang sangat lincah.
Tetapi tidaklah demikian dengan Ho Hay Hong. ia sudah membuang pendapat semacam itu. Didalam tangannya, sepotong bambu sama hebatnya dangau sebatang ruyung besi.
Orang tua she Hok itu meskipun sudah lanjut usianya, tetapi begitu mengeluarkan ilmu tombaknya dari keluarga Hok, bagaikan harimau bersayap, begitu hebat ia menghujani serangan kepada Ho Hay Hong, hingga anak muda itu hampir t idak bisa bernapas.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus sudah dilalui, Ho Hay Hong terus terdesak, kelihatannya sudah tidak sanggup melawan senjata orang tua she Hok itu.
Mendadak semangatnya terbangun. sambil mengeluarkan siu lan nyaring, tombak ditangannya mengeluarkan gerak t ipunya yang dinamakan bunga dan daun berterbangan.
Gerak tipu ini kelihatannya sangat ringan, tidak bertenaga, dari luar dipandangnya sangat indah. Tetapi orang tua she Hok itu tiba-tiba loncat kebelakang sambil membatalkan serangannya, dan berseru:
"Benarkah kau datang dari gunung Ho-lan san ?"
Ho Hay Hong terkejut, ia juga hentikan serangannya dan balas menanya.
"Apakah itu tidak benar?"
"Kau bohong, kau bohong, aku tidak percaya omonganmu!" Demikian orang tua itu menggumam, dan lantas berlalu, t idak mau melayani Ho Hay Hong lagi.
Semua orang dikejutkan oleh kejadian yang tidak terduga-duga itu, sementara itu orang tua she Hok sudah berkata lagi:
"Aku tidak akan bertempur dengan kau lagi, hitung- hitung aku yang sial, telah bertemu dengan kau."
Ho Hay Hong bingung, ia tidak tahu apa sebabnya setiap orang yang bertempur dengannya, pada sebelum diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah, lawannya sudah undurkan diri lebih dahulu. Cie lu i Kiam khek menghampiri orang tua she Hok itu, bertanya padanya dengan suara perlahan:
"Hok locianpwee, kau sebetulnya melihat apa?"
Orang tua itu menggelengkan kepala, t idak menjaw ab, hanya menggumam sendiri:
"Hitung-hitung aku yang sial, sudah jangan bicarakan lagi."
Dengan t iba-tiba, seorang yang berdiri di atas dinding tembok menyambung:
"Orang tua she Hok. kau tidak bisa menjatuhkan lawanmu sudah tentu kau sial."
Semua orang heran atas kedatangan orang itu tetapi tiada satupun yang kenal padanya.
Orang itu ternyata seorang lelaki pelajar setengah umur. tampaknya pintar, ia mengenakan pakaian panjang warna hijau dan topi seorang pelajar serta sabuk hijau dipinggangnya.
Dengan tenang memperkenalkan dirinya. "Sun hong Kow khek, inilah orangnya!"
Semua wajah orang ketika mendengar nama itu, masing-masing mengunjukkan rasa terkejut Ho Hay Hong yang menyaksikan perubahan sikap orang orang banyak, segera mengetahui bahwa orang ini bukanlah orang sembarangan.
Orang yang menamakan dirinya Sun-hong Kow khek ini terkenal namanya karena cepatnya mendapat berita apa saja. Bagi orang sudah biasa berkecimpung dikalangan Kang ouw, setidak-tidaknya juga sudah pernah mendengar nama orang aneh itu.
Entah disebabkan hobbynya yang suka mencari berita, atau sahabatnya yang banyak, nyatanya, segala berita atau kejadian kejadian aneh dikalangan Kang ouw, semua tidak lolos dari telinganya.
Oleh karenanya, tokoh rimba persilatan yang ingin mencari kabar tentang suatu kejadian atau rahasia, selalu minta pertolongan kepada orang aneh ini.
Sun hong Kow khek suka datang dan pergi sendiri, tetapi mata-matanya banyak. Jangan dipandang luarnya seperti seorang pelajar, tetapi kalau ia sudah marah, dengan cepat bisa mengumpulkan anak buahnya yang setia padanya.
Munculnya orang aneh secara mendadak itu, lagi pula selagi orang banyak dalam keadaan kebingungan, benar- benar sangat kebetulan. Orang tua she Hok itu segera bergerak hatinya, ia kendalikan hawa amarahnya dan bertanya kepadanya:
"Sun hong-jie. tanpa diundang hari ini kau datang kemari, apakah kau hendak menjual rahasia Kampung Setan?"
"Tepat! Aku sudah tahu bahwa kau sudah lama berpikiran demikian, maka hari ini aku sengaja datang kemari. Maksudku ialah hendak menjual rahasia ini untuk kutukar dengan sebuah barang !"
Ho Hay Hong mendengarkan dengan penuh perhatian, sebab ia juga mengharap ada orang yang bisa membuka rahasia yang meliputi Kampung Setan itu. Orang tua she Hok itu berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Sudah lama aku dengar Sun hong Jie adalah seorang yang rikuh terhadap barang pusaka tapi tidak rakus terhadap harta kekayaan. Ucapan ini ternyata sedikitpun tidak salah. Aku duga barang yang kau kehendaki itu pastilah barang pusaka keturunan keluargaku yaitu wasiat yang tidak bisa tembus senjata! Betul tidak ?"
"Orang tua she Hok, kau benar pintar, dugaanmu sedikitpun tidak salah. Terus terang, aku kini sudah bentrok dengan Lam-kiang Tay bong, kalau bukan baju wasiatmu itu, aku tidak dapat menjamin jiw aku !"
Orang tua she Hok itu sejenak tampak ragu-ragu, akhirnya berkata:
"Kau harus memberi penjelasan dulu, supaya aku bisa menimbang: Rahasia apa yang hendak kau jual itu, ada harganya untuk ditukarkan dengan baju wasiatku atau tidak?"
"Dengarkan baik baik, dalam kampung setan ada dua rupa barang yang tidak terduga-duga oleh manusia. Pe rtama, pedang pusaka, kedua pelajaran ilmu silat dan ketiga perempuan cantik. Tiga rupa barang yang dapat dilihat tetapi t idak bisa d iambil ini, sudah cukup berharga untuk ditukarkan dengan baju wasiatmu," kata Sun hong Kow-khek sambil menganggukkan kepala.
Orang tua she Hok itu terkejut, katanya sambil menggelengkan kepala.
"Sun hong jie, perkataanmu ini jelas sudah nyeleweng, apa yang aku kehendaki adalah rahasia!" "Inilah rahasianya kampung setan, sebelum kedua fihak mengadakan perundingan serius, sudah tentu aku tidak bisa memberitakukan lebih banyak, agar tidak membaw a bencana bagi rimba persilatan."
Sun hong Kow khek terkenal dengan pekerjaannya yang suka menjual rahasia. Setiap keterangan yang sudah diberikan olehnya, ia bertanggung jaw ab sepenuhnya, maka apa yang diucapkannya, tentu merupakan keterangan yang sangat berharga.
Justru karena itu, maka orang-orang yang ingin mengetahui kelanjutan dari rahasia yang akan dijualnya itu, sering terjebak akalnya yang pandai lic in itu. Tiga rupa barang yang disebutkan tadi, semua merupakan barang yang paling disukai oleh orang-orang rimba persilatan, maka daya penariknya juga lebih besar.
Jago tua she Hok itu mau tidak mau harus mulai pertimbangkan masak-masak, karena baju wasiat itu adalah barang keturunan keluarganya, ini merupakan suatu barang yang sangat berharga baginya.
Tetapi rahasia mengenai kampung setan, sudah beberapa puluh tahun menjadi pembicaraan orang-orang rimba persilatan, dan selama itu belum pernah terungkap, maka juga merupakan suatu rahasia yang sangat penting.
Dua-dua sama sama berharganya, tetapi ia tidak bisa mendapatkan dua-duanya. Kalau ia ing in mempertahankan baju wasiatnya, ini berarti harus melepaskan keinginannya untuk mendapatkan rahasia yang sangat penting itu. Kalau ingin mencari tahu rahasianya kampung setan, harus melepaskan baju wasiatnya.
-ooo0d-w 0ooo-