Jilid 44
Berbicara soal kedudukan, Hian im Tee kun tidak lebih tinggi dari Keng thian giok cu Thi Keng, namun caranya berbicara semacam itu sungguh amat tak sedap didengar. Adapun tujuan dari Keng thian giok cu Thi Keng adalah ingin melenyapkan gembong iblis tua tersebut dari muka bumi dia tidak gusar malah ujarnya sambil tertawa hambar :
“Apakah maksud hati kami berempat, rasanya kaupun sudah tahu dengan pasti, beranikah kau bertarung dengan kami berempat?”
Hian im Tee kun yang hadir hari ini benar benar sangat aneh, ternyata dia tak berani bertarung melawan Thi Eng khi, tapi tidak menampik tantangan dari Keng thian giok cu Thi Keng sekalian berempat. Seharusnya tindakan yang diperlihatkan olehnya sekarang mengandung dua kemungkinan :
Ke satu! Sejak pertarungannya melawan Thi Eng khi tempo hari hingga sekarang dia masih belum memiliki suatu keyakinan untuk merenggut kemenangan dari Thi Eng khi, maka dia tak berani menyerempet bahaya.
Ke dua! Dia menganggap Keng thian giok cu Thi Keng, Sim ji sinni serta Tiang pek lojin So Seng pak sekalian bertiga masih terkena bubuk Hua kong san sehingga tenaga dalamnya masih punah, mustahil kekuatan mereka bisa pulih seperti sedia.
Maka dia beranggapan dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang meski tampaknya dia harus menghadapi empat jagoan tangguh namun dalam kenyataan hanya menghadapi Bu im sin hong Kian Kim siang seorang. Dengan kemampuan yang dimilikinya ini sudah barang tentu dia pasti akan memenangkan pertarungan tanpa bersusah payah, maka dengan senang hati diterimanya tantangan mana.
Dalam pada itu, Pek leng siancu So Bwe leng telah munculkan diri pula, sambil menuding ke arah Hian im li Ciu Lan serunya dengan suara lantang :
“Siluman perempuan, beranikah kau tampilkan diri untuk
bertarung sebanyak tiga ratus gebrakan dengan nonamu?”
Hian im li Ciu Lan dengan Pek leng siancu So Bwe leng sudah menjadi musuh bebuyutan, siapa memandang siapa pasti akan menjadi gusar. Maka Hian im li Ciu Lan segera memberi tanda kepada Hian im li Cun Bwee, kemudian sambil melompat ke hadapan Pek leng siancu So Bwe leng, serunya sambil tertawa dingin :
“Dalam pertarungan hari ini, aku tak akan melepaskan dirimu lagi!”
Mendadak dia mengeluarkan sebilah senjata tangan setan Hian im li kui jiu dan dicekal ditangan kirinya, senjata ini persis seperti senjata yang pernah dihancurkan oleh Thi Eng khi tempo hari, mungkin dia telah membuat sebuah lagi. Pek leng siancu So Bwe leng sudah pernah merasakan kelihayan senjata Hian im kui jiu tersebut, memandang senjata cakar setan yang berada di tangan Hian im li Ciu Lan tersebut, dia segera berkerut kening, lalu dengan gusar dicabutnya senjata Hua boa giok ci (jari kemala pemisah bunga) miliknya, kemudian membentak keras :
"Lihat serangan!”
Senjata berikut tubuhnya dengan menciptakan selapis cahaya hijau langsung menerjang ke arah Hian im li Ciu Lan. Dengan demikian, pertarungan antara Pek leng siancu So Bwe leng melawan Hian im li Ciu Lan malahan berlangsung jauh mendahului pertarungan antara empat tokoh sakti melawan Hian im Tee kun...
Disaat Pek leng siancu So Bwe leng melangsungkan pertarungan melawan Hian im li Ciu Lan, Keng thian giok cu Thi Keng, Sim ji sinni, Tiang Pek lojin So Seng pak dan Bu im sin hong Kian Kim siang telah mengambil ancang ancang pula siap melangsungkan pertarungan.
Sambil membuka posisi serangan, Bu im sin hong Kian Kim siang berseru lantang : “Kami berjumlah jauh lebih banyak darimu, silahkan kau si gembong iblis tua harus membuka serangan lebih dahulu!”
Siapa tahu Hian im Tee kun merubah rencananya secara tiba tiba, sambil berkerut kening katanya :
“Aku rasa pertarungan kita ini seharusnya diundur sampai pada urutan yang terakhir nanti, dengan begitu baru cocok namanya...”
“Iblis tua! Kau hendak mengulur waktu untuk menyusun siasat busuk lainnya?”
Hian im Tee kun tertawa seram :
“Haaahhh…. haaahhh...haaahhh…. rencana kami untuk menghadapi kalian sudah kususun secara matang dan sempurna, tak perlu dipikirkan lagi secara pusing pusing aku hanya merasa lebih baik mengundurkan pertarungan ini agar kalian mempunyai kesempatan untuk menolong orang sendiri, masa kalian tak dapat melihat sendiri bagaimanakah situasi yang sedang kalian hadapi sekarang?”
Betul juga, empat puluh sembilan orang yang membentuk barisan Hian im toa tin telah mengepung para jago rapat rapat bahkan mulai melancarkan serangkaian serangan yang sangat gencar. Bersamaan waktunya, Bu Nay nay terlibat pula dalam pertarungan yang amat seru melawan Hian im li Cun Bwee.
Jadi yang belum turun tangan sekarang tinggal empat tokoh silat bersama Hian im Tee kun.
Disamping itu, dari pihak Ban seng kiong masih terdapat dua tiga puluh orang kakek yang belum turun tangan, mereka sedang mengawasi situasi dalam pertarungan dengan sorot mata tajam, agaknya setiap saat mereka siap terjun ke arena untuk memberikan bala bantuan...
Keng thian giok cu Thi Keng sekalian berempat menjadi terperanjat sekali setelah menyaksikan kejadian itu, dalam hal jumlah orang sudah jelas pihak Ban seng kiong menempati posisi yang lebih menguntungkan, tapi situasi pertarungan masih sukar diduga berhubung pertarungan baru saja berlangsung. Tapi kenyataan sudah terbentang didepan mata, bagaimanapun ruginya pihak Ban seng kiong, mereka sudah menyediakan orang yang cukup untuk menggantikan kedudukan rekannya.
Sedangkan di pihak para jago, selain Keng thian giok cu Thi Keng sekalian berempat yang belum turun tangan, tinggal mereka yang belum pulih tenaga dalamnya saja yang belum terjun, sedangkan sisanya sudah terlibat semuanya dalam suatu pertarungan yang amat seru.
Setelah mendengar perkataan dari Hian im Tee kun, dan setelah menyaksikan pula situasi dalam arena pertarungan, Bu im sin hong Kian Kim siang merasakan hatinya berdebar keras. Tanpa terasa dia mengerahkan ilmu menyampaikan suaranya berbisik kepada Keng thian giok cu Thi Keng, Sim ji sinni serta Tiang pek lojin So Seng pak : “Walaupun kami belum mengerti maksud hati dari si gembong iblis tua itu, namun berbicara dari keadaan situasi yang sedang kita hadapi, ditundanya pertarungan oleh gembong iblis tersebut tidak terlalu merugikan pihak kita, entah bagaimanakah pendapat dari kalian bertiga?”
Dengan kening berkerut, Sim ji sinni segera menyahut dengan ilmu menyampaikan suara pula :
“Kalau menurut pengamatan pinni atas sorot mata gembong iblis tersebut, tampaknya dia merasa sangat tidak tenang, apa kalian bertiga memperhatikan pula akan hal itu? Sekalipun kita boleh menunda jalannya pertarungan, paling tidak harus mengawasi gerak geriknya, jangan kita biarkan dia kabur dari tempat ini…..”
Sedangkan Tiang pek lojin So Seng pak lebih setuju untuk segera turun tangan dan tak usah ditunda tunda lagi. Sebaliknya Keng thian giok cu termenung sebentar kemudian ia baru berkata :
“Pertarungan antara kita berempat melawan Hian im Tee kun merupakan suatu pertarungan adu kekerasan, dengan kemampuan yang dimiliki Hian im Tee kun, rasanya kecil sekali kemungkinan kita untuk berhasil, padahal posisi para jago sekarang sedang menguntungkan, bila kita kelewat cepat nekad beradu jiwa, hal ini justru akan mempengaruhi kejiwaan para jago sehingga bisa berakibat menimbulkan kegagalan atau kekalahan. Menurut pendapat siaute, entah bagaimanakah hasil pertarungan para jago, paling tidak kita harus menghindari pengaruh dari mati hidup kita ini atas semangat juang mereka.”
Dengan ilmu menyampaikan suaranya Sim ji sinni segera menyatakan kesanggupannya:
“Perkataan dari Thi sicu memang betul dan pinni setuju sekali, lebih baik kita menanti dulu sebentar sambil melihat perubahan
situasi, kemudian baru mengambil langkah selanjutnya.”
Tiang pek lojin So Seng pak serta Bu sin im hong Kian Kim siang memang mengekor Thi Keng, maka mereka pun tidak segera bertarung melawan Hian im Tee kun melainkan mulai menguatirkan keadaan situasi dalam arena pertarungan.
Sementara itu pertarungan antara para pendekar melawan kaum iblis yang membentuk barisan Hian im toa tin dari Ban seng kiong berlangsung paling seru, tampak debu dan pasir beterbangan di angkasa, bahkan jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang silih berganti. Namun mereka yang jerit kesakitan dan roboh hampir semuanya adalah kaum iblis dari Ban seng kiong sedangkan pihak pendekar masih tetap kokoh seperti batu karang sama sekali tidak terpengaruh oleh serbuan mana. Padahal kalau dilihat formasi dari para pendekar pun tidak menunjukkan suatu kelebihan yang terlalu luar biasa.
Thi Eng khi menempati posisi tengah, disampingnya adalah suata lingkaran yang terdiri dari tujuh orang, diluar tujuh orang terdapat lagi satu lingkaran yang terdiri dari delapan orang, kemudian pada lingkaran lapisan terakhir terdiri dari sembilan orang jago. Namun ke sembilan orang ditempatkan pada lapisan paling luar adalah kawanan jago yang memiliki tenaga dalam paling sempurna.
Mereka adalah Sam ku sinni, ketua Siau lim pay Ci long siansu, ketua Bu tong pay Keng kian totiang, ketua Kay pang si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, Beng seng sutay dari kuil Ci tiok an, Giok koay popo Li Ko ci, pemilik pulau Soh sim to si bidadari penyebar bunga Leng Cay soat dan si Unta sakti Lok It hong bersembilan. Malahan mereka semua telah menyimpan kembali senjata masing masing dan menghadapi musuh dengan tangan kosong belaka.
Tampak empat puluh sembilan orang iblis yang membentuk barisan Hian im toa tin, bagaikan banyak setan gentayangan, mereka maju mundur tiada hentinya sambil melancarkan serangkaian serangan gencar ke arah para pendekar. Namun setiap serangan yang dilancarkan orang orang Ban seng kiong itu entah yang memakai senjata ataupun yang bertangan kosong, hampir bersamaan waktunya lagi menerjang ke arah para pendekar, mereka selalu terpental balik ke belakang malah ada yang tangan atau kakinya patah serta menderita luka parah. Jeritan ngeri yang bergema berulang kali tadi bukan lain berasal dari mulut para penderita tersebut.
Walaupun dewasa ini Sam ku sinni boleh dianggap bertenaga dalam paling tinggi diantara para pendekar yang hadir namun dengan kemampuannya seorang mustahil dia dapat mementalkan seorang iblis dari Ban seng kiong hanya didalam sekali pukulan saja. Sebab setiap gembong iblis yang tergabung dalam istana Ban seng kiong boleh dibilang semuanya merupakan jago jago kelas satu dalam golongan hitam, kepandaian silat mereka pun tidak lebih rendah dari kepandaian seorang ciangbunjin dari suatu partai besar.....
Kejadian yang sama sekali diluar kebiasaan ini tentu saja mendatangkan perasaan tercengang dan keheranan bagi siapa pun yang memandangnya. Bu im sin hong Kian Kim siang segera tertawa terbahak bahak, serunya :
“Gembong iblis tua! Aku lihat Hian im toa tin mu itu sudah tak
bisa dipertahankan lagi!”
Hian im Tee kun yang melihat hal mana segera membentak dengan suara keras : “Gi hoa ciat bok (memindah bunga menyambung dahan), Pek sui kui goan (beratus aliran kembali ke sumbernya), asal urat Jin tok dapat ditembusi, siapapun tidak sulit untuk menaklukkan formasi semacam itu.”
Bu im sin hong Kian Kim siang segera menyindir :
“Tapi kenyataannya barisan Hian im toa tin mu tak mampu berbuat apa apa terhadap mereka!”
Untuk beberapa saat lamanya Hian im Tee kun cuma membungkam dalam seribu bahasa, jelas dia sedang memutar otak untuk mencari sesuatu akal. Tergerak hati Keng thian giok cu Thi Keng menyaksikan kejadian tersebut, segera pikirnya : “Andaikata kawanan iblis dari Ban seng kiong sudah mengetahui akan teori tersebut lalu membalas dengan senjata yang sama yakni memakai cara Pek sui kui goan, dengan tenaga dalam gabungan empat puluh sembilan orang, sudah pasti para jago akan terkocar kacir.”
Sesungguhnya jalan pemikiran dari Keng thian giok cu Thi Keng ini bukannya sama sekali tanpa dasar. Akan tetapi Thi Keng seperti lupa kalau barisan tersebut diselenggarakan oleh cucu kesayangannya sendiri yakni Thi Eng khi, dengan kepandaian maha sakti serta pengetahuan yang begitu luas dari Thi Eng khi bagaimana mungkin si anak muda tersebut akan membiarkan kawanan iblis dari Ban seng kiong menempati posisi yang lebih menguntungkan?
Sewaktu Keng thian giok cu Thi Keng berpikir sampai disitu, diam diam dia merasa terkejut sekali, dia kuatir Hian im Tee kun berhasil pula menemukan teori tersebut. Maka dia merasa wajib untuk tidak memberi waktu lagi bagi Hian im Tee kun untuk berpikir lebih jauh, dengan cepat serunya memberi peringatan :
“Waktu kita sudah tiba ”
Belum habis dia berkata, kebetulan sekali Hian im Tee kun sedang berseru sambil tertawa terbahak bahak : “Haaahhh.... haaahhh haaahhh aku pun sudah dapat
menemukan ”
Keng thian giok cu Thi Keng adalah seorang manusia yang berpengalaman sekali, mendengar ucapan mana, dia lantas mengetahui kalau Hian im Tee kun berhasil pula memahami teori tersebut, tentu saja dia tak boleh membiarkan dia menyampaikan hal tersebut kepada kawanan iblis. Maka tidak sampai Hian im Tee kun menyelesaikan perkataannya, dengan suara keras bentaknya :
“Gembong iblis tua, sudah tiba saatnya buat kita untuk turun tangan, lihat serangan!”
Begitu ucapan selesai diutarakan, serangan telah dilepaskan dengan amat dahsyatnya. Berada dalam keadaan seperti inipun Keng thian giok cu Thi Keng masih tetap mempertahankan kebesaran jiwa serta kejujurannya sebagai seorang pendekar sekali dia enggan melakukan penyerangan secara menggelap tapi dengan berbuat begini maka Hian im Tee kun pun tak sempat lagi menyampaikan jalan pemikiran sendiri kepada kawanan iblis tersebut. Sesungguhnya tujuan dari Keng thian giok cu Thi Keng adalah untuk menghalangi Hian im Tee kun untuk berbicara, maka setelah melancarkan serangan, dia tidak meneter lebih hebat lagi, sebab dia kuatir serangannya yang kelewat dahsyat akan melukai diri Hian im Tee kun, hal ini jelas akan mencerminkan kelicikan dan ketidak jujurannya.
Namun Keng thian giok cu Thi Keng bertiga dalam anggapan Hian im Tee kun masih merupakan manusia manusia yang sudah kehilangan tenaga dalamnya. Serangan yarg dipancarkan oleh Keng thian giok cu Thi Keng sekarang sudah cukup membuat hatinya merasa terperanjat sekali. Sudah barang tentu dia tak sempat lagi berbicara, buru buru seluruh perhatiannya dipusatkan untuk menghadapi keempat orang tokoh maha sakti tersebut.
Hian im Tee kun segera menggerakkan sepasang bahunya dan menghindarkan diri dari serangan Keng thian giok cu Thi Keng yang sebetulnya tak berharga untuk dihadapi. Menyusul kemudian, terdengar Bu im sin hong Kian Kim siang membentak pula :
“Sambutlah sebuah pukulan ini!”
Segulung angin pukulan kembali menyambar ke tubuh Hian im Tee kun. Kali ini tenaga serangan yang dipancarkan sedemikian dahsyatnya sehingga terasa mengerikan sekali.
Lagi lagi Hian im Tee kun menghindarkan diri ke samping namun dia belum juga melancarkan serangan balasan. Secara bergilir Sim ji sinni dan Tiang pek lojin So Seng pak melancarkan sebuah serangan pula, namun semuanya berhasil dihindari oleh Hian im Tee kun tanpa melancarkan serangan balasan.
Oleh karena keempat orang tokoh sakti kita turun tangan secara bergilir, maka Hian im Tee kun baru berkesempatan untuk menghindarkan diri, jikalau mereka bisa memanfaatkan kesempatan yang terbaik untuk turun tangan, bisa jadi Hian im Tee kun tak akan semudah ini untuk menghindarkan diri. Tapi empat tokoh sakti itu turun tangan secara bergilir, hal ini sudah jelas mengingat kedudukan mereka berempat yang begitu tinggi, jikalau dengan pamor mereka yang begitu tinggi, ternyata mereka berempat harus mengerubuti seseorang maka bila kejadian tersebut sampai tersiar dalam dunia persilatan, sudah pasti mereka akan ditertawakan orang. Apalagi sebelum Hian im Tee kun secara resmi melancarkan serangan balasan, tidak menjaga kedudukan sendiri bisa semakin ditertawakan orang.
Sedangkan mengenai apa sebabnya Hian im Tee kun sampai tidak melancarkan serangan balasan? Hal ini sukar rasanya untuk menemukan alasan yang tepat. Sementara itu keempat tokoh sakti itu pun sedang merasakan keheranan atas sikap serta tindak tanduk Hian im Tee kun yang sama sekali berlawanan dengan keadaan biasanya. Keng thian giok cu Thi Keng segera menghentikan serangannya, lalu berkata : “Gembong iblis tua! Mengapa kau tidak melancarkan serangan balasan?”
Hian im Tee kun segera tertawa dingin :
“Mau melancarkan serangan balasan atau tidak, toh urusanku sendiri, buat apa kalian mesti banyak bertanya?”
“Thi tua!” sela Bu im sin hong Kian Kim siang cepat, “untuk melenyapkan bibit bencana dari muka bumi, buat apa kita mesti mempersoalkan masalah yang tetek bengek? Lebih baik kita berempat turun tangan bersama sama masa dia tak akan membalas serangan tersebut...?”
“Perkataan saudara Kian tepat sekali, mari kita turun tangan
bersama sama!” seru Tiang pek lojin So Seng pak pula.
Keng thian giok cu Thi Keng melototkan matanya bulat bulat,
kemudian tertawa nyaring. “Haaahhh..... haaahhhh....
haaahhhh siau heng bukan sayang dengan nama yang
kumiliki, aku hanya merasa gembong iblis ini belum berhasil memulihkan kembali tenaga dalamnya sejak menderita getaran hawa pedang dari Eng ji, kalau toh demikian halnya, kita tak
usah lagi menghadapinya dengan berempat ”
Sebagai seorang ahli yang berpengalaman, dalam sekilas pandangan saja akan diketahui ada atau tidak. Hian im Tee kun tidak menerima serangan empat musuhnya bahkan sewaktu berkelit pun kurang gesit dari ini dapat diketahui kalau tenaga dalamnya sudah menderita kerugian yang besar sekali.
Sewaktu mendengar ucapan tersebut Hian im Tee kun nampak terkesiap, kemudian segera bentaknya :
“Thi siaupwe, kau tak usah berlagak sok pintar, sekarang kalian boleh maju berempat, lihat saja nanti apakah tenaga dalamku sudah berkurang atau tidak!”
Bu im sin hong Kian Kim siang tertawa dingin. "Heeehhh... heeehhh.... heeehhh mengapa harus maju
berempat? Cukup dengan mengandalkan Hu kong keng im, aku pasti dapat memaksamu untuk melancarkan serangan, kalau tidak, sejak saat ini juga akan kuhapuskan nama besarku sebagai angin sakti tanpa bayangan.”
Begitu selesai berkata, secepat sambaran petir dia lantas menerjang ke arah Hian im Tee kun. Segulung angin pukulan yang maha dahsyat ikut menyambar pula ke depan langsung menghantam bahu kanan Hian im Tee kun. Hian im Tee kun tertawa sinis :
“Serangan yang sangat bagus!”
Dia segera membuang bahu kanannya ke samping sembari merendahkan tubuhnya, menggunakan kesempatan mana tubuhnya berkelebat tiga langkah ke samping untuk menghindarkan diri dari serangan Bu im sin hong Kian Kim siang tersebut. Gerakan tubuh dari Bu im sin hong Kian Kim siang benar benar cepat bagaikan sambaran kilat, semua gerakannya dilakukan dengan kecepatan luar biasa, gagal dengan serangan yang pertama, serangan kedua segera menyusul tiba.
Tampak dia menerjang dengan kecepatan luar biasa, kemudian tiba tiba saja menghindar, dengan menggunakan suatu sudut yang sukar diduga sebuah pukulan disapukan lagi ke depan.
Kembali terasa segulung angin pukulan yang maha dahsyat menghantam ke pinggang Hian im Tee kun.
Gerakan tubuh dari Hian im Tee kun memang sukar untuk mengatasi kelihayan Bu im sin hong Kian Kim siang yang pada dasarnya memang termashur sekali akan ilmu meringankan tubuhnya, tak usah menggunakan tiga jurus serangan, pada serangan yang kedua pun dia telah berhasil memaksa Hian im Tee kun untuk melancarkan serangan balasan. Seandainya Hian im Tee kun tak mau melancarkan serangan balasan, terpaksa dia harus menerima pukulan tersebut, sebab memang sudah tiada kemungkinan lagi untuk menghindarkan diri.
Dalam keadaan terdesak mau tak mau Hian im Tee kun harus membela diri, telapak tangan kanannya segera dikebaskan ke depan, dia tidak memakai tenaga telapak tangan, melainkan dengan ujung bajunya saja menyongsong datangnya serangan dari Bu im sin hong Kian Kim siang. Begitu dua gulung angin serangan saling bertemu, terjadilah suatu ledakan keras yang memekikkan telinga.
“Blaammmm….!”
Berbicara soal tenaga dalam yang dimiliki Hian im Tee kun, paling tidak dia harus berhasil melemparkan tubuh Bu im sin hong Kian Kim siang sejauh satu kaki lebih. Namun kenyataan yang terbentang di depan mata jauh berbeda, Bu im sin hong Kian Kim siang hanya terpukul mundur sejauh tiga langkah, sedangkan Hian im Tee kun sendiri meski tidak mundur, akan tetapi permukaan tanah dimana kakinya berpijak telah melesak masuk sedalam lima inci. Dalam hal ini peristiwa tersebut benar benar jauh diluar dugaan keempat manusia sakti tersebut. Kenyataannya tenaga dalam yang dimiliki Hian im Tee kun jauh berbeda dengan kesaktiannya dimasa lampau. Keng thian giok cu Thi Keng segera tertawa terbahak bahak, kemudian serunya :
“Saudara Kian, harap kau mundur dahulu, biar siaute yang bertarung menghadapi gembong iblis tua ini!”
Diantara keempat tokoh sakti tersebut, tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi Keng boleh dibilang paling sempurna, dengan kepandaian dari Hian im Tee kun sekarang, dia masih cukup untuk menarik kembali modalnya. Bu im sin hong Kian Kim siang segera mengundurkan diri kebelakang, katanya sembari tertawa :
“Baik! Thi tua, silahkan kau unjukkan kelihayanmu!”
Keng thian giok cu Thi Keng segera mendesak maju ke muka, sembari mengayunkan telapak tanganuya dia berseru :
“Iblis tua, lihat serangan!”
Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat langsung dilontarkan ke arah dada Hian im Tee kun. Sejak bentrokan kekerasan yang terjadi antara Hian im Tee kun melawan Bu im sin hong Kian Kim siang tadi, sehingga rahasianya terbongkar, sekarang Hian im Tee kun telah memperlihatkan sepasang telapak tangannya dari balik ujung pakaian, agaknya dia sudah bersiap sedia untuk bertarung mati matian melawan Keng thian giok cu. Empat orang jago tersebut dapat melihat kalau telapak tangan kiri Hian im Tee kun masih tetap dibalut dengan kain putin, nampaknya dia bermaksud untuk menghilangkan perasaan malunya. Sementara itu tampak Hian im Tee kun berkelit dua langkah ke samping kanan dan menghindarkan diri dari serangan Keng thian giok cu Thi Keng, kemudian melepaskan sebuah serangan balasan dengan sebuah bacokan dahsyat.
Begitu mereka berdua saling bertarung, tampaklah bayangan telapak tangan saling menyambar ke sana ke mari, hawa serangan memenuhi seluruh angkasa bayangan manusia saling bergumul satu sama lainnya sehingga sukar sekali untuk dibedakan mana musuh mana teman, ini menandakan kalau pertarungan yang sedang berlangsung benar benar amat sengit. Dengan tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi Keng ternyata mampu bertarung seimbang melawan Hian im Tee kun tanpa memperlihatkan tanda tanda kalah, hal ini membuat ketiga orang tokoh sakti lainnya yang belum turun tangan menjadi kaget, tercengang dan tidak habis mengerti.
Padahal Hian im Tee kun memiliki kepandaian silat yang luar biasa sekali, kendatipun sewaktu pertarungannya melawan Thi Eng khi telah menderita luka dalam, tidak seharusnya luka tersebut separah ini sehingga mempengaruhi tenaga dalamnya sampai merosot sejauh ini. Jelas kenyataan yang berada di depan mata sekarang sukar diterima dengan begitu.
Mendadak terdengar tiga kali pekikan nyaring bergema dari balik barisan Hian im toa tin. Ketiga orang tokoh sakti itu segera berpaling. Tampak Hian im toa tin dari Ban seng kiong sudah berhenti melancarkan serangan, jumlah manusia yang sudah tak lengkap itu segera dilengkapi kembali oleh kawanan manusia yang berada disekitar arena. Mereka yang sudah bertarung cukup lama dengan korban yang cukup parah tampaknya sudah mulai merasakan titik kelemahan sendiri dan teringat untuk menggantikan tenaga gabungan empat puluh sembilan orang guna menghadapi lawannya.
Sekarang mereka sedang menyusun barisan baru siap melancarkan serangan kembali ke arah kawanan jago. Dalam pada itu barisan berbentuk bulat dari para jago, kini telah berubah menjadi suatu barisan berbentuk segitiga. Thi Eng khi yang pada mulanya berdiri dipusat lingkaran barisan, sekarang malah berdiri diujung segitiga yang persis saling berhadapan muka dengan kawanan iblis. Sebaliknya pada dua sudut lainnya masing masing ditempati oleh Sam ku sinni dan yang lain oleh ketua Siau lim pay Ci long siansu.
Serangan dari orang orang Ban Seng kiong kembali bergerak, tampak empat puluh sembilan orang kakek itu dipimpin oleh seseorang dan berkumpul menjadi satu dengan rapatnya, tangan bergandeng tangan bahu menempel bahu. Sejak dari jarak puluhan kaki mereka sudah berpekik nyaring, kemudian diiringi hamburan debu langsung menerjang ke arah Thi Eng khi dengan kecepatan yang luar biasa.
Keadaan semacam itu sungguh mengejutkan hati siapapun yang melihatnya. Tiga tokoh tua yang melihat keadaan tersebut diam diam mulai menguatirkan keselamatan Thi Eng khi.
Sementara itu selisih jarak antara ke dua barisan tersebut makin lama semakin bertambah mendekat.
Kemudian ………….
“Blaaammm! Blaaaammm !” pada suatu saat yang sudah
diduga terjadilah ledakan dahsyat yang amat memekikkan telinga. Menyusul benturan dahsyat ini, debu yang tebal segera membumbung tinggi ke angkasa dan menyelimuti seluruh arena pertarungan dan menutupi pula bayangan manusia yang sedang beradu kekuatan.
Pelan pelan ketika angin gunung berhembus lewat
membuyarkan debu terlihat hasil dari bentrokan kekerasan
tersebut…..
Di pihak para jago :
Barisan belum membuyar, tapi semua orang sedang duduk bersila sambil mengatur pernapasan, di sisi kiri dan kanan barisan mereka masing masing muncul sebuah liang yang besar sekali.
Sebaliknya di pihak Ban seng kiong :
Bentuk barisan mereka sudah kacau balau tidak karuan bentuknya, ada yang di kanan ada yang di kiri, ada pula yang tergeletak di atas tanah sambil merintih, ada pula yang sedang mengatur napas dengan wajah lesu dan bermuram durja.
Namun tegasnya jumlah mereka yang terluka dan roboh jauh lebih banyak sedangkan yang masih dapat mengatur napas tinggal tak seberapa banyak lagi.
Dengan cepat segenap jago lihay dari Ban seng kiong yang masih berada disisi arena maju ke depan dan mengisi kembali barisan Hian im toa tin yang sudah terpukul hancur itu. Dalam pada itu di pihak para jago pun telah membentuk kembali barisan bulat seperti semula. Tampaknya serangan berikutnya sudah akan dilancarkan kembali.....
Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian tersebut segera memuji tiada hentinya.
“Thi sauhiap memang benar benar luar biasa, sekalipun dia sendiri sudah kehabisan tenaga namun masih bisa memakai ilmu Hua lik hun kong (memisahkan tenaga membuyarkan kekuatan) untuk menghancur lumatkan serangan gabungan dari empat puluh sembilan orang gembong iblis dari Ban seng kiong.”
Sementara dia baru selesai berkata, mendadak terdengar Keng thian giok cu Thi Keng membentak keras :
“Kena!”
Dengan jurus Kim liong tham jiu (Naga emas mementangkan cakar) secepat sambaran kilat langsung mencengkeram bahu kiri Hian im Tee kun. Dengan cepat Hian im Tee kun mengeluarkan jurus Siau kui to tho (setan kecil mencuri buah tho) untuk menghadapinya, bahu kirinya dibuang ke samping lalu ke lima jari tangan kanannya yang dipentangkan bagaikan cakar balas mencengkeram pergelangan tangan Keng thian giok cu Thi Keng.
Sewaktu melancarkan serangan, kedua belah pihak sama sama mempergunakan ilmu mencengkeram namun sewaktu saling beradu ternyata dari ilmu mencengkeram mereka telah berubah menjadi ilmu pukulan, sebuah bentrokan kekerasan pun segera terjadi. Tujuan Keng thian giok cu Thi Keng adalah melenyapkan bibit bencana dari muka bumi, maka semua serangan yang digunakan merupakan serangan serangan beradu jiwa yang dahsyat sekali.
Hian im Tee kun sendiripun merasa dendam dan benci sekali kepada Keng thian giok cu Thi Keng, terutama sekali kebuasan lawannya yang meneter dirinya habis habisan. Maka saat ini dia menyerang tanpa berbelas kasihan lagi, semua jurus serangan yang mematikan dipergunakan sehabis habisnya dengan mengerahkan segenap tenaga dalam yang dia miliki.
Akibat dari bentrokan tadi, Keng thian giok cu Thi Keng merasa sepasang bahunya bergetar keras sebelum dapat berdiri tegak sedang kakinya sama sekali tidak bergerak dari posisi semula. Hian Im Tee kun dengan kedudukannya sebagai jagoan nomor wahid dikolong langit malahan terdorong mundur sejauh satu langkah setengah akibat dari bentrok tersebut.
Dengan sebuah pukulan ternyata Keng thian giok cu Thi Keng berhasil mendesak Hian im Tee kun mundur sejauh satu langkah setengah, tanpa terasa semangatnya segera berkobar dan keinginannya untuk melenyapkan gembong iblis itupun semakin membulat.
Ditengah gelak tertawa nyaring yang memekikkan telinga, kemball dia terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit melawan Hian im Tee kun. Dalam waktu singkat napas kedua belah pihak sudah berubah menjadi berat dan ngos ngosan.
Beberapa saat kembali sudah lewat, ditengah bentakan gusar dan dengusan tertahan yang bergema bersamaan waktunya, dua sosok bayangan manusia itu saling berputar secepat petir kemudian saling berpisah.
Paras muka Keng thian giok cu Thi Keng berubah menjadi pucat pias seperti mayat napasnya tersengkel sengkal dan keringat telah membasahi seluruh jubah birunya. Hian im Tee kun berdiri saling berhadapan dengan Keng thian giok cu Thi Keng namun paras mukanya sama sekali tidak mengalami perubahan apa pun. Akan tetapi dadanya naik turun dengan hebatnya, bahkan berkali lipat lebih parah keadaannya ketimbang Keng thian giok cu Thi Keng.
Jelas dalam pertarungan yang barusan berlangsung, keadaannya jauh lebih parah dari pada Keng thian giok cu Thi Keng, hanya yang tidak mengerti adalah mengapa paras mukanya sama sekali tidak berubah menjadi pucat pias seperti keadaan Keng thian giok cu Thi Keng.
Sementara Sim ji sinni masih tidak habis mengerti, tiba tiba tampak Hian im Tee kun membungkukkan badannya dan memuntahkan darah segar. Keng thian giok cu Thi Keng segera menghembuskan napas panjang, katanya :
“Hian im Tee kun sudah terkena sebuah pukulan siaute yang amat berat, isi perutnya sudah hancur dan tak mungkin bisa hidup lebih lama lagi, tampaknya bibit bencana mungkin sudah dapat kita lenyapkan.”
Dengan cepat dia menotok tiga buah jalan darah ditubuh Hian im Tee kun agar tidak kehilangan banyak darah serta mempertahankan hidupnya untuk sementara waktu. Sim ji sinni, Tiang pek lojin So Seng pak serta Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi sangat gembira, serunya dengan cepat :
“Thi tua! Sekali lagi kau berhasil menyelamatkan dunia persilatan dari bencana besar, hal ini benar benar suatu peristiwa yang patut digembirakan!”
Keng thian giok cu Thi Keng tertawa :
"Berkat jasa dan bantuan saudara sekalian tugas ini dapat diselesaikan dengan baik kalau tidak, siaute pun merasa sukar untuk berhasil seperti sekarang ini."
Tiba tiba Bu im sin hong Kian Kim siang berseru :
“Biar siaute mengumumkan tentang kekalahan yang diderita Hian im Tee kun ini kepada semua orang, agar kawanan iblis dari Ban seng kiong tahu kalau keadaan sudah berubah dan pertarungan sengit tak usah dilanjutkan lagi.” “Saudara Kian, kalau begitu tolong kau lakukan dengan segera!” ucap Keng thian giok cu Thi Keng. Selesai berbicara, dia lantas duduk bersila diatas tanah dan mulai mengatur pernapasan.
Dengan suara keras bagaikan geledek Bu im sin hong Kian Kim siang segera berteriak lantang :
“Hian im Tee kun sudah berhasil dihajar oleh Keng thian giok cu Thi Keng sehingga terluka parah dan tertawan, harap kalian dari Ban seng kiong segera menghentikan serangan dan menyerahkan diri.”
Begitu berita tentang tertawannya Hian im Tee kun tersiar keluar, Ban seng kiong menderita pula kekalahan secara total, maka para iblis tersebut tak berani tinggal lebih lama lagi di situ, serentak mereka melarikan diri terbirit birit meninggalkan tempat tersebut. Hanya kawanan iblis yang terluka dan tak mampu kabur saja tetap tinggal ditempat, mereka kuatir para jago pendekar membunuh mereka, namun tak dapat menahan rasa sakit yang sedang diderita, sehingga suasana menjadi kacau balau dengan jeritan dan erangan kesakitan.
Selain daripada itu, ditengah arena masih ada dua pasang manusia melangsungkan pertarungan dengan sengitnya, satu pasang terdiri dari Bu Nay nay melawan Hian im li Cun Bwee, sedangkan yang lain adalah Pek leng siancu So Bwe leng melawan Hian im li Ciu Lan. Sesungguhnya Hian im ji li bukannya tidak berniat untuk kabur meninggalkan tempat tersebut, akan tetapi Bu Nay nay dan Pek leng siancu So Bwe leng mengurung mereka secara mati matian, hai ini membuat mereka sama sekali tak berkutik lagi.
Bu Nay nay mengurung Hian im li Cun Bwee dan menyerangnya habis habisan karena pada dasarnya dia memang sangat membenci segala bentuk kejahatan dia menganggap Hian im li sebagai anteknya Hian im Tee kun sebagai otak dari semua kejahatan, maka dia tak rela membiarkan antek dari segala kejahatan ini lolos dengan begitu saja. Itulah sebabnya dia mengurung dan mengepungnya terus secara ketat sekali.
Sebaliknya antara Pek leng siancu So Bwe leng melawan Hian im li Ciu Lan disamping karena dendam secara umum juga masih terselip sakit hati pribadi. Pada hakekatnya Pek leng siancu So Bwe leng sudah membenci Hian im li sampai merasuk ke tulang sumsumnya, sudah barang tentu dia tak akan membiarkan musuhnya itu kabur dari sana.
Sementara itu, kawanan pendekar telah turun tangan menolong kawanan iblis yang tak mampu kabur karena luka yang parah. Oleh sebab itu ditengah arena masih nampak bayangan manusia yang berkelebat kian kemari. Sim ji sinni yang menyaksikan Bu Nay nay masih bertempur seru macam orang kesurupan, dia segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas katanya :
“Nay nay, pentolannya sudah tertangkap, buat apa sih kau merecoki terus orang ini? Lepaskan saja dia! Adikmu toh tertawan oleh musuh, kita harus segera mencarinya.”
Teringat akan nasib adiknya Bu lm, semangat tempur Bu Nay nay segera pudar, dengan cepat dia menghentikan serangannya lalu berseru kepada Hian im li Cun Bwee.
“Aku mempunyai seorang saudara bernama Bu Im, kalian telah menyekapnya di mana?”
Hian im li Cun Bwee yang menyaksikan situasi telah berubah segera memberitahukan tempat Bu Im disekap, setelah itu dia sendiri cepat cepat melarikan diri meninggalkan tempat tersebut. Bu Nay nay pun tidak ambil diam, dia segera melesat ke depan untuk mencari Bu Im.
Hanya pertarungan antara Pek leng siancu So Bwe leng melawan Hian im li Ciu Lan masih berlangsung terus dengan serunya. Pek leng siancu So Bwe leng sudah terbiasa menuruti adat sendiri pada hakekatnya dia tak mau menuruti perkataan dari Sam ku sinni maupun kakeknya Tiang pek lojin So Seng pak, dia bersikeras hendak bertarung habis habisan melawan Hian im li Ciu Lan. Akhirnya Keng thian giok cu Thi Keng yang maju ke depan dan memberitahukan kepadanya kalau Thi Eng khi sudah hampir tak mampu menahan diri. Berita itu membuat Pek leng siancu So Bwe leng jadi terperanjat dan tak sempat melanjutkan pertarungan melawan Hian im li Ciu Lan lagi, cepat cepat dia kabur mencari Thi Eng khi.
Keng thian giok cu Thi segera memperingatkan Hian im li Ciu Lan agar tidak berbuat kejahatan lagi dan menganjurkan kepadanya untuk kembali ke jalan yang benar. Berhasil lolos dari kematian, Hian im li Ciu Lan nampak sangat terharu, beberapa kali dia seperti hendak mengucapkan sesuatu namun selalu tiada kesempatan dan tak berhasil mengutarakan isi hatinya. Menanti Keng thian giok cu Thi Keng sudah selesai berkata dan berlalu dari situ. Hian im li Ciu Lan berdiri sambil termenung beberapa saat, dia merasa bila isi hatinya diutarakan kepada para pendekar, tindakan tersebut bisa jadi akan memancing pandangan hina orang lain kepadanya. Terpaksa dia menghela napas sedih dan segera berlalu pula dari situ.
Thi Eng khi yang menyaksikan usaha mereka telah sukses, semangatnya pun mengendor, dia setuju untuk mencabut keluar jarum emas dari tubuhnya dan segera tertidur pulas. Hui cun siucay Seng Tiok sian dengan peluh membasahi seluruh tubuhnya mengurut tiada hentinya disekujur badan Thi Eng khi, kalau dilihat dari sikap tegang yang menghiasi wajahnya dapat diketahui kalau tertidurnya Thi Eng khi bukan suatu gejala yang wajar....
Pek leng siancu So Bwe leng buru buru lari mendekat, melihat keadaan dari Thi Eng khi tersebut, tanpa berpikir panjang lagi dia lantas menjerit :
"Engkoh Eng!"
Dia hendak menubruk ke atas tubuhnya. Untung sekali Ciu Tin tin bertindak cepat dan menghalanginya, sehingga tidak sampai kejadian tersebut mengganggu Hui cun siucay Seng Tiok sian yang sedang melakukan pengobatan. Setelah berhasil menghalangi Pek leng siancu So Bwe leng, Ciu Tin tin segera menariknya ke samping dan ujarnya :
"Adik Leng, jangan gelisah, adik Eng tidak apa apa, seandainya dia terjadi sesuatu, coba lihatlah masa cici dapat bersikap tenang seperti ini?"
Bicara punya bicara suaranya menjadi parau dan tak terbendung lagi air matanya segera jatuh bercucuran.
"Enci Tin!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera berseru lirih. Mereka saling bergenggaman tangan erat erat, dua hati seperti mempunyai perasaan yang sama, seakan akan menghadapi perubahan cuaca yang tak menentu sehingga napasnya terasa menjadi sesak sekali. Lama sekali Hui cun siucay Seng Tiok sian bekerja keras sampai sekujur tubuhnya basah oleh keringat, akhirnya sekulum senyuman mulai menghiasi ujung bibirnya, dia berkata: "Saudara Thi memang benar benar memiliki bakat yang luar biasa sekali, sekarang kesempatannya untuk hidup sudah tumbuh dan pelan pelan kekuatannya akan pulih kembali, sekarang biarkan saja dia tidur barang sepuluh atau setengah bulan lamanya!"
"Apa? Tertidur sampai sepuluh hari atau setengan bulan? Apakah dia tak akan mati kelaparan?" seru Pek leng siancu So Bwe leng dengan terkejut.
Ciu Tin tin segera memperingatkan Pek leng siancu So Bwe leng :
"Adik Leng, jangan lupa orang yang menggunakan ilmu Ku si toa hoat hun bisa bertahan untuk hidup selama setengah tahun tanpa dahar, sepuluh hari atau setengah bulan masih belum terhitung seberapa... "
"Tenaga dalam yang dimiliki engkoh Eng sudah punah, bagaimana mungkin dia dapat mempergunakan ilmu Ku si toa hoat lagi?"
"Seng tayhiap telah melaksanakan ilmu Ci liong jiu hoat diatas tubuh Adik Eng, kasiatnya tidak berbeda jauh dengan ilmu ku si toa hoat, cuma yang satu secara otomatis sedangkan yang lain dilakukan orang."
Untuk sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu Thi Eng khi yang tertidur ditemani oleh Pek leng siancu so Bwe leng dan Ciu Tin tin. Tatkala Keng thian giok cu Thi Keng sekalian menyaksikan persoalan tentang Thi Eng khi sudah beres, mereka lantas meminta kepada Hui cun siucay Seng Tiok sian untuk menolong Hian im Tee kun dengan maksud agar menyelamatkan selembar jiwanya yang sedang kritis... Waktu itu Hian im Tee kun memang sudah bernafas lemah sekali, jaraknya dengan kematian pun sudah tidak jauh lagi. Secara beruntun Hui cun siucay Seng Tiok sian menotok tujuh buah jalan darah Hian im Tee kun dan mencecoki sejumlah obat obatan ke dalam mulutnya, kesempatan hidup dari Hian im Tee kun pun lambat laun pulih kembali.
Hui cun siucay Seng Tiok sian memeriksa dahulu denyutan nadi kanan Hian im Tee kun, kemudian memeriksa pula denyutan nadi sebelah kirinya. Dengan tiga jari tangannya menempel di nadi sebelah kiri Hian im Tee kun, dia segera merasakan denyutan nadinya menunjukkan gejala aneh. Sebab dia pernah mendengar orang berkata lengan kiri Hian im Tee kun sudah terpapas sebagian oleh sambaran pedang terbang Thi Eng khi, namun sewaktu memeriksa denyutan nadinya sekarang, dia menemukan sebuah lengan kiri yang masih utuh. Begitu timbul perasaan curiganya, untuk membuktikan kebenaran dari kecurigaannya tersebut Hui cun siucay Seng Tiok sian segera melepaskan balutan tangan kiri Hian im Tee kun. Apa yang diduga ternyata benar, dia berhasil menemukan sebuah lengan yang utuh. Ketika semua orang menyaksikan hal tersebut, maka timbullah kecurigaan kalau orang ini bukan Hian im Tee kun yang sesungguhnya.
Hui cun siucay Seng Tiok sian mencoba untuk memeriksa raut wajah Hian im Tee kun, akan tetapi tidak dijumpai pula topeng kulit manusia atau sebangsanya disitu, hal mana semakin membingungkan para jago. Tapi, kalau toh lengan kirinya tetap utuh bagaimana mungkin dia adalah Hian im Tee kun yang asli? Perasaan heran, kaget dan curiga segera meliputi seluruh wajah para jago bahkan mereka lupa untuk memikirkan suatu kenyataan yang sesungguhnya mudah untuk membuktikan hal tersebut. Pelan pelan Hian im Tee kun sadar kembali dari pingsannya, dengan lemah tak bertenaga dia memandang sekejap ke wajah empat tokoh sakti itu dan akhirnya berhenti diwajah Keng thian giok cu Thi Keng, setelah menunjukkan senyuman getir yang lemah, bisiknya dengan lesu :
“Thi lojin, lohu sudah melatih diri selama empat puluh tahun namun nyatanya belum berhasil menangkan dirimu, apa artinya bagiku untuk hidup lebih jauh?”
Selesai berkata dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya yang baru pulih untuk memutuskan urat nadi sendiri tak ampun dia segera muntah darah segar dan tewas seketika. Sekarang para jago baru teringat akan seseorang, serunya kemudian tertahan: “Ooh… rupanya Hian im Tee kun gadungan ini hasil penyaruan dari Huan im sin ang Ui Sam ciat!”
Keng thian giok cu Thi Keng menghela napas pula sembari berkata :
“Ilmu menyaru muka dari Huan im sin ang Ui Sam ciat memang betul betul sangat lihay, seandainya dia tidak mengungkapkan sendiri identitasnya, lohu benar benar tidak habis mengerti apa sebabnya tenaga dalam yang dimiliki Hian im Tee kun tak mampu menandingi lohu...”
Rupanya semenjak istana Ban seng kiong nya dirampas dan diduduki Hian im Tee kun, Huan im sin ang Ui Sam ciat sadar kalau dia tak akan berhasil merebut kembali istana dari tangan musuh maka dengan mewujudkan suatu sikap yang sangat hormat dan berbakti, Hian im sin ang Ui Sam ciat berusaha untuk bekerja dengan bersungguh hati. Ditambah pula dia memang pandai menarik kepercayaan Hian im Tee kun, akhirnya selain memperoleh kepercayaan, bahkan tenaga dalamnya yang punah berhasil diperoleh kembali. Bukan cuma begitu, diapun banyak memperoleh pelajaran ilmu silat dari bekas lawannya ini.
Sejak pertarungannya melawan Thi Eng khi, selain Hian im Tee kun kehilangan separuh tangannya, baik bagian luar maupun isi perutnya telah peroleh luka yang cukup parah. Hian im Tee kun sadar kalau Thi Eng khi bukan seorang musuh yang mudah dihadapi, maka diapun meminta kepada Huan im sia ang Ui Sam ciat untuk menyaru sebagai dirinya dan menduduki istana Ban seng kiong, sementara pelbagai tugas dan kewajiban diserahkan kepada Hian im ji li. Hian im Tee kun sendiri menyembunyikan diri di suatu tempat yang rahasia dan terpencil untuk mempelajari beberapa macam kepandaian yang lebih hebat sebagai persiapan untuk menghadapi Thi Eng khi.
Sekarang sudah semua orang tahu bahwa Hian im Tee kun gadungan hasil penyaruan dari Huan im sin ang otomatis pikiran semua orangpun dialihkan ke masalah Hian im Tee kun yang asli, maka pelbagai pertanyaan pun segera bermunculan : “Ke mana perginya Hian im Tee kun? Ke mana perginya Hian im Tee kun...?”
Pertanyaan tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh istana Ban seng kiong. Bu im sin hong Kian Kim siang mendongkol sekali, dengan penuh amarah serunya :
“Mari kita segera mencari kawanan anak iblis yang terluka itu,
coba ditanyakan ke mana kaburnya Hian im Tee kun!”
Sim ji sinni yang menyaksikan kegusaran orang segera tersenyum dan menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya :
“Sekalipun Huan im sin ang hidup kembali, belum tentu dia akan tahu ke mana perginya Hian im Tee kun, apalagi orang
orang lainnya.”
“Masa kita harus menyudahi persoalan sampai disini saja?”
seru Bu im sin hong Kian Kim siang sambil menghela napas.
Keng thian giok cu Thi Keng segera berkata pula : “Sehari Hian im Tee kun belum berhasil dilenyapkan dari muka bumi, dunia persilatan tak akan pernah mengecap
ketenangan dan kedamaian, sudah barang tentu kita tak boleh melepaskan dirinya dengan begitu saja, cuma persoalan toh tak usah terburu buru harus diselesaikan dalam sehari, lebih baik kita selesaikan dulu kawanan iblis yang berada di istana Ban seng kiong, kemudian baru berunding lebih jauh.”
Menyelesaikan kawanan iblis dari Ban seng kiong memang merupakan tugas yang harus segera diselesaikan secepatnya, karena sekali salah bertindak, bisa jadi akan menimbulkan bibit bencana yang lain, maka para jago mau tak mau harus bertindak dengan berhati hati sekali. Untung saja semua orang mempunyai sikap berbesar hati dan berpandangan luas dengan tak bosan bosannya mereka membujuk dan menasehati kawanan ibis itu sampai mereka dapat menghilangkan sifat jahatnya sebelurn dilepaskan pergi dengan harapan mereka dapat hidup sebagai manusia lain. Sedangkan kawanan iblis kecil yang tidak masuk hitungan, ditugaskan pendidikannya kepada Ban li tui hong Cu Ngo, si pencuri sakti Go Jit dan Siu Cu untuk diselesaikan.
Kini, meskipun istana Ban seng kiong berhasil dilumpuhkan namun Hian im Tee kun belum berhasil dilenyapkan. Para jago sekarang boleh dibilang baru berhasil menyelesaikan setengah dari tugasnya, sedangkan tujuan untuk melenyapkan ancaman bahaya bagi keselamatan dunia persilatan masih ada setengah lagi yang belum terselesaikan. Dari posisi terang Hian im Tee kun telah beralih ke tempat kegelapan, tugas untuk melenyapkan dirinya sekarang pun akan menjadi suatu tugas yang tidak gampang.
Karena para jago sadar kalau untuk mengumpulkan kekuatan seperti ini bukan suatu pekerjaan yang gampang, maka untuk sementara waktu semua orang berkumpul di istana Ban seng kiong guna mempermudah tugas dan tujuan mereka menghadapi Hian im Tee kun.
Bu tong pay terletak paling dekat dengan istana Ban seng kiong, ketua Bu tong pay Keng hian totiang segera mengundang datang jago jagonya dalam jumlah yang lebih banyak agar lebih mempermudah pengawasan. Sedangkan ketua ketua dari partai lain pun segera menurunkan perintah kepada anak buahnya agar melakukan penyelidikan yang teliti atas jejak Hian im Tee kun sehingga mempermudah usaha mereka untuk membasminya.
Dalam jangka waktu yang cukup lama ini, jago jago yang belum berhasil memulihkan kembali tenaganya seperti Ci kay taysu dan Ci liong dari Siau lim pay, Keng it dan Keng ning totiang dari Bu tong pay, Pit tee jiu Wong Tin pak dan Ngo liu sianseng Lim Biau lim dari Thian liong pay, atas bantuan dari Ciu Tin tin dapat pula memperoleh kembali tenaga dalamnya.
Masalah yang masih tersisa sekarang tinggal bagaimana caranya untuk memulihkan kembali kekuatan dari Thi Eng khi. Padahal Thi Eng khi sudah berhasil melatih tubuhnya sehingga kebal dan luar biasa, masalah untuk memulihkan kembali kekuatannya sudah bukan menjadi masalah lagi, karena tinggal menunggu waktu belaka. Akan tetapi berhubung para jago tidak jelas mengetahui sampai dimanakah kekua¬tan tubuh serta kepandaian yang dimilikinya, maka penilaian mereka terhadap Thi Eng khi pun menurut penilaian orang orang pada umumnya, jadi sebenarnya merupakan suatu kekeliruan yang cukup fatal. Namun dengan makin berlarutnya sang waktu, oleh karena paras muka Thi Eng khi juga mengalami perubahan yang menggembirakan, maka rasa kuatir serta perasaan murung para jago pun secara otomatis turut menjadi lenyap.
Pada hari kesembilan puluh setelah Ban seng kiong berhasil direbut para jago, Thi Eng khi juga berhasil memulihkan kembali tenaga dalamnya. Namun selama beberapa waktu itu, jejak Hian im Tee kun ibaratnya sebatang jarum ditengah dasar samudra yang luas, sulit untuk menemukan kembali jejaknya. Hari ini para jago kembali melanjutkan perundingan mereka tentang bagaimana caranya menemukan jejak Hian im Tee kun yang menghilang.
Thi Eng Khi yang berhasil memperoleh kembali tenaga dalamnya turut pula didalam perundingan tersebut. Sementara semua orang masih berunding dengan serius, mendadak Thi Eng khi teringat akan satu persoalan yakni ketika pertama kalinya berjumpa dengan Hian im Tee kun.
Waktu itu Thi Eng khi baru saja memperoleh Kim khong giok lok wan dari gua Yang sim tongnya Cu sim ci cu Thio Biau liong dan bermaksud baik untuk memenuhi undangan si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian, namun dituduh orang sebagai pembunuh Ting tayhiap dari bukit Huan keng san sehingga persoalan harus diakhiri dalam keadaan tidak gembira. Ketika Thi Eng khi yang harus menyelamatkan jiwa Pek leng siancu So Bwe leng harus berangkat kembali ke Sah si, tak beruntung ia dijebak oleh Huan im sin ang dan dijebak dalam sebuah kuil dimana nyaris dia mati dibakar hidup hidup.
Kemudian Thi Eng khi dengan menggunakan ilmu Heng kian sinkang berhasil menyembunyikan diri dibawah tanah dan tanpa sengaja terjerumus ke dalam sebuah lorong rahasia dan menemukan sebuah gua batu.
Waktu itu berhubung dia harus buru buru kembali ke bukit Siong san dan tak ingin mencari gara gara maka dia tidak langsung masuk ke gua untuk melakukan penyelidikan lebih jauh. Akan tetapi sewaktu hendak keluar dari lorong rahasia tersebut, dijumpainya seorang kakek berwajah putih berjubah hijau bersama seorang gadis yang cantik jelita sedang keluar dari lorong rahasia tersebut. Oleh sebab itu, tak sulit untuk diduga kalau kedua orang tersebut memang berdiam dalam istana dibawah lorong rahasia tersebut….
Kemudian Thi Eng khi baru tahu kalau tua dan muda itu bukan lain adalah Hian im Tee kun serta Hian im li Cun Bwee. Atau bila diduga selangkah lebih maju, bisa jadi gua tersebut merupakan sarang dari Hian im Tee kun. Bahkan sekarang pun bisa diduga kalau Hian im Tee kun besar kumungkinannya sedang bersembunyi didalam sarangnya tersebut. Setelah mempunyai pemikiran demikian, maka diapun lantas mengungkapkan hal tersebut kepada semua orang.