Jilid 27

Kwik toanio masih ingin mencegah, tapi Thi Eng khi segera berkata sambil tertawa :

“Hati yang polos merupakan sesuatu yang berharga, harap toanio memberi kesempatan baginya untuk berbicara!” “Ibu, bukankah kau seringkali berkata, bila persoalan menjadi jelas, hati baru tentram?”

Setelah berhenti sejenak, ia berkata lagi :

“Paman Thi, sudah jelaskah kau dengan duduknya persoalan?”

Ucapan mana kontan saja membuat semua orang yang berada dalam ruangan itu menjadi tertegun. Mendadak Thi Eng khi menggebrak meja keras keras membuat semua orang yang sedang tertegun menjadi amat terkejut. Terdengar Thi Eng khi berkata dengan wajah serius :

“Untuk menciptakan kesejahteraan hidup umat manusia, sekalipun harus menyingkirkan keluarga sendiri, aku Thi Eng khi bersedia untuk melaksanakannya!”

Jelas dia sudah mengambil keputusan untuk menempuh jalan seperti apa yang dipikirkan.

“Omitohud!” Sam ku sinni segera merangkap tangannya didepan dada sambil memuji keagungan sang Buddha, “kegagahan Thi sauhiap sungguh membuat pinni merasa kagum, tampaknya aku harus menemani sauhiap untuk berkunjung ke Hway im ….”

“Aku si pencuri tua bersedia menjadi pembuka jalan!” pencuri sakti Go Jit menyambung dengan gembira.

Tentu saja usul tersebut didukung oleh Pek leng siancu So Bwe leng……

Dengan perasaan hati yang berat, Thi Eng khi mengucapkan terima kasih kepada mereka, kemudian dia pun meminta kepada ketua kuil Siau lim si untuk mewakilinya merawat Kwik toanio berdua, sedang dia sendiri bersama Sam ku sinni sekalian malam itu juga berangkat menuju ke kota Hway im.

Berhubung perjalanan dari Phu thian di propinsi Hok kian sampai kota Hway im amat jauh, tentu saja perjalanan mereka tak bisa ditempuh hanya dalam waktu satu hari saja. Berita tentang bergabungnya perguruan Thian liong pay ke dalam panji kekuasaan Ban seng kiong meski dianggap sebagai suatu berita yang istimewa di wilayah Hok kian, padahal setiap umat persilatan yang berada di daratan Tionggoan mengetahui kabar tersebut. 

Ada orang yang menantikan perkembangan selanjutnya dengan tenang. Tapi ada pula yang segera mengejek dengan sinis :

“Huuh, begitulah akhirnya kalau perguruan tersebut cuma sebuah perguruan sampah didalam dunia persilatan!”

Ketika berita itu tersiar sampai markas besar Thian liong pay di kota Hway im, kebetulan para jago dari Thian liong pay sedang bersedih hati dan gelisah karena kematian Huang oh siansu di istana Ban seng kiong dan hilang lenyapnya Thi Eng khi dari dunia persilatan.

Baru saja berita itu tersiar ke telinga mereka, siapa tahu keesokan harinya pihak Ban seng kiong secara resmi telah mengirim sepucuk surat dari Keng thian giok cu Thi Keng kepada mereka.

Isi surat itu mewajibkan mereka dalam lima hari harus sudah mempersiapkan upacara penyambutan datangnya utusan dari Ban seng kiong. Walaupun partai Thian liong pay yang sekarang belum pulih kembali kedudukan serta pamornya dalam dunia persilatan, namun berhubung anak murid mereka yang semula tersebar luas dimana mana kini telah berkumpul semua, maka suasananya boleh dibilang amat meriah.

Tapi berita kematian dari Huang oh siansu telah mendatangkan perasaan hati yang sedih dan berat. Apalagi datangnya pemberitahuan secara resmi dari pihak Ban seng kiong, kontan saja membuat kehidupan baru mereka semakin tertekan dan terjerumus dalam keadaan serba tak tenang.

Sementara itu, di ruang tengah markas besar Thian liong pay telah berkumpul enam orang dari angkatan ke sepuluh. Orang yang duduk di kursi tengah adalah ibu kandung Thi Eng khi yakni Yap Siu ling, berhubung dia adalah ibu kandung ciangbunjin mereka, meski masuk perguruan paling lambat, namun ia dihormati semua orang sebagai seorang angkatan tua.

Lima orang sisanya adalah Pit tee jiu Wong Tin pak, Sam ciat jiu Li Tin tang, San tian jiu Oh Tin lam, Sin lui jiu Kwan Tin say dan Ngo liu sianseng Lim Biau lim. Di tangan Pit tee jiu Wong Tin pak nampak membawa surat pemberitahuan resmi dari Ban seng kiong.

Sedangkan di tangan Yap Siu ling memegang surat pribadi yang ditulis sendiri oleh Keng thian giok cu Thi Keng.

Terhadap surat pemberitahuan dari Ban seng kiong yang menggemaskan dan menggusarkan itu boleh saja bagi mereka untuk tidak dipertimbangkan, tapi terhadap surat pribadi dari Keng thian giok cu Thi Keng mau tak mau mereka harus memandang serius.

Sebagaimana diketahui, Keng thian giok cu Thi Keng adalah ciangbunjin angkatan kesembilan dari Thian liong pay, yaitu guru dari kelima orang itu. Surat pribadinya dalam pandangan mereka hanya bisa diartikan sebagai sepatah kata saja yakni :

“Turut perintah! Perintah yang tak mungkin boleh dibantah!”

Berbicara bagi seorang anak murid Thian liong pay, hal ini merupakan suatu keputusan yang tak boleh disangsikan atau diragukan lagi. Sementara itu, Yap Siu ling dengan suara yang gemetar sedang mengulangi membaca isi surat Keng thian giok cu Thi Keng untuk ketiga kalinya :

“Ditujukan untuk Siu ling menantuku :

Sudah lama aku mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan, sesungguhnya aku enggan mencampuri urusan kalian lagi, tapi berhubung kudengar anak murid kita selama dua puluh tahun belakangan ini sering dihina dan dicemooh partai lain, hatiku menjadi sedih sekali.

Bayangkan saja, empat puluh tahun berselang, ketika aku malang melintang dalam dunia persilatan dulu, banyak orang telah kubantu dan banyak partai kubela, tak nyana mereka tak tahu budi, bukan membalas budi sebaliknya malah menghina kita habis habisan, kejadian ini sungguh membuat hatiku menyesal. Hian im Tee kun adalah sahabat karibku, kini dia muncul untuk menolong sesamanya, membela kaum lemah dan menegakkan keadilan, tertarik oleh cita citanya yang luhur itu maka sewaktu ditawari jabatan sebagai Ciong liong tongcu, tawaran itu keterima dengan senang hati, karena dengan cara ini aku yakin Thian liong pay kita akan berjaya kembali.

Kini Hian im Tee kun sangat berharap partai kita bisa bergabung dengan Ban seng kiong untuk bersama sama mencapai dunia yang adil, kuharap kalian menerima uluran tangan ini.

Sampai waktunya, aku akan datang sendiri ke rumah, jangan lupa sampaikan pula harapanku pada Tin pak sekalian agar segera menyiapkan diri.”

Setelah Yap Siu ling membaca isi surat tersebut dengan lantang, semua orang menjadi termenung untuk beberapa saat. Akhirnya Sam ciat jiu Li Tin tang menghela napas panjang, kemudian berkata

:

“Bila didengar dari nada pembicaraan yang tercantum dalam surat tersebut, entah nadanya entah gaya bahasanya, aku selain merasa jauh berbeda dengan karakter suhu dia orang tua di hari hari biasa, sungguh sulit untuk dipercayai bahwa tulisan ini berasal dari suhu.”

“Bila berbicara soal gaya tulisannya,” Yap Siu ling turut berkata dengan kening berkerut, “siau moay telah membandingkan tulisan tersebut dengan tulisan dia orang tua yang ditulis dua puluh tahun berselang, nyatanya bukan cuma gaya tulisannya sama, bahkan nampak lebih kuat dan bertenaga, andaikata bukan dia orang tua, mustahil ada orang yang bisa menirukan tulisannya begitu persis. Tapi..... tapi..... aaaai. ”

“Sam suheng, ” seru Sin lui jiu Kwan Tin say dengan suara lantang, “aku rasa kau berpikiran kelewat jauh dan berpandangan kelewat terbatas, siaute rasa kalau toh tulisan itu berasal dari tulisan suhu ia orang tua, sesungguhnya tiada kepentingan untuk dirundingkan lagi, laksanakan saja seperti apa yang diminta!” “Yaa, betul ” sambung San tian jiu Oh Tin lam pula cepat ,“kalau memang dia orang tua sudah bermaksud untuk kembali dan menyelesaikan sendiri persoalan ini, menurut pendapat siaute, lebih baik laksanakan saja persiapan seperti apa yang diperintahkan!”

Pit tee jiu Wong Tin pak tidak langsung menanggapi usul rekan rekannya, melainkan berpaling ke arah Ngo liu sianseng Lim Biau lim, kemudian bertanya :

“Lim suheng, bagaimana menurut pendapatmu?”

Rupanya diantara sekian banyak orang yang hadir sekarang, usia Ngo liu sianseng Lim Biau lim terhitung paling tua. Ngo liu sianseng Lim Biau lim termenung dan berpikir sejenak, kemudian katanya :

“Berbicara dari sudut seorang murid terhadap ketua perguruan, tulisan dari lo ciangbunjin memang tak pantas dibangkang atau dicurigai, tapi kalau berbicara menurut tingkah laku orang orang Ban seng kiong selama ini dan kesejahteraan umat persilatan pada umumnya, kita harus mempersiapkan juga perubahan perubahan yang diperlukan daripada termakan siasat busuk orang orang Ban seng kiong. Sebab banyak orang berbakat di dunia ini, soal memalsukan gaya tulisan seseorang bukanlah sesuatu yang menyulitkan, jika kita kurang berhati-hati dalam menghadapi kasus seperti ini, seandainya sampai salah bertindak maka akan menyesal sepanjang masa dan kita akan malu untuk berjumpa dengan cousu sekalian yang telah berada di alam baka ”

“Bagaimana menurut pendapat sumoay?” Pit tee jiu Wong Tin pak bertanya pula kepada Yap Siu ling.

Yap Siu ling menutup wajahnya rapat rapat dan menangis tersedu sedu, ucapnya :

“Suami siau moay telah tiada, anakku hilang tak tahu ujung rimbanya, apalagi yang bisa kuucapkan? Silahkan suheng saja yang mengambil keputusan !”

Padahal dalam hati kecilnya sudah mempunyai rencana matang, dia tak berani membangkang perintah atasan, namun juga tak ingin takluk kepada musuh besarnya maka dia berencana untuk menyusul suaminya di alam baka saja.

Ketika Pit tee jiu Wong Tin pak sudah selesai mendengarkan pendapat semua orang, dia lantas tertawa pedih, lalu katanya : “Tampaknya kita harus mempersiapkan segala sesuatunya.”

“Suheng. ” Sam ciat jiu Li Tin tang menjerit dengan perasaan

amat sedih.

Tidak menunggu ia sempat mengutarakan isi hatinya, Pit tee jiu Wong Tin pak telah mengulapkan tangannya sambil menukas :

“Tak usah dibicarakan lagi, keputusanku sudah bulat!”

Sam ciat jiu Li Tin tang tertawa getir, dengan wajah yang lesu dia melirik sekejap meja abu dimana diletakkan abu dari cousu generasi lampau, tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya.

Waktu itu, San tian jiu Oh Tin lam dan Sin lui jiu Kwik Tin say yang lebih menitik beratkan untuk menuruti perintah gurunya juga menunjukkan paras muka amat sedih.

Seperti diketahui, untuk membingungkan umat persilatan terhadap kekuatan sesungguhnya yang dimiliki pihak Ban seng kiong, Hian im Tee kun sengaja mengumumkan ke dunia persilatan bahwa empat tokoh besar dari dunia persilatan yakni Keng thian giok cu Thi Keng, Sim ji sinni, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im sin hong Kian Kim siang telah bergabung dengan pihaknya masing- masing menjabat sebagai Ciang liong tongcu, Pek hou tongcu, Cu ciok tongcu dan Hian bu tongcu.

Keempat tokoh persilatan yang disebut itu semuanya merupakan tokoh umat persilatan dari golongan lurus, bagaimana mungkin manusia manusia suci itu bersedia berkomplotan dengan Hian im Tee kun untuk melakukan kejahatan dalam dunia persilatan?

Tentu saja Hian im Tee kun sendiripun cukup menyadari bahwa mustahil bagi pihaknya untuk menjaring keempat tokoh persilatan itu bergabung dengan pihak Ban seng kiong. Itulah sebabnya terpaksa dia menitahkan kepada Huan in sin ang untuk merubah wajah keempat orang gembong iblis andalannya menjadi keempat tokoh besar itu dan menerima jabatan sebagai empat tongcu dari empat ruangan.

Rahasia penyaruan ini dilakukan teramat berhati hati, hingga dalam istana Ban seng kiong, selain empat orang gembong iblis yang melakukan penyaruan tersebut, cuma Hian im Tee kun serta Hiam im ji li dan Huan im sin ang yang mengetahui keadaan yang sesungguhnya.

Bila orang gadungan melakukan kejahatan dengan merusak nama baik orang yang sebenarnya, maka akibat dan resiko yang bakal dihadapi adalah pembalasan dendam dari keempat tokoh persilatan tersebut. Maka Hian im Tee kun kembali mempersiapkan suatu tindakan yang amat keji, yakni memasang jaring dan menunggu korbannya masuk perangkap.

Cuma diantara sekian banyak persoalan ada satu hal yang memaksa Hian im Tee kun harus menambah suatu pertimbangan lain. Persoalan itu adalah mati hidupnya Keng thian giok cu Thi Keng di dunia ini, apakah tokoh besar ini masih hidup atau sudah mati, hingga kini masih belum berhasil diselidiki.

Sehingga akibatnya dalam seluruh rencana besarnya yang mendekati kesempurnaan itu, kejadian itu boleh dibilang merupakan satu satunya titik kelemahan yang ada. Untuk mengatasi keadaan yang berbahaya itu, dia lantas menyebarkan berita di tempat luaran yang mengatakan bahwa dia hendak melalap seluruh perguruan Thian liong pay, sebab hanya cara inilah yang dirasakan olehnya sebagai jalan terbaik.

Asal Keng thian giok cu Thi Keng masih berada di dunia ini, sudah pasti dia akan munculkan diri guna membelai nama baik Thian liong pay dari ancaman kepunahan. Asal ada seorang saja diantara keempat tokoh besar itu rontok, maka sisanya sudah pasti akan terjatuh pula ke dalam cengkeramannya. Untuk mewujudkan cita cita besar dan ambisinya, maka ia memutuskan untuk mulai menekan anggota Thian liong pay baik secara fisik maupun dengan tekanan batin.

Kesedihan yang meliputi seluruh ruangan Thian liong sin tong mendadak dipecahkan oleh bunyi langkah kaki manusia. Thian Heng, seorang anggota Thian liong pay muncul dalam ruangan sambil melaporkan :

“Menurut berita kilat yang baru sampai, sucou dia orang tua telah munculkan diri di tengah kota Hway im, sebentar lagi tentu akan muncul disini, harap ji susiok segera menurunkan perintah.”

Pit tee jiu Wong Tin pak melirik sekejap kearah saudara saudara seperguruannya, kemudian menjawab :

“Ehmmm, sudah tahu! Cepat persiapkan sambutan untuk menyambut kedatangan Sucou!”

Thian Heng mengiakan dan segera mengundurkan diri, tak sampai setengah perminum teh kemudian, putra Ngo liu sianseng Lim Biau lim yang bernama Lim Pak sian telah menerjang masuk dengan napas tersengkal-sengkal. Waktu itu Ngo liu sianseng Lim Biau lim sedang merasa kesal dan murung, melihat tingkah laku putranya, dia segera membentak dengan nada mendongkol :

“Hei, kau anggap tempat apakah ini? Kau kira boleh masuk kemari secara sembrono? Ayo cepat menggelinding keluar dari sini!”

Didamprat oleh ayahnya, Lim Pak sian merasa makin gelisah, ucapan yang semula hendak diutarakan, kini malah serasa tersumbat dan tak mampu diutarakan keluar. Sam ciat jiu Li Tin tang segera menengahi, katanya :

“Lim suheng, Pak sian sedang terburu buru, berarti ada urusan penting yang hendak disampaikan, jangan kau damprat dia lebih dulu.”

Ngo liu sianseng Lim Biau lim mendengus :

“Sucou dia orang tua sudah berada satu li saja dari sini!”

“Mengapa tidak kau katakan sedari tadi!” bentak Ngo liu sianseng Lim Biau lim dengan marah. “Mari kita segera menyambut kedatangan dia orang tua!” kata Pit tee jiu Wong Tin pak cepat. Ia segera beranjak dan meninggalkan ruangan Thian liong sin tong lebih dahulu. Baru saja mereka tiba di luar ruangan, tampaklah dari depan pintu sudah muncul empat orang manusia.

Pit tee jiu Wong Tin pak sekalian sama sekali tidak menyangka kalau secepat itu Keng thian giok cu Thi Keng sudah sampai disana, kontan saja mereka dibikin gelalapan sendiri. Buru buru mereka menjatuhkan diri berlutut seraya berseru :

“Menyambut kedatangan Insu!”

Keng thian giok cu Thi Keng mendengus dingin, tanpa menggubris ia langsung masuk ke ruang tengah. Penyambutan anak murid Thian liong pay yang kurang sempurna membuat gusarnya Keng thian giok cu Thi Keng, tapi juga memalukan Pit tee jiu sekalian, sehingga untuk beberapa saat mereka tak berani mendongakkan kepalanya lagi. Hingga Keng thian giok cu Thi Keng sudah masuk ke dalam ruangan, mereka baru ikut masuk kedalam ruangan dengan wajah tersipu. Sementara itu Keng thian giok cu Thi Keng bersama tiga orang rekannya sudah mencapai tengah ruangan dan bersama sama mengambil tempat duduk ......

Dari ketiga orang rekannya itu, yang seorang adalah nikou muda yang berwajah cantik, sedang dua orang lainnya adalah kakek berwajah gagah. Dari ketiga orang tamu yang hadir, kecuali orang yang menempati kursi kedua yang dikenali sebagai Tiang pek lojin, dua orang lainnya sama sekali tidak dikenal.

Terpaksa Tee pit jiu Wong Tin pak harus mengeraskan kepala dengan memimpin kelima orang saudara seperguruannya bersama sama memberi hormat lagi kepada Keng thian giok cu Thi Keng.

Pada saat ini, nampaknya amarah Thi Keng sudah jauh meredam sambil menghela napas dan mengulapkan tangannya dia berkata :

“Bangunlah kalian semua!”

Kemudian setelah menghela napas panjang, katanya lebih jauh : “Sudah puluhan tahun aku tak pernah pulang, sesungguhnya dalam hati kecilku selalu merindukan kalian, maka begitu berangkat pulang aku lantas jalan dengan tergesa gesa, hingga akibatnya lima hari sebelum waktu yang ditentukan telah sampai disini, kini aku telah bersua dengan kalian, hatipun merasa lega sekali.”

Nada pembicaraannya amat lembut dan menaruh perhatian besar, sama sekali tidak disinggung lagi soal penyambutan anak muridnya yang kurang baik tadi. Pit tee jiu Wong Tin pak sekalian kembali merasa amat terharu, perasaan tak senang yang mencekam hati mereka tadi pun kini turut tersapu lenyap hingga tak berbekas.

Selanjutnya Keng thian giok cu Thi Keng menitahkan kepada mereka untuk memberi hormat kepada tiga orang tamu agungnya, sekarang mereka baru tahu kalau nikou muda serta kakek yang seorang lagi adalah Sim ji sinni yang amat termashur itu serta Bu im sin hong Kian Kim siang.

Tiga orang tamu agung itu bersikap amat sungkan terhadap mereka, sama sekali tidak pasang gaya, pun tidak memperkenankan mereka melakukan penghormatan besar malah mereka sempat memuji tindak tanduk Thian liong pay selama ini. Menyusul kemudian adalah penyembahan dari keenam tianglo serta sekalian anak murid Thian liong pay lainnya.

Dengan wajah berseri, Keng thian giok cu Thi Keng menyambut penghormatan itu dan memberi nasehat dimana perlu, hal ini membuat semua orang merasa terhibur dan kembali menaruh hormat kepadanya. Selesai upacara pemberian hormat, Yap Siu ling baru memberi hormat lagi kepada Keng thian giok cu Thi Keng dengan upacara keluarga.

Terbayang kembali kematian suaminya, dengan penuh kesedihan perempuan itu berteriak :

“Kongkong ”

Saking sedihnya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah katapun ..... Keng thian giok cu Thi Keng sendiripun nampak amat sedih, dia mengangkat tangannya melepaskan segulung hawa khikang tanpa wujud untuk menahan tubuh Yap Siu ling, kemudian menitahkan nya agar duduk disamping, setelah itu baru hiburnya :

“Siu ling, kau jangan bersedih hati, konon Eng ji berhasil dengan kepandaian silatnya dan memperoleh kemajuan yang pesat dalam hal tenaga dalam, bila ia sudah kembali nanti, akan kuajak dia menuju ke istana Ban seng kiong untuk berjumpa dengan Tee kun. Asal Tee kun berbaik hati, tak sulit baginya untuk menjadi jagoan nomor wahid dikolong langit, berarti pada saat itulah masa jaya Thian liong pay akan tiba.”

Waktu itu Yap Siu ling sedang memikirkan tentang suami dan putranya ketika mendengar Keng thian giok cu Thi Keng menyinggung kembali soal Ban seng kiong, kepedihan hatinya semakin menjadi jadi. Tapi dia adalah seorang perempuan terpelajar, hingga kendatipun rasa bencinya terhadap Ban seng kiong sudah mendarah daging, namun ia tak ingin bersikap kurang hormat kepada angkatan tua, itulah sebabnya dia hanya bisa membungkam diri untuk memprotes ucapan tersebut.

Selain daripada itu, ucapan tadipun segera berpengaruh terhadap perasaan anggota Thian liong pay lainnya. Tampaknya Keng thian giok cu Thi Keng dapat menebak suara hati Yap Siu ling, dia pun dapat menangkap tekad segenap anggota Thian liong pay untuk bertarung habis habisan melawan Ban seng kiong, hanya saja berhubung peraturan perguruan kelewat ketat, maka mereka semua tak bertindak secara gegabah.

Menyaksikan kesemuanya itu, dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak, begitu kerasnya suara tertawa itu membuat daun pintu bergetar keras, ranting dan daun berguguran, sedemikian dahsyat hawa kekuatan yang terpancar keluar lewat suara tertawa itu, membuat segenap anggota Thian liong pay merasakan jantungnya berdebar keras dan napasnya terasa sesak.

Kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki jago tua itu sungguh di luar dugaan siapa saja. Selesai mendemontrasikan kepandaian saktinya, Keng thian giok cu Thi Keng baru berkata lagi dengan wajah serius :

“Bagaimana menurut pendapat kalian atas kepandaian silat yang kumiliki ini?”

Sorot mata segenap anggota Thian liong pay bersama sama dialihkan ke wajah Pit tee jiu Wong Tin pak, dewasa ini hanya dia seorang yang bertanggung jawab atas semua masalah besar perguruan, hanya dia pula yang berhak untuk memberi jawaban mewakili segenap anggota perguruan lainnya.

Mula mula Pit Tee jiu Wong Tin pak memberi hormat dulu kepada tiga orang tamu agung tersebut, kemudian dengan wajah serius katanya :

“Tecu tak berani mengeritik angkatan tua tapi di dunia saat ini rasanya sulit untuk menemukan seseorang yang memiliki tenaga dalam sesempurna apa yang dimiliki insu sekarang!”

Keng thian giok cu Thi Keng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

“Haaahhhhh..... haaahhhhh..... haaahhhh pendapat katak

dalam sumur, pendapat katak dalam sumur!”

Sesudah berhenti sejenak dan memandang sekejap kearah tiga orang tamu agungnya, dia melanjutkan :

“Cukup berbicara dari ketiga orang sobat karibku ini, kepandaian silat mereka sama sekali tidak berada dibawah kepandaianku apalagi kalau berbicara soal Tee Kun, pada hakekatnya kami semua masih belum terhitung seberapa.”

Yap Siu ling merasa tersinggung sekali ketika didengarnya berulang kali Keng thian giok cu Thi Keng memuji muji kehebatan pihak Ban seng kiong, akhirnya saking tidak tahannya dia lantas menyela :

“Tapi ” Tapi, lagi lagi dia tak sanggup melanjutkan perkataan itu. Keng thian giok cu Thi Keng menatap wajah Yap Siu ling, kemudian melanjutkan :

“Tapi Tiong giok mati ditangan orang orang Ban seng kiong, bukankah demikian?”

“Kongkong harus maklumi!” bisik Yap Siu ling sedih.

Sekali lagi Keng thian giok cu Thi Keng mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

“Haaahhhhh..... haaahhh...... haaahhhh lohu bukan orang

pikun atau orang bodoh, bagaimana mungkin aku bersedia untuk berkawan dengan musuh besar? Yaa, setelah kau menyinggung kembali peristiwa tersebut, lohu pun tak bisa membuat segenap anggota Thian liong pay lainnya merasa tak tentram hatinya, biarkanlah kuberi penjelasan untuk menghilangkan kesalah pahaman kalian semua terhadap diriku.”

Selesai berkata, dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu dia menyapu sekejap seluruh wajah murid murid Thian liong pay yang hadir disana, kemudian melanjutkan :

“Apakah semua anggota perguruan kita hadir disini?”

Kemudian setelah berhenti sejenak, dia meneruskan :

“Bila ada yang belum hadir suruh mereka berkumpul semua disini, aku hendak menerangkan semua persoalan yang sebenarnya kepada kalian semua.”

Serentak ada orang yang meninggalkan ruangan untuk mengumpulkan segenap anggota perguruan lainnya yang kebetulan masih berada diluar. Dalam waktu singkat, suasana gaduh di dalam ruang tengah berubah menjadi hening kembali.

Menyaksikan semua orang sudah hadir, Keng thian giok cu Thi Keng baru bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu sambil mengelus jenggot, mengangguk dan tertawa, katanya :

“Pertama tama aku hendak memberitahukan kepada kalian bahwa kematian Tiong giok bukanlah mati di tangan Ban seng kiong, melainkan dia mati demi membela temannya yang telah mendahului dirinya, yakni Gin ih kiam kek Ciu Cu giok, sehingga kematiannya boleh dibilang suatu kematian yang gagah perkasa, tak malu dia menjadi anggota Thian liong pay.”

“Kejadian ini disaksikan oleh Eng ji serta Ciu Tin tin, putri kesayangan dari Ciu Cu giok, coba kalau dibalik kesemuanya ini tiada masalah lain, bagaimana mungkin Eng ji yang berdarah panas bisa berlalu dengan begitu saja?”

Setelah mendengar penjelasan dari Keng thian giok cu Thi Keng, para anggota perguruan Thian liong pay sama sama merasakan kalau ucapan tersebut memang ada benarnya juga, secara otomatis jalan pemikiran mereka pun turut terpengaruh.

Senyuman yang menghiasi wajah Keng thian giok cu Thi Keng semakin bertambah mekar, kepada Yap Siu ling bisiknya :

“Siu ling, bagaimana menurut pendapatmu atas perkataanku tadi?”

“Anak menantu tidak tahu!” jawab Yap Siu ling sedih.

Keng thian giok cu Thi Keng kembali berpaling ke arah semua hadirin lalu melanjutkan :

“Kalau toh dibilang kematian Tiong giok harus dipertanggung jawabkan oleh pihak Ban seng kiong, maka itulah merupakan tanggung jawab Huan im sin ang, jadi sama sekali tiada sangkut pautnya dengan Hian im Tee kun !”

Kemudian, dengan nada suara lebih berat dia meneruskan : “Ditambah lagi kalau berbicara soal budi dan dendam, Hian im

Tee kun justru merupakan tuan penolong kita yang terbesar, bukan saja dia merupakan tuan penolong buat Thian liong pay kita, berbicara yang sebenarnya dia orang tua merupakan penolong bagi seluruh umat persilatan di dunia ini ”

Lalu dia menjelaskan lebih jauh :

“Sebab dia orang tua telah menurunkan pangkat Huan im sin ang dari seorang Sancu istana Ban seng kiong menjadi seorang utusan yang berpangkat rendah, sementara semua tugas dan masalah Ban seng kiong telah beralih dari tangan Huan im sin ang ketangan dia orang tua. Beliau telah melenyapkan kekuatan jahat dari Huan im sin ang dan menghapus semua kejahatan yang dilakukan pihak Ban seng kiong hingga terbentuklah suatu kekuatan Ban seng kiong yang baru. Bukan saja dia orang tua telah membalaskan dendam buat kita semua, diapun telah memunahkan ancaman bahaya maut terhadap dunia persilatan.”

Ketika berbicara sampai disitu, Keng thian giok cu Thi Keng nampak berwajah merah berapi api saking gembiranya. Dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu, dia memandang sekejap raut wajah anggota Thian liong pay yang berada di hadapannya, kemudian memperdengarkan lagi gelak tertawanya yang amat keras sehingga membuat mereka semua tersadar kembali dari lamunan.

“Karena Ban seng kiong yang berdiri di muka bumi sekarang merupakan pelopor dalam menegakkan keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan, maka sudah sewajarnya bila kita semua mendukung usaha mereka itu ” demikian dia berkata lebih jauh.

Kemudian sambil menuding tiga orang tamu agungnya, ia melanjutkan lebih jauh :

“Seandainya bukan demikian, mungkinkah sinni, So dan Kian tiga orang tua bersedia menerima jabatan sebagai Tongcu dalam istana Ban seng kiong ?”

“Betapa besarnya kedudukan mereka dalam dunia persilatan dan betapa luasnya pengetahuan mereka tapi toh mereka bersedia tunduk di bawah perintah Ban seng kiong, hal ini menunjukkan kalau cara kerja orang-orang Ban seng kiong selalu jujur, lurus dan terbuka, cita citanya adalah membahagiakan seluruh umat persilatan ”

Kemudian setelah berhenti sejenak lagi, dia menuding ke kiri kanan, depan dan belakang seraya berseru lagi :

“Kau! Kau! Kau! Dalam hal tenaga dalam, siapakah diantara kalian yang mampu menandingi kelihayan dari Sinni sekalian? Kau! Kau! Kau! siapakah diantara kalian yang mempunyai nama dan kedudukan jauh melebihi Sinni sekalian?

Kau! Kau! Kau! siapakah diantara kalian memiliki kecerdasan melebihi Sinni sekalian?”

Sambil memperkeras suaranya, dia berkata lebih jauh :

“Itulah sebabnya setelah kuberitahukan kesemuanya ini kepada kalian, aku minta kalian jangan berlagak sok pintar lagi, apalagi sampai menampik maksud baik dari Tee kun terhadap partai kita. Justru demi kebaikan kalian, sengaja aku menyusul kemari untuk memberi bimbingan kepada kalian semua, aku harap kalian bisa memahami akan hal ini dan berjuang serta berkorban demi tercapainya kejayaan bagi Thian liong pay kita!”

Ucapan ini benar benar menimbulkan suatu pengaruh dan kekuatan yang besar sekali. Kini senyuman sudah mulai menghiasi sebagian anggota Thian liong pay tapi ada sebagian kecil yang masih bermuram durja, tampaknya mereka masih belum bisa menerima pendapat tersebut, namun Keng thian giok cu Thi Keng yakin, cepat atau lambat mereka pasti dapat menerima pendapatnya itu.

Kembali dia mengalihkan sorot matanya ke wajah Yap Siu ling, dengan amat lembut ujarnya kemudian :

“Siu ling, bagaimana menurut pendapatmu? Apakah ucapanku ini ada benarnya?”

Yap Siu ling manggut manggut, sahutnya hambar : “Anak menantu akan menuruti perintah kong kong!”

Oleh karena dia tak berpendapat lain, maka diucapkannya kata kata tersebut untuk mengatasi keadaan. Selama ini, dia selalu berpendapat bahwa cara berbicara maupun tindak tanduk kong kongnya tidak mirip seseorang yang berimam tebal.

Sementara itu, Keng thian giok cu Thi keng telah mengalihkan pembicaraan, dia berpaling ke arah Sin lui jiu Kwan Tin say sembari menegur :

“Tin say, bagaimana menurut pendapatmu?” Sin lui jiu Kwan Tin say adalah seorang lelaki yang jujur, dia hanya tahu berbakti untuk Thian liong pay dan gurunya, kontan sahutnya :

“Asal insu memberi perintah, sekalipun harus terjun ke lautan api, tecu tak akan menolak, asal berjalan mengikuti suhu, masa bakal salah jalan ?”

“Bagus, bagus sekali!” seru Keng thian giok cu Thi Keng dengan wajah berseri, “dua puluh tahun tak bersua, tak kusangka kau sudah mendapat kemajuan yang pesat disegala bidang!”

Sorot mata Keng thian giok cu Thi Keng segera dialihkan kembali ke wajah San tian jiu Oh Tin lam. Sebelum gurunya sempat berbicara, San tian jiu Oh Tin lam telah buka suara lebih dulu, ujarnya dengan hormat :

“Suhu pergi kemana, tecu pun pergi kemana, sejak kini tecu tak ingin meninggalkan kau orang tua lagi!”

Seusai mengucapkan perkataan itu, ternyata dia mengucurkan dua titik air mata. Kembali Keng thian giok cu Thi Keng memujinya berulang kali, kini tiba giliran Sam ciat jiu Li Tin tang. Sam ciat jiu Li Tin tang tak berani saling bertatapan muka dengan Keng thian giok cu Thi Keng, sambil menundukkan kepalanya rendah rendah dia berkata :

“Tecu beranggapan daripada tunduk dibawah perintah orang, lebih baik berdiri sendiri saja, cuma kalau toh insu sudah mengambil keputusan, terpaksa tecu hanya akan menurut perintah saja!”

Keng thian giok cu Thi Keng mendengus dan melotot sekejap kearahnya dengan gusar, kemudian sinar matanya dialihkan ke wajah Ngo liu sianseng Lim Biau lim, pura pura kaget bercampur keheranan dia berseru :

“Aaaah, Biau lim, kaupun telah datang!”

“Tecu sebagai anggota Thian liong pay, sudah sewajarnya kalau turut menyumbangkan tenaga untuk perguruan,” sahut Ngo liu sianseng Lim Biau lim dengan hormat. “Kau adalah seorang yang berpandangan panjang, bagaimanakah pendapatmu atas ucapanku tadi?”

Dengan sikap yang sangat menghormat, Ngo liu sianseng Lim Biau lim berkata :

“Ciangbun supek adalah cikal bakal perguruan, pendapatmu tecu kagumi sampai dalam hati, asal supek sudah memegang tampuk pimpinan sendiri, tecu sekalian pun tak usah kuatir dipermainkan orang lagi, tecu bersedia mengikuti jejak supek dan berbakti sampai akhir usia.”

Mendengar itu, Keng thian giok cu Thi Keng segera tertawa terbahak bahak.

“Haaahhh..... haaahhhh.... haaahhhh ayahmu adalah seorang

yang tahu keadaan, sungguh tak kusangka kau lebih hebat daripada ayahmu sendiri, benar benar menggembirakan, benar benar menggembirakan.”

Akhirnya dia mengalihkan sorot matanya ke atas wajah Pit tee jiu Wong Tin pak. Dengan wajah amat sedih dan amat lirih, Pit tee jiu Wong Tin pak berkata :

“Tecu ada suatu hal ingin disampaikan, harap suhu bersedia menerimanya.”

Keng thian giok cu Thi Keng nampak agak tertegun, kemudian serunya keheranan :

“Apa yang hendak kau ucapkan? Apa salahnya kalau diucapkan disini saja ?”

“Tecu harap suhu bersedia mengabulkan, perkataan ini hanya bisa disampaikan di ruang Sin tong!” Ucap Pit tee jiu Wong Tin pak dengan wajah amat serius.

Ucapannya yang begitu tegas dan gagah seakan akan berniat untuk memaksa Keng thia giok cu Thi Keng agar memenuhi kehendak hatinya itu. Paras muka Sam ciat jiu Li Tin tang berubah hebat, tanpa terasa serunya tertahan :

“Suheng ” “Ih heng sudah mempunyai rencana sendiri, siapkan urusan penyambutan terhadap Ban seng kiong, dan segala tanggung jawab kuserahkan kepadamu ”

Dari sorot mata Pit tee jiu Wong Tin pak, Sam ciat jiu Li Tin tang dapat menangkap kebulatan tekad kakak seperguruannya ini, walaupun dia tak tahu persoalan apakah yang hendak disampaikan kepada gurunya, tapi bisa diduga kalau ucapan tersebut kemungkinan besar tak akan menyenangkan hati gurunya, itulah sebabnya dia sengaja mengundang gurunya masuk ke ruang Sin tong sebelum diutarakan.

Merasakan firasat kurang baik, dia hanya bisa menghela napas panjang, sahutnya kemudian :

“Siaute akan turut perintah!”

Sementara itu Keng thian giok cu Thi Keng sudah termenung beberapa saat lamanya, kemudian diapun mengangguk.

“Baiklah!”

Setelah memohon diri kepada tiga orang rekannya, dia melangkah masuk ke dalam ruang Sin tong. Thian liong Sin tong merupakan ruangan penyimpanan abu cousu mereka dari beberapa generasi yang lampau bagi pandangan anggota perguruan, tempat itu dianggap sebagai tempat yang paling suci.

Ketika Keng thian giok cu Thi Keng berjalan masuk ke dalam ruangan Sin tong, ternyata ia tidak memberi hormat kepada abu cousunya, pun tidak menunjukkan sikap menghormat, ketika kejadian ini terlihat oleh Pit tee jiu Wong Tin pak, dia semakin bertekad untuk melaksanakan apa yang telah direncanakan semula.

Pit tee jiu Wong Tin pak mengambilkan sebuah kursi kebesaran yang diletakkan disisi kiri meja abu, kemudian mempersilahkan Keng thian giok cu duduk di sana sementara dia sendiri berlutut di depan meja abu leluhurnya dan menyembah beberapa kali. Terhadap segala tindak tanduk muridnya, Keng thian giok cu Thi Keng menunjukkan perasaan tak senang, bahkan tertawa dingin tiada hentinya .....

Pit tee jiu Wong Tin pak sama sekali tidak menggubris sikap tak senang gurunya, mula mula dia menjatuhkan diri berlutut di muka meja abu, kemudian menyembah sebanyak sembilan kali. Bagi perguruan Thian liong pay maka upacara tersebut merupakan upacara permintaan maaf dari seorang murid yang bersiap sedia mengeritik gurunya sendiri.

Keng thian giok cu yang ada dalam ruangan sekarang adalah gadungan, sudah barang tentu dia tidak memahami tata cara yang berlaku dalam Thian liong pay, dia hanya mengira Pit tee jiu Wong Tin pak sudah mengetahui penyakitnya sehingga sengaja melakukan tindakan seperti itu.

Sebagai seorang gembong iblis yang berkepandaian hebat, tentu saja dia tak memandang sebelah matapun terhadap anggota Thian liong pay, sudah barang tentu dia pun tidak akan jeri menghadapi Pit tee jiu Wong Tin pak seorang.

Itulah sebabnya dia sama sekali tidak menggubris terhadap tindak tanduk yang sedang dilakukan Pit tee jiu Wong Tin pak ketika itu. Justru sikap menahan diri dan sabar yang dipaksakan ini sengaja dilakukan olehnya untuk mengimbangi sikap yang sebenarnya dari Keng thian giok cu Thi Keng, coba kalau bukan demikian, niscaya Pit tee jiu Wong Tin pak akan menaruh curiga kepadanya.

Sejak mulai pertama kali, Pit tee jiu Wong Tin pak hanya melaporkan bagaimana toa suheng mereka melakukan bunuh diri untuk menggerakkan hati Yap Siu ling, bagaimana Thi Eng khi diterima menjadi anggota perguruan, bagaimana menerima jabatan sebagai ketua dan lain sebagainya.

Adapun maksud yang sebenarnya dari ucapan mana adalah untuk membangkitkan kembali semangat gurunya, bahwa murid Thian liong pay bersedia mengorbankan diri demi menegakkan kembali nama baik Thian liong pay tanpa tunduk kepada pihak lain. Siapa sangka Keng thian giok cu Thi Keng sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan tersebut, malah sambil mendengus katanya :

“Giu Tin tiong tidak menuruti perintah gurunya dan memaksa Eng ji belajar silat, tindakan mana merupakan suatu tindakan yang tak berbakti, aku rasa kematian memang cocok baginya, hingga persoalan ini lebih baik tak usah dibicarakan lagi.”

Ucapan tersebut bagaikan sebaskom air dingin yang diguyurkan keatas kepala Pit tee jiu Wong Tin pak, kontan saja membuat hatinya mendingin dan perasaannya menjadi kaku, pikirnya :

“Aaaai. Insu benar benar telah berubah sama sekali.”

Tapi dia tak mau menyerah dengan begitu saja, kembali dikisahkan bagaimana mereka berempat mendidik Thi Eng khi, berkelana selama sepuluh tahun untuk mencari empat macam obat mujarab untuk membantu Thi Eng khi agar berhasil dengan kepandaiannya.

Ia berharap Keng thian giok cu akan tertarik oleh bakat terpendam Thi Eng khi dan membatalkan niatnya semula. Siapa tahu, kembali Keng thian giok cu Thi Keng tertawa ringan, katanya kemudian :

“Eng ji adalah seorang bocah yang tak tahu diri, wataknya terlampau berangasan dan jiwanya sempit, bila tidak dididik secara ketat, sulit rasanya untuk berhasil dengan sukses, anggapan kalian dengan membantu tenaga dalamnya maka dia akan berhasil dalam perjuangan, siapa sangka justru hal itu merupakan sumber dari segala kebejadan moralnya, bukan saja tak bermanfaat malah justru mencelakainya. Kalian berempat semuanya telah melanggar kesalahan besar, hmmm, perbuatan kalian sungguh menjengkelkan, sungguh menggemaskan!”

Dari sekian banyak persoalan yang dibeberkan Pit tee jiu Wong Tin pak, tak sepotong katapun yang didengar oleh Keng thian giok cu, bahkan sebaliknya dia melontarkan nasehat yang sebukit lamanya dengan mengeritik jasa mereka selama dua puluh tahun ini sebagai perbuatan salah yang memalukan. Tak terlukiskan rasa mendongkol dan marah yang menggelora dalam benak Pit tee jiu Wong Tin pak saat itu, ucapan ‘guru’ nya dirasakan sebagai pukulan batin yang amat berat, sehingga untuk sesaat dia tak tahu bagaimana harus berbicara.

Menyaksikan muridnya hanya membungkam diri belaka sekian lama, Keng thian giok cu Thi Keng menjadi amat gusar, segera bentaknya keras keras :

“Tin pak, masih ada persoalan apalagi yang hendak kau sampaikan kepadaku?”

Sambil menahan rasa sedih yang luar biasa, Pit tee jiu Wong Tin pak berkata :

“Beribu ribu patah kata toh akhirnya kembali pada sepatah kata, tecu hanya berharap agar suhu bersedia memandang pada jerih payah dan perjuangan dari cousu generasi lampau dalam mendirikan perguruan ini, agar mengurungkan niat suhu untuk menggabungkan perguruan kita dengan pihak Ban seng kiong. Bantulah Eng ji dengan sepenuh tenaga, dengan bakat dari Eng ji, sesungguhnya tidak sulit bagi kita untuk membangun kembali perguruan besar dan jaya, harap suhu bersedia untuk memikirkan kembali masalah ini!”

Sebagai seorang murid, tentu saja ia merasa kurang leluasa untuk banyak berbicara hal hal yang bukan bukan, cuma menurut pendapatnya, hanya mengandalkan perkataan itu pun rasanya sudah cukup untuk membangkitkan kembali semangat gurunya. Siapa tahu Keng thian giok cu masih tetap bersikap dingin, bahkan menukas dengan ketus.

“Keputusanku sudah bulat, kau tak usah banyak berbicara lagi!”

Pit tee jiu Wong Tin pak segera menjatuhkan diri berlutut dan menyembah sebanyak tiga kali dihadapan Keng thian giok cu, lalu ujarnya sambil menangis :

“Tecu sudah banyak berhutang budi kepada suhu, sayang tecu tak bisa membantu perguruan lebih jauh ”

“Mau apa kau?” bentak Keng thian giok cu Thi Keng keras keras. “Tecu ingin mengorbankan jiwaku untuk menyatakan kebersihan hati tecu, semoga suhu bisa tahu diri dan menarik kembali keinginanmu yang sangat berbahaya itu!”

Berbicara sampai disitu, dia lantas mengayunkan telapak tangannya siap dihantamkan keatas ubun ubun sendiri. Disaat yang kritis itulah, mendadak dari luar pintu kedengaran ada orang berteriak keras :

“Siu ling sukoh telah bunuh diri!”

Walaupun mendengar teriakan tersebut ternyata sikap Keng thian giok cu Thi Keng masih tetap acuh tak acuh, bahkan sambil menarik muka serunya sinis :

“Hmmmmm, kalian semua memang manusia manusia yang tak tahu diri, mampus memang lebih baik daripada lohu mesti bersusah payah.”

Berbicara sampai disitu, mendadak sorot matanya dialihkan kembali ke wajah Pit tee jiu Wong Tin pak, kemudian sambil tertawa dingin jengeknya :

“Murid murtad, mengapa kau tidak jadi mampus?”

Ternyata di saat yang paling kritis, Pit tee jiu Wong Tin pak telah menahan gerakan serangannya hingga terhenti ditengah jalan, sementara orangnya sendiri berada dalam keadaan termangu mangu. Barulah setelah Keng thian giok cu Thi Keng mengulangi kembali tegurannya, dia baru melihat jika keadaan dari Pit tee jiu Wong Tin pak sedikit rada aneh.

Jelas terlihat kalau jalan darah orang itu sudah tertotok oleh pukulan udara kosong, jadi bukan seperti dugaannya semula, dia merasa enggan untuk mati. Merah padam selembar wajah Keng thian giok cu Thi Keng lantaran jengah, dengan kepandaian silat yang dimiliki sekarang nyatanya bisa dipermainkan orang tanpa diketahui olehnya. Dengan sorot mata tajam dia memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian bentaknya keras keras :

“Siapa? Siapa yang bermain gila denganku? Ayo cepat menggelinding keluar dari tempat persembunyian!” Segulung angin sejuk berhembus lewat dari atas langit langit ruangan, tahu tahu di tengah ruangan telah muncul seorang kakek berwajah lembut, berambut perak dan menggenakan baju biru yang sudah kumal.

Kecuali jubah birunya yang berbeda, ternyata kakek yang barusan munculkan diri ini berwajah persis seperti Keng thian giok cu Thi Keng yang sedang duduk di kursi utama, berbeda hanya dalam soal dandanannya saja, yang satu sederhana sementara yang lain mewah.

Begitu muncul, kakek itu lantas berkata sambil tersenyum hambar :

“Maaf, lohu pun Keng thian giok cu Thi Keng!”

Menyusul kemudian ujung bajunya dikebaskan ke depan melepaskan segulung angin pukulan, tubuh Pit tee jiu Wong Tin pak segera terdorong hingga terguling ke sudut ruang sana, dengan demikian ruang tengah pun menjadi kosong.

Keng thian giok cu Thi Keng yang duduk dikursi utama itu segera tertawa seram, katanya :

“Heeehhhh.... heeehhh..... heeeehhhh ternyata dugaan Tee

kun memang tidak salah, akhirnya kau toh terpancing juga hingga munculkan diri. ”

Sekalipun suara pembicaraan tidak terlampau keras, tapi tujuan dari ucapannya itu jelas merupakan tanda bahaya yang sengaja ditujukan kepada ketiga orang rekannya yang berada di luar ruangan sana. Sayang sekali ketiga orang tamu agung yang berada di luar ruangan telah mengundurkan diri ke ruang belakang berhubung mereka dengar tentang berita bunuh dirinya Yap Siu ling, untuk hormatnya mau tak mau mereka harus menjenguk ke situ. Sehingga dengan demikian, tanda bahaya yang diucapkan oleh gembong iblis ini sama sekali tak ada gunanya lagi.

Begitu selesai berkata, dia lantas bangkit meninggalkan tempat duduknya, kemudian sambil tertawa seram dihampirinya Keng thian giok cu Thi Keng yang baru saja munculkan diri itu, katanya kemudian :

“Dihadapan orang yang asli tak usah berbicara bohong, lohu tak lain adalah ketua dari Toan bun ciat yang bernama Ki Seng, empat puluh tahun berselang kau pernah menghadiahkan sebuah pukulan kepadaku, hari ini sengaja aku datang untuk menuntut hutang sekalian dengan bunganya.”

“Haaahhhh..... haaahhhhh..... haaahhhhh rupanya sahabat

Ki,” Keng thian giok cu Thi Keng tertawa tergelak, “lohu menyambut kedatanganmu dengan senang hati! Entah dengan cara apakah saudara Ki hendak membuat perhitungan denganku? Harap kau suka memberi petunjuk!”

Kalau dibicarakan kembali, Toan bun ciat jiu ciang (pukulan tangan sakti pemutus nyawa) Ki Seng yang sedang menyaru sebagai Keng thian giok cu Thi Keng ini adalah seorang gembong iblis dari kalangan hitam yang amat termashur akan kekejiannya.

Empat puluh tahun berselang dia pernah menerima sebuah pukulan dari tangan Thi Keng, sebagai akibatnya dia lantas mengasingkan diri sambil melatih diri dengan tekun, tujuannya tak lain adalah untuk membalas dendam.

Setelah latihannya dirasakan cukup, maka diapun munculkan diri lagi di muka bumi dengan keyakinan penuh, pada hakekatnya dia tak memandang sebelah mata lagi terhadap Keng thian giok cu Thi Keng.

Begitulah, sambil tertawa dingin dia lantas berkata :

“Tempo hari lohu menderita kekalahan ditanganmu, maka hari ini akupun ingin mencoba pula kelihayan ilmu pukulanmu.”

“Bagaimana kalau dilakukan pada saat dan keadaan seperti ini?” “Waaaah ini lebih baik lagi!” sahut Ki Seng sambil mempersiapkan

telapak tangannya. Rupanya Keng thian giok cu Thi Keng mempunyai rencana lain, dia tak ingin pertarungannya mengejutkan anggota perguruan lainnya terutama ketiga manusia gadungan tersebut, itulah sebabnya dia lantas memutuskan untuk menghabisi nyawa Ki Seng dalam ruang Sin tong tersebut.

Kebetulan sekali Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng juga mempunyai jalan permikiran yang sama dengannya, cuma yang dikuatirkan olehnya adalah kegadungannya diketahui anggota Thian liong pay lainnya sehingga menimbulkan kecurigaan mereka dan memberantakkan masalah besar lainnya.

Karena itu, dia lebih suka melangsungkan pertarungan didalam ruangan itu saja, toh didalam anggapannya dia mempunyai keyakinan untuk mengalahkan Keng thian giok cu Thi Keng yang asli.

Justru karena kedua belah pihak mempunyai pemikiran yang sama, yakni tak ingin mengusik orang lain maka pertarungan sengit pun segera dilangsungkan dalam ruangan Sin tong.

Sekulum senyuman licik yang mengerikan segera menghiasi wajah Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng, sepasang telapak tangannya diangkat tinggi tinggi, dalam waktu singkat telapak tangannya telah berubah menjadi hitam pekat, rupanya dia telah mengerahkan ilmu andalannya hingga mencapai sepuluh bagian.

Mendadak Keng thian giok cu Thi Keng mundur tiga langkah ke belakang, sepasang telapak tangannya disilangkan didepan dada, lalu menghimpun hawa sakti Sian thian bu khek ji gi sinkangnya untuk melindungi badan.

Sementara itu diluar wajahnya dia justru berkata sesudah tertawa terbahak bahak :

“Haaahhhhh..... haaahhhh..... haaahhhh saudara Ki,

tampaknya tenaga pukulan Toan bun ciat jiu ciang mu sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat, lohu kuatir bukan tandingan mu lagi, silahkan!” Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng telah menghimpun tenaga pukulannya, tanpa banyak berbicara dia menggerakkan tubuhnya sambil menerjang ke muka, telapak tangannya diayunkan ke muka dan menghajar dada lawan dengan jurus Ngo kui cau hun (lima setan mengundang arwah).

Keng thian giok cu Thi Keng menghimpun hawa murninya sambil melayang sejauh tiga depa dengan cepat dia berhasil meloloskan diri dari ancaman tersebut tanpa melepaskan serangan balasan.

Kontan saja Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng tertawa dingin, tegurnya dengan sinis :

“Mengapa kau tidak melepaskan serangan balasan?”

“Ki heng adalah tamu agung yang datang dari jauh, apalagi bertarung dalam ruang Sin tong partai kami, sudah sepantasnya kalau lohu mengalah sebanyak tiga jurus kepadamu.”

Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng segera mengayunkan kembali telapak tangannya menghajar pinggang Keng thian giok cu Thi Keng, teriaknya keras keras :

“Lohu tak sudi menerima kebaikanmu itu!”

Mendadak Keng thian giok cu Thi Keng berjumpalitan cepat di tempat, tanpa melancarkan serangan balasan, lagi lagi dia menghindari ancaman musuh dengan manis.

Terkesiap juga perasaan Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng menyaksikan ke dua buah serangannya berhasil dihindari Keng thian giok cu Thi Keng secara mudah, bahkan kalau dilihat dari gerakan tubuhnya itu, nampaknya jauh lebih hebat berpuluh kali lipat dibandingkan empat puluh tahun berselang, dari sini bisa disimpulkan bahwa kemajuan yang dicapai lawan pun tidak berada dibawahnya.

Dalam terkesiapnya, dengan wajah menyeringai seram dan hati yang tidak puas dia berseru gemas :

“Setan tua she Thi, kau tidak usah tekebur dulu!” Sepasang telapak tangannya segera diputar satu lingkaran lebih dulu diatas kepalanya, mendadak telapak tangan tersebut membesar satu kali lipat ditambah dengan pancaran hawa hitam yang menyembur keluar dari balik telapak tangannya, seketika itu juga seluruh kepala dan dadanya telah tertutup rapat.

Sepasang kakinya diputar, tubuhnya yang tinggi besar tahu tahu lebih pendek dua depa, hingga sekilas pandangan dia seakan akan berubah menjadi segulung hawa hitam yang tebal langsung menggulung ke tubuh Keng thian giok cu Thi Keng.

Menghadapi ancaman yang muncul dari depan mata, Keng thian giok cu Thi Keng berkerut kening, dengan cepat dia menyingkir ke samping dari terjangan gumpalan hawa hitam itu dengan jurus Liong teng hou ciat (naga melejit harimau melompat), begitu tubuhnya membumbung empat depa dari permukaan tanah, tahu tahu dia sudah melompati gumpalan hawa pukulan musuh.

Dengan demikian secara beruntun dia telah menghindari diri dari tiga pukulan lawan tanpa membalas. Begitu jurus ketiga lewat, Keng thian giok cu Thi Keng membentak nyaring :

“Nah, berhati hatilah sekarang lohu akan melancarkan serangan balasan !”

Begitu selesai berkata, lengan kanannya diputar mengikuti gerakan tubuh dan menghajar pinggang musuh dengan jurus Kim liong liau ka (naga emas menggetarkan sisik).

Serangan yang dilancarkan kali ini sungguh mengerikan sekali, tidak nampak desingan angin tajam, akan tetapi seluruh udara seakan akan dilapisi oleh kabut udara berwarna putih yang amat tebal, membikin hati siapa pun akan bergidik bila memandangnya.

Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng tidak menyangka kalau serangan balasan lawan sedemikian lihaynya, dalam keadaan terkejut ia sudah tidak sempat lagi untuk berkelit ke samping, terpaksa sambil menggertak gigi, dia harus mengayunkan sepasang telapak tangannya dengan jurus Lip pi thian lam (menghimpun tenaga di laut selatan) untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

Dua gulung angin pukulan dengan cepat saling membentur tanpa menimbulkan sedikit suara pun, tapi akibatnya kedua belah pihak sama sama terpisah menuju ke dua arah yang berlawanan.

Keng thian giok cu Thi Keng terdorong mundur satu langkah lebar dan bergoncang keras tubuhnya sebelum dapat dikendalikan lagi. Sebaliknya Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng dipaksa mundur sejauh enam langkah dengan sempoyongan dia baru dapat berdiri tegak setelah punggungnya menempel diatas dinding.

Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng tidak menyangka kalau dalam bentrokan yang terjadi, dia berhasil dipaksa mundur sejauh enam langkah oleh pukulan Keng thian giok cu Thi Keng, rasa terperanjat yang mencekam perasaannya sekarang tak terlukiskan dengan kata kata, sekarang dia baru sadar bahwa tenaga dalam yang dimilikinya masih ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan tenaga lawan.

Padahal Keng thian giok cu Thi Keng sendiripun merasa terperanjat sekali. Perlu diketahui, tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi Keng sekarang telah mencapai tingkat yang luar biasa tingginya, tapi kenyataannya meski dia telah mengerahkan tenaga dalamnya hingga mencapai sepuluh bagian, apa yang diharapkan belum bisa terwujud, dia gagal untuk membunuh lawannya itu, dari sini dapat diketahui bahwa dia meski membuang banyak tenaga lagi sebelum berhasil mengakhiri nyawa musuhnya itu.

Walaupun kedua belah mempunyai jalan pemikiran yang berbeda, namun gerak serangan mereka sama sekali tidak mengendor, begitu berpisah mereka saling menerjang kembali dan bertarung makin sengit.

Bila ada dua orang jago lihay sedang bertarung, biasanya angin pukulan yang ditimbulkan pasti akan menderu deru dan menimbulkan ledakan keras, tapi berhubung kedua belah pihak sama sama tidak ingin pihak luar mengetahui pertarungan itu, maka yang mereka gunakan selama ini hanya pukulan dalam.

Sekilas pandangan, serangannya belum tentu kelihatan mengerikan, tapi setiap serangan yang digunakan justru mematikan, sedikit saja salah bertindak niscaya jiwa akan melayang. Pertarungan berlangsung makin lama semakin cepat, selang sesaat kemudian hanya terlihat bayangan manusia saling menyambar, sukar untuk dibedakan mana kawan mana lawan.

Kembali pertarungan berlangsung beberapa saat, mendadak kedua orang itu berhenti bertarung dan berdiri saling berhadapan muka, rupanya mereka sudah bertarung hingga mencapai pada puncaknya, yakni saling beradu tenaga dalam.

Dalam pertarungan adu tenaga dalam seperti ini, pihak mana yang lebih sempurna tenaga dalamnya, pihak itu pula yang lebih beruntung. Padahal Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng masih kalah dua bagian dibandingkan dengan Keng thian giok cu Thi Keng, mengapa ia justru memilih pertarungan adu tenaga dalam? Apakah dia sudah bosan hidup?

Sesungguhnya bukan Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng yang menghendaki pertarungan ini, adalah dia yang dipaksa oleh musuhnya untuk menerima kenyataan tersebut. Kalau ingin mencari siapa yang salah, maka harus disalahkan kepandaian silatnya yang masih kalah selangkah, hingga ketika didesak oleh keadaan, mau tak mau dia harus menyambut tantangan dari Keng thian giok cu Thi Keng itu.

Rupanya setelah Keng thian giok cu Thi Keng mendapat tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng meski selisih setingkat dibandingkan dengannya, namun untuk membereskannya dalam waktu singkat bukan sesuatu yang gampang, dia lantas merubah taktik pertarungannya.

Kini dia mengambil keputusan untuk mempercepat jalannya pertarungan tersebut, karenanya dalam pertarungan yang berlangsung dia sengaja melakukan suatu kesalahan hingga penjagaan di sayap kirinya agak terbuka. Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng tidak menyangka kalau kelemahan tersebut merupakan suatu tipu muslihat, dengan cepat dia melepaskan sebuah bacokan ke dada lawan dengan jurus Sia ci yang ki (mengibar miring panji sakti)

.....

Keng thian giok cu Thi Keng tidak langsung menerima serangan tersebut, melainkan membabat perut Ki Seng lebih dulu dengan jurus Hui liong cay thian (naga terbang di angkasa). Pertarungan ini merupakan suatu pertarungan adu jiwa yang mengerikan, bila ingin terhindar dari keadaan tersebut, maka satu satu jalan adalah menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras, tapi sebagai akibatnya kedua belah pihak segera saling menghisap kekuatan lawan dan beradu tenaga dalam.

Tentu saja keadaan seperti ini memang merupakan keinginan Keng thian giok cu Thi Keng yang sebenarnya, maka sewaktu empat telapak tangan mereka saling bersentuhan, mendadak dia menarik hawa murninya untuk menerima dulu satu bagian pukulan musuh, kemudian dengan ilmu Pek hui tiau yang dia baru pelan pelan memunahkan tenaga tekanan lawannya dan memaksa kepada Ki Seng untuk melangsungkan pertarungan adu kekuatan.

Saat itulah Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng baru sadar kalau dirinya tertipu, tapi perubahan dalam suatu pertarungan sukar diduga sebelumnya kecuali ketika terjebak, begitu masuk perangkap sulitlah bagimu untuk melepaskan diri.

Adapun tujuan yang sebenarnya dari kedatangan Ki Seng beserta ketiga orang rekannya ke sana adalah menyusun siasat untuk menjebak Keng thian giok cu Thi Keng dan berusaha membunuhnya, rencana tersebut sudah disusun dengan matang sekali hingga meski posisinya terdesak ia tak sampai menjadi gugup.

Mendadak ia berpekik dua kali memberitahukan kepada ketiga orang rekannya yang berada di luar agar cepat cepat masuk ke ruang Sin tong dan bersama sama mengerubuti Keng thian giok cu Thi Keng. Sebab itu setelah berpekik nyaring, dia lantas menghimpun tenaga dalamnya dan saling beradu kekuatan dengan musuh sambil menunggu datangnya bala bantuan.

Keng thian giok cu Thi Keng sendiri tidak kepayahan di dalam adu tenaga dalam ini, sebab begitu adu tenaga dimulai, dia lantas mengeluarkan ilmu Pek hui tiau yang nya untuk menghadapi serangan lawan, tanpa mengeluarkan tenaga, seluruh hawa tekanan musuh berhasil dipunahkan dengan sendirinya.

Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng adalah seorang gembong iblis yang berpengalaman juga, tatkala dia merasakan tenaga dalamnya seperti batu yang tercebur ke samudera, sama sekali tak ada reaksi apa apa dan lenyap dengan begitu saja, kontan menyadari apa gerangan yang sudah terjadi.

Paras mukanya segera berubah hebat, dia mencoba untuk menarik kembali hawa murninya, sayang usaha itu gagal.

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar