Jilid 11
“DALAM dunia ini, tak nanti ada semacam obat mustajab yang bisa membuat tenaga dalam seseorang bisa mencapai tujuh delapan puluh tahun hasil latihan di dalam setahun saja!" ''Seandainya secara beruntun dia berhasil mendapatkan beberapa macam obat mustajab?” dengus Pek leng siancu So Bwe leng lagi.
Huan im sin ang segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh.... haaahhh..... haaahhh anak Leng, kau anggap
obat mustajab yang ada didunia ini segampang mencari nasi saja. Semacam saja sudah sukarnya bukan buatan apalagi beberapa macam sekaligus, pada hakekatnya seperti orang yang lagi mengigau saja.“
Setelah tertawa tergelak, dia melanjutkan.
“Tenaga dalam yang dimiliki orang itu sangat hebat, selisihnya dengan So lo pun hanya sedikit, padahal jagoan dengan kemampuan semacam ini jarang sekali dijumpai dalam dunia persilatan dewasa ini, cukup berdasarkan hal ini saja dapat dibuktikan kalau dia bukan Thi Eng khi.“
Akan tetapi Pek leng siansu So Bwe leng belum juga mau percaya, sambil mendongakkan kepalanya dia lantas bertanya :
"Yaya, apakah ucapannya itu beralasan?"
Tiang pek lojin tidak berbicara tapi mengangguk berarti dia telah mengakui bahwa ucapan dari Huan im sin ang memang masuk diakal.......
Sekali lagi Huan im sin ang tertawa seram, katanya lebih lanjut : "Alasan yang kedua, orang itu muncul lantas pergi, jelas tidak
berani bersua muka dengan So lo, berdasarkan alasan ini bukankah bisa disimpulkan bahwa dia kuatir kalau rahasia penyamarannya ketahuan orang."
"Hmm, kau selalu menyulitkan dia, mungkin dia takut kepadamu, maka tak berani munculkan diri untuk bersua muka denganmu," seru si nona lagi ngotot.
Huan im sin ang segara tertawa terbahak bahak. “Haaahh..... haaahh...... haaahh dengan kemampuan yang
dimiliki orang itu, belum tentu lohu bisa menangkan dirinya dalam lima puluh gebrakan, andaikata dia adalah Thi Eng khi, bila ditambah kakekmu dan kau, bukankah kemungkinan lohu untuk kalah amat besar? Mengapa dia musti takut kepada lohu?"
Tiang pek lojin segera menghela napas panjang, katanya : "Eng ji adalah seorang manusia yang berperasaan dan hangat
dalam pergaulan, sete¬lah berjumpa dengan lohu, mustahil dia ti¬dak datang menjumpai diriku."
Padahal dia mana tahu kalau Thi Eng khi sedemikian menguatirkan keselamatan ibu dan keempat orang susioknya sehingga buru buru dia hendak mengorek keterangan dari mulut pemuda bermantel perak ini. Selain itu, diapun berusaha untuk menghindari pertikaiannya dengan Huan im sin ang se¬hingga akhirnya harus mengeraskan hati untuk pergi tanpa menegur.
Dengan perkataan dari Tiang pek lojin ini, tak bisa disangkal lagi berarti dia menyetujui pandangan dari Huan im sin ang.
Tapi justru karena peristiwa ini, mengakibatkan terjadinya banyak kesulitan dikemudian hari.
Pek leng siancu So Bwe leng masih juga merasa tidak terima, sambil mendepak-depakkan kakinya diatas tanah dengan gemas, ujarnya :
“Aku tidak percaya, seribu kali juga ti¬dak percaya, selaksa kali juga tidak percaya, engkoh Eng pasti mempunyai alasan tersendiri mengapa tak sampai berhenti dan berjumpa dengan kami disini, mungkin ju¬ga orang bermantel perak itu adalah teman engkoh Eng, untuk menyembuhkan lukanya mau tak mau harus segera meninggalkan tempat ini."
Ketika berbicara sampai disitu, mendadak hatinya tergerak, segera pikirnya :
"Jangan jangan orang itu adalah seorang perempuan? Yaa, benar, pasti seorang perempuan, demi dia engkoh Eng telah pergi tanpa menegur kami." Makin dipikir ia merasa hal ini semakin masuk diakal, makin dipikir semakin mendongkol sehingga dia tak sanggup berbica¬ra lebih lanjut.
Kecuali Thi Eng khi yang belum berpengalaman dalam dunia persilatan, sesungguhnya baik Tiang pek lojin maupun Huan im sin ang telah mengetahui bahwa orang itu adalah seorang perempuan yang menyamar sebagai seorang lelaki, cuma rahasia tersebut tidak dibongkar saja.
Sedangkan Pek leng siancu So Bwe leng, ia dapat berpendapat demikian karena dia sendiripun memang seorang perempuan, apalagi mempunyai perasaan cinta kepada Thi Eng khi, itulah sebabnya perasaan halusnya lebih merasakan hal tersebut.
Setelah berpikir sampai disitu, Pek leng siancu So Bwe leng segera merasakan hati¬nya amat pedih dan susah ditahan, dia tak berani berkata dan tak berani berpikir lagi, setelah menghela napas sedih, tiba tiba sikapnya menjadi murung sekali.
Sementara itu, Huan im sin ang kembali memperlihatkan sikapnya yang serius, lalu berkata dengan suara dalam :
“Alasan yang ketiga ini sebenarnya tak dapat dihitung sebagai alasan, melainkan merupakan suatu kenyataan, entah alasan yang kuajukan pertama dan kedua bisa diterima atau tidak tapi yang pasti alasan ketiga ini dapat membuktikan kalau orang itu bukan Thi Eng khi!"
Mendadak ia berhenti, seakan akan ada maksud unluk menunggu sampai Tiang pek lojin dan So Bwe leng bertanya sendiri, namun setelah ditunggu sekian lama, belum juga ada yang bersuara, terpaksa dia tertawa rikuh sambil melanjutkan kembali kata katanya
:
"Sebab sejak setahun berselang, Thi Eng khi telah lohu sekap di suatu tempat rahasia yang jauh dari keramaian manusia!"
Pek leng siancu So Bwe leng tidak menunjukkan sikap kaget atau terkesiap setelah mendengar perkataan itu, sebab dia memang kena dipaksa Huan im sin ang untuk menutupi perkataannya akibat ucapan tersebut.
Lain dengan reaksi dari Tiang pek lojin, bukan cuma alis matanya berkenyit bahkan ia menunjukkan sikap gelisah dan tak tenang, segera bentaknya keras keras :
"Thi Eng khi telah kau sekap?"
Huan im sin ang segera menunjukan sikap minta maaf, sambil tertawa palsu ucapnya,
"So lo, aku minta maaf kepadamu, sesungguhnya lenyapnya Thi Eng khi adalah gara garaku, sedangkan pihak Siau lim dan Bu tong hanya kena getahnya saja, sebelum ini tentunya kau tak pernah menyangka bukan?“
Saking gusarnya sekujur badan Tiang pek lojin gemetar keras, mendadak sambil memancarkan sinar mata yang amat tajam, bentaknya dengan penuh kegemasan :
"Rupanya kau mengacau dari tengah, lohu tak akan memaafkan dirimu."
Sambil menggigit bibir dia menerjang ke muka dan mendorong sepasang telapak tangannya ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Angin pukulan yang sangat dahsyat segera menggulung ke muka dan menerjang ketubuh Huan im sin ang.
Menghadapi ancaman tersebut, Huan im sin ang segera tertawa terkekeh kekeh de¬ngan seramnya.
"Heeehh ....... heeehhh..... heeehhh bila lohu tidak
menyambut seranganmu itu, kau pasti menganggap tenaga dalamku masih kalah jauh bila dibandingkan dengan dirimu, baiklah! Lohu akan memperlihatkan kemampuanku, agar kau bersedia untuk bekerja sama dengan lohu dengan perasaan yang lebih lega."
Ditengah seruan tersebut, dia telah menghimpun tenaga Jit sat hian im tin lip ke dalam telapak tangannya, kemudian dilontarkan tangannya ke depan bersama sama, segulung hawa pukulan yang tak berwujud bagaikan angin puyuh meluncur kedepan.
Ketika angin pukulan berhawa dingin dan panas itu saling bertemu, gemuruh angin pukulan yang dipancarkan oleh Tiang pek lojin itu seketika pudar dan lenyap, sementara tubuhnya tergoncang keras, akhirnya dia tak sanggup berdiri tegak dan mundur selangkah lebar.
Ketika menengok kembali kearah Huan im sin ang, tampaklah meski wajah orang itu merah membara, namun tubuhnya masih tetap berdiri ditempat tanpa bergerak barang sedikit pun juga.
Bagi seorang jago, dalam sekali bentrok kekerasan segera dapat dl ketahui siapa yang tangguh siapa yang lemah, untuk kedua kalinya Tiang pek lojin merasa kalau kemampuannya masih kalah bila dibandingkan dengan musuhnya.
Pertama kalinya terjadi pada enam puluh tahun berselang, dia dikalahkan oleh kakek Thi Eng khi, Keng thian giok cu (ti¬ang kemala penyanggah langit) Thi Keng.
Waktu itu dia dikalahkan setelah dilangsungkan sepuluh kali pertarungan maka dia kalah dengan hati yang puas tapi dalam kekalahan untuk kedua kalinya, enam puluh tahun kemudian dia merasa sangat tidak puas.
Maka sambil menghimpun kembali tenaga dalamnya, dia lancarkan lagi sebuah pukulan dahsyat, bentaknya :
"Lohu akan beradu jiwa denganmu!“
Setelah menyambut sebuah serangan dari Tiang pek lojin dan berhasil menempati kedudukan diatas angin, Huan ini sin ang tak ingin bertarung lebih jauh melawan Tiang pekk lojin, dengan cepat kakinya bergeser dan meloloskan diri dari serangan musuh deng-an ilmu gerakan tubuh Leng kui huan sin (setan iblis berganti badan).
“So tua, kau juga orang yang telah berusia seratus tahunan, mengapa mesti ribut terus menerus," cegahnya sambil menggoyangkan tangannya berulang kali," bila kau mendesak terus, jangan salahkan kalau lohu tak akan berlaku sungkan sungkan lagi terhadap Thi Eng khi!"
Dalam gusarnya meski Tiang pek lojin berhasrat untuk beradu jiwa dengan Huan im sin ang, tapi dalam hatinya bukan berarti tanpa rencana apapun, dia tahu tiada harapan baginya untuk membereskan Huan im sin ang yang berada dihadapannya, apalagi mendengar pihak lawan menggunakan nyawa Thi Eng khi untuk mengancamnya, dia lebih berhati hati lagi.
Sambil menarik kembali serangannya, ia berseru dengan hati yang gusar :
“Suatu hari, lohu pasti akan menjagal dirimu untuk melampiaskan rasa dendamku kepadamu!"
"Soal dikemudian hari kita bicarakan dikemudian hari saja," sindir Huan im sin ang sinis, "paling tidak hari ini kita masih bisa berbincang dengan cara baik, kalau dibicarakan kembali, sesungguhnya kau musti berterima kasih kepadaku atas hilangnya Thi Eng khi kali ini."
"Kau tak usah mengaco belo di hadapan lohu!“ bentak Tiang pek lojin dengan gusar.
Huan im sia ang tertawa seram.
“Lohu telah menciptakan kesempatan dan alasan yang baik bagimu untuk memasuki daratan Tionggoan, masa kau tak berterima kasih kepadaku?“
Dibongkar rahasia hatinya, Tiang pek lojin kelihatan amat terkejut, untuk sesaat lamanya dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Kembali Huan im sin ang berkata lebih jauh :
“So tua, pertikaianmu dengan pihak Siau lim dan Bu tong telah menjadi suatu peristiwa besar yang menggemparkan seluruh kolong langit, aku rasa tentunya kau tak akan menjual muka para jago dari luar perbatasan dan menghancurkan nama sendiri bukan? Apalagi kalau mengaku salah dan minta maaf kepada pihak Siau lim dan Bu tong? Ketahuilah, keadaanmu sekarang ibaratnya orang yang menunggang diatas punggung harimau….. haaaahhh….. haahhhhh…… haahhhh….. “
Serentetan suara tertawa keras yang mengerikan berkumandang memecahkan keheningan, membuat Tiang pek lojin rnerasa gelagapan dan gugup dengan sendirinya.
Sementara itu entah kapan tiba-tiba Pek leng siancu So Bwe leng teringat akan sesuatu, dengan cepat dia membawa pokok pembicaraan kembali kesoal semula, serunya :
"Kau bilang orang yang tadi itu bukan Thi Eng khi? Hmm, hanya setan yang percaya!”
Untuk sesaat Huan im sin ang masih belum memahami ucapan dari Pek leng siancu So Bwe leng, mendengar perkataan itu diam diam ia merasa terkejut, pikirnya kemudian.
“Jangan jangan budak ini berhasil menemukan penyakit dibalik perkataanku itu?"
Meski berpikir begitu, wajahnya masih tetap memperlihatkan ketenangan yang luar biasa katanya :
"Thi Eng khi tetap dan hal ini merupakan suatu kenyataan, anak Leng, kau telah membawa jalan pikiranmu kemana lagi?"
Pek leng siancu So Bwe tidak menggubris perkataan orang, kembali dia berpikir lebih jauh :
"Apakah engkoh Eng tak dapat melarikan diri?"
Kemudian sambil memejamkan mata, dia bergumam seorang diri
:
"Ya, benar, engkoh Eng pasti berhasil meloloskan diri dari
cengkeraman iblismu!"
Menyusul dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi Huan im sin ang lekat-lekat, katanya dengan nada bersungguh sungguh : "Engkoh Eng pasti telah lolos dari pengejaranmu!"
Begitu menyaksikan sikap Pek leng siancu So Bwe leng yang gugup macam orang kebingungan itu segera paham bahwa gadis itu lagi berkhayal belaka, hatinya menjadi lega, kontan saja ia tertawa tergelak.
"Disekitar tempat penyekapan itu lohu meninggalkan orang untuk mengawasi gerak geriknya, bayangkan saja, mana mungkin ia bisa kabur? Apalagi kemarin masih ada orang yang memberi laporan kepada lohu, kalau dia telah meluluskan syarat yang lohu ajukan, sekarang dia telah bersiap siap un¬tuk mengangkat diriku menjadi guru dan belajar ilmu silat dari lohu!"
Sesungguhnya pikiran dan perasaan Pek leng siancu So Bwe leng pada saat itu amat kalut dan kacau balau tak karuan, ketika mendengar ucapan dari iblis tua itu, selain melototkan matanya, tak sepatah kata pun sanggup dia utarakan.
Tiang pek lojin sendiripun tampaknya tak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang tidak, dia hanya menghela napas belaka.
Melihat siasatnya berhasil mendatangkan hasil Huan im sin ang merasa girang sekali, dengan wajah berseri katanya lebih jauh :
"Jika kalian masih tidak percaya, lohu dapat segera membawa kalian menuju ke sana untuk menengoknya, sampai waktunya kalian tentu akan tahu kalau lohu bukan cuma gertak sambel belaka!"
Dalam hatinya sudah mempunyai rencana sendiri, maka ia berani mengambil resiko tersebut.
Tanpa berpikir panjang Pek leng siancu So Bwe leng segera berkata :
"Benarkah kau akan mengajak kami untuk pergi menjumpai engkoh Eng. ?“
"Tentu saja sungguh! Cuma aku harus bertanya kepadamu lebih dulu janji dua tahun kita masih masuk hitungan tidak?" Tanpa berpikir panjang kembali Pek leng siancu So Bwe leng menjawab :
"Asal dapat bersua dengan engkoh Eng, tentu saja janji kita masih tetap masuk hitungan!"
Huan im sin ang lantas berpaling kearah Tiang pek lojin sambil bertanya :
“So tua, bagaimana pendapatmu?"
Mendadak paras muka Tiang pek lojin berubah menjadi amat serius, dengan sorot mata tajam terpancar keluar dari balik matanya, dia menjawab :
“Lohu mempunyai rencana sendiri, permainan busukmu jangan harap bisa kau laksanakan pada diri lohu!“
Menyusul kemudian sambil berpaling ke arah Pek leng siancu So Bwe leng, ujarnya :
"Anak leng, yaya tak ingin mempengaruhi jalan pemikiranmu serta caramu bertindak, semoga saja tindakanmu itu jangan sampai memalukan keluarga So kami.“
Tidak menunggu Huan im sin ang sempat menimbrung lagi, sepasang kakinya segera menjejak tanah dan melambung keangkasa dalam waktu singkat badannva sudah masuk kedalam hutan dan lenyap dari pandangan mata.
“Yaya, yaya “ teriak Pek leng siancu So Bwe leng dengan suara
lantang.
Sambil tertawa licik Huan im sin ang buru baru menghibur gadis itu, ujarnya :
“Anak Leng yayamu telah meninggalkan kau disini, itu berarti dia telah mempercayai perkataan lohu, jangan kuatir, dia tak akan menggubris dirimu lagi, sekarang kita harus pulang …. selain itu, kitapun harus segera melakukan penyelidikan terhadap orang yang telah menyaru sebagai Thi Eng khi tersebut agar dia tahu sampai dimanakah kehebatan dari Ban seng kiong kita!" Pek leng siancu So Bwe leng hanya merasakan pikiran dan perasaannya sangat kalut dia benar benar kehilangan pegangannya, dengan kepala tertunduk dan amat sedih, pelan pelan dia berjalan mengikuti dibelakang Huan im sin ang untuk meninggalkan bukit itu.
Sementara itu, Thi Eng khi yang buru buru ingin mencari jejak ibunya, terpaksa mengeraskan hati tanpa menyapa Tiang pek lojin, setelah membopong tubuh pemuda bermantel perak, secepat kilat dia meluncur ke bawah bukit.
Tiba dibawah bukit sana tampak Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sedang berputar kesana kemari didepan sana dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya.
Mungkin dia sedang gelisah bercampur cemas karena tak berhasil menemukan jejaknya.
Maka sambil memperingan langkah kakinya, dia maju menyongsong kedatangannya sambil menegur :
"Engkoh tua, aku berada disini! Sungguh beruntung siaute telah berhasil mendapatkan orang bermantel perak itu, sayang dia terluka parah dan butuh pengobatan cepat. Apakah disekitar tempat ini ada tempat yang bisa dipakai untak mengobati lukanya?"
Pengemis sakti bermata harimau Cu Go¬an po memandang sekejap ke arah pemuda tampan yang berada dalam bopongan Thi Eng khi, mukanya berkerut seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian diurungkan......
Ternyata dalam sekilas pandangan saja dia telah melihat kalau orang bermantel perak itu adalah seorang perempuan. Sebetulnya dia hendak memperingatkan Thi Eng khi, tapi entah mengapa akhirnya niat tersebut diurungkan .........
Katanya kemudian setelah termenung sebentar :
"Bila ingin mencari tempat untuk mengobati lukanya, mari ikutilah engkoh tua!" Dia lantas membalikkan badan dan menelusuri sebuah jalan kecil, Thi Eng khi sambil membopong pemuda tampan itu segera mengikuti dibelakangnya.
Setelah berjalan sekian lama, sampailah mereka disebuah dusun kecil, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po ternyata tidak berhenti, dia langsung memasuki sebuah bangunan rumah yang tinggi besar didepan sana…..
MENYAKSIKAN kelakuan orang, Thi Eng khi merasa agak kebingungan bercampur bimbang, ia merasa dengan kedudukan pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sesungguhnya bertolak belakang dengan bangunan rumah itu apalagi jika masuk tanpa permisi, hal itu sesungguhnya merupakan sesuatu yang kurang sopan.
Oleh karena itu, dia menjadi agak sangsi sehingga tanpa terasa menjadi berhenti.
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po memandang sekejap ke arah Thi Eng khi lalu tegurnya :
"Saudara cilik, apakah kau tidak percaya dengan engkoh tuamu?"
Merah padam selembar wajah Thi Eng khi sambil ikut melangkah masuk sahutnya :
"Aaaah, mana ….mana ……”
Baru saja Thi Eng khi masuk kedalam pintu, dari balik ruangan telah muncul seorang lelaki berusia pertengahan, sambil menyongsong kedatangan pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po katanya seraya memberi hormat :
“Cu cianpwe sudah lama kau tak pernah berkunjung kemari, ayahku sudah amat merindukan dirimu "
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh.... haaahhh tanpa urusan aku si pengemis
tua tak akan berkunjung ke ruang Sam poo thian. Keponakan Pek sian, kau juga tak usah banyak bicara lagi, aku ingin tanya, apakah kamar tamu kalian masih ada yang kosong?"
“Ada!” jawab lelaki setengah umur yang bernama Pek sian tersebut, “locianpwe masih ada pesan lagi?”
“Asal ada kamar kosong kami dapat pergi kesana sendiri beritahu saja kepada ayahmu kalau aku si pengemis tua telah datang, suruh dia persiapkan hidangan dan arak yang paling lezat, sebentar aku hendak berbincang dengannya."
Sambil tertawa lelaki yang bernama Pek sian itu masuk keruang dalam, sedangkan pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po juga membawa Thi Eng khi langsung menuju keruang tamu.
Kamar tamu itu diatur sangat rapi dengan dekorasi yang indah, membuat siapa pun akan mengetahui kalau tuan rumah gedung ini bukan seorang manusia sembarangan.
Thi Eng khi tak sempat memperhatikan dekorasi didalam ruangan itu lagi. cepat dia membaringkan pemuda tampan itu keatas pembaringan, kemudian menghimpun ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kangnya, ia mulai mengobati luka yang diderita pemuda tampan tersebut.
Walaupun pemuda tampan itu hanya tersapu oleh pukulan Jit sat hian im ceng lek dari Huan im sin ang namun ilmu pukulan Jit sat hian Im ceng lek adalah sejenis pu¬kulan yang beracun sekali, barang siapa terkena oleh pukulan itu, sekujur badannya akan kedinginan setengah mati, kelihayannya luar biasa sekali.
Waktu itu, semua nadi penting dalam tubuh pemuda tampan itu sudah membeku, mukanya hijau membesi dan sudah tak berwarna darah lagi.
Thi Eng khi membutuhkan waktu setengah pertanak nasi lamanya untuk menolong pemuda tampan itu sebelum paras mukanya menjadi merah kembali, kemudian setelah lewat setengah jam kemudian ia baru mendusin menghembuskan napas panjang dan bangun berduduk.
Sewaktu dia melihat jelas paras muka Thi Eng khi, paras mukanya tiba tiba berubah beberapa kali diantaranya terlintas pula perasaan diluar dugaan, kaget, gembira dan malu.
Entah mengapa ternyata dia tidak mengucapkan sepatah katapun ucapan terima kasih, begitu duduk, ia memejamkan matanya dan mengatur napas sendiri.
Thi Eng khi berpaling kebelakang, ia jumpai dalam ruangan tersebut selain hadir Si Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po dan lelaki yang bernama Pek sian tersebut, kini telah bertambah dengan seorang kakek berwajah merah yang berusia enam puluh tahunan.
Kakek bermuka merah itu mempunyai perawakan badan yang tinggi kekar, dia mengenakan jubah berwarna abu abu dan mempu¬nyai suatu kewibawaan yang mengerikan.
Tatkala pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po melihat Thi Eng khi berpaling sebetulnya dia ingin bertanya dengan suara keras, tapi setelah dilihatnya pemuda tampan itu sedang duduk bersila, cepat cepat dia merendahkan suaranya dan menunjuk ke arah kakek bermuka merah itu sambil katanya :
“Saudara cilik, dia adalah seorang manusia aneh dari dunia persilatan yang dikenal oleh setiap persilatan didunia ini saat ini, Lim toa sianseng Lim Biau lim.”
Buru buru Thi Eng khi menjura kepadanya seraya brkata : "Aku Thi Eng kni menjumpai Lim toa sianseng!”
Lim toa sianseng Lim Biau lim dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan pisau belati mengawasi wajah Thi Eng khi lekat lekat, mendadak tubahnya gemetar keras seperti merasa kaget bercampur tertegun, ternyata dia tahu bagaimana harus menjawab perkataan dari anak muda tersebut Sorot matanya yang tajam pelan pelan bergeser ke bawah tubuh Thi Eng khi, namun sewaktu menyaksikan pedang Thian liong kim kiam yang tersoren di pinggang anak muda itu, paras mukanya tampak semakin emosi.
Dengan cepat dia mundur selangkah ke belakang, lalu tanyanya dengan wajah serius :
"Tolong tanya apakah Thi sauhiap berasal dari perguruan Thian liong pay ?"
Paras muka Thi Eng khi turut berubah serius pula, sahutnya dengan nada bersungguh sungguh :
“Aku adalah ciangbunjin angkatan kesebelas dari perguruan Thian liong pay."
Selintas cahaya aneh terpancar keluar dari wajah Lim Biau lim, tiba tiba ia bertanya :
“Lantas siapakah ciangbunjin angkatan ke sepuluh dari Thian liong pay……..
Seperti diketahui, Kay thian jiu (si tangau sakti pembuka langit) Gui Tin tiong menjabat sebagai ciangbunjin angkatan ke sepuluh setelah perguruan Thian liong pay ditutup. Itulah sebabnya banyak jago persilatan maupun anggota Thian liong pay yang tidak mengetahuinya.
Dengan suara lantang Thi Eng khi segera menjawab : "Ciangbunjin angkatan ke sepuluh dari Thian liong pay adalah
mendiang guruku Gui Tin tiong!”
Mendadak sepasang mata Lim Biau lim berkaca kaca, namun air matanya tak sampai meleleh keluar, tanyanya lagi :
“Tolong tanya apa pula hubungan sauhi¬ap dengan Keng thian giok cu (tonggak kemala penyanggah langit) Thi Keng?"
“Dia orang tua adalah kakekku!"
Waktu itu Lim Biau lim tak bisa menahan air matanya lagi, dengan air mata berlinang serunya kepada Lim pek sian : "Pek sian, tak bakal salah lagi, cepat kita memberi hormat kepada ciangbunjin!"
Seraya berkata dia lantas memberi hormat seraya berseru : “Murid angkatan kesepuluh Lim Biau lim bersama putra tecu pek
sian menghunjuk hormat untuk ciangbunjin, selain mendoakan keselamatan buat ciangbunjin!”
Rupanya Kim pek sian sudah menaruh curiga semenjak menyaksikan dandanan dari Thi Eng khi dalam ruangan tadi maka ia segera masuk kedalam dan melaporkan kejadian ini kepada ayahnya.
Lim Biau lim tak berani bertindak gegabah, sebelum membuka rahasia sendiri terlebih dulu dia menyelidiki Thi Eng khi de¬ngan beberapa hal, setelah terbukti kalau dugaannya tak salah, ia baru memberi hormat kepada ciangbunjinnya.
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sudah berkenalan dengan Lim Biau lim semenjak lima belas tabun berselang, dia hanya tahu kalau Lim Toa sianseng adalah seorang pendekar sejati, tapi tak menyangka kalau dia adalah anggota perguruan Thian liong pay, tak heran kalau ia menjadi tertegun saking kaget dan herannya.
Thi Eng khi sendiripun sama sekali tidak menyangka kalau Lim Biau lim adalah murid Thian liong pay, ketika menyaksikan dia menjatuhkan diri memberi hormat kepadanya, musti agak rikuh tapi sebagai seorang pemuda yang luar biasa, rasa rikuh tersebut dengan cepat dapat ditekan.
Kemudian dengan sikap yang amat tenang dan penuh kegembiraan dia menerima penghormatan kedua orang itu, kemudian dengan melancarkan sebuah tenaga tak berwujud dia bangunkan kedua orang itu seraya berkata :
“Dalam masa kesusahan semacam ini ternyata aku bisa bersua dengan kalian berdua, kejadian ini betul betul menggembirakan hati, harap kalian berdua bangkit berdiri dan tak perlu menjalankan penghormatan besar lagi!" Menurut kebiasaan yang berlaku di dalam Thian liong pay, setiap murid partai yang pertama kali menjumpai ciangbunjinnya, maka diwajibkan melaksanakan tiga kali penyembahan.
Tapi sekarang Thi Eng khi hanya menerima sekali penyembahannya saja, ini boleh dibilang merupakan suatu perlakuan yang amat istimewa sekali.
Sambil mengucapkan banyak terima kasih Lim Biau lim bangkit berdiri, kemudian dengan air mata bercucuran dia berkata :
"Tecu dapat menyaksikan partai Thian lioag pay tegak kembali dalam dunia persilatan, sekalipun harus mati juga rela!"
Sewaktu Thi Eng khi menanyakan sumber dari Lim Biau Lim dalam perguruan Thian liong pay, baru diketahui bahwa ayah Lim Biau lim yang bernama Lim Cing ci adalah saudara seperguruan dari kakeknya, jadi kalau dihitung kembali usia Lim Biau lim sebenarnya jauh lebih tinggi daripada Kay thian jiu Gui Tin Tiong atau dengan perkataan lain dia adalah supeknya sendiri.
Sedang Lim Pek sian telah berusia tiga puluh tahunan, dia terhitung kakak seperguruan sendiri.
Maka terlepas dari kedudukannya sebagai seorang ciangbunjin sekali lagi dia memberi hormat kepada Lim Biau lim dan putranya dengan kedudukan sebagai keponakan murid dan adik seperguruan.
Sikap serta tindak tanduknya yang sederhana dan merendah ini semakin mengundang kekaguman hati Lim Biau lim berdua terhadap anak muda tersebut.
Menyusul kemudian Thi Eng khi pun menceritakan pengalamannya sampai berhasil mendapatkan kembali kitab putaka Thian liong pit kip, bahkan bersedia mewarislan beberapa macam kepandaian sakti kepada Lim Pek sian guna membangun kembali nama besar perguruan mereka. Lim Biau lim yang mendengar perkataan itu menjadi girang sekali, bersama putranya dia segera mengucapkan banyak terima kasih tiada hentinya.
Dikala pembicaraan tersebut telah selesai, Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po mencekal lengan Lim Biau lim sambil menegur :
"Saudara Biau lim rupanya kau adalah anggota Thian liong pay, sebelum ini aku si pengemis tua benar benar kena terkecoh, untuk menebus dosa hari ini kau pasti didenda tiga guci arak Pek hoa jian jit lok kepadaku!”
Lim Biau lim turut tertawa tergelak.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh hari ini ciangbunjin telah
berkunjung kemari hal mana merupakan suatu kebanggaan bagi perkampungan kami, jangan toh baru tiga guci arak Pek hoi jian jit lok, sekali pun hendak menghabiskan semua persediaanku, siaute juga tak akan merasa sayang.”
Kemudian sambil menghela napas dan tertawa getir, dia melanjutkan :
"Aaai. selama ini siaute terpaksa harus merahasiakan asal
usulku yang sebenarnya hal ini disebabkan keadaan yang memaksa, harap loheng jangan marah!"
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po tertawa tergelak. “Haaahhh.... haaahhh..... haaahhh asal ada arak Pek hoa jin
jit lok untuk diminum, biasanya aku si pengemis tua menjadi enggan untuk mengurusi soal lain, baiklah, kali ini aku boleh saja mengampuni dirimu !"
"Hei engkoh tua,” goda Thi Eng khi tiba tiba, "terus terang saja katakan kalau kau sedang memeras Lim supek, huuh kata kata
raja sedap didengar, baik, anggap saja kau memang jauh lebih hebat setingkat daripada Siaute.” “Saudara cilik aku memeras arak dari anggota Thian liong pay kalian, apakah kau yang menjadi kekuatan merasa sakit hati?
Haaaahhh.... haaahh...haaahhh.." sekali lagi pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po tertawa tergelak.
Lim Biau lim pun ikut berseri seri, kepada Lim Pek sian segera perintahnya:
"Cepat perjamuan diruang tengah!”
Lim Pek sian mengiakan dan mengundurkan diri.
Pelan pelan pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po mengalihkan sorot matanya dan memandang sekejad kearah pemuda tampan yang sedang bersemadi itu, lalu bisiknya kepada Thi Eng khi.
"Saudara cilik lukanya tidak parah bukan?" “Tampaknya sudah tidak menguatirkan.”
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan mendadak pula tampan itu membuka matanya lebar lebar sambil bangkit berdiri kemudian sambil menjura ke arah Thi Eng khi katanya:
"Terima kasih banyak atas bantuan dari Thi ciangbunjin!”
"Aaaah... hanya bantuan sepele, harap saudara jangan memikirkannya dalam hati," sahut Thi Eng khi tertawa.
Pemuda tampan itu segera tersenyum dan tidak berbicara lagi.
Tiba tiba si Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po tertawa nyaring lalu katanya :
"Bila kalian masih ada persoalan, lebih baik dibicarakan nanti saja, yang penting sekarang adalah membuat perhitungan dulu dengan perut kita.”
Thi Eng khi sangat menguatirkan keselamatan ibunya, sebetulnya dia bermaksud untuk langsung menanyakan tentang surat itu kepada pemuda tampan tadi. Tapi setelah Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po berkata demikian, diapun merasa tak enak untuk banyak berbicara lagi, terpaksa bersama semua orang menuju ke ruang belakang untuk bersantap.
Begitu masuk kedalam ruangan, si Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera meneguk tiga cawan arak Pek hoa jian jit lok, setelah itu sambil menyeka mulutnya dia berseru tiada hentinya :
“Sungguh memuaskan! Sungguh memuaskan!”
Mendadak ia merasa rikuh sendiri maka katanya kemudian sambil mengangkat cawan :
“Mari kan pei, kan pei kita bersama sama mengeringkan
secawan arak!"
Tapi sebelum orang lain memberikan reaksinya, tiga cawan arak sudah masuk kembali ke dalam perut.
Akhirnya sambil memejamkan matanya dan menghembuskan napas panjang, dia berkata :
"Saudara cilik berdua “
Belum habis dia berkata, Thi Eng khi telah menggoyangkan lengannya sambil berbisik :
"Sstt diatas atap rumah ada orang!”
Ketika semua orang memasang telinga dan mendengarkan dengan seksama, betul juga lamban lamban terdengar suara ujung baju terhembus angin bergema dari atas rumah, menyusul kemudian tampak seorang kakek berusia lima puluh tahunan melayang turun ke depan ruangan.
Sambil bertolak pinggang, dia lantas berseru dengan suara lantang :
"Lim Biau lim, keluar kau! Lohu hendak berbicara denganmu." Lim Biau lim menekan meja siap melompat keluar tapi pengemis sakti bermata harimau telah menyerobot kedepan, sambil melayang keluar halaman dia tertawa terbahak bahak
"Haaahhh..... haaahhh....haaahhh rupanya Lak bin wangwee
(hartawan berwajah enam) Tong Cu toan, saudara Tong, sungguh kebetulan sekali kedatanganmu, mari, mari, mari. silahkan duduk,
silahkan duduk! Sebenarnya perselisihan apakah yang telah terjalin antara saudara Tong dengan saudara Lim? Harap kau suka memandang diatas wajahku untuk berunding secara baik baik, apalah artinya saling hidup dan cekcok?“
Tatkala Thi Eng khi mendengar kalau orang yang datang adalah Lak bin wangwee, diapun akan tertegun, mendadak teringat olehnya akan perkataan Huan im sin ang yang pernah membicarakan tentang tiga belas Tay poo anak buahnya....
Dengan cepat pula dia lantas menduga kalau kedatangan Lak bin wangwee hari ini adalah atas suruhan dari Huan im sin ang, tanpa terasa sambil tertawa dingin ia duduk tak berkutik ditempat semula.
Tampaknya si Hartawan berwajah enam Tong Cu toan tidak menyangka kalau pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po juga hadir disitu, mula mula dia agak tertegun kemudian sambil menarik muka katanya :
“Apa yang terjadi hari ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Cu pangcu, harap kau menyingkir ke sana, biar Lim Biau lim yang datang menjawab pertanyaanku!“
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sampai menampilkan dirinya tadi lantaran ia merasa punya hubungan baik dengan Lak bin wangwee Tong Cu toan, siapa sangka Tong Cu toan tidak memberi muka kepadanya, malah mendampratnya dihadapan umum, hal mana kontan saja membangkitkan hawa amarahnya.
Sambil mencak mencak kegusaran dia berseru :
“Orang she Tong, ada urusan apa sih kau datang kemari? katakan saja kepada aku si pengemis tua!“ Ternyata sikap Lak bin wangwee Tong Cu toan semakin tidak bersahabat, sambil tertawa dingin ia berseru pula :
“Orang she Cu, lebih baik kau jangan tak tahu diri. Hmm. bila
berkeras kepala terus, jangan salahkan kalau lohu tak akan mengingat lagi hubungan kita dimasa lalu!“
Sepasang mata pengemis sakti bermata harimau Cu Goan poo sudah melotot besar bagaikan gundu, sambil menyilangkan telapak tangannya dia berteriak :
“Tong Cu toan "
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, Lim Biau lim telah menarik tangannya sambil berkata :
“Cu pangcu, lebih baik kembalilah kemeja perjamuan untuk minum arak, lohu ingin saksikan sahabat Tong yang makan beras mentah ini hendak berbuat apa kepadaku!"
Tanpa banyak berbicara lagi dia segera mendorong pengemis tua itu masuk kedalam ruangan, setelah itu dia baru membalikkan tubuhnya dan berkata kepada Lak Bin wangwee Tong Cu toan :
“Lohu adalah Lim Biau lim! Nah, sahabat Tong, ada persoalan apa kau datang mencariku?"
Lak Bin wangwpe Tong Cu toan segera mendengus dingin. “Hmm. ! Lohu ingin bertanya kepadamu, apakah kau anggota
Thian liong pay?“
“Benar, lohu adalah anggota Thian liong pay, darimana kau bisa tahu “
Belum habis dia berkata, mendadak Lak Bin wangwee Tong Cu toan mengayunkan sepasang tangannya kedepan.
Beratus ratus titik cahaya emas dengan cepat menyelimuti angkasa dan menyambar kearah kakek tersebut. “Heehh.... heehh..... heehh bedabah dari Thian liong pay
rasakan kelihayan Bu wi kim wong (Cahaya emas tanpa ekor) milik lohu ini !” serunya sambil menyeringai seram.
Begitu bertemu lantas turun tangan, tindakan yang dilakukan oleh Lak bin wangwee Tong Cu toan ini benar benar keji sekali, siapapun tak menyangka sampai kesitu.
Lim Biau lim sendiripun sama sekali tak menyangka sampai kesitu, menyaksikan datangnya ancaman tersebut, dia menjadi gelagapan dan tak tahu bagaimana harus menghindarkan diri.
“Aduh celaka,” pekiknya, dia segera memejamkan matanya menunggu saat ajalnya tiba.
Untung saja pada saat itulah bentakan nyaring berkumandang dari belakang tubuhnya :
“Manusia laknat, kau berani bertingkah di sini!"
Cahaya emas berkelebat lewat, tahu tahu senjata rahasia cahaya emas tanpa ekor yang digunakan oleh Lak bin wangwee Tong Cu toan tersebut telah lenyap tak berbekas.
Dengan jubah yang berkibar terhembus angin, Thi Eng khi telah berdiri didepan Lim Biau lim, dengan kening berkerut dia awasi wajah Lak bin wangwee Tong Cu to¬an lekat lekat, kemudian ujarnya kepada kakek she Lim tersebut :
"Lim supek, harap mundur, serahkan urusan ini kepadaku!”
Pada mulanya Lim Biau lim menyangka akan ilmu silat yang dimiliki ciangbunjin mudanya ini tidak terlalu hebat, sekalipun bakat pemuda itu sangat baik, dalam perkiraannya walaupun seluruh kepandaian silat yang tercantum dalam kilab Thian liong pit kip telah dikuasahi, dengan batas usianya yang masih muda, mustahil tenaga dalamnya bisa dilatih sampai ke tingkat kesempurnaan.
Tapi setelah menyaksikan gerakan pedang yang dilakukan Thi Eng khi sekarang ternyata penuh disertai pancaran tenaga dalam, bahkan jarum beracun Bu wi kiam wong yang dipancarkan oleh Lak bin wangwee Tong Cu toan berhasil dihisap oleh pedang tersebut, dengan cepat dia sadar bahwa tenaga dalam yang dimiliki ketua mudanya ini sudah mencapai ke tingkatan yang luar biasa.
Untuk sesaat lamanya dia menjadi tertegun, kejut, girang dan tercengang, dengan emosi meluap dia mengundurkan dirinya kesamping.
Dalam pada itu, Thi Eng khi telah berkata kepada Lak bin wangwee Tong Cu toan dengan wajah serius :
“Sebenarnya ikatan dendam atau sakit hati apakah yang telah terjalin antara anak murid Thian liong pay dengan Tong tayhiap sehingga Tong tayhiap tak segan segan menggunakan cara menyergap yang licik dan tak tahu malu itu untuk mencelakai orang?"
Perlu diketahui, keluarga Tong yang dari propinsi Szuchuan ini termashur dalam dunia persilatan karena senjata rahasia beracunnya, sedang merekapun tidak menggabungkan diri dengan pihak perguruan sesat atau aliran hitam, maka sesungguhnya perguruan keluarga Tong boleh dibilang berdiri pada posisi yang benar.
Bahkan ada pula yang menilai perguruan mereka sebagai suatu perguruan kaum lurus sebab dalam perguruan itu berlaku suatu peraturan yang keras dan ketat, yakni :
Setiap anggota perguruan yang hendak menggunakan senjata rahasia, maka mereka harus menggunakan secara jujur dan terbuka, kemenangan hanya boleh diraih dengan cara yang jujur, sedang cara menyergap atau main curang sama sekali tak diperkenankan.
Lak bin wangwee Tong Cu toan merupakan adik dari ketua perguruan keluarga Tong sekarang yaitu Tan ci hui seng (sentilan jari bintang melayang) Tong Cu keng dalam perguruan keluarga Tong mempunyai kedudukan yang terhormat sekali, tak nyana dia telah melakukan sergapan yang amat memalukan, bila kejadian ini sampai tersiar di tempat luaran tak bisa disangkal lagi hal mana pasti akan menodai nama baiknya maupun nama perguruannya. Dari malu si hartawan berwajah enam Tong Cu toan menjadi naik pitam, katanya setelah tertawa dingin :
"Lohu bermaksud untuk membunuh segenap anggota Thian liong pay, mau apa kau?”
Sambil berkata, tangan kirinya segera merogoh kedalam saku dan mengeluarkan dua biji bola bulat yang kecil, sementara tangan kanannya mencabut keluar sebilah tombak perak yang berdua sisi. Kemudian sambil berdiri tegak, ia bersiap siap melancarkan serangan lagi.
Thi Eng khi segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh.... haaaahh.... haaahhh aku adalah ciangbunjin
angkatan ke sebelas dari Thian liong pay, coba katakan, apakah aku berhak mengurusi atau tidak?”
Mendengar pertanyaan itu, si Hartawan berwajah enam Tong Cu toan agak tertegun kemudian sambil menyeringai seram dia berseru
:
"Bagus sekali, jadi kau adalah Thi Eng khi si bangsat muda itu, lohu benar benar lagi mujur tampaknya."
Selesai berkata tangan kirinya segera diayunkan kedepan melepaskau dua titik cahaya hitam, yang satu menyerang Thi Eng khi sementara yang lain menyerang si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sekalian.
Baru saja Thi Eng khi hendak menyambutnya dengan babatan pedang, tiba tiba terdengar pemuda tampan yang berada dalam ruangan itu berseru dengan suara lantang :
"Im yang siang cu (sepasang mutiara Im yang) dari keluarga Tong tak boleh disentuh dengan kekerasan! Saudara Thi, cepat kau gunakan ilmu Sian thian bu khek ji gi sin¬ kang dari perguruan untuk menciptakan dinding dengan hawa khikangmu, kemudian pentalkan balik benda itu sejauh jauhnya!"
Tenaga dalam Thi Eng khi telah mencapai tingkatan dimana bisa digunakan sekehendak hati sendiri, begitu peringatan tersebut diterima, hawa sinkang segera dikerahkan keluar untuk menyambut datangnya ancaman.
Segera tampaklah mutiara hawa im yang memancar kearahnya itu terhenti ditengah jalan dan melayang layang ditengah udara.
Hartawan berwajah enam Tong Cu toan tertawa dingin, tangan kirinya segera diayunkan kedepan, setitik cahaya tajam langsung meluncur kedepan dan menghantam bulatan bola itu.
Walaupun Thi Eng khi tidak tahu sampai dimanakah kelihayan dari mutiara Im cu tersebut namun dilihat dari keadaan yang terbentang didepan mata ia tahu kalau tindakan yang dilakukan Lak bin wangwee Tong Cu toan sekarang adalah menghancurkan mutiara Im cu tersebut.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan kalau didalam Im cu tersebut pasti tersimpan suatu benda mematikan yang amat berbahaya.
Cepat cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya semakin besar dan memaksa butiran
mutiara Im cu itu sehingga terpental balik ke arah Hartawan berwajah enam.
Pada saat yang bersamaan, butiran Yang cu yang disambit ke dalam ruangan itu telah disambut oleh pemuda tampan itu dengan sambaran angkin putihnya.
Diantara gulungan angkin putih itu, Yang cu tadi kena digulung dan kemudian dilemparkan kembali ke arah pemiliknya.
Walaupun panjang untuk dikisahkan, sesungguhnya waktu yang berlangsung hampir bersamaan waktunya, sehingga pada saat yang hampir bersamaan mutiara Im cu yang dilempar kembali oleh Thi Eng khi dan mutiara Yang cu yang disambit oleh pemuda tampan itu bersama sama tiba dihadapan Lak bin wangwee Tong Cu toan pada saat yang berbarengan. Tak terlukiskan rasa kaget Lak bin wang wee Tong Cu toan menghadapi ancaman tersebut, buru buru dia melompat ke belakang berusaha untuk menghindarkan diri, sayang keadaan sudah terlambat.
Pada saat yang bersamaan Im yang siang cu telah menimbulkan suatu ledakan keras ditengah udara, kemudian muncullah segulung asap hijau yang segera mengurung sekujur badan Hartawan berwajah enam Tong Cu toan.
Mengetahui kalau tak sempat untuk mengelakkan diri dari ancaman bahaya, Lak bin wangwee Tong Cu toan segera merogoh kedalam sakunya dan mengambil keluar sebutir pil yang segera dijejalkan kedalam mulutnya, kemudian sepasang ujung bajunya disilangkan diatas untuk melindungi dada, sementara badahnya berbongkok kebawah melingkar menjadi satu.
Sekalipun demikian, kedua gulung asap hijau itu sempat pula menembusi celah celah tubuhnya dan menyerang wajah serta tangannya.
Tak ampun lagi dia menjerit keras karena kesakitan, seluruh tubuhnya gemetaran keras, begitu badannya terkapar ditanah badannya semakin banyak yang terkena racun hijau itu.
Pada saat itulah, si pemuda tampan tadi telah berseru kembali : "Im yang siang cu dari keluarga Tong terkenal karena kabut
beracunnya yang bisa menghancurkan tulang, harap kalian mengerahkan tenaga dalam untuk melancarkan pukulan keempat penjuru, dan memaksa kabut beracun itu melambung ke atas udara, kalau tidak, hal ini akan membahayakan bagi kita semua ”
Buru buru Thi Eng khi mengerahkan tenaga dalamnya dan melepaskan pukulan untuk membuyarkan kabut hijau tadi.
Ketika mereka berpaling lagi ke arah Lak bin wangwee Tong Cu toan, tampaklah wajah orang itu sudah merekah tak wujud bentuknya lagi, selain menyeramkan juga berbau busuk. Masih untung dia buru buru menelan pil anti racun sehingga cuma kulit luarnya saja yang terluka, kalau tidak, niscaya badannya sudah hancur menjadi segumpal air dan darah, tentu saja dalam keadaan seperti itu, jangan harap jiwanya bisa tertolong lagi.
Menyaksikan raut wajahnya yang mengerikan itu, tanpa terasa semua orang merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri, diam diam mereka berpekik didalam hati :
“Sungguh berbahaya!”
Coba kalau disana tak hadir pemuda tampan itu, niscaya semua orang tak akan lolos dari serangan maut dari Lak bin wang¬wee Tong Cu toan tersebut.
Sebagai ketua dari Kay pang, Pengemls sakti bermata harimau Cu Goan po memiliki pengetahuan maupun pengalaman yang luas sekali, akan tetapi dia tidak tahu kalau diantara senjata rahasia beracun yang dimiliki keluarga Tong dari Szuchuan, masih terdapat semacam benda yang disebut lm yang siang cu, maka sedikit banyak dia merasa kagum sekali atas luasnya pengetahuan yang dimiliki pemuda tampan itu.
Tanpa disadari ia lantas menepuk bahu pemuda tampan itu tanda kagum, dengan wajah memerah buru buru pemuda itu berkelit ke samping.
Sebenarnya sejak semula si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sudah tahu kalau pemuda tampan itu sebenarnya adalah seorang gadis, ketika mengetahui kalau ia telah berubah sifat, buru buru dia mundur ke belakang dengan wajah memerah pula.
Sementara itu Lak bin wangwee Tong Cu toan yang terkapar di tanah sudah sadar kembali dari pingsannya, buru buru dia mengeluarkan bubuk obat dan dipoleskan diatas mulut lukanya, setelah itu tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berlalu dari sana.
Tentu saja Si pengemis sakti bermata harimau tidak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, sambil membentak keras dia menerjang kemuka, lalu sambil menuding ke wajah orang yang sudah tak karuan bentuknya itu dia memaki :
“Tong Cu toan, hari ini aku si pengemis tua baru benar benar mengenali dirimu, hayo jawab, kenapa kau begitu lega melancarkan serangan sedemikian kejinya kepada kami?”
Lantaran wajahnya sudah hangus dan mengelupas semua kulit wajahnya, maka tidak diketahui bagaimanakah perubahan wajah¬nya setelah mendengar dampratan dari pengemis tua itu tapi yang jelas dibibirnya bergerak seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya ia urungkan niatnya itu dan menundukkan kepalanya rendah rendah.
Melihat hartawan berwajah enam Tong Cu toan hanya membungkam diri belaka, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po menjadi semakin marah, sambil mendengus dingin, kembali katanya :
"Tong CU toan, bila kau tidak memberi keterangan kepadaku jangan salahkan jika aku si pengemis akan menghajar dirimu pada hari ini!”
Tiba tiba Thi Eng khi tertawa nyaring, sambil menarik tangan pengemis sakti Cu Goan po katanya :
“Engkoh tua, biarkan saja dia pergi!"
Kemudian sambil menarik kembali senyumannya, dia berpaling kearah Lak bin wangwee Tong Cu toan seraya berkata :
"Sekalipun kau tidak berbicara. Aku juga tahu, bukankah kau adalah salah seorang dari Cap sah tay poo (tiga belas orang pangeran) yang dibentuk oleh Huan im sin ang? Hmm, setelah pulang nanti katakan ke Huan im sin ang, aku akan menjadi musuh bebuyutannya mulai saat ini!”
Tatkala rahasia pribadinya dibongkar oleh pemuda itu, Hartawan berwajah enam Tong Cu toan menjadi semakin ketakutan, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia membalikkan badan dan mengambil langkah seribu. Mengawasi bayangan tubuh Tong Cu toan yang kabur, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po menghela napas panjang, katanya :
"Aai... sebetulnya Tong Cu toan bukan manusia jahat, heran kenapa ia bisa berubah pikiran dan watak sehingga menjadi begini buas dan kejamnya?"
Menyusul kemudian ujarnya pula kepada Thi Eng khi : “Saudara cilik siapa sih Cap sah tay poo yang kau maksudkan
tadi? Apakah mereka adalah anak buah Huan im sin ang?”
Secara ringkas Thi Eng khi segera menceriterakan pertemuannya dengan Huan im sin ang diluar perbatasan.
Ketika menyebutkan nama nama dari Cap sah tay poo tersebut, untuk menghindari rasa sedih dari pengemis sakti bermata harimau sengaja dia merahasiakan nama dari To kak thi koay (toya baja kaki tunggal) yang berasal dari Kay pang ini.
Semua orang hanya mendengarkan hal itu sambil lalu, maka siapapun tidak menaruh perhatian secara khusus.
Ketika si Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po selesai mendengar nama nama yang disebutkan, dengan perasaan terkesiap dia menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya :
"Saudara cilik, apakah kau tidak salah ingat nama nama tersebut...?”
"Sedikitpun tidak salah?" jawab pemuda itu tegas.
Tanya terasa pengemis sakil bermata harimau Cu Goan po menghela napas panjang katanya :
“Orang orang yang tergabung didalam Cap sah tay poo tersebut rata rata adalah jagoan yang termashur dan punya kedudukan dalam pelbagai aliran perguruan, dari sini dapat diketahui kalau rencana Huan im sin ang untuk mencelakai dunia persilatan bukan disusun dalam sehari belaka , kejadian ini benar-benar menakutkan sekali.” Menyusul kemudian ia berkata lagi :
"Kini situasi dalam dunia persilatan su¬dah mencapai taraf yang berbahaya sekali.. dalam keadaan seperti ini umat persilatan yang berada dalam dunia persilatan tak boleh saling gontok gontokan lagi. Bagaimanapun juga saudara cilik harus berusaha untuk menghadapi pertemuan Lun li tayhwee yang diselenggarakan So cianpwe dari luar perbatasan dengan pihak Siau lim serta Bu tong pay, sebab salah paham ini terjadi karena saudara cilik, itulah sebabnya hanya saudara cilik seorang yang dapat menyelesaikan masalah ini."
“Sampai saatnya, siaute pasti akan menghadiri pertemuan itu, sekarang siaute harus menyelidiki dulu jejak ibuku, maka harap engkoh tua suka menjelaskan dulu keadaan yang sebenarnya kepada pihak Siau lim pay dan Bu tong pay, kemudian sampaikan pula kepada So yaya akan kemunculan siaute dan alasan mengapa sampai tidak menjumpai dirinya.”
Pengemis sakti bermata harimau manggut manggut, setelah memandang sekejap ke arah pemuda tampan itu, dia segera berpamitan untuk mohon diri.
Memandang hingga pengemis itu lenyap dari pandangan mata Thi Eng khi baru berpaling dan bermaksud untuk menanyakan tentang surat dari ibunya itu kepada sang pemuda tampan tersebut.
Siapa tahu sebelum dia buka suara, pemuda tampan itu sudah berkata lebih dulu sambil tertawa :
“Tolong tanya apakah siaute dapat membantu pula diri Thi heng untuk melakukan sesuatu?"
Dari dalam sakunya Thi Eng khi segera mengeluarkan Giok bei yang diperolehnya dari Sau tee si bun Lu Put Ji, kemudian sambil diangsurkan ke hadapan pemuda tampan itu katanya :
"Apakah kau kenal dengan benda ini?"
"Giok bei itu memang milik siaute, sekarang kalau toh sudah berada ditangan saudara Thi, harap saudara Thi simpan saja baik baik, anggap saja sebagai kenang kenangan dariku." Tentu saja Thi Eng khi tak berani menerima pemberian yang sangat berharga itu, dia bersikeras minta pemuda tampan itu untuk menerimanya kembali, setelah saling mendorong akhimya pemuda tampan itu berseru dengan wajah marah :
"Kalau memang saudara Thi begitu memandang asing diriku, biar siaute segera mohon diri!“
Sambil menerima kembali giok bei itu, dia lantas melangkah keluar dari ruangan itu.
Dalam keadaan begini, Thi Eng khi tak sempat mengucapkan sesuatu kepada Lim Biau lim lagi, dengan cepat dia mengejar dari belakangnya.
Dengan mengerahkan segenap tenaga dalamnya, Thi Eng khi harus mengejar sejauh puluhan kaki sebelum berhasil menyusulnya.
Terpaksa sambil tebalkan muka dia menjura kepada pemuda tampan itu, katanya :
"Kalau memang saudara bersikeras untuk menghadiahkan benda itu kepadaku, baiklah siaute terima saja.“
Pemuda tampan itu segera tersenyum, senyuman itu bagaikan aneka bunga yang sedang mekar, indah menawan hati.
"Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Thi," katanya kemudian, dengan cepat dia angsurkan giok bei itu ke tangannya.
Setelah menerima giok bei itu, Thi Eng khi baru berkata sambil tertawa :
"Saudara adalah naganya manusia, siaute kuatir tak pantas untuk menjadi temanmu!"
Pemuda tampan itu memandang sekejap ke arah Thi Eng khi, kemudian tanyanya :
"Tolong tanya, tahun ini saudara Thi berusia berapa?"
"Tahun ini siaute berusia sembilan belas tahun lebih delapan bulan." Sambil tertawa pemuda tampan itu berkata:
"Hari ini usiaku tepat mencapai dua puluh tahun, kalau dihitung aku lebih tua tiga bulan dibandingkan dengan dirimu."
Terpaksa Thi Eng khi harus memberi hormat seraya berkata : "Siaute menjumpai toako?"
Pemuda tampan itu mengalihkan sorot matanya kewajah Thi Eng khi setelah itu sambil menghela napas katanya :
“Saudara, apakah kau merasa keberatan untuk menyebutku dengan panggilan itu?"
"Setiap kataku ibarat gunung karang, mengapa toako berkata demikian..." ucap Thi Eng khi dengan kening berkerut.
Pemuda tampan itu segera tertawa tukasnya lagi. "Kalau memang hiante bersungguh hati untuk mengikat
persaudaraan denganku, masa kau tak sudi menanyakan namaku?”
Merah padam selembar wajah Thi Eng khi karena jengah, agak tergagap dia berseru :
"Toako, terus terang saja kukatakan, berhubung dalam hati siaute sedang diliputi oleh suatu persoalan yang mencurigakan hatiku, maka pikiran dan perasaanku menjadi kalut tak karuan bila aku sampai lupa menanya¬kan nama toako, harap kau sudi memaafkan.”
Pemuda tampan itu menghela napas sedih ujarnya :
“Padahal sekalipun kau tidak lupa bertanya ih heng juga tak akan memberitahukan kepadamu!“
Setelah berhenti sejenak, dia balik bertanya :
"Saudaraku, bersediakah kau untuk berkenalan dengan seorang toako yang merahasiakan nama sendiri?"
Thi Eng khi segera merasakan bahwa tindak tanduk pemuda tampan itu sangat aneh sekali membuat orarg sukar untuk merabanya dengan pasti tapi sikap tersebut tidak menghilangkan sifat kejujuran dan kelurusan hatinya, terutama sekali dia memang sedang membutuhkan sesuatu terhadap orang itu maka dengan cepat sahutnya :
"Setelah kita mengikat diri sebagai saudara, sekalipun kau mempunyai kesulitan untuk merahasiakan sesuatu, hal inipun bisa dimaklumi, kenapa aku musti menampik?“
Tiba tiba pemuda tampan itu mengulurkan tangannya kedepan kemudian ujarnya :
"Barusan ih heng telah menghadiahkan sebuah giok bei sebagai kenangan untukmu apakah hiante juga punya sesuatu barang yang akan diberikan kepadaku sebagai kenangan?"
Thi Eng khi mencoba untuk merogoh ke dalam sakunya dan mencari sesuatu benda yang rahasia pantas untuk diberikan kepada pemuda itu, tapi kemudian terbukti kalau dia tak punya apa apa, terpaksa sambil tertawa malu katanya :
“Siaute tidak mempunyai apa apa, bagaimana baiknya?“
Pemuda itu segera menunjuk ke arah pita pedang yang berada diujung gagang pedang Thian liong Kim kiam tersebut lalu katanya :
"lh heng suka sekali dengan pita pedang itu!“
Thi Eng khi mengerutkan dahinya rapat-rapat, tapi dilepas juga pita pedang itu dan diserahkan ketangan pemuda tampan itu.
Setelah menerima pita pedang tadi, pemuda tampan tersebut baru tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh... haaahhh.... haaahh... saudaraku, bila kau hendak mengajukan suatu pertanyaan, sekarang boleh kau ajukan kepadaku!"
Thi Eng khi menghembus napas lega, ka¬tanya kemudian : "Bukankah toako penuh membeli secarik kertas dari sastrawan
penyapu lantai Lu Put ji?”
Pemuda tampan ini mengangguk. "Benar, suara itu adalah tulisan dari Pek bo yang ditujukan buat hiante, oleh karena ih heng kuatir benda itu terjatuh ke tangan orang, maka aku telah membelinya dengan harga tinggi dan selanjutnya kubakar sampai habis.”
Thi Eng khi menjadi terkejut sekali, serunya dengan gelisah : “Apakah toako masih ingat dengan isi tulisan tersebut?"
“Tentu saja masih ingat, tapi Thi hiante tak dapat memberitahukan kepadamu!"
Dengan gelisah Thi Eng khi segera menjura berulang kali, lalu sambil bermuram durja katanya :
“Harap toako jangan menyulitkan siaute, katakanlah berterus terang kepadaku."
Tapi pemuda tampan itu tetap menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Saudaraku, bukannya ih heng enggan memberitahukan hal ini kepadamu, adalah disebabkaa pek bo telah menambahkan beberapa patah kata diantara kertas tadi sehingga aku tak bisa memberitahukannya ke¬padamu.“
"Tulisan apakah yang ditambahkan ibuku diatas kertas itu?“ tanya Thi Eng khi gelisah.
"Garis besarnya dia bilang seandainya kertas itu bukan diperoleh hiante sendiri melainkan terjatuh ditangan seorang kuncu sejati maka diminta kertas tersebut dibakar sampai habis dan merahasiakan isi surat tersebut. Nah, saudaraku, coba kau bilang apakah in heng tak boleh menjadi seorang kuncu sejati?“
Sekalipun dalam surat itu dicantumkan tulisan tersebut tapi Thi Eng khi adalah putra Yap Siu ling yang membuat surat itu.
Seharusnya dia tidak termasuk dalam hitungan akan tetapi pemuda tampan itu telah berkata demikian, sudah barang tentu Thi Eng khi tak bisa berbuat apa apa lagi. Terpaksa sambil menghela napas panjang katanya :
"Tentang soal ini... tentang soal ini. bagaimana baiknya?
Bagaimana baiknya?"
Tiba tiba pemuda tampan itu tertawa manis, ujarnya :
“Ih heng masih mempunyai suatu cara untuk menolong keadaan tersebut."
"Sungguh?“ Thi Eng khi segera merasakan semangatnya berkobar kembali.
“Walaupun didalam surat itu dicantumkan agar menutup mulut rapat rapat merahasiakan isi surat itu, namun sama sekali tidak dicantumkan kalau orang yang menerima surat ini tak boleh pergi mencari mereka, kini kita sudah bersaudara asal hiante turut serta disamping Ih heng ke mana Ih heng pergi, bukankah apa kau inginkan bisa terpenuhi segera?”
Sebetulnya kata kata semacam ini lebih tak pakai aturan lagi, rupanya ia sengaja berbuat kesemuanya itu tak lain hanya ingin berada bersama sama dengan Thi Eng khi selama berapa waktu.
Thi Eng khi ingin cepat cepat menemui ibunya, diapun tidak banyak berbicara lagi, dengan girang serunya :
"Toako, Kau baik sekali, siaute ucapkan terima kasih dahulu "
Sampai disini, tentunya pembaca sekalian dapat menduga bukan siapa gerangan pemuda tampan ini?
Dia memang tak lain adalah Ciu Tin tin, putri dari Gin san kiam kek Ciu Cu giok yang pernah dijumpainya dipuncak Bong soat hong bukit Wusan pada setahun berselang.
Dia telah salah menyangka ayah Thi Eng khi yang telah menjadi pendeta, Lan Ih cu tok Thi Tiong giok sebagai ayahnya sendiri, dengan tekad untuk menebus dosa ayah¬nya, dia telah mencurahkan segenap semangat dan pikirannya untuk melindungi Thian liong pay, disamping itu lantaran ia mengagumi kegagahan Thi Eng khi, secara diam diam ia telah berencana untuk menyerahkan tubuhnya kepada pemuda itu.
Dalam setahun ini, dia telah berhasil menyelidiki banyak sekali rahasia dunia persilatan, juga secara diam diam telah melakukan banyak pekerjaan untuk Thian liong pay.
Diantara sekian banyak usaha yang dilakukannya, antara lain adalah usahanya untuk menggagalkan rencana Huan im sin ang untuk menghasut Tiang pek lojin dan menariknya untuk membantu pihak iblis tersebut.
Orang bilang siapa punya hati yang mulia dia akan memperoleh pembalasan yang setimpal, walaupun dalam tugasnya itu hampir saja jiwanya melayang tapi diluar dugaan iapun berhasil bertemu kembali dengan Thi Eng khi.
Sejak diobati lukanya oleh Thi Eng khi setelah berpisah sekian lama, rasa cintanya kepada pemuda itu makin membara, dia te¬lah bertekad untuk mengikuti terus disamping pemuda pujaan hatinya ini.
Sebagai gadis yang cerdik, diapun memahami kemungkinan kemungkinan yang akan menjadi rintangan dalam usaha menggalang cinta kasih dengan pemuda itu.
Karenanya dia segera menggunakan kecerdasan otaknya untuk mengajak Thi Eng khi angkat saudara, kemudian saling tertukar barang kenangan, hal mana akan menjalinkan hubungan yang lebih akrab lagi diantara mereka berdua.
Kemudian diapun menggunakan alasan isi surat yang diperolehnya untuk menciptakan suatu kesempatan untuk melakukan perjalanan bersama dengan pemuda pujaan hatinya.
Setelah segala sesuatunya berlangsung dengan lancar, dia baru membawa Thi Eng khi untuk pergi mencari ibunya.
Sepanjang jalan menuju kearah timur, dia selalu berusaha untuk memilih jalan yang lebih jauh, sehingga perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam tiga hari telah mereka tempuh selama dua puluh hari lebih.
Betul juga, dalam dua puluh hari yang amat lama ini, hubungan antara "kakak" dan adik ini terjalin akrab sekali, bahkan boleh dibilang sudah mencapai keadaan yang tak bisa dipisahkan lagi.
Thi Eng khi merasa 'toakonya' ini mempunyi pengetahuan serta kecerdasan yang luar biasa, sifatnya lembut dan cara kerjanya amat cermat sehingga hubungannya dengan sang ‘toako' inipun terasa akrab sekali.
Hari itu mereka telah tiba di Kang-im.
Kang im merupakan sebuah kota yang terletak ditepi sungai, selain merupakan pusat perdagangan juga merupakan bandar yang penting artinya bagi daerah sepanjang sungai Tiang kang.