Jilid 18
TAN SANG mengeluarkan napas lega, ia mengerti mengapa sang adik harus mengambil langkah yang seperti ini.
Untuk menjaga sesuatu yang belum datang, cara Tan Ciu mendapat pujian.
Tan Sang berkata. "Kau menakutkan orang." "Apa boleh buat."
"Bila kau hendak berangkat?"
"Segera." Berkata Tan Ciu. "Jagalah baik-baik keadaan ibu kita."
"Tentu." "Aku pergi."
Mereka mengantar sehingga diluar dari tempat rahasia. Diperjalanan keluar. Pengemis Tukang Ramal Amatir mengajukan pertanyaan. "Didalam Guha Kematian. kau mendapatkan ilmu luar biasa."
"Ilmu Ie-hun Tay-hoat dan beberapa macam ilmu lainnya!"
"Bagaimana keadaan Cang Ceng Ceng?" "Ditangkap oleh perkumpulan Kim ie kauw." "Perkumpulan Kim-ie kauw?"
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap turut bicara, "Belum pernah kudengar ada perkumpulan yang seperti ini."
Tukang Ramal Amatir berteriak. "Apa?! Perkumpulan Kim-ie kauw?"
"Ng . . ." Tan Ciu menganggukkan kepala, "Kau telah bentrok dengan Kim ie kauw?"
"Lebih dari satu kali." Lalu diceritakan secara terperinci
bagaimana Kim-ie-kauw menganggu dia.
Selesai bertutur memandang pengemis tua itu, Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Cianpwe tentunya kau pernah dengar nama Kim-ie- kauw?"
"Sudah lama sekali," Berkata Tukang Ramal Amatir. "Lama sekali." Berkata Pek Pek Hap.
"Puluhan tahun yang lalu, perkumpulan Kim ie kauw dibawah pimpinan Kim-ie Mo-jin."
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berteriak. "Kim-ie Mo-jin?! . . .Aaaaa!. . , nama ini pernah kudengar. Bukankah sudah mati?" Tukang Ramal Amatir berkata.
"Dibawah pimpinan Kim-ie Mo-jin, perkumpulan itu semakin pesat, kecongkakannya menyebabkan ia bertindak sewenang-wenang. orang yang menentang ditendang keluar dari lingkungan kekuasaan. mereka dibunuh dianiaya atau diintimidasi. Timbul kekacauan, disusul dengan kemarahan umum. mereka bersatu menentang rezim Kim ie Mo-jin dibawah Pimpinan seorang jago penegak keadilan dan kebenaran yang bernama Tiat Tin Cu. perkumpulan Kin-ie- kauw digulingkan dari tahta kekuasaannya. Kim-ie Mo-jin melarikan diri."
Tan Ciu berkata. "Mungkinkah Kim-ie Mo-jin muncul kembali?"
"Bukanlah suatu hal yang mustahil." "Kita harus bersatu, menumpas mereka."
"Tanpa menunggu munculnya Ciat Tin Cu baru."
"B e t u l."
Tiba-tiba Tan Ciu berkata.
"Heran, bagaimana mereka tahu bahwa aku memiliki kitab Thian mo po-lok?"
"Tentunya mempunyai hubungan rapat dengan gurumu." Berkata Tukang Ramal Amatir.
"Guruku itu telah lenyap."
"Tentunya telah jatuh kedalam tangan mereka." "Cianpwe tahu pasti?"
Tukang Ramal Amatir berkata.
"Putri Angin Tornado Kim Hong Hong cinta kepada Sim In. melarikan diri dari ayahnya. meninggalkan keluarga. . ." "Suhu pernah bercerita." Berkata Tan Ciu. "Tahukah siapa gurumu?"
"Maksud cianpwe ?"
"Siapa yang menjadi ayahnya?"
"Suhu belum menyebut nama lengkapnya."
"Suhumu she Kim. Orang keluarga Kim tidak banyak. Kukira mempunyai hubungan erat dengan ketua perkumpulan Kim ie kauw, Kim-ie Mo-jin."
"Aaaa ..!"
"Setelah urusan keluargamu selesai, kau boleh menuju kearah perkumpulan Kim-ie-kauw."
"Tentu."
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap mengajukan pertanyaan. "Ada sesuatu yang lupa kutanyakan kepadamu."
"Katakanlah!"
"Selama beberapa hari belakangan ini. kau bertemu dengan Ong Leng Leng?"
"Si Ular Golis?" "Ng "
Bila tidak disebut nama si Ular Golis Ong Leng Leng, Tan Ciu sudah melupakannya. Telah lama ia tidak bertemu dengan gadis itu, Se-olah2 gadis itu telah lenyap dari permukaan bumi. Tidak ada khabar cerita lagi.
Tan Ciu memandang Pek pek Hap, "Ia belum kembali ?." Ia bertanya. "Belum." "Akan kuperhatikan hal ini." "Ng. . ."
"Cianpwe. .." Tan Ciu memandang jago wanita itu.
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap memandang si pemuda.
"Katakanlah!" Ia berkata.
"Bagaimana keadaan nona Pek?" Ia menanyakan kesehatan Pek Co Yong.
"Kau telah bertemu dengan pamanmu Tan Kiam Pek?" "Sudah."
"Luka Pek Co Yong telah sembuh." Berkata Pek Pek Hap, "Hanya luka hatinyalah yang tidak mungkin diobati orang lain.”
Wajah Tan Ciu memerah.
Kisah diatas adalah percakapan dari Pengemis Tukang Ramal Amatir, Permaisuri dari kutup Utara Pek Pek Hap dan jago muda kita Tan Ciu!
Mereka telah tiba dipermukaan bangunan dibawah tanah, itulah sebuah sumur tua.
Mengambil selamat berpisah, Tan Ciu meninggalkan semua orang. Dia menuju kearah puncak Pek soat-hong.
Duel maut?
Tan Ciu akan menghadiri suatu pertemuan maut? Duel maut?
Langkah kaki Tan Ciu berderap diantara jalan-jalan pegunungan melewati lembah, mengarungi sungai. Menurut keterangan sang ibu, musuh terlau kuat. Dia masih bukan tandingan musuh itu.
Itulah berarti ia menuju kearah kematian,
Terbayang kembali wajah Cang Ceng-ceng. Gadis itu masih berada didalam perkumpulan Kim ie kauw. Bagaimana ia harus membebaskan diri?
Bayangan lain menyusul datang, itulah si Ular Golis Ong Leng-leng. kemana perginya gadis ini?
Disusul dengan bayangan Pek Co Yong.
Bayangan sang paman Tan Kiam Pek. Dua bayangan- bayangan orang yang pernah dikenal olehnya.
Langkah Tan Ciu semakin dekat dengan jurang akhir penghidupan.
Tiba-tiba.. .
Lamunan Tan Ciu dibangunkan oleh satu suara yang memanggilnya. "Saudara itu jangan pergi."
Tan Ciu menoleh. Siapakah yang memanggilnya?
Disana telah bertambah seorang, dia mengenakan tutup kerudung muka, berpakaian warna abu duduk diatas sebuah kursi beroda, itulah seorang cacad. Orang itu yang membangunkan Tan Ciu dari lamunan.
"Kau yang memanggil?” Bertanya Tan Ciu
"Betul," Berkata siorang cacad yang duduk diatas kursi roda.
"Ada urusankah?” Bertanya lagi si pemuda. Orang itu berkata.
"Kulihat ilmu kepandaianmu lumayan juga, aku hendak meminta petunjuk." "Tentang apa?" Bertanya Tan Ciu.
"Berapa lamakah kau berkelana didalam dunia persilatan?" Bertanya orang diatas kursi roda itu.
"Kurang lebih dua tahun."
"Ng. . . Kau pernah dengar nama seorang yang bernama Han Thian Chiu dengan gelar Telapak Dingin."
Hati Tan Ciu terkejut.
"Si Telapak Dingin Han Thian Chiu?" Ia berkata. "Betul!"
"Aku tahu." Berkata Tan Ciu.
Dengan sikap yang tidak sabar, orang cacad itu bertanya lagi, "Dimanakah kini?"
"Dia pernah menetap didalam Benteng penggantungan.
Dan kemudian pergi entah kemana."
"Ooo " Orang diatas kursi roda itu mengeluarkan suara
putus harapan.
"Kau hendak menemui Han Thian Chiu?” Bertanya Tan Ciu.
"Betul."
"Bagaimana hubungan kalian? Kawan?" "Kawan? Bukan!"
"Ng "
"Musuh?"
Tan Ciu hendak mengajukan pertanyaan, bagaimana terjadinya, permusuhan orang itu dengan si Telapak Dingin Han Thian Ciu. Maksud tadi dibatalkan. Mengingat perkenalan dengan orang tersebut belum mendalam, Urusan orang lain tidak perlu menambah kepusingan otaknya.
Orang itu mengenakan pakaian kelabu, dia duduk lesu, Seolah-olah putus harapan?
Tan Ciu membuka suara. "Masih ada yang hendak ditanyakan."
"T i d a k."
"Aku hendak melanjutkan perjalanan." Tubuh Tan Ciu melesat, cepat sekali meninggalkan orang cacad yang duduk di kursi beroda.
Orang itu duduk sekian lama! Melamun, Suatu ketika, ia berkata.
"Eh..-."
Maksudnya hendak menanyakan sesuatu yang sangat penting, Tapi bayangan Tan Ciu telah lenyap, Tidak terlihat.
Tangannya memegang kedua gelinding.. siur . . . kursi itu meluncur. Ia mengejar Tan Ciu!
-ooo0dw0ooo-
Di puncak gunung Pek soat-hong.
Seorang pemuda memandang pandangan dibawah kakinya.
Siapakah pemuda itu?
Dia adalah murid si Putri Angin Tornado Kim Hong Hong, putra si Pencipta Drama Pohon Penggantungan Melati Putih Giok Hu Yong.
Namanya Tan Ciu! Salju putih menutupi pemandangan, bagaikan kapas tipis, bunga-bunga salju bertaburan.
Tan Ciu tiba ditempat itu pada keesokan harinya, setelah ia meninggalkan sang ibu dibangunan luar biasa yang terletak dibawah tanah. Janji duel adalah dua hari lagi, dua hari dari waktu keberangkatannya.
Ia datang lebih cepat satu hari dari waktu yang ditetapkap.
Tan Ciu harus menunggu satu hari.
Memandang tidak ada orang, ia harus mencari tempat bermalam.
Hawa sangat dingin.
Tan Ciu melayang turun. dia dapat melihat adanya sebuah guha perlindungan. Langsung meluncur kearah itu.
Guha cukup untuk seorang, sangat gelap, tentunya sangat dalam.
Memeriksa sebentar, Tan Ciu mengayun kakinya maksudnya memasuki guha tersebut.
Tiba-tiba, terdengar suara bentakan seseorang. "Hei!"
Tan Ciu menekan lajunya kaki, ia membatalkan diri.
Berdiri dimulut guha, menolehkan kepalanya.
Seorang pemuda berkerudung jubah kulit macan tutul berdiri dihadapan jago kita.
Ditangan kanan pemuda berbaju macan itu memegang senjata bercagak, itulah garpu untuk menghadapi binatang buas. Ditangan kiri pemuda itu menantang dua ekor kelinci liar. itulah hasil buruannya.
Dia seorang pemburu. Tan Ciu tertegun.
Pemuda berpakaian bulu macan itu menegur lagi. "Kau mau apa?"
"Ahk tidak?" Tan Ciu masih bingung,
"Huh, bukankah kau hendak memasuki guha itu." Bertanya lagi si pemuda berpakaian macan tutul.
"Oh, ya "
"Mengapa boleh sembarang memasuki tempat tinggal orang?"
"Tempal tinggal orang?"
"Tempat tinggalku." Geram si pemuda pemburu. "Rumahmu?! Kau tinggal didalam guha itu." "Mengapa? Tidak boleh?"
"Oh Aku salah bicara."
"Hei mengapa tidak meminta ijin dahulu?" Tan Ciu menyengir.
Bagaimana ia meminta izin? Sedangkan orang itu baru saja datang.
Mana diketahui, bahwa guha batu itu ada penghuninya?
Pertanyaan-pertanyaan si pemuda berbaju macan sering menyimpang dan kebiasaan seorang yang berpikiran normal. Mungkinkah sedang berhadapan dengan seorang pemuda sinting.
Tidak mungkin.
Orang itu masih pandai merawat diri. Masih bisa bersuara. Masih dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang seperti masuk di akal.
"Hei, apa yang sedang kau pikirkan?" Bertanya lagi pemuda berpakaian kulit macan.
"Oh . . ." Tan Ciu sadar dari lamunannya. "Sedang kupikirkan, mengapa kau tinggal di dalam sebuah guha?"
"Mengapa tidak? Tinggal didalam guha lebih nyaman dari membuat rumah." Berkata pemuda berpakaian kulit macan itu.
"Bolehkah aku memasuki guhamu?" Tan Ciu meminta ijin.
"Tidak boleh." Berkata pemuda itu. Tan Ciu membelalakkan mata.
Niatan pertama. ia hendak menerjang masuk Dan terpikir cepat, apa guna bersitegang dengan seorang pemuda dungu?
Guha gunung sangat banyak, ia dapat memilih guha- guha lainnya untuk bermalam,
Tan Ciu berjalan pergi,
Pemuda itu berteriak. "Hei, kau hendak kemana?" "Pergi."
"Tidak jadi memasuki guhaku?" "T i d a k!" "Ha. ha ... Kau marah? Baiklah. Aku mengijinkan kau masuk." Ia tertawa. "Hawa udara sangat dingin aku kasihan, kau akan mati kedinginan."
Tan Ciu menyengir lagi.
Guha itu sangat dalam, cukup lebar dapat menampung belasan orang. Memasuki kebagian dalam. Tan Ciu bebas dari serangan hawa dingin.
Pemuda berpakaian kulit macan telah meletakkan senjata perbuatannya, membuat sate panggang kelinci.
Selera Tan Ciu merangsang.
Pemuda itu duduk disamping api unggun, dia berkata. "Duduklah lebih dekat lagi. Lihat keadaanmu, tentunya kedinginan."
Tan Ciu menggeser tempat duduk. "Terima kasih. "Ia berkata.
Pemuda berkulit macan bukan seorang manusia pintar,
dia mempunyai hati yang cukup baik.
Memandang orang itu. Tan Ciu berkata. "Kau tidak dingin?"
"Dingin? Ha? Tanpa pakaian, aku kuat berbaring dihujan salju sehingga sepuluh hari, lihatlah?" Pemuda itu membuka baju kulit macannya, memperlihatkan keangkeran tubuhnya yang berotot.
Hitam langsat, kulit pemuda itu penuh dengan spieer.
Tentunya sangat kuat.
Tan Ciu tertawa, timbul niatannya untuk menggoda pemuda ini. ia berkata. "Badanmu memang luar biasa. didalam bentuk potongan yang kuartikan. Kekuatannya, hm ... kukira belum tentu kuat bertahan dari totokan jariku."
"Ha, ha, ha,.." Pemuda itu tertawa. "Tidak percaya?"
"Berapa kuatkah jarimu itu? Gunakanlah golok dan pedangmu aku tidak takut."
"Berani kau tertaruh?"
”Bertaruh? Apa. apa yang dipertaruhkan?"
"Bila kau kalah. Aku hendak bermalam ditempat ini." "Bila kau yang kalah?" Bertanya pemuda itu. "Katakanlah." Berkata Tan Ciu. "Apa yang kau mau?
Aku akan mengabulkan segala permintaanmu."
"Baik ... Apa yang kuhendaki. . ." Pemuda itu menggelengkan kepalanya, memikir barang yang belum dipunyai.
Tiba-tiba ia berteriak.
"Aha sudahkah kau beristeri?"
"Beristeri?" Tan Ciu terbelalak. "Mengapa mengajukan pertanyaan ini.
"Sangat penting sekali." "Belum." Berkata Tan Ciu,
"Adakah kawan wanitamu yang terbaik?"
"Tentu saja ada."
"Aha. itulah. Bila kau tidak berhasil menotok aku jatuh, aku menghendaki kawan wanitamu itu." Tan Ciu tertegun.
"Permintaan yang luar biasa." Ia berkata. "Apa yang luar biasa?"
"Masakkan kawan wanita dijadikan barang taruhan?" "Mengapa tidak boleh?"
"Alasanmu?"
"Umurku telah dua puluh delapan tahun belum beristeri. Tentu aku ingin beristeri. Aku menghendaki kawan wanitamu."
Hampir Tan Ciu tertawa.
Dikala itu. daging bakar telah mengepul. Si pemuda menarik pulang gagang tusukkan, Menyabetnya dua potong, satu dijejal masuk mulut sendiri dan lainnya diberikan kepada Tan Ciu.
"Makanlah." Ia berkata.
Tan Ciu menyambuti daging bakar, dengan tertawa, ia berkata. "Kawan wanitaku disediakan uutuk isteriku. Bukan untukmu."
"Bila ada lebih, boleh membagi satu." Berkata pemuda itu.
Tan Ciu menggigit daging kelinci mendengar ucapan itu, daging itu hampir tersembur keluar.
"Mana boleh." Ia berkata. "Kawan wanita harus dicari sendiri, bukanlah barang yang boleh sembarang dipersembahkan. Berusahalah mencari kawan wanita lainnya." "Tidak mungkin, tempat tinggalku dipuncak gunung salju. Tidak mungkin ada wanita berkunjung datang, Bagaimana aku berkenalan dengan seorang wanita?"
"Kau belum pernah menjumpai wanita?"
"Belum. bagaimana keadaan bentuk wanita itu hingga saat ini, aku belum tahu. Belum pernah aku melihat bentuk ukuran wanita."
"Ha. ha, ha ...." Giliran Tan Ciu yang tertawa. "Bagaimana kau tahu, bahwa aku bukan wanita?" Ia mengajukan pertanyaan!
"Tentu saja bukan." Berkata pemuda itu. "Ayahku berkata. Rambut seorang wanira sangat panjang, dadanya melembung kedepan, perutnya mengecil rapet, pinggangnya besar kebelakang dan lain-lainnya. Kau tidak mempunyai ciri-ciri seperti tadi. Kau bukan wanita."
"Ha, ha, ha. . . Eh dimanakah ayahmu?" Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Mati."
"Oooo . . Baiklah. Bila aku tidak dapat mengalahkanmu.
Akan kucarikan seorang wanita untuk menjadi isterimu." "Sungguh?" Pemuda itu sangat girang.
"Tentu. Aku tidak akan menipu."
"Baik. Berani kau menipu, akan kucekek batang lehermu." Si pemuda membuat suatu gerakan mencekek orang.
"Boleh." Tan Ciu menerima perjanjian.
"Mari." Pemuda itu memasang dada. "Kau boleh mencoba menjatuhkan aku." Didalam hati Tan Ciu tertawa geli. Pemuda ini belum tahu berapa lihaynya ilmu totokan. Hanya satu kali dorong, pasti ia dapat menjatuhkannya.
"Sudah bersiap siaga ?" Ia bertanya. "Sudah. mulailah." Tantang pemuda itu.
Tan Ciu menggerakan tangan, clep . . .. menotok jalan darah Kie-bun-hiat.
Haheeek. . .
Tangan Tan Ciu dirasakan sakit, hampir patah.
Pemuda itu tidak bergeming dari tempat kedudukannya yang semula.
Tan Ciu kesima!
Manusia besikah yang dihadapi? Mengapa tidak mempan totokan?
Pemuda itu tertawa riang. "Aha, kau harus menyediakan seorang isteri untukku !"
"Kau, kau, kau . .!"
Pemuda itu tertawa, "Aha, masih penasaran?" Tan Ciu menganggukkan kepala.
Pemuda itu mengeluarkan sebilah pisau, diserahkan kepada Tan Ciu.
"Kuberi kesempatan satu kali lagi! Gunakanlah pisau ini!
Bila kau tidak berhasil, kau harus mengaku kalah, mau ?"
Tan Ciu telah berhadapan dengan keturunan keluarga jago silat, dan kini dia maklum, pemuda itu telah menutup semua hawanya, maka tidak mempan ilmu totokan. Menyambuti pisau itu, Tan Ciu memberi peringatan. "Kau harus berhati-hati."
Dengan cara apa, pemuda dapat menghindari tusukan pisaunya?
"Kuatkanlah tenagamu. aku tidak akan mati." Pemuda dipuncak gunung Pek-soat-hong itu menantang.
"Awas!" Tan Ciu mengirim suatu tikaman, Trakkk!.. .
Pisau terpental balik.
Nyali Tan Ciu dirasakan seperti hendak mencelat keluar.
Luar biasa! Mungkinkah ada ilmu kepandaian yang semacam ini? Kepandaian yang tidak mempan senjata tajam ?
Pemuda berbaju kulit macan itu membuka mulut, "Bagaimana? Mengaku kalah?"
Tan Ciu mematung ditempat, seolah-olah telah menjadi seorang manusia batu. Tentu saja ia tidak percaya akan adanya ilmu kepandaian seperti apa yang telah disaksikan.
"Hei. . ." Pemuda itu berteriak lagi, "Mengapa tidak bicara.
"Kau menang." Berkata Tan Ciu.
Kemenangan pemuda itu diperas dari ilmu kekebalan, badannya yang luar biasa. Suatu kemenangan yang gilang gemilang.
Tan Ciu menderita kesalahan, sangat mutlak.
Kepandaian pemuda ini menaklukkan semua jago rimba persilatan dan menjadi seorang jago tanpa tandingan.
Dia berkata. "Kau kalah seorang istri." "Kau hebat.” Tan Ciu memuji. "Wanita mana yang hendak kau serahkan kepadaku?" "A a a a," Tan Ciu menghadapi suatu problem kesulitan.
Sebelum terjadi pertaruhan. Tan Ciu menduga pasti
bahwa ia akan memenangkan pertandingan itu.
Terbukti bahwa ia menderita kekalahan.
Siapa yang hendak diserahkan kepadanya sebagai isteri? "Hei" Berteriak lagi pemuda itu. “Siapa yang hendak kau
serahkan kepadaku ?"
"Kau harus bersabar." Akhirnya Tan Ciu berkata. "Kau segera tahu."
"Kau yang membawa datang ketempat ini." "Ng . ."
"B a g u s."
"Eh, bagaimanakah sebutan saudara yang mulia." "Aku Ong Jie Hauw."
Mereka saling berkenalan.
Hari itu Tan Ciu bermalam didalam guha Ong Jie Hauw. Menjelang hari yang kedua ?
Hari yang jernih, tanpa hujan salju. Tanah yang masih putih adalah bekas peninggalan salju dikemarin hari. Tan Ciu meninggalkan guha Ong Jie Hauw dan menuju kearah puncak.
Dia tidak menunggu lama, terlihat bayangan merah yang bergulung naik keatas, itulah bayangan orang yang ditunggu. Sangat gesit sekali, cepat sekali, disana telah bertambah seorang gadis berpakaian baju merah. Mereka saling pandang. Gadis baju merah tertegun.
"Hei?" Ia menegur ”Adakah melihat seorang wanita?" "Tidak?" Berkata Tan Ciu.
"Kau menunggu siapa? Bertanya lagi gadis tersebut. "Kau?"
"Aku?" Gadis baju merah sangat heran. "Kau kenal kepadaku?"
"kau yang menantang ibuku?" "Aaaa. . .Kau putra Giok Hu Yong?" "Betul. kau Giok Hong?"
"Bukan. Aku muridnya! Surat tantangan dikeluarkan oleh guruku." Berkata sigadis. "Mengapa ibumu tidak datang?"
"Mengapa gurumu tidak datang?" Balik debat sipemuda. "Bagus! Berani Giok Hu Yong mengabaikan panggilan
guruku?"
"Dewa manakah yang menjadi gurumu? Mengapa berani mengadakan surat panggilan?"
Gadis. itu marah besar.
"Kau mencari mati?" Ia membentak
"Kau yang mencari kematian!" Berkata Tan Ciu, "Bagus! Biar aku yang membunuhmu!" kata gadis itu. "Kau berani?" Tantang Tan Ciu.
"Mengapa tidak?" "Kurang ajar."
"Kau yang kurang ajar."
Perdebatan meningkat, pertarungan tidak dapat dielakan. gadis itu menggoyangkan tangan memukul sipemuda.
Tan Ciu menangkis serangan tadi. "Serangan bagus." Ia mengeluarkan pujian. "Kau juga tidak lemah," Berkata gadis itu.
"Kini giliran kau yang menerima seranganku." Berkata Tan Ciu. Betul-betul ia membalas dengan satu serangan maut!
Gadis berbaju merah bukan manusia biasa, ia berani mewakili gurunya menantang Giok Hu Yong, tentu berkepandaian tinggi! Serangan Tan Ciu dapat diegoskan olehnya! Dari situ, ia mengirim tiga serangan lainnya, sangat cepat sekali!
Lawan berat!
Tan Ciu mengerahkan semua kekuatannya, dan ia berhasil mengimbangi kekuatan lawan!
Belasan jurus telah dilewatkan! Gerakan gadis itu gesit sekali, Tan Ciu percaya, bila guru si gadis yang berkunjung datang, dia bukan tandingannya.
Keterangan sang ibu telah terbukti, musuh berkepandaian tinggi.
Bila guru gadis si baju merah yang datang, akh. . . Tan ciu memberikan perlawanannya.
Suatu ketika, gadis baju merah membentak, tangan kirinya melurcur kearah perut si pemuda. Tan Ciu mengeraskan tangan, membacok kebawah, sangat keras sekali.
Si gadis gesit, dikala serangan Tan Ciu datang, dia telah menarik kembali. membatalkan maksud tujuannya yang semula, jari-jarinya dikeraskan, menotok kearah jalan darah Leng-lay.
Tan Ciu berganti tempat, berbalik cepat. Dia sudah berada dibelakang orang. Hut... mendorongkan kedua tangannya.
Gadis itu mengalami kegagalan. Lompat atau melarikan diri, berarti kekalahan set! Dia juga berbalik, dengan kedua tangan, memapaki datangnya pukulan.
Terdengar suara yang bergemuruh, tubuh gadis itu terpental mundur. Dia kalah tenaga.
Kalah tenaga bukan berarti bukan kalah kepandaian, dengan tipu-tipu silatnya yang luar biasa ia menerjang lagi. pertempuran masih belum lagi selesai. Dua puluh jurus berlalu . . .
Tiga puluh jurus berlewat. Dan setelah empat puluh jurus kemudian, perbedaan segera menonjol. Dengan tenaga dalamnya yang lebih unggul. Tan Ciu memaksa mengadakan benturan-benturan akibat dari benturan- benturan tadi, sigadis terdesak.
Tan Ciu berhasil membuat suatu posisi tegang lagi?
Kedua telapak tangan didorong kedepan.
Gadis itu tidak mempunyai jalan mundur ia harus mengadu kekuatan pula.
T i b a2 . . . Satu bayangan meluncur naik, menyelak diantara kedua orang ini. Dengan satu tangan satu ia menerima pukulan2 gadis berbaju merah dan Tan Ciu.
Pertarungan duel terhenti
Tan Ciu di Timur. Lawannya diarah Barat, Dia di- tengah2 dua orang. berdiri si pemuda berpakaian kulit macan, itulah Ong Jie Hauw.
Pusat perhatian terpikat oleh bentuk tubuh gadis baju merah. dengan mulut melongo ia memandangnya terus menerus.
"Aha. Tentunya, kau seorang wanita asli." Ia berkata. Itulah kata-kata dan perbuatan yang sangat kurang ajar. Si gadis segera membentak. "Cih, tidak tahu malu."
Ong Jie Hauw tidak marah, Ia berpaling kearah Tan Ciu dan menegur kawan itu.
"Hei, mengapa tidak boleh menghina seorang wanita?" Tan Ciu menyengir.
"Aku. . ."
Gadis berbaju merah sudah hampir menderita kekalahan. Datangnya Ong Jie Hauw sangat menguntungkan.
Tiba-tiba hatinya tergerak, bila ia dapat menggunakan orang ini, tentu lebih menguntungkan lagi. Segera ia berteriak.
"Dia orang jahat."
Ong Jie Hauw menoleh, dan dikala kepalanya dibalikan, sepasang matanya telah menatap Tan Ciu.
"Mengapa ?" Ia bertanya. "Wanita itulah yang jahat." Berkata Tan Ciu.
Ong Jie Hauw menggeleng-gelengkan kepala ia tidak percaya.
"Dia sangat cantik." Katanya. "Mengapa katakan jahat." "Saudara Ong," berkata Tan Ciu. "Minggirlah."
Jie Hauw tertawa. Ia tidak mau menyingkir diri dari persengketaan.
"Saudara Ong?" Berkata lagi Tan Ciu, "Lekaslah kau kembali kedalam guha! menunggu wanita yang kubawakan kepadamu?"
"Uh uh, . uh . , ," Ong Jie Hauw mengundurkan diri. Gadis berbaju merah berteriak, "Jangan percaya?!" Ong Jie Hauw berpaling.
"Mengapa?" Ia mengajukan pertanyaan.
"Dia bohong." Berkata si gadis. "Dia tidak mempunyai wanita. Akulah wanita. Kau bantu membunuh dia, aku adalah istrimu."
"Ah . . ." Ong Jie Hauw berteriak girang, "Kau bersedia menjadi istriku?"
"T e n t u."
"Mari kita kembali." Ong Jie Hauw hendak menarik tangan gadis itu.
"Tunggu dulu, Kau harus membunuhnya." Berkata si gadis, "Tidak akan kau biarkan orang lain menghina istrimu, bukan?"
"Tentu."
"Bunuh dia." Si gadis memberi perintah. "Aha, tentu .. . tentu . ." Ong Jie Hauw berhadap- hadapan dengan Tan Ciu.
Tan Ciu mundur dua langkah. Bila Ong Jie Hauw ada niatan membunuh dirinya. Tidak mungkin ia lolos dari kematian.
Ong Jie Hauw masih tertawa-tawa. Tan Ciu mundur satu langkah lagi.
Ong Jie Hauw maju satu langkah, jarak mereka tetap seperti semula.
Tan Ciu menggeram. "Ong Jie Hauw, kau gila?"
"Gila? Aha . .." Ong Jie Hauw tertawa, "Aku belum pernah mempunyai penyakit gila."
"Bagaimana kau membantu pihak musuh?" Bertanya Tan Ciu lagi.
"Dia isteriku. Tentu aku membela dirinya." Berkata Ong Jie Hauw tertawa-tawa.
Gadis baju merah juga berteriak. "Betul. Setelah membunuh dirinya. aku adalah istrimu."
Tan Ciu berteriak. "Jangan percaya keterangannya. Dia hendak menipu dirimu."
"Hendak menipu aku?" Ong Jie Hauw membatalkan niatannya untuk membunuh Tan Ciu, dia berpaling dan memandang gadis baju merah yang mengatakan hendak menyerahkan diri jadi istrinya,
"Kau tidak menipu aku bukan?" Ia berkata.
"Mana mungkin. Bunuhlah dia cepat." Berkata gadis itu. "Aku adalah istrimu." "Sungguh? Jangan mencoba untuk membohong kepadaku."
"Mana mungkin aku berbobong?"
"Baik." Ong Jie Hauw mengambil putusan.
Tan Ciu menggedek-gedek kepala. Apa yang dapat dilakukan untuk menghadapi si dungu?
Tujuan si Dungu hendak memperistri orang kecuali itu, apapun tidak dihiraukan olehnya.
Ong Jie Hauw mendatangi Tan Ciu.
Mengapa dunia melahirkan seorang dungu seperti Ong Jie Hauw? Dikata ada orang yang bersedia menjadi istrinya, apapun tidak mau diambil pulang. Membunuh orang pun boleh.
Tan Ciu berkepandaian tinggi. Tinggi untuk menghadapi orang lain.
Bertemu dengan Ong Jie Hauw yang tidak mempan senjata, tentu saja Tan Ciu turun pangkat, kalah derajat.
Tan Ciu mundur lagi kebelakang. Ong Jie Hauw mendesak kedepan.
"Saudara Ong, mengapa kau percaya kepada obrolannya?" Tan Ciu masih berusaha menghindari kejadian.
"Mengapa tidak boleh percaya ?"
"Setelah kau membunuh aku, dia segera melarikan diri." "Melarikan diri?" Ong Jie Hauw berpaling kebelakang. "Kau hendak melarikan diri?" Ia bertanya kepada gadis
baju merah itu.
"Tidak." Berkata si gadis. "Bila kau melarikan diri?"
"Kau . . . Kau dapat mengejar, bukan?" "Aha..."
Ong Jie Hauw mendesak Tan Ciu, untuk kesekian kalinya.
Tan Ciu menggeretek gigi!
"Saudara Ong," Ia berteriak. "Tekadmu untuk membantunya sudah bulat?"
"Aha, dia ingin menjadi istriku? Mengapa tidak bulat?" "Bagaimana dengan wanita yang kau minta dariku?"
"Satu istri pun cukup, persembahanmu tidak kuterima lagi!"
Tan Ciu membalikkan badan, maksudnya hendak melarikan diri.
Ong Jie Hauw lebih cepat, begitu melesat. tubuhnya telah berada diudara, bagaikan seekor burung alap-alap yang menerkam mangsanya, ia menukik turun.
Cengkeraman yang lihay.
Tan Ciu menjatuhkan dirinya kesamping.
Ong Jie Hauw menerkam lagi. Untuk kedua kalinya, Tan Ciu berhasil menyingkirkan dirinya.
Dua terkaman Ong Jie Hauw tidak membawa hasil. Sifat liarnya si dungu terjangkit, ia menggeram, mengeluarkan suara yang seperti binatang, lagi-lagi menubruk si pemuda.
Tan Ciu teringat akan ilmu Ie hun Tay-hoat, bila dia dapat menggunakan ilmu itu untuk menundukan lawannya.
Tan Ciu juga mengeluarkan suara pekikan panjang. Ong Jie Hauw terkejut, Matanya memandang korban itu. Dua pasang mata hadap-berhadapan. Sinar mata saling tumbuk.
Menggunakan ilmu batinnya. Tan Ciu memancarkan cahaya luar biasan tangannya diangkat tinggi2.
Ong Jie Hauw tidak mengerti. kejadian apa yang akan menimpa dirinya.
Gadis berbaju merah juga bingung. Tiba-tiba , . .
Ong Jie Hauw tertawa, Ia berkata, "Aha mengapa
mempelototkan mata seperti itu?"
Celaka! Tamatlah harapan Tan Ciu untuk mengalahkan manusia dungu itu! Tenaga dalam Ong Jie Hauw masih berada diatas Tan Ciu! Maka kekuatan yang dikatakan kepadanya tidak membawa hasil!
Ong Jie Hauw mengayun tangan! P h a n g ! ! !
Tan Ciu tidak dapat menolak pukulan, mulutnya menyemburkan darah, tubuhnya terpental!
Ong Jie Hauw mengirim pukulan yang kedua.
Tan Ciu menjadi nekad, dengan sekuat tenaga menyongsong datangnya pukulan itu.
Gedubrak!, Tan Ciu jatuh terpelanting.
Gadis berbaju merah membarengi gerakan itu, beberapa pukulan pula dilontarkan pada Tan Ciu!
Berguling-gulingan beberapa kali, Tan Ciu meloloskan diri dari pukulan-pukulan maut! Akibat dari beradunya kedua tenaga, Ong Jie Hauw juga terdorong mundur! Kini ia maju kembali. Segera ia berteriak.
"Serahkan kepadaku."
Gadis berbaju merah mengundurkan diri. Secepat kilat itu Tan Ciu melarikan diri. Ong Jie Hauw tertegun!
Gadis Derbaju merah tidak berani mengejar, ilmu kepandaiannya masih dibawah tingkatan Tan Ciu!
Dia berteriak. "Lekas kejar!"
Ong Jie Hauw mengayun Kaki. mengejar Tan Ciu.
Gadis baju merah mengintil dibelakangnya.
Kecepatan Ong Jie Hauw juga luar biasa, ia berhasil memperpendek jalan pengejaran.
Tan Ciu melarikan diri. kini dihadapannya tiada jalan lagi. Lembah curam memutuskan perjalanan.
Ong Jie Hauw telah mengejar tiba.
"Tan Ciu, jangan benci kepadaku!" Berkata si dungu. Ia memukul lagi,
Tan Ciu menerjunkan diri kedalam jurang sangat dalam, terdengar suara jeritan pemuda itu, berkumandang lama sekali. Semakin lama semakin kecil akhirnya lenyap!
Ong Jie Hauw terpaku dipinggiran tebing jurang.
Gadis berbaju merah menengok kebawah hanya kabut putih yang mengisi lembah itu,
Ong Jie Hauw bergumam. "Manusia tolol. mengapa menerjunkan diri kedalam jurang? Bukankah mati konyol?" Gadis baju merah tertawa riang.
Ong Jie Hauw meninggalkan tebing jurang menghampiri gadis itu dan berkata.
"Mari kita pulang."
"Pulang kemana?" Bertanya gadis itu. "Tentu saja pulang ketempatku." "Pulang ketempatmu?"
"Mengapa tidak? Kau harus tidur denganku." Wajah sigadis menjadi merah,
"Tidak tahu malu." Ia berkata.
"Mengapa malu. Kau adalah istriku. Mengapa tidak boleh tidur denganmu?"
Gadis itu hendak menggunakan tenaga Ong Jie Hauw membunuh Tan Ciu. Perkembangan kejadian seperti itu sungguh berada diluar dugaan.
Ong Jie Hauw berkepandaian tinggi, ciri lain adalah otaknya yang sangat dungu. Tentu saja gadis itu tak mau kawin dengannya.
"Dimanakah tempat tinggalmu?" Ia bertanya. "Didalam guha itu ?"
Lie Bwee, demikian nama gadis berbaju merah tertawa manis. Dia harus membawakan sikapnya yang lunak, se- olah2 tunduk pada si dungu.
Ong Jie Hauw kesima, dia menjadi lupa daratan dunia pun dirasakan menjadi sorga. Dia tidak tahu. itu pun termasuk salah satu tipu Lie Bwee.
"Hayo, kau berjalan didepan." Lie Bwee berkata. "Tentu.... Tentu " Berkata si dungu Ong Jie Hauw.
Seolah-olah terkena ilmu sihir. ia meninggalkan gadis itu. turun gunung, hendah pulang kedalam guhanya.
Lie Bwee mesem-mesem ditempat, Sebentar lagi. setelah si dungu sudah jauh, ia akan melarikan diri.
"Dasar dungu." Ia bergumam sendiri.
Ong Jie Hauw melangkah turun, tiba-tiba ia menghentikan langkah kakinya.
"Tidak mungkin," Ia bergumam. Cepat-cepat ia membalikkan badan kebelakang, gadis baju merah Lie Bwee tidak bergeming dari tempatnya yang semula. Ia menghampiri lagi.
"Ada apa?" Bertanya Lie Bwee. Ia sangat terkejut. "Tidak mungkin." Berkata Ong Jie Hauw.
"Apa yang tidak mungkin."
"Mana mungkin aku berjalan lebih dulu." "Maksudmu ?"
"Kau berjalan dihadapanku." Ia berteriak.
"Mengapa?" Lenyaplah kesempatannya untuk melarikan diri.
"Setelah aku pergi, kau dapat melarikan diri bukan?" Berkata Ong Jie Hauw. Ternyata, diapun tidak dungu sekali.
"Melarikan diri. Mana berani!" Berkata Lie Bwee. "Aha, tidak melarikan diri. Baik berjalanlah didepan."
"Kau saja yang didepan." Berkata Lie Bwee. "Aku tidak bisa jalan didepan." "Biar kugendong."
Wajah Lie Bwee berubah. Ong Jie Hauw mendekati gadis itu.
Lie Bwee kehabisan akal. tiba-tiba timbul rencana baru. dengan tertawa ia berkata.
"Aku lelah. Gendonglah."
Ong Jie Hauw membelowekkan mulutnya, ia tertawa girang.
"Aha....." Ia berkata. "Ternyata, kau senang digendong orang?"
"Semua wanitapun senang digendong, apa lagi digendoog oleh kekasih sendiri."
"Aha, aku gendong." Ong Jie Hauw mengulurkan tangan mengangkat tubuh Lie Bwee.
Lie Bwee telah bersiap-siap, jalan darah yang mematikan adalah jalan darah Beng-bun-hiat, begitu tubuh terangkat, ia menotok jalan darah Ong Jie Hauw, tepat dibagian Beng- bun-hiat.
Taakk!. . . .
Bagaikan membentur tembok besi yang kuat totokan Lie Bwee tidak membawa hasil, ujung jarinya patah.
Kejadian itu tidak mengganggu usaha Ong Jie Hauw. Ia sudah menggendong tubuh orang yang menyatakan bersedia diperisteri olehnya.
Lie Bwee meringis. tentu saja terkejut.
Manusia besikah yang sedang dihadapi? Mengapa tidak mempan totokan? Dia berontak-rontak. maksudnya hendak melepaskan dari kekangan si Dungu. Ong Jie Hauw tertawa-tawa.
"Aei jangan banyak bergerak. Nanti kau jatuh kejurang." Ia tidak menyangka bahwa gadis itu masih hendak berusaha melepaskan diri.
"Lepaskan aku. . . .Lepaskan aku!" Lie Bwee berteriak- teriak.
Ong Jie Hauw tertegun.
"Kau minta digendong. bukan?" Ia bertanya dengan suara bingung, tidak mengerti.
"Tidak mau . .?"
"Jangan main-main." Berkata Ong Jie Hauw. "Aha, kita sudah tiba."
Ong Jie Hauw menggendong Lie Bwee memasuki tempat tinggalnya guha lebar dilereng gunung Pek-soat- hong.
Lie Bwee menggunakan kedua lengannya, memukul- mukul tubuh Ong Jie Hauw, bagaikan memukul tembok besi tangannya sendiri yang babak belur.
Ong Jie Hauw mengoceh.
"Aha, cerita ayah telah terbukti. seorang wanita adalah mahkluk yang paling sulit diselami. Kau suka kepada lelaki, semua wanita suka kepada pelukan lelaki, tapi bersikap malu-malu kucing, memukul . ..berteriak-teriak ... aku . . . Biar bagaimanapun kau akan menyerah.
"Lepaskan aku." Lie Bwee berteriak. "Aha."
Ong Jie Hauw menggendong Lie Bwee masuk kedalam guhanya. Bagaimana Lie Bwee berdaya tidak mungkin melepaskan diri.
Meletakan Lie Bwee ditempat pembaringannya Ong Jie Haaw berkata.
"Inilah rumahku, seterusnya kau akan menetap ditempat ini."
"Tidak mau "
"Aha, mengapa kau tidak mau?" "Aku tidak mau kawin denganmu." Ong Jie Hauw tersenyum.
"Kau .. Kau tidak mau kawin dengan aku?" Ia bertanya. "Betul!"
"Belum lama apakah yang telah kau katakan kepadaku?"
"Kukatakan kepadamu, aku hendak menggunakan tenagamu untuk membunuh pemuda yang bernama Tan Ciu."
Ong Jie Hauw mempentang kedua matanya lebar2. tidak percaya kepada kenyataan.
"Busuk sekali hatimu, he?" "Kau baru tahu?"
Ong Jie Hauw menjadi marah, setiap orang yang mengetahui bahwa dirinya ditipu mentah-mentah, tentu sangat marah. Tangannya dikepal rapat-rapat.
Lie Bwee berkata, "Jangan harap kau mendapat tubuhku.
Bila kau berani, bunuhlah!"
"Kau tidak mau diperistri olehku?" "Tidak mau." "Mana boleh?"
"Bunuhlah aku," Lie Bwee berteriak.
"Aha . ." Ong Jie Hauw tertawa, "Aku tidak mau membunuhmu. Aku hendak memperistrimu."
"Aku tidak mau . ."
"Harus mau," Ong Jie Hauw menerkam mangsanya.
Lie Bwee berusaha meloloskan diri. kemana pun dia lari, Ong Jie Hauw telah melintang dihadapannya.
"Aha . ." Si dungu tertawa. "Ingin melarikan diri? . . ."
Kasihan seorang gadis yang tidak mempunyai kekuatan telah menjadi korban keganasan si dungu.
Didalam guha itu. telah terjadi drama penghinaan yang tidak dapat dielakkan.
Diluar, hujan salju turun lagi.
Dunia memutih, salju menutupi semua kotaran manusia.
Pemandangan indah menutupi kejahatan masyarakat yang menjijikan.
Akhirnya salju pun berhenti.
Pergumulan diantara dua insan yang berada didalam guha itupun sudah selesai.
Terdengar rintihan tangis Lie Bwee.
Ong Jie Hauw selesai melampiaskan hawa napsunya ia telah mendapat kepuasan yang tidak terhingga.
Lie Bwee berpakaian, berjalan keluar, matanya telah menjadi benggul.
Ong Jie Hauw terkejut, dengan satu kali luncuran kaki, ia berhasil menyusul gadis itu. Menghadang didepannya seraya berkata. "Hendak kemana ?"
"Pergi." Berkata lagi Lie Bwee singkat.
"Jangan pergi. Kau sudah menjadi istriku." Berkata si dungu.
Lie Bwee mendelikan mata. "Minggir!" Ia membentak. "Mengapa?"
"Bila kau tidak mau minggir, aku segera membenturkan kepala pada batu." Lie Bwee memberi ancaman.
"Mengapa tidak mau menjadi istriku?"
"Minggir tidak?" Mata Lie Bwee memancarkan kewibawaan!
Ong Jie Hauw menggeser kakinya, tanpa disadari olehnya.
Lie Bwee melesat keluar, meninggalkan guha yang telah mencemarkan dirinya,
Ong Jie Hauw tertegun didepan pintu guha.
Dia adalah seorang pemuda yang jujur. pemuda berkepandaian tinggi yang belum kenal kepada keramaian dunia, masyarakat ramai itu sangat asing baginya.
Dia bergumam. "Mengapa? Mengapa dia melarikan diri lagi. . Mengapa tidak mau menjadi istriku."
Ong Jie Hauw masuk kedalam guhanya. Tiba-tiba , . .
Kupingnya yang tajam dapat menangkap satu suara, itulah suara yang datang kearah guhanya. Dia terpentak bingung, cepat lari keluar,
"Tentunya dia kembali lagi." Demikian si Dungu menduga kepada Lie Bwee.
Ong Jie Hauw telah berada dimulut guha. Disana berjongkrok sebuah kursi ada rodanya, diatas kursi itu duduk seorang berbaju kelabu, wajahnya tertutup oleh kerudung kain, inilah orang yang pernah Tan Ciu jumpai ditengah jalan.
Ong Jie Hauw menjadi kecewa. Bukan orang yang dikehendakinya.
"Siapa kau ?" Ia membentak.
Orang itu mengajukan pertanyaan. "Numpang tanya, adakah seoraag anak muda yang lewat sini?"
"Seorang anak muda?"
"Siapakah yang kau maksudkan ?" "Kemarin hari, dia menuju kearah sini." "Namanya"
"Namanya? O. lupa aku menanyakan, namanya. Dia mengenakan pakaian warna putih pinggangnya menggerobol pedang. wajahnya tampan. gerakannya gesit dan cekatan umurnya diantara dua puluh limaan tahun.”
"Akh ... Tan Ciu yang kau maksudkan?"
"Akh? Tan Ciu?” Orang cacad yang duduk diatas kursi roda terkejut. wajahnya berubah.
"Anak muda itu bernama Tau Ciu?" Ia bertanya.
"Betul. Dia mengaku bernama Tan Ciu?" Berkata Dungu Ong Jie Hauw, "Aaaa..." Orang berkerudung yang cacad itu mengeluarkan keluhan suara yang menunjukkan getaran jiwanya.
"Dimanakah dia berada?" Cepat ia bertanya. "Sudah mati," berkata Ong Jie Hauw singkat.
Orang itu mumbul dari tempat duduknya sangat kaget sekali begitu pantatnya mengenai kursi setelah turun kembali ia menggerakkan kursi roda itu berjalan dan sudah berada didepan si Dungu.
"Sudah mati?" Ia membentak. "Betul." Berkata Ong Jie Hauw. "Mengapa mati?"
"Kudorong dirinya, dia jatuh kedalam jurang dan setelah itu, tentu saja mati."
"Lekas katakan dimana jurang itu?" Orang cacad yang menutup wajahnya dengan kerudung kain itu membentak.
"Disana." Ong Jie Hauw menunjuk kearah tebing.
Orang itu memegang roda kursi ... srett ...badan dan tempat duduknya meluncur cepat, menuju kearah yang si dungu tunjuk?
"Bila aku tidak berhasil menemukan jejaknya, aku akan kembali lagi, membikin perhitungan denganmu." Suara ancaman ini diucapkan sebelum ia bergerak? Saking cepatnya ia gerakkan orang cacad itu maka terdengar setelah bayangannya hampir lenyap.
Perbuatannya yang mendorong Tan Ciu sehingga jatuh kedalam jurang disebabkan oleh ojokan Lie Bwee atas dasar janji bersedia diperistri, bukti telah menyadarkan dirinya dari impian. Lie Bwee menggunakan tangannya membunuh Tan Ciu.
Ong Jie Hauw kembali kedalam guhanya. Untuk pertama kalinya dia membunuh orang. Disaat itu malampun datang.
sek, sek. sek, sek,
Itulah derap langkah orang.
Ong Jie Hauw lompat bangun ia meninggalkan lamunannya. Bayangan seseorang memasuki guha.
Ong Jie Hauw membentak! "Siapa?" "Aku." Berkata orang itu.
Disana telah terpaksa bayangannya seseorang, itulah bayangan orang yang belum lama dijatuhkan Kedasar jurang.
"Aaaaa .,!" Ong Jie Hauw berteriak, "Setan!"
Ong Jie Hauw membalikan badan dia melarikan diri. Bayangan itu membuntuti dibelakang si Dungu.
Akhirnya Ong Jie Hauw tiba diujung batu tiada jalan lagi.
"Ong Jie Hauw." Memanggil bayangan itu.
"Jangan mengganggu aku!" Berteriak Ong Jie Hauw. "Bukan aku yang mau membunubmu."
"Ong Jie Hauw aku minta ganti jiwa." Berkata si bayangan.
"Jangan, oh dewa, tolonglah aku."
"Ha, ha, apakah kesalahanku. Mengapa kau memukul aku kedasar jurang." Itulah suara Tan Ciu. "Saudara Tan Ciu, jangan kau mengganggu aku. Akan kudewa-dewakan arwahmu, aku kupuja seumur hidupku."
"Aku tidak mau menjadi dewa." "Baik. Baik. Menjadi sahabat baikku?"
"Karena seorang wanita, kau membunuh kawan sendiri."
"Betul . . . Betul . . . Aku harus dihukum. . .hukum apa pua boleh . . Tapi, janganlah dibawa kedunia akherat,"
"Kau mengaku salah?"
"Betul . ..betul . . . Janganlah kau menyiksa aku didunia akhirat."
"Baik. Bersediakah mendengar perintahku?"
"Tentu .. Tentu . . Seumur hidup, aku mendengar segala perintahmu."
"Bersumpahlah,"
"Baik. . . Baik . .. Aku Ong Jie Hauw bersumpah, untuk seumur hidupku. aku akan mendengar perintah Saudara Tan Ciu."
"Bagus."
"Lekaslah kau Pergi, jangan mengganggu aku lagi." "Aku tidak pergi?"
"Aaa, tidak mau pergi? Apa maksudmu?" "Aku hendak mengawanimu."
"Aaaa ! Kau hendak mengawani aku? Mengawani
seorang manusia?" "Tentu!"
"Aaaii. . .Aku akan hidup dengan seorang setan?" "Aku bukan setan."
"Kau ?!. . .Kau Tan Ciu?" "Betul. Aku Tan Ciu."
"Kau , . . kau . . . Kau sudah mati." "Belum! Aku Tan Ciu asli." "Bobong! Kau sudah mati." "Percayalah, aku belum mati." "Bohong !"
"Betul. Panggilah!"
Ong Jie Hauw ragu2, dengan tangan gemetar, ia mendekati pemuda itu!
"Peganglah!" Berkata Tan Ciu.
Ong Jie Hauw memegang tangan Tan Ciu, kini ia percaya, bahwa bayangan yang dihadapi adalah manusia juga.
"Syukurlah!" Dia menarik napas lega, "syukur. Kau masih hidup."
Tan Ciu tertawa.
"Kau mengharapkan kematianku bukan?" Ia berkata. "Tidak . . Tidak. . .Tidak. . .aku menyesal telah
membunuh seorang sahabat baik yang sepertimu.
Dua sahabat baik rujuk kembali!
= o OdwO o =