Jilid 02
"Peristiwa ini bukan main anehnya. Tadi malam, ketika perahu terbelah menjadi dua bagian, tanpa disengaja aku melihat seseorang bertubuh tinggi dan kurus. Seperti bayangan sebatang pohon dan membopong kokomu pergi. Orang itu meloncat ke atas permukaan air lalu melesat dengan mengapung di atasnya."
Tao Ling terkejut setengah mati. Karena bayangan orang yang disebut oleh Lie Cun Ju itu, dia pun pernah melihatnya. Tarnpak Lie Cun Ju menggeleng-gelengkan kepalanya dengan bingung.
"Tadinya aku mengira pandangan mataku kurang beres. Coba kau bayangkan! Setidaknva tokoh-tokoh di dunia bu lim ini sudah mempunyai pengetahuan yang lumayan. Orang tua kita sering menceritakan setiap tokoh bu lim yang namanya terkenal, sanggup rnelayang di atas permukaan air. Ilmu gin kangnya (Meringankan tubuh) sudah mencapai taraf tertinggi. Di dalam dunia ini ada berapa orung yang sanggup melakukan hal yang sama? Saat itu, aku panik sekali karena ingin menolong kedua orang tuaku, tidak disangka mereka tidak berhasil tertolong, malah aku yang dihempas ombak besar."
Perasaan anti pati di dalam hati Tao Ling terhadap Lie Cun Ju sudah semakin berkurang.
"Bagaimana dengan orang tuaku, apakah kau melihat mereka?" tanya Tao Ling.
Lie Cun Ju menggelengkan kepalanya, "Cuaca malam itu gelap sekali. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Tao kouwnio, apabila kita bekerja sama membuat rakit dari batang- batang pohon, rasanya tidak sulit bagi kita untuk meninggalkun tempat ini." Sembari berkata, Lie Cun Ju mengulurkan pedang peraknya ke hadapan Tao Ling.
"Pedang perak itu pusaka warisan keluarga, apakah kau rela meminjamkannya kepadaku?" ujar Tao Ling dengan tersenyum.
"Mengapa Tao kouwnio mengucapkan kata-kata seperti itu?" Lie Cun Ju tertawa getir.
Tao Ling juga tidak sungkan lagi menerima pedang perak yang disodorkan Lie Cun Ju. Pedang itu tajam sekali. Sebentar saja mereka sudah berhasil menebang beberapa hatang pohon siong. Hari mulai gelap. Tao Ling merasa perutnya sakit karena menahan lapar.
"Kau tidak lapar? Bagaimana kalau kita mencari makanan di sekitar tempat ini?" tanyanya kepada Lie Cun Ju.
"Baiklah!" Kedua orang itu segera masuk ke dalam hutan, dan memutar satu kali. Tempat itu tampaknya tidak seberapa luas. Tetapi setelah kedua orang itu mengitarinya, mereka merasakan sesuatu yang aneh.
Ternyata setelah berjalan kesana kemari, mereka tetap kembali ke tempat semula. Tampaknya mereka tidak berhasil menyusup ke tengah hutan. Padahal arah yang dituju mereka itu menuju ke tengah hutan, namun entah mengapa tahu-tahu mereka kemhali lagi ke tempat semula.
Tidak lama kemudian, rembulan sudah menggantung di atas cakrawala. Mereka belum juga menemukan binatang buruan. Akhirnya Tao Ling memetik beberapa buah untuk mengisi perut.
"Apakah kau merasakan bahwa sejak tadi kita tidak bisa menemhus ke dalam hutan?" tanya Tao Ling keheranan.
"Memang aneh! Mari kita coba lagi!" sahut Lie Cun Ju.
Saat ini. perasaan anti pati Tao Ling terhadap Lie Cun Ju sudah sirna sama sekali. Dengan menggenggam pedang masing-masing mereka ber-jalan ke tengah hutan. Tetapi baru setengah perjalanan, mereka sudah kemhali lagi ke tempat semula.
Saat ini, kedua orang itu baru yakin, bahwa hutan itu mengandung keanehan. Tao Ling mempunyai watak serba ingin tahu, berkali-kali dia menyerukan kata aneh.
"Mungkin di dalam tempat ini terdapat hutan rahasia yang menghadang langkah kita sehingga tidak bisa terus ke dalam. Tao kouwnio, sebaiknya kita rampungkan rakit ini kemudian berusaha menemukan orang tua kita," ucap Lie Cun Ju kepada Tao Ling.
Hubungan kedua remaja itu sudah semakin akrab. Rasanya agak janggal kalau mengingat koko Tao Ling yang membunuh koko Lie Cun Ju. Bahkan orang tua mereka juga sudah saling memalingkan muka. Tetapi mereka berdua masih muda, jiwa mereka masih polos. Walaupun ketika baru bertemu, hati mereka merasa tidak enak juga, tetapi perjuangan di tempat terpencil selama sehari penuh membuat huhungan mereka jadi dekat kembali. Bahkan Lie Cun Ju mengatakan 'orang tua kita' di hadapan Tao Ling.
Mereka segera merampungkan rakit tadi. Meskipun hati Tao Ling agak panik ingin mengetahui nasib orang tuanya setelah perahu yang mereka miliki terbelah menjadi dua bagian lalu tenggelam, tetapi dia lebih tidak puas dengan jawaban Lie Cun Ju mengenai tempat itu.
"Aku tidak percaya ada hutan rahasia yang menghadang di depan kita. Pasti ada yang aneh pada tempat itu," kata-katanya demikian tegas.
Mata Tao Ling mengedar ke sekeliling tempat itu dengan penasaran. Gadis itu melihat ada sebatang pohon yang tingginya niencapai kira-kira lima depa. Tampak pohon itu menjulang tinggi bagaikan tangga panjang. Wajah Tao Ling langsung berseri-seri.
"Sudah ada! Kita naik ke atas pohon itu agar kita bisa melihat ke bagian tengah hutan agar kita tahu keanehan apa yang terdapat di sana. Bagaimana menurut pendapatmu?"
Dalam hati Lie Cun Ju, Tao Ling adalah seorang gadis yang periang dan lincah. Walaupun di antara kedua keluarga niereka berlangsung pertikaian yang cukup dalam, tapi dalam hati kecilnya mengakui hahwa kesan gadis ini sangat baik baginva.
Mendengar perkataan Tao Ling, dia segera mendongakkan kepalanya melihat ke arah pohon yang ditunjuk Tao Ling.
"Baik!"
Tanpa disadari, sepasang remaja itu bergandengan tangan dan berlari menuju pohon itu. Setelah sampai di bawah pohon. Tao Ling baru merasa bahwa kemesraan mereka sudah melampaui batas. (Perlu diketahui bahwa pada jaman itu laki-laki dan perempuan tidak boleh saling bersentuhan. walaupun hanya pegangan tangan saja, kecuali abang adik atau suami istri). Wajah Tao Ling merah padam, cepat-cepat dia melepaskan tangannya dari pegangan Lie Cun Ju.
Sepasang kaki gadis itu menghentak kemudian tuhuhnya pun mencelat ke atas. Tangannya terulur untuk meraih sebatang cabang pohon. Lie Cun Ju memandangi gerakan tubuh Tao Ling sampai terkesima beberapa saat. Setelah gadis itu sudah berhasil mencapai ke atas pohon tiba-tiba mengeluarkan seruan terkejut. Lie Cun Ju tersentak sadar dari lamunan. Cepat dia mendongakkan wajahnya dan melihat ke atas. Tampak Tao Ling berdiri di atas sebatang ranting pohon. Sedangkan ranting itu agak lemas sehingga tubuh gadis itu berayun-ayun seakan setiap waktu.bisa terjatuh ke bawah.
"Tao kouwnio, kau tidak apa-apa?" tanyanya setengah berteriak. "Cepatlah kau naik kemari! Cepat!" sahut Tao Ling.
Lie Cun Ju tidak tahu apa yang terjadi. Cepat-cepat dia melesat naik ke atas dan menerobos gerombolan daun yang lebat. Dia sempat mendengar gerakan tubuh Tao Ling. Ketika dia sudah mencapai ketinggian tiga depa lebih, dia mendongakkan kepalanya lagi. Tetapi dia tidak berhasil melihat gadis itu lagi. Rupanya pohon yang mereka panjat itu sebatang pohon Liong Pek yang usianya mungkin sudah ratusan tahun. Daunnya lebat sekali. Sewaktu pemuda itu ada di bawah pohon, dia bisa melihat pakaian Tao Ling yang berkibar-kibar sehingga tahu dimana gadis itu berada. Tetapi setelah dia naik ke atas, pandangan matanya terhalang oleh dedaunan yang rimbun sehingga tidak dapat melihat gadis itu lagi. Mendengar seruan Tao Ling seperti melihat sesuatu yang mengejutkan, dia menggerakkan tubuhnya untuk mencelat lebih tinggi lagi ke atas.
"Tao kouwnio, aku datang!" seru Lie Cun Ju
Lie Cun Ju melesat lagi stiengah depa. Rasanya jarak dirinya dengan puncak pohon tinggal sedikit lagi. Baru saja dia menarik nafas dalam-dalam untuk mencelat naik lagi, tiba-tiba bagian tengkuknya terasa geli, seperti ada orang meniup bagian belakang tengkuknya itu.
"Tao kouwnio, kau memang nakal!" kata pemuda itu sambil tertawa geli.
"Apanya yang nakal? Cepat kau lihat, pemandangan ini pasti belum pernah kau saksikan seumur hidup!" Suara Tao Ling berkumandang dari atas.
Lie Cun Ju terkejut sekali mendengar suara Tao Ling berkumandang dari atas. Tadinya dia mengira gadis itu yang meniup tengkuknya sehingga terasa hangat dan geli. Oleh karena itu, dia mengatakan 'Tao kouwnio, kau memang nakal!' Tetapi dari nada Tao Ling saat ini, paling tidak gadis itu masih satu depa di atasnya. Walaupun ilmu silat Lie Cun Ju belum sampai taraf yang tinggi, tapi dia mengetahui dengan pasti bahwa seseorang yang jaraknya satu depaan tidak mungkin rnenghembuskan angin ke tengkuknya apalagi terasa hangat seakan ditiup dari dekat.
Tentu saja, kesadarannya tergugah. Ada orang lain di atas pohon ini kecuali mereka berdua. Dan orang itulah yang mempermainkannya!
Berpikir sampai di sini, perasaan Lie Cun Ju jadi terkesiap. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya dan bermaksud membentak: 'Siapa?', tapi seluruh tubuhnya langsung bergetar, hampir saja pegangannya pada ranting pohon terlepas.
Rupanya tadi dia hanya memusatkan pikirannya untuk naik ke atas pohon, dia mengira di bagian belakangnya masih ada ranting pohon dengan dedaunan yang lebat. Kini
tiba-tiba dia menolehkan kepalanya dan ternyata bagian belakangnya merupakan udara yang melompong dan tidak ada tempat persembunyian sama sekali. Lalu dari mana datangnya udara atau dengus nafas yang dirasakannya tadi?
Hati Lie Cun Ju dilanda kebingungan dan merinding. Cepat-cepat dia memanjat ke atas pohon dan tidak berani berdiam di tempat semula lama-lama. Sesampainya di puncak pohon, dia melihat wajah Tao Ling menyiratkan perasaan terkejut, matanya menatap ke depan seperti terkesima oleh suatu pemandangan. Cepat-cepat dia mengalihkan perhatiannya mengikuti arah mata Tao Ling. Dia langsung terpana.
Di bagian tengah hutan itu, ada sebidang tanah berbentuk bundar. Di bawah cahaya rembulan, di permukaan tanah itu timbul cahaya yang mengapung dan terang sekali. Cahaya itu begitu menyilaukan mata seperti lampu yang besar sekali menyorot dari atasnya. Bagi orang-orang sekarang mungkin merasa diri sendiri berada di alam dewa- dewi. Karena di alam manusia tidak mungkin ada cahaya sebesar itu. Juga tidak mungkin berkelip-kelip seperti penuh bertaburan bintang.
Lie Cun Ju mernandang dengan terkesima, tanpa sadar dia bertanya. "Tao kouwnio, apa itu?"
Tao Ling menggelengkan kepalanya.
"Aku juga tidak tahu, mungkinkah sebuah danau kecil?"
"Kalau benar danau, paling tidak airnya akan hergerak sedikit-sedikit, tetapi cahaya itu pasif, tidak bergerak sedikitpun."
"Mudah, untuk mengetahui benar tidaknya, biar aku coba sebentar!"
Pedang Lie Cun Ju dipindahkan ke tangan kiri, tangan kanan menyusup ke balik pakaian serta mengeluarkan tiga batang senjata rahasia. Baru saja dia ingin melemparkan tiga batang piau tadi ke berkas cahaya yang terlihat, Lie Cun Ju teringat hawa hangat yang terasa di tengkuknya.
"Tao kouwnio, tunggu sebentar. Aku rasa di pulau ini tinggal seorang tokoh sakti yang mengasingkan diri. Jangan sampai membuatnya marah, agar ada keuntungannya bagi kita!" katanya mengingatkan.
"Masa nyalimu begitu kecil?" Tao Ling menoleh sambil tersenyum.
Wajah Lie Cun Ju merah padam. Mana ada anak muda yang sudi dikatakan pengecut di depan seorang gadis cantik? Tetapi watak Lie Cun Ju selalu waspada.
"Tao kouwnio tadi ketika aku memanjat sampai pertengahan pohon ini, tiba-tiba aku merasa tengkukku ditiup oleh seseorang. Karena itu, aku teringat kembali dan mengingatkanmu."
"Tidak usah takut! Ada apa-apa, biar aku yang bertanggung jawab!" Kedua jari telunjuk dan jari tengahnya mengibas, terdengar suara Serrr! Beberapa batang senjata rahasia itu meluncur ke arah berkas cahaya yang terlihat. Tetapi ketika senjata rahasia itu hampir mencapai sasarannya, tiba-tiba seperti ada kekuatan yang tidak herwujud mengalahkan luncuran senjata rahasia itu sehingga bergerak ke samping lalu jatuh di atas tanah.
Saat itu rembulan sedang bersinar penuh. Mereka dapat melihat jelas senjata rahasia itu mengilaukan sinar dan ter jatuh di atas tanah. Tao Ling jadi tertegun beberapa saat.
"Aneh! Senjata rahasiaku tadi, paling tidak dapat meluncur sejauh dua-tiga depa dan menancap ke dalam pohon sedalam setengah cun. Mengapa tiba-tiba kekuatannya melemah malah terjatuh ke samping!" Melihat kenyataan itu, Lie Cun Ju semakin yakin dengan dugaannya.
"Tao kouwnio, yang paling penting bagi kita adalah meninggalkan tempat ini. Tidak perlu perdulikan masalah lainnya!"
"Tidak bisa! Eh, bagaimana dengan ilmu gin kangmu?" Wajah Lie Cun Ju menyiratkan rona merah.
"Tenaga dalamku belum seberapa tinggi, sehingga ilmu gin kang juga biasa-biasa saja!"
"Coba kau lihat, bundaran cahaya itu, paling-paling berjarak sepuluh depaan dari tempat ini. Kita turun sedikit ke bawah lalu menggunakan bantuan ranting pohon mengayun ke tempat itu. Coba kau lihat apakah kita bisa mencapai bundaran cahaya tersebut?" ujar Tao Ling sambil menunjuk ke bawah.
"Rasanya aku tidak sanggup!" Lie Cun Ju menggelengkan kepala.
"Kalau begitu kau tunggu di sini, biar aku yang meloncat turun dan melihat apa sebenarnya bundaran cahaya itu. Nanti aku kembali lagi!"
Lie Cun Ju terkejut sekali mendengar Tao Ling ingin meloncat ke bundaran cahaya itu. Saat ini dia sudah mulai menaruh perhatian yang cukup besar pada Tao Ling.
Bukan karena dia tidak yakin dengan ilmu gin kang gadis itu, melainkan dia khawatir di balik bundaran cahaya itu ada sesuatu yang membahayakan, Hatinya ingin mencegah, tetapi ketika dia melirik Tao Ling sekaligus melihat kepastian di wajah gadis itu, percuma melarangnya.
"Tao kouwnio, kalau kau hendak meloncat ke bundaran cahaya itu, biarlah aku menemanimu!" ucap Lie Cun Ju.
Hati Tao Ling tergerak, dia segera menolehkan wajahnya. Sepasang mata gadis itu menyiratkan sinar yang aneh. Tao Ling menatap Lie Cu Ju sambil mengerling beberapa kali.
"Tadi kau sendiri menyatakan bahwa ilmu gin kangmu belum sanggup meloncat ke bawah, mengapa sekarang tiba-tiba kau bersedia menemani aku?" tanya Tao Ling heran.
Lie Cun Ju masih muda belia dan tidak ada pengalaman menghadapi anak gadis. Sesaat dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Sekali lagi Tao Ling melirik kepadanya sambil tersenyum manis.
"Tentu kau khawatir aku turun sendiri kesana maka kau bertekad menemaniku bukan?" tanya Tao Ling kembali.
Dengan susah payah Lie Cun Ju menganggukkan kepalanya. Tao Ling menarik nafas panjang. "Lie .. . toako, ada sesuatu yang sejak tadi ingin kubicarakan denganmu." "Silakan kouwnio katakan saja!" sahut Lie Cun Ju cepat.
"Keluarga kita bertemu secara tidak terduga-duga di tengah perjalanan. Dengan demikian kita jadi saling mengenal. Siapa yang menyangka dalam waktu beberapa hari bisa terjadi peruhahan seperti ini. Lie toako, apakah kau membenci kokoku?"
"Iya!" sahut Lie Cun Ju tegas.
Wajah Tao Ling menyiratkan penderitaan yang dalam. "Lalu, apakah hatimu juga membenci aku?"
"Tao kouwnio, mengapa aku harus membencimu?"
"Lie toako, bolehkah kau juga jangan membenci koko?" Tao Ling adalah seorang gadis yang dari luar terlihat lembut, namun hatinya keras sekali. Dia megucapkan kata-kata tadi setelah direnungkannya baik-baik.
Di benak Lie Cun Ju terlihat bayangan kokonya ketika mati terhunuh di hawah pedang hek pek kiam Tao Ileng Kan. Dia menggeretakkan giginya erat-erat.
"Tidak bisa!" teriaknya lantang.
"Lie toako, kalau kau begitu membenci koko, mengapa kau tidak memperdulikan bahaya dan bersedia menemani aku turun kesana?" tanya Tao Ling.
"Tao kouwnio, kita tidak perlu memikirkan orang lain. Kita pikirkan saja diri kita sendiri, bukankah begitu lebih baik?"
Tao Ling tertawa getir, mungkin memang beginilah cara yang terbaik. Dia menyelipkan pedang perak yang dipinjamkan Lie Cun Ju di pinggangnya. Kemudian dia melorot turun kurang lebih satu setengah depa, dengan jurus Elang Mendarat Di Atas Pasir dia menggelantung pada sebatang ranting pohon kemudian mengayunkan tubuhnya ke depan.
Begitu melihat Tao Ling sudah melayang turun dengan bantuan ranting pohon, Lie Cun Ju segera menyedot hawa murni dari dalam perutnya kemudian mengikuti gerak gadis itu. Mereka meluncur ke bawah. Telinga mereka mendengar suara deruan angin. Tubuh mereka meluncur semakin cepat. Bundaran cahaya itu semakin lama semakin dekat jaraknya. Tiba-tiba serangkum kekuatan yang besar muncul dari permukaan cahaya dan menahan gerakan tubuh mereka.
Kedua tubuh remaja itu ditahan oleh segulung kekuatan yang terpancar dari bundaran cahaya. Mereka terkejut setengah mati. Belum sempat mereka memikirkan cara untuk mengatasi kejadian itu, tiba-tiba tubuh mereka pontang-panting dan dipentalkan oleh serangkum angin kencang dan terhempas ke tanah. Ketika pandangan mata mereka normal kembali, tiba-tiba mereka merasa berada di dalam kegelapan. Bundaran cahaya yang besar itu hilang begitu saja. Anehnya tubuh mereka tidak terluka sedikitpun meski terhempas dari tempat yang cukup tinggi.
Tao Ling dan Lie Cun Ju langsung melonjak bangun. Si gadis memandang si pemuda, si pemuda pun demikian pula. Akan tetapi, sepatah kata pun tidak terucapkan. Tao Ling memperhatikan keadaan sekitarnya. Dia tersentak ketika menyadari dirinya dengan Lie Cun Ju berada di sebuah tanah kosong yang dikelilingi berbagai batu dengan bentuk-bentuk aneh.
Batu-batu aneh itu tingginya mencapai satu depa lebih. Ujungnya runcing-runcing. Untung saja ketika mereka jatuh, tidak menyentuh ujung batu-batu aneh itu.
"Lie toako, apakah kau merasa takut?" tanya Tao Ling sambil tertegun. "Dalam keadaan seperti ini, apa lagi yang harus ditakutkan? Aku hanya merasa
keadaan ini semakin lama semakin aneh!" jawab Lie Cun Ju sambil menggelengkan kepala.
"Justru karena keadaannya semakin aneh, kita harus menerobos ke dalam untuk melihat kebenarannya. Tadi kau tidak mempunyai gagasan. Akan tetapi ketika kita ditahan oleh bundaran cahaya tadi, aku masih sempat menenangkan pikiran. Dan ketika berusaha bangkit, aku merasa bahwa bundaran cahaya itu seperti selembar jala yang entah terbuat dari bahan apa."
Pat Kua Kim Gin Kiam adalah sepasang suami stri yang senang menjelajah ke mana- mana. Karena itu banyak orang yang mengenal mereka. Sedangkan sejak kecil Li Po maupun Lie Cun Ju sudah sering diajak berkeliling dunia. Banyak keanehan yang sudah pernah disaksikan oleh pemuda itu. Karenanya, dia tidak begitu yakin ketika Tao Ling mengatakan bundaran cahaya itu merupakan selembar jala yang besar.
"Tao kouwnio, mungkin kau salah lihat!" ucap Li Cun Ju.
"Mana mungkin aku salah lihat? Kalau kau tidak percaya, ayo kita cari!"
"Tao kouwnio, kekuatan yang tadi menahan kita pasti dipancarkan oleh seorang tokoh berilmu tinggi. Kalau orang itu merasa tidak senang kita mendekatinya, untuk apa kita mencari-cari?"
"Aku justru merasa kesal. Seandainya orang itu mengeluarkan suara dan melarang kita masuk ke dalam, aku juga tidak akan memaksakan kehendak. Tetapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Malah sengaja mempermainkan kita. Pokoknya aku ingin menyelidiki tempat ini!"
Lie Cun Ju tidak berhasil membujuk Tao Ling. Akhirnya mereka menentukan arah yang akan ditempuh. Menurut ingatan mereka, tempat mereka dihempaskan tidak seberapa jauh dengan cahaya yang terlihat tadi. Seharusnya sekarang mereka sudah berada di tempat itu. Akan tetapi keadaan gelap gulita. Sambil berpikir mereka mengitari tempat itu. Di sekitar mereka hanya tampak bebatuan yang aneh. Persis seperti monster-monster dalani legenda purbakala. Di bawah cahaya rembulan, bebatuan aneh itu tampak seperti dalam keadaan hidup. Ujungnya yang runcing laksana cakar besar yang siap menerkam musuhnya setiap waktu. Hampir setengah kentungan lamanya mereka mengitari tempat itu. Akan tetapi tetap saja tidak berhasil meninggalkan tanah yang dikelilingi dengan bebatuan aneh. Tiba-tiba Lie Cun Ju seperti teringat sesuatu, dia menarik tangan Tao Ling.
"Tao kouwnio, kita jangan mengitari lagi, makin berkali-kali mengitari makin gawat!" "Ada apa sebenarnya?" Tao Ling terkejut setengah mati.
"Tidak perlu dikatakan lagi! Bebatuan ini rupanya merupakan sebuah barisan yang aneh dan rumit. Tadi kita tidak berhasil masuk ke tempat ini. Sekarang kita malah tidak bisa keluar lagi. Tampaknya semua ini karena barisan aneh yang kukatakan itu."
Hati Tao Ling semakin berdebar-debar.
"Seandainya kita tetap terkurung di sini, apa yang harus kita lakukan?" tanya Tao Ling dengan panik.
Lie Cun Ju tidak langsung memberikan jawaban. Dia pernah mempelajari Pat Kua Kiam Hoat yang mengandung unsur barisan Pat Kua. Setidaknya dia juga pernah diberi pengertian mengenai barisan-barisan lainnya. Akan tetapi meskipun telah memperhatikan sekian lama, belum juga mengetahui bebatuan itu diatur dengan barisan apa.
"Tao kouwnio, bila kau bersedia menuruti perkataanku, aku yakin kita bisa keluar dari barisan ini," ujar Lie Cun Ju.
"Coba katakan!"
"Kita menundukkan kepala dan mengakui kesalahan kita. Kemudian memohon pemilik tempat ini memberikan petunjuk untuk keluar dari sini," kata Lie Cun Ju.
Tao Ling terdiam mendengar perkataan Lie Cun Ju. Adatnya keras. Menyuruh dia meminta maaf tanpa alasan tertentu. Lebih sulit daripada menceburkan diri ke lautan api. Lie Cun Ju melihat gadis itu diam saja. Dia langsung mengerti pikiran gadis itu.
"Tao kouwnio, masih ada cara lainnya. Kau tidak perlu bersuara, biar aku saja yang berbicara!"
Dalam hati Tao Ling masih merasa keberatan. Akan tetapi gadis itu sadar mereka terperangkap dalam masalah yang janggal. Seandainya tidak menuruti perkataan Lie Cun Ju, kemungkinan mereka benar-benar tidak bisa keluar dari tempat itu untuk selamanya. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya.
Lie Cun Ju menyedot hawa murni dari dalam perutnya dan berteriak dengan suara lantang. "Boanpwe berdua tertimpa musibah karena perahu kami hancur di sungai lalu terhanyut sampai ke tempat ini. Karena perasaan ingin tahu, boanpwe berdua telah mengganggu ketenangan locianpwe. Harap locianpwe tunjukkan jalan keluar, kami akan meninggalkan tempat ini selekasnya!"
Setelah berteriak dua kali, tetap tidak terdengar sahutan sedikit pun. Tao Ling mulai tidak sabar.
"Tao kouwnio, coba lihat, apa itu?" seru Lie Cun Ju dengan terkejut.
Tao Ling mengikuti arah telunjuk Lie Cun Ju. Dia melihat ada tiga puluhan titik sinar. Titik itu seperti kunang-kunang yang timbul tenggelam di antara bebatuan aneh di seberang sana. Benda-benda itu lambat sekali gerakannya. Akan tetapi menimbulkan suara dengungan.
Tadinya Tao Ling dan Lie Cun Ju mengira yang terlihat itu sejenis serangga yang langka dan hanya terdapat di sekitar daerah itu. Tetapi ketika sinar itu semakin mendekat, mereka dapat melihat dengan jelas. Tanpa ditahan lagi, perasaan mereka terkejut setengah mati.
Ternyata benda-benda yang melayang-layang itu bukan jenis serangga, tetapi puluhan butir mutiara yang berkilauan dan melayang-layang di permukaan tanah.
Ibu Tao Ling, Sam Jiu Kuan Im Sen Cing adaiah seorang pendekar wanita yang ahli dalam senjata rahasia. Tao Ling sendiri juga sudah mewarisi ilmu itu meskipun belum semahir ibunya. Akan tetapi dia terbengong-bengong melihat mutiara berkilauan yang mengapung-apung di udara itu. Sepatah kata pun tidak sanggup diucapkan oleh bibirnya.
Ahli senjata rahasia mana pun di dunia ini, sangat mementingkan unsur kecepatan, kuat, dan tepat. Tentu saja bagi orang yang tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat tinggi, dia dapat menggerakkan senjata rahasia dengan lambat tanpa mengurangi kekuatan maupun ketepatannya. Bahkan ada beberapa yang sanggup menyambit dan menarik kembali senjata rahasianya sesuka hati. Tapi hal ini hanya dapat dilakukan orang tertentu, yakni yang lwekangnya sudah mencapai taraf sempurna.
Berpuluh-puluh butir mutiara itu meluncur dari kejauhan dan mengayun-ayun seperti mengambang di atas permukaan air. Ketika sampai di depan mata mereka, keadaannya masih tetap sama. Sungguh tak dapat dibayangkan sampai dimana taraf tenaga dalam yang dimiliki orang yang melontarkannya!
Ketika Tao Ling masih termangu-mangu, puluhan hutir mutiara itu mulai tampak berubah. Terdengar suara desiran. Puluhan butir mutiara itu berputaran sehingga membentuk cahaya yang indah. Kemudian melesat secepat kilat lewat di samping kedua remaja itu, lalu menghilang begitu saja.
"Tao kouwnio, pasti cianpwe itu sedang menunjukkan jalan keluar bagi kita. Cepat kita ikuti untaian mutiara tadi!" ujar Lie Cun Ju.
Tadinya Tao Ling masih tidak yakin di tempat itu ada seorang tokoh berilmu tinggi. Tetapi setelah melihat ilmu yang dilancarkan melalui mutiara itu, akhirnya gadis itu pun percaya juga. Dia tidak berani menetap di sana lama-lama. Dengan mengikuti sisa berkas kilauan mutiara tadi, mereka melesat pergi. Tampak sebuah batu besar yang berbentuk aneh menghadang depan mereka. Namun mereka masih mengikuti lintasan kilauan cahaya tadi. Keduanya memutar ke sebelah kanan dan menerobos bebatuan yang bercelah. Tiba-tiba pandangan mata menjadi terang. Mereka sudah sampai di tepian sungai.
Lie Cun Ju dan Tao Ling dilanda perasaan tercekam. Cepat-cepat kedua remaja itu berlari menuju rakit yang telah mereka buat dari batang pohon. Ketika Tao Ling berlari sejauh beberapa langkah, dia melihat ada sedikit titik kilauan di atas tanah. Hatinya menjadi penasaran. Dengan cepat dia berlari kembali lalu memungut benda itu. Dia tidak sempat memperhatikan dengan seksama. Namun dia yakin yang dipungutnya itu untaian mutiara yang melayang-layang tadi. Dimasukkannya benda itu ke dalam saku celana kemudian berlari menyusul Lie Cun Ju yang sudah berada di atas rakit.
Dua remaja itu menggunakan ranting pohon untuk mengayuh rakit. Tidak ada lain yang terpikir kecuali meninggalkan tempat itu sejauh-jauhnya. Ketika menjelang pagi, mereka melihat sebuah perahu besar sedang melaju di tengah sungai yang luas.
Lie Cun Ju dan Tao Ling merasa lapar setengah mati. Belum lagi rasa lelah karena mendayung rakit sepanjang malam. Tanpa memperdulikan siapa pemilik perahu itu, mereka berteriak keras-keras meminta pertolongan. Tidak lama kemudian ada orang yang melemparkan seutas tali kepada mereka dan secara bergantian mereka pun naik ke atas perahu.
"Cun ke (Tukang perahu), terima kasih atas pertolongannya. Kalau boleh kami masih ingin merepotkan sedikit yaitu meminta sedikit makanan. Kami merasa berterima kasih sekali!"
Lie Cun Ju mengira tukang perahu itu pasti senang mendengar kata-katanya yang sopan. Tidak disangka-sangka orang itu malah bertanya dengan suara yang dingin, "Siapa kalian?"
Mendengar pertanyaan itu, Tao Ling dan Lie Cun Ju segera mendongakkan wajah dan menatap dengan seksama. Tampak orang itu masih menggenggam seuatas tali yang digunakannya untuk menolong mereka. Orang itu bukan tukang perahu seperti yang diduga Tao Ling maupun Lie Cun Ju, melainkan seorang manusia aneh. Tubuhnya tinggi kurus, pakaiannya serba hitam. Wajahnya mengenakan sebuah topeng berwarna merah darah. Penampilannya sungguh menyeramkan. Seandainya mereka tidak mendengar orang itu berbicara, mungkin mereka mengira telah bertemu dengan setan sungai.
"Siapa Anda sendiri?" Tao Ling balik bertanya.
"Kalian berdua membawa pedang ernas dan perak, tentunya putra putri dari Pat Kua Kim Gin Kiam bukan?" ujar orang aneh itu sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Begitu bertemu muka, orang itu sudah bisa menebak asal usulnya, bahkan menyebut gelar ayahnya, Lie Cun Ju terkejut sekali. Tetapi reaksinya sungguh cepat, dia menjawab. "Pat Kua Kim Gin Kiam memang orang tuaku. Akan tetapi yang ini putri dari Pat Sian Kiam Tao Cu Hun, Tao tayhiap. Entah apa gelar Anda?"
Orang itu hanya tertawa terkekeh-kekeh. Kemudian dia membalikkan tubuhnya dan mengeluarkan suara siulan yang aneh dua kali. Sejenak kemudian terdengar balasan suara siulan yang sama dari dalam kabin perahu. Namun suara siulan balasan itu sebanyak tujuh kali.
"Liong wi silakan rnasuk ke dalam kabin!" kata orang itu
Tao ling melirik ke arah Lie Cun Ju. Kebetulan pemuda itu pun sedang menoleh kepadanya. Mereka sama-sama merasa bimbang karena tidak tahu tokoh mana atau siapa yang berada di dalam perahu itu. Tetapi mereka berada di tengah sungai, sedangkan rakit mereka telah terapung jauh. Kecuali masuk ke dalam kabin, memang tidak ada cara lainnya yang dapat ditempuh.
Mereka saling melirik lagi sekilas, seakan mengisyaratkan agar meningkatkan kewaspadaan. Tangan mereka masing-masing meraba pedang di pinggang. Agar dapat berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Kemudian kedua remaja itu mengikuti orang tadi masuk ke dalam kabin.
Mereka melihat depan kabin yang terselubung sebuah tirai tebal. Dengan berdampingan, Tao Ling dan Lie Cun Ju masuk ke dalam kabin. Tetapi baru saja mereka melangkah masuk, ada serangkum angin yang kuat menerpa ke arah mereka.
Keduanya rnerupakan putra putri dari tokoh yang terkenal. Mereka langsung sadar bahwa saat itu mereka telah dibokong oleh seseorang. Keduanya segera menghentikan langkah kaki mereka dan serentak menghunus pedang pusaka. Cahaya emas dan perak memijar, Lie Cun Ju mengerahkan jurus Matahari menggeser arah dan Tao Ling menggunakan jurus Merited mempertahankan negara, keduanya segera melancarkan serangan ke depan.
Kedua jurus yang dimainkan mereka merupakan jurus yang hebat dari Pat Kua Kiam Hoat dan Pat Sian Kiam Hoat. Di dalam hati mereka yakin jurus ini dapat menahan serangan orang yang membokong tadi. Baru saja pedang mereka gerakkan ke depan, dan belum sempat melakukan perubahan apa pun. Tahu-tahu pedang di tangan mereka tiba-tiba berubah menjadi berat dan tidak dapat digerakkan sama sekali.
Baik Tao Ling maupun Lie Cun Ju tersentak kaget hatinya. Saat itu mereka baru memperhatikan keadaan di dalam kabin. Rupanya tadi keduanya tiba-tiba dibokong oleh seseorang. Sehingga belum sempat memperhatikan keadaan di dalamnya.
Saat itu mereka baru melihat kabin perahu itu luas sekali. Di bagian tengah-tengah terdapat tiga buah kursi. Bagian kiri duduk orang yang menolong mereka tadi.
Sedangkan di sebelah kanan seorang perempuan. Perempuan itu juga mengenakan pakaian serba hitam serta sebuah topeng berwarna merah muda sebagai penutup wajah. Kursi yang di tengah kosong. Tampak di sisi kiri kanan ketiga kursi itu berbaris belasan orang seperti elang yang membentangkan sayapnya. Sebelah dalam orang yang paling tinggi dan terus menurun ke ujung orang yang paling pendek. Semuanya mengenakan pakaian hitam dan mengenakan topeng yang sama.
Di hadapan Lie Cun Ju dan Tao Ling berdiri seorang laki-laki bertuhuh pendek dan gemuk. Bagian wajahnya juga ditutupi topeng merah. Kedua lengannya terjulur ke depan. Ternyata dia mencapit bagian tengah pedang emas dan perak dengan kedua jari tangannya.
Lie Cun Ju dan Tao Ling sadar, ilmu kepandaian mereka masih cetek. Tetapi setidaknya mereka yakin ilmu yang diwariskan oleh orang tua mereka bukan ilmu sembarangan. Saat ini ternyata belum sejurus pun ilmu mereka dikerahkan, tahu-tahu pedang mereka sudah tercapit oleh laki-laki bertubuh gemuk pendek itu. Hal itu tidak terbayangkan oleh mereka sebelumnya.
Hati Lie.Cun Ju dan Tao Ling menjadi panik. Dua remaja itu saling melirik seakan mengambil sebuah keputusan. Lebih baik berusaha menarik kembali pedang, urusan lainnya belakangan. Tetapi orang bertubuh pendek gemuk itu masih tetap mencapit tubuh pedang mereka. Meskipun Tao Ling dan Lie Cun Ju sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki, pedang itu tidak bergerak sedikit pun. Maju tidak bisa, ditarik pun tidak bisa.
Tiba-tiba Lie Cun Ju dan Tao I Jug merasa ada serangkum tenaga yang menerpa ke arah mereka dari bagian tubuh pedang. Tangan mereka merasa kesemutan dan tidak dapat ditahan lagi kelima jari tangan pun merenggang. Pedang emas dan perak terjatuh di atas lantai perahu.
Setelah pedang pusaka terlepas dari tangan, hati Tao Ling dan Lie Cun Ju semakin tercekat. Serentak mereka melangkah mundur ke pintu kabin. Tapi orang-orang yang berdiri di kiri kanan ketiga kursi langsung bergerak menghadang di pintu.
Mereka sadar, laki-laki bertubuh gemuk pendek itu saja tidak mungkin terhadapi, belum lagi orang lainnva. Maka pcrcuma saja memberikan perlawanan. Karena itu mereka membatalkan niat semula dan berdiri tegak menunggu perkembangan berikutnya.
"Mengapa Anda sembarangan merebut pedang pusaka dari tangan kami?" tegur Lie Cun Ju.
Orang bertubuh gernuk pendek itu tertawa terkekeh-kekeh. Suara tawanya aneh sehingga menimbulkan kesan menyeramkan dan membuat bulu kuduk TaoLing maupun Lie Cun Ju jadi merinding. Orang itu membalikkan tubuh dan berjalan ke tengah kabin. Dia duduk di kursi tengah yang kosong itu. Topeng di wajahnya bergerak-gerak ketika dia menoleh ke kiri dan kanan.
"Kedatangan kita kembali kesini, boleh dikatakan tidak diketahui seorang pun. Tetapi sekarang malah dipergoki kedua anak muda ini. Kita harus menggunakan cara membunuh agar ini mulut mereka bungkam. Kalau tidak pasti akan terjadi kerugian yang besar di pihak kita," ujar orang bertubuh pendek gemuk itu. "Apa yang dikatakan toako memang benar!" sahut orang yang duduk di sampingnya, sambil menganggukkan kepala.
Pembicaraan mereka seperti diucapkan sepatah demi sepatah. Tetapi bagi pendengaran Tao Ling dan Lie Cun Ju, justru menimbulkan kesan menakutkan. Ada satu hal lagi yang membuat pikiran mereka resah, yaitu mereka belum pernah mendengar orang menceritakan tokoh-tokoh seperti orang-orang di hadapan mereka. Tampang dan penampilan mereka begitu misterius.
Tampak laki-laki bertubuh gemuk pendek itu mendongakkan wajahnya. Matanya menyorotkan sinar yang tajam menatap Lie Cun Ju serta Tao Ling lekat-lekat.
Pandangan matanya membuat bulu kuduk Tao Ling meremang kembali. Diam-diam Tao Ling mengulurkan tangannya dan meraih semua senjata rahasianya yang ada untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.
"Sebetulnya, kami tidak ingin turun tangan mencelakai siapa pun. Akan tetapi gerak gerik kami ini tidak ingin diketahui oleh orang lain. Sedangkan tanpa disengaja kalian sudah naik ke atas perahu kami. Biar bagaimana pun jejak kami sudah bocor. Terpaksa kami memilih jalan membunuh agar mulut kalian bungkam. Seandainya kalian masih mempunyai pesan yang ingin disampaikan kepada sanak saudara, silakan katakan saja. Kami pasti akan menyampaikannya!" ujar lelaki bertubuh pendek gemuk itu.
"Kami . . ." ujar Lie Cun Ju terputus.
Orang bertubuh gemuk pendek itu menjulurkan tangannya menahan perkataan Lie Cun Ju.
"Tidak perlu mengatakan apa-apa. Seandainya kau ingin mengatakan bahwa kalian berjanji tidak akan mengatakan kepada siapa pun apa yang kalian lihat, kami tetap tidak percaya. Seandainya masih ada pesan yang hendak kalian sampaikan, cepat utarakan!"
Lie Cun Ju merasa ada serangkum hawa dingin menyelimuti perasaannya. "Entah kalian ini sahabat dari mana?" tanyanya berusaha mengulur waktu.
"Seandainya kami mengatakan, kalian pun pasti tidak mengetahuinya. Seandainya kalian ingin kematian kalian diketahui oleh orang tua kalian, aku bisa menyampaikannya," kata laki-laki aneh bertubuh gemuk pendek itu.
Lie Cun Ju melirik Tao Ling sekilas. Dia melihat wajah gadis itu berubah hebat, seperti ada sesuatu yang dipikirkannya. Diam-diam dia juga berpikir dalam hati, betapa tragis apabila mati tanpa sebab musabab yang pasti. Tapi bila mendengar ucapan orang yang sombong itu, tampaknya mereka juga tidak memandang sebelah mata terhadap orang tua mereka. Daripada mati penasaran, mengapa tidak mengadakan perlawanan?"
Watak Lie Cun Ju sehari-harinya sangat lembut. Bahkan terkadang lebih lembut dari anak gadis. Tetapi dalam keadaan terdesak, dia bisa mengambil keputusan secara dewasa. Saat itu dia berdiri berdampingan dengan Tao Ling. Tiba-tiba dia mendorong tubuh gadis itu dan berteriak dengan suara keras, "Tao kouwnio, cepat lari!"
Tangannya mendorong Tao Ling, setelah itu dia mencabut pedang emasnya. Kemudian menggunakan jurus Tanah merekah melancarkan sebuah serangan kepada si laki-laki bertubuh gemuk pendek.
Sedangkan tangan Tao Ling sejak tadi sudah menggenggam senjata rahasia. Dia memang sudah bersiap diri melontarkannya. Dia melihat Lie Cun Ju sudah bertekad mengadu nyawa. Dalam keadaan genting Lie Cun Ju masih memikirkan keselamatan dirinya. Gadis itu malah tidak sanggup lari. Setelah tubuhnya terdorong oleh tangan Lie Cun Ju setengah langkah, jari tangannya langsung mengibas. Seluruh senjata rahasia yang ada padanya dilontarkan ke depan. Sasarannya ketiga orang yang duduk di atas kursi.
Kedua orang itu hampir serentak melancarkan serangan. Lie Cun Ju menghantamkan sebuah pukulan. Meskipun tenaganya tidak seberapa kuat, tapi kecepatannya boleh juga. Serangannya terlebih dahulu sampai daripada senjata rahasia yang dilontarkan Tao Ling.
Orang bertubuh gemuk pendek itu masih duduk dengan tenang. Ketika serangan Lie Cun Ju sudah hampir mengenainya, dia baru menggeser tubuhnya sedikit. Kemudian menghantamkan sebuah pukulan pula ke depan. Lie Cun Ju merasa ada serangkum angin kencang yang menerpa dadanya. Tubuhnya limbung kemudian terpental ke belakang. Kepalanya terasa berdenyut-denyut dan pandangan matanya berkunang- kunang. Dadanya terasa sakit. Dia membuka mulutnya lehar-lebar dan tanpa dapat ditahan lagi segumpal darah segar mengucur keluar dari tenggorokannya.
Tepat di saat tubuh Lie Cun Ju terpental, perempuan yang duduk di sisi kanan orang bertubuh gemuk pendek berdiri dari kursinya. Dia maju selangkah dan menjulurkan lengan bajunya. Seluruh senjata rahasia yang dilontarkan Tao Ling langsung menyusup ke dalam lengan baju yang longgar tanpa tersisa satu pun.
Tao Ling tertegun sesaat, lalu menatap Lie Cun Ju terkulai di atas lantai perahu. wajah gadis itu pucat pasi. Dengan tergesa-gesa dia menghambur mendekatinya. Dia berjongkok di depan pemuda itu.
"Lie toako, bagaimana keadaanmu?" tanya Tao Ling gugup.
"Tao kouwnio, mungkin kita harus mati di atas perahu ini!" jawab Lie Cun Ju sambil menarik napas panjang.
Sembari berkata Lie Cun Ju mengulurkan tangannya dan menggenggam telapak tangan Tao Ling erat-erat. Tangan itu bergetar, sedangkan matanya menyorotkan sinar yang lembut kepada gadis itu. Sinar mata demikian bukan sinar mata yang seharusnya tidak disorotkan orang yang menjelang kematian.
Tao Ling merasa jantungnya berdegup-degup. Keadaan mereka memang terlalu membahayakan. Tetapi kalau toh harus mati, Tao Ling merasa tidak perlu takut lagi. Seakan di dalani kabin perahu itu hanya terdapat mereka berdua. Gadis itu malah tersenyum manis.
"Lie toako, di antara kedua keluarga kita terselip permusuhan yang demikian dalam. Tidak di-sangka kita malah bisa menemui kematian bersama," katanya.
Lie Cun Ju juga memaksakan seulas senyuman. Darah masih menetes di ujung bibirnya.
"Tao kouwnio . . . meski . . . pun ada . . . per . . . musuhan ... di an ... tara keluarga ki . .
. ta, tapi hubungan . . . ki . . . ta baik . . . sekali, bukan?"
Tentu saja Tao Ling mengerti maksud yang terkandung di balik ucapan pemuda itu. Wajahnya merah padam.
"Benar!" Tao Ling menganggukkan kepala.
"Tao kouwnio . . . suruhlah . . . mereka . . . turun . . .tangan . . .sekarang juga."
Tao Ling menggunakan ujung lengan bajunya mengusap darah yang merembes dari sudut bibir pemuda itu.
"Baik," sahutnya lembut. Dia mendongakkan wajahnya. Dia ingin memuaskan hatinya memaki-maki ketiga orang itu sebelum kematian menjemput. Tiba-tiba dia melihat mimik wajah ketiga orang kapal menyiratkan kejanggalan. Kata-kata yang sudah tersedia di ujung lidah akhirnva ditelan kembali.
Tampak ketiga orang itu sudah berdiri dari kursi masing-masing dan saling berkerumun. Di atas telapak tangan perempuan tadi ada benda yang berkilauan. Ternyata mutiara yang dipungut Tao Ling di tepi sungai tadi malum. Mimik wajah ketiga orang itu seakan tertegun memandangi mutiara. Tao Ling memperhatikan sejenak kemudian membentak dengan suara keras.
"Sam moay, urusan sudah menjadi sedemikian rupa. Kita harus segera mengambil keputusan!" Suara lelaki gemuk pendek dengan nada keras.
"Toako, aku rasa kita harus mempertimbangkannya kembali," sahut lelaki tinggi kurus yang tadi menolong Tao Ling dan Lie Cun Ju dengan nada bimbang.
"Kalau kita masih ragu-ragu, kemungkinan kita bertiga akan menemui kematian yang mengerikan."
Mendengar ucapan laki-laki bertubuh gemuk pendek itu, seakan urusan yang sedang mereka hadapi gawat sekali. Tetapi Tao Ling justru tidak mengerti mengapa tiba-tiba mereka jadi sedemikian panik.
"Apa yang dikatakan toako memang benar!" sahut perempuan bertopeng merah muda. Baru saja kata 'benar!' selesai diucapkan oleh perempuan itu. Tiba-tiba terdengar suara trak! trak! sebanyak dua kali. Dia sudah menghunus dua batang golok pendek dari selipan ikat pinggangnya. Tubuh perempuan itu berkelebat seperti gulungan asap hitam. Tahu-tahu dia sudah melesat ke depan pintu kabin.
Tao Ling melihat perempuan itu mencabut sepasang goloknya, hatinya menjadi tercekat. Tapi keadaan perempuan itu tidak seperti akan menghadapi dirinya. Hatinya dilanda kehingungan. Tampak belasan orang yang tadinya berdiri di kanan kiri ketiga buah kursi itu tiba-tiba mengeluarkan suara raungan. Suara itu seperti hendak mengadakan pertarungan. Tetapi tubuh perempuan tadi berkelebat seperti terbang.
Dalam sekejap mata terdengar suara jeritan mengerikan. Tiga orang pun rubuh di atas lantai perahu dengan dada terkoyak. Setelah berkelojotan beberapa kali, orang-orang itu pun menghembuskan nafas terakhir.
Tao Ling tidak mengerti mengapa mereka malah menyerang orang-orangnya sendiri. Tao Ling hanya melihat sisa belasan orang itu kembali mengeluarkan suara raungan keras. Laki-laki ber-tubuh gemuk pendek tadi tampak menggenggam sepasang pedang. Sekali dikelebatkan kembali pedang itu dua orang sekaligus rubuh bermandikan darah. Meskipun orang-orang itu juga memberikan perlawanan dengan sengit, tapi apa daya karena kepandaian mereka terpaut jauh. Laki-laki bertubuh gemuk pendek itu kembali menggerakkan pedangnya. Dua orang pun tertebas dan mati seketika.
Tampak sepasang telapak tangan laki-laki bertubuh tinggi kurus seperti beterbangan ke mana-mana. Seluruh ruangan kabin dipenuhi bayangan pukulan dan angin yang menderu-deru. Setiap kali terdengar suara Plak! Pasti ada satu orang yang menjadi korban. Dalam sekejap mata saja belasan orang tadi sudah terkapar di lantai perahu menjadi mayat.
Ketiga orang itu menghentikan gerakan tangannya. Laki-laki bertubuh tinggi kurus dan perempuan tadi menghambur ke bagian geladak perahu. Tidak lama kemudian, mereka sudah kembali lagi.
"Toako, perahu sedang mendekati tepian sungai. Di tempat itu banyak tukang perahu, tetapi semuanya sudah dibunuh oleh kami."
"Untung saja kita turun tangan dengan cepat. Tidak ada seorang pun yang sempat lolos. Urusan ini hanya diketahui oleh langit dan bumi, tidak ada orang lain lagi yang tahu kecuali kita bertiga!" kata lelaki pendek gemuk dengan napas lega.
"Toako, bagaimana dengan kedua orang ini?" ujar perempuan itu seraya menunjuk ke arah Tao Ling dan Lie Cun Ju.
Mendengar pertanyaan perempuan itu, Tao Ling segera menyadari bahwa yang akan melanda dirinya dan Lie Cun Ju. Tetapi dia seperti diselimuti awan tebal. Tidak rnengerti sama sekali terhadap rentetan kejadian yang mereka lakukan.
Isi perut Lie Cun Ju tergetar karena pukulan si laki-laki bertubuh gemuk pendek tadi sehingga terluka cukup parah. Meskipun tubuhnya sulit digerakkan tapi dia melihat dengan jelas perbuatan ketiga orang yang membunuh rekan-rekannya. Dia merasa cara ketiga orang itu sungguh keji. Seandainya tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin dia masih tidak percaya di dunia ini ada orang sekejam itu. Tapi mengapa ketiga orang itu tiba-tiba harus membunuh rekan-rekan atau mungkin anak buah mereka? Lie Cun Ju dan Tao Ling tidak mengerti. Tetapi diam-diam hati Tao Ling merasa perbuatan mereka ada hubungannya dengan mutiara yang dipungutnya lalu tanpa disengaja terlontar bersama senjata rahasia yang ada di saku pakaiannya.
"Tentu mereka tidak boleh dibiarkan hidup!" jawab laki-laki bertubuh gemuk pendek dengan nada tegas.
Pedang di tangannya digetarkan. Timbul bayangan bunga-bunga cahaya berkilauan. Hawa pedang dingin menusuk, terus diluncurkan ke bagian ubun-uhun kepala Lie Cun Ju.
Sejak perempuan tadi mengajukan pertanyaan kepada toakonya, Tao Ling sudah mengetahui bahwa mereka akan turun tangan. Seandainya gadis itu hanya seorang diri, dia pasti akan mengadakan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi saat itu Lie Cun Ju sudah terluka parah. Tao Ling juga tidak berniat meninggalkannya begitu saja. Akhirnya dia pasrah terhadap nasib. Dia memejamkan matanya untuk menunggu kematian.
Serangkum angin dingin menerpa bagian atas kepala Tao Ling. Tiba-tiba telinganya mendengar suara yang aneh dari lantai perahu tempat kakinya berpijak. Seperti ada benda keras yang membentur.
Seiring dengan suara benturan tadi, laki-laki bertubuh tinggi kurus dan perempuan tadi segera berteriak, "Toako, tunggu dulu!"
Pedang di tangan si laki-laki gemuk pendek sudah hampir menyentuh kepaia Tao Ling. Gadis itu sendiri sudah merasa adanya hawa dingin di kepalanya. Namun ketika mendengar suara teriakan kedua orang itu, pedangnya langsung ditarik kembali.
"Toako, apakah kau mendengar suara benturan tadi?" tanya perempuan itu kembali. "Mungkinkah . . .?" gumam orang yang gemuk pendek itu.
"Mengapa kalian berdua tidak keluar untuk melihatnya?" kata perempuan itu.
"Sam moay, mengapa bukan kau saja yang keluar melihat?" bentak si tinggi kurus dengan nada agak marah.
Ketiga orang itu akhirnya malah saling mendorong satu dan yang lainnya. Kemudian untuk sesaat mereka terdiam.
"Tidak usah ribut-ribut, rejeki atau bencana, kita bertiga harus menghadapi bersama. Rasanya juga tidak mungkin begitu cepat datangnya," ujar si gemuk pendek.
"Mudah-mudahan bukan bencana! Ayo kita lihat!" sahut perempuan itu.
Ketiga orang itu keluar bersama-sama. Tao Ling sadar mereka semua memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Untuk memhunuh rekan-rekannya sendiri ataupun membunuh dirinya dan Lie Cun Ju, orang-orang itu bisa melakukannya dengan kepala dingin. Tao Ling takut sekali. Ketika ketiga orang itu sudah keluar dari kabin perahu, Tao Ling cepat-cepat menyeret tubuh Lie Cun Ju ke arah jendela. Dia melongokkan kepalanya keluar. Tampak hari sudah mulai terang, berarti dini hari sudah menjelang. Permukaan sungai tampak disorot oleh cahaya keemasan.
Kesempatan yang baik bagi Tao Ling, Hanya itu satu-satunya cara untuk melarikan diri. Dia juga tidak ingin berpikir panjang lagi. Tubuhnya bergerak dan bersiap untuk meloncat keluar sambil menyeret Lie Cun Ju.
"Tao kouwnio, se ... pa ... sang . . . pedang ... i... tu ..." Suara Lie Cun Ju tersendat- sendat.
Tao Ling menolehkan kepalanya. Dia melepaskan Lie Cun Ju kemudian membalikkan tubuhnya untuk memungut Kim Gin Kiam. Matanya melirik ke arah mutiara yang berkilauan tadi. Rupanya masih menggeletak di atas kursi. Sekalian diraihnya benda itu. Dalam hati Tao Ling tahu bahwa mutiara itu ikut terlontar bersama senjata rahasianya tadi. Sedangkan ketiga orang itu tampaknya terkesima memandang benda itu. Mungkin asal usul mutiara itu tidak sembarangan. Karena itu dia merasa sayang meninggalkannya. Pekerjaan itu menyita lagi waktu beberapa detik.
"Pasti di perahu sebelah ada yang melemparkan sauh, kita sendiri yang terlalu curiga," ujar si gemuk pendek berkumandang dari iuar kabin.
Tao Ling sadar, bahwa sebentar lagi mereka akan masuk ke dalam kabin. Dengan tergesa-gesa dia melesat ke arah jendela. Tetapi karena hatinya panik, tingkahnya jadi gugup. Tanpa sadar kakinya menendang topeng di wajah salah satu mayat yang menggeletak. Dalam keadaan seperti itu Tao Ling masih sernpat menolehkan kepalanya untuk melihat apa yang ditendangnya. Setelah melihat, hatinya tercekat.
Hampir saja dia menghentikan langkah kakinya.
Beberapa detik kemudin, tampak tirai penyekat ruangan kabin mulai tersingkap. Tao Ling sadar apabila mereka dipergoki oleh ketiga orang itu pasti nyawa mereka tidak dapat dipertahankan lagi. Dia mengerti tidak boleh menunda waktu lagi. Cepat dia menghambur ke depan jendela dengan menyeret lengan Lie Cun Ju. Melalui jendela kabin itu, tubuhnya melesat keluar lalu Plung! Jatuh ke dalam sungai.
Baru saja tubuhnya masuk ke dalam air, telinganya mendengar suara pekikan aneh ketiga orang tadi. Dia cepat-cepat menekan hawa murni dari dalam perutnya. Dia berusaha memberatkan tubuhnya agar terus melorot ke dalam dasar sungai. Dia sendiri tidak tahu sudah berapa jauh dia tenggelam. Di sekelilingnya hanya air yang menggelembung-gelembung. Sejak tadi Tao Ling sudah menutup jalan pernafasannya. Hatinya mengkhawatirkan keadaan Lie Cun Ju yang dalam keadaan terluka parah.
Apakah pemuda itu sanggup menahan nafas sekian lama? Seandainya Lie Cun Ju tidak kuat menahan nafasnya, berarti selamat dari pembantaian ketiga orang tadi, dia malah mati karena paru-paru dipenuhi air sungai.
Tapi biar bagaimana, Tao Ling tidak berani menyembulkan kepalanya di atas permukaan sungai. Rupanya ketika dia hampir tersandung jatuh di dalam kabin perahu tadi, kakinya menendang salah satu topeng penutup wajah mayat-mayat. Dia masih sempat melihat sekilas. Wajah orang itu kurus, di bagian jidatnya terdapat lima titik hijau seperti gambar bunga Bwe. Tao Ling pernah bertemu dengan orang itu satu kali. Lagipula titik-titik hijau itu mudah diingat. Asal melihat satu kali, selamanya tidak akan terlupakan lagi. Orang itu berasal dari Shan Tung. Biasanya bergerak sendirian. Hatinya keji dan tangannya telengas. Senjatanya sebuah pecut panjang beruntai sembilan. Kepandaiannya tinggi dan jurusnya aneh-aneh. Tentu saja merupakan tokoh dari golongan sesat. Julukannya di dunia kang ouw Ceng Bwe atau bunga Bwe hijau. Nama aslinya Ciok Kun. Setiap kali mengungkit orang yang satu ini, tokoh-tokoh Bu lim di daerah Shan Tung dan sekitarnya kebanyakan menghindar karena takut timbul masalah.
Tokoh seperti Ciok Kun ternyata tidak sanggup memberikan perlawanan apa-apa dan mati begitu saja di tangan ketiga orang bertopeng tadi. Dapat dibayangkan betapa tingginya kepandaian yang mereka miliki.
Lagipula, belasan orang lainnya yang juga mengenakan topeng. Walaupun mungkin mereka bukan jago kelas satu di dunia kang ouw, tetapi setidaknya pasti tokoh-tokoh seperti Ciok Kun. Karena itu pula, meskipun Tao Ling tahu Lie Cun Ju tidak sanggup menahan nafas lama-lama dalam air, dia tetap tidak berani menyembulkan kepalanya. Sebab bila menelan air beberapa teguk saja masih ada kemungkinan tertolong. Akan tetapi apabila mereka menyembulkan kepalanya dan tertangkap oleh tiga orang bertopeng tadi, tidak usah diragukan lagi pasti akan mati seketika.
Tidak lama kemudian, Tao Ling merasa kakinya sudah menyentuh dasar sungai. Sembari menarik tubuhh Lie Con Ju, Tao Ling berpegangan pada batu-batu di sisi sungai, dengan demikian dia meramhat perlahan-laban. Tiba-tiba dia mendengar suara glek dari tenggorokan Lie Cun Ju.
Tao Ling tahu Lie Cun Ju tidak sanggup menahan nafas lagi sehingga terpaksa menelan seteguk air sungai. Hatinya sangat panik. Tapi dirinya sedang berada di dalam air, dia tidak bisa berbicara. Pikirnya ingin menyembulkan kepala ke atas permukaan air. Dia ingin mengadakan perlawanan sengit dengan ketiga orang tadi. Tapi dia tidak berani menempuh bahaya sebesar itu. Ketika pikirannya sedang ruwet dan tidak berhasil menemukan apa pun, tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu yang lembut.. Ternyata tanaman liar yang biasa banyak terdapat di sungai yaitu Eceng Gondok.
Diam-diam hati Tao Ling melonjak girang. Karena adanya tanaman liar ini pertanda mereka sudah berada di tepian sungai. Tao Ling masih tidak berani menyembulkan kepalanya. Dia memutahkan setangkai tanaman itu kemudian mendesakkan hawa murninya untuk meniup. Bagian tengah tanaman itu langsung menyembur keluar dan jadilah sebatang pipa dari batang tanaman itu. Cepat-cepat dia memasukkan pipa itu ke dalam mulut Lie Cun ju. Bagian ujungnya menyembul sedikit di permukaan air, maka pemuda itu bisa mengganti hawa. Setelah itu dia membuat lagi sebatang pipa dari batang tanaman tadi. Dimasukkannya pipa itu ke mulut sendiri. Dengan bibir dikatupkan serta menyedot hawa dari atas, mereka dapat mempertahankan diri untuk beberapa saat lagi berada di dalam air.
Kurang lebih dua kentungan sudah berlalu. Perlahan-lahan Tao Ling menyembulkan kepalanya di atas pennukaan air. Ketika matanya sudah dapat melihat, hatinya tercekat bukan kepalang. Ternyata mereka berada di tengah gerombolan tanaman Eceng Gondok. Matahari sudah di atas kepala. Keadaan di sekitar tepian sungai itu sunyi senyap. Kecuali suara ikan-ikan yang sedang bercandu di atas permukaan air, tidak terdengar suara lainnya.
Ketika Tao Ling melihat ke depan, tampak beberapa perahu sedang bergerak. Akan tetapi karena geromholan tanaman liar itu sangat lebat, maka mereka dapat bersembunyi di tempat itu tanpa diketahui orang lain.
Tao Ling berpikir dalam hati, "Waktu sudah berlalu sekian lama. Tentunya kami sudah terlepas dari intaian ketiga iblis itu."
Tao Ling tidak berani menyembulkan diri ke atas permukaan air. Gadis itu hanya menarik leher Lie Cun Ju agar kepalanya tidak tenggelam.
Dalam waktu sekian lama, Tao Ling tidak mempunyai kesempatan memperhatikan Lie Cun Ju. Entah pemuda itu masih hidup atau sudah mati. Setelah dia mengangkat leher pemuda itu agar keluar dari dalam air, dia baru dapat melihatnya dengan jelas. Hatinya terkejut hukan main. Rupanya saat itu selembar wajah Lie Cun Ju sudah pucat pasi hahkan keabu-abuan seperti mayat hidup. Meskipun kepalanya sudah timbul di atas permukaan air, tetapi pipa tanaman liar masih dijepit bibirnya kuat-kuat. Dapat dipastikan hahwa pemuda itu sudah tidak sadarkan diri sejak tadi.
Tao Ling mengulurkan tangannya untuk merasakan dengus nafas pemuda itu. Ternyata Lie Cun Ju belum mati. Perasaan Tao Ling pun agak lega. Dia menyibakkan rambut yang menutupi jidat pemuda itu.
"Lie toako! Lie toako!" panggil Tao Ling dengan suara lirih.
Setelah memanggil sebanyak tujuh delapan kali, baru terdengar suara glek! glek! dari tenggorokan Lie Cun Ju. Perlahan-lahan dia membuka matanya. Sinar matanya redup, tanpa sinar kehidupan sama sekali. Hati Tao Ling terasa pilu melihatnya.
"Lie toako, apa yang kau rasakan?" tanyanva lembut.
Lie Cun Ju mengedarkan pandangannya sejenak kemudian memaksakan diri mengembangkan seulas senyuman yang pahit.
"Tao . . . kouwnio . . . apakah . . . ki . . . ta ma . . . sih . . . hidup?"
"Kita sudah berada di tepian sungai, kita berhasil melarikan diri dari cengkeraman ketiga iblis itu.
"Lie toako, apakah kau tahu siapa ketiga iblis itu?" tanya Tao Ling. "Aku juga tidak tahu." Lie Cun Ju menggeleng kepala.
"Aku mengenali salah satu dari belasan anak buah yang mereka bantai. Dia mempunyai julukan Ceng Bwe dan nama aslinya Ciok Kun, biasa malang melintang di daerah Shan Tung dan sekitarnya!" kata Tao Ling. Lie Cun Ju terkejut sekali mendengar keterangan Tao Ling.
"Dia? Orang itu bukan saja ahli dalam ilmu pecut beruntai sembilannya, bahkan dengar-dengar dia mempelajari semacam ilmu kebal yang tidak mempan senjata tajam."
"Mungkin pedang yang dipakai si gemuk pendek itu pedang pusaka." Tao Ling melihat Lie Cun Ju berusaha berbicara dengannya. Hatinya menjadi iba. "Lie toako, lebih baik jangan banyak bicara dulu!"
Dengan sorot mata penuh terima kasih, Lie Cun Ju memandangnya sekilas. Kemudian berkata dengan perlahan, "Tao kouwnio, kebaikanmu ini, untuk selamanya tidak akan kulupakan!"
"Untuk apa bicara seperti ini dalam keadaan seperti sekarang?" sahut Tao Ling.
Keduanya berdiam diri. Sampai menjelang sore, Tao Ling baru membimbing tubuh Lie Cun Ju dan diajaknya naik ke atas tepi sungai. Tampak di kejauhan ada asap mengepul-ngepul, namun jaraknya paling tidak tiga li dari tempat mereka.
Tao Ling melirik Lie Cun Ju. Tampak pemuda itu berdiri di sampingnya dengan tubuh terhuyung-huyung. Kemungkinan bisa jatuh setiap saat. Cepat-cepat Tao Ling memapahnya.
"Tao kouwnio, lu . . . ka ini terlalu ... pa ... rah, mungkin tidak . . . bisa . . . disembuhkan lagi," ujar Lie Cun Ju.
Selama dua hari dua malam, Tao Ling dan Lie Cun Ju mengalami berbagai penderitaan bersama. Dalam hati timbul rasa iba kepada pemuda itu. Hatinya bagai diiris sembilu.
"Jangan bicara dengan nada putus asa. Di kejauhan terlihat asap mengepul. Pasti ada sebuah kota kecil di depan sana. Ayo, kita kesana sekarang
"Ketiga orang itu membunuh rekan-rekannya sendiri agar mereka membungkam untuk selamanya. Tentu mereka juga tidak akan melepaskan kita begitu saja. Seandainya kita bergegas pergi, begitu masuk kota mungkin langsung menemui kesulitan. Biar bagaimana sulit bagi kita untuk melepaskan diri dari cengkeraman mereka."
"Apa yang dikatakan Lie Cun Ju memang ada benarnya," pikirnya dalam hati. "Kalau begitu terpaksa kita menginap satu malam di tepi sungai ini," katanya kemudian.
"Di depan sana ada sebuah hutan kecil, kita bermalam di sana saja," sahut Lie Cun Ju.
Tao Ling memapah Lie Cun Ju berjalan sejauh tiga puluhan depa. Sesampainya di dalam hutan kecil itu, mereka mencari tempat yang rerumputan yang agak tebal. Mereka langsung merebahkan diri. Tao Ling tidak perduli Iagi batas antara laki-laki dan perempuan. Dia menyandarkan dirinya di samping Lie Cun Ju. Meskipun keadaan mereka masih dikejar-kejar bahaya, namun dengan berdampingan seperti saat itu, mereka tidak merasa takut Iagi. Waktu terus berlalu, malam semakin merayap, mana mungkin kedua orang itu bisa tertidur pulas . . .? Angin malam berhembus, pakaian mereka masih belum kering. Hal itu merupakan siksaan yang berat. Dengan susah payah mereka menunggu matahari terbit, dengan pakaian mereka masih tetap basah. Sampai siang harinya, barulah pakaian mereka kering. Tao Ling membantu Lie Cun Ju mengikat rambutnya kembali. Dia sendiri juga merapikan rambutnya kemudian baru memapah pemuda itu berjalan keluar dari hutan.
Tidak beberapa lama, Tao Ling dan Lie Cun Ju sudah berada di sebuah jalan raya yang langsung menuju kota kecil. Kedua orang itu berdiam sejenak di tepi jalan raya.
Mereka melihat banyak kereta yang berlalu lalang. Kedua remaja itu sudah mendapat pengalaman pahit selama beberapa hari ini. Maka mereka tidak berani sembarangan menghentikan kereta yang lewat.
Tao Ling dan Lie Cun Ju duduk di warung arak. Kedai itu hanya menyuguhkan teh dan arak. Tidak lama kemudian tampak belasan kereta dorong berdatangan dari depan. Di bagian depan ada seorang laki-laki yang mengeluarkan suara teriakan. Teriakan itu seakan membangkitkan semangat pada anak buahnya untuk mendorong kereta lebih kuat. Kereta yang paling depan mengibarkan sebuah bendera. Tao Ling membaca tulisan pada bendera itu, Ling Wei Piau ki. Tao Ling belum pernah mendengar nama perusahaan itu. Rupanya laki-laki berusia lima puluhan tahun dengan jenggot menjuntai di bawah dagunya itu adalah pimpinannya.
"Kau tunggu di sini sebentar!" kata Tao Ling kepada Lie Cun Ju.
Kakinya melangkah dengan cepat, dalam sekejap mata Tao Ling sudah sampai di samping piau tau itu.
"Sahabat, aku mempunyai sedikit keperluan, entah apakah sahabat bersedia mengabulkannya atau tidak?" sapa Tao Ling.
Laki-laki setengah baya yang menunggang seekor kuda tampak terkejut sekali begitu ada seorang gadis yang tiba-tiba berhenti di sampingnya. Dia meraba gagang pedang di pinggangnya dan melihat Tao Ling dengan tatapan curiga. Belasan kereta di belakangnya pun tampak berhenti.
"Siapa nona ini?" sapa Piau tau tadi.
"Ayah bergelar Pat Sian Kiam, bermarga Tao."
Tadinya wajah Piau tau itu menyiratkan kecurigaan. Dia curiga jangan-jangan gadis ini pura-pura menanyakan sesuatu padahal tujuannya ingin merampok. Tetapi setelah mendengar Tao Ling putri Pat Sian Kiam Tao Cu Hun, wajahnya langsung berseri- seri.
"Rupanya Tao kouwnio!" ucap lelaki itu setelah turun dari kudanya. "Anda kenal dengan ayah?" sahut Tao Ling dengan rasa gembira. "Hanya mendengar nama besarnya, belum mempunyai jodoh untuk bertemu langsung," sahut Piau tau itu.
Mendengar ucapan Piau tau yang sopan itu, Tao Ling segera mengetahui bahwa orang ini jujur dan berjiwa besar.
"Entah siapa panggilan tuan yang mulia?" tanyanya kembali.
"Aku she Liu bernama Hou, orang-orang kang ouw memberi julukan Tan To Pik Tian (Sebatang golok menentang langit)."
Di dalam dunia bu lim, entah berapa banyak jago kelas tanggung seperti Tan To Pik Tian ini. Ayah ibu Tao Ling termasuk jago kelas satu di dunia kang ouw. Tentu tidak mengenal orang seperti Piau tau ini. Karena itu, Tao Ling juga belum pernah mendengar nama itu.
"Entah ada keperluan apa Tao kouwnio menghentikan kami?" tanya Liu Hou.
"Aku dan . . ." Berbicara sampai di sini, Tao Ling menjadi ragu. Dia seorang gadis remaja, tentu tidak enak apabila orang mengetahui dia berjalan dengan seorang pemuda yang tidak ada hubungan saudara. Karena itu dia menyebut nama 'Lie' dengan lirih sekali sehingga tidak terdengar oleh yang lainnya. Kemudian melanjutkan, "Toako dikejar oleh musuh, tubuhnya terluka cukup parah. Kami ingin meminta bantuan Liu piau tau untuk mengantarkan kami ke dalam kota."
Liu Hou menganggukkan kepala. Dengan kereta mereka menuju kota yang jaraknya tidak jauh dari tempat itu. Dalam sekejap mata mereka sudah sampai. Tao Ling menanyakan kepada Liu piau tau, dan ternyata kota ini bernama Sin Tang ceng. Dari tempat tinggal Kuan Hong Siau hanya seratus li lebih, masih termasuk wilayah Hu Pak.
*****
Tidak sampai setengah kentungan, serombongan orang itu sudah sampai di kota Sin Tang ceng. Kota itu merupakan salah satu kota yang cukup besar di sebelah timur Pa Tung. Jalanannya lebar dan bersih. Kotanya ramai, berbagai toko memenuhi sepanjang jalan. Liu Hou mengajak Tao Ling dan Lie Cun Ju ke depan sebuah gedung yang besar.
"Inilah markas 'Ling Wei piau ki' kami. Cong piau tau (pemimpin perusahaan pengawalan) berjuluk Harimau Bersayap Emas, namanya Tan Liang. Baik Iwe kang maupun gwa kangnya tinggi sekali," kata Liu Hou menjelaskan.
Orang yang mempunyai julukan Harimau Bersayap Emas Tan Liang, Tao Ling pernah mendengarnya. Dia juga seorang tokoh di sungai telaga yang sudah mempunyai nama. Dia yakin orang itu pasti bersedia menampung mereka dan luka Lie Cun Ju bisa mendapatkan perawatan yang baik.
Tao Ling memapah Lie Cun Ju berjalan memasuki 'Ling Wei piau ki'. Si Harimau Bersayap Emas Tan Liang tidak ada di tempat. Akan tetapi gedung itu besar sekali dan mempunyai banyak kamar. Liu Hou membawa mereka memasuki sebuah kamar. Ketika Lie Cun Ju direbahkan di atas tempat tidur, mulutnya langsung mengeluarkan suara rintihan. Rupanya sejak tadi dia memang sudah menahan rasa sakitnya. Liu Hou sendiri masih ada urusan lainnya. Maka terpaksa dia meninggalkan kedua orang itu.
Sedangkan Tao Ling baru merasa kepalanya berdenyut-denyut setelah Lie Cun Ju dapat berbaring dengan tenang. Matanya bahkan berkunang-kunang.
Selama dua hari itu tidak ada sebutir nasi pun yang masuk ke dalam perut Tao Ling. Hanya karena ingin menjaga Lie Cun Ju, dia terpaksa mempertahankan diri. Sekarang untuk sementara dia tidak perlu menjaga Lie Cun Ju, dia merasakan seluruh tubuhnya letih dan tulang helulangnya seperti terlepas dari persendian. Dia duduk di atas sebuah kursi tanpa bergerak sedikit pun.
Setelah beristirahat sejenak, Tao Ling meminta agar pelayan di Piau kiok itu mengantarkan sedikit makanan untuk mereka. Seielah hidangan diantar ke kamar, tampak gadis itu makan seperti orang rakus. Ketika dia menoleh kepada Lie Cun Ju, pemuda itu juga baru disuapi oleh salah seorang pelayan pedung itu. Keadaannya tampak sudah lebih segar, walaupun masih lemah sekali.
"Lie toako, apakah kau merasa lukamu dapat disembuhkan?" tanya Tao Ling hati-hati.
Lie Cun Ju mencoba mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya. Dia merasa hawa murninya tidak dapat dihimpun malah mengalir secara tidak beraturan. Lie Cun Ju menarik nafas panjang. "Kalau mengandalkan tenaga dalamku sendiri, mungkin dalam tiga bulan juga tidak bisa sembuh."
"Tidak perlu khawatir. Menurut Liu Hou, pemilik gedung ini, si Harimau Bersayap Emas Tan Liang adalah seorang yang berbudi luhur. Biar kita tinggal di gedungnya setengah tahun, dia juga tidak akan menolak."
Lie Cun Ju merasa ada serangkum kehangatan yang melanda hatinya. Dia memandang Tao Ling. Kebetulan gadis itu juga sedang memandang ke arahnya. Tao Ling langsung menundukkan kepalanya dengan wajah tersipu.
Tepat pada saat itu, terdengar suara pintu kamar digubrak dengan keras oleh seseorang. Tao Ling terkejut setengah mati. la segera melonjak bangun dan menghalang di depan Lie Cun Ju.
Ketika Tao Ling mempertajam pandangan matanya, ternyata yang baru masuk dengan kasar itu Liu Hou. Tangan laki-laki itu menggenggam sebilah golok lebar. Wajahnya menyiratkan kegusaran. Di belakangnya mengikuti seorang laki-laki bertubuh pendek kurus. Tampangnya biasa-biasa saja. Tapi sepasang matanya menyorotkan sinar yang tajam. Usianya kurang lebih lima puluhan tahun.
Tao Ling jadi terkesima.
"Liu piau tau, kenapa kau . . .?" tanya Tao Ling terkesima.
"Huh! Terus terang saja, Tao kouwnio. Tadi aku tidak tahu persoalan yang sebenarnya. Boleh dibilang di dalam perusahaan pengawalan ini, aku terhitung setengah pemiliknya juga. Biar bagaimana aku tidak sudi menerima orang seperti kalian tinggal di sini!" ucap Liu Hou memaki-maki Tao Ling.
"Memangnya orang seperti apa kami ini, coba kau katakan saja terus terang!"
"Urusan ini sudah diketahui seluruh orang bu lim. Dia bertanding ilmu di gedung Kuan loya namun tidak menggubris peraturan dunia kang ouw, Tao Heng Kan membunuh Li Po, putra Pat Kua Kim Gin Kiam Lie Yuan suami istri dengan keji. Setelah itu dia melarikan diri sehingga jejaknya tidak diketemukan. Tidak tahunya malah bersembunyi di sini. Pokoknya sekarang juga kami akan menggeretnya ke rumah Kuan loya agar dapat diadili," ujar Liu Hou sambil menudingkan goloknya kepada Lie Cun Ju.
Saat itu Tao Ling baru sadar bahvva Liu Hou dan Tan Liang berdua salah menduga Lie Cun Ju dikira abangnya Tao Heng Kan. Hatinya merasa mendongkol juga geli. Pasti Liu Hou baru kembali dari perjalanan jauh sehingga tidak mengetahui persoalan ini. Sedangkan Tan Liang tidak kemana-mana. Jarak antara kota ini dengan tempat tinggal Kuan Hong Siau tidak seberapa jauh. Dia pasti sudah mendengar berita pembunuhan atas diri Li Po oleh Tao Heng Kan. Karena itu. begitu bertemu dengan Liu Hou dan mendengar mereka ada di rumahnya, dia langsung menganggap Lie Cun Ju sebagai abangnya yang sedang buron.
"Kalian berdua salah duga. Tahukah kalian siapa dia?" tanyanya sambil menunjuk kepada Lie Cun Ju.
Si Harimau bersayap emas Tan Liang maju satu langkah. "Memangnya dia bukan abangmu Tao Heng Kan?" tanya Tan Liang.
"Bukan. Dia putra kedua pasangan suami istri Pat Kua Kim Gin Kiam Lie Yuan dan Lim Cing Ing, namanya Lie Cun Ju."
Tentu saja Tan Liang tidak akan percaya begitu saja.
"Apa buktinya?" tanya si Harimau Bersayap Emas Tan Liang.
Lie Cun Ju yang berharing di atas tempat tidur melirik sekilas kepada Tao Ling dan memberi isyarat kepadanya. Gadis itu langsung mengerti. Dia mengulurkan tangannya dan terdengarlah Cring! Cring! sebanyak dua kali. Dia mengeluarkan pedang emas dan perak dari selipan ikat pinggangnya.
"Lie toako terluka parah, pedang Kim Gin Kiam ini untuk sementara aku yang menjaganya! inilah bukti yang Anda minta!"
Sepasang pedang emas dan perak ini sangat terkenal di dunia bu lim, Juga sulit dihuat tiruan-nya. Tapi hati Liu Hou dan Tan Liang tidak habis mengerti, mengapa dua keluarga yang saling bermusuhan sedalam itu, putra putri masing-masing malah bisa menjalin persahabatan dan tampaknya sudah akrab sekali? Karena Tan Liang adalah penduduk setempat, Tao Ling yakin dia sudah mendengar peristiwa tentang hancurnya perahu mereka dan terhanyutnya dirinya serta Lie Cun Ju.
"Setelah perahu tiba-tiba terbelah menjadi dua bagian, kami terhanyut sampai jauh. Entah bagaimana keadaan Kuan tayhiap, orang tuaku, pasangan suami istri Lie Yuan dan ko . . . ko . . . ku sekarang?"
"Jejak Tao Heng Kan tidak jelas. Keadaan orang tuamu dan Kuan tayhiap baik-baik saja, hanya pasangan suami istri Lie tayhiap ditotok jalan darahnya dengan cara yang aneh. Sampai sekarang masih belum sanggup dibebaskan. Keluarga Sang yakni Sang Cu Ce malah melarikan diri dengan ketakutan ketika diminta bantuannya," sahut Tan Liang.
"Apakah sudah diketahui siapa orangnya yang menotok jalan darah pasangan suami istri Lie tayhiap?" tanya Tao Ling.
Wajah si harimau bersayap emas Tan Liang jadi kelam. "Sampai saat ini masih belum diketahui!"
Lie Cun Ju masih sadar. Dia mendengar jalan darah kedua orang tuanya masih belum terbebaskan sampai saat ini, hatinya menjadi gundah.
"Tao kouwnio, biar bagaimana lukaku ini harus dirawat. Lebih baik kita pergi saja ke gedung Kuan loya."
Tao Ling mengerti maksud hatinya yang ingin cepat-cepat bertemu dengan ayah bundanya
Memangnya dia sendiri tidak rindu kepada kedua orang tuanya? Walaupun jarak antara tempat ini dengan kediaman Kuan loya hanya seratus li lebih, tetapi apabila di dalam perjalanan kepergok ketiga iblis yang kemarin, jiwa mereka pasti tidak dapat dipertahankan lagi. Karena itu dia menasehati Lie Cun Ju.
"Lie toako, bahkan Kuan tayhiap saja tidak sanggup membebaskan jalan darah orang tuamu, apa gunanya kau kesana? Aku rasa Kuan tayhiap dan kedua orang tuaku pasti akan mencari akal untuk membebaskan jalan darah mereka."
"Betul," tukas Tan Liang. "Kuan tayhiap sendiri sudah bersiap-siap mengantarkan kedua orang tuamu ke Si Cuan untuk meminta pertolongan si Kakek berambut putih. Sang Hao telah merundingkan masalah ini."
Lie Cun Ju baru agak lega mendengar keterangan orang itu. Sedangkan dia juga maklum larangan Tao Ling adalah untuk kebaikan dirinya sendiri. Oleh karena itu dia tidak berkata apa-apa lagi.
"Tao kouwnio, apakah aku perlu menyuruh orang menyampaikan beritamu kepada kedua orang tuamu? Jarak dari sini ke tempat tinggal Kuan tayhiap hanya memakan waktu tiga ken-tungan apabila menunggang kuda pilihan," tanya Tan Liang kembali. Tao Ling sadar, apabila orang tuanya sanipai datang kemari, pasti dia tidak bisa bersama-sama Lie Cun Ju lagi. Karena itu dia menyahut cepat.
"Tidak usah!"
Tan Liang dan Liu Hou masih duduk di dalam kamar dan menanyakan masalah Tao Heng Kan yang membunuh Li Po tanpa sebab musabab. Karena urusan ini sudah tersebar kemana-mana dan menjadi tanda tanya bagi setiap orang. Tentu saja Tan Liang dan Liu Hou juga ingin mengetahui hal yang sebenarnya. Tao Ling hanya dapat menceritakan kejadian yang berlangsung saat itu, sedangkan apa sebabnya kokonya sampai membunuh Li Po, dia sendiri tidak habis mengerti.