Jilid 12
LAUW KIAM Seng merasa merah mukanya; malu dia memikirkan perbuatannya itu sehingga tidak mau dia memberitahukan kepada lain orang. Akan tetapi, bagaimana kalau perempuan sinting itu sempat mandi; atau kalau perlu dimandikan? Kulit mukanya pasti berobah menjadi putih bersih dan... cantik !
("sialan...”) Lauw Kiam Seng memaki dirinya sendiri, cuma didalam hati; sebab bukan soal kecantikan perempuan sinting itu yang harus dia pikirkan akan tetapi adalah soal kesalahannya. Tongkatnya yang istimewa yang paling perlu buat dia pikirkan dan siapakah gerangan dia? apa sebabnya dia menjadi s inting ? N ih, hal inilah yang ingin dia ketahui. Dia akan berusaha mencari akal atau mencari daya supaya dia dapat mengetahui rahasia perempuan sinting itu, sementara sekilas terpikir olehnya; bahwa perempuan sinting itu pasti pernah mengalami suatu kemalangan; dan perempuan sinting itu perlu ditolong sebab Lauw Kiam Seng merasa berhutang budi dengan perbuatan perempuan sinting itu; yang meskipun secara tidak disengaja sudah dua kali menyelamatkan nyawanya.
Hampir semalaman suntuk Lauw Kiam Seng tidak tidur, karena dia mencari daya dan cara buat dia berusaha ingin mengetahui rahasia pribadi perempuan sinting itu. Pagi harinya dia terbangun kelabakan, sebab dia kehilangan kedua orang orang sinting yang semalam berada didalam kuil tua itu.
Lauw K iam Seng mencari dan memberanikan diri memasuki ruangan dalam kuil tua itu, akan tetapi hanya sisa sisa kayu bakar bekas api unggun dan sisa sisa lilin yang dia temukan.
Naluri hatinya mengatakan bahwa kedua orang orang sinting itu tentu sudah pergi buat tidak kembali lagi. Memang aneh akan tetapi Lauw K iam Seng mengikuti naluri hatinya itu, dan dia lari menyusuri gunung Hie san buat menyusul kepergian dua orang orang sinting itu.
Akan tetapi secara tiba tiba pemuda itu hentikan langkah kakinya. Dia berdiri memikirkan bahwa pihak a lat negara tentu akan menangkap dia kalau dia berkeliaran didalam kota Hwie kiang.
Sejenak Lauw Kiam Seng menjadi ragu ragu akan tetapi setelah itu dia mencari tanah basah dan dia memulas mukanya memakai tanah bercampur lumpur seperti seorang pemuda genit yang sedang memakai bedak setelah itu dia lari lagi karena yakin dia bakal tidak dikenal lagi dan selama dia lari sekilas kelihatan dia bersenyum seorang diri karena teringat dengan perbuatannya tadi sebab kalau ada orang yang melihat tentu dia dianggap orang s inting yang lagi pakai bedak. Syukur bagi Lauw Kiam Seng bahwa di dekat kaki gunung Hie san dia melihat perempuan sinting itu yang berjalan bersama si botak tepat disaat mereka menikung kesebelah kiri; mengambil arah selatan yang menuju ke perbatasan kota Hwie kiang.
Lauw K iam Seng mengikuti terus kedua orang orang s inting itu, yang ternyata tepat seperti kata naluri hatinya, bahwa mereka pasti akan meninggalkan kota Hwie kiang sebab mereka agaknya juga takut ditangkap, akibat perempuan sinting itu sudah ikut menyebar maut dirumah judi “hok kie'.
Cukup jauh mereka lakukan perjalanan mereka, sampai kota Hwie kiang sudah tidak kelihatan lagi akan tetapi mereka masih terus melakukan perjalanan, tanpa menghiraukan terik sinar matahari, dan Lauw Kiam Seng tetap berusaha mengikuti tanpa dilihat oleh kedua orang orang s inting itu, yang berjalan disebelah depan dia. Terasa haus dapat pemuda ini hilangkan dengan minum air kali yang kebenaran mereka melewati; akan tetapi rasa lapar mulai menyerang dia, karena waktu itu sudah lewat tengah hari sedangkan Lauw Kiam Seng tidak mempunyai sedikit uang pun juga, berlainan dengan si bocah yang botak kepalanya, yang ternyata mempunyai uang buat membeli makanan disepanjang perjalanan itu.
Adanya si botak yang ternyata banyak uangnya, terbukti dia membeli makanan yang tidak selayaknya dilakukan oleh orang orang gelandangan sehingga hal itu telah menambah rasa curiga Lauw Kiam Seng dan dia semakin bertambah pula niatnya buat menyelidik rahasia kedua orang orang sinting itu.
Diluar tahu Lauw Kiam Seng, ternyata si bocah yang botak kepalanya itu cukup cerdas menemukan cara mencari duit, sebab dia sudah merogoh dan mengeduk isi kantong Kwee Thian Peng dan semua yang mampus diatas gunung Hie san juga waktu dirumah Judi hok kie sangat banyak uang, yang berceceran tak keruan; akibat Lauw Kiam Seng berdua sang sumoay mengamuk, jadi uang yang sekarang berada dalam bungkusan si bocah botak kepalanya itu tak akan habis buat dia pakai seratus tahun lebih sebab ada juga yang berupa uang emas dan barang barang perhiasan bekas miliknya Hok Tay Kie.
Dipihak pemuda Lauw Kiam Seng rasa lapar yang tak tertahan memaksa pemuda ini mendekati seorang pedagang bakpao yang baru saja dibeli oleh sibotak; dan pemuda ini memberi hormat sambil dia cengar cengir kayak monyet kena terasi :
“Eh lao ko; aku lupa bawa uang tetapi perutku lapar, apa boleh aku utang dua biji bakpao ? nanti disuatu saat aku kembali datang melunaskan ,... "
Tukang bakpao itu mengawasi meneliti lelaki muda yang sedang bicara itu yang muka dan pakaiannya kotor; bahkan lebih kotor dari kedua orang orang gelandangan yang baru saja belanja tadi.
Sesudah Lauw Kiam Seng selesai bicara maka tukang bakpao itu menganggap dia sedang berhadapan dengan orang sinting; sehingga cepat cepat memberikan dua biji bakpao yang diminta sebab dia takut orang sinting itu mengacau kalau tidak diberikan.
Lauw Kiam Seng berseri seri dan mengucap terima kasih yang tak sudahnya akan tetapi tukang bakpao itu mengulapkan sebelah tangannya tanda mengusir supaya Lauw Kiam Seng cepat-cepat pergi.
Sesungguhnya Lauw Kiam Seng menjadi sangat girang karena dia tidak menyangka ada orang yang dengan mudah mengasih dia utang dua biji bakpao. Di dalam hati dia berjanji bahwa kapan saja kalau sempat dia bertemu lagi dengan tukang bakpao itu maka dia akan membayar utangnya.
Malam harinya mereka tiba dlsuatu dusun yang tidak perlu Lauw Kiam Seng mengetahui apa namanya sebab perhatiannya sedang dia curahkan kepada orang-orang s inting yang sedang dia ikuti dan dia menjadi bertambah heran sebab kedua orang orang sinting itu sengaja mencari tempat mondok disebuah rumah kosong yang letaknya terpencil tidak mau mereka bercampur dengan kaum gelandangan lain yang banyak tidur didepan rumah rumah orang yang letaknya ditepi jalan raya.
Apakah kedua orang orang sinting itu masih takut ada alat negara yang mencari mereka? Akan tetapi, hal ini tidak mungkin sebab waktu melakukan perjalanan mereka kelihatan tenang tenang saja, tidak takut dikejar oleh pihak tentara negeri dari kota Hwie-kiang.
Tidak mudah buat Lauw Kiam Seng mengetahui maksud atau apa yang menyebabkan kedua orang orang sinting itu membawa cara mereka, dan pemuda ini terpaksa bernaung diatas pohon yang cukup besar dan lebat; menderita kedinginan dan kelaparan untuk melewatkan sang malam.
Esok paginya Lauw K iam Seng sempat melihat kedua orang orang sinting itu bergegas hendak meninggalkan tempat mereka mondok, dan pemuda ini lalu mengikuti lagi; memasuki arus lalu lintas dusun itu yang cukup ramai dan pemuda ini kembali dibikin keheranan oleh karena hampir setiap kali kedua orang-orang sinting itu berpapasan dengan seorang pemuda yang berpakaian serba ringkas, maka pasti perempuan sinting itu mengawasi dan meneliti, membikin orang yang diawas i atau diteliti lari ketakutan sebab mereka dihadang dan hendak diganggu oleh seorang perempuan sinting !
Sekali lagi Lauw Kiam Seng harus berpikir keras, sebab perempuan sinting itu hanya mengawasi dan meneliti kaum pemuda tidak terhadap orang orang perempuan dan tidak juga terhadap orang orang yang sudah tua, sehingga sekilas terpikir oleh Lauw Kiam Seng bahwa perempuan sinting itu sedang mencari pacarnya yang kabur.
Akan tetapi kalau benar perempuan sinting itu mencari pacarnya yang kabur; mengapa dia tidak mencari diantara sesama kaum gelandangan ? Mengapa yang dia teliti adalah pemuda pemuda yang berpakaian bersih, bahkan yang serba ringkas seperti yang biasa dipakai oleh orang orang kaum rimba persilatan. Kejadian ini benar benar merupakan suatu rahasia lain yang ingin diketahui oleh Lauw Kiam Seng sehingga bertambah lagi hasrat hatinya untuk mengetahui rahasia pribadi perempuan sinting itu.
Waktu lewat didekat orang yang menjual kuweh kering maka Lauw Kiam Seng melihat si bocah yang botak kepalanya membeli untuk bekal mereka dalam perjalanan dan Lauw Kiam Seng ikut mampir ditempat tukang kuweh itu lalu sekali lagi Lauw Kiam Seng mengulang perbuatannya mencoba mengutang sehingga berulangkali dia diteliti oleh si pedagang kuweh itu yang kemudian hanya memberikan dia sedikit kuweh kering dan mengusir Lauw Kiam Seng supaya cepat cepat pergi !
Lauw Kiam Seng kelihatan menyesal karena tukang kuweh itu hanya memberikan sedikit kuweh yang boleh dia utang. Pemuda ini tidak menyadari bahwa didalam hati tukang kuweh itu memaki maki, sebab katanya dia menghadapi hari sial baru saja kuwehnya laku; dan dia sudah kedatangan seorang lelaki sinting yang mengacau, minta kuweh dengan berlagak mau ngutang.
Tanpa dirasa dan membawa caranya itu sampai 3 bulan lamanya Lauw Kiam Seng mengikuti perjalanan kedua orang orang sinting itu, sehingga penderitaan pemuda itu sangat berat karena mau tak mau dia menjadi terbiasa hidup sebagai orang gelandangan akan tetapi untungnya dia tidak sampai merasakan makan dari s isa sisa makanan dari tempat sampah atau mengemis minta uang atau sisa sisa makanan kepada seseorang yang dia temui sebab kapan saja dan dimana saja dia berada, dia menganggap ada orang orang baik hati yang mau menberi dia utang meskipun hanya untuk semangkok bubur atau sepotong kuweh; padahal tanpa dia menyadari, orang-orang itu selalu memaki pemuda ini sebagai orang sinting !
Akan tetapi, segala derita yang dihadapi dan dialami oleh pemuda ini tidak mengurangi hasratnya yang hendak mengetahui rahasia kehidupan perempuan sinting yang sedang dia ikuti, disamping pemuda itu memang tidak mempunyai sesuatu tempat tertentu buat dia meneduh tiada sanak maupun keluarga yang hendak dia temui.
Tentang perempuan sinting yang sedang dia ikuti itu; kian lama justeru dia anggap menjadi semakin aneh, sebab perempuan sinting itu menjadi bertambah besar, sehingga sekarang perempuan sinting itu seperti membawa bawa tambur yang dia simpan di balik pakaiannya yang kotor dan bau dan keadaannya itu ternyata jadi menarik perhatian orang orang yang mereka temui di tengah perjalanan; baik orang orang yang mengaku sehat otaknya, maupun orang orang yang dianggap sinting karena pakaian mereka yang robek ko- tor seperti kaum gelandangan. Akhirnya Lauw Kiam Seng tersadar, bahwa perempuan sinting yang sedang dia ikuti itu sebenarnya sedang hamil. Akan tetapi kalau benar perempuan sinting itu sedang hamil; maka siapakah suaminya ? apakah mungkin yang sedang dicari oleh perempuan sinting Itu adalah suaminya ? atau sibotak itu justru adalah suaminya perempuan sinting itu ? Jadi sibotak rupanya benar benar merupakan orang kerdil seperti yang dia pernah duga !
(“tak mungkin.... !”) bantah Lauw Kiam Seng seorang diri; sebab dia lihat sibotak adalah seorang bocah dan dia teringat pernah melihat pusat tempat kencing sibocah waktu malam- malam sibotak telanjang bulat!
Akan tetapi apa sebab sibocah justru memakai istilah sumoay terhadap perempuan sinting itu ? Sumoay adalah adik seperguruan artinya usia perempuan sinting itu lebih muda dari s ibocah yang botak kepalanya.
('celaka ! tambah pusing urusan ini .!) Lauw Kiam Seng mengeluh didalam hati; se lagi dia singgah ditempat seorang penjual bakpao bermaksud hendak ngutang lagi sebab waktu itu mereka berada disuatu kota yang cukup ramai, sedangkan semalaman mereka menginap di sebuah kuil tua yang letaknya agak diluar kota waktu mereka belum memasuki kota itu.
Akan tetapi sekali ini Lauw K iam Seng mengalami nasib siaI sebab tukang bakpao itu kebenaran orang yang berhati tabah kuat tubuhnya lagipula pemarah; sehingga Lauw Kiam Seng kena dimaki yang menyakitkan hatinya dikatakan orang sinting yang mau mengacau dan tukang bakpao itu bahkan meludahi muka Lauw Kiam Seng.
Seumur hidup baru sekali itu Lauw Kiam Seng merasa dihina orang dan diludahi mukanya sehingga benar-benar jadi lupa diri; menendang terbalik tempat dagang orang yang menghina itu dan waktu tukang bakpao itu justru yang kena dia tendang sampai jatuh celentang ! Tukang bakpao itu jadi bertambah marah dan semakin memaki maki menyebabkan dalam sekejap keadaan ditempat itu menjadi ramai banyak orang yang hendak membantu si tukang bakpao menangkap orang sinting yang sedang mengacau.
Lauw Kiam Seng tidak mau menjadi konyol kena digebuk oleh orang orang yang hendak menangkap dirinya, sehingga kaki tangan pemuda itu bergerak mengakibatkan sejumlah orang orang itu menjadi semakin bertambah kacau !
(odwkz—hendo)
KOTA ITU sebenarnya adalah kota Lan kiao tin, sebuah kota yang cukup ramai dan ada persekutuan kaum Kay pang cabang setempat.
Kay pang adalah perkumpulan para pengemis atau orang orang gelandangan yang anggotanya kebanyakan merupakan bukan sembarang pengemis. Mereka banyak yang mahir ilmu silatnya, dan banyak yang luhur budi pekertinya; bahkan banyak yang jiwanya ksatrya menjadi pembela negara dan bangsa waktu negeri Cina dijajah oleh orang orang Mongolia. Waktu itu kerajaan Beng sedang melakukan pemerintahan secara tegas dan keras sehubungan banyaknya orang orang yang dianggap melakukan aksi pengacauan atau hendak rnerebut kekuasaan pemerintah kekuasaan Beng. Orang orang Kay pang didalam kota Lan kiao tin hidup dari sumbangan masyarakat setempat ; berhubung waktu itu persekutuan Kay pang sedang mengalami krisis keuangan tidak mendapat bantuan atau subsidi dari pihak pemerintah, yang bahkan bersikap memusuhi karena dicurigai tekad orang orang Kay pang waktu itu.
Ada lima orang Kay pang yang sempat melihat Lauw Kiam Seng membikin keributan. Sesuai dengan perintah atasan mereka maka ke 5 orang Kay pang itu biasa berlaku tegas terhadap kaumnya yang mengacau.
"Orang sinting dari mana yang berani mengacau disini ..!” bentak Lo toa: sa lah satu dari 5 orang Kay pang itu waktu mereka berhasil menyisihkan orang orang yang sedang berkumpul.
Lauw Kiam Seng jadi bertambah marah; sebab sekali lagi ada orang yang menuduh dia sebagai orang sinting, terlebih yang menuduh itu adalah seorang gelandangan !
“Orang orang sinting! Kalian yang sinting atau aku yang sinting.., !" balas pemuda itu memaki, mengakibatkan ada sebagian orang orang yang diam diam menjadi tertawa, melihat orang orang gelandangan saling memaki dan saling menuduh !
Lo toa juga menjadi gusar, juga keempat teman temannya, sebab mereka termasuk dedengkot orang orang gelandangan didalam kota itu; dan sekarang mereka dimaki oleh seorang gelandangan yang masih muda usianya.
Serentak kelima orang orang gelandangan itu berteriak bagaikan orang orang sinting yang siap mengamuk, sehingga masyarakat setempat menyaksikan kejadian itu pada mundur membikin satu lingkaran tanpa mereka sengaja, sementara Lo toa berlima sudah mulai menyerang dan mengepung si pengemis muda yang melakukan perlawanan.
Si pengemis bocah yang botak kepalanya dan perempuan sinting yang menjadi teman seperjalanannya; belum jauh meninggalkan tempat tukang bakpao itu. Dan mereka buru buru balik lagi, sebab adanya keributan itu. Si botak yang merasa heran waktu melihat yang berkelahi itu adalah si pemuda sinting, yang pernah mencuri makanannya.
“Sumoay, mari kita pergi ,... !" ajak dia sambil menarik sebelah tangan perempuan sinting itu; yang juga sedang mengawasi orang orang yang lagi berkelahi, sementara sepasang matanya kelihatan bersinar hampa akan tetapi dia seperti ogah meninggalkan tempat itu, sehingga si botak tidak berhasil menarik sang sumoay.
Kecuali kedua orang orang sinting ini, masih ada lagi tiga orang istimewa yang ikut menyaksikan perkelahian itu, mereka adalah orang orang perantau yang sengaja datang atau singgah dikota Lan kiao tin.
Salah seorang dari ketiga orang laki laki perantauan itu bernama Lim Su K iang. Dia adalah seorang anggota Kay pang yang sedang menyamar berpakaian seperti seorang karyawan piauwkiok, atau perusahaan pengangkutan; sebab dia lagi mendapat tugas dari wakil pangcu Kay pang yang bernama Gwa Teng Kie buat menyelidiki orang orang Kay pang yang sudah merampok kereta kiriman yang menjadi tanggung jawabnya Hong-yang piauwkiok.
Dua orang teman seperjalanannya adalah Tekz Kun Liong dan Bun Siu Giap. Kedua duanya adalah karyawan Hong yang piauwkiok yang ditugaskan oleh majikan mereka buat menemui wakil biang pengemis Gwa Teng Kie, sampai kemudian mereka ikut Lim Su kiang buat mencari para pengemis yang sudah melakukan perampokan itu.
Usia Lim Su Kiang sudah empat puluh tahun lebih; sudah lama dia menjadi anggota Kay pang, akan tetapi belum pernah dia menemui seorang pengemis seperti Lauw Kiam Seng, dari itu dia menjadi curiga kalau kalau pemuda itu adalah sa lah satu perampok yang sedang dia cari.
Disaat berikutnya, Lim Su Kiang melihat bahwa orang orang Kay pang pada memakai senjata tajam buat mengepung Lauw Kiam Seng, karena agaknya mereka tidak sanggup menangkap atau mengalahkan pengemis muda itu tanpa mereka menggunakan senjata tajam.
Lauw Kiam Seng ikut mengeluarkan senjatanya, sebatang pisau belati yang dia simpan dibalik kaos kakinya yang sudah kotor dan bau. Diluar tahu pemuda ini pisau belati itu justeru telah membikin Lim Su Kiang menjadi sangat terkejut!
'Coan yo shin jie.....!” terdengar Lim Su Kiang berkata seorang diri dan perkataannya cukup didengar oleh kedua teman seperjalanannya.
Lim Su Kiang tidak ikut dalam aksi pengganyangan markas si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu; akan tetapi dia cukup mendengar perihal pisau belati penembus tenggorokan yang khas menjadi senjata si iblis penyebar maut berikut antek anteknya.
Dua orang seperjalanannya, Tek Kun Liong dan Bun Siu Giap juga sudah tidak asing lagi dengan pisau belati itu, sebab meskipun usia mereka lebih muda, akan tetapi Tek Kun Liong adalah adiknya Tek Kun Eng si lutung sakti yang ikut menjadi peserta aksi pengganyangan terhadap orang orang Thian tok bun dan Bun Siu Giap adalah adiknya Bun Siu Gie yang tewas ditangan si biang hantu tertawa, yang sedang dicurigai sebagai ujut baru dari si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu !
"Kita bantu tangkap dia.., !" akhirnya kata Lim Su Kiang yang mendahului bergerak memasuki arena pertempuran bahkan langsung menggunakan senjatanya yang istimewa; merupakan sebatang tongkat sakti pemukul anjing anjing geladak.
Dua pemuda Tek Kun Liong dan Bun Siu Giap ikut mengepung bahkan dengan memakai senjata mereka, berupa pedang yang tajam dan putih mengkilat, kena sinar matahari yang memantul.
Sudah tentu Lauw Kiam Seng menjadi setengah tobat menghadapi sekian banyaknya jago jago silat yang mengepung dirinya sehingga dia berteriak seperti kemasukan hantu, akan tetapi orang orang yang mendengar teriakan suara itu, menganggap penyakit sintingnya kian menjadi, sehingga orang orang yang tadi menonton, cepat cepat pada kabur menyingkir, takut kena diamuk orang sinting ! Perempuan sinting itu masih mengawasi dengan sinar mata yang kelihatan hampa. Dia tetap tidak mau ikut waktu s i botak menyeret hendak mengajak dia pergi.
Dilain saat, perempuan sinting itu meraba perutnya yang melendung kian bertambah besar; setelah itu secara tiba tiba dia ikut berteriak dengan suara seperti kuntilanak yang menjawab panggilan kekasihnya; lalu si botak tak kuasa memegang sang sumoay yang sinting itu, sebab sang sumoay sudah lompat menendang Lim Su Kiang yang waktu itu hendak memukul Lauw Kiam Seng, disaat pemuda itu sudah jatuh celentang tak berdaya.
Lengan kanan Lim Su Kiang terasa sangat sakit kena ditendang perempuan sinting itu sampai jago kawakan ini berteriak kaget, karena tidak menduga perempuan sinting itu memiliki tenaga yang besar padahal dia masih muda dan perutnya sedang gendut.
Perempuan sinting itu hampir berhasil memukul Lim Su Kiang memakai tongkatnya yang istimewa selagi Lim Su K iang masih kaget seperti orang sawan. Untung dia ditolong oleh Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap yang menangkis dengan pedang pedang mereka.
Adalah menjadi dugaan Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap, bahwa dengan menangkis memakai pedang yang sengaja mereka kerahkan tenaga mereka, maka tongkat perempuan sinting itu akan putus menjadi tiga. Akan tetapi mereka mendengar bunyi suara keras seperti benda benda logam yang saling bentur, bahkan sampai kelihatan lelatu api dan pedang kedua pemuda itu mental balik hampir lepas dari pegangan kedua pemuda itu sedangkan telapak tangan mereka terasa sangat sakit. Dua tenaga laki laki muda yang bagaikan bersatu padu namun tidak sanggup mengalahkan tenaga seorang perempuan sinting yang masih muda dan sedang hamil !
Dan perempuan sinting itu sekarang tertawa. Tawa bagaikan kuntilanak yang menemukan pencuri anaknya, sebab dia tertawa sambil meringis dan meraba perutnya yang gendut, setelah itu dia hajar Tek Kun Liong dengan tongkatnya yang cukup panjang.
Pemuda itu sedang terpesona, sambil dia merasakan telapak tangannya yang sakit, akan tetapi dia melihat datangnya serangan dia tidak berani untuk menangkis: sebab dia sudah tahu perempuan gelandangan itu memiliki tenaga besar.
Tek Kun Liong lompat menghindar, waktu tongkat perempuan gelandangan itu belum kena menghantam dia akan tetapi, bertepatan dengan gerak pemuda itu Lim Su Kiang sudah lompat menangkis dan jago tua ini bahkan mengerahkan tenaga dalamnya yang dia salurkan pada tongkatnya yang sakti peranti mengusir anjing anjing geladak sehingga kedua tongkat itu menjadi saling bentur !
Tongkat sakti Lim Su Kiang ukurannya lebih kecil dari tongkatnya perempuan sinting itu, Iagipula dibuat dari logam yang bukan sembarangan logam, akan tetapi tongkat sakti yang lebih kecil itu ternyata dapat mendorong tongkat perempuan sinting itu; sampai terpental akan tetapi untung tidak sampai lepas dari pegangannya, dan tubuh perempuan sinting itu ikut terdorong, sampai dia rubuh terjatuh duduk sedangkan dari mulutnya ke luar darah merah; karena tenaga dalamnya sudah kena digempur.
Dipihak Lim Su Kiang, jago tua ini juga kena gempur sampai terasa sakit bagian dadanya, sehingga untuk sesaat dia tidak mampu bergerak padahal saat itu ada kesempatan buat dia membinasakan perempuan sinting itu, sekiranya dia sanggup mengulang serangannya ! Sementara itu Lauw Kiam Seng yang sedang dilibat dalam pertempuran melawan para pengemis dari kota Lan kiao tin; sempat melihat keadaan perempuan sinting itu yang sedang terduduk tidak berdaya.
Sambil perdengarkan suaranya seperti orang yang kemasukan hantu Lauw K iam Seng mengamuk memakai pisau belatinya sampai dia berhasil me lukai dua pengemis yang menjadi lawannya dan setelah itu dia lompat hendak menolong perempuan sinting itu.
Akan tetapi betapapun tangkasnya pemuda itu bergerak; ternyata dia kalah cepat dengan gerak Tek Kun Liong berdua Ban Siu Giap yang sedang bebas menyerang. Akan tetapi secara tiba tiba tangan kanan perempuan sinting itu menarik tangkai tongkatnya yang istimewa sementara sebelah tangan kirinya memegang bagian yang lain sehingga pada detik berikutnya terbentang sebatang pedang yang berkilauan kena sinar matahari yang memantul mengeluarkan sinar hijau dan mengeluarkan hawa dingin !
Dengan sisi tenaganya yang lemah, perempuan sinting itu menangkis pedang pedang Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap; lalu pedang kedua pemuda itu putus menjadi empat potong, dan kedua pemuda itu cepat cepat lompat mundur dengan muka pucat!
'Lekas bawa lari ketempat mondok tadi..!' teriak Lauw Kiam Seng; karena waktu itu si botak sudah berada disisi sang sumoay, dan Lauw Kiam Seng lalu merintang dan menyerang setiap pengemis yang hendak menghalangi s i botak.
Untung bagi Lauw Kiam Seng bahwa saat itu Lim Su Kiang tidak ikut menyerang, sebab dia masih sakit dan ikut terpesona dengan pedang istimewa yang luar biasa tajamnya, yang sempat dia lihat tadi. Demikian juga Tek Kun Liong berdua Bun Siu Giap, mereka tidak ikut menyerang sebab keadaan mereka masih seperti orang sawan, memegangi sisa pedang pedang mereka yang sudah buntung! Lauw K iam Seng merasa tidak ada gunanya buat bertempur lama lama; dan pemuda ini lebih mementingkan ikut melindungi si botak yang sedang bersusah payah membawa lari perempuan sinting itu. Pada kesempatan yang dia peroleh; maka Lauw Kiam Seng tinggalkan semua lawannya buat dia menyusul s i botak dan pemuda ini agak girang sebab dia lihat orang orang pada takut terhadap perempuan sinting yang memiliki pedang istimewa itu sehingga tidak ada lagi orang orang yang menghadang mereka.
Mereka berhasil mencapai kuil tua bekas semalam si botak menginap bersama perempuan sinting itu; akan tetapi keadaan perempuan sinting itu kelihatan sangat lemah; bahkan celananya basah dengan darah, sehingga Lauw Kiam Seng berdua si botak menduga bahwa perempuan itu kena luka.
Si botak merebahkan si perempuan sinting diatas tumpukan jerami bekas semalam digunakan untuk tidur, akan tetapi si botak sangat kebingungan melihat darah yang rupanya mengalir keluar dari balik celana perempuan sinting itu memperkuat dugaannya dan dugaan Lauw K iam Seng, bahwa perempuan sinting itu terluka.
'Kau buka celananya .' kata Lauw Kiam Seng kepada sibotak lupa keadaan karena gugup.
"Kau gila. " si botak menggerutu juga gugup.
“Bukankah dia isterimu.., ?' Lauw Kiam Seng memaksa. “Kau benar benar sinting..,!" si botak memaki merah
mukanya sedangkan Lauw Kiam Seng sekarang mengetahui
bahwa si botak bukan lakinya perempuan sinting itu.
Oleh karena teringat oleh urusan laki bini; maka Lauw Kiam Seng jadi teringat juga bahwa perempuan sinting itu mungkin mau beranak, sebab perempuan sinting itu kelihatan kepayahan sambil dia memegang megang perutnya yang gendut. 'Celaka! dia mau beranak. Lekas kau panggil dukun beranak.., !'
Si bocah botak bertambah bingung dan bertambah gugup : "Aku bisa mati digebuk orang... “
'Baik aku yang pergi; kau jaga dia....” dan Lauw Kiam Seng cepat cepat pergi.
Si bocah yang botak kepalanya bingung dan semakin gugup, setelah dia ditinggal pergi oleh Lauw Kiam Seng; terlebih jika dia melihat keadaan sang sumoay seperti orang yang kejang tak kuat menahan rasa sakit.
Kemudian sempat dilihat oleh si botak bahwa sang sumoay mengulapkan sebelah tangannya memerintahkan si botak pergi menjauhi tempat itu.
Sibocah yang botak kepalanya menurut tanpa dia menyadari tindakannya; sedangkan perempuan sinting itu lalu membuka celananya setelah dia tidak melihat kehadiran lain orang.
Kemudian rasa sakit pada perutnya menjadi kian menggila, sampai dia kejang dan merintih lalu dia meraung seperti kuntilanak digigit nyamuk,
Sepasang mata perempuan sinting itu menjadi liar; waktu dia melihat kehadiran sibotak yang sedang bingung tidak berdaya untuk menolong, akan tetapi perempuan sinting itu tidak berdaya mengusir dan tidak sanggup mengucap apa apa, sebab keadaannya memang benar benar seperti kejang, menahan beribu macam penyakit yang mengaduk aduk didalam perutnya, sampai sekali lagi dia berteriak yang bahkan mengakibatkan sibocah botak jadi rubuh pingsan, bukan sebab mendengar teriak suara sang sumoay akan tetapi sempat ia melihat sebutir kepala bayi yang menongol diantara sepasang paha sang sumoay ! Bayi yang baru lahir itu tidak menangis, tidak lagi bersuara. Juga si bocah botak tidak bersuara sebab dia sedang pingsan, dan perempuan sinting itu juga tidak bersuara, sebab dia kepayahan kehabisan tenaga yang ada padanya.
Akan tetapi, lambat laun dan meskipun dengan gerakannya yang lemah; perempuan sinting itu memaksakan diri buat duduk. Susah payah dia bergerak; akan tetapi berhasil juga dia bersandar pada dinding tembok, namun ada sesuatu benda lunak diantara sepasang pahanya yang menempel pada tubuh sang bayi yang baru lahir. Itulah ari-ari sibay i yang masih belum diputuskan sehingga dia lalu mengeluarkan pedangnya memotong ari ari itu mengakibatkan pedang dan sepasang tangan perempuan sinting itu penuh berlumuran darah!
Mungkin karena dia kehabisan tenaga berlebih karena darah terlalu banyak yang dia keluarkan; maka perempuan sinting itu lalu pingsan lupa diri dengan sebelah tangan masih erat memegang pedangnya.
Si bocah yang botak kepalanya tersadar dari pingsannya bertepatan dengan datangnya Lauw K iam Seng dengan napas sengal-sengal.
Pemuda itu datang tanpa dia membawa dukun beranak yang hendak dia cari sebaliknya katanya dia sedang dikejar oleh banyak orang termasuk si jago tua Lim Su Kiang.
"Kita harus cepat cepat pergi dari sini.' kata Lauw Kiam Seng meskipun sebenarnya dia terpesona melihat keadaan didalam ruangan itu.
Tanpa menghiraukan tata sopan, maka cepat cepat Lauw Kiam Seng memakaikan celana perempuan sinting itu yang bahkan dia panggul dan bawa lari; sedangkan si bocah yang botak membawa bungkusan dan pedang yang istimewa itu meninggalkan si bayi yang lahir mati sementara Lauw Kiam Seng yakin bahwa orang orang yang sedang mengejar akan menguburkan bayi yang malang itu.
Ada sebuah gunung yang cukup tinggi menjulang keangkasa, dan Lauw Kiam Seng mengajak si bocah botak mendaki gunung itu.
Tidak mudah buat mereka mendaki gunung itu; sebab Lauw Kiam Seng sambil memanggul tubuh perempuan sinting yang masih pingsan itu; sedangkan si bocah yang botak kepalanya lemah tenaganya sampai beberapa kali dia terjatuh, apalagi Lauw Kiam Seng sengaja memilih jalan yang sukar menerobos bagian bagian yang belukar di atas gunung itu, sampai kemudian mereka menemukan sebuah tempat yang ada air terjun atau curug dengan sebuah kolam yang menjadi wadah air terjun itu. Didekat curug itu, Lauw Kiam seng kemudian membangun sebuah gubuk kecil; dari bahan kayu kayu hutan serta daun daun kering buat dia jadikan tempat tidurnya perempuan sinting itu. Sedangkan Lauw Kiam Seng berdua si botak memilih tempat istirahat yang cukup jauh terpisah yakni setelah mereka mandi membersihkan tubuh mereka, dan membersihkan juga noda noda darah pada kaki dan tangan perempuan sinting itu.
Si bocah yang botak kepalanya lalu memasang api unggun buat dia memasak air, sambil dia mengajak Lauw Kiam Seng makan bakpao yang menjadi bekalnya dan pada kesempatan itu Lauw Kiam Seng menanyakan perihal perempuan sinting itu akan tetapi ternyata si botak tidak mengetahui sebab si botak justeru baru bertemu perempuan sinting itu di kota Kun beng.
"Toako, aku mempunyai banyak uang; bagaimana kalau kau beli pakaian, sebab kulihat tidak se layaknya kau berpakaian kotor seperti kaum gelandangan ..." kata si botak yang melihat Lauw Kiam Seng sebenarnya bermuka tampan; akan tetapi pakaiannya tak pernah ditukar sejak mereka bertemu di kota Hwie Kiang. Lauw Kiam Seng memang sedang merasa heran, bahwa si bocah pengemis itu memiliki banyak uang; sehingga pada kesempatan itu dia lalu menanya.
"Siao tee maafkan aku; akan tetapi kalian hidup sebagai orang orang gelandangan dari mana kalian mendapat uang yang sebanyak itu. ?”
Si bocah yang botak kepalanya tertawa, lalu dengan bangga dia menceritakan tentang uang uang yang dia peroleh sehingga akhirnya Lauw Kiam Seng ikut jadi tertawa; dan tawa mereka menyebabkan perempuan sinting itu jadi tersadar dari pingsannya.
Dengan langkah kaki berhati hati Lauw Kiam Seng berdua si bocah yang botak kepalanya mendekati gubuk tempat perempuan sinting itu direbahkan dan pandangan mata kedua laki laki itu kemudian saling bertemu dengan pandangan mata perempuan sinting itu.
Meskipun perempuan itu sinting; akan tetapi agaknya dia mengerti bahwa kedua laki laki itu tidak mempunyai maksud buruk terhadap dirinya, bahkan karena keduanya merupakan orang orang yang sudah menolong.
Masih lemah keadaan perempuan sinting itu, dan tetap hampa sinar pandangan matanya, akan tetapi pada saat berikutnya kelihatan dia bersenyum. Seberkas senyum yang sangat indah dan manis sebab waktu itu mukanya sudah cukup bersih hasil karya Lauw Kiam Seng berdua si botak.
Sejenak kedua laki laki itu menjadi terpesona, melihat senyum manis yang menawan itu, dan yang pertama kali diperlihatkan oleh perempuan sinting itu, sedangkan si botak lalu cepat cepat mengambil air m inum yang hangat, berikut sepotong bakpao yang kemudian dia berikan buat perempuan sinting itu. Lauw Kiam Seng duduk seenaknya diatas tanah, bersandar pada gubuk buatannya; selama si botak menemani perempuan sinting itu makan bakpao.
Pada saat itu sempat terpikir oleh Lauw Kiam Seng bahwa mukanya dan muka perempuan sinting itu sudah berganti, sehingga kalau mereka memakai pakaian yang bersih dan layak maka besar kemungkinan orang orang didalam kota Lan kiao tin tidak lagi mengenal mereka.
Oleh karena memikir begitu; maka Lauw Kiam Seng menceritakan maksudnya, yang hendak membeli pakaian buat mereka bertiga, dan si bocah botak lalu memberikan sepotong uang perak.
Ditengah perjalanan memasuki kota Lan kiao tin, mendadak Lauw Kiam Seng teringat bahwa dia belum mengganti pakaian, sehingga orang orang pasti akan mengenali dia, meskipun mukanya sudah berobah bersih.
Untung bagi pemuda ini bahwa di jalan yang sunyi itu, dia melihat adanya seorang laki laki yang sedang berjalan seorang diri.
Lauw Kiam Seng cepat cepat berusaha mendekati laki laki itu; lalu tanpa diketahui oleh lelaki itu maka Lauw Kiam Seng memukul membikin lelaki itu rubuh pingsan.
"Laoko maafkan aku,” kata Lauw Kiam Seng se lagi dia membuka pakaian lelaki itu; sehingga disaat berikutnya Lauw Kiam Seng sudah memakai baju orang yang dipukulnya itu dan dia membiarkan lelaki itu hanya memakai baju dalam rebah pingsan ditiup angin malam.
Jantung Lauw Kiam Seng berdetak keras waktu dia sudah memasuki kota Lan kiao tin yang masih ramai masih banyak orang-orang yang berdagang makanan maupun pakaian.
Lauw K iam Seng paksakan diri buat dia berlaku tenang. Dia beli pakaian buat dia, juga buat sibocah yang botak kepalanya akan tetapi waktu dia hendak membeli pakaian buat perempuan sinting itu dia menjadi ragu ragu bahkan mukanya berobah merah merasa malu membeli pakaian perempuan.
Akhirnya Lauw Kiam Seng membeli seperangkat lagi pakaian laki laki buat dipakai oleh perempuan sinting itu dan dia membeli topi buat menutup rambut perempuan sinting yang panjang dan sekaligus dia beli topi buat si bocah menutupi botaknya.
Setelah itu Lauw Kiam Seng membeli makanan dan buah buah, sebab sisa uangnya masih cukup banyak; lalu dia bergegas hendak pulang ke gubuknya, akan tetapi dia hentikan langkah kakinya waktu dia berpapasan dengan sekelompok orang orang gelandangan sebab diantara para pengemis itu terdapat juga orang orang yang dia tempur tadi.
Akan tetapi para pengemis itu tidak mengenali lagi pemuda gelandangan yang mereka tempur tadi; sehingga lega hati Lauw Kiam Seng dan cepat cepat pemuda ini melangkahkan kakinya.
Pakaian yang dibeli buat perempuan sinting itu, esok paginya ternyata mau saja dia memakainya, bahkan dia lebih dahulu membersihkan tubuhnya di kolam dekat curug sehingga waktu kemudian Lauw Kiam Seng dan si botak menemui dia, hampir hampir mereka berdua tidak mengenali lagi, andaikata perempuan sinting itu tidak bersenyum. Senyum manis yang dapat mempesona hati orang orang muda!
Sampai tiga hari lamanya mereka menetap dan bergaul diatas gunung itu, sehingga terpikir oleh Lauw Kiam Seng bahwa a langkah enaknya kalau mereka bertiga terus menetap ditempat itu hidup dari hasil tanaman yang dapat dia kerjakan bersama si bocah yang botak kepalanya yang sekarang sudah ditutup dan disulap tidak lagi menjadi seorang pengemis. "Toako anggap dia akan kesudian menetap lama disuatu tempat ....?" sahut si bocah botak waktu Lauw Kiam Seng mengemukakan hasrat hatinya itu.
“Kenapa dia tidak mau ..” Lauw Kiam Seng balik menanya. "Sejak aku mengikuti dia, tidak pernah dia mau berdiam
lama lama disuatu tempat, dia sedang mencari seseorang, akan tetapi waktu aku tanyakan siapa yang dia cari tak dapat dia menerangkan; seperti juga dia t idak ingat lagi siapa nama dia sebenarnya…”
Si botak menghentikan perkataannya, oleh karena pada saat itu mereka melihat perempuan sinting itu sedang mendekati sementara ditangannya dia sudah siap memegang pedangnya, berikut bungkusan uang yang biasanya dibawa bawa oleh si botak.
"Dia mengajak kita berangkat,. ,” kata si botak, se lagi dia berpegas mendekati perempuan sinting itu dan menyambuti waktu dia diserahkan bungkusan untuk dia bawa.
Perempuan sinting itu tidak langsung mengajak pergi si bocah botak sebab dia masih berdiri bagaikan menunggu Lauw K iam Seng yang waktu itu masih berdiri diam.
Perbuatan perempuan sinting itu menyebabkan Lauw Kiam Seng tersadar bahwa perempuan sinting itu bermaksud mengajak dia ikut, oleh karena itu maka Lauw Kiam Seng menjadi girang dan bergegas mendekati, untuk kemudlan mereka bersama sama meninggalkan gunung itu.
Hari masih cukup pagi waktu dua orang pemuda dan seorang bocah memasuki kota Lan kiao tin dari arah sebelah selatan, lalu mengikuti arus orang yang berlalu lintas sampai kemudian mereka tinggalkan kota itu lewat sebelah utara, tanpa ada orang yang mengetahui; bahwa mereka adalah Lauw K iam Seng dengan dua temannya yang istimewa ! Diluar tahu mereka bertiga; pihak Lim Su Kiang yang sudah bergabung dengan pihak Kay pang; telah memerintahkan orang orangnya buat mencari ketiga orang orang sinting yang pernah mereka tempur, setelah mereka hanya menemukan bayi yang sudah mati, bekas dilahirkan perempuan sinting itu. Disamping itu; Lim Su Kiang sudah pula mengirim berita kepada Gwa Teng Kie, wakil biang pengemis tentang adanya seorang pemuda gelandangan yang bersenjata pisau 'coan yo shin jie" atau belati penembus tenggorokan, dan pemuda gelandangan itu ditemani dengan seorang perempuan sinting dan seorang pengemis bocah yang botak kepalanya.
Lebih lanjut Lim Su Kiang menambahkan dalam laporannya, bahwa perempuan sinting itu memiliki sebatang pedang yang istimewa; dengan sarung yang mirip tongkat kayu padahal pedang itu sangat tajam luar biasa, terbukti dapat memutuskan pedang pedang milik Tek Kun Liong dan Ban Siu Giap, sehingga diduga pedang itu adalah suatu pedang pu- saka!
Dengan adanya berita itu, maka ramai orang orang kaum rimba persilatan yang membicarakan urusan itu, istimewa di kalangan Kay pang. Mereka menduga bahwa Lauw K iam Seng adalah sisa orang Thian tok bun yang harus dibasmi, sedangkan pedang yang dibawa oleh perempuan sinting itu diduga adalah pedang Ceng liong kiam atau pedang 'naga hijau', milik persekutuan Ceng liong pang yang sudah berantakan.
Dahulu persekutuan Ceng liong pang atau naga hijau, merupakan salah satu persekutuan yang besar dan luas pengaruhnya; akan tetapi sejak belasan tahun yang lalu, Ceng liong pang berantakan dan terakhir diketahui dipimpin oleh si tangan beracun Yang Cong Loei yang masih tetap bertahan sampai baru baru ini markas Ceng liong pang diatas gunung Ceng liong san sudah dibasmi oleh pihak tentara tentara negeri, sehingga kabarnya tak ada seorang pun yang lolos; kena ditangkap atau dibunuh.
Dengan menghubungkan perempuan sinting itu dengan pihak dari Ceng liong pang, maka ada orang orang yang menduga bahwa perempuan sinting itu merupakan sisa orang Ceng liong pang yang berhasil melarikan diri; akan tetapi kena penyakit gila !
Sementara itu Lauw Kiam Seng bertiga sudah jauh meninggalkan kota Lan kiao tin, sampai mereka singgah disuatu dusun yang cukup ramai, buat dia beristirahat dan menginap.
Lauw Kiam Seng memesan dua kamar waktu mereka memasuki sebuah rumah penginapan. Sebuah kamar buat dia berdua si botak; sedangkan yang sebuah lagi buat perempuan sinting itu, yang sekarang berpakaian sebagai seorang pemuda pelajar yang tampan mukanya.
Perempuan sinting itu tak menolak diajak bermalam dirumah penginapan setelah dia mengetahui babwa Lauw Kiam Seng memesan dua buah kamar yang memisah buat dia dan buat Lauw Kiam Seng berdua sibotak.
Lain hal yang membikin Lauw Kiam Seng merasa girang adalah sikap perempuan sinting itu yang kelihatan berobah menjadi tenang; meskipun masih tetap tidak mau diajak bicara bahkan senyumnya tak lagi berulang.
Dirumah penginapan yang mereka singgah itu ada seorang pemuda lain yang menarik perhatian perempuan sinting itu; dan Lauw Kiam Seng tak mengetahui sebab dia lagi bicara dengan pengurus rumah penginapan.
Pemuda yang berhasil menarik perhatian perempuan sinting itu berpakaian semacam pakaian pelajar atau sastrawan yang bermuka tampan. Dia sedang duduk makan dan diatas meja ada sebatang pedang yang menjadi miliknya menandakan bahwa pemuda yang berpakaian seperti pelajar itu, memiliki juga kepandaian ilmu silat.
Waktu disuatu saat pemuda itu menengadah; maka dia pun ikut mengawasi perempuan sinting itu, bagaikan ada sesuatu yang dipikirkan, dan dia masih sering melirik meskipun perempuan sinting itu sudah diantar masuk oleh pelayan rumah penginapan.
Pemuda itu kemudian menunda makannya yang belum selesai; dan dia memerlukan datang ketempat pengurus rumah penginapan, menanyakan nama perempuan sinting yang berpakaian semacam pemuda pelajar itu. "Lauw Sui Seng” pemuda itu menggerutu dengan suara perlahan, ketika si pengurus rumah penginapan sudah memberitahukan dan dia kembali menyambung makan sambil dia terus berpikir.
('sungguh lucu kalau tiga orang laki laki harus memesan dua kamar yang terpisah,..') pemuda itu berpikir didalam hati; akan tetapi pada mukanya dia kelihatan bersenyum. Suatu senyum iblis yang sedang mengatur siasat.
Di luar tahu pemuda ini; segala perbuatannya itu tidak lepas dari perhatian seseorang lain dan seseorang itu bahkan sudah memperhatikan sejak Lauw Kiam Seng bertiga belum tiba dirumah penginapan itu.
Seseorang yang memperhatikan pemuda itu ternyata adalah seorang pemuda juga. Akan tetapi pemuda yang ini memakai pakaian sebagai layaknya orang yang pandai ilmu silat; sehingga sikapnya bertambah gagah dan tampan terlebih dengan adanya sebatang pedang yang menyangkut dibagian pinggangnya.
Pemuda yang perkasa ini juga sedang makan dan sedang berpikir. Dia melihat pemuda yang berpakaian semacam pemuda pelajar itu sangat mirip dengan sa lah seorang temannya yang bernama Soan siucay Cie Poan Ciang, akan tetapi kalau benar pemuda itu adalah Soan siucay Cie Poan Ciang; mengapa dia t idak menyapa waktu tadi mereka pernah bertemu pandang ? Nah, waktu saling lihat tadi; hampir saja pemuda yang perkasa itu mendahului menanya; akan tetapi untung naluri hatinya melarang sehingga sempat mengetahui bahwa pemuda pelajar itu tidak mengenali dia. Dengan demikian, jelas bahwa pemuda pelajar itu bukan Soan siucay Cie Poan Ciang. Lalu siapakah dia ?
Pemuda yang perkasa itu pernah mengalami suatu peristiwa yang seumur hidup tak akan dilupakan. Pengalaman waktu dia dipermainkan oleh si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu yang terkenal pandai menyamar berganti ujut dan rupa, sehingga itu juga yang membikin hati nurani pemuda itu melarang buat dia mendahului menyapa.
Teringat dengan pengalamannya itu, maka pemuda yang perkasa itu justeru menjadi curiga terhadap orang yang sedang dia perhatikan; menduga kalau kalau pemuda pelajar itu adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut yang sengaja menyamar sebagai Soan siucay Cie Poan Ciang !
Pada waktu itu dikalangan rimba persilatan memang sedang tersiar berita tentang adanya seorang kakek bongkok yang aneh kelakuannya (koay lojinkee) dan sikakek bongkok ini dicurigai sebagai ujut penyamaran baru dari si iblis penyebar maut yang diduga belum mati.
Akan tetapi suatu hal yang dilupakan oleh pemuda yang perkasa itu; adalah kalau tuduhannya benar mengapa si iblis penyebar maut tidak mengenali dia ? Bukankah dulu si iblis pernah permainkan dia ? Jadi kalau si iblis penyebar maut yang menyamar jadi pemuda pelajar itu maka si iblis tentu sudah kenal dengan dia.
Jelas bahwa tuduhan pemuda yang perkasa itu tidak tepat sebab orang yang dia curigai sesungguhnya bernama Oey Cin Siu; se-orang pemuda yang benar benar mirip dengan Soan siucay Cie Poan Ciang ! Oey Cin Siu ini adalah sa lah seorang muridnya Tiat tauw ciang Cee Kay Bu si kepala besi; seorang pendeta gadungan yang sering melakukan perbuatan maksiat sedangkan Oey Cin Siu juga seringkali memperkosa anak perawan atau bini orang; yang terlebih dahulu dia bius memakai asap hio dupa yang bisa bikin orang lupa daratan.
Akibat seringnya Oey Cin Siu main perkosa, maka sekali pernah terjadi dia dikepung oleh orang orang dari partai Tiat cing pay, atau perkumpulan 'tangan besi', dan Oey Cin Siu hampir mampus, kalau tidak ditolong secara tidak sengaja oleh Sa kiam hiap in Gouw Pa Thian, si Pendekar Tanpa Kawan, dan sebagai akibat Gouw Pa Thian kesalahan menolong seorang penjahat cabul; maka pendekar tanpa kawan itu benar benar tak mempunyai kawan sebab hampir semua orang memusuhi dia !
coco ) dw:kz ( O ) he:nd ( oooo
ANGIN MALAM terasa dingin bagaikan menusuk tulang tulang; karena saat itu tanda waktu sudah berbunyi dua kali, menandakan sudah menjelang waktu subuh.
Akan tetapi Oey Cin Siu belum pulas tertidur; sebab dia sedang mengintai jendela kamar tamu yang katanya bernama Lauw Sui Seng namun yang dia yakin pasti adalah seorang anak perawan atau setidaknya seorang perempuan muda yang sedang menyamar. Suatu hal yang biasa terjadi dikalangan orang orang yang sering merantau.
Setelah merasa yakin bahwa orang yang dia intai sedang pulas tertidur, maka Oey Cin Siu membikin liang kecil pada kertas penutup daun jendela dan dia mulai memasang hio atau dupa yang asapnya dia salurkan masuk kedalam kamar, melalui liang kecil yang dibikinnya tadi.
Kemudian sambil dia menunggu hasil kerja obat biusnya yang tidak pernah gagal, maka Oey Cin Siu menutup sebagian mukanya memakai sehelai saputangan setelah itu baru dia membuka jendela kamar dengan caranya yang memang sudah ahli.
Enak saja Oey Cin Siu memasuki kamar itu tanpa ada orang yang mengetahui; dan dia menjadi girang karena dugaannya ternyata tepat sebab yang sedang tidur celentang lupa daratan adalah seorang perempuan muda yang cantik mukanya panjang rambutnya yang terurai terlepas.
Oey Cin Siu kemudian meraba pipi perempuan itu untuk memastikan bahwa calon mangsanya sudah benar benar kena dibius; setelah itu dia mulai mencium dan perbuatannya itu sungguh sungguh telah membikin orang lain menjadi kaget dan orang lain itu adalah si pemuda perkasa yang sedang merasa curiga.
"Iblis penyebar maut, sekarang kau mau perkosa anak perawan !" bentak pemuda perkasa itu yang langsung menerjang masuk, dengan tangan kanan siap memegang pedang; sedangkan tangan kirinya memakai sarung tangan dari kulit yang hitam warnanya.
"Kurang ajar ... !" maki Oey Cin Siu merasa perbuatannya ada yang ganggu akan tetapi dia cepat cepat lari keluar.
Sekilas terlihat oleh pemuda perkasa itu akan sepasang paha putih yang merentang sebab pakaian perempuan yang lupa daratan itu sudah disingkap oleh Oey Cin Siu, yang lalu dia serang memakai pedangnya sedangkan Oey Cin Siu memberikan perlawanan memakai pedang juga sehingga kedua laki laki muda itu jadi bertempur didekat jendela kamar perempuan sinting yang masih pulas tertidur, kena pengaruh obat bius !
Pemuda yang perkasa itu sesungguhnya memiliki ilmu silat yang mahir sedangkan sarung tangannya yang bukan sembarang sarung tangan, sebab sarung tangan itu adalah semacam barang barang pusaka yang ampuh tidak dapat cacad meskipun kena senjata tajam !
Akan tetapi, waktu tadi pemuda perkasa itu memasuki kamar tanpa menutup mukanya atau tepatnya tidak menutup bagian hidungnya maka saat itu dia mulai terkena pengaruh obat bius yang dapat membikin dia lupa daratan bahkan dia bisa semaput menjadi mangsa laki laki laknat; yang dia anggap sebagai ujut penyamaran dari si iblis penyebar maut.
Langkah kaki pemuda yang perkasa itu kemudian mulai membandel menyeweleng dari kemudi yang dia kendalikan sehingga arah serangannya ikut jadi ngawur; sampai berapa kali dia kena ditendang dan hampir hampir dia kena bacokan atau tikaman nedang, sekiranya sarung tangannya tidak sering membantu dia, menangkap atau menangkis pedang lawannya yang hendak membinasakan dia.
Lauw Kiam Seng ikut mendengar ada suara ribut ribut dari orang orang yang sedang berkelahi itu. Dia cepat cepat lompat keluar dari jendela kamarnya juga si botak ikut merayap, akan tetapi terjatuh waktu dia mau turun dari jendela itu.
Pemuda yang perkasa itu sedang rebah terjatuh, akan tetapi sempat dia melihat kedatangan kedua orang yang menjadi temannya anak perawan yang mau diperkosa sehingga cepat cepat dia berteriak ;
"Lekas masuk kedalam kamar, tetapi hati hati dengan asap obat bius. ! "
Lauw Kiam Seng sedang ragu ragu, sebab merasa tidak kenal dengan orang orang yang sedang berkelahi itu; dia lalu memasuki kamar teman seperjalanannya, sambil tak lupa dia menutup hidungnya.
Merah muka Lauw Kiam Seng waktu dia melihat keadaan perempuan sinting itu yang masih pulas tertidur akibat kena pengaruh obat bius. Akan tetapi Lauw Kiam Seng girang, sebab perempuan sinting itu tidak mengalami cedera, juga belum kena diperkosa orang, sebab masih memakai celana dalam !
'Lekas tolong dia... ! " kata Lauw Kiam Seng kepada si botak waktu dia melihat si botak sudah merayap masuk lewat jendela kamar. Dan Lauw Kiam Seng buru buru kembali ketempat orang orang yang berkelahi; dan dia datang tepat disaat Oey Cin Siu hendak menikam lawannya yang sudah rebah ingin tidur dari itu Lauw Kiam Seng buru buru menendang membikin Oey Cin Siu terpental dan sakit rasa pantatnya, sehingga Oey Cin Siu buru buru kabur, takut dikepung oleh si botak yang tadi sempat dia lihat.
"Sayang....dia... kabur... " kata pemuda yang sangat perkasa itu dengan suara lemah dan dalam keadaan masih rebah terlalu mengantuk; setelah itu dia pulas tertidur lupa daratan !
Esok paginya pemuda yang perkasa itu menyudahi tidurnya dan menemukan dirinya berada didalam kamar Lauw Kiam Seng berdua si botak; yang mengawasi dengan muka cemas.
"Akh ! lihai juga obat tidurnya itu,” kata pemuda yang perkasa itu, selagi dia bangun berdiri dan saling memberi hormat.
“Aku mengucap terima kasih karena heng tiang sudah merintangi niat buruk sipenjahat cabul itu,” kata Lauw Kiam Seng yang mukanya cepat jadi berobah merah; teringat dengan apa yang dilihatnya semalam.
“Justeru aku yang harus mengucap terima kasih, hampir saja aku semaput di tangan si iblis penyebar maut itu. !"
"Iblis penyebar maut.....?” ulang Lauw Kiam Seng yang pernah mendengar cerita dari gurunya, dan dia lalu menyambung perkataannya :
“..bukankah si iblis sudah binasa. ?" “Heng tiang kenal dengan si iblis itu... ?” balik tanya pemuda perkasa itu,
"Tidak, aku hanya pernah mendengar cerita dari a lmarhum guruku.., " sahut Lauw Kiam Seng.
“Oh.., “ dan pemuda yang perkasa itu lalu menambahkan perkataannya :
“.., namaku Cia It Hok; dulu aku pernah ikut aksi pengganyangan markas si iblis penyebar maut; bahkan pedangku yang tajam ini ikut pula menikam tubuh si iblis penyebar maut itu..” dan Cia It Hok memerlukan perlihatkan pedangnya; seperti dia merasa bangga, sementara Lauw Kiam Seng nyela bicara :
'Guruku almarhum juga ikut menyembelih perut si iblis penyebar maut itu .. " Dan Cia It Hok menyambung lagi : "Benar. Waktu itu banyak rekan rekan kita yang ikut mengepung dan merusak tubuh juga muka si iblis penyebar maut sampai sampai orang lupa meneliti mukanya sebab muka itu sudah hancur seperti daging bakso.”
“Maksud kau,..?” tanya Lauw Kiam Seng tidak mengerti.
"Yah. kalau waktu itu diantara kami ada yang ingat buat meneliti muka s i iblis penyebar maut maka sekarang kita t idak lagi ragu ragu, apakah benar si iblis penyebar maut itu sudah binasa ,.."
"Akh mana mungkin orang yang sudah hancur tubuhnya masih tidak mampus; kecuali…”
'Kecuali apa ; ?' tanya Cia It Hok ingin mengetahui. 'Kecuali dia benar benar iblis, bukan manusia biasa..,'
'Akh, didalam dunia ini tidak ada iblis yang benar benar iblis
,.....” kata lagi Cia It Hok, sambil dia m inum air teh yang disediakan oleh si botak. ".., eh, bagaimana dengan keadaan dia. ?” tiba tiba Cia It
Hok menyambung bicara, teringat dengan anak perawan yang semalam mau diperkosa. Sayang, dia cuma melihat bagian paha, tidak melihat bagian muka dan rambut perempuan itu. Andaikata sempat dia melihat....
'Siao tee, coba kau lihat sumoay, apakah dia sudah bangun...” kata Lauw Kiam Seng pada si botak, karena pemuda ini juga teringat dengan perempuan sinting yang tadi masih tidur.
'Sumoay ? jadi, dia adik seperguruanmu ? siapa namanya
.....?” tanya Cia It Hok; seperti ada minat.
'Eh; eh, akh, bagaimana dengan kelanjutan cerita kau mengenai si iblis penyebar maut itu...” kata Lauw Kiam Seng yang sengaja menyimpang dari pertanyaan Cia It Hok, sebab Lauw Kiam Seng sendiri tidak tahu siapa nama perempuan sinting itu. ('nah; rupanya aku berhadapan dengan seorang orang sinting....') pikir Cia It Hok didalam hati, sebab dia merasa heran dengan lagak yang diperlihatkan oleh Lauw Kiam Seng namun pada saat itu dia berkata :
“Pada waktu ini dikalangan rimba persiIatan sedang dibikin heboh, sebab ada seorang orang sinting yang menamakan diri sebagai Si biang hantu jejadian, dan si biang hantu ini kerjanya membunuhi kawan kawan seperjuangan kita yang pernah ikut mengganyang markas si iblis penyebar maut sehingga kami menduga bahwa si iblis belum binasa; sebab senjata yang dipakai oleh si biang hantu itu, adalah senjata senjata yang mengandung bisa racun; yang biasa digunakan oleh si iblis penyebar maut. !"
'Apakah tidak mungkin bahwa si biang hantu itu adalah cuma salah satu antek antek orang Cian tok bun…” tanya Lauw K iam Seng.
'Tidak. Kami lebih condong menganggap si biang hantu jejadian adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut sebab si iblis sangat pandai menyamar; sehingga bukannya tidak mungkin bahwa si penjahat laknat yang semalam, adalah si iblis penyebar maut yang menyamar ..."
'Eh, bagaimana kau sampai menduga begitu ?”
Di antara teman teman seperjuangan kita, ada seorang pemuda bernama Cie Poan Ciang. Dia senang membawa Iagak seperti seorang sastrawan, dari itu mendapat gelar Soan siucay. Si penjahat yang semalam hendak...,eh, yang semalam coba coba mengacau telah menyamar sebagai Soan siucay Cie Poan Ciang akan tetapi penjahat itu tidak mengetahui bahwa aku adalah sahabat si sastrawan sinting itu. Si penjahat lihat aku akan tetapi dia tidak kenal; sebab itu aku jadi perhatikan dia terus, dan aku mulai yakin bahwa si penjahat adalah si iblis penyebar maut yang sedang menyamar." 'Mengapa kau tidak berpikir bahwa ada seorang yang menyamar sebagai sahabatmu itu ?' Lauw Kiam Seng menanya dan membantah dugaan Cia lt Hok.
'Tidak ada gunanya buat lain orang menyamar menjadi Soan siucay Cie Poan Ciang. Beda dengan si iblis sebab dengan begitu dia telah mencemarkan nama baik salah seorang musuhnya sehingga dia akan tertawa bagaikan iblis yang kegirangan kalau melihat musuh musuhnya saling mencari yang bahkan memungkinkan jadi saling berkelahi.'