Jilid 07
AKAN tetapi, ada lagi seorang orang lain yang ikut menjadi terkejut waktu mendengar kakek Lie menyebut si iblis penyebar maut tadi. Orang itu adalah si tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian. Dia terkejut sampai dia ikut menatap kakek Lie, kemudian ganti dia mengawasi kakek Ouw. Sekilas sinar matanya mengandung rasa benci yang bercampur dengan kemarahan dan penasaran !
”Bagaimana dia mengetahui bahwa dia te lah diperkosa oleh si iblis penyebar maut..” terdengar kakek Ouw menanya. Nada suaranya perlahan, akan tetapi terdengar cukup tegas.
”“Ya, bagaimana dia bisa mengetahui bahwa dia diperkosa oleh si iblis penyebar maut? bukankah katanya dia dibius sampai pingsan ... ?" Cie in suthay ikut menanya sehingga menunda Lie Hui Houw menyambung cerita; akan tetapi biarawati yang cantik jelita itu tidak menunda langkah kakinya selagi mereka menyusuri jalan sunyi, sebab mereka sudah berada diluar kota raja.
"Aku kira pertanyaan suthay tidak perlu aku jawab ...” sahut Lie Hui Houw sambil buru buru dia 'mengejar' biarawati yang muda usia itu, sebab tadi dia menunda langkah kakinya karena menduga biarawati yang cantik jelita itu akan menunda jalan; se lekas dia sudah berada disisi biarawati yang muda usia itu maka Lie Hui Houw melengkapi perkataannya :
"... aku tadi mengatakan bahwa aku tidak perlu menjawab pertanyaan suthay, sebab si kakek Lie yang akan menjawab pertanyaan si kakek Ouw “
Sekali lagi Cie in suthay perlihatkan senyumnya yang bisa memikat hati selusin perjaka, namun dia tidak mengucap apa apa sebaliknya dibiarkannya Lie Hui Houw menyambung bercerita : Sementara itu, didalam hati sikakek Lie sedang bertanya tanya : "Ada arti apa lagi dalam nada suara pertanyaan si kakek Ouw?”
Akan tetapi, pada saat itu si kakek Lie menjawab pertanyaan kakek Ouw.
"Ada barang bukti pada Lie Kim Nio .."
"Barang bukti apakah itu ... ?' tanya kakek Ouw cepat, terlalu cepat bahkan nada suaranya bagaikan mendesak, ingin cepat-cepat diberitahu.
"Eh, Ouw heng kau ini lucu sekali. Kau perlihatkan kelakuan seperti seorang hakim yang sedang mendesak seorang tertuduh.” si kakek Lie berkata secara berkelakar : namun yang sekaligus sengaja mengulur waktu tidak lekas lekas memberitahukan tentang barang bukti itu.
Bagaikan orang yang baru tersadar, Ouw lopek atau si kakek Ouw jadi tertawa riang disusul dengan suara tawa Lie lopek. Dua macam suara tawa yang masing masing membawa makna berlainan.
“Kau ini ada ada saja, sampai suara tawa seseorang kau nilai..” kata Cie in suthay sambil dia menghapus keringat pada mukanya yang sebelah kanan.
Lie Hui Houw menunda langkah kakinya, memaksa Cie in suthay yang sekali ini jadi ikut berhenti; setelah itu baru Lie Hui Houw berkata:
"Suthay, biasanya kau gemar menyelidik, dari itu aku merasa perlu menceritakan sampai ke segala persoalan yang sekecil kecilnya ...'
“Oh, iya; benar juga .. ,” sahut biarawati yang muda usia itu, lalu keduanya meneruskan perjalanan mereka, dan Lie Hui Houw menyambung kisah ceritanya : “kepada ayahnya, kemudian Lie Kim Nio pamitan hendak merantau, mencari laki laki laknat atau si iblis penyebar maut; karena katanya dia hendak mengadu nyawa atau kalau perlu mati bersama dengan si iblis yang sudah memperkosa dia…”
“Tunggu ! kau belum memberitahukan tentang barang bukti itu..!” Cie in suthay yang menanya, bukan si kakek Ouw; dan dia memutus perkataan Lie Hui Houw sambil dia menunda lagi langkah kakinya, memaksa Lie Hui Houw jadi ikut ikut berhenti; dan memberikan jawaban meskipun sebenarnya dia jadi 'kheki' :
Suthay; kalau si kakek Lie cepat cepat memberitahukan tentang barang bukti itu; maka akan sia sia maksud perjalanannya yang hendak melakukan penyelidikan..“
“Hayaa ! kau benar juga, akan tetapi – “ ”Tetapi, kenapa - ?” tanya Lie Hui Houw. “Kau bikin aku jadi pusing kepala…”
Lie Hui Houw tersenyum, bukan bersenyum. Dia tidak menghiraukan biarawati muda usia itu yang katanya jadi pusing kepala atau kepala pusing dan meneruskan langkah kakinya yang tertunda tadi, sehingga berganti Cie in suthay yang harus buru buru mengejar, supaya jangan ketinggalan mengikuti kisah cerita tentang Lie Kim Nio:
“kemana katanya dia hendak pergi., ?” tanya kakek Ouw sekali lagi dia perlihatkan lagak tidak sabar, ingin mengetahui persoalan Lie Kim Nio bahkan sampai kepada hal hal yang sekecil kecilnya.
"Katanya dia akan mencari si Iblis penyebar maut dikota Hoa lam,„" sahut kakek Lie tanpa dia mengawasi muka si kakek Ouw..sebaliknya dia mengawasi papan catur !
"Hoa lam ...?” ulang kakek Ouw dengan nada suara menanya. "Kau pernah datang dikota itu..?” ganti kakek Lie yang menanya dan mengawasi muka kakek Ouw.
Kakek Ouw menggelengkan kepala, akan tetapi didalam hati sedang berkecamuk berbagai macam persoalan.
'Hoa lam merupakan suatu kota yang ramai. Lebih ramai lagi waktu dulu terjadi pengganyangan terhadap markas si iblis penyebar maut…"
“Hayyaa- - “
“Ouw heng, kau kenapa ?"
'Aku kaget - eh, akh; aku girang waktu mendengar kau mengatakan si iblis sudah mati diganyang.”
'Memang, untuk sesaat tadi, waktu kakek Lie mengatakan markas si iblis penyebar maut diganyang te lah mengakibatkan kakek Ouw menjadi sangat terkejut sekali. Juga lelaki yang membawa bungkusan pakaian, ikut menjadi kaget, dan lelaki itu, bahkan tak bosan-bosan mengawasi kakek Lie dengan hati bertanya-tanya : 'adakah si kakek Lie ikut dalam aksi pengganyangan markas si iblis itu ?"
Sementara itu, si kakek Lie bahkan meneruskan perkataannya yang lebih-lebih mendatangkan rasa heran tamu lelaki itu.
“Ouw heng, kau ini benar-benar lucu. Aku tidak mengatakan si iblis sudah mati, sebaliknya kau mengatakan bahwa si iblis sudah mati. Apakah kau lebih mengetahui peristiwa ini dari pada aku yang sedang menceritakan ?”
"Tetapi, tadi..“ tukas kakek Ouw, berusaha membantah, akan tetapi perkataannya diputuskan oleh kakek Lie :
“Aku tadi mengatakan sarang si iblis yang diganyang bukan si iblis yang diganyang.”
“Jadi si iblis masih gentayangan ?” tanya kakek Ouw, seperti ingin menegaskan. 'Ya si iblis masih gentayangan dan masih terus menyebar maut!' nada suara kakek Lie berobah penuh rasa dendam.
Kakek Ouw jadi terdiam. Lagaknya bagaikan seorang perajurit yang sudah kalah perang tak mampu melakukan perlawanan. Untung bagi dia saat itu datang seorang tamu, sehingga sempat kakek Ouw meninggalkan kakek Lie, buat dia melayani tamu yang datang itu.
Kakek Lie membiarkan teman mainnya meninggalkan dia. Banyak yang dia sedang pikirkan didalam hatinya, dari itu hanya sekilas dia mengawasai tamu yang baru datang tadi untuk kemudian dia menukar pandangan matanya, mengawasi tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian, yang sejak tadi masih duduk ditempatnya dan pandangan mata mereka jadi bertemu lagi, sebab tamu laki laki itu ternyata masih tetap mengawasi si kakek Lie, bahkan sambil menyertai senyumnya, namun kakek Lie tidak menghiraukan bahkan dia berlaku acuh dan tidak membalas senyum tamu itu.
Dilain pihak si kakek Ouw kelihatan sedang bicara dengan tamu yang baru datang. Bicara yang cukup lama sehingga orang yakin bahwa yang dibicarakan bukan merupakan pesanan makan belaka.
Akan tetapi, sayangnya tempat kakek Lie cukup jauh terpisah sehingga dia tidak mungkin ikut mendengarkan pembicaraan itu; dan tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian, ternyata dia juga tidak sempat ikut mendengarkan, sebab pembicaraan yang dilakukan oleh kakek Ouw dengan tamunya, dilakukan dengan suara perlahan. Setelah selesai bicara dengan tamu yang baru datang itu yang ternyata bukan merupakan tamu yang hendak makan atau minum maka Ouw lopek mendekati Lie lopek dan berkata.
“Lie heng, maafkan aku. Ada penjualan beras murah dari para petani yang baru me lakukan panen. Aku terpaksa tinggalkan kau, tidak lama, jadi kau duduk saja tenang tenang, A heng yang nanti menjaga kedai melayani tamu. ” Sudah tentu kakek Lie tidak dapat merintangi kehendak kakek Ouw dari itu dia membiarkan si pemilik kedai itu pergi, dan dia tetap duduk ditempatnya, dengan arak yang menemani dia namun sekilas dia melihat kearah A heng si orang dusun yang pada mulanya dia anggap menjadi tamu yang hendak memesan makan tadi.
Menggunakan kesempatan selagi kakek Ouw tidak berada ditempatnya agaknya tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian itu mendekati kakek Lie, akan tetapi dia harus batalkan kehendaknya; sebab mendadak datang dua tamu laki laki yang kira kira sebaya dengan dia dan yang ternyata memang dia kenal:
“Ei, Tio hiantee; kau juga ada disini ?” salah seorang dari
kedua tamu laki laki yang baru datang itu bersuara menyapa.
'Oh, Ciu toako; silahkan kalian duduk disini…” undang tamu laki laki yang batal mendekati kakek Lie; dan dari pembicaraan mereka, si kakek Lie mengetahui bahwa yang disebut Ciu toako itu bernama Ciu Beng San, sedangkan teman seperjalanannya bernama The Hok Sin, dan laki laki yang sudah lama berada dikedai itu bernama Tio Kun Liong.
))dwkz(( X-))hend((
DENGAN KE TIGA tamu laki laki yang sedang duduk bercakap cakap itu kakek Lie hanya pernah mendengar perihal nama Tio Kun liong; namun baru hari itu dia melihat orangnya.
Tempat ke tiga tamu itu duduk cukup jauh terpisah dengan letak tempat duduk kakek Lie, dari itu tidak se luruh pembicaraan mereka yang dapat didengarkan oleh kakek Lie; antara lain mengenai terjadinya suatu peristiwa di kota T io ciu.
Hasrat hatinya ingin benar kakek Lie mendekati meja Tio Kun Liong bertiga, bahkan ingin dia ikut bicara dan ikut memberikan penjelasan sebab dia merasa lebih mengetahui tentang peristiwa di kota Tio ciu yang sedang mereka bicara. Akan tetapi, mengingat dia sedang menghadapi urusan yang dia anggap lebih penting; maka dia batalkan niatnya untuk mendekati meja tempat Tio Kun Liong bertiga, sebaliknya dia tetap duduk ditempatnya, menunggu kembalinya kakek Ouw sambil tak bosan-bosan dim inumnya araknya.
Di pihak Tio Kun Liong, setelah kedua kawannya selesai bersantap; maka mereka berkemas hendak meninggalkan kedai kakek Ouw.
Sesaat sebelum berangkat, kakek Lie memerlukan mengawasi kearah tiga tamu lakilaki itu dan sempat kakek Lie melihat Tio Kun Liong bersenyum sambil manggut tanda pamitan.
Sekali lagi kakek Lie bersikap acuh seperti orang yang tak kenal, sedangkan didalam hati dia bertanya tanya apakah mungkin Tio Kun Liong kenal dengan dia ?
Hampir setengah jam, sejak kepergiannya Tio Kun Liong bertiga, kakek Lie masih duduk menunggu. Kemudian dia kelihatan girang waktu dilihatnya kakek Ouw tiba dengan membawa sekarung beras, yang dipanggul oleh seorang petani bertubuh kokoh kuat,
"Kuat benar orang itu dia mengangkat sekarung beras, padahal jalan yang kalian tempuh bukannya dekat ..” kata kakek Lie di waktu kakek Ouw sudah mendekati dan duduk di tempatnya.
"Dia memang kuat. namanya A Kong, tetapi bagaimana Lie heng mengetahui bahwa jarak perjalanan kami bukannya dekat .... ?” bertanya Ouw lopek sambil dia perlihatkan senyumnya, akan tetapi senyuman itu tidak sempat dinilai oleh si kakek Lie. 'Aku lihat peluhnya yang banyak keluar, dan pakaian kau juga basah dengan peluh bercampur debu ..." sahut Lie lopek yang ikut perlihatkan senyumnya.
"Akh ! ternyata Lie heng berbakat untuk menjadi seorang penyelidik " kakek Ouw berkata secara berkelakar, lalu dia meneruskan perkataannya.
"... bagaimana kalau kita makan dulu."
'Bagus, aku memang sudah lapar !” sahut kakek Lie.
Kakek Ouw mencegah waktu kakek Lie hendak bantu menyediakan makanan. Dia mengatakan tidak perlu sebab masih ada A heng yang membantu kedai itu.
'A heng biasa membantu, kalau melihat banyak pengunjung dikedaiku. Bayarannya buat dia cukup dua kali makan ." dan kakek Ouw tertawa lagi, diikuti oleh kakek Lie.
Sehabis makan siang, kedua kakek itu mempersiapkan lagi papan catur mereka, dan kembali keduanya bertanding mengulang perma inan tadi yang terputus setengah jalan dan ditengah perma inan itu maka kakek Ouw berkata kepada kakek Lie.
'Lie heng kalau kau tidak keberatan, aku ingin dengarkan kau teruskan ceritamu tadi..”
'Pada bagian yang mana.!?” tanya kakek Lie dengan nada suara yang wajar.
;Pada bagian .. semuanya. Ya semuanya ..." sahut kakek Ouw.
“Baik." sahut kakek Lie singkat akan tetapi lebih dulu dim inumnya araknya, juga kakek Ouw ikut m inum.
'Lie Kim Nio meninggalkan ayahnya lebih dari setahun lamanya padahal peristiwa pengganyangan markas si iblis penyebar maut di kota Hoa lam sudah lama tersiar bahkan sampai dilupakan orang. Pada mulanya ayahnya Lie Kim Nio menganggap anaknya ikut serta didalam aksi pengganyangan itu, dan tewas dalam pertempuran. Akan tetapi pada suatu hari Lie Kim Nio pulang dan mengatakan dia tidak ikut didalam aksi pengganyangan itu; dan dia pulang dengan membawa seorang bayi; anaknya hasil benih si iblis penyebar maut yang memperkosa dia ...”
"Apa ? Jadi dia mendapat anak ...” tanya kakek Ouw bagaikan tidak percaya dengan perkataannya kakek Lie.
"Ya, Lie Kim Nio mendapat anak, sebagai hasil perbuatan maksiat si iblis penyebar maut ..." sahut kakek Lie, dan sekilas sepasang matanya bersinar menyala sempat dilihat oleh kakek Ouw, akan tetapi tidak diperhatikan sepenuhnya oleh kakek Ouw yang sebaliknya telah mengajukan pertanyaan lagi:
'Yakinkah kau bahwa anak itu adalah anak .. anak si iblis
...”
“Heeh, Ouw heng; kau kumat lagi. Mengapa kau 'mengharuskan' aku yang merasa yakin? kan bukan aku yang melahirkan bayi itu ..?" sahut kakek Lie secara berkelakar, padahal di dalam hati terlalu banyak yang sedang dia pikirkan; dan diam diam dia memperhatikan setiap lagak dan sikap kakek Ouw.
"Oh. Akan tetapi yakinkah dia bahwa anak itu...," desak kakek Ouw yang tidak menghiraukan teman mainnya sedang bergurau.
"Tentu saja dia yakin. Tidak pernah ada tanda tanda dia hamil se lagi dia bersama suaminya dan sejak terjadinya peristiwa dia diperkosa, dia tidak pernah bertemu dengan suaminya yang menghilang ..."
Kakek Lie menunda lagi ceritanya. Diminumnya araknya akan tetapi dia melirik ke arah pintu, sebab waktu itu sedang memasuki seorang laki laki yang berpakaian seperti seorang guru ilmu silat berumur kira kira 40 tahun lebih ditemani oleh dua orang pengemis muda yang usianya sekitar tigapuluhan. “Lie heng kenal dengan mereka ?" tanya kakek Ouw yang juga melihat masuknya tiga tamu itu akan tetapi dia membiarkan sebab ada A heng yang mewakilkan dia.
“Tidak, akan tetapi aku lihat pengemis pengemis muda itu bukan sembarang pengemis ..." sahut kakek Lie, terdengar perlahan dia berbicara agaknya khawatir kalau didengar oleh ketiga tamu yang baru datang itu.
"Memang aku yakin kedua pengemis muda itu merupakan orang orang Kay pang " sahut kakek Ouw juga dengan suara perlahan.
(Kay pang adalah persekutuan kaum pengemis atau orang orang gelandangan. Persekutuan Kay pang besar pengaruhnya terlebih disaat terjadinya pergolakan perjuangan melawan pemerintah penjajah Mongolia)
"Lebih baik kita jangan campur dengan urusan mereka, dan kita teruskan pembicaraan kita “ kata kakek Lie tanpa dia menghiraukan ketiga tamu itu, yang juga sedang mengawasi kakek Lie berdua kakek Ouw.
“Benar ...” sahut kakek Ouw merasa setuju, akan tetapi diam diam sepasang matanya melirik kearah ketiga tamu tamu yang baru datang itu.
“... Lie Kim Nio mengatakan kepada ayahnya bahwa dia terhalang di tengah perjalanan, kena penyakit, sampai kemudian dia hamil dan melahirkan bayinya. Sedangkan kedatangannya katanya dia hendak menitipkan bayinya kepada ayahnya, sebab dia akan terus hendak mencari ayah si bayi buat menuntut balas.. “
" .. selama enambelas tahun bayi itu ditinggalkan ibunya dan bayi yang sudah berubah menjadi dara remaja yang cantik dan manja itu, mendapat didikan ilmu silat dan ilmu surat dari kakeknya...' Dan secara tiba tiba Cie in suthay memutus cerita yang dituturkan oleh Lie Hui Houw, karena bhiksuni yang muda usia itu merasa ada bagian yang dia tidak mengerti:
"Tunggu ! kau tadi menceritakan bahwa Lie Kim Nio hamil karena perbuatan si iblis penyebar maut, kemudian kau mengatakan bahwa umur anaknya Lie Kim Nio mencapai enam belas tahun; jadi, peristiwa perkosaan itu tentunya terjadi pada enambelas tahun lebih yang lalu, sedangkan setahu aku, pada waktu itu si iblis..." Ganti Lie Hui Houw yang kemudian memutus perkataan biarawati yang cantik jelita itu.
“Sabar dulu, suthay, masih cukup panjang cerita yang bakal aku tuturkan. Memang benar pada waktu itu belum atau tidak dikenal adanya si iblis penyebar maut, sebab waktu itu orang hanya kenal dia sebagai Han-bie kauwcu yang menjadi pimpinan dari orang orang Han-bie kauw. Han bie kauwcu terkenal pandai menyamar, akan tetapi dia terus menjadi orang buronan dari para pendekar penegak keadilan; sampai kemudian muncul si iblis penyebar maut, dan tidak banyak orang orang yang mengetahui bahwa si iblis ini sebenarnya ujud penyamaran dari Han bie kauwcu. Kalau suthay tak percaya atau masih belum mengerti, silahkan suthay baca kisah “Cheng hwa liehiap” ..."
“Sialan ... !" Cie in suthay memaki dan bersenyum; lalu secepat itu juga dia mengucap kata kata 'o mie to hud' didalam hati, dan membiarkan Lie Hui Houw meneruskan cerita ) :
“... dara remaja yang manja itu diberi nama Lie Siu Lan, dan kepada kakeknya dia selalu menanyakan tentang ayah dan ibunya, sedangkan sang kakek selalu mengatakan bahwa sang ayah sudah marhum, sedangkan sang ibu sedang pergi merantau .. “
“dara remaja yang manja itu kemudian memaksa si kakek, memaksa mengajak mencari ibunya sedangkan si kakek yang memang memanjakan cucunya lagi pula si kakek juga sangat memikir nasib anaknya, maka dia memenuhi kehendak cucunya sehingga terjadi mereka melakukan perjalanannya tanpa arah tujuan yang direncanakan, sebab mereka tidak mengetahui dimana kira kira Lie Kim Nio berada. "
Kakek Lie terpaksa harus menunda ceritanya, sebab dia harus memperhatikan kedudukan biji caturnya. Pada mulanya dia berhasil mengatur penyerangan yang bertubi tubi akan tetapi belakangan dilihatnya lawannya dapat memperbaiki pertahanan, bahkan sebaliknya dia harus mengorbankan beberapa biji caturnya sebab dia selalu membikin suatu jalan kecerobohan karena pemusatan pikiran pada cerita yang sedang dia tuturkan.
“Bagus Lie heng, hari ini aku harus berikan pujian kepada kau. Bukan main serangan serangan yang kau lakukan " kakek Ouw justeru memberikan pujian lalu dia mengajak kakek Lie minum araknya.
Kakek Lie ikut minum dan dia meneruskan lagi berbicara; “dara remaja yang manja itu sebelumnya tidak pernah
melakukan perjalanan jauh. Juga si kakek untuk waktu yang
lama tidak pernah meninggalkan rumahnya sehingga kedua duanya bagaikan sang kodok didalam sumur yang baru melihat dunia. ”
"... hampir diset iap kota mereka kelihatan terpesona dengan berbagai macam keramaian dan setelah sekian lamanya mereka belum berhasil menemui jejak Lie Kim Nio, maka si kakek memutuskan akan mengunjungi kota Tio cu, mencari keponakannya yang bernama Lie Hui Houw.
”Oh, jadi kau orang Tio ciu ....?" kata Cie in suthay yang sekali lagi jadi memutus perkataan Lie Hui Houw; selagi mereka masih meneruskan perjalanan mereka; menerobos teriknya sinar matahari.
Sementara itu Lie Hui Houw manggut membenarkan, akan tetapi sengaja dia menanya : “Memangnya kenapa ..?"
"Akh, tidak apa apa. Pasti kau pintar masak sebab orang orang Tio ciu memang terkenal pandai masak.."
Lie Hui Houw merasa heran sampai dia menunda langkah kakinya. Seingat dia tidak pernah dia masak buat biarawati yang muda usia itu dan tidak pernah pula biarawati yang cantik jelita itu melihat dia masak. Jadi bagaimana mungkin dia dikatakan pandai masak ?
Sebaliknya Cie in suthay hanya bersenyum tidak menghiraukan rasa heran dari teman seperjalanannya, dan dia bahkan mendahului meneruskan perjalanan mereka. Sementara itu terdengar suara seseorang yang berseru ketika kakek Lie tadi menyebut nama Lie Hui Houw si macan terbang..! demikian seru seorang itu; bukan suara si kakek Ouw akan tetapi suara tamu yang datang bersama kedua pengemis muda tadi.
Agaknya ketiga tamu itu sejak tadi ikut mendengarkan cerita kakek Lie dengan penuh perhatian. Mereka diam mendengarkan waktu kakek Lie menyebut nama nama Lie Kim Nio dan Lie Siu Lan, akan tetapi waktu mendengar kakek Lie menyebut nama Lie Hui Houw, maka tak tertahankan lagi tamu laki laki yang berpakaian sebagai guru silat itu perdengarkan suaranya.
Serentak kakek Lie dan kakek Ouw jadi mengawasi kearah meja tempat tiga tamu itu duduk dan laki laki berpakaian seperti guru silat itu justeru sedang bangun dari tempat duduknya melangkah kedepan mendekati tempat kakek Lie dan kakek Ouw duduk untuk kemudian dia memberi hormat dan berkata:
'Siaotee bernama Go Bun Heng dari dusun Cui lok cun. Tadi siao tee mendengar lo cianpwee menyebut nama Lie Hui Houw; kenalkah lo cianpwee dengan dia ...?' Kalau saja waktu itu ada yang memperhatikan sepasang sinar mata kakek Ouw, tentu orang akan melihat betapa sinar mata itu menyala penuh dendam dan menahan rasa marah; waktu Go Bun Heng mendekati dan ikut bicara. Sayangnya pada waktu bicara, pandangan mata Go Bun Heng ditujukan kepada kakek Lie yang dia ajak bicara; dan kakek Lie pada waktu itu juga sedang mengawasi Go Bun Heng !
(Sementara itu, Cie in suthay ikut menunda langkah kakinya waktu mendengar disebutnya nama Go Bun Heng; akan tetapi biarawati yang muda usia itu batal menanya, karena melihat teman seperjalanannya perlihatkan muka tidak senang kalau ceritanya diganggu) :
Kakek Lie perlihatkan senyuman selama dan sesudah Go Bun Heng bicara, setelah itu baru dia yang ganti berkata.
“Sayang sekali, aku sendiri tidak kenal dengan orang yang bernama Lie Hui Houw itu. Aku hanya sedang bercerita mengenai seseorang lain. Kenalkah Gouw hiantit dengan orang yang bernama Lie Hui Houw itu ...”
Laki laki yang mengaku bernama Go Bun Heng itu perlihatkan wajah muka menyesal. Dia masih berdiri sementara kedua kakek Lie dan kakek Ouw tetap duduk di tempat mereka. Didalam hati Go Bun Heng merasa mendongkol karena dia tidak diundang atau dipersilahkan duduk. Akan tetapi dia berkata waktu mendengar pertanyaan kakek Lie:
"Aku dan Lie Hui Houw bersahabat akrab. Saat ini kami justeru sedang menuju ke kota Tio ciu menemui sahabatku itu
..”
"Oh.... " kakek Lie bersuara tidak di sengaja; akan tetapi dia t idak mengucap kata kata lain.sehingga Go Bun Heng yang berkata lagi: 'Kalau lo-cianpwee tidak kenal dengan sahabatku itu, maka maafkan saja bahwa aku telah mengganggu kalian .. " dan Go Bun Heng mohon diri untuk dia kembali ke tempatnya.
“Orang yang aneh. Lain orang lagi cerita, dia ikut campur .. “ kakek Lie menggerutu seperti pada dirinya sendiri; akan tetapi cukup didengar oleh kakek Ouw bahkan terdengar juga oleh laki laki yang mengaku bernama Go Bun Heng, yang saat itu belum sampai ditempat duduknya.
”Dia bukan orang aneh, dia bukan si 'golok maut' dari See gak hun kunbun golongan huruf Heng..“ Cie in suthay ikut menggerutu tanpa dia menghentikan langkah kakinya; bahkan tanpa dia melihat atau mengawasi teman seperjalanannya.
"Suthay kenal dia ....?” tanya Lie Hui Houw; juga tanpa menghentikan langkah kakinya.
"Mengapa tidak, sayangnya dia telah binasa sehingga dia tidak sempat lagi turut mengganyang markas si iblis penyebab maut, waktu melakukan kegiatan persekutuan Thian tok bun .. “
Lie Hui Houw jadi terbelalak sehingga dia menghentikan langkah kakinya, dan dia menanya lagi :
'Twa to Go Bun Heng sudah binasa .. ?”
“Benar, apakah kau tidak mengetahui langkah kakinya.” Lie Hui Houw menggelengkan kepala, dan berkata : 'Coba suthay ceritakan,.mengapa sampai dia binasa ,..?”
“Hel ! apakah kau mau bercerita tentang Lentera maut atau
kau mau aku bercerita mengenal si Golok maut. Sebaiknya kau selesaikan dulu cerita mengenai Lentera maut; setelah itu baru aku akan menceritakan tentang si Golok maut ,.."
" ... mengapa Lie heng bilang dia aneh? Yang dia lakukan adalah wajar ,.." kata kakek Ouw yang jadi tersenyum. ”Bagaimana tidak aneh. Dia bilang dia bersahabat dengan Lie Hui Houw, nyatanya dia menanya pada lain orang tentang Lie Hui Houw...." sahut kakek Lie yang perlihatkan lagak seperti merasa tidak puas.
“Barangkali dia ingin bersahabat dengan Lie Hui Houw..” “Buat apa bersahabat dengan orang semacam dia. Selagi
orang masih berada dan sedang dalam kesukaran di kota Tio
cu dia tidak mau datang, sebaliknya orangnya tidak ada baru dia mau datang ," si kakek Lie berkata lagi, tetap dengan perlihatkan lagak seperti orang yang merasa tidak senang.
Sebaliknya sepasang mata Go Bun Heng jadi terbelalak, waktu dia ikut mendengar perkataan kakek Lie itu. Juga kedua pengemis muda yang menjadi teman seperjalanannya. Mereka tidak dapat menguasai rasa kaget mereka akan tetapi mereka duduk diam di tempat sebab menganggap kakek Lie adalah seorang yang bersipat aneh.
“…maksud Lie heng bahwa orang yang bernama Lie Hui Houw itu sudah tidak ada lagi di kota Tio ciu ? Siapakah dia sebenarnya .. ?” tanya kakek Ouw yang ikut merasa heran.
“Ceritaku kan belum habis; bagaimana Ouw heng memaksa aku bercerita dari akhir ke bagian awal ..?"
Kakek Ouw tertawa, membikin kakek Lie ikut jadi tertawa; batal marah marah, sebaliknya Go Bun Heng bertiga seolah olah merasa dipaksa untuk menambah pesanan arak sebab mereka ingin sekali ikut mendengarkan cerita si kakek Lie.
'Nah. ini aku makan; sebagai gantinya aku berikan kau yang ini..“ kata kakek Ouw yang sudah meneruskan lagi bermain catur.
"Tidak mau. Aku lebih senang makan yang ini, sebab berarti urat nadimu aku gigit “ kakek Lie lalu minum araknya, diikuti oleh kakek Ouw. "sebagian besar dari penduduk kota Tio ciu merupakan pekerja pekerja kasar yang kurang berpendidikan. Banyak diantara yang bekerja di perkebunan atau dipelabuhan sebagai kuli kasar..,
…pada suatu hari penduduk kota Tio ciu ramai membicarakan tentang adanya sesuatu perusahaan yang membutuhkan banyak tenaga pekerja namun tempat bekerja itu katanya jauh diluar kota T io ciu.
'...kepada setiap calon pekerja yang mendaftarkan diri, sebelum diberangkatkan katanya akan menerima sebagian persekot dari upah mereka dan persekot upah itu boleh diberikan kepada keluarga si pendaftar yang berada di kota Tio ciu, atau boleh juga tentunya dibawa oleh si pendaftar kalau sipendaftar tidak mempunyai sanak keluarga. Sebagai tempat untuk mendaftarkan diri katanya ada perusahaan kong goan yang berkantor dipelabuhan.
',..waktu itu dikota Tio ciu memang sedang banyak kaum laki laki yang sedang menganggur, baik yang tua maupun yang muda. Panen di perkebunan banyak yang rusak dan dipelabuhan sedang berkurang perahu perahu dagang yang singgah…
"..dengan demikian maka sangat banyak orang orang yang mendaftarkan diri, bahkan tidak dapat di berangkatkan dalam satu perahu besar, sehingga perlu ditambah dengan beberapa perahu lain untuk mengangkut mereka ketempat pekerjaan..
'..akan tetapi waktu hari pemberangkatan sudah tiba, ternyata persekot upah yang dijanjikan tidak pernah diberikan, sehingga serentak para pendaftar itu menolak untuk diberangkatkan, meskipun mereka semua sudah berkumpul di pelabuhan..
…berbagai keributan atau kekacauan mulai terjadi antara pihak para pendaftar dan pihak dari perusahaan "Kong goan" pihak pendaftar menghendaki persekot upah dibayar dulu sebelum mereka diberangkatkan, sedangkan pihak perusahaan 'Kong goan’ mengatakan belum menerima uang dari perusahaan yang berkepentingan, memerlukan tenaga pekerja itu; dan pihak 'Kong goan" hanya berjanji akan membayar kepada keluarga pihak pendaftar sesudah para pendaftar itu diberangkatkan ...
”Aduh panasnya ... “ keluh Cie in suthay ketika mereka baru saja memasuki sebuah desa yang lebih mirip dengan sebuah kota kecil yang ramai; dan Lie Hui Houw lalu mengajak singgah disuatu kedai arak, buat mereka istirahat sambil melepas haus
“ .. adalah disaat terjadinya kekacauan itu, maka dara manja Lie Siu Lan tiba bersama kakeknya, dengan maksud hendak mencari Lie Hui Houw yang menjadi keponakan dari si kakek. Dan pada waktu keributan meningkat menjadi perkelahian antara pihak para pendaftar dengan pihak kauwsu atau tukang pukul perusahaan Kong Goan; maka tanpa memikir panjang Lie Siu Lan ikut berkelahi, membantu pihak para pendaftar membikin sang kakek ikut juga berkelahi, sekedar untuk melindungi sang cucu, padahal memiliki kepandaian ilmu silat lumayan, tetapi dia sudah berusia tua, napasnya sudah pendek dan kurang latihan. Sedangkan sang cucu, meskipun dia masih muda dan bernapas panjang namun ilmu silatnya hanya sekedar dari hasil sang kakek, sehingga sang kakek dan sang cucu kena hajaran pihak para kauwsu yang berlaku galak dan ganas..“
"Eh; ini mau kemana .. ?' tanya kakek Li waktu melihat lawannya salah langkah menjalankan biji caturnya,
'Oh, maaf .. ' sahut kakek Ouw; padahal dia sengaja membikin kesa lahan, sebab kedudukannya sudah benar benar terancam. Dia mengharap lawannya lengah tidak melihat, tetapi ternyata kakek Lie cukup teliti meskiipun dia main sambil bercerita. '.. dalam keadaan yang gawat bagi Lie Siu Lan dan kakeknya; maka tiba tiba datang seorang pemuda yang menerobos arena pertempuran, mengamuk bagaikan seekor harimau, sebab sesungguhnya dia adalah keponakan si kakek yang bernama Lie Hui Houw; si macan terbang yang benar benar dianggap sebagai macan di kota Tio ciu!
"Muda usia Lie Hui Houw kecil tubuhnya akan tetapi besar tenaganya dan gerak tubuhnya yang Iincah serta ringan, bagaikan dia benar benar seekor macan yang dapat terbang.”
“Akh ! kau terlalu memuji dirimu sendiri,” Cie in suthay menggerutu sambil dia bersenyum; sedangkan tangan kanannya memainkan mangkok arak yang sebagian isinya sudah diminum.
"Akan tetapi yang memuji itu 'kan bukan aku.' sahut Lie Hui Houw membela diri.
"Habis siapa maksud kau ?' tanya Cie in suthay. "Si kakek Lie yang sedang bercerita.'
'Hm !’ Cie in suthay bersuara menggerutu; akan tetapi biarawati yang muda usia itu membiarkan Lie Hui Houw meneruskan bercerita
Dia mengamuk tanpa menggunakan senjata. Sepasang tangannya dapat menangkis dan mematahkan pentungan kayu dari lawannya dan sepasang kepalannya dapat memukul musuh sampai terpental sedangkan sepasang kakinya dapat melakukan tendangan berantai mengakibatkan musuh rubuh bagaikan pohon pohon tumbang kena disambar geledek, sampai akhirnya datang pihak pemimpin perusahaan Kong Goan yang dengan kata kata manis dapat mengatasi keadaan dan meredakan suasana keributan itu;
“.,.maka terjadi damai antara pihak perusahaan Kong goan dengan pihak para pendaftar dan pihak Kong goan yang memang benar-benar belum menerima keuangan hanya sanggup membayar sebagian kecil dari uang persekot yang dijanjikan namun pihak Kong goan berjanji akan membayar sisa uang persekot kepada si macan terbang Lie Hui Houw; untuk kemudian Lie Hui Houw yang akan membagikan kepada keluarga para pendaftar; setelah para pendaftar itu diberangkatkan..,.
"... dikota Tio ciu; Lie Hui Houw menatap ibunya, Lie ma, serta kakaknya yang bernama Lie Sun Houw pada waktu itu sudah beristri dan mempunyai seorang anak lelaki yang baru berumur lima tahun.
"Kedatangan Lie Siu Lan dan kakeknya sudah tentu sangat menggirangkan hati Lie Hui Houw sekeluarga; terlebih Lie ma yang menjadi adik ipar dari sikakek: Akan tetapi mereka ikut cemas waktu mengetahui ibunya Lie Siu Lan hilang tak diketahui kemana perginya.
'Dihadapan Lie Hui Houw sekeluarga kakeknya Lie Siu Lan tak memberitahukan perihal Lie Kim Nio yang telah diperkosa oleh si iblis penyebar maut.'
“Iblis pengebar maut” seru seseorang; dan seseorang itu lagi lagi adalah yang mengaku bernama Go Bun Heng, yang agaknya tak dapat membendung rasa kagetnya.
Sedangkan kakek Ouw berdua kakek Lie ikut menjadi terkejut sebab mereka mendengar perkataan Go Bun Heng yang diucapkan dengan suara keras dan kedua kakek itu perlihatkan muka heran karena Go Bun Heng lagi lagi mendatangi meja mereka. "Lo cianpwee, maaf kalau aku mengganggu lagi; akan tetapi tadi aku mendengar lo- cianpwee menyebut nama si iblis penyebar maut, apakah lo cianpwee kenal dengan dia ... ?"
“Nama si iblis penyebar maut ? aku tidak pernah menyebut nama si iblis penyebar maut .,” bantah kakek Lie; nada suaranya wajar, tidak mengandung kelakar dan tidak mengejek. "Eh, maaf; tadi lo cianpwee menyebut si iblis penyebar maut. Kenalkah lo cianpwee dengan dia ?” ulang Go Bun Heng yang meralat perkataannya kelihatan gugup dan mendongkol.
(oo-dwkz-hnd-oO)
KALAU ADA tempat buat dia menyimpan kepalanya, pasti Go Bun Heng sudah melakukannya; sebab dia benar benar sudah kehilangan muka kena dipermainkan orang padahal dia adalah seorang ciang bunjin, seorang ahli waris dan ketua dari partai See gak hun kunbun golongan huruf 'heng’, dan di kalangan rimba persilatan nama Go Bun Heng dikenal sebagai golok maut!
Twa to Go Bun Heng sebenarnya pernah menjadi pembantu yang dekat dengan Thio Su Seng; seorang pejuang bangsa yang memimpin gerakan menentang kaum penjajah; sampai kemudian Twa to Go Bun Heng pernah merasa melakukan sesuatu kesalahan akibat goloknya tidak mempunyai mata, sehingga dia mengundurkan diri dan menetap di dusun Cui lok cun, membuka rumah perguruan ilmu s ilat.
Sekiranya Twa to Go Bun Heng tidak teringat dengan kesalahannya tempo dulu, barangkali saat itu dia sudah membagi maut buat si kakek yang dia dengar bernama Lie lopek itu. Sekarang dia tak mau sembarang bertindak; dia belum yakin apakah Lie lopek sedang permainkan dia, atau Lie lopek memang beradat aneh seperti si Dewa mabuk Cio Hay Eng yang pernah dia kenal.
Dahulu, di dekat dusun Cui lok cun atau tempatnya diatas gunung Ciu lok san, pernah dijadikan markas kegiatan si iblis penyebar maut yang waktu itu masih menamakan diri sebagai Han bie kauwcu; dan Twa to Go Bun Heng merupakan sa lah seorang yang ikut dalm aksi pengganyangan markas si iblis oleh karena itu dia menjadi sangat terkejut waktu mendengar si kakek Lie menyebut si iblis penyebar maut. Dalam anggapan Go Bun Heng, apakah mungkin si iblis masih hidup? Apakah si iblis merajalela lagi? Kalau benar si iblis penyebar maut itu merajalela lagi, dia tentu akan membatalkan maksudnya yang hendak ke Tio ciu sebaliknya dia akan mendahulukan urusan dengan si iblis penyebar maut yang harus dibasmi demi kepentingan masyarakat banyak sedangkan urusan di kota Tio ciu adalah untuk memenuhi permintaan seorang kawan, buat dia membantu si macan terbang Lie Hui Houw.
Di lain pihak, si kakek Lie dan kakek Ouw sudah meneruskan lagi permainan mereka; bagaikan mereka tidak menghiraukan dengan si Golok maut Go Bun Heng yang waktu itu sudah kembali ketempat duduknya; padahal didalam hati kedua kakek itu; mereka sedang berpikir keras, namun masing-masing tidak mau memberitahukan entah apa saja yang mereka sedang pikirkan.
“Eh, sampai dimana tadi aku bercerita…?”
Tiba tiba tanya kakek Lie yang memecahkan keheningan. “Hmmm, sampai kakeknya Lie Siu Lan tidak menceritakan
perihal Lie Kim Nio diperkosa…”
“Ya, sampai si kakek tidak memberitahukan bahwa Lie Kim Nio telah diperkosa oleh si iblis penyebar maut…!” ulang kakek Lie, melengkapi perkataan kakek Ouw yang tidak menyebut ‘si iblis penyebar maut’.
“…si macan terbang Lie Hui Houw bersumpah akan bantu mencarikan ibunya Lie Siu Lan, akan tetapi dia mengatakan bahwa saat itu dia harus mendahulukan urusan masyarakat di kota Tio ciu; dari itu si kakek harus menunggu bersama cucunya; sampai kemudian sesudah urusan di kota Tio ciu selesai, baru si macan terbang Lie Hui Houw ikut kakek dan cucunya buat mencari Lie Kim Nio ... “. dua hari sete lah rombongan para pekerja berangkat, maka Lie Hui Houw menerima sepucuk surat didalam sampul, ditujukan buat dia dari perusahaan 'Kong goan', dan waktu Lie Hui Houw membuka sampul surat itu, ternyata isinya hanya berupa undangan makan buat dia satu orang, dan jamuan makan itu dise lenggarakan di rumah makan *Lok thian* yang terkenal mewah dan mahal harga makanannya …
" ..Lie Hui Houw datang memenuhi undangan makan itu, akan tetapi dia tidak datang seorang diri. Dia sengaja mengajak kakak dan pamannya yakni kakeknya Lie Siu Lan. Mereka bertiga memakai pakaian sebagai orang orang desa yang tidak mampu, dari itu mereka tidak mudah dibolehkan masuk dirumah makan 'Lok thian', kalau mereka tidak membawa surat undangan, kemudian didalam surat undangan yang dibawa oleh Lie Hui Houw, justru hanya berlaku untuk satu orang; sehingga sudah tentu sang kakak dan sang paman tidak dibolehkan masuk.
Kakek Lie menunda ceritanya, sebab kelihatan dia harus berpikir keras menghadapi permainannya, dan dia minum lagi araknya, dengan diikuti oleh kakek Ouw, sedangkan Twa to Go Bun Heng dengan dua kawannya yang berupa orang orang gelandangan, terpaksa ikut minum arak arak mereka padahal mereka tidak sabar ingin mendengarkan cerita si kakek mengenai si macan terbang Lie Hui Houw; orang yang mereka hendak temui di kota T io ciu.
Cie in suthay terbatuk sampai ada sedikit arak yang berhambur keluar dari mulutnya, sebab selagi Lie Hui Houw bercerita tentang pihak Twa to Go Bun Heng bertiga yang menganggap si macan terbang berada dikota Tio ciu, sebaliknya Lie Hui Houdw tidak menghiraukan dan pemuda ini meneruskan bercerita :
”... sudah tentu si macan terbang Lie Hui Houw membangkang memaksa hendak mengajak sang kakak dan sang paman ikut masuk kedalam rumah makan, sehingga sesaat terjadi keributan didepan rumah makan itu, sampai kemudian datang pemisah dari pihak perusahaan 'Kong goan' yang membolehkan mereka bertiga masuk...'
"Tidak percuma dia keras kepala seperti besi, .” kata Cie in suthay mengejek tapi menggurau; dan Lie Hui Houw tetap tidak menghiraukan, sebaliknya pemuda ini meneruskan bercerita
"... para tamu yang sedang makan dan minum dengan ditemani oleh pelayan pelayan wanita muda yang cantik cantik, serentak menunda makan dan perlihatkan muka menghina waktu mereka melihat ketiga tamu istimewa itu masuk, akan tetapi Lie Hui Houw bertiga tidak menghiraukan sikap para tamu itu, sebaliknya mereka terus mengikuti seorang pelayan yang mengantar mereka, sampai kesuatu meja yang sudah disediakan akan tetapi masih kosong tanpa ada makanan dan minuman yang agaknya memang belum disediakan ..
“… Lie Hui Houw bertiga duduk menunggu dan menunggu, akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang; membikin mereka menjadi gelisah, terlebih karena mereka duduk di meja yang kosong tanpa ada makanan ataupun minuman, sehingga mereka bertambah diejek oleh para tamu lain yang membicarakan mereka ...
".... menghadapi keadaan seperti itu, maka Lie Hui Houw yakin bahwa seseorang atau sekelompok orang orang sedang mempermainkan dia. Siapakah seseorang atau sekelompok orang orang itu ? Untuk di kota Tio ciu, nama si macan terbang Lie Hui Houw sudah cukup dikenal sehingga tidak sembarang orang yang berani mempermainkan dia, dari itu Lie Hui Houw berpikir bahwa didalam urusan yang sedang dihadapi ini; pasti ada seseorang atau sekelompok orang orang yang kuat segala galanya.. .
" .. oleh karena memikir begitu, maka si macan terbang Lie Hui Houw tidak meninggalkan rumah makan itu; seperti yang dikehendaki oleh kakak dan pamannya. Sebaliknya dia perlihatkan kesabaran dan keuletan jiwanya, tetap menunggu tanpa menghiraukan ejekan tamu tamu lain sampai akhirnya muncul seorang lelaki berpakaian dari bahan sutra yang mahal harganya, yang datang dengan dikawal oleh empat perempuan muda yang cantik cantik, dan lelaki itu perkenalkan diri sebagai wakil dari perusahaan 'Kong goan, namanya Nio Kok An.”
“Nio Kok An ?” tiba-tiba kakek Ouw memutus perkataan kakek Lie, bagaikan dia teringat sesuatu.
”Ya, Nio Kok An, apakah Ouw heng kenal dia ?" kakek Lie membenarkan dan balik menanya.
"Tidak. Akan tetapi aku seperti pernah dengar nama itu, hanya entah dimana aku lupa. Hayaa, kau benar benar lihai. Hari ini aku menyerah kalah akan tetapi besok akan kubalas kekalahanku ini."
Kakek Lie tertawa dia berpikir bahwa kawan mainnya itu tentu sudah lelah, karena hari juga sudah lewat lohor dan dia lalu berkata ;
"Akan tetapi, apa sebab baru besok permainan diteruskan? mengapa tidak nanti malam. .?"
"Lie hengkz, nanti malam aku ada undangan di kampung. Undangan itu merupakan rapat memilih ketua kampung, dari itu aku terpaksa pergi sendiri dan aku nanti ditemani oleh A heng..
Sekali lagi kakek Lie menjadi tertawa. Dia pun merasa perlu beristirahat karena sudah terlalu lama duduk dan mengobrol.
Sementara itu Twa to Go Bun Heng bertiga ikut berkemas, membayar harga makanan dan minuman, lalu hendak meninggalkan kedai nasi miliknya kakek Ouw.
Sekilas kakek Lie sempat melirik, melihat muka si Golok maut Go Bun Heng yang masih merasa penasaran. “..entah kemana dia pergi, dan entah apakah besok dia akan muncul lagi...?" pikir kakek Lie didalam hati, akan tetapi pada mukanya terlihat suatu senyum. Senyum mengejek waktu Twa to Go Bun Heng bertiga melirik kearah dia.
Sampai lewat magrib kakek Lie pulas tertidur. Agaknya dia benar benar merasa sangat lelah, atau mungkin karena usianya yang sudah tua dan waktu dia keluar dari dalam kamarnya dia hanya bertemu dengan A heng; yang mengatakan bahwa kakek Ouw sudah berangkat ke kampung,
"Akh! katanya rapatnya malam akan tetapi sekarang dia sudah pergi," kata kakek Lie yang seperti menggerutu, akan tetapi cukup didengar oleh A heng; dan A heng tidak menghiraukan sebaliknya dia membiarkan kakek Lie duduk seorang diri karena dia masih sibuk dengan pekerjaan didapur.
'A heng, apakah sudah lama kau membantu Ouw-lopek ?' tanya kakek Lie yang memerlukan datang keruangan dapur untuk mendekati A heng.
A heng tidak segera memberikan jawaban. Dia menunda pekerjaannya dan memerlukan mengawasi kakek Lie, sete lah itu dia berkata dengan acuh :
'Sudah dua tahun ...’
'Apakah sudah lama Ouw lopek berdiam di tempat ini ?'
Sekali lagi A heng menunda pekerjaannya, dan sekali lagi ia memerlukan mengawasi kakek Lie dengan sinar mata yang kelihatan mengandung kebencian, setelah itu baru dia berkata, tetap dengan nada suara dingin :
“Lie lopek, pertanyaan kau ini bukankah lebih baik kau ajukan langsung kepada Ouw lopek ..”
Kakek Lie merasa bagaikan terpukul, tanpa daya buat dia membela diri, hanya didalam hati ia menanya pada dirinya sendiri; 'mengapa sinar mata A heng seperti mengandung sinar kebencian?' “A heng, kau benar..:.." akhirnya kakek Lie berkata seperti menggerutu; dan ditinggalkannya A heng yang sudah meneruskan pekerjaannya.
Dekat pintu kedai kakek Lie berhenti sejenak. Dilihatnya pintu itu ditutup, atau dipalang dari sebelah dalam. Dia berdiri ragu-ragu, akan tetapi kemudian dibukanya pintu itu.
Dia berdiri seorang diri dimuka pintu. Sunyi keadaan jalan raya yang sudah mulai gelap. Hanya ada pelita kecil dekat pintu kedai kakek Ouw, berkelap kelip kena tiupan angin pegunungan.
Benarkah kakek Lie berada seorang diri dekat pintu kedai kakek Ouw itu?
"Dingin,.." kakek Lie menggerutu seorang diri; sambil dia merapatkan bagian leher bajunya.
"Angin gunung memang dingin beda dengan angin laut ..." terdengar seseorang ikut bicara; dan seseorang itu mendekati tempat kakek Lie berdiri sehingga dilain saat kelihatan si Golok maut Go Bun Heng yang bersenyum dan menyambung bicara;
“ .terlebih bagi Lie lo cianpwee yang sudah lanjut umur…” “Hayaaa, lagi lagi kau..,.” kakek Lie menggerutu untuk
perlihatkan rasa tidak puas karena agaknya dia benar-benar
merasa diganggu dengan kehadirannya si golok maut.
'Lie lo cianpwee, agaknya kau benci benar terhadap aku, apakah aku mengganggu ketenangan kau ?" si golok maut berkata lagi hilang senyum yang menghias dimukanya.
Kakek Lie tak segera memberikan jawaban. Dia mengawasi kebagian belakang kedalam ruangan kedai dan sekilas dilihatnya kehadirannya A heng.
'Siapa bilang kau tak mengganggu ketenanganku. Apa kau tak tahu bahwa kami orang orang tua, lebih senang menyendiri, lebih senang mencari ketenangan dalam waktu kerja maupun dalam waktu ...
"Kerja apa yang Lie lo c ianpwee sedang lakukan ?' si golok maut Go Bun Heng memutus perkataan kakek Lie, agaknya dia tidak mengetahui kehadiran A heng, karena A heng berdiri terlindung daun pintu.
"Hayaa ! kau lihat aku sedang melamun, masih kau tanya aku sedang kerja apa..”
“Lie Io cianpwee..”
“Tunggu ! aku belum se lesai bicara ! aku benci dengan orang yang suka memutus perkataan seseorang, dan aku benci dengan orang yang bawel yang terlalu banyak bicara, terlalu banyak menanya. Kalau kau mau tahu sesuatu, kau cari sendiri; mengerti.. “
Sepasang mata si Golok maut Go Bun Heng menjadi terbuka lebar waktu dia mendengar "ceramah' kakek Lie yang lebih merupai suatu teguran buat dia; sekilas dia membayangkan bahwa goloknya akan memperoleh mangsa yang berupa kepalanya si kakek yang galak itu, akan tetapi, akhirnya dia memutar tubuh hendak meninggalkan si kakek tanpa pamit, hanya dia menggerutu seorang diri, dengan suara yang cukup didengar oleh si kakek :
'Malas bertanya; akan sesat di jalan. Akan tetapi, apa mungkin dia cepat tahu? atau, akh sayang ... Kang lam hiap tidak melukiskan mukanya, ..”
Didalam hati kakek Lie menjadi tertawa tak sudahnya, melihat kelakuan si Golok maut Go Bun Heng, seorang jago kawakan, seorang dedengkot atau ketua suatu partay ilmu silat yang kenamaan.
(Dan didalam hati juga, Cie in suthay ikut tertawa, tanpa diketahui oleh teman seperjalanannya, sehingga Lie Hui Houw tidak menanya sebab dia tidak mengetahui sebaliknya pemuda ini memanggil seorang pelayan, membayar minuman yang mereka pesan setelah itu mereka meneruskan perjalanan mereka menuju ke kota Hong yang hendak kembali kerumah si naga sakti Louw Sin Liong).
Sementara itu Twa to Go Bun Heng meneruskan langkah kakinya yang mengajak dia pulang ketempat dia menginap bersama dua teman istimewanya dua orang orang gelandangan yang bukan sembarangan gelandangan, sebab mereka adalah dua bersaudara Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin, murid murid kesayangan dari si biang pengemis (pangcu) Pit Leng Hee !
Mereka sebenarnya sedang melakukan perjalanan menuju kota T io ciu sebab Twa to Go Bun Heng mendapat berita dari seorang temannya yang mengatakan bahwa si macan terbang Lie Hui Houw sedang mendapat kesukaran dan memerlukan tenaga bantuan akan tetapi waktu mereka bertiga singgah di kedai kakek Ouw perhatian mereka menjadi terpikat dengan cerita si kakek Lie pada bagian yang menyangkut urusan Lie Hui Houw, serta si iblis penyebar maut.
Dulu, atau belasan tahun yang lalu, waktu terjadi pengganyangan terhadap markas kegiatan si iblis penyebar maut disebuah pulau dekat kota Hoa lam, Twa to Go Bun Heng yang ikut dalam aksi pengganyangan itu pernah bertemu dengan seorang orang tua yang anaknya diperkosa oleh si iblis penyebar maut dan perempuan yang diperkosa itu katanya bernama Lie K im Nio. Jadi jelas bahwa cerita s i kakek Lie dan cerita Kanglam hiap Ong Tiong Kun merupakan satu kejadian yang sama.
Waktu itu Ong Tiong Kun sedang melakukan perjalanan menuju kota Hoa lam dengan didampingi oleh seorang pemuda yang bernama Cu Siang Ling.
Pada suatu rumah pondok dekat sebuah gunung yang sunyi terpaksa Ong Tiong Kun berdua Cu Siang Ling menumpang meneduh karena hujan turun dengan sangat lebatnya. Hanya ada seorang penghuni didalam rumah gubuk itu seorang lelaki tua yang memiara jenggot putih, akan tetapi didalam pandangan mata Ong Tiong Kun berdua Cu Siang Ling mereka yakin bahwa lelaki tua itu memiliki kepandaian ilmu s ilat.
’Lao pek, apakah kau tinggal seorang diri dirumah ini ?” tanya pemuda Cu Siang Ling waktu itu; disaat lelaki tua itu sedang menyediakan arak hangat buat mereka berdua.
Sejenak lelaki tua itu mengawasi Cu Siang Ling. Pandangan matanya bersinar lemah hampa meskipun sebenarnya tersembunyi suatu sinar mengandung wibawa. Pada detik lain pandangan mata laki laki tua itu beralih kepada Ong Tiong Kun, setelah itu baru dia berkata:
"Tadinya bertiga dengan anak dan mantu laki laki "
'Dan sekarang..?” Ong Tiong Kun ikut menanya oleh karena laki laki tua itu tidak meneruskan perkataannya.
"Sekarang kalian lihat aku hanya seorang diri,..” sahut laki laki tua itu.
Sejenak keadaan menjadi hening dan ketiga orang orang itu tidak mengucap sesuatu perkataan sedangkan didalam hati Ong Tiong Kun berdua Cu Siang Ling menduga duga, entah apa yang telah terjadi dengan anak serta mantu dari orang tua itu.
"Kemana tujuan kalian ...” akhirnya laki laki tua itu yang menanya setelah dia mempersilahkan Ong Tiong Kun berdua minum.
"Kami hendak ke kota Pao kee tin„.” sahut Cu Siang Ling yang sejak itu mendahulukan rekannya; sengaja tidak memberitahukan tujuan mereka yang sebenarnya.
'Hm ! jalan menuju ke kota Hoa lam harus melalui kota Pao kee tin. Anak dan mantuku katanya hendak ke kota Hoa lam jadi mereka tentu akan melewati kota Pao kee tin..“ laki laki tua itu berkata lagi, dengan nada suara yang lebih tepat merupai dia bicara pada dirinya sendiri.
"Siapakah nama lao pek dan siapakah nama anak serta mantu lao pek? Mungkin kami dapat bertemu nanti .. " Ong Tiong Kun ikut menanya karena merasa ingin tahu.
Laki laki tua itu menarik napas dalam, setelah itu baru dia berkata :
“Anakku perempuan, namanya Lie Kim Nio, mantuku bernama Ong Kun Bie, punya kepandaian dibidang pengobatan orang orang sakit, akan tetapi ..."
"Akan tetapi, kenapa .. ? " Ong Tiong Kun yang menanya lagi, karena laki laki tua itu tidak me lengkapi perkataan. "Mereka tidak melakukan perjalanan bersama sama. Artinya, mereka tidak pergi berbareng sebab anakku berangkat seorang diri hendak mengejar seorang musuh. mantuku menyusul, entah untuk membantu anakku, entah untuk membunuh anakku .."
"Akh..!” Ong Tiong Kun bersuara tanpa terasa; sebab dia benar benar tidak mengerti dengan perkataan si kakek.
Dan laki laki tua itu mengawasi Ong Tiong Kun, dengan pandangan mata yang tetap kelihatan hampa: bahkan kelihatan ada butir butir air mata. Ya air mata !
Air mata seorang laki laki tua yang mulanya memiliki jiwa yang keras dan agung .. Sekarang mata laki laki tua itu mengeluarkan air mata seperti merasa putus asa, inilah menurut keyakinan Ong Tiong Kun pada saat itu. Kesedihan apa sebenarnya yang sedang dihadapi oleh laki laki tua ini ?
Sudah tiga tahun Lie Kim Nio menjadi isterinya Ong Kun Bie, akan tetapi sampai sedemikian lamanya belum ada tanda tanda Lie Kim Nio hamil; mengakibatkan belakangan ini sepasang suami isteri itu seringkali berselisih paham; dan yang mengakibatkan mereka jadi sering bertengkar. Suatu hal yang mengakibatkan hati Lie Kim Nio adalah didalam perselisihan itu Ong Kun Bie mengatakan Lie Kim Nio mandul sehingga tidak bisa hamil, sehingga Lie Kim Nio jadi balik menuduh Ong Kun Bie sering kali melacur; sebab Ong Kun Bie memang seringkali bepergian dalam melakukan pekerjaannya sebagai tabib keliling.
Sekali pernah terjadi, bahwa waktu Ong Kun Bie pulang kemalaman, dia merasa seperti melihat adanya seseorang yang baru meninggalkan jendela kamar isterinya.
Seseorang itu sudah tentu merupakan seorang laki laki, dan hal itu sudah tentu mengakibatkan Ong Kun Bie menjadi curiga, dan menuduh isterinya bermain gila dengan laki laki lain.
Dalam keadaan marah Ong Kun Bie menggedor pintu rumah dan dia masuk tanpa menghiraukan ayah mertuanya yang membukakan pintu; lalu pintu kamar Lie Kim Nio ditendang terbuka oleh Ong Kun Bie dan terjadi keributan antara sepasang suami isteri itu oleh karena Ong Kun Bie menuduh isterinya menyimpan laki laki se lagi dia mencari nafkah dan Lie Kim Nio membantah tidak mengakui tuduhan suaminya, bahkan Lie K im Nio balas menuduh bahwa Ong Kun Bie sengaja mencari alasan dengan maksud hendak men- ceraikan dia.
".. ,. aku lihat dia keluar lewat jendela kamar...!” Ong Kun Bie memaki dalam perselisihan itu.
“Kau lihat, jendela tetap terkunci...!' teriak Lie Kim Nio. "Sudah tentu terkunci, sebab kau sudah tutup lagi.,..!" Ong
Kun Bie tetap menuduh sambil dia mendekati daun jendela agaknya ia bermaksud mencari bekas tapak kaki laki laki tadi.
Didalam kamar memang tidak kelihatan ada tanda tanda, akan tetapi terpikir oleh Ong Kun Bie bahwa tanda tanda itu pasti sudah dihapus oleh isterinya; sehingga dia membuka daun jendela kamar, dan dia keluar lewat jendela dengan sebelah tangan membawa lampu pelita. Kemarahannya jadi meluap luap ketika dia benar benar menemukan bekas tapak kaki, atau tapak sepatu laki laki !
'Kau lihat ini ... !" seru Ong Kun Bie kepada isterinya, dan dia langsung meninggalkan sang isteri, bagaikan dia merasa muak melihat muka isterinya yang dia anggap sudah berzinah.
Lie Kim Nio keluar dan melihat bekas tapak kaki laki itu. Dia menutup mukanya dengan sepasang tangannya, dan dia menangis; akan tetapi waktu dia mengetahui ayahnya datang mendekati, maka dia lari kearah suaminya tadi pergi.
Lie Kim Nio pergi tanpa tujuan. Dia bukan menyusul suaminya; sebaliknya dia pergi karena merasa malu pada ayahnya. Dia takut ayahnya ikut menuduh, padahal dia tidak pernah melakukan penyelewengan dengan siapa pun jua !
Menjelang waktu subuh Lie Kim Nio pulang dengan keadaan sangat mengejutkan ayahnya. Pakaiannya kotor dan ada bagian yang terkoyak, juga mukanya kotor banyak noda noda tanah bercampur darah, seperti bekas kena pukulan.
Lie Kim Nio berlutut dan merangkul sepasang kaki ayahnya, dia menangis selagi ayahnya merasa kaget.
“Apakah kau dipukul... ,” tanya ayahnya yang menduga Ong Kun Bie telah memukul,
Cukup lama Lie Kim Nio tidak menjawab, sebab dia terus menangis sampai kemudian dia menengadah, mengawasi ayahnya dengan mata yang basah penuh air mata.
"Ayah, aku sudah diperkosa orang.. "