Website Cerita Silat Indomandarin Ready For Sale

 
Jilid 13

HO KIE saja yang memandang sejenak, hatinya lantas merasa berdebaran, hingga tidak berani memandang lagi.

Wanita itu memanggil Ho Kie, baru membuka mulutnya berkata,

"Kongcu datang dipulau kami, mendapat perlakuan selayaknya, harap Kongcu tidak kecil hati." Ho Kie tidak bisa menjawab. Dalam hatinya diam-diam berpikir, wanita ini sungguh cantik sekali, budi bahasanya juga sangat sopan santun, adakah mungkin ia sebangsa peri.

Berpikir sampai disitu Ho Kie menggigil dan tak berani memandang wajah sinona.

Wanita itu ketika menampak Ho Kie tundukkan kepala tidak menjawab perkataannya telah menduga Ho Kie tentu merasa malu karena disekitarnya ada banyak wanita muda dalam keadaan setengah telanjang. Maka buru-buru memberi isyarat kepada orang-orangnya sambil berkata:

"Kalian mundur dulu, kalau aku tidak panggil jangan sembarangan masuk."

Setelah orang-orang bawahannya berlalu, wanita itu berkata pula:

"Sudah, sekarang mereka sudah pergi semua kau tak usah malu lagi. Dipulau kami ini, kecuali tidak ada orang lelakinya, yang lainnya tak ada yang kelewat aneh." Hok Kie angkat kepala perlahan setelah mengawasi wanita yang sangat misterius itu sejenak, baru menjawab:

"Aku yang rendah bernama Ho Kie, hendak pergi ke Lam hay, apa mau dikata telah terdampar oleh badai, sehingga perahunya pecah. Aku yang rendah sangat bersyukur telah mendapat pertolongan tocu, disini aku ucapkan terima kasihku."

Ho Kie Coba berdiri hendak memberi hormat. siapa nyana baru saja bergerak, dalam badannya merasa sakit sekali sehingga ia urungkan berdiri.

Wanita itu buru-buru berbangkit menghampiri Ho Kie, lalu ulur tangannya diletakan diatas pundak Ho kie dengan suara seolah-olah orang yang sedang merayu ia berkata.

"Kongcu jangan bergerak dulu. ketika kau kecebur kedalam laut, sudah lima hari lima malam berada didalam air, Maka tentu saja lantas merasa sakit dadamu kalau mau bergerak."

Ho Kie pikirannya lantas bekerja wanita ini mengapa tahu begitu banyak, apakah ia juga seperti mengerti ilmuu silat ?

Apa yang diduga oleh Ho Kie tidak salah wanita muda itu bukan cuma pandai ilmu silat saja. bahkan ilmu silatnya tinggi sekali. Ketika Ho Kie terdampar dipulau itu dan dapat ditolong oleh orang-orangnya, begitu melihat ia sudah tahu bahwa pemuda itu adalah seorang gagah yang berkepandaian tinggi. maka tidak menunggu sampai Ho Kie sadar, diam-diam sudah dikerjai, maka Ho Kie merasa lemas sekujur badannya, kalau bergerak sedikit saja lantas merasa sakit. Wanita itu ketika menampak wajah Ho Kie berubah. lantas mengerti apa yang sedang dipikiri, tapi ia tidak berkata apa-apa.

Dengan tindakan perlahan ia balik lagi ke tempat duduknya, lalu berkata pula:

"Kongcu jangan takut. Penduduk dipulau ini bukan sebangsa peri atau iblis, cuma mereka sejak kecil dibesarkan dalam pulau tanpa laki-laki, tidak pernah melihat orang laki-laki lebih-lebih tidak kenal urusan suami-isteri, maka jadi tidak kenal perasaan malu. Sebetulnya ini juga tidak apa-apa, harap Kongcu legakan hatimu."

"Aku ada sesuatu urusan, ingin bertanya kepada tocu. . .

." menyahut Ho Kie sambil anggukan kepala. tapi perkataannya itu lantas dipotong oleh si nona.

"Kita semua adalah orang yang mengerti pelajaran ilmu silat, maka Kongcu tak usah terlalu merendah. Kongcu kalau ingin menyatakan apa-apa, harap bicara saja terus terang supaya kita bisa merundingkan bersama."

Aku sudah ditolong oleh tocu, budi ini aku tidak bisa lupakan, Tapi entah apa sebabnya setelah aku sadar, telah dibikin tidak berdaya, apakah ini memang merupakan sesuatu peraturan memperlakukan tetamu dari pulau tocu ini ?"

Wanita itu agaknya tidak merasa kaget dari atas pertanyaan Ho Kie, bahkan menjawab sambil ketawa:

"Kongcu, jangan gusar, ini adalah perbuatannya orang- orangku itu yang tidak kuketahui pada sebelumnya. Sebentar aku pasti suruh mereka minta maaf kepada kongcu. Ada suatu hal yang ingin aku menyatakan, tapi rasanya susah membuka mulut. Asal kongcu terima baik semua urusan mudah dirundingkan," "Asal aku Ho Kie mampu melakukan, seharusnya aku suka memberi bantuan, harap tocu sebutkan saja."

Sepasang mata wanita itu memandang Ho Kie dengan tidak berkedip, wajahnya nampak merah seringah, tiba-tiba tundukkan kepalanya, nampaknya sangat malu untuk membuka mulut.

Ho Kie yang menyaksikan sikapnya wanita itu, dalam hatinya juga timbul rasa heran, tetapi ia hanya sebentar saja lantas berkata:

"Tocu hendak memerintahkan apa? Silahkan."

Setelah didesak oleh Ho Kie, wanita muda itu rupanya baru tersadar, kemudian baru kembali kepada keadaan semula.

"Urusanku ini mudah sekali. Asal kau mempunyai hati jujur. segera bisa dilaksanakan. Kalau kau sudah terima baik soal ini, aku tanggung kau akan dapat mencicipi segala kesenangan dunia," demikian si nona berkata sambil melirik Ho Kie.

Ho Kie yang diperlakukan secara demikian, hatinya berdebaran, ia menundukkan kepala, tidak bisa menjawab.

iba-tiba terdengar suara si nona pula, "Bagaimana? Apa kau tidak sudi ?"

Ho Kie didalam hati berpikir. Wanita ini sebenarnya mau apa? Mengapa tidak mau menjelaskan persoslannya secara terus terang.

Berpikir demikian ia lantas menjawab: "Tocu masih belum menjelaskan persoalannya bagaimana aku sudi atau tidak menerima tocu sudah ketahui?"

Wanita itu melirik kepada Ho Kie kemudian berkata sambil gertak gigi: "Baiklah aku jelaskan padamu Kongcu. Aku berdiam di pulau ini sudah beberapa puluh tahun, selamanya belum pernah ada orang laki-laki yang datang kemari. Beberapa hari berselang, setelah angin puyuh mengamuk, anak buahku telah memberikan laporan bahwa banyak papan dan barang-barang yang mengapung diatas permukaan laut. Kala itu aku lantas berpikir. tentu ada perahu yang hanyut atau tenggelam, maka aku lantas menyuruh mereka memeriksa diseluruh pulau untuk mencari jika ada orang yang terdampar di pulau ini. Benar saja. mereka lantas memberi laporan pula bersama seorang laki-laki kasar hitam. Ini seolah-olah ada pemberian dari Tuhan yang merasa kasihan kepada umatnya yang hidup tersendiri dipulau ini, sehingga telah mengantarkan kau kemari. kalau kau suka berjanji mau berdiam disini, aku tidak akan mengecewakan kau. Aku rasa kau tentunya tidak akan menampik,"

Sehabis berkata, nona itu lantas unjukkan ketawanya yang menggiurkan. tetapi Ho Kie lantas menjawab sambil menggoyangkan tangannya.

"Tocu terhadap diriku yang merendah telah membuang budi yang sangat besar, budi ini dikemudian hari pasti akan kubalas.. . Tetapi kalau tocu menyurah aku tinggal disini, ini bagiku merupakan soal yang berat, sebab aku masih ada dendam sakit hati atas kematian ayahku yang sampai sekarang masih belum bisa dibalas. Disamping itu, juga pesan suhuku untuk menyelesaikan satu urusannya juga belum kulaksanakan, maka dalam hal ini aku harap agar Tocu suka memberi maaf."

Wanita itu lantas nyeletuk:

"Semua urusan ini tidak perlu Kongcu urus sendiri. Beritahukan saja nama dan alamatnya musuhmu itu, nanti aku akan menyuruh orang-orangku pergi untuk menyelesaikan. Harap Kongcu tidak usah banyak pikiran."

"Urusan ini hanya aku sendiri yang dapat melaksanakan, kalau meminjam tangan orang lain, sudah tentu akan gagal, maka harap tocu memberi maaf saja."

Wanita muda itu melihat Ho Kie bersikap keras, tidak mau menerima permintaannya, maka lantas memberi perintah kepada orang-orangnya membawa keluar kawan Ho Kie yang turut ditawan disitu juga.

Sebentar kemudian, rombongan wanita muda telah menggotong seorang lelaki yang terikat kencang, kemudian dilemparkan ketengah ruangan.

Ketika Ho Kie menegasi, lelaki yang dilemparkan itu bukan lain adalah Gouw Ya Pa.

Melihat Ho Kie juga berada disitu. Gouw Ya Pa lantas uring-uringan:

"Saudara Ho, aku tidak tahu, kawanan perempuan liar ini pada menggunakan ilmu gaib apa. sehingga ilmuku sendiri menjadi tidak berguna lagi. . ."

Ho Kie kuatirkan kawannya yang tolol ini nanti mengacau belo tidak karuan. maka lantas pendelikan matanya supaja ia jangan banyak bicara.

Gouw Ya Pa mengerti, Maka ia lantas menutup mulutnya.

Wanita muda itu lantas berkata kepada Ho Kie dan Gouw Ya Pa berdua.

"Ho Kongcu orang ini barangkali juga kau kenal." "Benar, ia adalah sahabatku." jawab Ho Kie "Kalau bsgitu, soal ini mudah sekali dipecahkan. Tapi bukankah kau mengatakan bahwa masih ada urusan yang masih belum kau selesaikan? Sekarang aku mendapat suatu cara yang paling baik, asal kau setuju. aku boleh mengantar pulang sahabatmu ini dan urusanmu itu dipasrahkan saja padanya. suruh dia yang membereskan."

"Dalam hal apa saja aku suka menerima tetapi hanya dalam soal ini aku tidak dapat menyetujui." jawab Ho Kie.

"Demikian juga dengan aku. segala apa bisa dibereskan. hanya tidak akan membiarkan kau berlalu dari pulau ini." wanita itu juga kukuh.

Ho kie melihat si nona kukuh hendak memendam ia dalam pulau itu, maka ia segera berkata dengan suara gusar:

"Mengapa Tocu memaksa orang yang sedang berada dalam kesulitan? Aku sekalipun harus binasa,tidak nanti akan menurut permintaanmu."

Wanita muda itu tertawa terkekeh-kekeh.

"Aku tidak takut kau tidak menurut, kalau kau tidak percaya, tunggulah saja. sekali pun kau mempunyai dua sajap juga jangan harap bisa keluar setengah tindak saja dari pulau ini."

Setelah berkata, ia lalu gapaikan tangannya orang- orangnya dan memerintahkan supaya pemuda itu dikurung dalam kamar tahanan.

Rombongan wanita muda itu dengan cepat telah bertindak. mereka menggotong dirinya Ho Kie dan Gouw Ya Pa kesebuah rumah batu yang letaknya tidak berjauhan dengan pantai laut.

PADA saat itu, hari sudah gelap Ho Kie dan Gouw Ya Pa yang ditutup dalam kamar batu itu, sudah merasa agak dingin, ketika hendak bersemedi untuk melawan hawa dingin ternyata jalan darahnya sudah tertotok.

"Saudara Ho, nasib kita sesungguhnya sangat jelek  dalam waktu beberapa hari ini, rupa-rupa kejadian yang sial telah menimpa diri kita, dan sekarang kembali terjatuh kedalam tangan kawanan kaum wanita liar ini." berkata Gouw Ya Pa.

"Gouw toako biar bagaimana kita harus bersabar, jangan sembarangan bertindak, kita sudah tertotok jalan darah kita, kalau kita salah bertindak. akibatnya lebih hebat." Ho kie menasehati.

Gouw Ya Pa pikir perkataan Ho Kie itu memang benar sekalipun ia mempunyai ilmu kebal tapi sekarang dalam keadaan tidak berdaya, dan juga tidak ada gunanya. Bahkan kalau sampai menimbulkan kegusaran para wanita itu, salah-salah bisa mati konyol. Maka ia lantas bertanya kepada Ho Kie.

Ho Kie, saat itu sebetulnya juga sudah tidak berdaya, terpaksa cuma menghela napas. dan menjawab dengan perlahan:

"Terpaksa kita melihat peruntungan kita sendiri bagaimana, siapa tahu kalau masih ada harapan!"

Mendadak pintu terbuka, lalu disusul oleh suara seorang wanita:

"Ho kongcu bolehkah aku masuk untuk beromong- omong?"

Ho Kie dengar seperti suara wanita lagi, maka ia segera menjawab: "Asal nona tidak takut badanmu kotor silahkan masuk saja." Kamar batu itu biasanya untuk menyekap orang yang membuat salah maka didalamnya tak ada perlengkapan apa-apa. Wanita muda itu ketika berada didalam. lalu mencari tempat sembarangan untuk duduk, lantas berkata pada Ho Kie.

"Dengan demikian kita berlaku tidak pantas terhadap kongcu, harap kongcu tidak kecil hati."

"Mana bisa begitu, aku yang rendah sudah ditolong oleh nona, sehingga tidak binasa didalam laut, untuk mengucapkan syukur dan terima kasih saja rasanya masih belum cukup!"

Wanita itu perdengarkan suara ketawanya yang manis. "Aku  sengaja  menengoki  kau,  apakah  kongcu  merasa

betah  berada  didalam  tanah  ini?  Barusan  permintaanku

terhadap kongcu, harap kongcu suka pikir baik-baik, besok saja kau beri jawabannya." berkata wanita. itu, yang lantas memandang Ho Kie dengan sorot mata yang mengandung arti. Kemudian lantas berbangkit dan meninggalkan kamar itu.

Ho Kie tundukan kepala tidak berkata apa-apa. Sebenarnya ia merasa sangat jemu terhadap kelakuan wanita yang terus menerus mengganggu.

Gouw Ya Pa yang menampak kawannya begitu kesal, memberi nasehat padanya:

"Saudara Ho, kau terima baik saja permintaannya! Kalau dia sudah melepaskan aku nanti, aku datang lagi untuk menolong dirimu. Kalau tidak, kita berdua tak ada yang hidup satupun."

Perkataan Gouw Ya Pa ini benar telah membuat sadar pikiran Ho Kie maka ia lantas berkata; "Benar, kalau kau tidak katakan, aku tidak tahu akan akal ini, besok aku akan bicara padanya."

Dua orang itu selagi enak ngobrol, tiba-tiba terdengar suara nyaring, kemudian muncul diri seorang.

Ho Kie mengira orang yang datang itu adalah itu wanita muda, selagi hendak berkata tiba-tiba ia melongo mengawasi orang yang datang itu.

Kiranya orang yang baru muncul itu adalah si pencuri sakti Auw yang Khia. Dalam keadaan demikian Ho Kie bertemu dengan Auw-yang Khia, bukan main girangnya.

"Saudara Ho, ini bukankah Auw-yang locianpwee? Sekarang kita telah tertolong." begitulah Gouw Ya Pa lantas berseru ketika munculnya orang tua itu.

Auw yang Khia buru-buru taruh telunjuk dimulutnya, untuk memberi isyarat supaya mereka jangan berisik. Setelah berada didalam, ia lantas rapatkan pintu, baru mendekati Ho Kie dan berkata dengan suara perlahan,

"Ho Siaohiap bagaimana nona-nona ini tokh boleh juga ?

Ha ha !. . ."

Ho Kie membiarkan dirinya digoda, ia balas bertanya: "Locianpwee bagaimana bisa terlepas dari bahaya ?"

"Kau jangan cemas, nanti aku ceritakan dengan perlahan," jawab orang tua itu sambil tersenyum,

Kiranya, ketika badai mengamuk hebat, Auw-yang Khia sedang mabuk arak. Tapi ketika terdampar oleh air laut, ia telah tersadar.

Dan ketika melihat perahunya sudah pecah serta dirinya telah ditelan ombak, keinginan untuk hidup telah membuat ia terus berusaha mencari potongan kayu. setelah mendapatkan kayu pecahan perahu, dengan itu ia terus mengambang di atas lautan.

Di lautan ia terumbang ambing tiga hari tiga malam lamanya. seperti juga Ho Kie, ia juga terdampar ke pulau kaum Hawa itu.

Ia juga melihat bagaimana ketika Ho Kie dan Gouw Ya Pa ditolong dan dibawa pergi oleh gerombolan wanita muda itu.

Ia kuatir dirinya dapat dilihat oleh kawanan wanita itu, maka dengan sisa kekuatannya tenaga yang masih ada, ia coba selulup didalam air.

Kira-kira setengah jam lamanya, ia baru berani muncul lagi. Setelah dapat kenyataan kawanan wanita muda itu sudah berlalu, ia baru berani muncul lagi dan mencari tempat untuk sembunyikan diri. Ditempat sembunyinya ia mencari buah-buahan untuk tangkal perutnya dan tempat tidurnya diatas pohon.

Ketika ia bangun, ternyata itulah hampir malam.

Ia buru-buru lompat turun, memakai pakaiannya, dan coba atur pernapasannya ternyata tidak mendapat halangan suatu apa, hingga hatinya mulai merasa lega.

Mendadak ia ingat diri Ho Kie dan Gouw Ya Pa, bakankah dibawa pergi oleh kawanan kaum wanita itu ?"

Auw-yang Khia bisa mengambil keputusan dengan cepat, sebentar saja sudah tiba di sebuah perkampungan. Dengan akalnya yang cerdik akhirnya ia dapat menemukan tempat tawanannya Ho Kie dan Gouw Ya Pa.

Disekitar batu itu berputar-putaran sambil mencari pikiran untuk menolong diri Ho Kie dan Gouw Ya Pa. Kebetulan pada saat itu teorang wanita muda dengan anak kuncinya yang khusus dibuat telah memasuki kamar tawanan, setelah agak lama berdiam didalam, lalu keluar.

Sebagai seorarg pencuri ulung, dengan mudah saja Auw- yang Khia dapat mengambil anak kunci dari tangannya wanita yang sedang bertugas itu.

Begitulah ia akhirnya dapat masuk ke kamar tahanannya Ho Kie dan Gouw Ya Pa.

Setelah mendengarkan cerita Auw-yang Khia. Goaw Ya Pa lantas berkata:

"Locianpwee, dengan sejujurnya aku Gouw Ya Pa semula tidak menandang mata atas perbuatanmu sebagai pencuri itu, tapi kali ini aku sungguh merasa sangat kagum atas kecerdikanmu."

"Kepandaian yang cuma sebegitu saja apa lagi artinya, Kau terlalu memuji " jawab Auw-yang Khia sambil ketawa.

"Auw-yang Cianpwee, sekarang sudah masuk, tapi sebaiknya cianpwee mencari akal lagi bagaimana supaya kita bisa lolos dari sini." kata Ho Kie.

"Hal ini tidak usah kalian kuatirkan. Aku sudah siap. . ,

."

"Apa? Kau sudah siap hendak lari dengan kita?" tanya

Gouw Ya Pa kaget.

Dengan tidak memikirkan keadaan sendiri ia lantas hendak berdiri. Tetapi baru saja ia bergerak, lantas ia menjerit dan lantas roboh pingsan.

Auw-yang Khia tidak mengetahui apa sebabnya ia hanya mengira bahwa Gouw Ya Pa mendapat sakit keras. maka sesaat itu ia serdiri tertegun.

Ho Kie cepat-cepat memberikan keterangannya. "Locianpwee, Gouw toako bukan karena sakit, dia sama keadaannya dengan boanpwee entah dengan cara bagaimana jalan darah kita telah dikuasai. Begitu bergerak lantas merasakan sakit sekali. Barusan Gouw toako karena menggunakan tenaga terlalu banyak, maka lantas jatuh pingsan. Sebentar dia pasti bisa siuman sendiri."

Auw-yang Khia coba membuka totokan mereka, ternyata telah berhasil.

Ho Kie dan Gouw Ya Pa lantas berdiri keduanya, setelah menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, begitu pula jalan pernapasannya, ternyata sudah tidak ada halangan apa lagi, maka legalah perasaan hati mereka.

Auw-yang Khia segera mengajak Ho Kie dan Gouw Ya Pa lantas berlalu tetapi Ho Kie lantas memegang tangan Auw-yang Khia sembari berkata:

"Sabar dulu, para wanita yang menjaga disekitar rumah ini, mungkin akan mengetahui semua gerakan kita."

Gouw Ya Pa juga tidak menantikan sampai siorang itu menjawab lantas sudah nyeletuk:

"Saudara Ho. kau sebetulnya terlalu hati-hati. Dulu aku Gouw Ya Pa tertotok jalan darahku oleh orang-orang perempuan itu, sehingga tidak berdaya terhadap mereka tetapi sekarang aku sudah bebas, kalau mereka mau coba- coba merintangi aku nanti akan menghajar mereka dengan pecut bajaku ini supaya mereka juga tahu rasa !"

"Auw-yang Khia yang mendengar Gouw Ya Pa nyerocos terus, cepat-cepat berkata sambil goyangkan tangannya:

"Jie-wie jangan terlalu ribut. Tempat yang sebetulnya tidak ada orang. kalau saudara Gouw begitu ribut, bukanlah berarti menarik perhatian mereka? Ji-wie tidak usah gelisah. wanita yang menjaga disekitar kamar tahanan satu persatu telah kubikin tidak berdaya. Kita boleh jalan dengan leluasa."

Orang tua itu lalu memimpin kedua kawanannya dan diam-diam mereka meninggalkan kamar tahanan tersebut.

Belum jauh mereka berjalan tiba-tiba terdengar suara riuh.

"Celaka, kedua orang itu sudah kabur. Lekas laporkan kepada Tocu!.. ." Suara itu lantas disusul dengan suara tanda bahaya. Sebentar seluruh pulau itu sudah menjadi ramai sekali.

Ho Kie bertiga ketakutan mereka lari semuanya kedalam rimba. Sekali hendak bersembunyi mendadak terdengar suara bentakan:

"Manusia goblok yang tidak tahu diri. Apakah kalian ingin cari kematian?"

Ho Kie lalu memasang matanya, yang bicara itu ternyata adalah perempuan muda yang sekarang sedang berdiri didepannya sejauh kira-kira satu tombak. Ia mengawasi ketiga orang itu dengan wajah dingin.

Ho Kie mundur tiga langkah lalu berkata:

"Nona jangan terlalu mendesak. Harus kau ketahui bahwa Ho Kie juga bukan sembarang orang yang boleh kau perlakukan seenaknya saja."

"Nonamu justru kepingin tahu sampai dimana kepandaianmu. kalau kau tahu gelagat lekas balik kekamar batu kalau tidak, berarti mencari mampus sendiri."

"Adakah nona yakin benar kalau usaha nona itu akan berhasil?"

"Dalam pulauku ini ada satu ketentuan orang-orang yang datang kepulau ini, barang siapa yang menurut kehendakku hidup, dan yang melawan berarti mati. Nonamu tidak percaya kau mempunyai sayap bisa terbang dari sini," kata si nona dengan mata melotot.

Menampak sikap si nona yang membawa caranya sendiri. Ho Kie juga menjadi tidak senang, maka ia lalu menjawab.

"Aku si orang she Ho kepingin melihat kepandaian nona, aku kepingin coba, bisa keluar dari pulau ini atau tidak?" Sehabis berkata, ia memberi isyarat kepada Auw-yang Khia dan Gouw Ya Pa supaya masing-masing siap sedia.

Wanita itu dengan tanpa bicara apa-apa lagi, lantas maju kira-kira lima tindak didepannya Ho Kie kemudian menyerang dengan tangannya.

Ho kie menyaksikan serangan wanita itu begitu ganas, tidak berani menyambuti, buru-buru mengelakkan dirinya dari serangan tersebut. Tetapi kasihan bagi Gouw Ya Pa yang berdiri dibelakang Ho Kie.

Ia mengira Ho Kie akan menyambuti diri. hingga serangan wanita itu dengan telak mengenakan dirinya. sampai ia terpental satu tumbak jauhnya dan jungkir balik. Kalau ia tidak mempunyai ilmu kebal. niscaya sudah binasa seketika itu juga.

Dengan wajah dan badan penuh debu, Gouw Ya Pa segera melonpat bangun, kemudian menerjang ke arah si wanita sambil berkata dengan gusarnya.

"Perempuan liar, kau berani menghina orang, aku Gouw Ya Pa kepingin mencoba sampai dimana kepandaianmu."

begitu berkata lantas hendak mengeluarkan senjata pecut bajanya. tapi ternyata pecutnya sudah tidak ada ditempatnya. Kiranya pecut Gouw Ya Pa sudah terbawa oleh ombak ketika terjadi kecelakaan dilaut betul-betul lucu lagaknya si tolol.

Wanita itu rupanya tidak mau memberi hati kepada lawannya, begitu melihat Gouw Ya Pa tercengang lalu maju menyerang lagi.

Serangan itu hebat sekali, Gouw Ya Pa hendak menyingkir, tapi sudah tidak keburu. Selagi dalam keadaan sangat berbahaya, Ho Kie, dari samping dengan menggunakan kekuatan tenaga dalamnya, menyambuti serangan wanita itu.

Ketika kekuatan itu beradu, lalu menimbulkan suara gemuruh, batu-batu dan daun-daun pohon pada berterbangan, Sedang badannya Gouw Ya Pa yang turut kesambar anginnya juga tidak bisa berdiri tegak dan jatuh di tanah.

Ho Kie merasa dadanya bergolak, mulutnya menyemburkan darah segar.

Wanita itu yang maksudnya hendak membinasakan diri Gouw Ya Pa tidak nyana mendapat perlawanan begitu hebat dari Ho Kie,

Untung ia berlaku gesit, sebelum serangan Ho Kie mengenakan dirinya dengan telak sudah mundur beberapa tindak sehingga terhindar dari kematian, Tapi tidak urung serangan Ho Kie, ia sendiri juga lantas terpental sejauh satu tombak lebih, lantas duduk sambil menyemburkan arah dari mulutnya.

Ho Kie buru-buru menghampiri Gouw Ya Pa untuk menanyakan keselamatannya. Ketika menampakkan pemuda tolol itu tidak terluka apa-apa baru merasa lega.

Tapi apa yang disaksikan pada saat itu? Kiranya ada beberapa ratus wanita penduduk pulau tersebut, ketika menampak tocunya terluka, setiap orang nampaknya sangat gusar dengan membawa anak panah dan gendawa. mereka telah mengurung diri Ho Kie bertiga.

Ho Kie yang menyaksikan keadaan demikian, diam- diam mengeluh. Kalau kawanan wanita itu nanti benar- benar melepaskan anak panahnya bagi Gouw Ya Pa yang mempunyai ilmu kebal masih tidak mengapa. tapi ia sendiri dan Auw Yang Khia pasti akan terpanggang dibawah hujan panah itu.

Mengingat akan diri Auw Yang Khia. ia lantas berpaling mencari orang tua itu, tapi ternyata sudah tidak kelihatan batang hidungnya,

Ho Kie semakin cemas.

"Saudara Ho. perla apa kau merasa gelisah, ilmu kebalku justru dapat digunakan untuk menghadapi senjata anak panah ini. Masih ada aku disini, perlu apa takut?"

Dalam keadaan terpaksa, Ho Kie lalu panggil Gouw Ya Pa, mereka lalu berdiri saling membelakangi, Jika benar kawanan wanita itu nanti menghujani anak panah Ho Kie akan melindungi depannya dengan sepasang tangannya, Sedang Gouw Ya Pa melindungi bagian belakang.

Para wanita sembari memegang gendewa masing-masing dan mengawasi Ho Kie dan Gouw Ya Pa dengan mata mendelik perlahan geser maju kakinya, Kepungan makin lama jadi makin ciut.

Sebentar kemudian, pulau misterius itu telah diliputi oleh hawa peperangan dan kekuatiran.

Mendadak terdengar suara bentakan nyaring, kemudian disusul dengan menyambarnya anak panah yang datang seperti hujan kearah Ho Kie dan Gouw Ya Pa. Ho Kie menampak lawannya sudah mulai melakukan serangannya anak panah, dengan kedua tangannya yang digunakan secara bergantian untuk menangkis setiap anak panah yang menyambar kearah dirinya. Sedangkan Gouw Ya Pa juga tidak tinggal diam dengan kedua tangannya juga ia repot menyambuti setiap batang anak panah yang meluncur kebadannya.

Tapi karena jumlah musuh makin lama makin banyak kedua orang itu perlahan-lahan sudah mulai kewalahan.

Selagi dalam keadaan ripuh demikian, mendadak terdengar suara riuh yang mengatakan:

"Api, api.... Kebakaran! Kebakaran! Ada orang melepas api!"

Wanita-wanita itu ketika mendengar jeritan ada api, wajahnya pada berubah kaget dan khawaiir, dengan tanpa menghiraukan Ho Kie dan Gouw Ya Pa, mereka lantas bubar. pada lari kekampung untuk menolong bahaya api.

Ho Kie buru-buru menarik tangan Gonw Ya Pa, juga hendak lari menuju kekampung.

Gouw Ya Pa mengira Ho Kie mau ajak bantu menolong memadamkan api, maka lantas menolak sambil berkata:

"Saudara Ho, apa sudah gila! Kita baru saja terlepas dari keganasan mereka, mengapa kau hendak lari kesana? Apakah kau sudah tidak ingin pergi ke Lam-hay?"

Ho Kie tidak sempat memberi keterangan, ia hanya berkata: "Lekas kita cari kesana, entah dia ada atau tidak?"

Jawaban Ho Kie tambah membikin bingung Gouw Ya Pa. Ho Kie baru hendak menjelaskan bahwa ia hendak mencari Auw-yang Khia, tiba-tiba orang tua itu ternyata sudah muncul didepan matanya.

Ho Kie menampak Auw-yang Khia dalam keadaan selamat, hatinya merasa lega.

Orang tua itu dari badannya mengeluarkan sebuah benda. lalu diberikan kepada Ho Kie sambil berkata:

"Ho Siaohiap, barang ini tentunya ada kepunyaanmu!"

Ho Kie terperanjat, karena barang yang ditunjukkan itu adalah tanda pusaka Kiu-hoan leng yang berada dilehernya.

"Locianpwee, dari mana kau dapatkan barang ini?" demikian ia bertanya.

"Barusan kau dan saudara Goaw Ya Pa melayani musuh, aku telah menyingkir, diam-diam nyelundup kekampung. Maksudku semula ialah hendak mencari barang makanan, tak nyana aku ketemukan barang ini, maka aku lantas bawa balik untuk dikembalikan padamu."

Berulang-ulang Ho Kie menyatakan terima kasihnya. Ia masih ingin menyatakan apa-apa lagi Gouw Ya Pa yang berdiri disamping sudah merasa tidak sabaran lagi, maka lantas berkata.

"Saudara Ho, orang-orang perempuan itu kini sudah berlalu semua, perlu apa kita masih berada disini mengobrol saja, bukan lekas pergi menyelamatkan diri?"

Auw-yang Khia lalu berkata;

"Kalian tidak usah cemas, hal ini aku sediakan, mari ikut aku!" Orang tua itu lalu ajak mereka kesatu tempat dekat jurang, lalu berkata pula sambil menunjuk kesana.

"Dibawah sana aku telah dapatkan beberapa potong kayu, sekarang kita tinggal cari talinya untuk mengikat kayu-kayu itu, kita duduk diatasnya bukankah urusan akan menjadi beres?"

Selagi mereka repot mencari-cari tali, tiba-tiba terdengar suara keresekan. Itu ternyata suara sebuah sampan yang didayung oleh seorang tua.

Ho Kie lalu pentang mulutnya, berkata dengan suara nyaring. "Locianpwee tolong bawa sampanmu kemari!"

Tapi orang tua itu seperti tidak mendengar, ia masih mendayung sampannya sambil menyanyi, tidak menghiraukan panggilannya Ho Kie.

Ho Kie menganggap orang tua itu mendengar, maka lantas lari turun mendekati, lantas berkata pula;

"Locianpwe tolong dekatkan sampanmu, boanpwe Ho Kie disini menjumpai Locianpwe."

0rang tua itu angkat kepalanya, lalu menjawab dengan suara seperti gusar.

"Orang begitu muda, mengapa terlalu bawel ?" Ho Kie agak mendelu, tapi ia lantas berkata pula.

"Loncianpwe jangan marah. Tolong dekatkan sampanmu nanti boanpwe beritahukan lagi tentang pengalaman boanpwe sekalian."

Orang tua itu meskipun tadi nampaknya, gusar ia tidak urung ia dayung juga sampannya menghampiri Ho Kie.

Tatkala sudah berada dekat, Ho Kie baru tahu bahwa sampan itu ternyata cuma kira-kira satu kaki lebarnya, panjangnya kira-kira satu tumbak lebih. Kalau orang biasa. jangan kata buat berlayar dilautan, sedang buat berdiri saja rasanya masih sulit. Orang tua itu rambutnya sudah putih seluruhnya, pelipisnya nampak sangat menonjol tinggi, sinar matanya tajam sekali begitu melihat sudah dapat diduga kalau ia itu ada orang rimba persilatan yang bukan sembarang orang.

Ho Kie buru-buru memberi hormat, dengan sikapnya yang sangat sopan ia berkata pula:

"Locianpwee, boanpwee Ho Kie dengan kedua kawan, tadinya hendak ke Lam-hay dengan menumpang sebuah perahu, apa lacur ditengah jalan perahu telah tenggelam diterjang badai, sehingga kita bertiga terdampar sampai kesini. Entah locianpwee bisa memberikan pertolongan untuk memecahkan kesulitan kita atau tidak."

Orang tua itu tertawa tergelak-gelak, suara ketawanya itu begitu lama tidak bisa buyar, sehingga membuat pemgng telinga yang mendengarnya.

Setelah merasa puas ketawa barulah ia berkata:

"Bocah cilik kau berkata setengah harian selalu mengucapkan cianpwee boanpwee, aku siorang tua sesungguhnya tidak dapat menangkap maksudmu. Bicaralah yang terang supaya orang bisa mengerti !"

Ho Kie mengerti bahwa orang tua itu sengaja berlagak pilon, maka juga lantas berkata dengan sewajarnya.

"Boanpwee bertiga ingn pergi ke Lam-hay. disini tidak ada perahu, bolehkah kau si orang tua tolong antarkan kami kesana, entah kau orang tua sudi utau tidak?"

"Kau tanya aku sudi atau tidak? Aku sekarang beritahukan padamu, aku siorang tua tidak sudi carilah orang lain!"

Menampak orang tua itu tidak mau, Ho Kie tidak bisa berkata apa-apa. Selagi masih berada dalam kesangsian, Gouw Ya Pa tiba tiba berkata dengan suara gusar:

"Hai tua bangka, tidak perduli kau mau atau tidak aku Gouw Ya Pa juga hendak menumpang sampanmu!"

Sehabis berkata, lantas lompat dan berdiri didalam sampan.

Ho Kie menampak perbuatan Gouw Ya Pa yang sangat ceroboh. Ia kuatirkan akan membikin gusar orang tua itu hingga tambah tidak mau ditumpangi, maka lantas membentak kepada kawannya itu:

"Gouw-toako jangan berlaku tidak pantas terhadap orang tua. Kalau Locianpwee ini tidak sudi, kita juga tidak bisa memaksa." sehabis berkata lalu berkata pula kepada orang tua itu:

"Barusan sahabatku ini berlaku kasar terhadap Locianpwee, boanpwee disini mohon locianpwee supaya suka memberi maaf."

Jawaban orang tua itu sungguh-sungguh diluar dugaan orang bukan saja tidak gusar terhadap Gouw Ya Pa yang perlakukan padanya begitu kasar sebaliknya malah berkata kepada sitolol itu sambil tertawa:

"Mendingan sitolol yang berterus terang, aku siorang tua justru tidak suka banyak pernik. Mari, mari aku nanti antar kau kesana."

menggapai kepada Ho Kie dan Auw-yang Khia. "Mengapa kalian berdua masih berdiri seperti patung? Apakah kalian masih ingin mencari isteri dipulau ini?"

Ho Kie dan Auw-yang Khia lantas lompat kedalam sampan. Selagi hendak mencari tempat duduk mendadak orang tua itu berkata pula: "Aku antar kalian kesana tidak apa tapi kalian haras menpunyai liangsim, tidak boleh mencuri barang- barangku."

Auw-yang Khia yang mendengar perkataan si orang tua itu, hatinya merasa tidak boleh mencuri barang-barangku.

Auw-yang Khia yang mendengar perkataan siorang tua itu hatinya merasa tak enak, wajahnya merah seperti kepiting direbus.

Siapa tahu orang tua itu malah menggoda padanya: "Hai, laoko ini bagaimana sih? Apakah terserang

penyakit panas mendadak? Mengapa wajahnya begitu merah?"

Auw-yang Khia sejak melihat orang tua itu belum pernah membuka mulut. Ia merasa seperti pernah kenal dengan orang tua ini, tapi tak ingat lagi dimana pernah bertemu.

Tatkala dengar perkataan orang tua itu yang seolah-olah menggoda dirinya, ia sadar maka cepat ia memberi hormat seraya berkata:

"Locianpwee. ini tentu adalah orang tua yang disebut mempunyai gelar Nelayan empat penjuru lautan yang namanya sangat kesohor! Disini Auw yang Khia memberi hormat!"

Orang tua itu lantas tertawa bergelak-gelak, kemudian berkata: "Auw-yang Khia, aku kira kau sudah tidak kenal aku siorang tua lagi!"

"Boagpwee tadi kesalahan mata, kalau tidak locianpwee yang mengingatkan, hampir saja tidak berani mengenali." jawab Auw-yang Khia sambil tertawa.

Kiranya si Nelayan empat penjuru lautan ini adatnya sangat kukoay ia benci sekali terhadap kejahatan, asal saja urusan begitu terjatuh ditangannya, Kalau tidak binasa pasti orang bersangkutan akan cacad seumur hidupnya.

Tapi, ia sebaliknya ada orang yang paling gemar menolong orang yang berada dalam kesulitan. Ho Kie bertiga kali ini kalau tidak bertemu dia, jangan kata bisa sampai ke Lam bay, mungkin jiwanya sudah hilang ditengan jalan.

Tidak sampai setengah hari, Nelayan empat penjuru lautan itu sudah mengantarkan Ho Kie. Kala hendak meninggalkan padanya, ia masih memberi pesanan demikian:

"Kau sampaikan kepada Cit-cie Sin ong bahwa aku si nelayan tua tidak lama kemudian hendak menjumpai padanya."

Ho Kie bertiga setelah mengucapkan terima-kasih, lantas berjalan menuju ke Pho-tho untuk mencari si Nikouw tua Thian sim Sin-ni . .

Tidak antara lama dari jauh mereka sudah dapat melihat ada sebuah kuil yang dikelilingi oleh banyak pohon, hingga nampaknya seperti rimba.

Saat itu cuaca sudah mulai gelap, didalam kuil lapat- lapat ada sinar lampu.

Ho Kie lalu berkata kepada Auw-yang Khia: "Auw-yeng cianpwee, tempat ini terpisah dari Pho tho rasanya sudah tidak jauh lagi, bagaimana kalau kita jalan cepat sedikit?"

Belum sampai Auw-yang Khia menjawab, Gouw Ya Pa sudah nyeletuk,

"Pergilah kalian berdua. aku Gouw Va Pa memang ada seorang yang tidak ada gunanya, pergi dangan kalian tidak beda sebagai rintangan, ada lebih baik kalian jalan dengan jalan kalian sendiri, dan aku akan jalan dengan jalan sendiri."

Ho Kie menampak ia ngadat, buru-baru lompat mencegah padanya seraya berkata: "Gouw toako, kau kecapa? Tanpa sebab mengapa kau ngambek?"

Gouw Ya Pa sebetulnya belum pernah berani ngambek terhadap Ho kie, kali ini entah apa sebabnya ia mendadak jadi demikian.

"Kau masih tanya aku mengapa tidak tanya dirimu sendiri? Kalian berdua dengan mengandalkan ilmu lari pesat yang lebih atas dari padaku si orang she Gouw. sengaja lari semaunya, ini masih tidak apa, dan sekarang setelah sudah dekat ditemgat tujuannya, kau lantas minta orang jalan lebih lekas, bukankah ini berarti kau sengaja hendak meninggalkan aku si orang she Goow ?"

Ho Kie pikirannya selalu ditunjukan kepada Thian Sim Sin-nie, sehingga tidak memperhatikan keadaannya Gouw Ya Pa. Dan setelah Gouw Ya Pa mengucapkan demikian ia baru lihat bahwa sahabatnya ini memang benar keadaannya sudah sangat lelah sekali, keringatnya sudah membasahi sekujur badannya, napasnya memburu seperti kerbau. Maka ia buru-buru menghibur:

"Gouw toako, barusan karena aku memikiri ingin lekas- lekas bisa menemui Thian sim Sin-nie sehingga tidak memperhatikan keadaan toako, harap toako maafkan saja kekeliruanku ini."

Auw-yang Khia juga membujuk supaya Gouw Ya Pa jangan mengambil dihati terus. Dengan demikian barulah sitolol itu menjadi tenang.

Tiga orang itu sekarang terpaksa jalan perlahan-lahan, ketika sudah gelap baru tiba didepan kuil. Kuil itu dibangun dibawah kaki bukit, ternyata ada merupakan bangunan yang megah. Disamping kuil yang sangat besar, masih ada bangunan rumah yang tidak kurang dari ratusan jumlahnya.

Ruangan sembahyang berada ditengah-tengah kuil  kamar tempat semedi terpisah di kedua sisi. Disamping itu masih ada lagi ruangan belakang yang terpisah beberapa tombak dengan ruangan tengah, mungkin untuk kepentingan menginap para tamu.

Kuil itu terpancang sebuah papan nama yang tertulis dengan huruf emas PHO THO SIE.

Ketika mereka bertiga tiba didepan pintu kuil, selainnya suara ketokan bokhie dan suara membaca kitab, tidak terdengar suara lainnya juga tidak kelihatan ada orang berjalan mundar mandir.

Ho Kie diam-diam lantas berpikir, nampaknya disini ada tempatnya orang-orang beribadat tinggi kalau kita bertiga masuk sekarang sembarangan para padr yang tidak tahu apa sebabnya, mungkin akan menimbulkan kesalah paham.Lebih baik aku masuk dulu untuk menyampaikan maksud kita semua,

Ia lalu minta Auw Yang Khia dan Gouw Ya Pa menunggu dulu diluar.

Auw Yang Khia adalah seorang kang-ouw ulung, sudah tentu mengerti. Tapi Ho Kie kuatir nanti Gouw Ya Pa ngambek lagi, maka ia lantas memberi penjelasan.

Dengan seorang diri Ho Kie masuk kedalam kuil.

Dalam kuil itu ternyata sunyi sekali, tidak kelihatan satu orang pun juga. Tapi lampu didalam kamar pada menyala. hingga keadaannya terang benderang. Sedang suara orang membaca kitab bisa terdengar sangat nyata. Ho Kie tidak berani berlaku semberono, tapi kalau menunggu terlalu lama ia kuatir Gouw Ya Pa dan Auw Yang Khia tidak sabar. Oleh karenanya, maka terpaksa memberanikan diri. ia ulurkan tangannya untuk mengetok pintu dengan perlahan. tapi tidak ada jawaban apa-apa.

Pada saat itu, entah sejak kapan Goaw Ya Pa sudah berada dibelakang dirinya, menampak ketokan pintu Ho Kie tidak dapat mendapat jawaban. sebagai seorang yang beradat kasar menyaksikan keadaan demikian. sudah tentu lantas menjadi gusar.

Maka dengan tidak banyak bicara, ia lantas mengetok pintu dengan kepalan tangannya sedang mulutnya lantas berkaok-kaok:

"Hei, didalam ada orang apa tidak? Lekas bukakan pintu! Aku Gouw Toaya ada sedikit urusan hendak menanya kalian."

Kuil Pho tho sie yang selamanya tenang malam ini entah dari mana telah dapat kunjungan orang sembrono yang gembar-gembor sembari mengetok-ngetok didepan pintu., Kalau hal ini terjadi ditempat lain, mungkin sudah bisa menirmbulkan kerewelan.

Namun para paderi didalam kuil ini semuanya ada orang-orang beribadat tinggi-tinggi, selamanya tidak pernah menyampuri urusan luar, juga tidak ada orang yang datang Kesitu untuk mencari satori.

Dan kini perbuatan sitolol yang tidak tahu diri itu benar- benar mengejutkan para paderi didalam kuil tersebut.

Sebentar kemudian pintu yang besar dan tebal itu telah terbuka, dari dalam keluar seorang paderi tua yang usianya kira-kira sudah seratus tahun lebih. Paderi tua itu lantas dapat melihat seorang muda sedang mengomeli seorang pemuda tinggi besar berwajah hitam:

"Gouw toako, bagaimana kau berbuat begini sembrono? tahukah kau ini tempat apa? Apakah kau kira boleh kita memasuki secara sembarangan? Kalau toako berbuat demikian, bukan saja menggagalkan pesan suhu, tapi juga akan membahayakan jiwaku dan toako sendiri. Selanjutnya aku harap toako suka berpikir dulu sebelum bertindak."

Gouw Ya Pa rupanya tahu kalau dirinya telah bersalah, maka ia diam saja diomeli oleh Ho Kie.

Padri tua itu yang menyaksikan keadaan demiklan kembali melihat dandanannya sang tetamu lantas mengetahui kalau mereka dari tempat jauh, maka ia juga tidak terlalu menpermasalahkannya.

Sambil merangkapkan kedua tangannya padri tua itu lalu memberi hormat seraya berkata:

"Sicu datang dari mana dan ada keperluan apa mengunjungi gereja kami ini?"

Ho Kie menampak padri itu memperlakukan padanya dengan sikap yang sopan santun, ia juga tidak berani berlaku ayal, dengan cepat ia menghampiri untuk memberi hormat kemudian baru menjawab.

"Boanpwee Ho Kie. datang dari lembah Patah Hati, atas perintah suhu almarhum, datang kegereja ini hendak mencari Thian sim Sin-nie Locianpwee. entah Losiansu sudi memberitahukan atau tidak ?"

Padri tua itu setelah mendengar perkataan Ho Kie nampak berpikir kemudian baru berkata pula:

"Sicu datang dari tempat yang sangat jauh lagi pula juga ada membawa tugas suhu. lolap seharusnya. " Ho Kie yang melihat padri tua itu agaknya mempunyai kesulitan apa-apa yang tidak bisa dijelaskan kepada orang lain, ia mengetanui bahwa dalam hal ini pasti ada sebab- sebabnya maka lantas baru-buru berkata:

"Losiansu, ijinkan boanpwee memberi sedikit keterangan lagi. Suhu boanpwee adalah Toan-theng Lojin, ketika hendak menutup mata telah memberikan pesan terakhir, Boanpwee diminta dengan sangat agar setelah suhu meninggalkan dunia, boanpwee harus mengunjungi gereja ini untuk menjumpai Thian sim Sin-nie untuk menyampaikan berita tentang kematian suhu. Lain dari itu boanpwee tidak mempunyai niat apa-apa lagi. Mohon Losiangu memaafkan banyak-banyak."

Padri tua itu melihat Ho Kie berkemauan keras dengan sujud, maka lantas berkata:

"Lolap bukannya tidak mau mengantarkan sicu kesana, hanya orang yang hendak kau ketemui itu adatnya sangat aneh luar biasa. Sejak datang kegereja kami ini, sampai sekarang sudah dua puluh tahun lebih lamanya, selama itu ia tidak suka menemui siapa saja. Barangkali sicu juga tidaK akan dikecualikan."

"Ucapan Locianpwee memang benar. Suhu boanpwee sebelum menutup mata juga pernah menyebutkan tentang adatnya Thian sim Sin-nie Locianpwee, maka ia memesan boanpwee harus bisa menahan sabar?"

Paderi tua itu menghela napas dan akhirnya berkata, "Baiklah, kalau sicu berkeras hendak menemui dia,  lolap

akan mencoba membantu sebisanya." lalu ia panggil  paderi

kecil seraya berkata: "Kau ajak ketiga sicu ini pergi ke Pek-in-gay dibelakang gunung untuk menemui Thian-sim Sin-nie. Kau antar mereka sampai ditepi bukit dan segera balik."

Selanjutnya paderi tua itu berpesan kepada Ho Kie,

"Ho sicu, jika dia berkeras tidak suka menerima kau. kau juga tak usah memaksa, lekas kembali saja."

"Losiansu tidak usah kuatir. boanpwee sudah mengerti." jawab Ho Kie sambil menjura.

Paderi tua itu lalu memberi hormat.

"Sicu pergilah, Hati-hati sedikit, segala hal semua tergantung pada kemauan Tuhan. maaf lolap tidak bisa mengawani kau lama-lama."

Setelah berkata begitu si padri tua itu lantas masuk kedalam gereja lagi.

Si paderi kecil yang mengantarkan Ho Kie bertiga tidak lama kemudian sudah sampai dibelakang bukit yang dimaksud. Paderi kecil itu lalu menunjuk kesebelah kiri bukit dan berkata kepada Ho Kie:

"Itu adalah Pek-in gay. Silahkan sicu pergi sendiri Siaoceng tak berani mengawani lebih lanjut."

Ho Kie mengucapkan terima kasihnya pada paderi kecil ini dan kemudian berkata kepada Gouw Ya pa dan Auw- yang Khia:

"Disini adalah kediamannya Thian Sim Sin-nie locianpwee. Kalau kita mengunjungi bersama-ama, Locianpwee pasti tidak suka menemui kita. Aku lihat lebih baik jiewie suka bersabar sedikit aku akan menjumpai seorang diri. Jika Thian sim Sin-nie mengijinkan aku mengunjungi padanya, itu ada lebih baik. Seandainya tidak, aku pasti akan memberitahukan kepada jiewie." Auw-yang Khia lalu berkata: "Adat orang tua itu kalau betul-betul begitu aneh, barangkali tidak berhasil, kau harus berusaha sedapat mungkin agar tak kecewa pesan Suhu."

Kala itu Ho Kie hatinya berduka maka ia hanya menjawab sambil pejamkan mata: "Aku mengerti."

Ketika Ho Kie sudah dekat berada dimulut goa, keadaan disekitarnya sangat indah pemandangannya dan tenang suasananya.

Pohon-pohon kembang dengan menyiarkan bau harum yang semerbak hampir memenuhi sekitar lapangan didekat goa itu.

Di kedua sisi mulut goa terdapat air mancur yang mengalirkan airnya yang jernih. Diam-diam Ho Kie berpikir: "Diluar goa saja yang mempunyai pemandangan yang begini menarik hati, siapa sangki didalamnya di diami seorang luar biasa dari rimba persilatan yang dirundung nasib malang."

Ho Kie sudah tidak mempunyai kegembiraan untuk menikmati pemandangan disekitar tempat itu maka lantas berjalan menuju kemulut goa!

Baru saja kakinya menginjak mulut goa tepat didepan Ho Kie kira-kira tiga tindak jauhnya

Ho Kie dengan cepat mundur beberapa tindak, diam- diam ia merasa bersyukur yang kepalanya tidak kena ketimpa batu besar itu.

Selagi hendak berjalan terus, tiba-tiba dari dalam goa terdengar suara wanita yang sangat dingin:

"Bocah dari mana? Apakah kau tidak tahu kalau Pek-in gay tidak mengijinkan orang luar menginjakkan kakinya disini?" Ho Kie yang mendengar suara itu diam-diam merasa bergidik. Setelah berpikir sejenak, ia lalu menjawab dengan suara nyaring:

"Boanpwee adalah Ho Kie, dengan membawa pesan suhu boanpwee sengaja datang kemari untuk menemui Locianpwee hendak menyampaikan soal pentingnya dihadapan Locianpwee sendiri."

"Tidak perduli kau datang dari mana juga. aku tetap melarang kau masuk kemari. Lebih baik kau lekas berlalu. Kalau tidak, Kau nanti hendak pergi juga sudah tidak keburu lagi." katanya pula dari dalam goa dengan suaranya yang tetap dingin.

-oo0dw0oo-

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar