Website Cerita Silat Indomandarin Ready For Sale

Bab 02 : Lengan baju hijau dan putih

Gadis berbaju hijau itu tadinya sangat marah, sekarang dia tampak berubah, matanya yang bercahaya tampak melotot.

"Kau tadi mengatakan apa?" tanyanya dengan aneh.

Tadinya Guan Ning ingin membalas kesombongan gadis dengan sikap yang sama, tapi setelah dipikir-pikir lagi, tidak baik jika kabar kematian dijadikan bahan untuk membalas dendam.

Karena itu dia merasa menyesal mempunyai pikiran seperti tadi, "Bagaimanapun juga aku adalah seorang laki-laki dan dia hanya seorang perempuan, tidak boleh berpandangan sama dengannya."

Segera Guan Ning menjawab, "Suami istri Wisma Si Ming sudah meninggal, kalau Nona. ”

Kata-katanya belum selesai, gadis yang berdiri di tangga itu sekarang sudah berada di  depannya' dan berteriak, "Apakah benar kata- katamu?"

Guan Ning merasa matanya tidak sempat berkedip tapi dia tidak melihat dengan cara apa gadis itu begitu cepat berjalan ke arahnya, rupanya ilmu meringankan tubuhnya sangat tinggi dan melebihi kemampuan Guan Ning beberapa kali lipat.

Dia merasa malu, dia benar-benar merasa dirinya tidak berguna. Gadis itu melihat sikap  Guan Ning yang tiba-tiba menjadi bengong, dia mendesak lagi, "Apakah kata-katamu benar? Apakah kau dengar pertanyaanku tadi?"

Guan Ning menenangkan dirinya.

"Walaupun aku bukan orang berbakat, tapi aku tidak akan menjadikan kematian orang lain dijadikan sebagai bahan gurauan," kata Guan Ling dengan alis terangkat.

"Apakah kau melihat sendiri suami istri Wisma Si Ming sudah meninggal?"

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri suami istri Wisma Si Ming sudah meninggal dan aku sendiri yang menguburkan mereka—"

Dia melihat gadis itu kaget dan terpana kepadanya, alisnya tampak berkerut sepertinya dia sangat sedih. Guan Ning menarik nafas, "Orang yang sudah mati tidak bisa hidup kembali, jika Nona adalah teman mereka, aku harap Nona bisa menahan kesedihan."

Walaupun Guan Ning bersifat angkuh, tapi sebenarnya dia orang yang baik, dia tidak menyukai sikap gadis yang menamakan dirinya Shen Jiang Niang Niang, tapi dia berusaha untuk menasehati dan menghiburnya. Terlihat gadis itu menundukkan kepala sambil memainkan bajunya. Dia bertanya dengan suara kecil, "Mengapa suami istri Wisma Si Ming bisa mati secara bersamaan? benar- benar peristiwa yang aneh. Apakah kau melihat bagaimana mereka bisa mati?"

"Suami istri Wisma Si Ming mati dengan mengenaskan, mereka dipukul di bagian kepala dan mati di pondokan yang ada di belakang wisma."

Dengan kaget gadis itu bertanya, "Apakah suami istri Wisma Si Ming secara bersamaan dipukul hingga mati oleh satu orang?"

Guan Ning mengangguk, terlihat mata gadis itu berubah, dengan galak dia berkata, "Kau tidak kenal dengan pemimpin Wisma Si Ming, tapi sekarang kau sendiri yang mengatakan kalau kau sudah menguburkan mereka dan mengatakan kalau mereka mati karena dipukul dengan telapak tangan seseorang—apa maksudmu? Apakah kau ingin berbohong!"

Tiba-tiba tangan gadis itu memegang sebilah pedang pendek yang tampak berkilau, pedang itu terlihat mengeluarkan hawa dingin. Gadis itu menunjuk Guan Ning dengan pedangnya dan membentak, "Siapa kau sebenarnya! Apa maksudmu datang kemari? Lebih baik kau ceritakan semuanya kepadaku! Hei—jangan kira aku mudah dibohongi!" Pedang itu mulai mendekati wajahnya. Rasa dingin pedang itu membuat urat syaraf di  wajahnya bergerak-gerak.

Tapi Guan Ning tetap membusungkan dadanya dan tidak mundur selangkahpun.

"Kata-kata yang kukatakan tadi semuanya adalah kejadian sebenarnya, aku tidak berbohong kepadamu, jika Nona tidak percaya, aku tidak memaksa, Nona boleh melihatnya sendiri."

Dia membalikkan badan dan bersiap-siap akan pergi.

Tapi gadis itu membentak dan pedangnya yang berkilau sudah terarah ke tenggorokan Guan Ning.

Guan Ning sangat terkejut. Dia berusaha menghindar ke belakang supaya dia bisa melarikan diri.

Dia belajar ilmu pedang selama 3 tahun, walaupun belajar bukan pada seorang guru yang terkenal, tapi karena pada dasarnya, dia sangat berbakat dengan dasar ilmu silat yang lumayan kuat, begitu dia lari dia bisa mencapai 5 kaki jauhnya.

Guan Ning tadi berlari supaya bisa menghindari serangan pedang gadis itu, sekarang dia tidak bisa lagi mengubah posisi tubuhnya karena dia telah menjadi mati langkah, kilauan pedang tepat mengarah di tenggorokannya, dia merasa cahaya pedang yang berwarna merah membuatnya tidak bisa menghindar lagi.

Laki-laki berbaju putih dari tadi terus berdiri di sana dan tidak bicara sedikitpun, diapun tidak bergerak sama sekali, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun, sepertinya apa yang terjadi di dunia ini sudah tidak ada hubungan dengannya.

Guan Ning merasa kilauan pedang itu datang dengan cepat seperti kilat, diapun sadar hanya dalam satu kedipan mata, dia akan mati tertusuk pedang itu, walaupun sifatnya terbuka, tapi begitu terpikir dia akan mati, di dalam dadanya timbul perasaan sedih yang tidak bisa dikatakan, kilauan pedang yang datang seperti kilat itu, tiba-tiba berhenti di tengah-tengah.

Guan Ning merasa tenggorokan ada hawa dingin.

Dia menarik nafas.

"Maut sudah menjemputku."

Anehnya ujung pedang itu ternyata ditarik kembali, urat Guan Ning yang tadinya kencang sekarang mengendur kembali, dia merasa  aneh dan tidak mengerti apa maksud gadis itu.

Terlihat gadis itu dengan satu tangannya memegang pedang, sedangkan tangan yang lain tampak mengepal, kedua tangannya sama-sama berhenti di tengah udara, lama tidak diturunkan, dengan wajah penuh keanehan dia melihat Guan Ning, kemudian pelan-pelan berkata, "Apakah hanya dengan kemampuan seperti ini, kau berani masuk ke Wisma Si Ming untuk mengacaukan keadaan?"

Dia berhenti bicara tapi matanya terus melihat Guan Ning, dia seperti setengah percaya kepada kata-kata Guan Ning tadi.

Guan Ning menegakkan dadanya, perasaan malu dan kesal semakin mengental di dalam rongga dadanya.

Dari kata-kata gadis itu, dia tahu kalau gadis itu tidak berniat membunuhnya karena dia sudah melihat kemampuan ilmu silat Guan Ning yang lebih rendah darinya, perlakuan seperti ini bagi orang yang bersifat tinggi dan keras merupakan penghinaan besar. Guan Ning melihat sikap gadis itu, dia kesal, mengapa dia tidak jadi mati di bawah pedang gadis itu. Sekarang hatinya benar-benar merasa tidak enak, menangispun rasanya sulit. Pelan-pelan dia berkata, "Aku bukan orang dunia persilatan, lebih-lebih aku tidak mempunyai dendam dengan pemimpin Wisma Si Ming. Aku bukan orang yang seperti Nona pikirkan, aku tidak bisa dengan sadis membunuh orang. Tadi. ”

Gadis itu terus melihatnya, seperti tidak mendengar apa yang dikatakannya sejak tadi.

Guan Ning merasa malu dan marah.

"Tadinya aku berniat berteduh dari hujan. Begitu memasuki wisma, aku baru tahu kalau di sini penuh dengan gelimpangan mayat, walaupun aku tidak mengenal mereka, tapi aku tidak tega melihat mayat-mayat itu kehujanan atau terkena angin, maka aku memutuskan untuk mengubur mereka terlebih dulu—"

Dia berhenti sejenak, terlihat gadis itu dengan teliti mendengarkan semua penjelasannya. Guan Ning berkata lagi, "Aku tidak tahu apakah  di antara mayat-mayat itu ada pemimpin wisma ini, akupun tidak tahu siapa pemimpin Wisma  Si Ming? Maka pada saat Nona bertanya kepadaku, aku benar-benar tidak tahu."

Sorot mata gadis itu mulai terlihat melembut. Terdengar Guan Ning berkata lagi, "Kemudian ketika Nona berkata bahwa orang berbaju merah dari Wisma Si Ming, aku baru ingat kalau di antara mayat-mayat itu terdapat 2 orang yang mengenakan baju merah, aku tidak tahu apa alasan Nona mengunjungi mereka, tapi aku menebak kalau Nona pasti mengenal mereka, aku takut setelah mendengar bagaimana cara mereka mati, Nona akan—"

Gadis itu menarik nafas.

"Sebenarnya akupun tidak mengenal suami istri Wisma Si Ming, aku datang kemari hanya untuk mencari mereka dan mengajak mereka bertarung."

Sekarang dia tahu kalau pemuda ini tidak berbohong kepadanya, karena dari pandangan mata pemuda ini dia telah mendapatkan jawaban yang membuatnya percaya, orang yang mempunyai sorot mata jujur jarang bisa membohongi orang lain.

Gadis itu merasa sedikit menyesal karena telah melontarkan kata-kata pedas kepada pemuda ini, sekarang sikapnya berobah mulai membaik dan juga melembut.

Guan Ning ingin mengatakan sesuatu tapi gadis itu sudah berkata sambil menarik nafas, "Tidak disangka dia mati dengan cara seperti itu. hehh—"

Dia menarik nafas karena merasa sedih dan juga menyayangkan, "Sampai sekarang orang dunia persilatan hanya tahu kalau di antara pendekar- pendekar perempuan ada yang disebut Hong Fen San Chi (Tiga dewi perempuan).  Tapi kesempatanku bertarung dengannya sekarang sudah tidak ada lagi. Aku benar-benar sial, sudah mengelilingi Jiang Nan, tidak satu orangpun yang kutemukan, aku sengaja datang ke Si Ming Shan Zhuang (Wisma Si Ming) berharap mengajaknya bertarung. Ternyata—"

Dia menarik nafas lagi, dia merasa sedih dan menyayangkan, bukan karena kematian nyonya Wisma Si Ming melainkan karena nyonya wisma matinya terlalu cepat, dia merasa sedikit terkejut.

Dalam hidup Guan Ning, dia tidak pernah bertemu dengan seorang perempuan begini aneh. kelihatan kecuali dirinya, gadis ini tidak pernah memikirkan kepentingan orang lain. Tampak gadis itu tersenyum. Dia memasukkan pedang pendek itu ke dalam sarungnya dan berkata kepada Guan Ning, "Ilmu silatmu terlalu rendah, kau pasti tidak akan mengerti bagaimana perasaanku, perlu kau ketahui—"

Guan Ning merasa marah, dia menyela kata- katanya, "Aku tahu ilmu silatku tidak bisa menandingi Nona. Kemampuan ilmu silat yang tinggi atau rendah, sama sekali tidak ada hubungannya dengan martabat dan kedudukan seseorang, walaupun ilmu silatku rendah, tapi aku bukan orang yang mudah dihina begitu saja."

Guan Ning berhenti sejenak, gadis itu terkejut, sejak kecil dia selalu dimanja dan disayang, dalam pikirannya hanya ada kepentingan dirinya, tidak ada orang lain, kalau ada orang tidak menghormati dirinya, dia akan menganggap bahwa orang itu telah berdosa besar kepadanya. Tapi jika giliran dia menghina orang lain, dia menganggap itu memang pantas, belum pernah ada seorangpun yang berani membantahnya.

Maka setelah mendengar kata-kata Guan Ning, dia merasa aneh.

Guan Ning berkata lagi, "Kata-kataku tadi bukan untuk menjelaskan perasaanku kepada  Nona. Nona harus tahu kalau aku tidak suka berbohong, kau boleh percaya boleh tidak kepada kata-kataku tadi, semua terserah Nona." Suara Guan Ning sangat rendah dan pelan tapi semua kata-katanya berat seperti beribu- ribu kilogram batu.

Nada dan logatnya keras, seumur hidupnya gadis itu belum pernah mendengar perkataan seperti ini, dia menjadi terpaku dan tidak bisa berkata apapun.

Guan Ning baru selesai bicara, tangan yang memegang pedang itu tiba-tiba dibalikkan, dengan posisi horisontal dia siap memotong ke lehernya dirinya.

Gadis berbaju hijau itu merasa kaget dan dia berteriak, dengan kecepatan seperti kilat dia berlari ke arah Guan Ning, walaupun gerakannya sangat cepat tapi sudah terlambat. Guan Ning akan mati dengan darah memuncrat.

Tapi begitu pedang sedikit lagi mengenai tenggorokannya, tiba-tiba di sisinya terlihat bayangan putih berkelebat kemudian siku tangannya terasa kaku, tangannya menjadi tidak bisa digerakkan lagi, gadis itu datang dan langsung memegang pergelangan tangan Guan Ning.

Pemuda angkuh ini ingin mencuci penghinaan terhadapnya dengan cara mengucurkan darahnya tapi hal itu tidak bisa dilakukannya. Pedang yang dipegang Guan Ning terjatuh begitu saja, pegangan pedang mengenai batu yang ada di bawah dan mutiara yang terdapat di permukaan pedang itu terjatuh dan menggelinding masuk ke dalam jurang.

Guan Ning membuka matanya, yang pertama- tama dilihatnya adalah mata gadis yang bersinar- sinar, dia memandangnya dengan sorot mata aneh dan tidak mengerti.

Guan Ning merasa siku tangannya kaku, rasa itu menyebar ke semua bagian tangannya, tapi dengan sebentar kemudian menghilang.

Kemudian dia merasa pergelangan tangannya dipegang oleh sebuah tangan yang hangat juga lembut, perasaan ini merambat melewati pergelangan dan- menyebar ke seluruh tubuhnya. Mereka saling mmandang. Guan Ning dengan sedih berkata, "Untuk apa kau menolongku?"

Pemuda yang dalam hidupnya tidak pernah dihina itu, perasaannya benar-benar terpukul, dalam satu hari dia sudah mengalami berbagai macam cobaan....

Takut, bingung, aneh, putus asa, lapar, dan lelah semua membuat harga diri dan kepercayaan dirinya tersiksa dan terpukul.

Begitu gadis itu menghina, hatinya yang lemah sudah tidak bisa menanggung beban beratnya.

Sekarang dia masih bingung di tempatnya, pikirannya buntu dan tidak bisa berpikir jauh.

Dia berusaha memberontak, melepaskan pergelangan tangannya dari pegangan gadis itu tapi dia masih merasa lemas, rasa itu membuatnya malas bergerak.

Gadis itu merasa masih memegang tangan Guan Ning, wajahnya langsung menjadi merah.

Segera dia melepaskan tangan Guan Ning dan dia menurunkan tangannya....

Terdengar suara dingin yang berkata dengan perlahan, "Mengapa tiba-tiba kau ingin mati? Kau tidak boleh mati karena kau telah berjanji kepadaku, dan janji itu belum terlaksana."

Guan Ning membalikkan kepalanya, dia tahu sikunya kaku karena laki-laki berbaju putih itu telah menotoknya, dia tahu kalau laki-laki berbaju putih itu adalah seorang pesilat berilmu tinggi karena itu Guan Ning tidak merasa aneh.

Sekarang gadis itu baru sadar selain pemuda itu ternyata masih ada orang ketiga di sana, dengan aneh dia bertanya kepada dirinya sendiri, "Mengapa tadi aku tidak memperhatikannya?"

Karena itu wajah yang tadinya sudah merah sekarang bertambah merah lagi. Dia merasa sejak pandangan i pertama dan dimulainya pembicaraan dengan pemuda ini, di dalam hatinya timbul perasan aneh.

Perasaan ini belum pernah dia rasakan sebelumnya, karena itu dia merasa sangat terkejut dengan perasaan hatinya. Dengan segala keangkuhan dan kesadisannya, dia pura-pura menutupi perasaannya tapi  sekarang dia tahu kalau semua caranya sudah gagal.

Dengan kesal dia melihat laki-laki berbaju putih itu, dia melihat ada sesuatu yang lebih aneh lagi.

Wajah laki-laki berbaju putih itu seperti  ada yang kurang beres, bentuk wajahnya begitu jelas, wajahnya tampan seperti diukir tapi ada suatu . kekurangan yang membuat wajahnya terlihat dingin dan masa bodoh.

Karena itu sepasang mata gadis yang bercahaya itu terus melihat bajunya kemudian baru dia berteriak, "Orang ini sama sekali tidak berperasaan sebagai manusia!"

Dia mencabut pedangnya, secepat kilat berlari ke arah Guan Ning. Walaupun jarak antara gadis itu dan Guan Ning sangat dekat, tapi dia tetap terlambat satu langkah dari laki- laki itu.

"Siapa orang itu sebenarnya? Ilmu silatnya begitu tinggi tapi sikapnya seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa."

Gadis itu dengan bingung melihat laki-laki berbaju putih lalu melihat Guan Ning.

Sorot mata Guan Ning melihat ke bawah dengan bengong, di bawah tergeletak pedang panjangnya, sinar matahari menyinari pedang dan mengeluarkan sinar berwarna. Seharusnya pagi hari adalah dimulainya hari terang dan dilewati dengan bersemangat tapi ketiga orang yang berada di bawah siraman sinar matahari itu seperti 3 patung batu, diam, dan tidak bicara apapun.

Awan putih, langit biru, orang yang terdiam seperti batu.

Tiba-tiba—

Terlihat ada dua bayangan orang berwarna abu tua memasuki semak-semak rumah batu itu, kemudian ada senjata yang terbawa angin dengan cepat meluncur menyerang mereka.

Di bawah matahari setiap suara angin membawa titik hitam. Wajah gadis itu segera berubah, walaupun pikiran kacau tapi dari pengalamannya selama ini, dia langsung mengetahui ada 9 senjata rahasia yang menyerang pada ketujuh titik nadi.

Walaupun sebelumnya dia pernah melihat senjata rahasia ini tapi dari suara angin yang tajam dan menderu, dia tahu kalau senjata rahasia itu berbentuk kecil dan orang yang menembak mempunyai tenaga dalam yang kuat. Mereka pasti termasuk pesilat tangguh di dunia persilatan.

Pikiran itu baru saja melintas dalam  otaknya, dia sudah merasa sangat kaget, segera dia meloncat seperti asap hijau naik ke atas langit.

Senjata rahasia itu menuju ke arah Guan Ning dan lelaki berbaju putih yang masih bengong itu. Gadis berbaju hijau itu meloncat ke atas. Dia tahu Guan Ning tidak akan bisa menahan senjata rahasia itu tapi sekarang dia sudah ada di atas, walaupun dia turun dengan kecepatan tinggi rasanya sudah tidak sempat untuk membantu Guan Ning menahan serangan senjata-senjata yang datang seperti hujan.

Dia berteriak....

Tiba-tiba dia melihat Laki-laki berbaju putih itu dengan ujung matanya, tampak dia tertawa dingin, lengan bajunya melambai. Gadis itu merasa ada angin kencang melewati kakinya dan puluhan macam senjata rahasia itu mengikuti angin kencang ini dan berjatuhan.

Waktu itu, pasir dan batu tampak beterbangan, gadis itu tampak berputar di udara, dia melihat di balik semak-semak rumah batu ada dua bayangan orang yang sedang melayang ke atas seperti 2 ekor bangau berwarna abu-abu, terbang melalui sisi jurang.

Guan Ning masih bingung melihat apa yang terjadi barusan, tampak peristiwa ini seperti tidak ada hubungan sama sekali dengannya, dia sudah tidak peduli dengan hidup dan matinya lagi.

Dalam hati pemuda angkuh ini merasa malu, untuk menghindari senjata rahasia itu saja dia tidak mampu.

Dia menarik nafas putus asa, dari jauh terlihat gadis itu sudah turun, tapi segera meloncat lagi, tampak dia sedang mengejar dua bayangan berwarna abu-abu itu.

Laki-laki berbaju putih itu dengan pandangan kosong melihat ke depan, tampaknya dia tidak melihat ada 2 bayangan abu-abu di balik semak- semak, dia juga tidak perduli dengan gadis yang sedang mengejar 2 bayangan itu.

Begitu gadis itu sudah berada di tempat jauh, wajahnya baru terlihat ada sedikit perubahan. Tiba-tiba dia melambaikan lengan bajunya, tubuhnya yang kurus seperti panah meluncur ke depan.

Di bawah sinar matahari yang berkilau, bayangan putih seperti asap berlari sejauh 20-30 kilometer.

Hanya dalam waktu singkat 2 bayangan itu sudah menghilang di balik semak-semak. Begitu melihat bayangan mereka sudah menghilang, Guan Ning terus bertanya kepada dirinya sendiri.

"Guan Ning, Guan Ning, apa yang sudah kau lakukan dalam waktu satu malam? Kau mendapat banyak persoalan yang membingungkanmu juga mendapat penghinaan besar dalam hidupmu. Nang Er yang lucupun demi dirimu sudah kehilangan nyawanya, siapa yang bersalah dalam hal ini?"

Dia menatap langit. Langit bersih seperti baru saja dicuci, kadang-kadang terlihat awan putih yang melintas tapi dalam waktu singkat sudah menghilang. Guan Ning berharap kesulitannya juga bisa menghilang secepat awan putih itu, hanya lewat lalu menghilang.

"Tapi semua yang terjadi begitu jelas mengukir di dalam hatiku, mana mungkin aku dengan cepat bisa melupakannya?"

Tarikan nafas yang panjang, mata yang redup melihat sekeliling tempat itu, hutan masih seperti dulu, rumah batu, jurang masih tetap seperti dulu. Tapi perubahan yang terjadi begitu besar, benar- benar tidak terbayangkan oleh siapapun.

Sampai kemarin malam dia masih tercatat sebagai pelajar yang riang dan tidak tahu apa yang disebut dengan kesedihan. Dia bertamasya dengan riangnya, begitu keinginan hatinya datang, dia akan membuat puisi-puisi yang indah.

Bertemu dengan penebang kayu, dia akan berhenti dan mengobrol dengan mereka, hatinya selalu merasa tentram. Tentram dan santai seperti awan dan bangau.

Tapi sekarang hatinya tidak merasa tentram lagi.

Pendekar-pendekar yang mati di Wisma Si Ming sebenarnya tidak ada hubungan dengannya sama sekali tapi sekarang dia sudah masuk ke dalam pusaran ini. Apalagi dia sudah bertekad akan mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi? Dan dalam hidupnya selama ini, dia jarang mengubah keputusan yang sudah diambilnya. Tapi persoalan ini sangat sulit baginya, dia sadar dari segi pengalaman atau ilmu silat, dia sangat kurang, dan keinginannya untuk berkelana di dunia persilatan tentunya akan sulit baginya, apalagi bila sampai dia ingin mencari tahu tentang hal-hal misterius ini, tentunya itu akan lebih sulit lagi, ditambah lagi dengan identitas mayat-mayat itu, dia belum tahu sama sekali.

Masih terngiang tawa penghinaan gadis itu dan sorot matanya yang terus melihatnya. Kata-kata penghinaan itu membuatnya teringat selalu dan sulit untuk dilupakan.

Karena itu dia menjadi kehilangan arah.

Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang? Laki-laki berbaju putih yang misterius itu, gadis berbaju hijau yang kelihatan galak ternyata sudah meninggalkannya. Dia tahu kalau mengejar mereka benar-benar akan sulit, seperti memanjat ke atas langit.

"Apakah aku harus menunggu mereka di sini?"

Karena itu dia membalikkan badannya dan berjalan ke jembatan kecil, lalu dengan hati- hati dia mulai menyeberang.

Diam-diam dia berkata pada dirinya, "Persoalan ini begitu misterius dan rumit, mengandung dendam dan permusuhan dunia persilatan. Bila hanya mengandalkan tenagaku sendiri, selamanya aku tidak akan bisa mengetahui peristiwa yang sebenarnya, apalagi persoalan ini tidak ada hubungannya denganku. Kelak jika ada kesempatan aku baru akan mencari tahu, lebih baik sekarang aku melupakan dulu semua peristiwa ini."

Tapi peristiwa ini seperti sehelai benang laba- laba yang melilit di dalam otaknya. Walaupun ingin dibuang tapi tetap saja tidak bisa.

Dengan langkah berat dia berjalan kembali ke jalan yang kemarin dia pernah lalui ke Wisma Si Hui. Dia berpikir, "Tidak lama lagi aku bisa turun gunung dan aku akan bertemu dengan orang-orang normal lagi, aku bisa melupakan semua peristiwa yang sudah terjadi di sini."

Tapi—

Di belokan jalan gunung itu tiba-tiba terdengar suara TUK, TUK, TUK yang sangat aneh, seperti uang logam yang beradu, juga seperti kayu dan batu saling memukul, suara keras itu terdengar di telinganya.

Matahari masih bersinar dengan terang, angin pagi berhembus seperti biasa, langit terang dan awan berwarna putih, mendengar suara itu, Guan Ning segera menghampiri bunyi itu.

Baru saja dia mengangkat kakinya untuk melangkah, dia kaget bukan kepalang, ternyata kakinya tidak bisa diangkat. Jurang menutupi matahari yang bersinar dan menjadikan tempat itu menjadi teduh, di tempat teduh itu tiba-tiba

«muncul seseorang. Bajunya compang-camping, sepasang kakinya tidak beralas, kaki itu kurus seperti kayu, rambutnya berantakan seperti rumput liar, hanya sepasang matanya tampak tajam seperti kilat, dia melihat Guan Ning, tapi yang membuat Guan Ning terkejut adalah keadaan pengemis ini, tampak kakinya pincang dan dia membawa sebatang tongkat kayu yang diselipkan di ketiaknya.

Dia masih ingat dengan sangat jelas kondisi mayat pengemis yang ada di Wisma Si Ming, dia ingat tongkat besi yang menancap di tanah, dia juga ingat kalau dia sendiri yang menguburkan mereka dan sewaktu memindahkan mayat pengemis itu, diapun pernah melihat wajahnya yang penuh dengan darah dan jelas-jelas dia melihat semuanya.

"Kalau begitu, siapa yang berdiri di depanku sekarang? Apakah dia adalah. ”

Dengan kaget dia bertanya kepada dirinya sendiri juga dengan kaget dia berhenti berpikir.

Sepasang mata pengemis pincang itu melihat Guan Ning dari atas ke bawah, tiba-tiba dia  tertawa dan berkata, "Dari mana kau datang?"

Suaranya pelan dan rendah seperti titik air yang terjatuh dari tempat sangat tinggi, masuk ke dalam jurang yang sangat dalam, juga seperti suara tambur yang memukul terus ke dalam jantung.

Guan Ning mengangguk dan menunjuk ke belakang. Suara pengemis pincang itu seperti tenaga yang tidak bisa ditolak, dia tidak ingat mengapa pengemis yang tidak dikenalnya bisa bertanya seperti itu kepadanya.

Pengemis itu tertawa, seperti berkata, "Baiklah, baiklah."

Terdengar suara tongkatnya. Pengemis itu berjalan melewati sisi Guan Ning.

Guan Ning hanya berdiri dan tidak bergerak, dia melihat sesuatu dan berpikir, "Betul  juga, pengemis ini pincang di sebelah kiri, sedangkan yang satu lagi pincang di sebelah kanan."

Karena alasan itu semua kecurigaan dan rasa terkejutnya langsung menghilang.

Dia menghembuskan nafasnya, tapi pertanyaan kedua muncul kembali di kepalanya, "Mengapa dia bisa begitu mirip dengan pengemis yang sudah mati kemarin. Apakah mereka adalah kakak beradik?"

Kemudian dia berpikir lagi, "Mungkin dia ingin pergi ke Wisma Si Ming, aku harus memberitahukan kabar duka ini kepadanya, kalau benar mereka adalah kakak beradik, aku akan mengembalikan barang peninggalan pengemis yang sudah mati itu kepadanya."

Pemuda ini lupa pada masalahnya sendiri, dia merasa jika bisa membantu orang lain, ini adalah hal yang sangat menyenangkan, karena itu dia segera membalikkan kepalanya dan melihat jalan yang berada di gunung itu, tapi di jalan itu sudah tidak ada seorangpun, suara tongkat yang datang dari belakang gunung di sebelah sana, hanya  dalam waktu sekejap pengemis pincang itu sudah berjalan jauh.

Dengan kaget Guan Ning berteriak, dia merasa semua hal yang ditemukannya benar- benar sangat misterius, jika bukan dengan mata sendiri melihat semuanya, diapun tidak akan percaya.

Dia berdiri dengan bengong dan berpikir, "Apakah aku harus mengejar pengemis itu? Tapi pengemis itu jalannya sangat cepat, mana mungkin aku bisa mengejarnya?"

Dia pun berpikir lagi, "Di dalam tas pengemis pincang itu, kecuali ada sedikit barang tidak ada barang lainnya, walaupun aku tidak menyerahkan benda-benda ini kepadanya sepertinya tidak akan menjadi masalah, apalagi dia berjalan  sangat cepat, mungkin nanti dia akan kembali lagi, jika nanti aku bertemu dengannya lagi, aku akan menyerahkan semua barangnya kepada pengemis itu."

Karena itu dia memutuskan untuk meneruskan perjalanannya, angin gunung meniup bajunya yang melambai-lambai tertiup. Guan Ning mulai merasa lelah, walaupun dia bukan pelajar yang lemah, tapi seharian ini dia belum makan dan minum, semua terasa menjadi melelahkan, apalagi gejolak-gejolak yang timbul di dalam hatinya tadi cukup membuat seseorang merasa cepat merasa lelah. Di belokan jalan gunung itu, dia teringat kalau  di sana ada sebuah tempat yang sangat indah, air sungai yang jernih dari sebelah kiri mengalir dengan perlahan. Suara air mengalir dengan kicauan burung ditambah dengan suara daun- daun yang tertiup angin, benar-benar tersusun menjadi sebuah suara musik yang sangat indah.

Pada pagi hari kau bisa melihat bayangan gunung yang berwarna hijau, di bawah pohon kau mendengarkan musik alam ini, malam hari terlihat sinar bulan dan sinar bintang, di sini malam hari mirip seperti yang dilukiskan oleh para penyair. Jika kau pernah melewati tempat ini satu kali, maka kau akan selalu teringat selama-lamanya.

Walaupun hati Guan Ning sangat kacau, tapi dia tetap ingat pada tempat itu, dia berharap bisa beristirahat di tempat itu juga berharap bisa berpikir dengan tenang, menyimpan pikirannya sementara dan dia bisa beristirahat di sana sambil mencari jalan untuk menentukan ke arah  mana dia harus pergi.

Guan Ning masih muda, dia tidak tahu bahwa perubahan besar dalam hidup bukan dia sendiri yang menentukan mengaturnya.

Baru saja dia melewati belokan di sisi jalan gunung, di bawah pohon terlihat banyak laki-laki berbadan tegap dan membawa pedang, kelihatannya mereka sangat santai tapi dari wajah mereka terlihat kalau mereka sedang  merasa cemas juga khawatir, apalagi ada dua laki-laki yang pendek dan gendut berdiri di baris depan, mereka tampak mengerutkan dahi, dengan sorot mata cemas mereka terus melihat ke arah jalan, seperti sedang menunggu seseorang yang tidak kunjung datang.

Segera Guan Ning berpikir, "Apakah mereka masih ada hubungan dengan peristiwa malam yang terjadi di Wisma Si Ming?"

Kedua laki-laki setengah baya itu berjalan ke arah Guan Ning, sikap mereka sangat hormat tapi juga ragu-ragu, membuat sorot mata mereka terlihat bertambah sedih dan cemas.

Guan Ning berpikir, "Dugaanku mungkin benar, orang-orang itu datang untuk menanyakan tentang peristiwa yang terjadi di Wisma Si Ming."

Tapi dia berpikir lagi, "Orang-orang ini terlihat sangat kasar, kira-kira jenasah yang mana yang mempunyai hubungan dengan mereka?"

Kedua laki-laki itu sudah sampai di depannya, mereka memberi hormat, lalu Guan Ning membalasnya, mata kedua laki-laki ini berhenti di sarung pedangnya yang kosong yang terselip di pinggang Guan Ning. Mereka bertanya, "Apakah Tuan dari Wisma Si Ming?"

Guan Ning mengangguk. Laki-laki yang  berada di sebelah kanan berkata, "Aku adalah Yi Juan dan murid ketujuh generasi Luo Fu Shan. Kedua paman guru kami berangkat ke Wisma Si Ming karena mereka diundang oleh pemimpin Wisma Si Ming, tapi kami tidak berani membawa banyak orang pergi ke Wisma Si Ming karena takut akan mengganggu tuan rumah, harap Tuan memaafkan kami."

Guan Ning baru mengerti, "Ternyata mereka menganggap aku adalah orang dari Wisma Si Ming, karena itu mereka begitu menghormatiku—baju mereka terlihat mewah dan gagah tapi sepertinya mereka sangat takut pada Wisma Si Ming, dari sini terlihat bahwa Si Ming Hong Pao adalah orang yang kuat."

Karena itu Guan Ning sangat menyayangkan kematian pemimpin Wisma Si Ming.

Laki-laki ini mengerutkan dahi melihat sikap Guan Ning, dia tidak mengerti lalu bertanya, "Kemarin kami diperintahkan oleh kedua paman guru untuk menunggu di kaki gunung, tapi kami sudah menunggu cukup lama, kami tidak melihat paman guru turun ke kaki gunung karena itu kami sengaja datang ke sini. Tapi kami tetap tidak berani masuk ke tempat terlarang itu—yaitu Wisma Si Ming. Apakah Tuan datang dari Wisma Si Ming? Tolong sampaikan kepada paman guru. ”

Guan Ning menghembus nafas panjang, "Siapakah nama paman guru kalian? Apakah kalian bisa beritahuku?"

Laki-laki itu melihat Guan Ning, dia seperti aneh mengapa pemuda itu tidak mengenal nama besar paman guru mereka? Dia bertukar pandang dengan laki-laki gemuk yang ada di sampingnya, kemudian berkata, "Kami datang dari Luo Fu. Paman guru kami dijuluki oleh orang dunia persilatan sebagai Cai Yi Shuang Jian (Sepasang pedang berbaju kembang). Jika Tuan adalah orang Wisma Si Ming, Tuan pasti sudah bertemu dengan mereka berdua!" Sikap mereka sangat menghormat tapi kelihatannya mereka mulai sedikit curiga.

Guan Ning terus berpikir, tiba-tiba dia teringat ada jenasah yang sedang memegang pedang panjang. Walaupun orang itu sudah mati tapi kedua pedang itu dalam posisi bersilang. Dia segera menepuk dahinya, "Paman guru kalian pasti

2 orang yang berbaju mewah. Tubuhnya agak gemuk dan dia seperti pesilat pedang setengah baya itu."

Kedua laki-laki itu saling memandang, kecurigaan mereka terus bertambah, ternyata Cai Yi Shuang Jian adalah orang yang sangat terkenal di dunia persilatan. Semua orang tahu di dalam perkumpulan Luo Fu Pai ada dua orang pesilat pedang yang sangat hebat. Cara Guan Ning bertanya tadi, dapat diketahui kalau Guan Ning tidak pernah mendengar nama besar kedua paman guru mereka. Jika dia adalah murid Wisma Si Ming, mana mungkin dia sampai tidak kenal dengan nama Luo Fu Cai Yi?

Mereka melihat kelakuan Guan Ning, seperti tidak menghormati paman guru mereka, mereka mulai curiga dengan identitas Guan Ning. Apakah dia murid seseorang pesilat tangguh? Mereka tidak tahu kalau Guan Ning sama sekali bukan orang dunia persilatan, sekalipun nama Luo Fu Cai Yi bertambah hebat, Guan Ning tetap tidak pernah mendengarnya.

"Apakah paman guru kalian adalah dua orang itu?"

Laki-laki yang bernama Yi Juan menjawab, "Betul!"

"Apakah Tuan adalah orang Wisma Si Ming? siapakah nama Tuan? Kalau bisa, tolong sampaikan kepada paman guru kami. ”

Guan Ning memotong kata-katanya, "Aku bukan orang Wisma Si Ming, tapi aku sangat jelas mengetahui keadaan kedua paman guru kalian. ”

Guan Ning tiba-tiba merasa kata-katanya tidak menyambung, dia melihat kedua laki-laki yang dengan cermat mendengar kata-katanya.

Dia berhenti sebentar, lalu Guan Ning menarik nafas.

"Paman guru kalian.... aku harap setelah mendengar kabar duka ini, kalian jangan merasa sedih. ”

Kedua laki-laki itu kaget dan bertanya, "Apa yang telah terjadi pada kedua paman guru kami?" "Paman guru kalian telah dibunuh di Wisma Si Ming, sekarang....! Kalian tidak akan bisa bertemu mereka lagi."

Kedua laki-laki ini seperti tersambar geledek, wajah mereka pucat, dan secara bersamaan berkata, "Apakah betul semua itu?"

Guan Ning mengangguk.

"Aku sendiri yang melihatnya dan. jenasah

kedua paman guru kalian, aku sendiri yang menguburnya."

Sorot mata kedua laki-laki ini mengeluarkan cahaya seram, mereka melihat Guan Ning, lalu secara bersamaan mereka mencabut pedang.

Cahaya pedang berwarna biru dan dingin saling beradu, dapat diketahui bahwa ilmu silat kedua laki-laki ini cukup tinggi, walaupun bukan jago nomor satu tapi setidaknya mereka adalah pesilat tangguh.

Guan Ning mengerutkan dahi dan berteriak. "Kalian mau apa!"

Yi Juan membentak, "Kenapa paman guru kami bisa mati? Mereka mati di tangan siapa? Apakah orang-orang Wisma Si Ming mati semua? Kalau paman guruku benar-benar mati, mengapa kau sendiri yang menguburnya? Siapakah Tuan? kalau kau tidak mengatakan semuanya dengan jujur, jangan salahkan aku kalau aku bertindak!" Guan Ning benar-benar marah, dia merasa dia selalu membantu orang lain tapi yang dia dapatkan malah balasan dari orang semacam mereka, walaupun dia membantu tanpa imbalan tapi sekarang dia malah mendapatkan balasan yang tidak enak, dia merasa ingin marah. 

Melihat cahaya pedang yang berkilauan, dia sama sekali tidak merasa takut, dia malah membusungkan dadanya dan berkata, "Aku dan kalian tidak saling kenal, lebih-lebih tidak ada permusuhan sebelumnya, untuk apa aku membohongi kalian? Kalau kalian tidak percaya, kalian boleh lihat dengan mata kepala sendiri. Aku beritahu kalian, paman guru kalian sudah mati di Wisma Si Ming, tidak ada seorangpun yang masih hidup di sana, walaupun aku bukan orang sibuk tapi aku tidak sanggup menguburkan  semua mayat yang ada di sana."

Kesedihannya berganti dengan kemarahan, karena itu kata-kata yang keluar sangat tajam, tidak seperti tadi, bernada sedih dan mengeluh.

Dengan kaget kedua laki-laki itu menurunkan pedang mereka dan bertanya, "Apa yang kau maksudkan tadi?"

Ada suara yang datang dari belakangnya setengah berteriak, "Apa yang kau katakan?"

Mendengar suara itu, kedua laki-laki ini merasa kaget, di depan matanya tampak 4 orang pendeta berumur setengah baya dan berbaju biru, mereka mengurung Guan Ning. Kedelapan sorot mata seperti kilat itu terus menatap Guan Ning dan bertanya, "Apa yang Tuan katakan tadi?"

Kedua laki-laki itu kembali bersikap dingin. Yi Juan tertawa, "Ternyata yang datang adalah murid- murid Wu Dang. Baiklah, baiklah, sekarang keempat Tuan pendeta sudah mendengar kalau tamu-tamu yang datang ke Wisma Si Ming sudah mati semua. Haha. ”

"E Mei Pai, Si Ming berbaju merah, Zhong Nan berbaju hitam, Wu Dang ada dua orang yang cacat, Tai Xing bersepatu ungu, biksu Shao Lin, Luo Fu berbaju kembang, di tempat dan waktu yang sama mati secara bersamaan. Empat pendekar, apakah kalian mengira ini hanya lelucon besar?"

Dia bicara sambil tertawa, suaranya seperti terpaksa, akhirnya terdengar bergetar. Walaupun dia mengatakan kalau dia tidak percaya tapi dalam hati dia merasa ragu. Salah satu pendeta berbadan tinggi berkata, "Ternyata kalian adalah pendekar Yi Juan dan pendekar Fei Shen. Apakah gurumu juga datang kemari untuk mengikuti rapat di Wisma Si Ming?"

Yi Juan menurunkan pedangnya sampai ke batas siku tangan.

"Untuk rapat kali ini, guruku tidak bisa datang kemari, tapi kedua paman guruku sudah datang kemari dan datang paling awal." Fei Shen menyambung, "Sewaktu kami mengantarkan paman guru naik ke gunung, aku melihat kedua biksu Shao Lin, yaitu Tai Hang bersepatu ungu dan Tai Hang Gong Sun Er, yang pincang kaki kanannya. Aku yakin pendeta Wu Dangpun juga berada di sana. Kalau begitu. ”

Dia tertawa, dengan sudut matanya dia melihat Guan Ning.

"Menurut tuan ini, Wisma Si Ming sudah tidak ada seorang yang hidup, sepertinya tidak akan ada seorangpun yang percaya."

Guan Ning benar-benar marah, "Aku tidak memaksa kalian untuk percaya kepada kata- kataku!"

Guan Ning mendengar dengan teliti semua perkataan Fei Shen, dia mencocokan semua nama- nama dengan mayat yang dilihatnya di Wisma Shi Ming, akhirnya dia mengerti dan diam-diam berpikir.

"Yang pertama kutemukan adalah laki-laki berbadan tegap dan laki-laki bercambang, mungkin itu adalah Tai Hang bersepatu ungu. Sedangkan ketiga pendeta berbaju biru adalah orang-orang Wu Dang. Yang mati dengan posisi dua pedang bersilang adalah Luo Fu Cai Yi. Kedua biksu yang kulihat berasal dari Shao Lin.

Suami istri berbaju merah adalah pemimpin Wisma Si Ming. Pak tua kurus kering itu adalah Zhong Nan Wu San. Pengemis itu adalah Tuan Gong Sun yang pincang kaki kanan. Sedangkan tadi aku bertemu dengan pengemis yang berbeda, untung dia datang terlambat sehingga bisa terhindar dari bencana ini."

Dia berpikir lagi, "Lalu siapa yang datang dari Si Zhuan E Mei? Apakah dia adalah pelajar berbaju putih itu?"

Guan Ning sangat pintar, sambil mendengar kata-kata Fei Shen dia terus memikirkan semua. Begitu Fei Shen selesai bercerita, ada pertanyaan terakhir yang belum dimengerti olehnya.

Kata-kata Fei Shen yang terakhir membuat Guan Ning marah.

Fei Shen berkata lagi, "Jika tidak percaya, sudahlah. ”

Tapi pendeta tinggi itu berkata, "Kata-kata kalian sangat masuk akal, semua orang penting di dunia persilatan dalam satu malam bersamaan mati, benar-benar membuat orang tidak percaya dan benar-benar menakutkan."

Yi Juan segera tertawa dan berkata, "Sekalipun Da Mo dan San Feng Chen Ren hidup lagi, belum tentu mereka bisa membuat orang- orang itu mati bersama-sama. Sekarang walaupun ada orang yang ilmu silatnya lebih tinggi dari mereka, contohnya Xi Men. ”

Kata Xi Men baru saja keluar dari mulutnya, dia segera berhenti berkata dan urat di wajahnya tampak bergerak-gerak, seperti ada cecak besar yang masuk ke dalam kerahnya lalu merayap ke punggungnya, membuat pedang yang tersimpan di sikunya terus bergetar. Kemudian dia berkata, "Walaupun ilmu silatnya tinggi, tapi dia juga tidak mungkin sekaligus membunuh begitu banyak orang."

Dia tertawa untuk menutupi ketakutan yang ada di dalam hatinya tapi dia tetap tidak meneruskan nama Xi Men....

Guan Ning berpikir, "Mayat-mayat yang bergelimpangan di Wisma Si Ming adalah pesilat- pesilat hebat, tapi Xi Men siapa yang dimaksud? Mengapa dia begitu takut kepada Xi Men?"

Terdengar pendeta tinggi itu  pelan-pelan berkata, "Menurut Pendekar Fei, orang-orang di dunia persilatan tahu ”

Matanya menatap Guan Ning.

"Menurut kata-kata tuan ini, sepertinya dia tidak akan berbohong karena Wisma Si Ming tidak jauh dari sini, jika dia berbohong, bukankah akan segera diketahui, bila Fei Shen dan Yi Juan sudah marah, aku tidak akan mengijinkannya. ”

"Orang ini tahu seribu langkah dari Wisma Si Ming adalah tempat terlarang, jika tidak mempunyai ijin masuk, maka siapapun dilarang masuk ke sana, orang yang tidak  mendapatkan ijin, telah masuk dan bisa keluar lagi, hampir tidak ada seorangpun yang bisa melakukannya. Apakah kami akan percaya kata-katanya begitu saja lalu mengambil keputusan dan membuat pemimpin Wisma Si Ming marah?" tanya Yi Juan.

Pendeta tinggi itu tertawa, "Kalau semua kata- katanya bohong, apa tujuannya?"

"Lebih baik tuan ini menjelaskan semuanya dengan jelas kepada kita, setelah itu Pendekar Fei dan Pendekar Yi bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ketiga kakak seperguruanku dan paman gurumu, jika mereka benar-benar mati, bukan hanya kau dan aku saja yang akan terkejut, aku kira seluruh dunia persilatan bisa kacau karena alasan ini. Jika semua ini hanya isu semata, nanti akan ada perhitungannya!"

Pendeta itu berkata dengan tenang  dan perlahan, juga sangat jelas. Wajahnya selalu tersenyum, semua tampak seperti tidak ada sangkut paut dengannya.

Semua murid-murid Lao Fu Men merasa tidak tenang dan marah, tapi pendeta berbaju biru itu merupakan salah satu tetua di Wu Dang. Dia adalah orang yang sangat terkenal dan wibawanya sangat tinggi di dunia persilatan, maka walaupun hati mereka masih panas dan marah, semua orang tetap diam dan mendengarkan semua perkataannya, tidak mengeluarkan sikap yang tidak mendukung. Sekarang Guan Ning tahu, semalam dia sudah bertemu dengan banyak persoalan yang memusingkannya, yang lebih parah lagi dia sudah masuk ke dalam pusaran yang akan membuat geger dunia persilatan.

Semalam dia masih berjalan-jalan di  bawah sinar bulan dan membuat puisi-puisi indah, tidak disangka hanya dalam waktu satu malam dia telah mengalami perubahan yang begitu besar, layaknya seperti menunggang harimau dan sulit untuk turun.

Maka dia hanya bisa menarik nafas, menceritakan apa yang dilihatnya di Wisma Si Ming dan tidak lupa juga menceritakan tentang laki-laki berbaju putih. Orang-orang yang mendengar merasa terkejut. Pendeta berbaju biru yang selalu tersenyum juga merasa terkejut, saat itu senyumannya sudah tidak terlihat lagi.

Guan Ning menceritakan tentang 2 orang yang tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi. Yi Juan bertanya, "Apakah mereka membawa tas yang terbuat dari kulit cheetah?"

Guan Ning menggelengkan kepala, dia juga menceritakan tentang gadis berbaju hijau yang sifatnya aneh.

"Apakah dia adalah si lengan baju hijau dari Huang Shan?" tanya Fei Shen Guan Ning menggelengkan kepala lagi tapi dia tidak menceritakan tentang laki-laki berbaju putih yang hilang ingatan, semua ini karena Guan- Ning merasa kasihan kepada pelajar berbaju putih dan tidak ingin mengatakan musibah yang dialaminya kepada orang lain.

Walaupun dia bercerita dengan singkat dan padat, tapi tetap saja menghabiskan waktu lama, dan sekarang mulutnya terasa kering.

Para pendeta dan laki-laki berbaju mewah terus mendengarkan semua ceritanya dan merasa terkejut, hati mereka diliputi pertanyaan dan perasaan mereka bergejolak, tapi tidak ada seorangpun yang berani memotong kata-katanya.

Terlihat orang-orang yang mendengarnya saling memandang dan tidak berkata sepatah katapun.

Lama dan lama.

Yi Juan menghembuskan nafas panjang, wajahnya melihat pendeta berbaju biru dan berkata, "Jika semua yang diceritakan benar, itu membuat orang merasa takut. Sekarang aku tidak mempunyai ide lain. Tuan Pendeta lebih berpengalaman dari kami, Tuan pasti sudah mempunyai rencana, dan kami pasti akan menuruti pendapat Tuan."

Pendeta itu tampak berpikir sejenak, dengan perlahan dia berkata lagi, "Hal ini sangat aneh juga misterius, bukan aku tidak bisa menebak tapi pikiranku masih bingung." "Kalian berdua biasanya sangat teliti dan kalian adalah orang yang paling dekat dengan ketua Luo Fu Pao, apa maksud Ketua Si Ming mengundang kakakku dan paman gurumu ke sana, kau pasti tahu lebih jelas."

Guan Ning mendengar semuanya dengan teliti. Guan Ning belum tahu apa sebenarnya yang terjadi di Wisma Si Ming, dia hanya tahu kalau dia sudah masuk ke dalam suatu kemelut. Diapun tahu perkumpulan-perkumpulan itu pasti tidak akan melepaskan dirinya begitu saja. Jika belum menceritakan semuanya dengan jelas, sepertinya masih banyak kesialan yang akan terjadi nantinya.

Dia ingin mendapat informasi lebih lengkap berdasarkan dari percakapan mereka, dan dia sangat ingin tahu siapa pelajar berbaju putih itu sebenarnya?

Jika semuanya sudah jelas dan tahu siapa pembunuh sebenarnya, dia akan melunasi janjinnya.... membalas dendam kematian Nang Er. Karena itu dia mulai menebak-nebak, kedua orang jahat yang kurus kering seperti bambu itu adalah  E Mei Bao Nang (Macan buas dari E Mei) Qi Du Shuang Sha (Sepasang pembunuh tujuh racun).

Awan menutupi matahari yang baru terbit, karena itu jalan di pegunungan itu terasa lebih sepi. Hutan, kicauan burung, suara air mengalir, dan suara angin meniup pepohonan tidak seindah biasanya.

"Ketua Wisma Si Ming mengundang guruku datang, aku tidak tahu terlalu banyak, aku hanya mendengar tentang sebuah pusaka yang ada di dunia persilatan, dan akan ditentukan siapa yang berhak mendapatkan dan masih ada satu masalah besar lagi yang harus dibicarakan, mengenai hal apa, guruku tidak mengatakannya, dan akupun tidak berani bertanya—" kata Yi Juan.

Pendeta berbaju biru itu mengangguk. Dia berkata, "Aku merasakan semua ini sangat aneh, karena antara kedua masalah ini tidak pantas dibicarakan dalam rapat umum, tidak ada bukti. Begitu guruku mendapatkan undangan ini, beliau sudah menebak pasti ada rencana busuk menunggu mereka, ternyata tebakan guruku tidak meleset."

Ada 3 murid Wu Dang, tapi mereka hanya berdiam diri karena apa yang ingin mereka sampaikan sudah diwakili oleh pendeta berbaju biru. Mereka berada di bawah pimpinan Pendekar Fei dan Pendekar Yi, mereka tidak berhak berkata banyak.

"Yang membuatku aneh adalah mengapa dalam rapat Wisma Si Ming tidak terlihat adanya murid Huang Shan Cui Xiu, Kun Lun, dan Dian Zhang. Penjahat-penjahat yang tidak sejalan dengan dunia persilatan juga datang ke sana tapi hanya dia sendiri yang tidak mati," kata Yi Juan.

Hati Guan Ning tergerak, "Apakah yang mereka maksudkan adalah pelajar berbaju putih?"

Kata pendeta berbaju biru, "Aku kira E Mei Bao Nang patut dicurigai."

Dia melihat Guan Ning lagi dan bertanya, "Aku mengira yang menyerangnya dengan senjata rahasia di jembatan menuju Wisma Si Ming adalah E Mei Bao Nang, karena dalam tas mereka tersimpan 7 macam senjata beracun. Hanya mereka berdua yang tidak mati dan di pondokan mereka membunuh anak yang mengikuti tuan ini. Kemudian menyerang lagi dengan senjata rahasia mereka. Semua bertujuan untuk membunuh orang dan menutup mulutnya."

"Demi apa mereka melakukan semua ini? Apakah demi.... apakah mereka tidak berpikir lebih jauh? Apakah mereka masih bisa berdiri di dunia persilatan kalau sudah melakukan perbuatan seperti itu?"

Fei Shen menghembuskan nafas, "Tapi dengan ilmu silat yang mereka miliki, mana mungkin bisa membuat Si Ming si baju merah, Gong Sun kaki kanan, dan Wu Dang tiga bangau, mati di tangan mereka?"

Pendeta berbaju biru menjulurkan tangannya lalu menepuk dahinya dan dengan suara kecil berkata, "Apakah benar semua ini karena dia?" Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya melihat Guan Ning lalu berkata, "Tuan dengan sekuat tenaga menguburkan semua mayat itu,  aku merasa terharu karenanya. Orang-orang dunia persilatan pasti akan memuji tindakanmu. Tuhan pasti akan memberkatimu."

Guan Ning menjadi bingung mengapa  pendeta ini berkata demikian? Apa maksudnya?

Guan Ning berkata, "Betul, memang aku yang menguburkan mereka dan barang-barang yang ada di dalam tas sudah kubawa semua. Aku tidak bermaksud mengambilnya, hanya ingin menyampaikan barang-barang tersebut kepada keluarga mereka, aku bersumpah, jika kalian. ”

Pendeta baju biru mengayunkan tangannya, dia segera menghentikan kata-kata Guan Ning.

Tiba-tiba mata pendeta berbaju biru itu mengeluarkan cahaya aneh, katanya, "Tuan jangan salah paham, aku bertanya seperti itu tidak bermaksud apapun. Tuan adalah seorang yang jujur, aku percaya kepadamu, hanya saja. ”

Dia tertawa secara aneh dan berkata lagi, "Apakah Tuan bisa memberitahuku, barang- barang apa saja yang Tuan  dapatkan. Hai....

terpaksa aku harus melakukan ini, harap Tuan bisa memahami dan memaklumi perbuatanku!"

Guan Ning berpikir sejenak dan menjawab, "Jika hal ini menang sangat penting, aku akan mengatakan. ” Yi Juan dan Fei Shen saling memandang. Mata mereka memancarkan cahaya aneh tapi Guan Ning tidak melihatnya. Dia berkata, "Sebenarnya tidak ada benda yang istimewa. Seuntai mutiara kudapatkan dari tas Tai Hang. Dua piring kudapatkan dari baju biksu Shao Lin, buku suci dari pendeta Wu Dang, dan sepucuk surat dari balik baju pak tua yang memakai baju berwarna biru, hanya itu saja, tidak ada yang lainnya."

Yi Juan, Fei Shen, dan pendeta berbaju biru itu kelihatan sangat kecewa.

Guan Ning berpikir sebentar, tiba-tiba dia berkata, "Di dalam tas Gong Sun ada seuntai mata uang. Uang ini bukan uang yang dipakai sekarang, tapi. ”

Kata-katanya belum selesai. Wajah Fei Shen, Yi Juan, dan pendeta itu tampak terkejut. Hampir bersamaan mereka bertanya, "Dimana sekarang uang itu?" Mereka saling memandang kemudian secara bersamaan bertanya lagi, "Apakah uang itu diikat dengan tali berwarna kuning, bentuk uang itu lebih besar dari uang sekarang?"

Guan Ning sedikit terpana, dia tidak menyangka kalau uang berbentuk sederhana itu bisa membuat pendekar-pendekar itu tampak bergejolak perasaannya, yang membuatnya lebih merasa aneh adalah uang biasanya diikat dengan tali berwarna hitam, tapi uang itu diikat dengan tali berwarna kuning. Pendeta berbaju biru itu belum pernah melihat, mengapa dia bisa tahu? Guan Ning berpikir lagi, "Apakah dalam untaian mata uang itu tersimpan sebuah rahasia besar? Apakah rahasia ini ada hubungannya dengan peristiwa kemarin malam? Tapi aku tidak percaya kalau untaian uang itu menyimpan rahasia,” karena itu dia mengangguk dan menjawab, "Betul, uang itu diikat oleh tali berwarna kuning, tapi hanya ada sepuluh ribu keping saja."

Terlihat orang yang berdiri di sana  seperti merasa sangat senang, sepertinya uang-uang itu lebih mahal dibandingkan dengan batu berlian dan mutiara.

Tangan pendeta berbaju biru pelan-pelan turun menuju pinggang dan mengarah pada pegangan pedangnya. Dia terus melihat Guan Ning dan berkata, "Untaian mata uang itu sangat penting, bila disimpan oleh Tuan begitu saja, ini tidak baik, lebih baik serahkan saja kepadaku."

Yi Juan dan Fei Shen serempak berteriak, "Nanti dulu."

Mata pendeta berbaju biru itu seakan bertanya, "Kenapa?" Tangannya tampak memegang pedang lebih kuat lagi.

Pendeta itu juga terlihat tegang.

Yi Juan tertawa, "Tuan Pendeta, menurutku lebih baik uang itu serahkan saja kepada kami."

Tiba-tiba pendeta berbaju biru itu tertawa terbahak-bahak. "Menurut orang-orang, Yi Juan dan Fei Shen selalu berhati-hati tapi menurutku tidak demikian."

Wajah Yi Juan dan Fei Shen langsung berubah, tangan yang tadinya tersimpan di belakang segera memberi tanda kepada laki-laki yang ada di belakangnya, para laki-laki itu segera bersiap-siap, seperti siap untuk menghadapi pertarungan besar.

Wajah pendeta berbaju biru itu tidak tersenyum lagi.

"Sekarang ini di tempat ini, kalau kau ingin mendapatkan untaian Ri Yi Qing Qian (Mata uang hijau keberuntungan) tampaknya masih terlalu dini. Menurutku lebih baik kalian berdiri jauh- jauh," katanya.

Tadinya wajah itu selalu tersenyum dan kata- kata selalu diucapkan dengan pelan dan penuh dengan sopan santun, sekarang tawanya sangat seram. Begitu melihat, ternyata wajah itu tidak seperti wajah seorang pendeta lagi. Logat dan nada bicaranya menusuk perasaan orang lain.

Guan Ning melihat orangnya tidak mirip dengan seorang pendeta lagi malah mirip seorang perampok.

Guan Ning merasa aneh. Terdengar Yi Juan berkata, "Belum tentu!" Pedang panjang yang ada di belakangnya segera dikeluarkan.

Bersamaan waktu itu juga, di sana  sini terdengar suara pedang dikeluarkan. Empat pendeta berbaju biru juga segera mengeluarkan pedang mereka.

Enam pedang mengurung Guan Ning. Guan Ning berteriak, "Untuk apa kalian memperebutkan seuntai mata uang itu. Uang itu bukan milik kalian dan aku tidak akan memberikannya kepada siapapun!"

Pemuda jujur ini melihat pendeta-pendeta dan Pendekar Fei Shen dan Pendekar Yi Juan sudah saling bermusuhan, permusuhan mereka begitu besar, tapi dia tidak terpikir bahwa ilmu silat yang dimilikinya sama sekali bukan tandingan mereka. Jika barang itu direbut dengan paksa juga, dia akan tidak bisa melawan.

Suara Guan Ning sangat keras, tapi orang- orang itu tampaknya tidak mendengar teriakannya, sekalipun mendengar, mereka tidak akan mau peduli.

Terdengar pendeta berbaju biru itu tertawa dingin lagi, sorot matanya seperti kilat terus melihat ke arah Yi Juan dan Fei Shen juga melihat kepada kelima laki-laki yang di belakang mereka. Dia berkata, "Aku akan menghitung dari 1 sampai 5, kalau kalian tidak mundur, kalian boleh rasakan akibatnya!"

(Oo-dwkz-lav-oO) 

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar