Bab 26: Jejak Sang Raja Laron

“Gi Tiok-kun!” jawab Nyo Sin dengan wajah berubah, kemudian setelah mengawasi Laron Penghisap darah itu dengan mata melotot, dia melanjutkan, “saat itu bisa jadi dia bersama Thio Toa-cui sedang meronda dalam ruang penjara, tiba tiba mereka saksikan Gi Tiok-kun sedang berubah, maka mereka pun menerjang ke depan terali besi, saat itu Gi Tiok- kun pasti sedang bersiap melancarkan serangan, maka dia pun melontarkan goloknya untuk membunuh perempuan siluman itu!”

“Lantas jenasah Gi Tiok-kun berada di mana sekarang?” tanya Siang Hu-hoa. “Disini!” jawab Nyo Sin sambil menuding Laron Penghisap darah yang terbelah dua itu dengan ujung goloknya, “dialah Gi Tiok-kun!”

Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, paras mukanya kembali berubah hebat, bahkan Siang Hu-hoa dan Tu Siau- thian pun ikut berubah wajahnya menjadi hijau membesi.

Dengan suara gemetar dia berkata lebih jauh: “Sebetulnya Gi Tiok-kun sudah bersiap siap merubah diri

dalam wujud aslinya dan terbang keluar dari penjara, tapi dia

keburu dibunuh oleh sambitan golok Oh Sam-pei hingga tidak sempat berubah lagi dalam wujud semula”

Gi Tiok-kun dikurung dalam ruang penjara seorang diri, sekarang terbukti gembokan diluar pintu penjara dalam keadaan utuh, tapi tawanan itu lenyap tidak berbekas, sebagai gantinya didalam penjara telah bertambah dengan seekor Laron Penghisap darah yang dipantek oleh golok milik Oh

Sam-pei.

Memangnya manusia bisa lenyap dengan begitu saja? Lalu darimana munculnya laron itu? Mungkinkah telah terjadi peristiwa seperti apa yang dikatakan Nyo Sin barusan?

Untuk beberapa saat Siang Hu-hoa tidak tahu apa yang mesti diperbuat.

Tampaknya Tu Siau-thian juga mengalami hal yang sama, dia pun bertanya:

“Kalau memang begitu ceritanya, kenapa Oh Sam-pei bisa tewas diluar ruang sel?”

“Kalian jangan lupa, selain Gi Tiok-kun siluman laron ini, disini masih ada seorang Kwee Bok!” seru Nyo Sin cepat.

Tapi begitu ucapan tersebut diutarakan, paras mukanya kembali berubah hebat.

“Kwee Bok?” jerit Tu Siau-thian. Sekarang mereka baru teringat akan Kwee Bok! Nyo Sin yang pertama kali membalikkan badan sambil menerjang keluar disusul Tu Siau-thian di belakangnya.

Tapi Siang Hu-hoa jauh lebih cepat daripada mereka berdua, meskipun terakhir dia menerjang keluar dari ruang penjara, namun justru orang pertama yang tiba dulu di ruang penjara sebelah depan.

Sayang dia tidak memiliki anak kunci maka yang bisa dilakukan hanya berdiri disitu, tentu saja dia pun sudah melongokkan kepalanya ke dalam, ternyata ruang penjara itupun kosong melompong, tidak nampak sesosok manusia pun.

Ke mana perginya Kwee Bok? Jangan-jangan dia memang benar jelmaan dari siluman laron dan sekarang sudah berubah kembali dalam wujud aslinya dan terbang keluar dari ruang penjara?

Diatas meja tidak ada golok, disitu hanya terdapat dua bilah golok milik Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei sementara golok milik Thio Toa-cui masih berada dalam genggamannya.

Diatas meja tidak nampak Laron Penghisap darah, begitu juga diatas lantai, tidak nampak sesosok laron pun.

Nyo Sin tiba dua langkah lebih lambat ketimbang Siang Hu- hoa, dia langsung menuju ke depan terali besi dan membuka pintu sel.

Dengan perasaan cemas bercampur tidak sabar mereka bertiga serentak menerjang masuk ke dalam ruang sel.

Biarpun agak kasar dan ceroboh, jelek jelek Nyo Sin masih terhitung seorang opas yang cukup berpengalaman.

Tu Siau-thian merupakan orang yang cekatan dan teliti, ditambah Siang Hu-hoa maka dengan bekerja sama mereka bertiga mulai menyelidiki dan memeriksa setiap jengkal tempat yang ada disana. Bukan saja semua benda diperiksa, bahkan ranjang pun sudah mereka bongkar, alhasil tidak sesuatu pun yang berhasil mereka temukan.

Jika Kwee Bok sudah mampus, semestinya disitu akan ditemukan sesosok mayat.

Kelihatannya pemuda itu memiliki ilmu siluman yang jauh lebih hebat ketimbang kemampuan Gi Tiok-kun, bukan saja berhasil membunuh Oh Sam-pei dan Thio Toa-cui, bahkan sanggup pergi meninggalkan tempat itu.

Tapi mereka tidak mau menyerah begitu saja, bersama para penjaga lainnya penggeledahan secara besar besaran segera dilakukan, namun hasilnya tetap nihil.

Ketika penggeledahan selesai dilakukan, Nyo Sin sudah kelelahan hingga napasnya tersengkal sengkal.

Sambil berpegangan pada terali besi dan berusaha mengatur napas, ujarnya:

“Padahal semua pintu besi sudah dikunci, kenapa bocah kunyuk itu sanggup melarikan diri?”

Tu Siau-thian mendongakkan kepalanya memperhatikan sekejap lubang hawa diatas dinding penjara, kemudian sahutnya:

“Kalau dia benar benar telah berubah jadi seekor Laron Penghisap darah, semestinya tidak susah untuk kabur dari jendela dengan melalui lubang udara itu”

Seakan baru tersadar dari impian, Nyo Sin segera mendongakkan kepalanya seraya berteriak:

“Aaah betul, pasti lewat lubang hawa itu!”

Dalam pada itu sorot mata Siang Hu-hoa telah dialihkan ke atas genangan darah dibawah tubuh Thio Toa-cui, tiba tiba ia berkata: “Tampaknya kita telah melupakan satu tempat” “Tempat mana?” tanya Nyo Sin sembari berpaling. “Bawa jenasah ini!” sahut Siang Hu-hoa.

Baru selesai berkata, Tu Siau-thian yang berada diujung sana telah membalik jenasah Oh Sam-pei.

Dibawah jenasah Oh Sam-pei tidak ditemukan benda apapun.

Siang Hu-hoa segera membalik jenasah Thio Toa-cui, ternyata dibawah tubuhnya tergencet seekor laron Laron

Penghisap darah!

Tubuh laron itu sudah tertindih hingga gepeng, malah sebuah sayapnya patah.

Tampaknya Siang Hu-hoa tidak menyangka kalau ucapannya akan berubah jadi kenyataan, untuk sesaat dia berdiri termangu.

Paras muka Tu Siau-thian maupun Nyo Sin turut berubah hebat, serentak mereka memburu datang.

“Aaah, rupanya berada disini!” seru Nyo Sin kemudian sambil menghembuskan napas lega.

Tu Siau-thian termenung sejenak, kemudian ujarnya: “Kelihatannya dia terluka diujung golok Thio Toa-cui

setelah berhasil membunuh Oh Sam-pei, meskipun kemudian diapun berhasil membuat Thio Toa-cui terluka parah, namun tubuhnya justru tertindih oleh tubuh Thio Toa-cui ketika dia roboh terkapar ke tanah. Tapi kenapa dia bisa tertindih?

Karena sudah terluka hingga kurang lincah gerakan tubuhnya atau karena terlalu gegabah sehingga tidak sempat menghindarkan diri?”

“Benar, aku pun berpendapat begitu” Nyo Sin membenarkan. “Jadi kalian benar benar telah menganggap Gi Tiok-kun dan Kwee Bok sebagai dua siluman laron?” Siang Hu-hoa segera menegur.

Nyo Sin segera mengangguk, sedangkan Tu Siau-thian tidak memberikan pendapatnya, walaupun dimulut dia berkata demikian padahal dihati kecilnya masih tetap ragu.

Siang Hu-hoa memandang mereka sekejap kemudian memandang pula ke dua sosok jenasah itu, akhirnya sambil tertawa getir gumamnya:

“Apa benar di dunia ini memang terdapat setan iblis atau siluman dan sebangsanya?”

“Kalau bukan begitu, bagaimana penjelasanmu tentang peristiwa yang telah terjadi?” tanya Nyo Sin cepat.

Siang Hu-hoa segera terbungkam, dia memang tidak sanggup memberi penjelasan.

Setelah menghela napas Tu Siau-thian berkata pula: “Sekarang aku pun tidak berani mengatakan kalau tidak

ada setan iblis atau siluman di dunia ini”

Setelah berhenti sejenak, tambahnya: “Tapi ada satu hal aku tetap merasa keheranan”

“Soal apa?”

“Dengan kepandaian silat yang dimiliki Jui Pak-hay saja dia tidak sanggup menghadapi ke dua siluman laron itu, kenapa Thio Toa-cui berdua justru sanggup membantai mati ke dua siluman laron itu? Aku benar benar bingung dan tidak habis mengerti”

“Tampaknya kau sudah melupakan tempat apakah ini?” sela Nyo Sin.

“Tentu saja aku tidak lupa, tapi apa hubungannya dengan persoalan ini?” “Penjara besar adalah tempat untuk menyekap buronan- buronan penting, hawa sesat ditempat ini pasti amat tebal, selain hawa sesat pasti terdapat juga hawa lurus”

“Oh ”

“Itu berarti disamping hawa sesat yang disebarkan para narapidana, terdapat juga hawa lurus dari para penegak hukum, itu berarti hawa lurus disini sangat kuat, bagaimana mungkin kaum siluman bisa mengeluarkan ilmu simpanannya ditempat seperti ini?” kata Nyo Sin.

Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya lagi sambil mengelus jenggotnya:

“Memang benar, kebenaran tinggi satu depa, kesesatan lebih tinggi satu kaki, tapi keampuhan ke dua ekor Laron Penghisap darah itu masih belum sampai puncaknya, maka dari itu meski dalam semalaman mereka bisa berubah wujud jadi manusia namun kemampuannya pasti akan terganggu, jadi tidak heran kalau Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei berhasil mati bersama-sama mereka”

Tu Siau-thian mengangguk berulang kali setelah mendengar penjelasan itu, sebaliknya Siang Hu-hoa hanya bisa tertawa getir.

Terdengar Nyo Sin berkata lebih jauh:

“Sedangkan mengenai wujud asli Kwee Bok dan Gi Tiok- kun, aku rasa hal ini tidak perlu disangsikan lagi”

Sinar matanya dialihkan ke tubuh Thio Toa-cui, setelah memandangnya sekejap, kembali dia berkata:

“Dari tubuh Thio Toa-cui sama sekali tidak terendus bau arak, rona matanya juga sama sekali tidak menunjukkan kalau dia sudah dipengaruhi oleh air kata-kata, hal ini menunjukkan bahwa hingga detik terakhir dia selalu tampil dalam keadaan segar dan sadar, coba bayangkan saja, apakah kita tidak patut mempercayai perkataannya?” Terpaksa Tu Siau-thian hanya mengangguk.

----- Arak berwarna merah darah!

----- Kulit muka siluman laron yang mengelupas tiada hentinya!

----- Laron Penghisap darah!

Semua perkataan itu diucapkan Thio Toa-cui menjelang putus nyawa, kata orang, biasanya perkataan yang diucapkan seseorang menjelang kematiannya adalah kata kata yang paling jujur dan pantas dipercaya.

Bila apa yang dia ucapkan memang merupakan kenyataan, berarti Kwee Bok dan Gi Tiok-kun adalah jelmaan dari siluman laron.

Benarkah di dunia ini terdapat siluman, setan atau iblis?

Tiba tiba sepasang mata Siang Hu-hoa berbinar, setelah memandang jenasah Thio Toa-cui sekejap ujarnya:

“Berbicara soal apa yang dia ucapkan tadi membuat aku teringat akan satu hal”

“Soal apa?”

“Bukankah tadi dia pernah menyinggung soal arak laron?” “Betul, arak laron berwarna merah darah” Nyo Sin

menambahkan.

“Rasanya arak yang disebut adalah sejenis arak langka” “Rasanya memang begitu”

“Menjelang ajalnya dia masih teringat untuk menyinggung soal arak tersebut, ini berarti arak itu telah meninggalkan kesan yang amat mendalam baginya, bisa jadi ada hubungan yang amat besar dengan kematiannya”

“Mungkin ke dua orang siluman laron itu tahu kalau Oh Sam-pei gemar minum arak, maka mereka mengubah arak tersebut menjadi sejenis arak langka yang aneh” ujar Nyo Sin cepat, “arak itu pasti sangat harum dan menarik, arak yang bisa membuat mereka tidak mampu menolak, ketika mereka berdua sedang menikmati arak pemberian mereka itulah tiba- tiba kedua orang siluman itu melancarkan serangan, lantaran itu mereka jadi gelagapan hingga akhirnya tewas, kalau begitu kejadiannya, tidak aneh kalau arak tersebut mendatangkan kesan yang sangat mendalam baginya”

Atas keterangan itu Siang Hu-hoa sama sekali tidak mengemukakan pendapatnya.

Selama ini Ko Thian-liok hanya mengikuti pembicaraan itu tanpa komentar, saat itulah tiba tiba dia berkata:

“Berarti opas Nyo sangat yakin kalau Gi Tiok-kun dan Kwee Bok adalah jelmaan dari siluman laron?”

“Benar!” jawab Nyo Sin tanpa ragu. Ko Thian-liok segera berpaling dan tanyanya lagi:

“Bagaimana pendapatmu opas Tu?” Tu Siau-thian berpikir sejenak, kemudian sahutnya:

“Walaupun aku tidak pernah percaya akan keberadaan siluman atau setan iblis, namun setelah kenyataan terpapar didepan mata, mau tidak mau aku harus mempercayainya, Cuma ”

“Cuma kau tetap menaruh curiga atas kejadian ini?” tukas Ko Thian-liok.

Tu Siau-thian segera mengangguk.

“Apa yang membuat kau ragu?” desak Ko Thian-liok lebih jauh.

“Yang membuat aku ragu adalah keberadaan siluman dan setan iblis itu”

“Maksudmu tidak mungkin ada setan atau siluman?” “Aku rasa pingsan dan terlelap tidurnya para penjaga penjara secara tiba tiba merupakan satu kejadian yang patut dicurigai”

“Ahh benar, hampir saja kita melupakan persoalan ini” seru Ko Thian-liok sambil manggut manggut, kembali dia memandang wajah Nyo Sin.

Ternyata Nyo Sin mempunyai penjelasan tentang soal ini, ujarnya:

“Padahal masalah ini gampang sekali pemecahannya, tertangkapnya Kwee Bok dan Gi Tiok-kun pasti diketahui juga oleh Raja Laron, kalau disiang hari bolong tentu saja raja laron tidak berani bertindak gegabah meski kemampuannya hebat, maka menanti malam hari menjelang tiba, raja laron pun datang ke luar penjara, ketika melihat penjagaan diseputar penjara sangat ketat hingga mustahil baginya untuk menyusup masuk, terpaksa dia pun merobohkan para penjaga terlebih dulu dengan dupa pemabuk, agar orang yang kebetulan lewat disini mengira mereka terlelap tidur dan tidak curiga”

“Tapi dia toch tidak mampu membuka pintu penjara?” “Tanpa ilmu hitam, tentu saja sulit baginya untuk membuka

pintu penjara, apalagi kita segera tiba di tempat kejadian”

Ko Thian-liok manggut manggut, kali ini dia berpaling ke arah Siang Hu-hoa sambil bertanya:

“Bagaimana pandangan saudara Siang tentang kejadian ini?”

“Selama hidup aku tidak pernah bertemu dengan siluman atau setan iblis, jadi aku tidak pernah akan percaya akan adanya siluman atau setan iblis” jawab Siang Hu-hoa cepat.

“Belum pernah bertemu bukan berarti pasti tidak ada ”

Siang Hu-hoa segera tertawa: “Tidak pernah percaya artinya selama hidup tidak akan percaya” sahutnya.

“Jadi kau harus menyaksikan dulu dengan mata kepala sendiri sebelum percaya kalau didunia ini benar benar terdapat siluman dan setan iblis?”

“Memangnya saudara Ko tidak berpendapat demikian?” “Hahahaha ternyata hanya saudara Siang yang

memahami perasaanku” seru Ko Thian-liok sambil tertawa tergelak.

Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:

“Jadi saudara Siang siap melanjutkan penyelidikan hingga siluman iblis itu munculkan diri atau hingga berhasil menemukan setan iblis itu?”

“Benar!”

“Bagus sekali!” seru Ko Thian-liok, ia segera berpaling dan perintahnya kepada Nyo Sin, “segera utus orang ke kantor pengadilan dan perintahkan petugas autopsi segera hadir disini”

“Jadi tayjin akan melakukan autopsi disini?” “Benar, harus dilakukan”

“Takutnya mereka tidak akan berhasil menemukan penyebab kematian kedua orang ini”

“Takutnya bukan berarti pasti tidak akan berhasil” “Benar”

“Jika petugas autopsi gagal menemukan penyebab kematian mereka walau sudah dilakukan pemeriksaan yang teliti, berarti kemungkinan tewas ditangan siluman iblis jadi lebih besar”

“Benar” Sekali lagi Ko Thian-liok berpaling ke arah Siang Hu-hoa, tiba tiba ujarnya lagi sambil tersenyum”

“Kalau kematian mereka benar benar disebabkan ulah setan iblis, urusannya malah jadi lebih gampang”

Siang Hu-hoa cukup memahami maksud perkataan Ko Thian-liok, tanpa terasa dia tertawa, hukum negara yang berlaku, siapa berani membunuh orang lain, hukumannya adalah hukuman mati.

Tapi jika pembunuhnya adalah Gi Tiok-kun dan Kwee Bok, sementara mereka berdua kalau benar jelmaan dari siluman laron dan kini sudah mati, maka kasus pembunuhan inipun dianggap sudah tuntas, otomatis urusan pun jadi lebih gampang penyelesaiannya.

0-0-0

Malam yang panjang akhirnya berlalu, bintang fajar sudah mulai menyingsing diufuk timur, angin pagi yang dingin berhembus silir semilir.

Berjalan dijalan raya yang sepi Siang Hu-hoa merasakan hatinya sedikit gundah, biarpun semalaman tidak tidur namun semangatnya masih nampak berkobar.

Yau Kun nampak agak kuyu, bila seseorang harus bergadang semalaman suntuk, aneh jika dia tidak nampak lesu.

Kemarin, selesai menggelandang Gi Tiok-kun pulang ke kantor pengadilan, dia sudah tidak ada pekerjaan lain, sementara Siang Hu-hoa sekalian masih sibuk menyelidiki kasus tersebut, dia sudah berkeliaran dialam mimpi.

Pagi ini ketika balik ke kantor, Tu Siau-thian menyerahkan sebuah tugas baru kepadanya, yaitu membantu Siang Hu-hoa melakukan penyelidikan. Tentu saja diluar sepengetahuan Siang Hu-hoa, dia mendapat tugas khusus lainnya, maka begitu meninggalkan pintu kantor, dia pun mengintil terus disamping Siang Hu-hoa secara ketat,

Ternyata tugas rahasia yang diperintahkan Tu Siau-thian kepadanya adalah mengawasi gerak gerik Siang Hu-hoa, yang dimaksud membantu sebetulnya lebih tepat jika dikatakan mengawasi gerak geriknya.

Tu Siau-thian terhitung orang yang banyak curiga, sebelum persoalan mendapat bukti yang jelas, dia memang selalu mencurigai segala sesuatu apapun.

Siang Hu-hoa tidak terkecuali, dia tetap mencurigai maksud dan tujuan sebenarnya dari orang ini.

Tidak banyak orang yang berlalu lalang di jalan raya, dengan langkah cepat Siang Hu-hoa menelusuri jalanan menuju ke depan.

Sepanjang perjalanan dia memikirkan terus semua persoalan yang dialaminya sepanjang hari, kadangkala dia berjalan sangat lamban, kadangkala diapun berjalan cepat.

Mau tidak mau Yau Kun harus mengikuti terus disamping tubuhnya.

Setelah berbelok sebuah persimpangan jalan, Siang Hu-hoa baru mulai memperlambat langkah k akinya, tiba tiba ujarnya kepada Yau Kun sambil tertawa:

“Aku percaya tujuan Tu Siau-thian mengutusmu kemari bukan lantaran untuk membantu penyelidikanku saja bukan?”

Yau Kun agak tertegun, dia ingin sekali mengangguk membenarkan, tapi akhirnya hanya tersenyum tanpa memberikan pernyataan apapun.

Kembali Siang Hu-hoa berkata sambil tertawa: “Jika seseorang tidak memiliki rasa curiga yang besar, pada hakekatnya dia tidak akan mampu menjadi seorang opas yang cemerlang, maka diapun mencurigai aku, padahal ini semua sudah berada dalam dugaanku, tentu saja aku tidak akan marah kepadanya hanya gara-gara persoalan ini”

Yau Kun hanya tertawa tanpa komentar.

“Tapi kali ini, dia salah kalau mencurigai aku” ujar Siang Hu-hoa lebih lanjut.

“Oo..ya? Lalu yang benar harus mencurigai siapa?” “Kalau aku bisa tahu, tentu urusan jadi lebih gampang”

“Jangan jangan semuanya ini memang gara gara ulah siluman iblis?” tiba-tiba Yau Kun merendahkan suaranya.

“Hingga detik ini, siapa pun tidak berani yakin akan hal tersebut”

“Bahkan termasuk dirimu sendiri?”

Dengan perasaan apa daya Siang Hu-hoa mengangguk. “Tentunya kau sudah mengetahui dengan jelas bukan akan

terjadinya semua peristiwa dalam penjara besar?” katanya.

“Rekan rekan yang kebetulan bertugas telah menceritakan semua kejadian itu secara jelas”

“Kecuali ulah dari siluman iblis, dapatkah kau menemukan penjelasan lain yang jauh lebih cocok dan masuk akal?”

“Sulit” Yau Kun menggeleng, setelah termenung sejenak terusnya, “yang paling mengherankan adalah hasil autopsi yang dilakukan para petugas, ternyata merekapun gagal menemukan sebab kematian Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei”

“Benar” Siang Hu-hoa mengangguk, “kejadian mi memang sangat aneh” Setelah mendapat perintah, para petugas autopsi segera melakukan pembedahan dan pemeriksaan, namun walaupun telah menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya, mereka tetap gagal untuk menemukan sebab kematian dari Thio Toa- cui serta Oh Sam-pei.

Selama autopsi dilakukan, Siang Hu-hoa sekalian ikut mendampingi para petugas itu ..sambil melakukan pemeriksaan, tapi alhasil, dengan andalkan pengetahuan dan pengalamannya yang amat luas pun dia tetap tidak menemukan penyebab kematian kedua orang itu.

Maka untuk sementara waktu semua orangpun setuju untuk menganggap kematian ke dua orang itu disebabkan ulah siluman iblis.

Tentang ke dua ekor laron itu, sementara waktu mereka hanya bisa menganggap sebagai ujud asli dari Gi Tiok-kun dan Kwee Bok.

Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka berdua telah tiba di depan perkampungan Ki-po-cay.

Sambil menghela napas ujar Yau Kun: “Mungkin penyebab kematian mereka memang benar benar karena ulah siluman atau setan iblis”

“Sayangnya selama ini aku belum pernah melihat ada siluman atau setan iblis yang bisa membunuh orang” kata Siang Hu-hoa sambil menghela napas, “kalau tidak, mungkin aku sangat setuju dengan pendapatmu itu”

“Bila Siang toaya pernah melihat, tentu kau bisa bercerita bagaimana caranya setan  iblis  itu  melakukan pembunuhan ” sesudah berhenti sejenak, lanjutnya:

“Konon setan iblis pun banyak jenisnya, itu berarti cara mereka membunuh pun pasti berbeda-beda”

“Konon memang begitu” “Apakah Siang toaya siap melakukan penggeledahan sekali lagi di dalam perkampungan Ki-po-cay?”

“Aku memang mempunyai rencana itu”

“Perkampungan Ki-po-cay sangat luas, untuk melakukan penggeledahan paling tidak butuh waktu selama beberapa hari”

“Tidak masalah, toch para petugas yang dikirim untuk mencari Liong Giok-po, Wan Kiam-peng dan Cu Hiap juga butuh berapa hari lamanya untuk sampai kembali kemari” Setelah berhenti sejenak, tambahnya: “Bila mereka berhasil ditemukan, mungkin kita harus menghadapi situasi yang sama sekali berbeda”

“Apakah kasus ini akan terjadi perubahan lagi?” “Menurut aku pasti akan terjadi” sahut Siang Hu-hoa,

setelah mengenang sejenak, terusnya, “hingga sekarang kasus ini sudah berulang kali terjadi perubahan, jadi menurut pendapatku, semisal berubah satu kali lagi pun tidak masalah”

“Justru semakin berubah, kasus ini semakin aneh rasanya” “Seandainya peristiwa ini merupakan hasil karya seorang

manusia, orang tersebut kalau bukan berbakat luar biasa, dia

pastilah seorang gila yang tidak waras otaknya” “Oya?”

“Sebenarnya antara seorang cerdas yang berbakat alam dan seorang gila yang tidak waras otaknya tidak ada bedanya, sebab perbuatan yang dilakukan ke dua jenis manusia ini biasanya aneh, luar biasa dan gampang membuat hati orang lain terperanjat”

“Atas dasar apa Siang toaya mencurigai kalau peristiwa ini hasil perbuatan seorang manusia?” tanya Yau Kun.

“Karena aku tidak pernah percaya kalau di dunia ini terdapat siluman atau setan iblis dan sebangsanya” “Aku pun demikian”

“Sama seperti dua min satu sama dengan satu, kalau bukan ulah setan iblis, sudah pasti Kejadian ini merupakan ulah manusia”

“Jadi sekarang Siang toaya sedang berusaha untuk membuktikan bahwa peristiwa ini adalah ulah manusia?”

“Jika aku punya cara untuk membuktikan bahwa kejadian ini merupakan hasil karya setan iblis, aku pun pasti akan berusaha untuk melakukannya”

“Sayang kau tidak pernah berkenalan dan berhubungan dengan kaum siluman dan setan iblis”

“Bukankah hal ini merupakan satu keberuntungan bagiku?” tanya Siang Hu-hoa sambil tersenyum.

“Ehm”

“Apa perintah Tu Siau-thian kepadamu?” kali ini Siang Hu- hoa mengalihkan pembicaraan ke soal lain.

“Membantu penyelidikan siang toaya dengan sepenuh tenaga”

“Aku tahu, kau pasti akan membantuku dengan sepenuh tenaga”

“Bila atasan sudah menurunkan perintah, memangnya aku bisa berpeluk tangan saja?”

“Bila aku melakukan penyelidikan hingga larut malam ”

“Terpaksa aku harus tetap tinggal sampai malam di sini” “Kalau begitu aku harus menyuruh Jui Gi untuk menyiapkan

sebuah kamar lagi untukmu”

“Untungnya perkampungan Ki-po-cay sangat luas hingga tidak kuatir kekurangan kamar” Tiga hari berselang, dia bersama Tu Siau-thian sekalian pernah melakukan penggeledahan satu kali di seluruh perkampungan Ki-po-cay, tentu saja dia mengetahui amat jelas keadaan di dalam perkampungan ini.

0-0-0

Perkampungan Ki-po-cay memang luas sekali. Setelah melakukan penggeledahan selama empat hari, Siang Hu-hoa dan Yau Kun baru berhasil memeriksa seluruh isi perkampungan itu.

Mereka tidak berhasil menemukan sesuatu apa pun, bahkan secuil kertas yang berisi tulisan tangan Jui Pak-hay sekalipun.

Pada malam hari ke empat, disaat mereka siap meninggalkan perkampungan Ki-po-cay, dari luar berjalan masuk Tan Piau.

Baru saja Tan Piau melangkahkan kakinya ke atas undakan batu, kebetulan mereka sedang melangkah keluar dari dalam.

Dengan sorot mata yang tajam Siang Hu-hoa segera mengenalinya dalam sekali pandangan, sambil menghentikan langkah kakinya dia menegur:

“Bukankah dia adalah rekan kerja mu?”

Yau Kun mengiakan lalu berseru: “Tan-heng, ada urusan apa kau datang kemari?”

“Aku mendapat perintah untuk mengundang kedatangan Siang toaya di kantor pengadilan” jawab Tan Piau.

“Apakah petugas yang dikirim untuk mencari Liong Giok-po, Cu Hiap dan Wan Kiam-peng telah pulang?” tanya Siang Hu- hoa cepat.

Tan Piau mengangguk. “Semuanya sudah kembali, karena itu tayjin minta Siang tayhiap segera datang ke kantor pengadilan”

“Apakah Liong Giok-po, Wan Kiam-peng dan Cu Hiap juga turut datang?”

“Hanya Liong Giok-po seorang yang datang”

“Ada apa dengari Cu Hiap dan Wan Kiam-peng? Tidak berhasil menemukan jejak mereka?”

“Jejaknya sih sudah ditemukan, hanya sayang mereka sudah tidak mungkin lagi untuk datang kemari”

“Memangnya sedang sakit? Sakit parah?”

“Benar, memang parah sekali, sudah tidak ada obat yang bisa menyembuhkan mereka”

Yau Kun yang ikut mendengarkan pembicaraan itu jadi tidak sabaran, segera tukasnya:

“Bicaralah yang lebih jelas”

“Mereka berdua sudah mati” jawab Tan Piau kemudian dengan wajah serius.

“Kapan mereka mati?”

“Sudah dua tiga tahun berselang, Cu Hiap jatuh sakit dan tidak sampai tiga bulan kemudian dia sudah mati”

“Apakah Wan Kiam-peng juga mati lantaran sakit?” “Tidak”

“Apa penyebab kematiannya?” “Dibunuh musuh besarnya”

“Di masa hidupnya, orang ini memang kelewat jumawa dan takabur, lebih banyak orang yang disakiti hatinya ketimbang orang yang memujinya, tidak heran kalau dia mempunyai banyak musuh di mana-mana” kata Siang Hu-hoa. “Menurut hasil penyelidikan, Wan Kiam-peng memang manusia semacam itu” Tan Piau membenarkan.

“Tapi siapakah musuh besarnya yang berhasil membantai dia?”

“Kami sendiripun tidak tahu” “Tidak berhasil dilacak?”

“Kami hanya berhasil tahu kalau dia tewas sewaktu dalam perjalanannya pulang ke rumah”

“Bagaimana ceritanya?”

“Menurut cerita orang, senja itu kudanya menerobos masuk lewat pintu selatan kota, baru tiba di jalan utama, dia sudah roboh terjungkal dari atas pelananya, ketika orang berusaha menolongnya, mereka jumpai pada tengkuk sebelah belakangnya terdapat sebuah mulut luka sepanjang empat lima inci yang mengucurkan darah segar dengan amat derasnya”

“Dengan luka sedalam itu, bukankah batok kepalanya nyaris terpapas kutung?”

“Betul, konon kepalanya sudah terkulai diatas dada, nyaris terpapas kutung”

“Apakah pihak pemerintah tidak melakukan penyelidikan atas kasus tersebut?”

“Ada, hasil autopsi menunjukkan bahwa mulut luka itu berasal dari babatan sebilah pedang yang sangat tajam”

“Ini berarti orang yang membunuhnya adalah seorang jago tangguh yang mahir menggunakan pedang”

“Akupun berpendapat demikian bila ditinjau dari

keadaan waktu itu, bisa jadi si penyerang melancarkan sebuah sergapan kilat disaat Wan Kiam-peng sedang melarikan kudanya memasuki kota, kemungkinan besar pembunuhnya juga menunggang kuda atau menyaru sebagai pejalan kaki, tapi apa pun bentuknya, serangan pedang yang digunakan pasti cepat bagaikan sambaran kilat, sebab walaupun sudah terkena babatan, nyatanya dia masih sempat lari masuk ke dalam kota”

“Saat itu sudah senja, aku yakin tidak banyak orang yang masuk ke dalam kota”

“Di selatan kota merupakan sebuah jalan perbukitan yang amat sepi” Tan Piau menjelaskan.

“Apakah tidak ada saksi mata yang menyaksikan pembunuhan itu?”

“Tidak ada”

“Apakah ada yang tahu apa yang sedang dia lakukan di selatan kota?”

“Banyak yang tahu” “Oya?”

“Di selatan kota terdapat sebuah kuil yang bernama Hui- lay-sie, hwesio tua yang menghuni di kuil tersebut merupakan sahabat karibnya, konon pendeta itu pandai memasak hidangan berpantang, kecuali sedang melakukan perjalanan jauh, kalau tidak, setiap tanggal satu dan tanggal lima belas dia pasti akan berkunjung ke kuil itu untuk makan bersama, sebab hal ini sudah menjadi kebiasaannya”

“Jadi dia pun cia-jay (makan berpantang)?”

“Mungkin karena tahu kalau dosa yang dilakukan sudah kelewat banyak, dia berharap dengan cia-jay maka dosanya bisa diperingan”

“Berarti pembunuhnya sudah tahu akan kebiasaannya itu” “Kemungkinan besar memang begitu, maka dia menunggu

kemunculannya di luar kota selatan” “Kapan terjadinya peristiwa ini?”

“Lebih kurang tujuh-delapan bulan berselang”

Kembali Siang Hu-hoa termenung, sesaat kemudian dia baru bertanya:

“Apakah Cu Hiap dan Wan Kiam-peng tidak mempunyai anak?”

“Menurut hasil penyelidikan, mereka berdua tidak punya keturunan, bahkan sewaktu tewas Wan Kiam-peng masih berstatus jejaka”

“Kalau begitu seluruh harta kekayaan yang dimiliki Jui Pak- hay akan terjatuh ke tangan Liong Giok-po seorang” gumam Siang Hu-hoa.

Setelah berpikir sejenak, kembali tanyanya: “Apakah saat ini Liong Giok-po berada di kantor

pengadilan?”

“Benar” “Baru tiba?”

“Betul, baru tiba”

“Sudah bertemu dengan tayjin kalian?”

“Belum, maksud tayjin pertemuan ada baiknya dilakukan setelah kedatangan Siang toaya, sewaktu aku meninggalkan kantor pengadilan tadi, dia sedang berbincang dengan komandan Nyo!”

“Tampaknya dia ingin mengorek keterangan dari pembicaraannya dengan Liong Giok-po?”

“Rasanya memang begitu” “Bagaimana pandangan dari opas Tu?” “Opas Tu tidak berada di kantor” “Jadi dia belum tahu akan kedatangan Liong Giok-po?” tanya Siang Hu-hoa lebih jauh.

“Rasanya belum tahu, sejak sore kemarin sudah tidak nampak batang hidungnya”

“Ke mana dia?”

“Kurang jelas, sewaktu bertemu pagi harinya, dia pun tidak pernah mengatakan apa apa, juga tidak menyinggung mau ke mana”

“Oya?”

“Mungkin saja dia hanya pergi sebentar karena ada urusan” ujar Tan Piau lagi setelah berpikir sejenak, “siapa tahu sewaktu kita sampai di kantor, dia pun sudah kembali”

“Yaa. Mungkin saja ” Siang Hu-hoa manggut manggut.

Dia mendongakkan kepalanya memandang sekejap keadaan cuaca kemudian terbungkam kembali, waktu itu hujan sedang turun membasahi bumi.

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar