Bab 20: Kosong tidak berisi.
"Aku kurang tahu, lebih baik tanyakan sendiri dengan yang bersangkutan"
Tampaknya Siang Huhoa mendengar semua pembicaraan itu, tiba-tiba dia berpaling seraya berkata:
"Tidak ada yang perlu dicurigai dengan tumbuhan bunga itu"
"Aku sendiripun tidak melihat atau menemukan hal yang kurang wajar dengan tumbuhan bunga itu" kata Si Siang-ho, "tapi setelah melihat tingkah lakumu tadi, aku masih mengira mataku kurang awas sehingga ada yang ketinggalan"
Siang Huhoa tidak menanggapi lagi, dia berpaling dan melanjutkan perjalanannya.
Dalam keadaan begini terpaksa Si Siang-ho hanya bisa membungkam.
Walaupun Kwee Bok masih menaruh pengharapan, namun akhirnya dia terpaksa harus menghadapi semua kejadian dengan kekecewaan.
Apa yang diungkap dan dikatakan Si Siang-ho ternyata memang merupakan kenyataan.
Banyak orang dusun yang kenal dengan Kwee Bok, berapa orang diantaranya ternyata memiliki rasa ingin tahu yang amat besar sehingga selalu mengawasi dan memperhatikan semua gerak gerik pemuda itu.
Mereka mengatakan secara yakin kalau selalu bertemu dengan Kwee Bok setiap sepuluh hari satu kali, kereta kudanya selalu berhenti didepan pintu rumah penginapan dan dari kereta selalu menggotong turun keranjang keranjang besi yang ditutupi dengan kain hitam.
Seorang nenek dari warung teh dimulut dusun malah bercerita, sewaktu pertama kali Kwee Bok datang ke tempat itu, dia datang diantar sebuah kereta kuda dan sempat mencari tahu alamat rumah penginapan itu dengan dirinya.
Orang orang dusun itu tetap berlagak seperti orang dusun, mereka tidak mirip menjadi komplotan Si Siang-ho, sebab begitu melihat Si Siang-ho berjalan menghampiri mereka, orang-orang itu segera mundur dan menyingkir dengan ketakutan.
Rasa ketakutan mereka sangat nyata dan sama sekali tidak mirip dibuat buat, bukan hanya orang dewasa bahkan anak kecil pun pada lari ketakutan begitu melihat kemunculan Si Siang-ho, seakan mereka semua telah menganggap orang itu sebagai siluman tosu.
Sama seperti orang dusun pada umumnya, mereka hangat, polos dan selalu bersikap sahabat terhadap orang asing.
Namun terhadap orang asing yang aneh dan mencurigakan gerak geriknya merupakan pengecualian, kebetulan Kwee Bok termasuk type orang asing seperti ini.
maka mereka menaruh perasaaan was-was dan kecurigaan yang sangat besar terhadap pemuda ini, dengan sendirinya mereka pun memperhatikan lebih seksama.
Ulasan dan keterangan yang mereka berikan jauh lebih jelas dan terperinci ketimbang keterangan dari Si Siang-ho, tapi sayangnya keterangan dari mereka tidak bermanfaat banyak bagi pengungkapan kasus misterius ini.
Orang-orang dari rumah uang Kwang-hong jauh lebih memuakkan lagi, khusus dalam pandangan Kwee Bok, begitu berjumpa dengan sang pemilik rumah uang, dia segera dapat mengenali dirinya. Sewaktu mereka balik ke kota dan menuju ke rumah uang Kwang-hong, waktu sudah mendekati senja, meski dalam suasana remang-remang, tidak sulit bagi sang pemilik rumah uang untuk melihat wajah Kwee Bok dengan jelas.
Baru saja Kwee Bok melangkah masuk ke dalam rumah uang itu, sang Ciangkwe sudah bangkit berdiri seraya menyapa:
"Kongcu ini adalah "
Dia termenung sejenak tapi tidak sanggup melanjutkan kata katanya, rupanya meski dia kenal dengan Kwee Bok namun untuk sesaat lupa siapa nama pemuda itu.
"Dia dari marga Kwe" Nyo Sin segera menyela dari samping.
"Aaah betul, Kwe kongcu!" seru sang ciangkwe seakan baru teringat dengan namanya.
Kemudian dengan mata terbelalak dia berseru pula kepada Nyo Sin:
"Rupanya komandan Nyo!" "Kau pun kenal dengan aku?"
"Biarpun komandan belum pernah datang kemari, namun paling tidak sudah ratusan kali melewati depan pintu rumahku"
Diluar pintu rumah merupakan sebuah jalan raya yang sangat ramai, bukan hanya ratusan kali saja Nyo Sin melalui jalanan tersebut, sehingga kalau dibilang sang tauke tidak mengenalinya, itu baru aneh!
Baru saja Nyo Sin hendak mengatakan sesuatu, sang tauke sudah bicara lagi:
"Ada urusan apa komandan datang berkunjung hari ini?' "Melacak sebuah kasus" "Sebuah kasus? Di tempat kami belum pernah terjadi suatu peristiwa apa pun"
"Kasus ini memang tidak menyangkut kalian semua" "Lalu menyangkut siapa?"
"Kwe kongcu itu"
Dengan pandangan keheranan sang tauke melotot sekejap ke arah Kwee Bok, nampaknya dia tidak menyangka akan hal itu.
"Apakah kau kenal dengan Kwe kongcu itu?" tanya Nyo Sin kemudian.
"Tentu saja kenal, dia adalah langganan kami" "Apakah sering datang kemari?"
Tauke itu berpikir sebentar, kemudian sahutnya:
"Kalau aku tidak salah ingat, dia hanya pernah datang satu kali"
"Kapan itu?"
"Lebih kurang dua tiga bulan berselang"
"Yang benar jawabanmu, dua bulan atau tiga bulan berselang?"
"Kalau itu mah kurang jelas, Kwong-hong toh bukan bertransaksi hanya dengan dia seorang"
"Apakah kau mempunyai kesan yang cukup mendalam dengan dia?"
"Sudah menjadi kebiasaan kami untuk sedapat mungkin mengingat-ingat wajah setiap langganan kami, agar didalam kunjungan berikut kami bisa memberikan pelayanan yang terbaik, meninggalkan kesan baik kepada pelanggang merupakan salah satu kunci rahasia untuk suksesnya sebuah perdagangan" "Berani nilai transaksi yang dia lakukan waktu itu?" "Kalau tidak salah tiga ribu tahil perak" jawab sang tauke
setelah berpikir sejenak.
"Bagus sekali" seru Nyo Sin sambil manggut-manggut dan tertawa.
"Apanya yang bagus?" sang tauke keheranan.
"Hal ini membuktikan kalau kasus itu sudah berada pada jalur yang sebenarnya"
"Bila ingin pembuktian yang lebih akurat, lebih baik dicocokkan pula tanggal dibukanya cek tersebut" sela Tu Siau- thian dari samping.
"Gampang kalau ingin pembuktian itu, asal kita buka buku transaksi dalam dua tiga bulan terakhir maka semuanya akan ditemukan, tentu saja lebih baik lagi jika lembaran cek itu pun dibawa serta"
Lembaran cek itu sudah diserahkan kembali kepada Si Siang-ho, padahal orang itu tidak ikut mereka masuk ke kota, untung mereka masih ingat benar lembaran cek itu dibuka pada tanggal lima belas bulan dua belas dengan nomor urut dua ratus tiga puluh sembilan.
Ketika sang tauke membuka buku catatan transaksi yang terjadi pada tanggal lima belas bula dua belas dengan nomor urut dua ratus tiga puluh sembilan maka tercatat disitu nilai nominalnya adalah tiga ribu tahil perak.
Hal ini membuktikan kalau apa yang dikatakan Si Siang-ho memang benar, cocok dan merupakan kenyataan.
Pada tanggal lima belas bulan dua belas Kwee Bok benar- benar telah mendatangi rumah uang Kwong-hong dan membuka selembar cek sebesar tiga ribu tahil perak.
Catatan itu tertera sangat jelas didalam kitab tebal milik perusahaan, bukan saja Tu Siau-thian dan Nyo Sin dapat melihatnya dengan jelas, Siang Huhoa pun dapat membacanya dengan jelas.
Tidak terkecuali Kwee Bok, kini paras mukanya telah berubah menjadi pucat pias, sorot matanya serasa membeku, dia hanya mengawasi buku catatan itu dengan mata mendelong.
Kini, sorot mata Tu Siau-thian dan Nyo Sin perlahan-lahan mulai bergeser ke wajah Kwee Bok.
Siang Huhoa juga mengalihkan pandangan matanya ke wajah pemuda itu, namun Kwee Bok seakan sama sekali tidak merasakan hal ini.
"Sudah kau lihat dengan jelas?" tegur Nyo Sin kemudian sambil tertawa dingin.
Kwee Bok mengangguk.
"Bagaimana penjelasanmu tentang bukti ini?" tanya Nyo Sin lagi sambil tertawa dingin.
"Aku tidak bisa memberi penjelasan apa-apa" "Jadi kau mengaku bersalah?"
"Tidak, aku tidak merasa bersalah, aku tidak merasa pernah melakukan pelanggaran" kata Kwee Bok sambil menggeleng, "kesemuanya ini merupakan sebuah intrik jahat, sebuah perangkap yang dengan sengaja hendak mencelakai aku!"
"Siapa yang membuat perangkap itu? Mereka?" kembali Nyo Sin mengejek.
"Aku pun berharap bisa mengetahui hal ini secara jelas" sahut Kwee Bok sambil tertawa mengenaskan.
"Padahal kau sudah tahu dengan jelas, yang kau maksud mereka sesungguhnya hanya kau seorang diri!"
Kwee Bok hanya tertawa tanpa menjawab. "Sekarang, apa lagi yang hendak kau utarakan?" tanya Nyo Sin kemudian.
Kwee Bok masih tetap membungkam.
"Pengawal!" Nyo Sin membentak keras, tapi begitu berteriak dia baru teringat kalau anak buahnya hanya Tu Siau- thian seorang.
"Ada apa?" tanya Tu Siau-thian sambil maju mendekat. "Tangkap dia dan jebloskan dulu ke dalam sel tahanan"
Tu Siau-thian tertawa, selama ini dia memang selalu memegangi bahu Kwee Bok.
Sekarang Nyo Sin baru teringat kalau mereka masih berada di rumah uang Kwong-hong, maka setelah menghela napas panjang katanya:
"Kelihatannya kasus ini membuat aku jadi kebingungan sendiri"
"Benar, kejadian ini memang membuat orang kebingungan" kata Siang Hu-hoa pula, pelahan lahan dia mengalihkan sorot matanya ke wajah Kwee Bok.
Sementara itu Kwee Bok juga sedang memandang ke arahnya, sinar matanya kelihatan kalut dan sangat aneh.
"Apakah ada sesuatu yang ingin kau sampaikan kepadaku?" tanya Siang Huhoa tiba-tiba.
"Hanya sepatah kata" "Katakan!"
"Aku sama sekali tidak membunuh Jui Pak-hay!"
Kembali Siang Huhoa menatapnya lekat-lekat, dia tidak memberi komentar. Kwee Bok sama sekali tidak berusaha untuk menghindari sorot mata Siang Huhoa, kalau dilihat dari mimik mukanya, dia tidak mirip orang yang sedang berbohong.
Setelah menghela napas panjang Siang Huhoa berkata: "Kalau masalahnya sudah berkembang jadi begini, sulit
rasanya bagiku untuk mempercayai ucapanmu"
Kwee Bok terbungkam dan tidak mampu berkata-kata. Siang Huhoa berkata lebih jauh:
"Bukan Cuma aku, setiap orang mungkin hampir sama seperti diriku, kalau satu dua kejadian mungkin bisa dikatakan kejadian yang kebetulan, tapi kalau setiap masalah ternyata persis sama, itu sudah bukan kebetulan lagi"
Kwee Bok semakin terbungkam.
"Kendatipun kau anggap kejadian ini penasaran dan kau hanya menjadi kambing hitam, mau tidak mau perasaan tersebut harus kau terima dulu" kata Siang Huhoa lagi, "menanti semua urusan sudah diselidiki dengan tuntas dan terbukti kau memang tidak terlibat, pihak pengadilan pasti akan membebaskan dirimu"
Kali ini Kwee Bok menghela napas panjang, dia tetap membungkam.
"Benarkah semua kejadian adalah begini, cepat atau lambat pasti akan tiba saatnya semua masalah jadi terang" Siang Hu- hoa menambahkan.
"Aku tahu, kau memang seorang pendekar sejati yang jujur dan adil!" akhirnya Kwee Bok buka suara.
Kali ini Siang Huhoa yang terbungkam.
"Aku tidak mempunyai tuntutan apa pun, aku hanya berharap kau bisa menegakkan keadilan bagiku" Kwee Bok berkata lagi. Siang Huhoa mengangguk.
0-0-0
Ketika rombongan itu meninggalkan rumah uang Kwong- hong dan kembali ke pengadilan, senja sudah berlalu, malam hari pun telah menyelimuti seluruh jagad.
Malam sudah larut, hanya bintang yang bertaburan di angkasa.
Diwaktu biasa, saat seperti ini Ko Thian-liok sudah istirahat, tapi malam ini terkecuali, biarpun sudah tengah malam buta, dia masih berada di beranda samping.
Kecuali dia, disitu hadir pula Siang Huhoa, Tu Siau-thian dan Nyo Sin, mereka sedang membicarakan kasus horor yang menimpa Jui Pak-hay, teror yang dilakukan segerombol Laron Penghisap darah.
Peristiwa ini memang kelewat aneh, kelewat mengerikan hati.
Rasa mengantuk Ko Thian-liok sudah hilang lenyap semenjak tadi, tentu saja rasa kantuk Siang Hu-hoa bertiga pun sudah musnah tidak berbekas, mereka sedang membahas apa benar di dunia ini terdapat setan iblis dan siluman?
Benarkah Gi Tiok-kun dan Kwee Bok adalah jelmaan dari siluman laron?
Apa benar pembunuh yang telah menghabisi nyawa Jui Pak-hay adalah mereka berdua?
Ketika angin malam berhembus lewat, tanpa terasa ke empat orang itu sama sama bersin berulang kali.
Setelah mengelus jenggotnya tiba tiba Ko Thian-liok berkata: "Aku rasa kita harus mengambil sebuah kesimpulan atas kejadian ini"
"Kami sudah mempunyai tertuduh" jawab Nyo Sin. "Siapa mereka?"
"Tertuduh utama adalah Gi Tiok-kun dan Kwee Bok!"
"Apakah opas Nyo percaya akan adanya setan iblis dan siluman?"
Nyo Sin berpikir sebentar lalu mengangguk.
Kembali Ko Thian-liok berpaling ke arah Tu Siau-thian sambil bertanya:
"Bagaimana menurut pendapat opas Tu?" "Pandanganku justru bertolak belakang" “Tidak percaya maksudmu?"
"Yaa, sama sekali tidak percaya?" "Alasannya?"
"Walaupun banyak tersiar kabar berita tentang setan iblis atau siluman, tapi siapa sih manusia di dunia ini yang benar benar pernah berjumpa dengan setan iblis atau siluman?'
"Jui Pak-hay!" tukas Nyo Sin.
"Justru karena kita sudah membaca semua catatan peninggalan Jui Pak-hay maka kita mengira Jui Pak-hay benar benar pernah bertemu dengan setan iblis dan siluman, tapi aku berpendapat, kita tidak boleh percaya seratus persen atas semua laporan yang tertinggal dalam kitab cacatan tersebut, sebab hal ini membuat analisa kita gampang kabur lantaran terpengaruh oleh catatan itu"
"Jadi kau menganggap kitab catatan itu palsu?" Tu Siau-thian menggeleng. "Kecuali Jui Pak-hay memang sengaja membesar-besarkan masalah, kalau tidak, aku rasa kitab catatan itu tidak perlu diragukan lagi keasliannya"
"Membesar besarkan masalah? Menggunakan nyawa sendiri sebagai taruhan?"
"Oleh sebab itu aku percaya kitab catatan itu tidak ada masalah"
"Lalu apa bedanya dengan percaya akan adanya setan iblis atau siluman?" seru Nyo Sin.
"Jelas berbeda sekali" "Dimana letak perbedaannya?"
"Biarpun apa yang tercatat merupakan kejadian nyata, namun apa yang dilihat Jui Pak-hay belum tentu merupakan kejadian nyata"
"Apa maksud perkataanmu itu? Tolong katakan lebih jelas dan gamblang"
"Maksudku, ketika Jui Pak-hay sedang menulis buku catatan itu, belum tentu setiap kali dia berada dalam keadaan normal"
"Aku tetap tidak mengerti"
"Sewaktu menulis catatan itu, aku rasa ada berapa kali benda atau makhluk yang dia anggap telah melihatnya itu kemungkinan besar belum tentu ada wujudnya"
Tampaknya Nyo Sin masih tetap tidak mengerti namun dia tidak bertanya lebih jauh, sambil mengalihkan pokok pembicaraan ujarnya:
"Bila sesuai dengan keyakinanmu, setan iblis dan siluman itu tidak ada, lalu kenapa bisa terjadi peristiwa seperti itu?"
"Aku rasa semuanya itu merupakan ulah atau perbuatan manusia" Tu Siau-thian menegaskan. "Ulah siapa?"
"Mungkin saja ulah Gi Tiok-kun, mungkin juga ulah Kwee Bokl"
"Bukankah sejak tadi sudah kukatakan kalau pembunuh yang sesungguhnya adalah mereka berdua?" protes Nyo Sin.
"Tapi aku tetap tidak yakin kalau kejadian ini merupakan ulah mereka, juga tidak beranggapan kalau mereka berdua adalah jelmaan dari siuman laron"
"Jadi menurut kau, seandainya merekalah pembunuhnya, dengan cara apa kedua orang itu membantai Jui Pak-hay?"
"Benar, coba kau utarakan pandanganmu" sela Ko Thian- liok pula, "mungkin kita bisa membahasnya bersama"
"Baiklah" kata Tu Siau-thian kemudian, setelah mendeham dia terusnya:
"Menurut pandanganku, sebenarnya kasus ini bukan suatu kejadian yang aneh atau luar biasa, peristiwa ini berubah jadi aneh dan penuh misteriu lantaran Jui Pak-hay telah memasukkan masalah kejiwaannya ke dalam kejadian ini, terpengaruh oleh jiwanya yang labil maka muncul khayalan khayalan yang nampaknya sangat mengerikan"
"Kejiwaan bagaimana maksudmu?” tanya Ko Thian-liok tertegun.
Siang Hu-hoa juga menunjukkan perasaan bingung dan tak habis mengerti, apalagi Nyo Sin.
Tu Siau-thian segera menjelaskan:
"Setiap insan manusia tentu mempunyai kesukaan dan rasa muak terhadap suatu jenis makhluk atau hewan, misalnya ketika bertemu dengan seseorang, si A akan merasa muak sekali tapi tidak begitu dengan pandangan si B" "Maksudmu seperti tauke pegadaian di kota utara Thio Hok?" tanya Ko Thian-liok sambil tertawa.
"Benar"
"Padahal Thio Hok punya wajah yang tampan, orang bilang muka hokki, terhadap setiap orang pun ramah dan murah senyum, wajah semacam ini sebetulnya tidak termasuk wajah yang membosankan" kata Ko Thian-liok.
"Benar, tapi siapa pun yang bertemu dengannya, secara otomatis muncul rasa ketidak senangannya, bahkan aku pun p ingin sekali menghajarnya habis-habisan setiap kali berjumpa dengannya" Tu Siau-thian menerangkan.
"Ini disebabkan dia sembunyi golok dibalik senyumannya, dibalik senyumannya yang ramah terselip jiwa bangsatnya yang tega menelan manusia berikut tulang belulangnya"
"Orang semacam ini memang sangat licik dan menyebalkan"
"Karena itu semakin dipandang kau akan merasa semakin muak"
"Benar, dan inilah masalah kejiwaan yang kita miliki"
Sekarang Ko Thian-liok baru mengerti apa yang dia maksudkan, maka semua orang pun manggut manggut.
"Sebetulnya masalah kejiwaan semacam ini tidak jahat, seperti misalnya saja aku, setiap kali melihat cicak, timbul rasa muak dan ngeri diliati kecilku, bahkan melihat benda yang mirip dengan warna cicak pun aku jadi muak dan ketakutan setengah mati, kalau sudah mencapai puncaknya aku bisa muntah muntah karena muaknya"
"Tapi apa hubungan persoalanmu dengan kematian Jui Pak-hay?" tak tahan Nyo Sin menyela. "Aku percaya Jui Pak-hay pun mempunyai masalah kejiwaan dengan sejenis makhluk, makhluk yang membuatnya sensitip, takut dan ngeri"
"Kau maksudkan makhluk apa?" "Dengan laron misalnya!"
"Laron Penghisap darah?" Nyo Sin tertegun.
"Tidak harus dengan Laron Penghisap darah, mungkin terhadap setiap jenis laron dia sudah merasa takut dan muak"
"Ooh "
Tu Siau-thian melirik Siang Hu-hoa sekejap kemudian baru berpaling ke arah Nyo Sin, tiba tiba katanya:
"Bukankah bentuk dan warna dari Laron Penghisap darah sangat mencolok dan menarik perhatian, bukankah bentuknya yang mencolok itu justru mendatangkan perasaan seram bagi yang melihatnya?"
Tanpa terasa Siang Hu-hoa mengangguk, sedang Nyo Sin segera berseru:
"Bukan Cuma aneh dan menyeramkan, aku bilang betul betul horor "
"Betul, memang mendatangkan perasaan horor " Tu
Siau-thian membenarkan seraya mengangguk. "Lantas kenapa?" tak sabar Nyo Sin mendesak. Tu Siau-thian tidak menjawab, kembali tanyanya:
"Aku rasa diantara kita berempat tidak ada yang takut dengan makhluk sebangsa laron bukan?"
Tidak seorang pun yang menjawab takut. Tu Siau-thian segera berkata lebih jauh:
"Bagi kita yang tidak pernah punya perasaan takut terhadap makhluk bangsa laron saja sudah dibuat ngeri dan seram setelah menyaksikan sendiri kawanan Laron Penghisap darah, coba bayangkan apa reaksinya bagi seseorang yang pada dasarnya sudah takut dengan makhluk sebangsa laron kemudian dia sangka telah bertemu dengan Laron Penghisap darah?"
"Tentu saja lebih seram, lebih ngeri dan takut yang luar biasa"
"Itulah dia, bila ledakan emosi seseorang sudah mencapai suatu tingkat atau batas tertentu, kadangkala hal ini bisa menyebabkan syarafnya terganggu hingga muncul khayalan yang tidak waras"
"Tapi aku tidak melihat Jui Pak-hay berubah jadi orang gila atau kurang waras otaknya"
"Tentu saja dia masih waras karena kepandaian silatnya tinggi, dengan sendirinya diapun memiliki syaraf yang jauh lebih kokoh ketimbang orang biasa, namun ketika ia jumpai kawanan Laron Penghisap darah tersebut, rasa takut dan ngeri yang muncul pasti amat kuat dan hebat yang belum tentu bisa diterima dan dibendung oleh kekuatan syarafnya"
"Kalau tidak tahan lantas kenapa?"
"Semenjak peristiwa itu, besar kemungkinan otaknya jadi kurang normal, untuk sementara waktu otaknya kehilangan kontrol sehingga tingkah lakunya jadi aneh" kata Tu Siau-thian dengan suara dalam.
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya lagi dengan suara yang lebih dalam:
"Bila seseorang berada dalam kondisi kesadaran tidak terkontrol, seringkali dia akan melihat banyak kejadian yang aneh dan menyeramkan"
"Kejadian apa maksudmu?" "Kejadian yang tidak nyata dan seringkali kejadian tersebut hanya bisa disaksikan oleh dia sendiri"
"Aneh, bagaimana mungkin bisa terjadi peristiwa semacam ini?"
"Semua kejadian, semua benda dan semua makhluk yang dia lihat sebetulnya timbul dari khayalan dia sendiri, apa yang dia sebut sebagai menyaksikan padahal hanya sebuah ilusi, sesuatu yang tidak nyata" Tu Siau-thian menerangkan.
Kemudian setelah tertawa, lanjutnya:
"Kejadian tersebut tidak jauh berbeda seperti mimpi yang kita peroleh sewaktu tidur dimalam hari, dalam alam mimpi seringkali kita pun menyaksikan banyak makhluk, banyak benda dan banyak kejadian yang tidak nyata, kejadian kejadian tragis yang sebetulnya tak pernah ada dan tak pernah terjadi beneran"
"Yaa benar" sela Ko Thian-liok sambil tertawa dan manggut m anggut, "semalam pun aku mendapat mimpi, seolah aku bersayap dan bisa terbang ke langit"
"Bisa jadi apa yang dialami Jui Pak-hay waktu itu sesungguhnya adalah kejadian seperti ini, tapi ketika dia mencatat kembali semua peristiwa itu di atas kertas, kemungkinan dia sudah berada dalam kondisi stabil dan sadar, hanya dia tidak tahu kalau apa yang sudah dia catat sebetulnya hanya ilusi belaka, kejadian tidak nyata yang dialarriinya ketika jiwanya sedang tergoncang dan tidak stabil"
Setelah berhenti sejenak, kembali terusnya:
"Sewaktu jiwanya sedang goncang dia akan menyaksikan kejadian kejadian yang menakutkan, tapi ketika jiwanya stabil kembali apa yang pernah dilihat lenyap dengan begitu saja, bila keadaan seperti ini dialaminya berulang kali, tak aneh jika dia anggap telah bertemu dengan setan iblis atau siluman dan sebangsanya" Penjelasan tersebut bukannya tanpa dasar, kalau ditelaah kembali semuanya memang merupakan kenyataan.
Tu Siau-thian memang punya bakat bicara, kata kata yang meluncur keluar dari mulutnya membuat orang makin yakin dan percaya.
Tanpa terasa Siang Hu-hoa dan Ko Thian-liok manggut manggut, hanya Nyo Sin yang terkecuali, dia sedang awasi Tu Siau-thian dengan pandangan dingin.
Terdengar Tu Siau-thian berkata lebih jauh:
"Dengan dasar analisa itulah aku katakan bahwa buku catatan tersebut memang merupakan kenyataan, tapi apa yang dicatat Jui Pak-hay dalam catatan tersebut bukan kenyataan tapi hanya ilusi saja, khayalan kosong"
"Dan karena itu pula dia merasa seakan di teror, seakan merasa dikejar dengan segala keseraman dan kengerian?" tanya Ko Thian-liok.
"Besar kemungkinan hal ini pun disebabkan karena dia terlalu banyak mendengarkan kisah dongeng seputar keseraman Laron Penghisap darah"
"Hmmm, kalau didengar sepintas lalu perkataanmu seolah sangat masuk diakah..." ujar Nyo Sin tiba-tiba.
Tu Siau-thian segera menangkap arti lain dibalik perkataan itu, maka dia tidak memberi komentar dan hanya membungkam diri.
Terdengar Nyo Sin berkata lebih jauh:
"Apa itu otak tak waras, apa pula ilusi, darimana kau dapatkan istilah istilah baru macam begitu?"
"Akupun baru pertama kali ini mendengar hal-hal seperti itu" ujar Ko Thian-liok pula sambil memandang Tu Siau-thian dengan sorot mata ragu. Hanya Siang Huhoa seorang yang tetap berdiri tenang, seakan kejadian macam begitu sudah bukan hal yang aneh lagi baginya.
"Tayjin, masih ingat bukan lantaran satu kasus besar hamba pernah berangkat ke Pakkhia untuk melakukan penyelidikan?" tanya Tu Siau-thian tenang.
Ko Thian-liok segera mengangguk:
"Benar, aku masih ingat"
"Dalam perjalanan menuju ke kota Pakkhia, hamba telah berkenalan dengan seorang penyebar agama bangsa asing, orang itu sebenarnya berprofesi sebagai seorang dokter"
"Jadi orang asing itu yang memberitahukan segala sesuatunya kepadamu?"
"Benar"
Nyo Sin kembali mendengus:
"Hmmm, biasanya ajaran orang asing hanya cocok untuk orang asing" selanya.
"Itu mah belum tentu" timbrung Siang Huhoa. Sekali lagi Nyo Sin mendengus.
Siang Huhoa tidak perdulikan dia, kembali ujarnya kepada Tu Siau-thian:
"Kalau toh terjadi keadaan seperti apa yang kau utarakan, paling tidak dia kehilangan kontrol atas kesadaran sendiri setelah bertemu dengan kawanan Laron Penghisap darah, atau dengan perkataan lain Laron Penghisap darah memang ada wujudnya di dunia ini"
"Sepasang mata yang kita miliki belum berpenyakit bukan?
Aku percaya apa yang telah kita saksikan merupakan satu kenyataan" sahut Tu Siau-thian sambil tertawa. Mereka berdua memang telah menyaksikan kehadiran Laron Penghisap darah, bukan hanya satu kali malah.
"Dalam keadaan sadar dan terkontrol syarafnya, aku percaya sepasang mata Jui Pak-hay pun tidak bermasalah" kata Siang Hu-hoa.
"Kalau memang demikian kenyataannya, berarti Jui Pak-hay baru kehilangan kontrol setelah menyaksikan kehadiran kawanan Laron Penghisap darah itu"
"Kalau toch dia takut dengan makhluk sebangsa laron, tentu saja tidak akan memelihara Laron Penghisap darah didalam rumahnya"
"Maksudmu orang yang memelihara kawanan Laron Penghisap darah itu sudah pasti orang yang berniat mencelakai atau ingin membunuhnya?"
"Benar! Dengan kata lain pemilik Laron Penghisap darah itulah pembunuh yang sesungguhnya dari Jui Pak-hay"
"Rasanya memang begitu"
"Pembunuh yang sebenarnya pasti bukan orang yang kurang waras otaknya atau punya kelainan jiwa bukan?" Siang Hu-hoa menambahkan.
Tu Siau-thian tertawa tergelak.
"Aaah, masa begitu kebetulan?" serunya.
"Kalau memang bukan, berarti pembunuh Jui Pak-hay tentu orang yang mempunyai rencana yang matang, dia pasti punya maksud dan tujuan tertentu"
"Maksudmu dia memang punya niat untuk membunuh korbannya?"
"Benar, paling tidak aku beranggapan bahwa kematian Jui Pak-hay bukan karena salah membunuh, aku yakin segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan secara matang"
"Menurut pengalamanku, biasanya rencana pembunuhan dilakukan karena berapa macam alasan"
"Maksudmu?"
"Membalas dendam adalah salah satu alasan diantaranya "
"Menurut apa yang kuketahui, semua musuh besarnya telah tewas diujung pedangnya, jadi tak pernah ada musuh besarnya yang tahu siapakah dia" kata Siang Hu-hoa, setelah menghela napas terusnya, "selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, dia tidak pernah membiarkan korbannya tetap hidup"
"Berarti Si Siang-ho adalah pengecualian?"
"Mungkin saja dia memang tidak pernah menganggap peristiwa ini sebagai sesuatu yang serius, sehingga dia anggap tidak perlu diselesaikan dengan ilmu silat, otomatis dia pun menganggap tidak ada perlunya untuk membunuh Si Siang- ho"
"Atau bisa jadi dia memang tidak pernah pandang sebelah matapun terhadap Si Siang-ho"
Siang Huhoa manggut manggut, setelah termenung sejenak dia menambahkan:
"Mungkin watak dan perangainya telah terjadi perubahan besar saat itu sehingga berbeda dengan masa masa sebelumnya"
"Benturan karena kepentingan merupakan alasan ke dua "
"Kalau soal ini mah semestinya kalian jauh lebih jelas" ucap Siang Huhoa. "Aku tidak melihat terjadinya benturan karena kepentingan di wilayah seputar sini "
"Itu berarti kemungkinan alasan ke tiga, tapi apa itu?" "Bencana yang timbul karena harta atau wanita"
"Jui Pak-hay memang seorang lelaki" Tu Siau-thian segera tertawa tergelak. "Hahaha aku tahu kalau dia seorang
lelaki" serunya, "semisal dia menyamar jadi perempuan pun sudah pasti dia bukan perempuan yang cantik, aku rasa kemungkinan karena perempuan kecil sekali. Ini berarti karena harta aku lihat bibit bencana yang paling memungkinkan
adalah karena harta"
"Sebelum kita memasuki ruang rahasia bawah tanahnya, apakah kau pernah menduga kalau dia memiliki harta kekayaan yang begitu banyak?" tanya Siang Huhoa.
Tu Siau-thian menggeleng.
"Padahal kau adalah sahabat karibnya" ujar Siang Hu-hoa lebih jauh, "kalau kau saja tidak tahu, Jui Gi sebagai pembantu kepercayaannya juga tidak tahu, lalu siapa yang tahu akan rahasia ini?"
"Aku rasa hanya satu orang yang kemungkinan tahu akan hal itu"
"Gi Tiok-kun maksudmu?"
"Biasanya seorang lelaki tidak akan merahasiakan masalah apa pun dihadapan perempuan kesayangannya"
Siang Huhoa sama sekali tidak menyangkal akan perkataan itu, sebab bukan hanya satu dua kali dia jumpai lelaki semacam ini, untuk menarik perhatian kaum wanita yang dituju, seringkah kaum lelaki akan mempamerkan segala kemampuan, segala kekayaan yang dimilikinya. Keadaan tersebut tidak jauh berbeda seperti burung merak jantan yang mementangkan bulu-bulu indahnya untuk menarik perhatian merak betina.