Misteri Pulau Neraka (Ta Xia Hu Pu Qui) Jilid 23

 
Jilid 23

Setelah tewas, dalam kenyataan Tio Sian-hau berhasil membalas sendiri sakit hatinya, rasanya biarpun dia sudah berada di alam baka, arwahnya tentu akan  peroleh ketenangan.

Oh Put-kui yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil berbisik :

"Ban tua, kejam amat perasaan anggota Pay-kau itu!" "Siapakah yang tak ingin membalaskan dendam bagi

kematian gurunya?" kata  kakek latah  awet muda sambil tertawa, "hey anak muda, andaikata kau yang menjumpai keadaan tersebutpun tentu kau akan berbuat yang sama!"

Tapi Oh Put-kui segera menggelengkan  kepalanya  berulang kali, katanya:

"Seandainya boanpwee yang menghadapi kejadian seperti ini, tak nanti  boanpwee akan mempergunakan kesempatan dalam kesempitan dengan menyerangnya disaat orang belum siap, boanpwee tentu  akan  menunggu  sampai hwesio itu mendapatkan kembali tenaga dalamnya, kemudian baru menantangnya secara jantan!"

Kembali kakek latah awet muda tertawa: "Hey anak muda, bayangkan saja gurunya pun masih bukan tandingan lawan bagaimana mungkin dia berani menantang musuhnya secara blak-blakan untuk membalaskan dendam bagi kematian gurunya? Sekalipun tindakan yang dilakukan kurang terhormat, tapi demi membalaskan dendam bagi kematian gurunya, dia telah mempersilahkan jenasah gurunya untuk balas dendam sendiri, atas  perbuatannya  ini kita wajib memberi maaf yang sebesar-besarnya..."

Belum selesai kakek latah awet  muda  berbicara,  dipihak lain Li Cing-siu telah mengumpat orang  tersebut  dengan penuh amarah.

Tapi si tosu tua yang berada disamping Li Cing-siu segera memintakan ampun sambil berkata:

"Sekalipun apa  yang diperbuat Siu Kong-cuan kurang terhormat, tapi tindakan tersebut dilakukan demi  membalaskan dendam bagi kematian gurunya,  perbuatan tersebut amat simpatik dan perlu kita maklumi, harap kaucu jangan gusar, apa salahnya bila sekembalinya ke rumah nanti, kita beri hukuman kerja paksa selama dua tahun  sebagai hukumannya...?"

Padahal Li Cing-siu sendiripun memahami alasan tersebut, hanya saja sebagai seorang kaucu, sudah barang tentu ia harus menunjukkan sikap demikian.

Setelah mendengar perkataan tersebut, katanya kemudian sambil menghela nafas panjang:

"Kalau toh Cu sute sudah mintakan maaf baginya, baiklah kita jatuhi hukuman sesuai dengan apa yang diaktakan sute!"

Baru sekarang Oh Put Kui mendapat  tahu kalau tojin berambut putih itu adalah jago tangguh dari Pay-kau yang disebut orang Leng-ho totiang Cu Kong-to.

Sementara itu dari pihak Pay-kau telah muncul beberapa orang yang segera menggotong pergi jenasah dari Ha-ha siansu. Sedangkan jenasah  dari kakek baju hitam masih tetap digendong oleh Sin Kong-coan.

Sedangkan doa orang pendeta See-ih yang lain segera digotong oleh empat orang lelaki kekar.

Li Cing-siu mengalihkan pandangannya dan memandang sekejap kesekeliling tempat itu, lalu ujarnya  kepada  Ciu  It- cing:

"Beritahu kepada hontiang kuil ini, bahwa aku minta maaf karena mengganggu ketenangan mereka pada malam ini, selain itu juga minta maaf karena tak dapat menyambanginya berhubung masih ada urusan penting lainnya..."

Ciu It cing mengiakan dan siap beranjak pergi dari tempat tersebut...

Mendadak...

Suara tertawa dingin yang amat menggidikkan hati berkumandang datang dari sudut ruangan kuil.

Ciu It-cing nampak tertegun, kemudian secepat kilat menerjang maju ke muka.

"Anak   Cing, jangan   gegabah..." Li   Cing siu segera membentak dengan suara rendah.

Secepat kilat dia menyambar tangan muridnya itu serta ditarik kembali kebelakang.

Sementara itu suara tertawa dingin yang  bergema tadi sudah tak terdengar lagi.

Dengan sorot mata yang berkilat Li  Cing-siu memperhatikan sekejap lagi sekitar situ, kemudian tegurnya lantang:

"Jago lihay dari manakah yang berada di situ,  silahkan untuk menampakkan diri!" Bersamaan dengan selesainya perkataan tersebut, tampak sesosok bayangan manusia munculkan diri dari balik kegelapan.

Begitu berjumpa dengan orang yang baru munculkan  diri itu, tiba-tiba  saja Li Cing-siu merasakan sekujur badannya bergetar keras.

Serta merta Oh Put Kui mengalihkan pula pandangan matanya untuk mengawasi orang tersebut...

Orang itu mengenakan jubah panjang  berwarna hijau dengan sebuah ikat pinggang berbenang emas menghiasi pingganggnya, kepalanya memakai topi pelajar berwarna putih dan sepatunya berwarna putih juga.

Orang ini memiliki raut wajah yang halus, tampan dan lembut, usianya kurang lebih empat puluh tahunan.

Tapi air mukanya justru sangat dingin dan kaku persis seperti sebongkah es batu.

Oh Put Kui yang menyaksikan wajah itupun diam-diam merasakan hatinya bergidik...

Dalam pada itu, orang tadi sudah berhenti tepat dihadapan Li Cing-siu, jaraknya hanya satu kaki saja.

Dengan sorot matanya yang dingin bagaikan es  dia  awasi Li Cing-siu tanpa berkedip sementara sekulum  senyuman yang amat dingin menghiasi ujung bibirnya.

Sejak munculkan diri sampai sekarang, dia tak pernah mengucapkan sepatah katapun.

Setelah mengerutkan dahinya rapat-rapat, Li Cing-siu segera menjura dan menyapa sambil tertawa:

"Ooh, rupanya saudara Ang!"

Manusia berbaju hijau itu masih tetap membisu dan berdiri tak bergerak disana.

--------------------- Agaknya Li Cing-siu cukup mengetahui tabiat dari orang itu, kembali ujarnya sambil tertawa:

"Saudara Ang, kau bukannya hidup bahagia di Lo-hu, mengapa jauh-jauh datang ke Kang-ciu? Sebenarnya dikarenakan persoalan apa sih...?"

"Karena kau!"

Akhirnya orang berbaju hijau itu bicara juga, namun raut wajahnya masih tetap dingin tanpa berubah.

Akan tetapi Li Cing-siu   justru dibuat tertegun oleh jawabannya tersebut.

Tapi sambil tertawa segera katanya pula:

"Masalah apa sih yang telah merepotkan saudara Ang  untuk mengunjungi aku di Kang-ciu ini?"

Tiba-tiba manusia berbaju hijau itu mendengus dingin lalu mendongakkan kepalanya dengan angkuh.

Kalau orang lain yang menyaksikan ulah dan keangkuhan manusia berbaju hijau itu, niscaya mereka akan dibuat kheki dan mendongkolnya setengah mati.

Akan tetapi Li Cing-siu, kaucu dari perkumpulan Pay-kau ini tidak menjadi gusar karena persoalan tersebut.

Kembali dia menjura seraya berkata:

"Seandainya saudara Ang tidak bersedia menjawab, tentu saja akupun tak berani mengganggu, berhubung kami masih ada urusan lain yang harus diselesaikan,maaf  bila  kumohon diri lebih dulu dari saudara Ang..."

Seusai berkata dia lantas membalikkan badan dan siap meninggalkan tempat tersebut.

Tiba-tiba manusia berbaju  hijau itu membentak sambil tertawa dingin tiada hentinya:

"Kau tidak usah pergi!" Paras muka Li Cing-siu kembali berubah hebat sesudah mendengar perkataan itu.

Diapun balas mendengus dingin sambil katanya:

"Apa maksud saudara Ang berkata  demikian?  Atau mungkin saudara Ang memang satu aliran denga Put-khong siansu?"

"Huuuh, aku mah tak sudi bergaul dengan manusia rongsokan macam mereka!" kata manusia baju hijau itu sinis, dia segera mengangkat kepalanya lagi dengan angkuh.

Jawaban tersebut semakin mengejutkan Li Cing-siu: "Lalu mengapa saudara Ang berbuat demikian?"

Mendadak manusia berbajuhijau itu memejamkan matanya rapat-rapat dan menunjukkan sikap sama sekali tidak menggubris atas pertanyaan dari Li Cing-siu tersebut.

Lama kelamaan Li Cing-siu dibuat gusar juga oleh ulah lawannya yang sangat angkuh itu:

"Saudara Ang, mengapa sih kau bersikap begitu  tak  tahu diri terhadapku?"

Kembali manusia berbaju hijau itu membuka matanya lebar-lebar...

Dengan cepat Oh Put Kui menjumpai bahwa sorot mata manusia baju hijau she Ang itu benar-benar tajam  sekali bagaikan sambaran petir saja.

Diam-diam ia terkejut bercampur keheranan, sejak kapan pihak siau-hong-hu memiliki jagoan yang demikian hebatnya?

Bila ditinjau dari kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki manusia she ang ini, sudah jelas kepandaian silatnya masih jauh diatas kemampuan dari Ku Bun-wi.

Sementara itu dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu manusia berbaju hijau itu melotot sekejap kearah Li Cing-siu. Hanya anehnya, dia  masih tetap membungkam dalam seribu bahasa.

Atas kejadian tersebut, jago tanpa bayangan  penghancur hati Ciu It-cing menjadi gusar sekali dibuatnya.

Mendadak saja dia membentak dengan penuh kegusaran: "Ang Yok-su, julukanmu Kin-huan-gi-in belum tentu bisa

membuat jerinya orang lain, kau juga seorang manusia, mengapa sih berlagak  aneh sehingga sama sekali  tidak berbau kemanusiaan?"

Diam diam Oh Put-kui bersorak gembira atas umpatan tersebut, pikirnya dihati:

"Benar-benar sebuah umpatan yang sangat tepat!"

Tapi sebaliknya Li Cing-siu bukannya memuji, sebaliknya justru menegur Ciu It-cing:

"Anak cing, mengapa kau bersikap kurang ajar terhadap seorang cianpwe? Ayoh cepat mundur dari sini!"

Dengan gemas Ciu It-cing mendepak-depakkan kakinya keatas tanah lalu mengundurkan diri sejauh tiga langkah ke belakang.

Sebaliknya manusia berbaju hijau itu kembali berkata

"Ooh, diakah murid didikan saudara Li? Hmmm, hukuman seratus cambuk kulit ular harus kau laksanakan di istana Kiu- huan-kiong di Lo-hu dalam dua puluh hari mendatang!"

"Kau tak usah bermimpi disiang hari bolong..." teriak Ciu It- cing sambil tertawa dingin.

Li Cing-siu segera mendelik dan sekali lagi mencegah Ciu It cing untuk berbicara lebih jauh.

Sebaliknya manusia berbaju hijau itu memandang sekejap kearah Li Cing-siu dengan pandangan dingin, lalu katanya:

"Terserah kau sendiri, sampai waktunya lewat aku mah tak bisa menunggu lagi..." Kalau didengar dari nada suaranya itu, seakan-akan justru orang lainlah yang  memohon agar bisa diberi hukuman olehnya.

Oh Put Kui hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali setelah mendengar perkataan tesebut.

Dia sama sekali tidak menyangka kalau tokoh silat nomor wahid diwilayah barat daya yang dikenal orang sebagai tabib sakti Ang Yok-su adalah seorang manusia yang begitu dingin dan kaku.

Sebaliknya Kakek latah awet muda segera berkata sambil tertawa:

"Tepat, bagus sekali! Tampaknya bocah keparat ini makin lama semakin latah..."

Dalam pada itu Li Cing siu telah berkata sambil tersenyum: "Saudara Ang, dalam soal ini aku tentu akan membereskan

dengan sebaiknya, cuma saja ingin kuketahui sebenarnya karena persoalan apa saudara Ang datang kemari? Saat  ini  aku harus pulang  dengan segera, bila saudara  Ang  ada urusan bagaimana kalau kita bersua lagi di kuil yang sama pada tengah hari besok?"

"Tiak usah, besok aku masih ada urusan!" tukas manusia berbaju hijau itu dingin.

"Mengapa sih saudara Ang memojokkan diriku terus menerus?" tanya Li Cing-siu kemudian  dengan  kening berkerut.

Oh Put Kui yang menyaksikan hal ini benar benar merasa keheranan, dia tidak mengerti apa sebabnya  kaucu dari perkumpulan Pay-kau ini bersedia menahan  diri  untuk bersikap mengalah dan  bersabar terhadap  tabib  sakti Ang Yok-su yang dingin, angkuh dan kaku itu?

Dia tak percaya kalau ilmu silat yang dimiliki Li Cing-siu belum mampu menandingi Ang Yok-su. Bila ditinjau dari kepunyaannya sewaktu membekuk dua orang pendeta dari wilayah See-ih tadi, bisa jadi kepandaian silatnya justru masih berada diatas kemampuan dari Ang Yok- su.

Menghadapi persoalan yang aneh dan membuatnya tidak habis mengerti ini, dia ingin sekali bertanya kepada  Kakek latah awet muda.

Kebetulan sekali kakek latah  awet muda pun  sedang berkata kepadanya dengan ilmu menyampaikan suara:

"Anak muda, mungkin kau merasa keheranan bukan apa sebabnya Li Cing-siu tak berani mengumbar  hawa amarahnya?"

"Yaa, boanpwee memang sangat keheranan"  sahut Oh Put-kui sambil tertawa.

"Tidak aneh, dia bersedia mengalah Ang Yok-su pernah menyelamatkan jiwa Li Cing-siu!"

"Ooh... rupanya begitu!" baru sekarang Oh Put Kui menjadi paham.

Tapi ia menggelengkan kepalanya lagi sambil menghela napas, lalu ujarnya lebih jauh:

"Ban tua, si tabib sakti Ang Yok-su ini  telah  melepaskan budi lalu mencoba mempermainkan seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, aku rasa perbuatannya itu sangat keterlaluan sekali"

"Hey anak muda, apakah kau beranggapan ilmu silat yang dimiliki Ang Yok-su tak mampu menandingi kehebatan dari ketua Pay Kau ini, sehingga kau mempunyai pendapat demikian?" kata kakek latah awet muda sambil tertawa.

"Boanpwe memang berpendapat demikian!"

"Kalau begitu  coba kau tebak, tenaga  dalam siapakah diantara mereka berdua yang jauh lebih sempurna?"

"Ang Yok su!" sahut Oh Put Kui sambil tertawa. "Darimana kau bisa menduga sampai kesitu?" Oh PUt Kui kembali tertawa.

"Manusia yang berwatak sangan aneh macam Ang Yo-su sudah pasti jarang  sekali melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum dan susila dalam dunia  persilatan, atau dengan perkataan lain dia pasti lebih mengutamakan soal berlatih ilmu silat daripada masalah lain, sudah barang tentu tenaga dalamnya jauh lebih sempurna daripada orang lain."

"Bagus sekali, nyatanya kau memang tidak tolol."

"Tapi bilamana dugaanku tidak salah, Li kaucu dari perkumpulan Pay-kau justru memiliki ilmu pukulan yang jauh lebih hebat daripada Ang Yok-su!" kata Oh Put-kui lebih jauh.

"Ehmm, memang begitulah kenyataannya."

Mendadak Oh Put-kui seperti teringat akan sesuatu, sambil tertawa katanya kemudian:

"Ban tua, mengapa Ang Yok su ini  bisa mempunyai hubungan dengan pihak Sian-hong-hu?"

"Pertanyaan yang amat bagus, aku justru hendak menanyakan persoalan ini kepadamu. "

Oh Put-kui menjadi tertegun sesudah mendengar ucapan tersebut, padahal Kakek latah awet muda terkenal sebagai seorang kakek yang tahu  akan  segala-galanya,  tapi sekarang. nyatanya dia sendiripun tidak tahu.

Sementara kedua orang itu sedang berbincang bincang dengan ilmu menyampaikan suara, dipihak lain Ang Yok-su sudah tiga kali mendongakkan kepalanya ke angkasa tanpa menggubris perkataan dari Li Cing-siu.

Betapapun baiknya kesabaran dari Li Cing-siu, lama kelamaan habis juga kesabaran tersebut.

Tiba-tiba saja rambutnya yang  beruban bergetar  keras, mencorong sinar tajam dari  balik  matanya,  lalu  dengan lantang dia berseru: "Dulu, aku she Li pernah berhutang budi kepada saudara Ang karena berkat  memberikan pil mestikamu maka racun jahat yang mengeram dalam tubuhku bisa dipunahkan. Tapi sekarang kau berusaha menghalangi kepergianku, semestinya aku harus menuruti perkataanmu  itu sebagai pembalasan budi... hanya saja, persoalan yang terjadi hari ini menyangkut soal nama baik Pay-kau dimasa mendatang,  aku tak bisa mengalah terus kepadamu demi kepentinganku pribadi sehingga harus mengorbankan nama baik dan kepercayaan orang terhadap perkumpulan kami, oleh sebab itu sekali lagi kumohon pengertian dari saudara Ang..."

Ketika berbicara sampai disitu, sekali lagi kaucu dari Pay- kau ini menghela napas sambil berkata lebih jauh:

"Saudara Ang, bagaimana kalau kau tunggu kedatanganku besok saja untuk sekalian minta maaf kepadamu?"

Nada suaranya penuh dengan  permohonan  membuat orang yang mendengarkan ikut merasa beriba hati.

Seharusnya, tabib sakti Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su akan memenuhi keinginannya itu.

Tapi dalam kenyataannya, Ang Yok-su tetap tidak menggubris akan perkataan tersebut.

Sikapnya sekarang seakan-akan merasa  tidak  tertarik untuk berbicara dengan siapapun.

Li Cing-siu menunggu lagi beberapa  saat,  ketika  belum juga memperoleh jawaban dari si tabib sakti Ang Yok-su, akhirnya dia berkerut kening dan mencorong sinar kegusaran dari balik matanya, dengan suara lantang dia berseru:

"Demi nama baik perkumpulan kami, terpaksa aku she Li harus berbuat lancang terhadap saudara Ang pada malam ini, selesai peristiwa ini, aku tentu akan mengajak semua murid- muridku untuk minta maaf kepadamu di Lo-hu."

Selesai berkata dia lantas menyelinap keluar dari ruangan tersebut... Semula Oh Put Kui mengira Ang Yok-su pasti akan menghalangi kepergian orang itu.

Tapi tidak demikian dengan kenyataannya, kali ini Ang Yok- su sama sekali tidak berbuat sesuatu, bahkan tertawa dinginpun tidak, dia masih tetap mempertahankan posisinya yang berdiri sambilmengangkat kepala,  sama sekali tidak bergerak barang sedikitpun jua.

Dia seakan-akan sudah lupa kalau kedatangannya kemari adalah menghalangi Li Cing-siu  meninggalkan  tempat  tersebut.

Pada mulanya tentu saja Li Cing-siu sendiripun turut dibuat tertegun oleh kejadian ini.

Menanti ia sudah tiba di pelataran dan Ang Yok-su masih juga tidak bergerak dari posisinya semula, dia baru merasa lega, diam-diam pikirnya dengan perasaan geli.

"Rupanya saudara Ang sedang bergurau denganku!"

Dengan cepat dia mengulapkan tangannya memberi tanda kepada semua anggota perkumpulannya...

Leng ho cinjin Cu Kong-to dengan memimpin segenap anggota perkumpulannya segera menggotong  kedua  orang pendeta dari See-ih itu dan menuju kepelataran muka dengan langkah lebar.

Pada saat itulah Li Cings-siu baru menjura kepada Ang Yok-su sambil berkata dengan nada terima kasih:

"Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Ang untuk memenuhi keinginanku!"

Selesai berkata diapun  membalikkan badan dan siap meninggalkan tempat tersebut...

Mendadak...

Dari depan pintu gerbang kuil Pau-in-si muncul tiga sosok bayangan manusia. Ternyata ketiga orang itu semuanya adalah kaum wanita.

Dari ketiga orang perempuan tersebut, Oh Put Kui hanya kenal seorang diantaranya, dia tak lain adalah Leng Sang-luan yang pernah dijumpainya sewaktu berada di perkampungan Siu-ning-ceng.

Sedangkan dari dua  orang yang lain, seorang adalah perempuan setengah umur yang berdandan sebagai perempuan dusun, sedangkan yang lain adalah seorang gadis berwajah cantik, bergaun  panjang dan berambut panjang sebahu.

Oh Put Kui tidak kenal siapakah kedua orang itu, tapi dia menduga gadis baju ungu berambut panjang itu delapan puluh persen adalah putri kesayangan dari sikakek  suci  berhati mulia Nyoo Thian-wi.

Dengan langkah  yang  sangat pelan ketiga orang itu berjalan menuju kepelataran luar.

Sebaliknya Li Cing-siu justru berdiri tak bergerak ditempat, dia seakan-akan merasa terkejut bercampur keheranan, tapi seperti juga tidak mengerti akan kehadiran dari ketiga orang perempuan tersebut...

Pada saat itulah perempuan petani berusia setengah umur itu telah menegur sambil tertawa:

"Li kaucu, masih kenal dengan aku?"

"Terhadap Lam-wan-nong hu (perempuan petani dari Lam- wan) Ku Giok hun tentu saja aku masih ingat baik, nona Ku, angin apa yang telah membawamu datang ke Kang-ciu ini?"

"Angin apa lagi? Li kaucu, tentu saja hembusan  anginmu itu," sahut perempuan petani  dari Lam-wan Ku Giok-hun  sambil tertawa manis.

Meskipun umurnya sudah mencapai setengah umur  dan lagi berpakaian sangat sederhana, namun  berhubung wajahnya ayu dan menawan hati, tak heran kalau  senyumannya ini sangat menarik hati. DIam-diam Oh Put-kui pun merasa sangat terkejut,  dia  kenal perempuan petani dari Lam wan adalah  seorang perampok yang selalu bekerja sendiri diwilayah Shia kam, sungguh tak disangka  kalau  perampok ulung inipun telah menggabungkan diri dengan pihak istana Sian-hong hu.

Semakin dipikir Oh Put-kui merasa hatinya semakin tidak tenang...

Sewaktu ketua Pay kau, Li Cing-siu mendengar  jawaban dari Ku Giok-hun pun  nampak terkejut dan  sedikit diluar dugaan, tapi segera ujarnya sambil tertawa:

"Nona Ku, rupanya kau memang khusus datang karena diriku?"

Kembali Ku Giok-hun tertawa.

"Kalau bukan lantaran kau, apa salahnya bila aku hidup bahagia di Lan-ciu?"

"Lantas ada urusan apa nona Ku mencari diriku?"

"Bukan aku yang hendak mencarimu, melainkan nona Nyoo ini."

"Ooh...?" Li Cing-siu agak tertegun, "jadi nona Nyoo hendak mencari diriku?"

Ku Giok-hun kembali tertawa hambar.

"Kaucu, mari kuperkenalkan mereka kepadamu...

Setelah berhenti sejenak, dia menunjuk  ke arah gadis berambut panjang itu sambil berkata:

"Dia adalah nona Nyoo, putri kesayangan dari kakek suci berhati mulia Nyoo lojin yang disebut orang Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian, pernahkah kau mendengar nama ini?"

Dengan perasaan bergetar  keras buru-buru Li Cing-siu menjura seraya berkata:

"Ooh, rupanya putri kesayangan dari Kakek suci, maaf, maaf..." Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian cuma mencibirkan bibirnya sambil tertawa.

Ku Giok-hun segera menunjuk kembali ke nona yang lain sambil berkata lebih jauh:

"Dan dia aalah Leng Seng-luan, nona Leng!"

Sekali lagi Li Cing-siu merasa terkejut, buru-buru katanya: "Sudah lama aku pun mengagumi nama besar nona Leng!" "Nama besar kaucu jauh lebih termasyur bagi diriku!" sahut

Leng Seng-luan ketus.

Li Cing-siu tertawa getir:

"Nona  Leng terlalu memuji!"

Setelah berhenti sejenak, dia berpaling ke arah Ang Yok-su sekejap lalu sambil menjura lagi kepada  Hian-leng-giok-li  Nyoo Siau-sian, katanya pelan:

"Aku sungguh merasa terkejut  bercampur sedih ketika mendengar berita duka atas kematian ayahmu, tapi sayang urusan dalam perkumpulan membuatku tak dapat ikut berbela sungkawa, atas kejadian itu harap nona sudi memaafkan!"

Belum selesai perkataan  itu diutarakan, Nyo Siau-sian sudah mengucurkan air matanya dengan sedih.

Sesungguhnya dia  memang seorang gadis yang cantik jelita, apalagi setelah pipinya dibasahi air mata, keadaannya menjadi amat mengenaskan dan cukup membuat  orang merasa iba disamping kasihan.

Menyaksikan kejadian tersebut, buru-buru Li Cing-siu berkata:

"Aaah, tentu  perkataanku  yang kurang  tepat  sehingga memancing kembali rasa sedih nona, maaf... maaf..."

Pelan-pelang Nyoo Siau-sian mengangkat tangannya dan menyeka air mata dengan ujung bajunya. Dengan perasaan tak tenang Li Cing-siu memandang sekejap ke arah perempuan petani dai Lam wan, lalu katanya lirih :

"Nona Ku, tahukah kau ada urusan apa nona Nyoo datang mencari diriku?"

Ku Giok-hun mengerling sekejap ke arahnya, lalu tanpa memperdulikan kesedihan dari Nyoo  siau-sian, dia  segera tertawa cekikikan:

"Dia berharap kau suka membawa segenap anggota perkumpulanmu untuk berangkat ke istana Sian-hong-hu!"

Kontan saja Li Cing-siu berdiri tertegun  seperti patung, demikian juga Cu Kong-to bahkan segenap anggota perkumpulan Pay-kau ikut berdiri termangu-mangu.

Bukan cuma mereka, malahan kakek latah awet muda Ban Sik-tong, Oh Put-kui dan pengemis sinting yang berada diatap ruangan pun ikut dibuat melongo.

Sebenarnya apa maksud dan tujuan dari istana Sian-hong- hu dengan perbuatannya iut?

Menyandera mereka? Atau  menahan  mereka  secara halus?

Atau mungkin maksud tujuan mereka serupa dengan ketiga pendeta dari See-ih, yaitu mengincar ratusan buah kayu yang dibuat dalam perahu-perahu pihak pay-kau?

Segenap anggota Pay-kau dari ketuanya sampai anggotanya menjadi termangu semua, sehingga untuk beberapa saat suasana menjadi hening dan tak kedengaran sedikit suarapun.

Perempuan petani dari Lam  wan, Ku Giok-hun  yang menyaksikan kejadian tersebut segera  menegur  dengan kening berkerut:

"Li kaucu, mengapa kau?" Teguran tersebut segera menyadarkan kembali Li Cing-siu dari lamunannya, dia segera berkata:

"Nona Ku, rupanya kau sedang bergurau dengan aku?"

Sudah jelas Li Cing-siu merasa tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya itu.

Tiba-tiba Ku Giok-hun berseru sambil tertawa dingin : "Biarpun aku bernyali lebih besarpun, tak akan berani

bergurau dengan seorang tokoh silat  termashur  semacam kau, Li kaucu, apa kau belum percaya?"

Yaa. aku kurang percaya!" Li Cing-siu tertawa.

--------------------

"Jika kau tidak percaya, tanyakan saja kepada  nona Nyoo..."

Ternyata sikap Li Cing-siu terhadap putri kesayangan dari kakek suci berhati mulia ini sangat hormat dan tunduk, baru selesai Ku Giok-hun berbicara, dia sudah berpaling kearah Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian dan berkata sambil tertawa:

"Nona Nyoo, ada urusan apa sih kau mencari diriku?"

Sementara itu Nyoo Siau-sian sedang menyeka  air matanya, namun wajahnya masih kentara sekali diliputi perasaan sedih yang amat sangat...

Ketika Li Cing-siu mengajukan pertanyaan tersebut, mendadak dari balik matanya yang jeli memancar keluar cahaya amarah yang amat tebal, wajahnya berubah menjadi merah bersinar, sahutnya nyaring:

"Aku hendak mengundangmu untuk  berkunjung ke ibu kota!"

Li Cing-siu jadi tertegun sambil berpikir: "Waaah, kalau begitu memang sungguhan," Meski dalam hati berpikir demikian  namun diluaran dia berkata lagi sambil tersenyum:

"Mau apa nona mengajak diriku pergi ke ibu kota?" "Tentu saja ada urusan!"

Kalau didengar dari caranya berbicara, tampaknya gadis ini belum pernah bergaul dengan siapapun.

Di dalam kenyataan, dia memang belum pernah bergaul dengan siapapun.

Selama ini pihak Sian-hong-hu selalu memisahkan dia dari pergaulan dunia luar, disamping itu segenap pelayan dan dayang dari istana pun selalu menyanjung sebagai bintang di langit.

Oleh karena itu boleh dibilang dia  tak pernah  belajar bagaimana caranya bergaul dengan orang lain.

Sudah barang tentu Li Cing-siu tidak akan mengetahui  akan kebiasaan manja dari gadis tersebut, oleh karena itu untuk sesaat dia  menjadi tertegun dan  melongo setelah mendengar jawaban dari lawan itu.

"Nona, kau hendak mengajak aku pergi ke ibu kota?" tanyanya kemudian.

"Yaa, kalian segenap anggota Pay-kau harus turut aku semua berangkat ke ibu kota!"

Kalau didengar dari perkataannya ini, hakekatnya seperti sebuah perintah saja.

"Nona, beginikah caramu berbicara denganku?" tegur Li Cing-siu dengan kening berkerut.

"Kalau bukan berbicara denganmu, lantas dengan siapa? Apakah kau tak mengerti apa maksud perkataanku itu?" sahut Nyoo Siau-sian sambil mendelik.

Li Cing-siu tak sanggup menahan diri lagi, dia  segera tertawa dingin seraya berseru: "Maaf nona, numpang lewat, aku harus pergi dari sini!"

"Kau hendak pergi kemana?" tanya Nyoo Siau-sian agak tertegun, mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, kembali ujarnya:

"Kau hendak pergi ke ibu kota?"

Dengan ketus Li Cing-siu menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Tidak, aku hendak pulang ke kota Kang-ciu!"

Sekarang Nyoo Siau-sian baru mengerti, rupanya orang tua ini enggan menuruti perkataannya.

"Kau berani pergi dari sini?" bentaknya dengan marah.

Li Cing-siu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-abahk : "Haaahhh.. haaahhh... haaahhh... perlu kuberikan kepada nona, apa yang ingin kukerjakan selamanya belum pernah ada yang berani menghalanginya."

"Kau bilang aku tak berani? Baik, akan kubuktikan..." teriak Nyoo SIau-sian gusar.

Kalau nona yang manja ini mulai mengumbar amarahnya, maka akan tampak begitu galak dan julasnya dia.

Oh Put-kui yang menyaksikan kejadian tersebut dari atas pohon cuma bisa menggelengkan kepalanya berualng kali, namun ia toh akan tahan untuk melirik beberapa kejap lagi ke arahnya.

Dia memang amat cantik... bahkan cantik dan suci...

Tiba-tiba terdenagr kakek latah awet muda berbisik kepada pemuda itu sambil tertawa:

"Bocah perempuan itu masih polos dan lugu, tapi aneh mengapa dia justru membawa pasukannya untuk membuat keonaran dengan pihak Pay-kau? Anak  muda,  aku  duga dibalik kesemuanya ini tentu ada hal hal yang kurang beres!" Sebagai seorang pemuda yang cerdik tentu saja  Oh  Put Kui pun sudah pikir sampai di situ, katanya sambil tertawa:

"Ban tua, persoalan ini sudah jelas sekali, nona Nyoo Siau- sian itu masih polos dan belum tahu tata cara pergaulan, ini berarti dibelakangnya pasti terdapat seseorang yang mengatur segala sesuatunya ini..."

Belum selesai dia  berkata, dari arah pelataran  sudah terdengar Li Cing-siu sedang berkata sambil tertawa tergelak.

"Nona, semasa kakek suci masih hidup pun, dia tak akan berani berbicara macam begini kepadaku!"

Mendengar nama ayahnya disebut kembali, Nyoo Siau-sian sekali lagi merasa amat sedih.

Tapi dengan air mata bercucuran ia segera membentak marah:

"Sebetulnya kau bersedia untuk pergi atau tidak?" "Maaf, aku tak dapat menuruti kehendakmu!"

Tiba-tiba Nyoo Siau-sian mengayunkan tangannya untuk menampar wajah Li Cing-siu.

Tampaknya dia sudah terbiasa menempeleng orang,  karena itu tamparannya terhadap Li  Cing-siu  dilakukan olehnya dengan sangat leluasa dan indah.

"Bagaimana pun juga kau harus pergi..." serunya nyaring.

Tempelengan itu dilancarkan sangat mendadak, lagipula dilakukan dengan  gerakan yang  sangat cepat, sehingga membuat orang tak berani mempercayainya.

Mimpipun Li Cing-siu tidak menyangka kalau dia  bakal ditempeleng gadis tersebut secara tiba-tiba,  dalam  keadaan tak menyangka dan kagetnya orang tua ini tak sempat lagi untuk menghindarkan diri.

"Plaaakkk!" Tempelengan tersebut dengan tepat bersarang diatas pipinya.

Masih untung saja tamparan tersebut tidak disertai dengan tenaga dalam, sehingga tidak sampai menimbulkan perasaan sakit bagi orang tua tersebut.

Kendatipun begitu, peristiwa tersebut sudah cukup membuat Li Cing-siu untuk menderita sepanjang hidup.

Oh Put kui yang berada diatas pohon  menjadi  terkejut sekali setelah menyaksikan peristiwa ini, dia segera bertanya:

"Ban tua, ilmu gerakan tubuh apakah itu? Tampaknya tidak lebih lama daripada ilmu langkah Tay-siu-huan-im poh yang kupelajari dari Mi-sim-kui-to tempo hari."

"Tentu saja," sahut kakek latah sambil tertawa. "Jadi kau kenal dengan ilmu gerakan tubuh itu?" "Kenal!"

Mendadak Oh Put Kui merasa terkejut, segera pikirniya:

"Heran, mengapa dengan si kakek latah? Dia seperti acuh tak acuh? mengapa sih hari ini?"

Dengan cepat dia berpaling...

Ternyata kakek latah  awet muda sedang memejamkan mata rapat-rapat sementara air matanya jatuh bercucuran.

Oh Put Kui benar-benar terperanjat sekali oleh kejadian tersebut, ia segera menegur:

"Ban tua, mengapa kau?"

Baru pertama kali ini dia menyaksikan kakek berambut  putih ini murung dan mengucurkan air mata.

Sambil menahan sesenggukannya kakek latah berkata: "Anak muda, aku sedang teringat akan seorang sahabat

intimku." Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Oh Put Kui, segera ujarnya lagi:

"Siapakah orang itu? Apakah ada hubungan dengan nona Nyoo?"

Dengan air mata bercucuran sahut kakek latah awet muda: "Yaa, ilmu gerakan tubuh yang digunakan budak itu mirip

sekali dengan kepandaian yang dimiliki sahabat karibku itu... aaai, memang ilmu gerakan tubuh tersebut yang dipergunakan olehnya..."

Perkataan si kakek yang tiada ujung pangkalnya ini, segera membuat Oh Put Kui menjadi bingung dan tidak habis mengerti.

"Ban tua, ilmu gerakan tubuh  apakah itu? Siapa pula sahabat karibmu itu?"

"Hian-hian... Hian-hian..." tiba-tiba kakek latah awet muda bergumam dengan air mata bercucuran.

Kali ini si kakek lupa mempergunakan ilmu menyampaikan suaranya, tak heran kalau Oh Put-kui menjadi sangat terkejut sehingga buru-buru mendekap mulut kakek itu sambil berbisik:

"Ban tua, saat ini kita masih belum boleh menampakkan diri!"

Kakek latah awet muda baru terkejut sesudah mendengar teguran itu, cepat-cepat dia menutup mulut.

Kemudian setelah menyeka air matanya dan menggelengkan kepalanya sambil tertawa, kembali  dia berkata:

"Anak muda, kenapa sih aku ini?"

"Kau sedang menggumamkan nama Hian-hian!" sahut Oh Put-kui sambil tertwa getir.

"Benarkah itu?" kakek latah awet muda tertawa aneh. "tampaknya aku benar-benar makin tua makin pikun." "Ban tua, siapa sih Hian hian itu?" tanya Oh Put-kui kemudian dengan perasaan tidak mengerti.

"Nama seorang perempuan." "Apakah dia adalah kekasihmu?"

Dengan perasaan rikuh kakek latah  awet muda segera manggut-manggut...

"Kau sudah begini tua, aku rasa kekasihmu itu pasti sudah berusia lanjut bukan?" kata Oh Put kui lagi sambil tertawa.

"Dia lebih muda sepuluh tahun dariku!" "Lalu dimanakah locianpwee itu sekarang?"

"Dia sudah mengasingkan diri dari keramaian dunia, dan hidup membujang dalam biara!"

"Ooh, dia  sudah menjadi pendeta?" tanya Oh  Put-kui dengan perasaan terejut.

Kembali kakek latah awet muda manggut-manggut, kemudian katanya sambil tertawa:

"Anak muda, bagaimana kalau kita jangan membicarakan persoalan itu saja? Tentang ilmu gerakan tubuh yang dipergunakan budak kecil she Nyoo itu,  aku mengenalinya sebagai ilmu gerakan  tubuh "Beng-in-wan-wa-sin-hot" (ilmu gerakan tubuh melupakan diri)...!" 

"Benar-benar sebuah nama yang sangat aneh!" seru Oh Put-kui sambil tertawa.

"Tentu saja, dia  khusus menciptakan gerakan  tersebut dengan maksud untuk  menghindari  diriku, lagipula diapun ingin membujukku agar tahu keadaan serta melupakan dia!"

Diam-diam Oh Put-kui  mengangguk,  tampaknya  dibalik ilmu gerakan tubuh  tersebut tterkandung  suatu kisah cinta yang penuh dengan kesedihan dan air mata.

"Ban tua, apakah Hian-hian locianpwe itu adalah gurunya nona Nyoo...?" tanyanya kemudian. Mendadak kakek latah awet muda mendelik besar.

"Hey anak muda, nama Hian-hian bukan  sembarangan orang boleh menyebutnya. kau hanya boleh memanggilnya sebagai Wi-in sinni!"

Begitu mendengar nama "Wi-in sinnni" kontan saja Oh Put Kui merasa terkejut sekali.

Nama besar dari Wi-in sinni, pemimpin kuil Hian-leng-an dibukit Tay-soat-san memang tidak lebih kecil daripada nama besar gurunya maupun Thian-liong susiok.

Tidak heran kalau kaucu dari Pay Kau, Ling-siu  tidak mampu menghindarkan diri dari tempelengan Nyoo Siau-sian. hal ini jelas disebabkan Nyoo S iau-sian adalah murid dari Wi- in sinni.

Sementara kakek latah awet muda dan Oh Put-kui yang berada diatas pohon berbicara setengah harian, situasi dipelataran itu pun sudah terjadi perubahan  yang   amat besar...

Setelah kena ditempeleng tadi, Li Cing-siu baru mengetahui bahwa putri kesayangan  Kakek suci berhati  mulia yang nampaknya lemah lembut itu, sesungguhnya adalah seorang jago yang berilmu silat sangat hebat...

Tapi, dia tak dapat menahan diri terhadap  tempelengan yang telah diterimanya itu.

Diiringi dua kali bentakan gusar, suatu pertarungan yang amat seru segera berkobar.

Nyoo Siau-sian sendiri tidak turun tangan.

Sebaliknya si perempuan petani dari Lam  Wan Ku  Giok- hun telah bertarung melawan Li Cing-siu.

Sedangkan Leng Seng luan telah bertarung melawan Leng- ho cinjin Cu Kong-to.

Dalam waktu singkat angin pukulan dan bayangan telapak tangan telah menyelimuti seluruh angkasa. Nyo Siau-sian sendiri cuma berdiri disisi arena sambil menyaksikan keempat orang itu bertarung dengan seru, dia tidak nampak emosi atau pun menunjukkan suatu perasaan, sebab perasaannya memang kosong baagikan selembar kertas.

Dan pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia pelan pelan bergerak mendekatnya.

Gerakan orang itu pelan sekali... pelan dan sangat berhati- hati...

Satu depa demi satu depa...  makin lama selisih jarak mereka semakin dekat...

Waktu itu, semua perhatian  orang sedang tertuju pada keempat orang yang sedang bertarung sengit ditengah arena, oleh sebab itu tak seorangpun yang menyaksikan kalau ada orang sedang bergerak mendekati Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian.

Dalam pada itu sebuah tanganpun  bergerak  pelan  kedepan, satu inci demi satu inci diulurkan kemuka...

Mendadak...

Sebuah jeritan kaget diiringi bentakan nyaring bergema memecahkan keheningan:

"Kalian semua berhenti bertarung, nona Nyoo telah jatuh kedalam cengkeramanku..."

Mendengar bentakan yang menggelegar itu, Ku Giok hun dan Leng Seng luan segera menarik  kembali  serangannya dan melompat mundur ke belakang...

Sedangkan Li Cing-siu serta Cu Kong to segera  berpaling ke arah mana berasalnya suara itu.

Pada saat itulah, mereka saksikan Nyoo Siau-sian sedang berteriak sambil mengernyitkan alis matanya:

"Lepaskan aku, apa yang hendak kau lakukan?" Ternyata tangannya telah dicengkeram orang erat erat, sehingga orang yang mencengkeram dirinya adalah si tamu tanpa bayangan penghancur hati Cin It-cing.

Rupanya secara diam-diam ia telah mendekati Nyoo Siau- sian, lalu dengan mempergunakan ilmu Thian-ciat-jiu dari perguruannya mencengkeram tubuh  Hian leng-giok-li Nyoo Siau sian itu secara mudah.

Percuma saja Nyoo Siau-sian memiliki ilmu silat yang hebat, namun sama sekali kehilangan tenaganya, dalam gelisahnya dengan muka merah iapun menegur pemuda tersebut.

Sambil tertawa hambar sahut Ciu It-cing:

"Nona, terpaksa aku akan menyiksamu berapa saat!"

Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata pula kepada Li Cing-siu dengan nada hormat:

"Suhu, lebih baik kau bicarakan dulu persoalan ini hingga jelas dengan nona Nyoo, tempat ini tak boleh ditinggali terlalu lama.."

Saat itu bukan saja Li Cing-siu merasa agak diluar dugaan atas terjadinya peristiwa tersebut, agaknya  diapun merasa gembira sekali atas kecekatan serta kecerdasan murid andalannya ini.

Sambil tersenyum diapun berseru kemudian: "Anak Cing, kau tak boleh melukai nona Nyoo!" "Murid mengerti!"

Nyoo Siau-sian masih mencoba untuk  meronta, selama hidupnya belm pernah pergelangan tangannya dicengkeram orang lelaki asing seperti apa yang dialaminya sekarang, tak heran kalau dia merasa gelisah bercampur gusar, tapi diapun tak bisa berbuat apa-apa.

Terdengar Li Cing-siu berkata lagi: "Nona Nyoo, antara aku dengan pihakmu sama sekali tak pernah terjalin perselisihan apa-apa, tapi hari ini nona Nyoo datang secara mendadak bahkan memaksa aku untuk  ikut pergi ke istanamu, sebenarnya karena persoalan apa?"

Nyoo Siau-sian membungkam diri dalam seribu bahasa, dia sama sekali tidak menggubris pertanyaan dari Li Cing-siu tersebut, jelas sudah kalau gadis itu sedang mengambek.

Yaa, kalau seorang gadis sedang mengambek,  biasa  dia tak akan memperdulikan orang lain.

Li Cing-siu segera mengernyitkan alis matanya, dia memandang sekejap ke arah Ku Giok-hun dan Leng Seng- luan yang sedang memperhatikan dirinya dengan wajah gusar dan perasaan tak tenang itu, kemudian berpaling pula ke arah Ang Yok-su...

Hingga detik itu, Ang Yok-su masih belum bergerak dari posisinya semula, bahkan berpaling pun tidak, seolah olah semua peristiwa yang terjadi disitu tak ada ubungan dengan dirinya.

Li Cing-siu segera dibuat serba salah dan tak tahu  apa yang harus diperbuatnya.

Tentu saja tak mungkin baginya untuk turun tangan dan memaksa Nyoo Siau-sian untuk berbicara.

Oleh sebab itulah dia cuma bisa berkerut kening sambil menghela napas panjang...

Agaknya Ciu It-cing mengetahui akan kesulitan yang dihadapi gurunya, sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, lagi pula sebagai seorang angkatan tua, tentu saja ia tak boleh memaksa Nyoo Siau-sian untuk berbicara, apalagi mempergunakan kekerasan.

Sedangkan dia, sebagai seorang anak  muda  yang sederajat dengan nona itu, sudah barang tentu ia tak usah menguatirkan tentang masalah semacam ini. Tiba-tiba Ciu It-cing tertawa dingin lalu berkata dengan suara dalam:

"Nona Nyoo, bila kau tahu diri lebih baik jelaskan saja duduknya persoalan, menurut apa  yang  kuketahui,  antara nona Nyoo dengan perkumpulan kami telah terjadi kesalahan paham!"

"Siapa bilang salah paham?" seru Nyoo Siau-sian sambil menggigit bibirnya, "apa yang telah kalian lakukan masa tidak kalian pahami...?"

Ciu It-cing jadi melongo dibuatnya:

"Perbuatan apa sih yang telah dilakukan perkumpulan kami terhadap istana kalian?"

"Kalian hendak mungkir?"

Tampaknya Ciu It-cing telah naik pitam oleh perkataannya itu, tiba-tiba saja dia menggencet tangan nona itu lebih keras.

Kontan saja Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya dengan keringat bercucuran keras namun ia tetap menggigit bibirnya kencang kencang sehingga tak kedengaran sedikit suara rintihanpun.

Li Cing-siu yang menyaksikan kejadian ini segera membentak:

"Anak Cing, jangan berbuat kurang ajar!"

"Dia toh yang kurang ajar lebih dulu suhu, tecu benar-benar tak dapat menahan diri lagi," seru Ciu It-cing dengan gusar.

@oodwoo@

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar