Misteri Pulau Neraka (Ta Xia Hu Pu Qui) Jilid 28
Jilid 28
Tiba-tiba Ibun Hau tertawa hambar dan berkata kepada Wi Thian-yang:
"Mengapa Wi lote pun ikut melakukan perbuatan tengik macam pencuri saja? Atau mungkin pemunculanmu untuk kedua kalinya ini telah membuat kau merubah lebih rendah dan hina daripada dulu?"
Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa seram: "Ibun Hau, kau pun sudah mulai belajar memfitnah orang?
Kau anggap aku orang she Wi akan memandang sebelah
matapun terhadap ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian tersebut?"
Berkilat sepasang mata Ibun Hau, serunya pula sambil tertawa dingin:
"Wi Thian-yang, apakah kau tidak merasa kalau bacotmu itu kelewat latah?"
"Haaahh... haaahh... haaahh... dengan mata kepala sendiri aku orang she Wi menyaksikan ruyung tersebut disembunyikan kedalam balok kayu, tapi aku menganggapnya seperti tak berarti malahan sengaja kusampaikan rahasia tersebut kepada orang lain, bagaimana mungkin aku bisa dibilang latah?"
Baru selesai Wi Thian-yang tertawa, Oh Put Kui telah menyambung sambil tertawa:
"Ternyata cara kerja anda benar-benar sukar diraba.."
Pada saat itulah Ibun Hau yang berdiri disampingnya sambil berpeluk tangan itu berkata sambil tertawa:
"Keponakanku, buat apa sih kau mesti banyak berbicara dengannya?"
"Boanpwee hanya ingin membuktikan suatu persoalan..." kata Oh Put Kui sambil tersenyum. "Persoalan apa? Apakah hiantit sudah berhasil membuktikannya?"
"Boanpwee telah berhasil membuktikan delapan-sembilan puluh persen, aku yakin ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian yang hilang dari Istana Siang-hong-hu adalah merupakan hasil curian dari Nyoo Ban bu dan Wi Thian-yang yang berkomplot."
-oo0dw0oo-
"Dapatkah perkataannya dipercaya?"
Baru selesai Ibun Hau berkata, Oh Put Kui telah menyambung dengan cepat:
"Ibun tua, kali ini pengakuan Wi-thian-yang adalah sejujurnya!"
"Apa? Kau percaya kalau ia tidak berniat mengincar ruyung mestika itu?"
"Tidak..." Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali, "aku bukan bermaksud demikian, Wi thian-yang bukan lantaran mengincar ruyung tersebut maka dia mencuri benda mestika itu, sebaliknya ia berbuat demikian karena mempunyai suatu rencana busuk."
"Oya...?" Ibun Hau segera tertawa dingin. Sebaliknya Wi-thian-yang tertawa seram:
"Bocah keparat, kau benar-benar menurut suara hati sendiri tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang."
"Aku rasa justru kau sendiri yang terlalu menuruti suara hati sendiri tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang lain," seru Oh Put Kui sambil tertawa, "coba bayangkan saja caramu memfitnah orang, tak segan mengadu domba sesama umat persilatan, tidakkah kau rasakan betapa keji dan buasnya tindakan tersebut." Tiba-tiba Wi-thian yang mendongakkan kepalanya dan tertawa keras:
"Orang yang berjiwa sempit bukan seorang Kuncu, orang yang tidak berhati keji bukan seorang lelaki sejati, bocah keparat, kau masih ketinggalan jauh sekali..."
"Wi Thian-yang, tampaknya kau benar-benar berniat mencelakai umat persilatan lagi?" tiba-tiba Ibun Hau menegur sambil tertawa dingin.
"Demi rejeki atau demi keuntungan hanya selisih dalam satu ingatan, saudara Ibun darimana kau tahu kalau semua perbuatanku ini bukan demi melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan?"
Jago tanpa kemurungan berbaju putih Ibun Hau mengelengkan kepalanya seraya tertawa sahutnya:
"Andaikan Raja setan penggetar langit yang dimasa lalu banyak melakukan kejahatan dan kekejaman pun berniat melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan, aku jadi tak tahu manusia manakah dalam dunia persilatan ini yang bisa dikatakan sebagai orang jahat lagi?"
"Saudara Ibun terlalu memandang hina diriku...!" pekik Wi Thian-yang tertawa.
Kemudian sambil berpaling pada Oh Put Kui, kembali serunya sambil tertawa:
"Bocah keparat, hari ini kau telah mencari gara-gara denganku."
Setelah berhenti sebentar, ia baru berkata lagi pada Ibun Hau sambil tertawa seram:
"Saudara Ibun, anda tak usah melotot penuh amarah, malam ini sudah pasti ada orang yang akan menemani kau mampus di atas telaga Pho yang Oh ini, dan sekarang aku hendak beradu kemampuan lebih dulu dengan bocah keparat ini." "Haaahh... haaahh... haaahh sejak tadi aku sudah tahu kalau didalam ruang perahumu masih hadir seseorang yang lain," ucap Ibun Hau sambil tertawa terbahak-bahak, "Wi Thian-yang, kalau toh kalian sudah datang, mengapa harus malu bersembunyi, takut berjumpa dengan orang?"
Baru selesai ucapan itu diutarakan, dari balik ruang perahu itu sudah berkumandang suara tertawa dingin:
Menyusul bergemanya suara tertawa dingin itu, dari ujung geladak telah muncul seorang tua berjenggot putih yang bertubuh kurus kering.
Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan orang itu, segera diamatinya sekejap kakek tersebut dengan pandangan seksama.
Ternyata orang itu berambut putih berjenggot putih, berbaju putih dan bersepatu putih, seluruh tubuhnya berwarna putih semua.
Sekalipun wajahnya keren dan gagah, namun terselip juga sikap dingin dan ketus yang menyeramkan.
Begitu melihat kemunculan Kakek tersebut, diam-diam Ibun Hau segera berkerut kening.
Kemudian umpatnya di dalam hati:
"Sialan betul orang she Wi itu..." sementara itu Oh Put Kui telah berseru:
"Ibun tua, orang ini sangat licik dan amat berbahaya, menurut pendapat boanpwee, sudah seharusnya kalau kita manfaatkan keadaan dan saat seperti ini untuk mendesaknya agar berbicara sampai jelas..."
"Tidak usah!" sahut Ibun Hau sambil tertawa dingin.
"Jika membiarkan harimau pulang gunung, bencana dikemudian hari tentu besar sekali..." kata Oh Put Kui sambil berkerut kening. Belum selesai dia berkata, Wi thian-yang telah membentak keras:
"Lote, sebenarnya apa maksudmu? Apakah kau sengaja hendak bermusuhan dengan aku?"
"Kapan sih aku memusuhi dirimu?" tanya Oh Put Kui tertawa, "buktinya justru kaulah yang licik dan berbahaya, Oh Put Kui tak lebih hanya ingin membantu sahabat dunia persilatan untuk melenyapkan bibit bencana bagi mereka dikemudian hari."
Kata-kata tersebut sungguh membuat Wi Thian-yang naik darah dan merasa gusar sekali.
Selapis hawa napsu membunuh yang tebal dan menyeramkan segera menghias wajah Raja setan penggetar langit.
Dipandangnya Oh Put Kui sekejap dengan penuh kebencian, lalu serunya keras-keras:
"Hati-hati kau bajingan cilik..."
Dalam pada itu, Ibun Hau yang melihat kemunculan Kakek berambut putih itu sudah berpikir:
"Tak nyana kalau iblis tua ini belum mampus bahkan membantu berbuat kejahatan benar-benar hal ini tidak kusangka, tampaknya dunia persilatan akan sulit peroleh ketenangan untuk selamanya..."
Setibanya diujung perahu, Kakek berambut putih itu memandang sekejap kearah Ibun Hau, kemudian katanya sambil tertawa dingin:
"Ibun Hau, kita telah bersua kembali."
Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun diluarnya Ibun Hau tetap bersikap santai dan tenang.
Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa tergelak sambil menyahut: "Aku mengira siapa yang berada dalam ruang perahu, rupanya jago seribu li penggait sukma Pek loko, tak aneh kalau Wi-thian-yang secara tiba-tiba bernyali besar..."
Mendengar nama "jago seribu li penggait sukma", paras muka Oh Put Kui segera berubah hebat.
Ia pernah mendengar susioknya, Thian-liong sangjin menyinggung nama gembong iblis tua ini.
Konon Thian liong sangjin sendiripun pernah menderita kekalahan ditangannya tempo hari.
Nama aslinya adalah Pek Biau-peng, dan nama tersebut jauh lebih termashur daripada tiga Kakek iblis dunia persilatan.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui mulai merasa tidak tenang hatinya.
Ia tak bisa menduga, pun tak dapat memperhitungkan secara tepat apakah Kakek latah awet muda sanggup menandingi kehebatan dari si Jago seribu li penggait sukma ini.
Oleh sebab itulah baru pertama kali ini dia merasakan hatinya amat kuatir semenjak pertama kali terjun kedalam dunia persilatan...
Dalam pada itu si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau- peng telah berkata dengan suara dalam:
"Ibun Hau, setelah berpisah selama puluhan tahun, aku rasa ilmu Hian-goan-cing-khi mu yang pernah termashur di daratan Tionggoan telah mencapai tingkatan yang sempurna bukan?"
Ibun Hau tertawa tergelak:
"Aku rasa masih jauh ketinggalan bila dibandingkan ilmu Hian-im cing-khi dari Pek loko."
"Heeehh... heeehh... heeehh... pandai amat kau merendahkan diri." Kemudian setelah berhenti sebentar, ia berpaling kearah Wi Thian-yang dan serunya lagi sambil tertawa:
"Wi Thian-yang, mundurlah agak jauh!"
Kali ini Wi Thian-yang menunjukkan sikap yang sangat penurut, mendengar perintah tersebut dia benar-benar mundur dua langkah ke belakang.
Tapi Oh Put Kui yang melihat hal itu kembali mengacau: "Wi Thian-yang, bukankah kau menantang aku untuk adu
kepandaian? Tapi bilamana kau tak lebih hanya manusia cecunguk yang mudah dibentak dan diperintah orang semaunya, aku mah tak sudi lagi bertarung melawanmu."
Umpatan yang begitu pedas dan sangat menghina ini tentu saja tak mampu diterima oleh Wi thian-yang dengan begitu saja.
Kontan saja mukanya berubah menjadi merah, matanya melotot besar dan wajahnya menyeringai menyeramkan, dengan suara menggeledek teriaknya keras-keras:
"Bajingan keparat, kau sudah bosan hidup nampaknya!" "Benarkah begitu? Hmmm... aku rasa justru kaulah yang
sudah bosan hidup."
Belum selesai pemuda itu berbicara, tiba-tiba Pek Biau- peng telah tertawa dingin lagi, dan terdengar ia menegur:
"Hey anak muda, kau berasal dari perguruan mana?"
"Kau sedang bertanya padaku?" tanya Oh Put Kui dengan wajah tertegun penuh keheranan.
"Kalau bukan bertanya kepadamu lantas kepada siapa?" sahut si Jago seribu li pengait sukma Pek Bian peng dengan ketusnya, "bocah keparat, kulihat nyalimu benar-benar besar sekali."
Oh Put Kui tertawa hambar: "Aku bernama Oh Put Kui, guruku adalah Tay-gi sangjin, nah, sudahkah cukup jelas?"
Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah Pek Biau-peng diperlakukan orang semacam ini apalagi oleh seorang anak muda semacam Oh Put Kui, tidak heran kalau sepasang matanya segera berkilat tajam, bahkan dibalik sorot matanya terselip pula pancaran hawa amarah yang membara.
"Jadi kau adalah murid Oh Sian? Rupanya kau sedang gagah-gagahan dengan membonceng ketenarannya."
Ia segera mendongakkan kepala dan tertawa terbahak- bahak, terusnya:
"Bocah keparat, kali ini kau telah salah alamat besar, jangan lagi baru gurumu, bahkan sucoumu hidup kembalipun aku tak akan memandang sebelah mata kepadanya..."
Oh Put Kui kontan saja naik pitam, mukanya terasa merah membara karena hatinya panas.
Sekalipun diapun tahu bahwa gembong iblis tua ini tidak gampang untuk dihadapi, akan tetapi diapun tak dapat berpeluk tangan belaka membiarkan guru dan Kakek gurunya dihina serta dicemooh orang lain, sambil mendengus dingin segera serunya:
"Kurangajar, tua-tua bangka, kau berani menghina dan mencemoh guru dan Kakek guruku? Manusia semacam kau tak bisa diampuni lagi..."
Pek Biau-peng yang mendengar ucapan tersebut kontan saja mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh... haaah... haaah... kau tak mau mengampuni aku? Apa sih yang dapat kau perbuat?"
"Kau harus minta maaf kepadaku!"
"Kentut busuknya makmu!" umpat Pek Biau-peng penuh amarah, "huuuh... kau ini manusia macam apa? Kau suruh aku minta maaf kepadamu? Jangan bermimpi disiang hari bolong!"
"Bila kau enggan minta maaf, terpaksa aku akan memaksamu dengan mempergunakan kekerasan," ancam pemuda itu sambil tertawa dingin.
"Haaahh... haaahh... haaahh... gampang sekali bila kau ingin mempergunakan kekerasan, aku hanya kuatir kau tak mampu menahan sepuluh jurus seranganku!"
Dengan nama dan kedudukan Pek Biau-peng dalam dunia persilatan, sesungguhnya kata-kata semacam ini sudah merupakan suatu sikap yang amat sungkan.
Sebab Pek biau-peng pun sadar bahwa ia tak boleh memandang terlalu enteng terhadap lawannya ini, karena bagaimanapun juga Oh Put Kui adalah anak murid dari Tay-gi sangjin.
Coba kalau bukan begitu, dia cukup mengandalkan satu gebrakan saja sudah cukup untuk mengirim anak muda tersebut ke neraka, bahkan dalam anggapannya tak seorang anak mudapun didunia ini yang mampu menghadapi setengah gebrakanpun darinya.
Sebaliknya Oh Put Kui justru tertawa senang di dalam hati, sebab apa yang dicita-citakan telah terpenuhi, dan dia merasa perlu untuk mengikat lawannya dengan perkataannya itu.
Dengan suara keras katanya:
"Seandainya dalam sepuluh gebrakan nanti aku berhasil mempertahankan diri, apakah kaupun akan meminta maaf kepadaku?"
"Tentu saja," jawab Pek Biau-peng dengan geram, "apa yang telah kuucapkan selamanya akan kupenuhi!"
"Baik, kalau begitu aku harus memaksamu untuk meminta maaf kepadaku..." "Sudahlah, tak usah banyak bicara, silahkan melancarkan serangan lebih dulu!"
"Turun tangan?" tiba-tiba Oh Put Kui tertawa hambar, "apakah kita harus saling bertarung dengan begini saja?"
"Kau ingin bertarung dengan cara apa?"
"Selisih jarak kita demikian jauhnya, aku takut kau membuang tenaga terlalu banyak."
Pek Biau-peng sungguh dibuat sangat mendongkol sampai jenggot putihnya bergetar keras.
Mendadak saja dia berpekik keras lalu melompat kearah ujung geladak perahu yang ditumpangi Oh Put Kui.
"Bocah keparat, aku tahu akan maksud jahatmu itu, tapi aku tak akan kuatir untuk menghadapi rencana busuk apapun darimu, bagaimana? Kita harus bertarung sekarang juga?"
Tiba-tiba terdengar Ibun Hau berkata sambil tertawa: "Keponakanku, minggirlah kau..."
Oh Put Kui yang menjumpai Pek Biau-peng sudah masuk perangkap. tentu saja tak mau mengundurkan diri dengan begitu saja.
"Ibun tua, boanpwee yakin masih mampu untuk menghadapinya!" dia berseru cepat.
Kemudian tidak menunggu jawaban dari Ibun Hau, dia telah berpaling kembali ke arah Pek Biau-peng dan katanya sambil tertawa:
"Disaat batas waktu sepuluh jurus sudah lewat, pada saat itulah anda akan mendapat malu."
"Haaahh... haaahh... haaahh... selembar mulutmu sungguh amat tajam bagaikan pisau, sayang sekali aku segan untuk banyak berbicara denganmu." ucap Pek Biau-peng sambil tertawa seram. "bila kau enggan melancarkan serangan lebih dulu, jangan salahkan kalau aku pun enggan bertarung lebih lanjut."
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui tertawa tergelak:
"Aku memang sudah tahu kalau nyalimu kecil dan sekarang kau lagi merasa ketakutan setengah mati."
Pek Biau-peng kembali tertawa seram:
"Bocah keparat, kau tidak usah membuat perhitungan yang kelewat indah dihadapanku, andaikata orang di dunia ini dapat membuat aku masuk perangkap dan menjadi naik darah, maka orang itu tentunya kaulah orangnya."
Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli, namun diluar dia menjawab dengan berterus terang:
"Mungkin saja begitu..."
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba saja sebuah pukulan keras telah dilontarkan ke depan.
Pek Biau-peng mengira dia masih hendak mengucapkan sesuatu, maka pada hakekatnya dia tidak melakukan persiapan apapun.
Menanti dia sadar akan datangnya serangan dahsyat dari lawannya, kesempatan baginya untuk menghindar pun sudah tidak ada lagi.
Sekalipun demikian, dia sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap serangan yang dilancarkan oleh Oh Put Kui tersebut.
Begitu tangannya digerakkan, dia langsung membabat ke arah pergelangan tangan kanan dari Oh Put Kui.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui menarik kembali tangannya sambil mundur setengah langkah, lalu katanya sambil tertawa:
"Jurus pertama!" Rupanya bacokan telapak tangan yang dilontarkan Pek Biau-peng tersebut sama sekali mengenai sasaran yang kosong.
Pek Biau-peng yang menjumpai keadaan tersebut segera mengejek sambil tertawa dingin:
"Kau tak usah keburu merasa bangga, aku masih mempunyai sembilan kali kesempatan untuk merenggut nyawamu."
"Benarkah begitu? Sayang sekali aku..."
Belum habis dia berkata, sepasang lengannya kembali dilontarkan bersama melepaskan bacokan pertama.
Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak ditengah samudra langsung saja melanda tiba.
Menghadapi datangnya ancaman yang begitu dahsyat, mau tak mau Pek Biau-peng merasa terkejut juga.
Dia sama sekali tidak mengira kalau bocah muda tersebut benar benar memiliki kepandaian silat yang dahsyat.
Dalam keadaan demikian terpaksa ia harus mengebaskan ujung bajunya berulang kali untuk memudahkan datangnya ancaman dari Oh Put Kui tersebut.
Akibat dari bentrokan kekerasan yang kemudian terjadi, kedua belah pihak sama sama bertahan pada posisi semula.
"Saudara, lagi-lagi kau kehilangan sebuah kesempatan yang baik untuk membinasakan aku..." jengek Oh Put Kui sambil tertawa lebar.
Tidak sampai lawannya berbicara, tiba tiba saja Oh Put Kui telah melepaskan kembali tiga buah serangan berantai.
Ketiga buah serangan tersebut boleh dibilang mempergunakan jurus-jurus silat yang belum pernah digunakan Oh Put Kui selama ini. Segulung desingan tajam bagaikan suara sempritan dari bambu, segera bergema diatas permukaan telaga itu.
Menyusul desingan itu, menyambarlah ketiga buah serangan Oh Put Kui yang tidak nampak kekuatan sambarannya tapi justru mengandung kekuatan maha dahsyat yang mengerikan hati itu.
Pek Biau-peng segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, terpaksa dia harus mempergunakan gerakan tubuh yang terhebat dan tenaga pukulan yang paling hebat untuk memutar badan sambil secara berurutan melancarkan tiga pukulan dan tiga kelitan sebelum berhasil meloloskan diri dari ancaman mana.
Selintas perasaan kaget segera memancar keluar dari balik mata Kakek tersebut, serunya tanpa terasa:
"It-ing-ci!"
"Haaahh... haaahh... haaahh... rupanya luas juga pengetahuanmu, nah saudara, lagi lagi kau sudah kehilangan kesempatan untuk mencelakai diriku!"
Oh Put Kui tahu, dengan tenaga serangan It-ing-ci yang dimilikinya sekarang, masih belum mampu untuk melukai gembong iblis tua tersebut, oleh karenanya dia tidak melancarkan serangan dengan seluruh kekuatan
Akan tetapi hal tersebutpun sudah cukup memusingkan kepala Pek Biau-peng
Dengan sorot mata berkelit dan diiringi suara tertawa yang menyeramkan, tiba-tiba dia menggerakkan sepasang tangannya sambil melepaskan tiga buah serangan beruntun.
Dalam waktu singkat, permukaan telaga Phoa-yang oh tersebut sudah dicekam oleh angin puyuh yang maha dahsyat.
Permukaan air telaga sekitar tiga kaki dari posisi Oh Put Kui berdiri, tiba-tiba saja dikurung oleh amukan ombak setinggi berapa depa... Oh Put Kui sama sekali tidak menyangka kalau Pek Biau- peng memiliki tenaga pukulan yang begitu dahsyat dan mengerikan.
Serta merta dia menghimpun tenaga murninya, lalu mengerahkan ilmu Kiu-coan-tay-sian sinkang untuk melindungi seluruh badan, bukannya mundur dia justru mendesak maju ke depan dan menyusup ke balik tenaga serangan dari Pek Biau-peng.
Ibun Hau yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut, bentaknya tanpa terasa:
"Hiantit, kau tak boleh bertindak gegabah...!"
Akan tetapi bayangan tubuh Oh Put Kui telah menyusup masuk kedalam lingkaran tenaga pukulan lawan.
"Blaaammm...!"
Ditengah bentrokan yang amat memekikan telinga, Oh Put Kui telah melayang mundur kembali ke belakang.
Ibun Hau sungguh merasa terkejut sekali hingga dia hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang, pikirnya:
"Bocah ini benar-benar bernyali besar untuk menyerempet bahaya."
Hanya saja suara helaan napas panjangnya hanya sempat diutarakan sampai setengah jalan saja lalu berhenti tiba-tiba.
Tampaknya si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau- peng pun terdorong mundur sejauh dua langkah lebih sebelum berhasil berdiri dengan tenang, malahan dengan wajah terkesiap, teriaknya:
"Kau si bocah keparat bukan manusia!"
"Yaa, berbicara yang sebenarnya dia memang tidak mirip manusia melainkan seperti dewa..." Tubuhnya yang masih melambung ditengah udara, dalam waktu singkat telah balik kembali keatas perahu.
-oo0dw0oo-
Nyatanya pemuda tersebut sama sekali tidak menderita luka, bahkan dengan senyuman dikulum katanya:
"Saudara, apakah ketiga buah serangan berantaimu tadi dapat terhitung sebagai tiga jurus serangan?"
Pek Biau-peng tak sanguup menahan gejolak emosinya, dengan penuh amarah dia mendengus dingin:
"Betul, dianggap tiga jurus, tapi..."
Mendadak sepasang matanya melotot besar, lalu sambil mengebaskan tangannya ke depan dia berseru:
"Lihat serangan..." "Blaaamm!"
Tubuh Oh Put Kui segera terlempar sejauh satu kaki lebih hingga terlempar kearah telaga, namun dengan amat cekatan sekali pemuda itu menjejakkan kakinya keatas permukaan telaga kemudian segera balik kembali ke atas perahu.
Rupanya dalam pembicaraan tersebut, Oh Put Kui kembali termakan sebuah pukulannya.
Tapi sayang sekali tenaga pukulan yang dilancarkan Pek Biau-peng itu gagal melukai Oh Put Kui sebaliknya menimbulkan sebuah lubang sebesar berapa depa diatas papan geladak perahu itu.
Oh Put Kui segera tertawa tergelak sambil mengejek:
"Nah saudara, apakah jurus yang terakhir inipun masih akan kau lepaskan?"
Kali ini Pek Biau-peng benar benar merasa gusarnya luar biasa, namun diapun merasa terkesiap bercampur terkejut. Bagaimanapun juga dia sama sekali tidak menyangka kalau ilmu silat yang dimiliki Oh Put Kui telah mencapai tingkatan yang demikian hebatnya.
Padahal menurut perkiraannya semula, sekalipun Tay-gi sangjin turun tangan sendiri pun tak mungkin akan jauh lebih hebat dari pada kemampuan yang dimilikinya, sudah barang tentu kemampuan dari muridnya tak mungkin lebih hebat daripada gurunya.
Padahal dia mana tahu kalau kemampuan yang dimiliki Tay-gi sangjin terutama setelah mempelajari ilmu Kiu-pian-tay- sian sinkang, telah mencapai tingkatan yang sedemikian dahsyatnya hingga sukar untuk dicarikan tandingannya didunia ini?
Pek Biau-peng mengerutkan dahinya lalu berkata sambil tertawa menyeramkan:
"Dalam seranganku yang terakhir ini, aku akan mencabut selembar jiwamu..."
Tiba-tiba saja tangan kanannya digetarkan ke muka... telapak tangannya menghadap ke depan dan pelan-pelan digerakkan dengan sikap mengamcam.
Dalam sekejap mata, telapak tangan itu sudah berubah menjadi semu keabu-abuan.
Oh Put Kui yang melihat gerakan mana segera berkata sambil tertawa mengejek:
"Tak nyana kalau saudara mempunyai begitu banyak gaya..."
Sebaliknya Ibun Hau yang menyaksikan kejadian ini segera berseru dengan kaget:
"Keponakanku, iblis tua ini sudah berhasil memiliki ilmu Hian-im-tou-kut-toh-mia-ciang (pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa), kau jangan bertindak gegabah sehingga membiarkan tubuhmu tersambar angin pukulan..." "Ibun tua tak usah kuatir, boanpwee tidak takut kepadanya!"
Mendengar jawaban tersebut Ibun Hau semakin gelisha lagi, kembali ujarnya:
"Hiantit, ilmu pukulan semacam ini bukan saja disertai dengan tenaga dalam yang kuat, lagipula amat beracun..."
"Kau orang tua tak usah kuatir..." Pada saat itulah...
Mendadak terdengar Pek Biau-peng membentak keras: "Bocah keparatm pergilah menjumpai Kakek moyangmu!"
Didalam gusarnya yang luar biasa, rupanya Kakek itu tak mampu menahan diri lagi sehingga umpatan dengan kata-kata yang kasarpun segera berhamburan keluar.
Bahkan telapak tangan kanannya segera diayunkan pula ke depan melancarkan sebuah serangan maut.
Sementara Oh PUt Kui telah menghimpun ilmu Kiu-pian- tay-sian-sinkang nya untuk melindungi seluruh badan, berada dalam keadaan seperti ini, maka lima depa disekeliling tubuhnya sudah terlindung tenaga murni sehingga berbagai racun tak akan mampu menyelusup kedalam tubuhnya lagi.
Dalam keadaan demikian, dia hanya menguatirkan satu hal saja, yaitu apabila tenaga serangannya kelewat dahsyat.
Asalkan tenaga pukulan lawan tidak lebih tangguh satu kali lipat daripada kemampuan yang dimilikinya, maka dia masih mampu menghadapi serangan lawan dengan mengandalkan ilmu Kiu-pian-tay-sian-sinkang nya itu.
Namun nyatanya ilmu pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa itu benar-benar sangat tangguh, kuat dan menggidikkan hati.
Seketika itu juga Oh Put Kui merasakan sekujur badannya gemetar keras sekali. Sekalipun demikian, akhirnya toh dia tak sampai mundur kebelakang...
Tenaga serangan dari Pek Biau-peng tersebut selain membuat sekujur tubuhnya gemetar keras, nyatanya tidak mendatangkan reaksi apapun...
Oh Put Kui segera mengetahui bahwa kemenangan berada di pihaknya...
"Saudara, sepuluh jurus sudah lewat..." serunya kemudian dengan lantang.
Pek Biau-peng menjadi tertegun dan termangu-mangu sampai setengah harian lamanya.
Hingga Ibun Hau yang berada disisinya ikut memperdengarkan suara tertawanya yang keras, ia baru sadar kembali seraya menegur:
"Ibun Hau, apa yang sedang kau tertawakan?"
"Aku mentertawakan kau sebagai seorang tua bangka yang tidak memegang janji."
"Kapan sih aku tidak memegang janji?"
"Sepuluh jurus sudah lewat, apakah kau masih ingin mungkir?"
"Haaah... haaah... haaah... Ibun Hau, kau terlalu memandang rendah diriku..." seru Pek Biau-peng sambil tertawa tergelak.
"Kapan sih aku mungkir?" kembali gembong iblis itu berpaling.
"Kau sudah seharusnya mengaku kalah." Pek Biau-peng manggut-manggut:
"Yaa, aku bukannya tak mau mengaku kalah, hanya aku sadar bahwa diriku tertipu mentah-mentah."
"Kau pun bisa tertipu?" Ibun Hau tergelak. Pek Biau-peng mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put Kui, kemudian katanya:
"Tidak kusangka sama sekali kalau bocah muda ini telah berhasil melatih ilmu sian kang tingkat atas dari golongan Buddha, sehingga ilmu pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa ku sama sekali tidak mendatangkan ancaman apapun pada dirinya."
"Haaahhh.. haaahhh... haahh... hal ini mah hanya bisa menyalahkan kepada saudara, mengapa kekurangan pengalaman untuk menilai kemampuan lawan."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi dengan wajah yang serius:
"Persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan soal kalah menang, lebih baik saudara bersikaplah jantan..."
Baru selesai Ibun Hau berkata, tiba-tiba saja Oh Put Kui telah menyambung:
"Ibun tua tak usah memaksa Pek lojin ini mengaku kalah, sebab kalau kudengar dari pembicaraannya, dia seperti menganggap sepuluh jurus kelewat sedikit, boanpwee memutuskan untuk bertarung lagi selama ratusan jurus lagi."
Kedengarannya saja perkataan itu begitu gagah dan terbuka, padahal arti yang sebenarnya amat memojokkan posisi Pek Biau-peng, bahkan lebih tak sedap didengar daripada nya yang diucapkan Ibun Hau tadi.
Sambil tertawa Ibun Hau segera berseru:
"Bagus sekali, kalau begitu ditambah lagi dengan seratus gebrakan...!"
Sudah barang tentu Pek Biau-peng sebagai seorang jago yang punya nama, tak sudi kehilangan muka dengan begitu saja.
Dengan penuh amarah yang membara dan rambut yang berdiri kaku seperti landak, dia segera berseru keras: "Ibun Hau, kau tak usah bermain setan lagi dengan bocah keparat tersebut, urusan pada hari ini kita akhiri sampai disini saja, bila bersua lagi dikemudian hari, kalian mesti lebih berhati-hati..."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, ia sudah beranjak pergi dari sana.
Diam-diam Oh Put Kui harus mengakui juga akan kehebatan ilmu silat yang dimiliki si jago seribu li pembetot sukma ini, bahkan orang ini tidak kehilangan sifat terbuka dan gagahnya.
Pada saat Pek Biau-peng sudah melayang turun disamping Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, Oh Put Kui baru berseru sambil tertawa nyaring:
"Pek lojin, asal kau orang tua tidak bergaul dengan manusia sebangsa Wi Thian-yang, Oh Put Kui amat bersedia untuk berhubungan lebih akrab lagi dengan kau orang tua..."
Perkataan dari Oh Put Kui ini diutarakan dari hati sanubarinya yang sejujurnya.
semenjak tadi ia sudah tahu bahwa Pek Biau-peng menaruh perasaan kasihan dan sayang kepadanya sehingga didalam serangan yang dilepaskan tadi, ia sama sekali tidak menggunakan jurus maut untuk merenggut nyawanya.
Kalau bukan begitu, sekalipun ia masih dapat menyelamatkan selembar jiwanya, namun tak urung akan menderita luka juga!
Berdasarkan alasan inilah, dia ingin berusaha sedapat mungkin untuk memisahkan Pek lojin dari rombongan Wi Thian-yang, daripada memberi peluang bagi kelompok Wi- thian-yang untuk lebih memperkokoh kekuatannya.
Ibun Hau yang mendengar perkataan tersebut, dalam hati kecilnya segera memuji akan ketelitian dan kecermatan Oh Put Kui. Dalam pada itu, Pek Biau-peng telah tertawa, suara tertawanya sama sekali tidak mengandung nada gusar ataupun perasaan yang lain.
Dalam gelak tertawa Pek Biau-peng tersebut, cepat-cepat Wi Thian-yang berseru sambi tertawa dingin:
Oh Put Kui, kau tidak usah membuang waktu dan pikiran dengan percuma, Pek lojin tak akan termakan oleh siasat adu dombamu!"
Sekalipun dalam hati kecil Oh Put Kui timbul perasaan kecewa, namun ia toh tertawa tergelak lagi sambil berkata:
Wi Thian-yang, sekalipun hari ini kau bersikeras tak mau mengaku sebagai pencuri ruyung mestika Mu-ni-ciang-mo- pian, tapi aku percaya dalalm satu bulan mendatang, kau pasti akan mengakui dengan sendirinya...!"
Wi Thian-yang yang mendengar ucapan mana merasakan hatinya terkesiap.
Bagaimanapun juga dia harus mempercayai perkataan dari sianak muda itu, maka serunya lantang:
"Oh Put Kui, sekalipun kau memiliki kemampuan yang lebih hebatpun belum tentu pekerjaan tersebut dapat kau lakukan dengan baik!"
"Wi Thian-yang, jika kau tak percaya tunggu saja bagaimana hasilnya nanti," kata Oh Put Kui sambil tertawa, "aku cukup berkunjung ke puncak bukit Kun-lun sebelah barat dan mengundang kehadiran pemilik ruyung mestika ini, akan kulihat kau berani menyangkal lagi tidak..."
Mendadak...
"Omintohud!" suara pujian kepada sang Buddha yang nyaring berkumandang datang.
Lalu dari permukaan telaga Phoa-yang oh yang tenang muncul tiga buah sampan besar. Menyusul suara pujian kepada Sang Buddha itu, terdengar pula seseorang berkata dengan suara lembut:
"Ornag muda, kau tak perlu bersusah payah pergi ke Kun- lun sebelah barat!"
Ketika perkataan tersebut berkumandang datang, orang- orang yang berada diatas dua perahu tersebut sama-sama merasa terperanjat.
Sorot mata Ibun Hau segera dialihkan ke arah perahu yang masih berada beberapa li jauhnya itu, kemudian berkata:
"Hianti, tampaknya pemilik ruyung mestika itu sudah datang!"
Oh Put Kui pun sudah berpikir pula sampai keseitu.
Tapi dengan terpikirnya hal itu maka dia pun memperoleh suatu perasaan lain, dengan kehadiran Wi-in sinni, pemilik ruyung mestika itu, bisa jadi Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian pun ikut datang pula.
Sambil membelalakkan matanya lebar-lebar, diawasinya kejauhan tersebut tanpa berkedip, dia mengawasi terus perahu-perahu itu hingga semakin mendekat.
Pada saat itulah, dibelakang tubuhnya tahu-tahu sudah bertambah dengan si kakek latah awet muda, terdengar ia berpesan:
"Anak muda, lo nikou itu telah datang, kau jangan sekali- kali mengusiknya."
Sambil berpaling Oh Put Kui tertawa, pikirnya didalam hati: "Mengapa aku harus mengusiknya?"
Tiba-tiba saja dia menjumpai paras muka Kakek latah awet muda nampak sangat luar biasa, ia seperti merasa tegang, tapi juga merasa terkejut bercampur gembira.
Ditatapnya kembali Oh Put Kui, kemudian ujarnya lebih jauh: "Anak muda, jangan sekali-kali kau katakan kalau aku berada ditempat ini!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya: "Aaah, tidak bisa, aku harus merubah wajahku."
Dengan cepat dia menggerakkan tubuhnya dan menyusup masuk kedalam ruangan perahu.
Dalam pada itu, perahu tersebut pelan-pelan telah berlayar kembali ke depan.
Tapi pada saat itu juga, tiba-tiba Oh Put Kui melihat ada sesosok bayangan manusia yang meluncur ke atas perahu dengan kecepatan luar biasa.
Kemudian terdengar pula si Jago seribu li penggait sukma berseru sambil tertawa
"Hian-hian toaci, baik-baikkah kau selama ini?"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, orang tersebut sudah melayang turun diatas perahu milik Pek Biau-peng tersebut.
Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut sekali.
Apa hubungan antara Pek Biau-peng dengan Wi-in sinni? Mengapa dia menyebut Wi-in sinni sebagai Hian-hian toaci? sudah jelas dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal lain.
Tanpa terasa ia menundukkan kepalanya sambil berpikir. Tapi pada saat itu pula dari atas perahu yang ditumpangi
Wi Thian-yang tampak sesosok bayangan hitam pelan-pelan turun ke dalam air lewat buritan dan cepat-cepat berenang menuju ke pantai yang berjarak tiga li jauhnya itu.
Hanya sayang tak seorangpun yang memperhatikan kejadian tersebut.
Sementara itu perahu yang ditumpangi Wi-in sinni telah berhenti dan menurunkan jangkar. Ibun Hau segera mengalihkan perhatiannya ke arah perahu tersebut dan berseru sambil tertawa nyaring:
"Sudah lama sinni mengasingkan diri dari keramaian dunia, kedatanganmu secara tiba-tiba hari ini sungguh membuat aku merasa terkejut bercampur keheranan, bersediakah sinni datang ke perahu kami untuk berbincang-bincang?"
Suara yang lembut itu segera menyahut sambil tertawa merdu:
"Untuk memenuhi undangan dari saudara Ibun dan Samwan, tentu saja pinni harus memenuhinya..."
Dalam pembicaraan mana, perahu tersebut sudah bergerak merapat.
Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan muncullah tiga orang, sebagai orang pertama adalah seorang nikou tua berambut perak yang berwajah lembut, dibelakangnya mengikuti Pek Biau-peng, dan dibelakang Pek Biau peng adalah seorang nona berbaju kuning.
Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan nona tersebut, sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya, dia segera membalikkan tubuh masuk kedalam ruangan, lalu setelah mengambil kembali ruyung mu-ni-pian dari tangan pengemis sinting, dia balik kembali ke ujung geladak dan berdiri disitu sambil tersenyum.
Rupanya nona berbaju kuning itu tak lain adalah Nyoo Siau-sian yang pernah dicari di seluruh Kang-ciu tapi tak berhasil ditemukan itu.
Sementara itu Samwan-to ikut pula munculkan diri.
Setelah diiringi basa basi, maka kedua belah pihakpun saling tertawa tergelak.
Bahkan Pek Biau-peng sendiripun seakan-akan sudah lupa dengan kejadian tadi, sambil tertawa serunya kepada Ibun Hau dan Samwan-to: "Mungkin kalian berdua tidak pernah menyangka bukan kalau Wi-in sinni adalah suci (kakak seperguruan)ku. "
"Hhaaaaah... haaaaah... haaahhh... kejadian ini memang sama sekali diluar dugaan. " jawab Samwan-to sambil tertawa
tergelak.
Ibun Hau menyambung pula:
"Kalau memang saudara Pek adalah adik seperguruan sinni, maafkanlah kelancangan kami tadi!"
Mendengar ucapan mana Pek Biau-peng segera berseru: "Kejadian yang sudah lewat biarkan saja lewat, lebih baik
tak usah disinggung kembali."
Sementara itu Wi-in sinni telah mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put Kui, dia seperti menaruh kesan dan perhatian yang khusus terhadap pemuda tersebut, kendatipun dia sudah melihat sejak tadi bahwa benda yang berada ditangan Oh Put Kui adalah senjata Mu-ni-ciang-mo-pian andalannya selama ini, tapi ia sama sekali tidak menyinggung masalah itu, malah tanyanya:
"Saudara Samwan, siapakah si anak muda itu?"
"Ooh dia adalah Oh Put Kui, murid Tay-gi!" sahut Samwan To sambil tertawa.
"Jadi Tay-gi sudah mempunyai ahli waris? Sungguh menggembirakan "
Sambil tertawa Ibun Hau berkata pula:
"Oh hianti ini selain menjadi ahli waris Tay-gi, diapun merupakan ahli waris dari Thian-liong."
-oo0dw0oo-
Paras muka nikou itu semakin berseri segera ucapnya: "Sebagai ahli waris dari Tay gi dan Thian liong sinceng berdua, sudah pasti anak muda ini bukan manusia sembarangan, Oh sauhiap apakah kau telah menemukan kembali Mu-ni-pian milik pinni?"
Sebenarnya sejak tadi Oh Put Kui sudah ingin berbicara, hanya saja ia tak berani berlaku kurang adat maka selama ini hanya berdiam diri belaka.
Setelah ditanyai sinni, pemuda itu baru menjawab dengan hormat:
"Benar!"
"Terima kasih banyak untuk bantuan sauhiap yang telah berhasil menemukannya kembali untuk Sian-ji!"
Sementara itu Nyoo Siau sian sudah tak mampu untuk menahan diri lagi, ia segera berteriak:
"Oh toako, kau berhasil menemukannya dimana? Benarkah benda itu dicuri oleh pihak Pay kau?"
"Betul," sahut Oh Put Kui sambil tertawa, "cuma bukan pihak Pay-kau yang mencuri benda itu."
"Oh toako, tahukah kau siapa yang telah mencuri benda itu?"
"Yaa, aku tahu, bahkan akupun tahu kalau orang itu bermaksud untuk memfitnah pihak Pay-kau..."
Nyoo Siau-sian sama sekali tidak menggubris apakah Pay- kau difitnah atau tidak, dia hanya ingin tahu dengan secepatnya siapa yang mencuri ruyung mestikanya itu.
Maka sambil tersenyum manis, dia menukas:
"Oh toako, cepat katakan siapa yang telah mencuri mestikaku itu ?"
"Wi Thian-yang serta kakakmu Nyoo Ban-bu!"
Ucapan tersebut betul-betul suatu perkataan yang sangat berani. Nyoo Siau-sian segera dibuat tertegun, kemudian serunya: "Aaah, hal ini tak mungkin terjadi "
Oh Put Kui segera tertawa.
"Nona, pertama-tama aku akan mengembalikan dulu ruyung mestika ini kepadamu, soal nona mau percaya atau tidak kalau kakakmu yang telah mencuri benda tersebut, sekembalinya ke Ibu kota nanti, segala sesuatunya toh akan menjadi jelas!"
Selesai berkata, dia segera melemparkan ruyung mu-ni- pian tersebut kedepan, bagaikan sekilas cahaya hitam benda itu segera meluncur kedepan.
Dengan cekatan sekali Nyoo Siau sian menyambar ruyung itu dan menangkapnya.
"Oh toako, terima kasih banyak "
Tapi belum habis berkata, dia telah menundukkan kepalanya rendah-rendah.
sebaliknya Wi-in sinni segera berkata sambil tertawa:
"Oh sauhiap, kau mengatakan ruyung itu dicuri oleh Wi Thian-yang. ?"
"Yaa, semestinya Wi-thian-yang yang telah mengajak Nyoo Ban-bu bersekongkol untuk mencuri benda itu."
Nikou tersebut segera berpaling ke arah Pek Biau-peng dan serunya lantang:
"Sute, cepat kau suruh Wi-thian-yang keluar!"
"Baik, siaute akan segera pergi............." sahut Pek Biau- peng sambil tertawa.
Selesai berkata, bayangan tubuhnya segera berkelebat pergi dari situ.
Tapi sekejap kemudian ia telah muncul kembali. Oh Put Kui yang menjumpai hawa amarah diwajah Kakek tersebut segera berseru:
"Wi-thian-yang telah melarikan diri. "
"Bagaimana caranya dia kabur?" tanya Wi-in sinni dengan kening berkerut, "bukankah tadi ia masih berada disitu?"
Sambil menggertak gigi Pek Biau peng mendepak- depakkan kakinya berulang kali, lalu katanya:
"Pemilik perahu mengatakan dia telah kabur melalui lorong bawah perahu."
Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa:
"Pek tua, hal ini membuktikan kalau perkataan boanpwee memang benar!"
Sepasang mata Pek Biau-peng berkilat, kemudian setelah tertawa hambar katanya:
"Aaah, belum tentu demikian, tapi aku pasti akan menyelidiki persoalan ini hingga tuntas."
Wi-in sinni pun berkata pula sambil tersenyum:
"Nyali Wi Thian-yang sungguh amat besar sute, dikemudian hari kau tak usah berhubungan dengannya."
"Toa-suci, siaute hanya silaf sesaat."
"Hiantit, kau mesti tahu, dalam dunia persilatan kau masih dikenal orang sebagai seorang gembong iblis."
Sekilas perasaan menyesal menghiasi wajah Pek Biau- peng sesudah mendengar perkataan itu, ucapnya kemudian:
"Yaa, sungguh menyesal akan hal ini."
"Buddha atau ibliskah dia, semuanya hanya tergantung pada jalan pemikiran sesaat" kata Wi-in sinni sambil tertawa, "aku tahu hiante tak lebih hanya sempit jalan pemikirannya dan terlalu menuruti watak sendiri apabila sifat jelek tersebut dapat dihilangkah, niscaya niat iblis pun akan turut musnah!" Dengan keringat bercucuran Pek Biau-peng segera menyahut:
"Siaute amat menghormati petuah dari toaci. "
Saat itulah Wi-in sinni baru berkata kepada Oh Put Kui sambil tertawa:
"Terima kasih banyak pinni ucapkan atas bantuan Oh sauhiap untuk merebut kembali ruyung tersebut "
"Aaah, hanya urusan kecil tak perlu locianpwee risaukan!" Sinni kembali tersenyum:
"Bilamana Oh sauhiap ada kesempatan di kemudian hari, silahkan mampir di Hian-leng-an kami untuk bermain. "
"Boanpwee pasti akan meluangkan waktu untuk menyambangi sinni "
Wi-in sinni manggut-manggut sambil tertawa, saat itulah dia baru berkata kepada Samwan-to dan Ibun Hau:
"Apabila kalian berdua ada waktu luang, tak ada salahnya turut berpesiar ke sana, pinni harus mohon diri lebih dulu!"
Samwan-to dan Ibun Hau sama-sama tertawa:
"Undangan dari sinni membuat aku merasa amat gembira, selewatnya sembahyang bakcang nanti, kami pasti akan berkunjung ke sana "
Maka berangkatlah perahu yang ditumpangi Wi-in sinni menjauhi tempat itu.
Pek Biau-peng segera minta diri pula kepada Sinni untuk kembali ke perahunya.
Sedangkan Nyoo Siau-sian berseru kepada Oh Put Kui dari kejauhan:
"Oh toako, kau hendak ke mana?" "Lam-cong!" Nyoo Siau-sian segera tersenyum malu, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat itu diurungkan.
Oh Put Kui juga membuka mulut, namun tak sepatah katapun yang dapat diutarakan keluar.
Selisih jarak kedua buah perahu itupun makin lama semakin jauh sebelum akhirnya tinggal setitik hitam.
Dalam waktu singkat perahu yang ditumpangi Wi-in sinni dan Nyoo Siau-sian itu sudah lenyap ditempat kegelapan dikejauhan sana.
Pada saat inilah Kakek latah awet muda baru muncul dari ruangan perahu.
Dengan wajah termangu-mangu diawasinya arah dimana bayangan perahu itu lenyap, lalu sambil menghela napas panjang katanya:
"Hian-giok, cepat amat kau pergi "
Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui, sambil tertawa katanya kemudian:
"Ban tua, mengapa kau tidak menampakkan diri? Bukankah kalian adalah bekas kekasih lama?"
Kakek latah awet muda tertawa getir:
"Lebih baik jangan bersua muka, kalau tidak. "
Tiba-tiba ia tutup mulut dan tidak berbicara lagi.
"Kalau tidak kenapa?" tanya Oh Put Kui sambil tertawa. "Mengapa sih kau suka mencampuri urusan ini?" Kakek
latah awet muda tiba tiba dengan mata mendelik.
"Masa bertanya saja tak boleh? Kenapa sih kau ini?" seru Oh Put Kui sambil tertawa.
@oodwoo@