Misteri Pulau Neraka (Ta Xia Hu Pu Qui) Jilid 42 (Tamat)

 
Jilid 42 (Tamat)

"KIT PUT SHIA sendiri yang mengungkap persoalan itu kepada kami, aku rasa tak bakal keliru lagi."

"Beng tua, apa  sebabnya Kit Put Shia menyinggung  kembali peristiwa berdarah yang dilakukannya secara bersih dan rapi itu kepada orang luar? Apakah dia tidak kuatir rahasia tersebut sampai bocor dan  diketahui oleh golongan putih? Lagipula menurut pengetahuan boanpwe,  Kim-teng-sin-oh  yang  terbunuh   tak   lain    adalah    istri    Kit    Put-shia sendiri "

"Lote hanya tahu satu tak tahu yang lain, tak heran bila kau tak percaya. Perlu diketahui tindakanku memberitahukan persoalan ini kepada kalian  sesungguhnya  merupakan tindakan menyerempet bahaya "

"Ooh " Oh Put Kui sangat terkejut.

Sebaliknya Kakek latah awet muda berseri pula tanpa terasa:

"Siapa yang mampu merenggut selembar nyawamu?" "Kecuali tuan putri ke dua Cu Yu-hun, siapa lagi yang

sanggup berbuat begitu?"

Oh Put Kui tertegun dan untuk beberapa saat lamanya tak mampu bersuara. Sebaliknya Kakek latah awet muda berseru pula dengan perasaan tercengang:

"Jadi sipenyelenggara pertemuan ini bukan Kit Put-shia?" "Bukan, Kit Put-shia cuma anak buahnya yang paling

diandalkan. "

Tiba-tiba Oh Put Kui berseru:

"Beng tua, tahukah kau bahwa Cu Yu-hun selalu mencatut nama Thian-hian Huicu selama ini?"

"Yaa aku tahu, dia sendiri tak pernah menyangkal akan perbuatannya itu."

"Betulkah demikian? Tapi........... bagaimana caranya untuk menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya? Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan, tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan, sebetulnya tindakan apakah  yang  telah  dipergunakan olehnya? Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal ini susah untuk dipercaya."

"Haaaaaaaaaaaaahhhh........... haaaaaaaaahhhhhh..........

haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia memang tidak mengandalkan ilmu silat  untuk  menguasai kaum iblis tersebut."

"Cebol Beng," tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela pula, "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas apa yang dia andalkan? Aku tidak percaya kalau dia sanggup berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."

Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu,  ujarnya:

"Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya." "Betulkah demikian? Tapi........... bagaimana caranya untuk menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya? Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan, tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan, sebetulnya tindakan apakah  yang  telah  dipergunakan olehnya? Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal ini susah untuk dipercaya."

"Haaaaaaaaaaaaahhhh........... haaaaaaaaahhhhhh..........

haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia memang tidak mengandalkan ilmu silat  untuk  menguasai kaum iblis tersebut."

"Cebol Beng," tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela pula, "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas apa yang dia andalkan? Aku tidak percaya kalau dia sanggup berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."

Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu,  ujarnya:

"Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya."

"Serangan apakah itu sehingga membuat jago lihay macam kaupun kehabisan daya?"

"Racun Tok-ku dari  wilayah Biau!"

Kakek latah awet muda benar-benar mengerutkan dahinya, dia tak mengira kalau lawan akan mempergunakan  racun yang paling keji dari wilayah Biau itu.

Sebaliknya Oh Put Kui segera bertanya sambil tertawa hambar:

"Beng tua, tahukah kau jenis racun tok-ku  apakah  yang telah ditanamkan Cu Yu-hun kedalam tubuhmu?" "Untuk menghadapi manusia macam diriku  ini, kecuali menggunakan racun Kim-jian-tok-ku dari ular sutera emas, racun apa pula yang dapat bereaksi dalam tubuhku?"

"Beng tua, kebetulan sekali boanpwe mempunyai kemampuan untuk memunahkan pengaruh racun itu, bagaimana kalau kubantu dirimu untuk mencabutnya keluar lebih dulu?"

"Sungguh?" seru Beng-pek-tim dengan wajah berseri.

"Buat apa boanpwe mesti bergurau denganmu? Tentu saja sungguh. "

Beng Pek-tim segera tertawa tergelak-gelak: "Haaaahhhh.......  haaahhhh.......  hhaaaaahhhhh asal

lote benar-benar memiliki kemampuan tersebut,  urusan menjadi lebih muda lagi untuk diselesaikan, sekarang belum waktunya untuk memunahkan racun itu."

"Kenapa?" tanya kakek latah awet muda sambil tertawa, "cebol Beng, siapa yang melepaskan racun itu? Apakah Cu Yu-hun sendiri?"

"Bukan! Tapi Cu Yu-hun sendiripun pandai melepaskan racun tok-ku, bila racunku dipunahkan sekarang, bukankah tindakan ini sama artinya dengan menggebuk rumput mengejutkan sang ular?"

"Apabila aku bisa menangkap  orang yang melepaskan racun tok-ku tersebut, bukankah semua urusan akan beres dengan sendirinya?"

Beng Pek-tim tertawa.

"Soal ini tak perlu Ban loko risaukan, tay-gi sangjin serta Thian-liong sangjin telah berangkat ke wilayah Biau, mungkin pada tanggal satu nanti mereka sudah muncul kembali di Ci- lian-san."

"Benarkah itu?" seru Oh Put Kui gembira, "Beng tua, benarkah kedua suhu boanpwe telah pergi?" "Buat apa aku mesti bohong? Lote, pembunuh  dari keempat kasus pembunuh berdarah serta pembunuh dari Lan Hong tak lain adalah Wi Thian-yang. "

"Jadi benar-benar dari perbuatan Wi Thian-yang?" seru Oh Put Kui tertahan, tubuhnya seperti disambah geledek disiang hari bolong.

"Yaaa, dia adalah biang keladinya, sedang beberapa orang pembantunya terdiri dari Siau Yau dan Kit Put Shia sendiri. Kuharap dalam pertemuan puncak tanggal satu bulan enam nanti, Ban Loko dan Oh lote jangan sampai salah menuduh orang baik. "

Oh Put Kui segera merasakan darah didalam tubuhnya mendidih keras, kalau bisa dia ingin mencari Wi Thian-yang sekarang juga untuk beradu jiwa dengannya.

Kakek latah awet muda yang menyaksikan tingkah lakunya itu kontan saja menegur sambil tertawa:

"Anak muda, tunggulah satu hari lagi, sekarang kita harus kembali dulu untuk merundingkan persoalan ini dengan semua kawan "

Begitu selesai berkata mendadak ia totok jalan darah Oh  Put Kui untuk mencegah gejolak emosi yang kelewat batas bakal melukai isi perutnya, setelah membopongnya dia baru berkata kepada Beng Pek-tim:

"Nah cebol, sampai jumpa dalam  pertemuan  puncak tanggal satu nanti "

Tubuhnya segera berkelebat balik ke kuil Tay-kong-si.

Tengah hari tanggal satu bulan enam telah tiba. Ditanah lapang didepan kuil Tay-kong-si telah dibangun sebuah panggung seluas beberapa kaki dengan lebar puluhan kaki.

Diatas panggung pada bagian belakang disediakan sederet kursi, pada kursi utama duduklah seorang perempuan cantik berbaju putih.  Dihadapannya  berderet pula belasan buah kursi. Diantara deretan kursi itu duduklah Kit Put Shia, Siau Hian, Siau Yau dan sekalian jago-jago kaum sesat.

Wi Thian-yang sendiri justru berdiri disamping perempuan cantik berbaju putih itu.

Dibawah panggung inilah kawanan jago dari berbagai golongan berkumpul.

Disebelah kanan panggung tersedia pula lima buah meja besar, disekeliling meja duduklah Thian-hian Huicu, Hong- gwa-sam-sian, Thian-tok-siang-coat, Bu-lim-jit-seng, Kakek latah awet muda, pengemis pikun, Oh Put Kui, Nyoo  Siau- sian, Kiau Hui-hui, Liok lim bengcu Im Tiong-hok serta  para wakil dan tianglo dari lima partai serta aliran lainnya.

Sebagai pemimpin dari rombongan besar ini tak lain adalah Thian-hian Huicu.

Persis pada tengah hari, mercon dibunyikan berdentum- dentum, lalu tampak Kit Put Shia bangkit berdiri.

Sambil melangkah kedepan sambil membawa sebuah poci emas, dia berseru sambil tertawa lantang:

"Kit Put Shia menyampaikan salam kepada segenap sobat dan rekan-rekan dunia persilatan yang telah berkumpul disini hari ini "

Kemudian setelah tertawa nyaring,  dia melanjutkan: "Selama ribuan tahun lamanya, kaum  putih dan  kaum hitam

didalam dunia persilatan  selalu  hidup  bermusuhan  bagaikan air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam  di  Ci-lian- san, hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun diselenggarakan pada hari ini. "

"Selama ribuan tahun lamanya, kaum putih dan kaum hitam didalam dunia persilatan  selalu  hidup  bermusuhan  bagaikan air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam  di  Ci-lian- san, hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun diselenggarakan pada hari ini. "

Berbicara sampai disitu Kit Put-shia berhenti sejenak dan memandang sekejap kearah tiga dewa sekalian kemudian  lanjutnya:

"Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu  saja tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini. Tapi tujuan yang sebenarnya  bukanlah ingin membentuk semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau, sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada  yang berusaha menentang usul ini, terpaksa aku  she  Kit sekalianpun  akan membekuknya dengan kekerasan "

"Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu  saja tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini. Tapi tujuan yang sebenarnya  bukanlah ingin membentuk semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau, sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada  yang berusaha menentang usul ini, terpaksa aku  she  Kit sekalianpun  akan membekuknya dengan kekerasan "

Setelah berhenti sejenak dan tertawa, diapun meneruskan: "Atau  mungkin juga  ada  banyak sobat yang  hadir  didalam

arena ini tak setuju dengan pandanganku ini, maka akupun dapat memberitahukan kepada kalian bahwa yang  dimaksud tak boleh saling bermusuhan lagi adalah setelah pertemuan ini selesai diselenggarakan, karenanya aku serta saudara Siau sekalian bersedia menjadi  saksi dalam  penyelesaian tersebut!"

Begitu Kit Put-shia selesai berkata, tampak sorak yang gegap gempita segera bergema dari bawah panggung.

Sebaliknya Oh Put Kui tertawa dingin, gumamnya: "Hmmmm....... pandai amat bajingan tua itu berpidato "

Semenatara itu Kit Put Shia telah berkata lebih lanjut:

"Berhubung tempat tinggal aku jauh dari kota, maaf bila  tiada hidangan mewah yang dapat disuguhkan, harap kalian mau bersantap seadanya untuk bersama-sama meramaikan pertemuan ini."

Kemudian dia berkata kembali:

"Jika genta  dibunyikan tiga kali nanti, sahabat yang mempunyai persoalan atau perselisihan tak ada  salahnya untuk naik kepanggung sambil mengemukakan alasannya.....

bahkan mereka yang mempunyai permusuhan dengan diriku pun dipersilahkan naik keatas panggung. "

Setelah berbicara sampai disitu, ia tertawa tergelak dan pelan-pelan mengundurkan diri dari situ. Tak lama kemudian suara gentapun dibunyikan tiga kali. "Taaaaaang........ taaaaaaaaang........ taaaaaaaaang. "

Pada saat genta terakhir berbunyi, dua sosok bayangan manusia telah melompat naik keatas panggung.

Diluar dugaan, ternyata orang yang naik keatas panggung adalah pemilik perkampungan Tang-mo-san-ceng, yaitu Hoa- tay-siu suami istri.

Kakek latah awet muda segera berkata kepada Oh Put Kui: "Anak muda, mengapa a-ik dan  ik-thio mu datang juga

kemari?"

Rupanya tak lama setelah Oh Put Kui meninggalkan perkampungan Tang-mo-san-ceng itu,  dia  baru mendapat tahu kalau Hoa hujin Hoa Ting-go adalah a-ik nya.

Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa:

"Ban tua, demi nama baik perkampungannya sebagai perkampungan pembasmi iblis, mau tak mau mereka harus datang kemari."

Baru selesai dia berkata, Hoa-tay-siu yang berada dipanggung telah menunding kearah Kit Putshia sambil berseru:

"Saudara Kit, aku orang she Hoa ingin  memohon keadila dari Siau Hian dan Siau Yau dua bersaudara."

Kit Put-Shia tertawa ewa.

"Saudara Hoa bersedia muncul pada babak pertama, lagi pula langsung mencari penyelenggara pertemuan ini, boleh dibilang kejadian ini patut digirangkan, tapi  perselisihan apakah yang telah terjalin antara saudara Hoa  dengan saudara Siau? Harap kau  kemukakan  kepada  umum, sehingga dua bersaudara cengeng dan tertawa bisa memberikan pertimbangan secara adil. " Sementara itu Siau hian telah tampil ketengah panggung dengan langkah lebar.

Sebaliknya si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau dengan langkah yang lembut dan menggoyang-goyangkan kipas kertasnya, pelan-pelan berjalan  menuju  kehadapan suami istri she Hoa ini.

Siau Hian tertawa pelan, kemudian berseru:

"Saudara Hoa menuduh kami dua bersaudara Siau mempunyai perselisihan denganmu, sesungguhnya perselisihan apakah yang kau  maksudkan?  Seingatku, rasanya diantara kita berempat, tak  pernah  terjalin perselisihan apa pun."

"Siau Hian," seru Hoa Tay-siu dengan kening berkerut, "antara aku dengan kau memang tak ada perselisihan apa- apa, tapi aku hendak menuntut balas  bagi  beberapa  orang jago persilatan yang telah tewas ditanganmu."

Mendengar ucapan mana Siau Hian segera tertawa terbahak-bahak:

"Haaahhh.......     haaahhhh.........     haaahhh           rupanya

saudara Hoa sedang mewakili orang lain, tapi siapa-siapa saja yang menurut saudara Hoa telah tewas ditanganku? Aku ingin tahu manusia manakah yang begitu  berharga bagi kalian sehingga kamu  berdua tak segan-segan datang mewakilinya?"

Hoa Tay-siu tertawa dingin.

"Aku datang kemari hendak menuntut keadilan  bagi kematian dari Hu mo suthay dari Cing-shia-pay, Kim-teng-sin- oh dari Go-bi-pay dan Leng Hong-bin suami istri dari kebun Cay-wi-wan."

Siau Hian nampak tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, dia segera berseru:

"Mengapa saudara Hoa menuduh kasus-kasus pembunuhan berdarah itu merupakan  hasil karya kami? Apakah saudara Hoa telah dihasut seseorang.........? Kalau tidak mengapa kau sembarangan menuduh tanpa  disertai bukti?"

Sementara itu Siau Yau telah mengulumkan  senyum liciknya diujung bibir, tapi selain Oh Put Kui serta Kakek latah awet muda, rasanya orang lain tak  akan  memperhatikan  hal itu.

Sementara itu Hoa Tay-siu telah berkata lagi dengan suara dingin:

"Orang she Siau, bila aku tanpa bukti, tak nanti kami akan kemari untuk mencari kalian."

Sambil berkata dia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar kain kumal, kemudian serunya lagi sambil tertawa dingin:

"Siau Hian, kau boleh periksa sendiri benda tersebut."

Dengan kening berkerut Siau hian menerima kain kumal itu serta diperhatikan dengan seksama.

mendadak gembong iblis ini mengerutkan dahinya semakin kencang, lalu sambil menarik muka bentaknya:

"Saudara Hoa, tulisan siapakah ini?"

"Tulisan dari Kim-teng-sin-oh, apakah keliru? Kau anggap tulisan yang mengatakan Loteng Keng-thian-lo Siau tersebut masih belum cukup  membuktikan  bahwa  pembunuhnya adalah kalian berdua?"

Lima orang ciangbunjin yang pernah memeriksa ditempat kejadian setelah peristiwa berdarah itu berlangsung menjadi tertegun setelah melihat kejadian tersebut, padahal sewaktu melakukan pemeriksaan dulu, mereka sama  sekali  tak berhasil menemukan tanda-tanda apapun.

Lantas darimanakah Hoa Tay-siu  bisa  memperoleh robekan kain kumal itu?

Mendadak terdengar Siau Hian bertanya sambil tertawa: "Saudara Hoa, darimana kau peroleh sobekan kain kumal tersebut?"

"Siau Hian, jika tak ingin diketahui perbuatannya, lebih baik janganlah berbuat," seru Hoa Tay-siu sambil tertawa dingin, "sehari setelah kalian melakukan perbuatan tersebut, secara kebetulan Thian-liong-sang-jin melewati kota  Kim-leng dan berhasil mendapatkan barang bukti itu. Nah Siau-hian, apakah kalian masih ingin menyangkal?"

Siau Hian segera melemparkan robekan kain kumal itu kearah Hoa Tay-siu, kemudian  setelah tertawa tergelak,  ujarnya:

"Saudara Hoa, kalau memang Thian-liong-sang-jin yang menemukan benda tersebut, aku rasa hal ini tak bakal salah lagi, tapi akupun perlu memberitahukan kepada saudara Hoa, disaat Kim-teng-sin-oh terbunuh, aku sedang bertamu di gua setannya si kakek cengeng beralis putih Ciu loko "

Dengan dikemukakannya  alibi tersebut sudah jelas hal mana tak bisa diragukan lagi, sebab si kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan telah  bangkit berdiri serta memberikan kesaksian baginya.

Memang selama beberapa bulan lamanya pada tahun berselang, mereka sedang berada  dalam goa setan dan bersama-sama menyelidiki sejenis ilmu silat.........

Mungkin orang lain tak akan percaya dengan keterang tersebut, namun bagi pendengaran Hoa Tay-siu sekalian mau tak mau mereka harus percaya juga.

Sebab bagi mereka semacam Siau Hian, dia pasti berani berbuat berani pula bertanggung jawab.

Dengan kening berkerut Hoa Tay-siu segera bergumam. "Mungkinkah Sin-oh telah salah lihat ?"

"Mungkin juga. " jawab Siau Hian sambil tertawa. Mendadak Nyonya Hoa Tay-siu, si dewi dari nirwana Lan Tin-go maju kedepan dan berseru sambil tertawa:

"Siangkong, jangan-jangan yang dimaksud adalah pemilik gedung Keng-thian-lo, Siau Yau?"

Sementara Hoa Tay-siu masih tertegun, si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau telah tertawa terbahak-bahak:

"Haaaaaaaaaahhh............. haaaaaaaaaaahhh...............

haaaaaaaaaahhh......... bagaimanapun juga  Hoa  hujin memang jauh lebih teliti, Hoa Tay-siu, selama puluhan  tahun  ini kau cuma hidup dengan sia-sia, masa berapa tulisan itupun tak mampu kau pecahkan? Benar-benar menggelikan hati."

Kontan saja Hoa Tay-siu membentak gusar: "Siau Yau, rupanya kaulah pembunuhnya."

"Haaaaaaahhhh......... haaaaaaaahhhh.........

haaaaaaahhhhh........... kalau benar mau apa? APakah kalian she Hoa berdua akan membalas dendam bagi kematiannya?"

Mencorong sinar tajam dari balik mata Hoa Tay-siu setelah mendengar perkataan tersebut, segera bentaknya:

"Orang she Siau, aku akan mencincang tubuhnya menjadi berkeping-keping untuk membalaskan dendam bagi kematian mereka!"

Sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan kearah depan..........

Siau Yau kembali tertawa tergelak, dia membuat sebuah lingkaran dengan kedua belah tangannya kemudian berseru:

"Lebih baik kalian berdua maju bersama-sama saja, adik Hian kau menyingkir dulu."

Siau Hian menurut dan segera mengundurkan diri.

Sebaliknya Lan Tin-go mengayunkan pula telapak tangannya, bersama-sama suaminya mengerubuti Siau Yau seorang. Pertarungan yang kemudian  berlangsung  benar-benar amat seru, biarpun Siau Yau mesti menghadapi dua  orang sekaligus, nyatanya dia masih mampu melepaskan serangan yang mematikan.

Oh Put Kui yang menyaksikan jalannya pertarungan  itu segera berkerut kening, mendadak bisiknya kepada Kakek latah awet muda:

"Ban tua, ilmu silat yang dimiliki gembong iblis tua ini kelewat tangguh, perlukah aku tampilkan diri?"

"Anak muda, gurumu belum datang, lebih baik jangan bertindak gegabah," cegah Kakek latah awet muda dengan cepat.

"Tapi bagaimana seandainya A-ik dan Ik-thio terancam oleh bahaya maut?"

"Kau tak usah kuatir, aku pasti akan menampilkan  orang lain untuk membantunya."

Sementara pembicaraan masih berlangsung, Hoa Tay-siu suami istri telah berulang kali terancam bahaya maut.

Dengan perasaan terkejut cepat-cepat Kakek latah awet muda berseru keras:

"Kemanakah ciangbunjin dari Siau-lim-pay, Bu-tong-pay, Hoa-san-pay serta Go-bi-pay? Kalian merupakan saksi yang menyaksikan peristiwa berdarah itu, sekarang pembunuhnya sudah muncul, mengapa kalian tidak segera naik ke panggung untuk membekuknya?"

Begitu seruan bergema, beberapa orang ciangbunjin itu segera menyadari apa yang mesti diperbuat.

Hui-sin Taysu segera berseru memuji keagungan Budha, kemudian menerjang lebih dulu keatas panggung.

Disusul kemudian Hian-hek cinjin dari Bu-tong-pay, Bwee Kun-peng dari Hoa-san-pay dan  Wici BIn dari Kay-pang bersama-sama melompat naik keatas panggung. Begitu tiba di panggung, Hui-sin taysu segera berseru sambil mendengus dingin:

"Ho sicu, lolap sekalian sudah kelewat lama dibodohi oleh Siau sicu, kejadian ini benar-benar membuat kami tak terima, bagaimana jika persoalan ini diserahkan saja penyelesaiannya kepada lolap sekalian. ?"

Mendengar seruan itu, Hoa Tay-siu suami istri secara beruntun melancarkan tiga buah pukulan dan dua tendangan kilat, kemudian sambil melompat mundur dari arena, katanya:

"Kalau memang Ciangbunjin berpendapat demikian, tentu saja kami akan turut perintah."

Selesai berkata merekapun melompat turun kebawah panggung.

Dengan ditemukannya pembunuh yang asli, maka Hoa-tay- siu pun berhasil mencapai keinginannya untuk  membasmi kaum iblis dari muka bumi, maka tindakan  mereka yang mengundurkan diri dari arenapun tidak sampai menimbulkan ejekan orang.

Dalam pada itu keempat ciangbunjin ditambah seorang tianglo yang berada diatas panggung telah mengurung  Siau Yau rapat-rapat.

Siau Yau sendiri sama sekali tak nampak takut atau gentar, dia malahan berdiri tak berkutik sambil tertawa dingin tiada hentinya.

"Siau sicu," Cui sian sangjin dari Go-bi-pay  segera menegur, "sudah hampir dua puluh tahun lamanya aku tak pernah melanggar pantangan membunuh,  tapi  hari  ini terpaksa harus kulanggar kembali, semoga siau sicu bisa baik-baik menjaga diri. "

Begitu selesai berkata, ujung bajunya segera dikebaskan kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ketubuh Siau Yau. Terkesiap juga Siau Yau menghadapi ancaman tersebut, cepat-cepat dia menghindarkan diri sejauh lima langkah lebih.

Begitu dia berkelit, tubuhnya menjadi berdiri  dihadapan Wici Bin, dengan kening berkerut Wici Bin segera melepaskan sebuah pukulan juga sambil membentak:

"Gembong iblis, serahkan nyawamu!"

Siau Yau tertawa seram, dia tidak menghindar, kali ini disambutnya ancaman dari Wici BIn itu dengan kekerasan.

Jangan dilihat dia tak berani menyambut serangan dari Cui- sian sangjin, tapi terhadap ancaman dari Wici Bin sama sekali tak dipandang sebelah matapun.

Begitu sepasang telapak saling beradu, Wici Bin segera terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih.

Pada saat itulah mendadak Kit Put-shia tampil kedepan dengan langkah lebar, serunya kemudian:

"Empat orang ciangbunjun mengerubuti saudara Siau seorang, rasanya tindakan ini  kurang adil, mari, mari, biat akupun ikut membantu saudara Siau."

Begitu selesai berkata, dia  lantas  melepaskan sebuah pukulan dahsyat kearah ketua Siau Lim-pay dan ketua Bu- tong-pay.

Dalam waktu singkat ketujuh orang itu sudah terlibut dalam suatu pertempuran yang amat seru.

Siau Hian sendiri hanya berdiri ditepi arena tanpa berbicara maupun bergerak barang sedikitpun jua.

Oh Put kui yang melihat hal ini segera berkata  sambil tertawa:

"Ban tua, apa yang terjadi? Mengapa Siau Hian tidak turut terlibat dalam pertarungan itu?"

Kakek latah awet muda tertawa. "Anak muda, Siau Hian bukan orang jahat, tentu saja dia  tak sudi turun tangan."

Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi sambil tertawa tergelak.

"Nah, kau boleh naik kepanggung sekarang, kedua orang suhumu sudah datang."

"Dimana?" tanya Oh Put Kui tertegun.

"Sudahlah tak usah banyak bicara lagi, pokoknya kau hanya tahu naik kepanggung."

Mendadak Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:

"Ban tua, boanpwe mesti menggunakan alasan apa untuk naik kepanggung?"

"Terserah alasan apapun yang  hendak  kau gunakan, asalkan kau bisa menumbangkan pamor dari beberapa orang tua bangka tersebut, bahkan biar kau mesti melukai perasaan kelima orang ciangbunjin itupun tidak menjadi soal."

Oh Put Kui termenung sebentar, lalu sahutnya sambil tertawa:

"Baiklah!"

Selesai   berkata, dia   segera melejit ketengah udara, bersamaan itu pula bentaknya:

"Tahan!"

Bentakan keras yang menggelegar bagaikan guntur  ini seketika mengejutkan tujuh orang yang sedang bertarung itu sehingga masing-masing menghentikan serangannya.

Secepat kilat Oh Put Kui melayang turun ditengah arena, lalu bentaknya lagi:

"Harap para ciangbunjin mundur dulu kebelakang, aku ingin menyelesaikan sedikit perselisihan dulu dengan keduan orang gembong iblis tersebut. " Tidak menunggu beberapa orang  ciangbunjin  itu menjawab, dia telah berpaling seraya menyapa:

"Kit shiacu, baik-baikkah kau?"

Dikala melihat Oh Put Kui tampilkan diri tadi, Kit Pus Shia sudah merasa berdebar hatinya, mendengar teguran itu terpaksa sahutnya sambil tertawa paksa:

"Ooh, rupanya  Oh sauhiap..... maaf kalau  aku kurang hormat!"

Mendadak Siau Yau melotot besar seraya membentak marah:

"Hay anak muda, siapakah kau? Aku belum  pernah bertemu muka denganmu, darimana datangnya perselisihan diantara kita?"

Oh Put Kui tertawa tergelak:

"Aku bernama Oh Put Kui, dengna anda memang tak pernah terjalin perselisihan apapun, tapi aku ingin sekali menyelidiki suatu persoalan darimu, apakah  kau bersedia memberi jawaban?"

Siau Yau tertawa dingin:

"Aku berani mengakuinya bahwa ketiga kasus berdarah itu merupakan hasil perbuatanku, persoalan apa lagi yang tidak berani aku katakan. "

"Bagus sekali, kalau begitu aku dapat mempercayai perkataanmu itu "

Setelah berhenti sejenak, dia lantas menggapai kearah raja setan penggetar langit Wi Thian-yang yang berdiri disamping perempuan berbaju putih dibelakang punggung itu,  lalu serunya:

"Wi Thian-yang, bagaimana kalau kau pun kemari?" wi Thian-yang nampak tertegun setelah mendengar teguran itu, tanpa terasa dia memandang sekejap kearah perempuan cantik berbaju putih itu.

Setelah perempuan cantik berbaju putih itu  mengangguk, Wi Thian-yang baru maju kedepan dengan langkah lebar.

"Lote, ada urusan apa kau mencariku?" tegurnya.

"Apakah kau adalah jelmaan dari Nyoo  Thian-wi?"  tanya Oh Put Kui sambil tertawa.

Pertanyaan yang  diajukan secara langsung ini  seketika mengejutkan semua jago yang  berada  dibawah  panggung, dengan penuh perhatian semua orang mengalihkan pandangannya kewajah Wi Thian-yang, menantikan jawaban darinya.

Wi Thian-yang tidak nampak kaget atau tercengang menghadapi pertanyaan tersebut, sahutnya sambil tertawa:

"Lote, bila ingin mencari orang yang paling pandai dalam dunia persilatan saat ini, mungkin lotelah orangnya."

Dengan jawaban tersebut, sama saja artinya bahwa  dia telah mengakui kalau perkataan dari Oh Put Kui itu memang benar.

Tak heran kalau suasana dibawah panggung menjadi amat gaduh karena gempar.

Nyoo Siau-sian yang duduk disamping Kiau Hui-huipun nampak berubah menjadi pucat pias, lalu meledaklah  isak tangisnya yang amat memilukan hati.

Sementara itu Oh Put Kui telah tertawa hambar.

"Ucapan mu kelewat memuji, ada satu persoalan lagi ingin juga kutanyakan kepadamu."

"Silahkan bertanya!"

"Pek-ih-hud Lan lihiap apakah juga tewas ditanganmu?" Ketika mendengar pertanyaan tersebut, Wi  Thian-yang memandang sekejap kearah Kit Put Shia serta Siau-Yau, lalu jawabnya sambil tertawa pula:

"Lote, Lan Hong memang tewas ditanganku, darimana kau bisa tahu ?"

Perasaan Oh Put Kui waktu itu benar-benar sakit sekali, hatinya seperti diiris-iris dengan pisau tajam, namun perasaan mana sama sekali tidak ditampilkan diatas wajahnya,  dia malahan tersenyum.

"Titik terang ini berhasil kutemukan dari loteng Seng-sim-lo digedung Sian-hong-hu mu itu, cuma aku tak  percaya  kalau kau seorang mampu melakukan hal tersebut!"

Belum selesai dia berkata, Siau Yau telah menyela sambil tertawa tergelak:

"Bocah muda, kau memang cerdik, selain Wi lote, aku dan Kit shiacu memang terlibat dalam penyergapan terhadap Oh Ceng-thian suami istri waktu itu."

"Benarkah begitu?" Oh put Kui tertawa pedih, "kau berani mengakui perbuatan tersebut, apakah kalian tidak kuatir ada yang datang menuntut balas buat dirinya?"

"Kau hendak menuntut balas?" jengek Siau Yau sambil tertawa, "apa hubunganmu dengan Lan Hong?"

Sekali lagi Oh Put Kui tertawa pedih. "Anaknya! Cukup berhak bukan?"

Jawaban ini kembali membuat Siau Yau tertegun.

Bukan cuma dia, bahkan Kit Put Shia Wi Thian-yang pun turut merasa amat terperanjat setelah mendengar jawaban tersebut.

"Jadi kau.............. kau adalah putra Oh Ceng Thian?" seru Wi Thian-yang tergagap. Sebelum Oh Put Kui sempat menjawab, tiba-tiba muncul sesosok bayangan manusia ditengah arena,  lalu terdengar orang itu menyambut sambil tertawa dingin:

"Betul, dia adalah putraku!"

Ternyata orang yang munculkan diri tak lain adalah sipedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng Thian.

dengan hati terkesiap Siau Yau segera berseru: "Oh Ceng-thian, kau belum mampus?"

"Haaaahhh......... hhaaaaaahhhh........ haaaahhhh.......

dengan mengandalkan kemampuanmu itu masih ingin mencabut nyawaku? Hmmmm. "

Berbicara sampai disitu, secepat kilat dia telah meloloskan pedangnya.

"Haaaahhhh......... haaaaaaahhhhhh........ haaahhhh.........

panglima yang pernah kalah perangpun berani omong besar?" ejek Siau Yau sambil tertawa tergelak.

Dia mengira kemampuan Oh Ceng Thian masih seperti pedang iblis pencabut nyawa yang dulu.

Oh Ceng-thian tertawa dingin, segera teriaknya:

"Siau Yau, lebih baik kau maju bersama-sama Kit Put-shia!"

"Bagus sekali," sahut Kit Put Shia setelah mendengar perkataan itu, "aku memang ingin mencoba sampai seberapa jauhkah kemajuan yang berhasil dicapai saudara Oh selama delapan belas tahun terakhir ini. "

Seusai berkata dia  segera mencabut pedangnya dan langsung ditusukkan ketubuh Oh Ceng-thian.

Hampir pada saat yang bersamaan Siau yau melancarkan pula sebuah pukulan dengan dua serangan kipas.

Oh Ceng-thian segera menggetarkan pedangnya menciptakan serentetan cahaya pelangi, tahu-tahu saja serangan kedua orang itu sudah berhasil dipunahkan. Dalam pada itu keempat ciangbunjin serta Wici Bin telah mengundurkan diri dari atas panggung, mereka merasa Oh Ceng-thian serta Oh Put Kui jauh lebih berhak untuk menghadapi musuh-musuhnya demi membalaskan dendam bagi kematian istri serta ibunya.

Waktu itu Oh Put Kui dan Wi thian-yang belum sampai melangsungkan pertarungan.

Sebab sebelum pertarungan dimul;ai,  dia   ingin menanyakan sebuah persoalan lebih dulu sampai jelas.

Maka setelah tertawa dingin katanya:

"Wi Thian-yang selama dua puluh tahunan terakhir ini  kau tak pernah menyingkapkan bahwa kaulah pembunuh  ibuku, apa sebabnya kau mempunyai keberanian untuk mengakui perbuatan tersebut hari ini?"

Wi Thian-yang tertawa tergelak:

"Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh.......

segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini  bakal menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka  sulit baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam  keadaan selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan  yang bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk membunuh kau sibajingan cilik, apa  sebabnya tak berani mengakui perbuatanku itu?"

"Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh.......

segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini  bakal menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka  sulit baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam  keadaan selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan  yang bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk membunuh kau sibajingan cilik, apa  sebabnya tak berani mengakui perbuatanku itu?"

Oh Put Kui merasakan hatinya terkesiap, segera serunya: "Apa yang telah kalian lakukan disini?" "Didalam hidangan yang kalian makan telah dicampuri  racun tok-ku dari wilayah Biau, itu berarti  kalian  taka  akan lolos dari cengkeraman ji-kuncu."

"Siapa sih Ji kuncu itu?" tanya Oh Put Kui tertegun.

Sambil tertawa Wi Thian-yang segera menunjuk kearah perempuan cantik berbaju putih itu seraya ujarnya:

"Ji kuncu adalah kuncu dari Ban-mo-teng-sim-hwee, nanti lote mesti maju memberi hormat kepadanya. Nah lote, selanjutnya kau akan menjadi anggota perkumpulan  kami, bukankah semua perselisihan pun  akan  berakhir dengan begini saja?"

Mendengar sampai disitu Oh Put Kui segera tertawa dingin: "Wi Thian-yang, sekarang aku sudah mengerti!"

Dalam pada itu suasana dibawah panggung telah terjadi kegaduhan, sebab perkataan dari Wi Thian-yang telah mengejutkan mereka semua, tanpa terasa peluh dingin jatuh bercucuran, malahan ada pula yang wajahnya  berubah menjadi pucat pias.

Disaat Oh Put Kui selesai berkata tadi, tiba-tiba Wi Thian- yang berkata lagi sambil tertawa:

"Lote, kau benar-benar ingin beradu jiwa?"

"Wi Thian-yang!" mendadak Oh Put Kui berteriak  keras, "kau harus merasakan kelihayan dari pedang karat cing-peng- siu-kiam ku lebih dahulu!"

Cahaya tajam berkelebat lewat, tahu-tahu pedang karat itu sudah melancarkan tujuh buah serangan secara beruntun.

Wi Thian-yang sama sekali tidak menyangka kalau serangan pedang dari Oh Put Kui begitu tajam dan hebat, seketika itu juga dia  terdesak sehingga  mundur delapan langkah secara beruntun. Andaikata Oh Put Kui tidak menghentikan serangannya dengan segera, niscaya Wi  Thian-yang akan mengalami keadaan yang tragis.

Wi Thian-yang segera mengerutkan alis matanya rapat- rapat, menggunakan kesempatan disaat Oh Put Kui menghentikan serangannya, dia segera meloloskan pedang antiknya, dan berseru sambil tertawa seram:

"Bajingan keparat, aku akan memusuhi harapan itu, segera akan kukirimkan kau menjumpai ibumu. !"

"Sreeeeeet, sreeeeeeet. !"

Secara beruntun dia  melancarkan lima buah serangan berantai, ternyata tenaga dalam yang dimilikinya tak kalah dari Oh Put Kui.

Oh Put Kui tertawa seram segera teriaknya: "Wi Thian-yang, saat ajalmu telah tiba. "

"Traaaaaaaaaaang. "

Mendadak pedang karat cing-peng-kiam itu diayunkan keatas langsung membentur pedang antk dari Wi Thian-yang, menyusul bentrokan  itu, Wi  Thian-yang merasakan peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

Ternyata pedang andalannya telah kutung menjadi dua.

Ia sadar situasi tidak menguntungkan baginya,  dengan segera seraya melayang meninggalkan raganya cepat-cepat dia mengundurkan diri kebelakang.

Sudah barang tentu  Oh Put Kui tak akan membiarkan musuhnya menghindarkan diri, dimana pedangnya berkelebat lewat, mata pedang langsung membacok bahu kiri siraja setan penggetar langit.

"Omitohud......" tiba-tiba dari kejauhan  bergema  suara pujian, "siau sicu, ampunilah selembar jiwanya "

Sayang keadaan sudah terlambat. Percikan darah tampak berhamburan kemana-mana, tubuh Wi Thian-yang sudah terbabat pedang Oh Put Kui dan roboh terkapar diatas tanah.............

Saat itulah  sesosok bayangan manusia melayang turun diatas panggung, ternyata orang itu adalah Wi-in sinni.

Melihat Wi Thian-yang sudah terkapar bermandikan darah, sementara Oh Put Kui berdiri sambil menyeka air mata, dia menghela napas panjang sambil katanya:

"Siau sicu, bencan yang kau lakukan kali ini betul-betul kelewat besar!"

Belum habis perkataan dari nikou itu, kembali tampak dua sosok bayangan manusia melayang naik keatas panggung.

Orang yang pertama segera berjongkok dan membopong tubuh Wi Thian-yang lalu tanpa  mengucapkan  sepatah katapun melompat turun dari panggung dan segera kabur menuju keluar bukit.

Orang itu tak lain adalah Nyoo Ban-bu.

sedangkan orang kedua tetap berdiri dihadapan Oh Put Kui tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Dengan perasaan tak tenang Oh Put Kui mendongakkan kepalanya, ternyata orang itu tak lain adalah Nyoo Siau-sian.

Agaknya semua kesadaran Nyoo Siau-sian sudah hilang, ia berdiri termangu-mangu sambil mengawasi wajah pemuda itu tanpa berkedip selang beberapa saat kemudian tiba-tiba ia perdengarkan suara yang menyeramkan bagaikan lolongan serigala.

Suara tertawa itu boleh dibilang jauh lebih tak sedap  didengar dari pada suara tangisan kuntilanak.

Dengan perasaan iba  Oh Put Kui memandang sekejap kearahnya, namun tak sepatah katapun berani diutarakan.

Mendadak Nyoo Siau-sian menghentikan suara tertawanya, kemudian berseru sambil menangis: "Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu, ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku tidak membencimu.........   tidak  membencimu.........  aku  tidak!........

Oh  Put  Kui.........  aku  sangat  membencimu!           Mendadak

dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung dibelakang punggung seperti orang gila.

"Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu, ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku tidak membencimu.........   tidak  membencimu.........  aku  tidak!........

Oh  Put  Kui.........  aku  sangat  membencimu!           Mendadak

dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung dibelakang punggung seperti orang gila.

Dengan langkah sempoyongan, tiba-tiba dia membalikkan badan dan lari meninggalkan tempat itu.

"Anak Sian!" Wi-in sinni segera berteriak keras, dengan cepat dia menyusul dibelakangnya.

Oh Put Kui yang berada diatas panggung cuma bisa berdiri termangu-mangu bagaikan patung.

Mendadak percikan darah memancar keluar dari sisi tubuhnya.

Pedang Thian-lui-kiam dari Oh ceng-thian telah meluncur ketengah udara, hawa pedang yang tajam telah menerkang kemuka dan menyambar tubuh Kit Put shia serta Siau  Yau yang berada lima depa dihadapannya.

"Bluuuuuuuuuukkkk, bluuuuukkkkk !"

Bersamaan waktunya Kit Put Shia dan Siau Yau kehilangan batok kepalanya dan  bersama-sama roboh terkapar diatas tanah.

Pada saat itu juga, perempuan cantik berbaju putih yang duduk diatas panggung itu melompat bangun kemudian melompat kebawah dan berusaha melarikan diri. Mendadak sesosok bayangan manusia berwarna putih muncul dari samping panggung dan  mengejar  perempuan cantik berbaju putih itum, dalam sekali sambaran saja  ia  sudah berhasil membekuk lawan serta menyeretnya kembali keatas panggung.

Ternyata orang ini adalah Thian-hian Huicu Cu Yu-hong, akhirnya ia berhasil juga membekuk kembali adiknya yang sesat.

Dengan sepasang mata berkaca-kaca Cu Yu-hong segera berkata kepada Oh Ceng-thian:

"Jite, aku akan pulang kegunung, biar urusan ditempat ini diselesaikan oleh Siau toako serta Ban tua. "

Berbicara sampai disitu ia segera melejit ketengah udara dan meluncur keluar lembah...

Oh Ceng-thian menghela napas panjang, setelah menyarangkan kembali pedangnya, dia berseru kepada Kakek latah awet muda:

"Ban tua, toa kuncu menyuruh kau yang memimpin penyelesaian dalam tempat ini."

"Tak usah kuatir, aku sudah mendengar ucapan tersebut!" jawab Kakek latah awet muda sambil tertawa.

Kemudian sambil berpaling kearah kuil Tay-kong-si, teriaknya pula:

"Oh Sian, bila kau bersama Thian-liong, Lan  Ciu-sui dan Pek Bian-peng berempat tidak segera tampilkan diri, akupun tak akan mencampuri urusan ini lagi."

Puji syukur kepada sang Buddha dan gelak tertawa nyaring segera bergema memecahkan keheningan.

Tay-gi-sangjin, Thian-liong-sang-jin, Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu, seribu li pencabut nyawa Pek Bian-peng, serta seorang perempuan suku Biau setengah telanjang yang diseret, pelan-pelan munculkan diri dari balik pintu kuil Tay- kong-si.

Sambi tertawa tergelak Kakek latah  awet muda segera berseru:

"Oh sian, bebaskan dulu semua teman-teman yang berada disini dair pengaruh racun Tok-ku!"

"Tak usah kuatir, segera akan kulaksanakan perintah lo sicu. " jawab Tay-gi sang-jin sambil tersenyum.

Semua orang repot bekerja untuk membebaskan para jago yang hadir dari pengaruh racun tok-ku serta menyelesaikan persoalan disitu.

Tapi ada satu orang yang sama sekali tidak ikut campur.

Sambil menggenggam pedang karatnya, dia berdiri termangu-mangu diatas panggung...........

Lama kemudian, selangkah demi selangkah  dia baru berjalan meninggalkan tempat itu menuruni bukit Ci-lian-san.

Paras mukanya hambar tanpa emosi, pikirannya bagaikan kosong tak berisi, tapi jalanan yang ditempuh  justru  merupakan jalan perbukitan yang curam, terjal dan  penuh dengan semak belukar yang berduri.

Mungkin ia sedang memikirkan suatu persoalan.

Tapi semua persoalan sudah tidak  terlalu penting lagi baginya, sebab ia merasa dendam sakit hatinya telah terbalas, bukankah begitu? Musuh besar pembunuh ibunya telah tewas pula diujung pedangnya.

Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya,  dia teringat bahwa dia telah menjadi seorang pembunuh, seorang pembunuh yang telah membinasakan ayah orang lain pula.

Mungkinkah dia akan membalas dendam kepadanya? Mungkinkah hal ini terjadi? Pikiran tersebut berputar  dan melintas tiada hentinya dalam benaknya. Beberapa tetes air mata bercampur darah menetes membasahi wajahnya...............

Dia seperti merasa agak lelah, tapi dia bertekad akan mengembara lebih jauh.

Sebab dia lamat-lamat merasa bahwa dia harus menghilangkan pikiran dan perasaan berdosa  yang membebani hatinya selama ini, dia harus menghilangkannya, sekalipun hal ini akan terjadi disaat rambutnya telah beruban semua.

Jalan bukit yang berliku-liku tak diperduli, dia berjalan terus menuruti suara hatinya.

Ia berjalan dan berjalan terus............. begitu asyik dia berjalan sehingga sama sekali tak terasa olehnya ada dua orang sedang mengikuti pula dibelakangnya.

"Liok tua, kenapa dengan Oh toako? Aku merasa amat cemas!"

"Nona Kiau, asal aku sipengemis dan kau mengikutinya terus, tak nanti dia akan tertimpa sesuatu musibah!"

"Aaaaaaaaaaaaaai,,,,,,,,,,,,,, Liok tua, terpaksa kita harus mengikutinya  terus, kemanapun dia akan pergi "

Helaan napas panjang yang dalam dan  berat bergema diudara, andaikata lapisan salju dibukit Ci-lian-san tidak menebal hingga membatu, mungkin helaan napas yang begitu berat itu dapat menggugurkan salju-salju tersebut.............

Lambat laun.............

Bayangan-bayangan manusia itupun  makin lama makin jauh dan makin buram sebelum akhirnya lenyap dikejauhan sana.

Ditengah udara hanya tertinggal suara langkah yang berat serta helaan napas yang dalam...........

Dan sampai disini pula kisah "Pulau neraka" ini, sampai berjumpa dilain kesempatan.

 -TAMAT-

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar