Jilid 04
Begitulah dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
Untuk menghadapi kerubutan dua orang musuhnya ini, Malaikat pukulan Nian Eng-hau khusus menggunakan ilmu Liu si ciang (pukulan serat mengalir) suatu kepandaian sakti aliran See thian san tapi puluhan jurus kemudian ternyata tidak juga mendatangkan hasil, hal ini menimbulkan rasa heran dihati kecilnya.
Liu si ciang atau yang lebih dikenal sebagai pukulan serat mengalir adalah sejenis ilmu silat yang sangat aneh, kepandaian itu berintikan tenaga im atau dingin yang lembut, kepandaian khusus yang paling diandalkan adalah “menempel” serta “menghisap” senjata musuh.
Biasanya dia menggunakan kekuatan yang terpancar dari tubuh musuh untuk memunahkan serangan musuh, bila salah satu unsur kekuatannya sudah berhasil menguasai serangan lawan, maka jangan harap musuh bisa mendahuluinya, karena serangannya selalu mendahului, jadi setiap kali pihak musuh belum bertindak ia sudah dapat merasakan lebih dahulu kemudian mendahuluinya.
Berbicara sesungguhnya, ilmu silat yang dimiliki Si Tiong-pek maupun Ou Yong-hu tidak kalah jika dibandingkan dengan kepandaian musuh, tapi lantaran kepandaian mereka sudah didahului terlebih dulu oleh pukulan serat mengalir dari Nian Eng-hau, serta merta setiap serangan yang mereka lancarkan selalu berhasil dipatahkan oleh Nian-Eng-hau.
Percuma saja mereka mempunyai ilmu silat yang tinggi, karena kepandaian itu tak bisa dikembangkan sebaik-baiknya, sebagai gantinya mereka malah tak punya kekuatan untuk melancarkan serangan balasan, mereka cuma terdesak mundur terus.
Andaikata didalam keadaan begini Si Tiong-pek atau Ou Yong-hu mengundurkan diridan membiarkan rekannya bertarung seorang diri, mungkin situasinya tak akan serunyam ini, karena ilmu Liu si ciang akan semakin tampak daya kehebatannya bila menghadapi musuh dalam jumlah yang lebih besar…
Si Tiong-pek tertawa dingin, pedang ditangan kanan telapak tangan ditangan kiri tiba- tiba melancarkan belasan jurus serangan berantai.
Ou Yong hu juga tak mau kalah, dia ikut membentak keras, tongkat berkepala ularnya menyerang secara gencar, dalam waktu singkat bayangan pedang bersimpang siur kesana kemari, deruan angin tongkat memekikkan telinga, keadaan mengerikan sekali.
Berada dibawah desakan kedua orang musuhnya itu, Nian eng hau jadi kewalahan sendiri, dia tak mampu mendesak mundur musuhnya lagi, walau hanya satu langkah.
Pertarungan berlangsung lagi tapi keadaan tetap seimbang, lama kelamaan habislah kesabaran Malaikat pukulan Nian eng hau setelah melancarkan dua buah pukulan untuk mendesak mundur musuhnya mendadak dia mundur lima depa kemudian berdiri tegak disitu sambil menghimpun segenap kekuatan yang dimiliki.
Dari cara orang bersikap, Si Tiong-pek dan Ou Yong-hu tahu kalau musuhnya sedang menyiapkan suatu serangan yang maha dahsyat, mereka tak berani gegabah, segenap hawa murni yang dimilikipun dihimpun menjadi satu, lalu bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Pada saat itulah, pelan-pelan Gak Lam-kun maju kedepan, lalu dengan wajah sedingin es dia berkata, “Saudara, tolong tanya apakah See-ih Tok-seng (malaikat racun dari See- ih) Lo Kay seng berada diatas perahu?”
Malaikat pukulan Nian Eng-hau amat mendendam terhadap Gak Lam-kun karena dia telah membinasakan Ciu Hong murid kesayangannya, maka ketika dia maju kedepan, hawa napsu membunuhnya segera berkobar, tiba-tiba sambil meraung keras, telapak tangan kanannya langsung dibacokkan ke tubuh si pemuda.
Kiranya pada waktu itu Gak Lam-kun sedang berpikir, “Racun jahat yang terdapat pada senjata rahasia ular benang emas pasti hasil bikinan dari malaikat racun Lo Kay seng, itu berarti diapun membawa obat penawarnya, kenapa aku tidak berusaha minta darinya?”
Karena berpikir demikian, timbullah niatnya untuk naik keperahu dan menjumpai sendiri orang yang bernama malaikat racun itu, asal bisa bertemu, menurut anggapannya tak sulit untuk mendapatkan obat penawar racun itu. Maka ketika dia diserang secara tiba-tiba dengan cekatan Gak Lam-kun berkelit kesamping lalu membentak, “Hei, jawab dulu pertanyaanku, sebenarnya Lo Kay seng berada diatas perahu naga atau tidak?”
“Ada atau tidak bukan urusanmu” jawab malaikat pukulan Nian eng hau setengah membentak, “yang pasti, jangan harap kalian bisa tinggalkan pulau ini dalam keadaan selamat!”
Begitu selesai bicara, secepat sambaran kilat kembali dia menerjang kedepan. Telapak tangan kanannya tiba-tiba membengkak satu kali lipat lebih besar dari keadaan normalnya, kemudian dengan suatu gerakan yang aneh sekali dia menyambar tubuh Gak Lam-kun.
Cahaya setajam sembilu memancar keluar dari balik mata Gak Lam-kun, ketika serangan aneh itu hampir kena ditubuhnya, dengan tak kalah cepatnya dia menggerakkan pula tangan kirinya untuk menyongsong datangnya ancaman dari Nian eng hau tersebut.
Sejak mendendam terhadap Gak Lam-kun, sudah timbul niat jahat dihati malaikat pukulan Nian eng hau untuk membinasakan Gak Lam-kun dalam sekali gebrakan, karena itu dalam serangan yang dilancarkan kali ini secara diam-diam ia telah menghimpun segenap kekuatan beracun yang dimilikinya.
Untunglah Gak Lam-kun bukan orang bodoh sedikit banyak dia adalah seorang jago persilatan yang mempunyai tenaga dalam amat sempurna.
Ketika tangannya menyentuh angin serangan dari Nian eng hau, dia segera merasakan sesuatu yang aneh, sadarlah pemuda kita bahwa disamping tenaga dalam yang sempurna, rupanya pihak musuh telah menyertakan pula ilmu pukulan beracunnya yang ganas.
Dengan cepat pemuda itu membentak nyaring, dia himpun hawa sakti Tok liong ci jiau (cakar jari naga beracun) yang paling diandalkan dalam kelima jari tangan kanannya, kemudian disambutnya ancaman pukulan beracun dari Nian eng hau itu.
Pukulan Cian tok ciang (pukulan racun seribu) dari aliran See thian san merupakan sejenis ilmu pukulan yang amat berbisa, bila seseorang melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu tadi, maka dibalik angin serangan biasa akan terkandung hawa beracun yang amat jahat.
Sekalipun seseorang bertenaga dalam sempurna, bila pukulan itu disambut dengan tangan telanjang maka akibatnya kendatipun serangan itu sendiri bisa dibendung, tapi justru dengan menggunakan kesempatan itu menyusuplah racun seribu yang amat jahat itu ketubuh korbannya.
Betapa girangnya malaikat pukulan Nian Eng hau ketika menyaksikan Gak Lam-kun sama sekali tidak menghindari ancamannya malahan menyambut pukulan itu dengan keras lawan keras.
“Bajingan keparat” demikian dia membatin “tampaknya kau memang sudah bosan hidup… Baru saja ingatan tersebut melintas dalam benaknya, tiba-tiba terdengar suara bentakan keras menggelegar diangkasa, himpunan hawa sakti Tok Liong ci jiau yang disiapkan Gak Lam-kun telah dilancarkan kedepan…
“Haaaaaah? Tok liong ngo ci…” pekik Nian Eng-hau dengan takutnya, tapi sebelum dia sempat berbuat sesuatu telapak tangannya sudah tertempel dengan telak.
Seketika itu juga Nian Eng-hau merasakan munculnya lima jalur aliran panas yang menyusup kedalam lengannya, hawa panas itu menembusi urat nadinya langsung menerjang kedada, bukan saja seluruh kekuatannya menjadi buyar, bahkan jalan darah Pit-ji-hiat yang sengaja dibuntu untuk mencegah berbaliknya hawa racun menyerang ke jantungpun ikut tergetar lepas.
Dengan keadaan seperti ini maka terjadilah peristiwa “senjata makan tuan” hawa beracun yang telah terhimpun itu bukannya memancar keluar, sebaliknya malah mengalir balik dan menerjang isi perutnya sendiri.
Sekarang Nian Eng-hau baru merasa ketakutan setengah mati, nyalinya seperti menjadi pecah, secara beruntun tangan kirinya menotok jalan darah Ki-siau dan Thian-cu-hiat ditubuh sendiri, setelah itu dia mundur lima enam langkah kebelakang.
“Kau…kau adalah Tok-liong…”
“Kenapa tidak cepat-cepat kau serahkan obat penawar ular benang emas itu kepadaku?” tukas Gak Lam-kun sambil membentak marah.
Perlu diterangkan disini, Cian tok ciang dari aliran See thian san adalah sejenis pukulan yang sangat ampuh dalam dunia persilatan, kecuali ilmu Tok liong ci jiau dari Tok liong Cuncu, boleh dibilang dalam dunia persilatan dewasa ini tiada ilmu silat kedua yang dapat mematahkannya.
Kalau Nian Eng hau dengan Cian tok ciangnya mengandung unsur dingin atau Im, maka pukulan dari Gak Lam-kun berunsur panas atau yang, tentu saja sebagai seorang jago yang berpengalaman, Nian Eng hau segera mengenali ilmu yang dipakai anak muda itu, begitu dia mengeluarkan ilmu Tok liong ci jiau tersebut.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu termasuk salah seorang pembunuh yang ikut mengambil bagian dalam pengerubutan atas Tok liong Cuncu ditebing Yan po gan bukit Hoa san. Tentu saja nama Tok liong Cuncu sudah terukir dalam benaknya
Dulu ia pernah menyaksikan sendiri kehebatan dari Tok liong ci jiau tersebut, karena itu setelah dilihatnya Gak Lam-kun dapat menggunakan pula kepandaian tersebut,
paras mukanya berubah hebat.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan cepat dia melompat kesamping Ji-Kiu liong.
Gak-Lam-kun yang menyaksikan peristiwa itu hatinya menjadi berdebar, ilmu Tok liong ci jiau dihimpun hingga mencapai pada puncaknya, setiap saat suatu serangan yang mengerikan siap dilancarkan. Akan tetapi ketika pelan-pelan dia memutar badannya, paras muka pemuda itu tampak begitu tenang, begitu kalem, sedikitpun tidak terlihat tanda-tanda panik atau gelisah.
“Ou cianpwe” katanya kemudian, “apakah racun jahat yang mengeram dalam tubuhnya telah mengalami perubahan?”
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu tertegun, dengan cepat dia berpikir, “Mungkinkah dia bukan ahli waris dari Tok liong Cuncu? Atau mungkin dia memang sengaja sedang berlagak pilon?”
Berpikir demikian dalam hatinya, dia lantas berkata, “Yaa, keadaannya memang terdapat sedikit perubahan, kemungkinan besar hawa racunnya sudah menyusup kedalam aliran darah”
Menggunakan kesempatan baik dikala Gak Lam-kun sedang bercakap-cakap dengan Ou Yong hu, secara diam-diam Malaikat pukulan Nian Eng hau dengan membawa serta Beng Gwat si bocah berbaju putih itu ngeloyor pergi dari situ, kemudian kabur kedalam pulau.
“Berhenti!” bentak Gak Lam-kun.
Tapi malaikat pukulan Nian Eng hau sama sekali tidak menggubris bentakan itu, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan.
Gak Lam-kun segera menutulkan kakinya ketanah, segesit burung elang dia melayang naik keatas perahu naga itu dan memeriksa sekejap sekeliling tempat itu.
Tiada seorang manusiapun ditemukan diatas perahu naga termasuk juga tukang-tukang perahunya, yang tertinggal sekarang hanya sebuah perahu yang kosong tanpa penghuni.
Ou Yong hu sambil membopong Ji Kiu liong, beserta Si Tiong-pek ikut melompat naik pula keatas perahu.
Melihat saudaranya berada dalam gendongan kakek ular dari lautan timur, tiba-tiba dari sepasang mata Gak Lam-kun memancar keluar sinar mata yang amat lembut.
“Ou cianpwe” demikian dia berkata, “dapatkah kau sembuhkan luka beracun yang dideritanya itu”
Diam-diam kakek ular dari lautan timur menempelkan telapak tangan kirinya diatas jalan darah Mia-bun-biat dari Ji Kiu-liong, diluarnya dia berusaha bersikap sewajar mungkin.
“Bisa atau tidak tak berani kupastikan, tapi aku Ou Yong-hu bersedia untuk berusaha dengan segala kemampuan!”
Gak Lam-kun kembali mengalihkah pandangan matanya keudara, memandang bintang yang bertebaran nun jauh disana, lalu ujarnya perlahan, “Dia adalah satu-satunya sanak keluargaku yang masih hidup, bila dia sampai mati aku Gak Lam-kun bersumpah tak akan melepaskan seorang bajingan yang manapun jua, sebab aku orang she Gak cukup jelas membedakan manakah budi dan manakah dendam, jika ada orang yang pernah melepaskan budi kepadaku, tak nanti aku bayar air susu dengan air tuba!” Tentu saja perkataannya itu sengaja diucapkan khusus ditujukan untuk Ou Yong-hu.
Kakek ular dari lautan timur bukan orang bodoh, arti yang sebenarnya dari perkataan itu sudah tentu dipahaminya juga.
Padahal Si Tiong-pek itu sebenarnya juga termasuk manusia cerdik, tapi dia tak menyangka kalau waktu itu sedang berlangsung pertandingan adu kecerdikan antara dua orang dihadapannya. Sudah barang tentu sebagian besar alasannya adalah karena dia tak pernah menyangka kalau Gak Lam-kun adalah ahli waris dari Tok-liong Cuncu.
Tiba tiba Gak Lam-kun berpaling kearah Si Tiong-pek, lalu bertanya, “Saudara Si, apakah perahumu sudah membuang sauh dipantai pulau ini? Siaute ingin meminjam sebentar perahumu itu untuk beristirahat, boleh bukan?”
“Silahkan!” kata Si Tiong-pek sambil tersenyum, “perahu siaute berlabuh dipantai sebelah tenggara!”
Tiba-tiba Tang-hay-coa-siu si kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu menimbrung, “Gak lote, jika kau bersedia mempercayai lohu, biar akulah yang menghantar adikmu ini naik keperahu”
“Bagus sekali?” perkataan Gak Lam-kun agak hambar, “aku orang she Gak merasa lega hati setelah Ou cianpwe menyatakan kesediaannya untuk merawat adikku. Sekarang aku musti cepat-cepat mengejar See-ih Ciang seng (malaikat pukulan dari See-ih) Nian Eng hau, karena itu terpaksa musti mohon diri lebih dulu”
“Tunggu sebentar saudara Gak!” teriak Si Tiong-pek, “biar siaute jalan bersamamu siapa tahu kalau aku dapat membantu dirimu dalam hal-hal yang mendesak?”
Dengan kecepatan bagaikan kilat, dua orang itu bergerak meninggalkan pantai, setelah menembusi beberapa tempat hutan lebat, akhirnya ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagad, tampaklah berderet-deret bangunan rumah yang kokoh dan megah muncul didepannya.
Gak Lam-kun tertegun, cepat dia menghentikan gerakan tubuhnya. Si Tiong-pek ikut berhenti, lalu menghela napas ringan. “Aaaai…ternyata dugaanku memang tepat”
gumamnya, “diatas pulau terpencil ini memang terdapat sebuah perkampungan yang kokoh dan megah…”
“Si-heng, masa didalam perkampungan itu ada penghuninya?” bisik Gak Lam-kun. “Sebenarnya pulau kecil ini adalah sebuah pulau yang tak berpenghuni, sudah barang
tentu bangunan itu hanya sebuah bangunan rumah kosong yang tak ada manusianya” jawab Si Tiong-pek dengan suara lirih pula, “tapi aku lihat hari ini keadaannya luar biasa, jika dugaanku tidak keliru, sekarang tempat tersebut sudah menjadi sarang naga gua harimau yang berbahaya buat kita semua!”
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya. “Saudara Si, perkataanmu cuma membuat orang menjadi bingung saja, tolong tanya apakah diatas pulau ini sudah terjadi suatu peristiwa yang maha besar?”
Dengan sepasang mata yang tajam bagaikan sembilu Si Tiong-pek mengawasi wajah lawannya tanpa berkedip, kemudian ia tersenyum.
“Gak heng, ilmu silatmu tinggi dan keberanianmu luar biasa, lagipula kau tiba disini selangkah lebih awal dariku, masa kedatanganmu disinipun lantaran tak terduga?”
Gak Lam-kun tahu, lawannya sudah menaruh curiga, dianggapnya dia sudah tahu tapi pura-pura bertanya lagi, maka sambil tertawa ia menerangkan, “Aaaai…kalau dibicarakan kembali, sesungguhnya memalukan sekali, sebetulnya siaute sedang bersampan sambil menikmati keindahan rembulan, tiba-tiba kutemui bergeraknya perahu aneh berbentuk naga dengan kecepatan tinggi, kemudian kujumpai pula perahu Si heng beserta beberapa buah perahu lain mengikuti dibelakangnya aku menjadi keheranan dan ingin tahu, maka cepat-cepat akupun menyusul kemari. Terus terang saja, sungguh mati siaute tak tahu rahasia dibalik kesemuanya ini, itulah sebabnya kumohon kepada saudara Si agar sudi memberi penjelasan kepada siaute…”
Kembali Si Tiong-pek tersenyum.
“Kagum! Kagum! Sungguh mengagumkan! Dengan sebuah sampan kecil saudara Gak bisa demikian cepatnya tiba ditempat ini, kecepatan gerakmu memang luar biasa”
“Ooooh, rupanya saudara Si curiga kepadaku?” 000000O00000
“Ooooh…tidak, tidak, masa aku berani mencurigai saudara Gak?” kata Si Tiong-pek sambil tertawa ringan, “aku hanya kagum, yaa hanya kagum saja atas kehebatan ilmu silat yang saudara miliki”
“Hmmm…! Toh ilmu silat dari saudara Si juga tak ketinggalan jaman…?” Si Tiong-pek kembali tertawa.
“Saudara Gak memang gemar berseloroh, masa cahaya kunang-kunang kau bandingkan dengan cahaya rembulan? Wah, tentu saja aku ketinggalan jauh. Pada hakekatnya memang banyak jago persilatan yang berdatangan kesini pada malam ini, tapi kalau mau membandingkan mereka dengan kepandaian saudara Gak? Oh, mungkin cuma satu dua yang bisa memadahinya…”
“Saudara Si terlampau sungkan!”
“Saudara Gak, memangnya kau anggap aku lagi berseloroh?” tiba-tiba Si Tiong-pek menghela napas panjang, “aaai…Terus terang saja kuberitahukan kepadamu, konon menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, Soat-san Thian-li sudah sampai dikota Gak-ciu!”
“Aaah, betulkah kabar itu?” tanya Gak Lam-kun dengan perasaan bergetar keras. “Betul atau tidak, aku yakin berita itu bukan berita isapan jempol belaka, sebab cepat atau lambat Soat san Thian-li pasti akan tiba dibukit Kun-san, cuma kita tak bisa melacaki jejaknya saja”
“Jadi kalau begitu, kawanan jago persilatan termasuk juga saudara Si, mempunyai anggapan bahwa Soat san Thian-li bercokol, diatas pulau ini?”
Si Tiong-pek manggut manggut.
“Konon tiga malaikat dari See-ih telah menyanggupi permintaan Soat san Thian-li untuk menjadi pembantunya, dan bertugas melindungi keamanan selama berlangsungnya penyerahan Lencana Pembunuh Naga dibukit Kun-san…”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun semakin terperanjat, cepat dia berpikir, Masa Soat-san Thian-li mempunyai rencana lain? Kalau tidak, dengan kepandaian silat serta pamornya aku rasa cukup untuk melindungi keamanan sendiri selama berlangsungnya penyerahan lencana pembunuh naga, kenapa dia musti minta bantuan Tiga malaikat See- ih…?”
Tiba-tiba Si Tiong-pek berkata lagi, “Saudara Gak aku sangat ingin meminjam tenagamu untuk bersama-sama menanggulangi suatu rencana besar, entah bersediakah kau untuk memenuhinya?”
“Masalah apa saudara Si? Katakan saja secara terperinci, agar Siaute bisa mempertimbangkannya, andaikata Siaute memang mampu, sudah tentu akan kubantu sedapat mungkin”
Si Tiong-pek tersenyum katanya, “Sebetulnya masalahnya bukan masalah besar, sebab hanya sekitar penyerahan lencana pembunuh naga dari Soat san Thian-li ke tangan Tok liong Cuncu dibukit Kun san. Aku sama sekali tak menyangka kalau urusannya seberat ini, aku lebih-lebih tak menduga kalau para jago kenamaan baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam ikut pula dalam perebutan ini, terutama orang-orang dari perguruan panah bercinta!
Lantaran Waktu berangkat semuanya serba cepat-cepat dan mendadak, siaute tak bisa membawa pembantu yang terlampau banyak, dewasa ini kecuali delapan belas elang baja bawahanku serta Ou Thamcu dibawah panji elang baja, boleh dibilang segenap kekuatan perkumpulan kami belum tiba disini, jadi kalau dinilai dari situasinya sekarang ini pada hakekatnya kekuatan kami terlampau minim. Sebab itulah dengan memberanikan diri, siaute memohon bantuan dari saudara Gak untuk bersama-sama menanggulangi situasi ini, bila berhasil tentu saja kita nikmati bersama!”
“Bagus sekali!” pikir Gak Lam-kun, rupanya kalian memang lagi putar otak untuk menghadapi diriku, hmm! Tak nanti aku Gak Lam-kun menderita kekalahan total dalam permainan catur ini”
Sementara sipemuda termenung Si Tiong-pek telah tertawa ringan. “Haahhh…haahhh…haaahhh…tentu saja jika saudara Gak merasa keberatan, siaute pun
tak berani terlalu memaksa, marilah kita selidiki bersama keadaan perkampungan itu” Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, tanpa menantikan jawaban dari Gak Lam-kun lagi dia sudah melompat setinggi tiga kaki ketengah udara, lalu meluncur kedalam bangunan rumah yang berdiri angker ditengah kegelapan itu.
Dalam sekali lompatan, ia sudah mencapai sejauh lima kaki lebih, bukan saja tidak menimbulkan suara, bajunyapun tidak menimbulkan suara kibaran. Enteng lincah dan luar biasa!
Menyaksikan itu, Gak-Lam-kun menghela napas, pikirnya, “Sudah lama kudengar orang berkata bahwa Si Tiong-pek adalah seorang jago lihay diantara kalangan muda, setelah perjumpaan hari ini terbukti sudah kalau berita tersebut bukan berita kosong belaka.
Cukup dinilai dari ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna ini, bisa diketahui kalau dia memang terhitung seorang jagoan kelas satu dalam dunia persilatan…”
Dihati dia berpikir begitu, badannya ikut melompat keudara, lalu dengan beberapa kali jumpalitan badannya ikut melayang turun sejauh empat lima kaki dari tempat semula.
Kegelapan serasa menyelimuti seluruh angkasa, bintang bertaburan diudara dan memancarkan kerlipan sinarnya yang redup.
Kecuali bangunan rumah yang berderet-deret serta bangunan loteng yang menjulang keangkasa, dalam perkampungan yang luas dan megah itu hanya dipenuhi oleh pohon Pek-yang yang tinggi besar dengan dedaunannya yang lebat, suasana menyeramkan gelap, sepi dan tak nampak setitik cahayapun.
Si Tiong-pek bersama Gak Lam-kun melompat masuk kedalam pekarangan rumah, mereka mencoba untuk menengok sekelilingnya, tapi cuma kegelapan yang ditemui. Angin musim gugur yang berhembus lewat, yang menggugurkan dedaunan kering, menambah seramnya suasana dalam perkampungan tersebut…
Si Tiong-pek berpaling, dan ujarnya kepada Gak Lam-kun sambil tertawa lirih, “Saudara Gak, coba kau lihat! Semua jendela dan pintu dalam perkampungan ini tertutup rapat, seolah olah tiada penghuninya, tapi aku rasa justru keadaan semacam ini harus mengundang kewaspadaan yang lebih tinggi buat kita” Gak Lam-kun mendengus dingin.
“Hmm…! Toh kita sudah sampai disini, perduli apa yang hendak mereka lakukan atas diri kita?”
Si Tiong-pek ikut tertawa.
“Untuk suksesnya pencarian ini, bagaimana kalau saudara Gak melakukan tugas pemeriksaan dari timur menuju keselatan, sedang aku dari barat menuju keselatan? Bila tidak menemukan sesuatu, kita berkumpul lagi disini?”
Gak Lam-kun tidak menjawab, lalu dia kerahkan hawa murninya melambung keudara dan melayang turun diatas atap rumah dengan entengnya.
“Siaute akan berangkat duluan!” kata Gak-Lam-kun sambil berpaling.
Lalu dia kerahkan hawa murninya dan melejit keudara, sekali melompat tubuhnya sudah mencapai sejauh tiga empat kaki dari tempat semula. Dia hinggap diatas sebatang pohon Pek-yang, dari situ dengan meminjam tenaga pantulan dari dahan pohon, ibaratnya kuda langit yang terbang diangkasa, secara beruntun dia lewati tiga lapis bangunan rumah dan melayang turun nun jauh disana.
Lompatan ini hampir mencapai jarak sejauh belasan kaki, bukan saja cepat bagaikan kilat, langkah lompatannya pun luar biasa.
Si Tiong-pek yang ada dibelakangnya cuma bisa berdiri melongo menyaksikan kesemuanya mimpipun tak pernah ia sangka jika ilmu meringankan tubuh dari Gak-Lam- kun sudah mencapai taraf sedemikian tingginya, sehingga kalau dibandingkan maka hampir sejajar dengan kemampuan gurunya sendiri…
Sebagai pemuda yang panjang pikiran dan banyak tipu muslihat, dia lantas mengambil satu keputusan dalam hatinya, bagaimanapun juga dia harus berusaha untuk merangkul pemuda itu agar mau berpihak kepadanya…
Begitu keputusan diambil, secepat sambaran petir Si Tiong-pek berangkat menuju kebarat.
Dalam waktu singkat Gak Lam-kun telah melewati beberapa buah halaman luas, tapi yang aneh sepanjang jalan hanya keheningan yang ditemui, tiada jejak manusia yang tampak, tiada cahaya lampu yang terlihat, segala sesuatunya sepi, gelap dan menyeramkan.
“Aneh benar, masa perkampungan ini tiada penghuninya? Kalau tidak, kenapa sunyi senyap suasana disini?”
Keheningan yang luar biasa, yang berada diluar dugaan ini, mendatangkan perasaan ngeri, perasaan seram bagi siapapun yang kebetulan berada disana.
Terdiam beberapa saat, tiba-tiba Gak Lam-kun menyaksikan sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dari puluhan kaki dihadapannya, cepat nian gerakan tubuh orang itu, hanya sekilas pandangan saja tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas.
Serta merta ia melakukan pengejaran kesana tapi apa yang ditemukan hanya keheningan ditengah malam buta, tak sesosok bayangan manusiapun yang ditemui.
Kenyataan tersebut makin mengejutkan Gak Lam-kun, dia lantas berpikir, “Bila ditinjau dari gerakan tubuhnya, sudah pasti ilmu silatnya amat tangguh, aaai…jago lihay dalam dunia persilatan memang tak terhitung jumlahnya”
Malam semakin kelam, suasana semakin hening hanya bintang bertaburan diangkasa, dan rembulan memancarkan sinarnya yang keperak-perakan.
Tiba-tiba dari balik sebuah ruangan, dalam bangunan perkampungan itu muncul seberkas sinar lilin, tanpa berpikir panjang Gak Lam-kun melompat kedepan dan melayang kearah mana berasalnya cahaya tersebut.
Tiba-tiba ia mendengar sesuatu dari balik ruangan. Kedengaran seseorang sedang berkata, “Dapatkah kau sembuhkan luka racun yang dideritanya itu?”
Suara lain yang nyaring segera menjawab, “Ou Yong-hu, jika kau dapat menyembuhkannya, kenapa harus datang untuk mohon bantuan Kwik To sianseng?” Mendengar perkataan itu, kembali Gak Lam-kun berpikir, “Aneh benar, kenapa Ou Yong-hu bisa berada dalam bangunan ini? Kalau didengar dari suara yang nyaring, tampaknya seperti suara dari Bwe Li-pek tapi kalau didengar dari pembicaraan selanjutnya seperti Ou Yong hu membawa adik Ji Kiu liong kesitu untuk mohon bantuan Kwik To sianseng guna meyembuhkan racun Jit-poh-toan-hun(tujuh langkah pemutus nyawa)…”
Semua kejadian yang berada diluar dugaan ini membuat Gak Lam-kun kebingungan, membuat si pemuda tertegun dan tak tahu apa yang sebetulnya telah terjadi.
Dari dalam ruangan kembali terdengar suara dari Tang-hai coa-siu Ou Yong-hu, “Benarkah kau dapat menemukan Kwik To sianseng bagiku?”
“Ou Yong-hu! Jika kau tidak percaya kepadaku, bawa dia pergi dari sini…!” “Aku bukannya tidak percaya kepadamu, cuma soal ini menyangkut soal nyawa
manusia…”
“Yaa, sekali orang ini mampus, berarti kau Ou Yong hu juga tak ada harapan untuk hidup lebih lanjut!” sambung suara nyaring itu dengan cepat.
Gak Lam-kun yang mendengar perkataan itu sekali lagi tertegun dibuatnya.
“Aneh benar darimana Bwe Li-pek bisa meraba suara hatiku…?” pikirnya kemudian. Dalam pada itu, Kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu sedang tertawa seram. “Heeehhh…heeehh…heeehh…aku Ou Yong hu tak dapat hidup, memangnya Kwik To
sianseng masih bisa bernyawa?”
“Hmmm…! Seorang jago persilatan yang gagah perkasa, berani berbuat berani pula bertanggung jawab, Kwik To sianseng tak akan sepengecut kau Ong Yong-hu!”
Rupanya kakek ular dari lautan timur ini sangat jeri terhadap orang itu, meskipun berulangkali dia dicemooh dan dihina, namun sedikitpun tak marah, dia malah berkata lagi sambil tertawa seram, “Baik! Baik! Rupanya kalian orang-orang perguruan panah bercinta memang lebih berani menghadapi muridnya Tok-liong Cuncu, bagus! Orang ini kuserahkan kepadamu, bila ia sampai mengalami sesuatu yang tak beres, murid Tok-liong Cuncu, Gak Lam-kun pasti akan membuat perhitungan sendiri dengan kalian”
Selesai mengucapkan kata-kata tersebut tampak Ou Yong hu keluar dari ruangan dengan langkah lebar, kemudian sekali melompat dia sudah berada diatas rumah dan kabur dari situ.
Gak Lam-kun merasa terperanjat, sekarang dia baru tahu kalau Bwe Li-pek adalah anggota perguruan panah bercinta, itu berarti Kwik To sianseng juga merupakan anggota dari perguruan panah bercinta.
Gak Lam-kun memandang sekejap sekeliling tempat itu, setelah merasa bahwa disekitarnya tak ada orang, diam-diam menyelinap kebawah lalu menyusup kedalam ruangan, bau harum semerbak tersiar keluar masuk penciuman, tampaknya ruangan ini adalah kamar tidur seorang perempuan. Cahaya lilin bergetar pelan lalu pulih kembali menjadi terang, dalam ruangan terdapat meja dari kayu cendana, mainan dari batu pualam, tirai dari kain sutra warna biru dan alas lantai dari permadani putih suatu dekorasi yang mewah dan megah.
Pada sudut dekat dinding membujur sebuah pembaringan berukiran indah, kelambunya tergulung rapi, seprei dan sarung bantalnya bersulamkan bunga mawar yang indah, sudah pasti kamar pribadi seorang nona.
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, dia melirik sekejap kearah pembaringan disudut ruangan.
Seorang bocah lelaki berbaju putih berbaring diatas pembaringan, dia tak lain adalah Ji Kiu liong seorang pemuda berbaju putih sedang menguruti jalan darah penting ditubuhnya.
Cukup memandang baju putihnya, tak usah melihat wajahpun Gak Lam-kun sudah tahu bahwa dia bukan lain adalah Bwe-Li-pek yang misterius itu…
Dia sedang pusatkan segenap perhatiannya untuk menguruti jalan darah penting disekujur tubuh Ji Kiu liong, sekalipun Gak Lam-kun sudah berada dibelakangnya, ternyata ia sama sekali tidak merasakan.
Tiba-tiba Bwe Li pek menghentikan perbuatannya, kemudian berpaling seraya tertawa. “Kenapa kau juga sampai disini?” tegurnya.
Sekarang Gak Lam-kun sudah tahu kalau Bwe Li pek sedang mengobati luka racun dari Ji Kiu liong, meski begitu tanpa sadar dia bertanya kembali, “Bwe-heng, apa yang sedang kau lakukan?”
Bwe Li pek mengerlingkan matanya lalu tertawa kembali.
“Kau telah menipu Ou Yong-hu untuk mengantarnya kemari, dan sekarang aku telah menotok delapan nadi urat aneh ditubuh adik Liongmu, ketiga ratus enam puluh empat buah persendiannya sudah kukendorkan, dalam keadaan begini, bila kau sentuh sedikit saja tubuhnya, niscaya semua tulangnya akan copot dan rontok”
Gak Lam-kun tertegun, dia berdiri melongo. Sepatah katapun belum sempat diucapkan, kembali Bwe Li pek berkata, “Keadaan Ji Kiu liong sekarang, kecuali isi perutnya masih berjalan normal seperti biasa, pada hakekatnya bagian organ tubuh lainnya sudah tak berguna lagi, racun jahat itu sudah meresap kedalam tulang belulangnya, kini secara perlahan tapi pasti merembes keluar dari sendi-sendi tulangnya dan mengikuti aliran darah mengalir keseluruh badan. Dengan demikian racun tersebut akan mengikuti darah masuk kejantung, tanpa harus mengalami siksaan dan penderitaan yang keji selama tujuh hari, racun itu secara langsung akan menyerang jantung!”
Gak Lam-kun sangat terkejut, teriaknya, “Kalau begitu, kau memang sengaja membuat racun itu menyerang jantungnya?.”
“Yaa… apa boleh buat?” jawab Bwe Li pek sambil tersenyum, “kecuali berbuat begitu, apalagi yang bisa kita lakukan?” Sambil berkata, pelan-pelan dia menuju kedepan pintu, memandang bintang yang bertaburan diangkasa dan menghembuskan napas panjang.
Gak Lam-kun tampaknya telah salah mengartikan perkataan itu, dia mengira Bwe Li pek memang bermaksud hendak mencelakai jiwa Ji Kiu liong dengan mempercepat kerjanya racun itu menyerang kejantung, kontan saja hawa amarahnya berkobar.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh…saudara
Bwe” tegurnya sambil tertawa dingin, “mati hidup seorang manusia adalah masalah besar, memangnya kau anggap kejadian tersebut cuma bahan suatu gurauan?”
“Kau tidak mengerti maksud hatiku!” kata Bwe Li pek sambil berpaling, sepasang alis matanya berkrenyit.
“Hmm! Sekalipun dia harus merasakan siksaan dan penderitaan selama tujuh hari, aku tak rela kalau kau matikan kesempatan hidupnya selama tujuh hari itu, sekarang kau telah mencelakai jiwanya, maka kaupun harus mengganti dengan nyawamu!” teriak Gak Lam- kun ketus.
Perasaan anak muda tersebut ketika itu dipengaruhi oleh emosi yang meluap, ia tidak memperhatikan bagaimanakah murung dan sedihnya Bwe Li pek, ia tak sudi memberi kesempatan kepadanya untuk memberi keterangan apapun juga.
Begitu selesai berkata tiba-tiba ia turun tangan dicengkeramnya urat nadi pada pergelangan tangan Bwe Li pek dengan jurus Lam-hay-po-liong(menangkap naga dilaut selatan).
Serangan cepat dan lagi tepat, dalam perkiraan Gak Lam-kun ancaman itu pasti mendatangkan hasil yang diinginkan.
Siapa tahu, baru saja tangan kanannya digerakkan, tiba-tiba bayangan manusia berkelebat lewat dihadapan matanya, tahu-tahu Bwe Li pek sudah melompat keluar dari ruangan.
Gak Lam-kun tertawa dingin, dia menyusul keluar, tapi dalam waktu yang amat singkat Bwe Li pek sudah lenyap tak berbekas.
Tak terkirakan rasa kaget Gak Lam-kun, cepat-cepat dia melompat keatap rumah dan memeriksa keadaan sekeliling tempat itu.
Dibawah sorotan cahaya rembulan, tampaklah sesosok bayangan manusia sedang berlarian diatas atap kurang lebih belasan kaki jauhnya.
Kejut dan marah Gak Lam-kun, dia merasa diejek, tanpa berpikir panjang dengan suatu gerakan cepat dia mengejar kearah bayangan tersebut…
Rupanya orang didepan merasa kalau dikejar makin cepat Gak Lam-kun mengejarnya, semakin cepat pula orang itu melarikan diri. Dalam waktu singkat mereka sudah berada diluar kompleks perumahan tersebut, tapi orang itu masih lari terus dengan kencangnya.
“Bwe Li pek!” Gak Lam-kun segera berteriak keras, “sebagai seorang lelaki sejati, berani berbuat harus berani tanggung jawab, kalau melarikan diri, terhitung jago apaan kamu ini?”
Sambil membentak, Gak Lam-kun berkelebat kemuka, lalu dengan gerakan Pat-poh- teng-gong(delapan langkah mencapai langit), bagai burung elang mencari mangsa secepat kilat dia menyusul keatas, lalu telapak tangan kanannya dengan jurus im-gwat-tian-kong (awan rembulan cahaya kilat) dia hantam punggung orang.
Setelah pukulan dilancarkan, Gak Lam-kun baru mengetahui kalau orang itu bukan Bwe Li pek dengan perasaan terkejut buru-buru ia menarik kembali serangannya.
Siapa tahu, mendadak orang itu tertawa panjang, sambil putar badan kaki kirinya diangkat dan menendang lambung si anak muda.
Memutar badan, melancarkan serangan, gerakan tersebut dilakukan hampir bersamaan waktunya dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Gak Lam-kun terperanjat, buru-buru dia melompat mundur dan mengawasi lawannya lebih seksama. Ternyata dia adalah seorang laki-laki berbaju abu-abu dengan sebuah kain cadar menutupi wajahnya, orang itu tak lain adalah si lelaki berbaju abu-abu yang mendayung perahu Bwe Li pek.
Terdengar orang berbaju abu-abu itu berkata sambil tertawa tergelak, “Gak siangkong, besar amat luapan amarahmu! Jangan kau anggap dengan andalkan beberapa macam kepandaian silat yang kau peroleh dari Tok liong Cuncu, maka kau bisa seenaknya merajai dunia persilatan. Hmm…! Jika pada malam ini aku si orang tua tidak mengeluarkan sedikit kepandaian agar kau tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, entah sampai dimana kesombonganmu dikemudian hari?”
Ketika melihat orang adalah sekomplotan Bwe Li pek, dan mendengar perkataannya seketika hawa napsu membunuh dihati Gak Lam-kun berkobar, sambil tertawa dingin katanya, “Bwe Li pek telah mencelakai adikku, dan sekarang kujumpai kau sebagai komplotannya, maka lebih baik kuringkus lebih dulu dirimu”
Selesai berkata, Gak Lam-kun segera menggerakkan sepasang telapak tangannya untuk melancarkan dua buah serangan berantai, angin pukulan menderu-deru, terasalah betapa dahsyatnya tenaga pukulan itu.
Rupanya si orang berbaju abu-abu tahu serangan itu lihay, dia tak berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan badannya melompat kesamping lalu melambung keudara bagaikan segulung angin dia menyambar lewat dari bawah kakinya, dengan demikian terhindarlah dia dari ancaman.
“Hmm, jangan kau anggap bisa lolos dari cengkeramanku!” bentak Gak Lam-kun.
Tiba-tiba dia melambung keudara, tangan kirinya mencengkeram tubuh lawan dengan jurus Sin-liong-tham-jiau(naga sakti unjukkan cakar), sedang tangan kanannya secepat kilat mencengkeram pergelangan tangan kanan lawan dengan jurus Boan koan-huan poh(hakim pengadilan meringkas catatan).
Berkilat sepasang mata laki-laki berbaju abu-abu itu, pergelangan tangannya segera ditekan kebawah, lalu dengan gerakan yang aneh sepasang telapak tangannya menotok seperti juga membacok menghantam jalan darah Hian ki, Tong-bun dan Ciang-tay tiga buah jalan darah penting.
Jurus serangan ini anehnya luar biasa, sekalipun Gak Lam-kun berilmu tinggi toh sulit juga baginya untuk memunahkan ancaman tersebut, terpaksa ia menarik kembali serangannya dan mundur tiga langkah kebelakang…
Tiba-tiba menyelinap dalam pikirannya, Gak Lam-kun segera membentak nyaring, “Apakah kau adalah Jit-poh toan-hun(tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To?”
Orang berbaju abu-abu itu tertawa tergelak, tiba-tiba dia menjura, “Maafkanlah daku Gak lote!”
Tanpa menantikan jawaban dari Gak Lam-kun, dia putar badan dan segera berlalu dari situ.
Gak Lam-kun tertawa seram, kembali dia membentak, “Kwik To, sebelum kabur tinggalkan dulu nyawamu!”
Tubuhnya berkelebat kemuka dengan cepatnya, dengan menghimpun hawa sakti Tong- liong-ci-jiau dalam telapak tangan kanannya, secepat kilat dia melancarkan serangan maut.
Agaknya orang berbaju abu-abu itu dibuat keder oleh kedahsyatan serta keganasan ilmu maha sakti itu, dengan hati tercekat dia terbelalak, untuk sesaat orang itu tak tahu apa yang harus dilakukan?
Ketika dia masih tertegun, lima gulung angin serangan sedahsyat amukan taupan menggulung tiba dan menerjang dadanya.
Untunglah disaat yang amat kritis, orang berbaju abu-abu tersebut masih sempat mengempos tenaga dalamnya, cepat dia melindungi dadanya dan melepaskan sebuah serangan kedepan.
Kebetulan pada waktu itu muncul pula segulung angin pukulan yang lembut dari arah kanan yang langsung menyerang kearah gulungan hawa sakti Tok-liong-ci-jiau…
“Blaaang…!” benturan nyaring tak dapat dihindari lagi.
Dengan sempoyongan orang berbaju abu-abu itu mundur tiga empat langkah kebelakang.
Terdengar seorang perempuan membentak dengan marah, “Kau tua bangka yang tak tahu malu, urusan yang serius tidak dilakukan malah berkelahi dengan orang disini.
Memangnya matamu sudah buta hingga maksud hati majikan pun tidak kau pahami?” Setelah berhasil menenteramkan hatinya, orang berbaju abu-abu itu tertawa tergelak. “Haaahhh…haaahhh…haaahhh…lihay benar-benar sangat lihay, ilmu penghancuran dari Tok-liong-ci-jiau tidak berkurang dari kedahsyatannya seperti tempo hari”
Dia putar badan kabur dari situ, dalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Untuk melancarkan serangannya tadi, Gak Lam-kun telah menggunakan hawa sakti Tok-liong-ci-jiaunya sebesar tujuh bagian, setelah serangan dilepaskan dalam perkiraannya kalau tidak mampus orang berbaju abu-abu itu tentu luka parah.
Siapa tahu ketika terjadi bentrokan, ia merasakan munculnya segulung tenaga pantulan yang maha dahsyat menekan kedadanya membuat darah ditubuhnya bergolak keras.
Memang pukulan itu tidak diterima semua oleh orang berbaju abu-abu tapi ada seorang yang membantunya dari samping, tapi sejak terjun kedalam dunia persilatan baru kali ini Gak Lam-kun menjumpai orang yang memiliki tenaga dalam sesempurna itu…
Dalam kejut dan geramnya Gak Lam-kun berpaling, beberapa tombak jauh didepannya berdiri seorang nyonya tua yang rambutnya telah beruban, mukanya masih tampak cantik, sepintas lalu usianya seperti baru mencapai empat puluh tahunan, tapi rambutnya sudah beruban.
Dia memakai jubah panjang berwarna putih dengan celana hitam, sebuah handuk bersulamkan bunga melilit pada pinggangnya, sepasang pedang tersoren dipunggung dan tampak gagah perkasa.
“Gak siangkong! kata nyonya berambut uban itu sambil tertawa, “kau tak usah berurusan dengan setan tua itu, dia memang selamanya berangasan macam anak-anak saja. Biar kumohonkan maaf baginya!”
Selesai berkata dia lantas menjura, kemudian putar badan siap berlalu dari situ, Gak Lam-kun tertegun, dia seperti orang bodoh yang tak tahu urusan, meski otaknya cerdik toh dibuat kebingungan juga oleh keadaan tersebut, waktu dia masih tertegun nyonya berambut uban sudah berada tujuh delapan kaki jauhnya. Buru-buru dia menyusul kedepan sambil berteriak, “Eeeh…nyonya, harap tunggu sebentar, aku masih ada urusan lain yang hendak dibicarakan denganmu!”
Nyonya berambut putih itu berhenti dan tertawa. “Ada urusan apa Gak siangkong? Silahkan bicara”
“Tolong tanya apakah nyonya anggota perguruan panah bercinta..?” tanya Gak Lam- kun dengan dahi berkerut.
Sambil tersenyum nyonya berambut putih itu mengangguk.
“Yang kalian sebut sebagai majikan! apakah Bwe Li pek?” desak anak muda itu lebih jauh.
Nyonya berambut putih itu hanya tersenyum, tidak menjawab. Kontan saja Gak Lam-kun tertawa dingin. “Heeehhh…heehh…heeehh… bagus! Jadi kau maupun Jit-poh-toan-hun hendak membekukmu dulu”
Paras muka nyonya berambut putih itu agak berubah, tapi dia berusaha sedapat mungkin untuk menahan diri.
“Gak siangkong” tegurnya, “usiamu masih muda, kenapa mulutmu tajam dan suka melukai perasaan orang?”
“Bwe Li pek telah mencelakai adikku, aku bersumpah tak akan hidup berdampingan dengannya!” bentak anak muda itu marah.
Setelah medengar perkataan itu, tiba-tiba saja nyonya berambut putih itu tertawa terkekeh-kekeh.
“Gak siangkong, kali ini kau telah membalas air susu dengan air tuba adikmu telah ditolong majikanku kalau tidak percaya silahkan memeriksa sendiri!”
Begitu selesai berbicara, dia lantas mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna dalam dua tiga kali lompatan bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Dibawah cahaya rembulan, nyonya berambut putih itu lenyap bagaikan segumpal asap.
Agak termangu Gak Lam-kun memandang bayangan punggungnya yang lenyap dikejauhan itu, lama sekali dia termenung, kemudian baru pikirnya, “Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki perempuan ini sungguh mengerikan, pergi datangnya ibarat kilat yang berkelebat diudara…aaai, rupanya Bwe Li pek adalah seorang manusia yang luar biasa!”
Ditinjau dari jurus serangan yang barusan dipergunakan orang berbaju abu-abu itu sudah jelas ilmu tersebut adalah ilmu Kiam-goan-ciang dari Jit-poh-toan-hun(tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To. Dan seandainya Kwik-To adalah dalang dari sebab kematian gurunya, itu berarti pula antara dia dengan Bwe Li pek akan berhadapan sebagai musuh bebuyutan.
Terbayang kembali tentang keadaan tersebut Gak Lam-kun menghela napas panjang, setelah menentukan arah dia lari kembali kekomplek perkampungan tadi.
Ruangan itu terang benderang bermandikan cahaya, semua benda yang ada didalam ruang masih tetap seperti sedia kala, tapi Bwe Li pek maupun Ji Kiu liong yang berbaring diatas pembaringan telah lenyap tak berbekas.
Diatas meja tiba-tiba Gak Lam-kun menemukan secarik sapu tangan berwarna putih, saputangan itu penuh tulisan, segera diambilnya kain itu dan diperiksa isinya, “Ji Kiu liong adik kecilmu sudah terkena racun jahat yang bersumber dari bukit Leng san diwilayah See- ih, dengan ilmu sinkang tingkat atasku, semua racun yang mengeram dalam tubuhnya berhasil kudesak keluar bila diberi perawatan yang lebih rutin maka semua pengaruh racun jahat itu akan lenyap dan menjadi sehat kembali. Komplek perkampungan dipulau ini telah diliputi hawa pembunuhan yang hebat, setiap langkah berarti bahaya mengintai dari mana-mana, semoga kau baik-baik menjaga diri… Diujung bawah surat tersebut tidak nampak tanda tangan, tapi jelas tulisan seorang perempuan.
Selesai membaca tulisan itu, Gak Lam-kun berdiri termangu-mangu, lalu menghela napas panjang, pelan-pelan ia keluar dari ruangan dan memandang bintang yang bertaburan diangkasa, kemudian tubuhnya melompat keatas atap rumah dan berkelebat menuju ke utara.
Dalam waktu singkat beberapa buah bangunan besar telah dilewati, tiba-tiba ia menyaksikan sebuah bangunan mungil di depannya, bangunan itu sangat indah dan dikelilingi kebun bunga yang menawan hati.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Gak Lam-kun, pikirnya, “Aneh, mengapa ditengah kompleks perkampungan yang kosong terdapat sebuah bangunan taman bunga yang demikian indahnya, masa disini ada penghuninya? Oya… Bwe Li-pek bukankah muncul juga dalam kompleks perkampungan ini? Jangan-jangan dialah pemilik perkampungan ini.Tapi menurut Si Tiong-pek, Soat san Thian-li telah tiba pula dipulau ini, atau mungkin dia yang berada dalam perkampungan ini?”
Mendadak terdengar suara gemersak muncul di balik semak, lalu berkumandanglah suara teguran, ”Saudara Gak kah yang berada disitu? Sudah lama siau-te mencari jejakmu!”
Gak Lam-kun kenali suara itu sebagai suara Si Tiong-pek, cepat dia melompat turun.
Waktu itu Si Tiong-pek duduk bersandar dibalik semak, Gak Lam-kun menghampirinya seraya bertanya, “Saudara Si, berhasil kau temukan jejak musuh?”
Si Tiong-pek menghela napas panjang.
“Aaaai… meski musuh tangguh tidak kujumpai, tapi dari dalam perkampungan ini siaute telah menjumpai seorang nona muda yang sangat cantik bak bidadari dari kahyangan”
“Lantas bagaimana?” tanya Gak Lam-kun dengan dahi berkerut.
Agaknya Si Tiong-pek tidak mendengar pertanyaannya, setelah berhenti sejenak, ia berkata kembali, “…selama hidup, tak terhitung jumlah gadis cantik yang pernah kujumpai, lapi belum pernah kutemui gadis rupawan seperti apa yang kutemui barusan…”
Berdebar juga jantung Gak Lam-kun setelah mendengar pujian Si Tiong-pek atas gadis yang dimaksudkan, segera pikirnya, “Benarkah didalam semua ini terdapat gadis cantik seperti apa yang ia lukiskan?
Kalau tidak, mengapa Si Tiong-pek bisa kesemsem macam orang kehilangan sukma?” Berpikir sampai disitu, Gak Lam-kun kembali bertanya, “Kini berada dimana gadis itu?” Agak merah wajah Si Tiong-pek lantaran jengah tapi ia toh tersenyum juga.
“Gadis cantik itu berada dalam komplek perumahan didepan sana. Apakah saudara Gak juga ingin melihat wajahnya? Mari, kuantar engkau kesana!” Setelah berkata, tanpa memperdulikan apakah Gak Lam-kun setuju atau tidak, ia bangkit dan beranjak lebih dulu.
Dengan sekali lompat dia naik keatas atap rumah, lalu bergerak menuju kedepan, Gak Lam-kun bimbang sebentar, akhirnya dia menyusul dari belakang.
Waktu itu Si Tiong-pek sudah melayang turun kedalam sebuah halaman, dengan cepat Gak Lam-kun menyusul dibelakangnya.
Tempat itu adalah sebuah halaman rumah yang indah, sepi dan bersih, sebatang pohon berbunga putih tumbuh dekat dinding pekarangan, lalu disepanjang dinding penuh dengan pot-pot bunga yang terdiri dari aneka macam bunga.
Ketika angin malam berhembus lewat, bau harum bunga serasa memabokkan, harum, segar dan mempesonakan.
Si Tiong-pek bersembunyi dibelakang beberapa buah pot bunga dideretan sebelah kiri, dia sedang mengintip ruangan diujung selatan.
Menyaksikan perbuatannya itu, dengan dahi berkerut Gak Lam-kun segera berpikir, “Sudah jelas dia tahu kalau ruangan itu dihuni seorang gadis, masa ditengah malam buta begini dia datang mengintip kamar tidur orang, aah…perbuatan semacam ini terlampau memalukan!”
Belum habis dia melamun suara tertawa cekikikan berkumandang memecahkan kesunyian, diantara bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu ditengah halaman telah bertambah dengan empat orang gadis cantik bak bidadari dari kayangan, mereka berempat mengenakan gaun tipis berwarna hijau, biru, kuning dan merah.
Makin terkejut Gak Lam-kun setelah menyaksikan gerakan tubuhnya, dia tahu keempat orang nona itu berilmu silat tinggi, ini dapat dilihat dari gerakan tubuh mereka yang enteng, lincah dan cepat.
Si nona bergaun biru tampil kemuka dengan wajah garang, lalu membentak dengan lantang, “Hei, mau apa kamu berdua disitu? Kenapa begitu lancang memasuki halaman rumah kami?”
Sambil cengar cengir Si Tiong-pek memberi hormat.
“Oh, maaf! Maaf! Harap kalian bersedia memberi maaf bila malam buta begini kami mengganggu ketenangan kalian.”
“Yaa… maklumlah, dipulau kosong ini tiada tempat berteduh lain kecuali tempat ini, maka kami datang kemari untuk ikut numpang berteduh”
“Oooh… rupanya begitu!” nona berbaju hijau yang ada disudut timur menyahut, “kalau begitu cepatlah kalian berdua tinggalkan tempat ini! Jika menunggu sampai nona kami bangun, untuk meninggalkan tempat ini mungkin tak segampang saat ini”
Si Tiong-pek tersenyum.
“Bolehkah aku tahu siapa nama nona kalian? Masa sejelek itu adatnya…?” Air muka keempat orang itu tiba-tiba berubah hebat, senyuman yang semula menghiasi ujung bibir mereka seketika lenyap tak berbekas, sebagai gantinya muka mereka menjadi sedingin es, alis matanya berkrenyit dan kelihatan kalau mereka sedang naik pitam.
Pada saat itulah terdengar suara merdu bagaikan burung nuri berkumandang dari balik ruangan, “Masuk rumah orang ditengah malam buta, sudah mengganggu nyenyaknya orang tidur, menjelekkan orang lagi. Hmm! Jika mereka keberatan untuk meninggalkan tempat ini, bunuh saja dan kubur disitu! Biar selamanya bisa berada disana”
Suaranya merdu merayu, cukup didengar dari suaranya yang indah menawan dapat dibayangkan betapa cantiknya perempuan itu.
Si Tiong-pek segera tertawa tergelak.
“Haaahhh…haaahhh…haaahah…maaf, maaf! Aku tak tahu kalau nona berada ditempat ini, bila kedatangan kami telah mengganggu ketenangan nona, harap kau bersedia memaafkan!”
Suara yang merdu merayu itu kembali berkumandang, “Orang yang barusan berbicara itu licik, banyak tipu muslihat dan pandai berbohong, tak ada gunanya manusia seperti dia dibiarkan hidup didunia ini. Nah, sekarang kuhadiahkan kematian dengan bunuh diri kepadamu, sedang orang yang satu lagi boleh tinggalkan tempat ini dengan segera…”
Sejak masuk keruangan tersebut, Gak Lam-kun hanya berdiam diri tanpa berbicara, dia hanya berdiri dengan wajah kebingungan.
Disaat itulah si nona baju merah yang berada disebelah utara membentak kepada Gak Lam-kun dengan suara lantang, “Hei, nona kami telah menghadiahkan pengampunan bagimu, kenapa tidak cepat-cepat kau ucapkan terima kasih kepadanya?”
Paras muka Gak Lam-kun sedikitpun tidak berubah, malah ia tidak ambil perduli terhadap bentakan tersebut.
Sikap seperti ini membuat si nona berbaju merah itu menjadi tertegun, sekali lagi dia membentak, “Hei, Memangnya kau tuli?”
Gak Lam-kun masih juga tidak menggubris, Si Tiongpek yang berada disampingnya segera terbahak-bahak, “Haaahhh…haaahhh…haaahhh…kami berdua tidak bisu ataupun tuli, mulut dan telinga kami normal senormal manusia biasa, cuma…ya kami merasa sangat terharu oleh pemberian nona kalian maka untuk sesaat menjadi kaget dan tak tahu bagaimana harus mengucapkan rasa terimakasih?”
“Bagaimana?” nona berbaju merah itu mengerdipkan matanya, “jadi kalian berani membangkang perintah nona?”
Berbareng dengan ucapan tersebut tiba-tiba ia lancarkan sergapan kilat.
Secepat anak panah yang terlepas dari busurnya tahu-tahu sudah bergerak maju, dia langsung menerjang kehadapan Si Tiong-pek dan mencengkeram pergelangan tangan lawan dengan tangan kirinya. Jurus serangan yang dipakai adalah jurus serangan yang aneh, tapi cepat, dahsyat, dan mengerikan.
Dengan rasa kaget yang meluap Si Tiong-pek menghindar kesamping, nyaris dia termakan oleh serangan yang maha dahsyat itu.
Walaupun Si Tiong-pek dapat meloloskan diri dari cengkeraman itu dengan egosan badan, nona baju merah itu tidak kaget ataupun tercengang malah serangan kedua segera dilancarkan.
Si Tiong-pek dibikin kaget oleh ancaman itu, yaa, pada hakekatnya nona berbaju merah itu menyerang dengan kecepatan yang luar biasa, kecepatan seperti itu belum pernah ditemuinya sepanjang hidupnya. Bayangkan saja, seorang gadis muda belia ternyata mempunyai gerakan tubuh yang luar biasa cepatnya mana mungkin dia tidak menjadi kaget? Untung dia sudah bersiap sedia menghadapi ancaman tersebut, coba kalau tidak? Niscaya sudah tertangkap lawan.
Gak-Lam-kun yang menyaksikan dari samping pun merasa terperanjat, cuma yang membuat dia terperanjat adalah nona yang berada dalam ruangan itu…
Secara beruntun si nona berbaju merah itu melancarkan tiga buah serangan berantai, dari serangan mencengkeram tiba-tiba saja ia merubahnya menjadi serangan pukulan, diantara berkelebatnya telapak tangan kiri, secara beruntun ia melepaskan lima buah serangan dahsyat.
Dengan perubahan tersebut, maka semakin menyerang serangannya makin gencar, tangannya yang putih, kecil dan halus ibaratnya kupu-kupu yang berterbangan diantara bunga, semua pukulan tertuju pada bagian-bagian yang mematikan ditubuh Si Tiong-pek.
Makin terperanjat Si Tiong-pek menghadapi serangan yang kian lama kian bertambah hebat, terutama gerakannya yang aneh serta arah tujuan yang sukar diraba, dalam waktu singkat kembali ia terdesak mundur sejauh empat lima langkah.
Si nona baju biru yang berada disudut barat daya tiba-tiba bertindak cepat, sambil menekuk pinggang ia lepaskan sebuah sapuan kearah Si Tiong-pek.
Mengikuti sapuan tersebut, gaun birunya tersingkap lebar sehingga paha dan betisnya yang putih mulus kelihatan semua. Kulit yang halus merangsang itu cukup membikin hati orang berdebar.
Ooo)*(ooO
Si Tiong-Pek sama sekali tak menduga akan kejadian ini, ia kena tersapu sehingga mundur tiga langkah dengan sempoyongan.
Si nona baju kuning yang berada disebelah selatan tak tinggal diam, dia tertawa terkekeh-kekeh lalu melancarkan pula sebuah tendangan kilat.
Semua peristiwa ini seketika menimbulkan kobaran amarah didada Si Tiong-pek, dengan telapak tangan kanannya dia lepaskan sebuah bacokan kearah musuhnya. Gagal dengan tendangannya, Si nona baju kuning segera manfaatkan kesempatan itu untuk melompat mundur, dengan demikian ketika Si Tiong-pek melancarkan bacokannya, si nona sudah berada empat depa jauhnya dari gelanggang.
Gelak tertawa cekikikan berkumandang dari belakang, si nona baju hijau yang berada disudut timur tiba-tiba bertindak cepat.
Gak Lam-kun dapat menyaksikan semua peristiwa itu dengan jelas, lebih-lebih setelah Si Tiong-pek dipermainkan empat orang nona itu.
Dia tak tega, maka sambil melompat kedepan serunya, “Saudara Si, keempat nona ini terlampau binal dan nakal, biar aku yang hadapi mereka!”
Dengan cekatan dia menerjang kegelanggang pertempuran lalu tangan kirinya berkelebat secepat kilat menyodok jalan darah Oi-ji-hiat dilengan kanan nona berbaju hijau.
Nona berbaju hijau itu menjerit kaget, buru-buru dia buyarkan serangannya sambil melompat mundur.
Pada saat itu Si Tiong-pek sedang kelabakan dipermainkan keempat orang nona itu. untunglah disaat yang kritis Gak Lam-kun bertindak cepat dengan menahan serangan- serangan musuh.
Dengan demikian maka, ia memperoleh kesempatan untuk mengatur kembali napasnya.
Baru saja Gak Lam-kun mendesak mundur si nona baju hijau, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, disusul kemudian si nona baju biru dan si nona baju merah melancarkan serangan bersama dari kiri dan kanan.
Diantara berkelebatnya bayangan tangan, jari-jari tangan mereka mengurung keempat bagian jalan darah penting ditubuh Gak Lam-kun.
Memang cepat dan tepat ancaman kedua orang nona itu, serangan mereka dahsyat lagi, ini semua membuat Gak Lam-kun harus berkerut kening, terpaksa dia harus menghindar kesamping dengan gerakan yang aneh tapi lihay.
Gerakan dari Gak Lam-kun itu, sangat aneh dan mencengangkan, untuk sesaat kedua orang nona itu menghentikan serangannya.
Sesaat kemudian, si nona berbaju merah baru tertawa terkekeh-kekeh, seraya maju kedepan katanya, “Hei, rupanya kau tidak bisu, kau memang jahat, kau lebih jahat dari dia”
Waktu mengucapkan kata-kata itu wajahnya penuh senyuman dan sifat kekanak- kanakannya masih belum hilang.
“Bagaimana jahatku?” tegur Gak Lam-kun dingin. Tiba-tiba air muka si nona berbaju merah berubah, sambil tertawa dingin katanya, “Orang jahat pantas dibunuh! Untung siocia kami menghadiahkan kehidupan kepadamu, Nah cepatlah tinggalkan tempat ini sebelum terlambat!”
Gak Lam-kun menyipitkan sepasang matanya lalu tertawa, “Tak ada artinya memang seseorang hidup terlampau lama didunia ini, seandainya kalian punya kepandaian untuk membunuhku, aku rela mati satu kali dihadapan kalian, ingin kuketahui bagaimana rasanya kalau orang itu mati!”
“Hiiihhh…hiiihhh…hiiihhh…bodoh amat kau ini” geli rasanya si nona baju merah, setelah mendengar perkataan tersebut, “sebagai manusia didunia ini, siapa yang bisa mati lebih dari sekali? Kalau seseorang sudah mati maka tak ada persoalan atau melihat benda didunia ini bayangkan sendiri enakkah kalau mati?”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun menjadi tertegun, segera pikirnya dihati, “Gadis ini masih polos dan kebocah-bocahan kalau tidak tak mungkin dia akan mengucapkan
kata-kata seperti itu”
“Crriing…! Criing…! Crriing…!” tiba-tiba terdengar suara dentingan harpa. Paras muka keempat orang nona itu kontan berubah hebat.
Gak Lam-kun juga terperanjat, sebab dia masih mengenali suara harpa tersebut sebagai suara harpa yang didengar ditengah telaga tadi, yakni suara yang muncul dari perahu aneh berbentuk naga.
Tiba-tiba Si nona berbaju merah menunjukkan perasaan kasihan dan iba kepada Gak Lam-kun pintanya, “Hei, aku mohon kepadamu sudikah kiranya kau tinggalkan tempat ini? Sebab kalau tidak kau tinggalkan tempat ini nona kami pasti akan membinasakan dirimu”
Dilihat dari sikap maupun wajahnya memang amat menggenaskan, air mata sempat mengembang dikelopak matanya.
Gak Lam-kun malah menunjukkan sekulum senyuman diujung bibirnya, ia bertanya dengan lembut, “Apakah suara harpa itu dimainkan oleh nonamu.”
“Tak usah banyak cerewet dengan orang itu,” tukas si nona baju biru yang lebih tua dengan dingin, “hayo kita bunuh dulu orang itu, lalu menangkap orang ini dan diserahkan kepada nona”
Dengan diucapkannya perkataan tersebut, serempak keempat orang nona itu bergerak kemuka untuk menyerang Si Tiong-pek.
Dengan marah Si Tiong-pek membentak keras, tangan kirinya mainkan jurus Lo-han- siu-pit (lo-han luruskan lengan) sementara tangan kanannya mainkan jurus Hui-poh-ciong- cong (sekop terbang menumbuk lonceng), serentak dia menyerang keempat orang gadis itu secara berbareng.
Dalam gelisah dan gusarnya ia telah menggunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, angin pukulan menderu-deru, keadaannya mengerikan sekali.
Keempat orang nona itu cepat memisahkan diri, begitu lolos dari ancaman Si Tiong- pek, telapak tangan dan tendangan kilat beterbangan memenuhi angkasa. Kekalahan demi kekalahan yang dialami Si Tiong-pek telah menggusarkan hatinya, segenap tenaga murni yang dimilikinya dihimpun menjadi satu, bukannya mundur dia malah mendesak kedepan, dengan jurus Im-liong-bengwu (naga awan menyemburkan kabut) telapak tangan kanannya disodok kemuka.
Angin pukulan menderu-deru dan menyapu semua benda dihadapannya, hebatnya bukan kepalang.
Secepat kilat empat orang nona itu mengundurkan diri kesamping, si nona berbaju biru menjerit tertahan, “Oooh…aneh, rupanya secara mendadak ilmu silatnya menjadi beberapa kali lipat lebih tinggi?”
Sebagaimana diketahui, Si Tiong-pek adalah seorang manusia licik yang mempunyai perhitungan mengenai segala persoalan, dihari-hari biasa ia tak suka terlampau menonjolkan ilmu silatnya, padahal yang benar kepandaian silatnya sudah pantas disejajarkan dengan jago persilatan kelas satu.
Jangankan orang lain, sekalipun gurunya sendiri yakni Tiat-eng sin-siu (kakek sakti elang baja) Oh Bu-hong belum tentu mengetahui dengan jelas berapa tinggi kepandaian silat yang dimiliki Si Tiong-pek sekarang.
Si Tiong-pek memang cerdas orangnya dan lagi sangat gemar belajar silat, sepanjang hidupnya boleh dibilang semua waktu yang disisihkan ia gunakan sebaik-baiknya untuk mendalami ilmu silatnya.
Selama banyak tahun mengembara dalam dunia persilatan, tak terhitung jumlahnya jagoan lihay yang ditemuinya, dan setiap kali ia menyaksikan serangkaian ilmu tangguh yang dimiliki orang lain dengan segala tipu muslihatnya yang lihay dia selalu berusaha untuk mempelajarinya, oleh sebab itulah meskipun usianya masih sangat muda, namun taraf kepandaian silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang amat tinggi.
Sejak pertama kali bertemu dengan Si Tiong-pek Gak Lam-kun sudah tahu kalau rekannya ini memiliki ilmu silat yang lihay sekali meskipun tidak dia perlihatkan secara terang-terangan, ternyata dugaannya memang benar!
Begitulah, setelah berhasil memukul mundur keempat orang nona tadi, Si Tiong-pek melompat mundur kesisi Gak Lam-kun, kemudian katanya, “Saudara Gak, keempat orang nona ini terlampau lihay, siaute yakin kepandaianku masih belum mampu untuk menghadapi serangan gabungan mereka berempat”
Kalau diartikan maksud perkataannya, maka orang akan mengartikan sebagai permohonan kepada Gak Lam-kun agar mewakilinya untuk menghadapi kerubutan tersebut.
Padahal, secara diam-diam dia mempunyai suatu tujuan tertentu. Rupanya dia sangat tertarik oleh gerakan tubuh Gak Lam-kun ketika menghindarkan diri dari kerubutan dua orang gadis tadi. Ia merasa gerakan tubuhnya amat lihay dan cekatan, jelas merupakan kepandaian tingkat tinggi.
Hatinya jadi tergerak, dia ingin menggunakan kecerdasan otaknya untuk menyadap kelihayan gerakan dari kepandaian tersebut. Sudah barang tentu Gak Lam-kun tak akan menyangka kalau ilmu saktinya hendak disadap lawan.
“Saudara si, kau terlalu sungkan!” demikian katanya sambil tersenyum, pelan-pelan dia masuk kembali ke gelanggang.
Si nona baju biru, si nona baju hijau, si nona baju kuning dan si nona baju merah segera membentak keras, tiba-tiba mereka memisahkan diri keempat penjuru lalu serentak menyerang Gak Lam-kun, dalam waktu singkat bayangan telapak tangan dan tendangan kilat memenuhi seluruh angkasa, mengerikan sekali keadaannya.