Jilid 28
GAK LAM-KUN tidak tahu dimanakah letak dari kuburan Liat hu cu tersebut maka dia bergerak terus menuju ke arah timur.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, mendadak dari kejauhan sana Gak Lam-kun menyaksikan ada sebuah bangunan besar yang mirip pintu benteng berdiri angker dibawah sinar rembulan.
Dengan beberapa kali lompatan saja pemuda itu segera mendekati bangunan itu.
Kemudian mendongakkan kepalanya…..
Tampak sebuah papan nama dengan tiga huruf besar berwarna hitam terpancang di atas benteng tadi, tulisan itu berbunyi, “LIAT HU CU”
Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar keras, dengan cepat sinar matanya dialihkan untuk memeriksa keadaan disekeliling tempat itu.
Dihelakan pintu kota tersebut merupakan gundukan gundukan tanah yang tidak rata, batu nisan berdiri bagaikan hutan, gundukan tanah bagaikan bukit, suasana menyeramkan sekali membuat berdirinya bulu kuduk semua orang.
Gak Lam-kun berdiri beberapa saat lamanya disitu. ketika tidak mendengar sesuatu apapun, dengan cepat keningnya berkerut.
Pelan-pelan dia berjalan menelusuri tanah perkuburan tersebut…*
Suasana amat sepi dan hening, kecuali hembusan angin malam dan bunyi jengkerik, tiada suara apapun yang terdengar.
Sungguh luar biasa sekali tanah pekuburan itu, sejauh mata memandang, yang tampak hanya kuburan melulu…..
Mendadak…..
Gak Lam-kun menyaksikan dari belasan kaki dihadapkannya sana muncul beberapa sosok bayangan manusia bagaikan bayangan setan. Bagaimanapun beraninya seseorang, tak urung hatinya terkesiap juga ketika secara tiba-tiba menyaksikan munculnya belasan sosok bayangan manusia dari balik tanah perkuburan yang sepi. tentu saja tidak terkecuali dengan Gak Lam-kun.
Setelah terkejut beberapa waktu dan mengamati bayangan manusia itu. pemuda tersebut lantas berpikir, “Bagus sekali, tepat berdiri dari sepuluh orang, rupanya inilah yang dinamakan pasukan sepuluh orang dari dunia persilatan”
Sekulum senyuman sinis dan menghina segera tersungging diujung bibir Gak Lam-kun pelan pelan dia berjalan maju ke depan.
Sepuluh sosok bayangan manusia yang berada di depan itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, seakan-akan mereka sama sekali tidak melihat kehadiran Gak Lam-kun tersebut.
Menyaksikan tingkah laku mereka yang sombong dan takabur itu hawa amarah segera berkobar dalam dada Gak Lam-kun.
Dia lantas mendengus dingin, kemudian berhenti pada lebih kurang tujuh delapan kaki dihadapannya. Dengusan naga sakti tersebut tentu saja terdengar juga oleh kesepuluh orang itu, tapi mereka masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula. Sementara wajah mereka segera dipalingkan kearah pemuda tersebut.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran Gak Lam-kun. Dengan suara dingin segera tegurnya. “Rupanya kalian yang dinamakan pasukan sepuluh huruf dari dunia persilatan?”
Suasana yang menyelimuti sekeliling tempat itu masih tetap hening dan sepi, tak kedengaran sedikit suarapun
Kecuali angin yang mengibarkan ujung baju mereka, kesepuluh orang itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, bahkan seakan akan suara napaspun tidak kedengaran.
Hawa amarah semakin berkobar menyelimuti seluruh wajah Gak Lam-kun bentaknya, “Apa sebenarnya kalian Bu lim Si ci kun mengundangku datang ketempat ini?”
Baru selesai dia membentak, dari arah depan sana segera terdengar suara tertawa yang mengerikan sekali.
Dibalik gelak tertawa itu seakan akan penuh mengandung nada mengejek, menghina dan mencemooh yang sinis sekali.
Akan tetapi, begitu suara tertawa itu berhenti, suasana disekeliling tempat itu kembali menjadi sepi dan hening tak kedengaran sedikit suarapun, sepuluh orang manusia tersebut masih berdiri kaku disana bagaikan mayat mayat yang membeku.
“Hee.. hee…hee…” Gak Lam-kun tertawa seram dengan gusarnya, “manusia kilat berbaju hitam, kalau maksudmu mengundang kehadiranku hanya untuk mempermainkan diriku saja, perbuatan ini benar benar telah menurunkan derajat kalian semua. Tampaknya saja kau betul mengecewakan” Anehnya, kesepuluh orang itu masih tetap berdiri kaku disana seakan akan sama sekali tidak mendengar perkataan itu.
Habis sudah kesabaran Gak Lam-kun. Ia tak mampu mengendalikan dirinya lagi, dengan langkah lebar dia berusaha untuk maju ke depan.
Mendadak dari arah belakang terdengar seseorang berkata, “Gak toako, aku lihat kesepuluh sosok bayangan manusia itu sudah pasti bukan manusia!”
Ketika Gak Lam-kun mendengar perkataan itu dan berpaling, maka tampaknya Ji Kiu- liong entah sedari kapan sudah muncul tujuh kaki dibelakangnya, waktu itu dia sedang berjalan maju ke depan dengan langkah lebar.
Gak Lam-kun segera mengerutkan dahinya setelah melihat kehadirannya, dengan cepat dia menegur, “Adik Liong, mengapa kau juga turut datang kemari? “
Ji Kiu-liong tertawa cekikikan. “Dulu, setiap kali Gak toako akan menghadiri keramaian, kau selalu mengajakku turut serta. Tapi kali ini kau tidak mengundangku turut serta, maka aku pikir lebih baik aku berangkat sendiri saja. Gak toako tak usah marah, aku rasa kemungkinan juga ke sepuluh sosok bayangan manusia manusia itu adalah manusia manusia yang sudah mati lama!”
Sebenarnya Gak Lam kan hendak mengusirnya pulang, akan tetapi setelah menyaksikan wajahnya yang berseri ia menjadi tak tega. terpaksa sambil menghela napas katanya. “Darimana kau bisa tahu kalau mereka sudah mati?”
“Kalau tak bisa berbicara berarti orangnya sudah mampus, atau mungkin juga mereka adalah sukma sukma gentayangan. Kalau tidak tak nanti mereka akan berdiri melulu diatas tanah pekuburan itu tanpa melakukan sesuatu gerakanpun”
Setelah mendengar perkataan itu Gak Lam-kun baru tahu kalau Ji Kiu-liong yang binal ini ru-panya sedang bermaksud untuk memanasi hati lawannya sehingga musuh musuh itu berbicara.
Siapa tahu, sekalipun sudah disindir dan diejek oleh Ji Kiu-liong dengan kata kata yang tak sedap didengarpun, kesepuluh orang itu masih tetap terdiri tak berkutik ditempai semula.
Melihat pancingannya tidak menghasilkan apa-apa, Ji Kiu-liong kontan saja mencaci maki kalang kabut, “Hei. sebenarnya kalian ini bisu atau tuli?”
Mendengar Gak Lam-kun menghela nafas panjang. “Mereka sudah mati semua!” gumamnya.
Ternyata secara diam-diam Gak Lam-kun telah menghimpun tenaga dalamnya dan menghantam orang yang berdiri dipaling depan itu, dimana angin pukulannya menyambar lewat, bayangan manusia yang pertama itu segera roboh kaku keatas tanah.
Ji Kiu-liong juga terkejut sekali setelah menyaksikan kejadian itu. Buru-buru dia melompat kedepan dan mendorong orang kedua ternyata orang itu pun segera roboh keatas tanah. Sekarang dia baru benar-benar amat terkejut, sepasang matanya terbelalak lebar dan mulutnya melongo. Untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Kesepuluh sosok bayangan hitam itu semuanya memakai kain cadar berwarna hitam.
Gak Lam-kun segera maju kedepan dan memeriksa sebab sebab kematian ditubuh mereka.
Tapi dengan cepat hatinya menjadi amat terkejut, kiranya orang orang itu sudah dilukai dulu dengan pukulan tenaga dalam yang amat dahsyat. Setelah jalan darahnya dikuasahi, isi perutnya baru dihancurkan, sebab itu sampai matipun mereka masih tetap berdiri kaku.
Mendadak Ji Kiu-liong menjerit kaget, “Dia adalah Kiu to (tosu setan) Thian yu Cinjin!”
Rupanya Ji Kiu-liong telah melepaskan kain cadar yang menutupi wajah kedua orang itu. Ternyata yang menjadi korban adalah si Toosu setan Thian yu Cinjin. Kenyataan ini segera membuat Gak Lam-kun kebingungan setengah mati.
Dengan cepat ia mengebaskan tangannya ke atas kain cadar korban yang pertama itu, ternyata orang itu bukan lain adalah Thi-kiam kun cu Hoa Kok khi yang amat tersohor namanya dalam dunia persilatan itu…..
“Siapa yang telah membunuh mereka?” tanya Ji Kiu-liong kemudian dengan perasaan heran.
“Mungkin si manusia kilat berbaju hitam itu” sahut Gak Lam-kun meski hatinya juga diliputi rasa bimbang.
“Tapi siapa pula manusia kilat berbaju hitam itu?” “Entahlah aku sendiri pun tidak tahu”
“Mungkinkah manusia berbaju hitam yang menunggang kuda putih tengah hari kemarin?”
“Yaa. mungkin saja dia” Gak Lam-kun manggut-manggut, “sebab didunia ini tak mungkin ada orang kedua yang memiliki kemampuan selihay orang itu”
Peristiwa berdarah yang serba misteri ini cepat membuat Gak Lam-kun menjadi kebingungan dan tidak habis mengerti. Bersama Ji Kiu-liong ia berdiri termangu sampai pagi hari. Namun bayangan dari manusia kilat baju hitam tak pernah ditemukan
oooOOOooo
LAM-HAY merupakan suatu tempat yang paling rahasia dan misterius bagi dunia persilatan didunia ini. ilmu silat aliran Lam-hay boleh dibilang merupakan suatu kepandaian aliran tersendiri yang sangat lihay dan sama sekali tidak berada dibawah kepandaian silat dari wilayah See-ih.
Lam-hay bisa menjadi tempat yang paling rahasia dan misteri bagi umat persilatan karena Lam-hay terbentuk dari kumpulan beberapa buah pulau berkarang yang meliputi daerah San-cuan, Toa hay dan To sim. Itulah sebabnya ilmu silat Lam-hay pun turut menjadi rahasia sekali bagi pandangan orang.
Pulau Si soat to sejak dulu sampai sekarang juga merupakan suatu pulau yang amat misteri.
Kuil Si sian an dari Lam-hay letaknya diatas, pulau Si soat to sebelah barat.
Para nelayan di sekitar tempat itu menamakan pulau tadi sebagai tempat tinggal para dewa dan malaikat.
Rupanya pula Si soat to tersebut merupakan sumber dari ilmu silat aliran Lam-hay. Di atas pulau inilah berdiam para cianpwe kenamaan dan aliran Lam-hay yang telah mengundurkan diri. Tak heran para nelayan menyebut mereka sebagai para dewa. apa lagi setelah menyaksikan ilmu meringankan tubuh mereka yang bisa berjalan di atas air.
Itulah sebabnya, tak pernah ada orang luar yang berani mendatangi pulau tersebut.
Sekalipun jago dari dunia persilatan juga jarang sekali ada yang berani melanggar perairan Lam-hay. Tak heran kalau pulau itu menjadi terpencil dan jarang sekali dikunjungi manusia.
Malam amat sunyi……..
Ombak menggulung saling berkejar-kejaran, angin berhembus sepoi sepoi…….
Bintang bertaburan diangkasa memantulkan sinarnya yang redup, betul betul suatu perpaduan yang sangat indah dan syahdu.
Diujung langit sana tiba tiba muncul sebuah sampan yang menembusi gulungan ombak bergerak maju kedepan.
Di ujung sampan berdiri seorang pemuda berbaju hijau dan seorang bocah berbaju putih, mereka sedang memandang gulungan ombak disamudra sambil melamun, entah apa yang sedang dilamunkan…
Ombak menggulung menerjang sampan, tubuh sampai oleng kian kemari dimainkan riak, dalam perjalanan mereka menuju ke Lam-hay, entah bagaimana hasilnya nanti?
Rejekikah? Bencanakah? Kegirangankah? atau kesedihan?
Tiba tiba Gak Lam kan menghela napas sedih katanya. “Adik Liong pulau Si soat to sudah berada di depan mata!”
Cepat sekali gerak maju sampan tersebut, dalam sekejap mata pulau laut itu sudah berada di depan mata, pulau yang berwarna gelap di tengah kegelapan malam itu.
Dari atas pulau, lamat-lamat mereka mendengar suara yang amat memekikkan telinga. “Gak toako” dengan suara lirih Ji Kiu-liong lantas berbisik, “suara apakah itu? Sungguh
amat merdu sekali?” Gak Lam-kun juga merasa keheranan, suara itu bagaikan petikan harpa dari Yo Ping, begitu merdu begitu indah memabukkan, seperti kicauan burung nuri.
“Mungkin suara kicauan burung!” kata Gak Lam-kun kemudian.
“Aaai….! Aku teringat sekarang?” tiba tiba Ji Kiu-liong berseru tertahan, “konon disini terdapat sejenis burung yang disebut burung Kim si ing suara kicauannya bagaikan petikan harpa, indah dan menawan hati…. Tapi burung tersebut sudah amat langka, konon bulunya sangat indah, sungguh tak di sangka pulau Si soat to ini merupakan sarang dari burung Kim si ing tersebut”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun menjadi terkejut, bercampur keheranan iapun pernah mendengar cerita tentang burung Kim si ing ini dari gurunya.
“Dalam dunia persilatan terdapat sejenis burung yang disebut Kim si ing. Burung tersebut pandai sekali melompat, lagipula gerakan lompatannya lndah sekali. Bila manusia bisa menirukan gerakan burung itu serta memahami gaya silatnya bisa jadi akan tercipta serangkaian ilmu pedang atau ilmu pukulan yang maha dahsyat. Bila kepandaian tersebut sampat tercipta, mungkin tiada jurus silat didunia ini yang sanggup menangkan jurus silat yang tercipta dari gerakan burung Kim-si ing tersebut. Cuma burung jenis itu langka sekali. Menurut apa yang kuketahui didunia ini cuma ada satu tempat saja yang banyak terdapat burung Kim si ing tersebut”
Teringat sampai disitu, satu ingatan lantas melintas dalam benak Gak Lam-kun. Dia sangat berharap cepat-cepat menyaksikan bentuk dari burung Kim si ing tersebut.
Maka ujarnya kemudian. “Adik Liong, mari kita rapatkan sampan di atas pantai dan cepat-cepat kita saksikan macam apakah burung itu!”
Selesai berkata Gak Lam-kun segera mendayung perahunya kepantai dan melompat naik ke atas daratan.
Ji Kiu-liong mengikuti dari belakangnya, ia berbisik, “Gak toako. burung itu sudah tidak terdengar berkicau lagi”
Betul juga, suara kicauan burung yang sangat indah itu sudah tak terdengar lagi.
Suasana disekitar itu menjadi hening sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Diam diam Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, kemudian berkata, “Konon burung Kim si ing tersebut menpunyai sifat yang cerdik. Andaikata ada orang asing yang datang kemari maka dia segera merasakan akan hal itu dan berhenti bekicau, hal mana membuat orang tak bisa menduga dimanakah dia berada. Oleh karena itu bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk bisa berjumpa dengan burung tersebut”
Berpikir sampai disini, dia lantas menghela nafas panjang, katanya lirih, “Yaa, rupanya memang burung Kim si in…”
“Gak toako” kata Ji Kiu-liong “Setelah datang kemari, bila kita tidak menangkap dua ekor burung Kim si ing, rasanya sia-sia saja perjalanan kita kali ini”
Baru selesai dia berkata, mendadak dari sisi kiri hutan berkumandang suara tertawa dingin, kemudian terdengar seseorang berkata dengan suara kaku, “Kau anggap burung Kim-si-ing adalah burung yang bisa ditangkap oleh sembarangan orang? Kalian berdua datang dari mana? berani benar memasuki daerah terlarang dari Lam-hay kami? Sekarang aku akan memberi peringatan kepada kalian, cepat tinggalkan pulau Si soat-to ini sebelum terlambat. Menginigat kalian melanggar baru pertama kalinya, dosa itu kami ampuni. Tapi kalau masih saja memaksa, maka jangan salahkan kalau kalian akan mati tanpa tempat kubur disini”
Dengan suara lantang Ji Kiu-liong segera berseru, “Kami datang kemari ingin menjumpai Lam-hay sinni, harap cici jangan menjadi marah!”
Rupanya orang itu agak tertegun. Agaknya dia tidak manyangka, kalau lawan bisa mengenali suaranya sebagai suara seorang perempuan.
Setelah termenung sejenak, pelan-pelan dari balik hutan muncul seorang perempuan berbaju putih. Kalau dilihat dari gerakan tubuhnya yang enteng, bisa diketahui kalau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya pasti lihay sekali.
Sambil munculkan diri, dia bertanya lagi dengan dingin, “Siapakah kalian?” Sementara itu perempuan berbaju putih tadi telah tiba dihadapan mereka berdua.
Ternyata orang itu adalah seorang nikou muda belian, dengan sepasang biji matanya yang jeli diawasinya dua orang itu sekejap, kemudian wajahnya tampak tertegun.
Gak Lam-kun segera merangkap tangannya memberi hormat, kemudian katanya, “Permisi siau-sutai, aku Gak Lam-kun dari jauh berkunjung ke pulau Si-soat-to di Lam-hay ini dengan maksud berjumpa dengan Lam-hay sinni locianpwe, harap kau suka membawa kami untuk menjumpainya”
Nikou baju putih itu menunduk sejenak, kemudian katanya lagi, “Lantas siapa pula dia?”
“Aku bernama Ji Kiu-liong, Ji Cin-peng adalah kakakku!”
Dengan wajah agak membesi, nikou cilik berbaju putih itu berkata dengan hamba, “Sayang sekali sucou kami sedang menutup diri, lebih baik datanglah setahun lagi”
“Kalau memang Lam-hay sinni sedang menutup diri tentu saja kami tak akan menganggu ketenangannya. Kalau begitu tolong bawalah kami untuk berjumpa dengan Ji Cin-peng”
Paras muka nikou cilik berbaju putih itu segera berubah hebat, katanya dengan dingin, “Suruh kalian meninggalkah tempat ini. lebih baik cepat pergi dari sini, mau apa banyak cerewet?”
Gak Lam-kun berusaha keras untuk menahan kobaran hawa amarah didalam hatinya, lalu sambil tertawa paksa katanya, “Tolong tanya siau suthay, apakah Ji Cin-peng sudah sampai disini….?”
Nikoh cilik berbaju putih itu segera tertawa dingin. “Hee… hee… hee… Kalian berdua mengapa begitu tebal mukanya? Apa harus menunggu sampai kuusir kalian dengan kekerasan?” serunya. Ji Kiu-liong tertawa dingin pula, sahutnya, “Pokoknya sebelum bertemu dengan enci ku atau Lam-hay siani, kami bersumpah tak akan pergi meninggalkan tempat ini lagi”
“Bagus sekali, aku lihat kau memang sengaja datang kepulau Si soat to ini untuk membuat keonaran”
Sembari berkata dia lantas meloloskan pedangnya dari punggung kemudian sambil maju kedepan selangkah bentaknya, ‘Kalian mau pergi tidak? Kalau tidak akan kusuruh kalian mampus diujung pedangku!”
Ji Kiu-liong terkekeh-kekeh seram, “hee… hee… hee… Tidak kusangka seorang pertapa dari Lam-hay juga begini tak tahu adat. Sedikit-sedikit lantas menggunakan pedang untuk melukai orang!”
Dicemooh berulang kali oleh musuhnya, nikou cilik berbaju putih itu menjadi marah. Sambil membentak keras, pedangnya segera digetarkan melancarkan sebuah tusukan ke tubuh Ji Kiu-liong.
Menghadapi tusukan tersebut Ji Kiu-liong tersenyum. Bukan mundur dia malah maju ke depan. Kemudian sambil membalikkan badan menumbuk ke atas tubuh pedang tersebut.
Gerakan tubuhnya yang aneh dan diluar perhitungan ini kontan saja mengejutkan si nikoh cilik berbaju putih yang sama sekali tak berpengalaman itu.
Buru-buru dia menarik kembali pedangnya sambil mundur ke belakang, lalu bentaknya keras-keras. “Kau benar-benar sudah bosan hidup?”
Ji Kiu-liong tertawa. “Aku ingin tahu hatimu sebenarnya kejam atau tidak. Setelah dicoba maka baru kuketahui bahwa kau adalah seorang gadis suci yang berhati welas kasih. Aku rasa lebih baik lemparkan saja pedangmu ke tanah, kemudian menghantar kami menuju ke kuil Si soat to! “
Sembari berkata, Ji Kiu-liong maju kembali ke depan. Pergelangan tangan kanannya digetarkan dan segera mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan kanan si Nikou cilik berbaju putih yang memegang pedang itu.
Sementara nikou cilik berbaju putih itu masih berdiri dengan wajah merah padam karena jengah, jari tangan Ji Kiu-liong telah menempel di atas urat nadinya.
Urat nadi merupakan jalan darah penting bagi manusia. Begitu kena dicengkeram maka seluruh badannya akan menjadi lemas tak bertenaga, sekalipun seseorang berilmu sangat lihay tak akan mampu berkutik lagi.
Rupanya nikou cilik berbaju putih itu tahu lihay, buru-buru dia membuang pedangnya dan cepat-cepat melompat mundur ke belakang.
Dengan cepat Ji Kiu-liong menggerakkan tangan kanannya untuk menyambar pedangnya yang terjatuh itu, kemudian sambil tertawa dingin ejeknya lagi, “Terima kasih atas pemberian pedangmu itu, sayang J i Kiu-liong tak berani menerimanya.”
Seraya berkata, dia melemparkan kembali pedang itu ke depan. Serentetan cahaya putih yang menyilaukan mata segera meluncur ke tubuh nikou cilik berbaju putih itu dengan kecepatan luar biasa, terasa desingan angin tajam menderu- deru.
Tampak nikou cilik berbaju putih itu segera berjongkok ke tanah, tangan kirinya dibalik seraya menyambar. Pedang yang sedang meluncur tiba dengan kecepatan tinggi itu tahu- tahu sudah tersambar kembali olehnya.
Gerakan tubuhnya disaat menyambut kembali pedangnya ini dilakukan tanpa gugup barang sedikitpun juga. Lagipula gerakannya manis dan indah, mau tak mau Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong harus mengagumi juga atas kelihayannya.
Setelah menyambut pedangnya, nikou cilik berbaju putih itu tidak mengucapkan sepatah kata-pun. Pergelangan tangannya diputar, pedangnya segera membentuk beberapa kuntum bunga pedang yang secepat kilat segera mengurung seluruh badan Ji Kiu-liong.
Serangan pedangnya sangat aneh dan sakti, kali ini Ji Kiu-liong kena didesak sampai mundur sejauh tiga langkah.
Agaknya nikou cilik itu sudah dibikin marah. Pedangnya diputar sedemikin rupa hingga menciptakan lapisan hawa serangan yang amat dahsyat.
“Sreet, sreet, sreet…..”
Secara beruntun dia lepaskan tiga buah bacokan berantai yang semuanya di sertai dengan hawa pedang yang tajam dan luar biaaa hebatnya.
Ji Kiu-liong tak sempat mengeluarkan jurus untuk menghadapi ancaman tersebut, maka secara beruntun pula ia terdesak mundur berulang kali.
Nikou cilik berbaju putih itu membentak keras. Pedangnya dengan gaya Pek hok tian ci (bangau Putih mementang sayap) menusuk tiba dari arah samping. sungguh cepat gerakan tubuhnya, hanya tampak sambaran berkelebat, tahu tahu sudah lenyap dari pandangan mata.
Ji Ki liong marah sekali. Dengan wajah memerah dan mata melotot besar ia membentak keras. Tubuhnya bagaikan sukma gentayangan menerobos ke muka. Kemudian telapak tangan kanannya buru-buru diayunkan ketubuh lawan.
“Criiing….!” Pedang ditangan nikou cilik itu terhajar telak oleh serangan Ji Kiu-liong sehingga rontok dan jatuh ke atas tanah.
Meski senjatanya rontok, nikou cilik itu tidak berdiam diri belaka. Dengan cepat dia membalikkan badan sambil melancarkan serangan balasan. Telapak tangan kirinya segera didorong menuju ke arah luar lingkaran.
Ji Kiu-liong tertawa dingin, kaki kirinya mundur setengah langkah, tubuhnya turut pula miring kesamping. Dengan kelima jari tangan yang dipentangkan saperti kaitan, ia cengkeram jalan darah penting pada urat nadi pergelangan tangan kiri lawan. Belum sempat Ji Kiu-liong mengerahkan tenaga dalamnva untuk mencengkeram urat nadi lawan, nikou cilik berbaju putih itu sudah mengebas tangan kirinya keras-keras.
Ji Kiu-liong segera merasakan tangan nikou cilik itu licin seperti ikan belut, hanya dalam satu kebasan saja tahu-tahu sudah terlepas dari cengkeraman.
Bersamaan waktunya dengan terlepasnya urat nadi pada pergelangan tangan si nikou cilik dari ancaman ujung jari Ji Kiu-liong, dengan cepat nikou ini melancarkan serangan balasan. Tangannya dibalik lantas mencengkeram tahu-tahu jari tangannya yang lentik itu sudah mencengkeram urat nadi Ji Kiu-liong!
Tindakan yang sami sekali di luar dugaan ini amat mengejutkan Ji Kiu-liong. Ia tak mengira kalau jarus serangannya begitu aneh, licin dan lihay.
Pemuda itu segera sadir, seandainya ia tidak mengeluarkan jurus tangguh untuk memecahkan ancaman itu, niscaya sulit baginya untuk meloloskan diri dari cengkeraman lawan.
Satu ingatan segera terlintas dalam benaknya, mendadak lutut kirinya menumbuk ke muka.
Gak Lam-kun terperanjat sekali ketika menyaksikan kejadian itu. Dia mengira Ji Kiu- liong bermaksud menghajar bagian tubuh “terlarang” dari nikou cilik itu dengan lutut kirinya, buru-buru hardiknya,
Adik Liong, jangka kau lancarkan serangan keji!”
“Aduuuh….” jerit kesakitan berkumandang memecahkan keheningan, tahu-tahu perut nikou cilik berbaju putih itu sudah kena didengkul sehingga badannya terbungkuk bungkuk dan akhirnya duduk berjongkok di atas tanah, saking kesakitan.
Pada saat itulah, mendadak dari sisi arena berhembus datang segulung angin serangan tajam yang langsung menyambar ke arah tubuh Ji Kiu-liong….
Waktu itu Gak Lam-kun sudah tiba disamping Ji Kiu-liong. Melihat kejadian itu tangan kirinya segera d balik kemudian segulung angin pukulan yang sangat kuat meluncur kedepan menyongsong datangnya ancaman tersebut.
“Blaam…!”
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling bertemu satu dengan lainnya. Gak Lam- kun segera merasakan pergelangan tangan kirinya bergetar keras.
Dengan perasaan terkejut pemuda itu segera mendongakkan kepalanya, maka tampaklah kurang lebih tiga kaki dldepan sana berdiri seorang nikou setengah umur berbaju putih yang sedang berdiri disitu dengan wajah penuh kegusaran
Sepasang matanya yang amat tajam itu dengan cepat memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, kemudian sambil mendengus dingin tegurnya, “Besar amat nyalimu, begitu berani men-datangi pulau Si soat to dan melukai anggota perguruan kami, sebutkan siapa nama kalian!” Dengan senyuman terpaksa buru-buru Gak Lam-kun menjawab, “Li suhu, harap jangan salah paham. Aku Gak Lam-kun datang karena ada sesuatu urusan yang penting hendak dibicarakan dengan Lam-hay Sinni serta Ji Cin-peng”
Mendengar perkataan itu si nikou setengah umur itu segera berkerut kening. Lalu katanya dengan dingin, “Oooh…. rupanya kaulah yang bernama Gak Lam-kun, si manusia latah yang tak pernah memandang sebelah mata kepada orang lain. Selamat berjumpa, selamat berjumpa. Hari ini ingin kucoba kelihayan ilmu silatmu”
Mimpipun Gak Lam-kun tidak mengira kalau semua anggota pulau Si soat to begini tak tahu aturan, tapi dia masih berusaha keras untuk mengendalikan hawa amarahnya, dengan hambar ia berkata, “Buat apa kita musti main kekerasan. Apa gunanya menambah kesalah pahaman di antara kita?”
“Jika kau enggan untuk turun tangan, lebih baik sekarang juga mengundurkan diri dari pulau ini!” seru si nikou setengah umur itu dengan wajah sedingin salju.
“Kalau ingin turun tangan beradu kepandaian tentu boleh saja, tapi jangan sampai saling bermusuhan”.
Nikou setengah umur itu segera tertawa dingin, katanya, “Sejak dulu hingga sekarang, di atas pulau Si soat to berlaku satu peraturan, yakni barang siapa berani memasuki pulau ini maka dia harus menerobosi barisan Leng hun kiam tin (ilmu barisan sukma terkurung) suatu kepandaian hebat dari Lam-hay atau segera angkat kaki meninggalkan palau ini.
Cuma sebelum itu aku hendak memberitahukan diri mu dulu, Leng hun kiam tin dari partai Lam-hay belum pernah ditembusi oleh satu orang saja semenjak diciptakan dulu. Bila kau masih menyayangi jiwamu, kuanjurkan lebih baik depat cepatlah berpaling dan mengundurkan diri dari sini sebelum terlambat”’
Gak Lam-kun segera tertawa, “Setelah tiba di atas pulau Si soat to ini, berarti aku harus berjumpa dulu dengan Ji Cin peng dan Lam-hay sinni. Sebelum hal ini bisa kupenuhi, tak nanti aku bakal mengundurkan diri dari atas pulau Si soat to!”
“Jadi kalau begitu, kau bersikeras hendak menjajal kelihayan dari ilmu barisan Leng hun kiam tin?” tukas nikou setengah umur itu dengan wajah sedingin es.
Wajah Gak Lam-kun sendiripun berubah menjadi amat serius dan bersungguh-sungguh, katanya, “Seandainya aku beruntung dapat berhasil menerobosi ilmu barisan Leng hun kiam tin tersebut, apakah kau sanggup mengajakku untuk berjumpa dengan Ji Cin peng?”
Menghadapi pertanyaan tersebut. nikou setengah umur itu menjadi tertegun lalu sahutnya dingin, “Apakah Ji Cin peng berada di atas pulau ini atau tidak, hidup atau mati? Saat ini aku sama sekali tidak tahu”
Mendengar perkataan itu paras muka Gak Lam-kun segera berubah hebat, serunya agak tergagap. “Kalau begitu dia sudah mati?”
‘Meadadak Ji Kiu-liong tak sanggup mengendalikan perasaan hatinya lagi, dia menangis tersedu-sedu. Teriaknya. “Oooh…cici kenapa kau begitu bodoh…?. Benarkah kau telah pergi meninggalkan kami? Tegakah kau meninggalkan adikmu hidup sebatang kara…..?” Dalam keadaan begini, sekuat tenaga Gak Lam-kun berusaha keras untuk mengendalikan perasaan hatinya yang sangat kalut, dia berkata. “Sutay, tolong merepotkan dirimu untuk memberi kabar kepada Lam-hay sinni bahwa aku Gak Lam-kun datang untuk menjumpai anakku, dapatkah kau membantu kami?”
“Eeeh kenapa sih kau musti mendesak terus? Aku toh sudah bilang sedari tadi, suhuku sedang menutup diri. Sekarang dia sudah tidak mau mencampuri urasan keduniawian lagi”
Mendadak Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, kemudian tertawa dingin tiada hentinya, “Hee… hee… hee… Aku Gak Lam-kun sudah merengek dan memohon dengan segala kerendahan hati, tapi kenyataannya kalian pendeta yang katanya berbelas kasihan kepada orang sama sekali tidak tergerak hatinya. Baiklah! Jika kau bersikeras menyuruhku turun tangan, maka bila sampai terjadi apa apa, jangan kau salahkan kepada diriku lagi”
Agak terkesiap juga si nikou setengah umur itu setelah menyaksikan hawa pembunuhan yang menyelimuti seluruh wajah si anak muda itu, diam-diam pikirnya, “Tak heran kalau orang ini begitu dahsyat dan hebatnya sehingga bisa menggetarkan seluruh kolong langit”
Sementara itu pelan-pelan Gak Lam-kun sudah maju menghampiri si nikou setengah umur sehabis mengucapkan kata-katanya itu. Sementara sepasang matanya yang tajam mengawasi terus wajahnya tanpa berkedip.
Dipandang oleh sorot mata yang begitu menggidikkan hati, nikou setengah umur itu merasa hatinya semakin bergidik sehingga tanpa terasa mundur selangkah kebelakang, tangan kanannya segera diayunkan.
“Criiing!” diiringi suara dentingan nyaring, tahu-tahu dia sudah menyiapkan sebilah pedang yang berhawa dingin.
Gak Lam-kun segera merasakan pula berhembus keluarnya segulung hawa dingin menusuk tulang yang mengerikan sekali dari balik pedangnya itu. Tanpa terasa ia menjadi tertegun, dia tak tahu terbuat dari bahan apakah pedang tersebut. Andaikata bukan terdiri dari bahan yang istimewa, hal ini menunjukkan kalau tenaga dalam yang dimilikinya pasti jauh melebihinya.
Haruslah diketahui, jika seseorang bisa menyalurkan hawa murninya hingga mencapai ujung pedang dan mengirimkan aliran hawa dingin yang menusuk tulang, itu berarti tenaga dalam yang dimilikinya pasti lihay sekali dan sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Gak Lam-kun merasa tenaga dalamnya belum sanggup mencapai taraf sedemikian lihaynya. Maka dia lantas mengambil keputusan seandainya, hawa dingin diujung pedang lawan itu tercipta karena aliran hawa murni maka itu semua menandakan kalau tenaga dalamnya masih kalah setingkat di bandingkan lawannya.
Berpikir sampai disitu, pelan-pelan Gak Lam-kun bergerak maju kedepan. Tapi setiap inci ia mendesak maju kedepan, hawa dingin yang terpancar kaluar dari ujang pedang lawan makin lama terasa semakin dingin, sehingga membuat orang merasakan dirinya seakan-akan berada di dalam sebuati gedung salju yang dingin sekali. Seandainya Gak Lam-kun tidak memiliki tenaga dalam yang sempurna, diapun sulit untuk menahan dinginnya hawa pedang tersebut.
Dalam pada itu, Ji Kiu-liong serta nikou cilik berbaju putih itu sudah mengundurkan diri sejauh sepuluh kaki lebih dari tempat semula.
Gak Lam-kun tertawa dingin dengan seramnya, tangan kanannya segera dia ayunkan kedepan melancarkan sebuah pukulan berhawa dingin ke tubuh nikon setengah umur itu, kemudian serunya ketus. “Ingin kulihat kulihat hawa pukulan siapa yang jauh lebih dingin!”
Mendadak Nikou setengah umur itu merasakan hawa dingin yang dipancarkan olehnya kena didesak balik sehingga berbalik menekan ke tubuhnya. Belum lagi hawa pukulannya menyambar lewat, segulung aliran hawa yang dingin menusuk tulang dan cukup membekukan peredaran darah telah menyelimuti sekujur tubuhnya….
Dengan perasaan terperanjat, buru-buru dia mengundurkan diri enam depa ke belakang.
Gak Lam-kun tertawa terbahak bahak, bagaikan sukma gentayangan dia melintas kedepan dan menerjang tiga jengkal dihadapan nikou setengah umur itu.
Dengan kening berkerut nikou setengah umur itu menarik pedang ditangan kanannya ke belakang, setelah itu secara aneh dan diluar dugaan ujung pedangnya kembali menusuk ketubuh Gak Lam-kun.
Mimpipun Gak Lam-kun tidak menyangka kalau perubahan jurus serangan lawan bisa berubah sedemikian cepatnya. Segulung aliran hawa dingin yang menyengat badan secepat petir menerjang tiba.
Dalam gugupnya dia melompat ke sebelah kiri, kemudian dengan kaki kanannya menutul pedang si nikou.
Berkelit sambil melancarkan serangan balasan. Kedua macam gerakan itu dilakukan hanya berselisih waktu sedikit sekali, sehingga seakan-akan dilakukan pada saat yang bersamaan.
Mimpipun nikou setengah umur itu tidak menyangka kalau Gak Lam-kun bakal melakukan sebuah tandangan dengan gaya serangan demikian anehnya.
Padahal serangan sudah terlanjur dilancarkan, untuk membuyarkan serangan sambil mundur jelas sudah tak sempat. Terpaksa sambil mendengus dingin dia putar pedangnya melindungi badan kemudian dibacokkan kebawah.
Dalam anggapannya andaikata Gak Lam-kun tidak segera menarik kembali tendangannya itu, niscaya sepasang kaki lawan akan terpapas kutung oleh ayunan senjatanya……
Sayang sekali dia sudah lupa manilai kekuatan tenaga dalam yang dimiliki si anak muda itu. Jangan dilihat tendangan dari Gak Lam-kun itu seperti amat sederhana dan tiada sesuatu yang aneh, padahal sesungguhnya memiliki tenaga pukulan yang luar biasa dahsyatnya.
Dikala Nikou setengah umur itu mengayunkan pedangnya untuk membacok ke bawah, dengan cepat ia merasakan hawa serangan yang dikerahkan olehnya itu terpantul balik oleh dororgan segulung tenaga pantulan yang amat dahsyat sehingga mengakibatkan pergelangan tangannya mejadi kaku dan kesemutan.
“Criing… criing…..criiing!”
Serentetan suara gemerincing bergema memecahkan keheningan. Termakan oleh gencetan dua gulung tenaga serangan yang maha dahsyat itu mendadak pedangnya tergetar putus menjadi berapa bagian.
Nikou setengah umur menjadi terkejut sekali, buru-buru dia membalikkan badan dan melompat muudur sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.
Dengan sikap yang santai tapi gagah perkasa Gak Lam-kun berdiri tegak di tempat. Setelah menjura katanya: ‘“Maaf. maaf, pertandingan ilmu kita diakhiri sampai di sini saja!”
Sebenarnya nikou setengah umur itu sedang berdiri dengan wajah kaget bercampur terkesiap, akan tetapi setelah mendengar perkataan itu. Dengan wajah penuh diliputi hawa amarah, ia melotot sekejap ke arah Gak Lam-kun, setelah itu baru menghela napas panjang. “Kau sudah berhasil menembusi penjagaanku” demikian ia berkata, “maka silahkan melanjutkan perjalananmu akan kumohon petunjukmu lagi dalam barisan Leng hun kiam tin nanti”
Selesai berkata, ia lantas membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
“Sutay, harap tunggu sebentar!” Gak Lam-kun segera berteriak dengan suara keras.
Langkah tubuh si nikou setengah umur itu sangat enteng dan lagi cepat sekali, dalam aekejap mata tubuhnya sudah berada belasan kaki jauhnya dari tempat semula, ketika mendengar teriakan itu dia berhenti sebentar sambil katanya, “Masalah yang menyangkut soal Ji Cin-peng tentu akan diterangkan sendiri oleh suhuku bila kau berhasil menembusi barisan Leng hun kiam tin nanti”.
Seusai berkata, dia melanjutkan kembali perjalanannya menuju dalam hutan sana.
Si Nikou cilik berbaju putih itu memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, kemudian dengan perasaan iba bercampur kasihan, bisiknya dengan lirih, “Ji susiok serta bayi lelakinya sudah tidak berada di atas pulau ini lagi…..”
Tidak menunggu sampai nikou tersebut menyelesaikan kata katanya, dengan cepat Gak Lam-kun bertanya, “Dimana dia? Dapatkah kau beritahukan kepadaku?”
Nikou kecil berbaju putih itu menghela napas panjang, sahutnya. “Aku juga tidak tahu.
Sejak Ji susiok pulang kemari sebulan berselang, aku hanya pernah berjumpa satu kali, sampai bulan ini bahkan bayi lelaki itupun sudah tidak kulihat. Aku rasa kau musti menjumpai sucou ku lebih dulu baru bisa mengetahui duduknya persoalan ini. Cuma sucou sedang menutup diri sekarang. Satu-satunya cara yang bisa melanggar kebiasaannya tidak menerima tamu, dikala sedang menutup diri adalah menembus dulu barisan Leng hung kiam tin!”
“Seandainya aku berhasil menembusi barisan Leng hun kiam tin, betulkah aku bisa ketemu dengan Lam-hay sinni?”
“Menurut apa yang kuketahui, pada dua puluhah tahun berselang, dikala sucouku sedang menutup diri pula, mendadak datang seorang lelaki yang bersikeras ingin berjumpa dengan sucou. Semua susiok dan supek yang berada dalam kuil tak seorangpun yang mampu menandingi kelihayannya. Kemudian kami juga mempersiapkan barisan Leng hun kiam tin, tapi toh akhirnya barisan tersebut kena ditembusi juga, terpaksa sucou harus membatalkan pertapaannya dan keluar dan gua untuk menjampai lelaki tersebut….”
“Siapakah lelaki itu?”
“Konon dia adalah Tok liong cuncu Yo Long yang namanya amat tersohor dalam dunia persilatan itu”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun segera merasakan darah panas yang mengalir di dalam tubuhnya bagaikan mendidih saja, mencorong sinar tajam dari balik matanya.
Apalagi terbayang bagaimana gurunya dimaia lalu berhasil menembusi barisan Leng hun kiam tin. Bagaimanapun juga ia merasa berkewajiban untuk mempertahankan prestasi yang pernah diperoleh orang tua itu.
Kembali terdengar nikou kecil berbaju putih itu berkata. “Selama banyak tahun belakangan ini, berkat petunjuk dan pengawasan sucou yang seksama dan bersungguh- sungguh, ilmu barisan Leng hun kiam tin kami telah peroleh kemajuan yang amat hebat, ditambah lagi ilmu silat yang dimiliki supek sekalian telah memperoleh kemajuan yang berlipat kali lebih hebat, aku kuatir meski ilmu silat yang kau miliki sangat bebat, tapi…….”
Gak Lam-kun tersenyum. “Terima kasih banyak atas petunjukmu, tapi aku bersikeras akan mencoba sampai dimanakah kehebatan dari ilmu pedang Leng hun kiam tin itu. Kau toh juga mengerti bahwa bocah itu adalah putraku. Begaimanapun juga mustahil aku harus pulang dari sini dengan tangan kosong”
“Kalau begitu kuucapkan saja semoga kau sukses selalu, silahkan mengikuti dibelakangku”
Begitulah dengan dipimpin oleh nikou cilik berbaju putih yang berjalan di depan, mereka menembusi sebuah bukit. Melalui dua butah lembah bukit dan akhirnya sampailah ditepi sebuah telaga yang sangat indah sekali. Sebuah bangunan kuil nikou yang mentereng dan kokoh berdiri dengan angkernya disitu.
Itulah kuil Si tien an yang amat tersohor namanya didalam dunia persilatan, empat penjuru sekeliling situ penuh ditumbuhii pohon siong. Pohon liu melambai disana sini, pemandangan alam disekeliling tempat itu sungguh indah menawan.
Waktu itu malam sudah menjelang, tapi suasasa di dalam Kuil Si sian an amat terang benderang bermandikan cahaya. Anehnya tak nampak seorang manusiapun yang menyambut kedatangan mereka, suasana di sekeliling tempat itu sunyi senyap. Nikoh berbaju putih itu mengajak Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong masuki ke dalam ruangan kuil. Sudah dua buah halaman yang mereka tembusi. akan tetapi tak sesosok bayangan manusia pun yang kelihatan.
Angin sejuk berhembus sepoi-sepoi, bau harumnya bunga berhembus memenuhi seluruh ruangan.
Disekeliling halaman kuil penuh tumbuh beraneka macam bunga yang harum baunya.
Suasana yang begitu nyaman dan tenteram itu memberi kesan seakan-akan mereka sedang berada dalam sorga loka belaka.
Setelah melewati sederet dinding pekarangan yang tinggi, sampailah mereka dalam sebuah halaman yang luas sekali. Ditengah halaman telah berdiri sembilan orang nikou setengah umur yang berbaju warna putih bersih..
Halaman itu didirikan dengan menempel di atas dinding bukit sebuah lorong bertingkat tujuh berdiri dengan angkernya disitu. Di atas pintu gerbang terpancang sebuah lentera yang memancarkan cahaya terang dan menyoroti tulisan ‘Cing siu kek” di atas pintu itu.
Gak Lam-kun merasa amat terkejut, diam diam pikirnya dengan perasaan was-was. “Mungkin didalam bangunan loteng inilah lam Bay sinni menutup dirinya untuk bertapa”
Sementara dia masih berpikir sampai disitu, nikou cilik berbaju putih itu sudah maju lebih dulu dengan langkah lebar, Kemudian kepada seorang nikou tua yang membawa senjata hud-tim dia melapor. “Toa supek, Gak sicu telah datang!”
Nikou tua itu manggut-manggut katanya dengan suara yang sangat lembut dia halus, “Ciu beng, disini sudah tiada urusanmu lagi. Kau boleh segera mengundurkan diri untuk beristirahat”
“Baik!” sahut Ciu beng, si nikou cilik ini. Setelah memberi hormat, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Pelan-pelan Gak Lam-kun mengalihkan sinar matanya dan memperhatikan kesembilan orang nikou yang berada dihadapkannya, Tampak raut wajah nikou nikou itu rata rata segar dan bersinar mata amat tajam sudah pasti mereka adalah jago jago lihay yang memiliki tenaga dalam amat sempurna, terutama sekali nikou tua itu. Sepasang matanya tajam bagaikan sembilu dan cukup membuat Gak Lam-kun merasakan hatinya amat tak enak.
Dengan suara yang lembut, kembali nikou tua itu bertanya, “Kaukah yang bernama Gak Lam-kun?”
Gak Lam-kun manggut manggut, “Benar, harap losutay memberi maaf…”
“Sebelum membicarakan segala sesuatunya lebih baik terjanglah dulu barisan Leng hun kiam tin ini” tukas nikou tua itu cepat
Gak Lam-kun tidak menyangka kalau mereka akan memaksanya terus untuk bertarung, padahal dibalik kesemuanya itu mempunyai alasan lain, sudah barang tentu Gak Lam-kun tidak tahu akan rahasia itu. Dia hanya merasa bahwa tindak tanduk orang-orang aliran Lam-hay terlalu kaku dan tidak memberi muka kepada orang lain.
Sesudah berada dalam keadaan seperti ini, Gak Lam-kun sendiripun tak mau memperlihatkan kelemahan lagi, dengan dingin dia lantas berkata. “Kalau begitu, bersiap siaplah barisanmu!”
Dalam waktu singkat, kesembilan orang nikou itu sudah bergerak maju ke muka dan mengurung Gak Lam-kun serta Ji Kiu liong ditengah kepungan serentak mereka meloloskan pedangnya yang tersoren di belakang punggung…….
Anehnya, setiap bilah pedang tersebut semuanya memancarkan cahaya berkilauan dan bentuknya putih bersih bercahaya. Bukan di buat dari emas, juga bukan dari baja. Tapi seperti terbuat dari bongkohan es yang telah membeku.
Begitu kesembilan bilah pedang tersebut diloloskan bersama, hawa dingin segera memancar ke empat penjuru.
Ji Kiu-liong yang memiliki tenaga dalam agak cetek segera merasakan hawa dingin yang menusuk badan, tiba-tiba sekujur tubuhnya menggigil keras bagaikan terjebur ke dalam gudang salju saja. Saking kedinginannya badannya sampai menggigil keras dan sepasang giginya saling bergemerutakan.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening, mendadak dia mengayunkan tangannya dan secepat kilat melancarkan sebuah totokan ke atas tengkuk Ji Kiu liong.
Begitu Ji Ku liong kena tertotok badannya, bagaikan mendapat aliran listrik bertegangan tinggi saja, sekujur badannya kontan saja terasa kaku dan kesemutan, tapi sesaat kemudian ia merasakan adanya segulung hawa panas yang menyengat badan muncul dari dalam pusarnya dan mengalir keseluruh badannya, detak jantung menjadi lebih keras dan peredaran darahnya juga mengalir semakin cepat.
Keadaan tersebut ibaratnya seorang yang berlarian kencang dalam udara yang sangat dingin semakin udara diluar dingin membekukan badan, tapi aliran darah dalam tubuhnya panas bagaikan mendidih. seketika itu juga semua hawa dingin yang mencekam tubuhnya tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Perlu diterangkan disini, setiap orang memiliki tenaga dalam tingkat tinggi, selain bisa menotok jalan darah orang untuk membunuhnya, diapun bisa menggunakan totokan jalan darah untuk mengobati orang atau menembusi nadi penting si sakit, malahan bisa juga membantu peredaran darah orang yang tersumbat. Kegunaannya beraneka ragam dan luar biasa daya kekuatannya..
Setelah menyaksikan demontrasi yang dilalukan oleh Gak Lam-kun itu, diam-diam nikou tua itu mempunyai perhitungan di dalam hati kecilnya. Ia sadar bahwa pemuda yang dihadapannya itu adalah seorang jago tangguh yang belum pernah dijumpai dalam dua puluh tahun terakhir ini.
Gak Lam-kun sendiripun merasa terperanjat sekali setelah menyaksikan kesembilan bilah pedang yang memancarkan cahaya berkiilauan itu, sehingga meski berada dibawah serangan hawa dingin yang menyengat badan, ia lama sekali tidak merasa gentar. Mendadak ke sembilan orang nikou itu mulai menggerakkan barisannya. Sembilan bilah pedang secara bersambung sambungan digetarkan menciptakan selapis jaring cahaya yang berkilauan dimana-mana pelan-pelan menjerat kedua orarg itu.
“Adik Liong!” Gak Lam-kun segera berbisik, “duduk saja disini dengan tenang sambil menonton aku bertarung, jangan sembarangan bergerak mengerti?”
Setelah berbicara sampai disitu, dari sakunya Gak Lam-kun segera mengeluarkan sepasang senjata tunggalnya yakni Tok liong ci jiu (cakar sakti naga beracun) dan cepat cepat dikenakan di atas tangannya.
Hawa dingin yang seram dan kaku dengan cepat menyelimuti wajah ke sembilan orang nikou tersebut setelah mereka saksikan senjata itu, sebab pada dua puluh tahun berselang ditempat yang sama mereka bersembilan telah dikalahkan juga oleh Yo Long dengan senjata Tok liong ci jiu tersebut.
Gak Lam-kun tidak banyak berbicara lagi, tangan kanannya segera diayunkan ke depan dan didorong kemuka dengan jurus Lip hua hong kou (membuat garis lekukan dengan tenaga).
“Triiing, traaan, triiing, traaang….!”
Terdengar suara gcmerincing yang sangat ramai bergema memecahkan keheningan. Empat bilah pedang yang berada dibarisan depan tahu-tahu sudah membacok semua di atas cakar sakti sebelah kanan itu.
Di dalam melancarkan serangan cakar sakti itu Gak Lam-kun telah sertakan tenaga serangan yang maha dahsyat. Betapa terkejutnya dia setelah menyaksikan serangan tersebut berhasil dibendung oleh keempat orang nikou tersebut tanpa mengeluarkan tenaga yang terlalu banyak.
Sementara dia masih termenung empat bilah pedang yang berada dibarisan belakang telah menusuk tiba bersamaan waktunya, kemudian secara tiba tiba memisahkan diri.
Deoan belakang kiri kanan empat bilah menyerang bersama-sama. Selain jurus serangannya aneh, juga cepat dan gesitnya bukan kepalang.
Gak Lam-kun segera berkelit ke samping, cakar ditangan kirinya digetarkan keras- keras. Setelah menghindarkan diri dari tusukan yang datang dari belakang, dia menggetarkan pula tusukan pedang yang datang dari depan, tapi pedang yang datang dari kiri dan kanan telah menusuk tiba pula dengan kecepatan luar biasa.
Mendadak ia menyaksikan ke empat orang nikou itu melompat maju bersama ke depan,
Gak Lam-kun segera membentak keras, cakar dan telapak tangan dipergunakan bersama, gulungan tenaga pukulan yang sangat dahsyat bagaikan amukan ombak disamudra langsung meluncur ke muka dengan hebatnya.
Haruslah diketahui, tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah mencapai puncak kesempurnaan. Setiap saat kulit badannya bisa berubah bentuk menurut kehendak hatinya. Baru saja sepasang pedang nikao yang ada di sebelah kiri dan kanan itu menempel di atas bajunya, mendadak ujung pedang itu tergelincir ke samping, sementara sepasang lengannya mendadak menekuk dan memanjang beberapa inci dari biasanya.
Sepasang telapak tangan dan cakar Gak Lam-kun, dengan membawa deruan angin serangan yang sanggup menghancurkan batu cadas dengan cepat menerjang ketubuh lawan. Dalam waktu singkat dari posisi bertahan ia merubah posisinya menjadi penyerang.
Gak Lam-kun sama sekali tidak menyangka kalau ilmu meringankan tubuh aliran Lam- hay sesungguhnya demikian sempurnanya. Baru saja serangan dilancarkan, tahu-tahu kesembilan orang nikou itu sudah menyebarkan diri keempat penjuru.
Seperti capung menyambar air atau kupu-kupu terbang diantara aneka bunga mereka menyusup kesana kemari, sebentar memisahkan diri sebentar berkumpul kembali.
Semuanya dilakukan dengan enteng, sakti dan luar biasa.
Secara beruntun, Gak Lam-kun telah melancarkan beberapa jurus serangan tangguh tapi tak sebuahpun yang berhasil mengenai sasarannya. Ia merasa gerakan tubuh mereka jarang sekali dijumpai dalam dania persilatan.
Padahal, darimana ia bisa tahu kalau gerakan tubuh mereka itu diciptakan berdasarkan gerakan tubuh dari Kim si ing yang langka dalam dunia ini?
Tanpa disadari kesembilan orang nikou itu sudah menciptakan ilmu barisan yang sangat tangguh untuk mengepung Gak Lam-kun di tengah arena.
Gerakan tubuh ke sembilan orang nikou itu semuanya enteng dan melompat kesana kemari tidak menentu. Dimana ujung pedangnya menyambar lewat, yang menjadi sasaran adalah jalan darah mematikan ditubuh lawan.
Padahal waktu itu Gak Lam-kun harus menutup semua jalan darah pentingnya untuk membendung aliran hawa dingin yang menyengat badan, lagi pula harus pecahkan perhatian untuk melawan musuh, sesungguhnya dia berada dalam posisi yang amat sulit.
Mendadak Gak Lam-kun berpekik keras, badannya melompat ke udara. Bagaikan seekor burung aneh, sepasang cakarnya diayunkan keudara dan menyapu ke bawah dengan kecepatan luar biasa.
Buru-buru ke sembilan orang nikou itu memencarkan diri keempat penjuru untuk menyelamatkan diri.
Gak Lam-kun membentak keras secara tegas dan bersungguh-sungguh dia melepaskan serangkaian serangan berantai. Semua ancaman sama sekali tidak mengenal ampun.
Tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun amat sempurna. Setiap pukulan, setiap totokan jari tangan, setiap tendangan ataupun sambaran cakarnya, hampir seluruhnya mengandung tenaga serangan yang amat sempurna. Dimana serangan itu tiba, terasalah dengusan angin serangan berhembus lewat.
Betul ilmu silat yang dimiliki kesembilan orang nikou itu amat sempurna akan tetapi mereka masih jauh di bawah kemampuan Gak Lam-kun. Oleh sebab itu mereka tak heran, menyambut datangnya serangan dengan kekerasan. Setiap kali menghadapi ancaman, mereka selalu menghindar atau berkelit kesamping dengan gerakan tubuh yang enteng dan lincah, kemudian mengurungnya dengan barisan pedang yang amat tangguh itu.
Ji Kiu liong yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam merasa girang sekali, pikirnya, “Jika keadaan berlangsung terus dalam keadaan begini, cepat atau lambat pasti ada satu dua orang diantara mereka yang akan terluka. Jika sampai demikian maka sudah pasti ilmu barisan ini bisa dijebolkan sama sekali”
Mendadak kesembilan orang nikou itu merubah gerakan barisannya. Sekarang mereka menyebarkan diri kemana mana, sebentar berkumpul sebentar berpisah. Dengan mempergunakan pepohonan dan gunung-gunungan sebagai tempat pelindungan mereka perketat barisannya dengan aneka gerakan tubuh yang aneh.
Sedemikian hebat dua luar biasanya perubahan itu sehingga cukup membuat pusing setiap orang yang kebetulan mengikuti jalannya pertarungan tersebut.
Sembilan orang nikou itu berlarian kesana kemari persis seperti ada puluhan orang bahkan ratusan orang yang sedang lari bersama. Seluruh halaman menjadi penuh dengan bayangan manusia yang saling berkelebatan. Ibaratnya Thian li San hoa (Bidadari langit menyebar bunga), mereka melompat kian kemari dengan sangat indahnya.
Gak Lam-kun yang sedang bertarung, sambil melanjutkan pertarungannya diam diam dia mengawasi keadaan disekeliling tempat itu. Setelah melihat sekian lama, diam-diam dia merasa kaget bercampur keheranan….
Ternyata barisan Leng hua kiam tin yang mereka pergunakan itu mirip sekali dengan barisan Pat tin toh dari Khong Beng yang amat tersohor itu. Cuma saja kalau diamati lebih seksama lagi ternyata gerakan itu jauh berbeda.
Delapan orang nikou masing-masing menempati posisi Siu, Seng, Sang, To, Si, Im, Keng dan Kay delapan buah pintu. Bagaimanapun barisan tersebut berputar, kedelapan buah posisi tersebut ternyata saling berhubungan dan bantu membantu antara yang satu dengan yang lainnya.
Tapi posisi itu pun ada bedanya dengan barisan Pat tin toh, yakni disini kelebihan satu orang.
Orang itu sama sekali tidak ikut bergerak, tapi seorang pemimpin yang berdiri memegang kendali. Ia tak bergeser dari posisinya semula.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera menarik kesimpulan bahwa orang itu besar kemungkinan adalah pemimpin barisan yang mengatur perubahan dari kedelapan orang anak buahnya. Itu berarti seandainya dia merobohkan nikou tua ini lebih dulu, maka besar kemungkinan barisan tersebut dapat dijebolkan dangan begitu saja tanpa harus bersusah payah
Gak Lam-kun segera bergerak dari timur ke barat lalu menerobos keluar untuk menyerang. Siapa tahu baru saja ia bergerak ke timur, nikou di sebelah barat telah mendahului melancarkan serangan, sementara dia melangkah kebarat, nikou di timur dan selatan kembali menyergap tiba.
ooOOOoo DENGAN begitu, kendatipun dia telah berusaha dengan segala kemampuan, akan tetapi usahanya selalu gagal. Jangan toh menyerang si nikou tua tersebut, untuk mendekati pusat barisanpun sudah sukarnya bukan kepalang.
Makin bertarung Gak Lam-kun merasa semakin gusar. Tiba-tiba ia menjadi nekad, segenap kepandaian sakti yang dimilikinya segera digunakan semua. Sepasang cakar mautnya menyambar kesana kemari dengan hebatnya. Di mana cakar itu menyambar lewat, batu dan cadas beterbangan diangkasa malah batu-batuan yang tersusun menjadi gunung-gunungan pun hancur berantakan tak karuan.
Mendadak terdengar serentetan suara dingin yang berkumandang datang, “Bocah keparat ini terlalu tidak tahu adat, ternyata berani betul untuk merusak tempat pertapaan kita yang sangat indah ini?”
Mendadak terdengar suara desingan senjata rahasia yang sangat keras berkumandang datang dengan dahsyatnya, dan langsung menyergap ke arah tubuhnya.
Gak Lam-kun tertawa dingin, ejeknya, “Hmmm, kau anggap senjata rahasia itu sanggup mengapa-apakan diriku…..?”’
Ternyata Gak Lam-kun mengira senjata rahasia tersebut dilancarkan oleh kesembilan orang nikou tersebut. Tapi setelah mendengar suara desingan angin tajamnya dia baru merasa kalau gelagat tidak benar, sebab suara itu kedengarannya seakan-akan datang dari atas atap loteng bertingkat tujuh itu.
Senjata tersebut entah terbuat dari benda apa. Sebutir demi sebutir persis seperti mutiara dan bersinar tajam.
Begitu menyambar kebawah dan terhantam oleh pukulan dahsyat Gak Lam-kun, mendadak saja butiran senjata rahasia itu hancur lebur menjadi bubuk halus.
Segulung hawa dingin yang menusuk badan segera menyebar pula keempat penjuru.
Tanpa terasa Gak Lam-kun merasakan tubuhnya bergidik keras sehingga merinding, secara tiba-tiba ia merasakan badannya kedinginan setengah mati.
Kiranya Lam-hay sinni telah mengambil bongkahan es abadi yang berusia seribu tahun dari sebuah tebing bersalju disebut puncak bukit yang tinggi. Bongkahan salju itu telah dibuatnya menjadi butiran Peng pok-cu yang merupakan senjata rahasia tiada keduanya di dunia ini.
Mutiara ini bukan saja dapat dipakai sebagai tasbeh, juga bisa dipakai untuk melatih ilmu tenaga dalam, terutama sekali bisa dipakai sebagai senjata rahasia yang tiada taranya didunia ini.