Jilid 41
Sembari berkata dia hendak menyambar kotak besi yang berada dalam saku Kim Thi sia itu. "Tua bangka celaka, tak kusangka hatimu licik. Baik, hutang piutang diantara kita harus
diperhitungkan lebih dulu" teriak Dewi Nirmala dengan wajah mendongkol.
Pukulan dengan ilmu Tay yu sinkang kembali dilancarkan dengan hebatnya, kali ini kedua belah pihak telah membuat persiapan- Karena itu pertarungan yang berlangsungpun makin dahsyat dan seru. Hawa pukulan yang memancar keempat penjuru membuat tubuh putri Kim huan dan Kim Thi sia terlempar sejauh berapa kaki dari tempat semula. Lentera hijau pun terjatuh keatas tanah.
Saat itu kentongan kelima telah menjelang tiba, sinar sang surya sudah mulai muncul diufuk timur, angin dingin yang menderu-deru serasa tak digubris oleh dua orang tokoh silat yang bertarung itu. Mereka saling menyerang secara gencar dan hebat. Untuk sementara waktu sulit rasanya untuk menentukan siapa menang dan siapa kalah. Pada saat itulah, mendadak.....
Disisi arena muncul seorang manusia berkerudung, dengan gerakan yang amat cekatan bagaikan seekor burung elang yang menyambar anak ayam, dalam waktu singkat ia telah melayang turun disisi "lentera hijau" kemudian sekali menyambar benda tadi telah dimasukkan kedalam sakunya.
Setelah itu dia menyambar pula putri Kim huan yang masih tergeletak tak sadar dan didalam dua tiga lompatan kemudian, tubuhnya sudah berada sejauh sepuluh kaki dari tempat semula.
Waktu itu sipukulan sakti tanpa bayangan masih bertarung seru melawan Dewi Nirmala. Kedua orang itu tak ada kesempatan lagi untuk mengurusi persoalan lain-Tiba-tiba........
Dengan suara nyaring Kim Thi sia membentak: "Pedang emas hendak lari kemana kau?" Sambil berseru dia melompat bangun dan siap melakukan pengejaran-
Pada saat itulah, tiba-tiba teriihat dua sosok bayangan manusia mencelat ketengah udara sambil serempak mengejar kearah Kim Thi sia. Menyusul kemudian terdengar sekali bentakan dan dua kali dengusan tertahan, tampak dua sosok bayangan manusia meluncur jatuh ke atas tanah.
Rupanya ditengah udara ketiga orang tersebut telah saling melancarkan tiga pukulan dan dua tendangan-
Sementara sipukulan sakti tanpa bayangan dan Dewi Nirmala siap bertarung kembali mendadak terdengar Kim Thi sia membentak keras: "Anak jadah, lenteraku telah hilang."
Teriakan ini kontan saja mengejutkan hati sipukulan sakti tanpa bayangan serta Dewi Nirmala yang sedang bertempur. Sadar kalau usaha mereka tak akan mendatangkan hasil, serentak mereka menghentikan pertarungan.
Dengan hati gelisah Ang Bu im segera bertanya: "Hey anak muda, sungguhkah perkataanmu itu?"
Waktu itu Kim Thi sia sedang melakukan pencarian disekeliling tempat itu, ketika mendengar pertanyaan tersebut, buru-buru dia menjawab: "Hilang yaa hilang, memangnya aku sedang membohongi dirimu?"
"Kalau memang sudah hilang, hey bocah kunyuk mengapa kau tidak melakukan pengejaran secepatnya?" tegur sipukulan sakti tanpa bayangan dengan marah.
Seraya berseru, ia bersiap-siap melakukan pengejaran kearah mana manusia berkerudung tadi melenyapkan diri. Tiba-tiba Dewi Nirmala berkata:
"Kakek celaka, tunggu dulu, sipedang emas tak akan berhasil meloloskan diri"
"Keparat" umpat sipukulan sakti tanpa bayangan sambil menjejakkan kakinya. "Ternyata aku sudah terperangkap oleh siasat kalian berdua"
Dengan cepat dia melancarkan dua buah pukulan, satu ditujukan kepada Dewi Nirmala, sedang yang lain mengancam Kim Thi sia.
Merasakan dirinya diserang, Kim Thi sia membentak dengan marah: "Memangnya kau anggap aku takut dengan tua bangka macam dirimu?"
Dengan mempergunakan jurus "kepercayaan menguasahi seluruh dunia" dari ilmu Tay goan sinkang. ia sambut datangnya ancaman itu dengan keras melawan keras.
Sebaliknya Dewi Nirmala melayang mundur sejauh enam depa sambil melepaskan sebuah pukulan pula.
"Blaaaaammmm. "
Suara benturan yang amat memekikkan telinga bergema memecahkan keheningan. Seketika itu juga sipukulan sakti tanpa bayangan tergetar mundur sejauh empat langkah.
sepasang bahunya bergetar keras, mukanya merah padam. Jelas tak kecil kerugian yang dideritanya.
Kim Thi sia sendiripun tergetar mundur sejauh tiga langkah, napasnya tersengal-sengal.
Hanya Dewi Nirmala seorang tetap berdiri tenang dengan sikap yang amat santai. Diawasinya kedua orang itu sambil tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tiba-tiba........
Suara pekikkan yang amat nyaring bergema datang.......
Paras muka Dewi Nirmala segera berubah hebat, tanpa memperdulikan lagi pertarungan antara sipukulan sakti tanpa bayangan melawan Kim Thi sia, ia membalikkan badan dan melejit setinggi empat kaki ketengah udara, lalu meluncur kearah mana datangnya suara pekikkan itu.
Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik pepohonan sana. Rupanya suara pekikkan nyaring itu berasal dari anak buah Dewi Nirmala yang memohon bantuan, tentu saja sipukulan sakti tanpa bayangan maupun Kim Thi sia tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya sambil mengatur pernapasan mereka siap sedia melakukan pertarungan untuk kedua kalinya.
Tiba-tiba Kim Thi sia memutar biji matanya dan mengawasi sekejap sekeliling tempat itu, ketika ditemukan bahwa disitu tinggal bersama sipukulan sakti tanpa bayangan saja, hatinya menjadi gelisah, segera teriaknya keras-keras: "Putri Kim huan Putri Kim huan."
Suasana disekeliling tempat itu amat hening, sepi dan tak kedengaran suara jawaban. Kim Thi sia semakin gelisah, serunya kemudian:
"Hey orang tua, persoalan kita lebih baik dibicarakan dikemudian hari saja, sekarang aku harus mencari putri Kim huan serta lentera hijau. "
"Baiklah" sipukulan sakti tanpa bayangan menanggapi. "Hari ini aku bersedia memberi kesempatan kepadamu, kita bersua lagi di Lembah Nirmala setengah bulan kemudian"
"Bagus, kita tetapkan dengan sepatah kata ini, setengah bulan kemudian kita berduel lagi di Lembah Nirmala"
Waktu itu matahari sudah muncul diufuk timur dan memancarkan sinar keemas-emasannya keempat penjuru dunia.
Sambil berpekik nyaring, Kim Thi sia segera berangkat meninggalkan tempat tersebut.
Belum jauh ia berjalan, mendadak ditepi jalan ditemuinya tubuh seorang kakek bergelang emas dikepalanya yang penuh dengan luka bacokan, agaknya kakek itu tewas setelah melangsungkan pertarungan yang seru dan menderita luka parah.
Dari dandanan kakek itu, Kim Thi sia segera mengenalinya sebagai utusan Nirmala dari Lembah Nirmala.
Kim Thi sia tidak berniat memperhatikan kejadian itu lebih jauh, sekarang dia hanya menguatirkan keselamatan putri Kim huan dan lentera hijau. Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dia bergerak makin kencang kedepan.
Baru saja melewati sebuah bukit, tiba-tiba dari balik hutan lebat disebelah kiri jalan lamat-lamat terdengar suara pertarungan-
Kim Thi sia segera mempercepat langkahnya, dalam waktu singkat ia telah sampai ditepi hutan, suara pertarunganpun kedengaran makin jelas.
Tanpa berpikir panjang lagi Kim Thi sia menerobos masuk kedalam hutan dengan cepat ia mendapat tahu siapa yang sedang terlibat dalam pertarungan tersebut. Untuk berapa saat lamanya, pemuda kita menjadi tertegun-
Rupanya dua orang yang sedang bertempur snegit itu adalah sipedang kayu Gi cu yong serta sipelajar bermata sakti, muridnya si Malaikat pukulan ciang sianseng.
Untuk sesaat lamanya Kim Thi sia berdiri termangu. Sipedang kayu adalah abang seperguruannya, tapi penghianatan dan kemurtadannya merupakan dosa yang besar, orang ini harus dibunuh untuk menebus dosa-dosanya itu.
Sebaliknya sipelajar bermata sakti termasuk lelaki sejati, akan tetapi gurunya ciang sianseng telah berkomplot dengan Dewi Nirmala melakukan pelbagai kejahatan-
Ini menunjukkan kalau kehadiran sipelajar bermata sakti yang sangat tiba-tiba ini pasti dikarenakan sesuatu alasan yang tidak sederhana, bisa jadi dia mempunyai suatu maksud atau tujuan tertentu.
Untuk berapa saat pemuda itu hanya berdiri kaku tanpa mengetahui apa yang mesti diperbuatnya. sementara itu sipedang bermata sakti dan sipedang kayu nampak semakin loyo dan lemah tampaknya pertarungan telah berlangsung cukup lama, atau dengan kata lain menang kalah sukar untuk ditentukan dalam waktu singkat.
Kemunculan Kim Thi sia yang sangat tiba-tiba ini amat mengejutkan hati kedua orang tersebut, sebab asal Kim Thi sia membantu salah satu pihak niscaya pihak yang lain akan tewas seketika.
Agaknya keadaan dan situasi semacam ini cukup dipahami dan dimengerti oleh sipelajar bermata sakti maupun sipedang kayu. Karena itu sipedang kayu buru-buru berseru:
"Sute, kebetulan sekali kedatanganmu, ayoh cepat bantu suhengmu untuk melenyapkan bajingan keparat ini."
sementara sipedang kayu harus memecahkan perhatiannya untuk berbicara, sipelajar bermata sakti segera manfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya, sambil mengerahkan sisa kekuatan yang dimilikinya dia melancarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Sipedang kayu terkesiap. sekuat tenaga dia berusaha menghindar kesamping untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut. Walaupun akhirnya ia dapat menghindari sergapan langsung yang tertuju ketubuhnya, tak urung badannya tergetar juga keras-keras. Sipelajar bermata sakti berseru kemudian:
"Sampah masyarakat bermulut besar, tampaknya semua anak murid si Malaikat pedang berbaju periente hanya manusia-manusia kunyuk semua. Ayolah kalau hendak maju, majulah. Lihatlah saja aku sipelajar bermata sakti membasmi kalian serentak." Mendengar seruan mana buru-buru Kim Thi sia berseru:
"Kau jangan sembarangan melukai perasaan orang lain, aku Kim Thi sia adalah seorang lelaki sejati yang tak sudi melakukan perbuatan rendah dan terkutuk"
Mendadak sipedang kayu melepaskan sebuah bacokan kilat, angin pukulan yang kuat dan tajam laksana anak panah menerobos kedepan.
Tak kuasa, sipelajar bermata sakti mundur selangkah untuk menghindari ancaman yang tiba.
Rupanya serangan tersebut telah membangkitkan amarah sipelajar bermata sakti, tiba-tiba saja dia melancarkan sebuah tendangan kilat, telapak tangan kirinya diayunkan berulang kali melepaskan sebuah pukulan dahsyat. Sementara sorot matanya memancarkan sinar tajam yang amat menggidikkan hati. "Blaaaaammmmmm. "
Ketika dua gulung tenaga pukulan saling bertemu satu dengan lainnya, terjadilah suara ledakan yang amat memekikkan telinga.
Dalam waktu singkat sipedang kayu merasakan datangnya segulung tenaga raksasa yang menumbuk dadanya, tak kuasa lagi ia mundur selangkah dengan sempoyongan-
Sipelajar bermata sakti memang tak malu menjadi anak murid dari ciang sianseng. Sesudah melepaskan sebuah pukulan, posisinya yang semula terdesakpun segera berubah. Terdengar ia berseru sambil tertawa dingin:
"Sudah melarikan anak gadis orang disiang hari bolong, masih berani bicara semaunya hati, benar-benar perbuatanmu kelewat batas."
"Kau tak usah mengaco belo" bentak Kim Thi sia marah. Sipedang kayu segera menimpali:
"Hmmm, kau sudah main todong dan membagul, sekarang masih memfitnah lelaki sejati. Sute, cepat kita bereskan bocah keparat ini."
Seraya berkata ia mendesak maju lagi dengan kelincahan seperti kucing. Sepasang telapak tangannya satu didepan yang lain dibelakang segera menciptakan beribu-ribu kuntum bunga pukulan yang menerjang kedepan bagaikan amukan guntur. Tampaknya sipelajar bermata sakti cukup mengetahui bahwa ilmu silat dari sipedang kayu sangat lihay, dia tak berani bertindak gegabah setelah menarik napas panjang-panjang, ia segera menggetarkan lengannya dan menyambut datangnya ancaman dengan jurus "menyambut malaikat ditengah awan" serta "udara sakti menembus langit" dari ilmu silat andalan perguruannya, ilmu pukulan tenaga sakti api guntur.
Dua gulung bayangan pukulan secepat kilat membentuk selapis dinding hawa sakti dan membendung datangnya serangan lawan-
Dalam waktu singkat sipedang kayu merasakan pandangan matanya menjadi kabur oleh ilmu pukulan sipelajar bermata sakti yang maha dahsyat itu, sepasang tangannya terdesak hingga mau tak mau dia harus menghindar sejauh tiga depa dari posisi semula. Kenyataan tersebut seketika membuat perasaan hatinya amat terperanjat......
Ketika untuk kesekian kalinya sipelajar bermata sakti berhasil mendesak mundur musuh tangguhnya, tak kuasa lagi dia berseru sambil tertawa nyaring:
"Haaah.....haaaah......haaaah. kau menuduhku malu todong dan mainjambret, apakah ada
buktinya?"
"Hmmm, kau gagal menjambret barang kami, karenanya dari malu menjadi naik darah" seru sipedang kayu cepat.
Kim Thi sia yang mengikuti jalannya pembicaraan tersebut tiba-tiba teringat akan sesuatu, ia segera bertanya kepada sipedang kayu:
"Suheng, benda apa sih yang hendak dirampasnya?" "Dia ingin merebut "lentera hijau. "
Begitu jawaban tersebut meluncur dari mulutnya, pedang kayu segera sadar bahwa dia telah membocorkan rahasia tersebut, buru-buru katanya lagi: "ooooh......bukan-......bukan "
Dengan gemas dan jengkel Kim Thi sia melotot sekejap kearah sipedang kayu, lalu bentaknya nyaring: "Keparat, rasain sebuah pukulan ini"
Sambil menggetarkan tangannya, dia melepaskan serangan dengan jurus "kelembutan mengatasi air dan api" dari ilmu Tay goan sinkang.
Angin pukulan yang maha dahsyat langsung menyapu keatas tubuh sipedang kayu.
Waktu itu, sipedang kayu baru saja kena didesak oleh sipelajar bermata sakti hingga menghindar sejauh tiga depa yang kebetulan persis berada didepan Kim Thi sia. Mimpipun dia tak menyangka kalau Kim Thi sia akan segera melepaskan serangannya begitu mengatakan mau menyerang.
Padahal pertahanan tubuhnya waktu itu sama sekali terbuka, serangan Kim Thi sia yang muncul secara mendadak dan amat cepat itu langsung menerjang keatas dadanya.
"Blaaaammmmm"
Sipedang kayu menjerit tertahan, tubuhnya tergetar mundur sejauh tiga langkah. Hawa darahnya bergolak sangat keras dan sukar sekali untuk dikendalikan-
Ketika sipelajar bermata sakti menyaksikan Kim Thi sia melancarkan sergapan secara tiba-tiba, ia segera menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri kesamping.
Tampaknya tidak enteng serangan yang bersarang ditubuh sipedang kayu, tampak ia duduk bersemedi dan mengatur pernapasannya.
Kim Thi sia yang berhasil menyarangkan serangannya diatas jalan darah Hoat hek hiat ditubuhnya dapat pulih kembali seperti sedia kala, maka ia membiarkan abang seperguruannya itu mengatur pernapasannya . Terdengar sipelajar bermata sakti berkata sambil tersenyum: "Kau tak boleh mengampuni sampah masyarakat seperti ini. " Kim Thi sia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, ia sama sekali tidak memberi tanggapan apa-apa. Sampai lama kemudian-. Kim Thi sia baru berkata kepada sipedang kayu:
"Suheng, lebih baik berterus teranglah. Kalau tidak. jangan salahkan bila aku akan bertindak keji kepadamu"
Sipelajar bermata sakti yang mendengar perkataan tersebut nampak agak tercengang katanya kemudian dengan wajah tak habis mengerti:
"Jadi kau berniat melepaskan harimau pulang gunung? Aaaah, tidakkah kau sadari bahwa perbuatan itu sama artinya meninggaikan bibit bencana dikemudian hari?"
Dengan gemas dan penuh kebencian sipedang kayu melotot sekejap kearah kedua orang itu, lalu memejamkan kembali matanya dan sama sekali tidak menggubris lawannya lagi. Kim Thi sia segera menegur kembali:
"Suheng, bila kau masih berlagak bisu dan tuli terus menerus, aku tak akan bersikap sungkan- sungkan lagi kepadamu"
Sipedang kayu tetap duduk tak berkutik, mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Amarah Kim Thi sia segera memuncak sambil mengayunkan kepalan kirinya ia segera melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Andaikata sipedang kayu terhajar oleh pukulan tersebut, paling tidak batok kepalanya pasti akan hancur berantakan dan tewas seketika.
Tampaknya sebentar lagi sipedang kayu akan tewas ditangan sianak muda tersebut. Mendadak.........
Sipelajar bermata sakti melakukan suatu gerakan yang cepatnya luar biasa. Sepasang tangannya bergerak bagaikan ular lincah, meliuk kesana kemari bagaikan petir saja menyerangkan dua buah serangan yang luar biasa.
Sebuah serangan mengancam jalan darah nang seng hiat danpek hwee hiat, sementara serangan yang lain mengancam hoat hiat dan Hong wi hiat, keempatnya merupakan jalan darah kematian ditubuh manusia.
Bukan saja serangannya lincah dan cekatan, bahkan sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun.
Merasakan dirinya disergap. mau tak mau Kim Thi sia harus menarik kembali telapak tangan kirinya, sementara tangan kanannya dengan cepat mengeluarkan jurus "kecerdikan menguasahi seluruh langit" untuk membendung datangnya ancaman itu. Tak teriukiskan rasa gusar Kim Thi sia teriaknya sengit: "Pelajar bermata sakti, mau apa kau?" Sipelajar bermata sakti mendehem pelan, lalu sahutnya:
"Bila kau membunuhnya dalam sekali gebukan, lantas kepada siapa hutangku harus ditagih?" "Tagih saja kepadaku"
"Ditagih kepadamu?" jengek sipelajar bermata sakti dingin. "Mengapa tidak?"
"Kau cuma bisa membayar rentenya, lantas kepada siapa aku mesti menuntut modal pokokknya?"
"Akan kubayar"
"Kau mampu untuk membayarnya?" "Tentu saja mampu"
"Ehmm. perkataan yang enak didengar kalau begitu harap kau keluarkan dulu "lentera hijau"
sebagai tanda bukti" seketika itu juga Kim Thi sia dibuat terbungkam dalam seribu bahasa. Kembali sipelajar bermata sakti berkata:
"Saudara cilik, betul bukan perkataanku bahwa kau tak mampu untuk membayarnya?"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia karena malu, buru-buru ia menjelaskan: "Baru saja benda itu dicuri orang"
"Baru saja dicuri?" jengek pelajar bermata sakti sambil tertawa dingin. "Maksudku semalam. " pemuda Kim benar-benar tergagap.
Dia enggan menyinggung kembali peristiwa semalam, sebab kejadian itu benar-benar sangat memalukan-
Tapi dengan setengah mendesak sipelajar bermata sakti berkata lagi: "Siapa yang telah mencurinya?"
Agaknya pertanyaan tersebut membuat Kim Thi sia menjadi gelisah, tiba-tiba ia berteriak keras: "Persoalan ini merupakan urusan pribadiku, buat apa kau menanyakan terus?"
"Urusan pribadimu? IHmmm, betul-betul tak tahu malu, justru persoalan ini merupakan urusan pribadiku sendiri."
"Bagaimana bisa kau katakan sebagai urusan pribadimu?" tanya Kim Thi sia tak habis mengerti.
Sambil menuding kearah sipedang kayu yang masih duduk bersila diatas tanah, kembali sipelajar bermata sakti berkata:
"Sejak kemarin malam hingga sekarang aku selalu berada bersamanya, hal ini tidak lain disebabkan "lentera hijau". Sekarang kau datang mengacau, apakah aku tidak berhak untuk menanyakan persoalannya? "
"Bila kau bertanya kepadaku, aku tak akan mengetahuinya dimanakah lentera hijau itu sekarang berada" kata Kim Thi sia pelan-
"Siapa yang hendak bertanya kepadamu?" "Lantas kau hendak bertanya pada siapa?"
"Aku hendak bertanya kepadanya" kata sipelajar bermata sakti sambil menunjuk kearah sipedang kayu.
sekarang Kim Thi sia baru memahami duduk persoalan yang sebenarnya, segera katanya: "Kalau ingin bertanya, silahkan bertanya"
Sipelajar bermata sakti melirik sekejap kesamping, dia tahu sipedang kayu belum sembuh kembali seperti sedia kala. Maka setelah mendehem katanya lagi:
"Gi cU yong, kau tak usah bermain gila dihadapanku, aku bertanya sepatah kau harus menjawab pula sepatah dengan sejujurnya. Kalau tidak, aku akan menyuruhmu merasakan peredaran darah yang terbalik akibat ilmu cung goan sam coat sinkang" Sipedang kayu masih tetap duduk tanpa berbicara.
"Hmmmm, tampaknya kau sedang mencari penyakit buat diri sendiri" umpat sipelajar bermata sakti dingin.
Bersamaan waktunya dia mengerahkan telapak tangan kanannya dan menotok jalan darah Hun tian hiat diatas lutut sipedang kayu.
Sebagaimana diketahui, jalan darah Huan tian hiat merupakan salah satu diantara dua belas buah jalan darah kaku ditubuh manusia. Begitu sipedang kayu yang tertotok jalan darahnya, seketika itu juga seluruh badannya tak mampu bergerak lagi.
Tangan kiri sipelajar bermata sakti sama sekali tidak menganggur pada saat yang bersamaan dia menekan pula jalan darah Hiat oong hiat dilambung musuh. Seperminum teh kemudian-..... Butiran keringat sebesar kacang kedelai sudah bercucuran membasahi seluruh jidat sipedang kayu, giginya saling menggertak menahan rasa sakit yang luar biasa, jelas ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri dari siksaan tersebut. Sampai lama kemudian-......
Sipedang kayu baru berbisik lirih: "Berilah kematian yang cepat kepadaku"
Kim Thi sia menjadi tak tega setelah menyaksikan keadaan sipedang kayu yang begitu mengenaskan, desaknya kemudian: "Suheng, lebih baik katakan cepat"
"Ya betul" sambung sipelajar bermata sakti. "Bila ingin mampus secara wajar, lebih baik katakan secepatnya."
"Apa yang mesti kukatakan?" tanya sipedang kayu.
"Gampang sekali, asal semua pertanyaan yang kuajukan kau jawab dengan jujur dan aku merasa puas dengan jawabanmu, otomatis penderitaanmu semakin berkurang."
"Kalau begitu tanyalah dengan selekasnya" desak Kim Thi sia. Pelajar bermata sakti mendehem beberapa kali, lalu dengan suara nyaring ia berkata: "Kaukah yang telah mencuri lentera hijau?"
"Bukan" "Lantas siapa?"
"Toa suhengku."
"Hmmm, rupanya benar-benar perbuatan dari pedang emas" sela Kim Thi sia dengan gemas" kalau begitu aku tak salah melihat orang."
Mendengar itu, dengan perasaan yang tak senang hati pelajar bermata sakti menegur: "Eeeeh, selagi aku bertanya, lebih baik kau jangan ikut menimbrung. Kalau kau ingin bertanya,
tunggulah sampai nanti kalau pertanyaanku telah selesai" Kim Thi sia segera mendengus dingin,
pikirnya:
"Hmmm, sekarang kau boleh bergaya dulu, tunggu sampai saatnya, aku pasti akan mengajakmu untuk berduel mati-matian-" Sementara itu terdengar sipelajar bermata sakati bertanya lagi: "Apa kegunaan toa suhengmu mencuri lentera hijau tersebut?"
Tampaknya penderitaan sipedang kayu sudah jauh lebih berkurang, pelan-pelan ia menjawab: "Toa suheng ingin menggunakan lentera hijau untuk memulihkan kembali ketampanan
wajahnya."
"Selain itu?"
"selain itu, aku kurang tahu."
"Sungguh?" jengek sipelajar bermata sakti sambil tertawa dingin, kembali butiran keringat sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi seluruh wajah sipedang kayu, sambil menahan rasa sakit sahutnya lirih: "Sungguh"
"Baiklah, untuk sementara waktu aku percaya dengan ucapanmu itu, katakan sekarang dimanakah sipedang emas berada?"
"Aku tidak tahu."
Serta merta sipelajar bermata sakti mengerahkan tenaganya dan menekankan tangannya kuat- kuat, hingga membuat sipedang kayu menjerit kesakitan-
"cepat katakan?" hardik pelajar bermata sakti. Setelah menghembuskan napas panjang pedang kayu baru berkata:
"Jejak Toa suheng susah diketahui secara pasti. Aku benar-benar tak tahu dimanakah ia berada sekarang."
"Kalau begitu sebutkan saja beberapa tempat yang kau ketahui" "Bukit sepuluh laksa selat bunga Tho"
Agaknya sipelajar bermata sakti sudah puasa dengan pertanyaan yang diajukan, kepada Kim Thi sia ujarnya kemudian: "sekarang kau boleh bertanya."
Selesai berkata, ia segera meninggalkan kedua orang itu dan beranjak pergi, Kim Thi sia berpikir:
"Kini lentera hijau sudah kuketahui, rasanya persoalan ini tak perlu ditanyakan kembali." Maka dengan rasa kuatir ia bertanya: "Dimanakah putri Kim huan berada sekarang?" "Pergi bersama Toa suheng"
"omong kosong" bentak Kim Thi sia gusar. "Tak mungkin ia mau pergi bersama Toa suheng."
"Toa suheng berjanji akan mengajarkan ilmu silat kepadanya, dan diapun bersedia pergi bersamanya"
Mendengar sampai disini, Kim Thi sia segera menghela napas panjang. "Aaaai, semua perempuan memang tidak dapat dipercaya"
Tiba-tiba sipedang kayu berkata: "Nona Lin lin sedang mencarimu kemana-mana." Menyinggung soal Lin lin, tanpa terasa Kim Thi sia terbayang kembali kejadian dimasa lalu.
Ia pernah memeluk tubuhnya kuat-kuat, memeluknya hingga gadis tersebut tak bisa bernapas.
Ia pernah mencium wajah Lin lin yang cantik jelita dengan mulutnya yang berbau arak, mencium matanya yang jeli dan kening.
Diapun pernah mencium bibirnya yang kecil mungil, basah dan hangat itu......
Kim Thi sia tak dapat berpikir lebih lanjut. Mendadak ia berteriak dengan suara keras: "cepat katakan, dimanakah Lin lin sekarang?"
"Ia berada disekitar sini" "Disekitar mana?"
Pedang kayu berpikir sebentar, lalu sahutnya:
"Disuatu tempat yang berjarak tidak sampai seratus li dari sekeliling tempat ini."
Berkilat sepasang mata Kim Thi sia, ditatapnya wajah sipedang kayu sekejap lalu katanya dengan suara dalam:
"Mengingat pemberitahuanmu ini, aku bersedia mengampuni jiwamu untuk kali ini, tapi bila kita bersua lagi dikemudian hari aku tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja." Setelah membebaskan jalan darah kakunya, sbeelum berangkat Kim Thi sia berpesan lagi: "Moga- moga suheng bisa memperbaiki perbuatanmu dan menjaga diri baik-baik."
Selesai berkata, ia segera berangkat meninggalkan tempat itu dengan kecepatan luar biasa. sepanjang jalan, pelbagai persoalan berkecamuk didalam benaknya.
Setengah bulan kemudian, dia harus pergi memenuhi janjinya dengan sipukulan sakti tanpa bayangan di Lembah Nirmala tapi apa sebabnya simakhluk tua itu menantangnya justru di Lembah Nirmala? Apakah dia mengira dirinya pasti tak berani memenuhi?
Lentera hijau yang telah hilang berhasil ditemukan kembali dan sekarang telah dicuri lagi. Benda yang kelihatannya tidak menarik ternyata sangat aneh sekali, sudah tiga kali jiwanya berhasil diselamatkan oleh benda tersebut. Dan kini ternyata Dewi Nirmala, ciang sianseng, si Pukulan sakti tanpa bayangan, sipelajar bermata sakti, pedang emas. serta sekalian jago-jago
kelas satu dari dunia persilatan bertekad akan mendapat lentera tersebut, sesungguhnya kasiat apa yang terdapat dibalik benda ini?
-oodwoo- Putri Kim huan telah kabur bersama sipedang emas, sekarang terbukti sudah bahwa setiap perempuan memang tak bisa dipercaya, ia mulai menganggap wanita bagaikan tahi kerbau. Sejak kini ia bersumpah tak akan bersua lagi dengan gadis tersebut.
Dari sembilan pedang dunia persilatan kini tinggal empat orang lagi yang masih hidup.
Sipedang emas merupakan dalang dan otak dari semua peristiwa kejahatan, ia bertekad akan membunuhnya sampai mati.
Lin lin sedang mencarinya kemana-mana iapun berjanji pada diri sendiri akan menjaga gadis tersebut baik-baik. Sekarang dia telah memutuskan untuk mencari Lin lin teriebih dulu.
Begitu keputusan telah diambil, Kim Thi sia segera mempercepat langkah kakinya menuruni bukit.
Ketika senja menjelang tiba, sampailah pemuda itu ditepi sebuah sungai dengan aliran air yang deras. ia berjalan menelusuri sungai itu, ketika kakinya mulai terasa panas didepan sana muncullah sebuah kota.
Baru beberapa gang ditelusuri, malam pun telah menjelang tiba, merasa perutnya mulai lapar, ia mencari sebuah rumah makan dan bersantap.
Seperminum teh kemudian, ia sedang bersantap dengan penuh kenikmatan, ketika secara tiba- tiba muncul dua orang lelaki kekar yang berjalan menghampirinya.
Tanpa terasa Kim Thi sia mengangkat kepalanya, ketika merasa ada dua orang lelaki sedang mengawasinya dengan mata melotot ia balas melotot, begitu empat mata bertemu, tiba-tiba saja paras muka kedua orang lelaki itu berubah hebat, mereka saling berpandangan sekejap kemudian cepat-cepat beranjak pergi dari situ.
Kim Thi sia sedang murung, dia tak bisa menebak slapa gerangan kedua orang itu, segera pikirnya:
"Gerak gerik kedua orang ini sangat mencurigakan, lebih baik cepat bersantap dan segera menyelesaikan urusan sendiri."
Baru saja ia selesai bersantap dan siap membayar rekening, mendadak......
Dari luar pintu rumah makan telah muncul belasan sosok manusia yang semuanya bersenjata lengkap. Dua orang yang berjalan dipaling depan tak lain adalah dua orang lelaki tadi.
Terdengar orang itu berteriak keras:
"Itu dia orangnya, cepat kita cincang bocah keparat tersebut" Kim Thi sia menjadi amat terkejut, sambil mendengus pikirnya:
"Entah dari mana datangnya kawanan cecunguk itu? Aku tidak kenal dengan mereka mengapa mereka datang mengusikku? jangan-jangan mereka telah salah mengenali orang?"
Sementara itu, dari balik rombongan manusia itu telah muncul dua orang lelaki kekar, seorang bersenjatakan sepasang poan koanpit, berperawakan sedang dan langkah gesit.
Sedangkan yang satunya lagi berperawakan lebih pendek lagi dan bersenjatakan sebuah golok besar.
Terdengar orang yang bersenjata poan koanpit itu berseru: "Hey kunyuk, bila tahu diri, ayo cepat menggelinding keluar"
Teriakan tersebut kontan langsung membangkitkan hawa amarah Kim Thi sia dengan sebuah lompatan lebar dia menerjang kehadapan kedua orang tersebut lalu sambil meloloskan pedang Leng gwat kiam, ia berseru lantang:
"Kalian kawanan anjing geladak yang tak tahu diri, sebutkan dulu slapa kalian- Hari ini taoaya harus memberi pelajaran yang setimpal kepada kalian- "
Lelaki pendek yang bersenjata golok itu segera berkaok-kaok. "Bocah keparat, kau sombong. Toayamu adalah sibangau sakti dibalik asap Khu Kim hiong, sedangkan dia adalah loji dari sepasang ular Tiong ciu, siular putih Si Thian coat. Hey keparat, ayoh kita keluar kota, tempat ini bukan tempat untuk berduel."
"Baik" sahut Kim Thi sia sambil tertawa dingin. "Kau boleh berjalan dimuka."
Pemuda kita mengerti, sekalipun Khu Kim tiong mempunyai tampang yang sidak menarik, sesungguhnya dia merupakan salah satu jago andalan dari perkumpulan sinar emas.
Sedangkan sepasang ular dari tiong ciupun merupakan kawanan jago tangguh dari kawasan Kang lam.
Terdengar sibangau sakti dibalik asap Khu Kim tiong mendengus dingin lalu berkata: "Saudara Si, aku akan berjalan duluan, kau mengikuti dari belakangnya." Siular putih Si Thian coat segera manggut-manggut.
Tanpa membuang waktu lagi sibangau sakti dibalik asap Khu Kim tiong segera menjejakkan kakinya keatas tanah dan bagaikan asap ringan saja, secepat sambaran petir telang berangkat menuju keluar kota.
Menyaksikan kepandaiannya ini mau tak mau Kim Thi sia harus mengaguminya juga. ia segera menghimpun tenaga dan menyusul dibelakangnya.
Siular putih Si Thian coat tidak membuang waktu, dia menyusul pula dipaling belakang. Berbicara soal ilmu meringankan tubuh, ternyata kepandaian Kim Thi sia masih kalah setingkat,
betapapun ia telah berusaha mengejar dengan sepenuh tenaga, ternyata dia hanya sanggup mengikuti dibelakang mereka.
Tampaklah tiga sosok bayangan manusia meluncur kedepan secepat sambaran petir, tak selang berapa saat kemudian mereka telah tiba diluar kota.
Sibangau sakti dibalik asap Khu Kim tiong berhenti disebuah tanah lapang yang luas, dia berpaling dan menatap sekejap kearah Kim Thi sia, kemudian sambil tertawa dingin serunya:
"Bocah keparat, kau tak usah sombong, lihat serangan."
Habis berkata, sepasang penanya direntangkan kedua belah sisi, denganjurus "ular panjang menjulurkan lidah" secara terpisah dia mengancam tenggorokan dan lambung Kim Thi sia.
Dari senjata poan koanpit yang dipergunakan, Kim Thi sia dapat menebak bahwa orang ini memiliki keahlian didalam menotok jalan darah, kewaspadaannya segera ditingkatkan-"Serangan yang bagus" serunya dingin.
Tiba-tiba pedang Leng gwat kiamnya dibabat kemuka membentuk sekilas cahaya putih, langsung membacok sepasang pergelangan tangan musuh.
Berbicara sesungguhnya, kedudukan sibangau sakti dibalik asap Khu Kim tiong dalam perkumpulan sinar emas cukup tinggi, sudah barang tentu diapun cukup berpengalaman dalam pertarungan.
Melihat kilatan cahaya putih yang terpancar dari hawa pedang musuh ia segera tahu bahwa senjata lawan merupakan sebilah senjata mestika.
Ia tak berani menyambut datangnya serangan dengan sepasang senjatanya, cepat-cepat pergelangan tangannya ditekuk pena ditangan kanannya mengancam pergelangan tangan musuh, sementara pena ditangan kirinya menotok jalan darah Siau yau hiat dipinggang Kim Thi sia.
Dengan cekatan Kim Thi sia mengingos sambil menyelinap kesamping, ia sempat melihat si ular Si Thian coat dengan golok bersiap siaga disisi arena.
Melihat itu dia segera berpekik nyaring, dengan mengembangkan ilmu pedang Panca Buddhanya, ia ciptakan gulungan cahaya putih disekelilingnya tubuhnya untuk melindungi diri dari ancaman- Dalam waktu singkat puluhan gebrakan telah lewat......
Posisi bangau sakti dibalik asap Khu Kim tiong lebih rugi dari musuhnya karena sepasang senjatanya tak berani saling membentur dengan pedang musuh, terpaksa dia harus mengandalkan jurus totokannya yang lihay serta pengalamannya yang matang untuk mendesak dan mengurung musuh.
Kim Thi sia sendiripun merasakan harinya tercekat, ia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki orang ini sangat tangguh, tapi siapa gerangan mereka? ia tidak merasa kenal dengan orang-orang itu, mengapa mereka menyerangnya tanpa menjelaskan dulu duduk persoalan yang sebenarnya?
Ketika pertarungan berlangsung berapa puluh gebrakan kemudian, lambat laun posisi Kim Thi sia mulai menempati kedudukan diatas angin-
si ular putih Si Thian coat yang mengikuti jalannya pertarungan dari sisi arena segera merasakan gelagat yang tidak menguntungkan, melihat Khu Kim tiong terancam bahaya, ia segera mengeluarkan tiga batang senjata rahasia Kim cheepiau sambil serunya lantang:
"Sobat, sambutlah seranganku ini"
Tangan kirinya segera diayunkan kedepan, desingan tajam segera membelah angkasa dan menyambar ketubuh lawan-
Waktu itu Kim Thi sia sedang mengeluarkan jurus "membunuh hati tampak wataknya" dari ilmu pedang panca Buddha dengan perubahan yang luar biasa, nampaknya musuh akan segera dapat dikalahkan ketika secara tiba-tiba terdengar Si Thian coat berteriak dan senjata Kim chee piau telah menyambar tiba
Pemuda kita segera berteriak keras, cepat-cepat pedangnya memainkan jurus "Buddha berkembang kejahatan sirna" diantara kilauan cahaya pedang Leng gwat kiam, tiga pasang senjata rahasia Kim cheepiau itu bagaikan tertahan oleh selapis dinding yang kuat, tanpa menimbulkan sedikit suara pun segera rontok keatas tanah.
Tapi dengan terjadinya hambatan tersebut, sibangau sakti ditengah asap Khu Kim tiong bagaikan terlepas dari badan berat, dia segera menghembuskan napas lega.
Sementara itu si ulat putih Si Thian coat yang sengaja melepaskan senjata rahasia dengan maksud memukul mundur serangan Kim Thi sia menjadi amat terkejut setelah menyaksikan cara yang dipakai pemuda itu untuk memusnahkan serangan aneh sekali. Buru-buru dia memutar goloknya dan ikut terjun kearena pertarungan.......
Kim Thi sia yang mesti melayani dua orang musuh sekaligus menjadi berkobar semangatnya, jurus-jurus sakti ilmu pedang panca Buddhanya dilancarkan secara beruntun.
Tampak cahaya putih berkilauan memenuhi seluruh angkasa. Hawa pedang menyelimuti setiap sudut ruangan, hawa pedang memancar kemana-mana. dibandingkan dengan pertarungan melawan Khu Kim tiong keadaannya sama sekali berbeda.
Baik sibangau sakti ditengah asap Khu Kim tiong maupun si ular putih Si Thian coat, keduanya merupakan jago persilatan yang berilmu silat tangguh melihat jurus serangan yang digunakan lawan begitu aneh dan luar biasa kontan saja perasaan hati merasa menjadi tercekat.
Untung saja pengalaman yang dimiliki kedua orang itu cukup matang, tenaga dalam yang dimiliki pun amat sempurna, karena itu dengan kerja sama yang cukup serasi diantara mereka berdua, setengah memaksakan diri mereka masih mampu bertahan sambil dua puluhan jurus.
Ditengah bayangan pedang dan cahaya golok, tiba-tiba siular putih Si Thian coat menjerit keras sambil melompat mundur dari lingkungan pertempuran.
Ternyata golok andalannya telah patah menjadi dua bagian, buru-buru dia merogoh segenggam senjata rahasia Kim cheepiau sambil teriaknya keras-keras: "Saudara Khu, mari kita mundur." Belum selesai perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar lagi suara gemerincing nyaring. "Traaaaangggg"
Ternyata sepasang koanpit ditangan sibangau sakti asap Khu Kim tiongpun sudah terpapas kosong menjadi dua bagian.
Si ular putih Si Thian coat segera mengayunkan tangannya berulang kali, senjata rahasia Kim cheepiaupun meluncur secara gencarnya mengancam tubuh pemuda itu.
Dengan memanfaatkan kesempatan inilah Kho Kim tiong melompat mundur kebelakang lalu melarikan diri terbirit-birit.
Melihat musuhnya melarikan diri dalam keadaan begitu mengenaskan, Kim Thi sia menjadi kegelian setengah mati.
Setelah menyarungkan kembali pedangnya, dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil mengawasi kedua orang itu hingga lenyap dari pandangan mata. Kemudian ia memandang sekejap cuaca menentukan arah dan berangkat pula menuju kedepan-
Waktu itu kentongan pertama sudah menjelang tiba, dibawah timpaan sinar rembulan Kim Thi sia menempuh perjalanan dengan cepat, dia ingin selekasnya menemukan Lin lin.
Sementara ia masih melakukan perjalanan, mendadak dari sisi sebelah kirinya dijumpai ada seseorang sedang melakukan perjalanan malam, selisih jarak diantara mereka berdua hanya sepuluh kaki, namun dibawah sinar rembukan semuanya tampak amat jelas. Ternyata orang yang menempuh perjalanan malam itu adalah seorang wanita.
Berdebar keras perasaan Kim Thi sia, dia segera mempercepat larinya untuk melakukan pengejaran-
Begitu pengejaran dilakukan, ternyata perempuan sipejalan malam didepan berlarian semakin kencang.
Kejadian tersebut tentu saja memancing rasa ingin tahunya, ia segera berpikir: "Biarpun kejadian aneh sangat banyak. rasanya tidak sebanyak malam ini, aku harus
menyelidiki persoalan ini hingga tuntas"
Berpikir sampai disitu, ia segera melakukan pengejaran dengan makin cepat lagi. Baru melewati sebuah bukit, ternyata Kim Thi sia telah kehilangan jejak orang itu.
Untuk berapa saat lamanya pemuda itu termangu, perasaan mendongkol, gemas dan jengkel bercampur aduk menjadi satu. Sudah bersusah payah melakukan pengejaran ternyata usahanya hanya sia-sia belaka.
Dalam keadaan begini, dia cuma bisa memperlambat langkahnya menelusuri jalan bukit.
Mendadak.......
Terasa desingan angin tajam menyambar datang dari belakang, ternyata sebilah pedang tajam dengan membawa suara desingan yang luar biasa telah mengancam batok kepalanya.
Waktu itu Kim Thi sia berada dalam keadaan tidak siap. menanti dia sadar akan datangnya serangan tersebut, keadaan sudah terlambat. "Sreeett "
Tahu-tahu ujung bajunya usdah robek tersambar pedang, lengan kirinya teriuka sepanjang tiga inci dengan kedalam dua inci darah segar segera jatuh bercucuran membasahi sebagian tubuhnya.
Sementara itu, sipenyergap segera melarikan diri terbirit-birit begitu berhasil dengan serangannya.
Dengan cepat Kim Thi sia menutup seluruh jalan darahnya untuk menghentikan aliran darah, ketika melihat penyergapnya sedang melarikan diri, ia segera berteriak keras:
"Telur busuk. biarpun kau lari sampai ujung langitpun, aku Kim Thi sia tetap akan mengejarmu sampai dapat" Dengan meloloskan kembali pedang Leng gwat kiamnya, ia segera melakukan pengejaran-Tiba- tiba sipenyergap itu membalikkan badan dan berlarian mendekat. Melihat hal ini, kembali Kim Thi sia berteriak:
"Nah, begini baru bernyali, mari, mari mari, kita tentukan mati hidup ditempat ini." Sebelum mendekat orang itu telah berteriak lagi: "Benarkah kau Kim Thi sia."
"Selama hidup aku tak pernah berganti nama, Kim Thi sia adalah aku, aku Kim Thi sia" Tiba- tiba orang itu menangis terseduh-seduh, suara tangisannya sangat memilukan hati.
Dengan cepat Kim Thi sia mengawasi orang itu dengan lebih seksama, ia segera berteriak: "oooh, rupanya kau"
"Aku adalah Nyoo Soat hong" seru orang itu sambil menangis semakin sedih.
"Mengapa kau membacokku tanpa menjelaskan dulu duduk persoalan yang sebenarnya?" tegur Kim Thi sia dengan mendongkol.
"Aku menjadi mata gelap karena pertarungan-" sahut Nyoo soat hong sambil berhenti menangis.
"Kau berkelahi dengan orang?"
Nyoo Soat hong mengangguk, pelan-pelan dia berjalan mendekati pemuda itu dan memeriksa keadaan lukanya, kemudian dengan rada minta maaf, katanya lagi:
"Peristiwa malam ini merupakan peristiwa kedua kalinya aku melukai tubuhmu. Aku, aku minta maaf."
Mimik mukanya yang mengenaskan dan memedihkan hati ini seketika membuat api amarah Kim Thi sia mereda dengan sendirinya, cepat-cepat dia menyahut: "Luka sekecil ini sama sekali tak ada artinya, kau berkelahi dengan musuh."
"Ya a, siaumoay sudah bertarung semalam suntuk."
"Kau telah bertarung semalam suntuk?" seru Kim Thi sia kaget. "Yaa benar."
"Bertarung dengan siapa?" desak pemuda itu dengan perasaan kuatir dan tak habis mengerti.
Diapun berharap bisa mendapatkan sebuah jawaban yang pasti, hingga teka teki yang menyelimuti pikirannya selama ini dapat terpecahkan-
Nyoo Soat hong tidak langsung menjawab, dia celingukan dan memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu kemudian baru katanya:
"Sudah tak ada yang mengejarku lagi, mari kita mencari tempat untuk beristirahat dulu, nanti akan kuceritakan secara pelan-pelan"
"Apakah ceritamu memakan banyak waktu? Aku masih ada urusan yang mesti diselesaikan secepatnya."
Sambil menggandeng tangan sia nak muda itu, Nyoo Siat hong berkata dengan lembut: "Kau tak perlu terburu napsu, bila kau hendak menyelesaikan urusanmu, akupun tak akan
mengganggumu dengan tidak membiarkan kau pergi."
Mendengar itu, Kim Thi sia pun mengikuti ajakan gadis tersebut duduk diatas sebuah batu besar.
Setelah duduk, Nyoo Soat hong baru berkata:
"Bersama abang, kami pergi mencari Pek Kut sinkun "
"Kemana kalian hendak mencari Pek kut sinkun?" timbrung Kim Thi sia. "Ia toh sudah dibunuh oleh sipedang emas?"
"Kau jangan terburu napsu dulu, dengarlah cerita sejak awal" "Baik, baik, berceritalah sejak awal"
"Tenryata belum sampai kami berhasil menemukan sarang Pek kut sinkun, jejak kami sudah ketahuan anak buahnya sehingga gerak gerik kami selalu dikuntil dan diawasi."
"Huuuh, sudah mampuspun masih sok" gumam Kim Thi sia dengan perasaan tak puas.
"Kau harus mengetahui, saat ini telah muncul seorang tokoh silat yang jauh lebih lihay dari Pek kut sinkun yang memimpin umat persilatan dikawasan Kanglam."
"Aku pernah bersua dengan semua anak buah Pek kut sinkun, darimana munculnya seorang jagoan yang lebih hebat?" Nyoo Soat hong segera tertawa misterius. "Kujamin kau pasti belum pernah bertemu dengan orang ini"
"Aku belum pernah bertemu dengannya, apakah kau pernah bertemu dengannya?" "Tentu saja, aku telah jatuh pencundang ditangannya."
"Hey, sudah setengah harian lamanya kau berbicara, sebetulnya siapakah orang itu? Aku Kim Thi sia pasti akan pergi mencarinya" seru sang pemuda tak sabar.
"Apa yang hendak kau perbuat setelah bertemu dengannya?" "Tentu saja membalaskan dendam bagimu"
"Terima kasih banyak"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, desaknya kemudian:
"cepat katakan, siapakah dia?"
"Dia adalah putri kesayangan Pek kut sinkun." "Oooh, rupanya dia adalah seorang wanita"
"Apakah kau memandang hina kami kaum wanita?" tegur Nyoo soat hong dengan wajah serius. "Kau tahu, ilmu silatnya lihay sekali."
"Aaaah.......aku. aku bukan bermaksud begitu" cepat-cepat pemuda kita berseru agak
tergagap.
"Lantas apa maksudmu?"
"Aku hanya khusus mencari orang yang berilmu silat lebih hebat daripada diriku untuk diajak berduel. Kalau ilmu silatnya lebih rendah daripada diriku, lalu apa artinya?"
"Seandainya kau bertemu dengan seseorang dengan ilmu silat yang sangat lihay, sedangkan tak mampu mengunggulinya, lantas apa yang hendak kau perbuat?"
"Tidak usah kuatir, mereka tak akan mampu membunuhku."
"Waaah, kalau begitu kau punya nyawa rangkap?" seru sang nona dengan gembira.
"Bukan hanya begitu, bila aku sering bertarung dengan orang-orang semacam ini, maka tenaga dalamkupun akan mendapat kemajuan yang lebih pesat lagi"
"oooh, rupanya begitu" kata Nyoo Soat hong sambil manggut- manggut. Kim Thi sia segera bertanya lagi:
"Siapa sih perempuan itu? Kau tahu dia berasal dari perguruan mana?"
"Aku sendiripun kurang tahu, konon dia adalah anak murid dari Raja langit berlengan delapan-" "Raja langit beriengan delapan?" berubah hebat paras muka Kim Thi sia. "Ayahku pernah
berkata, nama besar orang ini sudah termashur semenjak enam puluh tahun berselang ilmu melepaskan senjata rahasianya merajalela disegala penjuru dunia persilatan dan tak pernah ada tandingannya."
"Bila kau sudah tahu, akupun tak usah menerangkan lagi." "Apakah masih ada yang lain?"
"Sudah tak ada lagi"
Kim Thi sia segera bangkit berdiri, lalu bertanya lagi: "Bagaimana persoalan selanjutnya?"
" Kemudian aku tertangkap dan digusur oleh seorang manusia yang bernama lelaki berpipi
licin, dan selanjutnya.......selanjutnya. "
Tiba-tiba saja paras muka berubah menjadi merah padam, nampaknya dia merasa malu sekali. "Bagaimana selanjutnya?" desak Kim Thi sia lagi.
"Aaaah, kalian orang lelaki memang bukan manusia baik-baik"
Kim Thi sia yang dikatai begitu jadi tertegun, buru-buru dia berseru dengan wajah keheranan: "Aku toh tak pernah berbuat salah kepadamu, kenapa akupun turut kau maki?"
"Siapa sih lelaku berpipi licin itu?"
"Dia adalah orang jahat, dia telah mempermainkan aku"
"Mempermainkan? mempermainkan bagaimana?" tanya Kim Thi sia keheranan, "agaknya dia belum mengerti apa yang dimaksudkan aku?"
"Aaaah, masa soal inipun tidak kau mengerti?"
"Aku berani bersumpah, aku benar-benar tak mengerti?" Kim Thi sia berkata serius.
Dari keseriusan pemuda itu, Nyoo Soat hong percaya kalau pemuda itu benar-benar tak mengerti, agak tergagap iapun berkata:
"Mempermainkan adalah.....adalah. aaah, memalukan- Aku tak mau menerangkan"
Kim Thi sia membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, diawasinya gadis itu tanpa berkedip. dia sangat keheranan-
Lama kelamaan Nyoo Soat hong menjadi rikuh sendiri karena ditatap secara begitu, dengan kepala tertunduk ia berbisik: "Dia dia hendak mencium pipiku"
Setelah mendengar perkataan ini, Kim Thi sia baru memahami apa yang dimaksud. Dia pernah mempunyai pengalaman semacam ini, karenanya meski masih ada berapa persoalan yang tidak dipahami olehnya, dia agak rikuh untuk mengajukan keluar. Untuk berapa saat pemuda itupun berdiri termangu disitu.
Nyoo Soat hong sangat keheranan melihat sikap termangu anak muda ini, tiba-tiba desaknya: "Hey, apa yang sedang kaupikirkan?"
"Apakah kau menangis waktu itu?" tanya sang pemuda acuh tak acuh. Dengan gemas Nyoo Soat hong segera meninju pemuda itu, serunya dengan mendongkol: "Buat apa sih kau menanyakan persoalan tersebut begini jelas?"
"Kau jangan marah. Baik, baiklah aku tak akan bertanya." Setelah berhenti sejenak. kembali dia berkata: "Bagaimana seterusnya?" Dengan kening berkerut Nyoo Soat hong berkata:
"Disaat sitelur busuk itu sedang gembira dan lupa diri, tiba-tiba dari luar muncul seseorang. ilmu silatnya sangat hebat, dalam tiga gebrakan saja ia telah behrasil memukul mundur telur busuk itu dan menolongku lolos dari bahaya."
"ooooh, baik benar orang yang menyelamatkan dirimu itu, siapa sih orang itu? "Ia bernama Yu Kiem" "Apa? Dia adalah Yu Kiem?" Kim Thi sia segera berseru tertahan- "Jadi kau kenal dengannya?" tanya Nyoo Soat hong sambil melotot. "Ya a, aku memang kenal dengannya."
"Hmmm, nampaknya tidak sedikit gadis cantik yang kau kenali"
"Dia adalah putri sulung Thi ki ci locianpwee, dia masih mempunyai seorang adik perempuan yang berwajah mirip sekali dengannya. ibarat pinang dibelah dua susah sekali untuk membedakan mana sikakak dan mana adiknya." Nyoo Soat hong tertawa dingin.
"Begitu jelas kau mengetahui tentang mereka. Kau tahu, kemungkinan besar enci Yu mu sedang terancam bahaya saat ini"
"Mengapa dengan Yu Kiem?" tanya Kim Thi sia cemas. Nyoo Soat hong tertawa lagi, tertawa misterius.
"Apakah kau sangat menguatirkan keselamatannya?" "cepat katakan, bagaimana keadaannya?"
"Aku keluar dari ruangan bersamanya tapi belum jauh berjalan, dia yang telah berada dengan beberapa orang tongcu dari perkumpulan Tay sang pang, tanpa banyak berbicara lagi mereka segera saling gontok-gontokan, dengan andalkan jumlah yang banyak mereka bertarung sampai setengah malaman, akibatnya kami berduapun menjadi terpencar. Aku takut keadaan enci Yu amat berbahaya, bisa jadi ia telah ditangkap hidup-hidup oleh berapa orang itu."
"Darimana kau bisa tahu?"
"Aku dengar mereka hendak membawanya pulang agar dijatuhi hukuman oleh ketuanya"