Jilid 18
BARU suara ledakan bergema memenuhi angkasa terdengarlah suara pujian kepada sang Buddha menulikan telinga, seorang hweesio tua sambil merangkap tangannya melayang keluar dari tempat persembunyiannya menghadang jalan pergi dari kareta berdarah itu.
“Sicu, tunggu sebentar!” bentaknya dengan suara yang berat.
Dari dalam kereta berdarah segera bergemalah suara dengusan dingin yang amat menyeramkan, segulung hawa pukulan yang berat langsung menumbuk ke arah tubuh hweesio tua itu,
Hweesio tua yang menghadang jalan pergi dari kereta bardarah itu bukan lain adalah Thian Siang Thaytu itu cianghun-jin dari Siauw-lim-pay, sewaktu dilihatnya kareta bardarah itu bukannya berhenti sebaliknya malah menerjang sambil melancarkan serangan, dengan gusarnya dia mendengus berat, sepasang telapak tangannya dengan sejajar dada didorong kedapan. Tampaklah jenggot berwarna putih bergojang tiada hentinya tertiup angin, hawa khi-kang “Sie Boe Cin Khai” dari aliran Buddha dengan hebatnya sudah menggulung kedapan.
Pada saat yang bersamaan pula terdengarlah suara tertawa keras bergema datang disusul berkelebatnya seorang kakek berambut putih muncul dari balik hutan dengan garakan cepat laksana kilat, tubuhnya langsung manubruk ke arah kareta berdarah sedang toya ditangan kanannya bagaikan titiran air hujan melancarkan serangan berantai.
Dia bukan lain adalah Ciu Tong!!
Cambuk panjang yang meluncur keluar dari balik kareta bardarah dengan amat cepatnya menghajar tubuh Ciu Tong,
Dari tengah hutan kembali berkelebat keluar seseorsng yang bukan lain adalah si dewa telapak dari gurun pasir Cha Can Hong, wajahnya dingin dan membeku,
“Siapa yang berada didalem karata? cepat hentikan garakanmu dan hentikan kereta ini!” bentaknya dengan suara berat,
Begitu ucapannya meluncur keluar tanganya dengan cepat sudah menyambar kadepan menahan karinya kereta berdarah itu.
Cambuk serta telapak bentrok jadi satu....
“Braaak....!” walaupun orang yang berada di dalam kereta itu harus dengan satu melawan dua orang ternyata sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa-apapun.
Hal ini seketika itu juga mambuat Thian Siang thaytu serta Ciu Tong merasa amat tarparanjat sekali, merek berdua boleh dikata terhitung sebagai jagoan kelas satu dari Bu-lim, eangan tenaga gabungan mereka berdua ternyata tidak mendatangkan hasil apa-apa, hal ini sudah tentu merupakan suatu peristiwa yang amat aneh. Dari dalam hutan kembali muncul dua orang yang berjalan dengan langkah amat perlahan, mareka bukan lain adalah sijari Sakti Sang Su-im dan Sin Hong Soat-nie dua orang.
Di dalam sekejap saja kerata bardarah kembali terkapung rapat-rapat di dalam kurungan para orang gagah, suasana begitu tegang jelas sebentar lagi bakal terjadi suatu pertampuran yang benar-benar amat sengit....
Koan Ing yang melihat kejadian ini dalam hati merasa amat girang, dengan keadaan yang tertera di depan mata pada saat ini walaupun kapandaian silat yang dimiliki orang dibalik kerata berdarah itu jauh lebih lihaypun tidak mungkin bisa maloloskan dirinya lagi.
Sinar mata Ciu Tong dengan perlahan manyapu sekejap ke sekeliling tempat itu agaknya dia merasa amat puas dengan hasil yang dicapai pada saat ini, dan jika dilihat dari kaadaan ini terang-terangan pihak mareka itu sudah berada di atas angin, oraag yang berada di dalam kereta berdarah itu jangan harap bisa meloloskan dirinya kembali.
“Saudara!! sungguh dahsyat kepandaian silat yang kau miliki, kenapa kau orang tidak memperliaatkan wajah aslimu?” serunya kemudian terhadap orang yang berada di dalam kereta berdarah itu.
Ooo)*(ooO
Bab 44
SELESAI berkata tubuhnya tampak barkelebat maju ke depan, tongkat ditangan kanannya menyontek ke atas dan menghajar horden dari kereta itu.
Dari balik kereta bardarah terdengarlah suara dengusan dingin yang amat berat, dua gulung hawa pukulan jari yang berwarna hijau muda dengan cepatnya menyambar keluar mengancam alis dari Ciu Tong. Begitu melihat datangnya kedua gulung sambaran angin yang bagitu dahsyat Ciu Tong merasakan hatinya berdesir, tubuhnya buru-buru mangundurkan diri ke arah belakang.
Bukan saja Ciu Tong yang merasa terkejut sekalipun para orang gagah yang hadir disanapun merasakan hatinya tergetar keras, bukanlah kedua gulung hawa pukulan tersebut dihasilkan dari ilmu jari ‘Cha Liong Cie’ yang dimiiiki manusia tunggal dari Bu-lim tempo hari?
Pada dua puluh tahun yang lalu ilmu jari ‘Cha Liong Cie’ pernah membinasakan berpuluh-puluh orang jagoan Bu-lim, kedahsyatannya boleh dikata jauh melebihi kedahsyatan dari ilmu jari ‘Han Yang Cie’ milik Sang Su-im.
Ilmu jari ‘Han Yang Cie’ dapat memunahkan seluruh tenaga dalam yang dimiliki seseorang sedangkan ilmu jari ‘Cha Liong Cie’ ini bukan saja dapat melenyapkan tenaga dalam yang dimiliki seseorang bahkan dapat menembusi pula ilmu Khi- kang yang melindungi tubuh seseorang.
Orang yang berada di dalam kereta bardarah itu sesudah berhasil mengundurkan Ciu Tong ternyata sama sekali tidak memperlihatkan gerakan apapun, agaknya dia tidak bermaksud untuk bentrok secara terang-terangan dengan mereka sebaliknya sedang menanti perubahan selanjutnya dari kalangan tersebut.
Ciu Tong yang kena dikejutkan sehingga mundur ke belakang, kembali bersiap-siap untuk menerjang ke depan untuk kedua kalinya, mendadak sinar matanya dapat menangkap kalau sijaringan emas Phoa Thian Coa lagi memerintahkan anak buahnya dari lembah “Chiat Han Kok” untuk menyabarkan diri dan mengepung mereka semua.
Dangan dinginnya dia lantas mendengus, walaupun kepandaian silat yang dimiiiki orang yang ada di dalam kereta berdarah itu amat aneh dan lihay tapi bagaimanapun juga dia cuma seorang diri, hal itu mudah diselesaikan ditambah pula siapakah dia tidak seorangpun yang tahu.
Bilamana membicarakan soal dendam boleh dikata diantara mereka tak ada persoalan apa-apa, sebaliknya terhadap Phoa Thian-cu dia adalah sakit hati terbunuhnya sang putra kesayangannya.
“Phoa Thian Coa!!” serunya kemudian dengan dingin. “Kau tidak usah mengatur siasat lagi, ini hari tidak bakal ada jalan mundur buat dirimu!”
“Bagaimana perubaban selanjutnya dari keadaan ditengah kalangan siapapun tidak tahu, buat apa kau orang bicara tekebur?” ejek Phoa Thian Coa sambil tertawa dengan dingin.
Kiranya cara berpikir dari tiga manusia aneh serta dua manusia genah yang ada di dalam kalangan adalah sama, siapapun di antara mereka lebih penuju untuk menghadapi diri Phoa Thian Coa lebih dulu serta anak buahnya, karena pihak lembah “Chiet Han Kok” sudah membuat mereka kehilangan muka.
Terdengar Sang Su-im tartawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya. “Hey Phoa Thian-cu, tidak ada gunanya kau mengatur siasat dan mengepung kami, sejak tadi di sekeliling tempat ini sudah menanti anak buah perkumpulan Tiang- gong-pang kami, Bilamana kau bermaksud hendak meninggalkan tempat ini aku rasa tidak bakal semudah apa yang kau pikirkan semula!”
Dengan cepat Phoa Thian Coa menyapu sekejap ke sekelilingnya, diam-diam dia merasa amat terperanjat bersamaan itu pula hatinya merasa heran mengapa sampai waktu itu belum juga kelihatan munculnya Yuan Si Tootiang disana. bilamana apa yang diucapkan Sang Su-im adalah sungguh-sungguh maka keadaan tentu akan runyam,
Pada waktu itulah dengan langkah yang amat perlahan Sing Siauw-tan serta Koan Ing barjalan ke arah Sang Su-im. Sejak diketahui olehnya kalau orang yang barada di dalam kereta bardarah itu telah menggunakan ilmu silat aliran Hiat- ho-pay bahkan berhasil mempelajarinya dalam waktu yang amat singkat Koan Ing sudah kepingin sekali mengetahui siapakah orang itu. tetapi orang-orang yang ada di dalam kalangan pada taat ini kebanyakan merupakan angkatan yang jauh lebih libay dari dirinya, dia merasa tidak leluasa untuk turun tangan sendiri sesaat mereka lagi bercakap2 dengan Phoa Thian Coa.
Walaupun langkahnya menuju ke samping Sang Su-im tetapi sepasang mata dari pemuda itu masih juga memperhatikan hordan kereta tersebut. dia merasa heran di kolong langit pada taat ini masih ada jagoan dari mana yang memiliki kepandaian yang demikian dahsyatnya itu?
“Phoa Thian Coa!” terdengar Thian Siang Thaysu itu Jiangbunjien dari Siauw-lim-pay berkata dengan suaranya yang berat. “Cepat perintahkan mereka untuk letakkan senjata, kau sendiripun seharusnya tahu mengorbankan nyawa anak buahmu sebetulnya tidak berguna, karena orang- orang Bu-lim akan memberi suatu keadilan buat kalian”
Phoa Thian Coa menarik napas panjang sinar matanya berkelebat tiada hentinya. “Thaysu, bukankah perkataanmu rada sedikit sombong!” tiba-tiba dari balik hutan berkumandang datang suara seseorang yang amat dingin sekali.
Mendangar suara tersebut Koan Ing merasa hatinya berdesir, ketika dia manoleh ke belakang, sedikitpun tidak salah tampaklah Yuan Sie Tootiang itu ciangbunjin dari partai Bu-tong sudah bertindak datang dan di belakang tubuhnya tampaklah sutenya si “Sin Kiam Tui Hong” Kong Yan Bei.
Dalam hati ia merasa keheranan, bukankah Cha Can Hong sekalian sedang pada pergi mengejar Yuan Si Tootiang? Bagaimana mungkin mareka bisa kehilangan jejaknya bahkan toosu itu bisa munculkan dirinya disini? “Hmm! tidak kusangka kaupun berani datang juga kemari,” terdengar Cha Can Hong memaki dengan gusarnya sewaktu melihat munculnya Yuan Si Tootiang disana. “Kendati kau tidak berani bergebrak melawan aku pada waktu itu buat apa kau datang kemari lagi? tidak kusangka sebagai ketua partai Bu-tong-pay ternyata engkau adalah seorang manusia yang tidak tahu malu!!!”
“Sin Kiam Tui Hong” Kong Yen Bei yang mendengar perkataan tersebut dengan gusarnya segera membentak. “Cha Can Hong! kau jangan berbuat kurang ajar terhadap suhengku. Hm! aku tahu karena kalian beberapa orang merasa iri hati atas kedahsyatan kepandaian silat suhengku maka dengan menggunakan cara yang amat memalukan kalian memfitnah kalau suhengku hendak mancelakai kalian!”
Cha Can Hong yang mendengar perkataan ini semula rada melengak dibuatnya, tapi sebentar kemudian dia sudah bisa mengerti, tentunya Yuan Si Tootiang sudah mengarang satu cerita bohong guna menipu sutenya ini.
Tak terasa lagi dia dongakkan kepalanya tertawa terbahak- bahak!. “Haa.... , haa.... , alasan yang bagus, cuma aku ingin tahu kami mangira kepandaian silatnya yang mana yang dikatakan amat mengejutkan itu?”
Untuk babarapa saat lamanya Kong Yen Bei tak dapat mengucapkan sepatah katapun, dia sendiripun baru saja bertemu muka dengan Yuan Si Tootiang sehingga apa yang diketahui olehnya masih belum banyak.
“Hmm! Buat apa soal ini dibicarakan lagi?” sahutnya kemudian sambil mendengus dingin.
“Oooo.... „ jadi kau berkata pinceng pun lagi mengiri kepandaian silat yang dimiliki Yuan Si Tootiang itu?” sambung Thian Siang thaytu dengan gusar.
Kong Yen Bei tahu kalau hubungan persahabatan antara Thian Siang thaytu dengan suhengnya Yuan Si Tootiang amat erat sekali, selama ini antara Bu-tong-pay serta Siauw-lim-pay selalu terjalin satu kerja sama yang amat erat. bagaimana mungkin Thian Siang Thaysu pun bisa mengatakan sedang mengiri kepandaian silat suhengnya?
Dia rada merandek, Akhirnya dengan terpakta jawabnya juga, “Soal ini sulit juga untuk dikatakan?”
Mendengar perkataan tersebut Thian Siang Thaysu benar- benar merasa amat gusar baru saja dia mengumbar hawa amarahnya Sin Hong Soat-nie yang ada disampingnya sudah mendahului.
“Lalu bagaimana dengan diriku?” serunya tawar.
Sewaktu Kong Yen Bei mendengar perkataan dari Yuan Si Tootiang untuk baberapa saat lamanya dia merasa perkataan dari suhengnya ini benar, tetapi Sia Hong Soat-nie jarang sekali ikut berebut nama besar dan jarang menuruni puncak Su Li Hongnya, sudah tentu dia tidak berani memandang rendah dirinya.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang anak murid dari partai Bu-tong bersamaan itu pula dia tidak berani mempercayai kalau suhengnya Yuan Si Tootiang sebagai salah satu dari tiga manusia genah dan kedudukannya sebagai ciangbunjien suatu partai kenamaan bisa memiliki niat untuk membinasakan pada orang gagah dari daerah Tionggoan seperti yang tersiar di dalam Bu-lim.
“Pada saat dan keadaan seperti ini bicara banyakpuo tak berguna.” akhirnya dia berseru sambil menarik napas panjang- panjang. “Anak murid Bu-tong-pay saat ini sudah tiba disini, diantara kalian tentu ada yang belum pernah merasakan bagaimana lihaynya barisan ‘Thay Khek Jie In Tin’ dari partai Bu-tong-pay kami bukan?”
Sembari berkata dia ulapkau tangannya. dari balik hutan segera muncullah tujuh puluh dua orang tojin berbaju hijau yang masing-masing menduduki posisi Pat Kwa dan memalangkan pedangnya sejajar dengan dada.
Sang Su-im jadi melengak. dia sudah berikan perintahnya kepada seluruh anggota perkumpulan Tiang-gong-pang untuk lepaskas orang masuk tapi mencegah setiap orang yang bermaksud meninggalkan tempat ini, tidak disangka anak murid dari Bu tong p ay pun sudah berdatangan.
Melihat kejadian itu Thian Siang Thaysu segera membaca doa memuji keagungan sang Buddha. “Omihtohud! Kong sicu, cepatlah perintahkan untuk bubarkan barisan ini. kalau tidak pinceng rasa tidak bakal mendatangkan kebaikan buat partai Bu-tong-pay kalian!”
Kong Yen Bei yang sudah tarunkan perintah untuk membentuk barisan sudah tentu tidak suka menarik kembali kata-katanya, bagaimanapun juga diapun marupakan seorang jagoan yang punya nama di dalam kalangan persilatan, bagaimana mungkin dia orang suka bicara bolak-balik sehingga mencemarkan nama baik Bu-tong-pay!
Di dalam hati dia masih mendendam terhadap diri Ciu Tong, terdengar dia tertawa dan ejeknya ke arah si iblis tua dari lautan Timur.
“Hey tua bangka, apakah kau orang ada maksud untuk menjajal terlebih dulu bagaimana lihaynya barisan ‘Thay Khek Jie Ih Tin’ dari Bu-tong-pay ini?”
“Haaaaa.... haaa.... suatu barisan yang demikian kecilnya masih juga ingin menyusahkan diriku, bukankah hal ini terlalu tidak memandang atas kekuatannya sendiri?”
Selesai berkata sambil dongakkan kepalanya dan busungkan dada dia berjalan ke depan. Pada waktu itulah Hauw Thian Kiem Wang Phoa Thian-cu sudah tertawa terbahak-bahak kepada Sang Su-im ujarnya: “Apa gunanya anggota Tiang-gong-pang mengepung di tempat luaran? haa.... ha.... kini situasi ditengah kalangan sudah berubah, menurut penglihatanku keadaan kalian sudah berada di bawah angin, buat apa membicarakan lagi soal menyerah haa haa.”
Selesai berkata dia mendengus dingin, tangan kanannya diulapkan.
Dari empat penjura hutan itu dengan cepat tertebarlah berpuluh-puluh jaringan merah mengepung mereka semua ditengah kalangan.
Dengan pandangan yang dingin Sang Su-im menyapu ke sekeliling tempat itu, mendadak sinar matanya berkelabat. bukankah samar-samar keadaan mereka pada saat ini rada mirip dengan keadaan sewaktu terkurung di dalam lembah Chiet Han Kok?
Dalam hati dia mulai mengadakan perhitungan, walaupun untuk memperoleh kemenangan total tidak mungkin tetapi tidak bakal sampai menderita kekalahan. saat ini hatinya lagi berpikir bagaimanakah caranya untuk memperoleh kemenangan total?.
Kekuatan dari Bu-tong-pay benar-benar luar biasa sekali, barisan ‘Thay Kek Jie In Tin’ ini sebetulnya adalah barisan besar pelindung gunung yang selamanya hanya diatur di atas gunung Bu-tong san saja kini ternyata mereka sudah pindahkan barisan itu kemari jelas sekali barisan ini tidak mudah dipatahkan.
Ciu Tong yang hendak menerjang hancur barisan ini dengan seorang diri sudah tentu tidak mungkin terlaksana.
Nama besar Ciu Tong sudah lama menggetarkan seluruh Bu-lim, walaupun pada saat ini tubuhnya baru saja satu bulan sambuh dari lukanya tetapi bagaimanapun juga dia adalah saorang ketua partai, sudah tentu hatinya tidak akan bisa dibuat jeri oleh sikap dari musuhnya. Sambil mencekal tongkatnya erat-erat pada tangan kanan dengan langkah lebar dia berjalan masuk ke dalam barisan.
Begitu tubuhnya menginjak masuk ke dalam barisan, barisan ‘Thay Khek Jie In Tin’ itupun mulai bergerak, tujuh bilah pedang bar-sama-sama melancarkan serangan dari empat penjuru, menyerang ke arah diri Ciu Tong.
Ciu Tong mendengus dingin, tubuhnya merendah tongkat yang ditangannya balas melancarkan serangan, ilmu sakti dari lautan Timur dapat membuat pergelangannya berputar tanpa menemui kesulitan apapun pada saat tubuhnya merendah kebawah itulah dia orang sudah berhasil menghindarkan diri dari serangan tujuh bilah pedang panjang itu.
Bagi Sang Su-im sekalian yang sudah mengerti seberapa lihaynya ilmu silat yang dimiiiki Ciu Tong pada saat ini merasa tidak seberapa terkejut, sebaliknya Kong Yen Bei benar-benar merasa amat terperanjat, dengan kepandaian silat yang dimilikinya jelas nama besar yang dimilikinya selama ini bukan kosong belaka, dia orang bisa menduduki sebagai “Iblis” dari nama empat manusia aneh jelas ilmunya benar-benar berisi.
Diam-diam dalam hati sute dari Yuan Si Tootiang ini merasakan, bilamana dirinya hendak berhasil menandingi Ciu Tong setidak2nya harus berlatih lagi selama setahun dengan rajin.
Dangan gerakan dari Ciu Tong untuk menyambut datangnya serangan ini maka segera memaksa barisan Thay Khak Jie Ih Tin mulai berputar dengan sesungguhnya, semakin berputar semakin cepat dan terus semakin santer.
Ciu Tong sendiripun melancarkan toyanya bagaikan samberan angin cepatnya, jurus-jurus yang digunakan olehnya jauh lebih aneh dan berbeda dari jurus-jurus serangan yang sering terlihat dalam Bu-lim, apalagi perputaran pergelangan tangannya semakin membuat anak murid dari Bu-tong-pay ini kabingungan. Sekalipun bagitu barisan ‘Thay Khek Jie Ie Tin’ ini adalah barisan pelindung gunung, walaupun pedang yang mengepung diri iblis dari lautan Timur ini berhasil dipukul pental oleh tongkat besinya tetapi dikarenakan mereka sangat hapal dengan perubaban dari barisan itu ditambah pula cara kerja sama saling mengisi yang begitu rapat membuat kedudukkannya tetap sangat kuat.
Hanya di dalam sekejap saja sepuluh jurus sudah berlalu dengan amat cepatnya, penjagaan dari bariaan ‘They Khek Jie Ih Tin’ masih tetap rapat dan kuat. untuk beberapa saat lamanya Ciu Tong tak berhasil menerobos keluar dari kepungan barisan tersebut bahkan untuk menggerakkan badanpun susah.
Pada saat yang amat kritis itulah mendadak dari luar hutan berkumandang datang suara pujian pada Buddha yang saling susul menyusul suara tersebut semakin lama semakin nyaring dan terakhir berpadu merupakan pujian pada Buddha yang membetot hati.
“Aaaach.... Thian Liong telah membawa barisan besar Pek Pah Loo Han Toa datang kemari!” tariak Thian Siang Thaysu rada tertegun.
Yuan Si Tooting maupun Phoa Thian-cu yang mendengar perkataan itu segera merasakan hatinya terperanjat, bilamana bantuan besar yang terdiri dari delapan ratus orang ini benar- benar diatur sekalipun kepandaian silat mereka jauh lebih lihaypun jangan harap bisa meloloskan dirinya, mereka sama sekali tidak menyangka kalaa Thian Siang Thaysu bisa memindahkan pula barisan tersebut datang kemari.
Tetapi yang jelas hweesio itu bisa berbuat demikian justru karena terlalu mendendam terhadap mereka hingga tanpa sayang lagi sudah kerahkan seluruh kekuatan dari Siauw-lim- pay. Anak murid dari lembah “Chiet Han Kok” mana bisa menahan serangan laksana air bah itu, hanya di dalam sekejap saja jaring merah mereka pada hancur berantakan, ada berpuluh-puluh orang hweasio yang berhasil menerjang masuk ke dalam kalangan, bahkan terlihatlah delapan orang hweesio bar-sama-sama datang menghampiri diri Thian Siang Thaysu.
Yuan Si Tootiang yang melihat situasi sangat tidak menguntungkan bagi dirinya dalam hati merasa amat berdesir, dia tahu bilamana dirinya tidak melarikan diri dengan menggunakan kesempatan ini, bilamana barisan besar Pek Peh Loo Han Toa Tin itu sampai terbentuk maka jangan harap dirinya bisa meloloskan diri kembali.
“Cepat atur Chiet Ci Liam Sim!” bentaknya kemudian dengan keras.
Barisan ‘Thay Khek Jie Ih Tin’ dengan cepat berubah, Ciu Tong terdorong keluar dari dalam barisan sedang Toosu itupun dengan membentuk jadi tujuh orang tujuh barisan yang saling bersambung sambungan membentuk seekor naga.
Melihat kejadian itu dengan gusarnya Thian Siang Thaysu membentak keras, “Yuan Si! kau ingin pergi kemana lagi?”
Tubuhnya dengan cepat meloncat ke depan, bersama-sama dengan Sin Hong Soat-nie mereka pada menubruk ke arah Yuan Si Tootiang serta Phoa Thian-cu.
Melihat situais kembali berubah Sang Su-im dengan cepat kebaskan lengan kanannya ke atas. sebuah panah berapi meluncur ke atas udara dan meletus sebanyak tiga kali. inilah tanda dari penyerbuan besar2an oleh orang-orang perkumpulan Tiang-gong-pang
Yuan Si Tootiang maupun Phoa Thian-cu buru-buru putar badannya mengundurkan diri ke belakang, sedang barisan “Chhet Ci Liam Sim” bagaikan kilat berputar menghadang perjalanan pergi dari Thian Siang Thaysu serta Sin Hong Soat- nie!
Dengan gusarnya Ciu Tong meraung keras, tongkatnya berturut-turut melancarkan puluhan serangan gencar, angin serangan menajam laksana mengamuknya ombak ditengah samudra,
Pada saat yang bersamaan pula Thian Siang thsysu yang melihat Yuan Si Tootiang hendak melarikan diri dengan gusarnya membentak keras, sapasang telapak tangannya bersama-sama didoroog sejajar dengan dada.
Serentetan suara ledakan yang amat keras bergema memenuhi angkasa, dengan menggunakan tenaga sepuluh bagian dari ilmu khie-kang “Sian Thian Cin Khai” nya dia menghantam ke arah depan.
Pada saat itulah Sin Hong Soat-nie membentak keras, diapun melancarkan satu serangan dahsyat ke depan.
Meraka bertiga merupakan jago-jago kelas wahid. dari kalangan dunia persilatan, saat ini mereka harus bersama- sama melancarkan serangan menghantam barisan “Chiet Ct Liam Sim itu.” sekalipun mereka berjumlah tujuh, kali tujuh empat puluh sembilan orang tetapi bagaimanapun tak tahan juga tarhadap tenaga serangan yang begitu dahsyatnya.
Seketika itu juga barisan “Chiet Ci Liam Sim” kena dipukul bujar dan kacau berantakan.
Si “Sin Kiam Tui Hong” Kong Yen Bei mana pernah melihat situasi pertempuran yang demikian mengejutkan, saking tarperanjatnya dia berdiri mematung disana, untuk baberapa saat lamanya tak sepatah katapun bisa dtucapkan keluar.
Baru saja mereka bertiga berhatil memukul pecah barisan Chiet Ci Liam Sin Tin itu mendadak terdengar Phoa Thian-cu bersuit nyaring, dari empat penjuru hutan lebat itu bermunculanlah orang-orang berkeruduog yang bersama- sama manghalangi perjalaaan mereka,
Pada saat yang bersamaan pula orang yang ada di dalam kereta berdarah itu melancarkan serangannya dengan menggunakan cambuk panjang tersebut, laksana seekor naga berbisa dengan gesitnya menghantam tubuh Cha Can Hong, itu si dewa telapak dari gurun pasir.
Cha Can Hong jadi amat terkejut, dengan murkanya dia membentek. di dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia melepaskan tali les pada kereta itu dan melayang ke atas, telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya melpncarkan delapan buah serangan menghadang datangnya serangan cambuk iiu.
Sang Su-im sehabis melepaskan anak panah berapinya ada maksud untuk membantu Thian Siang Thaysu menghadang jalan pergi dari Yuan Si Tootiang, tetapi melihat kereta berdarah itu bermaksud untuk melarikan diri ia jadi amat terperanjat, dalam hati ia mengerti kalau Cha Can Hong tidak mungkin bisa menahan kereta berdarah itu seorang diri.
“Kau hendak lari kemana bentaknya dengan keras.
Bersamaan dengan suara bentakannya itu sang tubuh melayang kaatas dan melancarkan tujuh buah totokan mematikan. Inilah jurus yang terlihay dari ilmu Han Yang Ci yang disebut sabagai “Huan Sia Chiet Cie.”
Tenaga serangan berkelebat ditengah angkasa sehingga menimbulkan suara desiran tajam, dengan hebatnya angin serangan itu menghantam ruangan kereta berdarah.
Orang yang ada di dalam kereta berdarah itu dengan cepat mengebaskan cambuknya ditengah udara sehingga membentuk bunga-bunga cambuk yang banyak.
Keempat ekor kuda itu segera meringkik panjang, ditengah menyambarnya sang cambuk ditengah udara untuk membujarkan serangan jari dari Sang Su-im, kereta berdarah tersebut dengan cepatnya menerjang ke depan.
Melihat serangannya berhasil digagalkan oleh pihak musuh dengan demikian mudahnya Sang Su-im merasa sangat terkejut bercampur murka, dia mendengus dingin, lima jari tangan kanannya berturut-turut menyentil kembali ke depan.
Empat puluh sembilan serangan jari bersama-sama menyambar ke depan, seketika itu juga seluruh ruangan sudah dipenuhi suara desiran yang memekikkan telinga.
Orang yang berada dalam kereta bardarah itu begitu melihat datangnya serangan yang demikian gencar buru-buru mengebaskan cambuknya ditengah udara, tetapi menggunakan kesempatan itulah Cha Can Hong kembali melanijarkan delapan belas buah serangan menghantam ke arah depan.
Angin pukulan lastana senjata tajam dengan tanpa ampun lagi menggencet tubuh keempat ekor kuda itu.
Cambuk panjang rada merandek sejenak ditengah udara. “Plaak!” pada mulanya ia menghantam bujar pukulan dari
Cha Can Hong, akhirnya baru menyapu ke arah Sang Su-im menggagalkan sentilan jari dari Han Yang Ci ini.
Dengan amat cepatnya cambuk dan serangan jari bentrok menjadi satu ditengah udara, diantara suara desiran yang amat tajam sebagian besar dari cambuk itu mulai rontok dan tersebar memenuhi angkasa.
Sisa kekuatan dari tenaga sentilan itu pun dengac dahsyatnya melanjutkan daya luncurnya menghantam kereta bardarah itu.
Sang Su-im kontan merasa hatinya amat kaget, dimana kekuatan jarinya bertemu dengan orang itu segeralah terasa tubuh orang itu keras laksana batu emas, walau pun jari2nya berhasil mengenai dirinya tetap tak berhasil mengapa-apakan orang itu.
Ditengah suara ringkikan keempat ekor kuda berwarna merah darah itu dengan menarik kereta berdarah menerjaog ke arah depan.
Pada waktu ini paras muka Sang Su-im sudah berubah pucat pasi bagaikan mayat, tubuhnya dengan cepat berkelebat ke samping untuk memberi jalan buat kereta itu lewat,
Cha Can Hong yang melihat seluruh kekuatannya berhasil dipunahkan oleh orang itu saat inipun tidak berani turun tangan menghadang, tubuhnya dengan cepat pula meloncat pula kesamping.
Koan Ing yang melihat kejadian ini dengan cepat menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, dia tahu dirinya harus segera turun tangan untuk menghalangi jalan pergi dari kereta itu. menanti hweesio-hweesio dari Siauw-lim-pay berhasil membentuk kedelapan ratus Loo Han Toa Tinnya maka pada saat itu tidak usah kuatir lagi bilamana kereta bardarah itu berhasil meloloskan diri.
Siapakah orang yang ada dalam kereta berdarah itu ia harus mengetahuinya walau pun dengan cara apapun. Tubuhnya secara tiba-tiba berkelebat menubruk ke arah kereta berdarah itu.
Sang Siauw-tan yang melihat kejadian ini jadi amat terperanjat tapi gerakan dari Koan Ing dilakukan secara mendadak dan begitu cepat, menanti dia merasa untuk menghalangpun tidak sempat lagi.
Dengan cepatnya Koan Ing menubruk ke arah kereta berdarah itu, dari dalam kereta segera berkumandang suara dengusan yang amat berat, tiga gulung hawa pukulan yang amat dahsyat dengan cepat meluncur keluar mengancam tiga buah jalan darah penting ditubuh pemuda itu. Buru-buru Koan Ing menutulkann badannya ke belakang, pedang kiem-hong-kiamnya dengan cepat dilintangkan di depan dada menangkis datangnya kedua gulung angin serangan itu.
Dengan cepat angin serangan bentrok jadi satu dengan pedang kiem-hong-kiam sehingga menimbulkan suara dengungan yang amat keras, seketika itu juga pedang kiem- hong-kiamnya kena dipentalkan sehingga memancarkan cahaya hijau keamas-emasan yang menyilaukan mata.
Bersamaan itu pula Koan Ing merasakan seluruh tubuhnya kaku, hatinya jadi rada berdesir, dia sama sekali tidak menyangka kalau kedahsyatan dari ilmu jari ‘Cha Liong Cie’ bisa demikian luar biasanya.
Baru saja tubuhnya terasa amat kaku, potongan cambuk kembali menyambar datang, membuat tubuhnya semakin sakit lagi hingga menusuk ke dalam tulang sumsum. Otaknya jadi pusing dan tanpa ampun tubuhnya terseret ke dalam kereta dalam keadaan setengah sadar.
Setelah itu pemuda itu merasakan tubuhnya kena digulung masuk ke dalam kereta berdarah, ia merasa dari samping telinganya terdeagar suara bentakan yang amat santar dari luar kereta diikuti suara jeritan keras dari Sang Siauw-tan.
Suara itu semakin lama semakin lemah dan akhairnya lenyap dari pendengaran, Koan Ing hanya mendengar suara ringkikan kuda serta berputarnya roda kereta yang amat membisingkan telinga.
Hal ini semua membuat hatinya terasa amat berdesir.
Sekali lagi kereta berdarah berhasil meloloskan diri dari kepungan, inilah ingatan pertama yang berkelebat dalam benaknya. Suara jeritan dari Sang Siauw-tan kambali bergama ditelinganya. dia merasa suatu kengerian yang mencekam seluruh tubuh.
Di dalam keadaan setangah sadar setengah tidak Koan Ing hanya merasakan kereta berdarah itu berlari dengan amat cepatnya menuju ke arah depan.
Mendadak suatu ingatan yang amat aneh berkelebat di dalam benaknya, bagaimana mungkin dia bisa jatuh tidak sadarkan diri tanpa sebab? Bilamana orang berada dalam kereta berdarah ini tiba-tiba turun tangan membunuh dirinya. bukankah dia akan mati tanpa mengetahui siapa yang sudah melakukan pembunuhan tersebut?
Ooo)*(ooO
Bab 45
BERPIKIR sampai disini kesadarannyapun rada pulih kembali. Pada saat itulah terdengar suara deburan air yang amat ramai sekali disertai percikan air yang memancar keempat penjuru, agaknya kereta berdarah itu sudah menyebrangi sungai Tiang Kang.
Pemuda ini pernah mempelajari ilmu ‘Ih Cing Hoat’ aliran Siauw-lim-sie serta ‘Boa Lan Sinkang’ dari partai Hiat-ho-pay. bilamana bukannya ia sudah kena digetarkan terlebih dulu oleh ilmu jari ‘Cha Liong Ci’ tidak mungkin tubuhnya bisa kena dicambuk oleh orang yang ada di dalam kereta berdarah itu dengan demikian mudah.
Dengan perlahan Koan Ing membuka matanya, tiba-tiba keempat anggota badannya menarik ke belakang lalu mancelat ke arah luar kereta tersebut dengan gerakan yang amat gesit.
Begitu kaki kirinya berhasil menginjak dipinggiran kereta matanyapun dengan tajam menyapu ke dalam ruangan kereta. Seketika itu juga dia merasakan hawa berdesir memancar naik dari dasar lubuk hatinya, ia merasa tubuhnya seperti tertanam dalam salju yang tebal.
“Oooouw kiranya kau orang!” serunya tak terasa lagi.
Ternyata orang itu bukan lain adalah Tong Phoa Pek yang pernah menurunkan pelajaran ilmu silat kepadanya sewaktu masih berada di daerah Tibet, sama sekali tidak disangka orang yang tempo hari pernah mendapat julukan sebagai manusia yang terbaik kini sudah manjadi majikan dari kereta berdarah.
Suatu bayangan yang samar-samar telah berkelebat di dalam benak pemuda tersebut, sewaktu tadi Tong Phoa Pek melancarkan serangan dengan menggunakan jurus “Hwa Kong Ci Si” atau mementang busur membidik sasaran dari aliran Hiat-ho-pay dia merasa kepandaian orang itu demikian tingginya bahkan jauh melebihi kepandaian silat dari siapapun.
Dangan sifat serta tindak-tanduk dari Tong Phoa Pek ternyata bisa berbuat begitu, hal ini merupakan suatu peristiwa yang tidak mungkin! tapi bukti ada di depan mata hal ini memaksa dirinya mau tak mau harus mempercayainya juga.
Percikan air sungai memancar ke atas membasahi empat penjaru, keampat ekor kuda berwarna merah darah itu sambil menarik keretanya melanjutkan perjalanannya dengan amat cepat.
Dengan perlahan Tong Phoa Pek menoleh sekejap ke arah Koan Ing lalu sambil tertawa dingin ujarnya, “Sungguh tidak kusangka sama sekali kaupun mamahami ilmu Ie Cing Hoat dari aliran Siauw-lim-pay, perpisahan kita selama beberapa bulan ini boleh dikata membuat kepandaian silatmu memperoleh kemajuan yang amat pesat, hal ini benar-benar jauh berada diluar dugaanku!” “Ehmm.... akupun tidak pernah menyangka kalau orang yang barada di dalam kereta berdarah ini ternyata adalah Tong Phoa loocimpwee!” seru Koan Ing pula sambil kerutkan keningnya.
Mendengar perkataan itu Tong Phoa Pek tertawa tawar. “Setelah aku mendapatkan pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie
saat itulah hatimu baru mengakui jikalau ilmu silat aliran Hiat Hoo Bun benar-benar merupakan suatu rangkaian ilmu silat yang luar biasa, setelah aku memperoleh pedang pusaka ‘Hiat- ho Sin-pie’ sudah seharusnya kereta berdarah ini aku miliki!”
“Heeeei.... walaupun kepandaian silat yang termuat di dalam kereta berdarah ini amat aneh tetapi bisa mendatangkan bencana bagi setiap orang, boanpwee sudah menerima perintah dari si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong, Jin loocianpwee untuk memusnahkannya!”
“Haaaaa.... haaa.... kepandaian silat yang ada di dalam kereta berdarah?” teriak Tong Phoa Pek sambil tertawa terbahak-bahak. “Di dalam kereta berdarah mana mungkin ada ilmu silat? Aku lihat matamu sudah kabur dan kebingungan. bilamana di dalam kereta berdarah sungguh- sungguh termuat ilmu silat, akupun tidak bakal ada di tempat ini”
Mendengar perkataan itu Koan Ing jadi melengak dibuatnya.
“Apakah di dalam kereta berdarah ini benar-benar tidak termuat ilmu silat?” tanyanya.
“Haaa.... haaa. kuberitahu kepadamu pun tidak mengapa.
di dalam kereta berdarah ini cuma termuat dua baris kata saja jaitu, “Ingin memperoleh kepandaian yang mengejutkan. di dalam air ditengah batu selat Sam Shia”! tetapi tulisan bukan Jien Wong yang tulis mungkin dia mengharapkan kau suka memusnahknn kedua baris kata-kata itu!” Koan Ing segera mengerutkan keningnya dalam hati diam- diam berpikir, “Kenapa Jien Wong menyuruh aku memusnahkan kadua baris kata-kata itu? Dia berkata di dalam kereta ada tertera ilmu silat, kenapa sekarang tidak kelihatan?”
Tidak aneh kalau Tong Phoa Pek berjalan monda-mandir di daerah sekitar selat Sam Shia ini, kiranya diapun sedang mencari ilmu silat peninggalan dari partai Hiat-ho-pay.
“Hmm! Saat ini yang mengetahui siapakah yang menjadi majikan kereta berdarah cuma kau seorang diri, sebelum aku barhasil memperoleh kepandaian silat aliran Hiat-ho-pay aku tidak ingin ada orang yang ikut mengetahui rabasia ini,” kata Tong Phoa Pek dengan wajah membesi dan nada yang amat dingin.
Koan Ing yang mendengar nada ucapan dari Tong Phoa Pek mengandung maksnd untuk membinasakan dirinya dalam hati terasa rada berdesir, hampir-hampir dia tidak berani mempercayai atas kejadian yang berlangsung di depan matanya ini.
Sinar matanya dengan cepat berkelebat, dia menarik napas panjang-panjang dan mencekal pedang kiem-hong-kiamnya erat-erat.
Kelihayan dari ilmu silat yang dimiiiki Tong Phoa Pek bukanlah tandingannya, dia harus berusaha keras untuk mempertahankan nyawanya. dia harus melarikan diri dari situ dan memberitahukan peristwa ini kepada Sang Su-im sekalian. agar seluruh orang gagah dari Bu-lim pada mengetahui siapakah orang yang berada di dalam kereta berdarah itu.
Berpikir sampai disitu tanpa banyak membuang waktu lagi dia menjejak kakinya dan melayang keluar dari kereta,
Agaknya Tong Phoa Pek sudah menduga akan gerakan dari Koan Ing ini, dia tertawa terbahak-bahak cambuk yang ada ditangan kanannya dengan cepat disambar ke depan. Walaupun cambuk panjang itu sudah terputus hampir separuh bagian tetapi panjangnya masih ada dua, tiga kaki, potongan cambuk itu dengan cepat membentuk gerakan setengah lingkaran ditengah udara dan menyapu tubuh bagian depan dari Koan Ing.
Pemuda itu jadi amat terperanjat walaupun tenaga tekanan dari serangan ini tidak sebegitu besar tetapi arahnya dengan tepat menutup jalan mundurnya, hal ini berbahaya bagi keselamatan pemuda itu.
Pedang kiem-hong-kiamnya dengan cepat disentil ke depan, serentetan cahaya keemas-emasan dengan cepat meluncur ke depan membabat gagang cambuk itu.
Melihat datangnya setangan itu Tong Phoa Pek segera mendengus dingin. “Hmm! kau masih ingin melarikan diri kemana?”
Ditengah suara bentakannya yang amat keras cambuk panjang ditangan kanannya melayang setengah lingkaran ditengah udara lalu melibat pergelangan tangan sang pemuda bersamaan itu pula tangan kirinya melancarkan tiga buah sentilan jari yang mengancam punggung Koan Ing dengan ilmu ‘Cha Liong Cie’ nya yang lihay itu.
Di dalam keadaan cemas bercampur gusar Koan Ing bersuit panjang, tubuhnya bersalto bebarapa kali ditengah udara, pedang kiem-hong-kiamnya mendadak meluncur lepas dari taagannya menyambar keningnya Tong Phoa pek.
Serangannya yang terakhir ini telah menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, walaupun dia tahu pedang kiem-hong-kiam itu adalah barang peninggalan dari supeknya, ‘Thian-yu Khei Kiam’ sesaat menjelang kematiannya. bahkan merupakan tanda kepercayaan sebagai ciangbunjin Thian-yu- pay, tapi dalam keadaan seperti ini mau tidak mau dia harus menggunakan pedang itu juga untuk menyerang lawannya. Walaupun Tong Phoa Pek sendiri memiliki kepandaian silat yang benar-benar mengejutkan tetapi bagaimanapun juga tenaga dalam dari Koan Ing sudah hampir manandingi tenaga dalam dari tiga manusia genah empat manusia aneh, dia tidak berani memandangnya terlalu anteng.
Ketika melihat pedang Kiem-hong-kiam dari pemuda itu dengan disertai tenaga yang luar biasa besarnya meluncur ke arahnya dengan cepat Tang Phoa Pek menarik tangan kirinya ke belakang.
ditengah suara dengusannya yang amat dingin satu pukulan dahsyat dengan cepat menghantam ke arah pedang itu sehingga menceng ke samping dan menancap di atas dinding kereta berdarah itu.
Pada saat yang bersamaan pula cambuk panjang ditangan kanannya menggetar dan melibat pergelangan tangan pemuda itu dengan amat kencang.
Koan Ing yang pergelangan tangannya kena dilibat oleh cambuk lawan segera merasakan hatinya bergidik, tadi ia membuang pedangnya justru bermaksud untuk melarikan diri, siapa sangka kepandaian silat dari Tong Phoa Pek luar biasa lihaynya sehingga maksud yang dikandung bisa digagalkan.
Kembali dia bersuit nyaring, ditengah berkelebatnya bayangan hitam tahu-tahu pergelangan tangan kanannya yang tercengkeram sudah berhasil terlepas.
Kiranya dia sudah menggunakan ilmu ‘Ie Cing Hoat’ serta ‘Boe Lao Sinkang’ yang amat dahsyat itu.
“Kau ingin melarikan diri kemana?” bentak Tong Phoa Pek dengan gusarnya.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki Koan Ing dapat begitu dahsyat, bahkan hanya dalam sekejap saja berhasil meloloskan diri dari libatan cambuk panjangnya. Ditengah suara bentakan yang amat keras tubuhnya meluncur ke depan, cambuknya menggetar dan bagaikan kilat cepatnya menghajar jalan darah “Pek Sim Hiat” pada punggung Koan Ing.
Belum sempat pemuda itu menoleh ke belakang tahu-tahu jalan darahnya sudah kena ditotok, ia segera merasakan badannya jadi kaku dan tanpa ampun jatuh ke dalam sungai. Suatu perasaan yang amat dingin dengan cepat meliputi tubuhnya.
Saat itulah terdengar Tong Phoa Pek sudah bereteru sambil tertawa dingin, “Hee.... hee jangan salahkan aku terpaksa turun tangan kejam, itulah penyakit yang kau cari sendiri!”
Koan Ing yang jatuh ke dalam sungai segera merasakan harapannya putus, saat ini arus sungai amat deras ditambah lagi jalan darahnya masih tertotok. bilamana bermaksud untuk berenang ketepian hal ini tidak mungkin bisa terlaksana
Apalagi jalan darah yang tertotok adalah jalan darah “Hong Hu Hian” pada punggungnya, harapannya semakin menipis lagi.
Suara menggulungnya arus yang memekikkan telinga bergema tiada hentinya, pemuda itu hanya merasakan tubuhnya tergetar amat keras dan rasa sakit yang luar biasa mencekam seluruh tubuhnya. tak kuasa lagi ia jatuh tidak sadarkan diri.
Entah lewat beberapa saat lamanya dengan perlahan dia baru sadar kembali dari pingsannya. yang terdengar saat itu hanyalah suara deburan air sungai yang menghantam batu cadas.
Walaupun begitu pemuda itu bisa menebak di tempat manakah ia berada, tadi tubuhnya berasa amat sakit disebabkan kar na tubuhnya yang terjatuh ke dalam air dengan tepat menghantam sela2 batu karang yang ada dikedua belah sampingnya. Masih untung sejak tadi ia sudah menutup pernapasannya, kalau tidak mungkin dirinya tidak bakal bisa hidup sampai saat ini.
Hatinya mulai berpikir....
“Bilamana tidak ada orang yang monolong apakah aku harus menantikan kematian disini?. ”
Jangan dikata di tempat itu jarang dilalui orang, sekalipun ada orang yang liwat belum tentu bisa menemukan dirinya yang terhimpit diantara dua buah karang.
Pikirannya diperas habis-habisan untuk mencari akal....
beberapa aaat kemudian mendadak suatu ingatan berkelebat dalam benaknya.
Bukankah diantara ilmu silat aliran Hiat-ho-pay ada semacam ilmu aneh yang disebut ‘Leng Coa Tong Cha’ ilmu kepandaian semacam ini dapat digunakan untuk mengubah tempat kedudukan jalan darah yang ada di dalam tubuh sehingga tidak sampai tertotok.
Apakah ilmu itu bisa juga digunakan untuk membebaskan diri dari totokan jalan darah? walaupun pemuda itu tidak tahu bagaimana hasilnya tetapi mau tak mau terpaksa dia harus mencobanya juga.
Berpikir akan hal itu dengan perlahan Koan Ing memejamkan matanya, ia mulai pusatkan seluruh pikirannya untuk berlatih ilmu sakti ‘Leng Coa Tong Cha’ ini.
Dengan mengikuti rahasia dari ilmu itu pemuda itu mulai berlatih, mendadak dia merasakan seluruh tubuhnya seperti terjatuh ke dalam gudang es yang amat dingin sekali seluruh tubuhnya menyusut kecil sedang jalan darah “Hu Sim Hiat” yang tertotok pun terasa amat sakit sekali, saking tak tahannya kembali dia jatuh tidak sadarkan diri.
Segulung air sungai menghantam wajahnya membuat ia sadar kembali dari pingsannya dengan sekuat tenaga tangannya digerakkan untuk munculkan dirinya kembali ke atas permukaan air.
Jalan darah “Hu Sim Hiat” yang tertotok pada saat ini sudah terbebas, tetapi keadaannya jauh lebih pajah lagi, hanya dikarenakan gerakan tangan yang amat perlahan itu segera membuat seluruh tubuhnya tarasa sakit dan linu tak bertenaga. Dia tidak menyarngka kalau kepandaian sakti ‘Leng Coa Tong Cha’ walaupun berhasil membebaskan dirinya dari totokan tetapi seluruh tenaganya jadi musnah.
Sekali lagi Koan Ing mengangkat tangan kanannya ke atas, tetapi pada saat yang bersamaan kembali segulung ombak menghantam tubuhnya memmbuat dirinya jatuh terjungkir ke dalam air, pandangannya jadi gelap dan kepalanya terasa amat pening.
Menanti ia dongakkan kepalanya kembali saat itulah tubuhnya sudah dihantamam oleh sang ombak menuju kesebuah batu karang yang amat besar sekali.
Melihat kejadian itu Koan Ing jadi terperanjat, bilamana tadi dia tak bergerak keadaan masih tidak mengapa, tidak disangka setelah jalan darahnya terbebas, kematianpun menjelang semakin cepat.
“Heei.... matipun tidak mengapalah” pikirnya kemudian dihati. “Daripada bergerakpun tak dapat jauh lebih baik mati dengan cepat!!”
Dengan cepatnya sang tubuh menghantam batu karang itu sehingga terseret kesamping.... mendadak pemuda itu menjerit kaget!! kiranya pada saat itu ia sudah terlibat ke dalam sebuah pusaran air yang amat gelap dan besar sekali....
,
Dengan mengikuti pusaran air tersebut tubuhnya dengan cepat berputar keras, diantara putaran itulah tampak cahaya berwarna keperak2an tiada henli2nya memancar keluar.... Koan Ing benar-benar merasa amat terperanjat, dia tahu harapannya untuk hidup semakin menipis lagi.
Tubuh Koan Ing dengan cepat terhisap masuk ke dalam air, semakin dalam pusaran itu semakin mengecil dan tubuh pemuda itupun berputar semakin perlahan....
Mendadak....
“Sreet....!” tahu-tahu tubuhnya sudah terlempar keluar dari pengaruh pusaran itu dan terjatuh ke atas sebuah batu besar yang amat halus.
Beberapa saat lamanya Koan Ing dibuat melongo dengan kejadian di tempat itu. akhirnya dengan perlahan dia bangun berdiri.
Kiranya pusat pusaran air tersebut terletak di bawah batu cadas yang amat besar luarnya kurang lebih ada lima kaki. separuh bagian dari batu itu terendam air.... jika ditinjau tingginya batu tersebut benar-benar luar biasa sekali.
Lama sekali Koan Ing memperhattkan ke adaan di sekeliling tempat itu, Akhirnya dia menemukan sebuah gua yang amat gelap di bawah batu karang yang amat besar itu, tinggi mulut gua itu ada kurang lebih dua kaki.
Diam-diam pemuda itu salurkan hawa murninya ke seluruh tubuh kemudian dengan perlahan berjalan memasuki sang gua.
Dengan cepatnya dia berhasil menerobos masuk ke dalam gua itu, keadaan disana amat gelap sedang permukaan tanahpun semakin lama semakin meninggi dan akhirnya keluarlah pemuda itu dari permukaan air.
Semakin ke atas gua itu semakir luas, tiba-tiba Koan Ing menemukan dua belas sosok kerangka manusia duduk bersila di dalam gua itu. di atas dinding terteralah bebarapa huruf yang besar sekali. “Dua belas orang ciangbunjien Hiat-ho-pay dari dua belas angkatan ada disini, siapa saja yang masuk ke dalam gua ini harap menghunjuk hormat lebih dulu.”
Melihat beberapa patah kata itu Koan Ing jadi melengak dibuatnya. beberapa patah kata itu ditulis dengan begitu angker dan gagahnya, hal ini membuat dia orang merasa hatinya berdesir.
Tak kuasa lagi tubuhnya sudah menjatuh diri ke atas tanah dan menjalankan penghormatan terhadap kedua belas sosok kerangka manusia itu.
Setelah itu dengan langkah yang amat perlahan dia berjalan maju ke depan untuk memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu.
Tampaklah pada dinding gua itu tergantung sebuah busur yang terbuat dari perak dengan sebuah tempat anak panah yang terbuat dari perak juga.
Disebelah kirinya tergantung sebuah cambuk panjang berwarna ke perak2an cambuk itu membentuk sebuah lingkaran dengan panjang kurang lebih delapan kaki.
Sedang disebelah kanan tergantuag sebuah sabuk pedang yang dibuat dari perak setiiap bilah pedang pendek itu panjangnya ada dua coen, keadaannya henar2 menyilaukan mata.
Melihat benda-benda tersebut Koan Ing merasakan hatinya amat terperanjat dia berjalan semakin mendekat lagi....
Terbaca kembali olehnya di atas dinding tertera beberapa patah tulisan yang amat kecil.
“Barang siapa yang memperoleh ketiga buah barang putaka dari Hiat-ho-pay ini dipersilahkan meguburkan terlebih dulu ke dua belas kerangka dari dua belas orang ciangbunjien!”
Sehabis membaca tulisan itu tiba-tiba Koan Ing teringat akan sesuatu.... “Bukankab tempat ini adalah tempat yang dikatakan oleh Tong Phoa Phek sebagai di atas batu cadas di dalam air diselat Sam Shia?” pikirca diam-diam.
Di atas batu di bawah air!” sedikitpun tidak salah, tempat ini memang ada di atas batu di bawah air. tetapi ada siapa yang bisa menemukan tempat ini?
Tong Phoa Phek sudah membuang waktu yang amat lama sekali untuk mencari tempat ini tetapi hasilnya nihil, tidak disangka karena bencana dirinya malah kejatuhan rejeki....
Dengan tanpa membuang waktu lagi Koan Ing segera menjatuhkan dirinya berlutut dan memberi hormat lagi kepada kedua belas kerangka manusia itu kemudian baru dia menggali liang dan memasukkan kerangka2 manusia itu untuk dikubur.
Menanti tiba gilirannya pada kerangka yang terakhir pemuda itu jadi rada tertegun dibuatnya, kiranya kerangka manusia itu berlapislah suatu sinar merah yang amat tawar, jika ditinjau sepintas lalu lapisan merah itu mirip sekali dengan sebuah tenaga tersembunyi.
Koan Ing benarZ tertegun dibuatnya, tetapi teringat kalau kerangka itu bagaimanapun juga harus dikuburkan tanpa buang waktu lagi dia pun membopong kerangka tersebut.
Tetapi.... baru saja sepasang tangannya menempel pada kerangka manusia itu mendadak terasalah suatu tenaga hisapan yang amat kuat meluncur keluar dari kerangka manusia itu dan menghisap kencang-kencang sepasang tangannya.
Pemuda itu benar-benar merasa amat terperanjat, tubuhnya terasa jadi kaku sedang untuk lepas tanganpun tak berhasil....
“Apakah aku terkena racun? Sungguh tidak berharganya aku harus menemui ajalnya di tempat ini!” pikirnya dihati. Pada saat hatinya terasa amat gugup itulah segulung bawa aliran yang amat panas meluncur masuk ke dalam tubuhnya, keadaannya pada saat itu mirip sekali dengan adanya bantuan tenaga dari seseorang.
Hanya di dalam sekejap saja seluruh urat nadi dan jalan darahnya terasa panas seperti dibakar, otot dan badannya hampir-hampir dibuat lumer.
Tetapi perasaan tersebut hanya sebentar, kemudian sudah lenyap tak berbekas, seluruh tubuhnya telah basah kujup oleh keringat mengucur keluar dengan derasnya.
Tetapi hanya di dalam sekejap itu pula tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan yang dia sendiripun hampir tidak mempercayainya.
Dengan perlahan dia meletakkan kembali kerangka manusia itu ke atas tanah dan mengusap kering keringat yang mengucur keluar dengan amat derasnya, diam-diam dia menarik napas panjang-panjang.
Ketika matanya memandang lagi ke arah kerangka tersebut, kerangka yang semula diliputi oleh cahaya merah kini sudah berubah jadi memutih, kontan pemuda itu menjadi melengak dibuatnya karena peristiwa ini baru dialaminya untuk pertama kali.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang dengan cepat diapun mengubur kerangka tersebut.
Tiba-tiba matanya tertumbuk dengan beberapa buah tulisan yang ada di bawah kerangka tadi:
“Cayhe adalah ciangbunjien angkatan kedua belas dari Hiat-ho-pay, si “Boe Im Khek” Soog Yen. sewaktu partai ini berada di bawah perintahku dikarenakan desakan dari pihak Siauw-lim anak muridku pada binasa dan terluka, cayhe sendiri kena didesak untuk melarikan diri dengan meninggalkan kereta, karena luka yang parah maka aku tinggalkan seluruh tenagaku buat orang menguburkan jenazahku dikemudian hari, ketiga buah barang pusaka ini adalah milik ciangbunjien pertama, barang siapa yang memperoleh benda tersebut tak terkalahkan di seluruh kolong langit.”
Sehabis membaca tulisan itu diam-diam Koan Ing merasa hatinya bergidik, dia tidak menyangka walaupun Song Yen mati ia berhasil kumpulkan seluruh tenaga dalamnya untuk diturunkan kepada orang dikemudian hari....
Setelah termenung sebentar akhirnya dia jatuhkan diri bersila dan mulai menyalurkan tenaganya untuk melumerkan tenaga dalam yang baru saja diperolehnya itu....
Kurang lebih setengah jam lamanya dia baru berhasil menggabungkan tenaga itu dengan tenaganya sendiri, berbagai ilmu silat dari ajaran Jien Wong yang belum berhasil terpecahkanpun dengan bertambahnya tenaga dalam memperoleh kemajuan yang pesat.
Menanti Koan Ing membuka matanya kembali hari sudah terang tanah, saat itulah ia baru teringat akan diri Sang Siauw-tan yang lagi merasa cemas karena dirinya terbawa oleh kereta berdarah,
Dengan cepat ia menyimpan ketiga buah benda pusaka dari partai Hiot Hoo Pay Itu. setelah memberi hormat kembali pada kedua belas kuburan baru itu dengan mengikuti pusaran air kembali pemuda itu munculkan dirinya ke atas permukaan air.
Begitu mencapai tepian sungai tanpa perduli bajunya masih basah lalu ia kerahkan ilmu meringankan tubuhnya berkelebat ke arah depan.
Tidak selang beberapa saat kemudian sampailah pemuda itu di tempat yang sudah dikenal olehnya, jantungnya terasa berdebar amat keras, kareaa sebentar lagi dia bakal bertemu dengan Sang Siauw-tan. Mendadak ia merasakan dari sebelah kirinya berkumandang datang suara langkah manusia yang amat perlahan. dengan cepat dia berhenti dan menoleh ke arah mana.
Tampaklah dari tengah hutan berjalan keluar seorang toojien yang kurus dan kecil. wajahnya kelihatan masih mengantuk sedang jubahnya yang berwarna hijau sangat dekil dan kotor.
Koan Ing yang tidak kenal dengan orang itu segera kerutkan alisnya rapat-rapat. di dalam anggapannya Toojien itu kebanyakan adalah anak mund dari Bu-tong-pay karenanya tanpa ambil perduli lagi dia putar badan dan melanjutkan perjalanannya kedapan.
“Eeei saudara cilik!! kau hendak pergi kemana?” sapa Toojien itu sambil menguap beberapa kali.
Koan Ing yang disapa oleh toosu itu di dalam hati segera merasa amat cemas, sebenarnya ia tak bermaksud untuk menggubris dirinya tapi melihat Toojien itu sudah berusia lima puluh tahunan memaksa dia orang mau tak mau harus menoleh.
“Aku ada urusan penting, maaf harus jalan setindak lebih dahulu!” serunya kemudian.
Sehabis berkata dengan cepat dia putar badan dan berlalu. “Eeei.... eei sekalipun kau ada urusan penting tapi aku ada
urusan yang lebih penting lagi untuk dirimu, bilamana kau mau membereskan urusan penting ini lebih baik jangan pergi dulu!” teriak Toojien itu lagi dengan suara yang amat keras.
Dalam hati Koan Ing merasa rada tidak senang pikirnya, “Hmm! siapakah sebetulnya sihidung kerbau ini? Aku sama sekali tidak kenal dengan dirinya buat apa dia cari urusan? Apa mungkin toosu ini adalah anak murid dari Bu-tong-pay?” Berpikir sampai disini dengan wajah yang keren dia lantas berkata, “Bilamana tootiang ada urusan lebih baik kita bicarakan dikemudian hari saja!”
Selagi berkata dia lantas putar badannya dan berlalu dari sana dengan amat cepat. Gerakan dari Koan Ing amat cepat sekali, hanya di dalam sekejap saja ia sudah tiba di depan loteng yang pernah didiami itu dan langsung menerjang naik ke atas.
Tetapi suasana di dalam loteng tersebut amat sunyi sekali, sesosok bayangan manusiapun tak nampak.
Koan Ing benar-benar meresakan hatinya amat cemas, dengan suara yang keras dia berteriak memanggil nama Siauw-tan tetapi tak kedengaran juga suara sahutan.
Kemana perginya Sang Siauw-tan? Apa mungkin gadis itu pergi mencari dirinya?
Mendadak dia mendengar suara helaan napas dari seseorang bergema datang dari belakang tubuhnya, terburu- buru tubuhnya membalik dan melayang mundur ke belakang.
Ketika sinar matanya menyapu ke arah orang itu hatinya kembali merasa amat terparanjat sekali, Kiranya orang yang berada di depan pintu pada saat ini bukan lain adalah Toojien kurus kecil yang pernah ditemuinya ditengah jalan baru saja.
Siapakah orang itu? Ada keperluan apa menguntit dirinya sampai disini? Apakah dia orang tidak tahu kalau tempat ini adalah kediaman dari Sang Su-im?
Terdengar sitoojien itu kembali menguap beberapa kali. “Pinto bernama Thian Tay Lan Toojien.” ujarnya
memperkenalkan diri. “Tentunya kau orang pernah
mendengar namaku bukan?”
Mendengar disebutnya nama itu Koan Ing jadi sangat terperanjat, dia sama sekali tidak menyangka kalau sitoojien kate yang ada di hadapannya ini sebenarnya adalah Lan Toojien dari gunung Thian Thay yang terkenal akan ilmu meringankan tubuhnya itu.
Walaupun kepandaian silat dari Lan Toojien ini tidak begitu tinggi, tapi ilmu meringankan tubuhnya boleh dikata nomor satu dia terkenal karena kemalasannya karena itu jarang sekali ada orang yang menemuinya. walaupun begitu namanya sudah sangat tarkenal sekali di seluruh dunia kangouw.
Tidak disangka ini hari dia bisa munculkan dirinya disini, jelas sekali tujuannya tentu pada kereta berdarah itu.
Dengan menggunakan tangannya Lan Toojien Mengujek2 matanya kamudian ujarnya dengan perlahan.
“Eeei bocah, bilamana kau menduga kedatanganku dikarenakan kereta berdarah maka kesalahan ini adalah suatu kesalahan yang amat besar, dengan kepandaian silatku pada saat ini sebetulnya aku tidak memerlukan kereta berdarah lagi, justru aku datang kemari hanya ingin menonton keramaian saja!!”
Sehabis berkata kembali ia menguap beberapa kali, beberapa saat kemudian dia barkata lagi; “Aku melihat keadaanmu sungguh aneh sekali, jika ditinjau dari wajahnya mirip sekali dengan Koan Ing yang tersiar dalam Bu-lim tapi jika diteliti lagi tidak mirip. agaknya Koan Ing tidak membawa busur! Oouw jaa.... sungguh bagus sekali busurmu itu, mari bawa kemari aku mau lihat sebentar!”
“Cayhu memang Koan Ing adanya, maaf busur ini aku orang tidak dapat hadiahkan kepada orang lain.”
“Aku sendiripun tahu kalau kau tidak bakal berikan busur itu kepadaku,” kata Lan Toojien sambil bersandar pada dinding loteng dan menyipitkan matanya, “Tapi aku sudah berlari amat jauh sekali, bilamana kau tidak hadiahkan busur itu kepadaku buat apa aku melakukan perjalanan jauh!!” Kembali Koaa Ing kerutkan alisnya rapat-rapat dia tidak ingin berbicara banyak, tanpa memperdulikan Lan Toojien lagi dengan langkah lebar ia putar badan dan berjalan ke tempat luaran.
Lan Toojien dari gunung Thian Thay pun tidak menghalangi, dengan malas2an diapun ikut berjalan keluar dari kamar itu, sedang mulutnya dengan tiada hentinya bergumam, “Sayang.... sayang tadi aku melihat ada seorang gadis kena ditangkap orang!!”
Sebenarnya Koan Ing tidak bermaksud untuk menggubris Lan Toojien lagi, tapi setelah mendengar perkataan itu hatinya merasa tergetar amat keras, dengan cepat dia menghentikan langkahnya dan menoleh.
“Siapa?”
“Kau serahkan dulu busur itu?” seru Lan Toojien tanpa membuka matanya,
Sinar mata Koan Ing berkelebat tiada hentinya, saat ini hatinya benar-benar merasa cemas bercampur kheki. dia kepingin sekali mengetahui siapakah yang sudah turun tangan menangkap gadis itu....
Tetapi bilamana dikatakan Cha Ing Ing yang ditangkap hal ini tidak mungkin....
“Aku masih belum tahu siapakah gadis itu buat apa harus serahkan busur ini kepadamu?” katanya kemudian.
Dangan perlahan Lan Toojien mengangguk. “Perkataanmu sedikitpun tidak salah!” sahutnya. “Tetapi aku rasa gadis itu ada sangkut-pautnya dengan dirimu. bilamana kau tidak serahkan dulu busur itu kepadaku nanti setelah aku beritahu padamu kau tidak suka berikan busur tersebut bukankah sulit? orang muda paling susah untuk dipercaya!” Dengan gusarnya Koan Ing segera mendengus, tetapi saat ini dia tak berbuat apa-apa lagi. Terpaksa dia lepaskan busur itu dan diserahkan kepada Lan Toojien.
“Nih, ambillah busur ini! Tetapi kau harus hati-hati, berani bicara sembarangan aku hajar batok kepalamu!” teriaknya.
Lan Toojien tersenyum, sambil menerima busur perak itu ujarnya lagi, “Busur itu sudah kau hadiahkan kepadaku, buat apa anak panahnya kau simpan?”
Koan Ing benar-benar dibuat gusar sekali, tapi ia tak dapat berbuat apa-apa terpaksa anak panah itu dilepaskan juga dan diberikan saja kepada si toosu malas.
Lau Toojien tidak langsung menjawab, matanya yang masih mengantuk dipentangkan lebar2 untuk memperhatikan buiur perak serta anak panah dari perak itu.
“Heemm.... busur dan anak panah yang bagus!” pujinya. Sehabis berkata dia baru menoleh ke arah sang pemuda dan katanya, “Tadi aku melihat dua orang lelaki berwajah bengis menawan seorang nona kecil, katanya nona itu ditawan untuk menghadapi dirimu, mereka sekarang pergi ke sebelah Barat, aku lihat kedua orang itu adalah anak murid dari Si Ih Tuo Su!”
Mendengar perkataan itu Koan Ing benar-benar merasa amat terperanjat, tidak disangka olehnya satu gelombang baru saja mereda gelombang lain sudah melanda. urusan yang menyangkut soal lembah Chiat Han Kok belum beres si orang tua bongkok dari Si Ih sudah munculkan dirinya kembali di daerah Tionggoan.
Bagaimana mungkin iblis tua yang selama ini tidak pernah meninggalkan daerah Si Ih bisa munculkan dirinya di daerah Tionggoan?
“Siapakah nona itu?” tanyanya kemudian dengan cemas. “Bagaimana aku bisa tahu siapakah nona itu?” sahut Lan Toojien dengan malasnya. “Apakah kau sendiripun tidak tahu?”
Koan Ing benar-benar dibuat gemas olab sikap yang ogah2an dari Lan Toojien ini, dengan gusarnya dia mendepakkan kakinya ke atas tanah.
Pikirannya dengan cepat berputar, teringat olehnya kalau gadis yang paling erat hubungannya dengan dia cuma Sang Siauw-tan serta Cha Ing Ing, kini Sang Siauw-tan ada di samping ayahnya tidak mungkin dia orang bisa tertawan, apa mungkin Cha Ing Ing?
Sikap serta tindak-tanduk dari Lao ToOjien yang ogah2an itu membuat sang pemuda malas bertanya lagi, tanpa buang waktu tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju ke arah sebelah barat.
Seratus lie sudah dilewati dengan cepatnya, tetapi apa pun tidak kelihatan, menanti cuaca sudah mulai menggelap dengan hati sedih dan tak bersemangat dia memperlambat langkahnya.
Mandadak....
“Aaach. bukankah itu busurku?” teriaknya tertahan.
Sedikitpun tidak salah busur perak serta sekantongan anak panah peraknya pada saat itu sudah targantung pada dahan pohon ketika dia mengambil kembali benda tersebut terlihatlah secarik kertas tertempel di baliknya.
“Hadiah busur aku terima dihati, benda itu kukembalikan pada empunya. bilamana ingin mencari sang gadis, masuklah kehutan yang lebih dalam.”
Lama sekali Koan Ing memandang kertas itu dengan termangu-mangu, pada mulanya dia masih mencemooh diri Lan Toojien dari gunung Thian Thay karena terlalu licik siapa sangka dugaannya ternyata meleset. dia marasa kecewa atas perasaannya tadi....
Lan Toojien ternyata bisa tiba di tempat itu lebih cepat dari dirinya, hal ini membuktikan kalau tenaga dalamnya luar biasa sekali, julukannya sebagai jagoan nomor Wahid di dalam ilmu meringankan tubuhpun bukanlah nama kosong belaka.
Setelah menggantungkan kembali busur serta anak panah tersebut matanya mulai menyapu ke arah hutan yang luar biasa lebatnya di depan mata.
Dia karutkan alisnya rapat-rapat, sedang dalam hati diam- diam berpikir, “Apakah hutan ini yang dimaksudkan oleh Lan Toojien?”
Sinar matanya dengan cepat berkelebat, sedang tubuhnya pun dengan kecepatan yang luar biasa menerjang masuk ke dalam hutan tersebut.
Tidak jauh dia memasuki hutan yang amat lebat itu tertampaklah sebuah kuil yang amat besar dan megah muncul di hadapannya, dengan langkah yang perlahan pemuda itu segera menuju ke depan.
Burung berkicau dengan ramainya memecahkan kesunyian yang mencekam, dalam hati Koan Ing merasa heran, bagaimana mungkin tempat yang demikian tenang dan sunyinya sudah dialami oleh orang-orang dari Si Ih Mo Tuo? walaupun dalam hati ia rada ragu-ragu tetapi perkataan dari Lan Toojien tak bisa tidak dipercaya.
Dengan hati ragu-ragu selangkah demi selangkah pemuda itu masuk ke dalam kuil. Setelah masuk ke dalam pintu terasalah olehnya suara yang benar-benar sunyi, sesosok manusiapun tak nampak disana.
Dari keheranan Koan Ing jadi manaruh curiga, di dalam kuil yang demikian besar dan megahnya bagaimana mungkin tidak nampak sesosok manusiapun? Apalagi kuil ini masih utuh dan megah.
Sinar matanya mulai menyapu sekejap sekeliling tempat itu, terlihatlah ditengah ruangan yang besar penuh diliputi oleh asap dupa yang wangi dan tipis.
Apakah mungkin inilah perangkap yang sengaja dipasang oleh Si Ih Mo Tuo? tetapi dirinya sudah tiba disini ada seharusnya masuk juga ke dalam untuk melihat2.
Tanpa buang waktu lagi Koan Ing bertindak masuk ke ruangan tengah. Di tengah-tengah ruangan berdirilah sebuah hioloo yang amat besar, setelah melingkari hioloo tersebut sampailah dibagian tengah ruangan kuil.
Asap dupa memenuhi ruangan tetapi suasana tatap sunyi senyap, sesosok bayangan manusiapun tak nampak.
Koan Ing semakin curiga lagi, dengan langkah yang berhati-hati ia melanjutkan perjalanannya ke depan, mendadak....
Ooo)*(ooO
Bab 46
“Aaah !!” seru Koan Ing tertahan.
Kiranya di atas lantai terlentanglah sesosok mayat manusia. Mayat itu memakai baju biru yang sudah compang-camping, wajahnya kuning sedang usianya tidak ada lima enam puluh tahunan, agaknya mayat dari seorang pengemis.
Melihat hal itu Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat. pikirnya, “Di tempat ini bagaimana bisa muncul sesosok mayat? Kelihatannya orang itu mati belum lama, tetapi siapakah orang itu? Karena apa ia mati?”
Dengan langkah yang amat perlahan ia berjalan mendekati mayat tersebut, maksudnya untuk memeriksa orang itu mati di bawah serangan ilmu kepandaian apa. Koan Ing menarik napas panjang-panjang, kepalanya didongakkan untuk berpikir keras.
Pada saat itulah sekonyong2 mayatnya itu meloncat ketengah udara, ujung kaki kanannya menutul permukaan tanah sedang tangan kanannya bagaikan kilat cepatnya menyambar ke arah leher Koan Ing.
Melihat dirinya dibokong secara mendadak pemuda itu jadi amat terperanjat, tubuhnya dengan cepat menyingkir kesamping,
Di dalam keadaan yang amat kritis ia berhasil menghindarkan diri dari bokongan tersebut. walaupun begitu tak urung pipinya terasa pedas juga tersambar sisi telapak pihak lawan
Ia merasa terkejut bercampur gusar, jika ditinjau dari serangan tersebut tenaga dalamnya berada diantara Sang Su- im sekalian.
Untung saja saat ini dia baru mengalami kejadian ini, bilamana pada dua hari yang lalu mungkin nyawanya sudah melayang.
Baru saja Koan Ing berbasil menghindarkan diri dari serangan yang pertama, orang itu kembali membentak keras, sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan melancarkan sepuluh serangan sekaligus.
Dengan gesitnya Koan Ing enjotkan badannya ketengah udara kemudian melayang keluar dari kurungan.
Ketika orang itu melihat serangannya tidak mencapai pada sasarannya dalam hati merasa rada berada diluar dugaan. Ia tak berani berdiam lebih lama lagi, tubuhnya dengan cepat mencelat ketengah udara kemudian bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur keluar dari ruangan tersebut. Tiba-tiba satu ingatan berkelebat di dalam benak sang pemuda.
“Apa mungkin dia adalah anak buah yang dibawa oleh si iblis bongkok dari daerah Si Ih?” pikirnya.
“Cepat hentikan langkahmu!” bentaknya kemudian dengan gusar. “Kau ingin melarikan diri kemana!”
Tubuhnya pun dengan cepat meluncur keluar dari ruangan kuil itu.
Diluar kuil tampaklah dua orang sedang berdiri saling berhadap2an, yang satu adalah lelaki berpakaian compang- camping itu sedang lain bukan lain adalah si dewa telapak dari gurun pasir Cha Can Hong adanya.
Ketika Cha Can Hong melihat munculnya Koan Ing disitu hatinya rada melengak.
“Oooo. kiranya kau!” serunya tertahan. “Bagus sekali, kau
berdirilah disamping!”
Koan Ing jadi tertegun, jika ditinjau dari sikapnya jelas Cha Can Hong kenal dengan orang ini, siapakah sebetulnya orang itu? Kepandaian silatnya benar-benar amat lihay sekali.
Sebenarnya dalam hati Koan Ing kepingin sekali menanyakan keselamatan dari Sang Siauw-tan, tetapi melihat sikap Cha Can Hong yang amat serius ia tak berani membuka mulutnya.
Pada hari2 biasanya Cha Can Hong jarang sekali marah. tetapi saat ini wajahnya berubah hijau membesi jelas ia lagi amat murka.
“Bagus sekali!!” terdengar si dewa telapak berseru dengan suara yang amat dingin. “Tidak kusangka dua puluh tahun kemudian kau kembali lagi kemari, kenapa kau tidak mencari aku, sebaliknya menculik putriku? Apakah ini suatu cara yang bagus?” “Aaach. kiranya benar-benar Cha Ing Ing yang tertawan!”
teriak Koan Ing dalam hati.
Tetapi bagaimana mungkin Cha Can Hong bisa memperoleh berita ini? Apa mungkin Lan Toojien yang memberi tahu?
Agaknya orang itu tidak mengerti maksud dari perkataan Cha Can Hong ini, dia rada melengak tapi sebentar kemudian sudah tertawa dingin tiada hentinya.
“Cha Can Hong! aku Ih Su Seng adalah musuh bebuyutanmu sekalipun aku punya niat belum tentu suka menculik putrimu, kedatanganku kemari justru karena undangan dari orang-orang Sin Tie Pang untuk menghadapi Koan Ing, buat apa kau mengalihkan dosa2 itu ketubuhku?”
Koan Ing yang mendengar disebutnya nama itu dalam hati meresa terkejut, dia sama sekali tidak mengira kalau orang ini bukan lain adalah pangcu dari kay-pang tempo hari “Kioe Cho To Seng Kay” atau sipengemis tunggal dari sembilan selat Ie Su Seng adanya, dia ternama karena mengandalkan sepasang telapak tangannya tetapi pada dua puluh tarun yang lalu telah dikalahkan oleh Cha Can Hong sehingga memaksa dirinya untuk mengundurkan dari keramaian dunia kangouw. perkataan terakhir sabelum dia mengasingkan diri adalah sebelum membalas dendam tidak akan muncul.
Tidak disangka dua puluh tahun kemudian dia sudah munculkan dirinya kembali disana.
Dengan dinginnya Cha Can Hong mendengus dingin, diapun tahu kalau Ih Su Seng tidak akan berbUat demikian, nama besarnya sudah runtuh pada dua puluh tahun yang lalu, bilamana kini ia menculik kembali putrinya untuk membalas dendam hal ini sudah tentu akan ditertawakan oleh orang- orang Bu-lim.
“Hmmm! Demikianpun bagus juga!” seru Ih Su Seng sambil mendengus dingin.” Sebelum aku pergi mencari dirimu kita sudah berjumpa disini, ini hari kita tentukan kembali siapa menang siapa kalah, kekalahanku pada dua puluh tahun yang lalu aku akan kutebus pada ini hari juga?”
“Heeee.... heee.... boleh2 saja, aku ingin melihat apakah ilmu telapak “Ci Sin Ciang”mu mendapat kemajuan selama dua puluh tahun ini!” sambut Cha Can Hong dengan dingin.
Dengan cepat Ie Su Seng mengundurkan kaki kanannya setengah langkah ke belakang, sepasang matanya dengan tajam memperhatikan diri Cha Can Hong.
Pada dua puluh tahun yang lalu dia pernah merasakan bagaimana lihaynya ilmu ‘Thay Mo Kiem Sah Cang’ dari Cha Can Hong, kini ia sudah diundang ‘Sin Tie Langcoen’ Ti Siuw- su untuk membantu dirinya, terpaksa iapun harus menerima tantangan ini dengan hati berdesir.
Dengan cepat Cha Can Kong menggeserkan badannya ke kiri, mendadak tubuhnya berkelebat ke depan sepasang telapak tangannya berturut-turut melancarkan sepuluh serangan gencar dengan menggunakan jurus ‘Oei Sah Cian Lie’ atau pasir gunung seribu lie dari ilmu telapak ‘Thay Mo Kiem Sah Ciang’.
Begitu serangan tersebut dilancarkan ke depan, seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan suara desiran yang menyesakkan pernapasan.
Ie Su Seng membentak keras, telapak tangannya didorongkan ke depan melancarkan satu pukulan santar.
“Braak.... ” dengan disertai suara ledakan yang keras seluruh angin pukulan yang dilancarkan oleh Cha Can Hong berhasil dipukul bujar,
Tubuh Cha Can Hong dengan cepat melayang ke atas permukaan tanah ilmu telapak “Thay Mo Kiem Sah Ciang Hoat” pun cepat dilancarkan. Tubuhnya laksana pusaran angin dengan tiada hentinya mengelilingi tubuh Ie Su Seng, sedang sepasang telapaknya bagaikan kilat melancarkan pukulan yang mematikan.
Dengan gesitnya Ie Su Seng pun mendorong sepasang tangannya ketengah udara, diantara bentrokan2 yang amat ramai tubuhnya ikut berputar diantara berputarnya tubuh Cha Can Hong.
Gerakan tubuh kedua orang itu makin lama makin cepat, semakin berputar Cha Can Hong semakin menyempit sedang Ie Su Seng semnkin berputar semakin melebar, keadaan posisi mereka jadi saling berkejaran.
Angin pukulan saling bertumbukan ditengah udara sehingga membentuk selapis demi selapis hawa raksasa, suara bentakan pun semakin membisingkan telinga.
Koan Ing yang melihat cara bertempur dari kedua orang itu dalam hati merasa terperanjat, selama ini belum pernah dia orang menonton suatu pertempuran yang demikian sengitnya antara dua orang jagoan Bu-lim yang memiliki kepandaian dahsyat.
Beberapa saat kemudian mendadak bayangan mereka berdua berpisah, Ie Su Seng membentak keras dan mengundurkan dirinya ke belakang,
“Cha Can Hong!” serunya dengan wajah pucat pasi. “Ini hari kembali kau yang menang. tetapi kedataaganku kali ini bukan bermaksud untuk mencari dirimu. kecuali kau mati atau kepandaianmu musnah aku tidak bakal kembali lagi.”