Jilid 28
"Aaah, apa maksud perkataanmu itu?" ucap Kakek Tongkat Sakti sambil tertawa,
"bukankah sama saja kau hendak mengusirku pergi dari sini?" Merah padam selembar wajah Kho Beng.
"Harap cianpwee tangan salah paham." Kakek Tongkat Sakti menggeleng.
"Berbicara secara sejujurnya saja, jangan lagi kau pergi seorang diri, sekalipun ada aku yang menemanimu pun mungkin kepergian kita ibarat menimpuk anjing dengan bakpao isi daging, sekali pergi tak bakal kembali lagi."
"Tapi boanpwee tak akan berpikir sampai kesitu." Kata Kho Beng sambil menggigit bibir,
"aku tak bisa berpeluk tangan saja membiarkan ciciku terancam bahaya." "ya, tentu saja kau harus memikirkan keselamatan jiwanya." Kakek Tongkat Sakti mengangguk,
"tapi bagaimana pun juga, setiap tindakan harus melalui perencanaan yang matang lebih dulu. Paling tidak kita harus mempunyai pegangan sebesar tujuh bagian sebelum berangkat."
Kho Beng berkerut kening.
"Tapi aku tak mempunyai waktu yang cukup, mereka hanya memberi batas waktu tiga hari kepadaku, rencana apapun yang hendak dipersiapkan, aku rasa sudah tak akan sempat lagi."
"aku tidak sependapat denganmu." Kata Kakek Tongkat Sakti sambil menggeleng,
"batas waktu tiga hari Cuma akal-akalan mereka demi kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut, mungkin untuk menunggu selama tiga tahun pun mereka akan sabar menanti. "Kho
Beng agak tertegun, tiba-tiba dia memberi hormat kepada kakek itu sambil berkata
"Walaupun cianpwee berjiwa kesatria dan ringan tangan, mengapa kau begitu berhasrat hendak membantu boanpwee?"
Kakek Tongkat sakti tertawa.
"Masa kau belum tahu apa tujuanku pergi mencari Thian cun yang?"
"Boanpwee mengerti, tapi cianpwee pun harusnya mengetahui akan maksud tujuan kepergianku kali ini hanya bertujuan menolong ciciku dari bahaya maut, persoalan ini merupakan urusanku sendiri, karenanya boanpwee tidak berharap cianpwee turut menyerempet bahaya."
Berkilat sepasang mata si Kakek Tongkat sakti, katanya kemudian:
"Paling tidak aku masih mempunyai dua alasan, pertama ditinjau dari kehadiran orang-orang tadi, aku telah membuktikan bahwa Dewi In Un adalah seorang anggota partai kupu-kupu. Kedua, kau adalah ahli waris dari kitab pusaka Thian goan bu boh, lagipula merupakan keturunan dari sahabat karib Bu wi lojin, malah kemungkinan besar beban berat untuk menanggulangi bencana besar yang menimpa dunia persilatan akan terletak dibahumu, coba bayangkan sendiri, disaat kau sedang menghadapi bahaya, apakah aku mesti berpeluk tangan belaka?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya : "yang seharusnya kita bicarakan sekarang adalah bagaimana caranya menyusup masuk ke sarang iblis dan bagaimana caranya menyelamatkan encimu, soal-soal yang lain lebih baik jangan kita bicarakan dulu sementara waktu."
Dengan wajah murung dan amat gelisah, Kho Beng berkata : "Boanpwee sendiripun tidak berhasil mendapat cara yang lebih
baik lagi untuk menghadapi persoalan ini, sebetulnya aku berniat menyerempet bahaya dengan mendatangi serangan mereka seorang diri, tapi sekarang. " Dia menghela napas dan berhenti berbicara.
"Bila kau sampai berbuat demikian, maka tindakanmu itu merupakan perbuatan bodoh-" Ucap Kakek Tongkat sakti dengan wajah serius,
"kau harus tahu, setelah mereka berani menyuruh Molim sekalian menyampaikan kabar tersebut kepadamu, berarti mereka pasti telah mempersiapkan perangkap yang amat kuat disekitar sana, apabila cicimu masih berada dalam cengkeraman mereka, kau lebih tak boleh kehilangan posisi yang menguntungkan, selain itu aku lihat Lengcu atau pelindung hukum mereka tak boleh dipandang enteng, oleh sebab itu, aku rasa kita tak boleh bertindak secara gegabah."
Kho Beng segera menggertak gigi menahan gejolak emosi didalam hatinya, ia berkata kemudian:
"Ditinjau dari kesemuanya ini, aku dapat mengambil kesimpulan kalau Dewi In un pasti berada didalam gua pengikat cinta ini, siluman perempuan itu adalah musuh besar pembasmi keluarga Kho kami"
"Jangan sekali-kali kau bekerja menuruti emosi" hibur Kakek Tongkat sakti dengan tenang,
"ketahuilah persoalan ini tak bisa diselesaikan secara terburu nafsu."
"Apakah petunjuk cianpwee didalam masalah ini?" pinta Kho Beng kemudian dengan kening berkerut,
"apa yang mesti boanpwee lakukan sekarang?"
Kakek Tongkat sakti jadi tertegun untuk berapa saat, bisiknya agak tergagap:
"Tentang soal ini..."
Tapi sampai setengah harian lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun, sebab didalam kenyataannya persoalan ini memang suatu masalah yang susah diatasi. Tiba-tiba Chin sian kun berkata : "aku mempunyai sebuah pendapat yang baik, apakah boleh kuutarakan keluar.."
"Nona Chin, bila kau mempunyai sesuatu pendapat silahkan saja diutarakan keluar," seru Kho Beng cepat.
Kakek Tongkat sakti pun tersenyum.
"yaa, biasanya pikiran dan perasaan anak wanita memang jauh lebih tajam dan seksama . cepat utarakan keluar, "
setelah tertawa, Chin sian kun berkata :
"Terlepas apakah Dewi In Un merupakan anggota partai kupu- kupu atau bukan, paling tidak dia pasti mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan partai kupu-kupu bukan?"
"yaa, ini sudah pasti" Kakek Tongkat sakti mengangguk- "Cianpwee pasti banyak mengetahui tentang peristiwa yang
terjadi pada seratus tahun berselang, tahukah cianpwee apakah pihak partai kupu-kupu mempunyai hubungan yang akrab dengan seseorang?"
Kakek Tongkat sakti termenung berapa saat lamanya, mendadak ia bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak-
Kho Beng jadi keheranan, buru-buru tanyanya : "Cianpwee, kenapa kau tertawa bergelak?"
Kakek Tongkat sakti tidak menjawab pertanyaan Kho Beng, sambil menatap wajah Chin sian kun ujarnya :
"yaa, memang terbukti pikiran dan perasaan wanita jauh lebih teliti, aku sudah dapat menduga apa yang sedang kaupikirkan "
"Cianpwee tahu apa yang sedang kupikirkan?" ucap Chin sian kun sambil tertawa.
"Bukankah kau hendak mempergunakan hubungan akrab antara pihak partai kupu-kupu dengan seseorang yang dikenalnya dulu untuk menyelesaikan persoalan ini, karena kau merasa Dewi In un pasti mempunyai hubungan yang akrab dengan pihak partai kupu- kupu?"
"Cianpwee, kalau kudengar dari gelak tertawa mu barusan, apakah kau pun telah berhasil mengingat orang tersebut?"
"Betul" Kakek Tongkat sakti mengangguk,
"Aku memang sudah teringat dengan seseorang, orang tersebut masih terhitung sahabat karib dari ui Thian it, ketua partai kupu- kupu yang tewas ditangan tiga dewa tempo dulu. orang itu bernama Kong ci cu, orang lain menyebutnya sebagai si naga terbang dari see ih. Disaat ui Thian it melangsungkan pertarungan seru melawan tiga dewa tempo hari, Kong ci cu yang mendapat kabar segera menyusul ketempat kejadian, sayang kedatangannya terlambat selangkah, ketika ia tiba disitu, ui Thian it sudah tewas dibawah tebing berduka hati"
setelah menghela napas panajng, katanya lebih jauh : "Kong ci cu lah yang membereskan jenasah Ui Thian it serta
membawanya pulang, konon peristiwa tersebut pernah menjadi bahan pembicaraan yang paling hangat dalam dunia persilatan waktu itu."
Chin sian kun berpikir sejenak, kemudian tanyanya :
"aku rasa si naga terbang dari see ih Kong ci cu tentunya sudah lama meninggal dunia bukan?"
Kakek Tongkat sakti manggut-manggut -
"Pada seratus tahun berselang ia telah berusia tujuh delapan puluh tahunan, kini seratus tahun telah lewat, masa dia belum juga mati? Tentu saja jiwanya telah lama berakhir-"
"Apakah orang partai kupu-kupu mengetahui tentang kematian Kong ci cu ini?" Kembali Kakek Tongkat sakti tertawa :
"sejak peristiwa berdarah ditebing hati duka, partai kupu-kupu sudah tiada kabar beritanya lagi, apakah mereka mengetahui akan kematian Kong ci cu atau tidak kurang jelas, tapi bagi diriku justru mengetahui soal kematian Kong ci cu tersebut dengan jelas sekali-"
"entah apa yang menyebabkan kematiannya?" Tanya Chin sian kun dengan perasaan gembira.
"Dia mati karena sakit." Kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa. "Peristiwa itu terjadi lebih kurang sepuluh tahun setelah peristiwa
berdarah di tebing hati duka, tapi kematiannya tidak diketahui oleh siapa pun sebab seorang pelayan tua dan seorang bocah muda yang hidup bersamanya telah bunuh diri pula setelah kematiannya itu"
"Kalau toh soal kematiannya tidak diketahui orang lain, dari mana cianpwee bisa mengetahui akan persoalan ini?" Kakek Tongkat sakti tertawa misterius.
"yang mengubur mereka bertiga juga seorang sahabat dari tingkatan ayahku, sedang diapun akhirnya mati ditempat pengasingan, itulah sebabnya kecuali aku seorang mungkin tiada orang kedua yang mengetahuinya."
Chin sian kun termenung sambil berpikir sebentar, lalu katanya : "Entah bagaimanakah perawakan tubuh serta wajah dari sinaga
terbang dari see ih Kong Ci cu?" Kakek Tongkat sakti memandang sekejap kedua orang yang berada dihadapannya lalu ujarnya sambil tertawa:
"Persoalan ini sangat kebetulan sekali, walaupun perawakan badan si naga terbang dari see ih tidak terhitung tinggi besar, namun tidak seceking diriku ini, aku rasa Kho sauhiaplah yang paling cocok untuk memerankan dirinya, sedang seorang pelayan tua dan bocah muda dari Kong ci cu tampaknya harus diperankan oleh nona dan aku"
Meskipun rencana ini sangat bagus, tapi cianpwee telah melupakan satu persoalan" kata Chin sian kun sambil menggelengkan kepalanya, keningnya Nampak berkerut kencang.
"Apa yang kulupakan?" Tanya Kakek Tongkat sakti tertawa- "Cianpwee harus ingat bahwa peristiwa itu terjadi seratus tahun
berselang, raut tampang mereka tak akan seperti wajahnya para sahabat yang lalu-"
"Tentu saja" kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa,
"mana mungkin aku melupakan persoalan ini, tapi hal semacam itu masih bisa ditutupi."
Dengan suara lirih dia segera membisikkan sesuatu kepada Chin sian kun dan Kho Beng. selesai mendengar bisikan itu, Kho Beng berdua segera tersenyum dan manggut-manggut. Kembali Kakek Tongkat sakti memutar biji matanya sambil berkata lagi:
"Hayo berangkat, mungkin kita harus kerja keras seharian penuh, ketahuilah benda-benda tersebut tidak mudah untuk dibuat."
Diiringi sekulum senyuman yang misterius, berangkatlah ketiga orang itu meninggalkan bukit Cian san.
Didalam gua pengikat cinta bukit Cian san, cun hong Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta tang soat Lengcu sekalian berempat sedang berdiri didepan Dewi In Un dengan sikap yang sangat hormat.
Dua orang nenek berbaju perlente berdiri dikedua belah samping Dewi In Un dengan wajah yang serius, persis seperti dua buah patung batu.
Disamping itu masih terdapat dua puluhan orang dayang berbaju ringkas yang berdiri dikedua belah sisi arena, suasana terasa amat serius dan seram, setelah memberi hormat, Cun hong Lengcu berkata : "suhu, tecu sekalian telah melaksanakan semua pekerjaan sesuai dengan petunjuk suhu"
"Hmmm, apa saja yang telah kalian kerjakan?" dengus Dewi In Un.
"semua jalan darah ditubuh Kho Yang ciu telah kami totok, kini dia dirantai diatas kursi batu, selain itu ditempat kegelapan.,"
setelah menunjukkan senyuman bangga, lanjutnya :
"Didalam maupun diluar ruangan tecu telah menyiapkan jebakan yang berlapis-lapis, setiap perangkap yang kupersiapkan rasanya sudah lebih dari cukup untuk mengubah mereka kakak beradik dua orang menjadi perkedel."
Paras muka Dewi In Un tetap dingin kaku tanpa perubahan emosi, katanya hambar:
"yang perlu kalian perhatikan adalah kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh itu"
"soal ini suhu tak perlu kuatir," cun hong Lengcu segera tertawa, "tentu saja kami akan berusaha untuk mendapatkan kedua
lembar kitab pusaka Thian goan bu boh lebih dulu sebelum berusaha melenyapkan kedua bibit bencana ini dari muka bumi"
"Dengan cara apa kalian menyampaikan berita tersebut kepada Kho Beng?"
sungguh kebetulan sekali kata Cun hong Lengcu dengan bangga, "sewaktu dalam perjalanan menuruni bukit Cian san tadi, telah
bertemu dengan keempat budak asing dari Kho Beng, kami memberi batas waktu tiga hari kepada Kho Beng untuk datang kemari menukar cicinya dengan kedua lembar kitab pusaka tersebut."
Dewi In Un berpikir sebentar, lalu katanya :
"Aku dengar Kho Beng adalah seorang pemuda yang sangat licik dan banyak akal muslihatnya, mungkinkah dia akan datang memenuhi janji tepat pada waktunya?"
Hee im Lengcu segera menyahuti:
"Menurut apa yang tecu ketahui, Kho Beng pasti akan datang-" Dewi In Un segera mengerling sekejap kearahnya :
"Atas dasar apa kau berani berkata begitu meyakinkan?" sambil tertawa paksa Hee im Lengcu berkata :
"Kho Beng adalah seorang yang amat perasa, terutama sekali terhadap saudara kandungnya sendiri, Ia menaruh perhatian yang amat khusus- Apabila la mendapat kabar yang menyatakan bahwa cicinya menjumpai kesulitan disini, biarpun dia tahu bakal mati namun ia pasti akan datang juga."
"Heeeheee- h eeee- memang inilah kelemahan manusia," seru Dewi In Un sambil tertawa terkekeh-kekeh,
"kalian harus mempergunakan nya secara baik-baik,"
Tapi sejenak kemudian paras mukanya telah berubah hebat, dengan suara mendalam dia menambahkan.
"Tapi bila usaha kali ini tidak berhasil, maka kalian berempat bakal menerima hukuman yang cukup berat."
Keempat orang lengcu itu segera merasakan hatinya bergetar keras, paras mukanya berubah hebat, tapi hanya sebentar. Dalam waktu singkat mereka telah memperoleh ketenangannya kembali.
sambil tertawa paksa Cun hong Lengcu segera berkata :
"suhu tak usah kuatir, kali ini tiada kemungkinan untuk menderita kegagalan, tanggung kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh itu akan kita peroleh."
Dengan sikap hambar Dewi In Un manggut-manggut. "semoga saja usaha kalian berhasil dengan sukses, untuk
mencapai keberhasilan ini kalian boleh menggunakan semua kekuatan yang berada disini- selain daripada itu, dalam menghadapi situasi dan keadaan seperti apapun, setiap saat kalian harus memberi laporan kepadaku"
"Tecu turut perintah" keempat orang Lengcu itu menyahut serentak dengan sikap menghormat.
Agaknya Dewi In Un merasa puas, dia menguap lalu sambil mengulapkan tangannya, ia berkata:
"sekarang kalian boleh mengundurkan diri dari sini"
Keempat orang Lengcu itu bersama-sama memberi hormat lalu mengundurkan diri.
yang disebut sebagai kamar penjara di dalam gua pengikat cinta tak lebih hanya berupa sebuah gua yang belum pernah dibenahi-
Disana sini ruangan gua terdapat banyak batu granit yang mencuat kesana kemari, tapi dasar tanah amat datar, dibagian tengah terdapat sebuah kursi batu, kursi itu terbuat dari tonjolan batu karang yang mencuat keatas-
saat itu Kho yang ciu didudukkan pada kursi tersebut dan dirantai dengan sebuah rantai raksasa sebesar lengan bocah-
Padahal sekalipun tak dirantai, Kho yang ciu tak mampu lagi menggerakkan badannya, sebab bukan saja seluruh jalan darahnya telah tertotok, lagipula ia telah dicekoki cairan beracun yong luo ih yang mempunyai khasiat membuyarkan tenaga-
Peredaran darah yang tidak lancer membuat keadaan gadis tersebut tak ubahnya seperti seorang penyakitan yang hampir sekarat, bentuk rupanya telah berubah menjadi amat mengenaskan.
suasana dalam gua gelap gulita tanpa cahaya, lembab lagi gelap, berada ditempat seperti ini tak ubahnya seperti berada didalam neraka.
Tapi diluar maupun didalam gua tersebut, terutama pada bagian yang gelap dan tersembunyi, secara diam-diam sudah dilengkapi perangkap yang berlapis-lapis, diantaranya meliputi panah beracun, uap beracun dan jebakan yang mengerikan.
Kini Kho yang ciu telah mendusin dari pingsannya, namun seluruh jalan darahnya yang tertotok membuat ia tak mampu ergerak, tak mampu pula bicara, kecuali benaknya yang dipenuhi pelbagai persoalan yang pelik, pada hakekatnya keadaan nona tersebut tak berbeda seperti sesosok mayat.
Namun perasaan sedih dan menyesal yang mencekam perasaannya tak terlukiskan lagi dengan perkataannya, dia menyesal mengapa tidak menurui nasehat dari adiknya Kho Beng yang sudah berhasil membongkar identitas mereka yang sebenarnya ketika masih berada di perkampungan ciu hong san ceng tempo hari, malah sudah berulang kali adiknya membujuk serta menasehatinya.
Tapi-mengapa ia tak mau tahu dan belumjuga mau sadar? sekali salah melangkah, menyesal sepanjang masa, walaupun ia
merasa menyesal sekali tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Ia sama sekali tak takut mati, tapi dendam sakit hatinya belum terbalas.
sedangkan diapun akan mati ditangan musuh besarnya, inilah yang membuat ia mati tak meram.
Disamping itu dia pun teringat kembali dengan adiknya Kho Beng, diapun cukup memahami tujuan yang sebenarnya Dewi In Un menyekap dirinya disitu, sudah pasti dia akan dijadikan umpan untuk memancing kedatangan Kho Beng guna menyerahkan kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut.
Ia pun sadar, demi keselamatan jiwanya, Kho Beng pasti tak akan memperdulikan segala sesuatunya untuk datang menyelamatkan jiwanya, apabila keadaan seperti ini sampai terjadi, bukankah dialah yang telah mencelakai adiknya? Teringat akan dendam berdarah dari keluarga Kho yang belum sempat terbalas, teringat pula Kho Beng adalah satu-satunya keturunan keluarga Kho, andai kata gara-gara keteledoran sendiri menyebabkan kematian Kho Beng, apakah dia masih punya muka untuk bertemu dengan arwah orang tuanya dialam baka?
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran, satu-satunya yang diharapkan sekarang adalah berharap agar adiknya tidak menyerempet bahaya. Namun dia pun tahu, keadaan seperti ini hampir boleh dibilang tak mungkin, sebab dia cukup memahami perasaan dan tabiat adiknya, dia pasti akan datang untuk menolongnya apapun yang bakal terjadi-Mendadak-.
Disaat pikirannya sedang melayang entah kemana saja, terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang.
Dengan paksakan diri Kho yang ciu membuka matanya, tapi apa yang kemudian terlihat membuat darahnya terasa mendidih, sepasang matanya berapi-api dan hampir saja melotot keluar.
Ternyata yang datang adalah Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang soat Lengcu.
Dengan langkah yang santai keempat orang itu berjalan masuk kedalam ruangan.
Kho yang ciu tak mampu bergerak, tak mampu pula bicara, satu- satunya yang bisa diperbuat olehnya hanya menunjukkan rasa benci dan dendamnya yang merah membara itu kelihatan berapi-api seperti mau melompat keluar.
setibanya dihadapan Kho yang ciu, Hee im Lengcu segera menyapa sambil tertawa :
"Adik Kho, maaf sekali yaa aku telah membuatmu sangat menderita"
sedemikian benci dan dendamnya Kho yang ciu ketika itu, mungkin kalau dapat dia hendak menggigit daging mereka mentah- mentah, tapi sekarang yang dapat diperbuat olehnya hanya duduk tak berkutik seperti patung. Pelan-pelan Hee im Lengcu berkata lagi:
"Walaupun aku merasa rada tak tega, tapi.yaa apa boleh buat lagi? Padahal manusia hidup seabad pun akhirnya akan mari juga, hanya sekarang kau mati lebih awal saja."
Cun hong Lengcu tertawa sambungnya pula :
"Disaat ajalmu hampir tiba, kau masih bisa bertemu kembali dengan adikmu, hitung-hitung anggaplah kebaikan ini sebagai balas jasa kami terhadapmu mengingat dulu pernah menjadi saudara sendiri."
Lalu setelah memutar biji matanya dengan genit, dia berkata lebih lanjut:
"Aku rasa tidak sampai tiga hari kemudian, ia pasti sudah menyusul kemari."
"Tapi sayang," cun hong Lengcu menambahkan sambil tertawa, "Disaat kalian kakak beradik saling bersua, saat itulah ajal kalian
akan tiba.-haaaahhhaaaahhhh."
"Keluarga besar kalian telah mati semua," kata Tang soat Lengcu, "sebenarnya kalau kamu berdua kakak beradik harus hidup
sendirian didunia ini, aku rasa juga tak ada artinya. Lebih baik mati saja bersama- Toh, semua persoalan akan beres pula dengan sendirinya," sambil tersenyum Cun hong Lengcu, berkata lagi:
"Tapi kalian tak usah kuatir, kami tak bakal menyia-nyiakan kalian dengan begitu saja, bila kau telah mati semua, kami pasti akan membuat upacara penguburan yang megah dan mengubur kalian dengan batu marmer sebagai nisan."
Begitulah keempat orang Lengcu itu saling berebut bicara, tapi setiap perkataan yang diucapkan bagaikan sebilah pisau tajam yang menghujam didada Kho yang ciu dalam-dalam.
Ditinjau dari pembicaraan mereka berempat, Kho yang ciu pun dapat memahami siasat busuk dibalik kesemuanya itu, rupanya mereka sedang menipu Kho Beng untuk datang kesana. sementara dia masih termenung, terdengar cun hong Lengcu berkata sambil tertawa :
"Pemeriksaan telah usai, mari kita pergi dari sini"
Hee im Lengcu sekalian mengiakan, pelan-pelan mereka membalikkan badan dan berjalan keluar dari gua.
setelah berada diluar, cun hong Lengcu memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu serunya :
"Adikku bertiga "
"Ada apa toaci?" Hee im Lengcu segera bertanya, sambil menghela napas, Cun hong Lengcu berkata :
"Tiba-tiba saja timbul perasaan kuatir didalam hatiku." "Bukankah persiapan kita sangat rapi dan luar biasa rapatnya?
Apalagi yang toaci kuatirkan?" Tanya Ciu hoa Lengcu keheranan. Pelan-pelan cun hong Lengcu berkata : "Mungkin saja perasaan ini timbul disebabkan masalah yang kita tangani kelewat penting, kita tak boleh gagal tentunya kalian masih ingat dengan perkataan suhu bukan? Andaikata sampai terjadi hal- hal yang tak diinginkan,"
sambil menghembuskan napas panjang dia segera berhenti berbicara,
Perasaan dan pikiran Hee im Lengcu sekalian pun berubah menjadi berat dan serius, sebab mereka tahu apa yang telah dikatakan Dewi In Un selalu dapat dilaksanakan dan menjadi kenyataan, andaikata usaha mereka kali ini mengalami kegagalan total, dapat dipastikan hukuman yang berat serta nasib yang kelak akan menimpa mereka semua.
Untuk beberapa saat lamanya keempat orang itu menjadi terbungkam dan tidak berbicara lagi.
Akhirnya Cun hong Lengcu mendongakkan kepalanya sambil berkata lebih lanjut:
"agar usaha kita kali ini tak sampai menderita kegagalan, kita wajib mengambil suatu tindakan yang cukup gratis"
"Maksud cici? Bukankah penjagaan kita cukup ketat? Tindakan apa lagi yang hendak toaci lakukan?" sela Hee im Lengcu Li sian soat.
"Pertama, kta berempat bakal berjuang lebih berat dan sengsara lagi, selama tiga hari ini setiap malam kita harus melakukan penjagaan bersama disini- Kedua, kita pun harus mengajukan permohonan yang lain kepada suhu. "
"Permohonan apa?"
"Biarpun suhu telah menyanggupi permintaan kita mempergunakan anak buahnya sekehendak hati, tapi aku rasa hal tersebut tidak meliputi kedua pendamping utamanya yakni Nenek penunjang langit serta Nenek perata bumi?"
"Tentu saja. Nenek penunjang langit dan Nenek perata bumi adalah orang yang melindungi keselamatan suhu, tak setengah jengkal tanah pun mereka meninggalkan beliau."
"ya a, berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa kita harus mengalihkan perhatian kepadanya, asal kedua orang itu bisa kita gunakan tenaganya untuk menyamar sebagai pelindung Kho yang ciu, sudah pasti tiada kegagalan yang mungkin terjadi"
"Cara ini memang bagus, tapi apakah suhu bakal mengabulkannya?" Tanya Li sian soat denga kening berkerut. Dengan keyakinan yang amat besar Cun hong Lengcu menyahut: "Demi kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh, demi
melenyapkan kedua keturunan terakhir dari keluarga Kho, kemungkinan besar suhu akan mengabulkan permintaan kita?"
"Perkataan toaci memang benar" Li sian soat mengangguk pula, "mari kita pergi memohon kepada suhu"
Maka secara berurutan berangkatlah keempat orang Lengcu tersebut meninggalkan tempat itu.
-ooo00000oooo-
Ditinjau dari luar, puncak bukit Cian san masih tetap kelihatan gundul lagi gersang, tak ubahnya seperti bukit gersang yang tak berpenghuni, namun dalam kenyataannya situasi disitu amat tegang dan serius.
Namun hari pertama lewat dengan begitu saja, sampai hari kedua lewat pun Kho Beng belum tampak batang hidungnya.
Keempat Lengcu dibawah pimpinan Dewi In Un mulai gelisah bagaikan semut berada dikuali panas, pada mulanya mereka kuatir usaha tersebut akan mengalami kegagalan total, dan kini kuatir Kho Beng tak akan datang memenuhi janji-
Kini senja hari ketiga pun sudah lewat, tampaknya batas waktu selama tiga hari sudah lewat, namun bayangan Kho Beng belum kelihatan juga-
Bukan saja keempat orang Lengcu itu mulai gelisah dan tak tenteram- Dewi In Un sendiripun mulai merasa cemas dan kesal, berulang kali ia mengirim orang untuk menanyakan persoalan ini kepada keempat Lengcu, tentu saja dia tak akan memperoleh berita yang menggembirakan dari keempat orang anak buahnya.
sementara mereka masih dirundung rasa kecewa dan gelisah, tiba-tiba diluar gua pengikat cinta tersiar datang suatu berita yang betul-betul mengejutkan hati-
Berita tersebut memang betul-betul merupakan suatu berita ledakan yang amat menggemparkan, sebab ada seseorang yang mengaku sebagai sahabat karib ui Thian it, ketua partai kupu-kupu generasi yang lain dengan membawa pelayan tua dan kacungnya dimuka gua dan mohon bertemu.
Berita tersebut dengan cepat disampaikan kepada Dewi In Un, mendengar laporan tersebut Dewi In un jadi tertegun dan segera membentak: "sama sekali ngaco belo, tak mungkin akan terjadi peristiwa semacam ini"
yang datang membawa laporan tersebut adalah ChinBu wi, salah satu diantara dua belas pelindung hukum, hitung-hitung dia masih termasuk jago kelas satu dibawah pimpinan Dewi In Un.
Ketika mendapat teguran tersebut, buru-buru dia berkata : "Pada mulanya hambapun tidak percaya, namun setelah bersua
dengan mereka, hamba jadi rada-"
"Rada percaya bukan?" sambung Dewi In Un sambil tertawa terkekeh-kekeh. Kemudian sambil menghentikan gelak tertawanya, dia berkata lebih jauh :
"ciangbunjin angkatan pertama partai kupu-kupu telah mati dalam pertarungan dibawah tebing hati duka pada seratus tahun berselang, dalam seratus tahun hidup dalam pengasingan ini partai kita selalu menggembleng diri dan memupuk kekuatan terus menerus. Tujuannya tak lain adalah untuk membalaskan dendam bagi kematian leluhur kita ini. Bila orang tersebut benar-benar adalah sahabat karib leluhur kita, coba pikir sendiri berapa usianya tahun ini?"
"Konon dia sudah berusia seratus sembilan puluh delapan tahun" kata ChinBu wi agak tergagap.
"seratus sembilan puluh delapan tahun?" kembali gelak tertawa Dewi In Un berderai-derai memecahkan keheningan.
"Haaaahaaaa.mungkinkah didunia ini terdapat manusia yang bisa hidup seumur itu?"
Cun hong Lengcu segera tampil kedepan sambil menimbrung : "suhu, bolehkah tecu mengucapkan sepatah dua patah kata?"
Dewi In Un manggut-manggut ¦
"aku bukan orang yang terlalu fanatic dengan pikiran dan pendapat orang lain, apa pendapatmu dalam masalah ini? Katakana saja terus terang." Buru-buru Cun hong Lengcu berkata:
"Terlepas dari asli atau palsunya orang ini, paling tidak peristiwa ini adalah suatu kejadian yang sangat aneh, apa salahnya bila suhu mengundangnya masuk serta memeriksa secara langsung? Dengan berhadapan muka secara langsung, tecu percaya, asli tidaknya orang ini akan segera ketahuan, bila orang ini hanya sengaja hendak membuat berita sensasi, kita basmi saja seketika daripada meninggalkan bibit bencana besar dikemudian hari." "Benar, kalau begitu undang dia masuk" kata Dewi In Un sambil tertawa lebar.
Chin Bu wi sebera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian dia telah muncul kembali dengan membawa tiga orang manusia.
Ketika ketiga orang tersebut memasuki ruangan batu, segenap hadirin segera merasakan sikap hormat dan serius yang tiba-tiba muncul dari hati masing-masing.
orang yang berjalan dipaling muka adalah seorang kakek berbaju ungu yang berwajah bagaikan tembaga antik, sepasang matanyaa memancarkan sinar berkilat, jenggot putihnya terurai sepanjang perut, tingkah lakunya mantap dan berwibawa sekali.
Dibela kang tubuhnya mengikuti dua orang pembantunya, yang tua berambut dan berjenggot putih, tangannya membawa sebuah tongkat berbentuk. aneh, berbaju kuning, sedang yang muda berbaju bersih, putih kemerahan, usianya paling banter baru delapan belas tahunan.
Ketiga orang itu berjalan dengan langkah lebar dan kepala terangkat keatas, begitu anggun langkah mereka sampai-sampai Dewi In Un yang berada ditempat duduknya pun tergerak hatinya dan berdiri tanpa sadar.
Ketika kakek berbaju ungu itu sudah tiba diruangan tengah, ia segera mengalihkan pandangan matanya mengawasi sekitar situ, kemudian berseru dengan suara yang nyaring bagaikan genta:
"Tempat yang bagus.siapa yang bernama Dewi In Un?"
Dewi In Un segera mengernyitkan alis matanya, lalu menjawab : "akulah orangnya, boleh kutahu siapa namamu?"
Kakek berbaju ungu itu tersenyum,
"sebelum kusebutkan namaku, terlebih dahulu ingin kutanyakan satu persoalan lebih dulu. soal apa?"
"Anda adalah keturunan keluarga ui yang keberapa?" Tanya kakek itu dengan suara dalam.
"Angkatan keempat" sahut Dewi In Un keningnya makin berkerut.
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut, katanya lagi:
"kalau begitu anda tentunya mengetahui dengan jelas tentang segala kejadian yang telah menimpa kakekmu ui Thian it bukan?"
"sejak masih kanak-kanak orang tua kami selalu membicarakan soal leluhur kami dulu. Kisah ceritanya boleh dibilang telah mendarah daging ditubuhku" Kakek berbaju ungu itu segera tertawa girang, katanya lebih jauh
:
"Kalau begitu tentunya kau tahu bukan, ketika leluhurmu ui Thian
it bertarung melawan tiga dewa see hwa sam sian dibawah tebing hati duka, pernah ada seorang sahabatnya dari see ih yang buru- buru datang ketempat kejadian, tapi berhubung kedatangannya terlambat satu langkah hingga menemukan leluhurmu telah tewas ditangan tiga dewa, hingga akhirnya sahabatnya itu menguburkan jenasah ui Thian it serta mendirikan baru nisan baginya."
sambil berkata sepasang matanya yang tajam mengawasi wajah Dewi In Un lekat-lekat, kemudian baru melanjutkan:
"Tahukah kau siapakah orang tersebut?"
Dewi In Un balas menatap wajah kakek berbaju ungu itu dengan seksama, lalu sahutnya keheranan:
"Tentu saja aku tahu, dia adalah sahabat karib leluhurku. Naga Terbang dari See ih Kong ci cu, orang tuaku pun pernah menyinggung tentang perbuatan baik yang pernah dilakukan orang tua itu, selama ini kami menghormatinya sebagai tuan penolong dari keluarga ui. Sayang sekali, dia orang tua tidak mempunyai keturunan, tidak memiliki ahli waris, sehingga budi kebaikannya itu tak sempat kami balas. Kakek berbaju ungu itu seoera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhhh..haaaahhhh.haaaahhhhh akulah Kong ci cu" segenap yang hadir termasuk juga Dewi In un pribadi menjadi
tertegun sesudah mendengar jawaban tersebut. selang beberapa saat kemudian Dewi In Un baru berkata sambil tersenyum:
"Lojin gemar amat bergurau, Kong ci cianpwee tak mungkin masih hidup didunia ini, hal semacam ini sama sekali tak masuk akal dan tak bakal dipercayai oleh siapa saja."
"Tiada keanehan yang tak bisa terjadi didunia yang lebar ini," ucap si kakek berbaju ungu sambil tertawa,
"semua kemungkina bisa terjadi dan dialami setiap manusia, atas dasar apa kau tidak mengakui keaslianku."
"Bila anda benar-benar adalah Kong ci cianpwee, dengan cara apa kau bisa.."
Kakek berbaju ungu itu segera menukas perkataannya yang belum selesai diucapkan itu.
"Aku cukup memahami kecurigaanmu, tegasnya saja peristiwa ini memang merupakan suatu peristiwa yang hampir tak masuk diakal dan susah dipercayai alasannya. Mungkin rasa curigamu itu akan lenyap dengan sendirinya."
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan:
"Tatkala leluhurmu ui Thian it telah meninggal disini, hatiku merasa sangat masgul dan risau, karenanya aku tak pernah kembali ke see ih lagi, tapi dengan membawa serta pelayan dan kacung aku mengembara kesegala pelosok tempat, setahun kemudian sampailah kami dibukit Tiang pek san sebelah timur laut."
"Bila apa yang totiang katakan benar, dari wilayah see ih disebelah barat kau bisa berkelana sampai wilayah timur laut, kelihatannya kepandaianmu sungguh mengagumkan" sela Dewi In Un.
Dengan sorot mata yang tajam, kakek berbaju ungu itu mengawasinya lekat-lekat, lalu melanjutkan kembali kata-katanya:
"Ketika aku mengajak kacung dan pelayanku memasuki bukit tiang pek san untuk berpesiar, akhirnya kami bertemu dengan badai salju selama sepuluh hari-"
"Apa yang dimaksudkan badai salju selama sepuluh hari?" Tanya Dewi In Un sambil tertawa.
"selama sepuluh hari lamanya, badai salju menyerang kami tiada hentinya . itulah yang disebut badai salju sepuluh hari."
"Waaah, kalau terjadi badai salju selama sepuluh hari tiada hentinya, bukankah semua jalan gunung menjadi terhambat dan seluruh bumi berubah menjadi putih berkilauan?"
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut.
"yaa, justru Karena itulah kami jadi terjebak didalam suatu wilayah yang amat terpencil, dalam keadaan begini, betapapun tingginya ilmu silat yang kumiliki sulit juga untuk melepaskan diri dari lapisan salju yang menutup seluruh bukit Tiang peksan, rasa lapar, kedinginan membuat kami hampir saja mati konyol,"
sekali lagi Dewi In Un menyela.
"Lantas dengan cara apakah lotiang berhasil meloloskan diri dari mara bahaya?"
Berkilat sepasang mata kakek berbaju ungu itu.
"Kami tidak terlepas dari kurungan, tapi dibawah sebuah tebing yang terjal kami berhasil menemukan sebatang pohon waru."
Ditengah salju yang begitu dingin, pohon waru yang ditemukan pastilah sebatang pohon kering yang sudah tak karuan lagi- Tapi setelah berhenti sejenak- dengan pandangan keheranan dia bertanya,
"Mengapa lotiang menyinggung soal pohon waru?" Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah-haaaahhh-haaaahhhhh sebab nyawa kami bertiga telah diselamatkan pohon waru tersebut, tentu saja harus kusinggung tentang persoalan ini.
Silahkan lotiang melanjutkan penuturanmu" pinta Dewi In Un dengan perasaan gelisah.
Setelah melemparkan sekulum senyum misterius, kakek berbaju ungu itu berkata lebih laniut:
"Dibawah tekanan udara yang amat dingin dan lapisan salju yang begitu tebal, tentu saja pohon tersebut tinggal sebuah batang kering yang tak karu-karuan- lagi, namun diatas dahan yang kering tersebut justru terdapat dua puluh empat butir biji waru, setiap butir biji waru itu besarnya seperti buah kelengkeng, warnanya merah menyala."
"Oooo.. sungguh suatu kejadian yang sangat aneh" kata Dewi In Un keheranan. Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Waktu itu kami merasa amat kelaparan, tentu saja tak terlintas pikiran yang bukan-bukan terhadap buah tadi, kami petik buah merah tersebut dan setiap orang mendapat delapan butir untuk menahan lapar."
Sambil tertawa Dewi In Un menyela :
"Bila seorang sudah berada dalam keadaan kelaparan, rasanya delapan butir biji waru belum mampu untuk menghilangkan rasa lapar yang menyerang badan."
"Sama sekali tidak," kakek berbaju ungu itu menggoyangkan tangannya berulang kali,
"setelah kedelapan butir biji waru itu msuk kedalam perut, bukan saja semua rasa lapar telah lenyap, bahkan rasa dingin yang mencekam badan pun lenyap tak berbekas, baru saat itulah aku merasa amat keheranan"
"Masa benda tersebut adalah buah dewa yang bisa membuat orang awet muda?"
"setelah kulakukan penyelidikan yang seksama, akhirnya dapat kusimpulkan bahwa buah waru tersebut sesungguhnya adalah bibit waru kutub yang telah berusia seribu tahun. Mengapa dinamakan bibit waru kutub? " Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Ditengah badai salju yang begitu kencang dan udara yang begitu dingin, hampir mustahil buat sebatang pohon waru untuk tetap hidup dibumi sekitar situ, apalagi biji waru yang tak pernah rontok selama seribu tahun lamanya. Tapi kesemuanya ini bisa terjadi dikarenakan ada sebab yang lain, rupanya batang pohon waru itu persis tumbuh ditempat yang dilalui aliran hawa panas bumi, dengan menghisap sari bumi, maka pohon waru tersebut
dapat mempertahankan setitik harapan untuk hidup, Itulah sebabnya pohon tadi menghasilkan dua puluh empat butir biji yang berkhasiat luar biasa. Dasar nasibku lagi mujur, gara-gara mendapat musibah akhirnya malah peroleh rejeki,"
"itulah sebabnya Kau menjadi dewa yang tetap awet muda?" sambung Dewi In Un dengan mata melotot besar-
sambil menunding kearah pelayan serta kacung yang berada dibelakang tubuhnya, kakek berbaju ungu itu berkata lebih jauh :
"Waktu itu, wajah mereka persis seperti sekarang ini, biar sudah lewat seabad lamanya, tampang mereka masih tetap tak berubah."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh : "Menurut perkiraanku, meski kami tak bisa hidup panjang umur,
paling tidak masih bisa hidup tiga atau empat kali enam puluh tahun."
Dewi In Un tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia berkata sambil tersenyum,
"kisah cerita lotiang memang sangat menarik hati, tapi rasanya aku belum dapat mempercayai kau sebagai Kong ci cianpwee hanya didasarkan pada ceritamu saja"
Kakek berbaju ungu itu sebera tertawa terbahak-bahak: "Haaaahaaahh-haaahhh.apakah kau masih ingin memeriksa yang
lain?"
Dewi In Un berpikir sejenak, kemudian katanya :
"Menurut apa yang kuketahui, Kong ci cianpwee menggunakan sepasang senjata yang berbentuk. aneh, sampai sekarang benda tersebut masih jarang dijumpai didunia persilatan."
Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak, mendadak dia merogoh kedalam sakunya lalu mengeluarkan sepasang senjata yang berbentuk sangat aneh.
Dalam waktu singkat seluruh ruangan telah diliputi oleh cahaya keemas-emasan yang amat menyilaukan mata. sewaktu semua orang mengawasi dengan seksama, maka tampaklah benda tersebut adalah epasang gelang emas, satu diantaranya mengeluarkan cahaya yang begitu tajam sehingga sewaktu digerakkan membiaskan cahaya yang begitu menyilaukan mata persis seperti cahaya sang surya-
sebaliknya yang berbentuk setengah lingkaran dan bersinar redup, bentuknya tak berbeda seperti rembulan yang separuh bulat, sambil tertawa tergelak-gelak. kakek berbaju ungu itu berkata :
"Apakah kau maksudkan sepasang gelang jit gwat siang huan ini?"
Dewi In Un membelalakkan matanya lebar-lebar, saking tergagapnya sampai dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
sambil menatap wajahnya lekat-lekat, kakek berbaju ungu itu berkata lagi:
"Tentunya kau mengharapkan aku bisa mendemontrasikan kepandaian silatku sebelum mau mempercayainya, bukan?"
sebelum Dewi In Un sempat menjawab, kakek berbaju ungu itu telah memainkan sepasang tangannya, gelang emas berbentuk. separuh bulat itu tahu-tahu sudah meluncur kedepan dengan hebatnya.
Tampak cahaya kuning berkelebat lewat gelang emas tersebut dengan membawa gaung desingan tajam yang amat memekakkan telinga telah meluncur kearah dinding yang berada pada jarak tiga kaki bagaikan kilatan cahaya petir.
Tahu-tahu obor yang diletakkan pada dinding tadi sudah terpapas kutung menjadi dua bagian.
sementara semua yang hadir masih termangu-mang u dibuatnya.
Kakek berbaju ungu itu kembali sudah melepaskan gelang mataharinya.
Pancaran cahaya yang begitu kuat dan tajam membuat semua yang hadir menajamkan matanya tanpa sadar lalu mundur setengah langkah kebelakang. ' 'criiiiing' Terdengar suara dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan, gelang matahari yang dilepaskan kemudian telah membentur diatas gelang rembulan yang baru saja menebas putus batang obor itu.
Begitu sepasang gelang saling beradu, tiba-tiba saja benda tersebut memencarkan diri kekiri dan kanan, lalu dengan membawa desingan suara yang amat memekikkan telinga, senjata-senjata tersebut telah balik kembali ketangan kakek tersebut. setelah menyambut kembali kedua gelangnya, kakek berbaju ungu itu baru baru menegur sambil tertawa bergelak:
"Apakah anda masih curiga?"
Rasa kejut dan girang menghiasi wajah Dewi In Un, namun perasaan curiga masih menyelimuti seluruh perasaannya, segera katanya lagi:
"yang membuat aku keheranan adalah Lootiang bukannya pergi mencari ayahku, mengapa sebaliknya datang mencari aku? "
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak: "Haaaahhh-haaaahhh.-haaaahhhh-.semuanya terdapat tiga
alasan mengapa aku berbuat begini, pertama aku kebetulan sedang lewat diwilayah sekitar sini, kedua ayahmu sebagai ketua angkatan ketiga dari partai kupu-kupu ternyata tidak turun tangan sendiri sebaliknya hanya mengirim putrinya untuk memegang tampuk pimpinan, tindakannya ini membuat aku merasa sangat tak puas kepadanya dan ketiga, aku menjumpai kalian sedang terancam sekarang."
"Ancaman bahaya apakah itu?" Tanya Dewi In Un dengan perasaan amat bergetar. Kakek berbaju ungu itu tertawa hambar.
"sepintas lalu nampaknya saja kau dilindungi oleh begitu banyak jago lihay dan memiliki kekuatan yang luar biasa, padahal dalam dunia persilatan telah terjadi pergolakan sehingga situasipun harus dipandang dari sudut yang berbeda pula."
setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Kho Beng dibantu oleh Bu wi Lojin dan berhasil pula mempelajari ilmu sakti thian goan sinkang, bila jagojago lihay dari Patih uang berkumpul semua didaratan Tionggoan lalu keturunan dari tiga dewa see gwa sam sian yang telah mendapat warisan- ilmu silat dari leluhurnya menyusul pula kesini, hal ini masih dibantu lagi dengan himpunan seluruh inti kekuatan tujuh partai besar dunia persilatan membuat jumlah kekuatan mereka jadi beribu-ribu orang banyaknya, coba bayangkan sendiri mampukah kau menahan serangan gabungan mereka yang memiliki kekuatan sedemikian dahsyatnya itu."
Berubah hebat paras muka Dewi In Un, namun diluar dia tetap paksakan tersenyum, katanya cepat:
"Terima kasih banyak atas perhatian Lootiang, tapi aku yakin masih mampu untuk menghadapi mereka."
Kakek berbaju ungu itu menghembuskan napas panjang. "sekalipun ayahmu memimpin partai kupu-kupu, namun situasi sekarang sulit rasanya untuk membuatnya merasa lega hati. Apalah gunanya kau membohongi dirimu sendiri? "
Dewi In Un berkerut kening.
"Jadi maksud kedatangan Lootiang kemari adalah."
"Mengajak kau merundingkan masalah besar yang dihadapi dan membantu usahamu itu, berniat membalaskan dendam bagi kematian sobat karib ku ui Thian it"
setengah percaya setengah tidak Dewi In Un berkata : "Apakah cianpwee tidak merasa gusar oleh sikap curiga dan
pelayanan yang jelek dariku?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak: "Haaaahhhhh.haaaahhh.haaaa pengalaman yang kualami
memang sulit membuat orang lain percaya, kecurigaan terhadap diriku memang sudah sepantasnya dan sewajarnya."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Dewi In Un, katanya kemudian:
"Jikalau cianpwee memang tidak bermaksud menegur atau marah kepada kami, boanpwee masih ingin melakukan suatu percobaan lagi."
Agaknya Kakek berbaju ungu itu merasakan hatinya bergetar keras, namun diluarnya dia tertawa tergelak:
"Haaaahh-haaahh-haaah-percobaan macam apakah yang kau inginkan?"
"satu-satunya yang bisa dicoba hanya ilmu silat, boanpwee ingin berbuat lancang dengan menyuruh keempat orang Lengcu anak buahku untuk bertarung sebanyak tiga jurus dengan diri Locianpwee."
"Hahahaha " Kakek berbaju ungu itu menggunakan gelak tertawa yang keras untuk menutupi perasaan tidak tenangnya, akhirnya dia menatap lawannya tajam-tajam dan berkata :
"Aku adalah sahabat karib leluhurmu, masa sekarang harus bertarung melawan angkatan muda dari empat generasi dibawah ku?"
Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh :
"yaa, sebab hanya dengan cara inilah keaslian cianpwee baru bisa diketahui, apakah cianpwee tidak berharap rasa curiga boanpwee sekalian hilang sama sekali?" Kakek berbaju ungu itu berpikir berapa saat lamanya, lalu berkata
:
"Cara seperti ini sama sekali tak masuk diakal.. "Tapi sejenak
kemudian dia telah berkata lagi:
"Namun aku punya sebuah usul yang lain? entah usul macam apakah itu?"
"Walaupun aku enggan bertarung sendiri melawan kalian, tapi pelayan tuaku ini bisa menemani kalian untuk bermain beberapa gebrakan"
"siapa saja yang turun tangan, rasanya juga sama saja," kata Dewi In Un sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya :
"Bila pelayan cianpwee memiliki ilmu silat yang jauh melebihi kemampuan kami, sudah jelas kepandaian silat cianpwee jauh lebih hebat lagi, tentu saja kami tak perlu curiga lagi."
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak, dia segera berpaling seraya berseru:
"Ang tua"
Pelayan tua yang berdiri dibelakangnya segera maju kedepan dan menyahut. "Hamba siap"
"Apa yang telah kami bicarakan barusan, tentunya sudah kau ketahui, bukan? Nah, coba kau yang melayani beberapa orang itu untuk bermain beberapa gebrakan"
"Hamba turut perintah"
Dewi In Un segera berkata pula sambil tertawa girang : "Maafkan kelancangan boanpwee ini"
Dengan cepat dia mengulapkan tangannya, seorang dayang berpakaian ringkas segera muncul sambil menyodorkan sebilah pedang.
Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang soat Lengcu pun tidak menunggu perintah lagi serentak meloloskan pedang masing-masing dan mengurung pelayan tua ditengah arena.
sambil mempersiapkan tongkat berbentuk anehnya, pelayan tua itu berkata secara tiba-tiba sambil tertawa :
"Lapor cukong"
"Ada apa?" Tanya si Kakek berbaju ungu agak tertegun. "Pertarungan ini merupakan pertarungan mati hidup ataukah
Wanya terbatas saling menutul?" "Tentu saja hanya terbatas saling menutul, masa pertarungan harus berlangsung antara mati dan hidup,.ingat, kau tak boleh melukai siapapun diantara mereka"
"Hamba turut perintah"
sementara itu Dewi In Un telah mengayunkan pedang sambil melancarkan sebuah tusukan ke depan, serunya kemudian:
"Maaf boanpwee menyerang lebih dulu"
Pelayan tua itu sama sekali tidak bergerak dari posisinya semula, namun ujung tongkatnya yang naga bukan ular bukan itu segera dilancangkan tiga kali.
Ketika serangan yang dilancarkan Dewi In Un membentur diatas bayangan tongkat tersebut, terdengar suara dentingan yang amat nyaring, ternyata serangan tersebut sudah terbendung sama sekali.
Padahal Dewi In Un bukan menyerang secara sungguhan, dengan berbuat demikian pertama, dia hendak member petunjuk kepada keempat Lengcu dan kedua, dia ingin mengamati aliran ilmu silat dari pelayan tua tersebut.
Mendadak terdengar keempat orang Lengcu itu membentak keras, keempat bilah pedang mereka berkelebat memenuhi angkasa dan melakukan pengepungan dari empat arah delapan penjuru.
sebaliknya Dewi In Un segera menarik kembali pedangnya sambil mundur sejauh tiga langkah.
Dalam waktu singkat, cahaya tajam telah memenuhi angkasa. Hawa pedang mederu-deru, seluruh badan pelayan tua itu sudah terkurung oleh jarrtng pedang yang amat kuat. Pelayan tua itu tertawa terbahak-bahak, segera serunya :
"IImu pedang yang amat bagus.coba lihat jurus naga ular menari bersamaku ini"
sementara si pelayan tua tersebut masih terkurung oleh lapisan hawa pedang yang diciptakan keempat bilah pedang tersebut, mendadak tampak bayangan tongkat menerobos ketengah angkasa, lalu bagaikan deruan angin topan segera menyambar keempat penjuru.
serangan dahsyat ini bukan saja telah menjebolkan bayangan pedang yang berlapis-lapis, lagipula dalam beberapa putaran saja seluruh cahaya pedang yang berkilauan telah terdesak balik kembali-
Akhirnya tampak bayangan toya dan cahaya pedang lenyap semuanya hingga tak berbekas, dengan wajah amat terperanjat keempat orang Lengcu itu mengundurkan diri kebelakang. sebaliknya pelayan tua itu tetap berdiri dengan senyuman dikulum, seolah-olah tak pernah terjadi pertarungan apa pun disitu.
Baru saja pertarungan berhenti tiba-tiba, terdengar Dewi In Un membentak keras laksana sambaran petir cepatnya dia menyergap pelayan tua tersebut.
sergapan yang dilakukan sangat mendadak ini sungguh luar biasa, hal tersebut membuat si Kakek berbaju ungu yang berada disisi arena menjadi amat terperanjat, serangan yang hebat seru si pelayan tua sambil tertawa bergelak-Bayangan tongkat segera menyambar kemuka menyongsong datangnya serangan itu.
Terdengar suara desingan angin tajam menderu-deru diseluruh ruangan, tapi sejenak kemudian suasana telah berubah menjadi sunyi kembali.
Kini suasana sepi yang luar biasa mencekam Perasaan setiap orang, sementara Dewi In un kelihatan masih berdiri termangu ditempat semula, senjata panji kupu-kupunya masih berada juga ditangannya.
.....
sipelayan tua itu berdiri lebih kurang lima depa dihadapanny a, tapi pada ujung tongkatnya kini telah bertengger sepasang kupu- kupu yang sedang mementangkan sayapnya.