Jilid 19
Jian-li-tok-heng bergerak dari kanan menuju ketimur dengan kecepatan maksimal, tengah dia mengitari sebuah empang teratai meluncur kebelakang sebuah gunungan, dari lobang gua disebelah kanan gunungan menerobos keluar sesosok bayangan mengadang didepannya. orang ini berusia tiga puluhan, tubuhnya kuat dan tegap. bergaman golok punggung tebal, begitu melompat kedepan lantas membentak kereng: "Kurcaci dari mana malam-malam berani terobosan di istana, hayo menyerah dan ikut tuanmu menghadap congkau (guru kepala), mungkin jiwamu bisa diampuni.
Sudah tentu Jian li-tok-heng tidak sempat melayani orang, jengeknya dingin: Jangan ribut, malam-malam aku kemari memang hendak mencari orang, kalau kau mau membantu tolong tunjukan jalannya." sembari bicara tubuhnya terus menerjang, kedua tangan menepuk kearah Ki-bun dan Tan- thian dua Hiat-to besar ditubuh besar ditubuh orang.
Mendengar orang datang mencari kenalan baiknya, laki-laki tegap itu melenggong sekejap. baru saja mulutnya terbuka hendak bicara, mendadak terasa segulung angin kencang menindih tiba, karuan darahnya tersirap namun sebelum dia sempat bersuara tubuhnya sudah diterjang pukulan hingga mencelat tiga tombak dan terbanting mampus dengan darah menyembur dari mulutnya.
Sebat sekali Jian-li-tok-heng memburu ke sana serta meraih mayat orang, begitu membalik badan dia lempar mayat orang kedalam gua digunungan sebelah kanan, begitu menutul kaki pula tubuhnya melambung tinggi laksana burung raksasa.
Dibela kang gunungan ada sebuah jembatan gantung yang menjurus ke bilangan dalam, baru saja dia hendak melejit keatas jembatan, mendadak didengarnya suara batuk perlahan disebrang sana, dengan seksama dia perhatikan, dilihatnya sesosok bayangan orang kurus tinggi setengah baya sedang mendekam ditempat gelap dipinggirjembatan.
Jian-li-tok-heng tahu penjagaan istana memang amat keras, sebelum tugas sendiri terlaksana, apapun jejak dirinya tidak boleh konangan, bila menerjang secara kekerasan jelas makan banyak tenaga, salah-salah urusan bisa gagal total jadinya, maka dia berkeputusan untuk bertindak dengan akal, pada hal tempat ini sudah dekat dengan kediaman para kerabat istana, tidak boleh gembar gembor, apa boleh buat, dengan mengerut alis dia meraih sebutir krikil terus dilempar ketengah jembatan gantung.
"Klotak" suara batu berdentam diatas jembatan, laki-laki setengah umur disebrang itu segera menorobos keluar. Begitu melempar krikil Jian-li tok-heg lantas melompat tinggi kepucuk gunungan, sengaja dia menggunakan tenaga sehingga langkahnya mengeluarkan suara.
Kepandaian laki-laki kurus setengah baya itu agaknya tidak rendah, telinganya tajam pandai membedakan suara lagi, melihat bayangan orang berkelebat diatas gunungan lekas dia kembangkan ginkang memburu ke sana. Sebat sekali kakinya sudah hinggap dipuncak gunungan, selayang mata memandang sekelilingnya gelap pekat, tiada kelihatan bayangan atau jejak manusia disaat dia bingung dan celingukan mendadak terasa kesiur angin kencang dari samberan Am-gi yang menyerang datang dari arah kanan, tahu ada orang membokong dirinya, kaki kanan menggeser mundur selangkah sambil miring tubuh, baru saja dia selamat dari samberan Am-gi, tahu-tahu segulung angin pukulan yang belakangan sudah memukul pinggang di mana Hiat-to pelemas badannya tertutuk dengan telak. pandangan seketika menjadi gelap, orangnyapun roboh semaput.
Agaknya Jian-li-tok-heng sengaja mengeluarkan suara untuk menarik perhatian musuh supaya mengejarnya, begitu musuh mengejar tiba dia sembunyi dibela kang batu lalu balas menyergapnya .
Sementara itu Ai-pong-sut bergerak dari barat menyusup hutan dengan kecepatan luar biasa pula, daerah yang dilalui adalah hutan tua yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan rimbun keadaan sunyi dan hening, Ginkangnya sudah mencapai taraf yang sempurna menginjak dahan atau menyentuh daon, tubuhnya melayang laksana burung terbang, hanya sekejap dia sudah melewati hutan lebat ini. Didepan dia dihadang sebuah empang lebar, ditengah empang dibangun sebuah panggung batu, diatas panggung ini berdiri sebuah kopel bundar ada pintu jendela yang yang tertutup rapat, keadaan gelap gulita tiada penerangan, agaknya sudah lama tempat ini tidak dihuni orang.
Disekitar empang tertambat beberapa sampan untuk tamasya. Sejenak Ai-pong-sut berdiri menerawang keadaan, untuk menempuh perjalanan lebih cepat kedepan, menyebrangi empang ini lebih cepat dan pendek tengah dia berpikir mendadak dari dalam hutan didengarnya sebuah suara serak berkata: "orang sering memuji kungfu Siu- congkau bagaimana lihaynya tapi menghadapi persoalan ternyata bernyali sekecil tikus, memangnya tempat sepi terpencil seperti sarang setan di sinijuga harus kita jaga segala. Huh, sungguh menyebalkan."
Seorang lagi bergelak tawa, katanya: "Memangnya siapa bilang tidak. Mengingat dahulu betapa kita berdua mondar mandir di Tionggoan, jelek-jelek juga pernah merebut nama dan gelaran, walau sekarang aku kehilangan lengan kiri, kapan aku pernah mengerut alis, siang tadi begitu mendengar Pat-pi-kim- liong sudah tiba di kota raja, keadaan menjadi ribut dan gelisah, seluruh kekuatan dikerahkan untuk bersiaga, Li-lote kurasa persoalan kecil terlalu dibesar-besarkan."
Suara serak itu berkata pula: ”Jit-ko, anggaplah nasib kami yang jelek. kebetulan diwajibkan jaga di tempat ini..." Ai-pong-sut tahu kedua orang ini adalah penjaga yang diutus dari istana untuk memperketat keadaan, karena tempat ini sepi danjauh dari keramaian, maka kedua petugas ini sedang menggerundel.
Segera dia menarik napas menghimpun hawa murni, langkahnya enteng menghampiri kearah datangnya suara, Lwekangnya memang sudah tinggi ditempat gelap dapat melihat jelas seperti diaiang hari, dari kejauhan sudah tampak olehnya ditanah iapang dipinggir hutan sana, duduk beradu pundak dua laki-laki berpakaian ketat, mulut mereka masih terus menggerundel panjang pendek.
Memangnya Ginkang Ai-pong-sut sudah amat tinggi, bergerak hati-hati meminjam kegelapan dan sembunyi didahanpohon lagi, secepat kilat dia berkelebat kebelakang kedua orang, tenaga yang sudah dikerahkan dikedua telapak tangan terus menggablok punggung mereka. Di mana dua jalur angin pukulan melanda "Blang" orang disebelah kiri terpukul roboh terjerembab tidak bergerak lagi, tapi laki-laki diaebelah kanan yang buntung lengan kirinya berkepandaian lebih tinggi, begitu merasa angin pukulan menyerang kontan dia menjatuhkan diri terus menggelundung pergi hingga jiwanya selamat.
Sigap sekali dia melompat bangun terus mencebir bibir bersuit panjang, sultannya melingking tinggi menembus hutan terdangar nyaring dimalam hari, maka tampak gerakan beberapa bayangan orang dari berbagai penjuru memburu kemari.
Berkepandaian tinggi nyali Ai-pong-sut amat tinggi, sedikitpun dia tidak terpengaruh oleh datangnya bala bantuan musuh, tangannya tetap menyerang gencar sambil mengembangkan giniang, gerak geriknya laksana setan, sebelum laki-laki buntung sempat melihat jelas lawannya, tenaga pukulan dahsyat kembali telah menerpanya, lekas dia angkat tangan tunggainya menangkia, "Krak" pergelangan tangannya seketika patah, tubuhnyapun tersapu lima kaki jauhnya, saking kesakitan mulutnya hanya sempat menjerit sekali lantas terbanting semaput.
Cepat sekali beberapa bayangan orang sudah meluruk tiba, Ai-pong-sut dikepung dari segala jurusan. Melihat kawan mereka roboh semua, insaf lawan yang dihadapi amat tangguh, pendatang ini tidak berani segera turun tangan, sesaat mereka saling melotot hingga keadaan hening sejenak. Akhirnya seorang laki-laki setengah umur berperawakan sedang tampil kedepan bentaknya sambil menuding:
"Dari kepandaianmu pasti bukan seorang kroco, berani meluruk kemari kemari harus main sembunyi-sembunyi macam panca longok, menyergap orang-orang yang berkepandaian rendah lagi, memangnya kau tidak merasa malu."
Ji-pong-sut tertawa lebar, katanya: "Menghadapi kawanan tikus macam kalian, memangnya perlu bicara aturan Kangouw segala."
Laki-laki tengah umur terkekeh dinginjengeknya: "Agaknya kau memang ingin diaiksa, malam inijangan harap kau biaa lolos dari sini. Hayo kawan-kawan ganyang dia." lalu dia lolos pedang panjang serta menyerang dengan jurus Hekscua-to- sim, yang diincar adalah Jian-kin hiat dipundak lawan
Lima orang yang lainjuga menubruk maju, maka sinar golok dan samberan pedang silih berganti, semua merabu ketubuh Ai-pong-sut. Ai-pong-sut mendangus geram, serunya:
"Kalian juga belum setimpal bergebrak dengan aku." belum habia dia bicara mendadak tubuhnya berkelebat, dengan gerak langkah ajaib tahu-tahu tubuhnya menyelinap keluar dari samberan golok danpedang musuh. Padahal tenaga sudah tersalur dikedua tangan, di mana telapak tangannya menampar dan menggenjot "Blang, bluk" dua orang menjeritjatuh binasa. Mungkin daerah ini terlalu terpencil maka petugas yang dinas di sini berkepandaian kelas dua, maka dengan mudah Ai-pong-sut merobohkan dua lawan dalam satu gebrak.
Sudah tentu empat kawannya yang lain copot nyalinya, tanpa berjanji serempak mereka sudah siap ngacir selamatkan jiwa, sayang kesempatan sudah tidak ada lagi, terasa kaki menjadi goyah, sebuah jeritan kumandang pula, seorang terpukul terbang dan jatuh kedalam air. Tiga orang lagi makin tidak karuan perlawanan mereka, jangan kata menyerang, membela diripun rasanya terlalu repot.
Ai-pong-sut ingat dirinya umpama berada di sarang harimau, dia perlu segera membantu
Liok Kiam-ping diaebelah depan bersama Jian-li-tok-heng untuk menolong Siau Hong, maka waktu tidak boleh terbuang percuma, segera dia pergencar gerakan tangannya, dua orang dipukulnya luka parah pula. Tinggal laki-laki setengah umur tadi yang masih melawan dengan nyali pecah, mumpung Ai- pongsut merobohkan kedua temannya, segera dia melompat jauh ke sana menorobos kedalam hutan. Ai-pong-sut tidak sempat mengejarnya, namun kuatir orang pulang memberi laporan segera dia timpukan sepasang Yam-yam-tam dengan tenaga dikerahkan sepenuhnya pelor belibianya bagai meteor memburu kepunggung laki-laki setengah baya itu.
Yam-yam-tam adalah senjata andalan Aipong-sut yang terkenal, selama ditimpukan tidak pernah meleset, laki-laki itu terlalu bernafsu menyela matkanjiwa hingga tidak menduga bahwa jiwanya diburu peluru lawan
"Blang" punggungnya ketembak secara telak. tenaga timpukan Ai-pong-sut agaknya teramat besar, pelornya itu melesak amblas kepunggung orang dan tembus keluar dadanya, laki-laki itu menjerit lalu tersungkur binasa.
Dengan menggapa tangan kanan pelor baja Ai-pong-sut telah melesat balik ketangannya. Sejenak dia berdiam diri memperhatikan keadaan sekelilingnya, lalu melangkah keping gir empang, melompat keatas sebuah sampan dan duduk diujung belakang, kedua tangan segera menepuk kebelakang secara beruntun, sampan kecil itu segera meluncur secepat panah kearah sebrang.
Setengah jam Ai-pong-sut Thong cau sudah mendarat disebrang, kembali dia mengembangkan Ginlangnya yang tinggi melesat kearah timur.
Kini mari kita ikuti perjalanan Liok Kiam-ping, setelah berpisah dengan kedua pembantunya, segera dia kembangkan Leng-khong-pou-hi, seperti naik mega layaknya meluncur kepusat istana. Daerah yang dilalui adalah gedung-gedung istana yang menjulang tinggi bertingkat, maka untuk meluncur diantara wuwungan istana kemungkinan sekali jejaknya gampang konangan namun demi menolong orang maka dia tidak hirauhan akibat ya akan dialaminya namun dia bergerak secara hati-hati dan main sembunyi juga.
Gerakan tubuhnya laksana segumpal asap yang melayang diudara, hanya pakaiannya saja berkibar mengeluarkan suara, namun sekali berkelebat lantas lenyap daripandengan mata. Bagi orang biasa pasti menyangka yang dilihatnya barusan adalah burung yang terbang lewat.
Tengah Kiam-ping meluncur dengan keceepatan tinggi, mendadak dari samping terdangar sebuah suitan lirih, selarik sinar putih melesat keluar menerjang dirinya.
Lekas Kiam-ping menggentak kedua lengan sehingga luncuran tubuhnya sedikit diperlambat, sebat sekali, tubuhnya berputar meluputkan diri, gerak geriknya lemas gemulai, "Pletak" sebuah bola perak jatuh dipermukaan genteng. Menyusul sebuah gerungan kumandang dari tempat gelap: "Kepandaian bagus," tahu-tahu dua laki-laki tua berusia lima puluhan melompat keluar mengadang didepannya. Dengan mendelik salah seorang diantaranya menegor: "Kepandaian saudara amat tinggi, malam buta rata keluyuran di istana, kalau bukan maling pasti rampok atau pembunuh gelap. lekas sebutkan namamu, supaya kami tidak kesalahan tangan." '
Liok Kiam-ping mendangus ejek: 'Kalau salah tangan memangnya kenapa?'
"Hehe, agaknya kau memaksa Losiu turun tangan menahanmu."
"Memangnya kau yakin dapat menahan aku, Dalam tiga jurus bila kau dapat mengalahkan aku, boleh terserah tindakan apa yang ingin kau lakukan terhadapku ."
Kedua orang tampak gusar, "Bangsat takabur.' serempak mereka membentak, empat tangan bergerak dari kiri kanar, memukul ke berbagai Hiat-to mematikan ditubuh Liok Kiam- ping. Empat jalur tenaga menderu seperti mengurung Liok Kiamping ditengah arena, perbawa serangan kedua orang ini memang cukup mengejutkan-
Namun kungfu Liok Kiam-ping tinggi, nyalinyapun besar, meski dikeroyok dua dengan serangan gencar lagi. dia tetap berdiri sekokoh gunung, bila tepukan tangan kanan hampir menyentuh tubuhnya baru mendadak dia mengembangkan Leng-hi-pou-hoat. sekali berkelebat tubuhnya lenyap dan menyelinap keluar darijangkauan tenaga pukulan lawan- Bahwa jejaknya sudah konangan maka diapun tidak mau membuang waktu, kedua lengan melingkar, lengan kanan bergerak danggan jurus Llong-kiap-sin-gan. Pukulan Wi- liong- ciang-hoat adalah ilmu warisan sejak jaman dulu, kapan kedua lawan ini pernah melihat ilmu sehebat ini, disaat mereka melenggong karena serangan sendiri mengenai tempat kosong, pukulan Liok Kiam-ping sudah menerpa tiba, mau berkelit sudah terlambat, seorang menggeram perlahan, tubuhnya terjungkal roboh keping gir. Seorang lagi sempat berkelit sehingga jiwanya lolos dari lobang jarum, lekas dia berusaha melompat pergi melarikan diri. Sudah tentu Liok- Kiam-ping tidak memberi kesempatan dia melarikan diri, kembali dia gerakan dua tangan, kali ini, menyerang dengan jurus Llong-hiau-king-thian, baru saja ujung kaki orang tua itu menyentuh genteng, tubuhnya seketika tersuruk mumbul karena lambungnya terkena telak pukulan Kiam-ping, tubuhnya terlempar jauh melayang jatuh kebawah.
Tanpa hiraukan korbannya Liok Kiamping kerahkan seluruh kekuatannya mengembangkan Leng-hi-pou-hoat, tubuhnya meluncur lebih kencang lagi kedepan. Bila orang-orang dibawah gedung menjadi geger. Sementara dia sudah meluncur ratusan tombak jauhnya.
Liok Kiam-ping meluncur turun ketanah dan menyelinap ketempat gelap. untung letak Ling- hong-khek sudah diketahui arahnya, meski putar kayun belak belok kian kemari menghindari kawanan ronda dan para penjaga Liok Kiam-ping masih bisa maju dengan leluasa. Dikala dia menyelinap kebelakang sebuah pohon besar, dari tempat gelap dipojok sana mendadak menerobos kelua sesosok bayangan hitam besar, sebelum kedua cakarnya tiba, dengan napasnya yang memualkan sudah menyampuk hidung.
Mendengar suara Kiam-ping lantas bersiaga, sebat kakinya menggeser kekiri sehingga tubrukan bayangan itu mengenai tempat kosong, sekilas melirik baru dia melihatjelas yang menyergap dirinya adalah seekor anjing Tibet yang tinggi kekar sebesar anak kerbau, bila mendekam ditanah panjang tubuhnya ada delapan kaki, kedua matanya menatap jalang siap menerkam pula.
Dari cerita Jian-li-tok-heng dapat diketahui bahwa anjing Tibet ini segarang harimau, tangkas dan kuat, cerdik pula, cakarnya beracun, buasnya luar biasa, meski badan sudah terluka selama badan masih bisa bergerak akan terus melawan dan menyerang sampai ajal. Kaum Bulim kelas satu juga kewalahan menghadapinya. Terutama anjing yang satu ini kelihatannya sudah terlatih baik sekali, untuk membunuhnya pasti memerlukan tenaga.
Mungkin penasaran karena terkamannya barusan luput, sambil menggeram kembali dia menerjang. Tapi gerakan anjing kali ini memang cukup cerdik, kelihatannya tubuhnya menerkam padahal gerakan tubuhnya masih sempat berobah sambil menunggu reaksi lawan, bila lawan berkelit kekiri sekaligus gerak perobahan tubuhnya akan mengikuti gerakan lawan-
Untung menghadapi anjing yang sudah terlatih baik ini, sedikit banyak Kim-ping sudah punya pengalaman, tahu betapa buas dan jahatnya anjing ini, bahwa dua kali tubruknya tidak mengenai sasaran, anjing ini berjalan melingkar mengelilingi dirinya, jelas anjing ini sedang mencari posisi dan siap menerkam pula bila sudah mendapatkan peluang, maka Kiam-ping tumplek perhatian dan mengerahkan tenaga.
Bahwa pancingannya tidak berhasil anjing buas ini naik pitam, mendadak dia mendekam pula terus meraung, kaki belakang menjejak tubuhnya lantas menerkam mumbul keatas, betapa besar tenaga yang dikerahkan untuk tubrukan dahsyat ini sampai mengeluarkan deru angin kencang.
Tujuan Kiam-ping memang memancing amarahnya, begitu anjing itu menerkam pula dengan buas, mendadak dia menggeser kekanan satu langkah, kedua kaki menutul bumi, tubuhnya melejit mumbul delapan kaki, ditengah udara dia menekuk pinggang, secara berputar dia sudah melejit diatas anjing kedua tangannya terus menepuk kebawah.
Tahu batok kepalanya ditempiling anjing buas ini memang cerdik, begitu kedua kakinya menerkam kosong pula, kontan dia menjatuhkan badannya kekiri, tubuh sebesar anak kerbau itu menggelinding lima kaki kepinggir.
"Blum." karuan tepukan telapak tangan Kiam-ping yang dahsyat membuat lobang besar di atas tanah sedalam dua kaki, sungguh dia tidak habis mengerti bahwa seekor anjing ternyata secerdik ini dapat meluputkan diri dari serangan telapak tangannya, sekilas dia melenggong lekas dia menarik napas lagi, meminjam daya pantul dari pukulan telapak tangan kebawah, kedua kaki memancalpula sehingga tubuhnya melejit minggirjuga ke samping, di mana kedua lengannya ditekuk lalu digentak. dua jalur tenaga pukulan yang mampu meremukkan batu raksasa melanda kedepan.
Anjing besar itu sedang bergulingan ditanah, keempat kakinya terangkat diudara, belum sempat membalikkan tubuh dan berdiri diatas kakinya, dan dadanya sudah kena pukulan telak: "Bluk, dua kali, tubuhnya yang besar seketika gepeng dan remuk seperti ditindih benda berat ribuan kati tanpa mengeluarkan suara jiwanya melayang seketika.
Meski berhasil membinasakan anjing lihay ini, tak urung Liok Kiam-ping merasa bersyukur pula dapat merobohkannya. Segera dia kembangkan pula Ginkangnya, melesat lebih dalam.
Begitu mencapai seberang Ai-pong-sut sudah kembangkan ketangkasan gerak tubuhnya terus meluncur kepusat istana, sekali lompatan sepuluh tombak dicapainya, badannya memang pendek sehingga lebih leluasa bergerak diantara pucuk pohon. Dibawah memang pernah kepergok para penjaga, namun karena gerakan tubuhnya teramat cepat, mereka berkepandaian rendah lagi. maka para penjaga itu merasa kabur pandangan, kapan pernah menyangka bahwa seseorang telah menyelundup kedalam.
Beberapa kejap lamanya Ai-pong-sut meluncur dengan kecepatan tinggi tanpa menemukan rincangan apapun, ternyata keadaan sebelah depan makin rata dan lebar, sunyijuga hening, keadaan tidak seperti didalam lingkungan istana, maka dia menduga kemungkinan dirinya salah arah, segera dia menghentikan langkah melompat tinggi kepucuk pohon lalu menerawang sekitarnya. Seketika dia berdiri melenggong dipucuk pohon, karena keadaan yang dilihatnya sekarang jauh berbeda dengan apa yang digambarkan oleh Jian-li-tok-heng, mungkin setelah dirinya keluar hutan tadi sudah kesasar, apalagi telah dia menggenjot tenaga meluncur dengan kecepatan tinggi, dengan arah yang ditujupasti lebih jauh lagi, pada hal lingkungan istana seluas ini, dalam waktu sesingkat ini ke mana dia harus mencaritahu ?
Waktu dia menengak meneliti letak bintang, diduga sekarang sudah menjelang kentong keempat, saat ini kemungkinan Liok Kiam-ping danJian-li-tok-heng svdah berada di Ling-hong-khek, bahwa dirinya datang terlambat jelas bakal bikin kapiran urusan besar. Satu jam lagi, petugas pagi dari istana bakal keluar melaksanakan kerja rutin untuk turun tangan jelas akan lebih sukar. Karuan hatinya bingung dan gugup, untunglah pada saat itu dikejauhan didangarnya suara kentong a n peronda, pikirnya: "Untuk. tanya jalan terpaksa harus memaksa peronda itu," sebat sekali dia meluncur turun kebawah terus memburu kearah utara dan menyelinap kebelakang sebuah potlon dan menunogu.
Tak lama kemudian cahaya lentera yang guram mulai menyorot keluar dari balik hutan-Ai-pong-sot sudah mengincar tepat, sebat sekali dia melompat keluar, tangan kanan terangkat, dengan kecepatan kilat dia mencengkram pergelangan tangan orang. Saking kaget orang yang diaargap ini membuang galah di mana lenteranya tergantung hingga lampupun padam. Tahu bahwa dirinya disergap kawanan maling atau penjahat yang beroperasi didalam istana peronda waktu ini segera meratap: "Harap Hohan memberi ampun, lepaskan tanganku, aduh, aduh."
"Ling-hong-khek di mana. Lekas katakan-' desis Ai-pong- sot.
"Itulah tempat tinggal kaum Lama, letaknya disebelah tenggara, melampaui pekarangan besar ini, akan tampak sebuah menara tunggal yang menjulang tinggi itulah. Tapi di sana amat berbahaya, malam hari dijaga keras dan dironda kawanan anjing besar." demikian orang itu menerangkan sambil menuding kesatu arah.
"Kau memang jujur. tapi maaf, kau harus istirahat sejenak." ujar Ai-pong-sut lalu menutuk Hiat-topenidurnya, tubuhnya dia jinjing kepinggir direbahkan dibawah pohon besar.
Kira-kira satu jam lagi hampir terang tanah, waktu sudah mendesak maka Ai-pongsat tidak ayal lagi melesat kearah tenggara melewati pagar tembok tinggi. Dipekarangan luar yang dikelilingi tembok tinggi inilah lingkungan dalam bagi para petugas istana, tempat tinggal mereka didalam deretan rumah pendek yang menjurus kebarat, seluruh petugas saat itu dikerahkan seluruhnya, yang ketinggalan juga yang sudah kelelahan setelah bertugas.
Terdengar sebuah suara melengking berkata: "Genduk cilik itu memang manis sekali, siapa pun yang melihatnya pasti menaksir padanya, sayang dia jatuh ditangan kawanan padri bengis yang kasar itu, jangan kata perempuan melihat tampang mereka lelaki siapapun merasa jijik, kalau genduk itu diserahkan kepadaku, tanggung dalam tiga hari pasti sudah takluk lahir batin, dengan gaya apa saja juga pasti dengan senang hati dia melayani."
Seorang lain bertanya: "Kalau pakai kekerasan apa pula bedanya, kan juga sama-sama senang dan nikmat, kawanan padri itu justru bermuka-muka, ingin dia menyerahkan kesucian suka rela. Hm.Jit ko kau cukup ahli main perempuan, apa bedanya main paksa dengan suka rela?"
Suara melengking itu berkata: "Rasanya tentu berbeda. sayang genduk itu masih terlalu hijau, kalau tidak. hehehe, wah, pasti nikmat sekali."
"Konon Jik-lian-coa sedang meramu sejenis arak obat, cukup minum beberapa tetes perempuan berhati paling keraspun akhirnya akan menurut kepadamu, apa keinginanmu pasti dilayani sepuas hati."
Mendengar musuh hendak memperkosa Siau Hong dengan arak obat, sudah tentu jantung Ai-pong-sut berdebar tegang. Maklum dia belum tahu kalau arak obat itu sudah dibuang dan diganti dengan air teh oleh coh-sing-hwi dirumah gendak Jik- lian-coa PekJi-hay.
Didengarnya suara melengking itu berkata pula: "Arak obat apa.Jik-lian-coa hanya ingin bermuka-muka saja didepan Siu- congkau, malam tadi kabarnya arak obatnya itu tidak manjur sedikitpun, saking gusar padri asing itu persen satu gamparan di muka Jik-lian-coa, sekarang dia sudah menghadap kepada Glam-lo-ong di akhirat."
Mendengar Siau Hong selamat lega hati Ai-pong-sut, segera dia menyusuri tembok menuju keselatan terus membelok ketimur. Betuljuga tidakjauh setelah dia melampaui pekarangan besar ini, dilihatnya sebuah bangunan loteng dua tingkat yang diterangi api lilin besar dan lamplon yang dikerek tinggi dari kejauhan sudah kelihatan beber bayangan orang bergerak mondar mandir d iba wah loteng.
Pada hal keadaan sekeliling amat sunyi senyap. Maka Ai- pong-sut menduga Liok Kiam-ping danJian li-tok-heng pasti belum tiba ditempat itu, maka dia tidak ingin bergebrak mendahului rekan-rekannya, maka dia merunduk lebih maju sambil menunggu kesempatan ditempat gelap.
---ooo0dw0ooo---
Kini kita ikuti perjalanan Jian-li-tok-heng yang melewati jembatan gantung membelok kesebuah lorong, dilihat keadaan sekitarnya, lorong ini seperti menjurus kedalam perumahan, pengalaman Kangouwnya amat subur, dia tahu larangan keras bagi setiap orang yang mondar mandir diperumahan para dayang atau Thaykam, maka penjagaan di sinijuga pasti lebih keras, sekilas dia celingukan, mendadak dia mepet dinding, kaki menutul bumi, kedua tangan diulur maju mundur, dengan Pia-hou-kang dia merambat masuk kedalam.
Disaat dirinya hampir mencapai mulut lorong mendadak didengarnya suara lambaian baju orang yang berlari mendatangi, ternyata sekitar sini juga ada penjaga gelap. diam-diam dia bersyukur dalam hati bahwa dirinya tidak bertindak gegabah.
Namun dalam keadaan seperti dirinya tidak boleh berpeluk tangan, dengan mengerut alis jari tangannya mengorek batu dinding terus ditimpukan keluar.
Suara berisik terdengar sepuluh tombak disemak belukar sana. Suara orang orang kaget terdengar dimulut lorong, seorang berkata: "Mari kami periksa ke sana." menyusul derap kaki orang beranjak dari dekat menjauh.
Jian-li-tok-heng tahu para Busu atau pengawal istana yang ditugaskan didalam istana semua pilihan melalui ujian berat, rata-rata memiliki kepandaian tinggi, orang tidak mudah ditipu, maka dia mencomot lagipecahan dinding lebih besar, dengan tenaga lebih keras dia timpukan ketempat lebih jauh lagi..
Kedua Busu itu sedang melangkah ke sana, belum lagi memeriksa keadaan di sini, suara berisik kembali terdengar disebelah kanan, kali ini mereka tidak ayal lagi, dengan kesebatan gerak badan mereka terus memburu kearah suara berisik.
Melihat akalnya berhasil mengelabui musuhJian li-tok-heng mempercepat gerak kaki tangannya terus merambat masuk dan menyelinap kedalam. Mengikuti serambi panjang ya berpagar, dari bilangan dalam di mana terdapat bilik-bilik buku mengitari ruang kembang, maju lebih lanjut adalah istana kediaman para putri.
Dari pengkolan serambi sebelah kiri terdengar langkah mendatangi, suaranya perlahan, untung malam sunyi, kalau bukan tokoh setingkat Jian-li-tok-heng susah mendengar jelas. Serambi hanya ada satu, kekanan kiri tak mungkin menyingkir, mundur kebelakang juga tiada tempat untuk menyembunyikan diri, dalam gugupnya jian-li-tok-heng angkat kepalanya, seketika hatinya bersorak girang. Segera dia menjejak kaki melejit mumbul keatas pilar yang melintang diatas serambi, dengan sebelah tangan dia memeluk belandar, kedua kaki tertekuk sambil bertopang didinding belakang, maka seluruh tubuhnya mepet dilangit-langit. Kejadian berlangsung dalam waktu singkat, betapa gesit dan cekatan gerak gerik serta tindakannya sungguh amat tegas dan berbahaya.
Baru saja Jian-li-tok-heng meyelinap keatas belandar, dua orang biau berpakaian ketat dengan menyoreng pedang dipinggang mendadak muncul dari arah dalam dengan langkah lebar dan cepat mereka lewat dibawahnya.
Setelah bayangan kedua orang ini lenyap dibelokan sana, lekas Jian-li-tok-heng melompat turun, begitu kedua kaki menyentuh lantai, selincah kucing tubuhnya terus melesat kesebelah dalam.
Penerangan disebelah dalam agak terang, dua kamar dideretan depan diterangi dua lampu kaca hingga keadaan jauh lebih terang mungkin disinilah kamar dinas para peronda yang sering mondar mandir menunaikan tugasnya.
Jian-li-tok-heng adalah begal budiman yang sering beroperasi secara tunggal didaerah selatan, sasaran oprasinya adalah pembesar korup dan hartawan kikir yang menindas rakyat, segala seluk beluk dalam gedung-gedung besar sudah biasa dijelajahinya. Sekilas dia menerawang keadaan lalu melesat langsung kebilangan dalam. tiba didepan sebuah jendela, meminjam cahaya remang-remang, dari celah-celah jendela dia mengintip kedalam.
Kebetulan kamar yang diintipnya ini adalah tempat ganti pakaian setiap Ko-cin-ong hendak melakukan dinas, mepet jendela, terbentang sebuah meja panjang melintang, dibelakangnya terdapat sebuah kursi kebesaran warna merah dengan ukiran serba antik, ditempat duduknya dilembari kasuran empuk yang disulam gambar bunga mekar.
Jian-li-tok-heng segera ulur tangan kanan sedikit menjinjing daon jendela, sementara tangan kiri merogoh secarik sampul, surat yang sudah ditulis dan dipersiapkan
sebelumnya, begitu melompat kedalam kamar, dia tindih sampul suratnya itu dibawah tatakan tinta, lalu dia menyelinap keluar pula menutup daon jendela serta mengundurkan diri dari arah datangnya tadi.
Bahwa separo tugasnya sudah tercapai betapapun lega juga hatinya, langkahnya juga terasa lebih enteng, sekali menjejak kaki tubuhnya segera melejit tinggi keatas genteng. Namun sedikit geseran pakaiannya dipinggir payon telah mengejutkan orang-orang didalam kamar.
Mendadak dua bayangan orang melesat keluar dari dalam, tanpa bersuara dengan kencang menguntit dibelakang Jian-li- tok-heng .
Jian-li-tok-heng sedang mengayun langkah dengan kecepatan tinggi, kupingnya yang tajam mendengar lambaian pakaian disebelah belakang, segera dia insyaf sedikit kelalaiannya barusan sudah mengundang perhatian musuh sehingga dirinya dikuntit. Dia tidak berani lari kearah Ling- hong-kek karena kuatir menggagalkan rencana besar, lekas dia membelok kekanan terus melesat kebelakang gunungan yang tersebar dibeberapa tempat.
Kedua biau yang menguntit dibelakangnya juga termasuk jago kosen di Bulim, meski Jian-li-tok-heng mengembangkan kemahirannya, mereka juga hanya ketinggalan belasan tombak saja. Tahu kedua lawan cukup tangguh. setiap melompat dan menyelinap. Otak Jian li tok-heng berpikir dan mencari akal cara bagaimana menghadapi kedua lawannya ini. Setelah melewati jembatan gantung, dia tidak menuju keatas gunung, malah mengitari gunungan terus menyusur keselatan.
Aksinya ini memang membuat kedua penguntitnya bingung dan tertegun, maklum sebagai petugas dalam yang menjaga keselamatan penghuni istana, mereka tidak boleh meninggalkan tempat tugasnya terlalu jauh, pada hal mereka sudah berada diluar jembatan gantung. jauh melampaui lingkungan tugasnya, petugas yang biasa dinas di sini juga tidak kelihatan muncul maka mereka tahu bahwa urusan tidak beres. Padahal musuh didepan mata apapun mereka tidak bisa putar balik, berhenti sejenak kedua orang itu tampak bisik- bisik, agaknya sedang berunding, maka seorang putar balik kedalam istana yang lain-mengejar lebih lanjut.
Lega hati Jian-li-tok-heng setelah melihat seorang lawannya mengundurkan diri, kalau satu lawan satu dia tidak perlu gentar, maka sengaja dia memperlambat langkah, setelah jarak dekat mendadak dia berhenti dan menunggu. Dilihatnya pengejarnya ini seorang pendek berusia lima puluh lebih, langkahnya enteng gerak badannya lincah, dalam sekejap orang sudah melejit datang berhenti dua tombak didepannya.
Laki-laki pendek ini menyapa dingin: 'Apakah tuan orang Hong-lui-pang, harap bicaralah terus terang saja."
Jian-li-tok-heng mengangkat kedua tangan, katanya tertawa: "Tidak setimpal kau tanya siapa diriku, kalau dapat mengalahkan sepasang telapak tanganku, boleh nanti kau mengetahui"
Laki-laki tua pendek naik pita matanya mendelik gusar, bentaknya beringas:
"Bangsat bernyali besar, memangnya di sini kau kira tiada hukum. Lihat pukulan' kedua telapak tangannya memukul dengan gempuran dahsyat kedada jian- li-tok-heng.
Jian-li-tok-heng mendengus hina, kedua lututnya ditekuk sambil melangkah mundur setengah langkah, delapan bagian tenaga dikerahkan lalu mendorong sebelah tangannya. Begitu pukulan kedua pihak saling bentur "Daar." ledakan dahsyat membuat kedua orang tertolak selangkah.
Jian-li-tok-heng tahu kekuatan lawan masih dibawahnya, setelah sejurus menjajalnya, dia yakin dirinya lebih unggul, maka semangat tempurnya makin berkobar, bentaknya: "Nah sambutjuga pukulanku." dengan seluruh kekuatannya dia dorong kedua tangan memukul lawan-
Bahwa adu kekuatan segebrak tadi berhasil seri alias sama kuat, rasa nyeri orang pendek seketika lenyap. Meski menghadapi damparan pukulan dahsyat kedua tangan lawan, sedikitpun dia tidak gentar lagi, lekas dia kerahkan setaker tenaganya pula, dengan berani dia songsong pukulan musuh. Sudah tentu akibatnya cukup fatal bagi dirinya, bukan saja tubuhnya terpental mundur lima langkah, darah juga bergolak dadapun sesak mata berkunang-kunang, jelas dia sudah terluka dalam.
Gebrak kedua berhasil melukai lawan, sudah tentu makin berkobar semangat Jianli-tok-heng. Baru saja dia menggerakkan tangan siap menggempur pula. Mendadak di lihatnya lawan melejit minggir tiga langkah lebar menempatkan dari pada posisi lebih tinggi membelakangi arah angin, di mana tubuhnya sedikit melengkung, kedua tangan memeluk dada lalu berputar kedalam, pelan-pelan telapak tangannya bergerak menghadap keluar, telapak tangan yang semula putih lambat laun berobah menjadi merah darah, Begitu telapak tangannya menekan kedepan, segumpal hawa panas yang membara seketika menerjang kedepan seperti lahar gunung berapi.
Betapa luas pepgalaman Jian-li-tok-heng melihat telapak tangan lawan merah membara mengeluarkan suhu panas pula, karuan hatinya kaget setengah mati, jeritnya: "Jik-yan- ciang." . Pukulan telapak tangan sejenis jik-yan-ciang memerlukan landasan kekuatan murni, kekuatannya mampu membakar sebatang balok besar, dengan mengerahkan Lwekang tenaga pukulan dapat disalurkan melalui telapak tangan yang membara -panas, untuk meyakinkan Jik-yan-ciang harus diyakinkan sejak kecil dan selama hidup belum pernah kawin- bila kawin ditengah jalan latihannya akan buyar dan salah- salah membahayakanjiwa sendiri. Siapa saja yang terkena pukulan ini kulit badannya hangus, isi badannyapun hancur luluh menjadi abu, tiada obat sakti macam apapun didunia ini yang mampu menyembuhkan pukulan ini, jikalau bukan menghadapi musuh besar yang tangguh biasa nya tidak boleh dilancarkan, karena praktek dari pukulan hebat ini juga menguras tenaga murni sendiri. Berbeda bila Lwekang lawan lebih tangguh, seperti sekarang dia menghadapi Jian-li-tok- heng Jian li-tok-heng sendiri juga bersyukur karena dua kali adu pukulan tadi lawan tidak mengerahkan pukulan jahat nya ini, apalagi tahu tenaga sendiri masih lebih unggul, maka dia melayani serbuan lawan dengan tabah.
Suatu kesempatan dia mengerahkan hawa murni dari pusar, tenaga dikerahkan dikedua tangan terus- memapak pukulan dahsyat lawan- Ledakan keras mendesis seperti bara yang menganga h mendadak disiram air, asap mengepul hawa bergolak. Karena posisinya disebelah bawah, meski suhu panas tertiup buyar oleh angin lalu, namun sisa kekuatanya masih menerpa turun mengikuti arah angin sehingga rambut dan sedikit jenggot Jian-li-tok-heng terbakar hangus.
Setelah sedikit cidera dalam bentrokan pertama tadi, laki- laki tua pendek kali ini tidak melawan secara keras pula, setelah melontarkan pukulannya sebat sekali dia sudah menggeser kedudukan- Melihat betapa kokoh dan hebat daya pukulan lawan, mau tidak mau mencelos hatinya.
"Dengan geram Jian-li-tok-heng menggerung sekali, sambil mengudak kembali dia lontarkan pukulan dahsyat pula. Laki- laki tua pendek sedang melenggong, apapun tidak menduga bahwa pukulan tangguh lawan melanda secepat ini, apalagi Jik yan-ciang terlalu menguras tenaga, dirinya belum sempat ganti napas, sementara pukulan lawan bagai gugur gunung sudah menindih dadanya seperti ditumbuk barang ribuan kati, karuan tubuhnya terlempar delapan kaki, mulut terpentang darah segar menyembur, badannya terkapar tak mampu bangun lagi.
Jik-yan-ciang memang bukan olah-olah hebatnya, akibat pukulan dahsyat tadi daon-daon pohon disekitar gelanggang ternyata sudah rontok hangus dan menguning, mau tidak mau Jian-li-tok-heng merasa takjup, tapi juga ngeri membayangkan kedahsyatan pukulan bara ini.
Diperhitungkan, bahwa terang tanah tidak akan lama lagi, lekas dia kembangkan Ginkang, mengitari gunungan meluncur langsung kearah Ling-hong-kek
Dalam pada itu Liok Kiam-pingjuga sedang kerahkan Ling- hi-pou-hoat pada puncaknya, hanya sekejap dia sudah melampaui beberapa gedung dan taman kembang. Tengah berayun langkah, kira-kira sepuluh tombak disebelah depan, diatas genteng kaca istana, sesosok bayangan orang berkelebat lantas lenyap. padahal pandangan dan pendengarannya sudah keliwat tajam, namun gerakan orang memang teramat cepat sehingga dia tidak melihat dan mendangar jelas. Pikirnya: Jarang kulihat gerakan tubuh secepat itu, mungkinkah Hwe-giam-lo sendiri keluar melakukan inspeksi ? Atau Bong Siu yang sengaja hendak mencegat diriku? Bila bergebrak di sini pihak musuh terlalu banyak, lebih baik kupancing saja ketempatjauh supaya lebih leluasa turun tangan" segera dia melejit mumbul keudara, sengaja dia merandek gerakan sehingga orang didepan itu sempat melihat gerakannya lalu membelok kekanan menerobos ke tempat gelap. Dalam jarak sepanahan dia meluncur, dia menoleh kekiri, dilihatnya sesosok bayangan orang sedang berputar dari arah kanan membelok kedepan seperti hendak mencegat dirinya dari arah lain- Kiam-ping mempercepat langkah. dirinya sudah melesat keluar dari taman terus meluncur kedalam hutan, lalu meluncur turun dan menunggu disebuah tanah lapang.
Hanya sekejap bayangan dibelakang itu pun sudah mengejar tiba dan hinggap tiga tombak didepannya. Pendatang ini berusia tujuh puluhan, rambut dan jenggotnya sudah memutih saiju, namun semangatnya masih kelihatan gagah dan menyala, terutama sorot matanya mencorong bagai lampu senter, jelas Lwekangnya sudah teramat tangguh, perawakannya tinggi besar, tampangnya liar dan buas, dipinggangnya terselip sebatang Giam-ong-pian.
Liok Kiam-ping cerdik pandai, melihat gaman lawan lantas dia tahu dengan siapa dirinya berhadapan- Menghadapi lawan tangguh sedikitpun dia tidak berani gagabah, lekas dia himpun semangat dan konsentrasikan pikiran, siap siaga menghadapi pertempuran sengit.
Seperti tertawa tidak tertawa Hwe-giam-lo siu Jan terloroh- loroh, katanya: "Melihat kepandaianmu yang luar biasa tadi, pasti kau inilah Pat-pi-kim-liong Pangcu Hong-lui-pang yang baru. Usiamu masih begini muda, belum ada setahun keluar kandang, namun sudah membuat geger dunia persilatan, sehingga ayam anjingpun tak bisa hidup tentram. Malam ini berani kau meluruk kemari, jangan kau salahkan Lohu kalau bertindak keji padamu, demi kepentingan kaum persilatan umumnya, terpaksa aku tuntut jiwa ragamu di sini.'
Liok Kiam-ping merasa mual melihat sikap tengik dan mimik orang yang jelek. tawanyapun lebih mengerikan dari tawa setan, melihat betapa takabur sikapnya, sungguh tak terkendali amarah Liok Kiam-ping, segera dia mendongak tertawa lantang, suaranya laksana genta raksasa yang bertalu- talu diangkasa, sehingga Hwe-giam-lo merasa mendangung kupingnya. Tahu lawan sengaja pamer Lwekang, lekas Hwe- giam-lo memusatkan tenaga murni untuk bertahan-
Begitu menghentikan tawanya Liok Kiam-ping berkata: "Dendam permusuhan kaum persilatan sudah lazim diputuskan dengan adu kekuatan, yang kuat menang yang lemah binasa, apa kemampuanmu boleh kau tunjukan kepadaku, apapun kehendakmu pasti kuiringi.'
Siu Jan lulusan perguruan Tiang-pekspay, belakangan dia terjun dalam kalangan liok-lim, selama beroperasi tiada korbannya yang ditinggaikan hidup, potlot raja akherat ditangannya itu sudah diyakinkan hampir lima puluhan tahun, belum pernah ketemu tandingan, maka dia dijuluki Hwe giam- lo (raja akhirat hidup). Tiga puluh tahun yang lalujago-jago kosen Bulim bergabung mengganyangnya, untung dia sempat meloloskan diri, tahu di Tionggoan dirinya sudah tak mampu bercokol lagi, maka dia minggat ke Se-ek dan masuk Thian- llong-si meyakinkan ilmu yang lebih ganas, dengan Bong Siu dia seperguruan, sepuluh tahun yang lalu dia turun gunung dan terjun pula dalam percaturan Kangouw, selama malang melintang di Tionggoan belakangan ini belum pernah ketemu tandingan musuh-musuhnya yang lama satu persatu telah dibunuhnya, sehingga sepak terjangnya semakin telengas.
Liok Kiam-ping menantangnya, karuan dia bergelak tawa dengan jumawa, katanya:
"Asal kau kuat melawan tiga puluh jurus seranganku, persoalan malam ini boleh sementara di hentikan sampai di sini saja ?"
Liok Kiam-ping menyeringai dinging, jengeknya: Jangan hanya tiga puluh jurus, seratus jurus juga belum pasti kau dapat mengalahkan aku, tapi..." sengaja Kiamping merendek memancing reaksi lawan
"Tapi kenapa?" desak Hwe-giam- lo Siu Jan. "Kalau sebaliknya kau yang bukan tandinganku, bagaimana pula penyelesaiannya ?..
Hwe-giam-lo Siu Jan berpikir sejenak. katanya kemudian: "Baiklah, persoalan malam ini biar Losiu berpeluk tangan menjadi penonton saja, kau boleh meluruk ke Ling-hong-kek. tapi tempat lain dalam lingkungan istana kularang kau trobosan ke sana." menurut hematnya umpama dalam tiga puluh jurus dirinya tidak mampu membereskan anak muda ini, padri Tibet yang berada di Ling-hong-kek juga sudah mempersiapkan diri menyambut kedatangannya, dirinya tidak perlu ikut turun tangan, umpama Kiamping berhasil menolong kekasihnya, begitu dia meninggalkan Ling-hong-kek. dirinya punya alasan untuk mencegatnya lagi. Di sinilah letak kelicikannya, muslihatnya memang banyak untuk menyudutkan Liok Kiam-ping.
Apapun usia Kiam-ping masih muda, pengalaman kurang, tanpa pikir segera dia berkata: "Begitupun baik, seorang kuncu pasti menepati janjinya "
Sebelum Kiam-ping habis bicara kedua tangan SiuJan sudah terangkat kedepan dada, dimana tampak sikutnya ditekuk turun telapak tangan tertarik mundur, dibarengi gerungan berat dia tepukan telapak tangannya kedepan-
Melihat gerak pukulan lawan tidak membawa kesiur angin, Kiam-ping tahu serangan lawanpasti ada susulannya yang lebih keji, betuljuga belum sempat dia menemukan cara bagaimana dirinya harus melawan, damparan angin pukulan yang lunak kuat sudah menerjang datang, secara mendadak tiga tombak sekitar badannya seperti sudah dilingkupi tenaga pukulan lawan, betapa dahsyatperbawapukulan ini sungguh mengejutkan-
Lekas Liok Kiam-ping kembangkan Kim-kong-put-hoay-sin- kang, sekujur badan dilindungi rapat dan kokoh, tenaga lunak pukulan lawan begitu menyentuh hawa pelindung badannya lantas meletup lirih seperti bunyi gesekan kikir dengan besi, kekuatan pukulan lawan sirna tanpa bekas. Sementara kedua telapak tangannya yang sudah siaga dengan tenaga penuh dia dorong kedepan-
Melihat kekuatan Thay-im-ciang yang dilontarkan sirna seperti kecemplung laut, sungguh bukan kepalang kaget dan heran SiuJan, tengah dia melenggong, pukulan dahsyat lawan sudah balas menerjang dirinya laksana amukan gelombang samudra. Lekas dia menarik napas mengerahkan tenaga serta memukul kedepan.
"Byaaar." dua kekuatan raksasa beradu menimbulkan goncangan hebat. Kedua lawan tertolak mundur selangkah.
Diluar tahu Hwe-giam-lo bahwa reaksinya barusan cukup cepat, tangkisan pukulan kedua timbul secara reftek sehingga dia tidak sampai kecundang, bila hanya sekali adu pukulan, sudah pasti dia akan kalah dan terluka parah. Namun demikian dia sudah mendapat firasat bahwa dalam adu kekuatan tenaga dalam, dirinya memang bukan tandingan anak muda ini, apalagi dia menduga lawan memiliki ilmu pelindung badan dari aliran Hud, kalau tidak mana mungkin Thay-im-ciang yang sudah diyakinkan puluhan tahun tidak mempan terhadap anak muda ini.
Mau tidak mau mengkirik bulu kuduknya. Lekas dia melolos potlot bajanya, maju selangkah tangan kanan merogoh kebawah, potlotnya justru menusuk ke Jian-kin-hiat di pundak Liok Kiam-ping. Gerakan potlot bajanya ternyata menimbulkan deru kencang dan samberan angin dingin, jelas latihan ilmu potlotnya sudah mencapai taraf yang patut dibanggakan
Liok Kiam-ping menyeringai dingin, kaki kanan mundur setapak. tubuhnya setengah berputar, telapak tangan kiri tegak menepis miring kelengan orang. Menyambut serangan dengan perobahan serangan yang mengunci gerakan lawan selanjutnya. Begitu serangan luput telapak tangan lawan sadah menepis lengan kanan sendiri, lekas SiuJan menjorok kekanan satu langkah, di mana potlotnya berputar segera dia kembangkan
Lui-ting poan-hoat yang memiliki tujuh puluh dua jurus tunggal. Gerak potlotnya secepat kitiran, angin menderu di selingi gemuruhnya guntur.
Liok Kiam-ping memusatkan lahir batin untuk mengembangkan Leng-hi-pou-hoat, tubuhnya bergerak selincah kupu menari selulup timbul diantara samberan potlot lawan yang gencar, setiap mendapat peluang telapak tangannya pasti balas menggempur dengan dahsyat.
Kalau rangsakan potlot menimbulkan gemuruh suara, sebaliknya permainan telapak tangan Kiam-ping berkembang makin meluas, pusaran tenaga kedua pihak yang bergulat menggetar rontok daon dan ranting pohon, debu terbang membumbung keudara.
Dalam .sekejap sepuluh jurus sudah lewat. Kedua pihak merangsak dengan kecepatan tinggi. Gemuruh guntur yang ditimbulkan dari geseran udara oleh ujung potlot raja akhirat ditangan SiuJan cukup menggetarkan nyali orang, demi mempertahankan kejayaan namanya selama puluhan tahun ini, dia sudah kerahkan seluruh kemahiran permainan potlotnya untuk merobohkan lawan yang satu ini. Sebaliknya Liok Kiam-ping harus berjuang demi kebenaran dan kebangkitan kembali wibawa Hong-lui-pang dipercaturan dunia persilatan, kedua pihak pantang mundur dan kalah, sudah logis kalau pertempuran dahsyat ini bukan olah-olah hebatnya.
Tiga puluh jurus sudah hampir jelang, Liok Kiam-ping pikir perlu mengembangkan ilmu sakti mendadak dia berputar dengan kedua lengan terkembang dan melingkar, jurus Llong- kiap-sin-ganpun terlontar secara reftek. Wi- liong- ciang-hoat memangnya peninggalan orang kuno yang sakti mandraguna, apalagi dilancarkan oleh Liok Kiam-ping yang sekarang sudah dibekali kekuatan Lwekang tangguh, perbawanya seumpama malaikat kaget setan menangis, cuacapun berobah oleh kehebatan permainannya. Ribuan bayangan telapak tangan sekaligus seperti memberondang kearah Hwe-giam-lo dalam waktu yang sama.
Melihat lawan merobah permainan, bayangan telapak tangan seketika merabu dari berbagaijurusan, karuan Hwe- giam-lo melengak kaget, lekas dia kerahkan tenaga menggerakan potlot bajanya, secara beruntun dia menyerang enam jurus kearah bayangan telapak tangan yang rapat berlapis-lapis itu, syukur dia sempat menyelamatkan diri.
Serangan balasan potlot siuJan terasa lihay juga oleh Liok Kiam-ping, sebelum serangan lawan mencapai sasaran, mendadak dia melejit lima kaki ke udara, ditengah udara kedua kaki memancal sehingga tubuhnya seperti bertahan sejenak, kini kepala dibawah kaki diatas, sambil menukik dia kembangkan kedua lengan, dibantu daya tukikan kebawah dia lancarkan serangan Llong-hwi-kiu-thian, telapak tangannya menepuk turun-
Tadi SiuJan sudah dipaksa mengerahkan seluruh kekuatanuya baru berhasil menyelamatkan diri dari serangan lihay lawan, rasa kejut belum lagi bilang, kini lawan menukik dengan serangan tak kalah dahsyatnya pula, sudah tentu dia tidak berani melayani, tubuhnya menjengkan mundur kebelakang, begitu ujung kaki menutul bumi, tubuhnya lantas meluncur datang kebelakang.
"Blam." tempat barusan dia berpyak tanahnya seperti dikeduk pacul berlobang besar sedalam tiga kaki.
Meminjam daya pantul dari pukulan telapak tangannya ketanah, kembali kedua kaki Liok Kiam-ping memancal, tubuhnya bersalto di udara, seperti bayangan setan, dia mengudak ke sana kembali kedua tangannya menyerang dengan jurus Llong-jiau-king-thiam. Kedua kaki SiuJan belum menyentuh tanah, sementara angin pukulan Liok Kiam-ping sudah memburu tiba, untung Lwekangnya sadah amat tinggi, dalam keadaan kepepet bagi orang lain sudah tidak mungkin terhindar bencana, SiuJan sempat kerahkan hawa murninya sehingga tubuhnya mencelat mumbul keatas hanya dengan sekali sedotan perut, tubuhnya melayang miring kepinggir, namun demikian, gerakannya sedikit terlambat, pantatnya keserempet oleh deru angin pukulan yang dahsyat, seiring dengan daya dorongan yang kuat tubuhnya terlempar setombak lebih . Untung tubuhnya tidak cidera, begitu kaki menyentuh bumi sekaligus dia menutul terus melesat jauh kedepan lenyap ditelan kegelapan-
"Terima kasih," seru Liok Kiam-ping, begitu bergerak pula, tubuhnya langsung meluncur kearah Ling-hong-kek. Karena kegaduhan pertempuran Liok Kiam-ping melawan Hwe giam- lo, setelah SiuJan menyingkir, anak buahnya seperti juga ditarik mundur seluruhnya hingga suasana menjadi sepi lengang, keheningan yang mencekam ini terasa menyolok oleh Kiam-ping.
Tapi tujuan Liok Kiam-ping menolong orang, apapun yang terjadi dan keadaan bagaimanapun yang harus dihadapinya, dia tidak perlu gentar lagi, dia langsung bergerak sesuai petunjuk Jian-li-tok-heng kearah depan
Lekas sekali sebuah gedung berloteng yang menyendiri jauh dari bangunan gedung-gedung istana lainnya menjulang didepanya.Jarak masih jauh hingga sukar melihat jelas tulisan apa yang terukir diatas pigura raksasa diatas loteng, tapi dilihat keadaan sekitarnya Kiam-ping yakin gedung tunggal itulah pasti Ling-hong-kek adanya.
Dengan langkah hati-hati dia menyelinap dari hutan, baru saja hendak melampaui tanah kosong didepan hutan, dari kanan kiri hutan mendadak muncul dua padri jubah kuning, dengan mendelik mata dan bertolak pinggang mereka mengawasi Liok Kiam-ping. Padri disebelah kiri sudah dikenal oleh Liok Kiam-ping, waktu orang meluruk ke Kwi-hun-ceng tempo hari, seorang lagi pasti adalah salah satu dari sepuluh murid pelindung Pak- kim Tayhud.
Padri disebelah kiri membentak: "Bangsat kurcaci hentikan langkahmu, Tempat suci kediaman Pak-kim Tayhud sedang tetirah, siapa pun dilarang keluyuran disini, selangkah kau berani maju lagi, kau akan menyesali hidupmu yang pendek ini.'
Liok Kiam-ping bergelak tawa, katanya, ”cayhe memang ada urusan penting ingin bertemu dengan Pak-kim Tayhud, tolong sampaikan keinginanku.'
Padri Tebet itu berludah serta menjengek: "Manusia rendah, tengah malam buta rata berani keluyuran di istana terlarang, memangnya kau sudah bosan hidup, berani bermimpi ingin bertemu dengan Tayhud segala. Ketahuilah, kau berada ditempat penjagalan manusia, lekas kau bunuh diri saja, aku berjanji tidak akan merusak jazadmu, kalau tidak, hehehe..."
Liok Kiam-ping tertawa geli malah melihat betapa jumawa sikap padri ini, desisnya dengan nada tinggi: "Kalau tidak kenapa?"
"Hehehe,, akan kucacah hancur dijadikan pergedel untuk makan anjing peliharaanku."
"cara yang bagus, sekali kerja dua hasil, biarlah cayhe sempurnakan keinginan kalian,' membarengi habis perkataannya kedua tangan Kiam-ping menggenjot kearah kedua padri Tibet itu. Angin pukulannya menerjang dahsyat setajam pisau, .belum lagi tubuh terkena telak oleh pukulan, samberan angin pukulannya sudah mengiris perih muka mereka, karuan kedua padri Tibet meraung kaget terus menjatuhkan diri menggelundung jauh dengan jurus penolong jiwa Ui-liong-hoan-sin (naga kuning membalik badan) salah satu jurus dari Thian-llong-toa-pat sek ajaran Pakim Tayhud, syukur mereka masih sempat menyelamatkan jiwa, namun keringat dingin sudah membasahi sekujur badan
Mendapat angin Liok Kiam-ping tidak menyia-nyiakan kesempatan, segera dia memburu maju, sementara kedua padri itupun sudah mencelat berdiri. Hanya sejurus dia sudah bikin kedua padri ini menggelundung jatuh menyelamatkan jiwa, betapa hati mereka takkan ciut, namun mereka tetap bandel, setelah saling lirik serentak keduanya angkat tangan, dari kanan kiri menggempur bersama kearah Kiam-ping.
Kedua padri ini merupakan murid Pakim Tayhud yang diandalkan, biasanya terlalu mengagulkan kepandaian, meski gabungan pukulan mereka cukup lihay, tapi menghadapi permainan Liok Kiam-ping, hakikatnya kedua lawan ini dipandang sepele olehnya.
Ditengah tawa dingin Kiam-ping, sebat sekali tubuhnya berkisar keluar arena, sambil membalik badan sebelah tangannya menepuk kebelakang.
"Blang" kedua padri itu dipukulnya mundur lima langkah. Tampang mereka yang kasar dan bengis tampak merah lalu pucat, biji lehernya turun naik seperti menelan darah segar yang hampir tertuang keluar. Lutut goyah badan sempoyongan, jelas mereka sudah terluka dalam yang cukup parah.
Ternyata kedua padri ini berkepala batu, tahu dirinya bukan tandingan, namun mereka pantang mundur, lekas mereka telan dua butir obat serta mengatur pernapasan, hanya sekejap mendadak keduanya sudah menghardik bersama, seperti serigala yang kelaparan serempak mereka menerjang kearah Liok Kiam-ping.
Rangsakan sengit dilancarkan dengan gerakan nekad seperti ingin mengadu jiwa, Liok Kiam-ping terdesak mundur selangkah oleh kenekadan kedua lawannya. Tapi begitu dia menggeser minggir, dibarengi dengus hidung, tangannya sudah siap menggampar. Pada saat itulah segulung tenaga angin kencang mendadak menubruk tiba dari belakang.
Belum sempat melontarkan serangan Kiam-ping sudah melompat minggir kekanan. Meminjam daya lompatan kepinggir ini, kedua tangannya menepuk kepunggung padri sebelah kanan. Beruntun disergap dan dibokong, karuan Liok Kiam-ping naik pitam, maka gempuran kedua tangannya ini dengan landasan tenaga dahsyat, padri padri yang sudah terluka ini mana kuat menahan pukulannya. Begitu telapak tangan kanannya mengenai punggung orang, tulang pundaknya seketika kemeretak. putus dan hancur, badannya terbanting roboh bergulingan sambil melolong kesakitan baru jatuh semaput.
Berhasil merobohkan seorang lawan Kiam-ping segera membalik badan, lima kaki di depannya mendekam seekor anjing sebesar anak kerbau seperti yang telah dibunuhnya tadi, anjing yang satu ini lebih besar dan garang, sorot matanya berkilat hijau siap menerkam.
Melihat kawannya terluka parah padri yang satu tambah gusar, sambil meraung gusar dia memburu maju sambil memukul dengan setaker tenaganya dari samping kiri Kiam- ping. Dalam waktu yang sama anjing yang mendekam itupun menyalak sekali terus menerkam juga.
Lekas Kiamping kembangkan Leng-hi-pou-hoat, tubuhnya mengendap lalu menyelinap serta menjejak. tubuhnya melambung dua tombak tingginya, ditengah udara dia menggeliat sekali hingga badannya menukik turun, kedua tangannya sudah menjulur lurus kebawah merindih batok kepala anjing besar itu.
Tak nyana sebelum pukulannya mengenai sasaran, dari samping tahu-tahu meluncur datang sesosok bayangan anjing besar yang lain dengan kecepatan luncuran anak panah, kedua cakar depannya naik turun seperti hendak menyobek tangan Liok Kiam-ping
Anjing ajak yang dipelihara disini merupakan pilihan dan terdidik dengan keras, dari kepala hingga ekornya yang pendek panjang delapan kaki setengah, kalau berdiri dengan kaki belakang tinggi mencapai satu tombak, maka tubrukan anjing yang satu ini hampir mencapai sama tingginya dengan Liok Kiam-ping yang sedang menukik kebawah, sedikit lena bukan mustahil kedua tangannya kecaplok oleh anjing besar yang rakus darah ini.
Bahwa anjing bergerak sepandai ini sungguh diluar dugaan Liok Kiam-ping, lekas dia kerahkan tenaga dari pusar, menyedot hawa meringankan tubuh sehingga daya anjlok tubuhnya kebawah seperti dihentikan sedetik diudara, begitu kedua kakinya menyendal, tubuhnya melayang tiga tombak jauhnya hinggap dengan kedua kakinya.
Begitu Liok Kiam-ping mulai bergebrak disebelah sini, mendadak Ai-pong sut Thong ciau melompat keluar dari tempat gelap. tujuannya menerjang kearah loteng ditengah, mendadak dua bayangan berkelebat, tahu-tahu Keling dan Kelong sudah menghadang didepannya.
Melihat yang menghadang dirinya adalah kedua penculik Siau Hong, meski usia Ai-pong-sut sudah lanjut, tak kuat dia menahan gejolak marahnya, saking gusar dia melotot tertawa besar: "Kepala gundul yang tidak patuh ajaran agama, kalau disorga kau tidak akan diterima, biar hari ini kuantar nyawamu keakhirat saja."
Keling mendelik gusar, bentaknya: "Bangsat tua yang ingin mampus, tempo hari Hudya tidak sempat mencabut nyawamu, hari ini berani kau menyerahkan jiwa ragamu, agaknya takdirmu sudah diambang mata."
”Jangan membual, di Kwi-hun-ceng kalian tidak mencawat ekor, memangnya hari ini kalian sudah mampus. Siapa yang akan ketimpa ganjaran, nah buktikan saja," sembari bicara kedua tangannya menggempur Keling dan Kelong. Dia menyerang dengan gusar, ingin merebut waktu lagi, maka pukulannya ini tidak tanggung lagi hebatnya.
Kedua padri ini juga jago kosen yang pandai menilai pukulan lawan, melihat gempuran hebat lawan, serempak mereka angkat telapak tangan dengan seluruh kekuatan menangkis. Mereka kira dengan gabungan kekuatan mereka berdua yakin pasti menang, apalagi mengadu kekuatan dengan seluruh tenaga yang mereka miliki.
Tak nyana begitu kekuatan pukulan beradu. Kedua padri itu tertolak mundur selangkah. Tubuh Ai-pong-sut hanya bergeming sedikit. Untung pukulannya itu ditujukan kedua jurusan, sehingga kekuatannya terpencar, bila sasarannya hanya seorang musuh tanggung jiwanya sudah melayang. Kapan kedua padri jubah kuning mengkirik dibuatnya dalam gebrak selanjutnya mereka tidak berani main tangkis dan melawan secara keras.
Mengalahkan kekuatan kedua lawannya, Ai-pong-sut berderai tawa, serunya: "Dengan bekal kalian yang tak seberapa juga berani membual. Nah, sambut sekali lagi pukulan Lohu," sembari bicara ia maju selangkah, kedua tanganpun didorong kedepan.
Lekas kedua padri itu melompat minggir kedua arah. Pengalaman Aipong-sut sudah puluhan tahun di Kangouw, cara bagaimana dia harus menggunakan akal mengelabui musuh sudah terlalu mahir bagi dirinya, setelah mengadu pukulan segebrak tadi, dilihatnya kedua bola mata kedua padri ini selalu saling lirik, maka dia tahu bahwa nyali mereka sudah pecah, maka pukulan serempak dengan kedua telapak tangan kali ini hanya gerakan gertak sambel belaka, begitu kedua padri sudah mencelat kepinggir dari pukulan diteruskan tenagapun disalurkan, sasaran yang dipilih adalah punggung Keling yang jaraknya lebih dekat. Padahal kaki Keling belum lagi menginjak bumi, tenaga pukulan sedahsvat gugur gunung sudah menindih punggung "Blang" tubuhnya yang kekar besar itu mencelat ke depan dua tombak jauhnya, mulut terpentang darah segarpun menyembur, tanpa bersuara dia roboh terkulai.
Karuan serasa terbang arwah Keling saking ketakutan, lekas dia bersiul panjang pendek dua kali, maka muncullah dua ekor anjing besar dengan tubrukan sekencang angin les us, dari kiri kanan moncongnya menggigit kepundak Ai-pong- sut.
Tahu kedua anjing ini susah dilawan dengan kekerasan, otak Ai-pong-sut yang cerdik mendapatkan akal, lekas dia menjatuhkan diri lalu mengembangkan Te-tong tui, dimana dengan tendengan dan sapuan kedua kakinya tubuhnya menggelinding pergi datang. Ternyata kedua anjing ini juga sudah terlatih cukup pandai, begitu tubrukannya luput, tangkas sekali sudah putar balik serta menubruk pula dengan kecepatan kilat. Kelong si padri jahat ikut menyergap dari samping.
Diancam serbuan dari tiga jurusan, bagi seorang jago yang berkepandaian agak rendah cukup salah satu serangan ketiga musuhnya mengenai sasaran, kalau tidak binasa juga pasti luka parah.
Tapi lain dengan Ai-pong-sut yang kenyang pengalaman, meski terancam dia tidak menjadi gugup, dengan tabah dia hadapi sergapan lawan, namun serangan memang gencar dan lihay, melejit mumbul keatas jelas tidak keburu, meminjam daya terjang kedepan dia kembangkan ke dua lengannya sambil menyedot perut sehingga tubuhnya terangkat lima kaki. cakar kedua anjing yang menerkam dari kanan kiri menyerempet lewat dibawah kakinya, keadaannya sungguh amat berbahaya. Bila tubuhnya anjlok kebawah pula Ai-pong- sut menekuk pinggang menyendal kaki, dengan gerak tubuh yang indah dia melayang keluar setombak jauhnya. Dalam pada itu Jian-li-tok-heng juga sudah tiba disebelah barat Ling-hong-hek, jaraknya masih tiga puluhan tombak dari kejauhan sudah mendangar benturan senjata dan suara bentakan dari arah tenggara, dia tahu bahwa Liok Kiam-ping sudah mulai bergebrak dengan musuh, untuk mencapai harapan yang sudah direncanakan sebelumnya, sekaligus untuk memecah kekuatan musuh, maka dia bertekad menerjang ke Ling-hong-kek dari arahnya. Ternyata penjagaan di sini memang lebih kendor hingga dia lebih leluasa maju terus hingga dia dihadang oleh seorang padri saja, maka terjadilah pertempuran yang cukup sengit, untung padri lawannya ini berkepandaian lebih rendah dari Keling.
Untuk mengejar waktu, maka Jian-li-tok-heng merabu lawannya dengan serangan gencar, gerak tubuh dikembangkan laksana angin puyuh, Siantian ciangpun dilancarkan secepat kilat, tampak bayangan berkelebat diselingi bayangan telapak tangan memberondang kesekujur badan padri jubah kuning itu.
Dalam jangka sepuluh jurus padri itu sudah didesaknya mundur, keadaannya cukup gawat. Disaat Jian-li tok-heng melontarkan sejurus serangan telak. mendadak lawannya menghardik sekali seraya melompat mundur lima kaki Jian-li- tok-heng jejak kaki melompat memburu, kedua tangannya naik turun menggempur dada lawan-
Disaat genting bagi jiwa si padri inilah, dua ekor anjing besar mendadak menerjang tiba dari kiri kanan- Umpama pukulan diteruskan, umpama tidak mati padri Tibet ini pasti terluka parah, namun Jian-li-tok-heng sendiri juga pasti menjadi korban kebuasan kedua anjing galak itu.
Sebagai penduduk asli daerah selatan Jian-li-tok-heng cukup tahu akan kebuasan dan keganasan anjing Tibet ini, apalagi cakarnya dilumuri racun, umpama tidak tergigit, cukup tercakar juga orang biaa binasa apalagi kedua anjing ini menubruk bersama dengan moncong dan cakarnya sekaligus. Sudah tentu menyelamatkan jiwa sendiri lebih penting, lekas dia ayun kedua lengan keatas sehingga daya luncuran tubuhnya kedepan seperti direm secara mendadak, berbareng kaki menutul bumi hingga tubuhnya melejit lebih tinggi dua kaki, cakar dan dua moncong anjing menyambar lewat d iba wah kakinya.
Jian-li-tok-heng tahu anjing Tibet sebesar anak kerbau ini memiliki tenaga raksasa tubrukannya tidak kalah dari seekor singa, tapi menyerang dengan membalik badan gerak geriknya jauh terganggu dan lamban. Mumpung anjing itu menerkam kedepan, tubuhnya dimiringkan, kaki kanan menjejak punggung anjing, dengan ringan tubuhnya melayang setombak jauhnya. Lalu dia kembangkan cui-pat-sian, tubuhnya limbung seperti orang mabuk yang gentayangan, dengan ketangkasannya dia berputar dan pergi datang ditengah tubrukan dan sergapan kedua anjing galak itu.
Umpama jago kosen kelas tinggi juga susah melayani permainan cui-pat-sian Jian-li-tok-heng. Apalagi kedua ekor anjing besar ini, meski tenaga besar betapapun gerakan berputar dan membalik kalau lincah dan cepat.
Padri jubah kuning yang menonton dari samping selalu berkaok-kaok memberi aba-aba, lama kelamaan dia menjadi gelisah dan tak sabar lagi, dibarengi gerungan gusar akhirnya dia terjun pula ketengah gelanggang. Saat mana kedua ekor anjing itu berada di kanan kiri, padri jubah kuning menyerang dari arah depan, jadi sekaligus Jian-li-tok-heng dikeroyok dari tiga jurusan-
Tapi tujuan Jian-li-tok-heng memang memancing ketiga musuhnya ini menyerang serempak tampak betapa gemulai gerakan tubuhnya, dengan lincah tahu-tahu dia sudah menyelinap keluar dari kepungan ketiga lawan, sebat sekali dia berputar kebelakang padri jubah kuning, telapak tangannya terus menggablok punggung orang. Padri jubah kuning hanya merasa bayangan berkelebat, bayangan lawan telah lenyap. disaat dia melenggong itulah, pukulan telapak tangan lawan sudah mengancam punggung. Sebetulnya bekal kepandaiannya juga tidak lemah, maka dia menjebak kaki melompat ke kanan.
Jian-li-tok-heng memang paksa lawan berkelit ke samping, maka dia hanya menepuk dengan tangan kiri, begitu lawan bergerak lebih kencang, tangan kanan menyusul dengan jotosan meski tenaganya tidak begitu keras, tapi padri jubah kuning yang berperawakan tinggi besar ini kena ditonjoknya sampai mencelat beberapa tombak jauhnya.
Celakanya tubuh padri jubah kuning yang besar ini menubruk anjing yang ada di sebelah kanan. Bahwa tubrukannya kena tempat kosong, kaki belum lagi menyentuh tanah, mendadak padri jubah kuning menubruk nya dengan keras, keruan anjing itu kumat sifat liarnya, sebelum tubuhnya ketumbuk jatuh secara reftek kedua kaki depannya mencakar. benda yang menumbuk badannya. "Bret" di susul jeritan kesakitan, jubah kuning ditubuh padri Tibet tercakar sobek kulit dagingnyapun ikut tercakar dedel dowel. Saking kesakitan sekujur badannya gemetar.
Jian li-tok-heng juga tidak kenal ampun lagi, di saat padri itu sedang merangkak berdiri secepat kilat Jian-li-tok-heng menubruk kedekatnya serta persen lagi sekali tempilingan "Plak" Ling-tong hiat dibelakang punggung si padri kena dipukulnya sekali, tubuhnya yang besar kembali tersungkur ke depan menubruk anjing, darah yang menyembur dari mulutnya mencuci moncong dan badan anjing ganas itu.
Mumpung kedua lawan itu berguling saling tindih Jian-li- tok-heng kembangkan Ginkang, dengan kecepatan angin puyuh dia melesat kearah Ling-hong-kek. Tapi anjing yang disebelah kiri ternyata menyalak sekali terus mengudak dengan tak kalah kencangnya. Tapi Jian-li-tok-heng tidak kalah akal, dan berlari secara zig-zag sehingga anjing besar yang kalah tangkas gerak geriknya ini berhasil ditinggalkan beberapa tombak dibelakang.
Ling-hong-kek sudah didepan mata, cukup dua kali lompatan berjangkit lagi Jian-litok-heng yakin dirinya sudah bisa mencapai gedung berloteng itu, diam-diam hatinya sudah kegirangan
Pada saat itulah segumpal bayangan merah laksana angin puyuh mendadak menukik turun dari tengah udara mencegat didepannya, dua tangan didorong dengan kekuatan damparan badai, menyongsong kedatangan Jian-li-tok-heng yang sedang mengayun langkah secepat terbang. Kedua pihak sama-sama mengerahkan tenaga, betapapun tinggi Ginkang Jian-li-tok- heng, dalam keadaan ke pepet seperti ini jelas tidak mungkin menyingkir. Untung pengalaman tempurnya amat luas, meski menghadapi bahaya tidak gugup, segera dia kerahkan tenaga berat hingga tubuhnya anjlok kebawah, begitu kaki menyentuh tanah langsung menjatuhkan tubuhnya ke kanan terus menggelundang delapan kakijauhnya. Syukur bentrokan dahsyat dapat dihindarkan
Ternyata yang menyongsong dirinya bukan lain adalah Pa- kim Tayhud, orang tengah berdiri tolak pinggang, senyumannya sinis seperti menghina dan mencemooh.
Jian-li-tok-heng bergelak tawa lalu berseloroh: "Siapa nyana seorang guru besar ternyata juga bertindak secara rendah main bokong, bila tersiar luas didania Kangouw, memangnya nama baikmu tidak pingin kau pertahankan lagi."
Mendelik mata Pa-kirn Tayhud, bentakmya: "Bangsat, tak usah kau mengoceh di sini, kau berani keluyuran di sini melanggar larangan, hukumannya sudah mati, berani melukai para penjaga lagi, jiwamu tak terampun lagi. Lekas bereskan dirimu sendiri, kalau jatuh ketanganku, tubuhmu takkan bisa utuh lagi." "Kepala gundul macam tampangmu yang tidak patuh ajaran agama, memangnya masih ada hukum dimatamu. Jangan main tindas karena kekuasaan berada ditanganmu, memangnya kau kira kami gentar kau gertak dengan kekuasaan istana. Padri agung apa macammu ini, kau tidak lebih hanya anjing penjaga pintu belaka."
"Bedebah, agaknya kau sudah bosan hidup. Malam ini Lolap takkan mengampuni jiwamu. Lihat pukulan-" tangan kanan terangkat membundar ke kanan, tangan kiri tegak lurus kedepan membundar ke kiri, gerakan secara aneh ini beradu ditengah dada lalu di dorong bergantian. Pusaran angin kencang laksana amukan angin puyuh segera mendampar kearah Jian-li-tok-heng.
Karena pundak keserempet angin pukulan lawan, Jian-li- tok-heng sudah berlaku waspada, dia tahu betapa tangguh pukulan orang kini serangan justru tidak menimbulkan deru angin kencang, dia kira lawan hanya menggertak untuk memancing reaksinya, maka dia lebih waspada kaki menyingkir tiga langkah ke kanan serta bersiap siaga.
Ternyata dugaannya memang tidak meleset, disaat tubuhnya menggeser kepinggir itulah s eg ulung angin kencang yang dilancarkan belakangan malah telah menerjang tiba lebih dulu, kekuatannya sedahsyat ombak menghantam karang. Lekas kedua kakinya menutul bumi, dengan kerahkan seluruh tenaga di kedua lengan sekuatnya dia memukul terus.
"Blang" kedua lawan tergentak mundur selangkah. Terasa oleh Jian-li-tok-heng, tenaga lawan setengah tingkat lebih tinggi dari dirinya, kalau tadi dia tidak menyingkir kepinggir, sehingga tenaga inti pukulan lawan menyamber lewat disamping tubuhnya, jelas dirinya takkan kuat melawan kekuatan pukulan lawan, akibatnya juga sudah dapat dibayangkan
Perawakan Pa-kim Tayhud kekar tegap dan tangkas, mendapat angin dia mencecar dengan serangan deras. Tampakjotosannya samber menyamber, tiga tombak sekeliling arah seperti dibungkus oleh kepulan debu, hawa kotor udara bergolak.
Menghadapi amukan lawan yang memiliki kekuatan seperti kerbau mengamuk ini, Jian-li-tok-heng melayani lebih waspada, dia kembangkan ketangkasan gerak tubuhnya, kelit sana trobos sini, setiap ada peluang diapun balas menyerang sehingga lawan kewalahan juga dibuatnya.
Cepat sekali tiga puluh jurus sudah lewat. Selama ini Jian-li- tok-heng lebih banyak mengembangkan Ginkangnya dari pada balas menyerang, sejauh ini keadaan tetap berimbang, dia yakin kalau pertempuran berjalan secara begini saja, dirinya masih kuat bertahan cukup lama.
Sementara itu Liok Kiam-ping sedang sibuk melayani tubrukan-tubrukan anjing yang dikendalikan musuh, d ari pengalaman tempur akhirnya berhasil ditemukan satu cara untuk mengatasinya. Segera dia kerahkan kedua kakinya secepat kilat tubuhnya berputar, dan berkisar kesebelah kiri. Mengikuti gerakannya, anjing disebelah kiri yang tetap melotot ikut bergerak membalik. Mendadak Kiam-ping melompat balik kesebelah kiri anjing, berbareng sebelah tangannya melolos Liat-jit-kiam, sengaja gerak langkahnya diperlambat, maka tubrukan kencang dari anjing besar itu sudah menerkam kepalanya.
Liok Kiam-ping berkelebat dengan Leng hi-pou-hoat, tubuhnya melayang enteng lima kaki, sedikit tumitnya menutul tanah, badannya melejit setombak, dengan gerakan khusus ditengah udara badannya berputar arah menerjang balik kearah padri jubah kuning diarah lain, pedang ditangan kanan bergerak dengan jurus Jit-lun-jut-seng. Berbareng telapak tangan kiri menyerang dengan jurus Llong-hwe-kiu-thian, mengincar batok kepala anjing yang menerkamnya. Pedang dan pukulan telapak tangan dilancarkan bersama. Perbawanya memang luar biasa. Liok Kiam-ping, meraung sekali.
Padri jubah kuning sedang berihtiar membokong dikala lawan terapung, sungguh tak pernah terduga bahwa ditengah udara Liok Kiam-ping mampu putar balik menerjang dirinya malah. Mendadak segumpal sinar benderang berbentuk bola sudah menindih diatas kepalanya, cahaya benderang seterik sinar matahari membuat silau dan gelap pandangannya, hakikatnya dia tidak jelas kedudukan Liok Kiam-ping disebelah mana, tahu jiwa sendiri terancam elmaut, lekas dia gunakan gerakan naga kuning membalik tubuh, jurus penyelamat dari Thian-long-toa-patsek. dia menjatuhkan diri terus menggelundang pergi, semoga jiwanya masih sempat diselamatkan
Kapan pernah diduganya bahwa Liat-jit-kiam-hoat yang sakti ini bila serangan sudah dilancarkan, kecuali ilmu silat lawan teramat tinggi dan sudah siaga sebelumnya, mungkin masih mampu melawan atau menyingkir. Bagi yang berkepandaian cetek jelas takkan lolos dari renggutan elmaut.
Padri jubah kuning dibanding Liok Kiamping masih terlampau jauh, sekilas tertegun oleh perbawa Liat-jit-kiam, meski dia sempat berkelit juga sudah terlambat. Di mana sinar benderang berkelebat, darah segera muncrat, ditengah jeritan ngeri batok kepalanya yang gundul terbelah menjadi dua.
Anjing yang menubruk dari sebelah kanan juga secara telak kena kepruk telapak tangan Liok Kiam-ping, meraung sekali tubuh nya terlempar berguling-guling. Untung kulit badannya tebal, agaknya luka nya juga tidak berat, namun pukulan dan rasa sakit telah mengobarkan sifat liarnya.
Liok Kiam-ping menarik napas, kembali tubuhnya berputar lurus dengan gaya indah bagai burung terbang dia melesat kebelakang anjing, kedua tangan terangkap kedua kaki berkembang dengan kecepatan kilat punggung anjing diserangnya pula dengan tusukan.
Karena kebesaran badan meski kokoh kuat namun untuk berputar balik gerakan si anjing agak lamban, sudah tentu dia sukar melihat lawan yang menukik dari atas, namun dia cukup cerdik dan tahu kalau dirinya diserang dari atas, lekas dia menerobos maju kedepan hingga tusukan Kiam-ping mengenai tempat kosong.
Sudah tentu Liok Kiam-ping tidak membiarkan lawan lolos, kedua kaki kembali menjejak tubuhnya bersalto sekali lagi kedepan mengudak tiba, kembali pedangnya bergeLar dengan tusukan telak. Anjing itu sedang melompat kedepan, kaki depannya belum menyentuh bumi, sementara pedang Liok Kiam-ping sudah menusuk tiba. "Bles" Liat-jit-kiam menusuk pantat anjing sedalam satu kaki lebih, saking kesakitan mulutnya meraung keras, tubuhnya bergetar dan kelojotan, sedikit kerahkan tenaga Liok Kiam-ping menekan pedangnya kebawah terus hinggap turun diatas tanah. Karena tekanan pedang itulah perut dan selangkang anjing terbelah hingga isi perutnya kedodoran, jiwa anjing melayang seketika.
Baru saja Liok Kiam-ping hendak membalik tubuh, anjing yang seekor lagi tanpa mengeluarkan suara sudah merunduk dekat disampingnya, begitu kaki depan terangkat tubuhnya segera menerkam dengan gerung a n seram.
Melihat terkaman buas dalam jarak dekat lagi, melompat keatas sudah tidak keburu, terpaksa dia menggoyang kedua pundak memaksa tubuhnya berputar, namun pedang panjang yang dipegangnya kesaruk cakar anjing sehingga berkerontang dan terangkat keatas satu kaki lebih Liok- Kiam- ping sendiri juga belum sempat pasang kuda-kuda hingga dia keterjang mundur tiga langkah.
Kejadian hanya terpaut beberapa detik, namun perobahan ini sungguh tak terduga, keadaan cukup genting bagi Kiam- ping. Disamping kaget amarahnya berkobar, sembari bersiul panjang dia melambungkan tubuh tiga tombak, laksana burung rajawali dia menukik turun pula dengan sebelah telapak tangannya menepuk ke batok kepala anjing buas itu. Padahal tepukannya ini hanya gerak gertakan belaka, namun Lwekangnya amat tinggi, maka gerakannya itupun menimbulkan deru ingin yang cukup berat.
Anjing itu amat cerdik, merasa angin menindih tiba, lekas dia mengegos ekor tubuhnya berputar menerobos kekanan. Tapi setelah menyerang dengan telapak tangan kiri, Kiam-ping meninggikan kedua pundak Liat-jit-kiam ditangan kananpun membelah tiba. cahaya emas yang berkilau membawa desis suara yang memekak telinga menyamber secepat kilat. Padahal anjing itu sedang memutar badan, kaki depannya sedang terangkat, sinar pedang sudah menyabet tiba, karuan kedua kaki depannya terpapas putus. "Bluk" badannya yang besar berat terbanting keras, saking kesakitan anjing itu bergulingan sambil kaing-kaing.
Menolong lebih penting, maka Liok Kiam-ping tidak hiraukan korbannya terus berlari kencang pula kedepan dengan mengembangkan Ling-hi-pou-hoat.
Dalam pada itu Ai-pong-sut Thong cau sudah melayang tiba dan berdiri setombak jauhnya sejenak dia berhenti, dua ekor anjing dari kanan kiri kembali menubruk ke arah dirinya. Tubrukannya jelas lebih garang dan keras dari anjing-anjing yang menyergap dirinya tadi. Sigap sekali dia kembangkan ilmu ringan tubuh, bayangan tubuhnya mendadak seperti berpencar dibeberapa tempat berputar kian kemari seperti barisan ular diselingi bayangan telapak tangan dan tinjunya.
Betapapun sengit serbuan padri jubah kuning dan kedua ekor anjing galak itu, namun ujung bajunya saja tidak mampu disentuhnya. Badan anjing besar dan kaku menubruk balik dan memutar badan terlalu lamban, Ai-pong-sut menangkap titik kelemahan ini, dia selalu bergerak kebelakang, karena tubrukan-tubrukan kedua anjing yang berbadan besar, lama kelamaan padri jubah kuning sering saling tumbuk dan keterjang minggir malah, hal ini makin menguntungkan Ai- pong-sut juga, sehingga dia tidak perlu menaruh perhatian terlalu besar untuk melayani kedua anjing ini.
Hanya sebentar kedua anjing itu sudah megap-megap kehabisan tenaga dan sesak napas, namunjuga makin membangkitkan sinar buas dan liarnya, setiap kali menerkam dan menyerang, raungan dan geramannya terasa seram menggiriskan
Ai-pong-sut benar-benar mengembangkan ketangkasan gerak badannya, setiap posisi tubuhnya boleh di kata tidak pernah berhenti meski hanya sedetik, gerak g eriknya enteng dan melayang bagai asap. keruan kedua anjing selalu menubruk tempat kosong mengamuk sejadi-jadinya, namun gerak gerik mereka semakin lamban
Melihat kesempatan sudah tiba mumpung lawan kehabisan napas dan tenaga mendadak Ai-pong-sut melompat keatas seekor anjing, tenaga dikerahkan dikedua telapak tangannya terus menggablok punggung anjing.
Anjing ini sedang megap-megap. mana menduga dirinya bakal disergap. bila dia merasa punggungnya diserang, lekas dia jejak kaki belakang, tapi dengan telak punggung Ai-pong- sut sudah menindih punggungnya. "Krak" tulang punggungnya patah. Anjing itu terguling-guling dengan raungannya yang mengerikan lalu menggeletek tak bernyawa lagi. Seekor lagi kebetulan berada dibelakang, dengan sisa kekuatannya dia menerkam datang.
Ai-pong-sut sudah mengincar tepat sasarannya, di saat tubuh anjing itu terapung diudara, telapak tangannya terayun, badannya merendah dengan telak dia tepuk dadanya. "Bluk" ditengah jeritan yang menyeramkan, badan besar anjing itu terlempar setombak lebih, darah menyembur dari moncongnya yang panjang. Keadaan Ai-pong-sut sendiri juga cukup payah setelah membinasakan kedua anjing besar itu, sejenak dia berdiri mengatur napas, waktu dia celingukan padri jubah kuning ternyata sudah tak kelihatan bayangannya.
Jian-li-tok-heng harus kerahkan seluruh tenaga dan kemahirannya untuk menempur Pa-kim Tayhud, namun dia masih terdesak dibawah angin, namun dia tidak patah semangat, dengan tabah dan berani dia layani serbuan Pa-kim Tayhud sehingga lawan tidak sempat memecah perhatiannya.
Tengah baku bantam dengan sengit, mendadak terdengar dua kali lolong anjing yang roboh Pa-kim Tayhud tahu dua anjingnya sudah binasa, kuatir rencana yang telah diaturnya berantakan dia perlu memberi bantuan ketempat lain, beruntun dia lancarkan enam pukulan gencar, sehingga Jian- litok-heng didesaknya mundur setombak. Baru saja dia membalik hendak menyingkir, Jian-li-tok-heng tahu maksud lawan, sudah tentu dia tidak tinggal diam meski dirinya terdesak mundur terus, apapun dia bertekad untuk melabraknya untuk mengulur waktu supaya Liok Kiam-ping punya kesempatan menolong orang. Maka begitu Pa-kim Tayhud membalik segera dia menubruk majupula seraya memaki: "Kepala gundul, kau belum mengalahkan aku, kenapa mau pergi. Hayolah, layani aku tiga ratus jurus, jangan takut, paling aku hanya menabok kepalamu yang gundul saja." dengan mengerahkan delapan bagian tenaganya dua tangannya bergerak. tinju kanan menggenjot dada, telapak tangan kiri menempiling kepala, tapi begitu serangan dilancarkan, sebat sekali kakinya sudah melompat minggir kesamping.
"Di sinilah letak kecerdikannya, tahu tenaga sendiri bukan tandingan lawan, dia tidak mau adu tenaga, tujuannya hanya melibat lawannya ini supaya tidak masuk kedalam Ling-hong- kek. maka serangannya itupun hanya gertakan belaka, tenaga yang dikerahkan juga tidak sepenuhnya, begitu menyergap lantas lompat menyingkir.
"Sebagai seorang guru besar dari suatu aliran sudah tentu Pa-kim Tayhud harus jaga gengsi dan wibawa, mana dia mau dicaci maki serendah itu, memangnya dia berdarah panas, melihat lawan menggenjot dan menempiling, segera dia mendengus, tubuhnya berputar secepat lesus, tenaga sudah tersalur dikedua lengan, "Plak" tahu-tahu kedua telapak tangan sendiri bertepuk didepan dada terus didorong menangkis jotosan Jian-li-tok heng.
"Blang"" dorongan telapak tangannya menghancurkan batu gunung sehingga debu terbang krikil mencelat, namun bayangan lawan tiba-tiba lenyap dari depan matanya.
Tengah dia celingukan, mendadak dari samping kanan didengarnya gelak tawa lantang.
"Sia-sia kau hidup setua ini, ternyata mata picak kuping tuli, sejak tadi, cayhe berdiri disini, kenapa batu tidak berdosa kau pukul hancur. Kalau ditonton kaum persilatan apakah perbuatan lucu ini ditertawakan orang?" demikian Jian-li-tok- heng mengolok.
Bahwa pukulanya luput karuan membara amarah Pa-kim Tayhud, sebat sekali dia bergerak tanpa bersuara menerjang kearah Jian-li-tok-heng, dia tahu lawan takkan berani mengadu tenaga dengan dirinya, maka dia tidak melontarkan pukulannya. Diluar tahunya jian-li-tok-heng sudah punya rencana, begitu Pa-kim Tayhud bergerak. dengan kecepatan gerak tubuhnya dia melompat juga beberapa tombak kedepan, dengan gerak yang tak kalah cepatnya dia menjejak mundur pula secara bergantian, bila Pa-kim Tayhud mengudak dimana barusan dia berada bayangannya ternyata sudah tidak kelihatan, karuan dia mencak-mencak gusar seperti kebakaran jenggot Pa-kim Tayhud ahli dalam tenaga dalam, sementara jian- li- tok- heng ahli dalam Ginkang, kalau berhantam jelas Pa-kim Tayhud lebih unggul, namun bermain petak. jelas Jian-li-tok- heng lebih lincah dan unggul. Maka dalam lompat melompat ini, jarak mereka tetap terpaut beberapa langkah, akhirnya jian- li-tok- heng pancing lawannya kepinggir hutan, katanya membalik kearah Pa-kim Tayhud dengan tawa lebar: "Kalau kau berani dan punya kemampuan, hayolah bertanding dengan aku didalam hutan jangan suruh anjingmu membantu, hanya buat menakuti orang saja," habis bicara dengan kekeh tawa menghina dia menyelinap dulu kedalam hutan
Sebagai cianbunjin suatu aliran besar, selama puluhan tahun Pa-kim Tayhud disegani didaerah Hay-lam, merupakan jago kosen yang cukup top diwilayahnya, kapan dia pernah dicemooh dan dihina begini rupa. Bentaknya "Kunyuk mau mampus, lari keujung langitpun Hudya tidak akan mengampuni jiwamu," sembari mengumpat dia memburu kedalam hutan
Daerah itu merupakan hutan kembang Bwe, kembang sakura yang lebat dan rimbun, luasnya ada belasan hektar.
Begitu menyelinap ke hutan, telinga Jianli-tok-heng yang tajam mendengar lambaian pakaian dibelakang, maka dia tahu bahwa padri dari Tibet itu tengah mengudaknya, diam-diam dia girang, segera dia percepat langkahnya mengembangkan Ginkang pada puncaknya, badannya bergerak secepat burung selulupan diantara dahan-dahan pohon
Dengan perawakannya yang tinggi kekar Pa-kim Tayhud juga kerahkan tenaga dalamnya mengudak dengan kencang.