Jilid 18
Padri berambut itu menyeringai: "Masa begini kebetulan, kami datang dari Lun-put-si di Tibet selatan, dari ribuan li meluruk kemari, memangnya harus percaya oleh beberapa patah omonganmu, pulang dengan penasaran, apapun kami harus masuk menggeledah perkampungan ini. Sicu silakan kau minggir." habis bicara kakinya bergerak terus melangkah lebar menerjang kedalam. Padri tibet ini bergelar Pa-kim Tayhud, pemimpin besar Lun-put-si di Tibet selatan, kedudukannya hanya dibawah Dalai Lama, Kungfunya merupakan aliran tersendiri dan menjagoi Tibet Selatan, Thian-liong-toa-patsek yang diyakinkan pernah menggetarkan Bulim. Waktu mengembara diBulim dahulu Ai-pong-sut pernah merasakan sendiri kelihayan lawan, pada hal waktu itu taraf kepandaiannya juga belum seberapa, dia yakin dengan bekal kemampuannya sekarang kira-kira dirinya masih mampu mengatasinya. Kini meski dia agak tercengang menghadapi kekasaran lawan, jelas dirinya dipaksa untuk turun tangan-segera dia membentak: "Berdiri Kwi-hun-ceng adalah markas pusat Hong-lui-pang, mana boleh kau trobosan di tempat suci kita, agaknya kau memang mencari setori, silahkan pamer kepandaianmu, Losiu akan melayanimu."
Pa-kim Tayhud gelak tertawa, katanya: "Kakek cilik ternyata bernyali besar, tentunya kau bukan orang yang tidak ternama, sebutkan dulu nama gelarmu, akan kupertimbang- kan apakah setimpal menghadapiku."
Sudah puluhan tahun Ai-pong-sut Thong cau melang melintang di kangouw, kapan pernah dihina begini rupa, saking gusar dia terbahak-bahak serunya: "Losiu Thong cau, seorang kroco di Kangouw, marilah kau coba rasakan sekali pukulanku." kedua tangan segera menyodok dengan delapan kekuatan tenaganya kearah Pa-kim Tayhud.
Lwekang Pa-kim Tayhud sudah mencapai taraf sempurna, melihat lawan menyerang, dia hanya sedikit merendahkan pundak. kedua tangan terangkat, dengan lima tenaganya balas menepuk kearah serangan musuh. Dua jalur kekuatan bentrok "Dar." Ai-pong-sut kelihatan limbung tapi tidak tergeser dari kedudukan, sebaliknya Pa-kirn Tayhud tertolak mundur tiga langkah. Baru sekarang dia insaf dirinya dirugikan karena terlalu memandang enteng lawan, dihadapan keempat muridnya dia kecundang karuan amarahnya membara, saking murka dia terkial dingin:
"Tidak nyana, kakek kecil seperti kau juga punya bobot, marilah adu kekuatan sekali lagi." kali ini dia menekuk lutut pasang kuda-kuda, lengan bawah menempel dada ke dua telapak tangan terkembang menghadap keluar, dengan mengerahkan setaker tenaga kedua tangannya mendorong kearah Ai-pong-sut.
Damparan angin badai seketika menggulung menyebabkan hawa bergolak dengan desis suaranya yang ribut. Dalam gebrak pertatria beruntung dirinya lebih unggul seurat, kini melihat lawan menggempur dengan seluruh kekuatannya, tak berani dia melawan, lekas dia mengegos minggir setombak sambil berkelit dia merogoh keluar sebutir pelor peringatan ditimpukan keudara, pelor itu meledak mengeluarkan asap biru membumbung lebih tinggi ke angkasa, ledakanpelor minta bantuan ini lekas sekali sudah terdengar oleh komisaris umum Suma Lingkhong yang berada di clokswi-cun, selanjutnya meneruskan kepada Liok Kiam-ping dan kawan- kawan-
Melihat lawan melepas pelor Pa-kim Tayhud tahu bahwa lawan minta bantuan, maka dia lebih yakin lagi seorang Ai- pong-sut cukup dirinya melayaninya, jikalau pihak lawan kedatangan bala bantuan, pihak sendirijelas akan kalah. Rasa jeri yang menggelitik sanubarinya seketika sirna, diapun bersiul memberi aba-aba kepada keempat muridnya, Empat padri yang menonton dipinggir gelanggang segera merubung maju melabrak orang-orang Hong-lui pang.
Begitu pertarungan di mulai Pi-lik-jiu ciu Khay sudah menaruh perhatian terhadap keempat Lama jubah kuning ini, kini melihat mereka maju serentak. segera dia siapkan anak buahnya: "Hayo, ganyang musuh.' dia mendahului mencegat salah satu dari keempat Lama itu. Tiga Lama yang lain berpencar melabrak orang-orang Hong- lui-pang, pertempuran menjadi kacau dan suara gegap gumpita.
Pa-kim Tayhud juga pergencar serangannya, dibarengi gerak langkah yang gesit pula Ai-pong-sut sudah merasakan kelihayan musuh, maka diapun kerahkan seluruh kemampuannya, segala pikiran dan semangat dipusatkan, dengan penuh waspada dia layani rangsakan musuh.
Berhasil mendesak musuh Pa-kim Tayhud bertambah garang, lawan tidak diberi peluang lagi ? Begitu serangan dilancarkan, segencar baling-baling bayangan telapak tangannya merabu seluruh Hiat-to mematikan ditubuh Ai- pong-sut.
Untung ketangkasan gerak Ai-pong-sut cukup lihay, perawakannya kate kecil dan kurus lagi maka dia leluasa bergerak diantara samberan pukulan lawan Dalam sekejap lima puluh jurus telah tercapai, Pa-kim Tayhud insyaf bila pertempuran berjalan lama pasti tidak menguntungkan pihaknya, maka dia bertekad selekasnya mengakhiri pertarungan, maka gerakan kedua kaki tangannya semakin gencar, disamping dia memberi semangat kepada keempat muridnya menggasak musuh sebanyak mungkin-
Sekonyong-konyong terdengar jeritan seorang anggota Hong-lui-pang, sedikit lena punggungnya kena dijambret oleh ceng krama n seorang Lama, tubuhnya lantas dilempar pergi lima kakijauhnya, roboh untuk tidak berkutik lagi.
Pik-lik-jiu ciu Khay takjauh dari tempat kejadian, ingin membantujuga sudah terlambat, apalagi lawan yang dihadapinya cukup tangguh, seorang diri hakikatnya dia sendiri merasa berat melayaninya, mana sempat menolong orang lain, terpaksa dia menyaksikan seorang kawannya roboh binasa. Namun bola matanya mendelik buas.
Hiiiaaat... ' ditengah pekik liarnya, serentak dia lontarkan enam jurus pukulan-Lama yang jadi lawannya gelagapanjuga oleh rangsakan lihay dan mendadak ini, seketika dia terdesak mundur tiga tindak.
Sementara itu Ai-pong-sut yang melabrak Pa-kim Tayhud sudah mencapai seratus jurus, betapapun ganas dan lihay serangan Pa-kim Tayhud, namun ujung pakaian lawanpun tak mampu disentuhnya. Mendadak Pakim Tayhud merobah permainan, badannya yang segede anak kerbau mendadak mencelat keudara, kedua lengan terkembang, ditengah udara berputar laksana seekor naga, pukulan telapak tangannya membawa gemuruh guntur menindih kearah Ai-pong-sut.
Begitu dia mengembangkan Thian-liong-toa-pat-sek. perbawanya sungguh laksana guntur menggelegar kilat meny amber, bayangan pukulan berderai diang kas a, sehingga susah dijaga atau dibendung.
Dahulu pernah Ai-pong-sut melihat gerakan pukulan tangan yang khas dan lihay ini, tapi dulu Lwekang lawan masih belum mencapai taraf yang dikehendaki,jadi perbawanya tidak begitu hebat, kini setelah puluhan tahun kembali Pa-kim Ta yhud melancarkan serangan terhadap dirinya, gelagatnya berbeda pula, mau tidak mau dia kerepotan dan gelagapan pula, waktu melawannya jug a terasa bimbang dan kurang mantap.
Untung Ginkangnya sudah mencapai tarap tinggi, langkahnya ajaib pula, sekuatnya dia kembangkan kesebatan tubuhnya baru selamat dari serangan lawan- Tapi hanya berkelit dan mandah diserangjuga bukan cara bertempur yang benar, sehingga dalam melayani serangan lawan terasa makin terdesak dan payah.
Setiap jurus dari permainan Thian-liong-toa-pak-sek ini mengandung tiga gerakan variasi, setiap gerakan terbagi pula tiga tipu lihay, setiap tiga jurus dilancarkan harus berganti napas sekali. Bila ilmu pukulan ini dilancarkan harus dilandasi kekuatan Lwekang yang sudah diyakinkan puluhan tahun, tenaga terpusat dipusar kekuatan tersalur ke seluruh tubuh yang membutuhkan jadi berbeda dengan langkah Ling-hi-pou- khong tubuhnya bergerak diudara.
Pa-kim Tayhud mengejar kemenangan dalam waktu singkat, maka seluruh tenaga dan
kemampuannya dipertaruhkan, gerak kedua tangannya menimbulkan damparan angin sekeras amukan badai dig urun prahara. Melihat betapa dahsyat lawan mempergencar serangan, sedikit lena pasti jiwa melayang, lekas Ai-pong-sut konsentrasikan pikiran, sekuat tenaga dia hadapi dan lawan serangan musuh dengan tabah.
Kedua orang adalah jago kosen Bulim yang jarang ada tandingan, Lwekang mereka sudah mencapai taraf kesempurnaannya, dengan adu kekuatan setaker tenaga ini, maka dapat dibayangkan betapa hebat pertempuran ini.
Benturan demi benturan terus berlangsung, saking dahsyat akibat dari adu kekuatan ini, pohon-pohon tiga tombak disekitar arena tersapu gundul daonnya oleh getaran angin pukulan mereka, ditengah- kepulan debu yang membumbung tinggi hakikatnya susah dibedakan bayangan kedua orang yang lagi baku bantam ini.
Sebetulnya Ai-pong-sut Thong cau dapat menundukan lawan dengan ilmu tunggal perguruannya Yan-yam-tam (sepasang pelor belibis), namun setelah pertempuran memuncak sejauh ini, kesempatan mengeluarkan kedua bandulannya itu sudah tiada, mana mungkin dia melancarkan ilmu tunggalnya itu, terpaksa dia kembangkan Ginkangnya, mengikuti situasi dia berlompatan kian kemari.
Dua ratus juras telah tercapai, kedua orang yang baku hantam ini masih terus berkutet siapapun tidak berani lena. Keduanya ingin menuntut balas kematian orang pihaknya yang telah gugur, meski tenaga sudah banyak terkuras, namun mereka masih terus serang menyerang dengan tenaga berat. Pertempuran dahsyat yang jarang terjadi dan terlihat di Bulim. Saking murka otot hyau diatas kepala Pi-lik-jiu ciu Khay tampak merongkol keluar mulutpun berkaok-kaok, namun dia tidak mampu membantu anak buahnya yang digasak musuh. Dua Lama tampak melompat jauh ke depan terus menerobos kedalam perkampungan
Kalau dibagian luar pertempuran berjalan seru, penjagaan didalam perkampungan juga cukup ketat, namun jago-jago lihay mereka sudah dikerahkan diluar, maka sisa yang berjaga didalam tidak berarti sama sekali.
Siau Hong sebetulnya ingin ikut Kiamping dalam penyerbuan ke Tang- ling- kiong, namun setelah bujuk sana bujuk sini terpaksa dia mau ditinggalkan, beberapa hari ini hatinya sedang masgul, maka seharian dia tidak mengunjukan diri, saat itu dia sedang bermalas-malasan diatas tempat tidur.
Begitu musuh menggrebek datang Ai-pong-sut lantas melarang siapapun memberitahu kepadanya. Setelah pertempuran berjalan cukup lama, pekik dan jeritan diarena pertempuran semakin keras dan mengerikan, dalam keheningan diatas loteng, Siau Hong dapat mendengarkan sayup,sayup, semula dia kira orang-orang Hong-lui-pang sedang latihan secara masal, tapi lama kelamaan dia mendengar juga suara jeritan yang menyayat hati terasa gelagat tidak beres, memangnya hati sedang masgul, pikiran kalut lagi, kepingin melakukan sesuatu. Bergegas dia melompat turun dari ranjang terus lari keluar.
Baru raja dia sampai di Hong-lul-ting, bentakan dan jeritan itu terdengar riuh dari pekarangan luar. Segera dia percepat langkahnya melesat keluar. Sejak menelan soat-lian, Lwekangnya maju berlipat ganda, mendapat bimbingan danpetunjuk Kiam-ping lagi serta latihan bersama jago-jago kosen pula, maka taraf kepandaiannya sekarang sudah cukup tangguh, kira-kira satu kelas denganjago kosen di Bulim.
Begitu tiba diarena pertempuran, seketika matanya mendelik gusar, alis tegak berdiri. Dilihatnya dua lama jubah kuning berperawakan tinggi besar sedang mengganas, korban sudah berjatuhan dengan mengerikan- Tapi orang-orang Hong-lui-pang tiada yang takut mati, gugur satu maju dua, depan roboh yang belakang mendesak maju, semangat tempur mereka yang tinggi sungguh cukup membuat jeri musuhnya.
Disertai pekik melengking Siau Hong jinjing pedangnya meluruk kearah salah satu padri Lama terus menusuk. Bencinya keliwat batas karena Lama ini terlampau ganas dan keji, maka serangannya ini menggunakan jurus Hian-li-kiam- hoat yang baru saja diyakinkan.
Hian-li-kiam-hoat memang serasi untuk permainan seorang perempuan, gerakannya gemulal enteng dan lincah, setiap gerakannya merupakan serangan yang ketat hingga Lama itu didesaknya mundur. Sayang dia baru belajar dan gerakan belum sempurna, Lwekangnya belum cukup kuat untuk melandasi permainan ilmu pedangnya, hanya sekejap serangannya kuncup ditengah jalan, dari pihak yang mendesak segera menjadi pihak yang didesak malah. Pada hal ilmu pedang ini khusus bermanfaat untuk menyerang, kini terpaksa hanya untuk bertahan, maka keadaannya semakin parah.
Lima puluh jurus kemudian dia sudah terdesak dibawah angin, sekujur badan basah kuyup oleh keringat, napasnya pun tersengal berat.
Melihat betapa cantik menggiurkan gadis lawannya ini, timbul niat jahat Lama jubah kuning, untuk membekuknya hidup - hidup, maka serangannya diperhitungkan sekali, kalau tidak sejak tadi Siau Hong tentu sudah dikalahkan, mungkinjiwa juga sudah melayang.
Pertempuran dibilangan luar ternyata masih terus berlangsung dalam suhu tinggi. Pa-kim Tayhud terpaksa harus mengulang permainan Thian-liong-toa-pat-sek, kini berbeda pula cara bertempur mereka, tidak lagi mengembangkan kelincahan tubuh, tapi melancarkan pukulan berat yang mengurus tenaga.
Jidat basah alis Ai-pong-sutpun sudah lengket. Demikian pula napas Pa-kim Tayhud menderu seperti babi yang siap dijagai.
Setelah dua Lama menerjang masuk keperkampungan, tekanan terhadap Pi-lik-jiu ciu Khay jauh berkurang, walau pihaknya berjumlah banyak, keadaan masih bertahan sama kuat, namun mereka tidak mampu merobohkan atau memukul mundur musuh.
Disaat orang banyak bertempur mati-matian itulah, sebuah siulan bernada tinggi mengalun diang kas a, sebelum lenyap gema suaranya, sesosok bayangan sudah meluncur turun hinggap ditengah arena.
Begitu Liok Kiam-ping tiba, disusul beberapa bayangan orang berdatangan pula.
Karena Lama yang meluruk datang masih asing bagi dirinya, untuk tahu seluk beluk lawan, maka Kiam-ping sengaja gunakan hardikan Say-cu-bong: 'Kalian berhenti.' sementara langkahnya lebar menghampiri Pa-kim Tayhud.
Bentakannya sekeras geledek. hadirin seperti dikemplang kepalanya, semuanya tergetar mundur, siap bertindak menurut perintah. Melihat orang orang Hong-lui-pang datang pada saatnya, sungguh senang dan lega hati Ai-pong sut, lekas dia bersimpuh menenangkan hati bersemadi, setelah baku hantam selama dua jam, keadaannya boleh dikata sudah teramat payah.
Begitu berhadapan dengan Pa-kim Tayhud, Liok Kiam-ping menyeringai dingin, katanya: "orang beribadat harus mengutamakan welas asih, bebas dari duniawi, menganjurkan umat Tuhan berbuat bajik dan menjadi teladan kaum penjabat. Tanpa sebab Taysu menyerbu kemarkas kita, main bunuh lagi, cayhe mohon tanya kepada Taysu apa alasanmu." Pa-kim Tayhud menenangkan hatijuga, segera dia menatap pemuda yang menghampiri, katanya: "Tentu tuan inilah Pat- pi-kim- liong Liok Kiam-ping adanya, kami bercokoljauh diselatan Tibet, tak pernah bersaing atau bermusuhan dengan semua aliran persilatan di Tionggoan- Beberapa bulan yang lalu dua muridku keling dan Keting karena sesuatu urusan datang ke Tionggoan, ternyata keduanya gugur dalam menunaikan tugas oleh pukulan Liok-pangcu, mohon sudi kiranya memberi keadilan kepadaku."
Kiam-ping berpikir: Jadi dia inilah Pakim Tayhud, mungkin dia digosok danperCaya pengaduan muridnya, sengaja meluruk datang menuntut balas, permusuhan telah terjadi, pertikaian ini jelas tak mungkin didamaikan lagi." maka dengan tersenyum dia berkata:
"Sejak dahulu kala, peradaban bangsa kita paling menentang perbuatan cabul. Bagi kaum persilatan jaga merupakan kejahatan yang paling kotor danpantas diganyang, Keling dan Keting sebagai murid Taysu sepantasnya berdarma bahti kepada umat manusia, banyak menimbun kebajikan, tapi sebaliknya mereka justru bertindak lalim, mengandal Kungfu yang tinggi menindas sesama kaum persilatan yang lemah, ditengah siang hari bolong, menggoda perempuan berbuat mesum lagi, maka kematiannya setimpal menebus dosanya. cayhe mewakili pihak yang berdiri di tengah keadilan menghukum mereka, maka Taysu harap maklum dan periksa adanya. "
Pa-kim Tayhud mendengus hidung, katanya: "Padri perguruanku, bila benar membuat pelanggaran dia akan dihukum oleh adat dan undang-undang perguruan, orang lain tidak pantas menghukumnya, kau sudah lancang bertindak. tidak memberi penjelasan pula kepadaku, hari ini urusan terlanjur sejauh ini, kalau kami sudah berani meluruk kemari, sebelum urusan beres, jangan kira kami takut lantas mau ngacir." Tahu urusan tidak bisa dijelaskan, saking murka Kiam- ping tertawa lebar, katanya:
"Kiranya Taysujuga hanya begini saja, kau lebih cenderung bermusuhan daripada melaksanakan kebajikan, Baiklah, urusan hari ini terpaksa diselesaikan dengan kekuatan Kungfu."
Mengencang alis Pa-kim Taysud, katanya:
"Memang itulah maksud kedatanganku, entah bagaimana kau akan bertanding."
Sebagai tuan rumah aku sih menuruti kehendak tamu, boleh Taysu mengajukan caranya, aku pasti mengiringi."
Pa-kim Taysu membatin: "Bocah ini amat sombong, konon Liat-jit-kiam-hoatnya ganas dan digjaya, kalau bertanding senjata mungkin aku tiada harapan." maka dengan tersenyum dia berkata: "Baiklah, bagaimana kalau kita bertanding tenaga pukulan ?"
"Boleh saja, sekuatnya aku akan melayani."
"Baik, pertama kita mengadu tiga kali pukulan." lalu dia mengempit ketiak dengan kedua telapak tangan bergerak membundar terus berjaga didepan dada. Bentaknya: "Nah silahkan serang lebih dulu."
Kungfu Kiam-ping tinggi, hatinya tabah, musuh tangguh didepan mata, meski kelihatan sikapnya ramah dan santai, dia berkata tawar: "cayhe tidak sudi mendahului."
Melihat lawan masih muda belia, umpama sejak dilahirkan dari rahim ibunya bocah ini sudah belajat silat, paling juga baru memiliki latihan Lwekang dua puluh tahun, namun berani bermulut besar dan seangkuh ini, maka bertaut alisnya, bentaknya gusar: "Sambut pukulan." kedua telapak tangan menyilang maju terus berputar lurus dengan tepukan delapan bagian tenaganya. Liok Kiam-ping merasakan betapa dahsyat pukulan lawan, dia konsentrasikan diri, badan sedikit jongkok kaki setengah langkah menyurut mundur, kedua tangan menghimpun delapan puluh prosen tenaganya balas menepuk kedepan.
"Byaar." dentumam keras menggoncang bumi sehingga menimbulkan reaksi yang bukan kepalang hebatnya. Pa kim Tayhud tersurut selangkah lebar. Liok Kiam-ping hanya melangkah setengah tindak pula.
M impipun tak pernah terbayang dalam benak Pa- kim Tayhud, bocah semuda ini ternyata memiliki Lwekang setangguh ini, maka dia tidak berani ayal, lekas dia kerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, pelan tapi meyakinkan disalurkan kedua lengan, gerakan lamban memberi peluang supaya benaknya berpikir mencari akal, cara bagaimana dirinya harus menggempur dan menjatuhkan lawan, Kali ini pukulannya betul-betul menggunakan setaker tenaganya, kembali pukulan dilontarkan.
Liok Kiam-ping juga sudah bersiap. dia eambutpula dengan pukulan kedua tangan.
Kali ini Liok Kiam-ping coba mempraktekan ilmu pukulan lengket yang baru dipelajarinya dari Thian-tok-cin-keng, begitu kedua tenaga raksasa beradu, tenaga yang tersalur mendadak disedotnya kembali.
Karena benturan dahsyat ini badan Pakim Tayhud sebetulnya sudah terjengkang kebelakang. mendadak terasa segulung tenaga besar menyedot sehingga kekuatan pukulannya yang dahsyat tersirap kedepan, maka tanpa kuasa tubuhnya tersuruk maju selangkah malah. Tapi dia tidak tahu bahwa Liok Kiam-ping telah menggunakan akalnya, dia sangka tenaga land as a n lawan kurang kokoh sehingga terlanda oleh tenaga pukulannya hingga pertahanannya jebol. Maka hatinya diam-diam senang, dengan setaker tenaganya pula dia melontarkan sekali pukulan lagi. Liok Kiam-ping mempraktekkan manfaat besar untuk percobaan kecil, ternyata manjur dan berguna, betapa senang hatinya sungguh sukar dilukiskan- Begitu usahanya berhasil, semangat tempurnya makin menyala. Melihat lawan menggempur pula, dari deru suaranya dia tahu pukulan kali ini lebih dahsyat pula, lekas dia kembangkan pula daya lengket, kedua tangan yang didorong lurus kedepan mendadak ditarik mundur.
Begitu gempurau dilancarkan, tenaga pukulannya ternyata seperti tengelam di lautan, bukan saja tidak menimbulkan reaksi malah tubuhnya tersuruk maju dua langkah pula, lekas dia kerahkan tenaga diujung jari-jarinya supaya tubuh terkendali. Saat itulah Liok Kiam-ping kerahkan seluruh tenaga dikedua telapak tangan terus menggenjot kedada lewan.
Begitu pukulannya sirna Pa- kim Tayhud sudah tahu gelagat mengancam dirinya, lekas dia melempar tubuh sendiri kebawah, terus menggelundung pergi dengan gerakan Ui- hong-toa-gun sin (naga kuning menggelundung pergi). Tapi pukulan Kiam-ping memang teramat dahsyat, meski reaksinya cukup cekatan, tak urung badannya tergentak dua tombak jauhnya, beruntung dia sempat menggelundung sehingga luka-lukanya tidak begitu parah, namun nyalinya sudah pecah.
Ternyata Kiam-ping juga tidak mau bertindak terlalu kejam, maka dia tidak mengudak serta menyusuli serangan pula sambil berdiri menggendong tangan, dia tersenyum ditengah arena, lawan ditatapnya tajam.
Begitu kedua kaki mendepak badan Pa-kim Taysu sudah mencelat berdiri, melihat betapa sikap lawan dirasa mencemooh dan menghina, amarahnya malah berkobar, selebar mukanya merah coklat, sambil menggeram buas dia lancarkan Thian-liong-toa-pat-sek merabu dengan sengit.
Liok Kiam-ping kembangkan Leng-hi-pou-hoat, gerakannya tampak santai dan tak acuh, berkelebat kian kemari ditengah samberan pukulan lawan tubuhnya tampak lemah gemulai tapijuga gagah.
Sementara ituSiau Hong melawan seorang Lama bernama Keping, tenaganya sudah lemah Keping menggoda pula dengan ceriwis sehingga amarahnya makin menyala, namun dengan kertak gigi dia mengamuk dengan serangan gencar, meski langkahnya sempoyongan tak karuan, sering pula serangan lawan tak sempat dihiraukan lagi boleh dikata, dia sudah nekat dan ingin adujiwa dengan musuh. Hal ini-justru membuat keping kerepotanjuga, karena ingin membekuknya hidup,hidup, dia harus berusaha menyelamatkan diri dari serangan lawan, dia dipaksa mundur tiga langkah.
Namun Lwekangnya tangguh, kepandaian tinggi, hati tabah dan tenang, setelah mundur, dia curahkan perhatian, sering balas menyerang lagi sambil tetap mengoceh dengan olok- olok yang kotor.
Seorang Lama lagi bernama Kelu, dengan bahasa Tibet mendadak dia memberi peringatan kepada Keping, Segera dia pergencar seraagannya kepada orang-orang Hong-lui-pang yang mengeroyoknya, lawan dilabraknya kocar kacir.
Tenaga lemah sebaliknya kepala seperti hampir pecah, Siau Hong masih nekat menyerang membabi buta, karena tanpa penjagaan sama sekali sudah tentu banyak. kelemahannya hingga musuh mendapat banyak kesempatan untuh menyergapnya. Sekonyong-konyong dirasakan pinggang terasa linu, pedang panjang jatuh ditanah orangnya juga roboh.
Sekali raih Keping berhasil menyambar tubuhnya, sekali lompat dia lari kepinggir tembok serta melompat keluar sana. orang-orang Hong-lui-pang berusaha merintangi, namun mereka digasak oleh Kelu hingga jatuh pontang panting.
Begitu Keping melompat keluar tombok, lekas sekali Kelu sudah menyusul, nampak dua bayangan kuning berkelebat diluar tembok terus menyelinap kedalam hutan- Gerakan mereka teramat cepat, orang banyak yang berkepandaian biasa tiada yang mampu menyandak apa lagi merintangi.
Dengan langkah ajaibnya Liok Kiamping sementara itu sedang menghadapi Thianliong-toa-pat-sek Pa-kim Tayhud, pertarungan hebat yang jarang terjadi dalam Bulim selama ini, kedua pihak bergerak penuh perincian, setiap serangan sudah diperhitungkan secara masak disamping menyerang dengan tipu lihay, sekaligus berusaha memecahkan serangan lawan, maka adu kekuatan ini memuncak tegang, tiga tombak disekitar arena hawa terasa mendidih, hingga penonton di luar gelanggang seperti dihembus angin panpas dari tungku yang membara.
Lima puluh jurus kemudian Thian-liongtoa-pat-sek telah dikembangkan mencapai puncaknya, dikala tubuhnya melambung berlegot diudara laksana nags, lapisan bayangan telapak tangan terus menindih laksana jala besar.
Kiam-ping lebih waspada, seluruh perhatian dia curahkan untuk melawan serangan disamping dia mencari luang untuk balas menyerang dengan juras yang mematikan- Sekarang Pa- kim Tayhud baru sadar bahwa lawan sejauh ini melawan masih belum melawan dengan sepenuh tenaga, umpama dia boyong seluruh kemampuannya melancarkan Thian-liong-toa- pat-sekpulajuga tiada artinya lagi.
Celaka adalah bila lawan melontarkan ilmu simpanannya yang sakti, pasti dirinya akan kecundang dan beroleh malu besar. Makin dipikir hati makin kecut, jikalau dirinya tidak mendahului melancarkan ilmu simpanan yang ganas, sebentar lagi untuk berlalu dari tempat ini kemungkinan sudah terlambat.
Mendadak dia turunkan badannya kepinggir sambil menggentak lengan kanan, selarik sinar berkelebat meluncur kebatok kepala Liok Kiam-ping. Melihat serangan lawan belum mencapai sasaran sudah ditarik balik serta mencelat mundur hati Kiam-ping sudah curiga, tengah membatin tiba-tiba selarik sinar putih telah mengancam kepalanya. Lekas dia kembangkan jurus penyelamat Sui-bong-biau-si (melayang mengikuti arah angin) dari Leng-hi-pou-hoat, tubuhnya bergerak laksana setan dalam kecepatan yang tak terukur, sekali berkelebat bayangannya sudah lenyap.
Pa-kim Tayhud sudah kegirangan bahwa serangan kejinya bakal melumpuhkan lawan, namun dalam sekejap mendadak bayangan lawan lenyap dari pandangan mata, karuan dia melenggong. Seluruh hadirin yang menyaksikan diluar gelanggang juga tiada yang tahu dengan gerakan apa Liok Kiam-ping menyingkir Karena melenggong gerakan Pa-kim Tayhud sedikit merandek, Jian-li-tok-heng banyak pengalaman, baru sekarang dia melihat sebuah benda mengkilap bundar berbentuk seperti topi, seketika dia menjerit kaget: "Hiat-te-cu."
Hiat-te cu adalah senjata ampuh kaum Lama yang punya kedudukan tinggi diistana raja yang berkuasa sekarang, biasanya jarang dipertunjukan dimuka umum, hadirin juga hanya pernah mendengar namanya, belum pernah menyaksikan sendiri. Am-gi seperti ini hanya dikendalikan oleh kekuatan hawa murni pemakainya, dalam jarak setombak lebih masih mampu terjangkau, hanya keserempet saja jiwa bisa melayang, apa lagi kalau kepala kecaplok, leher putus jiwa melayang, merupakan senjata rahasia paling jahat masa itu.
Beruntung Liok Kiam-ping berulang kali menemukan rejeki besar, Lwekangnya sudah bertambah lipat ganda, maka dengan mudah dia meluputkan diri. Mendengar pekik suara Jian-li-tok-heng, jantung lantas berdegup, Tapi sikapnya tetap tenang dan wajar, katanya setelah terkekeh dingin: "Ternyata TaySu juga punya kedudukan tinggi di istana, sungguh cayhe berlaku kurang hormat." Bahwa serangannya luput Pa-kim Tayhud kebingungan sendiri, mendadak didangarnya lawan bersuara di belakang, amarahnya semakin membara, kembali tangan kanan menggentak terus di sendai, berbareng badan berputar, di mana cahaya putih berkelebat ke belakang, kali ini dia menyerang dengan setaker tenaga, maka daya luncur Hiat-te- cujauh lebih pesat. Tapi cara yang digunakan justru telah melanggar pantangan kaum persilatan umumnya.
"Haaaiiiit." Kiam-ping menggembor panjang, Kim- kong- put-hoay-sin-kang dikerahkan, kedua tangan berganti memukul kearah sinar putih yang meny amber tiba, berbareng tubuh menggelundang pergi, syukur masih sempat menyelamatkan diri.
Kali ini Pa-kim Tayhud yakin serangan yang dilancarkan sepenuh tenaga ini pasti dapat merobohkan lawan, tak nyana baru saja cahaya putih mumbul mencapai ketinggian tertentu, terasa gerakannya seperti terbendang tembok baja. jelas Hiat- te-cu tak mampu menembus pertahanan Kim-kong-put-hoay- sinkang, lekas dia kerah-kan tenaga menekan tangan kebawah supaya Hiat-te-cu yang bercahaya kemilau itu menungkrup kebawah, namun pukulan Liok Kiam-ping sudah menerjang tiba, ""Blam" cahaya putih terpukul serong ke pinggir.
Dua kali serangannya tidak berhasil, mengkirik sendiri bulu kuduk Pa kim Tayhud hal ini belum pernah terjadi selama dia menggunakan Hiat-te-cu, namun dasar licik dan licin, segera dia bergelak tawa, katanya:
"Agaknya Sicu sudah meyakinkan ilmu sakti mandraguna dari aliran Buddha, Kim-kong-put-hoay-sin-kang. Baiklah selama gunung tetap menghijau, pada tanggal sembilan bulan sembilan tahun ini, Lolap akan meluruk balik ke Kwi-hun-ceng guna mohon pengajaran lebih jauh."
Tanpa menunggu jawaban Liok Kiam-ping segera bawa kedua muridnya terus berlalu masuk kedalam hutan- orang banyak hendak mengejar, tapi dicegah oleh Liok Kiam-ping. Waktu mereka beranjak kedalam perkampungan, dari dalam berlari keluar seram dengan orang semua merubung ke depan Liok Kiam-ping, sebelum memberi hormat seorang telah memberi laporan dengan muka pucat: "Pangcu, celaka dua belas, nona Siau Hong diculik dua orang Lama setelah ditutuk hiat-tonya. kami beramai tak mampu merintangi dan mengejarnya, harap Pangcu lekas bertindak."
Mendangar kabarjelek ini karuan semua orang Hong-lui- pang kaget dan gusar, semua melenggong saling pandang. Terutama Liok Kiam-ping, sedihnya bukan main, menyesal kenapa membiarkan Pa-kim Tayhud bertiga berlalu begitu saja. Meski otaknya enter namun menghadapi kejadian mendadak begini, dia jadi kebingungan dan kehabiaan akal. Sambil meng gereget segera dia bergerak hendak mengudak.
Tapi Ai-pong-sut dan lain-lain membujuk orang banyak segera kembali keperkampungan, mencari akal untuk bertindak supaya tindakan tidak sia-sia, kalau mengejar tanpa rencana, bukan saja tidak berhasil, urusan mungkin b ia a lebih parah.
Liok Kiam-ping menghela napas panjang dengan langkah berat dia pimpin orang banyak banyak masuk kependopo.
Lekas sinar tabir malam telah menyelimuti alam semesta, hembusan angin senja terasa semilir memabukan.
Sudah saatnya orang beriatirahat, namun mereka masih sibuk berunding dan mengatur merancang apa yang harus dilaksanakan
Menjelang tengah malam seluruh Kwi-hunceng masih kelihatan sibuk. bayangan orang tampak bergerak hilir mudik, lampu terang benderang di segala pelosok. petugas bekerja keras, burung-burung merpati pos satu persatu dilepaskan, bunyi desiran angin sayapnya terdangar ramyai data dalam sekejap tertelan tabir malam. keadaan agaknya cukup tegang. Merpati pos itu sudah terlatih sedemikian rupa, meski dihujan lebat atau malam gelap juga dapat menunaikan kewajibannya dan baik.
Lilin besar menyala didalam Pau-gwat-lou, pimpinan tertinggi Hong-lui-pang sedang mengadakan sidang darurat, wajah mereka kelihatan serius, semua menepekur mencari akal, suasana hening terasa mencekam hingga napas mereka terdangar berat, petugas ronda diluar jaga mondar mandir dengan langkah prihatin, bicara tidak berani keras.
Setelah menghela napas Liok Kiam-ping berkata: "Karena kelalaian cayhe hingga Pa-kim Tayhud pergi dengan bebas, terjadi pula perobahan tak terduga ini hingga sulit untuk
menolong siau Hong. Betapapun Lama jubah kuning itu harus dibekuk dan dihukum setimpal, kalau tidak bila hal ini tersiar diluar, wibawa Hong-lui-pang yang baru berdiri akan pudar dan mengalami pukulan berat" lalu geleng-geleng dan menghela napas pula.
Jun-lui-tong TongcuJian-li-tok-heng berkata: "Pangcu, bukan saatnya kau menyalahkan diri sendiri, tadi kita semua juga hadir, siapapun tidak menduga dalam perkampungan terjadi periatiwa yang kebetulan ini, yang penting sekarang kita harus menyelidiki jejak musuh.
Hoat-hi-tong Tongcu Ginju tay.beng angkat bicara: "Siau Hong terculik dari markas pusat, betapapun kita harus berusaha sehingga mereka tak mampu lari jauh, menurut pendapatku lekas kita kerahkan seluruh kekuatan mengudak ke berbagai arah, umpama tumbuh sayap juga mereka takkan bisa lolos."
Aipong-sat berkata: "Urusan tidak boleh terburu nafsu, kukira lebih penting kita cari tahu jejak musuh baru mengejarnya serentak, kalau berpencar mengudak tanpa tujuan, bukan saja menghabiskan waktujuga membuang tenaga, hasilnya nihil lagi, musuh punya kesempatan menyergap kita, maka akibatnya lebih parah." Gin-ji-tay-beng mendebat: "Dunia seluas ini, dalam waktu singkat kemana kita harus mencarinya."
Gin-ji-tay-beng gelisah katanya: "Dunia seluas ini, ke mana kita harus mencarinya ?'
Maka Liok Kiam-ping bertanya kepada Jin-bong-tong Tongcu Kim-ji-tay-beng: "Apakah laporan dari berbagai cabang sudah tiba."
"Burung dara pos yang membawa surat sudah dilepas, namun paling cepat juga besok pagi baru bisa memperoleh jawaban” demikian sahut Kim-ji-tay-beng.
Jian-li tok-heng menimbrung: 'Tampang dan dandanan mereka gampang dikenali, bila berbagai kekuatan cabang kita dikerahkan, yakin jejak mereka pasti dapat ditemukan secepainya, semoga sebelum terang tanah, kita sudah memperoleh laporan yang diharapkan-'
Kata Liok Kiam-ping kemudian setelah terpekur: 'Kalian sudah bekerja berat semalam suntuk. satu jam lagi sudah bakal terang tanah, silakan kalian beristirahat saja, pulihkan dulu tenaga dan semangat supaya besok bekerja lebih baik."
Memang orang banyak sudah letih, segera mereka berpamitan dan mengundurkan diri, untung mereka memiliki dasar Lwekang tangguh, hanya samadhi satu dua jam juga sudah cukup untuk memulihkan kondisi semula.
Kira-kira sejam kemudian, dua suitan berbunyi diudara, dua ekor burung datang menukik turun kedalam Kui-hun-ceng.
Sementara itu Liok Kiam-ping yang sedang samadi sudah mengatur pernapasan dan mengerahkan hawa murni satu putaran, kondisinya boleh dikata sudah pulih seperti sedia kala, memang Lwekangnya sudah amat tinggi, maka pendengarannya teramat tajam, mendengar suara burung dara yang menukik turun, hatinya amat senang, baru saja dia berdiri. Seorang Hiangcu berseragam biru sudah muncul diambang pintu ruang langsung memburu kedepan Liok Kiam- ping serta mengangsurkan sepucuk surat dengan kedua tangannya, katanya: "Lapor Pangcu, inilah surat laporan dari cabang di Tinkang diutara sungai, silakan memeriksanya."
Liok Kiam-ping mengangguk seraya terima surat itu, dia suruh Hiangcu itu mengundurkan diri. Sementara itu orang banyak juga sudah memburu datang dari berbagai penjuru, tampak semangat mereka sudah segar dan gagah. Gin-ji-tay- beng yang berwatak berangasan membuka suara lebih dulu: "Padri Tibet itu datang dari Lun-pu-si, kenapa sekarang menempuh perjalanan ke utara, mungkinkah hanya perangkap belaka?"
Jian-li-tok-heng si ahli pikir berkata: 'Pa-kim Tayhud memiliki Hiat-te-cu, kemungkinan besar dia adalah salah satujago kosen istana yang baru diundang untuk mengisi kekosongan jabatan di sana, sekarang kebetulan dalam perjalanan ke Pak-khia, mumpung ada kesempatan dia ingin menggunakan kekuatan pemerintah memancing kita masuk perangkapnya. Kalau dugaanku ini betul, maka urusan memang cukup genting."
Ai-pong-sut Thong can mengangguk, katanya: "Kota raja dijaga ketat, kalau padri Tibet itu meminjam kekuatan pemerintah untuk melawan kita memang patut dipikirkan secara cermat, urusan hanya boleh di selesaikan dengan akal, jangan pakai kekerasan yang tanpa perhitungan maka menurut pendapat Los iu, perbuatan mereka yang rendah dan hina dina ini pasti takkan berani dilakukan secara terang- terangan, karena perbuatan merekapun termasuk melanggar hukum."
Bertaut alis Liok Kiam-ping, katanya: "Dari kejadian yang beruntun ini, kedatangan padri Tibet kemari dan membela pihak orang-orang Glokshoan-to pasti sudah direncanakan sebelumnya, dibela kang layar pastijuga ada seorang biang keladinya, tujuannya jelas untuk meruntuhkan Hong-lui-pang kita, menculik Siau Hong tidak lain hanya untuk memancing aksi kita saja, bukan mustahil sekarang mereka sudah mengatur berbagai perangkap keji, namun perangkap apapun Hong-lui-pang kita pantang mundur"
Mendadak Kim-ji-tay-beng tepuk tangan dan berseru: "Betul, apakah kalian masih ingat begal tunggal Hwe-giam-lo SiuJan yang tiga puluh tahun lalu pernah malang melintang di Say-pak. tiga kali meluruk ke puncak Gobi membunuh Go-bi ciangbun dan delapan belas muridnya ?"
Jian-li-tok-heng mengangguk, katanya: "Betul, Grmbeng laknat ini berilmu tinggi, entah dari aliran atau perguruan mana, konon sejak dua puluh tahun yang lalu sudah mengasingkan diri entah di mana, untuk apa kau menyinggung begal jahat itu ?"
"Kukira tidak meleset, Kungfu orang ini basil ajaran orang barat, kalau tidak salah sealiran dengan Bong-siu, sekarang penjabat komandan pengawal raja di istana, bukan mustahil dia berintrik dengan kawanan padri Tibet itu."
"Kalau dugaan ini betul, berartiBongsiujuga sudah berada di kota raja.Jikalau mereka bergabung, urusan memang cukup gawat bagi kita."
Melotot mata Gln-ji-tay-beng, katanya: "Peduli Hwe-giam- lo, Bong-siu atau siapa saja, bila kebentur ditangan kita jiwanya pasti tidak terampun lagi, biarlah kita mengobrak abrik istana raja juga tidak perlu dibuat takut, kalau tidak sungguh penasaran-
”Ji-te," cegah Kim-ji-tay-beng, kau selalu mengumbar adat melulu, tujuan lawan memang membakar amarah kita, sekaligus untuk menjaring seluruhnya. Bila masuk kota raja, sebelum jelas duduknya persoalan, kularang kau mengunjuk diri dan membuat onar."
Ai-pong-sut Thong cau tertawa, katanya: "Kalau benar Hwe-giam-lo SiuJan berada di kota raja, dengan dia Losiu masih ada perhitungan lama yang belum dilunasi, mumpung kali ini ada kesempatan, biar kubereskan sekalian di kota raja."
BerkataJian-li-tok-heng serius: "Musuh berani membuat profokasi terhadap kita, pasti sebelumnya sudah ada persiapan, dalam keadaan kita ditempat terang musuh dipihak gelap. maka untuk masuk ke kota raja kita harus menyamar dan dibagi beberapa kelompok, yang penting kita harus berusaha masuk kekota raja tanpa konangan dan kumpul di suatu tempat, secara diam-diam bekerja di bawah tanah mencaritahu situasi di sana, setelah urusan cukup terang baru turun tangan, yang terang pihak kita harus berusaha supaya tidak bentrok langsung dengan kekuatan pemerintah, supaya tidak menimbulkan sesuatu yang tidak kuharapkan-"
Liok Kiam-ping mengangguk menyatakan setuju: "Baiklah, kita persiapkan secepatnya sekarang kalian boleh mempersiapkan diri dan terus berangkat. KepadaJin-bong- tong Tongcu kuserahkan tugas dan tanggung jawab untuk memegang tampuk pimpinan dimarkaspusat ini dibantu Yu- huhoat, ciu-con-koan dan para Tongcu serta Hiang-cu yang tidak ikut serta." habis bicara segera dia berbangkit, orang banyakpun lantas mengundurkan diri mempersiapkan bekal masing-masing.
Tekad Liok Kiam-ping begitu besar untuk lekas menolong Siau Hong di kota raja sekaligus untuk menegakkan wibawa Hong lui-pang pula, begitu mengundurkan diri bersama coh- siang-hwi Ling-khong mereka menyamar pelajar yang akan ujian ke kota raja. Ai-pong-sat Thong cau seperjalanan dengan Jian-li-tok-heng menyamar pedagang, mereka berangkat belakangan dari arah lain. Gin-ji-tay-beng dan Thi-pi-kim-to Tan Kian-thay bersama It- cu-kiam Koan Yong beserta beberapa IHiangcu menyamar orang-orang piauklok yang pulang kekota raja. Sebelumnya sudah dijanjikan setiba di kota raja akan berkumpul di Thian- kic.
Pakkhia adalah kota raja yang sudah dibangun sejak jaman kuno melalui beberapa kali dynasti, kota kuno yang megah dan angker ini amat besar, luas dan ramai, penduduk padat, perdagangan ramai kehidupan makmur, lalu lintas dalam kota amat ramai bagi orang yang belum pernah datang ke kota raja pasti gampang kesasar.
Menjelang magrib dari pintu barat pelan-pelan masuk tiga ekor kuda yang dijalankan lambat-lambat, dibelakangnya mengintil dua orang kacung cilik yang memikul keranjang berisi buku, alat-alat musik dan pakaian, sambiljalan mereka bicara riang gembira.
Tiga orang penunggang kuda itu masih muda dan gagah berpakaian pelajar, kebetulan mereka dijalan raya yang ramai dan merupakan daerah mewah, sepanjang jalan raya ini berderet toko-toko serba ada dan restoran besar, orang-orang besar dan kaya sering mondar mandir disini, maka kedatangan ketiga pemuda inipun tidak menarik banyak perhatian-
Tidak ada yang tahu atau menduga bahwa ketiga pemuda ini bukan lain adalah samaran Hong -lui - pang Pancu Pat-pi- kim-liong Liok Kiam-ping beserta rombongannya. Setiba di jalan Selatan, Liok Kiam-ping menginap di hotel Si-hay-jun.
Habis membersihkan badan dan makan malam, Liok Kiam- ping berpesan kepada kedua kacung cilik supaya menjaga pintu, lalu bersama coh-siang-hwi Ih Tiau-hlong dan Suma Ling-khong keluar pintu mencari berita.
Arus manusia yang berlalu lalang dijalan raya penuh sesak. Liok Kiam-ping bertiga memasuki sebuah Restauran Hoa-ing- lou, pelayan menyilakan mereka naik kelantai dua, saat makan malam, maka restoran ini penuh dikunjungi orang-orang yang suka merogoh kantong, terpaksa Kiam-ping bertiga mendapat tempat dipojok timur mepet dinding.
Para tamu restoran ini kebanyakan berpakaian ketat, sambil makan minum mereka bicara sambil senda gurau, waktu Kiam-ping bertiga naik keloteng, para tamu menoleh kearah mereka namun tiada, yang ambil perhatian.
Kiam-ping memilih beberapa masakan dan memasan sepoci arak. Hatinya dirundung kuatir akan keselamatan Siau Hong, maka tiada selera makan minum, maka dia hanya menemani coh-siang-hwi dan Suma Ling-khong makan minum saja, namun dengan penuh perhatian dia selalu perhatikan para tamu yang hilir mudik silih berganti.
Dari tempat duduk yang termasuk kelas mewah disebelah dalam sana, mendadak kumandang gelak tawa, seorang berkata: "Siko, kau memang hebat, obat mujarab seperti itu, bila diserahkan ke ong-hu, meski genduk itu terbuat dari besijuga akirnya pasti luluh, apa kehendakmu dia pasti menurut saja, bila Siu-ya senang, cukup sepatah katanya, tanggung seumur hidupmu takkan kekurangan Kami bersaudara juga pasti dapat ketiban rejeki. Hayolah Siaute suguh kau secangkir."
Disusul seorang tertawa terloroh sinis, katanya: "Itupun hanya kebetulan saja, dari seorang teman tanpa sengaja aku mendengar tentang kasiat obat itu, padahal harganya tidak seberapa, cuma kalau dicampur dalam suatu ramuan kasiatnya memang luar biasa, bila kuserahkan kepada siu-ya, manfaatnya pasti besar bagi beliau. Pagi tadi aku disuruh bertugas diluar, oh, ya, Li-lote bagaimana dengan tugasmu ke selatan kali ini ?"
Sebuah suara melengking berkata: Jikalau bukan karena tugas ini, aku masih ingin bersenang-senang di Hang cu beberapa hari ? Konon untuk merebut balik Siau Hong sigenduk genit itu, pihak lawan mengerahkan seluruh kekuatannya meluruk kekota raja, menurut perhitungan, dalam dua hari ini pasti sudah berada di kota raja."
"Semua itu sudah dalam perhitungan Siu-ya. bila mereka sudah berada dikota raja, saat hong-lui-pang hancurpun sudan tiba.. '
Pendengaran Liok Kiam-ping amat tajam, pada hal suasana restoran itu ramai dan ribut, namun percakapan beberapa orang ini dapat didengarnya dengan jelas. Mendengar mereka menyinggung Hong-lui-pang, menyebut Siau Hong lagi, maka dia menduga beberapa orang ini pasti kaki tangan musuh, mengingat soal obat dan kasiatnya segala, sesaat dia melenggong dibuatnya.
Coh-siang-hwi yang lagi makan dengan lahapnya selalujuga memperhatikan keadaan sekitarnya, melihat mimik muka Kiam-ping agak ganjil segera dia bertanya: "Pangcu, kau melihat apa ? "
Kiam-ping memberi kedipan mata, katanya: "Di sini banyak orang, mari bicara diluar saja." lalu dia mendahului berdiri, coh-siang-hwi ikut turun kebawah.
Tak lama kemudian Liok Kiam-ping kembali sendirian, berbisik-bisik sejenak dengan Suma Ling-kheng lalu pura-pura makan minum dengan kalem pada hal kupingnya memperhatikan percakapan orang-orang dibilangan dalam.
Agaknya beberapa orang berkerumun lagi dibilik dalam kelas vip sehingga suasana terdengar lebih ramai, yang jelas semua menyanjung puji kepada la kolaki yang dipanggil si-ko tadi, sementara Si-ko selalu terkekeh kesenangan.
Terdengar Si-ko berkata: "Para saudara, orang-orang seperti kami yang hidup dibawah golok dan pedang, bila tiba saatnya memang perlu mencari hiburan sepuasnya, bukan aku Jik-lian coa PekJi-hay mengagulkan diri, selama hidupku tiada sesuatu keahlianku, namun bicara main perempuan, aku yakin lebih ahli dan lihay dari kamu semua, perempuan macam apa saja, h eh e, ditang a nku pasti dia tunduk dan menyerah lahir batin, demikian pula Siau Hong genduk genit itu, meski dia berontak dan melawan, cukup lima tetes saja, pasti dia pasrah dan menyambut hangat kepadamu."
"Pek-siko, apa nama obat mujarabmu itu . "
"O, namanya cong-jun-kiu, siapa saja yang meminumnya, akan segera melayang ke sorga.'
Mendengar Siau Hong akan dikerjai dengan obat mesum, bergetar sekujur badan Liok Kiam-ping, dengan menggereget dia membatin: "Kawanan bangsat itu memang berani melakukan perbuatan jahat macam apa saja"
"Di mana siau Hong disekap belum berhasil kuselidiki, pada hal waktu cukup mendesak, terpaksa aku mulai turun tangan- dari orang-orang ini, umpama jejak ia sampai konangan musuh juga apa boleh buat." karena gejolak amarahnya, alisnya berdiri napaspun memburu, hampir tak terkendali dia hendak terbang kedalam melabrak orang-orang itu.
Untunglah pada saat itu didengarnya seorang berkata dengan suara serak: "Kalau demikian berapa lama lagi obat mujarabmu itu dapat kau ramu Siko ?"
"Dalam dua hari lagi juga pasti sudah manjur."
Mendengar masih ada tempo dua hari cukup untuk menyelidik dan mengatur rencana, sedikit lega hati Liok Kiam- ping.
Tak lama kemudian terdengar langkah ribut dari dalam, seorang laki-laki kurus setengah umur berjubah panjang tampak melangkah keluar lebih dulu, matanya yang sipit memicing, langkahnya sengaja dibuat-buat menuju ke anak tangga, sikapnya ter-lalu pongah. Di belakangnya ada lima orang lelaki yang beda perawakan, semuanya bersikap garang dan tengik. Setiba dimulut tangga, seorang lelaki dibela kang yang bertubuh kekar mendadak berkata kepada laki-laki kurus didepannya: "Siko, sekarang mau kemara, Siaute masih ada sedikit urusan harus segera kubereskan, terpaksa tidak dapat meng iring imu. bila ada persoalan besok pagi kami bertemu lagi di Siang-hok-teh-lau saja bagaimana ?"
'Li-lote, kenapa terburu nafsu, baru saja tiba sudah kangen agaknya, tidak kumpul semalam kenapa sih. Baiklah besok kami bertemu di Siang-hok-teh-lau.' habis bicara terus turun loteng,
Mumpung kedua orang itu sedang bicara, diam-diam Liok Kiam-ping mengincar punggung si-ko terus menjentik jari, segulung bayangan hitam segera meluncur menempel dibaju punggung laki-laki kurus setengah umur itu, lalu Kiam-ping memanggil pelayan supaya menghitung rekeningnya.
Sementara itu coh-siang-hwi Ih Tiau-hiong sudah menunggu d iba wah loteng, mendengar suara Liok Kiam-ping dia sudah maklum, begitu rombongan enam orang itu turun segera dia mengincar mereka, dilihatnya pula noda hitam dipunggung laki-laki kurus itu, segera dia tersenyum penuh arti, segera dia melangkah keluar restoran lebih dulu lalu menyingkir kepinggir, setelah rombongan orang itu beranjak beberapa tombak baru dia mengikuti mereka.
Bila Liok Kiam-ping dan Suma Lingk-hong tiba dibawah loteng, sementara lh Tiau-hiong sudah puluhan tombak jauhnya. Kuatir Ih Tiau-hiong mengalami bahaya bila jejaknya konangan musuh, maka dari kejauhan Kiam-ping berdua juga mengintil sambil pasang mata.
Setiba diujung jalan raya besar Jik-lian-coa PekJi-hay angkat tangannya berpisah dengan kelima orang yang lain, langkahnya dlpercepat menyelinap kedalam sebuah gang kecil dan menghilang ditempat gelap. Sudah tentu Ih Tiau-hiong tidak mau ketinggalan, Ginkangnya memang tinggi segera dia melejit ke atas seraya memberi ulapan tangan kearah Liok Kiam-ping berdua, sebat sekali diapun menyelinap kedalam gang kecil itu.
Dengan kecepatan langkah Coh-siang-hwi lekas sekali dia sudah menyusul bayangan didepan, tampak jik-lian-coa terus mengayun langkah secepat terbang, agaknya dia amat apal seluk beluk daerah ini, jalan yang ditempuh selalu daerah gelap dan sempit tersembunyi, gerak geriknya cekatan lagi, beberapa kali hampir Coh-siang-hwi ketinggalan dan kehilangan jejaknya. Akhirnya dia tiba didepan sebuah rumah pendek berpetak disini dia berhenti sejenak lalu Celingukan, akhirnya angkat tangan mengetuk pintu tiga kali, dari dalam rumah segera terdengar sebuah suara perempuan berkata: "Sebentar, Si-ya bukan ? kenapa sampai sekarang baru datang." maka daun pintu terbuka, PekJi hay segera menyelinap masuk.
Sebat sekali ih Tiau-hiong meluncur turun didepan pintu, dengan kapur dia memberi tanda silang dipinggirpintu lalu melejit mumbul keatas wuwungan, dia merunduk maju ke arah sinar lampu yang menyala disebelah dalam. Setelah melewati sebuah pekarangan, dari arah kamar kiri mendadak didengarnya suara perempuan tertawa cekikikan, katanya: "Hihi, tanganmu selalu tidak genah, membuatku geli saja. Hm, kau minum arak lagi."
"oh, mestikaku, biar kuberitahu kabar gembira padamu, dua hari lagi aku akan ketiban rejeki, bila uang sudah ditang a nku boleh sebagian kuberikan kepada Ai-losam, biar dia mencari bini lain, selanjutnya kau akan menjadi biniku yang resmi, hehehe."
"Sebal aku mendengar ocehanmu. Berapa kali kau bilang begitu, buktinya sampai sekarang tetap tetap tiada buntutnya, memangnya aku maupercaya obrolanmu.' "Hehehehe, kali ini pasti tidak ngapusi lagi, kenyataan sudah didepan mata, malahan barang yang kuperlukan juga berada di sini.'
"Barang apa, memangnya betul-betul dapat mendatangkan rejeki ?"
"Dua botol arak itulah, Siu-congya dari istana ingin memakainya, bila dia sudah membuktikan kasiat arak buatanku itu, bukan saja kami bakal ketiban rejeki, bukan mustahil aku bakal mendapat jabatan penting di istana. Kalau aku sudah punya pangkat, apa lagi yang kau kuatirkan. Hehehe, eh, di mana kedua botol arak itu."
"Ya tetap dirak minuman dikamar sebelah. Aku jadi muak bila mengendus bauarakdari mulutmu, kau tidur dulu, biar kubikinkan bubur kuah untuk menghilangkan rasa mabukmu. lalu perempuan itu keluar pergi kedapur.
Sudah tentu Coh-siang-hwi tidak membuang kesempatan baik ini, dengan enteng dia meluncur dipekarangan menyelinap kekamar sebelah kanan, meminjam sedikit cahaya api dari kamar sebelah, samar-samar dilihatnya pada rak dipinggir almari ada dua buah botol putih porselin, diperut botol masing-masing ditempel kertas merah, diatas kertas merah itu satu ditulis cong-jun-ciu yang lain bertulis coa-cui- ciu.
Coh-siang hwi raih botol yang bertulis cong-jun-ciu, membuka tutup serta mengendus baunya, lalu dia tuang seluruh isi botol itu dikaki tembok. dari teko yang ada diatas meja dia tuang air teh kedalam botol, setelah disumbat pula lalu ditaruh ditempat semula. Sebat sekali tanpa mengeluarkan suara dia sudah melompat keluar rumah, saat mana
Liok Kiam-ping dan Suma Ling- khong juga sudah tiba didepan rumah petak itu. Segera Coh-siang-hwi memberi laporan singkat, diam-diam Liok Kiam-ping bersyukur, mereka bertiga segera balik ke hotel Si-hay-jun.
Besok pagi, mereka bertiga dibagi dua, Coh-siang-hwi sendirian berangkat menuju ke Thoan-klo, Kiam-ping seperjalanan dengan Suma Ling-khong.
Thian klo merupakan daerah teramai dikota raja, bagian utara terdapat Lian-hoa-ti (empang teratai), sebetulnya lebih cocok kalau dikatakan danau teratai karena empang teratai ini amat luas dan besar, tepat ditengah empang terdapat gundukan tanah hingga mirip sebuah pulau, dari pulau ini dengan sebrang dibangun jembatan yang berliku-liku keberbagai penjuru, perahu dapat lewat dibawah jembatan-
Saat itu musimnya kembang mekar, berbagaujenis kembang yang ditanam di sekitar empang teratai seperti berlomba memampilkan keindahannya, Hawa segar harum semerbak.
Sang-hok-teh-lau terletak di selatan empang teratai, sepagi itu para tamu sudah memenuhi seluruh restoran berlantai dua ini, seorang pemuda berjubah biru dengan santai tengah duduk menikmati secangkir teh dipinggir jendela yang menghadap kedanau.
Tak lama kemudian, tangga loteng bergetar oleh derap langkah dua laki-laki berpakaian ketat, setiha di atas loteng, matanya melotot menyapu pandang seluruh hadirin, suasana yang semula ramai seketika hening, beberapa orang tampak berdiri menjura kepada kedua orang ini, pelayanpun segera menyilakan mereka duduk. Salah seorang berkata: "Siapkan dulu beberapa poci the yang paling baik, nanti sebentar ada orang yang akan datang."
Pelayan mengiakan terus mengundurkan diri menyiapkan yang diminta. Belum lama kedua orang laki-laki ini duduk, anak tangga berderap lagi, kali ini datang lima orang kaum persilatan, yang terdepan adalah laki-laki setengah abad berkulit muka merah perawakannya gagah, berpakaianjubah panjang warna kuning sutra, sepatu pendek bersol tinggi, langkahnya tegap dan enteng, setiba diatas loteng dia batuk dua kali, suaranya berat berisi, jelas Lwekangnya cukup tangguh.
Empat orang dibelakangnya adalah orang-orang yang pernah muncul di Hoa-ing-lau kemarin jik-lian-coa PekJi-hay diantaranya. Dua laki-laki yang datang duluan bergegas menyambut dengan laku hormat lalu berdiri di kanan kiri.
Laki-laki tua kekar itu hanya mengangguk sedikit lalu membuka kedua tangan, katanya: "silakan duduk. kami bicara dengan santai saja." lalu dia mendahului duduk di kursi tengah. Yang lain segera menarik kursi di sekeliling meja.
Coh-Siang-hwi ih-Tiau-hiong masih muda, namun pengalamannya d id a la m Piauklok cukup luas, maka tokoh- tokoh Bulim yang terkenal belakangan ini dia cukup tahu dan kenal, melihat laki-laki kekar muka merah ini, diam-diam hatinya kaget, batinnya: "Bukankah dia ini Seng-si-ciang IHou Kongki yang bertangan gapah itu, agaknya dia yang menjadi pemimpin rombongan orang-orang ini.'
Diluar tahunya bahwa Seng-si-ciang Hou Kong-ki sekarang adalah tangan kanan Hwe-giam-to SiuJan yang terpercaya, urusan besar kecil diluar istana dipercayakan kepada Hou Kong-ki.
Belum sempat orang-orang ini berbicara dari bawah loteng muncul lagi empat orang tua yang berpakaian sama. Begitu empat orang tua ini muncul, Seng-si-ciang Hou Kong-kipun berdiri menyambut, setelah basa basi ala kadarnya, orang banyak duduk pula ditempatnya.
kedatangan empat orang tua ini kembali membuat Coh- siang-hwi kaget dan bertanya-tanya dalam hati, kenapa Biau- san-si-sat inipun sekomplotan dengan mereka, jelas persoalannya tidak boleh diremehkan.
Biau-san-si-sat sejak kecil hidup didaerah Biau, semula mereka anak keluarga Nyo yang kelantar ditanah rantau, setelah ayah bunda mereka mati, sejak kecil mereka dirawat oleh seorang aneh serta dididik sampai besar, masing-masirg diberi nama Nyo Llong, Nyo Hou, Nyo Hong dan Nyo in, seluruh kepandaian orang tua itu diturunkan kepada empat bersaudara ini, menjelang tua mereka berhasil menciptakan b arisan pis a u terbang yang dilancarkan bersama, Tokoh lihay kelas wah id di bulim juga jarang yang mampu mengalahkan barisan pisau terbang mereka, selama puluhan tahun malang melintang menjadikan watak mereka terlalu angkuh dan sombong.
Setelah bisik-bisik entah merundingkan apa dengan rekan- rekannya, maka Seng-si-ciang Hou Kong-ki angkat bicara kepada Blau-san-si-sat: "Kami patut mengucap terima kasih akan kesudian kalian datang ke kota raja untuk bantu membasmi orang-orang Hong-lui.pang, Siu-tangkeh sedang disibukkan urusan dinas hingga tak sempat menyambut kedatangan kalian, maka kami yang disuruh menyambut dan menyatakan maaf." lalu dia berdiri dan menjura.
Nyo Llong tertua dari Biau-san-si-sat bergelak tawa, katanya: "Kami sesama kaum persilatan adalah jamak saling bantu. Apa lagi Bong Siu Locianpwejuga tulis surat rnengundang kami, maka kami bersaudara tidak bisa menampik, apa lagi demi memberantas kejahatan di Bulim untuk ini Hou-tangkeh tidak usah kecil hati. Apa benar musuh bernyali begitu besar berani meluruk ke kota raja membuat onar. Bila perlu biar kami luruk kes arangnya untuk membabat habis mereka saja." habis bicara keempat saudara itu bergelak tawa dengan angkuh.
Seng-si-ciang IHou Kong-ki segera menjelaskan: "Menurut laporan, orang-orang Honglui-pang sudah bergerak secara berpencar, dihitung perjalanan mereka, sekarang mungkin sudah berada dikota raja." lalu dia berpaling kepada jik-lian- coa PekJi-hay dan bertanya: "Dua hari ini, adakah orang- orang yang patut dicurigai berada dikota raja."
PekJi-hay menjura lalu menjawab hormat: "Sejak kemaren belum kelihatan orang-orang yang patut dicurigai, namun laporan diterima, kemaren ada pemuda pelajar yang tiba di sini, keadaan mereka patut diperhatikan, namun gerak geriknya seperti tidak pandai silat... " sampai di sini secara kebetulan dia angkat kepala, mendadak dia beradu pandang dengan Coh Siang- hwi yang kebetulanjuga sedang memperhatikan omongannya, segera dia menghentikan perkataan lalu dilanjutkan dengan bisik-bisik.
Ih Tiau-hiong terlalu asyik mendengar percakapan mereka hingga tidak menyadari sikapnya yang terlalu menyolok, setelah beradu pandang dengan PekJi-hay, hatinya mencelos kaget, lekas dia melengos, namun sudah terlambat, tahu gelagat tidak menguntungkan, apalagi apa yang iinginkanjuga sudah diperoleh, maka dia merasa tidak perlu tinggal lama- lama di sini, setelah memanggil pelayan membayar rekening segera dia meninggalkan restoran itu.
Dengan langkah lebar dia menuju ke timur sesuai petunjuk yang ditinggalkan Liok Kiam-ping dengan sandi-sandi rahasia setelah putar kayun dia membelok pula dari arah selatan kebarat. Setelah keluar dari pintu barat lurus kedepan akan tiba di Hay-tian, sebuah danau yang dipagari pohon yang-liu sepanjang pinggirnya. kearab utara danau Coh-siang-hwi melangkah menuju ke dermaga dibawah pohon ditambat beberapa buah perahu, berjalan kira-kira sepanahan, dikejauhan Liok Kiam-ping dan Suma Ling-khong sudah kelihatan sedang berdiri menikmati keindahan alam permai di sekitar danau. setelah dekat Coh-siang-hwi memberi tanda kedipan mata serta menjura, katanya: "Maaf bikin kalian menunggu lama, perahu sudah tersedia, silakan naik, biar kutunjukan tempat-tempat tamasya yang menyenangkan." tanpa menunggu jawaban Kiam-ping dia mendahului lompat keatas perahu serta memegang galah.
Kiam-ping tahu ada persoalan yang kurang beres, namun dengan tertawa dia ikut naik ke atas perahu bersama Suma Ling-khong. setelah perahu dikayuh ketengah danau. Coh- siang-hwi kerahkan tenaga, setiap galah ditangannya bergerak perahu laju dengan kencang. Selama ini mereka tiada yang bicara, setanakan nasi kemudian, perahu sudah beberapa li ditengah danau.
Tak lama kemudian perahu membelok ke selatan memasuki daerah semak belukar daon-daon welingi di sini tumbuh subur, para pelancong jarang yang mau mengkayuh perahunya ketempat ini.. Coh-siang-hwi sengaja membelokkan perahunya kedalam rumpun doan-daon welingi untuk menghilangkanjejak mereka.
Ditempat belukar ditengah danau inilah coh-siang-hwi melaporkan apa yang telah dilihat dan didengarnya kepada Liok Kiamping.
Bertaut alis Liok Kiam-ping setelah mendengar laporannya, katanya menghela napas, tak nyana urusan berbuntut makin luas, kelihatannya mereka memang sudah mengatur rencana secara matang, menurut situasi sekarang kekuatan mereka cukup merepotkan kita, bukan mustahil dibela kang mereka masih ada lawan dan rencana keji yang sukar diduga."
"Pangcu," kata Coh-siang-hwi, 'menurut pendapatku, agaknya mereka juga mempersiapkan kekuatan pemerintah untuk menghadapi kami, namun secara diam-diam mengumpulkan dulu jago-jago kosen dari berbagai daerah untuk menjaring kita bersama, jelas tujuan mereka teramat keji dan jahat.' Suma Ling-khong berkata: "Bahwa mereka sudah mengerahkan kekuatan untuk melawan kita, tentu sudah punya rencana yang cukup matang, maka menurut pendapatku, pihak mereka tentu sudah menaruh curiga terhadap Ih-heng dan sudah tahujejak kita di sini"'
Ih Tiau-I Hong seperti ingat sesuatu, katanya: "Betul, hal ini tadi tidak kuperhatikan, waktu PekJi-hay bentrok pandang dengan aku, orang-orang disekitarnya lantas diam dan saling bisik-bisik, sepanjang jalan kemari tadijuga rasanya ada orang menguntit namun beberapa kali aku menoleh tidak pernah kulihat ada orang yang patut dicurigai."
Liok Kiam-ping menepekur sejenak. katanya kemudian: "Agaknya daerah Toa-mo-siang sudah tidak mengutungkan bagi pihak kita, namun rombongan lain belum sempat kita hubungi, bagaimana mungkin kita menyingkir lebih dulu."
Coh-siang-hwi ih Tlou-hiong memeras otak. katanya kemudian: 'Dari nada bicara mereka sepanjang jalan kelihatannya sudah mereka atur mata-mata mengintai yang tersebar luas diseluruh kota, oleh karena itu... " sampai di sini mendadak dia berhenti, karena mendadak suara gemericik air terka y uh terdengar disebelah belukar sana.
Pendengaran Liok Kiam-ping lebih tajam mendadak dia menjerit kaget: "celaka." begitu kaki menjejak diatas perahu tubuhnya lantas melambung lima kaki, diudara kedua tangan terkembang sambil menggeliat pinggang, tuh uh ny a lantas melesat lebih jauh kedepan Suara keresekan disebelah depan yang semula lirih ternyata semakin ribut dan cepat seperti seorang yang sedang lari ketakutan tanpa hiraukan jejak sendiri yang sudah konangan.
Dengan mengembangkan Ginkangnva Kiam-ping menutul dipucuk daon-daon welingi, disaat ketiga kali dia melambung keatas, dilihatnya seorang lelaki kekar sedang melajukan sebuah sampan kecil menerobos gerombolan daon-daon welingi. Ditengah gerungan gusarnya, tubuh Kiam-ping meluncur lebih pesat lagi, dengan jurus Llong-hwi-kiu-thian kedua lengannya berputar lantas mencomot ke arah kedua pundak lelaki diatas sampan itu.
Merasa angin kencang menyerang tiba, laki-laki kekar itu tahu gelagatjelek mengancam dirinya, pada hal diatas sampan tak mudah bergerak atau berkelit, baru saja dia hendak tinggalkan sampan terjun keair, ternyata sudah terlambat, kedua pundak sudah tercengkram oleh Liok Kiam-ping, saking kesakitan dia menjerit tertahan, sambil kertak gigi.
Lekas sekali Coh-siang-hwi sudah mengkayuh perahunya menyusul tiba, dia kenal lelaki kekar ini juga berada di Siang- hok-teh-lau datang bersama Seng-si-ciang Hou Kong-ki, segera dia berbisik kepada Liok Kiam-ping.
Liok Kiam-ping memelintir lengan orang serta membentak kereng: "Atas perintah siapa kau menguntit kami bertiga lekas mengaku."
Lelaki itu menyeringai sinis, katanya: "cayhe kebetulan bertamasya diperairan ini, tiada sangkut paut apa dengan kalian, apalagi daerah ini masih termasuk wilayah kota raja, siapapun bebas mondar mandir di sini dan patuh akan hukum kerataan, memangnya kehadiranku di sini melanggar larangan kalian-"
Liok Kiam-ping tak bisa bicara oleh debat orang, sesaat dia perhatikan roman orang, tampangnya yang kasar, mirip maling jahat yang sering melakukan kekejaman, sudah tentu dia tidak percaya bahwa orang kebetulan bertamasya diperairan ini. Maka Kiam-ping menarik muka serta mendesis: "Kalau kau tidak merasa berbuat salah, kenapa melihat kami kau lantas melarikan diri ?"
orang itu mendelik, katanya: "Kapan aku melarikan diri, bertamasya mengendalikan sampan adalah kejadian biasa, ditempat seperti ini memangnya harus memilih arah tertentu ? Kurasa kau sendiri yang terlalu curiga terhadap orang lain-" Liok Kiam-ping tersenyum, katanya: " Debatanmu memang pintar dan masuk akal tapi dalam posisi kami hari ini, lebih baik keliru membunuh orang daripada membebaskan jiwamu, jika tidak mengaku terus terang, boleh kau rasakan Siu-im-ni- meh-jiu-hoat yang cukup nikmat."
Laki-laki inijuga seorang ahli silat, sudah tentu dia tahu ancaman Liok Kiamping bukan gertak sambel melulu, maka berobah air mukanya, namun lawan masih berusia begini muda, tak mungkin memiliki Lwekang tinggi untuk melancarkan ilmu taraf tinggi yang amat ditakuti bagi kaum persilatan umumnya, maka dia membungkan sambil memejam mata.
Bertaut alis Liok Kiam-ping menghadapi kebandelan lelaki ini, pelan-pelan dia rangkap kedua jari tangannya terus menutuk dua belas hiat-to besar ditubuh laki-laki kekar ini, lalu sambil tersenyum dia mundur dan menanti.
Semula lelaki kekar itu hanya merasa tubuhnya geli dan kesemutan sedikit, tanpa ada reaksi lain, maka mendadak dia melotot dilihatnya Liok Kiam-ping memeluk dada sambil nlenunduk mengawasi dirinya, dalam hati segera dia membatin: 'Kesempatan sebaik ini, kalau tidak sekarang lari kapan lagi." begitu timbul keinginan melarikan diri segera dia kerahkan tenaga sambil menarik napas panjang, berbareng kedua kaki menjejak hendak terjun kedalam air.
Tak nyana begitu dia menarik napas dan mengerahkan tenaga, seketika keram kaki tangan lemas lunglai, seluruh tenaga tak mampu dikerahkan, tubuh yang seharusnya mencelat seketika meringkel diatas geladak seperti cacing kekeringan, napas mulai sesak mulutpun megap-megap. darah dalam tubuhnya seperti mengalir balik.
Liok Kiam-ping tersenyum, katanya: "Mumpung darah dalam tubuhmu belum bertolak belakang, lekas kau mengaku saja, cayhe tidak akan menyiksamu lebih lanjut, supaya kaupun tidak menderita lebih parah . " Tapi lelaki kekar ini tetap membandel, katanya: "Bila kalian meninggaikan danau ini, pihak kita pasti akan memberi hajaran setimpal kepadamu."
Mendelik mata Kiam-ping, katanya, kereng: "Agaknya sebelum tersiksa kau belum kapok dan tak mau bertobat, baiklah rasakan saja betapa nikmat siksaanku."
Seketika laki-laki kekar, sekujur badan seperti ditusuki jarum hingga tulangpun terasa sakit seperti dipelintir dan copot, urat nadi seperti digigit semut, pegal linu karena darah yang mengalir balik, saking kesakitan keringat dingin membanjir keluar sambil meraung-raung tubuhnya berkelejetan.
Ih Tiau-hiong tertawa dingin, katanya: "Seorang laki-laki harus pandai melihat gelagat, percakapan kalian semalam di Hoa-teng-ciu-lau sudah kami dengar seluruhnya, sekarang kami hanya membuktikan pengakuanmu saja. Lekas kau mengaku saja supaya tidak tersiksa lebih parah."
Betapapun keras hati laki-laki kekar itu, akhirnya tak tahan oleh siksaan berat ini, tahu persoalan memang tidak bisa mengelabui orang, sambil meratap dia berkata: "Tolong di bebaskan-.. dulu... tutukan Hiat... toku... aku akan .. bicara jujur... '
'Goblok.' maki Liok Kiam-ping, kalau sejak tadi kau berterus terang, kau tidak akan tersiksa seperti ini." lalu dia tutuk beberapa Hiat-to ditubuhnya.
Setelah napasnya agak tenang baru lelaki kekar itu berkata: "Aku yang rendah memang diperintah oleh Seng-si-ciang Hou Kongki untuk menguntit kalian, tujuan kami adalah mencari jejak orang-orang Hong-lui-pang yang datang kekota raja."
Liok Kiam-ping mengancam: "Siapa perancang rencana jahat memancing pihak Hong-lui-pang masuk kota raja ? Nona Siau Hong sekarang disekap dimana ?" "Seluruh rencana dirancang sendiri oleh Bong Siu dan Hwe- giam-lo Siu Jan, secara diam-diam mereka juga mengundang beberapa benggolan penjahat didaerah Biau untuk bantu menghadapi musuh, tekad mereka besar untuk memberantas seluruh orang-orang Hong-lui-pang. Tentang nona Siau Hong kabarnya ditahan di istana Ka-cin-ong, padri Tibet sudah beberapa kali hendak menodai kesuciannya, tapi selalu gagal, tapi tepatnya dimana dia ditahan kami tidak tahu."
Mendengar Siau Hong hampir ternoda dan melawan mati- matian demi mempertahankan kesuciannya, sungguh bergelora darah Liok Kiam-ping, tanyanya dengan beringas: "Apa kah Ka-cin ongya tahu akan kejadian ini ?"
"ongya sedang sibuk merebut kekuasaan dengan Sam-pwe- lek, maka secara diam-diam diapun sedang menggaruk banyak jago-jago kosen untuk menunjang usahanya, sebagai pelindung dan pengawalnya, meski biasanya dia menaruh kepercayaan kepada Hwe-giam-lo dan Pa-kim Tayhud, tapi bila dia tahu akan rencana kedua orang ini pasti akan ditentang dan dilarangnya, maka sejauh ini mereka bekerja diluar tahu ongya."
Lega hati Liok Kiam-ping, dia cukup puas akan jawaban orang ini, maka timbul niatnya hendak membebaskan jiwanya. Tapi Ih Tiau-hiong segera tampil kedepan, katanya: "Pangcu, kami masih berada didaerah berbahaya, ada aku pantang ada musuh, betapapun orang ini tidak boleh diampuni."
Sudah tentu laki-laki itu meratap dan minta-minta ampun. Liok Kiam-ping menepekur sejenak. apa boleh buat, mendadak dia melotot kereng, dengan ujung jari tengah dia tekan Bing-bun-hiat dikepala orang, jiwanya seketika melayang.
Selanjutnya Coh-siang-hwi. yang bekerja melucuti pakaian orang serta diseretnya ke dalam sampan serta diikat dengan ikat pinggang, sebelah tangannya segera memukul hancur dasar sampan hingga berlobang besar cepat sekali sampan itupun tenggelam beserta mayat lelaki kekar itu.
Kejap lain Coh-siang-hwi sudah meng kayuh perahu mereka keluar dari semak semak daon welingi putar balik kearah datang semula. Setelah mengembalikan perahu di tempat semula serta meninggaikan beberapa keping uang, Kiam-ping bertiga langsung mendarat, belum jauh mereka berjalan, mendadak dilihatnya sandi rahasia Hong-lui-pang mereka yang menuding kearah selatan-
Jalan raya yang mengitari danau hanya menuju keutara dan selatan, sesaat mereka perhatikan keadaan sekelilingnya, setelah di rasa tiada orang yang patut dicurigai, lalu mereka berlenggang sambil bersenda gurau seperti pelancongan umumnya menuju keselatan lewat deretan barak-barak penjual wedang dan makanan-
Kira-kira setengah jam mereka menuju kearah selatan, diarah teluk danau sebelah timur dari kejauhan sudah terdangar gelak tawa Ai-pong-sut Thong cau yang lantang. Mereka mempercepat langkah, diujung warung paling pojok. mereka melihat Ai-pongsut Thong can sedang duduk berhadapan dengan Jian-li-tok-heng menikmati teh panas. Begitu Kiam-ping bertiga datang Aipong-sut lantas bergelak tawa pula, serunya:
"Para KongCuya sejak kapan masuk kota raja ? Musim panas memang saatnya bertamasya di danau. Sungguh kebetulan cuaca hari ini cukup cerah, bersua pula di sini, biar nanti aku orang tua menjadi petunjuk jalan, sekarang silakan nikmati dulu teh panas, biar aku yang traktir."
Dengan tertawa ih Tiau-hiong angkat bicara: "Siau-seng bertiga kemaren sudah tiba di sini, banyak terima kasih akan maksud baik Lotiang, bahwa Lotiang harus merogoh kantong, kami bertiga menjadi sungkan untuk menampik maksud baik ini.' maka mereka bertiga mencari tempat duduk. Ai-pong-sot tetap tertawa lebar, katanya: "Ah, kenapa Kongcu begitu sungkan, selanjutnya bila kalian sudi selalu mampir ke warung kami, terus terang orang tua seperti aku ini sudah amat girang dan berterima kasih. Nah, silakan kalian melepas lelah sambil main catur." lalu dia dorong papan dari biji catur kehadapan Liok Kiam-ping dan Suma Ling-khong.
Jian li-tok-heng celingukan, melihat sekeliling tiada orang lain, sambil pura-pura melihat orang main catur dia berbisik: Jejak kami sudah diketahui musuh, tempat-tempat penting di dalam kota sudah diawasi pihak musuh, terutama daerah Toa- mo-siang dan pintu barat, mata-mata musuh lebih banyak. tadi kami kemari sesuai petunjuk rahasia Pangcu, hampir saja kami kepergok dengan mereka ?"
Liok Kiam-ping bertanya: "Kalian kapan tiba ? Apa pula yang kalian ketahui ?"
Jian-li-tok-heng menerangkan: 'Kemaren malam baru tiba, kebetulan bersua dengan seorang teman baik yang kebetulan dinas di istana Ka-cin-ong, dari keterangannya sedikit banyak sudah kami ketahui seluk beluk istana secara lengkap.' Siau Hong disekap di mana ?" tanya Liok Kiam-ping..
"Konon dipuncak tertinggi Ling-hong-kek. tingkat bawah adalah kediaman para padri Tibet, bila malam tiba penjagaan ketat, anjing ajakpun dilepas bebas secara bergerombol, umpama orang dalamjuga tidak berani bergerak sembarangan disekitarnya. Kabarnya padri Tibet hendak menggunakan kekerasan dengan obat mesum, maka kami rasa perlu segera memberi laporan kepada Pangcu, marilah kita bicarakan bagaimana untuk mengatasi persoalan pelik ini."
Liok Kiam-ping mengangguk, katanya:
"Sekarang kita pulang dulu ke dalam kota lalu mempersiapkan diri, nanti malam kita pergi menolong Siau Hong." Ih Tiau-hong berkata: "Saat ini mereka memang mengharap kedatangan kita, maka gerakan kita ini harus seratus persen dirahasiakan, kurasa istirahat saja diluar kota. malam nanti kita bersama menyelidik ke istana, lalu bekerja melihat situasi dan kondisi, aku yakin asal kita berlaku hati- hati dengan rencana yang sempurna, pasti berhasil dengan gemilang. Bagaimana pendapat Pangcu ?"
"Begitupun baik, jikalau mengejutkan musuh tentu mereka memperketat penjagaan- Kita memang perlu memberikan kejutan kepada mereka." demikian ujar Liok Kiamping, lalu bertanya: "Apakah rombongan Hoat-hi-tong sudah tiba, dapat tidak mengadakan kontak dengan mereka ?"
Jian-li-tok-heng menjawab: 'Mereka bergerak dalam rombongan piauklok. masuk kota raja secara terang-terangan, lawan pasti tidak akan menaruh curiga, bila sedikit diperhatikan kurasa tidak sukar mengadakan kontak dengan mereka."
Saat itu mentari sudah doyong kebarat, hari menjelang petang. orang banyak meninggalkan warung teh lalu bermalam di Tay-hud-si diluar kota.
Kentongan kedua baru saja lewat, lima bayangan orang dengan kedok hitam menutup kepala yang kelihatan hanya bola mata saja beruntun meluncur keluar dari dalam kuil kecil kuno diluar kota timur itu. Gerak gerik mereka cekatan dan tangkas, bagai meteor terbang dalam sekejap mereka sudah lenyap ditelan kegelapan-
Setiba dikaki tembok kota, satu orang ditinggalkan, empat yang lain segera melambung tinggi keatas tembok kota langsung meluncur kedalam. Setiba dijalan raya seorang ditinggalkan berlari kearah Toa-mo-siang. Sementara tiga bayangan yang lain belok ke utara terus berlari bagai terbang. Gerak langkah mereka cepat dan enteng, Ginkang mereka memang teramat tinggi, selincah kucing tanpa mengeluarkan suara mereka terus maju kedepa n sebuah istana besar dengan pintu gerbangnya yang tinggi tebal dan angker.
Saat itu sudah tiba saatnya aplusan penjaga, namun keadaan di sini amat ketat dan keras, tinggi tembok tiga tombak lebih, bagipesilat yang ginkangnya biasa jelas tak mungkin naik keatas tapi bagi ketiga sosok bayangan itu tidak menjadi soal.
Setelah berbisik dan berunding sekian saat ketiga bayangan itu merunduk kearah barat dari kaki tembok sejauh puluhan tombak. mendadak menjejak kaki tubuh melambung tinggi hinggap diatas tembok secara enteng tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, sengaja ketiga orang ini berpencar, jarak masing-masing ada dua tombak, dengan mengembang ginkang, memerobos semak belukar, berlindung ditempat gelap. mereka terus merunduk maju kedalam istana.
Istana yang satu ini luasnya hampir seratus hektar, gedung-gedung dibangun seperti berlapis-lapis merupakan sebuah kota kecil didalam sebuah kota besar, bentuk istana yang satu hampir mirip dengan yang lain, biasanya untuk mencari alamat seseorang didalam istana jug a memerlukan waktu setengah hari. Apalagi ketiga orang ini baru pertama kali ini masuk istana, mereka harus bergerak secara sembunyi, takut kepergok lagi, maka usaha mereka seperti menggagap jarum didasar laut. Untung sebelumnyaJian-li-tok-heng sudah memperoleh informasi yang diperlukan dari temannya yang berdinas di istana, arah yang dituju sudah cukup jelas maka mereka maju lebih leluasa, namun karena penjagaan di istana dengan rombongan rondanya yang ketat, maka mereka tetap harus berhati-hati, betapapun hal ini merupakan hambatan yang cukup berarti juga.
Setelah melewati dua gedung istana, mungkin sudah tidak jauh lagi dari kediaman para kerabat istana maka penjagaan di sini lebih keras, rombongan ronda kaum persilatan terus hilir mudik. Kiam-ping bertiga berunding sejenak lalu mereka berpencar ketiga jurusan, timur barat dan selatan, dari tiga ini serempak melucur kearah Ling-hong-kek.