Jilid 14
Belum sempat Toan-hong Kongcu memberikan jawaban, An-lok Kongcu telah tertawa ter-bahak2; "Hahaha, Cap go- meh memang saat yang paling tepat untuk mengadakan pertemuan. Bu-lim-su-kongcu akan mengadakan pertemuan di Lam keng sambil menikmati pasta lentera bias ... O, peristiwa ini pasti akandikenang selaluolehsetiap umat persilatan di masa mendatangl"
"Sebelum Cap-go-meh tiba. Toan-hong pasti akan hadir di Lam-kengl" seru Toan-hong Kongcu pula dengan penuh semangat, "dan lagi, untuk menambah semaraknya suasana pertemuan itu, Toan-hong akan membawa serta batu kemala penolak air Pi-sui giok pik:"
Pernyataan benar-benar menggemparkan, air muka semua orang berubah hebat. lebih2 Siang-lin Kongcu, sebab Pi-sui giok-pik yang dimaksudkan Toanhong Kongcu bukan lain adalah benda mestika keluarganya yang hilang dicuri orang tiga bulan yang laIu, tujuannya membawa kawanan jagonya melakukan penggeledahan di sekitar "dua belas gua karang" tak lain adalah untuk menyelidiki jejak benda mestikanya itu.
Sejak mula ia memang curiga bahwasanya Toan-hong Kongcu yang mengutus anak buahnya untuk melakukan pencurian tersebut, tapi lantaran tiada bukti nyata, ia tak berani sembarangan menuduh, tapi setelah diucapkan sendiri oleh Toan-hong Kongcu, kegusaran dan rasa kagetnya tak terkendalikan lagi.
"Bagus! Kita tetapkan begitu," serunya, "agar suasana dalam pertemuan itu lebih semarak, sampai waktunya Siang-lin juga akan mengeluarkan Tua-lo-kimwan, pil mestika yang tak ternilai harganya itu untuk dipertontonkan kepada semua yang hadir!" Kali ini giliran Toan-hong Kongcu yang berubah hebat wajahnya, sebab pil mestika Toa-lo-kim-wan justeru adalah benda mestika milik keluarganya.
Ketika benda itu diangkut dari kota Peking menuju Hang-ciu, tahu2 benda mestika itu lenyap dicuri orang, lantaran peristiwa inilah terpaksa dia membawa jago2nya dari kaum pengemis untuk mencari pencurinya.
Sudah ber-bulan2 lamanya ia melakukan penyelidikan dan pencarian yang saksama di sekitar bukit "dua belas gua karang", tapi tiada sesuatupun yang ia temukan.
Dan sekarang, setelah diakui sendiri oleh Sianglin Kongcu, dia baru tahu pembegal barang mestikanya itu adalah kawanan jago dari istana keluarga Kim.
Perlu diketahui, meski benda2 mestika itu sangat terkenal di dunia persilatan, namun belum ada seorangpun dari kalangan persilatan yang pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tentu saja kawanan jago yang berpengalaman dan hadir saat itu jadi melongo demi mendengar Siang-lin maupun Toan-hong Kongcu menyebutkan nama benda mestika itu.
An-lok Kongcu tak mau kalah, sambil menggoncangkan buku kumal yang dipegangnya, ia berseru sambil tertawa: "Hahaha, kalau kedua Kongcu sudi membawa serta benda mestikanya guna dipertunjukkan kepada orang persilatan, sepantasnya In Ceng turut mengeluarkan pula benda mestika milik keluarganya, sampai waktunya nanti akan kubawa juga kitib pusaka Bu-hakcin-keng."
Semua orang tambah terperanjat setelah An-lok Kongcu berkata demikian, bayangkan, tiga macam benda mestika yang paling berharga di dunia persilatan ternyata dimiliki oieh tiga orang Kongcu itu sudah tentu berita ini sangat menggemparkan. Dalam pada itu Tian Pek berdiri dengan wajah sedih, gusar dan penuh rasa dendam, matanya merah membara, sambil mengertak gigi ia bergumam: "Tiga macam benda mestika telah muncul ..... ya, tiga macam benda mestika .....
tak salah lagi, pastilah mereka ....
==mch==
Tibalah malam Cap-go-meh, suasana di kota Lam-keng amat meriah, banyak bangunan dihias dengain indah, lampion berwarna-warni bergantungan pada setiap sudut rumah penduduk dan membuat suasana jadi lebih semarak dan meriah.
Istana keluarga Kim yang terkenal sebagai keluarga nomor wahid di kota Lam keng berada didalam keadaan yang terang bendarang bermandikan cahaya, depan gedung dihias dengan indah, lampu berwarna-warni bergantungan hampir di setiap sudut tempat, membuat pintu gerbang istana yang tinggi besar jadi terang bagaikan di siang hari.
Dua baris pengawal bersenjata pedang dan berpakaian perang bersisik emas berdiri berjajar di sepanjang undak2an yang terbuat dari batu marmer warna putih, di bawah sinar lampu kawanan pengawal itu tampak begitu angker se- akan2 malaikat penjaga kuil.
Selain pengawal berpakaian lengkap itu terdapat pula puluhan jago persilatan yang berdiri di sepanjang halaman untuk menyambut tamu mereka, satu di antaranya adalah seorang pemuda tampan berlengan satu, air mukanya kelihatan bengis dan penuh hawa napsu membunuh.
Siapa lagi pemuda itu kalau bukan Siau-cinghu (kecapung kecil) Beng Kipeng yang lengannya kena ditebas oleh pedang Tian Pek. Sejak lengan yang kutung sembuh kembali, rasa benci Beng Ki peng terhadap musuhnya itu boleh dibilang sudah merasuk ke tulang sumsum, sebenarnya dia ada maksud mencari Tian Pek untuk membalas dendam, tapi ketika didengarnya pemuda itu akan hadir pada pertemuan yang akan diselenggarakan pada malam Cap-go-meh, maka dia memutuskan untuk menanti kedatangan musuh ini di istana keluarga Kim.
Sebagai persiapan untuk menghadapi kejadian tersebut, secara khusus dia telah mempelajari pula beberapa macam ilmu silat yang keji dan beracun, pemuda ini bertekad membalas sakit hatinya walau dengan cara apapun.
Sejak sang surya terbenam di ufuk barat ia sudah menanti kedatangan musuhnya di depan pintu gerbang, maksudnya begitu musuh yang dibenci itu datang, seketika itu juga dendamnya akan dibalas.
Tapi apa mau dikata, malam sudah larut, jago dari pelbagai penjuru dunia sudah hadir di istana itu, hanya Tian Pak saja yang belum muncul.
Sian-cing-hu Beng Ki-peng merasa kecewa, ia mengira Tian Pek tak akan hadir dalam pertemuan itu, dengan murung iapun hendak masuk ke dalam.
Baru beberapa langkah dia masuk ke dalam gedung, tiba2 berkumandang suara derap kaki kuda, manyusul muncul seorang pemuda tampan dengan sebilah pedang mestika tersandang di punggung, tapi binatang tunggangannya adalah seekor keledai kecil lagi kurus, begitu tiba di depan pintu gerbang istana Kam, ia lantas berhentikan keledainya.
Pertemuan besar yang diadakan malam ini bukan saja diselenggarakan sebagai pertemuan antara empat Kongcu dunia persilatan, dalam pertemuan ini pula akan dipamerkan pelbagai macam benda mestika yang tak ternilai harganva, tidaklah heran apabila sebagian besar tamu yang hadir ini adalah jago kenamaan dari segenap penjuru dunia, kebanyakan di antara mereka kalau bukan datang dengan menunggang kuda bagus tentu datang dengan menumpang kereta yang indah.
Tapi luar biasa kedatangan pemuda ini, bukan saja dandanannya amat sederhana, malahan ia menunggang seekor keledai kurus kecil dan tak sedap dipandang.
Sementara semua orang tertegun oleh kemunculan anak muda itu, mendadak pemuda tadi telah melompat turun dari keledainya dan melangkah masuk ke dalam gedung.
Serentak kawanan pengawal yang berpakaian perang melintangkan tombak untuk mengalangi jaIan masuknya. "Cring" beberapa tombak saling menyilang menghentikan gerak maju pemuda itu.
"Berhenti!" seorang pengawal menghardik, “Istana keluarga Kim bukan tempat sembarangan yang boleh dikunjungi ............. aduh! "
Tanpa terlihat dengan cara apa pemuda itu bertindak, tahu2 dua orang pengawal yang berada paling depan menjerit kaget sambil mundur lima enam langkah dengan sempoyongan. sementara pemuda itu sendiri melanjutkan Iangkahnya menaiki anak tangga.
Kawanan jago persilatan yang bertugas menyambut tamu tentu saja dapat menyaksikan peristiwa itu, sebagai jago silat yang berpengalaman tentu saja merekapun tahu apa sebabnya pengawal2 itu mundur sempoyongan kendatipun pemuda itu tidak turun tangan. Jelas pemuda itu memiliki Khi-kang (ilmu tenaga dalam) yang tinggi sehingga kedua orang pengawal tadi tergentak mundur. Dua orang segera melompat maju ke depan, setelah memberi hormat kepada pemuda penunggang k eledai itu, mereka menyapa: "Sahabat, sukalah menyebutkan nama lebih dahulu agar kami " tapi mereka lantas melenggong
demi melihat jelas siapa tamu muda ini, serta merta kedua orang itu berseru: “O, kiranya Tian-siauhiap, silakan masuk!"
Dengan mata kepala sendiri kawanan jago itu pernah menyaksikan Tian Pek bertempur melawan Beng Ki-peng, dengan sendirinya mereka lantas mengenali tamunya ini.
Tian Pek tersenyum sinis, ia tetap membungkam dalam seribu bahasa, entah dengan cara apa, orang hanya merasakan pandangannya kabur dan tahu2 pemuda itu sudah melayang ke atas undak2an dan berada di depan pintu gerbang.
"Wah, sungguh hebat ilmu meringankan tubuhnya
............. " diam2 semua orang sama memuji.
Ketika itulah Siau-cing-hu Beng Ki-peng sedang melangkah masuk ke dalam, ketika mendengar suara ribut2, ia memutar balik dan tahu2 seorang pemuda tampan sudah berdiri di depannya.
Setelah mengetahui siapa yang datang, air muka Beng Ki-peng kontan berubah hebat.
"Keparat, baru sekarang kau datang?" hardiknya dengan murka.
Tanpa membuang waktu lagi, telapak tangannya terangkat terus menyodok ke dada musuh.
Angin dingin segera berembus mengikuti tolakan tangan pemuda itu. Tian Pek tahu serangan ini adalah sejenis pukulan berhawa dingin yang beracun, tapi ia tak gentar, mendadak ia mengebaskan lengan bajunya. Tampaknya ringan kebasan Tian Pek ini, kenyataan pukulan ganas lawan dapat dipatahkan bahkan Beng Ki- peng segera merasakan daya tekanan yang maha dahsyat menindih dadanya, ia tak kuasa menahan diri lagi, tanpa ampun tubuhnya mencelat ke belakang. Untung punggungnya tertahan oleh dinding, bila tidak, entah berapa jauh lagi dia akan terlempar?
"Duuk!" begitu keras punggung Beng Ki-peng menumbuk dinding, membuat isi perutnya terguncang keras, pucat pasi wajahnya, sambil menggigit bibir dan menahan sakit dia melotot sekejap pada Tian Pek dengan sorot mata penuh kebencian.
Beng Ki-peng tak menyangka dalam beberapa hari saja ilmu silat lawan telah memperoleh kemajuan yang begini pesat, bukan saja pukulan beracun yang dilatihnya dengan tekun selama ini tidak mempan, bahkan ia sendirilah yang menderita luka.
Betapa marah dan kagetnya, ia tak berani bertindak gegabah lagi, sebab benturan keras yang barusan terjadi telah mengakibatkan luka dalam yang cukup parah, terpaksa ia saksikan Tian Pek tertawa dingin dan di antar masuk ke ruang dalam oleh para petugas penyambut tamu.
Padahal perasaan dendam Tian Pek dan tekad membalas sakit hati entah berapa kali lipat lebih hebat daripada perasaan Beng Ki-peng, ia telah mengambil keputusan akan menunaikan dendam kesumat atas kematian ayahnya pada malam ini juga, ia bertekad akan mewujudkan cita2nya itu tanpa memikirkan apa yang akan terjadi.
Sebab itulah ia sama sekali tidak berusaha menyembunyikan kepandaian saktinya, setibanya di depan gedung ia mendemontrasikan Ginkang Lenggong-hi-toh, kemudian menggunakan Ceng-ki-pu-te (hawa khikang pelindung badan) untuk menggetarkan tombak pengawal dan akhirnya mendemontrasikan Lui-in-tiat-siu (baju baja awan meluncur) untuk melemparkan tubuh Beng Kipeng, semua ini ia lakukan hanya dengan satu tujuan, yakni membuat keder musuh.
Hanya kebetulan Beng Ki-peng yang per-tama2 ketiban pulung saja.
Syukur orang2 ini sudah mengetahui betapa Iihaynya ilmu silat Tian Pek, selain itu merekapun mendapat pesan dari Siang-lin Kongcu agar menyambut tamunya secara hormat, oleh sebab itu kendatipun Beng Ki-peng terluka, mereka tetap mempersilakan Tian Pek masuk keruangan tengah.
Tian Pek sudah pernah masuk ruangan tersebut, waktu itu di siang hari, perasaannya ketika itu juga tidak sekalut perasaannya saat ini.
Kini ia sudah tahu pemilik gedung ini adalah biangkeladi pembunuh ayahnya. darahnya bergolak, dengan pandangan lurus ia langsung masuk ke ruang perjamuan.
Indah sekali ruangan perjamuan itu, lampu hias bergantungan di sana sini, tiang berukiran naga berwarna kuning membuat bangunan tersebut kelihatan angker, lilin yang tinggi dan besar memancarkan sinarnya yang terang benderang bagaikan di siang hari.
Meja perjamuan diatur dengan model tapal kuda, beratus jago persilatan telah hadir di situ, buah2an segar dan makanan ringan telah dihidangkan lebih dulu, sementara Bu-lim-su-kongcu yang punya nama besar duduk di kursi utama.
Di kedua sini keempat Kongcu itu berduduk lah tokoh yang dibawa oleh keempat Kongcu tersebut, menyusul kemudian berduduklah para jago persilatan lainnya yang datang dari segenap penjuru dunia.
Suasana pertemuan besar yang penuh tersembunyi hawa napsu membunuh ini tampaknya sangat gembira ria dan penuh dengan gelak tertawa.
Begitu gaduh dan ramainya suasana dalam ruangan oleh suara bercakap dan gelak tertawa sehingga kedatangan Tian Pek tak terdengar ketika pengantar menyerukan namanya.
Kedatangan Tian Pek adalah untuk mencari perkara, tentu saja ia tak sudi disambut secara dingin oleh tuan rumah, ketika ia lihat semua orang tidak menaruh perhatian atas kehadirannya, pedang mestika Bo-cing-pek-kiam segera dilolosnya, kemudian setelah menyentilnya hingga terdengar suata dentingan nyaring, dia bersenandung: "Menyentii pedang membuat syair menyanyikan irama sedih, hidup senang dipelihara orang kurang bermutu! Cayhe seorang pengembara Tian Pek datang berkunjung!'
Suasana ramai dan gaduh dalam ruangan itu, seketika berubah menjadi sunyi senyap, beratus pasang mata sama ditujukan ke arah pemuda itu.
Segera Siang lin Kongcu berbangkit dan bergelak tertawa. "Hahaha, kiranya saudara Tian? Mari, akan Siang lin perkenalkan beberapa orang Cianpwe kepadamu!"
Ia menghampiri Tian Pek, kemudian sambil menggandeng tangannya mereka mendekati seorang kakek yang bermata tajam dan berduduk di tempat utama, katanya: "Inilah ayahku "
Darah Tian Pek bergolak, matanya serasa berkunang2 dan pandangannya jadi gelap, saking emosinya sampai kata2 Siang lin Kongcu selanjutnya tak didengarnya lagi. Menurut Sin-lu-tiat-tan, datang pembunuhan atas diri ayahnya tak lain adalah Cing-hu-sin Kim Kiu, sebab orang inilah yang mengusulkan kepada saudara angkat lainnya untuk melakukan pembunuhan, bahkan menurut cerita dialah yang pertama melukai ayahnya dengan senjata rahasia.
Dilihatnya orang tua ini berusia di atas lima puluh, sinar matanya tajam, ini membuktikan tenaga dalamnya pasti sangat kuat.
Jubahnya terbuat dari sutera halus, wajahnya bulat, jenggotnya yang panjang sudah mulai putih, gagah dan kereng.
Tian Pek radar, bila ia bertindak gegabah dalam keadaan begini niscaya rencana pembalasan dendamnya akan mengalami kegagalan total, sekuat tenaga ia berusaha menekan emosinya yang menggelora, sambil menjura ia berkata: "Selamat berjumpa! Selamat berjumpa! Sudah lama kudengar nama besar Cing hu sin Kim-tayhiap, sungguh beruntung hari ini dapat bertemu."
Cing hu sin Kim Kin sama sekali tidak berbangkit ataupun balas memberi hormat dengan angkuh dia hanya mengangguk katanya: "Bagus! Bagus ..... !" dengan sorot mata yang tajam ia mengawasi beberapa kejap sekujur badan anak muda itu.
Sikap congkak tersebut membikin Tian Pek naik darah, ia mengira Cing-hu sin tak pandang sebelah mata padanya.
Rupanya Siang-lin Kongcu dapat melihat air muka Tian Pek yang kurang senang itu, buru2 ia menerangkan: "Harap Tian-heng maklum, kedua kaki ayahku tidak leluasa untuk berdiri " Sesudah diberi keterangan, Tian Pek baru melihat tempat duduk Cing-husin Kim Kiu itu bukan kursi melainkan sebuah kereta beroda, kedua kakinya ditutup dengan selimut tebal sehingga tidak diketahui apa sebabnya tidak leluasa bergerak.
Lalu Siang-lin Kongcu memperkenalkan pula tokoh lain. mulai dan Bu-limso-kongcu, para anak buahnya sampai kawanan jago yang hadir di situ.
Tian Pek hanya memperhatikan orang2 itu secara sambil lalu, seluruh perhatiannya hanya dicurahkan untuk mengamati Kian kun-ciang In Tiong hong, Kun-goan-ci Sugong Cing serta Pak-ong-pian Hoan Hui.
Anehnya Ti-seng-jiu Buyung Ham tidak nampak hadir, pihak Pah -to-sanceng hanya diwakili Leng-hang Kongcu yang angkuh serta kawanan jagonya yang tak dikenal. Sampai2 "paman Lui", Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng, Tuihun-leng Sama Siok, Tok-kah-hui-mo Li Ki maupun Heng-san-ya siau si Tojin buta juga tidak kelihatan hadir.
Sikap Leng-hong Kongcu tetap dingin dan angkuh, ketika Siang-lin Kongcu memperkenalkannya pada Tian Pek, bukan saja pandangannya dialihkan ke langit2 ruangan, bahkan mencibir dengan sikap jumawa.
Sebagai tuan rumah Siang-lin Kongcu merasa kikuk. tapi dengan tenang Tian Pek malah berkata sambil tertawa: “Tak perlu Kongcu perkenalkan lagi sudah lama kami kenal."
"Siapa yang kenal kau?" tukar Lang-hong Kongcu dengan mendelik, "Kongcumu tak pernah kenal seorang keroco macam dirimu ini!"
Siang-lin Kongcu juga tahu betapa tinggi hatinya Tian Pek, selain ilmu silatnya hebat, pemuda itupun mudah tersinggung, ia menduga sikap Langhong ini pasti akan menimbulkan gusar Tian Pek.
Kuatir rencananya akan berantakan oleh pertarungan yang mungkin akan terjadi antara kedua orang itu, cepat Siang-lin Kongcu melerai, katanya: "Saudara Tian, harap engkau jangan marah, memang begitulah tabiat saudara Buyung ini!"
Tak terduga Tian Pek sama sekali tidak gusar, ia malahan tertawa dan menjawab: 'O, memang sudah pernah kurasakan keangkuhannya itu."
Leng-bong Kongcu hanya tertawa dingin saja.
Waktu itu Tian Pek sudah mulai melangkah ke sana, ketika mendengar suara tertawa dingin itu dia lantas berpaling dan mengejek: "Jangan terburu napsu, tidak lama lagi Buyuug-kongcu pasti akan tahu kelihayanku!"
Air muka Leng-hong Kongcu berubah hebat, mendadak ia berbangkit, kelima jarinya terus mencengkeram Hiat-to penting di punggung Tian Pek.
Serangan itu sangat Iihay dan luar biasa kejinya, apalagi disergap dari belakang. Untung Tian Pek sekarang bukan lagi Tian Pek dulu, ilmu silatnya saat ini telah mendapat kemajuan yang sangat pesat, terutama setelah mendapat kursus kilat selama tiga bulan dan Sin-In-tiat-tan. Dengan kelebihan yang dimiliki saat ini, tak mungkin ia terserang secara mudah, meskipun sergapan Leng-hong Kongcu itu cukup lihay, akan tetapi bagi pandangan Tian Pek serangan itu belum seberapa hebatnya.
Dengan suatu gerakan yang enteng ia kebaskan lengan bajunya ke belakang, seketika serangan Lang-bong Kongcu dipatahkan. "Jangan terburu napsu” kembali Tian Pek mengejek, "tunggu saja nanti!”
Kebasan Tian Pek ternyata tidak cuma memunahkan serangan lawan saja, bahkan sisa tenaganya cukup kuat pula menolak tubuh lawan.
"Duuk!" tahu2 Lang-hong Kongcu terdorong dan terduduk kembali di atas kursinya.
Kejadian ini menggetarkan perasaan Leng-hong, dia melongo bingung dan tak mampu bersuara pula.
Masih untung Tian Pek mempergunakan tenaga serangan halus dan tidak menyolok, apabila tidak diperhatikan dengan seksama, siapapun tidak tahu kalau Leng-hong Kongcu sudah kecundang olehnya.
Hanya An-lok Kongcu yang menyaksikan kejadian itu dengan jelas, meskipun ia tahu Leng-hong Kongcu dibikin malu oleh pemuda itu, namun iapun pura2 tidak tahu An- lok memang tertarik oleh kegagahan Tian Pak dan ada maksudnya ingin menarik pemuda itu berpihak padanya, maka setelah Leng-hong Kongcu kena terhajar, ia lantas berbangkit dan menarik Tian Pek untuk duduk di sampingnya.
Ajakan itu tidak ditolak oleh Tian Pek, ia lantas duduk di samping An-lok Kongcu. Sebisanya pemuda itu berusaha untuk menguasai perasaannya yang bergolak, terutama bila terbayang betapa dengan kekuatan sendiri harus menghadapi musuh sebanyak itu.
Ia tak tahu harus merasa sedih atau gembira karena sebentar lagi dia akan melakukan pembalasan dendam, tapi iapun menyadari bila berhasil pasti peristiwa itu akan menggemparkan dunia Kangouw, sebaliknya kalau gagal maka dia akan mati konyol ............ Sementara dia masih termenung, tiba2 ia merasa dirinya sedang diperhatikan oleh sepasang mata yang jeli, cepat ia berpaling. Tampaklah orang yang sedang menaruh perhatian kepadanya itu tak lain adalah Kim Cayhong yang cantik.
Berdebar jantungnya, mukanya menjadi merah, ia pikir: "Melihat tatapan matanya ini, apakah ia jatuh cinta padaku? Mengapa tiap kali kami berjumpa, selalu dia tatap diriku dengan pandangan begini. ?"
Tapi ingatan lain lantas melintas pula delam benaknya: "Ah, tak mungkin hal ini terjadi, dia adalah seorang nona keluarga kaya raya dan cantik jelita, sedang aku tak lebih hanya seorang pemuda gelandangan dan tak punya apa2, mungkinkah dia mencintai seorang pemuda macam aku? Ai. sekalipun ia jatuh hati padaku, dengan modal apakah aku harus membalas cintanya itu? Jelas hal ini tak mungkin. "
Segera ia berpikir pula: "Dia adalah puteri musuh- besarku, ayahku dibunuh oleh ayahnya, sebentar lagi mungkin darah akan mengalir, peduli amat dia cinta atau tidak padaku !”
Pikiran terakhir inilah seperti air dingin mengguyur kepalanya, seketika ia sadar dari lamunannya.
Ketika itulah Cing hu-sin Kim Kiu menggapai Siang-tin Kongcu, kemudian membisikhan sesuatu padanya.
Siang lin tampak mengangguk berulang kali, kemudian melangkah ke tengah, katanya sambil menjura kepada hadirin: "Para orang gagah sekalian, meja perjamuan telah siap di luar. Bagaimana kalau hadirin sekalian kami persilahkan menikmati perjamuan sambil memandang rembulan yang sedang purnama?" Toan-hong Kongcu paling tidak sabaran, ia berbangkit dan menyela: "Sampai kapan Toa lokim -wan baru akan dIpamerkan? Aku sudah tak sabar lagi ingin menyaksikannya!"
"Sugong-heng tak perlu terburu napsu,” sahut Siang-lin Kongcu sambil tertawa "Kalau kau telah membawa Pi-sui- giok-pik, masa Toa-lo-kin-wan dari keluarga kami akan disembunyikan? Sementara semua orang menikmati santapan di luar, engkau aku serta saudara In secara bergilitan akan mengeluarkan benda mestika masing2 untuk dinikmati setiap orang, bukankah acara begitu jauh lebih menawan hati?"
Mendadak An-lok Kongcu menepuk buku kumalnya seraya tertawa tergelak: "Hahaha, di bawah sinar bulan purnama, sambil meniknati arak kita menyaksikan munculnya benda mestikka, sungguh acara yang benar2 menyenangkan. Eeh. saudara Sugong, kita sebagai tamu sepantasnya menuruti keinginan tuan rumah, biarlah saudara Siang-lin yang mengatur acara buat kita!"
Tentu saja tujuan para jago hanya ingin menyaksikan ketiga macam benda mestika yang akan dipamerkan itu, soal menikmati arak dan santapan di bawah bulan purnama segala tak lebih hanya suatu alasan belaka.
Begitu An-lok Kongcu berkata demikian, para jago segera menanggapi dengan sorak-sorai, para tamu lantas berbangkit dan menuju ke luar ruangan.
Hanya Tian Pek seorang yang tidak tertarik oleh acara tersebut, yang selalu diperhatikan adalah gerak-gerak Cing- hu-sin Kim Kiu, Kian kunciang In Tiongliong, Kun-goan-ci Sugong Cing serta Pak-ong-pian Hoan Hui, mereka itu jarang bicara dan cuma duduk termenung membiarkan para puteranya saja yang bersuara. Di tengah kegaduhan itulah tiba2 terdengar Leng-hong Kongcu berkata dengan dingin: "Semua orang mengatakan Siang-lin paling hangat, An-lok paling romantis dan Toan- hong suka kelayapan, kalau kalian bertiga sanggup pamer barang mestika masing2, memangnya aku tak punya benda mestiku yang bisa dipertontonkan?"
Ucapan ini cukup menarik perhatian banyak orang, kawanan jago yang semula mulai berjalan menuju keluar serentak berhenti dan berpaling, mereka memandang ke arah Leng-hong Kongcu dengan terbeliak. agaknya merekapun ingin tahu benda mestika apa yang akan dipamerkan Leng-hong Kongcu.
Betapa bangga Leng-hong Kongcu melihat perkataannya mendatangkan perhatian yang cukup besar, ia lantas berpaling pada seorang kakek berambut panjang terurai dan memerintahkan: "Paman Hek-lian, pertunjukkan benda mestika milik kita!"
Kakek yang dipanggil paman Hek-Iian itu segera mengambil keluar sebuah bungkusan kain sutera dari bajunya, ketika bungkusan itu dibuka ternyata isinya adalah sebuah kotak kayu warna merah, kotak itu dibungkus pula dengan kertas warna putih, tiga lapis di luar dan tiga lapis di dalam. Dengan hati2 kakek itu membuka lembaran kertas itu selapis demi selapis, tapi ditinjau dari cara penyimpanannya yang begitu rapat, dapatlah diduga benda itu pasti tak ternilai harganya.
Barbareng dengan dibukanya kertas pembungkus itu, bau harum semerbak lantas tersebar memenuhi ruangan, makin banyak lapisan yang dibuka bau harum itupun semakin tebal, sehingga akhirnya seluruh ruangan yang lebar itu diliputi oleh bau harum itu............ Pandangan semua orang tertuju ke arah si kakek berambut panjang tanpa berkedip sekalipun peristiwa ini bukan pertempuran berdarah yang mengerikan, akan tetapi suasana seketika berubah jadi tegang, beratus orang yang berjubel di dalam ruangan sama membungkam, demikian sepinya suasana ketika itu, sampai jarum yang terjatuh ke lantaipun dapat terdengar jelas.
Di tengah kesunyian entah siapa, tiba2 berbisik lirih "Apabila bau harum ini mengandung racun yang jahat, ini berarti tak seorangpun yang hadir di ruangan ini dapat lolos dalam keadaan hidup!"
Lirih sekali suara bisikan ini, tapi di tengah keheningan yang mencekam, bisikan tersebut ibaratnya guntur yang membelah bumi di siang hari bolong, semua orang terperanjat dan jantung berdetak keras.
Segera banyak di antara para jago yang hadir itu sama menutup pernapasannya masing2 untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan, malahan ada pula yang segera menghimpun tenaga dalam dan siap melancarkan pukulan maut bila perlu.
Seorang pengemis tua bermuka merah tiba2 tampil ke muka dari rombongan yang dipimpin Toan-hong Kongcu, dengan bau arak ia tertawa terbabak2 dan mengoceh sendiri: "Wah, harum, sungguh bau yang harum.
Biarpun betul racun perantas usus, aku si pengemis tua tetap ingin mencicipinya!"
Dengan gerakan yang enteng, tahu2 pengemis tua ini sudah mendekati kakek berambut panjang itu, tangannya yang kecil dan kotor serentak terjulur untuk merampas bungkusan yang dipegang kakek berambut panjang itu. Menghadapi ancaman ini, si kakek berambut panjang sama sekali tidak menggubris, akan tetapi ketika ujung tangan pengemis tua itu hampir menyentuh kertas bungkus kotak tadi, tiba2 jari kakek berambut panjang itu menyelentik.
Bagaikan dipagut ular berbisa cepat2 pengemis tua itu menarik kembali tangannya. Air mukanya seketika berubah, biji matanya yang kecil jelalatan, kendatipun ia tidak mengeluh kesakitan, tapi semua orang tahu dia telah dikerjai lawan.
Orang lain mungkin tak seberapa kaget, justeru Toan- hong Kongcu beserta para tokoh pengemis yang terperanjat setelah menyaksikan peristiwa itu. Maklumlah, pengemis tua bermuka merah ini adalah tokoh terkemuka kaum pengemis. Ia bernama Pui Pit dengan julukan Ciu-kay (pengemis pemabok). Bersama Hong-kay (pengemis sinting) Cu Liang, Liong-kay (pengemis tuli) Go Hua, mereka disebut orang sebagai Hong-jan-sam-kay atau tiga pengemis sakti pengelana.
Bukan saja kedudukan mereka dalam perkumpulan pengemis sangat terhormat, di dunia persilatanpun mereka tergolong jago kelas satu.
Tapi sekarang, jago yang tangguh itu ternyata tak mampu menahan selentikan jari si kakek berambut panjang yang pada hakikatnya cuma seorang jago peliharaan keluarga Buyung, maka bisa dibayangkan betapa kaget dan gusar kawannya, segera mereka bermaksud menerjang ke depan.
Mendadak Leng-hong Kongcu menjengek: "Ketahuilah. Pah-to-san-ceng suka menerima jago2 yang berbakat bagus, aku Buyung Seng-yap lebih2 menghormati kaum cerdik pandai, tak nanti kucelakai orang yang ada di ruangan ini dengan cara licik! Hm, si penyebar sas-sus tadi yang berniat jahat, rupanya dia ingin merusak nama baik keluarga Buyung, sungguh dosanva takdapat diampuni."
Berbicara sampai di sini, dia lantas mengerling sekejap ke arah belakang. Seorang laki2 kurus jangkung dengan muka kuning ke-pucat2an segera mengayunkan tangannya ke depan.
Jerit Iengking memilukan hati seketika bergema di antara kawanan jago yang berkumpul di dalam ruangan, seorang laki2 berusia setengah baya segera memegangi dadanya sambil menungging kesakitan, darah segar tampak merembes keluar diri celah2 jari tangannya.
Semua orang tidak tahu dengan cara bagaimana pria jangkung itu melukai korbannya, tapi mereka sama menunjuk rasa gusar setelah menyaksikan tindakan se- wenang2 dan kejam dari anak buah Lengbong Kongcu.
Di antara mereka, yang paling gusar adalah anggota perkampungan Ki-linceng di bawah pimpinan Hoan Hui, semuanya siap sedia melakukan pembalasan. Rupanya pria yang terluka itu adalah salah seorang anak buah Pak-ong- pian Hoan Hui.
Siang-lin Kongcupun hampir tak kuasa mengendalikan rasa gusarnya menyaksikan tindakan Leng-hong Kongcu yang secara tidak se-mena2 melukai orang di rumahnya.
Tapi dia memang pemuda yang bisa berpikir, ia kuatir rencananya akan gagal, iapun tidak berharap terjadinya bentrokan dalam keadaan seperti ini, maka ia berusaha menahan perasaannya, katanya segera: "Buyung-heng, jika betul engkau membawa benda mestika, lebih baik pamerkan saja di pesta kebun nanti, untuk sementara lebih baik mestika itu kau simpan dulu …..” Belum habis ucapannya, kakek berambut panjang tadi telah membuka lapisan kertas yang terakhir, dua jari tangannya tiba2 mencomot secuil benda warna putih dari bungkusan tadi, kemudian diselentikkan ke depan, sejalur cahaya putih langsung menyambar ke arah "Pengemis Pemabuk" seraya berseru: "Hei, jembel tua, kalau kau ingin mencicipi, nah kuberi sedikit agar orang tidak mentertawakan kami orang Pah-to-san-ceng sebagai manusia pelit!"
Pengemis pemabuk Pui Pit benar2 bernyali besar, dia tak peduli benda apakah yang disambitkan ke arahnya, iapun tak tahu apa tujuan lawannya berbuat demikian, ketika benda putih ini menyambar tiba, cepat ia membuka mulutnva, benda itu dicaploknya dan terus ditelan ke dalam perut.
Tindakan yang sangat berani ini seketika membuat para hadirin menjadi gempar, bukan saja orang2 dari pihak Toan-hong Kongcu merasa terkejut, mereka yang sama sekali tak ada hubungan dengan Ciu-kay juga ikut kuatir.
Tak tahunya, setelah Ciu-kay menelan benda putih itu, dia menjilat seputar bibirnya, kemudian mengambil buli2 araknya dan menenggak beberapa cegukan.
Sesudah itu barulah dia berseru lantang: “Eh, makhluk tua berambut panjang, benda apa yang kau berikan padaku? Apakah buah jinsom yang pernah dicuri oleh siluman kera itu? Wah, lezat sekali rasanya!"
"Hahaha, pengemis tua, nasibmu memang lagi mujur" sahut kakek berambut panjang sambil tertawa. "Sekalipun bukan buah Jinsom yang bisa bikin orang jadi dewa, tapi benda ini adalah jinsom asli berumur seribu tahun, bila engkau mengatur pernapasan pada saat ini juga, maka tenaga dalammu akan bertumbuh sebesar tiga tahun hasil latihanmu.”
Sudah tentu semua orang tidak mau percaya ocehan tersebut, masa mereka bersedia memberikan benda mestika yang tak ternilai harganya itu untuk seorang yang sama sekali tak ada hubungannya dengan mereka.?
Tapi Ciu-kay Pui Pit ternyata tidak sangsi sedikitpun, ia segera duduk bersila dan mulai mengatur pernapasan.
Perasaan ingin tahu menyelimuti hati setiap orang, untuk sesaat suasana di dalam ruang itu menjadi sunyi, tak ada yang bergerak, tak ada yang berbicara, dengan terbelalak semua orang memandang Ciu-kay yang sedang bersemadi.
Selang seminuman teh kemudian, Ciu-kay melompat bangun, sinar mata yang terpancar dari mata pengemis ini jauh lebih tajam daripada sebelumnya, mukanya kelihatan lebih segar dan langkahpun jauh lebih tegap.
"Sungguh benda mestika ...... sungguh luar biasa !”
serunya berulang kali.
Setelah Pengemis tua itu membuktikan kemujaraban benda di dalam kotak tadi, semua orang mulai percaya pada perkataan kakek berambut panjang itu itu tanpa sadar sinar mata merekapun di tujukan ke arah kotak tersebut.
Kakek berambut panjang itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa2, dia hanya bergumam sendiri: "Barang siapa bersedia menjadi anggota perkampungan Pah-to-san-ceng, dialah yang akan menikmati secuwil jinsom berumur seribu tahun!"
Sekarang Tian Pek baru paham apa maksud Leng-hong Kongsu menyuruh jagonya mengeluarkan benda mestika itu, rupanya ia hendak menggunakan benda mestika itu sebagai umpan untuk menarik simpati para jago yang bersedia menjadi anggota perkampungannya. Di samping itu iapun menyadari taktik yang digunakan ketiga Kongcu lainnya, jelas mereka semua hendak menggunakan benda mestikanya masing2 untuk mencari simpati tokoh persilatan sehingga lebih banyak lagi kekuatan yang berpihak kepada mereka.
Diam2 Tian Pek merasa geli dan mendengus, ia tidak menyangka Bu-limsu-kongcu yang termashur itu lebih suka. menggunakan cara yang rendah itu untuk memperbesar pengaruhnya di dalam dunia persilatan.
Leng-hong Kongcu tidak menggubris suara jengekan Tian Pek, melihat siasat yang diaturnya berhasil mendatangkan perhatian serta minat yang cukup besar dari kawanan jago, dengan bangga ia berkata lagi: "Di Pah to san-ceng kami tidak cuma jinsom berumur seribu tahun saja, bahkan terdapat pula Hosiu-oh dan Langci berumur seribu tahun serta aneka macam benda mestika lain yang tak terhitung jumlahnya, barang2 itu sengaja kami sediakan untuk dinikmati bersama dengan kawan2 persilatan yang sudi bergabung dengan keluarga Buyung kami. "
Pada umumnya orang persilatan tidak suka emas dan juga tidak gemar perak, tapi mereka sangat senang bila mendapat obat mujarab yang bisa menambah tenaga dalam yang mereka miliki, seringkali terjadi saling bunuh membunuh hanya lantaran memperebutkan sepotong obat mujarab saja.
Bisa dibayangkan betapa tergiurnya kawanan jago ini setelah mendengar tawaran pihak Pah-to-san-ceng.
Andaikata pengemis pemabuk tidak menunjukkan khasiat yang luar biasa setelah makan obat mestika itu, keadaan mungkin masih mendingan, tapi setelah menyaksikan apa yang terjadi, segera timbul minat mereka untuk turut serta menerima pembagian rejeki tersebut. Cuma karena ingin menjaga gengsi, maka meteka tidak merubung ke sana, tapi ada juga di antaranya sudah mulai melangkah ke depan……….
Gelisah Siang-lin Kongcu menyaksikan siasat licik Leng- hong Kongcu itu akan berhasil, buru2 ia berseru: "Saudara sekalian, harap tenang dahulu, silakan masuk ke kebun samping ruangan, sebentar perjamuan akan dimulai dan lebih banyak benda mestika yang akan kalian saksikan dalam perjamuan nanti!"
Di tengah suasana gaduh itu, tiba2 Tian Pek melihat sebuah kursi beroda bergerak menuju ke ruang belakang. Ketajaman pandangan Tian Pek sekarang sudah luar biasa, meski hanya sekilas pandang saja ia kenal orang itu adalah Cing-hu sin Kim Kiu.
Tian Pek kuatir setelah Cing-hu-sin kabur kesempatan lain tentu sulit dicari lagi untuk bertemu dengan dia, segera ia berteriak: "Kim-locianpwe jangan pergi dulu!"
Keras sekali suara bentakan itu, seketika sinar lilin dan lampu yang tergantung di dalam ruangan ikut tergetar.
Dengan kaget semua orang berpaling, namun Tian Pek tidak pedulikan perhatian orang, dengan suatu gerakan cepat ia memburu ke depan Cing-husin Kim Kiu, lalu serunya lagi: "Cayhe bernama Tian Pek, ingin kutanya suatu hal kepada Kim locianpwe, apakah engkau bersedia untuk memberi keterangan?"
Sekalipun Cing-hu-sin Kim Kiu telah menghentikan kursi berodanya, namun mukanya tetap kaku tanpa emosi, dengan dahi berkerut ia berkata: "Sudah puluhan tahun aku tak pernah muncul di dunia persilatan, tak sepotong urusanpun yang kuketahui, bila ada persoalan silakan bertanya kepada orang lain saja!" Habis berkata dia menggerakkan kembali kursi berodanya dan bergerak menuju ruang belakang.
"Tunggu sebentar. " seru Tian Pek cepat.
Tapi Cing-hu-sin Kim Kiu tidak mempedulikan lagi, tanpa berpaling ia luncurkan kursi beroda ke depan.
Tian Pek jadi penasaran dan segera hendak mengejar, tapi baru saja ia bergerak, se-konyong2 "trang", pintu besi yang berada di depan, secara otomatis menutup sendiri.
Untung Tian Pek keburu menghentikan gerak tubuhnya, hampir saja kepalanya menumbuk pintu besi tersebut.
Sebelum ia berbuat sesuatu, mendadak enam orang anak kecil berbaju putih muncul di situ, semuanya bersenjata pedang perak. Usia keenam anak kecil berbaju putih ini kira2 empat-lima belas tahun, namun gerak tubuh mereka cepat Iuar biasa, sampai2 Tian Pek tidak tahu mereka muncul dari mana?
Dengan pedang perak terhunus di tangan, keenam anak tanggung berbaju putih itu mengadang di depan pintu, tak seorangpun di antara mereka yang bersuara atau menegur, tapi enam pasang mata menatap Tian Pek tanpa berkedip, rupanya asal pemuda itu bergerak maka merekapun akan menyerang secara kilat.
Untuk sessaat Tian Pek jadi tertegun, saat itulah terdengar Kim Cay-hong menegur dari belakang dengan suaranya yang merdu: "Tian-siauhiap!"
Tian Pek berpaling, terlihat Kim Cay-hong sedang memandangnya, sinar matanya penuh mengandung pertanyaan, heran dan tercengang.
Di sinilah letak keistimewaan gadis itu, sering2 apa yang dipikirnya tidak perlu diucapkan dengan mulut dan orang lainpun tahu sendiri apa maksudnya. Mungkin inilah apa yang disebut "Mata yang bisa bicara".
Tian Pek menghela napas, pikirnya: "Ai, aku hanya bermusuhan dengan Cing hu-sin Kim Kiu karena dia telah membunuh ayahku, sedang dengan putera puterinya boleh dibilang sama sekali tak ada sangkut pautnya, kini Cinghu- sin telah berlalu, tampaknya soal balas dendam harus kutunda untuk sementara waktu "
Berpikir sampai di sini, Tian Pak lantas menggeleng dan menjawab: "O tidak ada apa2!"
"Tapi aku tahu, engkau menyimpan suatu rahasia di dalam hatimu," bisik Kim Cay hang dengan suara sendu.
Tentu saja Tian Pek tak mau mengakui apa yang sebenarnya terkandung dalam hatinya. Kembali ia menggeleng. "Sungguh, aku tidak menyimpan rahasia,apa2!" sahutnya sambil menyengir.
Sekalipun ia menyangkal, akan tetapi mata Kim Cay- hong yang jeli dan bening masih menatapnya dengan mesra, di balik sorot matanya itu tersembunyi perasaan yang rawan.
Pancaran sinar mata yang simpatik, sayu dan mesra ini membuat hati Tian Pak bergetar.
Cepat pemuda itu tunduk kepala sinar mata yang indah itu membuatnya takut, terpaksa ia harus menghindari tatapan orang, jantungnya berdebar semakin keras.
Rasa dendam, cinta, benci dan pelbagai macam perasaan lain berkecamuk menjadi satu di dalam hatinya, membuat pikirannya menjadi kalut, gundahgulana
Pada saat itulah mendadak cahaya lampu yang menerangi ruangan perjamuan padam seluruhnya, seketika suasana menjadi gelap gulita bagaikan berada di dalam gua, jeritan kaget berkumandang dari mulut orang banyak.
Di tengah kepanikan karena kejadian itu, terdengarlah gelak tertawa yang melengking bagaikan lolong srigala di malam buta berkumandang memenuhi ruangan gelap itu, suara itu seram dan mengerikan sekali, membuat berdiri bulu kuduk setiap orang.
Terlalu mendadak terjadinya perubahan itu, tak seorangpun yang sempat berpikir apa yang terjadi, dalam waktu singkat suasana dalam ruangan menjadi gempar dan gaduh .....
"Hei, apa yang telah terjadi?” terdengar orang berteriak. "Kenapa lampunya padam semua?"
"Siapa itu yang tertawa? Seram amat suara tertawanya
...... "
Di tengah kegaduhan dan kepanikan yang mencekam itu, tiba2 terdengar suara gemuruh yang amat dahsyat dan memekak telinga, menyusul mana semua dinding ruangan terasa berguncang keras.
"He, lindu! " jerit seorang.
"Gempa bumi ! " teriak seorang lagi.
Sedahsyat-dahsyatnya gempa bumi tak mungkin menimbulkan suara dan getaran sedahsyat itu, sebab mendadak seluruh ruangan lantas berputar.
Begitu seorang berteriak gempa semua orang lantas berusaha lari ke luar untuk menyelamatkan diri.
Tapi karena ruangan lantas berguncang dan berputar, mereka yang berusaha lari meninggalkan ruangan lantas kehilangan imbangan badan, banyak di antaranya terlempar jatuh ada pula yang terhempas hingga menumbuk dinding atau tiang…..
"Blang! Blang . !" benturan demi benturan berlangsung tiada hentinya, jerit kesakitan terdengar di sana-sini, jelas tak sedikit di antara kawanan jago itu telah menderita luka cukup parah.
Di tengah kegelapan dan kepanikan itu terdengar Siang- lin Kongcu berteriak dengan gusar: "Siapa itu yang menjalankan 'Sek-ki-tay-tin' ( barisan bukit batu )?!"
Sesudah Siang-lin Kongcu berteriak, semua orang baru sadar apa yang terjadi, rupanya mereka semua telah terjebak oleh alat rahasia yang dipasang dalam gedung ini.
Kalau alat rahasia ini berada di dalam gedung keluarga Kim, itu berarti orang yang menggerakkan perangkap rahasia inipun orang keluarga Kim, tapi aneh, mengapa Siauya dan Siocia merekapun ikut dijebak di dalam ruangan, atau mungkin kedua majikan mudanya ini juga akan dibinasakan.
Sungguh peristiwa aneh yang sukar dimengerti.
Bentakan yang dilontarkan Siang-lin Kongcu makin lama makin keras, nadanya makin gusar dan gelisah, siapapun dapat mengetahui bahwa perintah tersebut sudah pasti bukan berasal dari pemuda ini, malahan jelas bahwa keselamatan jiwanyapun ikut terancam.
Gelak tertawa yang sangat aneh dan mengerikan tadi masih berkumandang terus dari atap bangunan, sekalipun Siang-lin Kongcu telah membentak berulang kali ternyata bentakan tersebut sama sekali tak digubris.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya Siang-lin, dia mencak2 seperti orang gila. Kim Cay-hong berada di samping kakaknya, dengan tenang ia berkata: 'Koko, engkau tak perlu marah2, orang yang berada di atap rumah sambil tertawa itu adalah Suheng, tentu dia pula yang menggerakkan alat rahasia Sek ki-tay-tin."
Siang-lin Kongcu semakin kalap setelah mengetahui murid ayahnya yang telah main gila, dengan penuh kegusaran ia berteriak lagi: "Beng Ki-peng! Apa kau sudah gila? Hayo cepat hentikan perbuatanmu!"
Namun bentakan ini tetap tidak digubris, malahan seluruh ruangan yang sedang berputar itu mendadak tenggelam ke bawah dengan cepat.
Tiba2 Toan-hong Kongcu bergelak tertawa, ejeknya: "Hahaha, Kim Sianglin, bagus sekali siasat busukmu ini, tak kusangka dengan rencanamu yang begini rapi kau berhasil menjaring semua jago di dunia ini. Hahaha, tapi kau pun jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup, sebelum kami mati konyol, kalian berdua kakak beradik harus mampus terlebih dahulu!"
"Apa yang hendak kau lakukan?" seru Siang-lin Kongcu dengan gusar.
“Dengan mengandalkan alat jebakan kau menipu semua jago di kolong langit ini untuk mamasuki ruanganmu ini. Hmm, bukankah kau bertujuan membasmi kami dari muka bumi? Tapi sayang kau sendiri tak akan hidup terlalu lama, sebelum kami mati, aku Toan-hong dengan barisan bambu hijau kaum jembel ini akan membuat kalian kakak beradik mampus tak terkubur!"
Saking gusarnya Siang-Lin Kongcu malah tertawa ter bahak2. Suara tertawanya keras, tinggi melengking menyerupai suara tertawa seram yang terdengar di atap rumah, suasana terasa seram memilukan.
"Saudara Sugong!" katanya lantang, "Tak perlu kau memfitnah orang secara keji, aku Kim Siang-lin sama sekali tidak bermaksud menjebak kalian, sekalipun aku memang berniat membasmi kalian, tak nanti aku mengorbankan diriku sendiri!"
"Hehehe, siapa yang akan mempercayai perkataanmu?' ejek Toan-hong Kongcu "masa alat perangkap yang berada di rumah sendiri dapat mencelakai dirimu pula, aku tak percaya dengan segala macam ocehanmu ini. Bila kau lelaki sejati dan bukan manusia yang takut mati, hayo terimalah tantanganku untuk berduel!"
Sebelum Siang-lin Kongcu sempat menjawab, tiba2 Kian-kun-cang In Tiong-liong menimbrung: "Sugong- suheng, sekalipun kau berniat mengadu jiwa, dalam kegelapan yang mencekam begini, belum tentu kau sanggup melancarkan serangan mautmu!"
"Hahaha, kegelapan bagi tukang minta2 semacam diriku hanya permainan kecil saja," seru Ciu-kay Pui Pit mendadak sambil bergelak tertawa.
“Sahabat2 perkumpulan pengemis, demonstrasikan keampuhan kalian agar ditonton para pahlawan di dunia!" seru Toan-hong Kongcu dengan lantang.
Bersamaan dengan selesainya seruan itu, terdengar suara "crat-cret" yang ramai, dalam waktu singkat puluhan batang obor telah bermunculan di sanasini….
Rupanya di saku tiap anggota perkumpulan pengemis selalu membekal geretan api dan obor, mereka menamai obornya sebagai Cian-li-hwe (api seribu Li). Obor Cian-li-hwe hanya khusus terdapat pada perkumpulan pengemis, bukan saja obor itu tak takut embusan angin, tak takut curahan hujan, bahkan sepanjang waktu selalu menyala.
Dengan bermunculnya berpuluh obor, sekejap saja seluruh ruangan menjadi terang benderang lagi bermandikan cahaya.
Tatkala ruangan itu berputar sambil ambles ke bawah itulah, puluhan jago pengemis lantas cabut pentung bambu hijau mereka, dalam waktu singkat mereka membentuk sebuah barisan bambu hijau yang tangguh dan mengepung Siang-lin Kongcu kakak beradik di tengah.
Cemas dan marah Siang-lin Kongcu menghadapi peristiwa itu, setelah murid kesayangan ayahnya melakukan pengacauan, Toan-hong Kongcu menggunakan kesempatan itu menghasut para jago untuk memusuhi pihaknya, untuk memberi penjelasan juga sukar.
Kini semua orang sama melotot gusar ke arahnya, Siang- lin tahu sekalipun Tong-hong Kongcu tidak menantang duel juga orang lain takkan lepaskan dia dengan begitu saja.
Para jago keluarga Kim sekalipun dalam keadaan kacau dan berbahaya, namun mereka tidak lupa melindungi keselamatan Kongcu dan Siocia mereka. Beramai2 mereka mengelilingi Siang-lin berdua dan menghadapi musuh.
Barisan bambu hijau yang dipimpin langsung oleh Hong- jan-sam-kay itu jumlahnya mencapai delapan puluh satu orang, setiap orang bersenjata pentung bambu hijau.
"Rangkuman bunga teratai terbang terembus angin!" tiba2 si Pengemis Pemabuk mulai bersenandung.
"Hud-co (Budha) turun dari kahyangan!" sambung pengemis sinting Cu Liang. Bayangan pentung laksana hujan badai serentak memburu ke tubuh Sianglin Kongcu.
Baik Tiat-ih-hui-peng Pah Thian-ho maupun Tiat-pi-to- liong Kongsun Coh, keduanya sudah pernah merasakan kehebatan barisan pengemis itu ketika berada di bukit dua belas gua karang, cepat mereka membentak, telapak tangan segera menghantam menyambut datangnya ancaman. Puluhan jago lihay istana Kim lain serentak juga mengikuti jejak kedua pengawal baja dan melancarkan serangan.
Deru angin pukulan yang dahsyat disertai kilatan cahaya golok dan bayangan pedang serentak menerjang ke arah musuh, tapi begitu bentrok dengan bayangan pentung bambu yang berhamburan, seketika mereka berteriak kaget dan melompat mundur.
Rupanya Toan-hong Kongcu telah mengerahkan tokoh2 pengemis yang paling kuat, ditambah lagi barisan pentung bambu itu memang luar biasa perubahannya, maka jago2 istana Kim tak mampu membendung meskipun mereka juga tergolong jago pilihan.
Melihat musuh terdesak mundur, para jago pengemis segera mendesak maju lagi, diiringi nyanyian bersama "bunga teratai, bunga teratai …” bayangan pentung bambu yang kuat dan lebat terus membanjir menggulung musuh.
Pucat wajah Siang-ling Kongcu, bentaknya gusar: "Sahabat kaum pengemis, kalian terlalu menghina, maka jangan kalian salahkan Siang-lin bertindak kejam, lihat senjata rahasia!"
Serentak tangan kanannya diayun, desingan angin tajam seketika menyambar dengan gencar. Da bawah cahaya obor yang cukup terang, tampaklah berpuluh buah titik hitam bagaikan sekelompok kecapung menyanbar bersama ke tubuh kawanan pengemis itu.
Kiranya dalam keadaan terdesak, Siang-lin Kongcu telah menggunakan Cing-hu-piau.
Pengemis sinting Cu Liang tertawa, serunya: "Hehehe, Kongcuya ini memang baik hati, sekali turun tangan telah menyebar uang emas sebanyak ini buat kita!"
Meskipun ucapan itu diutarakan dengan seenaknya, tapi diam2 iapun merasa terkejut oleh kedahsyatan senjata rahasia musuh, menyaksikan tibanya cahaya hijau yang membawa desingan tajam, cepat ia melangkah ke samping untuk menggerakkan barisan, kemudian pentung bambunya dengan sepenuh tenaga menyabat ke depan. Beratus batang pentung bambu hijau serentak menciptakan dinding hijau yang sangat kuat.
"Tring, Tring!" suara dentingan menggema riuh, setelah desingan tajam menyambar lewat, terdengarlah dengusan tertahan beberapa kali.
Dalam sibuknya Pengemis Sinting sempat berpaling ke belakang, dilihatnya tidak sedikit anggota perkumpulannya terluka oleh sambaran am-gi tersebut.
Bukan begitu saja, malahan Pengemis Tuli Go Hua yang berada di sampingnya juga tergores wajahnya sehingga terluka panjang dan darah menetes dengan derasnya.
Sesungguhnya kepandaian Pengemis Tuli ini sama sekali tidak berada di bawah kemampuan Pengemis Pemabuk dan Pengemis Sinting, tapi berhubung telinganya tuli dan di tengah pertarungannya melawan musuh hanya mengandalkan ketajaman matanya saja, maka dalam keremangan yang diterangi beberapa puluh obor itu, dengan sendirinya penglihatannya jadi terpengaruh.
Selain itu Cing-hi-piau lain daripada Am-gi biasa, di bawah sistim pelepasan yang unik dari Siang-lin Kongcu, senjata rahasia itu bukannya meluncur ke depan, tapi melayang dari arah samping.
Dalam keadaan sama sekali tak terduga itulah tahu2 sebuah senjata rahasia musuh sempat menyerempet mukanya.
Karena tangan kirinya membawa obor, tangan kanan memegang pentung bambu. setelah pipinya terluka ia mengusap dengan lengan baju. Ia jadi murka melihat lengan baju berlepotan darah, ia meraung, segera ia mengerahkan barisan, puluhan pentung bambu terus menghantam Siang-Lin Kongcu.
Mendadak Siang-lin menghamburkan lagi segenggam Cing-hu-piau.
Pengemis Tuli terkejut, cepat ia putar pentungnya, dari menyerang terpaksa harus bertahan.
"Tring! Tring!" dentingan nyaring kembali berkumandang, belasan buah mata uang tembaga hijau menancap pada pentung bambunya, malahan tidak sedikit anggota pengemis yang berada di sebelahnya sama menjerit tertahan, jelas mereka sama terluka.
Barisan bambu hijau mengubah taktik, mereka mulai bergerak maju dan mundur selicin ular, ketika Pengemis Tuli melakukan gerak mundur, kawanan pengemis di bawah pimpinan Pengemis Pemabuk dan Pengemis Sinting segera melakukan penyergapan.
Jeritan ngeri berkumandang, beberapa orang jago lihay dari istana Kim terkena serangan dan tewas, bahkan pada saat yang sama puluhan pentung bambu serentak mengepung dan mengancam Hiat to penting di tubuh Siang-lin Kongcu kakak beradik.
Pucat wajah Siang-lin, sedangkan Kim Cay -hong menjerit kaget, tampaknya kakak beradik ini sukar melepaskan diri dari ancaman maut.
Entah bagaimana jalan pikiran Tian Pek, ia merasa tak tega membiarkan gadis yang cantik bak bidadari dari kahyangan itu mati konyol di tangan musuh.
Mendadak pemuda itu melambung ke udara, Bu-cing- pek-kiam terlolos, dengan jurus Sun-hong-cit-lui (angin puyuh kilat menyambar) ia terjang ke depan Kim Cay hong dan menangkis hujan serangan pentung bambu kawanan pengemis itu.
"Cring! Cring! Ting .... !" dentingan nyaring kembali menggema angkasa, belasan pentung bambu hijau yang mengancam si gadis cantik serentak terpapas kutung oleh pedang Tian Pek.
Sebagian besar kaum pengemis amat menyayangi pentungnya melebihi nyawa sendiri, keruan mereka menjerit kaget dan melompat mundur.
Lolos dari ancaman maut, Kim Cay-hong merasa jantungnya berdebar dan peluh dingin membasahi tubuhnya, ia menatap Tian Pek dengan sorot mata yang berterima kasih.
Tian Pek dapat merasakan betapa mesranya tatapan anak dara itu, wajahnya jadi merah jengah.
Mendadak terdengar pula suara desingan angin tajam yang santar, dengan bingung semua orang celingukan kian kemari, sekali ini serangan itu ternyata berhamburan dari atap rumah, bintik hijau bertaburan dari atas sehingga Sianglin Kongcu juga dapat diselamatkan.
Banyak orang yang tak sempat menghindar sergapan itu sehingga yang terluka dan tewas semakin banyak, malahan bukan melulu kaum pengemis saja yang diserang, banyak jago golongan lain ikut menjadi korban dari kerubutan musuh.
Semua orang menjadi gusar dan ingin mencari Siang-lin Kongcu dan melabraknya.
Tapi si penyebar senjata rahasia di atas atap rumah itu ternyata berkepandaian sangat tinggi, bukan saja senjata rahasia yang disebarkan itu melukai banyak orang, bahkan semua obor kaum pengemis itu ikut tertimpuk padam.
Suasana dalam ruangan kembali berubah gelap gulita, demikian gelapnya sampai lima jari sendiri pun tidak kelihatan. Jangankan orang lain, Tian Pek yang dapat memandang dalam kegelapanpun hanya mampu melihat secara samar2.
Di tengah kegaduhan dan kepanikan, dari atas atap sekali lagi barkumandang gelak tertawa seorang yang bersuara serak tua, katanya: "Sekarang kalian segera menentukan sikap, bagi mereka yang bersedia menjadi sahabat keluarga Kim, harap memberitahukan lebih dulu dan segera akan kuberitahu jalan keluarnya dengan ilmu gelombang suara.. Sebaliknya bila kalian tetap memusuhi istana Kim kami, apa boleh buat, terpaksa persilahkan kalian keluar dari barisan Set-ki nay tin ini menurut kemampuan kalian sendiri, asal kalian dapat meloloskan diri, pihak istana Kim niscaya takkan menghalangi, kalian boleh bebas berlalu dari sini. "
Belum habis perkataannya, cari-maki penuh kegusaran segera terlontar dan mulut orang banyak. Kun-goan-ci Sugong Ong dengan suara lantang lantas bcrseru: “Loji (saudara kedua), apakah pantas perbuatanmu ini terhadap teman lama?!"
Orang yang berada di atas atap ruangan itu ternyata adalah Cing-hu-sin Kim Kiu, ia tertawa ter-bahak2 dan berkata: “Sugong Cing, kutahu kau ini tak lebih hanya seorang Siaujin, manusia rendah yang licik dan berakal busuk, dengan Toa-lo-kim-wan palsu kau mencelakai diriku sehingga kedua kakiku jadi lumpuh, kemudian kau menghasut orang2 dari perkumpulan pengemis untuk mencuri mestika Pi-sui-giok-pik milikku, tindakan semacam itu apakah tidak lebih keji daripada membinasakan aku? Hahaha, sekarang kau bicara tentang teman lama segala. Terus terang kukatakan, tujuanku yang utama dengan tindakanku ini tak lain hanya untuk menghadapi kalau orang lain ikut terjebak di dalam Sek-ki-tay-tin ini boleh dibilang lantaran kau "
Betapa gusar kawanan jago lainnya setelah mendengar keterangan itu, rupanya mereka tak lebih hanya ikut menjadi korban persengketaan kedua keluarga itu.
Kian-kun-ciang In Tiong-liong juga lantas berseru lantang: "Jiko, bagaimanapun juga kau tak boleh mencelakai pula diriku di sini, ingatlah betapa akrabnya persaudaraan kita di masa lalu "
"Persaudaraan?" seru Cing-hu-sin Kim Kiu sambil tertawa ter-bahak2. "Hahaha, sejak belasan tahun berselang, hubungan persaudaraan itu sudah berakhir, bukankah kita masing2 telah bersumpah, sejak peristiwa berdarah itu, kita tidak saling kenal mengenaI lagi, semua hubungan telah tamat pada detik itu juga. Hahaha, tak tersangka dalam keadaan bahaya kau lantas panggil Jiko lagi padaku! Bicara terus terang, hari ini yang lain boleh kubebaskan, tapi kalian beberapa orang jangan harap bisa lolos dan sini " Pak-ong-pian Hoan Hui berdiri di samping Kian-kun- ciang In Tiong-long, ia lantas berbisik: "Suko, tak ada gunanya kita banyak bicara dengan dia, bayangkan betapa kejinya waktu dia menyusun rencana untuk membunuh Toako? Sekarang kita sudah terjebak, memohon ampun juga tiada gunanya, akan lebih baik kalau ”
Sampai di sini suaranya lantas lebih lirih lagi. Tapi Tian Pek kini dapat menangkap semua ucapan Pak-ong-pian Hoan Hui itu, didengarnya: " kita tawan anak setan tua
itu, dengan menyandera bocah itu kita dapat paksa dia ......
"
Jelas sekarang, rupanya Pak-ong-pian Hoan Hui mengusulkan kepada bekas saudara angkatnya agar menangkap Siang-lin kongcu dan kemudian menjadikan pemuda itu sebagai sanderanya, dengan begitu mereka dapat memaksa Cing-hu-sin untuk menyerah dan membuka perangkap rahasianya untuk melepaskan mereka semua.
Selain itu, dari pembicaraan mereka tadi Tian Pek dapat menarik kesimpulan bahwa Cing hu-sin Kim Kiu yang merencanakan pembunuhan terhadap ayahnya, kemudian mereka berenam turun tangan bersama dan membagi barang rampasan secara merata, lalu bubar dan tidak saling mengenal lagi….
Darah seketika bergolak dalam dada pemuda itu, ia jadi benci bercampur gemas, ingin sekali ia cari musuh besar itu dan mencincang tubuhnya jadi berkeping2 .
Sementara Tian Pek termenung, tiba2 ia merasa ada sabuah tangan halus dan hangat memegang tangannya, menyusul mana ia lantas mencium bau harum, sebelum ia sempat berpikir, tangan yang yang halus dan hangat itu telah menariknya menuju ke sudut ruangan. Kontan sekujur badan Tian Pek bergetar keras, ia merasa seperti ada aliran hawa panas yang merembes lewat ujung jari orang meresap ke setiap syaraf di tubuhnya, di tengah kegelapan ia tak tahu musuhlah atau temankah yang menggandeng tangannya, tapi anak muda itu tidak melawan, ia mengikut saja ke manapun dia ditarik ......
Setelah mengitar beberapa kali, di tengah kegelapan lapat2 Tian Pek dapat menyaksikan berpuluh sosok bayangan manusia sedang saling berdesakan kian kemari, di sana-sini terdengar bentakan gusar den caci maki serta saling tonjok, rupanya para jago yang terjebak dalam ruangan itu telah saling menyerang sendiri secara membabi- buta, suasana seketika bertambah kacaubalau.
Meskipun pandangan Tian Pek belum pulih kembali dalam kegelapan, tapi secara di bawah sadar ia menduga orang yang menggandeng tangannya itu pasti Kanglam-te- it-bi-jin Kim Cay-hong adanya.
Terdorong oleh suatu perasaan aneh, ternyata pemuda itu tak tega untuk menolak ajakan tersebut, meski tidak tahu kemana dia akan diajak pergi, dan apa pula maksud tujuan anak dara itu?
"Blang! Blang" di tengah suara gemuruh ruangan itu terus berputar dan tenggelam makin cepat, begitu kencang putarnya hingga sebagian orang yang terjebak di situ tak mampu berdiri tegak lagi, banyak yang terlempar dan jatuh terguling banyak pula yang merasa kepalanya jadi pusing, mata berkunang2 dan akhirnya roboh tak sadarkan diri.
Sementara itu, dengan dituntun tangan yang halus dan hangat itu Tian Pek telah memasuki sebuah pintu sempit, setelah berbelok baberapa kali mereka menembus ke sebuah lorong di bawah tanah. Tempat berpijak tidak berputar bahkan ia merasa mulai mendaki undak2an batu, jelas ia telah lolos dari jebakan Sok-ki-tay-tin tadi.
Suasana dalam lorong itu tetap gelap gulita tak nampak sesuatu apapun, untungnya pandangan Tian Pek sudah terbiasa setelah sekian lama terjebak di tempat yang gelap, lapat2 ia dapat menangkap bayangan punggung orang yang menggandeng tangannya, ditinjau dari tubuhnya yang langsing tak diragukan lagi orang ini pasti Kim Cay-hong.
Beberapa kali Tian Pek bermaksud melepaskan gandengannya, tapi entah apa sebabnya, setiap kali niat itu selalu dibatalkan, beberapa kali ia hendak bertanya akan diajak ke manakah dirinya, tapi setiap kali pula maksud itu diurungkan. Ia merasa nyaman bergandengan tangan dengan gadis yang cantik itu.
Entah sudah berapa jauh mereka berjalan, akhirnya ia mendengar suara "blang" yang keras, agaknya sebuah pintu batu telah didorong terbuka. Menyusul Kim Cay-hong lantas menarik tangannya dan melompat keluar dari lorong tersebut.
Kiranya mereka muncul di tengah gardu sebuah gunung2an di tengah taman, tertampak bangunan indah dan aneka warna bunga yang menyiarkan bau harum, rembulan bersinar dengan terangnya di langit.
Di bawah cahaya bulan purnama, Kim Cay hong tampak jauh lebih cantik dan menawan hati, dengan tertawa manis ia berkata: "Untung aku mengetahui jalan keluar lewat lorong rahasia tadi, kalau tidak niscaya kita akan mengalami nasib yang sama dengan mereka!"
Hangat perasaan Tian Pek merdengar Kim Cay-hong mengistilahkan "kita" bagi mereka berdua, segera ia bertanya: "Apakah mereka akan tenggelam ke dasar bumi? Masa ruangan ini tak dapat bergerak naik lagi ke permukaan tanah?"
Kim Cay-hong tersenyum manis, ditatapnya wajah Tian Pek dengan pandangan mesra, lalu sahutnya: "Aku sendiripun kurang jelas, hanya waktu kecil pernah kudengar dari ayahku bahwa ruang tengah itu telah dilengkapi sebuah alat jebakan yang bernama Sek-ki-tay-tin, asalkan tombol rahasianya ditekan. maka ruangan itu akan tenggelam ke dasar tanah dan selamanya tak akan muncul kembali, bila mereka terjebak dalam ruangan tersebut, kendatipun ilmu silatnya sangat lihay, selamanya akan terkubur di situ. "
"Ah, aku tidak percaya dengan perkataanmu!" tiba2 Tian Pek menjengek.
Kim Cay-hong melangkah maju dua tindak, serunya dengan kurang senang: "Jadi kau kau anggap aku membohongi kau?"
"Hahaha ...."Tian Pek bergelak tertawa. "Bukankah engkohmu dan jago2 keluarga Kim masih terjebak di sana, masa merekapun akan menemani musuh dan terkubur selamanya di situ?"
Kim Cay-hong tertawa cekikikan mendengar perkataan itu, sahutnya: "Tentu saja engkohku tidak akan bertindak sebodoh itu, tentu iapun mengetahui lorong rahasia yang menembus keluarl"
"Tapi, sampai kini engkohmu belum lagi ikut keluar bersama kita."
Tanpa sadar Tian Pek menggunakan pula istilah "kita", istilah yang terasa mesra sekali, kontan saja air mukanya jadi merah, jantungnya berdebar dan kata2nya terputus.
Makin manis senyum Kim Cay-hong. dengan wajah berseri ia menerangkan: "Lorong rahasia yang terdapat di seputar alat jebakan Sek-kitay-tin bukan cuma satu ini saja, jalan tembusnya juga tidak melulu berada di sini saja, sekali orang salah langkah dalam ruangan yang berputar kencang itu, maka selamanya dia tak akan mampu memasuki lorong rahasia sempit yang hanya bisa cukup dilewati satu orang saja itu "
"O, sungguh tak tersangka istana Kim yang tersohor di dunia persilatan ternyata sudi menggunakan alat jebakan yang rendah dan memalukan ini untuk mencelakai orang," seru Tian Pek dengan nada kesal. “Hitung2 aku Tian Pek telah merasakan sampai di manakah kelicikan manusia istana Kim. Baiklah, selama gunung tetap menghijau, kita pasti berjumpa lagi di lain waktu. Selamat tinggal !”
Tanpa menunggu jawaban Kim Cay-hong, dengan langkah lebar Tian Pek lantas berlalu.
Pucat wajah Kim Cay-hong mendengar perkataan itu, untuk sesaat dia berdiri tertegun, setelah Tian Pek berlalu ia baru merasakan hatinya sakit bagai di iris2, tak tahan lagi ia menangis dan memburu ke arah pemuda itu sambil berseru: "Kau...... kau jangan pergi "
Ketika merasakan angin menyambar dari belakang, Tian Pek mengira Kim Cay-hong dari malu nenjadi gusar dan akan menyerangnya, cepat dia mengegos sambil menghantam ke belakang.
Tapi segera dilihatnya si nona sama sekali tidak menghindar atau berkelit, dengan tangan terpentang dan dada membusung sedang menubruk ke arahnya
Setelah pukulan dilancarkan baru Tian Pek tahu Kim Cay-hong tidak bermaksud menyerangnya melainkan cuma menubruk ke dalam pelukannya, dalam keadaan demikian sekalipun Tian Pek berhati keras bagai baja, luluh juga hatinya. Maka cepat ia berusaha menarik kembali pukulannya. Tapi sayang, sudah terlambat, meskipun sebagian besar tenaga pukulannya dapat ditahan, tapi sebagian kecil tetap mengenai dada si nona.
Kim Cay-hong mengeluh tertahan, badannya yang menubruk ke depan tergetar sempoyongan, lalu roboh terkapar............
Cepat Tian Pek melompat maju dan merangkul tubuh Kim Cay-hong sebelum roboh, dipeluknya nona itu erat2, sekalipun dalam keadaan gugup dan panik serta tidak sengaja, tak urung berdebar juga jantungnya.
Pucat wajah Kim Cay-hong, alisnya bekernyit, bibirnya terkatup rapat dan dada naik-turun, rupanya tidak enteng luka dalam yang dideritanya.
Tian Pek cemas dan sedih, ia menyesal telah melukai gadis cantik itu, bisiknya dengan tergagap: "Nona nona
Kim, aku ... aku tidak sengaja melukai dirimu. aku
tak sengaja ”
Kim Cay-hong membuka sedikit matanya, melihat tubuh sendiri berada dalam pelukan Tian Pek dan anak muda itu seperti anak kecil yang berbuat salah sedang minta ampun, maka terhiburlah hatinya, bisiknya dengan napas tersengal: "Aku….. aku tak me............ menyalahkan dirimu............
asal......asal engkau tahu perasaaanku. maka............
maka…. cukuplah….”
Kepala Tian Pek seperti mendengung demi mendengar perkataan itu, akhirnya kejadian yang paling ditakuti berlangsung juga, nona cantik yang dilukainya tanpa sengaja ini bukan saja tidak dendam atau benci padanya, sebaliknya malahan mengucapkan kata2 yang mesra, bukankah semua ini sudah cukup gamblang. Dia, si nona, telah jatuh cinta padanya, sedangkan dia sendiri mengetahui bahwa anak dara itu adalah puteri musuh, puteri pembunuh ayahnya, dapatkah ia menerima cinta itu?
Namun sekarang kesadarannya, dendamnya, rationya, semuanya sudah lenyap, ia tak dapat membohongi diri sendiri, jelas iapun jatuh cinta pada nona cantik ini.
Sementara itu Kim Cay-hong kelihatan tambah gawat, setelah mengucapkan beberapa patah kata tadi, ia tak dapat mengendalikan pergolakan darah di dadanya, darah segar segera merembes keluar dari mulutnya.
Tian Pek menjerit kaget, tanpa pikir lagi dipeluknya tubuh Kim Cay-ho g lebih erat, tangan kanannya secepat kilat menutuk tiga Hiat-to penting di tubuh anak dara itu, kemudian telapak tangannya ditempelkan pada Ki-bun-hiat di depan dada Kim Cay-hong.
Ketika telapak tangannya menempel dada si nona, Tian Pek merasa ujung jarinya menyentuh sesuatu yang kenyal, seperti kena listrik, sekujur badannya bergetar keras, darah bergolak, hampir saja ia tak mampu mengendalikan diri…..
"Oou ..... !" entah kesakitan, entah keluhan puas, itulah suara Kim Cay-hong ketika tangan pemuda itu menempel dadanya yang montok itu.
Tian Pek tersentak sadar dan sedapatnya menahan gejolak napsu setan, cepat ia kerahkan hawa murni dan disulurkan melalui telapak tangannya ke tubuh si nona.
"Nona Kim," bisiknya lirih, "kusalurkan tenaga dalam untuk mengobati luka nona, harap nona salurkan pula hawa murnimu untuk mengiringi ….”
Kim Cay-hong membuka matanya dan mengerling manja ke arah pemuda itu, tapi ia tidak bersuara, ia menurut dan mengiringi hawa murni yang disalurkan Tian Pek itu.
Melalui jalan darah Ki-bun-hiat, aliran hawa panas, bergerak menembus Sam-ciat-hiat, dari situ bergerak turun ke bawah mencapai pusar, kemudian bergerak pula menembus bagian bawah tubuh, dalam waktu singkat badannya jadi segar kembali, malahan rasa sakit di dadanya seketika lenyap pula.
Ia merasa tangan Tian Pek yang hangat itu mulai bergerak meraba dadanya, kemudian pelahan bergerak turun ke bawah dan ke bawah kecuali merasakan tubuhnya jadi segar, Kim Cay-hong juga merasakan pula rasa gatal2 geli, semacam perasaan yang belum pernah dialaminya.
Kim Cay-hong tak tahan lagi, ia bergeliat dan rada gemetar, mukanya yang pucat seketika berubah menjadi merah membara............ .
"O ... " Kim Cay-hong mengeluh tertahan dengan mata terpejam seperti orang mengigau: "Mulai sekarang, aku tak mau kau panggil nona Kim "
"Lalu harus kupanggil apa?" tanya Tian Pek dengan samar2 seperti orang mabuk.
"Panggil aku adik Hong "
Pikiran Tian Pek semakin hanyut dan lupa daratan, melupakan sakit hatinya, ia menurut dan memanggil: "Adik Hong. "
“O, engkoh Tian engkau sangat baik . ,." keluh Kim
Cay-hong lagi sambil tarik napas panjang.
Kim Cay-hong, gadis perawan keluarga Kim yang termashur, puteri pujaan seorang tokoh persliatan, nona yang kecantikannya tiada bandingannya dan mendapat predikat Kanglam-te-it-bi-jin saat ini sedang dibuai asmara dalam pelukan seorang pemuda musafir, merasakan kebahagian orang hidup, kebahagiaan yang tak pernah dialami sebelumnya, pelahan ia memejamkan matanya dan tenggelam dalam mimpi.