Golok Hallintar (Thio Sin Houw) Jilid 18
Jilid 18
Bukan main kagetnya Ceng Jie melihat saudaranya terancam bahaya maut, segera ia menghantam Sin Houw dengan tongkatnya. Bidikannya mengarah kaki kanan, Biasanya, tidak perduli siapa saja, akan roboh begitu kena terhantam tongkatnya yang disertai tenaga dahsyat .
Akan tetapi Sin Houw tertawa. ia bergerak cepat menyambar seorang dan digunakan sebagai perisai!
Untuk kedua kalinya Ceng Jie terkejut, ia yakin, Sin Houw tidak mempunyai kesempatan lagi untuk mengelak. Diluar dugaannya, Sin Houw menyambar seseorang untuk dibuatnya perisai. ia memaki didalam hati, Dengan mati matian ia berusaha menarik pukulannya, Karena tidak mungkin lagi, ia hanya dapat membuang tongkatnya kesamping.
"Toako, awas!" teriaknya bersakit hati apabila melihat tongkatnya terbang mengarah ke dada kakaknya tertua.
Ceng It melihat berkelebatnya senjata adiknya. Dengan terpaksa ia menangkis . Tombaknya dilintangkan Dan kedua senjata itu saling bentur sangat nyaring, Api meletik bagaikan kembang api yang kuncup padam.
Selagi mereka berdua sibuk, Sin Houw menerjang Ceng Sie dengan tusuk sanggulnya. seperti seekor ular hendak memagut musuhnya, tusuk sanggul Cie Lan berkilauan didepan mata, membuat Ceng Sie terbang semangatnya.
Terpaksa ia mundur sambil melintangi cemeti rantainya, Dengan mati-matian ia mengadakan pembelaan, tetapi serangan Sin Houw saling susul dan merangsak terlalu cepat, Tusuk sanggul itu seakan-akan berkilauan menebarkan puluhan butir permata yang menyilaukan matanya.
Sekarang barulah ia sadar betapa hebat senjata istimewa itu. Ke mana saja ia bergerak dan berpaling tusuk sanggul itu tiba-tiba saja sudah berada didepan kelopak mata, Bagaimana kalau tiba-tiba saja menusuk biji matanya? Benar-benar mengerikan!
Dua kali tusuk sanggul itu menyentuh kelopak mata, untunglah, masih bisa ia menolong diri oleh kesebatannya, Tetapi semangatnya telah terbang. Tiba-tiba saja ia dihinggapi perasaan takut luar biasa, itulah kejadian untuk yang pertama kalinya sepanjang hidupnya.
Karena kehilangan semangat, ia jadi kehilangan pengamatan diri, Gerakan pembelaan diri jadi kacau. Dengan asal jadi saja, ia membalingkan cemeti rantainya untuk mengusir rangsakan lawan. Akan tetapi Sin Houw seperti tidak memperdulikan daya usahanya. sehingga dalam keadaan terdesak, akhirnya ia melepaskan cemeti rantainya kemudian cepat-cepat ia menutup kedua matanya dengan tangan. Setelah itu dengan hati panas dingin, Ceng Sie
bergulingan di lantai dengan kedua tangannya tetap menutup mata, ia memang bisa menyelamatkan matanya, akan tetapi tak dapat mengelakkan hantaman tangan Sin Houw. Tahu- tahu pinggangnya terasa nyeri, dan ia roboh terjerembab tak berkutik lagi.
Ceng Sie terkenal dengan cemeti rantainya sejak puluhan tahun yang lalu, Belasan kali ia merobohkan lawan-lawannya, baik diatas panggung adu kepandaian maupun didalam perkelahian, bahkan ia pernah merobohkan duabelas orang sekaligus, dalam suatu pertandingan yang menentukan. Hal itu terjadi, tatkala ia terlibat dalam suatu perkelahian mati- hidup dengan kawanan garong yang bermukim di dekat gunung Bu-tong san sebelah timur.
Dan sejak itu, namanya terkenal disegala penjuru, dihormati dan disegani orang, Tapi kali ini ia menumbuk batu, siapapun tak menduga, bahwa dia bakal roboh dengan mudah sekali ditangan seorang muda yang baru saja muncul dalam pergaulan. Tak mengherankan seluruh keluarga Cio-liang pay yang menyaksikan peristiwa itu, heran dan kaget setengah mati, Bagaimana mungkin! Tetapi kenyataannya memang demikian. siapapun tak dapat mengingkari !
Lauw Tong Seng tidak terkecuali. setelah tertegun keheranan, ia sekarang yakin akan kepandaian adik seperguruan itu. Gerakan tangannya benar-benar aneh. suatu gerakan tangan yang belum pernah dilihatnya. Dari siapakah ia memperoleh kepandaian itu? pastilah adik seperguruannya itu pernah menerima warisan sakti dari seseorang. Tapi siapa? siapa lagi kecuali gurunya?
Tentu saja Ciu San Bin dan Cie Lan belum dapat berpikir sejauh itu. Mereka hanya yakin, bahwa Sin Houw berkepandaian tinggi. Nyanya, dia bisa unggul. Dan menyaksikan hal itu, mereka berdua girang sekali. Begitu girang, sampai mereka bersorak tak terasa. Giok Cu dan ibunya lain pula kesannya, Meskipun mereka ikut bersyukur didalam hati, namun tak berani menyatakan rasa syukur itu dengan terang-terangan, Mereka sudah terlalu lama kena larangan dan terkekang kemerdekaannya, sama sekali mereka tak berani memperlihatkan rasa girangnya bahkan diwajahnya pun.
Bagi Sin Houw sendiri, inilah pengalamannya untuk yang pertama kalinya berlawanan dengan tokoh-tokoh kenamaan . itulah sebabnya, ia bertempur dengan penuh semangat. ia bersungguh-sungguh dan sama sekali tak bersegan-segan, sebab menyadari akan mengalami bencana apabila lalai sedikit saja.
Setelah merobohkan Ceng Sie dan Ceng Go, Sin Houw beralih kepada Ceng Jie, Kembali lagi ia menggunakan kegesitannya untuk mengancam kedua mata si berangasan dengan membalingkan tusuk sanggul Cie Lan, Dan didesak secara demikian, Ceng Jie kelabakan seperti dua saudaranya tadi.
Ceng It kali ini tidak tinggal diam melihat adiknya terancam bahaya.
segera ia mendorong salah seorang muridnya yang rebah melintang didepannya keluar gelanggang. Ceng Sam yang berada didekatnya, mengerti kehendak kakaknya yang ingin membangun lagi pertahanan Ngo-heng tin. setelah murid muridnya yang rebah merintang tiada lagi, ia berusaha untuk mengadakan garis pembelaan, meskipun sudah kehilangan dua orang anggauta.
Tentu saja Sin Houw tidak sudi memberikan kesempatan. Terus menerus ia menyerang Ceng Jie dengan senjatanya yang istimewa. Dengan demikian usaha Ceng Sam untuk membangun garis pertahanan Ngo-heng tin selalu gagal. Dan Ceng It dengan kedua saudaranya menjadi kebingungan. Ceng Jie kemudian terhajar pundaknya.
Bukan main panas hati Ceng Sam, serentak dia menghantarkan gadanya ke arah punggung, Dan Ceng It membarengi dengan menusukkan tombaknya dari depan - Ceng Jie yang sudah kena pukulan, barusaha pula mengimbangi usaha kedua saudaranya dengan sebisa- bisanya. ia tahu betapa pentingnya usaha membangun kembali pertahanan Ngo-heng tin, itulah satu-satunya cara perlawanan yang bisa diharapkan.
Sin Houw mengelakkan serangan kedua lawannya. Dan ia tetap menyerang Ceng Jie yang sudah kena di gempurnya.
Tapi garis pertahanan ilmu Ngo heng tin memang hebat. sekalipun anggautanya tinggal tiga orang, namun masih terasa keangkerannya. Mau tak mau, Sin Houw terpaksa mengandalkan kecepatannya bergerak. Tubuhnya berkelebatan bagaikan bayangan. Dan tiba-tiba ia menyelipkan tusuk sanggul Cie Lan pada rambutnya, kemudian lompat tinggi diudara, tangannya menyambar palang atap. Dan ia bergelantungan seperti seekor kera.
Ceng it bertiga tadi mengimbangi kecepatan lawannya dengan gerakan yang cepat pula, Tubuh mereka berputar putar dari tempat ke tempat. seluruh perhatian mereka dipusatkan untuk memburu lawan. Tahu-tahu lawan lenyap dari pengamatan mereka. selagi mereka melayangkan pandang untuk mencari, tiba-tiba serangkum angin turun bergelombang.
Mereka kaget dan cepat cepat mundur. pengalaman mereka mengkisiki bahwa itulah angin bergelombang yang mengandung serangan berbahaya. Tahu-tahu Ceng Jie dan Ceng Sam menjerit dengan berbareng, Beberapa butir bola timah menghantam mereka berdua, dan mereka berdua roboh terkulai diatas lantai.
Gugup Ceng It melompat mendekati kedua saudaranya. hendak memberi pertolongan, selagi membungkuk, gelombang angin terasa datang menyerang. ia adalah orang yang tertua. Kecuali sudah berpengalaman, kepandaiannya jauh melebihi semua saudaranya. Maka dengan gesit ia memutar tombaknya, dan belasan butir timah kena ditangkisnya. "Hm! jangan kau kira bisa mengumbar adat." bentaknya, "Apakah kau kira aku bisa kau roboh kan dengan senjata rahasia? Hm, jangan bermimpi!"
Khawatir kalau Sin Houw terus-menerus memberondongkan senjata rahasianya, ia tetap memutar- mutar tombaknya yang digunakan sebagai perisai dan alat pemukul. Diluar dugaan, tiba-tiba tangannya bergetar. Rombaknya serasa tersangkut pada sesuatu kaitan yang kuat, Kaget ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk merenggut.
Tapi kaitan itu sama sekali tak bergeming, Bahkan diluar dugaannya tangannya tak kuasa lagi memegang tangkai tombak. Kembali ia terkejut, Dan pada saat itu, mendadak saja ia kehilangan pegangan, Gugup ia lompat ke samping, Kedua tangannya diangkatnya, berbareng untuk melindungi dada dan mukanya. Kemudian ia mundur beberapa langkah untuk memperoleh penglihatan.
Dan, ternyata tombaknya kena terampas anak muda itu. Betapa dahsyat tenaganya tak dapat diingkari lagi sehingga dapat merampas tombak yang berada dalam genggamannya. Namun ia tak sudi menyerah. Dengan kuatkan diri, ia berteriak menantang:
"Kau ingin menggunakan tombakku? silahkan ! Aku Ceng It belum pernah mundur walau selangkah!"
Dengan tertawa, Sin Houw turun ke lantai seraya membawa tombak rampasannya, sebentar ia menggerakkan tombak rampasannya seakan-akan hendak menusuk atau menikam. Tiba-tiba ia berseru:
"Susiok, lihat!"
Dengan sekali ayun, tombak yang berada didalam genggamannya melesat. Ceng It kaget setengah mati, Dengan putus asa, ia menggerakkan badannya untuk mencoba mengelak. Diluar dugaan, tombak itu bukan membidik dirinya, tetapi lewat disamping kepalanya dan lalu membenam pada tiang agung. Hebat tenaga lontaran Sin Houw. Tombak itu sampai membenam memasuki tiang, Tangkainya meraung bergetaran. Gedung seakan-akan mau roboh berantakan. Dan genting diatas rontok berhamburan. Tak mengherankan, banyak diantara hadirin lari berserabutan karena takut kerobohan dinding.
Ceng It berdiri terpukau. semangatnya runtuh sekaligus. Lesu dan putus asa. Dan pandang matanya lantas saja menjadi kuyu, Betapa tidak? Kalau saja tombak itu diarahkan kepadanya, sanggupkah ia mengelakkan diri atau menangkisnya? Maka tahulah dia, bahwa Sin Houw bermaksud baik kepadanya. ia diampuni. Alangkah menyakitkan hati! Rasanya lebih baik mati daripada terhina demikian.
Lauw Tong Seng mengenal jurus itu dengan baik, karena merupakan ilmu kebanggaan kaum Hoa-san pay. Gurunya menurunkan jurus itu kepada muridnya, apabila tenaga himpunannya sudah memenuhi syarat-syarat tertentu. ia pun mewarisi jurus itu, akan tetapi tenaga dalamnya tidaklah sebesar adik seperguruannya itu, Maka terasa ia berteriak kagumi.
"Sutee! Benar-benar sempurna timpukkanmu, Mataku kini benar-benar baru terbuka "
Sin Houw menoleh, ia tertawa, Kemudian melemparkan pandang kepada Ceng It yang berdiri murung, Dengan rasa pahit pendekar kawakan itu terpaksa menelan kenyataan. Empat saudaranya telah terkapar rebah didepannya, Mau apa lagi? Murid-muridnya pun tergeletak malang-melintang pula, Tiba- tiba saja timbullah niatnya hendak membunuh diri, Akan tetapi suatu pikiran menusuk benaknya:
"Hari ini aku benar-benar runtuh habis-habisan, Akan tetapi, aku tidak boleh membiarkan kekalahan ini tak terbalas. Aku memang sudah tua, namun bukankah aku bisa mendidik murid-muridku untuk membangun keangkaran ilmu Ngo-heng tin yang tiada keduanya di dunia ini?" Oleh pikirannya itu, ia dapat bernapas lebih lapang. Lalu berkata lantang kepada Lauw Tong Seng:
"Kau boleh membawa emasmu!"
Waktu itu Sin Houw sedang datang mendekati kakak seperguruannya, setelah melihat Ceng It termenung kehilangan semangat tempurnya, ia mencabut tusuk sanggul yang berada dirambutnya, kemudian dikembalikan kepada Cie Lan, Gadis itu menerima dengan hati girang, Dan pada saat itu ia mendengar ucapan Ceng It, Tapi karena sasaran ucapannya kepada Lauw Tong Seng, ia tidak menghiraukan.
Dengan penuh perhatian ia mengawasi gerakan tangan Cie Lan mengenakan tusuk sanggulnya.
Ciu San Bin kemudian memunguti kepingan emas yang bertebaran di atas lantai. sementara Ceng It menghampiri Ceng Go yang terkena senjata rahasia Sin Houw, seluruh anggauta badannya lumpuh tak bergerak, kecuali sepasang biji matanya yang bergerak-gerak dengan rasa penasaran. Ceng It mencoba menolong, Namun sekian lamanya ia berusaha, tetap ia tak berhasil membebaskan totokan Sin Houw.
Karena merasa penasaran, ia mencoba mengulangi terhadap ketiga adiknya yang lain yang juga terkena totokan Sin Houw, Namun tetap ia tidak berhasil, Akhimya ia mengakui, bahwa ilmu kepandaian Sin Houw benar-benar berada diatasnya. Hendak ia minta tolong, tapi hatinya segan. Kemudian ia mengawasi Giok Cu agar mau menjadi orang perantara.
Giok Cu kenal watak pamannya itu, ia berpura-pura tidak mengetahui. Malahan membuang pandang kesamping, Keruan saja orang tua itu mendongkol setengah mati, ia mendeham, dan oleh deham itu, mau tak mau Giok Cu terpaksa menoleh. Menegas:
"Apakah supeh memanggil aku?"
"Anak kurang ajar!" Ceng It memaki didalam hati, Tapi demi menolong saudara-saudaranya, meskipun mendongkol terpaksa ia berkata:
"Giok Cu, coba mintakan kesediaan sahabatmu, agar menolong paman-pamanmu."
Giok Cu bangkit dari kursinya dan mencibirkan bibirnya. "Baiklah, Akan kukatakan kepadanya. Hanya saja, jangan
supeh main paksa lagi." setelah berkata demikian, ia mendekati Sin Houw, Berkata merendah:
"Sin koko. Supeh meminta kepadamu agar sudi menolong paman-paman yang lain, Kau mau, bukan?"
Sin Houw manggut, jawabnya:
"Tentu saja, Tiada niat dalam hatiku, hendak membunuh paman pamanmu.
Kalau aku menyerang mereka, semata-mata karena terpaksa. Biarlah kutolongnya."
Berkata demikian, Sin Houw bergerak hendak menghampiri. Diluar dugaan, Lauw Tong Seng mencegahnya. Kata kakak seperguruannya itu:
"Sutee, kau benar-benar tak mengerti urusan dagang, pada waktu ini, adalah kesempatan sebagus-bagusnya untuk menaikkan harga barang. Untuk menjual tenagapun rasanya cukup berharga pula. Apakah tenagamu sama sekali tiada upahnya?"
Sin Houw tahu, Lauw Tong Seng jemu terhadap sepak terjang keluarga Cio liang pay. Dia sendiri tak begitu mendendam, mengingat Shiu Shiu dan Giok Cu termasuk keluarga Cio-liang pay juga . Namun, tak dapat ia mengabaikan kedudukan kakak seperguruannya.
"Suheng, aku adalah adikmu. sudah semestinya aku tunduk dan patuh kepada setiap kata-katamu."
Lauw Tong Seng tertawa puas, Katanya:
"Keluarga Cio-liang pay sudah sejak puluhan tahun membuat resah penduduk. Mereka menjadi lintah darat yang menghisap darah rakyat jelata, Mereka seakan-akan keluarga tuan tanah, yang membuat diri mereka majikan atas sekalian penduduk. Tak ada serumpun keluarga pun yang dibiarkan hidup merdeka diwilayahnya.
Didalam dua hari ini, aku berkesempatan berbicara dengan penduduk. Mereka muak dan mual terhadap kelakuan keluarga Cio-liang pay, yang sewenang-wenang, Karena itu jika kau hendak menolong mereka, ingatlah akan nasib rakyat. Mintalah uang dan beras sebagai upahnya. Dan uang serta beras itu kau berikan kepada penduduk untuk meringankan beban hidup mereka.
Sin Houw manggut membenarkan. ia percaya kata-kata Lauw Tong Seng tentang penderitaan rakyat, ia sendiri pernah menyaksikan pengalaman demikian - ketika mula-mula hendak mengunjungi tempat tinggal keluarga cip-liang pay. Mereka bersikap bermusuhan. Hanya saja mereka takut terhadap kekuasaan Cio-liang pay.
Dengan mata kepala sendiri, ia menyaksikan betapa bengis sepak terjang Kun Jie tatkala mengusir petani yang datang untuk minta keadilan.
"Benar, Memang keluarga Cio-liang pay sudah lama menindas rakyat," akhir ia berkata perlahan. "Hanya saja apa yang harus kulakukan terhadap mereka?"
"Bukankah aku tadi sudah menyinggung tentang upah jasa dan tata tertib perdagangan?" sahut Lauw Tong Seng seraya mengelus janggutnya, "Pendek kata kau harus menuntut upah jasa..."
"Upah jasa bagaimana?" tanya Sin Houw tidak mengerti. "Sutee, sekarang aku telah memperoleh nilai harga yang
pantas. Upah menolong tiap jiwa seharga empat ratus pikul
beras putih." jawab Lauw Tong Seng.
"Dan mereka yang butuh pertolongan berjumlah empat orang. Artinya seribu enamratus pikul beras!" seru Sin Houw. "Benar!" sahut Lauw Tong Seng kemudian menoleh kepada Ceng It, dan menambahkan perkataannya:
"Empat adikmu kini dalam keadaan setengah hidup, esok pagi hendaklah kau sediakan beras sebanyak seribu enam ratus pikul itu. Bila tiruangannya tepat, keampat adikmu baru kita tolong, Kalau tidak, silahkan kau rawat sendiri. Hendaklah kau ketahui, bahwa beras sebanyak itu bukan untuk kepentingan pribadi kami sendiri, tetapi hendak kubagikan kepada penduduk yang sudah lama kau isap darahnya!"
Ceng it tak berani berkutik. ia benar-benar seperti seorang persakitan menunggu keputusan pengadilan. Meski-pun hatinya memaki setinggi langit, ia terpaksa mengangguk menyetujui. Tetapi ia masih mencoba:
"Tapi dalam waktu sesingkat ini, bagaimana caraku dapat mengumpulkan beras sebanyak itu? Paling banyak persediaan kami hanya ada tujuhpuluh atau delapanpuluh pikul."
"Maaf!" kata Lauw Tong Seng, "Keputusanku ini sudah tak dapat dirobah lagi. Namun mengingat kau adalah paman gadis itu, biarlah kuperkenankan main cicil-cicilan."
"Cicilan bagaimana?" Ceng It menegas dengan suara mendongkol.
"Bila esok kau bisa mengumpulkan empat ratus pikul beras putih, adikku akan menolong menyadarkan salah seorang adikmu. Bila kau mampu mengumpulkan delapan ratus pikul, adikku akan menolong menyadarkan dua orang, tapi seumpama kau baru bisa mengumpulkan sisanya dalam waktu satu bulan yah, kita tunda satu bulan. Kalau kau
minta mundur tiga bulan atau setengah tahun atau satu tahun, boleh saja, percaya lah, adikku pasti akan datang menolong pada waktu penglunasan itu, Dia tidak bakal mempermainkan jiwa adik-adikmu, Bagaimana?"
Bukan main masgulnya hati Ceng it katanya didalam hati:
"Keempat adikku benar-benar lumpuh. Tak dapat lagi mereka menunggu waktu setengah bulan lagi, sekarang ia menyediakan waktu pengunduran sampai setahun. Hm, bangsat benar! Bukankah kau menghendaki mampusnya keluarga Cio liang pay? Hm,.. rupanya aku benar-benar tidak diberinya kesempatan bernapas. Apa boleh buat, Biarlah, esok pagi kuusahakan untuk memenuhi. Kalau mereka sudah tersadar kembali, keluarga Cio-liang pay pasti mampu menuntut balas!"
Oleh pertimbangan itu, dengan hati berat Ceng It manggut seraya berkata:
"Baiklah, Esok hari, beras yang kau minta akan kami penuhi."
Lauw Tong Seng tertawa senang. sahutnya:
"Akh, benar-benar kau seorang tengkulak yang mengerti ilmu dagang, Bagus, sejak hari ini aku akan selalu berhubungan denganmu untuk mencari barang dagangan yang bagus I"
Ceng It tidak menghiraukan, dan Sin Houw kemudian mendekati Shiu Shiu, ia membungkuk hormat dan minta diri, ia percaya, Ceng It tidak akan mengusiknya, karena masih membutuhkan pertolongannya.
"Mari kita beristirahat dulu...!" kata Lauw Tong Seng mengajak.
Berempat mereka segera meninggalkan gedung itu dengan membawa emas perbekalan. Hati mereka girang bukan main, dan bersyukur kepada kemurahan Tuhan, Dengan langkah tenang, mereka kembali ke tempat pemondokan. itulah rumah seorang penduduk yang miskin.
(Oo-dwkz-oO) WAKTU ITU fajar hari telah tiba.
Cie Lan masuk kedalam untuk mempersiapkan makan pagi, ia membuat air teh dan bubur ayam, Dan sambil bersantap mereka membicarakan kemenangannya. Rasa girang dan syukur menyelimuti hati mereka masing-masing. Setelah menikmati santapan pagi, mereka masing-masing beristirahat dan tidur. Ketika matahari sudah condong ke barat, seseorang mengetuk pintu kamar mereka:
"Siapa?" tanya Lauw Tong Seng.
"Utusan keluarga Cio-liang sudah datang." sahut Ciu San Bin yang sudah bangun lebih dahulu.
Lauw Tong Seng tersenyum. Berkata:
"Ternyata mereka pintar menemukan tempat kita bermondok."
Desa itu terletak dipinggang gunung. Meskipun termasuk daerah makmur, akan tetapi untuk mengumpulkan beras sejumlah itu tidaklah mudah. Ceng It tahu akan hal itu, ia menyebarkan seluruh orang-orangnya ke berbagai daerah sejak pagi-pagi sekali. Berkat kesungguhan dan pengaruh uangnya, ia berhasil mengumpulkan jumlah beras yang diminta Lauw Tong Seng, Tapi akibatnya harga beras naik, rakyat jelata tak mampu lagi membelinya. Kegoncangan itu berjalan sampai beberapa minggu lamanya, setelah peristiwa itu terjadi.
Demikianlah, setelah rombongan Lauw Tong Seng tiba, Ceng It mempersilahkan untuk memeriksa jumlah beras yang dikehendaki. Tentu saja, Ceng It tak sudi membuang waktu. ia memerintahkan agar beras itu dibagikan kepada penduduk sambil menghitung jumlahnya.
Peristiwa itu sudah tentu mengherankan dan mengejutkan seluruh penduduk. Apa sebab keluarga Cio-liang pay yang terkenal sebagai lintah darat, mendadak berubah menjadi dermawan, Mereka tak tahu peristiwa apa yang telah terjadi didalam keluarga itu.
Kira-kira pukul tiga malam, gedung keluarga Cio-liang pay telah sunyi kembali. penduduk pulang ke rumah masing- masing, Karena keempat saudara Ceng It sudah sembuh kembali, setelah memberikan pertolongan Sin Houw bermaksud hendak mengundurkan diri, Dengan membungkuk hormat, ia berkata kepada Ceng It:
"Susiok, hendaklah susiok sudi memaafkan diri kami, sekarang perkenankan kami kembali ke pondokan."
Sebelum Ceng it membuka mulut,
Lauw Tong Seng menyambung. Katanya dengan setengah tertawa:
"saudara Ceng It berlima. Kami tahu, kalian berlima sakit hati karena terpaksa menghamburkan harta benda keluarga seribu enam ratus pikul beras, bukanlah suatu jumlah yang sedikit.
Tetapi meskipun demikian, mulai saat ini nama keluarga Cio-liang pay tidak lagi seburuk dahulu. karena perbuatan kalian tadi adalah suatu perbuatan amal, pastilah semua penduduk disini memuji kebaikan kalian dihadapan Tuhan - karena itu, aku minta keikhlasan hati kalian."
Lauw Tong Seng tidak menunggu jawaban Ceng lt. segera ia mengajak rombongannya mengundurkan diri, Tiba-tiba ia melihat Shiu Shiu dan Giok Cu berlari-lari ke serambi depan menghampiri, kata Shiu Shiu kepada Sin Houw:
"Anakku Sin Houw! Apakah kau hendak meninggalkan kami?"
Sin Houw manggut. jawabnya:
"Benar, subo. Tiada lagi yang kukerjakan disini, Maka perkenankan kami berangkat sekarang juga."
Tiba-tiba Shiu Shiu nampak bergemetaran. Katanya dengan suara tersendat-sendat:
"Sebenarnya ... di manakah makamnya ? Anakku Sin Houw, bawalah serta aku untuk menyambangi makamnya."
Belum lagi Sin Houw menjawab permintaan Shiu Shiu, mendadak saja ia mendengar angin menyambar. ia kaget sampai berpaling kearah datangnya suara itu, segera ia melompat dan menyambar empat batang golok terbang yang mengarah Shiu Shiu, Tetapi pada saat itulah, ia mendengar Shiu Shiu memekik nyaring. Dan tubuhnya roboh terkulai diatas lantai. Ternyata masih ada sebatang golok yang menikamnya. Golok yang membenam pada dirinya rupanya di sertai dengan suatu tenaga yang dahsyat luar biasa, sehingga membenam sangat dalam. Hampir saja gagangnya ikut amblas ke dalam tubuh wanita itu.
Shiu Shiu rebah tak berkutik. Dengan setengah kalap Giok Cu menerkam dan hendak mencabut golok yang membenam dipunggung ibunya. Cepat-cepat Sin Houw mencegah. Katanya:
"Jangan. Bila kau cabut, ibumu tak dapat membuka matanya kembali."
Sin Houw tahu, siapa yang melakukan serangan gelap itu, Dengan geram ia menimpukkan keampat golok terbang yang berada di kedua tangannya kepada pemiliknya. Dialah Ceng Go.
Watak Ceng Go tidak berbeda jauh derigan Ceng Jie yang berangasan, dan bengis luar biasa. Mendengar Shiu Shiu hendak mencari makam Gin-coa Long-kun, tak dapat lagi ia menahan diri, Terus saja ia menimpukkan golok-golok terbangnya, sebagai seorang pendekar yang berpengalaman, masih sempat ia memperhitungkan hadirnya Sin Houw.
Tapi selagi kedua tangan Sin Houw bergerak menyambar empat batang olok itu, dengan penuh napsu ia melepaskan sebatang lagi. Kali ini, mengarah kepada Shiu Shiu - perhitungannya ternyata tepat. Sin Houw sedang memunahkan ampat batang goloknya, maka tak sempat lagi ia menyambar sebatang golok lain yang di timpukkan hampir berbareng.
Shiu Shiu roboh tak berkutik. Dan ia merasa puas luar biasa,
Dengan menyertai senyum iblis ia mengawasi korbannya. Mendadak ia melihat berkelebat empat batang goloknya mengarah dirinya. inilah senjata makan tuan! Terus saja ia bergulingan untuk menghindar. ia berhasil membebaskan diri dari ancaman goloknya. Tapi di luar dugaan, mendadak saja pantat dan pangkal pahanya menjadi kaku kejang, Dan ia roboh terbanting ketika mencoba berdiri.
SIN HOUW mendongkol dan benci terhadap pekerti Ceng Go. ia kena ditipu ahli golok itu, Maka iapun hendak membalas dengan cara itu pula, sengaja ia melepaskan ampat batang olok dengan sekaligus. ia tahu, sebagai seorang ahli golok pastilah Ceng Go dapat memunahkan atau mengelakkan diri.
Tapi Ceng Go lupa, bahwa Sin Houw mempunyai senjata bidik juga. itulah senjata rahasia yang membuat dirinya kemarin lumpuh tak bergerak, selagi ia bergulingan belasan senjata rahasia Sin Houw menghantam pantat dan pangkal pahanya.
Ia terjungkal, dan kali ini Sin Houw tidak bersegan-segan lagi, Terdorong oleh rasa mendongkol dan benci, pemuda ini menimpuk dengan disertai tenaga dahsyat, seketika itu juga, tulang sendi Ceng Go rontok patah. Urat- uratnya hancur. Dan Ceng Go tewas seketika!
Dengan hati pedih, Sin Houw menoleh kearah Giok Cu. Gadis itu memeluk tubuh ibunya erat-erat, oleh rasa sedih, gadis itu sampai tak mampu mengeluarkan suara tangis lagi. Apa yang dapat dilakukannya hanya menciumi dan mencoba menyadarkan ibunya.
Sin Houw mendekati dengan hati remuk redam, ia jadi teringat kepada pengalamannya sendiri, tatkala memeluk dan menangisi jenazah ayah bundanya.
Dahulu ia memeluk dan menangisi jenazah ayah-bundanya didepan orang banyak, sekarang Giok Cu mengalami nasib yang sama. ibunya terkapar dihadapan para tamu dan seluruh anggauta keluarga Cio-liang pay yang bersikap memusuhi. Dan teringat akan hal itu, hatinya terharu bukan main,
Perlahan-lahan pemuda itu meraba tubuh Shiu Shiu, Tahulah dia, bahwa wanita malang itu tak dapat tertolong lagi, Satu-satunya harapan hanyalah mencoba menyadarkan barang semenit dua menit, Maka segera ia memijit urat urat tertentu untuk mengurangi rasa sakit.
Dan benar saja, Shiu Shiu sadar tanpa menderita rasa sakit, Begitu membuka mata, ia dapat berkata tenang tenang kepada anak satu-satunya itu, Katanya penuh kasih:
"Giok Cu, kau tak perlu bersedih hati, semua orang akan kembali keasal mula, jaga dirimu, sekarang aku dapat menyusul ayahmu, Dan aku akan mendampingi dan melayani tanpa gangguan siapapun."
Shiu Shiu tersenyum puas, Dan Giok Cu mencoba bersenyum pula seolah-olah ikut bersyukur terhadap kepergian ibunya hendak menyusul ayahnya di alam baka. Tetapi hatinya hancur luluh tak keruan. akhirnya dengan menggigit bibirnya, tak dapat lagi ia membendung butiran- butiran air matanya yang membasahi pipinya.
Shiu Shiu sendiri tidak memperhatikan keadaan Giok Cu, ia mengalihkan pandang kepada Sin Houw. Katanya:
"Anak Sin Houw! Hanya sebuah pertanyaan yang hendak kutanyakan kepadamu, Kupinta kepadamu, agar kau menjawab sebenarnya, Maukah kau meluluskan permintaanku ini?"
"Tentu saja, subo, Coba katakan apa yang hendak subo tanyakan kepadaku" sahut Sin Houw.
"Apakah dia meninggalkan surat wasiat? Apakah dia menyinggung namaku.
Air mata Sin Houw bercucuran tatkala ia terpaksa menjawab:
"Susiok Lim Beng Cin menulis kitab wasiat, Dan dengan bekal itu, aku dapat menghancurkan rahasia ilmu sakti Ngo- heng tin, Dengan demikian, aku berhasil mewakili dirinya menuntut balas.
"Akh! Kau belum menjawab pertanyaanku. Apakah dia tidak menulis surat kepadaku? Apakah dia sama sekali tidak meninggalkan surat wasiat bagiku?"
Tiba-tiba Sin Houw teringat, Bu-kankah Gin-coa Long-kun menulis surat peta? Dalam tulisannya ia menyebutkan nama Shiu Shiu pula, Teringat hal itu, segera ia meraba sakunya dan memperlihatkan sehelai kertas kulit:
"Subo, lihat!" katanya sambil memperlihatkan surat wasiat itu di depan mata Shiu Shiu.
"Surat apa itu?" tanya Shiu Shiu.
"Ya, benar, itulah tulisan tangannya, Dia menulis apa? Menulis tentang apa ?"
Bukan main terharunya Sin Houw menyaksikan perubahan itu, Shiu Shiu nampak bergirang hati. Rasa girang yang mendekati gejolak rasa girang kanak-kanak. Maka segera ia mendekatkan bunyi tulisan yang tertera dipojok peta, agar Shiu Shiu dapat membacanya sendiri.
Dengan napas sesak, Shiu Shiu membaca tulisan suaminya, setelah itu ia berkata:
"Benar-benar akulah yang dimaksud dalam suratnya, Kalau begitu ia mengetahui penderitaanku Dan aku akh,
jelas sekali aku diharapkan keluar dari kehidupan keluargaku, Agar aku dapat hidup bebas merdeka seperti layaknya seorang perempuan yang mempunyai harga diri, Akh, anak Sin Houw, Kepadamu aku menyatakan rasa terima kasih aku
tidak membutuhkan uang, Yang terpenting bagiku adalah
ternyata dia masih ingat kepadaku, Dalam penderitaannya, masih ia memikirkan keadaan diriku. sekarang biarlah aku
pergi menyusulnya "
Sin Houw tahu, bahwa tenaga hidup Shiu Shiupun nyaris pudar. Maka ia menoleh kepada Giok Cu hendak menghiburnya, Tiba-tiba Shiu Shiu yang telah memejamkan kedua matanya menyenak kembali. Dan berkata memohon:
"Ahak Sin Houw, dua hal lagi yang hendak kupinta kesediaanmu, Dan aku mengharapkan kau menerimanya tanpa menawar. " "Katakan saja, subo." sahut Sin Houw, "Aku selalu bersedia melakukan apa saja, asal yang aku mampu."
"Yang pertama, kuburlah aku di sampingnya. Dan yang kedua "
"Yang kedua ... sebutkan, subo sebutkanlah!" Sin Houw
mendesak sambil mendekatkan telinganya.
"Yang kedua, kamu ..." dan ia menunjuk Giok Cu, kemudian membagi pandang kepada Sin Houw, Mulutnya bergerak hendak mengucapkan sesuatu, Tetapi tiba-tiba ia telah kehilangan tenaga.
Kepalanya runtuh kesamping, Dan ia meninggal dalam keadaan tenang.
Gugup Sin Houw meraba dadanya benar-benar napas Shiu Shiu tiada lagi, dan pada saat itu Giok Cu menerkam dan memeluk ibunya erat-erat, ia memekik dan menangis menggerung-gerung akhirnya pingsan tak sadarkan diri.
Sin Houw terkejut. ia memeluk tubuh Giok Cu dan menggoyangnya.
"Giok Cu! Giok Cu!"
"Jangan kuatir, sutee, Dia pingsan oleh rasa duka yang luar biasa." Lauw Tong Seng menghibur.
Setelah berkata demikian, ia memijit urat pernapasan Giok Cu. Tidak lama kemudian, gadis itu telah memperoleh kesadarannya kembali. Dengan pandang kosong, ia menebarkan penglihatannya.
"Giok Cu, bagaimana perasaanmu?" Sin Houw bertanya dengan cemas.
Giok Cu tidak menyahut. Dan kembali lagi Sin Houw menegas, Tetapi tetap saja gadis itu membungkam mulut.
Lauw Tong Seng, Cie Lan dan Ciu San Bin memperoleh kesan aneh, Mereka tidak mengetahui hubungan yang terjadi antara Sin Houw dengan Giok Cu dan Shiu Shiu, Terang sekali Shio Shio dan Giok Cu termasuk anggauta Cio-liang pay tetapi apa sebab saudara-saudaranya telah membunuhnya? Dan apa latar belakang persoalannya sampai Shiu Shiu begitu dekat hatinya kepada Sin Houw?
Selagi mereka termenung, terdengarlah suara Sin Houw:
"Giok Cu, kau ikut kami. Tak dapat kau tinggal disini lagi." Sin Houw berkata dengan suara hatinya. Kedua kelopak
matanya berkaca-kaca. Namun masih saja Giok Cu membungkam mulut. Baru setelah menarik napas dua-tiga kali, ia memanggut pendek.
Melihat Giok Cu manggut, tanpa segan-segan lagi Sin Houw menolong Giok Cu berdiri tegak. Kemudian ia memondong tubuh Shiu Shiu, sama sekali tak dihiraukannya keadaan hati Ceng It berlima. perlahan-lahan ia keluar halaman. Giok Cu, Cie Lan, Lauw Tong Seng dan ciu San Bin mengikutinya dari belakang.
Memang, bukan main panas hati Ceng It bertiga. Mereka merasa diri tidak lagi dianggap sebagai manusia. Mereka dipaksa menyaksikan Ceng Go mati dihadapannya, sudah begitu, kini melihat betapa Sin Houw dan kawan-kawannya membawa pergi jenazah saudara perempuannya tanpa pamit. Menurut kata hati ingin mereka melampiaskan rasa mendongkolnya. Akan tetapi mereka insyaf, Sin Houw dan Lauw Tong Seng memiliki kepandaian tinggi. pihaknya sendiri, sudah kehilangan seorang anggauta keluarga yang tangguh. Karena itu dengan menahan diri, mereka membiarkan Sin Houw dan rombongannya meninggalkan rumah tak terusik.
Setelah berada ditengah jalan, Lauw Tong Seng berkata kepada Ciu San Bin:
"Aku mempunyai uang perak. Bawalah uang ini kepada pemilik rumah yang kita tumpangi. Kau berikan secukupnya kepadanya, Katakan juga, sebelum pagi hari tiba, hendaklah pindah tempat."
Lauw Tong Seng menyerahkan uang itu secukupnya kepada San Bin, Muridnya itu menegas:
"Mengapa dia harus pindah tempat begitu cepat?"
"Apa kau kira keluarga Cio-liang pay memeluk tangan saja setelah kita pergi? Mereka mendongkol terhadap kita, rasa mendongkolnya pastilah akan di alamatkan kepada pemilik rumah yang kita tempati." sahut Lauw Tong Seng memberi keterangan.
"Terhadap kita, mereka tak dapat berbuat apa-apa. Tetapi begitu kita pergi meninggalkan dusun ini, mereka segera turun tangan. Dan, karena petani itu memberi tempat menumpang kepada kita, Mereka pasti akan dihabisi!"
Sekarang barulah Ciu San Bin mengerti, apa sebab pemilik rumah itu harus segera pindah. sambil menyampaikan uang pemberian gurunya, ia bergegas menemui pemilik rumah. Dan pemilik rumah itu berterima kasih terhadap maksud baik para tamunya.
Demikianlah, setelah itu mereka meneruskan perjalanan, Disepanjang jalan baik Lauw Tong Seng maupun yang lainnya membungkam mulut, Tatkala sinar matahari mulai merekah diufuk timur, mereka berhenti di sebuah gardu penjagaan yang terletak jauh dari dusun, Gardu penjagaan itu telah keropos dindingnya, tiang-tiangnya nampak tak terpelihara, Maka jelaslah, bahwa gardu penjagaan itu sudah tak digunakan lagi, Didalam gardu penjagaan inilah mereka beristirahat.
Siu San Bin dan Cie Lan membersihkan daun-daun kering yang bertebaran diatas lantai. Kemudian dengan hati-hati Sin Houw meletakkan jenazah Shiu Shiu. Mereka lantas merubung jenazah itu dengan prihatin.
"Kita apakah jenazah nyonya ini?" Lauw Tong Seng minta pertimbangan mereka, "Apakah akan kita kubur saja disini? Atau akan kita bawa ke kota dahulu untuk dimandikan?"
Sin Houw tak kuasa menjawab. ia menyiratkan pandang kepada Giok Cu, San Bin dan Cie Lan, Mereka bertigapun membungkam mulut. "Umpama kita membawanya pergi ke kota dahulu, rasanya tak mudah." kata Lauw Tong Seng lagi, Pihak pemerintah setempat tentu akan minta keterangan kita sejelas-jelasnya, Barangkali kita bisa lolos dari pertanyaannya, akan tetapi kita akan sibuk memberikan jawaban setiap kepala dusun yang kita lalui. Lagipula, dimana kita akan memandikan jenazah nyonya ini? Karena itu lebih baik kita makamkan saja disini."
"Tidak! ibu tak boleh dimakamkan disini!" bantah Giok Cu. "Bukankah ibu menghendaki agar dimakamkan di samping ayah? syukur bisa bersama-sama didalam satu liang kubur."
"Tetapi dimanakah kuburan ayahmu..?" Lauw Tong Seng minta penjelasan.
Tak dapat Giok Cu memberi keterangan kepada Lauw Tong Seng, sesungguhnya ia tak mengetahui dimana makam ayahnya, ia lantas melemparkan pandang kepada Sin Houw.
"Ayahnya dimakamkan di puncak gunung Hoa-san kita." Sin Houw memberikan penjelasan.
"Diatas gunung kita?" Lauw Tong Seng berseru heran. Dan Sin Houw menambahkan keterangannya:
"Ayahnya adalah pendekar besar Gin-coa Long-kun, Dialah yang dahulu terkenal gagah perkasa dan bertabiat aneh. "
Usia Lauw Tong Seng tak jauh selisihnya dengan usia Lim Beng Cin tatkala ia mulai berkelana, kegagahan Gin-coa Long- kun seringkali di dengarnya. ia menaruh hormat terhadap pendekar besar itu, walaupun tidak selalu menyetujui sepak terjangnya.
Karena itu pula hormatnya terhadap jenazah Shiu Shiu naik setingkat, Jadi dialah isteri pendekar besar itu? pikirnya didalam hati. Dan tiba-tiba saja timbullah semangatnya untuk membuat jasa, setelah termenung sejenak, berkatalah dia kepada Giok Cu:
"Aku ada usul, Mudah-mudahan kau bisa menerima usulku itu." Giok Cu menatap wajah Tong Seng, Usia Tong Seng sebaya dengan paman-pamannya, maka menyahutlah dia:
"Pastilah usul susiok ada harganya untuk didengar. silahkan, susiok."
Disebut paman, Lauw Tong Seng memberi keterangan terlebih dahulu, Berkata sambil menunjuk Sin Houw:
"Usia Sin Houw sebaya denganmu, Meskipun demikian, dia adalah adik-seperguruanku, Karena kau sahabatnya, jangan kau memanggil paman kepadaku -panggil saja aku toako."
Giok Cu menyiratkan pandang kepada Sin Houw, setelah itu ia berkata:
"Baiklah, Mulai saat ini, aku akan memanggil toako, Aku berjanji pula akan patuh dan taat kepada semua saran saran toako."
Lauw Tong Seng tertawa. setelah itu berkata:
"ibumu ingin dimakamkan bersama ayahmu. Keinginan hati ibumu ini pasti akan kita laksanakan. Kau tak perlu bercemas hati, soalnya sekarang adalah tata pelaksanaannya, Kurasa alangkah sulit."
"Apa yang menyulitkan?" Giok Cu tak sabar.
"Kita berada di tempat yang jauh terpisah dengan gunung Hoa-san, sekarangpun sedang berkecamuk suatu perjuangan rakyat yang menentukan. Maka sudah dapat dibayangkan, betapa sulit perjalanan kita apabila membawa bawa sesosok mayat. Lagipula puncak gunung yang kita maksudkan amat terjal, licin dan sempit.
Mungkin sekali kau belum bisa membayangkan keadaan digunung Hoa san, karena belum pernah kesana. Apakah kau pernah melihat gunung itu?"
Giok Cu menggelengkan kepalanya, lalu minta ketegasan: "Jadi, bagaimana baiknya?" Lauw Tong Seng menghela napas. ia mengawasi Giok Cu berdua Sin Houw, lalu berkata:
"Bila kau setuju, aku mengusulkan agar jenazah ibumu dibakar saja, lalu kita bawa abunya untuk dimakamkan bersama ayahmu."
Giok Cu dapat diberi pengertian, ia menyetujui usul Lauw Tong Seng walaupun dengan hati pilu.
Lauw Tong Seng kemudian mengajak Ciu San Bin mencari kayu bakar, Sin Houw dan Cie Lan mencari rurnput-rumput kering, Matahari sudah sepenggalah tatkala mereka mulai menyulut api. Dan jenazah Shiu shiu diletakkan hati-hati diatas pancaka.
(Oo-dwkz-oO)
HAMPIR mendekati petanghari, pembakaran mayat itu selesai. Sin Houw mencari sebuah guci, Apabila api telah padam, ia mengumpulkan abu dan sisa-sisa tulang Shiu Shiu dan dimasukkan kedalam guci itu. Kemudian menutupnya rapat-rapat, Dua kali ia berlutut sambil berkata:
"Subo, tenangkan hatimu? Pasti aku akan memenuhi harapanmu, memakamkan kau disamping atau didalam satu liang kubur suamimu."
Waktu petanghari tiba, semuanya sudah siap untuk berangkat meneruskan perjalanan. Berkatalah Lauw Tong Seng kepada Sin Houw:
"Sutee, aku hendak kemarkas Thio susiok. Mereka hendak mengadakan pukulan terakhir terhadap pemerintah penjajah, sebentar lagi gerakan penyerbuan itu bakal terjadi. Dan emas ini merupakan perbekalan yang menentukan dari itu syukur kau telah menyelamatkan, Sekiranya tidak, perjuangan kita akan kandas ditengah jalan "
Mendengar perkataan kakak seperguruannya, Sin Houw tahu kakak seperguruanya menghendaki dia ikut, akan tetapi segera ia memutus dan berkata: "Suheng, kurasa lebih baik aku pergi menemui suhu dulu diperbatasan."
Lauw Tong Seng bersenyum, iapun menyadari pekerti Sin Houw yang halus dan tak mau mengingkari janji kepada guru mereka, Dari itu ia setuju, Mereka kemudian berpisah ditempat itu, dan Lauw Tong Seng meneruskan perjalanan dengan mengajak Cie Lan berdua San Bin.
"Sin koko, kau rawatlah dirimu." Cie Lan berkata selagi berada di dekat Sin Houw.
Sin Houw manggut.
"Kau berjanji?" Cie Lan menegaskan.
Kembali Sin Houw manggut, dan Cie Lan nampak puas, pandang matanya berseri. Katanya lagi:
"Kuingin melihat dirimu selalu di dalam keadaan segar." "Akupun mengharapkan agar kau melatih dengan baik."
sahut Sin Houw.
"Tentu, aku pasti sudah menjadi manusia lain, kalau kelak kita bertemu lagi." Cie Lan berjanji.
"Bagus! Aku senang mendengar janjimu, sampaikan salam baktiku kepada subo, Katakan bahwa aku senantiasa teringat kepadanya."
Cie Lan tersenyum lebar. Matanya bersinar, sahutnya: "lbupun seringkali menyebut dirimu. Akh, bila ia
mengetahui bahwa kau sudah tumbuh menjadi seorang
dewasa, pastilah ibu akan sangat bergirang hati . Nah, Sin koko, Kita berpisah dahu-lu."
Cie Lan kemudian memutar tubuhnya menyusul Lauw Tong Seng dan Ciu San Bin yang sudah berjalan mendahului mereka mengarah ke barat daya, Beberapa kali Cie Lan menoleh. Dan Sin Houw membalasnya dengan lambaian tangannya. Pada lambaian tangan yang ketujuh, bayangan mereka bertiga lenyap. "Hemm!" tiba-tiba terdengar Giok Cu mendengus. "Dari pada selalu melambaikan tangan seperti itu, "kan lebih baik menyusul saja!"
Sin Houw tercengang, inilah ucapan Giok Cu yang tak diduganya sama sekali, sebagai seorang pemuda yang belum berpengalaman, tak dapat ia menebak keadaan hati gadis itu, sebaliknya melihat Sin Houw tergugu, Giok Cu berkata dengan suara menekankan:
"Kenapa tak kau susul saja? sebenarnya, kaupun harus pergi bersama dia. Dengan begitu, perpisahan ini tidak akan mengharukan hatimu, bukan?"
Sekarang, barulah Sin Houw tersadar, apa sebab gadis itu tiba-tiba marah padanya, Sama sekali ia tidak mendongkol atau tersinggung. Bahkan ia jadi tertawa geli, Katanya memberi keterangan:
"Kau belum tahu hubunganku dengan dia, bukan? ibunyalah yang menolongku. sejak itu, aku bergaul dan bermain-main dengan dia."
Giok Cu membuang pandang, Hatinya kian mendongkol. Tiba-tiba saja ia memungut segenggam batu dan di lontarkan asal jadi ke segala penjuru, sebuah batu menghantam dinding tebing dan hancur, Katanya setengah berseru:
"Bagus! Jadi kalian berdua sudah bersahabat sejak kanak- kanak. Jadi sudah lama bergaul, bukan?"
Sin Houw mengenal tabiat Giok Cu yang luar biasa, ia membiarkannya saja. justru demikian, Giok Cu semakin panas hatinya, Berkata sengit:
"Dengan dia kau banyak bicara. Dengan dia, kau sering tertawa, Tetapi aku, kau biarkan saja, Mengapa kau mau membuatku mendongkol selalu?"
"Kapan? Kapan aku membuatmu mendongkol? Kapan aku membiarkan dirimu." Sin Houw tercengang,
"Dia memang gadis manis. Apalagi sejak kanak-kanak kau sudah bergaul.
Sudah menjadi kawan bermain. sebaliknya aku? Aku seorang gadis sebatangkara, tiada ayah-bunda " setelah
berkata demikian, Giok Cu menangis.
Tentu saja hati Sin Houw jadi tidak enak melihat Giok Cu menangis. Ka-tanya mencoba membujuk:
"Janganlah kau menuruti perasaanmu belaka. Marilah kita berdamai. Bukankah kita berdua akan selalu berjalan bersama-sama?"
Mendengar ucapan Sin Houw, hati Giok Cu agak terhibur. Tangisnya berhenti dengan tiba-tiba, Dan wajahnya nampak bersemu merah. sahutnya:
"Apa yang hendak kita damaikan? Kau pergilah menyusul adikmu yang manis itu, Aku seorang anak sebatang kara, Apa perlu kau perhatikan diriku?
Biarkan saja aku terombang-ambing dari ujung langit ke ujung langit, Biarkan aku seperti sebuah perahu, tergulung- gulung ombak dari laut ke laut."
Bingung juga Sin Houw menghadapi gadis yang bertabiat luar biasa ini, ia kehilangan akalnya, Tak tahu lagi ia apa yang harus dilakukan. ia jadi membungkam mulut.
Giok Cu menjadi jengkel sekali melihat Sin Houw tertegun- tegun kehilangan akal, Hatinya panas bukan main. Terus saja ia menyambar guci abu ibunya. Dan pergi dengan langkah lebar. Tentu saja Sin Houw tersentak kaget. serunya gugup:
"Hey, kau mau ke mana?"
"Apa perdulimu!" sahut Giok Cu sengit.
Mau tak mau Sin Houw terpaksa menyusul, ia mencoba mengajak berbicara, tetapi gadis itu tetap membungkam mulut, sikapnya sengit dan tak perduli, sampai mereka tiba disebuah kota kecil yang sunyi.
Karena malam hari telah tiba, Sin Houw mencari sebuah pondokan untuk menginap, Giok Cu membeli seperangkat pakaian laki-laki, ia hendak menyamar sebagai seorang pemuda seperti dahulu. Sin Houw tahu gadis itu tak membekal uang cukup. Dahulu, ia meninggalkan rumah asal pergi saja, Maka ia memberinya dua keping emas. Tetapi Giok Cu menolaknya. Katanya:
"Aku tak butuh uangmu, Kau simpan saja untuk adikmu yang manis. Kau tunggu saja disini, sebentar lagi aku akan menjadi seorang hartawan. percaya atau tidak?"
Sin Houw tak dapat menebak hati-nya. segera ia menutup pintu kamarnya, setelah gadis itu mengundurkan diri. Dan baru pada keesokan hatinya ia mengerti makna kata-kata Giok Cu. Pagi hari itu, tatkala ia meneruskan perjalanannya kembali, terdengarlah percakapan orang sepanjang jalan, bahwa seorang hartawan dikota itu semalam kebobolan, Sekantong emas dan uang tunai hilang lenyap digondol maling!
Sin Houw mengerutkan kening, ia mengerling kepada Giok Cu, Gadis itu sekarang nampak segar cerah. ia menyelipkan sebuah kantong di pinggangnya. Dan kedua saku celananya terdengar gemercik, Katanya, ia sekarang memiliki cukup uang yang diterimanya dari sang dewa yang semalam turun dari langit. Maka tahulah Sin Houw, bahwa kawannya berjalan itulah yang semalam menjadi maling, Diam-diam ia mengeluh di dalam hati.
Gadis itu cerdik dan gagah. Akan tetapi tabiatnya memang luar biasa. ia merasa diri tak dapat melayani. ingin ia berjalan seorang diri, tetapi ia tak sampai hati untuk meninggalkan gadis itu seorang diri, Bukankah gadis itu seorang yatim piatu? Bukankah ia sudah berjanji pula terhadap almarhum ibunya
...?
Hari itu tibalah mereka di Kim-hoa, Masih saja Giok Cu membungkam mulut, ia berjalan seenaknya sendiri.
Kadang-kadang lewat pengempangan sawah, kadang pula menyeberang sungai. Malahan dua tiga kali memanjat pohon dan tidur beristirahat diatas dahan. Dan Sin Houw terpaksa mengikuti serta menunggu dengan sabar hati, pikirnya dalam hati:
"Sampai kapankah dia mengumbar adatnya ini? Mudah- mudahan aku dikaruniakan Tuhan usus panjang !"
Tatkala matahari condong ke barat tiba-tiba terlihatlah
awan hitam datang berarak-arak. udara cepat sekali menjadi hitam kelam, Hujan deras mulai mengancam. Angin bergulungan menghantam dinding-dinding gunung, sehingga memantulkan suara beraung.
Mereka berdua mempercepat langkah, agar dapat mencapai sebuah dusun tak jauh di depannya, tetapi baru saja berjalan lima atau enampuluh langkah, hujan telah turun dengan derasnya.
Sin Houw tadi membeli payung. Dengan demikian ia tak perlu khawatir kehujanan, Sebaliknya, Giok Cu yang sedang mengumbar adat, terus saja berjalan cepat-cepat untuk mencari tempat meneduh, Tetapi sudah sekian lamanya tetap saja tak nampak olehnya sebuah rumah atau apa saja untuk tempat berlindung.
Tak mengherankan ia jadi basah kuyup. Namun ia tak sudi menyerah kalah. Masih saja ia berlari-larian ke sana ke mari seperti seekor tikus hendak membebaskan diri dari sebuah kubang air.
Sin Houw lari mendekati. Dengan cepat ia dapat menyusulnya, bahkan melewatinya. Kemudian ia menyerahkan payungnya sambil berkata:
"Pakailah payungku ini!"
Giok Cu membandel. Tak sudi ia menerima belas kasih siapapun. Dengan mengatupkan bibir, ia menolak payung itu kesamping.
"Giok-moay!" kata Sin Houw membujuk. "Bukankah kita berdua sudah mengangkat saudara? Kita telah bersumpah hendak sehidup semati. sedang dan susah akan kita pikul bersama juga, Kenapa kau bersikap demikian terhadapku?" Mendengar perkataan Sin Houw, kekerasan hati Giok Cu luluh, Sahut gadis itu:
"Baik, Jadi kau tidak senang apabila aku marah kepadamu? Jika begitu, kau harus berjanji kepadaku."
"Coba, sebutkan." kata Sin Houw, "Kau boleh mengikat janji kepadaku dan aku akan selalu menerima dan taat kepada janji yang mengikatku."
"Benar begitu?" Giok Cu mencibirkan bibir, "Kalau begitu, dengarkan, Sejak hari ini kau harus berjanji tidak akan bertemu lagi dengan Cie Lan, Bila kau terima syaratku ini, segera aku akan mohon maaf kepadamu," Dan ia tertawa manis-manis sekali.
Sin Houw tertegun. ia merasa diri sulit menerima perjanjian itu, ia merasa berhutang budi terhadap Cie Lan. juga terhadap ibunya. Kepada mereka berdua ia hendak membalas budinya, Karena itu, tak dapat ia menerima syarat Giok Cu.
"Memang sudah kuduga, bahwa kau takkan dapat mengabaikan Cie Lan yang manis luar biasa." Giok Cu menggerutu Kemudian dengan mendadak, ia lari ke tengah hujan lebat.
"Hey, Giok Cu!" Sin Houw gugup.
Giok Cu tidak menghiraukan. ia lari terus. Makin lama makin menggila, syukurlah, pada sebuah tikungan, ia melihat sebuah barak kosong, segera ia berteduh dan bermaksud bersembunyi. Akan tetapi Sin Houw dengan tiba-tiba saja sudah berada dibelakangnya.
Gadis itu dalam keadaan basah kuyup, padahal ia mengenakan pakaian dari bahan tipis. Maka bentuk tubuhnya yang ketat padat nampak menggiurkan.
"Kau memang senang menghina diriku." katanya menggerutu.
"Menghina bagaimana?" Sin Houw heran.
"Sesudah tidak memperoleh perhatianmu, kau senang sekali aku dalam keadaan begini."
Secara wajar Sin Houw meruntuhkan pandang kepadanya. Dan kulit Giok Cu yang hanya teraling sehelai pakaian tipis, tiba-tiba saja mendebarkan hatinya, ia jadi tahu diri, terus saja ia menanggalkan pakaian rangkapnya dan diselimutkannya.
Mendadak saja Giok Cu menangis dengan sedih. Dan kembali lagi Sin Houw jadi tercengang, Kesalahan apa lagi yang telah diperbuatnya? ia tak tahu bahwa dengan tiba-tiba saja Giok Cu teringat akan cinta kasih ibunya begitu Sin Houw menyelimuti tubuhnya yang basah kuyup dengan kain rangkap yang kering hangat. Dan ibunya kini telah tersimpan rapat didalam guci yang di bawanya.
Sin Houw membiarkan gadis itu menangis sepuasnya. Menghadapi gadis yang luar biasa itu, ia harus dapat menahan diri.
Terima Kasih buat para gan / ganwati yang telah meningglakan opininya di kolom komentar :). Sekarang ada penambahan fitur "Recent comment"yang berada dibawah kolom komentar, singkatnya agan2 dapat melihat komentar terbaru dari pembaca lain dari fitur tersebut. Semoga membantu :).