Jilid 16
Ibunya menghela napas, sahutnya:
"Sebenarnya, dia adalah musuh kita, Empat puluh empat anggauta keluarga kita mati dibunuhnya, Kalau sampai aku memberi peringatan, semata-mata oleh rasa kaget begitu melihat serangan gelap ayah, Mungkin inilah yang dinamakan takdir! Takdir yang meramalkan masa depan yang gelap. Karena peristiwa itu merupakan titik-tolak dan asal mula diriku dijauhkan dari ikatan keluarga." ia berhenti sebentar.
Kemudian meneruskan ceritanya: "Dengan sempoyongan ia masuk ke dalam goa. Mengambil ramuan obat dan diminumnya. Beberapa kali ia masih mengeluarkan darah. Aku kaget dan cemas, sehingga menangis diluar kehendakku sendiri. Dan mendengar tangisku, ia menjadi girang. Tanyanya:
"Jadi, kau menangis untukku?"
Oleh pertanyaan itu, tak dapat aku menjawab dengan segera. Aku jadi berbimbang-bimbang dalam keadaan duka cita, Katanya kemudian kepadaku:
"Sejak salah seorang pamanmu membinasakan seluruh keluargaku, aku hidup sebatang kara, Tiada seorang pun di dunia ini yang menaruh perhatian kepadaku, apalagi bersedih atau menangis meratapi nasibku. Akan tetapi pada hari ini, aku menyaksikan seseorang menangis untuk diriku, inilah suatu peristiwa yang b^urga tinggi bagiku. pada hari ini pula, aku telah membunuh empat puluh empat anggauta keluargamu. sebenarnya, masih kurang enam orang lagi yang harus kubunuh. Akan tetapi melihat air matamu, aku berjanji tidak akan membunuh lagi." Aku tidak menjawab. itulah suatu penghargaan bagiku. Air mataku berharga enam jiwa. Pada saat itu, aku menangis. Hanya saja, tak tahu aku titik berat tangisku itu, Entah terdorong rasa syukur atau dukacita, Dan dalam pada itu ia berkata lagi:
"Akupun tidak akan mengganggu anggauta perempuan keluargamu, sejak hari ini, aku sudahi saja, Kau tunggulah sampai lukaku sembuh, dan aku akan mengantarkan kau pulang dengan tak kurang suatu apa."
Masih saja aku menangis. Akan tetapi kini tahulah aku, membaca perasaanku sendiri. Aku merasa lega hati, syukur dan berterima kasih. Karena oleh air mataku, ia tidak akan melakukan pembunuhan dan mengganggu ipar-iparku. Akupun ternyata tidak akan di ganggunya pula, Dan oleh rasa terima kasih, keesokan harinya aku bersedia menanak nasi baginya dan merawat lukanya.
Pada suatu hari, ia tak sadarkan diri selama satu hari, Tak tahu aku, apa yang harus aku lakukan. Aku khawatir, ia akan kehilangan jiwanya. Karena bingung, aku menangis dan sampai kedua mataku bendul, selagi menangis, sekonyong- konyong ia menyenakkan matanya , kemudian tertawa. Katanya:
"Mengapa menangis ? Aku tidak akan mati."
Selang dua hari lagi, benar-benar dia pulih seperti sediakala. Dia bisa bangun sendiri dan berjalan-jalan, pada malam harinya ia mengatakan kepadaku, bahwa akibat serangan ayah adalah hebat. Andaikata tidak tertolong oleh ramuan obat dan ketabahan hatinya, pastilah dia akan mati.
Dan bila dia mati, akupun akan mati kelaparan pula, Sebab aku tak bisa keluar dari goa seorang diri, Sebaliknya, tiada seorangpun anggauta keluargaku yang berani menghampiri goa. Aku percaya, ucapannya bukan suatu omong kosong belaka, Sekiranya ada salah seorang anggauta keluargaku yang berani menghampiri goa, pastilah hal itu sudah terjadi beberapa hari yang lalu. Bukankah dia dalam keadaan luka parah? jangan lagi bertempur, sedang menggerakkan tangannya saja dia tak mampu, Diapun sadar akan hal itu. Andaikata aku berniat jahat, itulah kesempatan yang sebaik-baiknya untuk membunuhnya.
"lbu," kata Giok Cu menyelak bicara. "Dia sangat baik terhadap ibu, maka ibupun wajib membalas budi baiknya." Dan setelah berkata demikian, ia menoleh kepada Sin Houw, Pemuda itu bersikap dingin, sama sekali ia tidak menghiraukan pandang mata Giok Cu.
"Dari hari ke hari, kesehatannya semakin pulih." Shiu Shiu meneruskan ceritanya, "Selama itu, seringkali ia mengajakku berbicara tentang masa kanak-kanaknya. Dikatakannya kepadaku, betapa besar rasa kasih sayang ayah-bundanya. Kedua kakaknya dan kakak perempuannya pun kasih kepadanya pula, pernah pada suatu kali, ia sakit demam, dan ibunya tidak tidur barang sekejap mata selama tiga hari tiga malam. Akan tetapi pada suatu malam, datanglah malapetaka itu.
Terharu aku mendengarkan tutur-katanya. ia kejam dan bengis, akan tetapi bila membicarakan keadaan keluarganya, mendadak saja sikapnya menjadi lemah lembut. itulah suatu tanda, bahwa budi pekertinya sebenarnya baik dan halus. ia memperlihatkan pakaian kanak kanaknya yang tersulam indah. Katanya itulah sulaman almarhum ibunya tatkala dia hampir mencapai umur satu tahun." Berkata demikian, Shiu Shiu menarik sehelai pakaian kanak-kanak dari bawah tempat duduknya dan diletakkannya di atas meja.
Sin Houw memperhatikan sulaman pakaian kanak-kanak itu, sulaman seorang bayi montok yang telanjang bulat, wajahnya manis, pandangnya menyenangkan. Rangkaian warna sulaman itu sendiri, indah pula. Tiba-tiba ia jadi terharu sendiri. Teringatlah dia kepada masa kanak-kanaknya. iapun kini tidak ber-ayah-bunda lagi.
"Seperti beberapa hari yang lalu, ia bersenandung lagi untukku." Shiu Shiu melanjutkan ceritanya, "Diwaktu senggang, ia memotong dahan kayu dan mengukir boneka- boneka untukku. Katanya, aku adalah seorang bocah yang belum mengerti sesuatu "
Akhirnya sembuhlah dia, Akan tetapi meskipun sudah sehat seperti biasa, tiada nampak lagi ketegaran hatinya. Aku jadi heran. pada suatu hari, kutanyakan sebab-sebabnya. jawabannya mengherankan aku. Katanya, dia tidak sampai hati meninggalkan aku.
"Kalau begitu, biarlah aku berdiam terus disini menemani kau." kataku tanpa berpikir.
Mendengar perkataanku, dia girang bukan kepalang. Larilah dia mendaki puncak. ia memanjat pohon dan mendarat dengan berjumpalitan dan iapun menari-nari, Kemudian ia mendekati aku lagi dan memperlihatkan sehelai peta yang menunjukkan harta karun terpendam. Katanya, itulah harta benda almarhum Ciu Kong Bie yang gagal melakukan perjuangan bangsa melawan pemerintah penjajah asing. Harta itu disimpan pada suatu tempat yang dirahasiakan"
Mendengar tutur-kata Shiu Shiu, maka Sin Houw memanggut dan berkata di dalam hati:
"Jadi itulah peta harta yang terdapat didalam kitab warisan.pantas dulu Thio Kun Cu sampai hati menikam saudaranya sendiri "
"Peta harta karun itu ia memperolehnya secara kebetulan saja." Shiu Shiu meneruskan ceritanya. "Dia berjanji, setelah berhasil membongkar harta karun itu, akan segera datang meminang diriku. sekarang aku hendak di antarkan pulang."
Shiu Shiu berhenti sebentar. wajahnya tiba-tiba berubah. Tatkala melanjutkan ceritanya, suaranya sengit, Katanya:
"Tatkala tiba dirumah, semua anggauta keluarga meludah ketanah begitu melihat diriku, Aku jadi mendongkol dan juga membenci. Akupun sebal terhadap mereka. Mereka semua tidak mempunyai kesanggupan untuk melindungi keselamatan keluarganya, Tapi melihat diriku pulang kerumah dengan tubuh putih bersih, mereka bersikap merendahkan. Kenapa mereka dahulu bisa bersikap belas kasih kepada kedua iparku yang jelas sekali sudah terusak kesuciannya? Karena itu, aku jadi muak, Dan sejak hari itu, tak sudi lagi aku berbicara dengan mereka."
"lbu! sikapmu benar sekali!" kata Giok Cu. "Bukankah begitu, Sin koko?"
Thio Sin Houw tidak menyahut. ia mendengarkan kelanjutan cerita Shiu Shiu:
"Tiga bulan lamanya, aku menunggu kedatangannya. Dan pada suatu malam aku mendengar suara senandung terpencil dari dinding-dinding gunung. itulah suara dan senandung yang kukenal. segera aku membuka jendela kamarku, Dan datanglah ia. Dan pertemuan itu membuat perasaanku aneh sekali. Rasa girang, bahagia, syukur dan lain sebagainya berada dalam diriku. Itulah suatu rumun perasaan yang belum pernah ku rasakan. Dan pada malam hari itu hiduplah kami sebagai suami isteri."
"Kemudian lahirlah kau, peristiwa itu terjadi oleh keinginanku sendiri. Jadi bukan karena aku kena diperkosa, itulah sebabnya, aku tak pernah menyesal. Maka tidaklah benar, apabila terbetik khabar, bahwa aku diperkosanya, selama itu, ayahmu memperlakukan diriku dengan baik sekali. Dia bersikap begitu hormat pula terhadapku, dan kami berdua saling menyinta..."
Sin Houw terharu mendengar tutur kata Shiu Shiu, selain berani, diapun jujur pula, itulah suatu kisah cinta-kasih yang berliku-liku akan tetapi mengasyikkan, Lalu ia bertanya:
"Dan pada waktu itu, apakah subo mendapat kisikan tentang harta karun yang terpendam?"
"Benar." sahut Shiu Shiu, "Dia berkata, bahwa belum ada kesempatan untuk mencarinya, akan tetapi dia sudah mengetahui dimana tempat beradanya, segera kami berdua berunding untuk melarikan diri saja dari rumah. Tatkala pada pagi harinya aku berkemas-kemas, tiba-tiba pintu terketuk, Rupanya pembicaraan kami kena dicuri dengar orang. Cepat- cepat aku sembunyikan surat mohon diriku kepada ayah, Lalu aku memegang lengannya. Hatiku kecul dan takut."
"Jangan takut l" katanya membujuk. "Meskipun terkepung sepasukan tentara, kita akan dapat meloloskan diri, percayalah !"
Setelah berkata demikian, dengan gagah ia membuka pintu. Dan di depan pintu, berdirilah tiga orang yang selamanya aku takuti dan aku hormati yakni ayah, Jie supeh dan Sam supeh. Hanya saja, mereka tidak bersenjata sama sekali, bahkan mereka mengenakan pakaian tidur. Wajah mereka ramah pula sehingga aku tertegun keheranan. Kata ayah:
"Kami sudah mengetahui persoalan kalian. Rupanya sudah takdir, bahwa kalian sudah jodoh yang telah ditetapkan sebelum lahir. sebenarnya hal ini merupakan masalah yang sulit, Terus terang kukatakan, bahwa perhubungan kalian merupakan peristiwa terkutuk. Tetapi karena perjodohan kalian agaknya sudah ditakdirkan, maka biarlah kami menerimamu sebagai anggauta keluarga kami. Dengan begitu, selesailah sudah permusuhan yang kini terjadi. Kita sekarang tidak perlu lagi saling mengangkat senjata."
Mendengar perkataan ayah, dia berdiam sejenak menimbang-nimbang. Kemudian menyahut:
"Apakah kalian masih khawatir aku akan melakukan pembunuhan lagi? percayalah, aku sudah berjanji kepada Shiu Shiu, tidak akan membunuh atau mengganggu lagi salah seorang anggauta keluarga Cio-liang pay!"
"Bagus!" seru ayah dengan gembira - "Karena itu, tak dapat kau memper-isteri anakku dengan cara melarikan diri. Marilah kita berbicara secara baik baik, Lamarlah anakku, dan aku akan mengawinkan kalian berdua dengan suatu upacara yang layak."
Itulah suatu keputusan diluar dugaan. Tadinya, kami mengira akan melalui kesulitan yang berlarut-larut, Tak mengherankan, ia jadi girang bukan kepalang. Memang, sebenarnya tiada maksudnya hendak mengawini diriku dengan paksa. Doa restu orang tua dengan segenap keluarga, adalah jalan lurus paling baik, Tetapi akh! Ternyata ia kena
jebak ayahku!
"Apa?" Sin Houw sampai berseru di luar kehendaknya sendiri. "Jadi ayahmu sedang melakukan tipu muslihat?"
Shiu Shiu manggut dengan lesu dan melanjutkan ceritanya. Katanya:
"Ayah memberi kamar samping kepadanya, Dan secara itu, persiapan upacara pernikahan mulai dilakukan. Tetapi dia seorang yang hati-hati, cermat, dan berwaspada. Tak sudi ia menerima minuman atau makanan pemberian ayah, semuanya diperiksa dulu dan diberikan kepada anjing atau kucing sebagai percobaan, walaupun demikian, masih ia tak pernah menyentuhnya. Untuk makan minumnya, ia membelinya sendiri, di kedai makanan."
pada suatu malam, ibu datang dengan membawa sepiring bubur kepadaku. Berkatalah ibu kepadaku, bahwa bubur itu sengaja dimasaknya sendiri untuk calon menantunya, sudah barang tentu aku sangat bersyukur melihat sikap ibu yang sudah bersedia menerimanya sebagai menantu penuh. Tanpa curiga, aku membawa sepiring bubur itu kepadanya.
Dia bergembira melihat aku mengantarkan sendiri barang makanan itu. ia mengira, akulah yang memasaknya sendiri. Karena itu, tanpa curiga dan tanpa diperiksanya lagi, ia terus menghirupnya. Tetapi sekonyong-konyong wajahnya berubah menjadi pucat, segera ia bangkit dan berseru:
"Mengapa kau sampai hati kepadaku?"
Aku kaget sampai pucat pula, Sahutku dengan suara menggeletar:
"Aku kenapa?"
"Mengapa kau meracuni aku?" teriaknya. "Racun?" aku berteriak pula dengan suara tertahan.
Shiu Shiu berhenti sejenak. Napasnya memburu, dan ruangan itu mendadak saja terasa menjadi tegang dan sunyi. Tiba-tiba terdengarlah suara berisik. Ceng it berlima muncul dari balik gerombol pohon. Teriaknya:
"Eh, Shiu Shiu! Kau tak malu menceritakan riwayatmu sendiri yang kotor dan busuk itu?"
Wajah Shiu Shiu yang bernasib malang itu menjadi pucat dan kemudian berubah menjadi merah padam, sahutnya dengan suara tersendat-sendat:
"Sembilan belas tahun sudah aku tidak sudi berbicara dengan kalian. akupun tak pernah berkata sepatah kata sampai aku mati, Kenapa aku takut menghadapi semuanya ini? Anakku, Sin Houw! Kau takut atau tidak, menghadapi mereka?"
Thio Sin Houw hendak membuka mulutnya, tetapi Giok Cu telah mendahu-luinya, Kata gadis itu:
"Sin-koko tak kenal takut terhadap siapapun!"
"Bagus." Shiu Shiu berlega hati, "Kalau begitu, tak perlu aku menghiraukan mereka. Biarlah kulanjutkan ceritaku."
Hebat kata-kata Shiu Shiu, Tadi dia nampak sangat lemah seperti orang berpenyakitan. Dan kini dengan tiba-tiba ia bersikap gagah dan galak. suaranya tegas dan sengaja di besarkan, Dengan nyaring ia meneruskan ceritanya:
"Aku lalu menangis, tak tahu aku apa yang harus kulakukan. Dengan sesungguhnya aku tak mengerti bahwa bubur itu beracun. siapakah yang menaruh curiga terhadap ibu kandung sendiri? Hatiku susah bukan main, karena ia menuduhku meracuni. selagi demikian, kulihat pintu kamar terbuka, dan beberapa orang bersenjata lengkap menyerbu masuk.
Yang berada didepan adalah lima pamanmu itu. Pada tangan mereka masing masing memegang senjata andalan mereka - garang sikapnya, seakan-akan pahlawan tanpa tandingan. sebaliknya ayah, berdiri diluar pintu, Dia memanggilku agar keluar, dan tahulah aku, begitu aku keluar kamar, dia akan di serang berantai-ramai. Maka aku menjawab seruan ayah:
"Tidak! Aku tidak akan keluar kamar! Kalau ayah hendak membunuh dia, bunuhlah aku dahulu!"
"Tatkala itu, Beng Cin duduk di kursi dengan wajah bersungut, ia mengira aku bersekutu dengan ayah semua. Hatinya susah dan tiada niatnya hendak melawan. Tetapi begitu mendengar jawabanku, dengan mendadak ia melompat bangun, Tanyanya kepada dengan suara sabar:
"Jadi, kau tidak mengetahui kalau bubur itu beracun?"
Aku tak menjawab dengan segera, piring bubur lalu kusambar dan sisa bubumya kuhirup sebagian. Kataku meyakinkan:
"Sekiranya bubur ini mengandung racun, biarlah kita mati bersama-sama!"
Aku hendak menghirup sisanya sampai habis, akan tetapi ia menyampok mangkok itu sehingga hancur berantakan di lantai. Kemudian ia tertawa sambil berkata:
"Bagus, Mari kita mati bersama." Dan setelah berkata demikian terhadapku , ia berpaling kepada mereka, Katanya:
"Hmm, kalian menggunakan cara yang rendah sekali dan kotor. Apakah kalian tidak malu?"
"Susiok Kuncu yang berangasan meledak:
"Siapa yang meracunmu? Kalau kau mempunyai kepandaian, hayo keluar! Kita mengadu ilmu!"
"Baik." sahutnya. "Dan ia membimbingku keluar kamar. Di ruangan latihan ternyata sudah dibangun sebuah panggung yang semula dikatakan sebagai panggung tempat pertemuan mempelai. Dan diatas panggung, sekalian paman dan mereka berlima berdiri berjajar siap bertempur, Namun ia bersikap acuh tak acuh, sama sekali ia tak menghiraukan jumlah mereka yang banyak."
"Memang benar perkataan susiok Kun Cu, bahwa bubur tidak beracun. Tetapi dikemudian hari tahulah aku, bahwa bubur itu mengandung ramuan obat pulas serta pelarut tenaga. Barang siapa menelan ramuan obat itu, akan terkuras habis tenaganya sedikit demi sedikit. Kemudian akan tertidur pulas dan baru tersadar setelah melampaui empat puluh delapan jam lamanya. Dengan demikian, mereka bermaksud merobohkan Beng Cin dengan berlagak melalui pertempuran.
Mula-mula aku heran, kenapa mereka memilih cara demikian. Tetapi segera aku mengetahui alasannya, ternyata didalam gedung itu hadir pula beberapa tokoh pendekar dari Siao-lim, Ngo-bi dan lain sebagainya. Di hadapan para pendekar itulah, mereka hendak menjual lagak secara ksatria. Apabila Beng Cin roboh akibat obat tidur, mereka akan segera menyiksanya."
Sampai disini, wajah Shiu Shiu berobah merah padam, perkataannya sengit mengandung luapan rasa marah yang sudah lama terpendam dan kini mempunyai kesempatan untuk dilampiaskan Tatkala ia hendak meneruskan ceritanya, Ceng Go berteriak kepada Sin Houw:
"Hey, saudara Sin Houw! Apakah kau berani melayani ilmu sakti gabungan kami yang bernama Ngo-heng tin, atau tidak?"
Dua hari yang lalu, Sin Houw bersikap segan terhadap mereka. Karena mereka adalah pamannya Giok Cu. Akan tetapi setelah mendengar cerita Shiu Shiu, lenyaplah rasa hormatnya, ia kini mendongkol dan muak terhadap mereka, maka dengan sengit ia menyahut:
"Hmm, kamu hanya berlima saja, walaupun aku kalian kepung sepuluh orang, tidaklah aku mundur selangkah pun "
Tepat pada saat itu, melesatlah sesosok bayangan memasuki serambi sambil berseru nyaring:
"Anak tak tahu adat! Enyahlah kau dari sini !" Dalam selintasan, Sin Houw melihat perawakan tubuh bayangan itu yang tinggi dan kekar. Rambutnya dibiarkan lepas tak beraturan dan terlilit gelang tembaga yang berkilauan. pakaian yang dikenakannya terbuat dari kulit Ka- see. Kesan dirinya mirip dengan seorang pendeta tauw-to, tetapi sebenarnya dialah seorang bandit besar yang berkeliaran disekitar Ho-lam.
Namanya Teng Teng, ia baru saja datang untuk mengunjungi keluarga Cio-liang pay hendak mengajak untuk bekerja sama.
Ketika mengetahui keluarga itu sedang dipermainkan oleh seorang anak muda, ia jadi panas hati dan penasaran. sekarang ia akan memamerkan kemampuannya menghajar anak muda itu. Begitu mendarat dilantai, terus saja tangannya menyambar.
Thio Sin Houw melihat datangnya serangan mendadak. Gesit ia mengelak, dan dengan sebat ia menerkam rambut gondrong pendeta itu, Kemudian ia bergerak memutar, sehingga tubuh pendeta itu terputar pula seperti sintir.
Tiba tiba terkamannya di lepaskan, dan Teng Teng terlempar tinggi. Tak ampun lagi, dia terbanting jungkir balik menelungkup di gerombol pohon-pohon yang berduri, seketika itu juga, seluruh muka dan tubuhnya babak belur terkena duri- duri yang tajam ia terkaing-kaing seperti seekor anjing kena pentung.
Sama sekali tak terbayangkan, bahwa dia bakal babak belur hanya dalam segebrakan saja!
Menyaksikan kejadian itu, Giok Cu tertawa merendahkan. Tanpa menghiraukan apa yang telah terjadi, ia lantas minta ibunya meneruskan bercerita:
"Pada malam hari itu, mereka berlima mengepung Beng Cin dengan ilmu gabungan Ngo-heng tin, ilmu sakti itu belum pernah terkalahkan oleh siapapun juga. Tetapi sebenarnya, dia sanggup melayani. Hanya sayang, ia sudah mereguk obat bius pelarut tenaga. Makin lama gerakannya makin kendor. Nampak sekali kelelahannya, sulitlah ia untuk meneruskan perlawanannya lagi. Bahkan untuk bisa lolos saja tiada harapan lagi "
"Shiu Shiu!" bentak Ceng Go, "Apakah kau hendak membuka rahasia ilmu sakti keluarga kita kepada anak itu?"
Shiu Shiu tidak menghiraukan bentakan Ceng Go. Dengan menatap wajah Sin Houw, ia meneruskan:
"Jelaslah, bahwa ia ingin merobohkan salah seorang musuhnya, agar dapat memecahkan ilmu gabungan itu. Akan tetapi kecuali tenaganya nyaris habis, ilmu gabungan itu adalah suatu persenyawaan, Masing-masing mempunyai kerja-sama yang rapi dan saling berhubungan dan saling melindungi. Demikianlah, akhirnya dia hampir roboh kecapaian, Tubuhnya sempoyongan semakin hebat, Dan aku berteriak nyaring:
"Jangan pikirkan aku! Pergilah! cepat pergi! selama hidupku, tak akan kulupakan dirimu, selamatkan dirimu dahulu!"
Hebat suara Shiu Shiu tatkala menirukan pekik teriaknya dahulu. Giok Cu sampai bergidik, sebab pekik teriak ibunya mirip jeritan berbareng ratapan yang menyayat hati. seperti orang membangunkan seseorang yang tidur pulas, ia lalu berteriak:
"lbu!"
Sin Houw kaget juga, Bulu kuduknya meremang, Dengan hati cemas ia memandang wajah Shiu Shiu, pandang mata Shiu Shiu nampak kabur dan kuyu, napasnya memburu.
Tahulah dia, bahwa hati Shiu Shiu penuh duka, benci, mendongkol dan penasaran. ia lantas tergugu beberapa saat lamanya.
"Subo, sudahlah. Esok malam bisa disambung lagi, sekarang beristirahatlah dahulu, aku sendiri hendak menyelesaikan urusanku. Tapi esok malam aku berjanji akan datang lagi, untuk mendengarkan sambungan ceritanya." katanya.
"Tidak! Tidak!" seru Chiu Shiu seperti tersadar. ia menyambar lengan baju Sin Houw dan ditariknya. Katanya:
"Sembilanbelas tahun lebih aku membisu, sekarang aku mempunyai kesempatan untuk melontakkan semua isi hatiku. Anakku, Sin Houw. Kau dengarkan dahulu ceritaku sampai selesai..."
Suara itu mengandung suatu permohonan, maka terpaksa Sin Houw memanggut seraya berkata:
"Baiklah, Akan kudengarkan sampai selesai."
Lega hati Shiu shiu, perlahan lahan ia melepaskan cekalannya. Namun ujung jarinya masih menjepit lengan baju Sin Houw. Katanya meneruskan:
"Mereka sebenarnya menghendaki jiwanya. Tapi kecuali itu, yang terlebih penting lagi adalah harta karun! Harta karun itulah yang mereka kehendaki dan Beng cin sudah dapat menduga jauh-jauh sebelumnya. Kini dia sudah mempersiapkan diri.
"Demikianlah, akhirnya ia terluka dan ia roboh terkulai. Tapi di dalam keadaan setengah sadar itu, masih sempat ia mengeluh: "Akh, petaku! Dan setelah itu, ia tak ingat sesuatu lagi.."
"Hey, bangun dahulu!" teriak susiok Kun Cu, "Kau tunjukkan dulu dimana harta karun itu!"
"Susiok Kun Cu berteriak demikian sambil melompat memasuki panggung, jari tangannya menusuk tubuh Beng Cin dibagian tertentu. Dan akibat tusukan jari itu, Beng Cin jadi tersadar sebentar, sahutnya: "Oh, rupanya kau juga menghendaki harta itu? Peta tak ada padaku. siapa yang berani, ikutlah aku ,,." dan setelah berkata demikian, kali ini dia benar-benar roboh tak sadarkan diri lagi.
"Mereka semua jadi gempar mendengar jawaban Beng Cin. Juga mereka semua yang ikut menyaksikan perkelahian. Bila Beng Cin disadarkan, hebat akibatnya. Betapa tidak? Kalau obat bius itu punah, mereka semua bukan tandingannya. sebaliknya, apabila dibunuhnya, peta harta karun itu akan lenyap untuk selama-lamanya.
"Mereka lalu sibuk berunding, dan akhirnya ayah mengusulkan suatu penyelesaian yang bagus sekali. Ya, bagus sekali! Lim Beng Cin hendak digeledahnya dahulu, Apabila peta itu ternyata tidak ada padanya, urat-urat kaki dan tangannya hendak diputuskan. Kemudian baru dibebaskan.
Dua hari lagi, meskipun obat bius telah lenyap dari tubuhnya, Beng Cin sudah menjadi orang cacad. semua ilmu saktinya lenyap. Bukankah bagus sekali usul itu?
"Mereka kemudian melaksanakan pekerjaan itu, dan aku lalu roboh tertidur karena juga terkena pengaruh obat bius itu.
"Entah berapa lama aku tertidur, setelah menyenakkan mata, dihadapanku terjadi banjir darah. Banyak kulihat mayat- mayat bergelimpangan. Beng Cin tidak nampak lagi diatas panggung.
Hatiku jadi berharap-harap cemas. Apakah dia berhasil melarikan diri setelah membunuh lawan-lawannya? Tetapimasih sempat aku menyaksikan, tatkala mereka berlima memutuskan urat-urat kaki dan tangannya. Aku jadi kebingungan. Tak ada yang bisa memberitahukan kepadaku. Gedung nampak sunyi senyap.
Syukur, bubur yang kumakan tidak begitu banyak, sehingga aku kehilangan kesadaranku hanya selama waktu dua tiga jam saja. Akupun telah dapat berdiri dengan tegak. Dan segera aku mengadakan pemeriksaan. Mayat-mayat itu ternyata bukanlah mayat-mayat keluarga Cio-liang pay, tetapi mayat-mayat tetamunya yang tadi menyaksikan pertandingan Apa yang telah terjadi?
"Tiba-tiba aku mendengar suara mengerang. segera aku menghampiri dan kulihat seorang tamu yang tertusuk kedua matanya. Tak usah kukatakan lagi, bahwa bakal buta dikemudian hari, meskipun jiwanya selamat. Segera aku menolongnya. Tatkala kena raba tanganku, dia bertanyakan siapa diriku. Mendadak saja dia berkata dengan berani:
"Apakah kau calon mempelai?"
"Benar." sahutku, Ternyata dia seorang pendekar yang tahan sakit.
Tanpa memperdulikan keadaan dirinya, dia berkata: "Syukurlah kau telah tersadar sekarang, sudikah kau
membawaku keluar dari gedung ini? Aku bernama Wong San
Cong, berasal dari Kam-leng, Aku bukan teman maupun musuh musuh keluargamu, Kedatanganku ke sini semata- mata memenuhi undangan ayahmu. Katanya, ayahmu hendak mengawinkan dirimu dengan bekas musuhnya. Maka aku datang bersama pendekar Thio Kim San, dari Bu-tong pay."
Mendengar Shiu Shiu menyebut nama Thio Kim San, hati Sin Houw terperanjat seperti mendengar petir di siang hari, itulah nama ayahnya, Hampir saja ia membuka mulutnya. Sukur Shiu Shiu telah mendahului meneruskan ceritanya:
"Dari mulutnya, aku mengetahui bahwa Beng Cin berhasil dilarikan, Tatkala pendekar Thio Kim San dan Wong San Cong tiba, mereka masih sempat menyaksikan Beng Cin sedang disiksa, itulah perlakuan yang sewenang-wenang dan sebagai pendekar yang berbudi luhur, mereka tak dapat membiarkan tindakan itu terjadi dihadapan mereka. serentak mereka bergerak hendak melakukan pertolongan.
Dan tepat pada saat itu, terjadilah suatu peristiwa perebutan peta yang terdapat pada tubuh Beng Cin, mereka saling bertengkar dan akhirnya saling bunuh-membunuh.
"Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh pendekar Thio Kim San, Dengan pertolongan Wong San Cong, ia memanggul tubuh Beng Cin dan dibawanya pergi. Tetapi tidak semua yang hadir kalap oleh peta harta karun itu, itulah keluarga kami bagian wanita.
Mereka berteriak-teriak menyerukan tanda bahaya, dan pendekar Thio Kim San lalu dikepung. syukur masih ada Wong San Cong yang melindungi. selain itu kebanyakan diantara tamu terpancing pada peta harta karun itu. Dengan demikian, kepergian pendekar Thio Kim San tidak mengalami rintangan terlalu sulit.
Tetapi walaupun demikian, kedua matanya Wong San Cong kena tusuk senjata ayah, Dia masih bisa membalas dengan menghamburkan senjata bidiknya. Ayah bisa menyelamatkan diri, namun tak urung sebatang senjata bidik itu dapat mengenai paru-parunya juga, Ayah tidak mati, tetapi bidikan itulah yang kelak membawa mautnya beberapa tahun kemudian.
"Dalam pada itu hawa pembunuhan masih bergolak. susiok Kun Cu berhasil mempertahankan diri, Tapi ia terkejut, ketika mengetahui Beng Cin lenyap ! tepat pada saat itu, ayah roboh terkulai pula sambil menuding keluar, Dengan serentak paman Kun Cu melesat keluar mengejar pendekar Thio Kim San.
Karena dialah yang membawa kabur Beng Cin, Maka sisa para tamu ikut mengejar pula, Tetapi bukannya mengejar pendekar Thio Kim San, melainkan semata-mata untuk mencoba merebut peta.
"Entah bagaimana akhirnya, akan tetapi dikemudian hari kudengar tutur kata mengenai pengejaran itu, Karena memanggul orang, gerakan pendekar Thio Kim San terhalang, Merasa diri bakal terkejar, ia menyembunyikan Beng Sin dibalik gerombol belukar yang berada ditepi tebing, kemudian ia mengadakan perlawanan dan pembelaan diri.
"Tetapi beberapa saat kemudian, corak dan tujuan pertempuran jadi berobah tak keruan. itulah disebabkan pengaruh peta harta karun. Kembali mereka saling berebut dan saling bunuh dan pendekar Thio Kim San mempunyai kesempatan untuk meninggalkan gelanggang.
Agar Beng Cin selamat, sengaja ia membuat penyesatan, ia lari kearah yang bertentangan. Dan semenjak hari itu, ia tiada kabar beritanya lagi..." "Hey! Mengapa kau mengoceh tak keruan? Awas !" Ceng
Go memutus dengan berteriak nyaring.
"Hmm, apakah kalian kira aku takut mati? Kalian boleh membunuhku. Bukankah kalian juga yang membunuh tamu- tamu undangan dengan cara keji!" damprat Shiu Shiu dengan pandang menyala.
"Keji bagaimana?"
"Kau pancing mereka memasuki tanah jebakan, kemudian kalian habisi jiwa mereka. Bukankah begitu?"
"Ngaco! Thio Kim San yang membunuh mereka!" teriak Ceng Go dan Ceng Sam dengan berbareng.
"Hmm!" dengus Shiu Shiu, "Apakah kalian sangka tak ada seorangpun yang menyaksikan peristiwa itu?"
"Siapakah orang itu? siapa?"
"Aku sendiri. Tatkala membimbing pendekar Wong San Cong keluar dari dusun !" sahut Shiu Shiu dengan tegas.
Thio Sin Houw tertegun mendengar perkataan itu. samar- samar ia seperti memperoleh penjelasan dan latar belakang sebab-sebabnya ayahnya dimusuhi para pendekar dari berbagai penjuru.
Rupanya ayahnya disangkut pautkan dengan peristiwa Gin-coa Long-kun dan masalah pembunuhan para pendekar undangan yang sebenarnya dilakukan oleh keluarga Cio-liang pay. Hanya bagaimana cara keluarga Cio-liang pay menjebak dan membunuh mereka, belum jelas.
"Anakku, Sin Houw!" kata Shiu Shiu, "Peta yang berada ditangan paman Kun Cu sebenarnya adalah peta yang palsu. inilah yang kukatakan tadi, bahwa jauh sebelumnya Beng Cin telah membuat persiapan yntuk mengakali mereka. Berbulan- bulan lamanya mereka menggali sana-sini, uang ratusan ribu telah mereka keluarkan sebagai beaya pencarian harta karun itu, tetapi sebiji kerikil emaspun tak mereka peroleh . Ha-ha !
Benar-benar memuaskan sekali. Dan setidak-tidaknya bisa menghibur hatiku..."
Ceng It berlima menggeram mendengar ejekan Shiu Shiu, Menuruti hati ingin mereka menerjang dengan serentak akan tetapi mereka takut terhadap Sin Houw, Maka akhirnya mereka hanya mengumpat kalang-kabut.
Shiu Shiu sendiri tidak menggubris, setelah tertegun sejenak, ia meneruskan lagi:
"Dia telah disiksa, Urat-urat kaki dan tangannya telah diputuskan. Walaupun pendekar Thio Kim San telah berhasil menyelamatkan jiwanya, pastilah ia menjadi laki-laki yang tidak berguna lagi, Aku tahu, hatinya keras dan angkuh, sekarang aku mendengar berita dari kau, bahwa kau telah merawat tulang-tulangnya, Artinya, dia benar-benar selamat pada waktu itu, Untuk muncul kembali, pastilah dia tak berdaya lagi. Kemudian mati oleh rasa hati dendam dan mendongkol."
Thio Sin Houw tak bergerak dari tempatnya, seakan-akan tersihir, otaknya yang cerdas sibuk merangkai-rangkai peristiwa itu, sekarang, latar belakang sebab~sebab terjadinya pengejaran terhadap ayahnya, seakan-akan lebih jelas lagi, itulah mengenai peristiwa pembunuhan dan peta.
Ayahnya dahulu pernah menyebut-nyebut jembatan penyeberangan di atas gunung Bu-tong san. Apakah maksudnya bukan mengenai peta harta karun itu?
Terjadinya pengejaran terhadap ayahnya, terang sekali suatu fitnah, sebab ayahnya sama sekali tidak melakukan pembunuhan. juga tidak ikut serta merebut peta harta karun. Demikianlah kalau menurut cerita Shiu Shiu.
Dan rupanya, setelah mengetahui peta itu palsu, rasa mendongkol dan penasaran mereka ditimpahkan kepada ayahnya. Maka telah terjadi pengejaran itu, Alangkah jahat dan kejinya fitnah itu! Dengan mata menyala, ia lantas mengalihkan pandang kepada Ceng It berlima.
Dari luar halaman, Ceng It menantang: "Hey, anak muda! Kau tadi mendengar ilmu gabungan Ngo-heng tin, itulah ilmu sakti kebanggaan keluarga kami. Bagaimana? Apakah kau berani mencobanya ...? Kalau berani, hayo keluarI"
Panas hati Shiu Shiu mendengar tantangan itu, akan tetapi ia sadar ilmu gabungan itu memang hebat. Bahkan terlalu hebat bagi Sin Houw, Maka dengan menahan diri, ia berkata kepada Sin Houw:
"Kau pulanglah! jangan layani mereka."
Sin Houw tahu maksud ibunya Giok Cu, Memang, untuk mencoba-coba ilmu gabungan Ngo-heng tin, bukanlah mudah, tetapi kalau hanya berlawanan seorang demi seorang dari mereka, ia sanggup mengalahkan. Almarhum Lim Beng Cin sendiri sulit memecahkan rahasia ilmu sakti itu. Terhadap dirinya, Ceng It berlima sudah bersikap memusuhi. Kuat dugaan mereka, bahwa diri mempunyai hubungan dengan almarhum Lim Beng Cin, Karena almarhum adalah musuh besar mereka, maka dirinyapun dianggap demikian pula.
Mereka berlima adalah manusia manusia kejam, Dan tidak akan segan-segan menggunakan segala macam tipu daya. Kemungkinan sekali , dia akan mengalami malapetaka, apabila tidak berhati-hati. itulah sebabnya dia berbimbang hati.
"Hm! Jadi kau tidak berani, bukan ?" ejek Ceng Go. "Kalau begitu, kau berlututlah dihadapan kami tiga kali! Dan kami akan mengijinkan kau pergi dengan selamat."
Itulah suatu ejekan yang menyakitkan hati, sebelum Sin Houw menyahut, berkatalah Ceng Sam menyambung perkataan saudaranya:
"Kau akan ijinkan dia pergi dengan selamat? Kukira, meskipun sekarang dia sudi berlutut, sudah kasep!" setelah berkata demikian, ia membentak kepada Sin Houw dengan suara nyaring:
"Anak muda, malam ini kau harus mencoba-coba kepandaian kami berlima!" Panas hati Sin Houw mendengar kata kata mereka berdua, Tak sudi ia kalah gertak, maka menyahutlah ia dengan nyaring pula:
"Kudengar ilmu gabungan Ngo-heng tin ciptaan keluarga Cio-liang pay, hebat sekali dan tak terkalahkan. Tetapi, sebenarnya aku ingin mencobanya. sayang saat ini aku letih sekali, sudikah kalian mengijinkan diriku beristirahat selama satu jam saja?"
Thio Sin Houw mengganti sebutan paman dengan istilah kalian, Artinya, ia memandang mereka sebagai musuhnya pula, sebaliknya, mereka tak menghiraukan sama sekali. Memang Sin Houw sudah dipandang sebagai musuh yang harus di binasakan. Jawab Ceng Go dengan nada mengejek:
"Baik, satu jam! Tetapi meskipun kau beristirahat sampai delapan hari, mustahil dapat lolos dari ilmu gabungan kami ! "
"Hey, nanti dulu!" seru Ceng Sam. Jangan-jangan binatang ini sedang merencanakan suatu muslihat, Mari kita bereskan sekarang saja!"
"Jangan!" cegah Ceng lt. "Kakakmu telah mengabulkan permintaannya. Biarlah dia hidup satu jam lebih lama, Hanya saja, kita harus menjaganya, jangan sampai dia kabur!"
"Kalau begitu, perintahkan dia beristirahat didalam ruangan latihan!" Ceng Sie memberi saran. "Disana kita mengurungnya."
"Baik." sahut Sin Houw, Kemudian ia bangun dari tempat duduknya.
Shiu Shiu berdua Giok Cu menjadi bingung, ingin mereka mencegah, akan tetapi sama sekali tak berdaya.
Ternyata diruang tempat latihan itu terdapat beberapa orang bersenjata lengkap, Diantara mereka, Sin Houw mengenal tiga orang, itulah si Tangan besi Wong Bun Cit, bersama Kie Song Sie dan Su Eng Nio. Melihat Sin Houw, Wong Bun Cit berkata: "Saudara yang baik, Kami mendengar kau diberi kesempatan beristirahat selama satu jam. Kau gunakanlah sebaik-baiknya, apabila lilin-lilin itu padam, itulah tanda waktu istirahatmu sudah habis."
Sin Houw tidak menjawab. ia hanya memanggut.
Setelah mengambil tempat duduk Sin Houw menebarkan penglihatannya kepada Ceng It berlima yang ikut duduk dengan sikap mengurung, pada penjuru tertentu yang telah mereka perhitungkan pikirnya didalam hati:
"Memang sulit untuk memecahkan barisan mereka." Kemudian iapun teringat bahwa Gin coa Long-kun yang
berkepandaian sangat tinggi, masih tak sanggup memecahkan.rahasia ilmu Ngo-heng tin, Namun tiba-tiba iapun teringat pada beberapa halaman terakhir buku warisan ilmu sakti Gin-coa long-kun. Mungkinkah itu sengaja dipersiapkan untuk melayani dan menghadapi serangan musuh yang tiba dari berbagai penjuru?
"Syukurlah aku telah menemukan kitab itu dan dapat memahami isinya,.." pikirnya lagi.
Memperoleh pikiran itu, Sin Houw jadi tenang hatinya. Kedua matanya yang terpejam menyenak dan menyinarkan cahaya berkilat, wajahnya nampak terang.
Selama itu Giok Cu terus memperhatikan keadaan Sin Houw. ia ikut berlega hati ketika melihat wajah pemuda itu terang-benderang.
Dan Thio Sin Houw yang telah memperoleh ketetapan hati, segera bangkit dari kursinya dan berkata memutuskan:
"Cukup! Aku sudah cukup beristirahat silahkan kalian mulai!"
(Oo-dwkz-oO)
ITULAH KEPUTUSAN yang mengejutkan - karena lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi Ceng It bersikap acuh tak acuh, Mereka segera memerintahkan anak buahnya untuk menukar lilin-lilin yang baru, Kursi-kursi pun segera disingkirkan. Kata Sin Houw:
"Marilah kita tentukan dahulu mengenai syarat-syarat menang dan kalahnya."
"Hmm, Kalau kau menang, bawalah emas yang kau kehendaki. sebaliknya kalau kau kalah, tak usah dibicarakan lagi!" sahut Ceng It,
"Kalau begitu, bawalah emas itu ke sini, bila aku menang segera akan ku bawa pulang."
"Hey, Giok Cu!" kata Ceng It dengan membusungkan dada. "Bawalah kantong emas itu ke sini."
Didalam hati Giok Cu menyesali diri sendiri. Kalau tahu bakal begini jadinya, pastilah dia akan mengembalikan kantong emas itu ketika Sin Houw datang meminta, sekarang pemuda itu di paksa mempertaruhkan jiwanya, itulah suatu hal yang tidak dikehendaki. sekarang tak dapat ia berbuat lain kecuali patuh kepada perintah pamannya.
Maka dengan lesu ia mengambil kantong emas yang disimpannya, Kemudian di tempatkan diatas lantai, setelah itu, Ceng It berlima segera berseru:
"Mari kita mulai!"
Merekapun dengan serentak menghunus senjata masing- masing, Sin Houw segera bersiaga pula, Akan tetapi tatkala hendak bergerak, tiba-tiba terdengarlah suara tertawa yang disusul dengan kata-kata nyaring:
"Saudara Thio Ceng It! Aku Go Eng Cay datang berkunjung untuk mengunjuk hormati"
Belasan orang segera memasuki tempat berlatih saling susul. Perawakannya tidak rata, ada yang tinggi besar, pendek
, gemuk dan kurus. Dan yang berjalan didepan adalah Go Eng Cay, pangcu atau ketua dari persekutuan Liong-yu pang.
Ceng It menyambut kedatangan Go Eng Cay dan mempersilahkan duduk. Bertanya minta keterangan: "Go hengtiang, sahabatku, Tengah malam buta kau mengunjungi pondok kami. sebenarnya apakah maksud kalian? Ha, kulihat pula rekan Buyung Hok datang pula, benar- benar suatu kehormatan besar bagi kami."
Setelah berkata demikian, Ceng It membungkuk hormat kepada seorang tetamu yang berada dibelakang Eng Cay, Orang itu pesolek, usianya kurang lebih empat puluh tahun. Pakaiannya rapih, sehingga mirip seorang laki-laki hidung belang yang doyan perempuan.
Dengan menyertai tawa, Go Eng Cay berkata:
"Saudara Ceng It, kau berbahagia sekali. Kau mempunyai keponakan perempuan yang cerdas dan berkepandaian sangat tinggi, sehingga Wong Bun Cit dan beberapa kawannya roboh ditangannya."
Ceng It menjadi heran mendengar perkataan itu, ia memang belum menerima laporan tentang sepak terjang Giok Cu mengenai perampasan emas. Kini ia sedang menghadapi seorang lawan tangguh, maka tak ingin ia membuat persoalan baru, sahutnya dengan sabar:
"Lauwheng, sebenarnya apakah yang telah dilakukan oleh keponakanku? Percayalah, kami tidak akan melindungi pihak yang bersalah."
Go Keng Cay tidak mengetahui latar belakang persoalan keluarga Cio-liang pay. ia tak pernah menduga, bahwa pada saat itu Ceng it berlima sudah memandang Giok Cu sebagai musuh yang harus disingkirkan. Tatkala melihat Sin Houw berada diantara keluarga Cio-liang pay, rasa herannya kian bertambah.
Bukankah pemuda itu yang dilaporkan sebagai seorang pendekar muda yang berkepandaian tinggi? Karena pikirannya itu, ia lalu berkata:
"Kami dari pihak Liong-yu pang, belum pernah bentrok dengan pihak kalian. Karena itu dengan memandang pada kalian berlima, biarlah kuselesaikan persoalan Jie Cu Pang, Kuanggap kematiannya terjadi karena kepandaiannya sendiri yang masih dangkal. Hanya saja, mengenai emas itu, kami telah mengikuti dari jauh.
Kami telah membuang tenaga dan beaya yang tidak sedikit, Malahan kami kehilangan jiwa pula, Demi untuk melangsungkan hidup kami, maka "
Mendengar perkataan itu, Ceng it menjadi lega hatinya, jadi kedatangan Go Keng Cay bukan untuk mengadakan perhitungan balas dendam, Kalau hanya soal emas, malah kebetulan Mereka bisa di kaitkan dengan Sin Houw, Maka katanya dengan suara terbuka:
"Emas yang kau inginkan berada di sini, Ambillah jika kau kehendaki. Kami tidak akan menghalangi."
Go Keng Cay segera memberi perintah kepada anak buahnya untuk memunguti emas yang bertebaran diatas lantai.
Akan tetapi baru saja tangan mereka meraba potongan emas, tiba-tiba suatu ke-siuran angin menolaknya, Mereka terdorong mundur, Dengan serentak mereka menoleh, dan dihadapan mereka berdiri Sin Houw yang berkata kepada Keng Cay dengan suara tenang:
"Go pekhu, emas ini sesungguhnya merupakan perbekalan tentara Thio Su Seng, Karena itu apabila kau rampas, akan besar akibatnya dikemudian hari."
Nama Thio Su Seng memang sangat terkenal sebagai pejuang bangsa, akan tetapi Go Keng Cay yang hidup sebagai kawanan perampok diatas permukaan air, tidak memperdulikan. sambil tertawa melalui dada, ia menoleh kepada Buyung Hok. Katanya:
"Ha, kau dengar? Kita digertaknya dengan nama Thio Su Seng!"
Buyung Hok membawa sebatang pipa panjang (hun-cwee). Diisapnya per1ahan-lahan dan asapnya dikepulkan ke udara beberapa kali. sikapnya tenang sekali dan tiada maksudnya hendak menjawab ucapan Keng Cay, Dia hanya mengerling lalu menatap wajah Sin Houw.
Thio Sin Houw membalas pandangnya, Buyung Hok yang berusia pertengahan -nampak berkesan angkuh dan agung, Entah apa sebabnya, mendadak saja timbul rasa bencinya. Akan tetapi, masih dengan merendah ia berkata:
"Apakah supek ikut campur pula dalam persoalan ini? siapakah nama su-peh?"
Buyung Hok tidak menjawab. ia mengepulkan asap pipanya, Dan kali ini mengarah wajah Sin Houw dengan tepat.
Dan tatkala asap pipanya keluar dari tabungnya, nampak seperti dua ekor ular yang bergerak-gerak ke udara. setelah itu, Buyung Hok membuang sisa tembakaunya dengan mengetuk-ketukkan pipanya yang panjang, setelah itu diisikan lagi dengan tembakau yang baru, dan dinyalakannya, Kemudian kembali ia mengisap dengan nikmat.
Akan tetapi, selagi Buyung Hok menjual aksi, tiba-tiba melesatlah sesosok bayangan ke dalam ruangan sambil berseru:
"Kembalikan emasku!"
Bayangan itu mendarat diatas lantai dengan manis sekali. Ternyata dia seorang gadis. Hanya selisih beberapa detik, mendarat pulalah seorang pemuda yang berperangai kasar, Kemudian datang lagi seorang laki-laki berusia kurang lebih limapuluh tahun, berdandan sebagai seorang pedang. wajah mukanya berkesan lucu.
Thio Sin Houw segera mengenali gadis itu, Cie Lan, ia girang berbareng khawatir dan kaget, ia girang karena kedatangan mereka berarti membantu dirinya, hanya saja ia belum mengetahui betapa kepandaian kedua kawan yang di bawanya, iapun khawatir memikirkan Giok Cu dan ibunya, sejak mereka berdua menentang keluarganya, pastilah Ceng it berlima tidak akan segan-segan lagi menganggap mereka sebagai musuh yang harus dibasmi. Disamping Ceng It berlima, terdapat gerombolan Liong-yu pang, Dengan demikian, ia harus melawan dua kelompok musuh yang tangguh. Kecuali harus membela diri, iapun perlu melindungi Giok Cu dan ibunya.
Pada waktu itu, beberapa anggauta keluarga Cio-liang pay lantas saja menghadang Cie Lan dan kedua kawannya. Dan pemuda yang berada dibelakang Cie Lan, lantas saja berteriak:
"Hey, kembalikan emas kami !"
Pemuda itu kemudian membungkuki lantai hendak mengambil potongan emas yang bertebaran, Dan menyaksikan hal itu Sin Houw jadi prihatin. pikirnya di dalam hati:
"Akh, mengapa pemuda itu begitu walaupun semberono, pemuda itu ternyata bermata tajam dan gesit, ia melompat kesamping untuk menghindar lalu balas menyerang dengan kedua tangannya. Tentu saja Ceng Cit tidak sudi mengalah, ia menangkis sehingga tangan-tangan mereka saling bentur. Kemudian kedua-duanya terpental mundur beberapa langkah.
Pemuda itu menjadi penasaran, ia maju lagi hendak mengulangi serangannya, tiba-tiba orang yang berpakaian sebagai saudagar itu mencegah:
"San Bin, tahan!"
Sekarang Sin Houw mengetahui siapa pemuda itu, Dialah Ciu San Bin yang mengawal emas bersama Cie Lan. Kalau begitu orang yang berpakaian sebagai pedagang itu, pastilah kakak seperguruannya sendiri: Tong-pit tie sui-poa Lauw Tong Seng!
Tanpa bersangsi lagi, Sin Houw lalu mendekati dan memberi hormat sambil berkata:
"Suheng, terimalah hormatnya adik seperguruanmu!" Pedagang itu terbelalak. segera ia memegang kedua
tangan Sin Houw, wajahnya berseri-seri, selagi ia berkata: "Thio Sin Houw! Kau masih begini muda. Akh, benar-benar tak pernah kusangka kita akan bertemu disini!"
Cie Lan mendekati Sin Houw, berkata:
"Sin-koko, inilah Ciu suheng yang kukatakan kepadamu." Cie Lan memperkenalkan si semberono, Sin Houw
memanggut. Juga San Bin.
Melihat San Bin hanya manggut Lauw Tong Seng menjadi tak senang,
"Hey, San Bin! Kau harus memberi hormat sambil berlutut. Dialah pamanmu ! "
Ciu San Bin semakin merasa tak senang hati. Bukankah Sin Houw lebih muda dari padanya? Kenapa dia harus berlutut, Namun ia diperintah oleh gurunya.
Sementara itu Buyung Hok tak mau harus menjadi penonton dalam menyaksikan kejadian itu, segera ia menegur dengan tinggi hati:
"Kalian semua ini orang-orang macam apa?"
Ciu San Bin yang sedang merasa tak senang hati, menjadi marah. Dia maju selangkah seraya menyahut dengan suara sengit:
"Emas ini adalah emas kami. Kenapa kalian curi. Karena itu, terpaksa aku mengajak guruku ke sini untuk mengambil kembali!"
Buyung Hok tertawa mengejek, sambil mengepulkan asap pipanya, Keruan saja San Bin mendongkol melihat lagaknya
Katanya menegas:
"Coba katakan terus terang, sebenarnya kalian hendak kembalikan atau tidak? Kalau tidak, hayo maju semua!"
Buyung Hok tertawa dua kali, suaranya aneh pula, Kemudian menoleh kepada Go Keng Cay. Akan tetapi Ceng Cit sudah tidak sabar. ia ikut maju sambil berkata mengejek: "Eh, enak saja kau ngoceh seperti burung, Kau hendak mengambil emasmu? Jika kau mempunyai kepandaian, kau layani aku dulu, Kalau sudah, baru kita berbicara." Belum lagi mulutnya membungkam, tangannya sudah melayang memukul San Bin.
Itulah serangan mendadak yang sama sekali tak terduga. Dan pundak San Bin terhajar telak. Buk"
Sudah tentu San Bin marah. segera ia membalas menyerang, tepat mengenai perutnya Ceng Cit, Bluk!
Ceng Cit membungkuk karena perutnya sakit, sudah itu terdengar suara: Blak-bluk-blak-bluk! Mereka saling mengamuk, karena menuruti hati panas. Mereka tidak memperdulikan pembelaan diri lagi, Mereka memukul asal memukul dan tak pernah gagal pada sasarannya, sehingga diam-diam Sin Houw jadi kesal di dalam hati:
"Mengapa muridnya Toa suheng begini bodoh? Kalau menghadapi musuh tangguh, sekali pukul pasti dia terjungkal. Apakah toa suheng tidak pernah memberi petunjuk?" pikirnya.
Kemudian tibalah pertempuran itu pada babak terakhir. Dengan tinju kanan, San Bin menggempur Ceng Cit, Cepat- cepat Ceng Cit mengelakkan diri kekiri, Diluar dugaan, tangan kiri San Bin bergerak dengan suatu kecepatan luar biasa. serangan ini tak dapat dielakkan, Ceng Cit kena dihajar keras sekali. Tubuhnya terbanting dan jatuh terkapar di atas lantai dengan tak sadarkan diri.
Kemenangan ini membuat hati San Bin besar dan girang sekali. ia berbangga hati karena bisa merobohkan lawannya, Dengan mengharap pujian, ia menoleh kepada gurunya. ia heran dan kaget tatkala melihat wajah gurunya merah padam menahan rasa marah.
Cie Lan menghampiri. Melihat wajah San Bin bengap dan kuping kanannya berdarah, segera ia menyusuti dengan sapu tangannya. Kata Cie Lan setengah berbisik:
"Mengapa kau sama sekali tidak mengelak dari pukulannya. Kenapa kau melawan keras dengan keras?" "Untuk apa aku mengelak?" sahut San Bin. "Kalau aku
hanya mengelak, sudah tentu aku tak akan berhasil menghajarnya."
Tiba-tiba terdengar suara Buyung Hok yang nyaring luar biasa:
"Jangan kau terlalu cepat berbesar hati, setelah dapat merobohkan seorang lawan. Eh, apakah kau benar-benar menghendaki emas itu?"