Jilid 10
DEMONSTRASI ilmu mer ingankan tubuh yang dilakukannya barusan boleh dibilang sangat lihay, belum tentu umat persilatan sanggup melakukannya.
Mimpi-pun Ku See hong tidak menyangka kalau tingkatan yang dicapai dalam ilmu mer ingankan tubuhnya telah mencapai tingkatan yang begitu hebatnya, untuk mencapai ketinggian sepuluh kaki, pada hakekatnya hal mana bisa dilakukan dengan santai.
Setelah masuk kedalam gua itu, dia ma kin terkejut bercampur tercengang, ternyata gua itu begitu luas dan panjangnya sehingga sama sekali diluar dugaannya se mula, Luas gua saja mencapai dua puluh kaki lebih, cuma saja makin kedalam se ma kin menyempit, tapi tidak diketahui berapa dala mnya.
Udara dalam gua itu dingin sekali, bisa diketahui bahwa gua itu pasti berhubungan langsung dengan puncak tebing tersebut.
Didalam gua itu banyak terdapat batu batuan, ada yang duduk ada yang berdiri, bentuknya aneh sekali. Bahkan diantara sekian banyak batu-batuan tersebut, adapula batuan yang berbentuk putih dan bercahaya terang.
Dengan ketajaman mata yang dimiliki Ku See hong sekarang, dia dapat menyaksikan se mua benda yang berada dalam gua itu dengan teramat jelasnya....
Dia m-dia m Ku Sue hong berpikir: 'Batuan ini bisa me mancarkan cahaya sendiri, jangan-jangan ada bintang sebangsa ular beracun atau lain lainnya yang berada disitu?'
Sambil berpikir sambil berjalan, tanpa terasa dia sudah mencapai kedala man tiga puluh kaki lebih, tiba-tiba muncul ke mba li sebuah gua lain yang letaknya tersembunyi dibelakang sebuah batu cadas berbentuk aneh.
Ku See hong adalah pemuda yang bernyali besar, setelah berpikir sejenak dia lantas mengha mpir inya. Satu kaki setelah me masuki gua tersebut, maka yang tampak hanya pasir putih yang halus, selain kering juga rata, tak sepotong batu pun yang dite mukan disitu.
Benda yang berada didalam semesta me mang beraneka ragam, kadangkala terdapat pula keanehan yang sama sekali diluar dugaan orang.
‘Didalam gua ada gua, diluar langit ada langit, diatas manus ia masih ada manus ia yang lain’; tampaknya ucapan tersebut me mang sama sekali tidak keliru.
Ku See hong segera tersenyum pikirnya: 'Gua ini paling bersih, mungkin dimasa silam ada pertapa yang berdiam di sini. Bila sekarang didalam situ ada penghuninya, maka sudah pasti penghuninya, adalah bangsa binatang yang suka akan kebersihan. Setelah sampai disini, kenapa aku tidak mencoba untuk me masukinya sekalian me lihat-lihat keadaan disana?'
Begitu ingat tadi melintas lewat dia lantas melangkah masuk kedalam gua itu. Ta mpak gua itu tingginya mencapai dua kaki, bukan saja dindingnya merupakan batuan putih yang berkilat, bahkan lantai pun beralaskan batuan putih yang berkilauan.
Tiba tiba....
Ku See hong menarik napas panjang, dia seakan-akan mengeadus sejenis bau harum bunga yang se merbak....
Padahal gua itu amat bersih, tiada rumput atau bunga yang tumbuh disitu lalu dari mana datangnya bau harum tersebut?
Dia lantas me masuki ke mba li sebuah lorong yang terpertang dibelakanig gua itu, dalam anggapannya bau harum tadi tentu berasal dari belakang sana.
Tanpa lagu lagi dia melangkah masuk kedalam lorong tersebut. Lorong itu terletak disebelah kiri dinding batu yang terbelakang,
panjangnya dua kaki kemudian melebar, rupanya disana terdapat ke mbali sebuah ruangan batu. Ruangan inipun seperti juga ruangan yang berada diluar, kosong me lo mpong t iada suatu bendapun, sementara kee mpat belah dindingnya terbuat dari batuan putih yang berkilauan.
Disebelah kiri depan pintu masuk, terdapat sebuah pot bunga yang terbuat dari batu putih, Pot itu letaknya lima depa dari permukaan tanah.
Didalam pot bunga tersebut terdapat tanah dan tumbuh sebatang rumput hijau yang panjangnya hanya tiga e mpat' inci, namun dalam pot tersebut hanya terdapat tanah merah tanpa air, mungkin airnya sudah la ma me ngering...
Anehnya, walaupun tanpa air rumput hijau itu tidak menjadi layu dan mati. Bau harum se merbak yang terendus sedari tadi ternyata berasal dari rumput hijau tersebut.
Timbul rasa ingin tahu dalam hati kecil Ku See hong, dia segera meneliti pot bunga itu lebih seksa ma.
Ternyata pot bunga tadi terbuat dalam delapan sudut, satu bagian mene mpel diatas dinding tanpa cacad. Oleh karena itu dia lantas menga mbil kesimpulan bahwa pot bunga tersebut tentu dibuat oleh pendiri gua itu ketika dilihatnya ada sebagian batu putih yang menonjo l keluar dibagian sana.
Tapi yang lebih aneh lagi adalah diseluruh ruangan batu itu tidak dijumpai sebuah kursi atau mejapun. Sekalipun pe milik gua itu sudah pindah atau meninggal dunia, paling tidak disana harus tertinggal perabot-perabot yang besar seperri meja, kursi atau pembaringan.
Tiba-tiba muncul perasaan ingin tahu dalam hatinya, diapun lantas berpikir: 'Ruangan ini bentuknya persis dengan ruangan batu diluar sana, apakah sejak dulu me mang begitu bentuknya? Arsitek yang me mbangun gua ini betul-betul hebat....! Aaah betul, pot bunga itu bisa berbentuk segi delapan, itu berarti tempat ini bukan bersifat alam, mela inkan me mang buatan manus ia...!' Satu ingatan segera melindas dalam benak Ku See hong, dengan cepat dia memegang pot bunga bersegi delapan itu dan didorong ke kiri. Ketika sa ma sekali tak bergerak, dia menggerakannya lagi ke kanan.
"Kraaak....!" kali ini pot bunga bersegi delapan itu bergeser beberapa inci dari te mpat se mula.
Tapi diatas dinding batu itu sa ma sekali tidak dite mukan pintu, hal mana me mbuat Ku See hong menjadi tertegun, mendadak dia menggoyangkan dengan gerakan sekenanya, tanpa disengaja dia menekan pot bunga itu kebawah.
"Kraak....!" kembali berge ma suara keras, agaknya ada engsel pintu yang sedang me mbuka.
Mencorong sinar aneh dari balik mata Ku See hong, dengan wajah tertegun dia menarik pot itu ke belakang.
"Kraaakkk....... !" ternyata pot bunga yang terbuat dari batu putih itu tak lebih adalah te mpat berpegangan diatas pintu, dengan cepat terpentanglah sebuah pintu.
Dibalik pintu tersebut kembali terdapat sebuah ruangan lain yang luasnya dua kaki dengan t inggi satu setengah kaki, seluruh dinding ruangan terdiri dari batu ke mala putih yang berkilauan.
Dite mpat ini terdapat meja kursi dan pembaringan komplit dengan perkakas lainnya. Semua alat itupun terbuat dari batu ke mala putih dengan ukiran-ukiran yang beraneka raga m, betul- betul sangat indah sekali.
Dengan sorot mata yang tajam, mendada k Ku See hong me mandang sekejap keatas pembaringan batu, ...ternyata disana duduk bersila seorang kakek yang matanya sudah cekung kedalam dengan punggung bersandar diatas dinding ruangan.
Diatas pembar ingan dima na kakek itu duduk bersila, terletak sebilah pedang antik yang berwarna hitam..., di bawah pedang tadi tampak sejilid kitab yang tipis ! Ku See hong tahu kakek ini pastilah seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi, tapi yang menjadi pertanyaan baginya adalah tubuh kekek itu; mengapa tidak me mbusuk sebaliknya mir ip orang yang masih hidup saja. Apakah dia mati belum la ma?
Ku See hong menghe la napas panjang, ia merasa ke matain kakek itu sungguh mengenaskan, begitu sepi, begitu menyendiri, coba kalau dia tidak me masuki gua tersebut tanpa sengaja, mungkin saja beberapa ratus tahun kemudianpun betum tentu jasadnya akan ditemukan orang.
Padahal, darimana dia tahu kalau kakek ini telah meninggal dunia sejak tigaratus tahun berselang, lagipula merasakan (merupakan) seorang manusia aneh yang luar biasa hebatnya, selain mengerti ilmu perbintangan, ilmu bangunan, ilmu alam dan tanah, ilmu barisan Pat-kwa, juga memiliki kepandaian silat yang tak terlukiskan hebatnya ?
Dengan sikap yang sangat hormat Ku See hong me mber i hor mat kepada kakek itu, ke mudian maju mende kat dan menga mbil kitab kecil yang tipis itu.
Diatas kitab tadi terlukis beberapa huruf yang tersembunyi:
"Tiada te man dalam jagad, dunia ini hanya kuseorang" Kemudian dibawah tertera pula e mpat huruf kecil: "HU-THIAN SENG- KIAM" !!
Gaya tulisannya kuat dan tegas, indah dan megah....
Ku See hong segera merasa, walaupun ucapan kakek ini terlalu besar namun terkandung kepedihan yang tak terlukiskan dengan kata-kata, sambil menghela napas segera guma mnya:
‘Dunia a mat luas, umat manusiapun tak terhitung jumlahnya, namun orang ini t idak mene mukan seorang temanpun sehingga ia menyebut dirinya sebagai Hu-thian Seng-kia m (Malaikat Pedang Menyendiri).’ ‘Mungkin keanehan watak Orang ini jauh me lebihi watak suhuku Bun-ji koan-su ,...kalau tidak, mengapa t iada teman didunia ini? Atau mungkin dalam jagad hanya dia seorang yang baik sedang lainnya orang jahat?’
Tentu saja Ku See hong tidak mengetahui sejarah dari Hu-thian seng-kia m tersebut, kalau tidak, ia pasti akan terperanjat, lagipula tak akan curiga terhadap apa yang ditulisnya itu.
Tapi Ku See hong me ma ng seorang yang perasa, apalagi setelah me mbaca tulisan yang berbunyi: ''Tiada teman dalam jagad, dunia ini hanya aku seorang!'' makin dikenal ia merasa ikut bersedih untuk ke malangan kakek itu.
Dalam sedihnya itu, Ku See hong lantas me mbuka hala man pertama dari kitab itu, maka terbacalah tulisan yang berbunyi demikian:
“Catatan dari Hu-Thian Seng-Kia m menje lang saat Ajal ! “ :
"Dalam kehidupan ini, kau telah ditakdirkan me njadi orang yang berjodoh untuk mene mukan hasil karyanya ini tiga ratus tahun ke mudian...! Benar-benar rejekimu a mat besar!"
Me mbaca tulisan tadi, dia m- diam Ku See hong a mat terperanjat, mungkinkah kakek ini benar-benar sudah mati tiga ratus tahun berselang...? Kalau ditinjau dari tulisan dalam kitab itu, agaknya dia sudah menduga kalau hari ini ada orang yang bakal me masuki gua ini !?
“Hu-thian seng-kia m! Wahai Hu-thian seng-kia m! Sebetulnya siapakah kau? Mungkin kau benar-benar seorang jago lihay yang amat tersohor pada tiga ratus tahun berselang? Mungkin para jago yang hidup pada seratus tahun berselang pernah mendengar na ma besarnya?”
Dengan sorot mata yang berkilauan, Ku See hong membaca lebih jauh, "Aaaih..., tampaknya se mua telah me njadi takdir, setelah Hu- thian seng-kia m lenyap sela ma t iga ratus tahun, dia akan muncul ke mbali dalam dunia persilatan...!
Dikala pedang ini mulai keluar dari sarung, jeritan kesakitan akan me landa jagad !!
Darah bercucuran sederas genangan sungai, bangkai berserakan menusuk hidung, bagai pembunuhan yang me landa dunia persilatan tempo dulu, pasti akan terulang ke mbali..., Sungguh mengenaskan, sungguh me medihkan !
Ku See hong tahu, yang dimaksudkan Hu-thian seng-kia m adalah nama pedang mestika itu, lagipula orang yang me mperoleh pedang tersebut harus menyebut pula dirinya sebagai Hu-thian seng-kia m.
Bila ditinjau kembali apa yang tertulis begitu serius dan mengandung a misnya darah, tampaknya pedang tersebut merupakan sebuah pedang yang sangat lihay.
Berpikir de mikian, tanpa terasa Ku See hong me mperhatikan pedang antik itu dengan seksama. Tampa k sarung pedang itu hitam pekat dan bercahaya terang, selain gagang pedangnya me mang tampak aneh, sa ma sekali tidak dite mukan ciri-cir i lain....
Maka diapun me mbaca tulisan dalam kitab itu lebih jauh:
"Takdir telah menetapkan demikian, maka Hu-thian seng- kiam angkatan pertama menghadiahkan pedang ini bagi mereka yang berjodoh! Selain juga mewar iskan tiga jurus ilmu pedang yang tiada tandingannya didunia ini... Catatan tentang ilmu pedang itu ada di belakang, aku percaya dengan kecerdasanmu untuk me mbuka ruang rahasia ini, terbukti kalau kau berotak cerdas, pasti rahasia ilmu pedang itu dapat kau ketahui.
'Dimasa sila m, dengan mengandalkan pedang Hu-thian seng- kiam ini, lohu telah menciptakan suatu badai pe mbunuhan yang tak terkirakan sehingga me langgar hukum langit. Suatu hari ketika menelusuri lautan, tanpa disengaja telah menemukan bukit tinggi ini dimana terdapat Tee-liong- hiat- meh (Naga tanah nadi darah)!'
'Tee-liong-hiat- meh, merupakan te mpat pe musatan dari inti langit dan bumi yang berlangsung seribu tahun sekali, yang disebut gua mestika! Letak gua itu berada ditengah punggung bukit ini. Perlu diketahui lohu pandai me lihat hong-sui dan aneka ragam kepandaian lain, lohu tahu kalau gua mestika ini tak ternilai harganya!
Barang siapa yang meneguk Sari Kekuatan tersebut, maka dia akan kuat dan panjang usia.
Bila orang persilatan yang meneguknya, walaupun seluruh inti kekuatannya tak bisa terhisap dalam waktu singkat, tapi asal bisa mendapat sedikit saja, manfaatnya tak terlukiskan dengan kata kata...!
Itulah sebabnya kukatakan kalau benda itu merupakan benda mestika yang tiada ternilai harganya.
Walaupun lohu sudah tidak berniat untuk hidup terus di alam ramai, tapi aku dapat menghitung apa yang bakal terjadi dike mudian hari.
Telah kuperhitungkan bahwa pedang Hu-thian seng-kia m ini me mancarkan hawa pe mbunuhan yang luar biasa, ...tiga ratus tahun kemudian benda ini pasti akan muncul ke mbali dalam dunia persilatan...!
Maka secara diam- diam lohu bertekad untuk me mbantu pemilik pedang Hu-thian-seng-kia m "angkatan kedua" untuk menciptakan suatu keajaiban yang belum pernah terjadi sela ma ini.
Sengaja kupancing keluar Tee-liong- hiat- meh itu untuk kau terima!
Ditengah 'batu naga' diatas sana, dengan sengaja aku telah me mbuat sebuah celah gua yang dalam dan me letakkan sepotong Batu Kema la Hijau,'Ban-nian pek-gio k' disitu. Selewatnya tiga ratus tahun kemudian, hawa sakti dari Tee-liong-hiat- meh itu pasti akan terhimpun oleh Ban-nian pek-giok tersebut hingga terwujud menjadi cairan yang dina ma kan Tee-liong-hiat-poo (Mestika Darah Naga Bumi) !!
Hawa sakti itu akan muncul dalam waktu yang singkat, yakni selama dua jam (tiga ratus tahun dari saat ini), bila kesempatan dua jam itu terlewatkan, maka saat munculnya kemba li Hiat-meh- liong- khi itu akan terjadi lagi setelah tiga ratus tahun ke mudian.
Mestika alam hanya akan diperoleh untuk mereka yang berjodoh, yang tidak berjodoh jangan harap bisa mene mukan benda ini.
Pada tiga ratus tahun berselang, lohu telah menghitungkan kejadian yang akan datang, telah lohu ketahui pemilik pedang Hu- thian seng-kia m angkatan kedua me mpunyai rejeki yang besar, dia akan menerima mestika Tee-liong-hiat-poo itu.
Bila kau telah mendapatkan Tee-liong- hiat po itu..., lohu anjurkan cepat-cepatlah kau tinggalkan bukit ini...!!!
Bukit karang ini bisa berdiri tegak sela ma puluhan laksa tahun karena ada hawa sakti yang menunjang dari dalamnya, begitu hawa sakti tersebut terambil pergi, ibarat manusia yang kehabisan darah, tujuh hari ke mudian pasti akan runtuh dan hancur.
Manusia maupun binatang yang berada dalam jarak satu Li disekitar tempat ini akan tertimpa akibatnya dan musnah, ...ingat! Ingat...! Cepat tinggalkan bukit ini sejauh-jauhnya...!
Rumput Hijau didepan pintu itu, merupakan sebuah benda yang berusia sepuluh laksa tahun, kasiatnya dapat mencegah keracunan, mencegah hawa sesat, air dan api tak tembus, benar-benar merupakan suatu benda mestika yang tiada taranya.
Dimasa lalu benda ini dina makan orang sebagai Pek-liok-cau! Pertumpahan darah terjadi dimana- mana gara-gara benda itu.
Akhirnya, lohu yang telah berhasil me mperolehnya, sekarang akan kuberikan pula untukmu. Umat manus ia didunia ini banyak yang licik dan berhati busuk, banyak ksatria yang harus mengorbankan jiwanya ditangan mereka.
Kau telah ditakdirkan sebagai bintang penolong dunia persilatan pada tiga ratus tahun ke mudian. Aku harap kau jangan me mbunuh orang seperti me mbabat rumput; dimana bisa dia mpuni, ampunilah mereka yang ma u bertobat.
Jenasahku tak usah kau geser, karena lohu telah me mbuka rahasia langit dan me nghancurkan bukit ini. Untuk dosaku, lohu rela dijebloskan kedalam neraka, biarlah jazadku terkubur bersama bukit ini.
Ingatlah apa yang kupesankan dan laksanakan baik-baik, jangan berbuat kejahatan yang melanggar hukum sehingga menyia-nyiakan harapanku !!
Tertanda:
Hu-Thian-Seng-Kia m “Angkatan Pertama”!
oooooodwooooooo
SELESAI me mbaca tulisan itu, Ku See hong menjadi termangu mangu dan tenggelam dalam la munannya sendiri. Dia m-dia m diapun bersyukur karena ia telah menerima banyak keajaiban ala m.
Selama hidup, belum pernah Ku See hong menerima budi kebaikan orang lain, tapi sekarang, bukan saja dia telah me mpero leh kebaikan orang, bahkan siapa na ma kakek itupun tak diketahui olehnya.
Selain itu, kakek tersebut juga tidak meninggalkan pesan agar dia melakukan sesuatu baginya, kesemuanya ini me mbuat Ku See hong merasa a mat tidak tenang, Dia m-dia m pikirnya:
'Semasa masih hidupnya dulu, locianpwe ini tak pernah mene mukan seorang sahabat pun; setelah mati, jenasahnya akan terkubur dalam perut bumi, benar-benar suatu nasib yang mengenaskan.... Mumpung masih ada enam hari enam mala m sebelum bukit ini hancur, lebih baik kutemani dirinya disini sela ma beberapa hari, sekalian menghibur sukmanya yang kesepian.'
Mendadak..., pada saat itulah Ku See hong me ndengar suara gemuruh yang a mat keras berge ma me mecahkan keheningan, menyusul ke mudian seluruh ruangan batu itu bergoncang keras.
Paras muka Ku See hong berubah hebat, ia tahu ucapan locianpwe tersebut amat tepat, kalau dilihat dari gempa yang begitu hebat melanda seluruh bukit ,kini sudah pasti ia tak bisa mengendo n terus dalam ruangan tersebut.
"Blaaamm.....! Blaaamm.....!" setelah berkumandang suara gemuruh yang me mikikkan telinga, gemeratak bumi yang menggoncangkan ruangan itu se ma kin menghebat, menyusul ke mudian terdengar bunyi tanah longsor yang me mekikkan telinga, mungkin ada sebagian dari tanah perbukitan itu yang telah ambruk.
Gemuruh keras yang menggelegar di angkasa itu berbunyi sekali tiap semenit, waktunya pun makin la ma se makin pendek, sedangkan ge mpa yang terjadi makin la ma ma kin kencang. Ku See hong sudah tak sanggup lagi untuk berdiri tegak.
Yang lebih aneh lagi adalah jenazah dari kakek itu, walaupun bumi bergoncang dengan hebatnya, namun ia masih tetap duduk dengan tebang dite mpat se mula.
Dalam perkiraan Ku See hong se mula, bunyi ge muruh dan getaran gempa yang berlangsung selama ini hanya akan terjadi beberapa saat lalu akan berhenti dengan sendirinya, siapa tahu makin la ma ma lah menghebat, seakan-akan dunia mau kia mat saja, saluruh ruangan dalam gua itu bagaikan diputar balikkan, betul- betul menggetarkan hati.
''Blaaamm...!" setelah berkumandang suara gemuruh yang luar biasa dahsyatnya, menyusul kemudian muncul segulung tenaga getaran yang sangat kuat melanda seluruh ruangan, kuda-kuda Ku See hong kontan menjadi ge mpur dan ia terpental sejauh tiga empat depa dari posisi se mula.
''Kraaak...blaaamm!" bunyi tanah yang merekah berge ma disitu, dinding batu putih dalam ruangan yang begitu kuat dan keras kini sudah muncul retakan-retakan yang banyak, disusul ke mudian dari luar gua sana berge ma suara batuan cadas yang berguguran.
"Aduh celaka" pikir Ku See hoag ke mudian,"bila gua ini tak kuat menahan golakan tenaga yang menggetarkan bumi sehingga roboh lebih dulu, niscaya akupun akan turut terkubur hidup-hidup ditempat ini! "
Berpikir sa mpai disitu, dia lantas masukkan kitab kecil itu kedalam sakunya, ke mudian tak se mpat untuk me mperhatikan pedang must ika itu lagi, buru-buru dige mbo lnya pedang itu diatas bahunya.
Setelah itu, dengan sikap yang sangat hormat dia menjura dihadapan jenasah kakek itu ujarnya dengan lantang; "Setelah menerima budi kebaikan dari cianpwe, sesungguhnya boanpwe Ku See hong berhasrat untuk menemani layon cianpwe sela ma beberapa hari sebagai tanda rasa terima kasihku, tapi berhubung gejala gempa yang menimpa bukit ini sudah mulai dan boanpwe kuatir terjadi hal yang tak diinginkan, terpaksa boanpwe akan mohon diri lebin dahulu. Boanpwe pasti akan me mpergunakan Hu- thian seng-kia m yang cianpwe hadiahkan kepadaku ini, untuk menegakkan keadilan dan kebenaran didalam dunia persilatan...!"
Selesai berdoa, Ku See hong segera melo mpat keluar dari ruangan itu, tapi apa yang ke mudian terlihat olehnya ha mpir saja me mbuat pemuda itu menjerit keras.
Tampaklah dalam lorong yang berada sepuluh kaki dari ruang batu itu telah dipenuhi oleh belalang beracun yang jumlahnya begitu banyak sehingga menyerupai sebuah awan hita m, bukan saja telah menyumbat lorong yang luasnya beberapa kaki itu, lagi pula suaranya me mekikkan telinga. Agaknya semua binatang beracun yang selama ini berse mbunyi dalam gua tersebut telah dikacaukan oleh terjadinya ge mpa kuat, sehingga sa ma sa ma kabur menyela matkan diri.
Gua yang dilewati Ku-See-hong ketika masuk kedalam ruangan tadi merupakan sebuah celah alam yang ada dicelah bukit, dimana gua tersebut me manjang sa mpai kepuncak tebing, panjangnya paling tidak mencapai ratusan kaki, didala mnya tersebarlah gua besar maupun kecil yang puluhan r ibu banyaknya, disana menghuni pelbagai binatang beracun yang tak terhitung jumlahnya. Tak heran kalau binatang beracun itu segera berdesakan menuju kegua yang berhubungan langsung dengan alam bebas.
"Aduh celaka!" pekik Ku See hong setelah menyaksikan kejadian itu.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan se mbilu, hawa murninya segera dihimpun kedalam telapak tangannya, menanti belalang beracun itu bergero mbol mendekat, diapun akan lepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Siapa tahu, belalang beracun yang berpuluh ribu jumlahnya itu hanya bergerombol didalam lorong tersebut bagaikan selapis awan gelap, bukan saja menutupi cahaya yang masuk, juga tak seekorpun yang terbang masuk kedalam gua.
Ku See hong yang cerdik dan cekatan tiba-tiba menunjukkan wajah berseri, rupanya teringat bahwa cianpwe itu pernah menyinggung bahwa rumput Pek- lik-cau yang berada diatas pot bunga itu mer upakan benda mustika yang sanggup digunakan untuk me lawan racun.
Berpikir sa mpai disitu, dia lantas melo mpat kesa mping pot bunga tadi dan me megang akar rumput Pek-lik-cau tersebut.
Segera itu juga dia merasakan ada segulung hawa dingin yang mera mbat naik lewat celah-celah tangannya dan masuk ke tubuhnya, sementara bau harum semerbak menyegarkan badan, tampaknya rumput tersebut benar benar merupakan sebatang rumput mustika. "Sreeet.....!" diiring suara desingan, Ku See hong telah berhasil mencabut keluar rumput Pek- lin-cau itu.
Batang berikut akarnya yang berwarna merah kehijau hijauan itu hanya mencapai lima inci saja, cahaya hijau yang terpancar keluar tampak indah menawan.
Begitulah dengan tangan kiri me megang rumput Pek lik cau, tangan kanan menyiapkan serangan dahsyat untuk me njaga segala ke mungkinan yang tak diinginkan, pelan-pelan Ku See hong berjalan mende kati gero mbo lan belalang beracun itu.
Kalau dibicarakan me mang sangat aneh ketika kawanan belalang beracun itu menyaksikan Ku See hong berjalan mendekat, ternyata binatang itu serentak menggerakkan sayapnya dan mundur ke belakang.
Ku See hong menjadi amat ge mbira, secepat kilat telapak tangan kanannya melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat bagaikan he mbusan angin topan, kawanan belalang beracun yang berada dibarisan depan segera tersapu oleh pukulan dahsyat itu hingga hancur dan tercerai berai diatas per mukaan tanah.
Semenjak ma kan cairan merah Tee liong-hiat-po, tenaga dalam yang dimiliki Ku See hong telah me mperoleh ke majuan pesat, serangan yang dilancarkan barusan betul betul menger ikan sekali.
Tak selang berapa saat kemudian, bangkai belalang beracun itu sudah me mbukit, sementara belalang beracun yang masih terbang diudara dan tak kena terhajar mampus itu serentak melarikan diri ke empat penjuru.
Dalam waktu singkat, Ku See hong telah mencapai pintu masuk gua tersebut.
Mendadak...... kembali terendus bau busuk yang lembab dan menyengat hidung dari arah depan, pe muda itu cepat menjadi sadar, pastilah seekor binatang beracun kembali telah munculkan diri. Dengan cekatan dia mene mpelkan punggungnya diatas dinding gua, kemudian dengan sepasang matanya yang tajam me lakukan pemeriksaan di sekeliling tempat itu, hawa murni dihimpun ke dalam telapak tangan kanannya dan bersiap sedia melancarkan serangan setiap saat.
Waktu itu suasana didepan gua itu a mat gelap dan remang remang karena udara dipenuhi oleh belalang beracun yang sedang me larikan diri.
Rupanya rombongan belalang beracun tersebut hanya mengikuti arah terbang pemimpinnya yang ada dipaling depan, andaikata pemimpinnya terjun ke lautan api, maka yang berada dibelakangnya turun pula me nerjunkan diri ke dalam lautan api.
Cepat nian gerak terbang dari kawanan belalang beracun itu, suara dengungan nyaring yang mme kikkan telinga itu kian la ma kian bertambah mele mah, tak la ma ke mudian binatang tersebut sudah lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu, dari mulut gua telah muncul seekor ular raksasa yang berperut amat panjang dengan sisik yang berwarna-warni, dengan menelusur i dinding gua tanpa menimbulkan sedikit suarapun, bergerak mende kat.
Ditinjau dari kepalanya yang berbentuk segi tiga serta tubuhnya yang berwarna warni, dapat diketahui bahwa ular beracun raksasa itu sudah pasti seekor ular yang berbahaya sekali, barang siapa terpangut, niscaya jiwanya akan me layang.
Terkesiap Ku See hong menyaksikan kejadian ini, telapak tangan kanannya segera digetarkan ke muka, lima gulung desingan angin tajam yang me mekikkan telinga segera dilontarkan ke muka menyergap kepala aneh dari ular beracun itu.
“Sreeet..! Sreeet..! Sreeet..! Sreeet..! Sreeet..!” lima gulung desingan angin tajam yang sanggup me mbelah batu cadas, bersarang telak diatas kepala aneh si ular berbisa itu, tapi anehnya ternyata binatang itu sa ma sekali tidak menderita luka apa-apa. Ketika ular berbisa berwarna warni itu menyaksikan ada orang menyergapnya, sepasang mata anehnya yang mirip la mpu lentera segera me mancarkan se merbak sinar hijau yang menggidikkan hati, lalu sa mbil mengangkat kepalanya ia me mperdengarkan pekikan nyaring yang mendirikan bulu ro ma, mulutnya dipentangkan lebar lebar dan menyembur kan segumpal asap beracun yang berwarna warni.
Secepat sambaran petir, kabut beracun itu menyambar kewajah Ku See long. Mimpi pun Ku See bong tidak menyangka kalau ular berbisa itu begitu ganas dan berbahaya, tubuhnya cepat-cepat berkelit kesamping dan melo mpat kearah dinding tebing la innya, sementara telapak tangan kirinya kemba li diayunkan ke muka. Segulung angin pukulan yang tak kalah hebatnya sekali lagi menggulung kedepan.
Agaknya ular berbisa yang berwarna warni itu cukup mengerti akan kelihayan ilmu pukulan yang dilancarkan Ku See hong, kepalanya yang aneh segera dimiringkan ke samping, ke mudian tubuh bagian depannya diangkat keatas.
'Plaak!' dengan diiringi suara nyaring, pukulan tadi bersarang telak diatas badan ular bebisa yang keras bagaikan baja itu, al-hasil ular tadi mas ih juga tidak menderita apa apa.
Kembali suara pekikan aneh yang me me kikkan telinga berkumandang me mecah keheningan, ular berbisa yang tubuhnya amat besar itu me mbalikkan badannya, kemudian ekornya yang panjang langsung menggulung ke tubuh Ku See hong.
Kekuatan yang menyertai sabetan ekor ini betul-betul menger ikan hati, deruan angin dahsyat menggetarkan seluruh angkasa.
Dengan kecepatan yang luar biasa, Ku See hong melo mpat ke muka.
"Blaaa m....!" suatu benturan keras berkumandang, dinding karang dalam gua itu segera bergetar keras, pasir dan batu beterbangan diangkasa, ternyata sudut dinding gua itu sudah tersapu ambruk sebagian.
Ku See hong segera terkesiap sekali, mendadak satu ingatan me lintas didalam benaknya. "Criiing..." diiringi suara dentingan yang sangat nyaring, Ku See hong telah melo loskan sebilah pedang mestika yang me mancarkan cahaya merah.
Cahaya tajam yang me mancar keluar dari pedang itu berwarna bening, tapi lamat-la mat me mancar selapis kabut tipis yang berwarna merah menyelimut i senjata tersebut, tampak indah dan menawan.
Ketika ular beracun berwarna warni itu, menyaksikan Ku See hong me loloskan pedang Hu-thian seng-Kia m, mulutnya segera dipentangkan lebar-lebar, ke mudian sa mbil berpekik nyaring, gumpalan asap beracun segera dise mburkan keluar.
Akan tetapi, ketika mendapat tiga depa dari kabut merah yang menyelimuti pedang mestika Hu-thian seng-kia m tersebut, tahu- tahu kabut racun itu menyebar keempat penjuru dan menguap ke atas.
Kabut beracun berwarna hijau tua, sedang cahaya pedang berwarna merah darah, ketika kedua maca m warna itn saling me mbentur satu sa ma la innya, segera timbullah beraneka warna yang amat indah.
Lambat laun, kabut beracun yang dise mbur kan ular berwarna warni itu makin menipis, seluruh badannya makin le mah dan kepalanya yang anehpun turut terkulai ketanah, dua biji mata anehnya yang berwarna hijau kian la ma kian berta mbah le mah.
Sebaliknya kabut merah yang menyelimuti pedang Hu-thian seng-kia m tersebut kian la ma kian bertambah tebal ha mpir saja menyelimuti seluruh badan Ku See hong sedemikian aneh dan saktinya keadaan tersebut, sehingga tak malu kalau disebut sebagai pedang mustika paling aneh didunia ini. Cahaya gembira segera terpancar keluar dari balik mata Ku See hong, sedemikian girangnya dia sehingga matanya hanya menga mati pedang Hu-thian seng-kia m tersebut tanpa berkedip, dia lupa untuk turun tangan, juga lupa untuk me mbunuh ular beracun tersebut.
"Blaaaa m.....! Blaaammm.....!" ledakan demi ledakan yang me me kikkan telinga segera menggetarkan angkasa, menyusul ke muaian seluruh gua itu bergoncang keras.
Tak la ma ke mudian ta mpak batu dan pasir berguguran ke atas tanah dengan menimbulkan suara nyaring. Mungkin ada sebagian besar batu karang yang telah a mbruk.
Mendengar suara tadi, Ku See hong baru merasa terkejut dan tersentak kaget pedang Hu-thian Seng-kia mnya digetarkan keras menciptakan berlapis lapis gulungan garis busur yang melingkar, seolah-olah cahaya bianglala yang menyebar ke angkasa.
Kemudian diiringi suara gemer incingan nyaring, laksana kilatan cahaya tajam, pedang itu segera membaco k keatas kepala berbentuk segi tiga dari ular beracun itu.
Anehnya, kali ini ular beracun itu tidak menghindar ataupun me mber i perlawanan, na mun dalam kenyataannya bacokan yang dilancarkan Ku See hong itu me mang dilakukan dengan kecepatan luar biasa.
Dalam keadaan tak ma mpu menghindarkan diri,"Criiing...!" mata pedang itu segera menembusi kepala ular beracun tersebut bagaikan sedang me motong tahu saja. Pekikan keras berkumandang me mecahkan keheningan, percikan darah segar me mancar ke mana- mana. kepala si ular yang berbentuk segi tiga itu segera kena terbacok oleh senjata Ku See hong sehingga hancur tak karuan lagi bentuknya.
Ku See hong segera merendahkan badannya, sekilas cahaya bianglala segera me mancar keluar, hawa pedang mendesir, ular raksasa yang panjangnya empat kaki itu sudah terpotong potong menjadi puluhan bagian oleh ayunan pedang Hu-thian seng-kia m tersebut, bau amis segera me menuhi seluruh gua.
Sambil menggengga m pedang Hu-thian seng-kia m, Ku See hong me lo mpat keluar dari gua itu. Ketika sorot matanya me mperhatikan keadaan disekitar sana, tampak lebih kurang dua kaki dihadapannya telah muncul dua buah batu karang yang sangat besar menyumpa l jalan lewat, yang tersisa tinggal ruang kosong selewat satu kaki.
Tapi, pada ruang kosong yang satu kaki lebarannya itu kini berdiri seekor laba-laba raksasa yang me mbentuk selapis sarang laba-laba yang besar dan berwarna putih, diatas sarang tadi tertempel banyak sekali belalang beracun, sedang laba-laba tersebut lagi sibuk mela lap belalang belalang beracun tersebut.
Diam diam Ku See hong merasa terperanjat, pikirnya: "Paling tidak aku harus mene mpuh perjalanan sejauh tiga puluh kaki me lewati gua ini sebelum lolos dari tempat ini, tampaknya didalam gua yang lebar didepan sanapun banyak terdapat binatang-binatang beracun. Aaai... tampaknya bila aku tidak segera berusana untuk meninggalkan gua ini, bila sa mpai saatnya ambruk, saat itu meski aku berilmu silat amat hebat pun, jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan sela mat..."
Berpikir sampa i disitu, dengan me mentangkan sepasang matanya bulat-bulat, telapak tangan kirinya segera didorong kemuka me lepaskan segulung angin pukulan yang maha dahsyat untuk me mbayar sarang laba laba tersebut...
Tapi, Ku See hong segera merasakan telapak tangannya seolah- olah menyentuh segumpal benda yang a mat lunak dan me mpunyai daya pental yang kuat, tak ampun badannya mence lat kebelakang.
Dengan terkesiap dia mundur dua langkah, tampak sarang laba- laba itu hanya sedikit bergerak, na mun sa ma sekali tidak menderita kerusakan apa-apa.
Tampaknya laba-laba raksasa itu sudah me miliki sifat yang tajam dan pintar, melihat orang yang manyergapnya, tubuh yang besar segera melo mpat turun keatas tanah. "Blaaa m...!" diiringi getaran keras, ketika cakar panjang laba-laba raksasa itu mencengkera m diatas sebuah batu cadas yang besar, seketika itu juga batu cadas itu hancur tak karuan lagi bentuknya, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan yang dimiliki binatang tersebut.
Ku See hong yang menyaksikan kejadian itu menjadi a mat terperanjat, dia tak berani berayal lagi. Pedang Hu-thian seng- kia mnya segera digetarkan me mbentuk garis bianglala panjang yang secepat kilat membalik ke bawah dan menusuk tubuh laba- laba raksasa tersebut.
Laba-laba raksasa itu berpekik aneh, cairan hijau segera me mancar ke mana- mana. Dalam waktu singkat tubuhnya sudah kena dicincang oleh Ku See hong hingga tak karuan lagi bentuknya.
Ku See hong kembali menggetarkan pedangnya, cahaya senjata berputar lewat ketika ia me ngayunkan senjatanya berulang kali diatas sang laba-laba tadi, menyusul tangan kirinya me lepaskan sebuah pukulan dasyat, serentak serangan laba-laba itu sudah kena tersapu bersih.
Dia tak berani berdiam terlalu la ma lagi disitu, dengan kecepatan luar biasa tubuhnya segera melo mpat masuk ke dalam gua yang sangat besar itu, namun ketika matanya me mandang sekeliling tempat itu seketika itu juga tubuhnya mundur beberapa langkah dengan perasaan terkesiap.
Ternyata banyak batu cadas telah berguguran didala mi gua yang lebarnya mencapai dua puluhan kaki itu, diantara bongkahan batu karang itu penuh dengan sarang laba yang me mbentang kian ke mari, dipusat tiap lingkaran sarang laba itu, tampaklah seekor laba berkaki delapan yang berwarna hijau kerabu-abuan.
Yang lebih mengerikan lagi adalah diatas tanah disekeliling permukaan gua itu diliputi oleh selapis gelo mbang merah yang bergolak kian ke mar i.
Ternyata yang dima ksudkan sebagai gelombang merah itu adalah sekelo mpok se mut-semut berwarna merah yang a mat besar sekali. Semut-se mut raksasa tersebut berkaki panjang dan berjuta-juta ekor banyaknya, permukaan gua yang paling tidak dua puluh kaki luasnya itu ha mpir dipenuhi oleh se mut-semut tadi.
Rupanya gerombolan se mut-se mut raksasa berwarna merah itu bermunculan dari sebuah celah dinding batu yang merekah dan berhamburan keluar.
Ku See hong terkesiap sekali, ia tahu kelo mpo k se mut merah bertubuh raksasa ini pasti mengandung racun yang sangat jahat, seandainya sampai tergigit, tak ayal lagi nyawanya pasti akan me layang meninggalkan raga kasarnya.
Apalagi setelah pemuda itu me lihat je las keadaan disekitar sana, dia se makin mengeluh lagi, ternyata sedemikian banyaknya se mut merah itu berha mburan keluar dari sarangnya, me mbuat seluruh permukaan maupun dinding batu yang ada disitu dipenuhi oleh binattng itu, bahkan mulut gua didepan sanapun dilapisi jutaan semut merah.
Hakekatnya mustahil lagi baginya untuk me langkah keluar dari tempat itu.
Seandainya disana hanya ada semut-semut merah saja, dengan menganda lkan ilmu mer ingankan tubuhnya, paling banter dia hanya perlu berganti napas sekali saja untuk mencapai mulut gua.
Tapi kenyataannya tidak segampang itu, ha mpir seluruh celah dan tempat kosong dalam gua dipenuhi oleh sarang laba-laba yang kuat, untuk bisa me lo mpat keluar dari situ, paling tidak dia harus menghancur kan e mpat lapis sarang laba-laba terlebih dahulu, padahal apabila badannya sampa i terperosok kedalam ro mbo ngan semut merah raksasa itu, niscaya habis sudah jiwanya.
Ku See hong menjadi sangat gelisah, ia betul betul kehilangan akal dalam keadaan begitu, padahal semut merah masih berhamburan keluar dari sarangnya dan kini mulai mera mbat ke arah mana ia berdiri sekarang.
Mendadak.... Ku See hong menga mbil sarung pedangnya ditangan kiri, ke mudian tubuhnya meluncur ke depan, serentetan cahaya gemerlapan yang menyilaukan mata secepat kilat menerjang ke arah sarang laba-laba pertama.
"Sreeet... Sreeet....!" desingan tajam me mbelah angkasa, sarang laba-laba yang pertama telah tersayat menjadi beberapa bagian.
Sementara itu tubuh Ku See hong telah meluncur ke bawah tanah, dalam keadaan begini sarung pedang ditangan kirinya secepat kilat menutul diatas per mukaan tanah, badannya segera me la mbung ke mbali dan meluncur ke arah sarang laba- laba kedua.
Perbuatan yang dilakukan tadi segera diulangi ke mba li, dan menghancur kan sarang laba-laba tersebut dengan pedang mustika Hu-thian seng- kiam yang berada ditangan kanannya.
Hanya didalam waktu singkat, secara beruntun Ku See hong telah berhasil menghancur kan lapisan sarang laba-laba, kini sarung pedangnya sekali lagi menutul diatas permukaan tanah dan tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya me luncur keluar dari gua.
Tiba-tiba Ku See hong menyadari akan sesuatu pikirnya: 'Aduuuh celaka..! Gua ini berjarak lebih kurang tujuh puluhan kaki dari permukaan tanah, jika aku meluncur dengan begini saja kebawah, walaupun sudah mengerahkan segenap rawa murni yang kumiliki, kendatipun tak sa mpai mat i paling tidak juga akan terluka parah.'
Ingatan tersebut baru saja melintas lewat, tubuhnya telah me luncur sejauh lima kaki lebih dari mulut gua, ke mudian dengan cepat badannya merosot turun kebawah.
Dengan sepasang mata terpentang lebar, dia mengawasi sekejap sekeliling tempat itu na mun t iada tempat yang bisa dipakai untuk berganti napas, padahal badannya telah me luncur kebawah dengan kecepatan bagaikan sa mbaran petir.......
Waktu itu senja telah menjelang tiba matahari sore sedang me mancarkan cahaya ke e mpat penjuru... Mendadak Ku See hong teringat ke mba li dengan taktik me la mbung didalam ilmu gerakan tubuh Mi- khi biau-tiong, dengan cepat ia menghimpun tenaga dalamnya, lalu seperti segumpal kapas lunak pelan pelan badannya melayang turun ke bawah.
Ku See hong segera me mbentangkan sepasang lengannya, kedua ujung kakinya saling berpijak pada punggung kaki, tubuhnya bagaikan segumpa l kapas me layang turun dengan ringan.
Angin berhembus kencang mengibar kan bajunya, di bawah timpaan cahaya matahari sore yang menyoroti badannya, gerakan tubuh tersebut nampa k indah menawan.
Hanya didalam sekejap mata saja Ku See hong telah berhasil mencapai per mukaan tanah dengan selamat. Dia mendongakkan kepalanya dan menghe mbuskan napas panjang, guma mnya sambil menghe la napas: "Tak kusangka ilmu mer ingankan tubuh yang kumiliki telah mencapa i ke tingkatan yang begitu tinggi..."
Me mandang bukit karang yang menjulang tinggi keangkasa, tanpa terasa ia menghela napas sedih, dalam benaknya terbayang ke mbali akan si kakek yang seorang diri.
Dimasa hidupnya dulu dia sudah hidup menyendiri, sesudah mati mayatnya akan tenggelam kedalam bumi, dalam dunia yang luas, mungkin hanya dia seorang yang me mpunyai nasib seburuk itu.
Sementara itu, dari atas puncak batu karang itu seakan akan bergoncang keras dan tiap saat bakal ambruk ketanah. Sedangkan dari per mukaan sekeliling batu karang itu telah muncl retakan- retakan besar yang dalam sekali.
"Aaaai....!" sekali lagi Ku See hong menghela napas sedih, benaknya terkenang kembali semua pengala man yang diala minya selama dua bulan terakhir ini.
Semua kejadian serasa bagaikan impian, terutama diantaranya pengalaman yang menimpa Bun- ji koan-su, Keng Cin sin dan Kakek Yang Menyendiri tadi. Ketiga orang itu merupakan orang yang tak akan terlupakan sepanjang hidupnya, tapi ketiga-tiganya sudah tiada lagi didunia ini....
Teringat diri Keng Cin sin, air matanya jatuh bercucuran bagaikan hujan gerimis, ia merasa sedih sekali.
Selama hidup belum pernah dia alami kesedihan seperti ini, ia tak pernah bersikap le mah dengan mengucur kan air mata, hanya kepadanya Keng Cin sin, bayangan gadis itu serasa melekat selalu didalam benaknya.
Selama berkelana dalam dunia persilatan dimasa lalu, walaupun banyak kesulitan telah dialaminya, namun dia me lewati sambil menggertak gigi, tapi sekarang tidak, tepatnya belakangan ini. Dia baru mengerti kalau kehidupan manus ia itu sebenarnya tidak gampang, bagaimana pun juga didunia ini banyak terdapat persoalan yang bisa menghancur lumatkan perasaan orang.
Tapi, justru karena pelbagai pengala man dan penderitaan yang diala mi inilah dia menjadi lebih matang, bahkan jauh lebih pengalaman dari pada orang yang berusia setengah umur.
Dalam suasana dan keadaan seperti ini, ia sudah me mikir kan lagi ucapan yang selalu merupakan kebanggaannya, yakni 'Enghiong hanya melelehkan darah tidak melelehkan air mata!' Dia
me mbiarkan air matanya jatih bercucuran dengan derasnya.
Ia mendongakkan kepalanya me mandang langit yang gelap, hanya bintang yang bertaburan tiada re mbulan.
Dengan penuh kesedihan Ku See hong berpekik nyaring lalu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya bergerak menuju ke arah barat. Dia ingin mencari puncak bukit lain pada jarak satu Li dari sana dan melatih ketiga jurus pedang yang tercantum pada dalam kitab kecil peninggalan Kakek Menyendiri itu, disamping ia ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bukit karang yang menjulang t inggi keangkasa itu longsor dan a mbruk.
Ditengah gelapnya mala m, kee mpat penjuru hanya penuh dengan pepohonan serta batu karang, angin menghe mbus kencang, bayangan hitam bergerak gerik seolah-o lah kawanan iblis yang menanti mangsanya menghantarkan ke matian....
Semenjak minum cairan darah Naga Bumi, tenaga dalam yang dimiliki Ku See hong telah mencapai ke majuan yang pesat sekali. Oleh karena gabungan dari beberapa macam sari mustika yang bercampur didalam tubuhnya, hawa murni yang dimilikinya sekarang dapat beredar tiada habisnya, kekuatan yang sangat kuat itu bagaikan gulungan o mba k ditengah samudra yang menggulung tiada habisnya.
Tubuhnya bergerak begitu enteng bagaikan segumpal kapas yang tak berbobot, setiapkali lo mpatan tubuhnya mencapa i sejauh sepuluh kaki lebih dari posisi se mula, tak ubahnya bagaikan burung walet yang sedang terbang di angkasa.
Kesempur naan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sekarang boleh dibilang telah mencapa i pada puncaknya, mungkin dalam dunia persilatan dewasa ini sudah tiada banyak orang lagi yang dapat menandingi kehebatan ilmu mer ingankan tubuhnya.
Dibawah sorot cahaya bintang, seperti sambaran petir saja badannya bergerak kemuka, makin la ma gerakan tubuhnya semakin cepat, seakan akan kakinya tidak mene mpel pada permukaan tanah, me mbuat orang hanya melihat sekilas cahaya berkelebat lewat, tahu tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Dalam waktu singkat, Ku See hong telah tiba diatas sebuah puncak bukit sejauh satu Li dari te mpat semula dan berdiri di puncak bukit karang tersebut. Sekeliling tempat itu ta mpa k pepohonan yang rindang tumbuh dengan a mat suburnya, dengan amat jelas sekali ia dapat menyaksikan keadaan dari bukit diseberang itu.
Betul Ku See hong telah ma kan cairan Tee liong hiat-poo sehingga kekuatannya bertambah, namun setelah beberapa mala m tak pernah beristirahat, begitu suasana menjadi tenang rasa le lah segera menyerang seluruh tubuhnya. Maka diapun duduk bersila diatas tanah untuk mengatur napas, tak selang berapa saat kemudian ia sudah berada dalam keadaan lupa segala galanya.
Tatkala sadar ke mbali dari se medinya, fajar telah menyings ing, hari ini goncangan yang menimpa bukit seberang bergema se makin keras, bahkan puncak bukit dimana ia berada sekarangpun turut dilanda goncangan yang a mat keras.
Dari dalam sakunya Ku See hong mengeluar kan kitab kecil peninggalan Kakek Yang Menyendiri itu, lalu mulai me mpelajar i ketiga jurus ilmu pedang tersebut.
Walaupun tulisan yang tercantum dalam kitab itu telah dipelajari dan dikupas dengan penuh ketelitian, bahkan diterangkan pula oleh gambar, tapi berhubung jurus pedang itu terlalu dalam artinya, lagipula sangat lihay, ia belum berhasil juga untuk me maha mi makna yang sesunggunnya.
Setelah mela lui pe mikiran yang seksa ma sela ma dua hari dua ma la m, akhirnya Ku See hong berhasil me mahami garis besar dari Jurus pertama.
Kejut dan heran segera menyelimut i seluruh perasaannya, ternyata jurus pedang ini dengan jurus Hoo-han seng-huan yang diwariskan Bun ji koan su kepadanya, seakan-akan me miliki kekuatan dan kehebatan yang hampir sejalan, namun kedua maca m kepandaian itu tak bisa digunakan secara bersa maan, me lainkan hanya bisa digunakan secara terpisah pisah..., kalau tidak, kekuatan yang dihasilkan pasti akan beberapa kali lipat lebih dahsyat lagi..!
Pada dasarnya, Ku See hong memang seorang yang gila ilmu silat, begitu mene mukan rahasia dari kepandaian tersebut, ia menjadi girang setengah mati. Sepanjang hari, segenap pikiran dan perhatiannya tercurahkan pada ketiga jurus pedang itu.
Hanya saja selama ini dia tidak me mpraktekan secara langsung, me lainkan hanya me mikir kannya didalam benak nya. Ada kalanya dia garuk kepala sambil me mandang awan diangkasa dengan wajah ter mangu, tapi saperti juga orang yang semedi, tiap kali ia termangu ma ka hal ini berlangsung sa mpa i setengah harian la manya.
Akan tetapi setiap kali berhasil me mecahkan persoalan pelik yang sedang dihadapinya, ia menjadi kegirangan setengah mati sehingga lupa daratan. Pekikan nyaring dikuma ndangkan berulang kali, seakan-akan orang yang lagi tertawa tergelak.
Setelah menghabiskan waktu sela ma lima hari lima mala m, Ku See hong baru berhasil mengingat sebagian kecil saja dari gerakan ketiga jurus ilmu pedang itu.
Pagi itu merupakan hari ke tujuh setelah Ku See hong minum cairan mestika Tee liong hiat poo. Hari ini cuaca tampak agak luar biasa, fajar belum lagi menyings ing diufuk sebelah timur, langit sudah diliputi oleh cahaya terang, awan diangkasa tidak lagi berwarna putih seperti sedia kala, me lainkan berwarna kuning keemas-e masan.
Suasana dipagi hari itu ibaratnya suasana senja dikala matahari hendak tenggelam dilangit barat, sedemikian sura mnya suasana ketika itu, sehingga orang yang tak tahu keadaan, tentu akan mergira senja telah menje lang tiba.
Gemuruh keras yang se mula berkumandang dari bukit sebelah, kini berubah menjadi hening sepi..., sedemikian sepinya sehingga mendatangkan suasana yang menyeramkan, tiada angin yang berhembus lewat, pohon dan dedaunan tiada yang tergoncang, seakan-akan dunia sudah kia mat.
Seluruh jagad seakan akan diliputi oleb keseraman, kengerian dan ke murungan.......
Ku See hong berdiri tegak dipuncak bukit itu sa mbil me mandang kearah tebing karang yang menjulang keangkasa diseberang sana. Bukit ini na mpak berdiri kokoh dengan angkernya, siapapun tak- akan percaya kalau bukit yang begitu kokoh akan longsor dan tenggelam kedalam bumi. Mendadak.....
Peristiwa yang mengerikan telah mulai berlangsung, tanah mulai retak retak, gempa dahsyat menggoncangkan seluruh per mukaan bumi....
"Blaaammm......blaaammm.....blaaamm!" ledakan demi ledakan dahsyat menggema dari puncak bukit karang itu, demkian kerasnya suara ledakan tersebut serasa me mekikkan telinga, dan lagi ledakan demi ledakan mengge legar tiada putusnya.
Menyusul ledakan keras itu, bumi bergoncang keras dan batu serta tanah pun mulai berguguran.
Ku See houg dapat menyaksikan timbulnya retakan retakan besar diatas dinding karang yang tegak lurus dan menjulang tinggi ke angkasa itu......
"Blaaammm...! Blaaammm...! Ggrrrr "
Suatu kekuatan getaran gempa yang maha dasyat melanda tiba. Ku See hong segera merasakan kepalanya pusing tujuh keliling, kakinya tak ma mpu berdiri tegak lagi sehingga tak a mpun tubuhnya segera roboh terjengkang ke atas tanah, akan tetapi dengan cepat dia melo mpat bangun lagi.
"Kraaai....! Kraaakk !"
Retakan demi retakan me mbe lah seluruh per mukaan bukit itu, dengan jelas Ku See hong dapat melihat pepohonan bertumbangan, lalu diatas permukaan bikit yang se mula menghijau itu muncul beribu ribu buah retakan yang merekah.
"Blaaamm.....! Blaaamm......! Blaamn ,
Kraak..... pleetakk....!" Pelbagai bunyi keras menggelegar saling menyusul, bumi bergoncang se makin keras, dunia serasa berputar kencang. Ku See hong dengan mengandalkan kekuatan tubuhnya yang tinggi segera me mpertahankan diri sekuat tenaga untuk me lawan getaran de mi getaran yang menghebat itu. Diantara getaran demi getaran serta ledakan demi ledakan yang me me kikan telinga inilah, puncak bukit yang menjulang t inggi keangkasa itu mendadak retak dan berguguran kebawah, ketika menyentuh bumi segera bergema suara ledakan yang tak terlukiskan dengan kata kata, pasir dan batu segera bertebangan ke mana mana.
Dinding bukit yang tegak lurus turut merekah menjadi dua bagian, kemudian diiringi ge muruh yang a mat nyaring, mula i berguguran keatas tanah, seluruh bukit pun mulai a mblas kedalam tanah diikuti beterbangannya pasir dan batu sehingga langit serasa berubah menjadi gelap gulita.
"Aaaai.... daratan telah tenggelam kedalam perut bumi !"
pekik Ku See hong dengan perasaan terkejut.
Rupanya sekitar satu Li disekeliling bukit karang itu mendadak merekah dan muncul sebuah lingkaran yang besar sekali, ke mudian seluruh per mukaan disekitar lingkaran tadi a mblas ke dalam bumi.
Seketika itu juga, angin puyuh menderu-deru, segulung desingan angin, yang sangat kuat menyapu seluruh jagad.
Paras muka Ku See hong berubah hebat, cepat-cepat ia mende kam atas tanah untuk me lindungi diri.
Ledakan de mi ledakan masih berkumandang silih beganti, gemuruh yang me mekikkan telinga mengge ma diseluruh angkasa.
Semua perpohonan yang tumbuh diatas bukit dimana Ku See hong berdiri sekarang turut bertumbangan diatas tanah dan berguguran kedalam jurang.
Bukit dan seluruh per mukaannya makin bergoncang sema kin keras, mengikut i getaran itu, pelan pelan permukaan tanah tenggelam ke dasar bumi diiringi desingan angin puyuh yang luar biasa dahsyatnya.
Ku See hong mende kam rapat rapat diatas bumi,peluh dingin telah me mbasahi seluruh jidntnya. Dia tahu walaupun bukit dimana ia berada sekarang tidak turut tenggelam, namun tekanan udara disekeliling bukit itu sangat kuat dan berat sehingga me mbuat napas menjadi sesak dan peredaran darah didalam tubuhnya menge mbang kencang, sungguh merupa kan suatu penderitaan yang menyiksa badan.
Tiba-tiba.... Ku See hong menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya ke seluruh badan, lalu seenteng kapas dia me la mbung keudara mengikuti gulungan angin puyuh yang sedang menderu itu dan me leset ke depan dengan kecepatan luar biasa. Dengan suatu gerakan yang sangat indah, dia meloloskan diri dari pusingan angin puyuh yang menenggela mkan daratan itu.
Dengan tenggela mnya bukit karang itu kedalam perut bumi, maka se mua tumbuhan maupun kehidupan yang berada satu Li diseputar tempat itu turut terkubur pula kedasar tanah, dalam waktu singkat bekas tanah dimana bukit itu berdiri tadi berubah menjadi sebuah telaga lumpur yang a mat besar.
Lumpur didalam telaga itu mendidih seperti bubur, udara panas yang menyengat me mbuat asap putih me mbumbung t inggi keangkasa. Peristiwa ini benar-benar sangat mengerikan sekali seakan-akan dunia baru saja tercipta.
Matahari telah tenggelam ke langit barat, remang re mangnya udara senja telah menyelimuli seluruh jagad. Semua tumbuhan dua li di seputar telaga berlumpur me ndidih itu telah layu dan mati, suatu pemandangan yang tragis.....
Terhembus angin ma lam yang dingin, udara makin la ma ma kin gelap, suasana pun makin la ma se makin sura m....
Pemuda yang baru saja menga la mi suatu pe mandangan menyeramkan dan lolos dari ke matian itu menghela napas pedih, pelan-pelan dia beranjak dan meninggalkan tempat yang suram dan menger ikan itu, lenyap dibalik kegelapan nun jauh didepan sana....
Kini yang tertinggal hanyalah sebuah telaga yang luas dengan lumpur yang mendidih...... Yaa, kecuali itu hanya batu-batu cadas serta tanah yang gersang, tiada tumbuhan, tiada kehidupan..... Tempat disitu seakan-akan sudah mati, seakan-akan sudah kia mat dan t iada kehidupan lagi........
Angin ma lam berhembus lewat, langit semakin gelap suasana
terasa makin mengenaskan.
OdwO
PERMULAAN musim salju yang dingin, mengikuti bergugurannya daun dan bebungaan telah menje lang tiba dalam kehidupan manus ia tanpa menimbulkan suara........
Matahari diper mulaan mus im begini sama sekali tidak menyengat tubuh, malah sebaliknya mendatangkan perasaan hangat dan nyaman bagi umat manus ia......
Disebuah jalan raya di Gi-keh-wan yang merupakan jalan penting menuju ke kota Tiang-sah, tampak seorang pe muda berpedang antik sedang mela kukan perjalanan ditengah sorot matahari yang hangat.....
Sepasang matanya memancar kan sinar tajam yang menggidikkan, me mandang pepohonan yang gundul disepanjang jalan, terlintas perasaan mur ung dan sedih diatas wajahnya.
"Aaaaii...!" tiba-tiba ia menghe la napas panjang. Apa arti dari helaan napas itu?
Apakah mela mbangkan kesepian dan sebatang kara?
Mendadak..... Sepasang alis matanya berkenyit, mukanya menjadi dingin kaku dan keketusan serta keteguhan hati tersungging diujung bibirnya, hal mara me mbuat kegagahan serta kangkuhan sema kin me mancar diwajahnya.
Dia tak lain adalah Ku See hong! Gi-keh-wan merupa kan kota terakhir sebelum tiba dikota Tiang- sah. Kebanyakan saudagar dan pelancong yang tidak berhasil mencapai kota Tiang sah, sebagian besar akan menginap disini. Itulah sebabnya, kota ini jauh berbeda dengan kora kota yang lain.
Tampak bangunan berloteng berdiri sepanjang jalan kota, bukan saja ramai penduduknya, perdagangan ditempat itupun amat makmur.
Waktu itu adalah menjelang tengah hari,itulah saatnya orang bersantap siang. Hampir se mua rumah ma kan penuh dengan tamu.
Pelan pelan Ku See hong berjalan kedepan sebuah rumah makan yang agak sepi. Ia mendongakkan kepalanya keatas, tampak olehnya rumah makan itu me makai merek "Cui-Sian cui-loo ".
Sementara itu dua orang pelayan telah menyongsong kedatangannya, sambil me mbungkukkan badan dan tertawa katanya:
"Tuan silahkan masuk! Dirumah ma kan kami tersedia arak paling baik serta sayur kenamaan dari selatan maupun utara. pelayan baik, servis me muas kan, tanggung tuan akan merasa puas "
Ku See hong mendengus dingin, pelan-pelan dia naik keatas loteng. Rumah makan Ciu-sian ciu- loo merupakan rumah ma kan yang masuk hitungan dalam kota Gi-keh-wan, tempat duduknya luas dan bisa mencapai dua tiga ratus orang,apa lagi sekarang adalah tengah hari, pelbagai maca m manusia berkumpul disana me mbuat suasana yang ra mai.
Ku See hong segera me milih sebuah tempat duduk yang dekat dengan jendela....
Pelayan menyodorkan daftar makanan, Ku See hong minta sekati arak Cong goan-ciu dan beberapa maca m sayur, lalu dahar dengan kepala tertunduk.
Waktu itu perasaannya sedang gundah dan sedih, hal ini me mbuat pe muda yang dasarnya me mang angkuh se makin segan untuk me mperhatikan ta mu-ta mu disekitarnya. Padahal, suasana didalam rumah makan Cui-sian ciu-loo pada hari ini sedikit berbeda dengan keadaan dihari-hari biasa.
Dilihat dari senjata tajam yang mereka bawa, serta sorot mata mereka yang tajam, setiap orang dapat segera mengetahui kalau mereka merupakan jago jago silat yang berilmu t inggi.
Sebenarnya para tamu yang berada diatas loteng itu sedang berbincang-bincang dengan suara yang ra mai, akan tetapi, semenjak me nyasikan kemunculan Ku See hong, seketika itu juga suasana berubah menjadi hening. Beratus pasang mata serentak dialihkan ke wajahnya dengan perasaan kaget dan tercengang.
Mungkin mereka telah dibuat terpesona oleh sikap Ku See hong yang angkuh, gagah dan luar biasa itu.
Dihadapan Ku See hong duduk dua orang manusia yang aneh, mereka sa ma sekali t idak terpengaruh oleh keangkuhan diri Ku See hong. Setelah melirik sekejap dengan sinar mata sinis, mereka lanjutkan ke mbali pe mbicaraannya.
Seorang diantara mereka berdua adalah seorang lelaki bercambang yang me maka i baju biru sepatu rumput dan berdandan sebagai seorang penebang kayu, tubuhnya tinggi besar dan menger ikan sekali, mukanya hitam pekat bagaikan pantat kuali. Duduk disitu, perawakannya persis seperti sebuah pagoda kecil.
Sedangkan orang yang lain adalah seorang lelaki setengah umur yang berwajah putih dan berdandankan seorang peramal, tubuhnya kecil dan pendek hingga merupakan kebalikan dari rekannya namun wajahnya menampilkan kecedasan serta kema mpuan yang luar biasa.
Sekilas pandangan saja, siapa pun akan tahu kalau dua orang manus ia itu adalah jago-jago persilatan yang sudah lama berkecimpungan didalam dunia persilatan, sehingga pengalamannya luas sekali.
Terdengar lelaki tinggi besar yang berdandan sebagai penebang kayu itu sedang berkata dengan suaranya yang serak, bagaikan gembrengan bobrok: "Saudara In...!, Barusan kau bilang dalam dunia persilatan akan mengala mi lagi suatu badai pe mbunuhan, sebenarnya apa maksudmu?"
Peramal berbaju putih itu mengangkat cawan araknya dan meneguk setegukan, lalu sahutnya: "Lui lote..., dengan watakmu yang berangasan serta pengalamanmu berkelana dalam dunia persilatan selama banyak tahun, masa tidak kau ketahui akan beberapa macam persoalan penting yang telah terjadi dalam dunia persilatan belakangan ini? Kalau cuma itu saja tidak tahu, sia-sia saja kau disebut Sin-hong hwe-ciau (Pene mbang Kayu Api Berangin Sakti)...!"
Lelaki yang disebut si Penebang kayu Api itu segera meraung gusar, teriaknya lantang: "In heng, siapa .yang tak tahu kalau kau disebut orang sebagai Biau-ki-siangsu (Perama l Sakti Berotak Pintar), sudah sepantasnya, kalau pengetahuanmu lebih luas daripada pengetahuanku, apa yang perlu dibanggakan? Sudanlah, tak usah jual mahal, cepat katakan!"
Begitu dua orang ma nusia aneh itu 'me laporkan' na manya, kontan se mua ta mu yang berada disekeliling te mpat itu merasakan hatinya bergetar keras, siapapun tak ada yang menyangka kalau dua orang manusia aneh itu tak lain adalah La m-ciau Pak-s iang...! (Penebang Kayu dari Selatan, Peramal dari Utara) yang amat termashur itu.
Yang dimaksudkan sebagai Lam-ciau (Penebang Kayu dari Selatan) dan Pak-siang (si Pera mal dari utara) tak lain adalah Siu- hong hui-ciau (Penebang kayu Api) Lui- Ki serta Biau-ki siang-s u (Peramal Sakti Berotak Cerdas) In- Han-im.
Kedua orang ini, yang satu hidup di selatan, yang lain hidup di utara. Dalam satu pertarungan sengit yang mereka lakukan sela ma satu hari satu mala m dan berakhir dengan keadaan seri..., dari lawan mereka jadi te man dan terikatlah suatu persahabatan yang sangat akrab. Cara kerja mereka amat setia kawan, namun terhadap kaum sesat, merekapun turun tangan amat keji. Sede mikian anehnya watak kedua orang itu, sehingga boleh dibilang sa ma sekali tak punya hubungan dengan umat persilatan......
Biau-ki siang-su, In Han- im, me mandang sekejap adik angkatnya yang sedang amat gelisah itu, kemudian tertawa terbahak-bahak, katanya pelan: "Lui lote, kalau dilihat dari kegelisahanmu itu, tampaknya kaupun takut kalau sampai beberapa peristiwa itu me libatkan pula dirimu?"
"Saudara In, jangan terlalu menghina ke ma mpuan sendiri!", teriak Sin hong hwee-ciau Lui- Ki dengan lantang; "Sudah dua puluhan tahun lebih Sin- hong hwee-ciau malang melintang dalam dunia persilatan, bukit golok, kuali minyak telah kujelajahi se mua, masa aku bisa kuatir terlibat? Hmm....siaute tak lain hanya ingin mengetahui persoalan apa saja sehingga dapat menimbulkan kegoncangan hebat didalam dunia persilatan ?"
Tanpa terasa semua tamu yang berada dalam ruangan rumah makan itu sama-sa ma me masang telinga dan mendengar kan dengan seksama, mereka ingin tahu perist iwa apakah yang hendak diucapkan oleh Biau- ki siang-su tersebut.
-oodwoo-