Dendam Iblis Seribu Wajah Bagian 30

 
Bagian 30

Baru setengah jurus dimainkan, tiba-tiba gerakannya berubah lagi. Sebuah tendangan dikirimkan ke depan. Jurus yang dikerahkannya ini rupanya seBagian hanya merupakan tipuan saja. Justru di tengah jalan gerakannya berubah sehingga membahayakan kedudukan lawannya.

Hal ini membuat orang tidak menduganya sama sekali. Sekaligus juga tidak sempat mengadakan persiapan. Otomatis Tan Ki juga tidak menyangka bahwa laki-laki itu akan melakukan serangan tipuan seperti ini. Untuk sesaat dia terkejut setengah mati. Dia merasa tendangan itu begitu aneh dan cepat bagai kilat. Dengan panik dia membungkukkan ba-dannya dan berusaha mencelat mundur sejauh mungkin.

Ilmu silat Tan Ki saat ini sudah termasuk golongan jago kelas satu di dalam dunia Bulim. Perubahan gerakannya ringan dan cepat. Tetapi siapa sangka, dia terkena sapuan ten-dangan laki-laki bertubuh tinggi besar itu juga. Dia merasa paha sebelah kirinya agak sakit, nyaris tubuhnya tidak dapat berdiri dengan tegak, sedikit lagi pasti jatuh berlutut di atas tanah.

Rupanya Kim Yu mewakili Pek Kut Kau dari wilayah Barat. Ia berjanji bertemu dengan Kiau Hun di kuil tua dan akhirnya selesai mengadakan perundingan. Kemudian dia membawa Tujuh Serigala yang merupakan jago kelas tinggi dalam Pek Kut Kau dan lalu bergegas menyusul ke kota Lok Yang. Mereka ingin mengadakan penyelidikan tentang ke- kuatan para pendekar di daerah Tionggoan dan berusaha mencari kelemahan mereka guna penyerangan di kemudian hari. Setelah itu pihak Pek Kut Kau dan Lam Hay akan bergabung lalu memilih hari baik untuk menyerbu ke daerah Tionggoan.

Ketujuh laki-laki tinggi besar itu merupakan pelindung hukum dalam perguruan Pek Kut Kau. Mereka disebut Tujuh Serigala.

Ternyata ilmu orang-orang ini tidak dapat dipandang enteng. Hanya mengandalkan sa- lah satu dari ke Tujuh Serigala itu saja, dalam dua jurus sudah berhasil menyapu Tan Ki dengan sebuah tendangan.

Tetapi perbuatannya ini justru menimbulkan hawa amarah dalam hati Tan Ki. Dia meraung keras dan melancarkan sebuah pukulan ke depan!

Lengan laki-laki itu bergerak menyapu, dengan jurus Mendayung Perahu di Tengah Sungai, dia mengelak dari serangan Tan Ki. Ter dengar mulutnya mengeluarkan suara tawa terkekeh-kekeh.

“Kau bukan tandingan Cayhe, lebih baik cepat kembali saja!”

Terdengar suara dengusan berat dari hi dung Tan Ki. Tiba-tiba dia melancarkan tig pukulan sekaligus. Tiga serangan ini dilancarkan berturut-turut. Kecepatan, kekejian dan kehebatannya terpadu menjadi satu. Pada saat itu pihak lawan terdesak sampai kalang kabut, kakinya terus menyurut mundur. Setelah tiga serangan berakhir, tidak kurang tidak lebih dia terdesak mundur sejauh tiga langkah.

Melihat serangannya membawa sedikit hasil, hati Tan Ki bertambah besar. Dia langsung melancarkan serangan yang gencar. Pada saat itu, si laki-laki tinggi besar baru menyadari bahwa dirinya telah salah perhitungan. Rupanya anak muda yang tampan dan gagah ini bukan tokoh yang mudah dihadapi. Pandangannya yang menganggap ringan lawan hilang seketika dan menghadapi musuh dengan segenap kekuatan.

Kedua orang itu langsung terlibat pertarungan yang sengit. Tampak bayangan telapak tangan berkibaran, lengan yang sekokoh besi menimbulkan angin yang kencang. Dalam waktu yang singkat mereka sudah bergebrak sebanyak puluhan kali.

Kim Yu memperhatikan gerakan bawahannya yang kadang-kadang melakukan serangan dan kadang-kadang menangkis. Tampaknya untuk sementara masih dapat mengimbangi lawannya dengan baik. Oleh karena itu hatinya menjadi lega. Dan dia tetap berdiri di sudut menyaksikan jalannya pertarungan.
Kembali lima enam jurus telah berlalu, tiba-tiba gerakan Tan Ki berubah. Sasarannya selalu Bagian tubuh yang harus diselamatkan. Setelah melancarkan dua tiga pukulan saja, laki-laki itu sudah terdesak sehingga kelabakan setengah mati.

Sisa enam orang dari anggota Tujuh Serigala itu tadinya menyaksikan dengan tenang. Ketika melihat rekannya mulai kewalahan dan kedudukannya mulai membahayakan, tanpa sadar salah satunya langsung terjun ke tengah arena dengan maksud memberikan bantuan.

Tan Ki tertawa terbahak-bahak.

“Para jago dari wilayah barat, ternyata hanya sedemikian saja kemampuannya!” Tiba- tiba telapak tangannya mengepal, dia melancarkan serangan dengan gencar, tampak angin yang timbul dari tinjunya mengakibatan lengan bajunya berkibar-kibar. Mulut anak muda itu mengeluarkan suara suitan marah. Dalam waktu yang sekejap mata, dia suah mengurung kedua orang itu dengan puluhan bayangan pukulannya. Kim Yu yang menyaksikan hal itu, menjadi tercekat hatinya. Dia dapat melihat bahaya yaag dihadapi kedua bawahannya itu. Tanpa dapat dipertahankan lagi, dia berteriak dengan lantang.

“Hati-hati!”

Baru saja dia meneriakkan dua patah kata, tiba-tiba terdengar pula jeritan yang menyayat hati. Lalu disusul dengan suara bentakan seseorang. Suara-suara tadi terdengar dalam waktu yang hampir bersamaan. Di antara bayangan telapak tangan yang berkibar- kibar, tampak seseorang menerjang keluar dengan tubuh terhuyung-huyung kemudian terkulai jatuh di atas tanah. Rupanya Tan Ki telah mengeluarkan ilmu barunya, yaitu Te Sa Jit-sut. Jurus yang dimainkannya saat itu adalah Kabut Awan Mengeluarkan Cahaya Keemasan. Dalam sekali gerak saja dia sudah berhasil menggetarkan dada seorang lawannya sehingga terluka di dalam.

Ternyata Te Sa Jit-sut mempunyai kehebatan yang tidak terkirakan. Ilmu itu juga sangat aneh serta sulit diduga. Ketika dia mengerahkan lagi jurus yang keempat, kembali terdengar suara raungan marah dari pihak lawannya. Rupanya kembali orang yang satunya terhantam telak di Bagian punggung. Saat itu juga tampak orang itu memuntahkan segumpal darah segar dan kakinya menyurut mundur dengan limbung sejauh lima langkah sebelum terhempas ke atas tanah.

Dalam waktu yang singkat Tan Ki sudah berhasil melukai dua jago dari wilayah barat.
Yang satu terhantam di Bagian dada dan tidak dapat bangkit lagi, sedangkan yang satunya lagi terpukul telak di Bagian belakang punggung sehingga memuntahkan darah segar dan pingsan seketika.

Gerakan serta kepandaian yang dimilikinya ini, di seluruh dunia Bulim mungkin hanya terhitung dengan jari orang yang dapat melakukannya. Tanpa dapat ditahan lagi hati Kim

Yu jadi tergetar, untuk sesaat dia malah jadi tertegun melihatnya. Dengan perasaan heran dia berpikir: ‘Ilmu orang ini sangat aneh. Kadang-kadang tampaknya biasa-biasa saja, lalu tiba-tiba menjadi demikian hebat sampai sulit dimengerti. Benar-benar membuat orang bingung sampai di mana sebetulnya kehebatan ilmu silat yang dikuasainya.’
Ketika pikirannya masih tergerak, kembali terlihat beberapa anggota muncul ke depan.
Rupanya mereka segera memapah rekannya yang terluka dan meminumkan obat guna meringankan luka dalam yang diderita.

Sinar mata Tan Ki dengan datar menyapu Kim Yu sekilas.

“Malam-malam begini kalian menyatroni rumah orang, pasti bukan tanpa sebab. Kalau dibilang ingin merampok, tangan kalian toh

tidak membawa apa-apa…” sindirnya tajam. Kim Yu mendengus satu kali.
“Meskipun Hengte menjadi gembel di pinggir jalan, juga tidak akan memalukan nama besar Pek Kut Kau di wilayah barat.”

“Lalu apa maksud kalian yang sebenarnya?” Kim Yu dapat mendengar bahwa di balik
Bentakannya yang lantang terselip rasa curiga yang besar. Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya lalu memancarkan ke sepasang telapak tangan seakan siap melancarkan serangan setiap waktu. Terdengar dia batuk-batuk ringan beberapa kali. Padahal dia sudah melihat Tan Ki juga sudah bersiap-siap untuk menghadapinya. Namun dari luar dia berlagak tenang dan seolah tidak ada apapun yang mengkhawatirkan hatinya.

“Kedatangan Hengte kali ini, hanya ingin numpang minum secawan dua cawan arak pengantin saja…”

Tan Ki tertawa dingin.

“Rasanya alasan Saudara tidak begitu sederhana?”

Kim Yu mengangkat sepasang bahunya. Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang licik.

“Kalau kau tidak percaya, yah apa boleh buat.”

Ketika keduanya sedang terlibat dalam pembicaraan, tiba-tiba tampak dua laki-laki bertubuh tinggi besar berjalan keluar. Orang yang berada di sebelah kiri mendadak melan- carkan sebuah pukulan ke arah dada Tan Ki, sedangkan orang yang berada di sebelah kanan menerjang dengan memutar ke belakangnya serta menyerang Bagian punggung.

Keadaan Tan Ki memang sedang gusar sekali. Dalam dua kali gerak, dia berhasil melukai dua orang dari delapan musuhnya. Sekarang masih tersisa enam orang lagi, apabila dia tidak cepat-cepat menurunkan tangan keji membereskan mereka, tentu dia akan mene-mui banyak kesulitan nanti. Begitu pikirannya tergerak, hawa pembunuhan segera merasuki dadanya. Tangan kanannya memutar, lima larinya langsung membentuk cekalan dan meluncur ke arah urat nadi pergelangan tangan laki-laki tinggi besar itu.
Sedangkan telapak tangan kirinya juga diulurkan dalam waktu yang bersamaan dan melancarkan sebuah pukulan ke arah laki-laki yang ada di sebelah kiri.
Laki-laki yang ada di sebelah kanan segera menggeser satu langkah ke samping dan menghindarkan diri dari serangan Tan Ki seria menarik kembali tangannya sendiri.
Sedangkan orang yang ada di sebelah kiri justru mengambil posisi tangan menahan di depan pada lalu mendorong keluar dan menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan.

Begitu kedua pukulan beradu, terdengarlah suara yang menggelegar, tanpa dapat ditahan lagi Tan Ki tergetar mundur satu langkah.

Orang itu sendiri malah terdorong oleh tenaga Tan Ki yang lebih kuat, kakinya menyurut m undur sampai lima depa jauhnya.

Diam-diam Tan Ki merasa terkejut juga.

‘Tenaga dalam orang ini cukup hebat. Benar-benar bukan lawan yang dapat dianggap ringan.’ pikirnya dalam hati.

Segera dia menghimpun tenaga dalamnya lalu bergerak ke depan dengan melancarkan sebuah serangan.

Dia sudah dapat menduga kalau kedua orang itu akan menyerangnya dengan siasat Timbul Suara di Barat, Menyerang dari Timur, lalu secara diam-diam membokongnya. Kalau dia tidak turun tangan keji melukai salah satu dian taranya, kedua lawan ini sungguh tidak mudah dihadapi. Oleh karena itu, begitu serangannya dilancarkan, dia sudah mengerahkan tenaga dalam sebanyak sepuluh Bagian. Dahsyatnya bukan main. Kekuatan yang terkandung dalam pukulannya bagai badai yang melanda secara tidak terduga.

Setelah beradu pukulan satu kali dengan Tan Ki, laki-laki tinggi besar yang ada di selelah kiri segera menyadari bahwa tenaga dalam Tan Ki lebih kuat, daripada dirinya. Tetapi Ketika anak muda itu melancarkan sebuah serangan lagi dengan gerakan seperti orang limbung, dia tetap tidak berani menghindar. Telapak tangannya terulur ke depan dan sekali lagi menyambut pukulan Tan Ki dengan kekerasan.

Begitu kedua pukulan beradu, menang atau kalah segera dapat ditentukan. Tan Ki hanya merasa pergelangan tangannya seperti kesemutan dan tubuhnya bergetar, namun laki-laki tinggi besar itu langsung sempoyongan ke belakang. Setelah memuntahkan darah segai sebanyak tiga kali berturut-turut, tubuhnya pun terkulai di atas tanah.

Laki-laki yang berada di sebelah kanan me nyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa rekannya terluka parah dalam dua gebrakan saja. Di wajahnya yang garang dan buas segera tersirat penderitaan yang dalam. Dia meraung dengan keras kemudian sepasang kepalan tangannya tampak meluncur ke depan.

Saat itu hawa pembunuhan dalam dada Tar Ki sudah timbul, cara turun tangannya juga keji sekali. Dia berpikir daripada dirinya yang terluka, lebih baik dia yang melukai lawan terlebih dahulu. Tampak tubuhnya bergerai ke samping perlahan-lahan, tiba-tiba tangan kanannya membentuk cengkeraman dan m e luncur ke depan secepat kilat. Meskipun laki- laki bertubuh tinggi besar itu mempunyai niat mengelakkan diri, namun sudah terlambat. Tahu-tahu lengan kanannya sudah tercekal oleh tangan Tan Ki. Anak muda itu segera mengerahkan tenaga dalamnya lalu memuntir. Terdengarlah suara berderak yang menggetarkan hati. Tangan kanan laki-laki tinggi besar itu terputus seketika dari sambungan sendinya. Begitu sakitnya sehingga keningnya basah oleh keringat dingin.
Namun tampaknya sikap orang ini sangat keras kepala, meskipun rasa sakit yang dira- sakan sangat hebat, tetapi sedikit rintihan pun tidak terdengar dari mulutnya. Tan Ki yang melihat keadaan ini langsung memperdengarkan suara tertawa dingin.

“Kau sangat gagah!” pujinya datar.

Tiba-tiba telapak tangannya bergerak. Dengan kecepatan yang sulit ditangkap pandangan mata, dia menghantam ke depan dan bahu orang itu pun terkena pukulannya dengan telak. Tidak perlu diragukan lagi, lengan orang yang sudah terlepas dari persendiannya menjadi hancur seketika.

Kim Yu menyaksikan tiga orang diantara ketujuh bawahannya sudah terluka parah di tangan Tan Ki. Bahkan yang terakhir lengannya sampai putus dan hancur. Dia maklum apabila pertarungan ini diteruskan, semua bawahannya masih bukan tandingan Tan Ki dan malah akan mendapat kekalahan yang konyol. Oleh karena itu dia segera mendengus dingin dan melangkah maju ke depan.

Di bawah cahaya rembulan, wajahnya menyiratkan kegusaran yang hebat. Sepasang matanya menyorotkan hawa pembunuhan dan tampangnya sungguh tidak enak dilihat.

Tiba-tiba terdengar suara suitan yang panjang memecahkan keheningan malam. Suara suitan itu bagai gerungan seekor naga. Begitu nyaringnya sampai telinga orang yang mendengarnya menjadi pekak.

Kemudian, tampak bayangan berkelebat disusul dengan berkibarnya lengan pakaian yang menderu-deru tertiup angin. Orang-orang yang ada di tempat itu jadi terkesiap, serentak mereka memalingkan wajahnya.

Dalam waktu sekejap mata saja, di tempat Kim Yu dan Tan Ki berdiri telah melayang turun seorang perempuan yang berpakaian kembang-kembang dan bergaun merah serta seorang pemuda yang tampan. Mereka adalah si bekas budak keluarga Liu, Kiau Hun dan anak angkat si Raja iblis Oey Ku Kiong.

Di bawah cahaya rembulan, tampaknya kedua orang itu sudah meneguk arak secara berlebihan. Pipi mereka berona merah dan tubuh mereka agak sempoyongan. Namun hal itu justru menambah kecantikan Kiau Hun serta ketampanan Oey Ku Kiong.

Melihat adanya Tan Ki di tempat itu, tampaknya Kiau Hun benar-benar merasa di luar dugaan, untuk sesaat dia sampai tertegun. Matanya yang indah menyorotkan kebimbangan. Dia memperhatikan Tan Ki dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Diam- diam hatinya berpikir.

‘Alisnya menyorotkan sinar terang, sudut matanya menandakan gejolak asmara yang telah reda. Hal ini membuktikan bahwa dia sudah kehilangan keperjakaannya, tetapi mengapa dia bisa berdiri di tempat ini dalam keadaan sehat wal’afiat seperti orang lainnya. Apakah sebotol racun yang diberikan Oey Ku Kiong kepadaku telah kehilangan khasiatnya?’

Meskipun hatinya merasa terkejut dan curiga, dari luar dia berlagak tenang. Perlahan- lahan dia melangkahkan kakinya ke depan untuk menghampiri Tan Ki.
“Malam ini kau menjadi pengantin laki-laki, seharusnya menemani pengantin wanita serta bergembira semalam suntuk. Mengapa bukannya berdiam di kamar, malah datang ke tempat ini?”

Mendengar sindirannya yattg halus, wajah Tan Ki jadi merah padam. Dia tidak ingin menceritakan masalah Mei Ling yang kesalahan minum teh beracun, tetapi untuk sesaat dia juga tidak mendapat jawaban yang tepat, Oleh karena itu dia hanya tersenyum simpul dan tidak memberikan sahutan.

Kiau Hun memalingkan wajahnya menatap Kim Yu sekilas, kemudian dia menoleh kembali ke arah Tan Ki.

“Apakah kalian baru berkelahi?”

Tan Ki menunjuk ke arah rombongan Kim

“Orang-orang ini menyelinap ke dalam gedung keluarga Liu, gerak-geriknya sungguh mencurigakan.

Kim Yu tersenyum lembut. Dia segera menukas perkataan Tan Ki, “Hente sekalian hanya ingin menumpang minum arak barang beberapa cawan. Karena tidak ingin mengejutkan, maka masuk secara diam-diam. Masa begitu saja salah?”

Tan Ki memperdengarkan suara tawa yang dingin.

“Sekarang baru mengucapkan kata-kata yang rendah, apakah tidak merasa sudah agak terlambat?”

Kiau Hun maju beberapa langkah, dia menarik tangan Tan Ki dan menasehati dengan suara lembut.

“Sudahlah, biar bagaimana orang toh berniat baik. Tentu tidak boleh menyuruh orang pulang begitu saja. Lagipula malam ini adalah malam pernikahanmu, seharusnya tidak boleh berkelahi dan menimbulkan urusan yang mengalirkan darah atau melukai orang. Hal itu bukan saja dapat merusak suasana yang gembira, malah dapat menimbulkan perasaan tidak enak di hati orang lain…”

“Orang-orang ini merupakan anggota dari Pek Kut Kau dari wilayah barat, biar bagaimana mereka tidak dapat dilepaskan begitu saja!”

Sepasang alis Kiau Hun langsung mengerut-ngerut. Tiba-tiba saja terselip hawa pem- bunuhan di dalam hatinya.

“Bagaimana kau bisa tahu?” tanyanya curiga. Tan Ki mengangkat bahunya dengan santai.
“Pokoknya aku tahu, kau tidak perlu menyelidiki dari mana aku mendapatkan infor- l’masi ini.” sahutnya acuh tak acuh.

Kiau Hun dapat mendengar nada suaranya yang dingin dan kaku. Wajahnya juga menampilkan ketidakperduliannya. Namun dia hanya tersenyum simpul, tampaknya
seakan tidak mengambil hati atas sikap Tan Ki. Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah kamar tamu yang ada di sebelah timur.

Oey Ku Kiong segera melangkahkan kakinya mengikuti dari belakang. Angin malam bertiup semilir, pakaian Kiau Hun sampai berkibar-kibar dibuatnya. Rambutnya yang panjang beterbangan. Tampak mimik wajahnya sangat aneh, seperti orang yang ingin tertawa tetapi tidak bisa. Kadang-kadang bibirnya tersenyum sendiri.

Padahal saat itu dia merasa darah panas dalam tubuhnya sedang bergejolak, hatinya merasa pedih sekali. Dia juga merasakan penderitaan yang tidak terkirakan. Seakan seluruh manusia di dunia ini berada dalam jarak yang jauh sekali dengan dirinya. Dunia yang luas ini tidak ada seorang pun yang memaklumi isi hatinya. Sedangkan perasaannya demikian hampa dan sunyi.

Dia mempunyai perasaan bahwa seluruh manusia di dunia ini mencampakkannya.
Sedangkan perasaan ini semakin berat bagi orang yang merasa pesimis dan rendah diri. Perlu diketahui bahwa watak gadis ini sangat picik, jiwanya sempit. Dia selalu menganggap bahwa semua orang yang mengenalnya selalu menghina riwayat hidupnya. Tentu saja dirinya tidak dapat dibandingkan dengan Mei Ling yang merupakan putri satu- satunya dari Bu Ti Sin-kiam yang terkenal dan kaya raya. Gadis itu selalu mendapat sambutan yang baik dan dipuja orang di mana-mana. Oleh karena itu, dia rela mengorbankan kecantikan wajahnya dan keindahan tubuhnya untuk merayu Tocu dari Bu Sin To di Lam Hay, sehingga dalam beberapa hari yang singkat, dari seorang budak dia diangkat menjadi selir kesayangan dan bahkan diajarkan berbagai ilmu yang sakti.

Dengan kesuciannya, dia menukar sebuah nama kosong. Walaupun demikian, Kiau Hun menganggap semua itu dapat mengangkat derajatnya sendiri sehingga tidak dipandang hina lagi oleh orang-orang yang mengenalnya. Bahkan kalau bisa dia ingin mereka semua bertekuk lutut di bawah kakinya.

Walaupun pengaruhnya tidak demikian besar, tetapi setidaknya hati Kiau Hun sendiri sudah agak terhibur-dapat tampil di depan umum dalam keadaan seperti sekarang ini. Namun begitu melihat sikap Tan Ki yang acuh tak acuh dan sinar matanya yang dingin, hatinya bagai ditusuk ribuan jarum. Perasaannya begitu sedih dan penderitaannya tak terkatakan lagi.

Rupanya Tan Ki tetap menganggap dirinya sebagai budak seperti sebelumnya. Itulah sebabnya dia memperlakukan dirinya dengan dingin dan pembicaraannya pun menusuk. Tentu saja semua ini hanya anggapan Kiau Hun sendiri karena pengaruh jiwanya yang sempit dan pikirannya yang picik. Hal ini malah membuat khayalannya yang indah menjadi kandas. Rasa cintanya berubah menjadi benci. Dia merasa dendam sekali kepada Tan Ki!

Setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba dia tertawa dingin. Langkah kakinya pun dihentikan lalu menolehkan kepalanya dan berkata dengan lembut, “Ku Kiong…”

Oey Ku Kiong sendiri entah sedang memikirkan apa, mendengar panggilannya yang tiba-tiba, dia bagai tersentak dari lamunan.

Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut dan kemudian bertanya, “Apakah Nona memanggil aku?”

Kiau Hun tersenyum lembut.

“Setelah kita bertemu di Pek Hun Ceng, kau langsungjatuh cinta kepadaku tanpa memperdulikan keadaanku yang sudah kotor ini. Meskipun kau hanya bertepuk sebelah tangan dan mencari kesulitan bagi dirimu sendiri, tetapi dalam beberapa hari ini aku juga telah merenunginya bolak-balik. Antara engkau dan aku, seharusnya tidak boleh begini terus…”

Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang kemudian melanjutkan kembali. “aku maklum sekali pendirianmu sebagai seorang laki-laki. Dari luar tampaknya sekeras baja, namun hatimu lembut seperti kapas. Baik kedudukan maupun ilmu silat tidak kalah dengan lainnya. Tetapi terhadap urusan cinta, kau malah merasa lebih penting dari hal lainnya. Meskipun kesulitan apa yang akan kau hadapi, tetapi kau tetap maju terus dan pantang menyerah…”

Bibir Oey Ku Kiong tampak bergerak-gerak, dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi Kiau Hun sudah lebih dulu maju selangkah dan mengulurkan tangannya yang indah serta berjari lembut dan menutup mulutnya perlahan-lahan. Kepalanya digeleng-gelengkan sambil tersenyum.

“Sebetulnya kau adalah seorang pemuda yang bermasa depan cerah, tetapi ternyata malah mencintai sekuntum bunga yang layu seperti diriku. Meskipun di luarnya aku tidak berani mengatakan apa-apa, namun dalam hati kecil ini sebetulnya merasa terharu dan gem-bira, sayangnya…”

Pikirannya seperti mengingat sesuatu yang sedih dan sulit sekali. Belum lagi ucapannya selesai, air matanya sudah mengalir turun membasahi pipi. Sepasang tangannya terkulai ke bawah, kepalanya menunduk dalam-dalam. Tampangnya seperti orang yang menderita sekali.

Oey Ku Kiong melihat tampangnya yang sayu justru sangat menawan. Dia merasa ada segulung hawa panas yang mengalir dalam darahnya dan jiwa gagahnya pun terbangkit. Dia menepuk bahu Kiau Hun dengan lembut.

“Seandainya Nona mempunyai kesulitan apa-apa. Jangan ragu, katakan saja. Harap aku mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahmu itu.”

Bibir Kiau Hun menyunggingkan senyuman meskipun pipinya masih dibasahi oleh air mata.

“Siapa diriku dan bagaimana pribadiku, apakah kau sudah menyelidikinya dengan je- las?”
Hati Oey Ku Kiong tercekat mendengar pertanyaannya. Diam-diam dia berpikir. ‘Aku mengejarnya selama beberapa hari berturut-turut. Terus menerus aku
memperhatikan gerak-geriknya. Walaupun aku tidak berani mengatakan bahwa cara yang kutempuh sudah termasuk luar biasa, tetapi setidaknya aku sudah berhati-hati sekali.
Namun jejakku tetap ketahuan olehnya. Hal ini membuktikan bahwa perempuan ini sangat peka perasaannya, akalnya banyak dan ambisius sekali, tampaknya bukan orang yang dapat dipandang ringan…’
Pikirannya masih tergerak, tetapi dia merasa tidak sepantasnya mengelabui perempuan yang ia cintai, oleh karena itu dia segera menjawab, “Kau adalah selir yang baru diangkat oleh Tocu Bu Sin To di Lam Hay. Saat ini kau ditugaskan menyelidiki keadaan di Tionggoan… kasarnya, kau dijadikan mata-mata oleh kelompok pemberontak dari Samu- dera luar.”

Kiau Hun tersenyum manis. “Apakah kau tidak menganggap bahwa diriku ini sangat hina dan rendah karena menjual bangsaku sendiri?” Oey Ku Kiong tertawa gagah.

“Pandangan setiap pendekar maupun orang gagah selalu berlainan. Masing-masing mempunyai pendapat sendiri dalam menilai sesuatu hal. Meskipun kau tidak mengorbankan kecantikan wajah serta keindahan tubuhmu, melainkan melakukan hal lainnya yang lebih mengejutkan, pandanganku terhadap dirimu tetap tinggi dan rasa hormat dalam hati ini tidak berkurang sedikitpun.”

“Kalau begitu kau pasti menurut apapun yang aku katakan.” Wajah Oey Ku Kiong berubah menjadi serius.
“Tentu saja!” sahutnya penuh hormat.

Sejak semula dia sudah terjatuh oleh senyuman Kiau Hun yang manis. Begitu mendengar ucapannya, dia juga tidak berpikir panjang lagi, jawabannya yang diberikan juga begitu cepat.

Sepasang mata Kiau Hun yang indah mengerling ke sana ke mari. Kemudian dia mendekati telinga Oey Ku Kiong serta membisikkan beberapa patah kata, kemudian mulutnya tertawa lebar.

“Kalau urusannya sudah selesai, aku akan menunggumu di taman bunga belakang ru- mah.” kata perempuan itu selanjutnya.

Tangannya melambai perlahan, seakan mengucapkan selamat tinggal kepada anak muda itu. Setelah itu dia membalikkan tubuhnya dan melesat ke depan. Gerakannya bagai sambaran kilat. Hanya dalam beberapa kali loncatan saja, dia sudah menghilang dalam kegelapan.

Oey Ku Kiong menunggu sampai bayangan Kiau Hun tidak terlihat lagi, baru mengerahkan ginkangnya yang tertinggi dan melesat bagai terbang ke arah semula. Tidak beberapa lama kemudian, telinganya menangkap suara bentakan yang lantang. Begitu kerasnya sehingga berkumandang ke mana-mana.

Dia melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi besar sedang merapat ke arah Tan Ki.
Tangannya menggenggam sebuah tabung yang panjangnya kurang lebih dua mistar dan besarnya seperti pangkal lengan. Ketika dia menerjang sampai ke tempat itu, laki-laki tinggi besar tersebut sudah mendekat ke samping Tan Ki dalam jarak kurang lebih tiga depaan. Kemudian orang itu menghentikan langkah kakinya. Tabung emas di tangannya digerak-gerakkan lalu dengan posisi menahan di depan dada, dia mendorongya ke depan.

Sejak tadi Tan Ki sudah mengerahkan hawa murninya bersiap-siap. Dia sudah melihat bahwa tabung emas yang ada di tangan lawannya sangat aneh. Oleh karena itu dia tidak
ingin menempuh bahaya begitu saja, tampak sepasang bahunya bergerak. Dia bergeser ke samping sejauh lima depa.

Cara mendorong tabung emas yang dilakukan laki-laki tinggi besar itu tidak terlihat kecepatan yang menakutkan.. Ketika tubuh Tan Ki menggeser dari tempatnya semula, perlahan-lahan dia juga menarik kembali tabung emasnya. Tampaknya gerakan tadi hanya tipuan saja.

Sepasang alis Tan Ki terjungkit ke atas. Tanpa menunda waktu dia segera mengulur- kan tangannya melancarkan sebuah pukulan. Serangkum angin yang kencang langsung menerpa ke depan.

Dia sudah pernah melukai beberapa orang sekaligus dalam waktu yang singkat. Hal ini malah membuat rasa terkejut di hati lawannya jadi berlipat ganda. Tiba-tiba lelaki itu menggeser langkah kakinya ke kanan dua tindak. Setelah berhasil menghindari, serangan pukulan Tan Ki, dia langsung bergerak maju merapat lagi ke dekat anak muda itu.

Gerakannya kali ini cepat sekali. Sungguh berbeda dengan gerakan yang sebelumnya.
Tampak tubuh laki-laki tinggi besar itu memutar kemudian melangkah lagi ke kiri dua tindak. Tabung emasnya diangkat ke atas lalu diulurkan ke depan. Saat itu juga terlihat gumpalan asap berwarna kehitaman meluncur keluar!

Tan Ki memang sudah mengadakan persiapan, begitu melihat ada yang tidak wajar, dia langsung mencelat ke udara. Luncuran asap itu tampaknya mempunyai kedahsyatan yang tidak dapat dipandang ringan. Baru saja tubuh Tan Ki mencelat ke atas, tempat di mana dia berdiri tadi sudah dihempas oleh gulungan asap berwarna kehitaman itu.

Laki-laki bertubuh tinggi besar itu melihat bahwa asap dari tabung emasnya hanya melesat lewat di bawah telapak kaki lawannya dan belum berhasil mencapai sasaran. Cepat-cepat dia menarik kembali tabung emasnya. Tangan kirinya menekan Bagian bawah tabung tersebut dan diarahkan pada tubuh Tan Ki yang sedang melayang di udara.

Sinar rembulan saat itu, merupakan detik-detik paling gelap sebelum fajar menyingsing.

Tetapi Oey Ku Kiong bukan tokoh sembarangan. Dia tidak pernah mendapat kesulitan untuk melihat benda-benda di tempat yang gelap. Begitu dia menajamkan pandangan matanya, dia melihat belasan guratan panjang berwarna putih bagai benang-benang yang halus dengan kecepatan kilat meluncur ke arah Tan Ki. Gerakannya begitu cepat, bahkan melebihi jenis senjata rahasia lainnya. Lagipula daya capainya yang dapat menjangkau sampai sejauh itu, juga bukan hal yang dapat dilakukan, jenis senjata rahasia yang lain.

Hati Oey Ku Kiong jadi tercekat melihatnya. Diam-diam dia berpikir.

‘Senjata rahasia itu kecil dan halus. Sudah pasti sejenis jarum beracun. Tetapi kekuatan maupun jangkauanya malah berlipat ganda dari tenaga yang terpancar dari tangan yang menyambitkannya sendiri. Ayah angkatku dijuluki sebagai raja senjata rahasia, tetapi tam- paknya kekuatannya masih kalah kalau dibandingkan dengan tabung emas di tangan orang ini.’

Tan Ki sendiri sudah melihat laki-laki ting-gi besar itu baru menggerakkan sedikit tabung emasnya langsung ada belasan carik sinar putih yang halus meluncur ke arahnya. Dalam jarak kurang dari satu depa saja, cahaya itu sudah memencar ke mana-mana
sehingga sulit lagi ditangkap pandangan mata. Oleh karena itu, dia segera menghimpun hawa murninya, dan melesat lebih tinggi lagi kurang lebih satu depa.

Dia tidak bisa menafsir-nafsir apakah jaraknya sekarang sudah cukup atau belum untuk menghindari luncuran senjata rahasia tersebut. Secepat kilat sepasang lengannya diren- tangkan dan langsung berjungkir balik lagi dua kali di udara lalu melayang turun pada jarak kurang lebih lima depaan dari tempatnya semula.

Gerakan ginkang yang dipamerkannya, yakni sudah mencelat ke udara terus melesat sekali lagi, bahkan dapat berjungkir balik dua kali di udara tanpa melayang turun terlebih dahulu di atas tanah, benar-benar pemandangan langka di dunia Kangouw. Orang yang dapat. melakukannya juga mungkin dapat dihitung oleh jari. Oey Ku Kiong dan Kim Yu yang meenyaksikannya sampai termangu-ma-ngu, tanpa dapat ditahan lagi hati mereka merasa terkejut sekaligus kagum. Begitu matanya memandang, dia melihat gumpalan asap itu hanya meluncur sejauh satu depaan lebih kemudian berhenti menggantung di udara. Meskipun asap itu tampak membuyar namun reaksinya demikian lambat seperti gas udara dalam gelembung karet yang bocornya hanya seujung jarum saja serta memerlukan waktu yang lama sampai habis sama sekali. Bahkan asap yang membuyar itu sedemikian tipisnya sampai sulit ditangkap pandangan mata. Meskipun Tan Ki berusaha mengawasi dengan seksama. Tetapi tetap saja tampak bagai kabut yang menggumpal di atas ilalang.

Melihat serangannya yang dua kali berturut-turut mengalami kegagalan, laki-laki bertubuh tinggi besar itu agak terpana jadinya. Ia malah tidak percaya terhadap kenyataan yang terpampang di hadapannya. Namun sesaat kemudian tubuhnya mencelat ke atas dan tangannya menggerakkan tabung emas tersebut dan menerjang ke tempat Tan Ki berdiri.

Tan Ki tidak ingin memberi kesempatan lagi kepada laki-laki tinggi besar itu untuk meluncurkan senjata rahasianya. Tenaga dalamnya dikerahkan dan di saat tubuh laki-laki itu mencelat ke udara, dia juga membentak dengan suara keras kemudian melancarkan sebuah pukulan.

Serangannya kali ini menggunakan segenap kekuatannya. Angin yang terpancar dari pukulannya kencang sekali bagai gelombang badai yang menerpa ke depan. Tubuh laki- laki itu masih mencelat di tengah udara, tak ada lagi kesempatan baginya untuk menghindarkan diri dari serangan Tan Ki. Tiba-tiba dia merasa dadanya bergetar dan terdorong oleh tenaga dalam Tan Ki yang besar. Tahu-tahu tubuhnya sudah terpental ke belakang dan patuh di atas tanah pada jarak kurang lebih tujuh depaan.

Serangan yang dihantamkan ke udara menimbulkan getaran sampai sejauh satu depa setengah. Orang-orang lainnya yang ada di sekitar tempat itu sampai ikut merasakan hempasan tenaga dalam tersebut. Tidak satu-pun dari mereka yang hadir ditempat tersebut tidak menjadi terkejut melihat kehebatan tenaga dalam Tan Ki.

Sepasang alis Kim Yu tampak mengerut. Tiba-tiba dia mengangkat tangannya ke Bagian atas kepala dan melambai sebanyak dua Kali. Gerakan ini merupakan sandi dalam perkumpulan Pek Kut Kau. Orang luar tentu saja tidak mengerti.

Laki-laki tinggi besar yang baru saja terhantam pukulan Tan Ki langsung memuntah-kan segumpal darah segar. Tampak dia masih berusaha bangkit tetapi tenaganya sudah hilang. Setelah mendengus satu kali, tubuhnya terhempas lagi ke atas tanah. Dia memaksa dirinya mengangkat tabung emas yang terdapat di tangan kanan dan di arah
kepada Tan Ki. Dua titik bayangan seperti bola kecil yang berwarna biru meluncur ke depan, sasarannya sudah pasti anak muda tersebut.

Wajah Tan Ki berubah menjadi agak gusar. Dia memperdengarkan suara tawa yang dingin. Tenaga dalam sebanyak tujuh Bagian sudah dikerahkan pada sepasang telapak ta- ngannya dan sudah siap dihantamkan ke depan.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan Oey Ku Kiong yang nyaring. “Tan Heng, hati-hati!”

Pergelangan tangannya terulur dan mengibas ke depan. Dua butir bola baja langsung melayang keluar. Tepat ketika suara teriakannya sirap, bola baja yang disambitkannya dengan telak menghantam dua titik warna biru yang dikerahkan oleh laki-laki bertubuh tinggi besar itu.

Oey Ku Kiong adalah putra angkat dari ahli senjata rahasia Oey Kang. Sejak kecil dia sudah mendapat latihan yang keras, dengan demikian baik penglihatan maupun pendengarannya peka sekali. Keahliannya dalam bidang ilmu senjata rahasia sudah pasti lebih tinggi dari orang lain. Dua buah bola baja yang disambitkannya mengandung tenaga yang kuat serta kecepatan yang sulit ditandingi.

Terdengar suara beradunya kedua senjata rahasia yang disusul dengan deraian seperti kaca pecah. Dalam waktu sekejapan mata saja, tampak api berkobar-kobar, asap memenuhi angkasa, bahkan berpengaruh sampai jarak dua depaan.

Meskipun sekeliling tembok ini ditumbuhi rumput-rumput yang lebat, tetapi tampaknya daya bakar benda berwarna biru yang diluncurkan oleh laki-laki tadi sangat hebat. Begitu meledak dan terjatuh ke atas tanah, baik batu-batuan maupun rumput semuanya terbakar dan api pun menyala besar.

Melihat keadaan itu hati Tan Ki tercekat bukan main. Diam-diam dia mengeluh dalam hati.

‘Kalau aku tadi menghantamnya dengan pukulan, benda berwarna biru itu pasti meledak dan memercik ke tubuhku. Bukankah aku bisa menjadi daging panggang dibuatnya?’

Tanpa terasa dia melirik ke arah Oey Ku Kiong dengan pandangan berterima kasih.
Anak muda itu menganggukkan kepalanya sedikit. Bibirnya tersenyum tipis. Hatinya justru mempunyai pemikiran yang lain…

‘Sejak semula aku sudah menanamkan kesan baik pada dirinya. Kalau aku mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Cen Kouwnio dan membantunya satu dua orang, tentu aku akan mendapat kepercayaan lebih besar lagi darinya. Beberapa hari lagi akan diadakan pertemuan besar Bulim Tay Hwe. Pada saat itu dia pasti akan berpihak kepadaku dan mengatakan hal-hal yang baik tentang diriku. Dengan demikian aku boleh memberanikan diri maju ke depan ikut merebut kedudukan Bulim Bengcu. Tentu tidak ada orang lagi yang mencurigai siapa diriku ini…’

Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengeluarkan suara raungan yang keras. Kaki- nya dengan kecepatan kilat maju dua langkah dan merapat ke salah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang masih berdiri di sudut sejak tadi. Dengan jurus Tiga Sorotan Matahari Menembus Pintu, ketiga jari tangannya yang tengah langsung menyerang tiga
Bagian urat darah penting di tubuh laki-laki tersebut. Serangannya belum lagi sampai, tiga gulung angin yang terbit dari ketiga jari tangannya sudah menerpa datang. Laki-laki itu segera menggeser langkah kakinya sambil memiringkan tubuhnya sedikit. Tangan kirinya segera terulur keluar dan mendorong siku Oey Ku Kiong yang terus meluncur ke depan.

Oey Ku Kiong memperdengarkan suara tawa yang dingin. “Sambutlah sebuah serangan lagi!” bentaknya nyaring.
Sepasang lengannya terjulur ke depan dan dua buah pukulan yang terbagi dari atas dan bawah langsung dihantamkan ke arah lawannya.

Serangannya yang berturut-turut ini mengandung kecepatan yang sulit diuraikan dengan kata-kata. Laksana kuda pilihan yang dipecut keras-keras. Saking terdesaknya, laki-laki tinggi besar itu terpaksa menyelamatkan dirinya terlebih dahulu. Kakinya menggeser ke samping dua langkah lalu menerobos keluar untuk menghindarkan serangan Oey Ku Kiong.

Melihat serangannya dua kali berturut-turut dapat dihindarkan oleh laki-laki tinggi besar itu, Oey Ku Kiong menjadi kesal dan marah. Mulutnya sekali lagi mengeluarkan raungan. Tubuhnya kembali menerjang ke depan, tangannya menjulur keluar serta mengirimkan sebuah serangan.

Ilmu silatnya sangat tinggi, gerakannya cepat bagai kilat. Meskipun jurus yang dikerahkan biasa-biasa saja, namun serangannya sangat keji serta menimbulkan suara suitan angin di udara yang menggetarkan hati orang yang mendengarnya.

Laki-laki tinggi besar itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa beberapa orang rekannya berturut-turut terluka di tangan Tan Ki. Belum lagi tiba gilirannya bergebrak dengan anak muda itu, hatinya sudah rada ngeri. Ketika Oey Ku Kiong ikut terjun ke ajang pertarungan, gerakan yang dilakukannya bahkan tidak kalah gesit.
Serangannya juga gencar sekali. Hatinya semakin kalang kabut. Baru saja dia bermaksud menghindarkan diri, tahu-tahu dia melihat pergelangan tangan Oey Ku Kiong memutar dan pergelangan tangannya sudah tercekal.

Jurus yang dimainkannya ini bukan saja mengandung perubahan yang tidak terduga, kecepatannya juga mengejutkan. Pikiran laki-laki itu sedang kacau, sehingga reaksinya jadi lambat. Gerakan kaki tangannya jadi kaku dan tidak sepeka biasanya. Tiba-tiba pergelangan tangannya terasa seperti kesemutan dan seluruh tenaga dalamnya pun ikut lenyap seketika.

Begitu serangannya mendapat hasil, dalam waktu yang bersamaan, Oey Ku Kiong segera mengirimkan sebuah tendangan ke paha kapan laki-laki itu.

Terdengarlah suara dengusan yang berat. Tendangan berhasil mencapai sasaran. Secara berturut-turut laki-laki bertubuh tinggi besar itu tersurut mundur sejauh lima langkah. Dalam hati dia bermaksud mempertahankan diri sebisanya, namun sepasang bahunya terus bergoyang seperti tidak bersedia mengikuti kemauan hatinya. Tanpa dapat dipertahankan lagi, tubuhnya terkulai di atas tanah.

Melihat keadaan itu, sepasang alis Kim Yu terus mengerut-ngerut. Diam-diam dia berpikir: ‘Gerakan orang ini cepat sekali…’

Perlahan-lahan dia maju ke depan dua langkah. Tubuhnya membungkuk dan menjura dalam-dalam kepada Oey Ku Kiong.

“Ilmu Saudara sungguh mengejutkan. Orang she Kim ini tidak tahu diri ingin menjajal barang dua tiga jurus.”

Dia tidak menunggu jawaban Oey Ku Kiong lagi. Dengan menimbulkan angin yang kencang, sebuah pukulan sudah dilancarkan ke depan.

Biar bagaimana Kim Yu adalah seorang manusia yang sudah banyak pengalamannya. Hatinya penuh pertimbangan. Dia langsung dapat melihat bahwa ikut campurnya Oey Ku Kiong sangat merugikan kedudukannya sekarang ini. Apabila ia membiarkan sisa anggota Tujuh Serigala terjun ke tengah arena, akibatnya hanya mengorbankan bawahannya secara sia-sia. Pertarungan yang berlangsung di tempat ini sudah memakan waktu cukup lama, hal ini tidak menjamin kalau angkatan yang lebih tua tidak bisa muncul secara tiba- tiba untuk melihat apa yang telah terjadi. Saat itu, apabila mereka ingin meloloskan diri, tentu kesempatannya lebih kecil lagi.

Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengambil keputusan tentang apa yang harus diperbuatnya. Mendadak lengannya terulur ke depan dan langsung melancarkan sebuah serangan ke arah lawannya.

Oey Ku Kiong dapat merasa bahwa serangan yang dilancarkannya mengandung kekuatan yang dahsyat sekali. Untuk sesaat dia tidak berani menyambut dengan kekerasan. Sepasang bahunya tampak bergerak. Tubuhnya mencelat mundur sejauh tiga langkah, laksana segumpal awan di angkasa yang bergerak cepat dan sulit ditangkap penglihatan.

Biar baru bergebrak satu jurus saja, namun dalam hati masing-masing sudah mempunyai penilaian sendiri terhadap ilmu kepandaian lawannya. Terdengar suara bentakan nyaring dari mulut Kim Yu, disusul dengan jurus Naga Sakti Muncul dari Dalam Air, tubuhnya langsung menerjang ke depan.

Telapak kaki Oey Ku Kiong meluncur sedikit ke depan kemudian menggeser ke sam- ping. Dengan gerakan indah dia menghindarkan diri lalu membalas serangan Kim Yu dengan jurus Menunjuk Langit, Mengibas Bumi.

Tangan kiri Kim Yu pun mengganti gerakannya dengan jurus Menerobos Awan. Dengan cara keras melawan keras dia menyambut serangan Oey Ku Kiong yang ganas.
Tampaknya dia ingin menyudahi pertarungan ini secepatnya. Wajahnya mendongak ke langit dan mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang Tubuhnya mendesak ke depan dan siap mengadu pukulan dengan Oey Ku Kiong. Tiba-tiba terdengar suara tawa panjang yang memecahkan keheningan berkumandang dari kejauhan. Begitu menyusup ke dalam gendang telinga, hati orang yang mendengarnya langsung tergetar.

Saat itu juga, keduanya terkejut bukan main. Dari suara tawanya yang panjang dan melengking tinggi memecahkan keheningan serta menyusup dari kejauhan, mereka sudah dapat menduga bahwa orang yang datang ini mempunyai ilmu silat serta tenaga dalam yang mengejutkan. Tanpa bersepakat lagi, keduanya menarik kembali serangan masing- masing! lalu mencelat ke samping.
Keduanya tidak dapat mengira-ngira apakah orang yang datang ini kawan atau lawan. Dengan gugup mereka menolehkan kepalanya. Tepat pada saat itu juga, mata keduanya bagai berkunang-kunang. Dua sosok bayangan bagai kilat cepatnya melayang dari angkasa. Gerakan mereka begitu cepat namun juga begitu ringan. Ketika melayang turun di tanah tidak menimbulkan suara sedikitpun.

Tan Ki langsung tercekat hatinya ketika memandang ke arah yang sama. Dalam waktu yang singkat, wajahnya telah berubah beberapa kali. Kedua orang ini sama sekali tidak asing baginya. Siapa lagi kalau bukan Pangcu dari Ti Ciang Pang, Lok Hong beserta cucunya Lok Ing.

Seluruh ilmu silat Tan Ki, kecuali yang baru-baru ini berhasil diselami, yakni Tian Si Sam-sut dan Te Sa Jit-sut, adalah hasil curian milik leluhur Ti Ciang Pang. Oleh karena itu, begitu dia melihat kedua orang ini, perasaan hatinya jadi berubah-ubah. Bagai seorang maling kecil yang takut perbuatannya diketahui oleh si pemilik barang. Hatinya menjadi
ciut. Bahkan sikapnya yang gagah serta angkuh sebelumnya langsung ikut lenyap entah ke mana.

Tampak tubuh Lok Ing mencelat ke udara kemudian melayang turun dalam jarak kurang lebih dua depa dari hadapan Tan Ki. Mulutnya merekah serta menyungging seulas senyuman.

“Bukankah malam ini kau menjadi pengantin?” “Kalau benar, memangnya kenapa?”
Lok Ing menarik nafas panjang-panjang. Dia seakan sedang menahan gejolak perasaan dalam hatinya. Di wajahnya malah sering terlintas senyum yang belum pernah terlihat sebelumnya, seperti secara tidak langsung menyiratkan perasaan hatinya kepada Tan Ki. Tetapi senyuman ini hanya terlihat sekejap saja, tiba-tiba wajahnya menjadi cemberut kembali. Dengan ketus dia bertanya, “Mengapa kau tidak memberitahukan kepadaku terlebih dahulu, tahu-tahu sudah mengambil seorang isteri?”

Terhadap pertanyaan yang lucu dan tidak memakai aturan mi, Tan Ki yang mendengarnya sampai melongo. Dia merasa pertanyaan itu benar-benar di luar dugaan.

“Pernikahan ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu, mengapa aku harus melapor dulu kepadamu?”

Lok Ing langsung terpana. Diam-diam dia berpikir dalam hatinya: ‘Benar juga, memangnya siapa aku ini, mengapa dia harus memberitahukannya lebih dahulu kepadaku?”

Begitu pikirannya tergerak, otomatis matanya jadi membelalak dan mulutnya terbuka lebar. Untuk sesaat dia sampai tidak bisa mengatakan apa-apa. Tetapi pada dasarnya dia memang seorang gadis yang angkuh dan tinggi hati. Lagipula wataknya mau menang sendiri dan tidak pernah memakai tata krama. Meskipun dia tahu dirinya sendiri yang bersalah tetapi dia tetap merasa tidak puas. Setelah merenung sekian lama, otaknya tetap saja tidak mau bekerja sama mencetuskan bahan debatan, dari malu akhirnya dia menjadi marah. Setelah mendengus satu kali, sepasang tangannya langsung terjulur ke depan dan secara berturut-turut menempeleng pipi Tan Ki sebanyak dua kali.
Dalam keadaan marah besar, turun tangannya juga sangat berat. Tubuh Tan Ki sampai limbung serta berputaran satu kali baru akhirnya berdiri tegak kembali. Kedua belah pipinya langsung menjadi merah dan membengkak.

Mata Tan Ki meliriknya dengan sorotan marah.

“Mengapa kau sembarang memukul orang?” bentaknya kesal.

“Memangnya kenapa kalau aku ingin memukulmu? Kalau kau masih merasa kurang, aku bisa menambahnya beberapa kali lagi!”

Tan Ki merasa ada segulung hawa panas meluap ke atas kepala. Tiba-tiba kakinya melangkah ke depan dan tahu-tahu dia sudah mencekal pergelangan tangan Lok Ing. Jurus ini merupakan salah satu jurus dari ilmu Te Sa Jit-sut yang paling mengejutkan. Bukan saja gerakannya misterius, kecepatannya pun tidak terduga-duga. Hal ini membuat orang tidak sempat mengadakan persiapan sama sekali. Lok Ing hanya merasa pergelangan tangannya tiba-tiba seperti dijepit oleh capitan besi, tubuhnya terasa kesemutan dan tenaganya pun lenyap.
Terima Kasih atas dukungan dan saluran donasinya🙏

Halo, Enghiong semua. Bantuannya telah saya salurkan langsung ke ybs, mudah-mudahan penyakitnya cepat diangkat oleh yang maha kuasa🙏

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar