Bagian 28
Tepat pada saat itu juga, perempuan yang berdiri di ujung koridor tiba-tiba menarik nafas panjang. Dia membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tempat itu.
Di bawah cahaya rembulan yang suram, tampak wajahnya yang penuh penderitaan. Air mata mengucur dengan deras membasahi pipinya. Air mata itu demikian bening dan memperlihatkan cahaya yang berkilauan. Sebutir demi sebutir menetes turun. Sedangkan kakinya yang bergerak melangkah dengan berat.
Nasib yang telah diatur oleh Yang Maha Kuasa membuat Tan Ki tidak dapat melolos- kan diri dari kesulitan ini. Mei Ling juga seakan tidak mendengar nasehat Liang Fu Yong, dia membalas luapan cinta kasih Tan Ki kepadanya.
Dalam hal ini, Mei Ling juga tidak dapat disalahkan. Dia menikah dengan Tan Ki memang atas dasar saling menyukai. Tentu sulit baginya menolak gejolak perasaan Tan Ki yang menggebu-gebu. Tetapi apabila kedua orang itu tidak dapat mengendalikan dirinya dan meneruskan perbuatan tersebut, racun yang ada dalam diri Mei Ling akan tersalur ke tubuh Tan Ki dan dapat menyebabkan kematiannya.
Sungguh suatu hal yang mengenaskan. Tetapi saat itu Tan Ki sudah menghantamkan telapak tangannya membuat lilin yang menyala terang menjadi padam. Di dalam kamar pengantin hanya ada kegelapan saja. Tidak terdengar suara sedikitpun. Hal ini membuktikan bahwa keduanya sedang melakukan kewajiban sebagai sepasang suami istri yang dapat membawa penyesalan seumur hidup.
Liang Fu Yong terus berpikir. Semakin dipikirkan hatinya semakin tidak tenang. Perlu diketahui bahwa tahun lalu dia masih merupakan seorang perempuan yang terkenal
kejalangannya di dunia Kangouw. Bahkan banyak orang yang menyebut dirinya sebagai Iblis wanita. Boleh dibilang setiap malam dia sudah berkeliaran mencari laki-laki gagah untuk menemaninya. Tetapi sejak bertemu dengan Tan Ki, mereka mengadakan perjanjian bahwa dalam batas tiga bulan, Tan Ki akan mengajaknya ke mana-mana untuk membuktikan adanya cinta yang suci di dunia ini. Tanpa disadari, sikap Tan Ki yang lembut dan berjiwa besar dan selalu menasehatinya tanpa mengenal bosan, benar-benar membuat hati perempuan jalang ini menjadi tergerak. Akhirnya dia malah mengambil keputusan untuk bertobat dan menjadi orang baik-baik.
Dia mencintai Tan Ki. Hal ini keluar dari hatinya yang tulus. Tekadnya sudah bulat.
Kalau tidak, ketika Mei Ling diculik oleh si raja iblis Oey Kang, dia juga tidak akan mengorbankan dirinya menjadi bahan hinaan iblis itu sehingga kesucian Mei Ling dapat diselamatkan.
Hari itu adalah untuk pertama kali dia melayani seorang laki-laki dalam keadaan terpaksa. Juga merupakan kali terakhir dia berbuat demikian…
Saat ini, dia merasa keadaan Tan Ki sedang gawat sekali. Sebuah firasat buruk tiba-tiba menyelinap dalam hatinya. Dia seperti melihat bayangan Tan Ki dalam pelupuk matanya. Rambutnya acak-acakan dan darah mengalir dari seluruh panca inderanya. Tampangnya seperti hantu gentayangan yang keluar dari dasar neraka dan mencari korban untuk membalaskan sakit hatinya. Tanpa dapat dipertahankan lagi tubuhnya menjadi gemetar.
Bulu kuduknya merinding semua.
Hatinya merasa takut. Dia tidak berani meneruskan khayalannya. Tetapi dia merasa bahwa saat ini mungkin sudah terlambat apabila dia ingin memberikan bantuan. Mungkin malah akan menerbitkan salah paham dalam diri Tan Ki. Tetapi dia tetap mempercepat langkah kaki, dengan membawa sebongkah hati yang luka dia berlari keluar dari ruangan tersebut.
Sementara itu, di dalam kamar pengantin masih tetap gelap gulita. Tidak ada setitik sinarpun yang terpancar dari dalamnya. Suasana semakin mencekam. Tidak ada sedikitpun suara yang terdengar.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan Mei Ling yang penuh ketakutan…
“Tan Ki Koko, jangan berbuat yang tidak-tidak. Aku… aku ingin berbicara denganmu.
Penting sekali…”
“Kalau memang ada perkataan yang ingin kau sampaikan, besok juga sama saja.
Jangan membuat aku menjadi penasaran…” “Tidak bisa. Urusan ini gawat sekali!” “Sudahlah. Aku tidak ingin mendengarkannya!”
Baru saja selesai berkata, sekali lagi terdengar suara jeritan Mei Ling yang keras sekali!
Rupanya Tan Ki mulai kehabisan sabar, dia
langsung merobek baju Mei Ling yang masih dipertahankannya sejak tadi. Meskipun keadaan di dalam kamar gelap gulita, berkat ketajaman mata Tan Ki, dia dapat melihat bentuk tubuh Mei Ling yang indah dan kulitnya yang putih mulus.
Bahkan ada serangkum bau harum yang terpancar dari tubuhnya! Hal ini malah mem- buat jantung Tan Ki semakin berdebar-debar. Darahnya seakan berdesir. Tampak Tan Ki tertawa lebar.
“Moay Moay, sekarang aku baru tahu bahwa tidak ada sedikitpun Bagian dari dirimu yang tidak indah, tidak ada Bagian yang tidak memancarkan keharuman…”
Terdengar Mei Ling berteriak dengan keras.
“Lepaskan tanganmu!” Tan Ki jadi tertegun melihat kekasaran isterinya.
“Kita kan sudah menjadi suami isteri, masa bermesraan seperti ini saja tidak boleh?” Mei Ling menarik nafas panjang-panjang.
“Tan Ki Koko, coba kau duduk dulu baik-baik. Jangan terus mendekapi diriku. Aku benar-benar ada masalah yang penting ingin dibicarakan dengan dirimu!”
Saat itu gairah dalam hati Tan Ki sudah menggebu-gebu. Seluruh tubuhnya seakan pa- nas membara sehingga perlu penyaluran secepatnya. Ingin rasanya dia mendaki puncak kemesraan bersama isterinya. Tetapi Tan Ki memang merasa sayang sekali kepada Mei Ling. Justru dari rasa sayang inilah tumbuh perasaan cinta. Dan diantara perasaan cintanya juga terselip rasa hormat. Dalam hal apapun dia takut membuat Mei Ling menjadi sedih dan kecewa. Oleh karena itu, mendengar ucapan Mei Ling yang serius, dia segera bangun dan duduk dengan baik-baik.
“Baiklah. Kau katakan saja. Aku akan membuka telinga lebar-lebar untuk mendengarkannya.”
“Nyalakan lilin itu lebih dahulu.” kata Mei Ling.
Tan Ki menuruti permintaan gadis itu. Dia segera berdiri dan berjalan menuju kaca rias di sudut kamar di mana terdapat dua batang lilin berwarna merah yang besar. Tan Ki langsung menyalakan lilin-lilin tersebut. Telinganya mendengar suara gesekan pakaian.
Ternyata dalam waktu sekejapan mata, Mei Ling sudah mengenakan pakaiannya kembali.
Begitu kedua batang lilin tersebut dinyalakan, tampak dua titik cahaya api yang melambai-lambai. Dalam waktu yang singkat kegelapan telah tersapu bersih dan digantikan dengan keadaan yang terang benderang.
Mei Ling mengejap-ngejapkan matanya. Dia langsung berdiri dari tempat tidur.
“Tan Koko, kita hanya bisa menjadi suami isteri dalam sebutan saja. Namun kita tidak boleh melakukan kewajiban sebagaimana yang dilakukan oleh sepasang suami isteri.”
Wajah Tan Ki langsung berubah hebat mendengar ucapannya. “Apa maksud perkataanmu itu?”
“Aku… aku…”
“Katakanlah!” nada suara Tan Ki tajam sekali. Bahkan di dalamnya mulai terkandung rasa marah.
“Aku… aku tidak boleh melakukan hubungan suami isteri denganmu…” Tan Ki langsung mendengus dingin.
“Mengapa?”
“Aku mempunyai penyakit…” “Apalagi?”
Mei Ling dapat melihat wajahnya yang hijau membesi. Tan Ki juga mendesaknya dengan berbagai pertanyaan. Melihat keadaan itu, perlahan-lahan Mei Ling menarik nafas panjang. Di wajahnya tersirat kesedihan yang dalam. Tampangnya juga kusut dan serba salah.
“Aku kesalahan minum semacam racun. Jenis obat ini sangat ganas. Racun ini bisa menyalur ke tubuh orang lain dan baru bereaksi…”
“Omongan setan!”
Mei Ling menjadi panik.
“Tan Koko, jangan kau tidak percaya perkataanku ini. Hal ini memang kenyataan. Aku toh sudah bersedia menikah denganmu dan berarti menjadi istrimu seumur hidup. Mana mungkin aku mengarang cerita yang bukan-bukan di malam pengantin?”
Berkata sampai di sini, dia berhenti lagi. Kemudian tampak dia menarik nafas panjang- panjang. Di antara cahaya lilin yang melambai, tampak mimik wajahnya yang menyiratkan penderitaan yang dalam. Sinar matanya seakan memohon belas kasihan dari Tan Ki. Dia menatap suaminya itu lekat-lekat. Kemudian dia berkata, “Tan Koko, biarpun hatimu merasa curiga dan tidak percaya. Tetapi aku mohon kalau kau mempercayai aku kali ini saja. Kita tidak bisa melakukan hubungan ini…
Perlahan-lahan sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas.
“Dalam dunia ini banyak kejadian aneh dan janggal dan bukan hal yang dapat terpikir atau terbayangkan olehku. Tetapi biar bagaimana aku tidak percaya ada hai seperti ini. Seseo-rang telah kesalahan, minum racun, namun tidak akan terjadi apa-apa. Justru setelah melakukan hubungan intim dengan lawan jenisnya, racun itu akan tersalur ke tubuh lawan. Ini benar-benar cerita paling aneh yang pernah kudengar. Aku rasa, ketika kau mengarang cerita ini, tentunya kau menemukan banyak kesulitan. Sayangnya ceritamu ini tidak bermutu, aku sama sekali tidak dapat menerimanya karena memang tidak masuk akal sama sekali.” sahutnya dingin.
Suara sahutannya ini datar sekali. Sama sekali tidak mengandung kegusaran. Tetapi justru seperti sebatang jarum yang tajam bukan kepalang dan mencucuki hati Mei Ling. Perasaan pedih langsung menyelinap di dalam hati gadis itu. Air matanya jatuh bercucuran. Dia menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Tidak, Tan Koko. Jangan kau salah paham terhadap diriku…”
Tan Ki tertawa dingin.
“Tutup mulutmu! Karanganmu yang sensasional itu mungkin dapat menakuti orang lain, tetapi tidak mengelabui sepasang mataku yang tajam ini. Kalau kau memang tidak mem- punyai perasaan apa-apa terhadapku, mengapa kau menerima lamaranku dan bersedia menjadi isteriku?”
Tampaknya semakin berbicara, hati Tan Ki semakin panas. Baru saja selesai berkata, tiba-tiba lengannya bergerak dan terdengar suara. Plakkk! Tahu-tahu dia sudah menempeleng pipi Mei Ling.
Gerakannya begitu cepat dan tidak terduga-duga sama sekali. Bahkan Mei Ling tidak mempunyai kesempatan untuk menghindarkan diri. Tiba-tiba saja pipinya terasa panas dan perih. Tanpa dapat dipertahankan lagi kakinya tergetar mundur satu langkah.
Air mata langsung berderai bagai air sungai yang deras. Mimpipun dia tidak mengira kalau Tan Ki dapat turun tangan memukulnya. Untuk sesaat dia sampai tidak ingat lagi rasa perih di pipinya. Dia berdiri dengan termangu-mangu.
Kemudian terdengar suara Tan Ki yang dingin bagai es.
“Perempuan yang pandai bersandiwara!” dia langsung membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar dari kamar tersebut.
Mei Ling melihat bayangan punggungnya yang angkuh dan kekar keluar dari kamar itu.
Hatinya menjadi tergetar. Dengan panik dia berteriak, “Tan Ki Koko, kau masih belum mengerti hatiku yang sebenarnya…!”
Tan Ki mendengus satu kali.
“Mungkin benar apa yang kau katakan. Tetapi ketahuilah, aku memang tidak berniat untuk memahami hatimu!”
Mei Ling langsung menangis dengan suara meratap.
“Tan Ki Koko, kau seharusnya memaklumi perasaanku, aku benar-benar mencintaimu!” “Tidak usah bicarakan lagi, aku tidak ingin mendengarnya!” sahut Tan Ki datar. “Apakah kau tidak sudi mendengarkan penjelasanku?”
“Di antara kita, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan!”
Sembari berkata dia terus menggerakkan kakinya yang berat meninggalkan kamar ter- sebut. Tiba-tiba tubuh Mei Ling berkelebat. Tahu-tahu dia sudah menghadang jalan pergi Tan Ki. Di bawah cahaya rembulan, tampak wajahnya yang cantik menyiratkan kedukaan yang tidak terkirakan.
“Tan Ki Koko, kau jangan terlalu tinggi hati sehingga tidak mau mendengarkan penje- lasanku sedikitpun. Hal ini malah akan menambah kesalahpahaman terhadap diriku.”
Wajah Tan Ki semakin kelam.
“Cerewet! Aku tidak mengharapkan penjelasan darimu!” “Tan Koko, kau…”
Sepasang alis Tan Ki bertaut dengan erat. “Minggir! Aku ingin pergi!”
Mendengar ucapannya, wajah Mei Ling langsung berubah.
“Mengapa kau tidak mendengar dulu penjelasanku? Apakah selama ini aku pernah ber- buat kesalahan terhadapmu?”
“Tidak, sikapmu terhadapku justru terlalu baik. Tetapi hal inilah yang membuat aku mengira kau benar-benar mencintai aku. Aku benci padamu!”
“Katakan sekali lagi.” kata Mei Ling dengan nada yang mulai datar. Tan Ki tertawa dingin.
“Jangan kata cuma sekali lagi, puluhan kali atau ratusan kalipun sama saja. Tetapi apa artinya?”
Mendengar perkataan Tan Ki, wajah Mei
Ling berubah kelam. Segurat perasaan yang perih terlintas sesaat di wajahnya. Tiba- tiba dia mendongakkan wajahnya dan tertawa terkekeh-kekeh. Suara tawanya begitu berat. Orang yang mendengarnya pasti akan merinding bulu romanya. Di sudut mata tampak kumpulan air mata itu menetes turun. Hal ini benar-benar luar biasa dan berbeda sekali dengan sikap Mei Ling yang sebenarnya.
Namun sekali lagi Tan Ki tertawa dingin. “Apa yang kau tertawakan?”
Suara tawa Mei Ling langsung sirap. Dia berkata dengan nada lirih, “Baiklah. Kalau kau tidak mau mendengar penjelasanku, aku juga tidak mengharapkan pengertian darimu.
Mungkin kelak kau baru akan mengetahui bahwa aku mempunyai kesulitan tersendiri. Pada saat itu kau menyesalpun, semuanya sudah terlambat.
Selesai berkata, dia tidak menunggu lagi jawaban dari Tan Ki. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam kamar. Pada saat yang bersamaan, terdengar suara tawa Tan Ki yang sumbang. Dia juga melangkah meninggalkan tempat itu.
Gerakan langkah kakinya persis sama dengan perasaannya saat itu, berat dan mengan- dung penderitaan yang dalam.
Perubahan yang terjadi pada nasib manusia, kadang-kadang begitu cepat sampai tidak pernah terbayangkan. Sebelumnya, dia mencintai Mei Ling setengah mati. Bahkan
melebihi jiwanya sendiri. Tetapi sekarang, dia membenci gadis itu lebih-lebih dari musuh besarnya. Tanpa berpikir panjang lagi, dia meninggalkan gadis itu. Mungkinkah dia tidak menyadari bahwa kepergiannya ini berarti bahwa dia telah memutuskan cinta kasih antara dirinya dengan Mei Ling. Tan Ki sadar sepenuhnya, namun dia tidak perduli. Rasa sakit hatinya telah memenangkan segala hal yang lain.
Karena dia membenci kepura-puraan Mei Ling yang ia anggap telah menipu perasaan cintanya yang tulus.
Perlahan-lahan dia berjalan. Dirinya saat itu bagai sebuah perahu kecil yang terombang-ambing di tengah lautan. Dia merasa di depan matanya yang terlihat hanya hamparan yang semu.
Entah berapa lama sudah berlalu, tiba-tiba…
Sesosok bayangan berkelebat di hadapannya. Kedatangannya begitu cepat dan tidak terduga-duga. Hanya hembusan angin yang terbit dari gerakan orang itu. Hati Tan Ki jadi tercekat, tanpa sadar dia mundur dua langkah.
Begitu matanya memandang, orang yang datang itu tidak asing baginya. Dia adalah si gadis lugu, Cin Ie.
Mungkin dia juga meneguk arak dalam jumlah yang banyak. Di wajahnya yang penuh dengan bintik-bintik terlihat rona berwarna merah jambu. Di bawah cahaya rembulan yang redup, malah mengesankan kecantikan tersendiri.
Jantung Tan Ki jadi berdebar-debar melihatnya.
“Mengapa kau tidak ikut berpesta di ruangan depan?” tanyanya sambil tersenyum simpul.
“Tadinya aku duduk di ruang tamu dan minum arak terus. Lama kelamaan aku menjadi bosan. Lagipula hatiku ingin sekali melihat dirimu. Oleh karena itu, tanpa sepengetahuan Cici, diam-diam aku menyelinap keluar.”
Selesai berkata, Cin Ie tertawa cekikikan lagi. Tan Ki ikut tersenyum. “Ikutlah denganku.”
Dia mengulurkan tangannya dan mencekal pergelangan tangan Cin Ie. Dia mengajaknya berjalan ke arah halaman belakang. Karena meneguk arak dalam jumlah yang banyak, keberanian Tan Ki jauh lebih besar dari biasanya. Meskipun di malam pengantin seperti sekarang ini, tanpa rasa takut sedikitpun dia menarik tangan seorang gadis yang tidak mempunyai ikatan apa-apa dengan dirinya. Malah dia merasa santai sekali.
Dalam hati Cin Ie ingin menolak. Baru saja dia berpikir untuk memberontak, tetapi tarikan Tan Ki begitu kencang. Mau tidak mau langkah kakinya jadi terseret dan mengikuti ajakan anak muda itu.
Setelah melewati hamparan rumput-rumputan di halaman belakang, mereka sampai di sebuah taman bunga. Dari arah depan terasa angin berhembus, membawa bebauan bunga yang menyegarkan. Keadaan ini malah membuat perasaan orang semakin terlena.
Tiba-tiba Tan Ki menghentikan langkah kakinya. Dia berdiri di balik sebuah gunung- gunungan yang tingginya kurang lebih dua depa. Wajahnya mengembangkan senyuman.
“Ie Moay, apakah kau mengerti siapa dirimu bagi diriku ini?”
Cin Ie tertawa terkekeh-kekeh. Dengan tampang kebodoh-bodohan dia menyahut. “Aku adalah calon selirmu dan kau adalah bakal suamiku nanti.”
“Benarkah?”
Cin Ie mencibirkan bibirnya. Terdengar suara tawanya yang lirih.
“Cici sering mengatakan bahwa aku ketolol-tololan. Tidak mengerti urusan sama sekali.
Sekarang kelihatannya kau malah lebih bodoh dua kali lipat dari padaku.” dia merandek sejenak. Sejenak kemudian dia melanjutkan kembali. “Mungkin lebih…” tampaknya dia ingin mencari kata-kata yang tepat untuk berdebat dengan calon suaminya itu. Namun dia sendiri bingung kata-kata apa yang harus dipilihnya.
Tan Ki tersenyum simpul.
“Tahukah kau di antara suami isteri, seharusnya berbuat apa?”
Cin Ie jadi tertegun mendengar pertanyaannya. Kemudian tampak dia menggelengkan kepalanya.
“Tidak tahu…” Sinar mata Tan Ki mengedari ke sekeliling tempat itu. Yang terlihat hanya cahaya rembulan dan bintang-bintang yang bertaburan di angkasa. Pepohonan maupun bunga-bungaan
membisu. Tidak tampak bayangan seorang-pun. Oleh karena itu dia segera mengembangkan seulas senyuman dengan perasaan lega.
“Aku akan mengajarkan kepadamu!” tiba-tiba sepasang lengannya bergerak dan tahu- tahu pinggang Cin Ie telah dirangkulnya.
Gerakannya ini begitu cepat dan tidak terduga-duga. Cin Ie tidak mempunyai persiapan sama sekali! Tanpa dapat ditahan lagi mulutnya mengeluarkan seruan terkejut. Tetapi justru di saat dia berteriak, tubuhnya sudah terkulai ke dalam pelukan Tan Ki.
Saat itu juga, dia merasakan ketakutan yang tidak pernah ia alami seumur hidupnya. Semacam reaksi untuk mempertahankan diri dari seorang gadis suci langsung bangkit dalam hatinya. Cepat-cepat dia mengulurkan tangannya mendorong dada Tan Ki.
Boleh dibilang dalam waktu yang hampir bersamaan, Tan Ki telah menundukkan kepalanya dan menempel di wajah gadis itu. Gerakannya ringan dan cepat. Begitu menempel langsung ditarik kembali.
Meskipun hanya ciuman yang sekilas, namun Tan Ki sudah dapat merasakan kelembu- tan kulit pipinya. Ciuman itu membawa kesegaran seorang gadis remaja yang dapat
membuat perasaan orang menjadi terlena dan pikiran melayang-layang. Tanpa dapat ditahan lagi, jari jemari Tan Ki langsung merayap kemana-mana.
Dengan tenaga sepenuhnya Cin Ie mendorong dada anak muda itu. “Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan!”
Tan Ki tertawa lebar.
“Aku hanya mengajarkan cara para suami istri mencari kesenangan. Jangan berteriak- teriak seperti itu. Toh engkau sudah hampir
menjadi…”
Cin Ie menggelengkan kepalanya berkali-kali. Wajahnya tampak serba salah dan sedih. “Aku tidak mau dengar, benar-benar memalukan!” teriaknya.
Wajah Tan Ki berubah jadi serius. Dia berkata dengan suara yang dalam.
“Hal ini merupakan kodrat alam, sejak zaman purba sampai sekarang. Mengapa harus merasa malu? Tempat ini sunyi sekali. Tidak ada seorangpun yang akan datang ke mari. Lagipula sekarang gairahku sedang meluap-luap. Perlu penyaluran secepatnya agar terasa segar. Cepat atau lambat, kau toh akan menjadi milikku. Meskipun kau akan mengorbankan sesuatu yang sangat berharga, aku juga tidak mungkin berlaku habis manis sepah dibuang atau mencelakai dirimu seumur hidup.”
Hati Cin Ie panik sekali. Dia merasa kalang kabut. Tanpa dapat ditahan lagi air matanya mengalir dengan deras.
“Aku tidak mau… aku takut…”
Di antara kesunyian malam, terus terdengar nafas Tan Ki yang semakin memburu.
Sepasang sinar matanya menyorotkan keganasan seperti seekor binatang buas!
Tiba-tiba terdengar suara gesekan yang lirih. Disusul dengan suara jeritan Cin Ie yang histeris. Rupanya pada saat ini Tan Ki hampir tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Dia merobek-robek baju Cin Ie. Tampak kepingan pakaian itu melayang-layang tertiup angin. Mata Tan Ki langsung dapat melihat sehelai oto merah jambu yang menutupi Bagian payudara gadis itu.
Kali ini rasa terkejut Cin Ie tak usah dikatakan lagi, dia merasa takut juga tercekat. Air matanya mengalir dengan deras.
“Tan Koko, jangan mencelakakan diriku. Kelak aku tidak mempunyai muka lagi untuk bertemu dengan orang-orang…”
Dengan segenap tenaga dia memberontak. Tangannya terus menghentakkan tangan Tan Ki yang berkeliaran ke mana-mana. Tidak diragukan lagi, keadaan Tan Ki saat itu memang seperti seekor binatang buas. Tenaganya besar sekali. Dalam waktu yang singkat pakaian atas Cin Ie sudah terkoyak semua dan hampir seluruh tubuh serta payudaranya terlihat jelas.
Saat itu juga, suasana semakin tegang dan panas. Tiba-tiba Cin Ie meraung-raung dan berteriak dengan histeris.
“Cici, cepat tolong, aku sudah hampir mati. Tolong…!”
Suara teriakannya begitu keras. Di antara kesunyian yang merayap pada malam yang dingin seperti ini, tentu saja suara itu bagai geledek yang menggelegar. Suaranya pasti bisa berkumandang sampai kejauhan. Tetapi belum lagi teriakannya selesai, mendadak mulutnya mengeluarkan suara keluhan. Kata-katanya pun terhenti seketika.
Ternyata Tan Ki telah menggunakan bibirnya yang hangat menyumpal mulut gadis itu. Otomatis suara teriakannya jadi sirap. Tentu saja Tan Ki tidak mengharapkan dia berteriak terus yang mungkin bisa mengacaukan rencananya.
Ciuman itu disertai emosi yang meluapluap serta dilakukan dengan kasar. Padahal Tan Ki bukan laki-laki yang genit atau mata keranjang. Tetapi pengaruh arak yang banyak membuat kesadarannya jadi tidak terkendalikan. Begitu gairahnya terbangkit, dirinya bagai sebuah gunung berapi yang siap meletus. Dan bagaimanapun tidak dapat dicegah lagi.
Dalam keadaan panik, tiba-tiba Cin Ie menggertakkan giginya erat- erat. Dengan sekuat tenaga dia mendorong Tan Ki. Tepat ketika tubuh anak muda itu terhuyung-huyung, jari telunjuk dan jari tangan tengahnya bergerak. Dengan kecepatan kilat dia mengirimkan sebuah totokan. Tanpa melakukan kesalahan sedikitpun tahu-tahu jalan darah di Bagian atas dada telah tertotok.
Terdengar Tan Ki mendengus berat kemudian tubuhnya terkulai di atas tanah. Habislah sudah.
Jalan darah di Bagian atas dada ini merupakan salah satu dari delapan belas urat darah terpenting di seluruh tubuh manusia. Sedangkan jalan darah yang satu ini justru merupakan pusat pengumpulan pembuluh darah utama. Apabila pada hari biasa ditotok oleh seseorang, maka hanya jalan darah yang tertutup dan orang itu merasakan sedikit ngilu atau seperti kesemutan. Kemudian keempat anggota tubuh menjadi lemas tidak bertenaga. Sekarang gairah birahi Tan Ki sedang meluap-luap. Begitu jalan darah yang satu ini tertotok, hawa panas dalam tubuhnya tidak dapat teralir secara merata. Otomatis berhenti di Bagian tersebut. Apabila dibiarkan agak lama, maka pembuluh darah itu akan membengkak dan setiap saat ada kemungkinan menjadi pecah. Kalau keadaannya parah bisa mematikan, apabila agak ringan maka paling tidak lumpuh setengah badan dan akhirnya menjadi cacat seumur hidup.
Biar bagaimanapun Cin Ie adalah putri bekas Bengcu dari Samudera luar. Bukan dia tidak tahu bahaya yang ada bila menotok Bagian tubuh ini, tetapi keadaannya sedang panik. Dia tidak berpikir sampai ke sana, yang dipikirkannya hanya menyelamatkan dirinya sendiri. Setelah berhasil menotok Tan Ki. Dia tidak berpikir panjang lagi, tubuhnya langsung meliuk bagai seekor ikan emas di dalam kolam dan kemudian dengan cepat menghambur meninggalkan tempat itu.
Tepat setengah kentungan kemudian, tiba-tiba Tan Ki tersadar kembali. Kedua tangannya bertumpu di atas tanah dan langsung melonjak bangun. Dalam keadaan gairah yang berkobar, seluruh urat darah dalam tubuhnya menjadi tegang. Meskipun ketika terkulai jatuh tadi tidak begitu ringan, tetapi dia tidak merasa sakit sama sekali.
Pada saat itu dia sudah merasakan ada segulung hawa panas dalam tubuhnya yang tidak dapat dikendalikan. Dirinya bagai dibakar di atas bara api. Panasnya semakin lama semakin tidak tertahankan. Keringat telah membasahi seluruh tubuhnya. Wajahnya terus mengerut-ngerut menahan rasa tidak nyaman itu. Tampangnya bagai orang yang menderita sekali. Seperti seekor binatang buas yang terbidik sebatang panah pemburu.
Tiba-tiba terdengar suara tarikan nafas yang lirih dari mulut seorang perempuan.
Sumbernya dari belakang Tan Ki. Pikiran anak muda itu sudah kacau karena dijalari rasa panas yang membara itu. Kemanusiaan dan kesadarannya sudah dipengaruhi hasrat maksiat dalam dirinya. Tetapi terhadap suara tarikan nafas yang dikeluarkan perempuan tadi, perasaannya luar biasa peka. Seperti seekor binatang buas yang sudah kelaparan berhari-hari dan tiba-tiba menemukan mangsa. Oleh karena itu secepat kilat dia membalikkan tubuhnya, sepasang matanya mengedar ke sekeliling, tiba-tiba pandangannya terhenti pada diri seorang perempuan yang mengenakan pakaian hijau.
Ketika mula-mula melihat Tan Ki, perempuan itu terkejut sekali sehingga tertegun beberapa saat. Tetapi sejenak kemudian, dia menarik nafas panjang dan menatap anak muda itu dengan perasaan iba. Perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya menghampiri Tan Ki dan bertanya dengan suara lirih.
“Apa yang terjadi dengan dirimu? Wajahmu pucat sekali.”
Dengan penuh kasih sayang dia mengeluarkan sehelai sapu tangan dalam saku pakaiannya dan dengan lemah lembut menghapus keringat yang membasahi wajah Tan Ki. Namun begitu tangannya sempat menyentuh dahi anak muda itu, dia merasa suhu badan Tan Ki panas membara. Untuk sesaat dia langsung merasa tercekat hatinya.
Tetapi dia tidak menarik tangannya kembali. Setelah bimbang sejenak, dia menghapus lagi keringat Tan Ki yang bercucuran.
Tiba-tiba Tan Ki meraung dengan suara keras dan mendadak mengulurkan sepasang lengannya lalu memeluk perempuan itu eraterat. Gadis berpakaian hijau itu mengeluarkan seruan terkejut. Sapu tangan yang digenggamnya terjatuh ke atas tanah. Tetapi dia tidak memberontak, malah menempelkan wajahnya di dada Tan Ki.
Di bawah cahaya rembulan, tampak selembar wajahnya yang manis telah dibasahi oleh air mata. Tadinya Tan Ki masih mengenakan pakaian pengantin. Tetapi sekarang telah dirobeknya sendiri sehingga tampak tidak karuan. Ketika wajah gadis itu menempel ke tubuhnya, kebetulan melekat pada Bagian dadanya yang terbuka. Hal ini malah membuat Tan Ki semakin tidak dapat mengendalikan dirinya. Apalagi serangkum bau harum yang terpancar dari tubuh seorang wanita terus-terusan menerpa indera penciumannya.
Pikirannya semakin melayang-layang dan perasaannya semakin terlena.
Tempat di mana kedua orang ini berada kebetulan dihalangi sebuah gunung-gunungan yang tingginya kurang lebih dua depaan. Suasana di sana selain sunyi mencekam juga gelap gulita. Gadis berpakaian hijau itu tidak dapat melihat jelas lagi tampang Tan Ki.
Tetapi dia dapat merasakan bahwa tubuh Tan Ki yang merapat dengannya panas sekali. Jantungnya jadi berdebar-debar. Baru saja dia bermaksud membuka suara menasehati Tan Ki, tahu-tahu sepasang bibir yang panas sudah menyumpal mulutnya.
Begitu kedua bibir bertemu, gadis itu merasa dirinya bagai dialiri arus listrik dan tu- buhnya bergetar hebat. Sepasang tangannya mendorong ke depan. Dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Tan Ki yang ketat.
Siapa nyana begitu dia mengerahkan tenaga mendorong, tahu-tahu sepasang lengan yang memeluk dirinya tiba-tiba merenggang, otomatis tubuhnya sendiri jadi limbung akhirnya malah terjatuh ke dalam pelukan anak muda itu kembali.
Gadis itu terkejut sekali.
“Apa… apa yang ingin kau lakukan? Tan Koko, aku adalah Cici-mu Liang Fu Yong.
Cepat lepaskan diriku!”
Dengan sepenuh tenaga dia berusaha memberontak. Pergelangan tangannya bergerak. Dengan cepat dia berhasil mencekal leher Tan Ki dan mendorongnya kuat-kuat. Terdengar suara Blamm! Bagian urat penting di lehernya tercekik, karena dorongan tenaga yang besar, nafas Tan Ki langsung sesak. Otomatis hawa murninya tidak dapat diempos ke atas. Dia langsung terhempas jatuh di atas tanah.
Gadis itu menegakkan tubuhnya dan menyelipkan tangannya ke dalam saku dan mengeluarkan peletekan api dan mengulurkan-nya ke depan. Dia melihat ada guratan merah menyolok di Bagian kening Tan Ki. Pipinya juga mulai merah jambu. Hal ini malah menambah ketampanan Tan Ki.
Entah mengapa, wajah gadis itu jadi merah jengah. Hatinya tiba-tiba diselipi perasaan malu. Padahal dia bisa saja memalingkan mukanya dan pergi dari tempat itu tanpa memperdulikan Tan Ki, tapi dia tidak berbuat setegas itu. Hatinya merasa bimbang.
Setelah tertegun sejenak, dia malah berjalan ke belakang punggung anak muda itu. Dengan kecepatan kilat dia mengulurkan kedua jari tangannya dan menotok dua buah jalan darah di Bagian punggung anak muda tersebut.
Terdengar Tan Ki menghembuskan nafas panjang kemudian menegakkan tubuhnya berdiri. Liang Fu Yong sejak kecil sudah berkelana di dunia Kangouw. Pengalamannya banyak dan pengetahuannya luas. Setelah memperhatikan sejenak dia melihat hawa panas sudah mendesak naik ke kening serta dahi Tan Ki, hal ini membuktikan bahwa gairah dalam hatinya sudah terlalu meluap sehingga kehilangan sikapnya pribadi. Oleh karena itulah, tadi dia memperlihatkan tingkah seperti orang kalap dan tidak terkendalikan.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya Tan Ki adalah pemuda pujaan yang dirindukannya siang dan malam. Meskipun dalam hati dia merasa rendah diri, tetapi cintanya terhadap anak muda ini dalam sekali. Tingkah laku Tan Ki yang seperti orang gila tadi sempat melukai harga dirinya sebagai seorang wanita. Namun setelah mengetahui apa yang terjadi pada diri anak muda itu, dia malah berbalik merasa iba serta kasihan.
Tan Ki sudah siuman kembali dari pingsannya. Untuk sementara pikirannya yang kacau menjadi agak sadar. Untuk sesaat dia memandang Liang Fu Yong dengan termangu- mangu. Tiba-tiba dia menjerit histeris kemudian meloncat bangun dan mengambil langkah seribu.
Tanpa sadar Liang Fu Yong mengulurkan tangan kanannya dan dengan cepat mencekal pergelangan tangan kiri Tan Ki. Dengan sekuat tenaga dia menarik pemuda itu ke dalam pelukannya.
Pada saat ini pikirannya sedang kacau. Hawa murninya tidak dapat diedarkan dengan lancar. Dalam keadaan panik Liang Fu Yong menarik dengan sekuat tenaga. Tanpa dapat ditahan lagi hentakkan yang keras itu membuat Tan Ki tertarik kembali.
Mungkin Liang Fu Yong sendiri tidak menyadari kalau tarikannya ini membuat peru- bahan besar dalam hidupnya!
Hanya sesaat pikiran Tan Ki agak sadar. Wajahnya tampak bingung. Sekejap kemudian dia dikuasai kembali oleh hawa nafsunya yang berkobar-kobar. Liang Fu Yong sendiri seakan tidak menyadari bahwa tarikannya tadi terlalu keras sehingga tubuh Tan Ki bukan jatuh ke dalam pelukannya, tetapi malah terjatuh kembali di atas tanah. Tanpa dapat ditahan lagi dia jadi tertegun.
Serangkum cinta kasih yang ada di dalam hatinya jadi terbangkit seketika. Hal ini membuat Liang Fu Yong tidak dapat berpikir dengan tenang bahwa apa yang terbentang di hadapannya mungkin suatu yang berbahaya. Dia mengulurkan sepasang lengannya dan membangunkan Tan Ki yang terjatuh di atas tanah.
“Sakit tidak?” tanyannya penuh perasaan. Sayangnya gejolak birahi yang meluap-luap telah membutakan pikiran Tan Ki. Dia sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Liang Fu Yong. Dia hanya merasa ada sebuah suara yang lembut sedang menyapanya. Hal ini malah membuat perasaannya bagai dibuai oleh irama yang merdu.
Tiba-tiba dia memberontak sekuat tenaga, dia melepaskan diri dari pelukan Liang Fu Yong. Tangan kanannya segera mencekal leher krah pakaian Liang Fu Yong. Terdengar suara Breet! Tahu-tahu dia telah merobek blus perempuan itu menjadi dua Bagian.
Saking tercekatnya hati Liang Fu Yong, tanpa sadar dia sampai menjeritkan suara aduhan yang keras. Tetapi dia tidak memberikan perlawanan yang berarti, perasaan kasihan serta takut berkecamuk di dalam kalbunya.
Dia hanya duduk di atas tanah dengan termangu-mangu. Tubuhnya tidak bergerak sedikitpun. Terdengar suara koyakan pakaian yang kalap. Telinga perempuan itu mendengar dengan jelas, namun perasaannya seperti orang mati. Dalam waktu yang singkat, pakaiannya yang berwarna hijau tidak tersisa sedikitpun. Tubuhnya yang berkilauan tersorot cahaya rembulan langsung menusuk pandangan anak muda itu.
Liang Fu Yong tidak lagi berteriak ketakutan, dia juga tidak menghindar ataupun memberontak. Seandainya dia mengerahkan tenaga untuk memberikan perlawanan, Tan Ki yang saat itu sedang dirasuk oleh birahi yang meluap, pasti bukan tandingannya.
Bahkan sebetulnya dia dapat menggunakan sebatang pedang menikam mati Tan Ki saat itu juga. Dalam keadaan seperti ini apabila dia membunuh seseorang, mungkin malah akan mendapat simpati serta pengertian yang dalam dari para pendekar di dunia Kangouw. Lagipula dia yakin baik Yibun Siu San, si pengemis sakti Cian Cong serta Liu Seng dan yang lainnya juga sulit menimpakan kesalahan pada dirinya.
Namun dia tidak berbuat demikian. Tampak wajahnya kusut, bagai orang yang kehi- langan akal sehat untuk mempertimbangkan segala sesuatu. Dia hanya duduk berdiam diri dan membiarkan Tan Ki merobek-robek pakaiannya sehingga tidak tersisa sedikitpun.
Dalam benaknya terus melintas berbagai bayangan tentang badai gelombang yang akan menimpanya sesaat lagi!
Dia tidak dapat berpikir dengan sehat apakah hal yang dilakukannya sekarang ini baik atau buruk. Dia juga tidak dapat membedakan apakah dia harus merasa sedih atau gembira? Tetapi perasaan cinta kasih yang tertanam di dalam sanubarinya malah membantunya mengambil sebuah keputusan. Dia tidak ingin tahu lagi apakah perbuatannya ini benar atau salah.
Perasaan takut serta terkejut di dalam hatinya sirna seketika. Suatu kebulatan tekad dalam bathinnya telah mengusir semua perasaan itu.
Diam-diam dia bergumam seorang diri, “Aku akan mengorbankan diriku untuk meno- longnya…”
Karena dia sudah mengetahui bahwa Bagian atas dada Tan Ki telah tertotok oleh seseorang. Apabila dia meninggalkan Tan Ki tanpa memperdulikannya sedikitpun, dapat dipastikan bahwa pembuluh darah besar dalam tubuh anak muda itu akan membengkak karena tidak tahan terhadap pengaruh hawa panas yang membara sehingga mungkin bisa menyebabkan kematian anak muda tersebut.
Keadaan yang mengenaskan inilah yang membuat Liang Fu Yong mengambil kepastian yang bulat…
Pada saat itu seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya sudah habis terkoyak oleh tangan Tan Ki yang kalap. Yang tertinggal hanya sesosok tubuh yang indah menantang. Dengan perasaan jengah Liang Fu Yong menggelinding ke balik semak-semak yang rimbun. Tiba-tiba Tan Ki juga melonjak bangun dan menerkam ke dalam gerombolan semak-semak itu.
Sejak semula dia memang sudah kehilangan kesadaran karena dipengaruhi birahi yang menggebu-gebu. Dia sudah berada dalam keadaan lupa diri. Apalagi Liang Fu Yong sendiri sudah mempunyai pikiran untuk mengorbankan dirinya demi keselamatan anak muda itu. Melihat Tan Ki menerkam ke arahnya, dia hanya menggeserkan tubuhnya sedikit. Tetapi sekejap mata saja dia sudah ditarik ke dalam pelukan anak muda itu.
Dalam waktu yang singkat, tampak dua sosok tubuh yang bugil berdekapan menjadi satu. Kemudian…