BAB 37. UN JIE GIOK BERNIAT MERACUNI IN HOAN
Mata tajam dari si perempuan jelek mengawasi ke arah Tiat Tat Jin. Ia kelihatan seperti seorang pemburu yang puas pada hasil buruannya. Tak lama sambil tertawa dingin, dia tanya Tat Jin, "Pasti kau tahu ilmu totok dan cara membebaskannya?" Tat Jin menunduk tidak menjawab.
Un Jie Giok seolah tak butuh jawaban Tat Jin, kembali ia tertawa dingin lalu ia berkata lagi, "Tikus kecil yang sedang rebah itu pasti adik seperguruanmu, bukan?"
Hati Tiat Tat Jin panas bukan main atas kata-kata itu, ia angkat kepalanya. Baru saja ia menengadah sedikit lalu ia menunduk kembali.
Un Jie Giok berkata lagi. "Sekarang kau boleh pergi, dan kau angkat adik seperguruanmu itu! Totok dan bebaskan dia!" kata Un Jie Giok. Tiat Tat Jin agak ragu-ragu. Tapi tak lama, ia memutar tubuhnya dan menghampiri adik seperguruannya. Ia berbuat seperti To-su Tauw-to, ia mengangkat tubuh adik seperguruannya itu. lalu ia totok, ia menotok dengan lebih cepat dari si pendeta. Cio Peng pun bebas dari totokan itu.
Un Jie Giok mengeluarkan suara dingin, ia tak menoleh atau menghiraukan kedua pemuda itu. Tiat Tat Jin dan Cio Peng berdiri mematung, mereka tak tahu apakah mereka harus pergi atau diam saja di situ. Mata mereka saling mengawasi, mereka sama-sama ingin tahu apa yang diinginkan oleh si hantu perempuan jelek itu. Mereka pun sama-sama tidak berdaya.
Sesaat suasana tempat itu sunyi. Mereka sama-sama ingin tahu langkah apa yang akan dilakukan oleh Un Jie Giok selanjutnya. Tiang Keng diam saja. ia merasa kasihan kepada kedua pemuda berbaju kuning itu. Akhirnya Un Jie Giok bicara, tapi ia bicara seperti pada dirinya sendiri.
"Ada yang berani kurang ajar padaku, tapi mereka tak bisa hidup lama, tubuhnya berlumuran darah. Ada yang beruntung, mereka masih punya waktu 49 jam untuk mengurus sesuatu walau akhirnya mati juga. .. Atau jika mereka cerdas, mereka bisa tidak harus mati.."
Semua orang melengak mendengar kata-kata Un Jie Giok ini. Aneh kata-kata hantu perempuan itu. Tiang Keng pun jadi tak sabaran.
"Apa maksudmu?" kata Tiang Keng dengan suara dalam.
Sepasang mata Un Jie Giok bersinar, ia mengawasi kedua anak muda itu.
"Apa kau pernah mendengar ilmu silat yang katanya telah lenyap dari kalangan Kang-ouw, namanya ilmu Cit Ciat Tiong Ciu." kata dia dengan dingin. Tiang Keng gemetar karena kaget, ia mengawasi ke arah To-su Tauw-to yang ia lihat juga kaget. Wajahnya pucat-pasi, begitu pun Cio Peng dan Tiat Tat Jin. kini wajahnya seperti mayat
"Jika dia terkena ilmu itu." kata Jie Giok dengan suara dingin. 'Dia bisa tak segera mati, bahkan tak ada perubahan pada tubuhnya, sebab kelihatannya seperti biasa saja, tapi lewat 49 jam, ia roboh muntah darah dan binasa.
Kematiannya sangat tersiksa! Sekalipun dewa. ia tak akan tahan penderitaan itu "
Mata Jie Giok menyapu ke semua orang, lalu ia meneruskan dengan suara perlahan, "Orang yang terkena pukulan ini. sekalipun ada yang menolong membebaskan jalan darahnya, ia tak akan tahu dan merasa bahwa dia telah menjadi korban, kecuali jika dia meraba dan menekan tulang di belakang lehernya, tulang ketujuh di punggung dan jalan darah di kedua iganya dan kedua lututnya. Dengan demikian..”
la bicara perlahan, akan tetapi tubuh Tiat Tat Jin tiba-tiba gemetar. Kedua pemuda itu jadi ketakutan sekali. Tanpa merasa mereka meraba bagian-bagian yang disebutkan oleh Un Jie Giok tadi. Bukan main kagetnya mereka karena mereka pernah mendengar kedasyatan pukulan Cit Ciat Tiong Ciu atau Tangan Berat Memotong Tujuh. Dan setelah meraba tubuhnya, mereka merasakan sedikit nyeri pada tulang punggung mereka, juga pada enam jalan-darah yang lain.
Artinya pukulan itu telah memutus jalan darah mereka. Kedua murid In Hoan ini baru sadar dan tak ada orang yang mampu menyembuhkan orang yang tekena pukulan itu..
Sinar mata perempuan tua yang tajam masih memancar ke arah mereka. Perempuan tua itu tersenyum menyeramkan.
Tiba-tiba Cio Peng berlutut.. "Aku aku minta ampun.
“terdengar Cio Peng berkata. "Rupanya kau anak yang cerdik." kata Un Jie Giok. Kepala Cio Peng tunduk, ia masih muda, ia tak mau mati.
Maka ia pun tanpa malu-malu minta ampun. Sebenarnya
permintaan yang memalukan sekali, tapi dilakukannya karena ia pikir lebih baik terhina daripada binasa.
Tiang Keng menoleh ke arah lain la anggap perbuatan Cio Peng itu rendah sekali, sekalipun sebenarnya ia merasa kasihan. Jika ia berhadapan dengan orang lain, atau di tempat lain. mungkin ia akan mengulurkan tangan untuk menolong... Sekarang, ia hanya bisa menghela nafas. Ia tak berdaya. Jika ia bisapun. belum tentu ia membantunya..
Kembali ia mendengar suara gabrukan, ia tak menoleh karena ia tahu itu pasti Tiat Tat Jin yang belutut untuk minta ampun seperti Cio Peng pada Un Jie Giok.
Tak lama terdengar suara dingin dari Un Jie Giok.
"Kiranya kau juga cerdik!" kata Un Jie Giok. "Kau tahu mati itu tak enak!"
Terdengar To-su Tauw-to menghela nafas, sepasang alisnya berkerut, ia ambil senjatanya, lalu berjalan keluar ruangan. Ia tidak menoleh lagi. Ia jemu menyaksikan kejadian itu. Ia tak mau mati, tetapi ia tak mau dihina.
Un Jie Giok tertawa perlahan, tangannya merogoh ke sakunya. Ia mengeluarkan bungkusan berwarna merah dadu kecil, bungkusan itu dia lemparkan ke lantai ke arah kedua anak muda itu.
"Itu obatnya, tak berwarna dan berbau juga tak ada rasanya." kata dia. "Kalian boleh mencampurnya dengan arak atau air, terserah kalian, sesuka kalian! Jika obat ini diberikan oleh seorang murid pada gurunya, maka guru itu tak akan merasakan sesuatu, dia tak akan tahu apa-apa " Un Jie Giok
tertawa. "Nah, apa kalian sudah tahu maksudku?" Tubuh kedua pemuda itu gemetar semakin hebat. Mata mereka mengawasi ke arah bungkusan obat itu, hati mereka berguncang keras.
Hidup! Hidup itu indah, maka harus disayangi.
Hati mereka masih memukul keras, mereka harus memilih, jiwa mereka atau nyawa guru mereka!
Si lemah tetap lemah, pengecut tetap penakut, hingga Ban Biauw Cin-jin In Hoan harus menyesal karena saat ia mengambil murid dan mendidiknya, ia telah bersikap keras dan kejam. Dia seperti tak menghiraukan jiwa orang lain.
Tat Jin dan Cio Peng mengulur tangan mereka. Tat Jin yang lebih dahulu berhasil menyentuh bungkusan kecil berwarna merah dadu itu. Tangan Tat Jin gemetar keras. Lalu bungkusan itu ia serahkan pada adik seperguruannya. Dia letakkan bungkusan itu ke tangan Cio Peng....
Un Jie Giok tertawa keras dengan suara dingin.
"Aku tahu kalian semuanya cerdas." kata Un Jie Giok. "Memang ada orang yang cerdas karena bakatnya, dia bawa bungkusan obat itu. dalam waktu dua belas jam dia sudah berhasil membuat obat itu masuk ke dalam perut gurunya. Dia tak tahu cara apa yang dia gunakan. Demikian juga dengan kalian, maka dengan demikian kalian akan berhasil merampas kembali nyawamu!"
Tak lama Jie Giok tertawa lagi. wajahnya berubah. "Sekarang lekas kalian pergi!" kata Jie Giok.
Ia kibaskan lengan bajunya hingga terlihat tangannya yang kurus kering.
"Lekas pergi!" bentaknya.
Kembali Jie Giok tertawa menyeramkan.
Tat Jin dan Cio Peng terkejut. Mereka sangat ketakutan, mereka mirip dengan dua ekor kelinci, mereka melompat bangun, lalu mereka memutar tubuh dan lari keluar ruangan. Dalam sekejap mereka sudah lenyap di balik kegelapan malam.
"Hm!" kembali terdengar suara si jelek. "Hm! Manusia cerdas!"
Tapi tiba-tiba ia menoleh ke arah Un Kin. Sambil mengawasi, ia berkata. "Anak Kin, kau ikuti mereka! Kau perhatikan ke mana perginya dua anak yang lemah dan pengecut itu! Kau bisa?"
Aneh Un Jie Giok ini. la menyuruh Un Kin. tapi ia juga ingin minta persetujuannya dulu. Tetapi ia juga tak bersedia memberikan kesempatan orang untuk memilih....
Un Kin agak sangsi. Kedua matanya yang sayu memandang ke arah leng-pay dan wajah Tiang Keng.
"Ya. Suhu." sahut Un Kin. "Aku..”
Dari wajah Jie Giok yang bengis tersungging sebuah senyuman. Ia tertawa.
"Segera kau pergi!" kata dia. "Sekalipun ilmu meringankan tubuhmu lebih baik dari mereka, kau harus segera pergi mengejarnya. Masalah di sini kau tinggalkan saja sebentar!"
"Ya!" kata Un Kin.
la berlari ke luar ruangan. Di ambang pintu mendadak ia berhenti, menoleh ke arah Tiang Keng dan berkata. "'Kau jangan pergi, tunggu aku!" kata Un Kin.
Suaranya lenyap bersamaan dengan tubuhnya yang juga lenyap di balik pintu dalam kegelapan malam.
Tiang Keng hanya bisa mengawasi dengan melongo la keheranan. Walaupun ia ingin mengatakan Un Jie Giok adalah musuh besarnya pada Un Kin. namun ia tak bisa..... Ketika anak muda itu memperhatikan ke arah Un Jie Giok. ia lihat tubuh Jie Giok yang tadi duduk tegak di atas meja. sekarang jadi bungkuk. Ketika ia memperhatikan sinar matanya, kembali ia keheranan. Ia lihat itu sinar mata yang mengasihi, sayang, seperti sinar mata cinta seorang isteri kepada suaminya, atau sinar mata sayang dari seorang ibu pada anaknya.
Saat Tiang Keng berdiri diam. Jie Giok berkata dengan perlahan.
"Kau bukan seorang yang cerdas!" kata Jie Giok suaranya berat dan dingin.
Bukan menjawab Tiang Keng malah bertanya.
"Kau dari mana'.'" tanya Tiang Keng. Nyonya tua itu tertawa dingin. "Ada orang yang karena urusan orang yang dicintainya, ia sering mendapat masalah yang mendukakan hatinya." kata Jie Giok. "Seumur hidupku belum pernah aku menguping pembicaraan orang lain. akan tetapi…”
la tertawa, sedangkan tangannya menunjuk ke atas.
Tiang Keng mengikuti arah tangan Jie Giok yang menunjuk ke atas. ternyata di atas genting terdapat sebuah lubang.
Hingga ia sadar dan tahu mengapa Un Jie Giok bisa tiba-tiba muncul dari situ
"Jadi kau sudah tahu semuanya?" kata Tiang Keng.
Un Jie Giok mengangguk "Semua telah kudengar." kata dia. "Ya. aku sudah tahu semuanya!"
la menarik dan menekuk tanganny a. lalu merogoh ke dalam sakunya. Ketika tangan itu dikeluarkan, sekarang di tangannya itu tergenggam sebuah bumbung kecil yang mengeluarkan sinar keemasan.
"Ini alat melepas jamin Ngo ln Hong Jit Touw Kut Ciam," kata Jie Giok bengis luar biasa. "Sudah lama kubidikkan alat ini ke arahmu! Jika kau ucapkan sebuah kata.. Hm! Maka jarum rahasia ini akan terbenam di ulu hatimu!"
Jantung Tiang Keng berdebar. Nama senjata rahasia itu : Ngo In Hong Jit Touw Kut Ciam yang artinya jarum panas seperti teriknya matahari yang tembus ke ulu hati!
Tiang Keng heran bukan main. Heran karena si nyonya memiliki ilmu menotok Cit Ciat Tiong Ciu yang sudah lama tak beredar lagi di kalangan Kang-ouw, kiranya sekarang dia juga pandai menggunakan senjata rahasia beracun dan lebih lihay lagi. Tetapi Tiang Keng sedikitpun tak takut.
"Jarakmu itu pun tak akan bisa berbuat banyak terhadapku!" kata Tiang Keng dengan gagah.
Sinar mata Un Jie Giok memain. Mendadak ia tertawa terbahak-bahak.
"Kau benar-benar bukan manusia cerdas!" kata dia nyaring. "Apakah kau belum sadar bahwa aku akan membunuhmu?"
Ia tertawa lagi, setelah behenti ia berkata. "Aku hendak membunuhmu tapi kau tak segera pergi!"
Tiang Keng membusungkan dadanya, ia tertawa dingin. "Aku tahu tak mudah kau bisa membunuhku!" kata Tiang
Keng menantang.
Sinar mata si nyonya tua berkelebat. "Bagaimanapun aku akan membunuhmu!" katanya.
"Sekalipun kau akan pergi, tapi kurasa waktunya sudah terlambat! Sesudah kau kubunuh bersama ln Hoan. maka di dunia ini tak ada lagi orang yang mengetahui rahasia ini! Maka untuk selamanya Anak Kin jadi milikku!"
Perlahan-lahan ia menunduk wajahnya jadi kelihatan lebih tua. "Untuk selamanya Un Kin akan jadi milikku!" kata dia lagi. "Sampai aku mati, tak ada orang bisa merampasnya! Ya. tak akan ada orang lain!""
Ia awasi bungkusan berwarna keemasan itu. ia permainkan di tangannya.
"Kau bukan orang yang cerdas! Bukan orang cerdas!
Seharusnya kau pergi sejak tadi!"
Tiba-tiba Tiang Keng tertawa dengan suara nyaring. "Rahasia yang kau katakan selamanya tak ada orang yang
tahu?!" kata Tiang Keng dengan suara keras, la lalu tertawa lagi. "Ketahui olehmu di dunia ini tak ada rahasia yang benar- benar rahasia! Kecuali "
Un Jie Giok membentak sebelum Tiang Keng menyelesaikan kata-katanya.
"Kecuali kau kubunuh!" kata Jie Giok.
Mendadak ia mengibaskan lengan bajunya, ia melompat bangun dari atas meja. Tiang Keng segera melihat sesuatu yang mirip dengan mega berwarna merah melayang ke arah kepalanya. Ia sadar pada ancaman bahaya maut, segera ia mendek. kedua tangannya ia gunakan untuk mendorong dengan keras sekali.
Hebat dorongan itu, sampai mutiara jatuh ke lantai dan tubuh Jie Giok pun terdorong mundur.
Sedetik kemudian nyonya tua itu sudah maju lagi, sambil tertawa ia berkata. "Aku tahu kepandaianmu berapa tinggi? Melawanku, kau tak akan sanggup bertahan sampai limapuluh jurus! Saat itu aku yakin si Kin belum kembali! Ha... ha ha!
Aku tak perlu menggunakan senjata rahasiaku untuk membunuhmu! Akan kubunuh kau dengan tanganku sendiri, agar selamanya tak ada orang yang tahu rahasiaku. Ya selamanya!" Sekali lagi si nyonya tertawa. Suara tawanya membangkitkan bulu roma. Suara tawanya itu ditutup oleh sebuah serangan hebat.
Tiang Keng sudah siaga, ia melawan.
Luar biasa gesitnya Un Jie Giok menyerang Tiang Keng secara beruntun sebanyak lima kali. Semua serangannya sangat berbahaya, tapi Tiang Keng yang senantiasa waspada bisa mengatasi serangan Un Jie Giok ini. Tapi saking gusar Tiang Keng pun membalas dengan lims serangan hebat ke arah Jie Giok. Kiranya ia jadi nekad, ia tak merasa takut atau gentar. Bahkan ia tak berniat kabur atau menghindar, la menyerang ngan hebat sekali. Suara angin serangan mereka terdengar menderu-deru.
Ketika sudah lewat sepuluh jurus. Jie Giok jadi gelisah sendiri. Jangankan berhasil membunuh Tiang Keng. untuk menang di atas angin saja sudah sangat sulit Wajahnya berubah jadi merah-padam dan pucar-pasi disebabkan panas sekali hatinya juga bingung.
Tiang Keng memang kalah pengalaman dan kurang latihan, tetapi tingkat kepandaian mereka setingkat dan tak berbeda jauh. Maka dengan Tiang Keng melawan mati-matian setengah nekad. ia bisa bertahan menghadapi si hantu perempuan. Bagaimanapun, saat pertama kali pertarungan, ia telah memperoleh sedikit pengalaman.
0oo0