Jilid 03
DARA baju hitam itu tertawa dingin. "Heehhh....heeehhh....heeehhh... meskipun abahmu bernama besar, menjagoi seluruh kolong langit, memimpin umat persilatan dan ibaratnya sang surya ditengah awang-awang, akan tetapi pada hakekatnya banyak musuh dan jago persilatan yang memusuhinya, walaupun secara tersembunyi"
Tampaknya gadis itu tak ingin berbicara, tiba-tiba ia merandek dan menghentikan kata-katanya, cawan yang sudah diangkatpun lantas didekatkan kebibir siap-siap dihirup air tehnya.
Hoa In-liong sengaja mengajak dara itu berbicara macam- macam, tujuannya hanya satu yakni memancingnya hingga minum air teh dengan sendirinya, maka ketika dilihatnya begitu siap menghirup air teh itu, tak tahan lagi ia tertawa geli dan buru-buru berpaling kearah lain.
"Hey, apa yang kau tertawakan?" tegur dara baju hitam itu dengan wajah tertegun. sambil mencibirkan bibir menahan rasa gelinya, Hoa- In- liong menjawab:
"Air teh dalam cawan itu kurang bersih, lebih baik nona jangan meneguknya daripada sakit perut jadinya"
Ucapan tersebut penuh mengandung nada ejekan, tapi juga merupakan suatu peringatan, meski hanya sepatah kata namun pada hakekatnya mempunyai arti ganda.
Tentu saja dara baju hitam itu tahu kalau si- Nio telah mencampuri air teh dicawan tamunya dengan obat racun, tapi ia tak menyangka kalau Hoa In- liong juga bermain gila kepadanya, mendengar ucapan tersebut, dia lantas tertawa dingin, kembali cawan itu ditempelkan pada bibirnya siap diteguk,
Hoa- ln- liong benar-benar tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia ingin tertawa sekeras-kerasnya .
Bagaimanapun juga, pemuda itu adalab keturunan dari keluarga Hoa, sudah terbiasa baginya untuk menerima pelajaran-pelajaran yang baik serta kewajiban untuk berbuat mulia, dalam darah yang beredar dalam tubuhnya tetap mengalir kejujuran serta kegagahan orang-orang keluarga Hoa, meskipun wataknya agak binal, namun tabiatnya toh tetap jujur, mulia dan bijaksana.
satu ingatan lantas melintas dalam benaknya, di detik yang terakhir, ia berpikir dihati: "Bagaimanapun juga dia toh seorang anak perempuan, kalau ingin kuhajar dirinya kenapa tidak dihajar secara terang- terangan? Kalau ingin dibunuh kenapa tidak kubunuh dengan terus terang Apa toh gunanya mempermainkan seorang anak dara seperti dia?"
Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, pemuda itu tidak ragu-ragu lagi, dia lantas melakukan penyambaran kilat kedepan.
Dara baju hitam itu hanya merasa pandangan matanya menjadi kabur dan tahu-tahu cawan yang berada ditangannya sudah berpindah tangan, bukan saja cawan tersebut tidak rusak atau pecah. isi cawan itupunsama sekali tidak tumpah barang sedikitpun jua.."
Hoa In- liong tertawa tawa, sambil meletakkan cawan itu keatas meja, ujarnya dengan wajah bersungguh-sungguh:
"Nona, engkau bukan tandinganku, lebih baik urusan yang terjadipada hari ini kita selesaikan secara baik-baik saja. Harap nona sebutkan siapa namamu, andaikata engkau benar-benar tidak tersangkut dengan peristiwa berdarah yang menimpa keluarga suma, sekarang juga aku akan mohon diri dari sini, sebaliknya kalau engkau menolak maka terpaksa kita harus selesaikan persoalan ini diatas senjata, akupun tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu... mengenai cawan teh ini, lebih baik isinya jangan kau minum"
Ucapan tersebut kontan membuat nona baju hitam itu jadi tertegun, dia tahu air teh dalam cawan tersebut tentu ada hal- hal yang tak beres walaupun hampir saja dia akan dikecundangi, tapi gadis ini merasa kagum pula oleh kecerdikan dan kehebatan Hoa- In- liong.
Berbicara dari kemampuan yang dimiliki pihak lawan, sudah pasti mereka berdua tak mungkin bisa melakukan sesuatu yang akan merugikan bagi lawannya.
Berpikir sampai disini, si dara baju hitam itu jadi pedih dan sedih tapi teringat kembali akan kejujuran dan kegagahan lawannya, diapun merasa kagum, lalu sesaat dia tak tahu apa yang musti dilakukan, sambil berdiri termangu-mangu ditatapnya pemuda itu tak berkedip.
Tiba-tiba si Nio berseru dengan gusar: "Huuh, menggunakan permainan busuk untuk mencari kemenangan, pendekar sejati macam apaan itu??"
Dengan langkah lebar dia menghampiri meja, mengambil cawan teh itu dan sekali hirup dia teguk habis isinya.
Menyaksikan tingkah laku perempuan bercodet itu Hoa In- liong langsung saja tertawa dingin.
"Heeeehh heeeehh heeeeh kalau toh engkau hendak mencari penyakit bagi diri sendiri, jangan salahkan kalau aku bermain curang kepadamu"
si Nio tertawa seram, suaranya lengking bagaikan lolongan serigala ditengah malam, buas sekali kedengarannya.
sambil membanting cawan teh itu hingga hancur, dia pantang kesepuluh jari tangannya, bagaikan garuda kalap diterkamnya sianak muda itu dengan ganas.
Pada dasarnya perempuan itu memang berwajah seram, apalagi sekarang setelah menyeringai menyeramkan, tampangnya itu semakin menjijikkan dan bikin hati orang bergetar keras.
segenap bawa murni yang dimilikinya telah dihimpun menjadi satu, semua tulang persendian dalam tubuhnya berbunyi gemerutukan nyaring, lengan yang semula putih mulus sekarang telah berubah jadi hitam pekat bagaikan arang, sepuluh jari tangannya yang panjang dan runcing tampak lebih panjang beberapa cun.
Waktu itu tampangnya seram dan sikapnya mengerikan, bila ada orang yang tak tahu duduknya perkara, niscaya akan beranggapan bahwa ia sedang berhadapan dengan kuntilanak kesiangan.
Hoa In-liong sendiripun agak marah oleh sikap kasar lawannya, dia melejit dan melayang dua depa dari tempat semula, kemudian dengan dingin ujarnya:
"Kalau kutinjau dari ilmu silatmu yang begitu keji dan tak kenal ampun, jelaslah sudah bahwa engkau bukan manusia baik-baik...Hmm Perempuan iblis seperti engkau, nomor satu paling tak boleh diampuni"
Dengan menghimpun tenaga, dia melepaskan sebuah serangan balasan dengan telapak tangan kanannya.
Terdengar desingan angin pukulan menderu-deru, hebat sekali serangan dari sianak muda ini.
Gadis baju bitam yang berada disisi kalangan tidak mengucapkan sepatah katapun, tiba-tiba ia cabut pedang pendeknya, kemudian secepat sambaran petir lepaskan sebuah tusukan ke muka.
Cepat sekali datangnya tusukan tersebut, bukan saja membawa desingan angin tajam, kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata, Hoa in-liong terdesak hebat, terpaksa dia melompat mundur tiga depa kebelakang.
si Nio yang gagal dengan serangan pertamanya segera tertawa keras seperti iblis, suara itu serak tapi melengking sehingga lebih tak sedap didengar daripada lolongan srigala, berada dalam rumah gubuk yang dikelilingi semak belukar semacam itu, tertawa seramnya itu cukup menggetarkan hati siapapun, membuat orang jadi bergidik dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Hoa In liong mengerutkan kening, tangan kanannya meraba gagang pedang dan siap untuk mencabutnya, tapi ingatan lain melintas dalam benaknya, ia merasa sebagai seorang lelaki sejati tidaklah pantas melayani dua orang perempuan dengan memakai senjata.
sementara pemuda itu masih sangsi, pedang pendek dari nona baju hitam itu sudah melepaskan tusukan demi tusukan, semuanya merupakan serangan-serangan yang mematikan.
suatu ketika tiba-tiba si Nio melengkungkan tubuhnya seperti gendewa, kemudian diiringi suara bentakan nyaring, dia melancarkan sebuah terkaman maut ke depan.
Hebat sekali kerja sama dari dua orang majikan danpelayan ini, setiap jurus ancaman dilakukan dengan ketat dan rapat, terutama sekali si- Nio, dengan tak gentar barang sedikitpun dia menerkam, menerjang dan menghantam secara kalap. Makin memuncak kemarahan yang berkobar dalam hati Hoa In- liong, ia maju kedepan secepat kilat, tangan kanannya mencengkeram pedang pendek sang dara, sementara telapak tangan kirinya menghantam jidat perempuan bercodet she si.
serangan tersebut dilancarkan secepat petir, sekalipun dilepaskan agak belakangan tapi tiba lebih duluan dari ancaman lawan, tampaknya sebentar lagi akan bersarang dijidat perempuan jelek itu.
setajam sembilu pancaran mata dari si Nio, ia melotot besar, matanya merah berapi-api, tampangnya kelihatan lebih mengerikan dari semula.
Kendatipun pukulan dari Hoa In- liong yang mengancam jidatnya sudah tiba didepan mata, ternyata perempuan itu tidak berusaha untuk mengigos atau menangkisnya, ia miringkan kepalanya untuk melindungi bagian yang mematikan kemudian sambil memutar pinggang ia malahan menubruk kemuka, sepasang tangannya dipentangkan lebar- lebar dan siap merangkul pinggang anak muda itu.
Kejut dan gusar Hoa ln-liong menghadapi ancaman tersebut, untungnya dalam gugup ia tak bingung cepat badannya direndahkan kebawah, lalu melejit kesamping.
Dengan begitu maka si Nio jadi menubruk tempat kosong, cepat perempuan itu mengerem gerak laju tubuhnya dan berputar kencang, seperti bayangan menempel badan ia kejar terus kemana pemuda itu pergi, sementara dipihak lain nona baju hitam itupun melepaskan sebuah bacokan kilat menyergap sianak muda itu.
Tiga jurus gebrakan ini berlangsung sepanas bara dan secepat kilat, meskipun sengit dan selalu salah bisa mengakibatkan jiwa, namun hanya sekejap mata telah lewat.
Tiba-tiba si Nio menjerit lengking, sepasang tangannya mendekap lambung sendiri, walaupun langkahnya sudah gontai dan tak menentu, namun perempuan itu masih juga berusaha untuk menerkam Hoa In- liong.
Dengan gesit pemuda Hoa menyingkir kesamping, dengan kaki kirinya dia menendang si Nio sampai terguling dan terguling ditanah, sementara jari tangan kanannya sekaku tombak menotok pergelangan tangan sidara baju hitam itu Tak berani gadis itu menyambut totokan maut tersebut,
pedangnya diputar untuk melindungi badan, dengan mundur satu langkah terhindarlah nona itu dari totokan tersebut.
Dalam pada itu si Nio masih merintih dan meraung kesakitan, sepasang tangannya mendekap perut sendiri, tubuhnya berguling guling kesana kemari menahan sakitnya yang tak terkirakan.
sewaktu si Nio mencampuri air minum Hoa In-liong dengan obat pemabuk. sianak muda itupun mencampuri cawan dara baju hitam dengan obat juga, tapi kenyataannya sekarang Hoa In-liong tetap segar tidak kekurangan sesuatu apapun.
Sebaliknya Si-Nio mendekap perutnya yang kesakitan seperti disayat-sayat itu sambil mengerang penderitaan yang diterimanya saat ini boleh dibilang hebat sekali.
Hoa- In- liong memang binal dan aneh wataknya tapi baru pertama kali ini dia menghukum orang dengan cara seperti ini, betapapun hatinya tidak tenteram setelah menyaksikan penderitaan si- Nio yang mengerang kesakitan itu, ia melayang kedepan dan melepaskan totokan, maksudnya hendak menotok dulu jalan darah si-Nio kemudian baru berbicara tentang soal lain.
siapa tahu si-Nio telah berteriak dengan lantang:
"Nona adu jiwa dengan keparat ini, bunuh saa bangsat ini maka jiwa loya bisa kita selamatkan."
sambil menjerit-jerit seperti perempuan histeris si-Nio bergulingan ditanah dan menerkam lagi sepasang kaki Hoa- In- liong.
Bergetar keras sekujur badan Hoa- In- liong dengan penuh kemarahan dia berteriak: "Mati hidup aku orang she Hoa, apa sangkut pautnya dengan keselamatan loya mu?"
Kembali dia lancarkan sebuah tendangan kilat yang membuat tubuh si Nio terpental sejauh beberapa kaki, malahan berguling sampai menerjang dapur. Dara baju hitam itu membentak nyaring ia maju sambil menyerang, pedangnya berputar kencang lalu melepaskan sebuah tusukan kelambung lawan.
Kemarahan HoaJn-liong tak terkendalikan lagi dengan tangan kiri dia rampas pedang pendek itu, tangan kanan melancarkan totokan.
"Hayo cepat terangkan siapa namamu?" bentaknya, " engkau putri siapa? ada kesulitan apa dan mengapa hendak mencabut nyawaku orang she Hoa."
sementara mulutnya masih menegur sepasang telapak tangannya diputar sedemikian rupa mendesak nona itu habis- habisan.
saking paniknya air mata telah bercucuran membasai pipi nona baju hitam itu meski demikian pedang pendeknya diputar kencang, tubuhnya selangkah demi selangkah mundur terus ke belakang namun ia menggertak gigi dan membungkam dalam seribu bahasa.
Mendadak... asap tebal mengepul keluar dari ruangan rumah gubug itu menyusul jilatan api yang sangat besar berkobar di seluruh penjuru ruangan.
Bila ditinjau dari ilmu silat yang dimiliki Hoa In-liong, maka untuk membereskan sinona berbaju hitam itu bukanlah suatu pekerjaan yang sulit, tapi dasar dia memang romantis dan suka menggoda kaum wanita, maka setiap mendapat kesempatan untuk bertempur melawan nona cantik yang masih muda belia, serta merta ia melayani pertarungan itu dengan serangan yang terlemah. Tujuannya tak lain ialah hanya merampas senjata nona itu dan menggodanya habis- habisan, tentu saja dalam keadaan serba panik dan gelisah ini bukan perbuatan gampang baginya.
Dalam sekejap mata, kobaran api telah menelan setiap benda yang berada dalam ruangan gubug
Tiba-tiba si Nio dengan rambut yang riap-riapan menjerit lengking seperti lolongan serigala sepasang tangannya sambil mengangkat tinggi-tinggi dua buah obor api menerjang keluar dari dapur gerak-gerik seperti orang gila. Kejut dan cemas Hao In-liong menghadapi kejadian seperti ini, sekarang dia tak bisa bermain-main lagi sebab keadaan makin serius secara beruntun jari tangannya melepaskan beberapa totokan kilat yang menghajar jalan darah Ciang- keng-hiat di bahu nona baju hitam itu, sementara tangan kirinya membalik keatas merampas pedang pendeknya.
si- Nio meraung keras, obornya dikebut kemuka dengan ganas, lalu menyapu wajah si anak muda itu.
Hoa- In- liong tak mau kalah, dengan pedang pendek hasil rampasannya ia balas membacok tubuh lawan.
Dalampada itu nona baju hitam itu sudah tertotok jalan darahnya oleh serangan jari Hoa In-liong, sepasang lengannya jadi lumpuh dan terkulai lemah kebawah, meski begitu sepasang kakinya masih bisa bergerak dengan leluasa, mendadak ia menerkam kemuka dan menyongsong tibanya bacokan pedang pendek itu dengan badannya.
Hoa- In- liong sangat terkejut, ia tak menyangka kalau nona itu akan mengambil keputusan nekat dengan mengakhiri hidupnya diujung pedang.
Padahal waktu itu asap tebal telah menyelimuti seluruh rumah gubuk itu, kobaran api menjilat semua benda yang ditemukan, sedangkan si- Nio seperti orang kalap menerjang datang tiada hentinya.
Keadaan begini disamping Hoa In-liong harus menjaga kaburnya si nona baju hitam, diapun harus pula melayani serangan-serangan gencar dari nenek bermuka jelek. maka tindak nekat dari nona tersebut amat mencekatkan hatinya.
Dalam gugup dan gelagapannya, ia memutar pinggangnya ke samping, setelah lolos dari sambaran obor yang dilancarkan si Nio, pedang pendek itu segera disingkirkan pula kesamping.
Kendatipun cukup cepat gerakan Hoa In-liong untuk menyingkirkan pedang pendeknya, namun gerakan si nona baju hitam untuk menyongsong datangnya tusukan pedangpun tak kalah cepatnya.
Maka sekalipun tempat yang mematikan berhasil dihindari, tak urung bahu sang nona tersambar juga oleh pedang tajam itu hingga darah bercucuran dengan sangat derasnya, parah juga luka yang dideritanya itu..
Kebakaran yang berkobar dalam rumah gubuk itu sudah menyelimuti hampir ditiap bangunan di situ, dalam sekejap mata jilatan api sudah membumbung tinggi keangkasa, suhu udara jadi panas sekali hingga serasa menyengat badan.
Menghadapi kejadian seperti ini, Hoa in-liong dibikin kehabisan akal pula, ia lantas berpikir:
"Waaah... kalau aku harus menghadapi dua orang yang begini nekad, bisa-bisa jiwaku ikut kabur ke akhirat, baiknya kugunakan sedikit akal saja untuk meringkus mereka"
Namun secara lapat-Iapat iapun mulai merasa bahwa dua orang itu bukanlah anak buah dari perkumpulan Hian-beng- kau, dari gerak gerik mereka tampaknya kedua orang itu justru berasal dari suatu keluarga yang ketimpa kemalangan dan kehidupan mereka sangat menderita.
Karenanya ketika ia lihat api sudah berkobar d iempat penjuru, dengan suatu gerakan cepat di sambarnya sinona baju hitam itu lalu kabur keluar ruangan.
si Nio tertawa seram, sudah tentu ia tak sudi membiarkan musuhnya kabur dari sana, obornya diputar semakin kencang dan semua jalan pergi pemuda itu dihadangnya dengan serangan mematikan.
Menghadapi kejadian seperti ini, Hoa In-liong marah sekali, akhirnya ia membentak: "orang sinting, rupanya kau sudah bosan hidup,"
Pedang pendeknya digetarkan kemuka, lalu menusuk kedada lawan dengan jurus Leng-coa to-sim (ular ganas menjulurkan lidahnya).
Waktu itu rasa sakit yang melilit perut si Nio sudah mencapai pada puncaknya, perempuan itu tak sampai roboh karena dia andalkan kekuatan dengan kalapnya untuk mengamuk. dalam keadaan begitu darimana ia sanggup menahan tusukan pedang yang dilancarkan dengan gerakan cepat dan aneh itu? Tapi sebelum tusukan itu dilanjutkrn, mendadak sinar
mata Hoa In-liong terbentur dengan wajahnya yang bercodet dan penuh dengan luka itu, dibawah sinar obor tampaklah wajahnya yang penuh " bunga" itu basah oleh keringat, kulit mukanya berkerut kencang dan gemetar tiada hentinya, kulit wajah yang pucat pias ditambah bekas luka yang bewarna merah darah memberikan warna yang sangat kontras, ditambah pula sinar api yang sudah jelek tampak lebih mengerikan lagi.
"sungguh keji orang yang merusak wajah perempuan ini" pemuda tersebut lantas berpikir "hatinya pasti busuk sekali, kalau tidak tak akan tega ia lukai seorang perempuan hingga tampangnya menjadi seseram ini "
Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dan terbayang pula keganasan serta kekejian orang yang melukai si Nio sampai mukanya bercodet pedang yang sudah menempel diatas dada lawan tak tega dilanjutkan lebih jauh, maka dia tarik kembali senjata tersebut, kemudian tangan kirinya dikebutkan kemuka dan mendorong nona baju hitam itu ke muka.
si Nio miringkan tubuhnya kesamping memberi jalan lewat bagi nona baju hitam itu, kemudian teriaknya keras: "Nona, kau mundurlah lebih dulu"
Tampaknya perempuan bercodet ini sudah bertekat untuk membakar mati Hoa in-liong dalam rumah gubuk itu, obor dikedua belah tangannya diputar dan diayun ke muka tiada hentinya, semua jalan pergi si anak muda itu dihadang olehnya.
Lolos dari cengkeraman lawan, nona baju hitam itu kabur menuju kedepan pintu yang tertutup itu keras-keras.
"Blaaang " pintu besar itu ditendang sampai roboh,
dengan langkah lebar nona baju hitam itu sebera kabur keluar dari rumah gubuk itu.
Kebetulan Hoa In- Hoa g berdiri menghadap ke pintu luar, tiba-tiba ia temukan bahwa pintu luarpun sudah menjadi lautan api, bahkan kobaran api yang menjilat-jilat diluar sana jauh lebih besar daripada jilatan api dalam rumah gubuk itu.
Kobaran api sudah membakar semua benda begitu besarnya kebakaran yang melanda tempat, itu membuat udara terasa panas sekali, namun si-Nio seperti tidak merasakan apa-apa, ia tertawa seram.
obornya dimainkan sedemikian rupa sehingga semua jalan keluar bagi Hoa-In-liong untuk lolos dari ruangan itu tertutup.
Sekarang Hoa In-liong sudah merasa terkejut bercampur gusar, ia tidak ragu- raga lagi, pedang pendeknya dibabat kemuka menghajar obor ditangan si-Nio, sementara tubuhnya mendadak berkelebat melejit diudara kemudian meluncur keluar dari ruangan itu.
Karena cepat dan tepat serangan tersebut, dan lagi gerak tubuh si anak muda itu sangat aneh, kali ini si-Nio tak berhasil membendung jalan perginya lagi, dengan gampang Hoa-In- Hong berhasil kabur keluar diri ancaman bahaya.
Luar rumah gubuk itu merupakan sebuah tanah bersemak yang masih liar dan tak terawat, waktu itu sentua ladang ilalang tersebut sudah berubah menjadi lautan api, boleh dibilang semua jalan menjadi buntu.
Kaget sekali Hoa-in-liong menghadapi kejadian ini sementara ia sedang berusaha keras untuk mencari jalan keluar dari tempat jebakan itu, tiba-tiba...
"sreet" sebatang anak panah meluncur datang dari arah depan dengan tenaga yang sangat besar.
Hoa-in-liong segera putar pedang pendeknya untuk menghajar rontok anak panah yang menyambar tiba itu
Baru saja panah itu berhasil dihajar rontok mendadak desingan angin tajam menyambar lagi dari belakang, serta merta Hoa-in-liong memutar badannya kebelakang, ia lihat si Nio dengan kesepuluh jari tangan yang dipentangkan lebar lebar sedang menyerang punggungnya .
Hoa- ln- liong benar-benar naik darah, tangannya segera menyapu kebelakang mengikuti gerak perputaran itu, dia cengkeram tengkuk si- Nio dengan suatu puntiran keras. Pada saat itulah, kembali sebatang anak panah menyambar datang dengan kekuatan besar, Hoa-In-liong yang sudah mendongkol cepat mengangkat tubuh si Nio yang tercengkeram itu dan diayun kemuka untuk menangkis datangnya ancaman itu...
"criiit" Tak ampun lagi panah tersebut menembusi tumit si Nio hingga tembus, karena kesakitan perempuan bercodek itu, segera menjerit lengking dengan suaranya yang mengerikan.
"sreeet,.,. sresst." hujan panah berhamburan dari arah depan, berpuluh-puluh batang anak panah menyambar lewat silih berganti membuat seluruh angkasa penuh dengan hujan panah itu.
Dengan dahi berkerut Hoa In-liong yang terkapar ditanah dan menghindarkan diri dari ancaman hujan panah itu.
ia mencoba untuk berputar kebangunan sebelah belakang, dari situ ia saksikan ada tiga puluh orang lebih laki-laki kekar yang bersembunyi didalam semak belukar dan melepaskan anak panah ke arah bangunan rumah itu, sementara bayangan tubuh dari nona baju hitam itu sudah lenyap tak berbekas.
Saat itu, Hoa In liong tidak panik lagi, dia malahan merasa hatinya jauh lebih tenang,
Kiranya kobaran api yang berada diempat penjuru meski tampaknya sangat hebat tapi rumput ilalang adalah jenis tetumbuhan yang tidak tahan terbakar, dalam waktu singkat tumbuhan tersebut sudah terbakar punah, sementara sianak muda itu dapat menggunakan tanah lapang diluar rumah gubuk itu untuk menghindari serangan hujan panah ? sekalipun tak sampai membahayakan jiwanya, tapi ditengah kepungan api yang membara terasa juga hawa panas yang menyengat badan hingga membuat keringat bercucuran dan membasahi seluruh tubuhnya.
"Bruuukk. " tiba-tiba terdengar suara benturan keras,
kiranya rumah gubuk itu roboh ketanah
Dengan pedang ditangan kanannya untuk memukul rontok hujan panah itu, tangan kiri mencengkeram tubuh Si Nio, Hoa In-liong bergerak kesana kemari menghindarkan diri dari ancaman anak panah.
Untunglah tak lama kemudian dari kejauhan terdengar suara suitan nyaring, menyusul kemudian hujan panah itupun berhenti.
Sementara itu kobaran api yang membakar rumput ilalang belum padam, padahal Hoa In-liong tahu bahwa musuh sedang mengundurkan diri, ia mau mengedar orang-orang itu, apa mau dikata kobaran api telah menghalangi jalan perginya.
Terpaksa ia harus bersabar hati menunggu sampai kobaran api itu mengecil, kemudian baru melakukan pengejaran sambil menenteng tubuh si Nio. suitan nyaring tadi berasal dari sebuah tanah perbukitan, maka sambil membawa si Nio, sianak muda itu, menerjang kesana dengan langkah lebar.
Dibawah sinar fajar yang remang-remang suasana disekitar tanah perbukitan itu masih diselimuti kabut yang tebal, setibanya diatas tanah bukit Hoa In-liong coba memeriksa disekitarnya dengan tatapan matanya.
Tiba-tiba ia menemukan sesuatu nun jauh di ujung bukit
situ, berdirilah seekor kuda berwarna merah darah diatas pelana kuda itu duduk seorang manusia berbaju merah darah.
Kuda itu tinggi besar dan merupakan seekor kuda jempolan, sedang manusia berbaju merah itu adalah seorang nona cantik rupawan yang berperawakan tinggi semampai dan menarik hati
Waktu itu fajar baru menyingsing dari ufuk sebelah timur, bola merah yang mengabarkan sinar keemasan mulai memancar keempat penjuru, dalam waktu singkat telah menyelimuti seluruh angkasa menyorot dara itu.
Warna merah darah yang ketimpa sinar matahari itu membalaskan suatu sinar yang indah, membuat suasana disana terasa lebih hangat dan nyaman....
suara derap kuda memecahkan kesunyian yang mencekam pagi hari itu, perlahan-lahan kuda merah itu maju menghampiri mereka, tanpa terasa Hoa In-liong sambil menenteng tubuh si Nio ikut maju pula menyambut kedatangan si nona.
Akhirnya kedua belah pihak telah saling berhadapan, merekapun sama-sama berhenti, ketika empat mata bertemu menjadi satu, dua orang itu sama-sama tersenyum manis, cerah sekali wajah mereka.
setelah hening sejenak, Hoa In-liong lantas menjura dan sapanya sambil tertawa: "selamat pagi nona manis"
"selamat pagi" sahut nona baju merah itu sambil tersenyum manis. "Boleh aku tahu siapa namamu??"
Nona baju merah itu mencibirkan bibirnya, kemudian dengan tangan yang putih halus mencabut keluar sebilah senjata kaitan yang berwarna hijau muda.
Hoa In-liong cukup mengenal kelihayan dari senjata aneh itu, tapi sebagai pemuda yang belum lama terjun dalam dunia persilatan dia tidak mengenal siapa gerangan nona itu.
Ketika dilihatnya anak muda itu masih melongo, maka nona baju merah itupun memperkenalkan diri.
"Aku bernama Wan Hong- giok. siapa namamu..." Dasar binal Hoa In-liong lantas berpikir dalam hatinya: "Kau bernama Hong- giok. maka biar aku mengaku
bernama Pek Khi saja"
Maka sambil tertawa sahutnya: "Aku bernama Pek Khi"
Air muka Wan Hong- giok tampak agak bergerak. biji matanya yang jeli kembali dialihkan ke wajah Hoa In-liong dan menatapnya lekat-lekat.
Hoa In-liong berparas tampan, diapun seorang pemuda yang romantis, sebaliknya Wan Hong- giok cantik jelita dan agak genit, tak heran kalau setelah berjumpa muka, mereka lirik-lirikan pandang memandang sambil tersenyum penuh arti.
si Nio yang berada dalam cengkeraman Hoa In-liong tak bisa berkutik karena jalan darahnya tertotok. meski sakit perutnya sudah mereda, namun panah yang menembusi tumitnya mendatangkan rasa sakit yang bukan kepalang, kendatipun ia tak dapat melihat diri kedua orang itu tapi ia tahu kalaut muda-mudi itu sedang bermain mata sambil tersenyum penuh arti. Hal ini kontan saja mengobarkan hawa amarahnya, tiba-tiba ia buka suara dan berteriak sekeras- kerasnya.
Teriaknya itu ibaratnya auman singa dari kalangan Buddha, bukan saja suaranya seperti guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, bahkan memekikkan telinga, membuat kuda merah yang ditumpangi nona itu meringkik sambil mengangkat tinggi kaki depannya.
Tindakan kuda merah itu sangat tiba-tiba dan diluar dugaan, hampir saja membuat Wan Hong- giok terlempar dari atas pelana.
Hoa In-liong pun terperanjat ia lantas melemparkan tubuh si Nio ke atas tanah.
Menggunakan kesempatan itu si Nio menggelinding kesamping lalu duduk. teriaknya setengah menjerit:
"Pedang pendek itu milik nona kami, hayo cepat kembalikan kepadaku" Hoa In-liong tersenyum katanya:
"sungguh tak kunyana, engkau masih mempunyai semangat seorang ksatria sejati Hmm siapa yang kemaruk
pada pedangmu itu? Nih, ambillah kembali."
Sambil berkata pedang pendek yang berada di tangan kanannya itu segera- dilemparkan kemuka.
si Nio cepat menyambutnya, lalu menggunakan senjata itu untuk merobek daging kaki yang terluka dan sambil mencengkeram gagang panah itu ia cabut keluar panah tersebut, kemudian tanpa dibalut lagi, ia segera melompat bangun dari atas tanah.
Berkernyit sepasang alis mata Wan Hong- giok memandang wajah si Nio yang penuh dengan codet bekas luka itu, cepat- cepat ia melengos ke-arah lain dan tak berang memandang lebih lama.
"Tindakan tersebut dipandang sebagai suatu penghinaan bagi si Nio, dengan gusar ia lantas membentak-bentak:
"Perempuan rendah, kau memang anjing betina tak tahu malu.." sambil mencaci maki, panah yang baru dicabut keluar dari tumitnya itu segera diayun ke muka mengancam wajah Wan Hong- giok.
Tak terkirakan gusarnya si nona baju merah itu menghadapi serangan lawan yang begini kasar, kaitan kemalanya lantas dikebas ke muka merontokkan anak panah itu, menyusul kemudian dia cambuk kudanya siap menerjang kedepan, tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya dan maksud itupun lantas diurungkan, hanya tegurnya dengan ketus. "Apa hubunganmu dengan nona berbaju hitam tadi ?"
sebelum perempuan bercodet itu menjawab Hoa in-liong telah menyahut lebih dahulu: "ooooh nona itu adalah majikannya si Nio..."
Ditatapnya perempuan bercodet itu dengan tatapan sinis dan penuh penghinaan kemudian berkata lagi.
" Kalau kubunuh manusia macam dirimu maka perbuatanku ini tak lebih hanya akan menodai senjata nonamu saja"
Kemudian sambil menuding kearah semak belukar diseberang sana dengan senjata kaitannya, ia melanjutkan:
"Majikanmu bersembunyi di belakang semak belukar sana, undanglah dia agar menjumpai aku"
si Nio alihkan sinar matanya dan memandang semak belukar yang ditunjukkan itu, kemudian memandang pula wajah Hoa In-liong tanpa berkata-kata, sedangkan wajahnya yang jelek dan penuh bercodet itu terlintas perasaan murung dan kesal yang sangat tebal.
Dari sikap murung itu, Hoa in-liong lantas dapat menebak isi hati orang, diapun tertawa tawa seraya berkata:
"Aku tahu, engkau sangat menguatirkan keselamatan majikanmu, Nah Pergilah kesana, hutang piutang diantara kita berdua boleh diperhitungkan lagi dilain waktu" sambil berkata dia ulapkan tangannya berulang kali.
si Nio agak termangu, tapi sejenak kemudian ia lantas mendengus dingin. "Hmm sekalipun engkau lepaskan aku pergi, tapi terus terang kukatakan dulu kepadamu jika kita bertemu lagi dilain waktu, aku masih tetap mengincar selembar jiwamu itu"
katanya. Hoa In-liong tertawa tawa, sahutnya:
"Boleh- boleh saja Tapi kaupun harus berhati hati, kalau sampai terjatuh ke tanganku lagi dilain saat, akupun tak akan mengampuni nyawamu"
si Nio mendengus dingin, ia melirik sekejap kearah Wan Hong-giok kemudian meludah ke tanah dengan sikap menghina, setelah itu barulah ia menuju ke arah semak beluar yang dimaksud dengan menenteng pedang pendeknya itu.
Gusar sekali Wan- Hong- giok menghadapi kejadian tersebut, hawa napsu membunuhnya seketika menyelimuti seluruh wajah, tiba-tiba tangan kiri nya diayun ke depan, sebercak sinar hitam secepat sambaran kilat segera meluncur kedepan dan menyergap punggung si-Nio.
sambaran cahaya hitam itu meluncur ke muka dengan kecepatan yang luar biasa dan sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun si-Nio tak menduga kalau ia bakal diserang, tampaknya sesaat kemudian punggungnya akan terhajar oleh senjata rahasia itu.
Hoa- In- liong tak tega melihat perempuan bercodet itu terjungkal secara penasaran pada detik terakhir mendadak ia memperingatkan: "Awas Hati-hati ada senjata rahasia."
si- Nio memang cukup cekatan, begitu menangkap kata "senjata rahasia." serta merta dia menjatuhkan diri kesamping dan berguling ketanah, kendatipun begitu sebatang jarum emas yang berwarna biru karena mengandung racun sempat juga menembusi sanggulnya.
Melihat serangannya gagal gara-gara dikacau Hoa-in-liong agak mendongkol juga nona baju merah itu, dia lantas berpaling dan omelnya dengan mata mendelik:
"Huuuh Kau ini munafik. bukan sobat juga bukan lawan kalau macam begitu watakmu apa gunanya melakukan perjalanan dalam dunia persilatan ?" "Haaahhh... haaahhh... haaahh..." Hoa-in-liong terbahak- bahak, " menyergap orang dengan senjata rahasia, bukanlah s uatu perbuatan yang patut dibanggakan, apalagi sebagai seorang pendekar sejati...harap nona jangan salah sangka, aku bertindak begini toh demi nama baik dan kedudukanmu di dunia persilatan, masa maksud baikku kau artikan lain?"
"Hmm Memangnya aku tak dapat menebak maksud busukmu?" ejek Wan hong-giok. "tentu saja kau selamatkan jiwanya, karena kau telah tertarik oleh majikannya, bukankah begitu?"
"Ehmm, memang diakui majikan si nio adalah seorang nona yang suci bersih, menarik, agung dan bikin orang jadi terpesona"
Waktu itu si- nio sudah berada dua-tiga kakijauhnya dari tempat semula, tiba-tiba ia berjalan balik, sambil memungut kembali anak panah yang tergeletak ditanah, ujarnya kepada Hoa in-liong:
"Mengingat kau adalah seorang ksatria sejati, aku ingin mengucapkan beberapa patah kata kepadamu, mau mendengar atau tidak terserah padamu sendiri.."
"Traaak" anakpanah yang berada dalam genggamannya itu mendadak ditekuk hingga patah jadi dua.
Hoa In-liong segera merangkap tangannya dan memberi hormat, ujarnya dengan wajah serius:
"Dengan senang hati akan kudengar nasehatmu. itu" sambil menghentakkan anakpanah yang dipatahkan itu
keatas tanah, ujarnya dengan dingin.
"Anggota perkumpulan Hian-beng-kau sudah tersebar luas dimana-mana, kekuatan mereka besar sekali danjauh lebih hebat daripada apa yang kau bayangkan, bila kau tahu gelagat maka lebih baik cepat- cepatlah pulang kerumah, nasehati orangtuamu agar segera mengasingkan diri dan hindarilah bencana besar tersebut"
Hoa In-liong mengangguk beberapa kali tanda mengerti, setelah itu ia bertanya lagi: "Apakah engkau dan majikanmu juga terhitung anak buah dari perkumpulan Hian-beng-kau?"
"Jago-jago silat yang dijaring perkumpulan Hian beng-kau kebanyakan adalah jago jago kelas satu dalam dunia persilatan sedang kami berdua hanya berkepandaian cetek. sekalipun ingin menjadi anggota Hian-beng-kau, belum tentu mereka bersedia menerimanya"
"Kalau toh kalian berdua bukan anggota dari perkumpulan Hiang- beng-kau lantas perselisihan serta dendam sakit hati apakah yang terdapat diantara kita berdua, sehingga begitu bernapsu ingin mencabut selembar nyawaku?"
"Tentang soal ini, maafkanlah daku sebab tak bisa kujelaskan bagaimanapun juga toh kungfu mu-jauh lebih hebat daripada kami berdua, rasanya asal kau bisa bertindak lebih hati-hati dan waspada selalu, niscaya jiwamu dapat selamat"
"Andaikata aku kurang hati-hati?" tanya Hoa In-liong lagi. "Maka anggaplah bahwa nasibmu memang jelek. dan kau
memang sudah ditakdirkan untuk mampus ditangan kami" Mendengar jawaban itu Hoa In- liong tertawa serak.
katanya lagi:
"Baiklah, bagaimanapun juga aku harus mengucapkan banyak terima kasih atas petunjukmu ini, jikalau aku memang tak sampai mampus, tentu akan kuingat selalu budi kebaikan ini"
si-Nio meadengus dingin, tiba-tiba ia menuding kearah Wan Hong-giok dan berkata lagi:
"Perempuan itu berjulukan Giok-kou-Niocu (perempuan cantik kaitan kemala ), dia adalah seorang perempuan jalang yang sangat tersohor dalam dunia persilatan... sekalipun aku ingin membinasakan dirimu, tapi aku tak menyaksikan kau hancur ditangan perempuan rendah itu, bila percaya pada perkataanku maka janganlah berhubungan dengannya lebih baik lagi kalau sekali tusuk kau bereskan nyawanya"
Baru saja perempuan bercodet ini menyelesaikan kata- katanya, mendadak tampaklah sesosok bayangan hitam berkelebat lewat menyusul kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun Wan-hong-giok menerjang tiba, kaitan kemalanya yang berwarna hijau dengan membiarkan seretetan cahaya yang menyilaukan mata langsung mengurung sekujur badan musuhnya.
Menghadapi datangnya serangan yang amat gencar itu, si- Nio tertawa seram bentaknya:
"Perempuan anjing yang tak tahu malu sekalipun ilmu silat lo-nio cuma biasa biasa saja, tapi untuk menghadapi manusia macam dirimu, masih belum terpandang sebelah matapun bagi aku."
seraya membentak, pedang pendeknya diayun kedepan dan menyongsong tibanya serangan kaitan kemala itu dengan jurus Ki-hweliau-thian (mengangkat obor membakar langit).
"Traaang... Traaaag " bentrokan demi bentrokan berkumandang tiada hentinya, diantara deringan nyaring danpercikan bunga api, kedua belah pihak sama-sama telah melancarkan tiga buah serangan berantai.
setelah lewat tiga gebrakan kedua belah pihak mulai sadar bahwa mereka telah bertemu dengan musuh tangguh, maka merekapun lantas mengerahkan semua ilmu simpanan yang dimilikinya untuk saling merebut posisinya yang lebih menguntungkan.
selama dua orang perempuan itu bertarung sendiri, Hoa- ln- liong hanya bergendong tangan sambil menonton dengan senyuman dikulum, ia tidak mencegahpun tidak ikut campur.
Tiba-tiba terdengar si- Nio membentak keras, pedang pendeknya dibabat kemuka untuk mengunci serangan kaitan kemala musuh. menyusul kemudian ia maju sambil melepaskan cengkeraman maut dengan tangan kirinya.
Desingan jari tangan memekikkan telinga, hebat dan ganas serangan mendadak itu.
Wan- Hong- giok tidak menyangka kalau pihak musuh telah melancarkan serangan dengan jurus sehebat itu, ketika dilihatnya cakar setan yang hitam pekat, panjang dan runcing itu tahu-tahu sudah mengancam diatas pinggangnya, ia jadi terkejut, untuk sementara waktu posisinya jadi terdesak. ketenangan hatinya jadi buyar dan ia kelab akan setengah mati.
Menyaksikan kejadian tersebut, Hoa ln liong segera berseru dengan suara lantang: "Hembusan angin menggoyangkan pohon liu, bulan purnama ada diangkasa.."
Begitu mendengar kata "hembusan angin", serentak Wan Hong- giok menggoyangkan pinggangnya, senjata kaitan kemala yang mengayun ke atas persis bergerak dengan gaya "Bulan purnama ada diangkasa", dengan begitu serangan maut yang dilancarkan si Nio itupun dapat dihindari dengan sangat gampang.
sudah tentu si Nio jadi marah sekali karena serangannya gagal, ia membentak keras: "Bajingan cilik, kau punya rasa malu tidak?"
"HHaaah....haaahh haaahhh..,.sayangkan rasanya kalau
nona secantik ini harus mati dalam usia, muda?" sahut Hoa in- liong sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendengar jawaban itu, Si Nio mulai mempertimbangkan keadaan dihadapannya, ia berpikir:
"Jika bocah ini membantunya, sudah pasti aku tak akan berhasil untuk singkirkan budak anjing itu dari muka bumi "
Terbayang akan kelihayan musuhnya, semangat tempur perempuan bercodet ini jadi kendor, dia pun lantas bermaksud untuk mengundurkan diri
Berbeda dengan Wan Hong-giok, ia tampak merasa sangat bangga, senjata kaitan kemalanya diayun berulang kali melancarkan serangkaian serangan berantai, ini memaksa Si nio harus mundur berulang kali kebelakang..
Dalam waktu singkat Wan Hong-giok sudah berada diatas angin, dengan jurus Gwat-im-si-shia (bayangan bulan bergeser kebarat), cu-lian-to-cian (Menggulung naik kerai mutiara) dan IHoa-im-hud kiam (bayangan bunga menyapu pedang) senjata kaitan kemalanya seperti gulungan ombak disungai Tiang kang menggulung dan melanda keluar tiada hentinya. Serangan-serangan gencar itu kontan saja mengurung Si Nio dalam kepungan, saat itu dia hanya mampu bertahan tanpa berkekuatan untuk melancarkan balasan, lama- kelamaan perempuan bercodet itu jadi naik darah, ia meraung, berteriak dan marah-marah besar.
Mendadak Wan Hong-giok membentak nyaring ia mengayunkan tangan kirinya kedepan, sebatang jarum emas beracun secepat kilat menyambar ke muka dan mengancam tubuh perempuan bercodet itu.
si Nio berpekik nyaring, dia sampok rontok. jarum emas itu dengan pedang pendeknya menyusul gerakan itu membabat ke depan membacok pergelangan tangan kiri sang nona.
"Traaang. " Wan Hong-giok segera menangkis bacokan
pedang itu dengan kaitan kemalanya, kemudian tangan kirinya kembali diayun ke depan.
si Nio kuatir disergap dengan jarum beracun lagi, buru-buru dia bersih kesamping untuk menghindarkan diri, siapa tahu kali ini wan Hong giok cuma menipu belaka, tiada jarum beracun yang disambit keluar dengan gerakan itu.
Diam-diam si Nio jadi mendendam karena tertipu, baru saja dia akan menyerang lagi dengan pedangnya, tiba-tiba kilatan cahaya emas menyambar datang dari depan.
sekarang tak sempat lagi bagi si Nio untuk menangkis serangan kilat itu, apa boleh buat terpaksa ia harus menjatuhkan diri keatas tanah dan bergelinding kesamping.
Wan Hong-giok tertawa terkekeh, senjata kaitan kemalanya tiba-tiba disapu keudara dan menciptakan lapisan cahaya hijau yang tebal untuk mengurung sekujur badan lawan.
Paras muka Hoa In-liong berubah hebat, ia tak sangka kalau Wan Hong-giok memiliki andalan lainnya kecuali ilmu kaitan Ciang cang-kau hoat-yang lihay itu.
Ketika dilihatnya posisi si- Nio sangat berbahaya dan jiwanya terancam, dengan cemas dia lantas berkata.
"Mengikat kaki sukma gentayangan, lima setan"
Dengan luka panah diatas tumitnya, gerak gerik si Nio ketika itu kurang leluasa ketika menyaksikan bayangan kaitan menyelimuti angkasa dan ia tak mampu untuk menangkis lagi, perempuan bercodet itu lantas mengira bahwa jiwanya bakal melayang. Maka sungguh girang hatinya ketika secara tiba tiba ia mendengar seruan.
"Mengikat kaki sukma gentayangan" itu, serta merta pedang pendeknya dibabat kemuka membacok sepasang kaki Wan Hong giok sementara tangan kirinya seperti cakar setan mencengkeram pinggang nona itu.
Bacokan maupun cengkeraman itu semuanya cuma menggunakan jurus serangan yang amat sederhana, tapi lihay setelah digunakan berbareng bukan saja dapat selamatkan diri dari bahaya maut, dapat pula menyerang musuhnya, boleh dibilang serangan itu tepat dan manis sekali untuk mematahkan ancaman dari sang nona baju merah.
Wan Hong-giok naik darah, ia merasa yaa mendongkol yaa gemas, segera teriaknya keras: "Kunyuk sialan sebenarnya siapa yang kau bantu??"
"Haaah haaah haaah maaf nona, aku tidak bernama kunyuk sialan, namaku adalah Pek-khi " cepat Hoa in-liong membenarkan sambil tertawa. Wan Hoig-giok semakin marah, teriaknya lagi:
"Dari pada kau bantu perempuan jelek itu, mengapa tidak terjun sendiri kedalam gelanggang?"
"Nona manis, aku tak berpihak kepada siapa-siapa, tidak membantu satu pihak. aku hanya bertindak untuk keadilan belaka" kata Hoa in-liong seraya tertawa.
"Traang... Traaang..." bentrokan- bentrokan nyaring kembali berkumandang memenuhi angkasa, dalam bentrokan antara pedang dan senjata kaitan kali ini, tubuh kedua orang itu sama-sama tergetar keras lalu mundur selangkah kebelakang, dengan begitu pertarunganpun segera terhenti.
Wan Hong-giok lantas berpaling dan memandang sekejap sianak muda itu, kemudian dia mengomel.
"Hey orang she-Pek. apakah engkau tidak merasa sedikit kebingungan dengan kejadian ini??" Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. la tidak menjawab malahan pikirnya dalam hati:
"Ehmm memang kuakui Wan Hong-giok berparas cantik jelita, berperawakan padat dan langsing, dia tak malu disebut perempuan cantik dengan daya tarik yang besar, tak aneh kalau orang memberi julukan Giok-kou Niocu kepadanya "
Berpikir sampai disini, tanpa terasa lagi dia mengerling penuh arti kearah nona itu dan mengamati potongan tubuhnya yang padat, ramping dan mempesonakan hati itu tanpa berkedip.
Kebetulan segulung hembusan angin harum berhembus lewat dan tercium oleh pemuda itu. seperti orang yang mabok. Hoa In- liong kontan memuji
"Ehmmni harum menyegarkan" Kembali ia mencium
udara disekitar tempat itu beberapa kali, kemudian gumamnya:
"Baju dalam, baju luar... pupur... gincu bunga eehmm
inilah bau bunga"
sedikitpun tak salah, dibalik baju dalam Wan- Hong- giok memang terdapat sekuntum bunga, maka ketika nona itu melihat tebakannya tepat, dia lantas tertawa cekikikan, kemudian sambil mengerling genit katanya:
"Tajam benar penciumanmu, tak kusangka kau bisa membedakan bau harum itu dengan tepat"
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. tangan kirinya membenarkan letak pedang, tangan kanan membetulkan bajunya lalu menjawab:
"Haaahhh haaahhh... haaahhh kalau kau menanyakan
tentang lain, aku pasti menyerah Tapi kalau soal perempuan...
aku memang memiliki kepandaian khusus" "oooh kiranya seorang ahli perempuan yang
berpengalaman maaf, maaf."
Dalam hati si nio menyumpah setelah dilihatnya laki perempuan itu kembali main mata sambil bercakap-cakap. mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya. ia lantas berpikir: "Aduh celaka, kedua orang ini yang seorang adalah perempuan jalang yang cabul, sedangkan yang iain adalah seorang jago bermain perempuan jikalau mereka sampai bekerja sama, bukankah selembar jiwaku bakal melayang?" ^
Berpikir sampai disini hatinya jadi amat terperanjat maka tanpa memperdulikan rasa sakit pada tumitnya lagi, dia segera melarikan diri terbirit-birit dari sana.
Menyaksikan perbuatan perempuan bercodet itu baik Hoa In liong maupun wan Hong-giok saling berpandangan dan tertawa tergelak. saat itu juga sikap permusuhan diantara mereka berduapun tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Dalam pada itu sinar sang surya telah memancar diempat penjuru, suasana disana sepi hening dan tak nampak sesosok bayangan manusia.
setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu Hoa In- liong lantas tertawa dan berkata:
"Kini tinggal kita berduaan"
"Kalau berduaan lantas mau apa?" sahut Wan-Hong-giok dengan lirih, meski wajahnya telah berubah jadi merah jengah.
"Mau apa? Tentu saja berbicara dari hati kehati" sahut sianak muda itu cepat.
Wan Hong-giok tertawa manis, berhadapan dengan Hoa in- liong yang gagah dan romantis ini, entah apa sebabnya jantung terasa berdebar keras suatu perasaan jengah yang belum pernah muncul dari hatinya mendadak menyelimuti diri nona itu.
Ia agak tertegun, tapi akhirnya dengan muka termangu dia meloncat naik keatas punggung kudanya.
" Engkau akan pergi nona?" tegur Hoa In-liong dengan alis mata berkenyit suaranya tajam.
Wan Hong-giok tertawa dan mengangguk namun ia tetap membungkam tanpa menjawab. Hoa In-liong segera memutar sepasang biji matanya sambil tertawa merdu katanya lagi: "Nona, aku lihat kudamu ini adalah seekor kuda jempolan, bila kau larikannya kencang-kencang niscaya aku tak akan mampu menyusulmu lagi.."
Wan Hong-giok tertawa, dengan penuh kasih sayang ia membelai bulu surai kuda merahnya itu-jalu menjawab:
"Kuda ini memang termasuk sejenis kuda jempolan dari jenis yang istimewa, meski banyak kuda jempolan dalam dunia persilatan, tapi tiada seekor pun diantaranya yang sanggup menandingi kehebatan kuda merahku ini " Hoa In-liong
tersenyum.
"Nona kau bernama Hong-giok. gemar memakai busana merah, gemar pula menunggang kuda jempolan, suatu perpaduan yang amat serasi, kecantikan kegagahan nona pasti akan menjadi berita hangat dalam dunia persilatan "
Perempuan mana yang tak suka dipuji? Wan Hong- giok merasakan hatinya jadi manis dan gembira, meski tidak berbicara apa-apa namun senyumnya cukup mempesonakan hati.
serta merta tempat duduknya bergeser kedepan dan menyisihkan separuh bagian pelananya menjadi kosong, tampaknya ia memang sengaja memberikan tempat itu untuk Hoa In- liong.
Dengan langkah lebar Hoa In- liong menghampiri si nona cantik itu, lalu bertanya sambil tertawa:
"Nona, siapa nama kuda jempolanmu ini?"
"Dia bernama Hong-ji" sahut Wan Hong- giok sambil memandang awan merah diangkasa, lirih sekali suaranya
BAB 4
SUATU senyum misterius tiba-tiba menghiasi wajah Hoa In- liong, seperti orang baru mengerti ia berkata:
"oooh.Jadi nona memanggil kuda itu sebagai Hong-ji? Tapi kalau menurut perasaan saya kuda jempolan berbulu merah darah semacam ini lebih pantas kalau dinamakan Liong-ji" Menyinggung soal "Liong-ji" tiba-tiba kuda merah itu mendepak-depakkan kaki sebelah depannya ke atas tanah dan meringkik panjang seperti kegirangan, hampir saja gerakan tersebut mementalkan tubuh Wan Hong- giok jatuh dari atas pelana kuda.
Wan Hong-giok berteriak kaget, dalam gugupnya cepat dia goyangkan pinggul dan bersalto beberapa kali sehingga kakinya berhasil mencapai permukaan tanah dengan selamat, untung tidak sampai terbanting keras.
Terdengar seorang tertawa terbahak-bahak menyusul kuda itu meringkik panjang, diantara derak kaki kuda dan suara keleningan yang tajam sesosok bayangan merah bagaikan gulungan puyuh telah meluncur kedepan.
Pada mulanya Wan Hong-giok agak tertegun menyusul kemudian la jadi malu bercampur gusar, air mata sampai bercucuran membasahi pipinya sambil mendepak-depak kakinya keatas tanah teriaknya dengan lantang:
"Manusia she-Pek, kau seorang laki-laki tulen atau bukan?"
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, kuda merah itu lari bagaikan terbang, dalam sekejap mata mereka sudah mengitari tanah perbukitan itu satu kali dan berlari ketempat semula.
"Nona manis, kau tak boleh menyalahkan aku" demikianlah pemuda itu seru sambil tertawa " Kalau ingin menyalahkan maka salahkanlah saja Hong-ji mu itu" Kembali dia membelokan kudanya itu untuk berlarian menuju kearah sebelah timur.
Air mata yang bercucuran membasahi wajah wan Hong- giok seperti hujan gerimis ia berteriak serak:
"Bocah keparat, walaupun ini hari aku harus mengorbankan selembar jiwaku, tak nanti akan ku biarkan kau si keparat busuk berhasil melarikan diri dari sini" Dia melompat kedepan, kemudian menerkam si anak muda itu dengan garangnya.
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, gelaknya: "Haaah....haaaah haaaah nona manis, galak amat kamu
ini Kalau begini galak. siapa yang berani mempersunting dirimu??"
Tangan kirinya dikebaskan kemuka, dan tahu-tahu ia sudah cengkeram pergelangan tangan Wan- Hong- giok.
Merasakan tangannya dicengkeram, nona baju merah itu menggertak giginya, kaitan kemalanya ditekan kebawah dan langsung membacok batok kepala lawannya.
Apa mau dikata cengkeraman Hoa In- liong amat kencang, mendadak terasalah segulung tenaga besar mengalir masuk lewat lengan kirinya dan sekejap mata menyebar keseluruh penjuru tubuhnya seketika itu juga Wan Hong-giok merasakan sekujur badannya jadi lemas tak bertenaga, dan tahu tahu senjata kaitan kemala yang berada ditangan kanannya sudah kena dirampas pula oleh pemuda tersebut.
Dalam pada itu kuda jempolan berbulu merah itu masih berlarian dengan cepatnya, Hoa In-liong duduk mantap diatas pelananya sambil tertawa tergelak tiada hentinya, dengan demikian tubuh Wan Hong-giok yang kena dicengkeram pun ikut terseret oleh larinya kuda itu hingga terbawa jauh ke depan.
Mendadak sianak muda itu menyentak tubuh nona baju merah itu keudara, setelah diputar satu dua kali diangkasa siap melemparkan tubuh nya kedepan.
sejak dilahirkan sampai saat itu, belum pernah Wan Hong- giok mendapat penghinaan dan perlakuan kasar seperti saat ini, ia jadi malu, sedih bercampur marah, air mata yang bercucuran semakin deras lagi.
Berada dalam keadaan seperti ini, hanya ada satu ingatan saja dalam benaknya, yakni bunuh diri dan cepat-cepat melepaskan diri dari cengkeraman musuh, lebih baik lagi kalau bisa mampus dihadapan " keparat- busuk" yang mengaku she- Pek ini.
sebelum tubuh sinona baju merah itu terlempar kedepan, mendadak satu ingatan terlintas dalam benak pemuda itu, ia segera membatalkan niatnya itu, mendadak lengannya disentakkan ke bawah dan melemparkan tubuhnya ke atas pelana tepat dibelakangnya.
Menghadapi kejadian seperti ini, Wang Hong-giok kelihatan agak tertegun, tiba-tiba sambil menggertak gigi ia totok jalan darah Leng-thay-niat di tubuh Hoa In-liong dengan jari tangannya yang kaku bagaikan sebatang tombak.
Jalan darah Leng-thay-hiat letaknya berada di-atas punggung, padahal waktu itu mereka menunggang satu kuda dan duduk di atas satu pelana, bukan pekerjaan yang susah bagi si nona itu untuk menotok jalan darah dipunggung orang.
Apa mau dikata seolah-olah Hoa In-liong mempunyai mata dibelakang kepalanya, baru saja ia menotok jalan darah tersebut, sikut kanannya sudah menyodok ke belakang dan menumbuk di atas pinggang Wan Hong-giok.
Dan satu hal yang lebih hebat lagi, ternyata sodokan tersebut dengan telah menghajar jalan darah tertawa siiu-yau- hiat dari nona itu,
sekujur badan Wan Hong-giok gemetar keras, kontan badannya jadi lemas tak bertenaga, tak kuasa lagi ia tertawa tergelak dengan kerasnya...
Hoa In-liong yang binal tidak berhenti sampai disitu saja, dasar ia paling suka menggoda kaum wanita, begitu sang nona tertawa tak hentinya, ia lantas menarik tubuhnya kedepan dan mendudukkannya didepannya, kemudian ditaboknya pantat sinona keras-keras.
Diperlakukan seperti ini, wan Hong-giok hanya bisa menangis sambil tertawa, teriaknya dengan parau:
"Orang she-Pek. hati-hati saja kau, bila terjatuh ketanganku, nonamu akan membeset kulit badanmu daa membetot keluar otot-otot badanmu agar kau menderita lebih hebat"
"Haaaah....haaaahh,...haaaahh..,." Hoa In-liong tertawa tergelak, keras dan nyaring suaranya, "mau beset kulit membetoti otot terserah padamu, dan urusan itu kan urusan dikemudian hari, yang pasti pada saat ini kau adalah seorang begal kuda. maka saya harus baik-baik menabok pantatmu yang bulat ini"
Benar juga, pemuda itu lantas menghajar pantat Wan Hong- giok tiada hentinya.
oleh sebab jalan darah siau-yan-hiatnya tertotok. wan- Hong- giok tertawa terus tanpa bisa berhenti, ia jadi malu bercampur marah, apalagi setelah mendengar tuduhan sang pemuda yang mengatakan dia sebagai seorang "Begal kuda" kemarahan langsung berkobar, teriaknya dengan nada marah.
"Bocah busuk. siapakah yang menjadi begal kuda? Hayo cepat turunkan aku, nona hendak menuntut suatu keadilan darimu"
sewaktu mengucapkan kata-kata itu, Wan- Hong giok menggigit bibirnya kencang-kencang, seakan akan ia merasa sangat penasaran dengan tuduhan tersebut. Hoa-in-liong jadi terperanjat diapun lantas berpihir:
"Aneh benar liong-be milikku ini sangat pintar dan mengerti percakapan manusia, sampai sekarangpun masih kutinggal dalam rumah penginapan, kalau bukan dicuri olehnya, dari mana bisa sampai disini?"
Haruslah diketahui, meskipun Hoa- In- liong itu binal dan tak pakai aturan, namun kecerdikan otaknya setingkat lebih hebat daripada orang lain, kalau bukan lantaran begitu tak nanti Bun Thay kun akan membebankan tugas yang sangat berat ini kepadanya.
Ketika bertemu dengan "Liong-ji" miliknya tadi, bukan saja ia sudah mengenali kembali bahwa kuda merah itu adalah kuda miliknya, bahkan diapun menaruh curiga bahwa Wan Hong-giok adalah sekomplotan dengan musuh-musuhnya.
sebab kemunculan nona baju merah itu bertetapan waktunya ketika ia terkurung dan pemanah-pemanah gelap baru saja melarikan diri dari sana, ia lantas curiga kalau jejaknya sudah ketahuan orang dan rumah penginapannya telah diserbu musuh.
sebab itulah kemunculan Wan Hong-giok dengan menunggang kuda Liong-jinya sebera dianggap sebagai musuh, kalau tidak demikian, tentu saja nona itu tak akan melepaskan si Nio dan majikannya dengan begitu saja.
Tapi sekarang, Wan Hong-giok menunjukkan sikap yang seakan-akan merasa sangat penasaran, sikap semacam itu dengan cepatnya menyapu kembali semua pendapatnya semula, karena tak dapat memecahkan masalah tersebut maka untuk sesaat dia malahan tertegun dibuatnya.
Terdengar wan Hong-giok berteriak kembali dengan suara serak:
"Keparat busuk. kau bernyali tidak? Kalau bernyali hayo cepat bebaskanjalan darah nonamu yang tertotok"
Hoa In-liong tidak segera menjawab kembali dia berpikir: "Kalau toh Liong-ji bukan dicuri olehnya, tentu dia tahu apa
sebabnya Liong-ji bisa kabur keluar dari rumah penginapan, atau mungkin juga ia berhasil mendapatkannya dari tangan orang lain? Kenapa tidak kulepaskan saja nona ini agar bisa dimintai keterangan yang lebih mendalam lagi??"
Berpikir sampai disitu, cepat dia menepuk jalan darah ditubuh Wan Hong-glok dan membebaskan dirinya dari pengaruh totokan tersebut.
Begitu terbebas jalan darahnya yang tertotok Wan Hong- giok segera meloncat bangun, kemudian sambil menuding anak muda itu teriaknya:
"Hayo bicara, siapakah yang kau tuduh sebagai begal kuda? Beri keterangan yang sejelas-jelasnya kepadaku"
Air matanya belum mengering, tapi matanya sudah melotot besar, bibirnya mencibir, sikapnya yang lagi kheki dan mendongkol itu mendatangkan suatu daya pesona yang lain daripada yang lain, membuat nona itu kelihatan lebih menawan dan lebih segar rasanya.
Hoa-in-liong gembira sekali sambil memicingkan matanya dan memperhatikan nona itu tanpa berkedip sahutnya sambil tertawa. "Masa engkau bukan begal kuda?"
Kontan Wan- Hong- giok menyeka air matanya dan langsung berteriak marah. "Bagus, Bagus sekali Kau berani menuduh orang baik-baik sebagai begal kuda? Nona akan beradu jiwa denganmu."
Telapak tangannya disertai desingan angin pukulan yang amat kencang langsung diayun kedepan dan menghajar dada Hoa ln liong.
Si anak muda itu menyentak tali les kudanya dengan cekatan, berhasil melepaskan diri dari ancaman tersebut, sambil tertawa ia lantas berkata lagi:
" Wajahnya memang cantik, perawakan tubuhnya memang menarik sayang nona secantik itu nyata nya seorang pencuri? ooooh sayang, sayang Meski sauya mempunyai perasaan kasihan terhadap kaum lemah, apa daya kalau nona yang lemah adalah seorang begal? Kalau tidak diberi hukuman, apa jadinya diakhir masa...?"
Wan- Hong- giok semakin naik pitam, bukan saja lantaran serangannya mengenai sasaran kosong terutama setelah mendengar tuduhan dari sang pemuda yang bersikeras mengatakan dia sebagai "begal", serangannya makin bertubi tubi, seperti hujan deras dia lepaskan berpuluh-puluh buah pukulan berantai yang semuanya ditujukan pada jalan darah penting disekujur badan pemuda itu.
"Bocah binal, sekalipun harus mempertaruhkan selembar jiwaku hari ini nonamu akan merobek dan mengoyak mulut busukmu yang berbau gombal itu.." sumpahnya dengan gemas.
Meski dibibir Hoa- In- liong selalu berkata akan " memberi hukuman yang setimpal", namun kenyataannya dia hanya berkelit dan menghindar terus tanpa membalas.
Akhirnya timbul juga sifat binalnya, ia tidak lagi berusaha untuk menanyakan dari mana nona itu dapatkan kuda "Liong ji" nya malahan sambil berkelit godanya seraya tertawa:
"Hoore betul, ucapanmu memang tepat, sudah lama
bibirku ini tak pernah mencium bau gicu dan pupur, lebih baik kau koyak-koyak saja sehingga tak sampai mengilar dan kehausan sampai tak bisa ditahan lagi " Merah padam wajah Wan Hong-giok setelah mendengar perkataan itu, ia membentak lalu menerjang kemuka bagaikan burung walet, sambil menerkam ketubuh Hoa In-liong makinya: "Jangan mengaco belo terus, Nih Coba rasain dulu kelihayan darijari tanganku"
Lengan kirinya berputar setengah lingkaran, lengan kanan tiba-tiba menerobos keluar dari balik lingkaran bayangan itu dan menyodok kemuka langsung mengancam wajah sang pemuda.
Hoa In-liong terbahak-bahak. la miring ke samping untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut, menyusul mana lengan kirinya digaet kedepan dan merangkul tubuh Wan Hong-giok sehingga terjatuh kedalam pelukannya.
"Haaahhh haaahhhh....haaahhh meski jari tanganmu
lentik dan menarik hati, aku rasa lebih sedap mencium bau harumnya gincu" katanya dengan cepat, " biarlah kucicipi saja harumnya gincu itu"
Pelukannya segera diperkencang, disusul dia tundukan kepalanya dan mencium bibir Wan Hong giok.
sungguh terkejut tak terkirakan nona baju merah itu menghadapi sergapan yang tak terduga itu, bibirnya terbuka hendak menjerit, apa mau dikata sebelum jeritannya berkumandang, bibir Hoa ln liong bagaikan harimau kelaparan sudah menempel diatas bibirnya.
sebagaimana diketahui semenjak kecil Hoa In liong sudah terbiasa hidup diantara kerumunan kaum nona, soal peluk memeluk dan cium mencium siiih merupakan keahlian khusus baginya, tak heran kalau semua gerak-geriknya disaat ini begitu luwes dan terlatihnya hingga tak nampak kegugupan maupun kepanikan.
Baru saja Wan Hong-giok tertegun, tiba-tiba ia merasakan munculnya lidah lawan seperti seekor ular lintah menggelitiki masuk kedalam bibirnya, kenyataan ini membuat darahnya mengalir makin kencang dan jantungnya berdebar keras, dia ingin menampik, apa daya lemas tak bertenaga, seakan-akan dara itu kehabisan tenaga saja maka akhirnya diapun pasrah. Meski Wan Hong-giok tersohor sebagai Giok-kou-Niocu, hakekatnya dia masih seorang perempuan tulen, jangan dilihat tingkah lakunya agak genit dan tak menurut adat namun soal peluk memeluk apalagi dalam hal cium mencium boleh dibilang belum pernah dilakukan olehnya.
Tidaklah heran kalau ia jadi gugup dan kelabakan setelah menghadapi kejadian yang mengejutkan hatinya ini.
Bibir seorang dara dikatakan paling sensitip itu memang benar sebab dari sanalah birahi seorang dara gampang ditimbulkan apalagi bila tersentuh oleh bibir lawan jenisnya.
Masih mendingan bila Wan Hong-glok hanya bertemu dengan laki-laki biasa apa lacur Hoa ln liong adalah seorang ahli perempuan yang berpengalaman ujung lidahnya yang menggelitik, gelitik bibir nona itu seketika mendatangkan suatu perasaan yang aneh sekali bagi Hong-giok. serta merta timbul pula suatu perasaan aneh yang belum pernah dijumpai sebelumnya, maka tak kuasa lagi ia balas menjulurkan lidahnya dan saling menggelitiki dengan lidah lawan lama kelamaan timbullah suatu perasaan yang kian lama kian bertambah nyaman.
Mendadak. dikala Wan Hong-giok sudah benar-benar
kesemsem dan dibuat lupa daratan oleh permainan "urlik" tersebut, Hoa In-liong menarik kembali lidahnya sambil mendorong nona itu ke-belakang, sesudah itu ujarnya sambil tertawa:
"Ehmm,,.nona Wan, gincumu memang berbau harum, aku betul-betul merasa amat beruntung bisa mendapat kesempatan untuk menikmati keharuman lidah nona"
Mula-mula Wan Hong-giok agak tertegun, menyusul kemudian ia merasa gemas bercampur kheki, langsung dia ayun kepalannya untuk memukul. "Kau...kau " serunya
gemas.
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. dengan mudah dia tangkap sepasang kepalan nona itu, kemudian katanya lagi: "Nona tak usah marah, baik luar maupun dalam aku betul- betul seorang keparat busuk yang tulen, sekarang semestinya nona terangkan padaku dari mana kau dapatkan Hong-ji ini??"
Diperlakukan seperti ini oleh seorang pemuda asing, Wan Hong-giok merasa yaa marah ya kheki juga, kalau bisa dia ingin menjotos pemuda itu sehingga gepeng seperti kueh apem, tapi sayang kungfunya tak mampu menangkan lawannya, maka ia cuma bisa menahan hawa amarahnya belaka.
" Keparat busuk" makinya marah-marah, "sekali keparat busuk. selamanya kau memang keparat busuk. mau apa kamu?" Hoa In-liong tersenyum.
"Nona mempunyai sepasang mata yang jeli, dan lagi memperlakukan istimewa terhadap seorang keparat busuk macam aku, sekalipun aku kasar dan tak becus, perlakuan apa yang bisa kulakukan terhadap nona? Aku tidak meminta yang berlebihan, hanya sudilah kiranya nona bersedia untuk menerangkan kepadaku, darimana kau dapatkan Hong-ji ini, maka pemberitahuan nona itu akan membuat aku melasa amat berterima kasih"
Wan Hong-giok yang sudah mendongkol semenjak tadi, tiba-tiba melejit kemudian menumbuk ke dada Hoa In-liong.