Bantuan saluran dana dari para enghiong telah saya salurkan karena beliau butuh biaya cepat untuk kemoterapi, kita doakan sama-sama agar penyakit beliau cepat diangkat. Open Donasi masih tetap akan saya lakukan sampai pertengahan bulan september🙏

Neraka Hitam Jilid 14

Jilid 14

Kepandaian melepaskan racun dari wilayah Biau terhitung tiada tandingannya didunia saat ini, semenjak Kiu tok siau ci mengundurkan diri dari keramaian keduniawian, secara resmi Lan hoa siancu lah yang memangku jabatan ketua perguruan, lewat penyelidikan yang tekun, ilmu beracun yang mereka miliki telah disempurnakan sedemikian rupa hingga memperoleh kemajuan yang pesat sekali.

Betul diwajahnya Cho Thian hua bersikap seolah-olah tidak pandang sebelah matapun terhadap perempuan-perempuan suku Biau itu, sesungguhnya ia tak berani bertindak gegabah, tanpa persiapan yang benar-benar sempurna bahkan diapun tak akan berani menembusi pertahanan lapisan racun mereka secara sembarangan. Begitulah terdengar Li hoa siancu dengan perasaan cemas berseru, “Taysu, cepat gunakan kesempatan ini untuk membinasakan setan tua tersebut!”

“Lolap mana boleh mencari keuntungan dikala orang lain belum siap?” pikir Goan cing taysu.

Berpikir demikian, ia lantas gelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata, “Sekalipun Cho Thian hua sudah keracunan, namun tenaga serangannya masih cukup mengerikan, tak boleh diserang secara gegabah!”

Menyaksikan Goan cing taysu enggan manfaatkan kesempatan baik itu, diam-diam Lan hoa siancu merasa gemas bercampur mendongkol sehingga menggertak gigi kencang- kencang, diam-diam makinya dihati, “Hwesio goblok, hanya membuang buang tenagaku saja dengan percuma”

Bagaimanapun juga Goan cing taysu pernah menyelamatkan jiwa mereka semua, maka ia merasa tak enak hati untuk mendapratnya secara terang-terangan.

Sebagaimana diketahui, selamanya Biau-nia Sam-sian bertindak menurut suara hati mereka sendiri, peraturan dunia persilatan boleh dibilang tidak berlaku bagi mereka, sekalipun begitu merekapun merasa tak enak untuk memaksa Goan cing taysu untuk turun tangan.

Selain daripada itu, merekapun mengerti bahwa apa yang diucapkan Goan cing taysu ada benarnya juga, seekor ular kecilpun ingin hidup terus, apalagi manusia.

Betul Cho Thian hua sudah keracunan, tapi manusia lihay itu masih tak boleh dipandang enteng, selain daripada itu, mereka bertiga pun sadar bahwa kekuatan gabungan mereka masih belum sanggup untuk menerima serangan terakhir darinya, maka dari itu dengan perasaan apa boleh buat terpaksa mereka membiarkan Cho Thian hua bersemedi untuk mendesak keluar sari racun dari tubuhnya, Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu tampaknya mereka tidak tenteram, ia segera berkelebat kebawah dan mendekati ke samping Cho Thian untuk bersiap siaga menghadapi segala sesuatunya yang tak diinginkan.

Menyaksikan gerakan tubuhnya yang sangat cepat itu, Biau-nia Sam-sian Kembali merasa terperanjat, mereka tak menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki Kok See-piau saat ini ternyata sedemikian sempurnanya.

“Suheng, bagaimana perasaanmu? tanya Kok See-piau dengan suara yang lirih.

Tiba-tiba Cho Thian hua melototkan sepasang matanya bulat-bulat, lalu menjawab dengan sinis, “Hmm, kalau cuma sedikit racun begini, memangnya bisa mengapa- apakan diriku?”

Tangan kanannya segera diluruskan ke depan dengan jari telunjuk direntangkan ke depan, lalu bawa murninya dikerahkan untuk menembusi kulit ujung jarinya, tampaklah darah berwarna hitam setetes demi setetes menetes keluar tiada hentinya.

Ketika menyentuh lantai, berbunyilah suara gemerincing seperti suara tembaga yang beradu, dari sini dapat diketahui betapa keras dan hebatnya sari racun tersebut.

Setelah setetes, kembali meleleh keluar setetes, kemudian secara beruntun keluar dari belasan tetes darah hitam, saat itulah darah yang hitam sudah mulai berubah menjadi merah, tetesan yang keluar pun kian lama kian bertambah pelan sebelum akhirnya berhenti sama sekali.

Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan ini berlangsung hampir sepernanak nasi lamanya.

Kok See-piau mendengus, katanya, “Biar siaute yang membekuk tiga orang perempuan rendah itu!”

“Tak usah sute, serahkan saja kepadaku” jawab Cho Thian hua.

Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Goan cing tasyu, kemudian menambahkan, “Goan cing, kau telah menyia- nyiakan suatu kesempatan yang sangat baik….”

Goan cing taysu mengerutkan dahinya, lalu berkata dengan tertawa, “Maaf, pinceng tidak mengerti dengan apa yang sicu maksudkan”

Cho Thian hua tertawa, katanya, “Sekalipun kalian cuma berpura-pura sok jujur dan sok berbelas kasihan, cuma lohu tetap menerima maksud baik itu, pokoknya aku tak akan membuat menjadi penasaran!”

Senyumannya tiba-tiba lenyap, sambil berpaling ke arah Biau-nia Sam-sian ia mendengus dingin.

Mendesak keluar racun yang dilepaskan pihak Kiu tok sian ci dengan pengerahan tenaga dalam, boleh dibilang Cho Thian hua merupakan orang pertama yang melakukannya, terhadap kemampuan musuh yang amat dahyat itu, diam-diam Biau-nia Sam-sian merasa amat terkesiap. Kendatipun demikian, mereka enggan menunjukkan kelemahannya dihadapan orang lain, melihat sikap musuh, Lan hoa siancu segera berseru dengan dingin, “Berpura-pura hebat, menggertak orang biar takut, tak mungkin gertakanmu itu menjerikan hati kami, Ingat saja, hutang ini setiap saat pasti akan ditagih oleh kami orang-orang dari Hu hiang kok”

Cho Thian hua mendengus gusar, agaknya ia berniat untuk turun tangan, akan tetapi berhubung ia sudah kehilangan banyak tenaganya dikala mendesak keluar sari racun dari tubuhnya, dan lagi iapun tahu bahwa Goan cing tasyu tak akan berpeluk tangan belaka, sebelum tenaga dalamnya pulih kembali seperti sedia kala, ia tak berani turun tangan secara gegabah.

Sambil menekan rasa gusarnya yang meluap-luap, dia ulapkan tangannya seraya berseru, “Mari kita selesaikan dulu upacara yang tertunda, bagaimanapun juga perempuan- perempuan itu tak bakal sanggup melarikan diri dari sini”

Setelah melirik sekejap kearah Biau-nia Sam-sian dengan pandangan menyeramkan, bersama Kok See-piau ia berlalu meninggalkan tempat tersebut.

Biau-nia Sam-sian pun segera menarik kembali jebakannya dan bersama-sama Goan cing tasyu dan Coa Wi-wi menggabungkan diri dengan para pendekar lainnya.

“Ibu… !” dengan gembira Coa Wi-wi memanggil ibunya

sambil menubruk kedalam pelukan Coa hujin.

Oleh karena kekuatan musuh jauh lebih tangguh dan jauh diluar dugaan, semua orang tak sempat untuk membicarakan soal yang lain lagi. sekembalinya ke barak sebelah barat, Bong Pay segera bertanya, “Tasyu, sanggupkah kau untuk menangkan Cho Thian hua?”

Goan cing tasyu melirik sekejap ke arah mimbar upacara, dimana Kok See-piau sedang melaksanakan upacaranya dengan hikmat, sementara para anggota perkumpulannya yang semula berada didepan mimbar, kini telah beralih ke belakang mimbar sehingga membicarakan tempat tersebut sebagai suatu arena kosong, tampaknya mereka telah bersiap- siap untuk turun tangan.

Goan cing tasyu mengatur sebentar pernapasan-nya lalu menarik kembali sorot matanya, dengan tawa dia menjawab, “Kalau berbicara menurut keadaanku yang lampau, sekalipun tak bisa mengalahkan dirinya, paling tidak masih dapat bertahan seimbang tapi kini hawa murniku sudah berkurang banyak, sekalipun tidak menjadi halangan untuk bertarung dengan jagoan lainnya, tapi untuk menghadapi jago setangguh Cho Thian hua, lama kelamaan tenagaku pasti akan bertambah merosot, aku pikir keadaan tersebut sulit bagiku untuk mengatasinya”

Coa hujin yang mendengar perkataan itu menjadi terkejut, segera serunya, “Kenapa kau orang tua….”

“Inilah yang dinamakan takdir” tukas Goan cing taysu, “buat apa anak Siao musti banyak bertanya?”

Ketika mendengar perkataan itu, rasa murung dan kuatir Bong Pay sekalian bertambah membara, sebetulnya semua orang mengharapkan Goan cing taysu bisa menahan kelihayan Cho Thian hua tapi keadaan tersebut ternyata tidak seperti yang diharapkan, hal mana membuat posisi yang mereka hadapi menjadi bertambah bahaya. Tiba-tiba Coa Wi-wi berkata dengan manja, “Kongkong, bukankah tadi kau mengatakan ada orang yang mampu melawan Hoa bangka terse but, benarkah perkataanmu itu?”

“Tentu saja berar!” jawab Goan cing taysu sambil tersenyum.

Bong Pay yang berada disampingnya menjadi tak tahan, buru-buru tanyanya dengan cepat, “Siapakah jago lihay itu? Apakah tausu bersedia memberitahukan kepada kami semua?” Goan cing taysu tersenyum. “Tentu boleh saja!”

“siapa?” tanya Coa Wi-wi tak sabar lagi. Goan cing taysu memandang sekejap ke arah semua orang yang hadir disitu, kemudian katanya, “Orang itu bukan lain adalah ji kongcu dari keluarga Hoa!”

Begitu ucapan tersebut diutarakan semua orang menjadi tertegun, walaupun mereka sadar bahwa Goan cing taysu tak akan berbicara sembarangan apalagi membohongi mereka, tapi kenyataan tersebut sungguh membuat mereka tak percaya.

Tiba-tiba Hoa Ngo berkata, “Sekalipun tenaga dalam yang dimiliki Liong ji telah peroleh kemajuan yang amat pesat, rasanya tak mungkin ia bisa mencapai taraf yang sedemikian hebatnya bukan?”

“Tentu saja dibalik kesemuanya ini dikarenakan masih ada alasan alasan tertentu…..”

Ketika berbicara sampai ditengah jalan, mendadak ia merasa tak baik untuk menceritakan soal penggunaan Wao kong koan teng yang telah digunakannya untuk menambah tenaga pada diri Hoa In-liong itu kepada semua Orang, maka secara tiba-tiba saja ia menutup mulut. Melihat pendeta itu tutup mulut secara tiba-tiba, semua orang lantas tahu bahwa dibalik kesemuanya itu pasti ada sebab-sebab tertentu, maka merekapun tidak mendesak lebih lanjut.

Dengan nada kuatir dan penuh perhatian Pek Soh gi berkata”

“Liong ji terlalu berani dan sembrono, tentunya ia sudah banyak mendatangkan kesulitan dan kerepotan pada diri taysu?”

“Aaaah…! Kenapa Bong hujin musti berkata demikian….” kata Goan cing taysu sambil tersenyum.

“Taysu, dimanakah Hoa ji kongcu pada saat ini?” mendadak Tam Si bin yang berdiri disamping bertanya.

Haputule bertanya pula.

“Tolong tanya taysu, sampai kapan Hong ji baru akan tiba disini? Kenapa ia tak datang bersama-sama taysu?”

Sekarang ia sedang repot menyembuhkan sekawan jago lihay yang kena racun jahat dari Mo kau, dewasa ini para jago lihay dari para perkumpulan besar telah berkumpul semua di sini, inilah kesempatan yang paling baik baginya untuk menolong mereka serta membebaskan orang-orang itu dari ancaman musuh”

Dengan kening berkerut Ting Ji san segera menimbrung. “Persoalan ini merupakan suatu masalah yang amat besar,

masa boleh membiarkan dia repot seorang diri? Sepantasnya

kalau ia minta bantuan dari rekan-rekan lainnya” “Yaa taysu” kata Ho Kee sian, pula, “apakah kau dapat menjelaskan kepada kami dimanakah Liong sauya berada saat ini, lohu akan segera menyusul kesana”

Sekarang Hoa In-liong sudah menjadi pucuk pimpinan dari para pendekar, ia dianggap sebagai satu-satunya harapan dari semua jago, otomatis ke selamatan jiwanya amat menarik pula perhatian semua rekan-rekan sealiran, maka

berbondong-bondonglah mereka mengajukan pertanyaan.

Goan cing taysu yang harus menghadapi berondongan pertanyaan sebanyak itu menjadi kewalahan, akhirnya diapun tidak berbicara apa- apa lagi kecuali menutup mulut sendiri rapat-rapat.

Mendadak dari balik barak musuh, melompat keluar Sik Ban cuan. Setibanya ditengah arena, serunya kepadanya para pendekar yang berada dibarak seberang, Ku Ing ing berada dimana?

BaIk-Cu Im taysu maupun Haputule jadi tertegun dibuatnya, mereka sudah keheranan ketika dilihatnya Tiang heng Tokoh tidak datang bersama Coa Wi-wi, sebenarnya masalah ini sudah akan ditanyakan sedari tadi tapi karena persoalan Hoa In-liong, urusan itu menjadi tersisihkan untuk sementara waktu.

Setelah pihak Kiu-im-kau menegur secara langsung sekarang, mereka baru mulai gelisah dibuatnya.

Dengan sepasang kening berkerut, Haputule bertanya kepada Coa Wi-wi, “Nona Coa, apakah Giok teng hujin tidak datang?” Belum sempat Coa Wi-wi menjawab, tiba-tiba dari arah mulut lembah terdengar seseorang menyahut dengan suara dingin, “Tiang heng berada disini”

Ketika Coa Wiwi berpaling maka nampaklah dari balik jalan tembus dimulut lembah itu, pelan-pelan muncul Tiang heng Tokoh, di belakangnya mengikuti seorang perempuan cantik berbaju ungu yang berambut panjang dan bergaun panjang pula.

Diam-diam ia merasa amat gelisah, pikirnya, “Aaaii….! Mau apa bibi Ku datang kemari?”

Ia lantas bangkit berdiri untuk menyambut kedatangannya.

Bong Pay, Cu Im taysu serta Hapulule sama-sama beranjak pula dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari barak.

Disebelah sini ia merasa gelissh. Bwe Su-yok yang berada diseberang sanapun tertegun, pikirnya pula.

“Sewaktu berada diluar kota Thian ki sut shia tempo hari, sengaja aku mengikat janji ini, apakah dengan kecerdasanmu masih tak jelas dengan maksud hatiku ini?”

Sementatara itu, Sik Ban-cian telah mengalihkan sinar matanya memandang sekejap kearah Tiang heng Tokoh, lalu sambil tertawa dingin, katanya, “Bagus, bagus sekali, akhirnya kaudatang juga!” Sambil memutar badannya menghadap Bwe Su-yok, ia memberi hormat dari kejahuan lalu berkata, “Harap kaucu menurunkan perintah!”

Bwe Su-yok mengernyitkan alis matanya, dengan memegang toyanya pelan-pelan ia bangkit berdiri. “Kenapa musti merepotkan kaucu?” kata Un Yong ciau tiba- tiba, serahkan saja persoalan ini kepada hamba”

“Dalam keadaan dan situasi semacam ini pun, kaucu merasa perlu untuk memberikan sedikit keterangan dan pertanggungan jawabnya didepan para enghiong yang sedang berkumpul disini” kata Bwe Su-yok dingin.

Un Yong ciau merasa agak tertegun, lalu katanya, “Hamba tak tahu, akan hamba iringi perjalanan kaucu”

Bwe Su-yok manggut-manggut, kedua orang itupun berjalan menuju ketengah arena. Dengan pandangan hambar, Tio heng Tokoh menyapu sekejap sekeliling arena, lalu sambil ulapkan tangannya ia berseru, “Che giok kau boleh kesana”

Pui Che-giok tertegun, kemudian katanya, “Che giok bersedia menemani no……. tootiang!”

Dengan dingin Tiang heng Tokoh berseru, “Bagaimanapun juga kau adalah seorang kaucu dari suatu perkumpulan, bersikaplah seperti dulu, nah pergilah!”

Ketika dilihatnya Pui Che-giok masih berdiri tak bergerak, ia menghela napas dihati kemudian katanya dengan gusar, “Bagaimana pun juga aku sudah bukan majikanmu lagi, kalau kau tak mau turuti perkatanku juga terserah dirimu sendiri”

Mendengar perkataan itu, mula-mula Pui Che-giok agak tertegun, menyusul kemudian air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya, setelah memberi hormat ia berjalan menuju kebarak sebelah barat.

Setelah berjumpa dengan empat orang itu, ia maju menyongsong dengan cepat sambil katanya, “Kalian berempat menonton dulu dari samping, bila nona menjumpai bahaya nanti rasanya belum terlambat untuk turun tangan, sekarang kalian tak perlu untuk maju menjumpai dirinya”

“Bila Pui” kata Coa Wi-wi dengan kening berkerut, “terang- terangan bibiku tak perlu datang, kenapa ia muski datang mencari kesulitan buat diri sendiri?”

Dengan sedih Pui Che-giok menjawab, “Nak, masih banyak urusan yang harus ia selesaikan, kau tak akan mengerti”

Sambil berkata, tak bisa ditahan lagi air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya.

Dengan dahi berkerut Bong Pay segera berkata, “Cepat atau lambat persoalan ini memang harus diselesaikan, biar aku orang she Bong mencari orang-orang Kiu-im-kau untuk mem bicarakan persoalan ini”

Seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke arah Bwe Su- yok.

Buru buru Pui Che-giok berseru, “Bong tayhiap, apakah kau berbuat demikian untuk membalas budi kepadanya?”

Bong Pay berhenti, lalu sahutnya sambil berpaling, “Adakah sesuatu yang tak benar?”

Kiranya ketika ia menderita luka parah dalam pertemuan Kian ciau tay hwe tempo dulu, seandainya tiada selembar daun lengci dari Giok teng hujin, mungkin jiwanya sudah melayang.

Betul kejadian itu sudah lewat puluhan tahun, namun budi kebaikan tersebut masih melekat didalam hatinya, ia merasa budi tersebut harus dibalas walau berada dimana dan kapan saja, Pui Che-giok berkata, “Jika kau ikut munculkan diri, maka suatu pertarungan sengit pasti akan berkobar, dan Kiu-im-kau pasti akan turun tangan lebih dulu, itu berarti besar kemungkinannya perkumpulan ini akan musnah paling dulu dari muka bumi”

“Kalau bisa demikian hal ini lebih bagus lagi!” jawab Bong Pay.

Tapi tahukah kau akan kesulitan yang dialami nonaku?

Bagaimanapun juga ia berasal dari Kiu-im-kau, dia tak ingin menyaksikan Kiu-im-kau hancur berantakan dan musnah dari muka bumi, apalagi kejahatan yang dilakukan pihak Kiu-im- kau tidak terhitung seberapa besar, bila ingin menjadi biang keladi dari semua kejahatan yang berlangsung selama ini, maka kita harus mencari langsung kepada pihak Hian-beng- kau serta Mo kau. Bong tayhiap, bila kau masih teringat dengan kebaikan nona kami, maka kau harus memikirkan pula kepentingan nona kami”

Bong Pay termenung sebentar, kemudian dengan kening berkerut katanya, “Tapi jika pihak Kiu-im-kau membuka serangan lebih dahulu, bagaimanapun juga kita harus menghadapinya dengan sepenuh tenaga”

Pui Che-giok menghela napas panjang.

“Situasi jauh lebih serius dari orangnya, andaikata memang sampai terjadi begini, terpaksa kita pun harus bertindak pula”

Agaknya Bwe Su-yok sendiripun merasakan pikiran-nya gundah dan tak tenang, jarak yang sedemikian pendeknya ternyata harus dilalui dalam waktu yarg relatif cukup lama. Dalam waktu sekian panjang, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, tapi tak sebuah pun diantaranya yang bisa membebaskan simpul mati yang sedang dihadapinya itu,

diam-diam ia menghela napas panjang.

Setelah berdiri tegak, ia memandang sekejap ke arah Tiang heng Tokoh, kemudian dengan nada kesal serunya, “Kau………”

Belum lagi perkataan tersebut dilanjutkan tiba-tiba terdengar suara pekikan yang amat nyaring berkumandang diangkasa dan memotong perkataan tersebut.

Suara pekikan tersebut mengalun diangkasa dan berkumandang tiada hentinya, suara yang panjang dan berkepanjangan membuat seluruh angkasa serasa ikut begetar keras.

Tapi anehnya, walaupun suara pekikan itu amat nyaring, namun dalam pendengaran semua orang justru terasa lembut dan enak di dengar seperti jeritan burung hong atau naga, tak bisa diragukan lagi pekikan nyaring itu jelas berasal dari seorang jago persilatan yang berilmu tinggi.

Setiap jago yang hadir di arena segera berubah wajahnya, mereka tahu bahwa disitu telah kedatangan seorang jago persilatan yang berilmu sangat lihay.

Paras muka Cho Thian hua ikut berubah hebat, tiba-tiba serunya dengan suara lantang.

“Apakah yang datang adalah Hoa Thian-hong?”

Suara pekikan nyaring itu makin mendekat dan akhirnya berhenti, menyusul kemudian seseorang menjawab dengan lantang. Kalau hanya persoalan semacam ini saja buat apa musti merepotkan kehadiran ayahku? Aku adalah Hoa Yang!”

Aaaa, dia adalah Jiko!” jerit Coa Wi-wi kaget.

Bibirnya segera bergetar siap berteriak memanggil pemuda itu.

Tiba-tiba Coa hujin menegur dengan suara dalam. Anak Wi, jangan berisik!

Diantara sekian banyak jago yang hadir disitu, Seng To cu boleh dibilang paling terkesiap, sambil melompat bangun gumamnya seorang diri.

Heran, ternyata bocah muda itu masih hidup, lagi pula tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan sepesat ini, heran, heran, sungguh mengherankan!

Kok See-piau menjadi tercengang dan tidak habis mengerti pikirnya, “Heran, sedari kapan bocah cilik dari keluarga Hoa memiliki ilmu silat selihay ini?”

Berpikir sampai disitu, dengan suara rendah ia pun berbisik, “Asal bocah keparat itu munculkan diri nanti, harap suheng membunuhnya dengan sepenuh tenaga”

“Apa yang musti dikatakan lagi” jawab Cho Thian hua dingin.

Sorot matanya segera dialihkan keatas tebing sebelah timur kemudian bentaknya, “Bocah keparat dari keluarga Hoa, kenapa kau tidak turun kemari?” Sementara itu, semua orang sudah tahu kalau suara tersebut berasal dari puncak tebing sebelah timur, sorot mata mereka semua segera dialihkan ke sana.

Dengan demikian, pertikaian antara Kiu-im-kau dengan Ku ing ing pun menjadi tertunda untuk sementara waktu.

kedengaran Hoa In-liong tertawa nyaring kemudian menegur, “Kau kah yang bernama Cho Thian hua?”

Mendengar ucapan tersebut, dengan kening berkerut Cho Thian hua segera menghardik.

“Bocah keparat, tak tahu adat!”

Hoa In-liong kembali tertawa nyaring, ucapnya, “Orang kuno bilang, hidup berusia tujuh puluh tahun manusia sudah dianggap tua, tahun ini kau berusia dua kali tujuh puluh  tahun, seharusnya boleh dianggap orang tua yang sudah tua, semestinya Hoa Yang harus menghormati kau sebagai seorang locian pwe, sayangnya kau membantu kaum laknat berbuat kejahatan dan mendatangkan bencana bagi umat persilatan, jadinya akupun musti beranggapan lain terhadapmu”

Cho Thian hua menjadi gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, ia mendengus dingin, lalu dampratnya, “Bocah keparat, bau tetekmu saja belum hilang, begitu berani kau sindir lohu dengan kata-kata tak sedap, hmm! Lohu mesti baik-baik memberi pelajaran kepadamu”

Hoa In-liong tertawa terbahak bahak. “Haaahh……haaahh……haaahhh…..kalau ingin pelajaran

silahkan naik sendiri kemari, maaf kalau aku malas turun kesitu” Tak terlukiskan hawa amarah yang berkobar didada Cho Thian hua, dia melirik sekejap ke arah Kok See-piau kemudian katanya “Sute, biar Ih heng naik kesana untuk meringkus bocah keparat tersebut……

“Untuk menghadapi bocah keparat dari keluarga Hoa, kenapa suheng musti menurunkan gengsi sendiri?” jawab Kok See-piau dengan kening berkerut, biar kuutus orang lain saja.

Dengan cepat Cho Thian hua gelengkan kepalanya berulang kali.

“Ilmu silat yang dimiliki bocah keparat itu tidak lemah, aku kuatir orang tak akan mampu mengapa-apakan dirinya”

“Selihay-lihaynya bocah keparat itu, aku tak percaya kalau ia lebih hebat dari pada Leng lam it khi (manusia aneh dari propinsi Leng lam), biar kuutus saja dirinya untuk meringkus bangsat itu”

Cho Thian hua termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya, “Baiklah!”

Kok See-piau lantas berpaling ke arah Leng lam it khi seraya perintahnya, “Harap Koan lojin suka naik ke atas untuk membekuk bajingan cilik itu….!”

0000O0000

56

Nama asli dari Leng lam it khi adalah Cu It koan, jarang sekali umat persilatan mengetahui nama aslinya itu. Berbicara soal ilmu silat, ia termasuk tiga orang terdepan dari perkumpulan Hian-beng-kau, atau dengan perkataan lain, diutusnya jago tua ini oleh Kok See-piau sesungguhnya merupakan suatu kehormatan bagi Hoa In-liong.

Leng lam it khi memberi hormat lalu maju ke depan, tanpa berbicara bayangan tubuhnya segera berkelebat lewat dan lenyap dari pandangan mata…….

Para pendekar dibarak barat yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam merasa kuatir juga bagi keselamatan Hoa In- liong, meski mereka sudah mendengar penjelasan dari Goan cing taysu.

Tak sampai seperminum teh kemudiaa, tiba-tiba tampak Leng lam it khi muncul diatas tebing sebelah timur, dari situ jago tua tersebut berteriak dengan suara lantang, Lapor sinkun, hasil pencarian menunjukkan bahwa bayangan tubuh Hoa Yang telah lenyap tak berbekas”

“Tak mungkin bajingan cilik dari keluarga Hoa itu melarikan diri pikir Kok See-piau.

Berpikir demikian dia lantas mendongakkan kepalanya sambil berteriak keras, “Hoa Yang, kau betul-betul sudah membuat malu orang-orang keluarga Hoa, kalau berani orang sombong, kenapa sebelum bertarung sudah kabur lebih dulu?”

Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang datang dari atas tebing sebelah barat.

Dalam kejutnya, semua orang lantas berpaling kearah mana berasal nya suara tersebut….

Tampak seorang pemuda tampan yang gagah perkasa berdiri angker diatas puncak tebing sebelah barat dia menggunakan jubah yang per-lente dengan pedang tersoren dipinggang dan kipas ditangan, tampang maupun dandanannya persis seperti seorang kongcu keturunan hartawan.

Siapa lagi orang itu kalau bukan Hoa jiya dari bukit Im tiong san?

Terdengar si anak muda itu tertawa terbahak-bahak, kemudian dengan suara lantang berseru, “Kok See-piau, kau punya mata seperti orang buta, kalau mengutus orang semestinya diberitahu tempatnya yang tepat, buat apa kau suruh dia ke puncak tebing seberang? Cho Thian hua kau yang menyebut dirinya sebagai Liok tee sin sian pun sungguh tak becus, masakah kau tak tahu kalau aku orang she Hoa berada disini?”

Begitu ucapan tersebut diutarakan, bukan saja Cho Thian hua dan Kok See-piau menjadi malu bercampur gusar, bahkan kawanan jago lihay lain pun diam-diam merasa malu sendiri.

Tiba-tiba terdengar Coa Cong gi bertanya, “Kongkong bukankah adik Im liong berada di tebing seberang? Sedari kapan ia sudah berpindah tempat?”

Walaupun Goan cing taysu berada disampingnya, akan tetapi berhubung pemuda ini sudah terbiasa bicara keras dan nyaring, maka pertanyaan itupun dapat didengar oleh setiap orang yang berada dibarak tersebut.

Berhubung sebagian besar memang tidak tahu keadaan yang sebenarnya, maka para jago yang berada dalam barak itu sama-sama memusatkan perhatiannya untuk ikut mendengarkan penjelasan tersebut.

Goan cing taysu tersenyum, kemudian katanya, “Sejak awal sampai akhir Liong ji bersembunyi terus diatas puncak tebing itu, tapi dengan pantulan hawa murninya yang sempurna ia telah mengirim getaran suaranya ketebing seberang, sehingga hal mana membuat orang mengira kalau dia ada disitu padahal sesungguhnya tidak demikian, pemutaran posisi yang sebenarnya ini cukup membingungkan banyak orang, cuma saja sebelumnya aku sudah tahu lebih dulu, maka aku tak sampai terkecoh pula olehnya”

Mendengar keterangan tersebut, Hoa ngo segera tertawa rendah, katanya. “Sejak kecil bocah ini dasarnya memang binal, tak disangka dalam situasi beginipun ia masih tak lupa untuk mempermainkan pihak Hian-beng-kau, betul-betul kebangetan”

Hoa In-liong dibesarkan bersama dengannya dalam perkampungan, kebinalan mereka boleh dibilang setali tiga uang, ini membuat hubungan kedua orang ini sangat akrab melebihi siapa pun.

Karenanya meski ia berbicara dengan nada menegur, padahal tak terbendung rasa girangnya yang meluap dihati.

Dalam pada itu, Cho Thian hua telah tertawa dingin tiada hentinya.

“Heehh……heehh…..hheeeh…….kalau Cuma menghimpun tenaga menyalurkan getaran suara mah terhitung suatu kepandaian kecil, jauh kalau dibandingkan pembagian suara berubah menjadi getaran, bocah keparat, apa yang musti kau banggakan?”

“Haaah…..haaahh…..haah…siapa bilang aku merasa bangga?” jawab Hoa In-liong sambil tertawa nyaring, “aku cuma merasa bahwa perkumpulan anda cukup menggelikan hati” Kok See-piau berusaha keras untuk menekan hawa amarahnya yang berkobar dalam hatinya, kemudian tertawa seram.

“Hoa Yang!” dia berseru “Hoa Thian-hong takut mampus tak berani datang, kalau memang kau yang dikirim untuk menghantar kematian, setelah sampai disini kenapa tidak turun kemari?”

Hoa In-liong tertawa.

“Aku lihat napsu membunuh Sin kun sudah berkobar-kobar, apalagi bermaksud mencabut nyawaku, aku orang she Hoa merasa takut sekali, buat apa aku musti turun untuk menghantar kematian?”

Jawaban ini segera membuat Kok See-piau menjadi tertegun, tapi sejenak kemudian sambil tertawa dingin katanya, “Keluarga Hoa bisa muncul keturunan macam kau hemm…hemm….. betul-betul suatu kejadian yang sangat aneh”

Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak.

“Haaahhh…. haaahhh…..haaahhh…. ucapan Sinkun memang benar, benar aku memang terhitung keturunan paling tak becus dari keluarga Hoa”

Saking mendongkolnya, kalau bisa Kok See-piau ingin mencincang tubuh Hoa In-liong menjadi berkeping keping, maka ketika dilihatnya ia gagal memancing pemuda itu turun ke bawah, sebenarnya ia ingin mengutus orang untuk naik lagi ke atas, tapi iapun merasa tindakan ini terlalu gegabah dan menurunkan derajat sendiri, maka untuk sesaat ia hanya berdiri termenung tanpa mengetahui apa yang musti dilakukan. Menyaksikan ia terbungkam, Hoa In-liong memutar biji matanya, lalu berkata sambil tertawa, “Kok See-piau, aku orang she Hoa mempunyai suatu persoalan maha besar yang bisa membuat kau merasa amat terkejut, inginkah kau untuk mendengarnya?”

“Di kolong langit masih belum ada persoalan yang bisa membuat pun sinkun merasa terkejut” jawab Kok See-piau dingin.

“Oooh…… jadi kalau begitu, kau tak ingin mendengarnya?” ucap Hoa In-liong sambil tertawa.

Kok See-piau tertawa dingin, pikirnya”

Entah apa yang menyebabkan bajingan cilik itu bersikap demikian?”

Mendengar dari balik barak sebelah tengah melompat keluar seseorang yang langsung berseru kepada Hoa In-liong.

“Keparat cilik she Hoa, kau mempunyai berita apa yang cukup mengejutkan bagi orang? Bila Kok See-piau enggan mendengarkan, biar lohu saja yang mendengarkan”

Semua orang segera mengalihkan perhatian-nya ke arah orang itu…..

Dia adalah seorang kakek bermata merah yang bertulang kening tinggi dengan pipi yang peyot, rambutnya disanggul ala iman tapi mengenakan baju preman, bentuk wajah aneh sekali dan ternyata tak dikenali oleh kawanan jago yang hadir disitu.

Meski demikian semua orang tak berani mentertawakan keanehan bentuk wajahnya sebab setiap orang tahu bahwa pelbagai macam manusia telah berkumpul disitu, kalau orang ini tidak memiliki ilmu silat yang lihay, tak mungkin dia berani angkat bicara di hadapan orang banyak.

Hoa In-liong mengaaihkan sinar matanya ke wajah orang itu, ketika dikenalinya sebagai Kiong Hau, ia lantas tertawa terbahak bahak

Haaahh…….haaah…….haaahh…….rupanya kau, kemana larinya Gai Gi hong?”

Dari dalam barak segera melompat keluar Im heng jiu (tangan sakti angin dingin) Gai Gi hong yang bercodet dipipi kirinya dengan mata tunggal itu, katanya dengan nyaring, “Ada urusan apa kau panggil loya mu?”

“Haahh……haaahh…… haaahh…….mungkin saja kalian bukan cuma berdua saja, tapi diantara sekian banyak manusia, kalian toh tetap tersendiri dengan kekuatan yang minim, tiada keuntungan apa-apa yang bisa kalian raih dari sini, menurut anjuranku, alangkah baiknya kalau mumpung masih ada kesempatan, cepat kabur sejauh-jauhnya dari sini”

“Kentut busukmu!” bentak Gai Gi hong gusar.

“Yaa, yaa, sekarang tidak percaya, tunggu saja nanti! Tahu rasa bakalnya”

Tiba-tiba terdengar Pho Siu berseru dengan nyaring, “Paras muka saudara Kiong telah mengalami perubahan berat, maaf jika siaute tak bisa mengenali dirimu. Aku tahu bahwa kau serta Saudara Gui mempunyai dendam sedalam lautan dengan keluarga Hoa, meski Hoa Goan siu sudah mampus, Bun Siau ih serta anak cucunya masih hidup segar bugar, itu berarti kita menghadapi musuh yang sama, apa salahnya jika kalian berdua pindah saja kemari dan duduk bergabung dengan kami semua?”

“Siaute datang kemari cuma menonton keramaian belaka, dan tidak berniat mencari permusuhan dengan orang, maksud baik saudara Phoa biar kuterima dihati saja” kata Kiong Hau hambar.

Ketanggor batunya, merah padam selembar wajah Phoa Siu karena jengah, diam-diam dampratnya, “Tua bangka sialan, betul-betul tak tahu diri!”

Dalam pada itu terdengar Hoa In-liong berkata lagi sambil tertawa.

“Kiong Hau, aku orang she Hoa menghormati dirimu sebagai seorang enghiong yang gagah perkasa, andaikata kau……”

“Tak usah banyak bicara” tukas Kiong Hau dengan cepat, “lohu tidak ambil perduli apakah kau akan menghormati diriku atau tidak?”

Hoa In-liong tertawa hambar ujarnya, “Paham yang berada tak mungkin berkomplot anggap saja aku orang she Hoa terlalu banyak mulut”

Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh, “Kau tahu kemana perginya Tang Kwik-siu?”

Tiba-tiba terdengar Hong liong berseru dengan suara menyeramkan, “Kemana lagi? Tentu saja pergi membunuh habis kalian kawanan manusia munafik yang berlagak sok suci!” Hoa In-liong pura-pura tidak mendengar akan pembicaraan tersebut, katanya lebih lanjut, “Kau tahu Tang Kwik-siu mengandung maksud keji dengan menanam bahan peledak disekeliling lembah ini, dia bermaksud membasmi kita semua jikalau keadaannya tidak menguntungken”

Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang merasa terperanjat, betul mereka tidak percaya seratus persen, toh sinar mata semua orang di alihkan jaga kearah orang-orang Mo kau, tidak terkecuali pihak Hian-beng-kau maupun Kiu-im- kau.

Hong liong menjadi gusar sekali sehabis mendengar perkataan itu, bentaknya keras-keras, “Bajingan cilik kau lagi berkentut!” Hoa In-liong tertawa.

“Kalau bukan begitu, kemana kaburnya gurumu?” “Ciss! Kau anggap jejak guru taoya mu pantas

diberitahukan kepadamu?” kata Hong Liong gusar.

“Haahh……haahh…..haahh…. tentu saja tidak pantas, tapi aku merasa agak curiga terhadap gerak-gerik gurumu belakangan ini”

“Anjing kecil tak usah mengaco belo” teriak Hong Liong gusar, “suhu toayamu tereng-terangan berada di……”

Mendadak ia menyadari akan kehilafannya buru-buru mulutnya membungkam kembali.

Tadi justru dengan sikapnya yang berusaha merahasiakan jejak gurunya ini, orang malah semakin curiga terhadapnya, sinar mata semua orang semakin lekat mengawasi wajah nya, seakan-akan mereka semua berusaha untuk mencari suatu titik kecurigaan dari mimik wajahnya. Dasar berangasan, hal mana kontan saja membangkitkan hawa amarah dalam hatinya namun ia lebih-lebih tak sanggup untuk berbicara lagi.

Waktu itu Hoa In-liong berdiri seorang diri diatas puncak tebing dengan kawanan jago dari dunia persilatan berada dibawah lembah, walaupun berhadapan dengan musuh tangguhh ternyata sikapnya berbicara maupun menggoda orang amat leluasa, seakan-akan ia tak pandang sebelah matapun terhadap orang lain, ini membuat pihak Hian-beng- kau, Kiu-im-kau serta Mo kau dibuat agak keder juga.

Setelah dikacau oleh anak muda itu, situasi dalam arena berubah menjadi lebih kuat, melihat itu Bwe Su-yok mengerutkan dahinya, lalu dengan ilmu menyampaikan suara bisiknya kepada Un Yong ciau serta Sik Ban-cian, “Huhoat berdua, situasi semacam ini sama sekali bukan saat yang paling baik untuk menyelesaikan pelbagai persoalan”

“Tapi bagaimanapun juga penghianat itu harus diberi hukuman!” seru Sik Ban-cian cepat-cepat dengan ilmu menyampaikan suara pula.

“Sik huhoat!” tegur Bwe Su-yok dengan suara dalam, “apakah kau ingin menyaksikan perkumpulan kita hancur dan musnah dari muka bumi?”

Baik Un Yong ciau maupun Sin Ban-cian bukannya tidak tahu bahwa pertarungan yang terjadi pasti akan mengundang campur tangan dari pihak para pendekar, seandainya pertempuran sengit sampai berkobar, lantas pihak Hian-beng- kau dan Mo kau hanya berpeluk tangan belaka, sudah bisa dipastikan pihak Kiu-im-kau akan terancam bahaya besar. Berpikir sampai kesitu, Sik Ban-cian segera mengerutkan dahinya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi.

Dipihak lain, Coa Wi-wi telah memutar biji matanya kian kemari, tiba-tiba ia peroleh akal bagus, maka dengan ilmu menyampaikan suara Coa im ji mi, bisiknya kepada Tiang heng Tokoh, “Bibi Ku, mengertikah kau akan maksud kemunculan jiko itu?”

Tentu saJa Tiang heng Tokoh mengerti bahwa kemunculan Hoa In-liong tak lain adalah hendak mengacau suasana sehingga membuat pihak Kiu-im-kau tidak mampu melakukan niatnya.

Diam-diam ia berpikir, “Aaaai……! Bocah, buat apa kau musti berbuat demikian?”

Sementara itu terdengar Coa Wi-wi berkata lagi, “Bibi Ku, jika kau menyayangi perkumpulan Kiu-im-kau maka sepantasnya jika kau mengundurkan diri lebih dulu, berilah kesempatan kepada kami untuk menghadapi Hian-beng-kau atau Mo kau terlebih dulu”

Tiang heng Tokoh berpaling, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun niat itu kemudian dibatalkan.

Menyaksikan keadaan tersebut, Coa Wi-wi tahu bahwa hatinya sudah tertarik, ia menjadi girang sekali, cepat teriaknya lagi, “Bibi Ku, cepat kemari!”

Diam-diam Tiang heng Tokoh berpikir, “Berbicara tentang persoalan ini, aku memang kalah dalam penyusunan rencana, tapi urusan telah berkembang menjadi begini, bagaimanapun juga aku harus mencari suatu cara yang baik untuk menyelesaikan masalah ini…..” berpikir sampai disitu, tiba-tiba ia menganggukkan kepalanya kepada Bwe Su-yok, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia putar badan dan meninggalkan tempat itu menuju ke arah barak para pendekar, lalu bersama-sama Bong Pay sekalian berempat masuk ke dalam barak.

Bwe Su-yok dan Un Yong ciau hanya membungkam diri menyaksikan kepergiannya, sedangkan Sik Ban-cian telah membuka mulutnya hendak menegur, tapi niat itu kembali dibatalkan secara tiba-tiba.

Mendadak terdengar Seng To cu berkata dengan suara dingin.

“Pemimpin partai kami adalah seorang pemimpin yang jujur dan cemerlang, tak mungkin kaucu kami akan melakukan perbuatan rendah semacam itu. Hoa Yang! Kau memfitnah orang dengan tuduhan yang bukan-bukan, tidakkah merasa bahwa perbuatanmu ini telah menghina semua orang didunia ini…….?”

Selama ini Hoa In-liong memperhatikan terus gerak-gerik Tiang heng Tokoh, ketika dilihatnya perempuan itu berhasil digerakan hatinya, diam-diam ia menghembuskan napas lega.

Maka ketika mendengar perkataan itu, ia lantas tertawa panjang, kemudian sahutnya.

“Percuma saja kau berkata demikian, meski kau sangkal beribu kali, sebelum kalian terangkan dimanakah Tang Kwik- siu berada sekarang, jangan harap bisa menghilangkan rasa curiga semua orang terhadap partai kalian……”

Beng Wi cian dari pihak Hian-beng-kau tiba-tiba berkata. “Lapor sinkun, bocah keparat itu agaknya sedang mengaco belo sambil mengulur waktu!”

Kok Se piau manggut-manggut.. “Akupun tahu, menurut pendapatmu apa yang harus kita lakukan?”

“Kewajiban bocah keparat itu sedang berusaha untuk mencegah pihak Kiu-im-kau mencari gara-gara dengan Ku Ing ing, lebih baik Sinkun perintahkan saja kepada pihak Kiu-im- kau agar turun tangan, kita lihat saja apakah bocah keparat dari keluarga Hoa itu bakal turun kemari atau tidak… ?”

“Dalam pertemuan Kian ciau Hong, im hwee mengalami kerugian yang paling parah lantaran pihak mereka membuka serangan lebih dahulu, setelah ada contoh yang begini jelas, sudah pasti Bwe Su-yok tak akan sudi membuka serangan terlebih dulu”

Beng Wi cian termenung sebentar, kemudian jawabnya, “Seandainya hamba membawa orang untuk membantu dirinya, Bwe Su-yok pasti akan turun tangan terhadap Ku Ing ing dengan lega hati”

Kok See-piau berpikir sebentar, lalu berkata, “Siasat ini memang cukup baik, tapi kalau hanya kekuatanmu seorang rasanya terlampau lemah, belum tentu Bwe Su-yok mau turun tangan dengan lega hati, biar Toan bok Thamcu serta Cui thamcu ikut serta dalam operasi ini”

Setelah merundingkan dengan matang, Kok See-piau mendongakkan kepalanya kembali, lalu sambil tertawa dingin katanya,

“Hoa Yang, jika kau punya minat, silahkan saja menunggu perkembangan selanjutnya dari atas sana!” Hoa In-liong adalah seorang manusia pintar, melihat itu dia lantas berpikir, Kok See-piau sekalian bukan sekawanan manusia bodoh, jangan-jangan maksud hatiku telah diketahui mereka?”

Dalam hati ia berpikir demikian, diluar katanya sambil tertawa, Maaf, aku orang she Hoa masih ada urusan penting lainnya, aku tak bisa menemani kalian lebih jauh”

Selesai berkata, dia lantas memutar badannya dan lenyap dibalik tebing curam sana.

Tindakannya ini kelewat mendadak dan sama sekali diluar dugaan, seketika itu juga semua orang dibikin tertegun oleh sikapnya itu.

Dengan kening berkerut Li hoa Siancu berguman, “Heran permainan setan apalagi yang sedang dilakukan Liong ji?”

Sesudah berhenti sejenak, tanyanya kepada Goan cing taysu, “Taysu apakah kau tahu akan hal ini?”

Sambil tertawa Goan cing taysu gelengkan kepalanya berulang kali.

“Lolap sendiripun dibuat tidak habis mengerti” jawabnya. Beng wi ciau tertegun pula oleh tindakan pemuda tersebut,

dengan penuh kecurigaan, dia berbisik.

“Sinkun, keparat Hoa adalah manusia yang licik dan berbahaya, jangan-jangan tindakannya itu disertai dengan suatu rencana busuk?”

“Rencana busuk apakah itu?” tanya Kok See-piau dengan kening berkerut. “Hamba sendiripun kurang jelas, apakah perlu kita lepaskan tanda rahasia agar orang-orang diluar lembah menghadang jalan perginya?”

Kok See-piau menggelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya.

“Jangan! Kawanan manusia itu belum tentu bisa mengapa- apakan dirinya, dengan tindakan tersebut justru tempat persembunyian mereka akan ketahuan.

Tiba-tiba Cho Thian hua menimbrung. “Sute, kenapa kau musti risau oleh perbuatan bajingan cilik itu? Yang aneh itu tak aneh, kalau aneh pasti kalah, memangnya kau kuatir bajingan cilik itu bisa terbang ke langit?”

“Benar juga perkataan suheng!” kata Kok See-piau. Dia lantas ulapkan tangannya seraya berseru. “Laksanakan seperti yang direncanakan semula!”

Beng Wi ciau bertiga segera mengiakan dan bersama-sama melompat turun dari atas mimbar, lalu mereka memberi tanda, puluhan orang anggota Hian-beng-kau anak buah ketiga orang thamcu tersebut serentak keluar dari barisan dan mengikuti mereka menuju ketengah arena.

Bwee Su-yok melirik sekejap kearah mereka dengan dingin, lalu serunya. “Kalian bertiga…..”

Sambi! menjura jawab Beng Wii ciau, “Kami sekalian mendapat perintah dari sinkun untuk membantu perkumpulan anda!” Tiba-tiba Bong Pay tertawa dingin, lalu serunya, Bagus sekali kalau memang ada orang luar yang ikut campur dalam persoalan ini, aku orang she Bong sekalipun tak akan berpeluk tangan belaka.

Bersama Cu Im taysu dan Coa Wi-wi, mereka segera tampil kembali keluar barak.

Tam Im bin tertawa tergelak.

“Dengan Kui Heng, aku mempunyai perjanjian untuk melangsungkan pertarungan, tentu saja akupun tak bisa berpeluk tangan belaka” katanya, Selesai berkata diapun beranjak.

Haputule bangkit berdiri dan tanpa mengucapkan sepatah katapun segera berjalan keluar dari barak itu, Tiang heng Tokoh betul-betul merasa apa boleh buat, diapun sadar bahwa cepat atau lambat suatu pertarungan pasti akan berlangsung, setelah menghela napas, katanya kepada Pui Che-giok yang berada disampingnya dengan lirih, “Akupun tak akan mengurusi dirimu lagi, kalau kau ingin turun tangan, turun tanganlah sehendak hatimu!”

Ketika Sik Ban-cian menyaksikan kemunculan Haputule, hawa amarah dalam hatinya segera berkobar, dengan penuh kegusaran bentaknya.

“Bangsat keparat, tempo hari kau berhasil melarikan diri, hari ini mari kita beradu kekuatan lagi”

Haputule tertawa dingin, dengan langkah lebar dia menghampiri Sik Ban-cian.

Agaknya Sik Ban-cian sudah tidak sabar lagi menghadapi sikap angkuh musuhnya. sambil mendengus marah ujung bajunya segera dikebaskan ke depan melancarkan sebuah serangan, sementara tangan kanannya dengan jurus Im kay kian jit (awan menyingkir kelihatan matahari) dengan disertai tenaga pukulan Yu cing ciang, diam-diam dilontarkan ke depan dibalik kebutan ujung bajunya itu.

Jurus serangan ini teramat keji dan kejam kalau berganti dengan orang lain, mereka pasti akan berusaha untuk menghindari serangan yang datang lebih duluan.

Berbeda dengan Haputule, dalam tubuhnya mengalir darah ksatria dari suku Fibu lo, yang terkenal karena pantang mundurnya, sambil tertawa dingin cahaya emas di tangan kanannya berkelebat lewat dan langsung di bacokkan ke atas kepala Sin Ban-cian.

Ketika terjadi pertarungan diluar kota Gi sui shia tempo hari, nyaris lengan Sik Ban-cian terpapas kutung oleh jurus serangan tersebut, maka setelah menghadapi ancaman yang sama kini, cepat-cepat tubuh nya berkelebat ke samping, dari pukulan tangan kanannya berubah menjadi serangan jari yang langsung menusuk Ke dada kiri Haputule.

Menghadapi serangan itu, Haputule membentak keras, tubuhnya berputar kencang menghindari datangnya serangan jari tangan itu, lalu cahaya emas berkelebat lewat dan menyergap turun kebawah.

Sik Ban-cian tidak menyangka kalau musuhnya pantang mundur dan bertarung bukan dengan cara seorang jago lihay, melibat ujung pedang lawan sudah tiba didepan mata, terpaksa dia harus menyalurkan hawa murninya ke ujung baju sebelah kanan dan menyambut datangnya ancaman itu. Begitu saling membentur, kedua belah pihak segera berpisah kembali, Sik Ban-cian mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula, tanpa menimbulkan sedikit suarapun, tahu- tahu ujung baju kanannya sudah terpapas kutung sebagian.

Belum lagi dua gebrakan, dia harus menelan kekalahan yang tragis, hal mana segera membangkitkan bawa amarah yang luar biasa dalam hatinya, bentaknya keras-keras.

“Haputule hari ini kalau ada kau tak akan ada aku!”

Senjata totokan jalan darahnya yang terbuat dari emas segera dicabut keluar, kemudian dengan garangnya menubruk ke depan.

Haputule tertawa dingin, ejeknya pula. Tentu saja kalau ada aku tak akan ada kau!

Ketika dilihatnya serangan dari Sik Ban-cian sangat ganas dan hebat, ia tak berani bertindak gegabah, dihadapinya serangan musuh itu dengan penuh tenaga.

Senjata penotok jalan darah milik Sik Ban-cian ada dua depa panjangnya, sementara pedang emas dari Haputule cuma lima inci dan lebih mirip dengan sebuah mainan kanak- kanak dari pada senjata pembunuh, meski begitu cahaya tajam yang memancar keluar amat menyilaukan mata.

Orang bilang: Satu inci lebih panjang, satu inci lebih pendek, satu bagian lebih berbahaya.

Dengan sistim pertarungan bergerilya, Haputule selalu manfaatkan setiap kesempatan untuk melancarkan serangan mematikan. Didalam genggamannya, pedang pendek itu berkembang seolah-olah sebilah pancuran cahaya tajam yang dua depa panjangnya, jurus-jurus serangan yang ampuh dan kekuatan yang dahsyat merubah senjata tersebut seakan-akan bukan sebilah pedang pendek saja.

Sebagaimana diketahui, pedang emas itu merupakan senjata paling tajam dalam dunia persilatan dewasa itu, ketika gurunya Sung Tang lay merajai daratan Tionggoan tempo hari, sebagian besar adalah berkat keampuhan pedang itu, hal mana pada akhirnya sampai memancing perhatian banyak jago silat yang bersama-sama mengincar senjatanya itu.

Sik Ban-cian termasuk diantara Kiu im su ciat (sembilan manusia bengis empat manusia sakti) semenjak lima tahun berselang telah menggetarkan sungai telaga, tenaga dalam nya bukan saja amat sempurna, jurus serangannya pun ampuh.

Muski demikian, pada saat ini ia tak berani bertindak gegabah, dengan wajah serius dan mengembangkan ilmu langkah Loan ngo heng sian tun hoat senjata penotok jalan darahnya diputar kian kemari mengkombina sikan serangan telapak tangannya dengan ilmu Yu cing cang.

Walaupun posisi tersebut hakekatnya seimbang dan tidak diketahui siapa lebih tangguh, namun bagi penglihatan orang lain, Haputule justru berada pada posisi diatas angin.

Diam-diam para jago dari tiga perkumpulan besar merasa terkejut bercampur keheranan, mereka tidak menyangka kalau Haputule sesungguhnya memiliki ilmu silat selihay ini.

Tam Sin bin melirik sekejap kearah Cui Heng, kemudian katanya sambil tertawa. “Cui tham cu, kesempatan baik seperti ini jarang bisa ditemukan, bagaimana kalau sekarang juga kita laksanakan janji kita sewaktu berada di mulut lembah tadi?”

Cui Heng mengerutkan dahinya, tanpa berbicara lagi dia meloloskan senjata poan koan pitnya, kemudian maju ke depan sambil melancarkan serangan.

Tam Si bin tertawa terbahak-bahak, ia tidak menggunakan senjata, telapak tangan kanannya di ayunkan kemuka, sebuah pukulan yang amat dahsyat segera dilontarkan ke depan.

Sungguh dahsyat serangan tersebut, bukan saja tenaganya kuat, desingan angin serangannya juga tajam.

Cui Heng mendengus dingin, tubuhnya berkelebat kesamping, menggunakan kesempatan tersebut dengan jurus Ci thian hia tee (menuding langit menggaris bumi) dia berputar kesamping menyerang Tam Si bin dari sayap kiri.

Tam Si bin berdiri tak berkutik, telapak tangannya kembali diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan.

Tenaga pukulannya berat dan kuat, desingan tajam memekikkan telinga, Cui Heng tak berani menyambut dengan kekerasan, cepat dia bergeser ke samping sambil buru-buru berganti jurus serangan.

Kok See-piau yang mengikuti jalannya pertandingan itu dari kejauhan segera mengerutkan dahinya setelah menyaksikan kejadian tersebut katanya kemudian, “Tua bangka itu sudah berhasil dengan ilmu sakti Kui goat sinkangnya, Cui thamcu mungkin bukan tandingannya” Tiba-tiba Pi Ci liang berkata, “Lohu mempunyai sedikit perselisihan dengan setan tua itu, berilah perintah itu kepadaku”

“Harap Pi tianglo tunggu sebentar” cegah Kok See-piau mengulapkan tangannya.

Pelan-pelan sorot matanya dialihkan kewajah Seng To cu. Melihat itu, Seng To cu segera tertawa terbahak-bahak.

“Samte, Sute, kalian turunlah ke arena. Dua bersaudara Lenghou segera mengiakan dan bersama-sama masuk ke dalam arena.

Coa Wi-wi segera menghadang jalan pergi mereka, serunya sambil tertawa merdu, “Saudara berdua, bagaimana jika pertarungan di bukit Tiong san tempo hari kita lanjutkan di sini saja!”

Lenghou Yu melototkan sepasang matanya dengan buas, serunya sambil menyeringai seram, “Budak cilik, kau jangan sombong Lenghou loya mu akan segera menjumpai dirimu”

Tangan kanannya diayunkan ke depan, sebuah pukulan segera dilontarkan ke arah Coa Wi-wi dari kejauhan.

Coa Wi-wi memutar tangannya dan balas mencengkeram pergelangan tangan Lenghou Yu, sementara tangan kirinya diayun ke depan menolak tubuh Lenghou Ki, sembari bentaknya.

“Lebih baik kalian berdua maju ke depan bersama-sama saja” Lenghou Ki tidak menyangka kalau gadis itu berani menentang mereka berdua, damprat nya dengan mendongkol. “Budak busuk!”

Sebuah pukulan kembali dilontarkan ke depan.

Diam-diam Coa Wi-wi berpikir, Situasi semacam ini tak baik untuk melangsungkan pertarungan dengan beradu kekerasan……….

Maka sambil tertawa cekikikan dia lantas bertekuk pinggang dan menghindarkan diri dari sergapan kedua orang itu.

Gerakan tubuhnya amat lincah, enteng dan cepat, jauh melebihi dua bersaudara Leng hou, setelah ia mengambil keputusan untuk bertarung ala gerilya maka percumalah serangan gabungan dari bersaudara Lenghou, sekalipun lapisan telapak tangan mereka me nyelimuti seluruh angkasa dan tenaga serangan mereka bagaikan bukit ia tetap bisa bergerak kian kemari secara leluasa, malahan setiap kali sempat melancarkan pula sebuah pukulan balasan yang dahsyat.

Ketika Toan bok See liang dan Beng wi ciau menyaksikan Cui Heng makin terdesak dibawah angin setelah bergebrak dua puluh jurus melawan musuhnya, mereka saling bertukar pandangan sekejap, lalu Toan bok See liang maju ke depan menghampiri kedua orang itu.

Bong Pay mendengus gusar, baru saja ia hendak menghalangi jalan perginya, tiba-tiba terdengar Hoa Ngo membentak marah, “Bajingan anjing!”

Ia melayang keluar dari baraknya dan langsung menyergap diri Toan bok See liang. Semenjak melangkah ke depan tadi, Toan bok See liang sudah menduga kalau tindakannya ini pasti akan dihadang orang, ia telah bersiap siaga semenjak tadi, maka begitu disergap tiba-tiba saja sebuah pukulan dilontarkan ke depan

Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.

Sebagai seorang jago yang berakal panjang, ketika Beng Wi cian menyaksikan Bong Pay serta Cu Im tayiu hanya berdiri disamping saja, ia tahu bahwa percuma untuk menolong Cui Heng yang keteter, maka dia lantas membatalkan niatnya untuk turun tangan dan mengalihkann kembali perhatian-nya untuk mengikuti jalannya pertarungan antara Cui Heng melawan Tam Si bin tersebut.

Berhubung pihak Hian-beng-kau, Kiu-im-kau maupun Mo kau tak ingin membiarkan jago-jago lihaynya mampus duluan ditangan para pendekat kaum lurus, maka berusaha keras menghindarkan diri dari pertarungan terbuka dengan lawannya, walaupun pertarungan ditengah arena berlangsung dengan seru, namun para pemimpin dari pelbagai ke lompok justru hanya menonton belaka dari sisi arena tanpa berniat untuk campur tangan.

Cuma setiap orang tahu bahwa suatu pertarungan terbuka tak akan terhindar, akhirnya salah satu pihak diantara mereka akan menjadi kelompok pertama menjadi bulan-bulanan musuh, tentu saja setiap kelompok berharap agar bukan kelompoknya yang menjadi sasaran.

Dalam padaa itu, Kiong Hau dan Gui Gi hong telah kembali lagi ke dalam barak sepeninggal Hoa In-liong, ternyata mereka betul-betul hanya berindak sebagi penonton belaka. Jumlah manusia yang berkumpul di barak sebelah tengah merupakan jumlah yang terbanyak, tapi sembilan puluh persen merupakan kawanan manusia yang berilmu rendah.

Tentu saja semua pihak tahu bahwa diantara sekian banyak orang, pasti terdapat pula jago-jago lihay yang berilmu tinggi, namun mereka tidak tertalu mmemperhatikan, tentu saja pihak kaum lurus lebih lebih tidak memperhatikan pula.

Pihak Hian-beng-kau, Kiu-im-kau dan Mo kau masing- masing mempertinggi terus ke waspadaannya selama pertemuan ini berlang sung, mereka kuatir sejarah dalam pertemuan Kian ciau tay hwe dimasa lalu terulang kembali, mereka takut munculnya suatu kelompok baru secara tiba-tiba yang akan mengeruhkan suasana.

Itulah sebabnya selain selalu waspada mereka mempertahankan pula kekuatan inti masing-masing sebagai persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Diantara sekian banyak orang, Kok See-piau boleh dibilang paling sibuk, secara diam-diam ia mengutus orang orangnya pula untuk melakukan penyelidikan secara diam-diam apakah ada jago lihay yang terlepas dari pengawasan mereka.

Suasana yang paling bertentangan dan saling curiga mencurigai ini tentu saja tak dapat mengelabuhi para pendekar, diam-diam semua orang mulai merundingkan dan mencari akal untuk membasmi jago lihay lawan sebanyak- banyaknya dengan pengorbanan sekecil mungkin.

Dalam pada itu, pertarungan sengit telah berlangsung hampir setengah jam lamanya, ketiga kelompok manusia yang sedang bertempur masih tetap memperhankan diri dengan seimbang, hanya posisi Cui Heng yang berhadapan dengan Tam Si bin saja kian lama kian bertambah gawat.

Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu, segera berseru dengan suara dalam.

“Mo tianglo, Ui Tianglo, harap kalian menggantikan kedudukan Cui thamcu!

Im san tiang koay serta Lau san in siu Ki Shia leng yang menerima perintah segera beranjak, dan secepat kilat bergerak mendekati Ciu Heng serta Tam Si bin.

Waktu itu, Tam Si bin telah berada diatas angin, ketika menyaksikan gelagat tak baik, dia lantas berpikir.

Kalau aku tidak buru-buru melancarkan serangan mematikan, kesempatan baik ini pasti akan lenyap dalam sekejap”

Berpikir demikian, hawa napsu membunuhnya segera berkobar, tiba- tiba ia membentak keras, “Ciu Heng!”

Dalam waktu singkat hawa pukulan yang terhimpun dalam telapak tangan Tam Si bin menjadi berkali-kali lipat lebih dahsyat desingan angin tajam yang memekikkan telinga, sungguh membetot sukma rasanya.

Inilah bertanda kalau tenaga sakti Kui goan sinkang dalam tubuhnya telah disalurkan hingga mencapai pada puncaknya.

Dalam waktu singkat, bayangan telapak tangan yang berlapis-lapis segera menyelimuti sekujur tubuh Cui Heng rapat-rapat. Cui Heng sebagai Lee Ti thamcu dalam perkumpulan Hian- beng-kau sesungguhnya memiliki kepandaian silat yang cukup menjagoi dunia per silatan, tapi untuk melawan tenaga serangan dari Tam Si bin yang maha dahsyat itu, ia justru terdesak hebat dan berulang kali menjumpai mara bahaya…..

Beng Wi cian menjadi terkesiap menyaksikan kejadian itu, ia tak berani sangsi lagi, cepat tubuhnya bergerak ke depan.

“Sambut dulu sebuah pukulanku ini!” mendadak Bong Pay membentak keras.

Tubuhnya maju ke depan menghadang jalan pergi orang itu, sebuah pukulan segera dilontarkan ke muka.

“Bong Wi cian membentak nyaring, sepasang telapak tangannya segera didorong pula ke depan menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

“Blaaam… !” suatu ledakan keras menggelegar di udara,

kedua orang itu sama-sama tergetar keras akibat benturan tersebut.

“Pada saat yang bersamaan Tam Si bin telah membentak nyaring, dengan jurus Ban tiong tiau goan dia hajar bahu kiri Cui Heng keras-keras.

Sedimikian dahsyatnya pukulan ini sehingga tubuh Cui Heng mencelat ke depan, isi perutuya hancur remuk, darah kental mengucur keluar tiada hentinya dari bibir.

Cui Heng tidak berdiam diri belaka, dengan sisa kekuatan yang masih dimilikinya mendadak poa koan pit dalam genggamanya disambitkan ke ulu hati Tam Si bin…. Mengetahui akan datangnya ancaman bahaya, buru-buru Tam Si bin mengegos kesamping menghindarkan diri dari serangan itu, namun sayang bahunya tak sempat ditarik kebelakang……

Dengan tenaga sambitan yang begitu besar dari senjata poan koan pit tersebut, tak ampun lagi bahu kirinya terhajar telak sehingga tembus kedalam tulang.

Detik itu juga Ui Sia ling telah menerjang tiba dengan wajah dingin membesi dan penuh perasaan dendam, jagoan dari bukit Lau San ini secara kilat melontarkan sebuah pukulan dashyat ke depan. Setelah bahu kirinya tertusuk poan coan pit, gerak-gerik Tam Si bin menjadi tidak leluasa, ditambah lagi rasa sakit yang menusuk tulang, membuat gerak-geriknya semakin lamban…

Ketika dilihatnya serangan dari Ui Sia ling meluncur tiba, cepat-cepat ia memutar badannya lalu sambil menggigit bibir mundur dari posisi semula.

Meleset dengan serangannya yang pertama, Ui Sia ling memburu ke depan dan siap melontarkan serangan yang kedua.

Tiba-tiba cahaya tajam berkelebat lewat didepan mata, seorang kakek berjubah hijau telah maju sambil melepaskan sebuah tusukan kilat.

Dengan dahi berkerut ia menegur, “Apakah Lau Ik tiong yang telah datang?”

Begitu mundur tubuhnya bergerak maju kembali, pedangnya menyambar ke depan dengan tak kalah cepatnya. “Benar, inilah Tiam cong siang kiam!” sahut Lau Ik tiong dingin.
Berita Duka🙏

Halo, Enghiong semua. Saya mohon maaf mengganggu kesenangan membaca cersil anda. Saya ingin berbagi kabar tentang salah satu pengelola Cerita Silat Indomandarin yang sedang dirawat di rumah sakit karena mengidap Leukimia Stadium 2.

Beliau membutuhkan biaya pengobatan yang tidak sedikit, maka dari itu saya berinisiatif untuk melakukan open donasi untuk meringankan biaya pengobatan beliau. Donasi dapat dikirim ke norek berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

Setiap sumbangan Anda akan sangat berarti bagi beliau dan keluarganya. Terima kasih atas perhatian dan kepeduliannya🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar