Bab 3 : Shuang Shuang Sore itu.
Gunung yang berada di kejauhan tampak dekat dengan matahari terbenam, berubah warna dari hijau menjadi hijau keabu-abuan. Mata air pun mulai mengalir perlahan.
Tapi angin berhembus membawa bau lebih harum lagi karena saat ini banyak bunga yang mekar di gunung itu. Di balik bunga yang berwarna warni tinggal sebuah keluarga.
Jembatan kecil melintang di atas air yang mengalir, keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang letaknya berada di depan air sungai yang mengalir yang berada di kaki gunung itu.
Di pekarangan itu terdapat taman bunga.
Seorang kakek yang berperawakan tinggi besar dan berambut putih sedang membelah kayu.
Dia hanya mempunyai sebelah lengan saja. Walaupun begitu gerakan tangan itu sangat cekatan dan juga kuat. Dia menendang balok kayu itu, kapak yang besar diayunkan, hanya dalam sekejap balok sudah terbelah menjadi dua.
Matanya berwarna seperti gunung yang berada di kejauhan, berwarna hijau keabu-abuan tampak dingin dipandang dari jauh. Mungkin orang yang pengalaman hidupnya sudah banyak baru mempunyai mata yang bisa seperti itu, begitu jauh, begitu dingin. Xiao Wu dan Gao Li memasuki pekarangan. Walaupun langkah mereka sangat ringan, tapi orang tua itu segera membalikkan kepalanya.
Dia melihat Gao Li, tapi matanya tidak terlihat ekpresi apa pun, dia hanya diam berdiri sambil terus memandangi mereka. Begitu Gao Li mendekat, baru dia meletakkan kapak itu.
Tiba-tiba dia berlutut seperti seorang pelayan melihat majikannya. Dia berlutut kepada Gao Li.
Tapi wajanyanya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, juga tidak mengatakan sepatah kata pun.
Gao Li pun tidak berbicara, hanya menepuk-nepuk pundaknya. Mereka seperti sedang memainkan sebuah pantomim, tapi tidak ada yang tahu apa arti dari sandiwara itu. Xiao Wu seperti patung berdiri di dekat mereka. Untung ada suara keluar dari dalam rumah. Suara yang terdengar manis dan lembut. Suara seorang gadis.
Shuang Shuang berada di dalam rumah berkata, “ Aku tahu, kau pasti akan pulang.”
Suaranya terdengar penuh dengan perasaan dan lembut.
Begitu mendengar suara itu, perasaan Gao Li menjadi lembut.
Xiao Wu sampai terbengong-bengong. Tiba-tiba dia ingin tahu gadis itu.
Pasti dia pantas mendapatkan perlakuan lembut dari laki- laki. Orang tua itu mulai membelah kayu lagi. Tapi gadis itu tidak keluar dari dalam rumah. Xiao Wu dan Gao Li masuk ke dalam rumah itu. Tiba-tiba Xiao Wu merasa jantungnya berdetak lebih cepat daripada biasanya. “Sebenarnya dia gadis macam apa? Apakah dia cantik?” Ruang tamu sangat bersih, di pinggir ada sebuah pintu kecil. Di pintu itu tergantung gordyn bambu.
Suara gadis itu keluar dari balik pintu.
“Apakah kau membawa tamu kemari?” Dia bisa mendengar suara langkah mereka. Suara Gao Li juga terdengar sangat lembut dan menjawab, “Bukan tamu, tapi teman baik.”
“Mengapa kau tidak menyuruhnya masuk?”
Gao Li menepuk-nepuk pundak Xiao Wu, dengan senyum berkata, “Dia menginginkan kita masuk, ayo kita masuk!”
Dia menjawab tidak dengan sungguh-sungguh, karena pada saat itu hatinya sedang memikirkan hal lain.
Kemudian dia ikut masuk.
Pikiran Xiao Wu seperti berhenti mendadak, sepertinya jantungnya pun berhenti. Akhirnya dia bertemu dengan Shuang Shuang, sejak pandangan pertama, dia tidak akan bisa melupakannya seumur hidup.
Shuang Shuang berada di atas tempat tidur, sepasang tangannya menarik selimut, tangannya lebih putih dibanding selimut putih, seperti tembus pandang. Tangannya kecil seperti tangan anak-anak, malah lebih kecil dari tangan anak- anak. Matanya besar dan berwarna abu-abu, tidak ada cahaya. Wajahnya lebih aneh lagi. Tidak ada yang bisa mengatakan wajahnya seperti apa karena memang tidak bisa dibayangkan. Dia tidak jelek, dan juga tidak cacat, wajahnya seperti seorang tukang pembuat topeng melakukan hal yang ceroboh, membuat sebuah topeng perempuan yang gagal.
Ternyata perempuan yang bisa membuat Gao Li mengorbankan segalanya adalah seorang kerdil yang cacat dan buta. Di dalam rumah pun penuh dengan bunga, penuh dengan mainan dan patung-patung yang diukir.
Benda yang bagus, harganya pasti mahal.
Bunga baru saja dipetik, terlihat masih segar dan harum membuat nona rumah itu menjadi lucu tapi patut dikasihani. Tapi wajahnya sama sekali tidak memancarkan bahwa dia harus dikasihani dia juga tidak terlihat rendah diri, sebaliknya dia tampak gembira dan penuh dengan rasa percaya diri.
Ekspresi ini seperti seorang gadis yang cantik, sepertinya dia tahu bahwa pada saat itu laki-laki di dunia ini sedang melihat dan menikmati kecantikannya. Xiao Wu masih terbengong-bengong.
Tapi Gao Li sudah membuka kedua tangannya, dan memeluk Shuang Shuang. Dengan lembut dia berkata, “Cantikku, putriku, apakah kau tidak tahu bahwa aku rindu kepadamu hingga rasanya seperti mau gila?”
Kata-kata ini membuat orang ingin muntah, tapi wajah Shuang Shuang tampak bercahaya dan terang. Dia mengangkat tangannya yang kecil, dengan perlahan
menepuk-nepuk wajah Gao Li. Sikap Shuang Shuang terhadap Gao Li seperti menganggap bahwa Gao Li adalah seorang anak-anak.
Gao Li pun menjadi seperti anak kecil. Sepertinya apa yang disentuh oleh Shuang Shuang adalah mereka ikut bahagia.
Shuang Shuang tertawa dan berkata,
“Pembohong kecil, bila kau rindu kepadaku, mengapa baru pulang sekarang?”
Gao Li menarik nafas dan menjawab,
“Aku juga sebenarnya ingin cepat pulang, tapi aku ingin mencari uang lebih banyak supaya dapat kuberikan kepada tuan putriku, untuk membeli makanan enak dan mainan yang bagus.”
Tanya Shuang Shuang, “Apakah semua itu benar?” Jawab Gao Li,
“Benar, apakah aku harus mengeluarkan jantungku supaya kau mau percaya?”
Shuang Shuang tertawa dan berkata,
“Aku mengira ada perempuan liar yang menggaetmu hingga lupa untuk pulang.”
Gao Li berteriak dan berkata,
“Aku tidak akan mencari perempuan lain di luar. Di dunia ini tidak ada yang bisa menandingi tuan putriku.”
Tawa Shuang Shuang lebih senang lagi, dengan sengaja dia berkata, “Aku tidak percaya, di luar sana pasti ada perempuan yang lebih cantik dariku.”.
Jawab Gao Li,
“Tidak ada, aku yakin tidak ada.” Kemudian Gao Li berkata;
“Aku mendengar bahwa di kota ada seorang tuan putri yang sangat cantik, tapi begitu kulihat, kecantikannya tidak ada setengah dari kecantikanmu.” Shuang Shuang mendengarnya dengan tenang, wajahnya tertawa manis, tiba- tiba dia mencium wajah Gao Li.
Gao Li kegirangan seperti hampir pingsan.
Seorang laki-laki yang tinggi besar dan gagah, seorang yang kerdil dan buta, mereka bisa berpacaran, keadaan ini sangat lucu dan siapa pun yang melihatnya pasti akan tertawa. Tapi hati Xiao Wu tidak bisa tertawa, dia merasa hatinya terasa pahit dan sedih.
Dia ingin menangis.
Gao Li mengeluarkan kantung uangnya yang usang. Dia mengeluarkan semua uang yang berada di dalamnya, ditumpahkan semuanya ke atas tempat tidur. Dia menarik tangan Shuang Shuang yang kecil supaya memegang uang- uang ini. Dengan bangga dan sombong berkata, “Uang ini adalah hasil jerih payahku, uang ini bisa membeli banyak benda untuk tuan putriku.”
Tanya Shuang Shuang,
“Apakah benar kau sendiri yang mencari uang ini?” Jawab Gao Li,
“Demi dirimu aku tidak akan mau mencuri atau merampok.” Sikap Shuang Shuang tampak lebih lembut lagi, dia mengusap wajah Gao Li dengan lembut dan berkata, “Aku bangga mempunyai laki-laki seperti dirimu.”
Gao Li melihat wajah Shuang Shuang yang pucat dan lesu.
Wajah Gao Li yang dingin tiba-tiba mengeluarkan cahaya senang dan bahagia, di luar sana dia dihina dan dipukul, sekarang semua perasaan itu sudah lenyap.
Xiao Wu belum pernah melihat wajah Gao Li yang begitu bahagia, dia seperti orang lain.
Walaupun Shuang Shuang tidak bisa melihat Gao Li tapi dia bisa merasakan kebahagiaan Gao Li. Karena itu Shuang Shuang ikut merasa puas dan bahagia. Apakah kau menganggap mereka tidak serasi?
Tiba-tiba Xiao Wu pun merasa bahwa Shuang Shuang sangat cantik. Seorang perempuan yang bisa membuat seorang laki-laki merasa bahagia, walaupun dia cacat itu tidak menjadi masalah. Setelah lama Shuang Shuang baru berkata,
“Bukankah tadi kau mengatakan membawa teman kesini?” Gao Li tertawa dan menjawab, “Begitu aku melihatmu, aku sudah lupa kepada temanku ini.”
Tanya Shuang Shuang,
“Di depan temanmu sendiri kau mengatakan seperti itu, apakah kau tidak takut ditertawakan?”
Jawab Gao Li,
“Dia tidak akan menertawakan kita, dia malah iri kepadaku.”
Gao Li melihat Xiao Wu, matanya penuh dengan sorot meminta.
Xiao Wu menarik nafas dan berkata,
“Dia selalu mengatakan kepadaku bahwa tuan putri adalah gadis tercantik di dunia ini, sekarang aku baru tahu bahwa kau bohong.”
Segera wajah Gao Li berubah, dia berusaha mencegah kata-kata itu.
Kata Xiao Wu,
“Kecantikannya bagaikan dewi yang berada di langit.” Gao Li tertawa, Shuang Shuang pun tertawa.
Xiao Wu menepak-nepuk pundak Gao Li dan berkata,
“Aku sangat iri kepada bocah tengik ini, kau tidak pantas berpasangan dengan Shuang Shuang.”
Gao Li berkata,
“Jujur saja, memang harus begitu, aku hanya tidak tahu, mengapa dia bisa menyukaiku?”
Shuang Shuang tertawa dan berkata, “Mengapa wajahmu semakin hari semakin tebal saja?” Jawab Gao Li,
“Aku belajar semua ini dari Xiao Wu.”
Mereka bertiga tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba Xiao Wu merasa selama ini dia belum pernah begitu gembira.
Shuang Shuang tidur lebih awal. Setelah makan malam Gao Li memapahnya naik ke tempat tidur dan tak lupa menyelimutinya.
Shuang Shuang seperti anak yang dimanja, semua kebutuhannya harus diurus oleh orang lain.
Tapi dia bisa memberi kebahagiaan kepada orang lain. Bintang-bintang mulai muncul.
Gao Li dan Xiao Wu meletakkan tikar di balik dedaunan bunga, mereka berbaring sambil melihat bintang. Bintang sangat jauh dan berkilau.
Tiba-tiba Xiao Wu menarik nafas dan berkata, “Kau benar, dia adalah perempuan yang aneh.” Gao Li tidak bicara apa pun.
Kata Xiao Wu,
“Wajahnya tidak cantik, tapi hatinya cantik, lebih cantik dibanding si cantik di dunia ini.”
Gao Li tidak bicara. Kata Xiao Wu,
“Dulu aku merasa aneh, orang seperti dirimu mengapa begitu pelit, sekarang aku baru mengerti.”
Dia menarik nafas dan berkata,
“Demi seorang perempuan seperti dia, apa pun yang kau lakukan itu memang sangat pantas.” Tiba-tiba Gao Li berkata,
“Mungkin aku melakukan semua ini bukan demi dirinya.” Tanya Xiao Wu,
“Apakah memang bukan seperti itu?”
Gao Li menarik nafas dan menjawab, “Aku berbohong bukan demi dirinya, sebenarnya demi diriku.”
Kata Xiao Wu, “Oh!”
Kata Gao Li lagi, “Karena jika aku tidak berada di sini, hatiku tidak bisa tenang dan senang, karena itu...”
Dia berkata lagi,
“Setiap beberapa bulan sekali aku harus pulang dan menginap selama beberapa hari, jika tidak aku bisa menjadi gila dan akan jatuh sakit.” Orang pun seperti mesin, ada saatnya harus diperbaiki dan Ditambah dengan pelumas.
Xiao Wu mengerti maksudnya. Dia terdiam lama, kemudianbertanya lagi, “Di mana kau bertemu dengannya?”
Jawab Gao Li, “Dia yatim piatu.” Tanya Xiao Wu,
“Ke mana ayah ibunya?” Jawab Gao Li,
“Sewaktu dia berusia 13 tahun, orang tuanya sudah meninggal.”
Wajah Gao Li terlihat sangat sedih dan berkata, “Mereka hanya mempunyai seorang anak perempuan,
mereka takut dia akan merasa sedih. Dari kecil orang tuanya
selalu memuji bahwa dia adalah anak tercantik di dunia ini, dia sendiri pun tidak bisa melihat keadaan dirinya sendiri.” Tidak bisa melihat diri sendiri juga tidak bisa melihat orang lain. Karena dia tidak bisa melihat orang lain, jadi dia tidak bisa membedakan dirinya sendiri dengan orang lain.
Xiao Wu menarik nafas dan berkata,
“Dia buta, itu sangat tidak menguntungkan baginya, tapi karena itu juga nasibnya lebih beruntung.”
Kebahagiaan dan ketidak beruntungan, jaraknya sangat tipis.
Kata Gao Li,
“Pernah suatu waktu aku terluka parah, tidak sengaja aku datang ke tempat ini. Waktu itu orang tuanya belum meninggal, mereka mengobati aku, setiap hari mengurusku, tidak pernah menanyakan identitasku, juga tidak menganggapku orang jahat.”
Tanya Xiao Wu,
“Karena itu pula kau sering datang ke sini?” Jawab Gao Li,
“Waktu itu aku sudah menganggap bahwa mereka adalah keluargaku, setiap hari raya entah aku berada di mana, aku selalu berusaha pulang dan menemui mereka.”
Kata Xiao Wu,
“Aku tahu perasaanmu.”
Wajah Xiao Wu pun memancarkan kesedihan, pemuda yang riang itu ternyata di dalam hatinya menyimpan banyak rahasia yang tidak diketahui oleh orang lain.
Kata Gao Li,
“Tak lama kemudian orang tuanya meninggal. Sebelum meninggal mereka menitipkan putrinya kepadaku. Mereka tidak berharap aku akan menikah dengannya, hanya berharap aku menganggap dia sebagai adikku sendiri.”
KataXiao Wu,
“Apakah kau sudah menikah dengannya?” Kata Gao Li,
“Sekarang belum, tapi mungkin kelak aku akan menikah dengannya.”
Tanya Xiao Wu, “Demi balas budi?” Jawab Gao Li,
“Bukan.”
Tanya Xiao Wu,
“Apakah kau benar-benar mencintainya?”
Gao Li tampak ragu dan dengan pelan-pelan berkata, “Aku juga tidak tahu, apakah aku benar-benar suka
kepadanya atau tidak, aku hanya tahu... dia bisa membuatku
senang, bisa membuatku merasa bahwa aku adalah seorang manusia.”
Kata Xiao Wu,
“Kalau begitu, mengapa kau tidak cepat-cepat menikah dengannya?”
Gao Li terdiam lama, tiba-tiba tertawa dan bertanya, “Apakah kau ingin hadir pada pernikahan kami?” Jawab Xiao Wu,
“Itu sudah pasti.”
Gao Li menepak pundak Xiao Wu dengan kuat dan berkata, “Aku pasti akan mengundangmu.”
Kata Xiao Wu, “Aku juga pasti akan hadir.” Kata Gao Li,
“Besok aku akan bersiap-siap bertemu dengan si Gajah?” Tanya Xiao Wu,
“Si Gajah?” Jawab Gao Li,
“Si Gajah itu adalah orang tua yang membuat makanan untuk kita tadi.”
Tanya Xiao Wu, “Siapakah dia?”
Gao Li terlihat sangat misterius dan menjawab, “Menurutmu dia itu siapa?”
Kata Xiao Wu,
“Aku melihat dia orang yang sangat aneh, pasti mempunyai sejarah yang tidak biasa.”
Kata Gao Li,
“Apakah kau pemah melihat kapaknya?” Jawab Xiao Wu,
“Pernah.” Tanya Gao Li,
“Kau sudah lihat bagaimana dengan keahlian tangannya?” Jawab Xiao Wu,
“Sepertinya tidak kalah dengan kau atau aku.” Kata Gao Li, “Tafsiranmu tidak meleset.” Tanya Xiao Wu, “Siapakah dia? Mengapa dia bisa datang kemari? Dan mengapa dia begitu hormat kepadamu?”
Gao Li tertawa dan menjawab,
“Pelan-pelan kau akan mengetahui jawabannya.” Tanya Xiao Wu,
“Mengapa tidak beritahu saja sekarang?” Jawab Gao Li,
“Karena aku sudah berjanji tidak akan memberitahukannya kepada orang lain.”
Kata Xiao Wu, “Tapi aku...”
Kalimat ini belum habis, tubuhnya tiba-tiba sudah melayang jauh, seperti panah melesat ke balik semak-semak bunga.
Ilmu meringankan tubuhnya sangat tinggi, indah, dan istimewa.
Di balik semak-semak seperti ada yang berbicara, “Ilmu meringankan tubuh yang begitu bagus, benar-benar berasal dari keluarga ternama.” Wajah Xiao Wu berubah, dengan suara rendah dia berkata, “Siapakah Tuan ini?”
Dengan suara membentak, dia sudah masuk ke dalam semak-semak, tempat suara orang tadi berasal.
Dia tidak melihat ada orang.
Di semak-semak tidak ada bayangan orang.
Sinar bintang menerangi langit malam. Malam sudah begitu larut. Gao Li segera mengikuti Xiao Wu, dia mengerutkan dahi dan bertanya, “Apakah orang perkumpulan 15 bulan 7 sudah mengejar hingga ke sini?” Jawab Xiao Wu, “Sepertinya bukan.”
Tanya Gao Li, “Mengapa kau tahu itu bukan mereka?” Xiao Wu tidak menjawab.
Ekspresi wajah Xiao Wu sangat aneh, seperti kaget juga takut.
Mengapa dia tahu bahwa itu bukan dari perkumpulan 15 bulan 7 yang mengejar?
Mengapa dia merasa takut?
Gao Li tidak mengerti tapi dia juga tidak bertanya lagi. Setelah lama Xiao Wu bertanya,
“Kemana perginya si Gajah?” Jawab Gao Li,
“Mungkin dia sudah tidur.” Tanya Xiao Wu,
“Dia tidur di mana?” Kata Gao Li,
“Apakah kau ingin mencarinya?”
Xiao Wu tertawa dengan terpaksa dan menjawab, “Aku ingin mengobrol dengannya.”
Gao Li tertawa dan berkata,
“Apakah kau tidak tahu bahwa dia tidak senang mengobrol?”
Sorot mata Xiao Wu lebih aneh lagi dan berkata, “Mungkin dia akan senang mengobrol denganku.” Gao Li melihat dia dan berkata,
“Mungkin di dunia ini banyak hal aneh yang sering terjadi.” 0-0-0 Si Gajah belum tidur.
Sewaktu dia membuka pintu, kakinya masih memakai sepatu dan mata pun tidak terlihat seperti ingin tidur.
Tidak merasa mengantuk juga tidak ada ekspresi. Dia melihat siapa pun seperti melihat sebatang kayu.
Gao Li tertawa dan berkata, “Kau belum tidur?”
Jawab si Gajah,
“Bila aku sudah tidur aku tidak akan bisa membuka pintu.” Kata-katanya terdengar sangat pelan dan kaku seperti orang yang sudah lama tidak pernah bicara, juga tidak terbiasa berbicara dengan orang lain. Gao Li pun merasa aneh karena sudah lama dia tidak mendengar si Gajah berbicara.
Rumahnya sangat sederhana, kecuali keperluan sehari-hari tidak ada barang lain lagi. Kehidupannya seperti seorang biksu.
Xiao Wu merasa rumah ini dan ruang tidur Shuang Shuang seperti dua dunia yang berbeda.
Pak tua yang perawakannya tinggi, besar, kuat, kokoh, dan dingin terlihat terbalik dengan perawakan Shuang Shuang.
Bila bukan karena alasan yang aneh dan istimewa, mereka tidak akan bisa hidup bersama.
Si Gajah menarik kursi dan berkata, “Duduklah!”
Di ruangan itu hanya ada sebuah kursi, Gao Li dan Xiao Wu tidak duduk. Xiao Wu
berdiri di dekat pintu, matanya terus menatap orang tua itu. Tiba-tiba dia bertanya,
“Apakah sebelumnya kau pernah bertemu denganku? Si Gajah menggelengkan kepalanya.
Xiao Wu bertanya lagi,
“Tapi kau kenal denganku bukan?”
Si Gajah menggelengkan kepalanya lagi.
Gao Li melihat si Gajah dan melihat Xiao Wu, lalu Gao Li tertawa dan berkata, “Dia belum pernah bertemu denganmu, mana bisa dia kenal denganmu?”
Kata Xiao Wu,
“Sebab dia tahu ilmu meringankan tubuhku.” Tanya Gao Li,
“Apakah ilmu meringankan tubuhmu berbeda dengan ilmu orang lain?”
Jawab Xiao Wu, “Benar.”
Tnaya Gao Li,
“Mengapa aku tidak melihat keistimewaannya?” Jawab Xiao Wu,
“Karena kau masih terlalu muda.” Tanya Gao Li,
“Apakah kau sendiri sudah sangat tua?” Xiao Wu hanya bisa tertawa.
Kata Gao Li,
“Biarpun ilmu meringankan tubuhmu tidak sama dengan orang lain, dia pun tidak pernah melihatnya.” Kata Xiao Wu,
“Dia pernah melihatnya.” Tanya Gao Li,
“Kapan dia melihatnya?” Jawab Xiao Wu,
“Tadi.”
Tanya Gao Li, “Tadi?”
Xiao Wu tertawa lagi kemudian terdiam, tapi sepasang matanya terus melihat sepatu yang dipakai oleh si Gajah.
Tanah yang menempel di sepatu belum mengering. Cuaca akhir-akhir ini sangat baik, begitu mendekati tanaman bunga, tanah tampak basah, karena setiap sore si Gajah selalu menyiram tanaman.
Gao Li segera mengerti, orang yang bersembunyi di semak- semak tadi adalah dia.
“Orang yang tadi adalah kau.” Si Gajah mengakuinya.
Gao Li bertanya lagi, “Kau tahu siapa dia? Mengapa kau bisa kenal dengannya?” Si Gajah tidak menjawab, tapi membalikkan kepala dan bertanya kepada Xiao Wu, “Mengapa kau tidak pulang?”
Wajah Xiao Wu berubah dan berkata, “Pulang? Harus pulang ke mana?” Jawab si Gajah,
“Pulang ke rumahmu.” Xiao Wu bertanya, “Mengapa kau tahu rumahku?” Xiao Wu malah balik bertanya, “Mengapa aku harus pulang?” Jawab si Gajah,
“Karena kau memang harus pulang.” Xiao Wu bertanya lagi,
“Mengapa?” Jawab si Gajah,
“Karena ayahmu hanya mempunyai seorang anak laki-laki yaitu kau.”
Tubuh Xiao Wu membeku seperti terpaku di bawah. Mata Xiao Wu melihat ke arah pak
tua itu, setelah lama dia baru berkata, “Kau bukan si Gajah.”
Jawab Gao Li,
“Dia memang bukan gajah, dia manusia.”
Xiao Wu tidak meladeni perkataan Gao Li dan berkata, “Kau adalah Jin Kai Jia.”
Wajah orang itu tetap tidak ada ekspresi.
Gao Li sudah berteriak, “Jin Kai Jia? Maksudmu Da Lei Shen Jin Kai Jia?” (Dewa Geledek Besar Jin Kai Jia).
Jawab Xiao Wu, “Benar.”
Kata Xiao Wu lagi,
“Tadi kau tidak memberitahu kepadaku karena kau sendiri juga tidak tahu identitasnya.” Kata Gao Li,
“Aku tidak tahu bahwa dia adalah Da Lei Shen Jin Kai Jia.” Kata Xiao Wu,
“Kecuali orang tua ini, tidak ada orang yang bisa menggunakan kapak begitu lincah dan cekatan.”
Kata Jin Kai Jia,
“Sayang, kau pun masih terlalu muda, belum pernah melihat bagaimana jurus Feng
Lei Shen Fu 20 tahun yang lalu” Kata Xiao Wu,
“Tapi aku pernah mendengar tentangnya.” Kata Jin Kai Jia,
“Pasti kau pemah mendengarnya, asalkan dia mempunyai telinga dia pasti bisa mendengar.”
Wajahnya tidak ada ekspresi tapi dalam setiap perkataannya mengeluarkan wibawa yang menakutkan.
Kata Xiao Wu,
“Tidak kusangka, Da Lei Shen Jin Kai Jia yang menggegerkan dunia persilatan, bersembunyi di sini hanya untuk membelah kayu.”
Kata ini mengandung duri dan sindiran. Wajah Jin Kai Jia ada perubahan yang aneh, dia pun seperti terpaku di tanah.
Setelah lama dia baru berkata,
“Hal ini pula yang mengharuskan aku berterima kasih kepada keluargamu.”
Kata-kata ini juga mengandung duri. Kata Xiao Wu, “Mungkin kau tidak menyangkanya bahwa di tempat ini kau bisa bertemu denganku.”
Kata Jin Kai Jia, “Benar.”
Dengan tertawa dingin Xiao Wu berkata,
“Sepuluh tahun yang lalu, Da Lei Shen Jin Kai Jia adalah orang nomor satu di dunia persilatan, hari ini bertemu dengan aku, mengapa tidak membunuhku?”
Kata Jin Kai Jia,
“Aku tidak ingin membunuhmu.” Tanya Xiao Wu,
“Mengapa?” Jawab Jin Kai Jia,
“Karena kau adalah teman dari penolongku.” Tanya Xiao Wu,
“Siapa penolongmu?” Jawab Gao Li,
“Aku.”
Tanya Xiao Wu,
“Kau yang telah menolong Da Lei Shen Jin Kai Jia?” Gao Li tertawa kecut,
“Aku sendiri tidak menyangkanya bahwa yang aku tolong adalah pesilat nomor satu di dunia ini.”
Kata Jin Kai Jia dengan dingin,
“Waktu itu, aku sudah bukan jago nomor satu lagi di dunia persilatan, kalau tidak mengapa bisa direndahkan oleh orang- orang brengsek itu?” Matanya yang dingin mengeluarkan kemarahan, setelah lama dia baru berkata, “Semenjak bertarung di Tai Shan, dan terluka di tangan ayahmu, aku sudah bukan jago nomor satu di dunia persilatan.”
Tanya Xiao Wu,
“Apakah ayah sudah berhasil memecahkan jurus Chong Lou Fei Xue (Chong Lou Fei Xue = nama jurus)?”
Jawab Jin Kai Jia,
“Tidak ada yang bisa memecahkan jurus Chong Lou Fei Xue.”
Kata Xiao Wu,
“Meskipun ayah sudah memutuskan sebelah tanganmu, tapi kau masih mempunyai tangan sebelah kanan.”
Kata Jin Kai Jia, “Kau benar-benar masih muda, tidak tahu bahwa tangan yang dipakai oleh Da Lei Shen Jin Kai Jia adalah tangan kiri.” Xiao Wu terpaku.
Tiba-tiba dia berkata, “Setiap hari kau membelah kayu apakah untuk melatih tangan kananmu memegang kapak?”
Kata Jin Kai Jia, “Kau tidak bodoh!” Tanya Xiao Wu,
“Sudah berapa lama kau berlatih seperti ini?” Jawab Jin Kai Jia,
“Lima tahun.” Tanya Xiao Wu,
“Sekarang ini apakah tangan kananmu sudah setara tangan kirimu yang dulu?”
Jin Kai Jia tidak menjawab. Tidak akan ada orang yang memberitahu ilmu silat sebenarnya kepada musuhnya.
Gao Li menarik nafas dan berkata,
“Pantas di musim dingin kau masih membelah kayu, musim panas juga membelah kayu, sekarang aku sudah mengerti alasannya.”
Dia membalikkan badan dan berkata kepada Xiao Wu, “Sekarang aku juga tahu siapa dirimu.”
Kata Xiao Wu, “Oh!”
Kata Gao Li,
“Margamu bukan Wu, margamu Qiu, namamu Qiu Feng Wu.”
Xiao Wu juga tertawa,
“Tidak disangka kau juga kenal namaku.” Kata Gao Li,
“Dulu Ketua Wisma Kong Que, Tuan Qiu, di gunung Tai bertarung dengan orang nomor satu yaitu Da Lei Shen Jin Kai Jia. Orang yang tidak mempunyai telinga pun tahu tentang peristiwa ini.”
Qiu Feng Wu menarik nafas dan berkata, “Pertarungan itu benar-benar mengejutkan langit dan
setan.”
Gao Li tersenyum dan berkata,
“Karena itu nama Wisma Kong Que, aku pasti mendengarnya.” Kata Qiu Feng Wu, “Xiao Wu atau Qiu Feng Wu mereka sama-sama temanmu.”
Kata Gao Li, “Itu sudah pasti.” Kata Qiu Feng Wu, “Selama-lamanya.”
Tiba-tiba dia berkata kepada Jin Kai Jia,
“Tapi kita bukan teman, sekarang bukan, kelak pun bukan.” Kata Jin Kai Jia,
“Benar.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Bila kau mau mencari orang Wisma Kong Que untuk balas dendam, kapan waktu pun kau bisa menyerangku.”
Kata Jin Kai Jia,
“Mengapa aku harus membalas dendam kepada orang Wisma Kong Que?”
Tanya Qiu Feng Wu,
“Kau tidak ingin membalas dendam?” Jawab Jin Kai Jia,
“Tidak.”
Tanya Qiu Feng Wu, “Mengapa?”
Jawab Jin Kai Jia,
“Karena pertarungan itu adalah pertarungan yang adil, hidup atau mati tidak bisa menyalahkan orang lain, apalagi aku hanya putus sebelah tangan.”
Dia menarik nafas dan berkata lagi,
“Sebenarnya Pak Tua Qiu bisa mengambil nyawaku, tapi dia hanya mengambil sebelah tanganku, kalau ingin membalas harus balas budi bukan membalas dendam.” Qiu Feng Wu melihat dia, seperti sangat terkejut sekaligus tidak percaya, tapi juga kagum, akhirnya dia menarik nafas dan berkata, “Pantas ayah selalu berkata, Da Lei Shen Jin Kai Jia adalah seorang ksatria, kalah ya kalah, menang yang menang. Orang dunia persilatan tidak ada yang menyaingi Jin Kai Jia.”
Kata Jin Kai Jia, “Benar.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Biarpun ayahku menang darimu, tapi dia menang dengan senjata rahasia bukan dengan ilmu silat.”
Kata Jin Kai Jia,
“Apakah kau menganggap senjata rahasia itu bukan ilmu silat? Kau meremehkan senjata rahasia?”
Qiu Feng Wu berkata, “Aku...”
Kata Jin Kai Jia,
“Pedang, pisau adalah senjata. Senjata rahasia juga senjata, aku memakai kapak Feng Lei (Feng=angin, Lei=geledek), dia memakai Kong Que Ling (Bulu Merak, di bagian ujung ekor). Dia bisa menghindar serangan kapak Feng Lei tapi aku tidak bisa menghindan Kong Que Ling ayahmu.
Dia bisa menang, tidak ada orang yang merasa bahwa pertarungan ini tidak adil, termasuk kau.”
Kata Qiu Feng Wu dengan lesu dan tidak semangat, “Benar, ini salahku.”
Kata Jin Kai Jia,
“Bila sudah tahu salah, kau harus cepat pulang.” Kata Qiu Feng Wu,
“Sekarang ini aku tidak bisa pulang.” Tanya Jin Kai Jia, “Mengapa?”
Jawab Qiu Feng Wu,
“Aku sedang menunggu undangan pernikahan dari Gao Li.” Arak di atas meja. Setiap orang jika sudah dalam keadaan seperti itu selalu ingin mencari arak untuk minum.
Qiu Feng Wu minum arak,
“Pahlawan adalah pahlawan, dia tidak akan tua di makan jaman. Aku tidak menyangka Da Lei Shen Jin Kai Jia sampai saat ini masih begitu gagah dan berjiwa ksatria.”
Kata Gao Li,
“Tapi kehidupannya terlalu pahit, aku belum pernah mendengar dia tertawa.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Begitu mendengar kau mau menikah, dia tertawa.” Kata Gao Li,
“Karena itu aku harus mengundangnya.” Kata Qiu Feng Wu,
“Aku pun harus diundang.” Gao Li tertawa dan berkata,
“Di dunia ini ada berapa orang yang bisa mengundang Da Lei Shen Jin Kai Jia dan Tuan Muda Wisma Kong Que untuk menghadiri pernikahannya?” Tiba-tiba Qiu Feng Wu menaruh gelas arak dan berkata, “Aku bukan Tuan Muda Wisma Kong Que.”
Tanya Gao Li, “Apakah itu benar?” Jawab Qiu Feng Wu, “Memang bukan, karena aku tidak pantas.”
Dia menuang arak ke dalam gelas dan berkata, “Aku hanya pantas menjadi algojo di perkumpulan
pembunuh.” Kata Gao Li,
“Aku juga tidak mengerti mengapa kau bisa masuk ke dalam perkumpulan 15 bulan 7?”
Qiu Feng Wu melihat araknya sambil berkata,
“Karena aku terhina dengan Kong Que Ling, terhina oleh nama senjata rahasia ini, aku tidak mau seumur hidup tinggal di bawah bayangan Kong Que Ling, seperti anak yang bersembunyi di balik gaun ibunya.”
Kata Gao Li,
“Karena itu dengan kekuatan sendiri kau ingin mengangkat nama sendiri.”
Qiu Feng Wu mengangguk dan tertawa kecut,
“Karena aku tahu di dunia persilatan orang menghormati Wisma Kong Que, bukan hormat kepada orangnya, tapi kepada senjata rahasianya. Jika tidak ada Kong Que Ling sepertinya keluarga Qiu tidak berharga sepeser pun.”
Kata Gao Li,
“Tidak ada orang berpikir seperti itu.” Kata Qiu Feng Wu,
“Tapi aku punya pikiran seperti itu, aku masuk perkumpulan 15 bulan 7 karena aku ingin membubarkan perkumpulan itu. Aku harus menunggu kesempatan datang.”
Kemudian dia menarik nafas lagi dan berkata,
“Aku baru tahu, membubarkan 15 bulan 7 adalah pekerjaan yang sia-sia belaka.” Tanya Gao Li, “Mengapa?”
Jawab Qiu Feng Wu, “Karena perkumpulan 15 bulan 7 hanyalah sebuah perkumpulan boneka, di belakangnya masih ada suatu tenaga rahasia dan tenaga kuat yang mendukung dan mengatur mereka.”
Gao Li mengangguk dan berkata,
“Siapa yang mengatur perkumpulan ini?” Jawab Qiu Feng Wu,
“Kau pasti sudah bisa menebak!” Kata Gao Li,
“Mungkin hanya 70 %.” Tanya Qiu Feng Wu, “Siapadia?”
Gao Li tampak ragu tapi akhirnya menjawab, “Qing Long Bang.”
Qiu Feng Wu menepuk meja dan berkata, “Benar, aku pun menebak Qing Long Bang.” Kata Gao Li,
“Setahun ada 360 hari.” Kata Qiu Feng Wu,
“Menurut orang-orang Qing Long Bang mempunyai 360 cabang.” Tiba-tiba mereka tidak bicara lagi, tapi mereka merasa berat. Perkumpulan 15 bulan 7 sangat ketat dan kejam, tenaga perkumpulan ini sangat besar, mereka sangat tahu tentang hal ini.
Tapi perkumpulan 15 bulan 7 hanya salah satu cabang Qing Long Bang saja. Akhirnya Qiu Feng Wu menarik nafas dan berkata,
“Qing Long Bang pernah mengatakan bahwa di tempat itu asalkan ada matahari pasti ada kekuatan Qing Long Bang.”
Dia masih berkata,
“Jika laut belum mengering, semua batu belum pecah, Qing Long Bang tidak akan musnah.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Ketua Qing Long Bang siapa mananya, kita pun tidak mengetahuinya.”
Tanya Gao Li,
“Apakah benar tidak ada yang tahu?”
0-0-0
Shuang Shuang selalu bangun sangat pagi.
Gao Li membangunkan dia dan sekarang mereka ke gunung untuk memetik bunga. Masih banyak hal yang ingin mereka bicarakan, semalam kesempatan untuk mengobrol tidak banyak.
Qiu Feng Wu berdiri di pekarangan menikmati angin segar dan matahari yang bersinar cerah di alam pegunungan. Dia sempat ingin membantu Jin Kai Jia menyiapkan sarapan, tapi dia malah diusir keluar.
“Keluar, jika aku sedang bekerja, aku tidak ingin dilihat oleh orang lain.” Melihat orang nomor satu di dunia persilatan memegang sendok menggoreng telur, itu sangat tidak enak dipandang, membuat hati orang lain ikut merasa tidak nyaman.
Tapi Jin Kai Jia sendiri tidak mempunyai perasaan seperti itu. “Aku melakukan hal ini karena memang ingin kulakukan, hal ini akan membuat gerakan tanganku lincah. Bila kau rajin berlatih ilmu silat, kau melakukan hal apa pun, sama dengan melatih ilmu silatmu.”
Qiu Feng Wu terus mengingat kata-kata ini, seperti sedang mengunyah buah kana, terus menerus dikunyah selama rasanya masih ada.
Sekarang Qiu Feng Wu sudah mengerti mengapa Jin Kai Jia bisa menjadi orang nomor satu di dunia persilatan.
Sarapan sudah tersusun rapi di atas meja, mereka menunggu Gao Li dan Shuang Shuang pulang dari gunung.
Jin Kai Jia mulai membelah kayu.
Qiu Feng Wu melihatnya dari pinggir, dia merasa gerakan Jin Kai Jia sangat lancar dan terlihat mudah. Apa arti ilmu silat baginya? Hanya ada 4 kata yaitu : konsentrasi dan latihan dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya 4 kata ini juga cocok dalam melakukan semua hal.
Bila kau ingin sukses, harus berkonsentrasi dan latihan dengan sungguh-sungguh.
“Apakah kau tahu, sejak jaman dulu siapa orang nomor satu di dunia ini?”
“Tidak tahu.”
“Dia adalah Lu Ban.”
“Dia hanya seorang tukang kayu yang sukses.”
“Tapi setiap hari dia selalu menggunakan kapak, kegunaan dan keistimewaan kapak hanya dia saja yang tahu, kapak sudah seperti bagian dari tubuhnya, dia menggunakan kapak seperti menggunakan jari-jarinya, sangat lincah dan cekatan.” Qiu Feng Wu menarik nafas panjang. Dia merasa kata-kata Jin Kai Jia lebih berharga daripada rahasia ilmu silat. Hal ini pun tidak dapat disimpulkan oleh biksu-biksu yang bertapa di dalam kuil.
Matahari sudah menyinari semua tempat, gunung di kejauhan tampak begitu hijau. Seorang nenek tua berambut putih, tangan kirinya membawa sebuah tongkat, tangan kanannya membawa bungkusan. Bungkusan kain itu berwarna hijau, dia berjalan menyusuri sungai seorang diri, punggungnya bungkuk seperti udang kering.
Tanya Qiu Feng Wu,
“Apakah di sini tinggal keluarga lain?” Kata Jin Kai Jia,
“Ada, tapi paling sedikit jaraknya 1 hingga 2 kilometer.” Qiu Feng Wu tidak bertanya lagi, nenek tua itu sudah masuk ke dalam pekarangan, dia berjalan hingga terlihat kelelahan dengan tertawa dia berkata, “Apakah Tuan ingin membeli telur?”
Tanya Qiu Feng Wu,
“Apakah telur ini masih baru?” Jawab nenek itu,
“Pasti masih baru, kau pegang saja, telurnya masih terasa panas.”
Dia masuk dan jongkok di bawah kemudian membuka bungkusan yang dibawanya. Telur yang berada di dalam bungkusan memang besar dan masih baru. Nenek itu mengambil sebutir telur dan berkata, “Telur yang segar cocok untuk dimakan mentah-mentah, bisa juga diseduh dengan air panas lalu dimakan...”
Kata-kata nenek itu belum selesai, tiba-tiba terdengar suara desingan anak panah. Panah itu menembus punggung nenek itu, wajah nenek itu tampak kesakitan tapi dia masih berusaha melempar telur itu, tapi dia sudah tidak tahan lagi kemudian pun roboh.
Kemudian terlihat bayangan seseorang berbaju hitam muncul dari belakang jalan kecil, dalam sekejap dia sudah tiba di pekarangan, dia tidak bicara apa-apa, hanya mengambil telur yang dibawa oleh nenek itu dan dilemparkannya ke arah sungai.
Terdengar suara ledakan, air sungai bercipratan ke mana- mana. Kata orang berbaju hitam itu, “Sangat berbahaya.”
Wajah Qiu Feng Wu berubah, seperti sudah tidak bisa berkata-kata lagi karena ketakutan.
Orang berbaju hitam itu berkata,
“Apakah Tuan sudah tahu siapa nenek tua itu?” Qiu Feng Wu menggelengkan kepalanya.
Dengan suara kecil orang itu berkata,
“Dia adalah pembunuh yang diperintah oleh perkumpulan 15 bulan 7.”
Qiu Feng Wu terkejut dan berkata, “Perkumpulan 15 bulan 7? Tuan ini adalah...” Jawab orang berbaju hitam itu,
“Aku...”
Dia hanya bisa mengatakan satu kata, wajahnya sudah herubah dan mulutnya mengeluarkan darah. Begitu keluar darahnya segera berubah warna menjadi hitam. Jin Kai Jia dengan cepat berlari menghampiri mereka. Orang berbaju hitam itu sudah roboh, kedua tangannya memegang perut, dia berusaha berdiri dan berkata, “Cepat, cepat, di dalam pakaianku ada obat penawar...” Jin Kai Jia ingin mengambilnya, tapi segera dihalangi dan tangannya ditarik oleh Qiu Feng Wu. Rasa sakit orang berbaju hitam itu bertambah lagi, dengan menangis dia berkata, “Aku mohon cepat... cepatlah, tolong ambilkan obat penawarnya, bila terlambat, nyawaku tidak akan tertolong lagi.”
Dengan dingin Qiu Feng Wu memandangnya dan berkata, “Penawarnya ada di dalam bajumu sendiri, mengapa kau
tidak mengambilnya sendiri?”
Jin Kai Jia dengan marah berkata,
“Apakah kau tidak melihat dia sudah tidak bisa bergerak lagi? Mengapa tidak kita tolong saja dia?”
Jawab Qiu Feng Wu dengan dingin, “Dia tidak akan mati.”
Wajah baju hitam itu kelihatan kesakitan, tapi tiba-tiba dia meloncat, segera dia melepaskan 7 buah senjata rahasia.
Nenek tua itu juga tiba-tiba bangun dan meloncat dari posisinya yang terbaring kemudian melepaskan dua butir telur.
Qiu Feng Wu tidak menghindar malah terus maju ke depan, dia sudah mengambil 2 butir telur dan memasukkan ke dalam lengan bajunya.
Nenek tua itu bersalto di tengah udara, begitu turun dia baru tahu bahwa Qiu Feng Wu sudah berada di depannya.
Segera dua kepalan tangan sudah didorongkan, 2 buah dada pun ikut bergoyang. Tapi tangan Qiu Feng Wu sudah melalui 2 kepalan tangan itu. Tangan nenek tua itu belum sampai, telapak Qiu Feng Wu sudah menepuk ke bagian dadanya. Hanya ditepuk dengan ringan.
Badan si nenek tua ini seperti sudah menempel ke telapak tangannya, dua tangannya menjadi lemas, dia pun tidak bisa bergerak lagi. Tiba-tiba dia mendengar ada suara tulang yang patah. Jin Kai Jia dengan satu tangan menjepit si baju hitam kemudian dilepaskan. Si baju hitam sudah seperti tanah lembek, dan langsung ambruk ke bawah. Tulang rusuknya yang patah menembus baju hingga keluar.
Darah menetes dan merembes kedalam tanah. Jin Kai Jia melihatnya, matanya penuh dengan kekesalan, sepertinya dalam seumur hidup belum pernah dia melihat darah yang begitu banyak.
Nenek tua itu masih gemetaran.
Dia ketakutan, apakah karena dia kaget dengan jurus Qiu Feng Wu atau karena mendengar suara tulang yang patah?
Qiu Feng Wu menarik rambut putihnya dan juga kulit wajahnya, dari balik wajah itu segera muncul wajah lain.
Wajah yang ketakutan dan pucat, tapi masih terlihat sangat muda.
Dengan dingin Qiu Feng Wu bertanya, “Apakah kau pendatang baru?”
Orang ini mengangguk. Tanya Qiu Feng Wu lagi,
“Apakah kau tidak tahu siapa aku ini?” Jawab orang itu,
“Aku pernah mendengarnya.” Kata Qiu Feng Wu,
“Kau harus tahu, aku mempunyai banyak cara untuk membuatmu merasa menyesal mengapa harus dilahirkan ke dunia ini.”
Orang ini mengangguk wajahnya sudah bertambah pucat. Kata Qiu Feng Wu, “Lebih baik kau berkata jujur saja.” Kata orang ini,
“Baiklah.”
Tanya Qiu Feng Wu,
“Kalian datang ke sini berapa orang?” Jawab orang ini,
“Enam orang.” Tanya Qiu Feng Wu,
“Mereka itu siapa saja?” Jawab orang itu,
“Aku benar-benar tidak tahu.” Tanya Qiu Feng Wu,
“Mereka berada di mana?” Jawab orang itu,
“Di gunung sana menunggu kedatangan kami...”
Kata-katanya belum habis, sudah terdengar suara tulang patah. Qiu Feng Wu sudah membalikkan badan dan tidak melihat dia lagi. Dia membunuh manusia tidak pernah banyak melihat.
Jin Kai Jia terus melihat darah yang mengalir di tanah dan berkata, “Sudah 6 tahun aku tidak membunuh manusia.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Enam tahun bukan waktu yang pendek.” Kata Jin Kai Jia,
“Usia tiga belas tahun aku mulai membunuh manusia, hingga sekarang aku baru tahu bahwa membunuh manusia itu sangat menjijikan.” Kata Qiu Feng Wu,
“Hanya sedikit lebih baik dibandingkan dibunuh.” Tanya Jin Kai Jia,
“Mengapa kau tahu mereka akan datang untuk membunuhmu?”
Dengan tertawa kecut Qiu Feng Wu menjawab,
“Karena dulu pun aku melakukan perbuatan seperti yang mereka lakukan.” Jin Kai Jia ingin bertanya lagi, tapi tiba tiba terdengar suara Shuang Shuang bertanya, “Dulu kau pernah melakukan apa?”
Shuang Shuang duduk di pundak Gao Li, mereka berdiri di bawah sinar matahari. Wajah Gao Li pucat dan tegang, tapi wajah Shuang Shuang tampak berseri-seri, tawanya lebih cerah daripada matahari.
Qiu Feng Wu tidak menyangka dia bisa berubah menjadi begitu cantik. Di dunia ini kepercayaan diri dan kegembiraan akan membuat seorang perempuan berubah menjadi cantik.
Qiu Feng Wu tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaannya.
Shuang Shuang bertanya lagi,
“Sepertinya aku mendengar kalian mengatakan tentang membunuh orang.”
Akhirnya Qiu Feng Wu menjawab, “Kami sedang bercerita.”
Tanya Shuang Shuang,
“Cerita tentang apa? Aku senang mendengar cerita.” Kata Qiu Feng Wu,
“Tapi cerita ini tidak enak untuk didengar.” Tanya Shuang Shuang, “Mengapa?”
Jawab Qiu Feng Wu,
“Karena dalam cerita ini, ada kisah manusia yang membunuh manusia.” Wajah Shuang Shuang juga seperti terbawa oleh kesedihan Qiu Feng Wu, dia berkata, “Mengapa ada orang yang senang membunuh orang?”
Jawab Qiu Feng Wu,
“Mungkin bagi mereka jika tidak membunuh orang, maka dia yang akan dibunuh.”
Shuang Shuang mengangguk, tiba-tiba dia bertanya, “Mengapa di sini tercium bau darah?”
Jawab Jin Kai Jia,
“Aku baru saja memotong seekor ayam.”
Penduduk di daerah pegunungan semua memelihara ayam.
Hanya orang bodoh dari tempat yang jauh membawa telur ayam ke tempat ini untuk dijual. Walau terkena racun apa pun darah yang keluar dari mulut tidak akan berubah warna menjadi hitam, lebih-lebih jika terkena racun dan langsung roboh, dengan jelas masih bisa mengisyaratkan sesuatu.
Ini bukan karena rencana perkumpulan 15 bulan 7 kurang sempurna, tapi karena orang yang berencana ini belum pernah pergi ke pegunungan yang jauh dan sepi. Kedua orang yang datang tadi baru pertama kali melakukan pembunuhan dan yang mereka temui adalah lawan yang sudah berpengalaman. Apalagi mereka belum pernah mengalami kegagalan.
Di belakang kedua orang tadi masih ada 4 orang lagi.
Keempat orang itu terasa begiru menakutkan. Nasi harus dimakan. Qiu Feng Wu malah makan lebih banyak karena setelah makan, dia tidak tahu entah kapan bisa makan untuk berikutnya. Dia juga berharap Gao Li bisa makan banyak.
Tapi Gao Li terus melihat Shuang Shuang, matanya penuh dengan rasa khawatir. Sepertinya banyak hal yang ingin dia tanyakan kepada Qiu Feng Wu, tapi karena Shuang Shuang berada di sana maka dia tidak bisa bertanya.
Di meja makan hanya Shuang Shuang saja yang merasa gembira. Lebih mengetahui sedikit masalah, kekhawatiran pun akan makin sedikit, kadang-kadang tidak tahu apa-apa keadaannya malah lebih berbahaya.
Tiba-tiba Shuang Shuang bertanya, “Mengapa kalian tidak minum?”
Terpaksa Qiu Feng Wu menjawab, “Hanya setan arak bisa minum arak di siang hari.”
Tanya Shuang Shuang, “Apakah kalian bukan setan arak sungguhan?”
Jawab Qiu Feng Wu, “Untungnya bukan.”
Dengan suara kecil Shuang Shuang bertanya, “Bagaimana jika arak pernikahan?” Hati Qiu Feng Wu tiba-tiba seperti ditusuk oleh jarum. Arak pernikahan? Mereka juga sedang menunggu pernikahan Gao Li.
Qiu Feng Wu melihat Gao Li, tangan Gao Li gemetar dan wajahnya menjadi pucat.
Tidak ada pernikahan. Apa pun tidak akan ada.
Hanya ada darah, mungkin darah orang lain mungkin darah mereka sendiri. Darah yang mengalir tidak akan ada habis- habisnya.
Jika tangan pernah menyentuh setitik darah, seumur hidup kau akan bergelimang di dalam kubangan darah. Qiu Feng Wu sedang minum kuah, dia merasa kuah itu pahit dan berbau amis seperti darah.
Wajah Shuang Shuang sudah memerah, merah karena rasa bahagia.
Dia berkata, “Tadi Gao Li sudah mengatakan sesuatu kepadaku, dia bilang kalian sudah mengetahuinya.”
Qiu Feng Wu berkata dengan nada bingung, “Kami sudah tahu?”
Muka Shuang Shuang memerah dan berkata,
“Aku kira kalian akan memberi selamat kepadaku.” Kata Qiu Feng Wu,
“Selamat, selamat!”
Dia merasa mulutnya penuh dengan air pahit, ingin ditelan tidak bisa, ingin dibuang pun tidak bisa.
Dia tahu hati Gao Li terasa lebih pahit dari dia. Kata Shuang Shuang,
“Ada hal yang bisa dilakukan untuk merayakan selamat, mengapa kalian tidak minum?”
Kata Gao Li,
“Siapa bilang kami tidak minum arak, aku akan mengambil arak sekarang.”
Kata Shuang Shuang,
“Hari ini aku juga ingin minum, aku tidak pernah merasa begitu gembira.”
Kata Gao Li,
“Aku pun demikian.”
Meskipun dia berdiri, tapi badannya seperti membeku. Mayat-mayat di pekarangan belum dikubur, terjemur oleh matahari, semakin mengering dan semakin mengkerut.
Orang yang ingin membunuh mereka sudah berada di sekitar sana, setiap saat bisa muncul.
Kehidupan Shuang Shuang yang tenang akan hancur mungkin nyawanya pun akan hilang.
Tapi seumur hidupnya dia belum pernah merasa begitu gembira. Gao Li merasa pipinya semakin dingin. Air mata sudah mengalir, dengan pelan mengalir...
Qiu Feng Wu tidak tega melihat wajah Gao Li juga Shuang Shuang.
Dia takut, jika dia melihat, dia juga akan ikut menangis. Jin Kai Jia terus memasukkan nasi ke dalam mulutnya, sesuap demi sesuap, tiba-tiba dia menaruh sumpit dan berkata,
“Aku pergi sebentar.” Tanya Qiu Feng Wu, “Kau mau ke mana?”
Sebenarnya dia tahu Jin Kai Jia keluar ingin menghalangi pembunuh-pembunuh itu datang ke tempat ini.
Kata Jin Kai Jia,
“Aku pergi jalan-jalan.” Kata Qiu Feng Wu,
“Kita pergi bersama-sama.” Kata Shuang Shuang,
“Kalian mau pergi tapi arak saja belum sempat diminum.”
Dengan tertawa terpaksa Qiu Feng Wu menjawab, “Setelah kami pulang nanti, arak baru akan diminum, kami
mencari rebung yang segar untuk dimasak dengan ayam.” Gao Li tiba-tiba tertawa dan berkata,
“Kalian tidak perlu mencari, rebung sudah berada di pekarangan.”
Suaranya sangat tenang, sangat tenang dan aneh. Tenang dan menakutkan.
Begitu Qiu Feng Wu membalikkan kepala, hatinya sudah tenggelam.
Ada 4 orang dengan pelan memasuki pekarangan.
0-0-0
Matahari yang cerah, banyak bunga-bunga mekar bersamaan. Cuaca pun cerah. Orang yang pertama sudah masuk dengan perlahan. Dia melihat sekelilingnya dan berkata, “Tempat yang bagus.”
Wajah orang ini sangat panjang, seperti muka kuda. Di wajahnya banyak daging-daging lebih yang menempel.
Matanya merah. Ada orang yang begitu dilahirkan sudah berwajah galak, dia adalah orang seperti ini.
Pelan-pelan dia duduk dan mengeluarkan pisau yang panjang. Pisau itu digunakan untuk memotong kukunya.
Gao Li mengenalnya, orang itu bemama Mao Zhan.
Dalam perkumpulan 15/7 yang paling banyak membunuh orang adalah dia. Tiap kali saat dia membunuh orang kelakuannya seperti orang gila, begitu melihat darah, dia akan menjadi orang gila.
Kalau kali itu tidak ada tugas keluar, gerakan membunuh Bai Li Chang Qing dia pasti akan ikut serta.
Orang kedua pun dengan pelan-pelan masuk, dia juga melihat sekeliling rumah dan berkata, “Tempat yang bagus, kalau bisa mati di sini, itu juga lumayan.” Orang itu berwajah pucat. Wajahnya tidak ada daging. Hidung seperti hidung elang, mata pun seperti burung pemakan bangkai.
Tangannya membawa pedang, cahaya pedang seperti wajahnya, mengeluarkan cahaya kehijauan.
Kelihatannya dia tidak segalak Mao Zhan, tapi kadang- kadang orang berwajah seram lebih menakutkan daripada orang yang berwajah galak.
Di pekarangan ada sebuah pohon. Begitu masuk, dia sudah berbaring di bawah pohon karena dia paling benci dengan sinar matahari.
Gao Li Tidak mengenalnya, tapi kenal dengan pedangnya Yin Hun Jian, Ma Feng.
(Yin Hun Jian = pedang arwah). Perkumpulan 15 bulan 7 membeli orang itu dengan harga tinggi.
Dia tidak mudah membunuh orang, boleh dikatakan jarang tapi orang yang ingin dia bunuh, pasti akan masuk peti mati.
Jika dia membunuh orang, tidak pernah ingin ada orang lain di sisinya karena dia sendiri juga merasa cara yang dia pakai untuk membunuh orang terlalu kejam. “Jika kau ingin membunuh seseorang, kau harus membuatnya menjadi setan, dia tidak akan berani membalas dendam kepadamu.”
Orang ketiga perawakannya tinggi dan besar, dia tidak lincah tapi langkah kakinya ringan seperti seekor kucing. Gao Li kenal dengannya, orang ini kembali lagi ke perkumpulan.
Dia bernama Ding Gan.
Dengan pelan dia masuk dan melihat sekeliling lalu berkata, “Benar-benar tempat yang bagus, bisa di tempat ini
menunggu kematian, nasibnya sungguh mujur.”
Dia juga duduk dan mengerik jenggotnya dengan pisau melengkung miliknya. Dia adalah teman baik Mao Zhan, gerak gerik dia secara sengaja atau bahkan tidak sengaja meniru Mao Zhan. Jika dihitung temannya, hanya Mao Zhan lah teman satu-satunya. Orang keempat kelihatannya sangat ramah dan terpelajar. Wajahnya putih dan bersih, janggut pun dicukur dengan rapi.
Dia masuk dengan pelan, wajahnya tersenyum, matanya juga ikut tersenyum. Dia tidak bicara, dia juga tidak membawa senjata.
Kelihatannya dia seperti pelajar yang datang untuk mengunjungi teman. Tapi begitu Gao Li dan Qiu Feng Wu melihat orang itu, mereka merasakan adanya hawa dingin naik dari bawah kaki. Mereka merasa dia lebih menakutkan dibanding Mao Zhan, Ding Gan, dan Ma Feng.
Mereka kenal dengan orang itu, dia adalah pemimpin perkumpulan 15/7, orang memanggilnya dengan sebutan You Ming Cai Zi, Xi Men Yu. (You Ming Cai Zi = orang berbakat dari dunia lain).
Gao Li sudah 3 tahun ikut dengan perkumpulan ini tapi belum melihat Xi Men Yu turun tangan sendiri.
Katanya dia membunuh orang sangat pelan. Dia pernah membunuh satu orang hingga 2 hari lamanya. Katanya orang yang dibunuhnya walau sudah mati, tidak ada yang menyangka bahwa itu adalah wujud orang.
Ini hanya kata-kata dari orang-orang. Orang yang tidak percaya tidak banyak karena dia terlihat terlalu terpelajar, lembut dan sopan. Orang yang terpelajar seperti dia apakah bisa membunuh orang? Sekarang dia dengan senyum berdiri di pekarangan menunggu, tidak tergesa-gesa juga tidak marah sepertinya disuruh menunggu 3 hari pun tidak apa-apa. Tapi Gao Li dan Qiu Feng Wu tahu sekarang adalah waktunya mereka keluar. Mereka saling pandang.
Qiu Feng Wu menurunkan pedang dari dinding. Gao Li dari sudut dinding mengambil tombaknya. Tiba-tiba Shuang Shuan berkata,
“Di luar ada orang yang datang, apakah teman yang kau undang?”
Jawab Gao Li, “Mereka bukan teman.”
Tanya Shuang Shuang, “Bukan teman, lalu mereka itu siapa?”
Jawab Gao Li, “Mereka adalah perampok.”
Wajah Shuang Shuang langsung berubah, dia seperti mau pingsan. Gao Li merasa hatinya sakit, dengan lembut dia berkata, “Aku akan menyuruh si Gajah menemanimu ke kamar dan beristirahat, sedang aku segera mengusir perampok- perampok itu.”
Tanya Shuang Shuang,
“Apakah kalian dapat dengan cepat mengusir mereka?” Jawab Gao Li, “Ya.”
Dia berusaha menahan supaya air mata tidak keluar, mungkin ini adalah terakhir kalinya dia membohongi Shuang Shuang.
0-0-0
Mao Zhan masih memotong kuku, Ding Gan sedang mengerik janggut dengan pisau lengkungnya. Ma Feng masih berbaring di bawah pohon. Di mata mereka Gao Li dan Xiao Wu hanya dua orang yang sudah mati. Xi Men Yu menyambut Gao Li dan Qiu Feng Wu lalu berkata,
“Dua hari ini kalian tentu sudah merasa lelah.” Qiu Feng Wu masih bisa tertawa dan menjawab, “Ya, lumayan juga.” Tanya Xi Men Yu,
“Apakah kemarin malam kalian dapat tidur nyenyak?” Jawab Qiu Feng Wu,
“Kami tidur dengan nyenyak dan makan kenyang.” Xi Men Yu tertawa dan berkata,
“Bisa tidur dan bisa makan itu sangat beruntung. Waktu itu aku sudah memberi uang kepada kalian, apakah sudah habis?”
Jawab Qiu Feng Wu, “Masih ada sedikit.” Kata Xi Men Yu tertawa,
“Pasti masih ada, karena Bai Li Chang Qing sangat dermawan.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Benar, dia memberi kami 50.000 tail, tidak disangka menolong orang lebih tinggi harganya daripada membunuh orang.”
Xi Men Yu mengangguk dan berkata,
“Terima kasih, kau sudah memperingatiku. Kelak aku harus mengubah profesi.”
Tanya Qiu Feng Wu, “Sekarang bagaimana?” Jawab Xi Men Yu,
“Sekarang aku harus dengan gratis membunuh beberapa orang.”
Qiu Feng Wu dengan nafas panjang berkata, “Sebenarnya aku juga harus dengan gratis membunuh satu orang tapi sayang kulit orang itu terlalu tebal, aku akan lelah membunuhnya.”
Kata Xi Men Yu,
“Apakah yang kau maksud itu Ding Gan?” Kata Qiu Feng Wu,
“Aku merasa kulitnya begitu tebal, entah bagaimana janggutnya bisa tumbuh?”
Jawab Xi Men Yu,
“Dia benar-benar bermuka tebal dan tidak tahu malu, membunuh dua orang temannya sendiri, coba kau tebak bagaimana caraku harus menghadapi dia?”
Jawab Qiu Feng Wu,
“Aku tidak bisa menebak.” Kata Xi Men Yu,
“Aku memberinya 500 tail perak. Karena dia masih hidup dan bisa memberitahu kepadaku mengenai keberadaan kalian.”
Dia tertawa lagi dan berkata, .
“Kau lihat, apakah aku sangat adil?” Kata Qiu Feng Wu,
“Benar, kau sangat adil.”
Xi Men Yu tiba-tiba menarik nafas dan berkata,
“Aku tahu kau menemaniku mengobrol, sebenarnya kau menunggu kesempatan untuk membunuhku. Sebenarnya aku menganggap kau adalah orang yang paling mengerti bagaimana cara membunuh orang karena itu aku merasa sangat sayang dengan keadaan ini.” Tanya Qiu Feng Wu,
“Kau masih tahu mengenai apa?” Jawab Xi Men Yu,
“Aku tahu kalian pasti menungguku di sini.” Tanya Qiu Feng Wu,
“Mengapa?” Jawab Xi Men Yu,
“Membawa seorang perempuan sambil berjalan itu yang sangat mengganggu, dan perempuan ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja.”
Tiba-tiba dia tertawa kepada Gao Li, “Apakah benar?”
Dengan dingin Gao Li berkata, “Benar.”
Kata Xi Men Yu dengan tersenyum,
“Aku sudah lama tahu bahwa istrimu secantik dewi, mengapa tidak mempersilakan dia keluar?”
Jawab Gao Li,
“Dia hanya mau bertemu dengan orang, tidak ingin bertemu dengan...”
Tubuhnya membeku, suara pun menjadi serak. Karena dia sudah mendengar suara langkah Shuang
Shuang. Shuang Shuang yang dengan susah payah berusaha
keluar dari rumah.
Mata setiap orang tiba-tiba menjadi membesar seperti melihat ada orang yang mempunyai tiga kaki.
Mao Zhan tertawa terbahak-bahak, “Kalian lihat dia adalah istri Gao Li.” Ding Gan tertawa dan berkata,
“Apakah dia adalah manusia? Dia adalah siluman, siluman sungguhan!”
Kata Mao Zhan,
“Kalau harus menikah dengan siluman ini, lebih baik aku menjadi biksu.” Wajah Gao Li mulai berubah, dia tidak berani membalikkan badan melihat Shuang Shuang. Tiba-tiba Gao Li seperti seekor binatang yang terluka berlari keluar. Dia lebih memilih mati daripada melihat Shuang Shuang terluka hatinya. Di mata si ahli tombak, jika dua buah tombak dipakai secara bersama-sama, itu bukan termasuk jurus dalam ilmu tombak.
Ilmu silat sama seperti hal-hal yang ada di dunia ini, semakin banyak yang dipakai belum tentu itu adalah hal yang terbaik.
Seseorang jika mempunyai 7 jari dalam satu tangan, belum tentu dia lebih mahir menotok daripada orang yang mmemiliki 5 jari.
Karena orang yang mahir menotok hanya dengan menggunakan satu jari saja sudah bisa melakukannya, orang yang menggunakan 2 buah pedang atau 2 buah pisau, mungkin mereka memiliki alasan khusus.
Kata mereka,
“Orang memiliki dua buah tangan, mengapa hanya menggunakan sebuah senjata?” Apa pun alasannya, sekarang ini tidak ada yang menganggap bahwa Gao Li sudah membuat kesalahan.
Dua buah tombak Gao Li laksana tanduk naga beracun juga seperti sayap seekor elang terbang.
Dia berlari melewati Xi Men Yu dan tombak sudah keluar, artinya adalah pertarungan sudah dimulai. Tapi Qiu Feng Wu tidak bergerak karena Xi Men Yu sendiri belum bergerak, dia juga tidak memandang ke arah Gao Li.
Matanya terus melihat tangan Qiu Feng Wu, tangan Qiu Feng Wu yang memegang pedang. Qiu Feng Wu sudah merasa tangannya terus menerus mengeluarkan keringat dingin.
Xi Men Yu tiba-tiba tertawa dan berkata,
“Kalau aku menjadi dirimu, sekarang aku akan meletakkan pedang itu.”
Tanggap Qiu Feng Wu, “Oh!”
Kata Xi Men Yu,
“Jika kau meletakkan pedang itu, mungkin kau masih bisa hidup lebih lama.”
Tanya Qiu Feng Wu,
“Ada kemungkinan berapa persen aku masih bisa hidup?” Jawab Xi Men Yu,
“Tidak banyak, tapi itu lebih baik dibanding tidak ada kesempatan sama sekali.”
Kata Xi Men Yu,
“Ilmu tombak Gao Li benar-benar bagus, di antara semua orang yang memakai tombak, dia termasuk yang terbaik.”
Kata Qiu Feng Wu, “Perkataanmu sangat adil.” Kata Xi Men Yu,
“Aku pernah melihat caranya menggunakan tombak juga pernah melihat dia membunuh orang. Di dunia ini tidak ada orang yang lebih mengenalnya daripada diriku.” Kata Qiu Feng Wu,
“Aku tahu kau sangat memperhatikan dia.” Kata Xi Men Yu,
“Aku juga sangat mengenal Mao Zhan dan Ding Gan.” Kata Qiu Feng Wu,
“Kau menganggap mereka bisa menghadapi Gao Li.” Kata Xi Men Yu,
“Paling sedikit, kemampuan mereka hampir sama.” Tanya Qiu Feng Wu,
“Bagaimana dengan diriku?” Jawab Xi Men Yu,
“Aku juga sangat mengerti dirimu.” Kata Qiu Feng Wu,
“Kau dan Ma Feng bisa menghadapiku.” Kata Xi Men Yu,
“Bukan hanya bisa, tapi lebih dari itu.” Kata Qiu Feng Wu,
“Karena kau sudah memperhitungkan semuanya dengan matang, baru berani datang kemari.”
Kata Xi Men Yu,
“Kita harus mengetahui keadaan musuh dahulu dan kemampuan sendiri, dan yakin akan 100% menang. Sekarang jika hanya 90% menang, aku tidak akan datang kemari.” Qiu Feng Wu tiba-tiba mengeluarkan nafas panjang seperti seseorang yang hampir mati tenggelam di dasar laut, tiba-tiba menemukan daratan. Xi Men Yu yang teliti, dia tidak memasukkan Jin Kai Jia dalam perhitungannya, dia tetap salah perhitungan.
Mimpi pun dia tidak menyangka bahwa orang nomor satu di persilatan sepuluh tahun yang lalu, Jin Kai Jia berada di sini.
Kesalahan besar atau kecil mungkin ini adalah kesalahan yang bisa berakibat fatal.
Tapi ini adalah suatu kesalahan besar.
Qiu Feng Wu dengan pelan mengangguk dan berkata, “Benar, perhitunganmu sangat tepat, kalian berempat
cukup untuk menghadapi kami berdua.”
Mereka tidak melihat Jin Kai Jia, tapi Qiu Feng Wu tahu pada saat yang tepat Jin Kai Jia pasti akan muncul.
Dia hampir tertawa memikirkan semua ini.
Dua buah tombak memancarkan cahaya perak berkilauan menyinari wajahnya, dia belum pernah merasa begitu santai.
Xi Men Yu memandang wajahnya, tiba-tiba tertawa dan berkata, “Aku tahu di sini masih ada satu orang lagi.”
Tanya Qiu Feng Wu, “Kau tahu?”
Xi Men Yu menjawab,
“Karena itu, yang datang kemari bukan hanya kami berempat saja.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Aku tidak melihatnya, tapi aku sudah sempat memikirkannya.” Senjata saling beradu, mengeluarkan suara yang mendenging, ayunan pedang yang kencang menghasilkan angin besar membuat rambutnya berantakan. Tapi wajahnya tetap tidak bergerak. Qiu Feng Wu benar-benar kagum, dia tidak pernah melihat ada orang yang begitu tenang.
Qiu Feng Wu juga tertawa dan berkata,
“Mana yang lain? Apakah mereka sudah bersiap-siap di belakang untuk membakar rumah?”
Jawab Xi Men Yu, “Benar.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Menghalangi jalan mundurku, kemudian berputar ke depan bersamaan dengan kalian menyerang kami.”
Kata Xi Men Yu,
“Kau sangat mengerti diriku.” Kata Qiu Feng Wu,
“Aku belajar dengan cepat.” Kata Xi Men Yu,
“Sebenarnya kau bisa menjadi asistenku.”
Tiba-tiba pandangan dia bergeser kepada Shuang Shuang.
Shuang Shuang berdiri di ambang pintu, berdiri di bawah sinar matahari. Tangannya yang kecil berpegangan ke pintu, seperti yang setiap saat dia bisa roboh.
Tapi dia tidak jatuh. Tubuhnya membeku. Ekspresi yang terpancar dari wajahnya membuat yang kita tidak tahu apa yang dia inginkan.
Biarpun dia tidak roboh, tapi hatinya sudah hancur. Qiu Feng Wu tidak tega melihat Shuang Shuang seperti itu, tiba- tiba dia tertawa dan bertanya, “Mengapa kalian tidak mulai membakar?”
Jawab Xi Men Yu, “Belum saatnya.” Tanya Qiu Feng Wu,
“Harus menunggu apa lagi?”
Jawab Xi Men Yu, “Tidak perlu tergesa-gesa.” Kata Qiu Feng Wu,
“Aku takut mereka tidak akan bisa membakar rumah.” Jawab Xi Men Yu,
“Siapa pun akan bisa melakukannya.” Jawab Qiu Feng Wu,
“Hanya ada semacam orang tidak akan bisa melakukannya.”
Jawab Xi Men Yu,
“Orang yang sudah mati.”
Qiu Feng Wu tertawa. Pada saat itu juga Xi Men Yu sudah lari dari sisi Qiu Feng Wu, dan berlari menuju ke tempat Shuang Shuang.
Ma Feng yang berada di bawah pohon juga ikut meloncat siap menusuk leher Qiu Feng Wu.
Tapi pada saat itu dari arah belakang ada 2 sosok bayangan orang yang meluncur.
Itu adalah dua sosok mayat.
Xi Men Yu tidak melirik kepada kedua orang ini, karena dia sudah tahu ini bahwa itu adalah mayat, dia mulai sadar bahwa dia sudah salah memperhitungkan keadaan di sana.
Sekarang sasarannya adalah Shuang Shuang. Dia sudah melihat perasaan Gao Li terhadap Shuang Shuang. Asal bisa menyandera Shuang Shuang pertarungan ini meskipun tidak akan dia menangkan, tapi setidaknya dia bisa mundur dengan selamat.
Shuang Shuang tidak bergerak juga tidak menghindar. Tapi di belakangnya telah muncul seseorang. Seorang raksasa yang wujudnya seperti dewa langit. Jin Kai Jia hanya berdiri di pintu seperti tidak ada persiapan untuk bertarung.
Tapi semua orang bisa melihat bahwa untuk mengalahkannya bukan hal yang mudah. Wajahnya tidak ada ekspresi, mata yang berwarna abu tua dengan dingin memandang Xi Men Yu.
Dia tidak mengeluarkan gerakan untuk mencegah serangan Xi Men Yu, tapi Xi Men Yu yang malah berhenti mendadak. Dia seperti menabrak sebuah dinding yang tidak terlihat.
Ekspresi pak tua yang hanya mempunyai sebelah tangan, walaupun terlihat tidak siap bertarung tapi tubuhnya dipenuhi dengan hawa membunuh. Sudut mata Xi Men Yu sepertinya sudah mulai membeku. Dia memandang pak tua itu lalu bertanya, “Siapakah nama Tuan?”
Jawab Jin Kai Jia, “Margaku Jin.”
Tanya Xi Men Yu, “Apakah jin yang artinya emas?”
Tiba-tiba dia melihat kapak pak tua itu, segera tubuhnya mematung, membeku.
“Da Lei Shen!” Tanya Jin Kai Jia,
“Kau tidak menyangkanya bukan?”
Xi Men Yu menarik nafas dan berkata, “Perhitunganku salah, seharusnya aku tidak kemari.” Kata Jin Kai Jia,
“Tapi kau sudah kemari.” Tanya Xi Men Yu, “Apakah aku boleh pergi?” Kata Jin Kai Jia,
“Tidak!”
-
Kata Xi Men Yu,
“Aku bisa meninggalkan sebelah tanganku.” Kata Jin Kai Jia,
“Satu tangan saja tidak cukup.” Tanya Xi Men Yu,
“Kau masih mau apa lagi?” Jawab Jin Kai Jia,
“Aku ingin nyawamu.” Tanya Xi Men Yu,
“Apakah tidak bisa ditawar lagi?” Jawab Jin Kai Jia,
“Tidak!”
Xi Men Yu menarik nafas dan berkata, “Baiklah!”
Tiba-tiba dia menyerang, sasarannya tetap Shuang Shuang.
Melindungi orang lain, lebih sulit daripada melindungi diri sendiri, mungkin Shuang Shuang merupakan kelemahan Jin Kai Jia.
Jin Kai Jia tidak melindungi Shuang Shuang. Tapi dia tahu cara terbaik untuk bertahan adalah dengan menyerang. Tangannya diayun, kapak besi sudah siap untuk membelah.
Caranya sederhana, mudah, tidak ada perubahan, ayunan kapak ini tidak perlu dilakukan untuk kedua kalinya.
Mengayun kapak untuk membelah, ini adalah cara yang paling mudah dalam ilmu silat.
Tapi jurus Jin Kai Jia sudah melalui ribuan kali perubahan, dan terus berubah. Ayunan ini sudah hampir sempuma. Tidak ada orang yang bisa melukiskan betapa dasyatnya tenaga ini, juga tidak ada yang bisa mengerti. Xi Men Yu sendiri pun demikian.
Begitu dia melihat kapak mulai membelah, dia merasa kapak yang dingin itu sudah menancap ke dalam tubuhnya, dia juga mendengar suara tulang sendinya yang patah. Dia tidak percaya ini benar-benar terjadi. Mati, mengapa ada hal seperti itu?
Tidak ada rasa sakit, tidak ada rasa takut.
Dia belum benar-benar memikirkan kematian tapi kematian sudah datang menjemputnya.
Kemudian yang ada hanyalah kegelapan.
Shuang Shuang tidak bergerak, tapi air mata sudah mengalir pelan-pelan menetes ke wajahnya.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan lagi.
Qiu Feng Wu merasa bahwa Ma Feng adalah musuh yang menakutkan, tapi saat itu Ma Feng sudah membuat kesalahan.
Dia mengayun pedang terlalu tinggi, dan posisi perutnya tidak terlindung. Qiu Feng Wu tidak ragu lagi, langsung menusuk perutnya.
Ma Feng seperti seekor ikan yang sudah terpancing. Begitu dia terjatuh, darah baru mengalir. Dia mati begitu cepat. Mao Zhan seperti orang gila karena dia sudah mencium bau darah. Darah membuatnya seperti seekor binatang yang kelaparan.
Kegilaannya ini sudah mendekatkan dia pada kematian, dia tidak melihat orang lain, dia hanya melihat tombak Gao Li yang berayun-ayun. Ding Gan sudah mundur selangkah demi selangkah. Tiba-tiba dia membalikkan badan dan terpaku.
Qiu Feng Wu dengan dingin menunggu dia. Qiu Feng Wu berkata, “Kau ingin kabur lagi?”
Ding Gan menjawab,
“Sudah kukatakan, aku ingin terus bertahan hidup.” Kata Qiu Feng Wu,
“Kau juga mengatakan, demi bertahan hidup apa pun akan kau lakukan.”
Jawab Ding Gan, “Benar.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Sekarang demi diriku, lakukanlah satu hal.”
Mata Ding Gan mengeluarkan sorot sedikit harapan. Segera dia bertanya, “Hal apa?”
Tanya Qiu Feng Wu,
“Apakah Mao Zhan adalah teman baikmu?” Jawab Ding Gan,
“Aku tidak mempunyai teman.” Kata Qiu Feng Wu,
“Baiklah, jika kau membunuh dia, aku tidak akan membunuhmu.” Ding Gan tidak berbicara. Tangannya sudah mengayun. Tiga pisau melengkung sudah terbang seperti petir. Tiga pisau menancap ke dada kiri Mao Zhan. Mao Zhan membalikkan badan untuk melihat. Dia sudah tidak melihat Gao Li juga tombaknya yang berwarna perak. Tombak sudah berhenti diayunkan. Dia melihat Ding Gan dan selangkah demi selangkah berjalan ke depan. Tapi darah terus mengalir dari dadanya.
Wajah Ding Gan sudah pucat dan selangkah demi selangkah mundur. Dia berkata, “Jangan salahkan aku, jika aku menemanimu mati, juga tidak akan ada gunannya.” Mao Zhan menggigit bibirnya menahan marah, darah pun keluar dari mulutnya. Tiba-tiba Ding Gan tertawa dingin dan berkata, “Jangan kira aku takut kepadamu, sekarang jika aku mau membunuhmu, itu sangat mudah.” Dia mulai mengayunkan tangannya. Tiba-tiba wajahnya berubah drastis karena dia sudah merasa bahwa tangannya sudah dipegang.
Mao Zhan masih berjalan maju selangkah demi selangkah.
Tapi Ding Gan tidak bisa bergerak juga tidak bisa mundur. Tangan Qiu Feng Wu seperti tang dengan kencang menjepit tangannya. Muka Ding Gan sudah pucat dan berkata, “Lepaskan aku, kau sudah janji akan melepaskanku.”
Kata Qiu Feng Wu,
“Aku tidak akan membunuhmu.” Kata Ding Gan,
“Tapi dia...”
Kata Qiu Feng Wu,
“Bila dia mau membunuhmu, tidak ada hubungannya denganku.” Tiba-tiba Ding Gan berteriak, suaranya seperti binatang yang masuk ke dalam perangkap. Kemudian nafasnya juga berhenti.
Mao Zhan sudah berada di hadapannya, dengan pelan dia mencabut pisau melengkung yang berada di tubuhnya, kemudian menancapkan ke dada Ding Gan. Dengan tiga buah pisau melengkung ditancapkan ke dada Ding Gan, dia masih berteriak kemudian roboh. Mao Zhan melihat dia roboh tiba- tiba membalikkan badan, di depan Qiu Feng Wu dia memberi hormat.
Kemudian dia tidak berkata apa-apa lagi. Dia memotong lehernya dengan pisaunya sendiri.
Tidak ada yang bergerak, tidak ada yang bersuara.
Darah sudah menyatu dengan tanah. Mayat mulai mengering.
Akhirnya Shuang Shuang juga roboh.
Qiu Feng Wu melihat dia seperti melihat sekuntum bunga yang semakin lama semakin layu...