Jilid 06 : Lepas dari Sin Kee Pang
HONG-PO SENG sendiri sesudah mengetahui bahwa kematian berada diambang pintu, sikapnya malahan berubah jadi semakin tenang, dengan mulut membungkam ia lantas mengikuti dibelakang semua orang berjalan meninggalkan ruangan tersebut.
Siauw Leng yang berjalan didepan Hong-po Seng tiba- tiba berpaling, mengerling sekejap kearahnya, rupanya ia menasehati sianak muda itu agar jangan menghantarkan nyawa dengan percuma.
Hong-po Seng tertawa sedih, ia segera gelengkan kepalanya berulang kali.
Sekeluarnya dari bilik kecil yang indah tadi. Pek Siauw Thian serta siucay berusia pertengahan itu berdiri menanti disisi lapangan. sedangkan Pek Koen Gie sambil bertolak pinggang berdiri kaku ditengah lapangan, ujarnya ketus sambil memandang kearah pemuda itu:
„Menyeranglah dengan segenap tenaga yang kau miliki, asal kau bisa menangkap aku orang Pek Koen Gie satu jurus atau setengah gerakan, kami akan menganggap nasibmu baik dan umurmu panjang, jiwamu akan kami ampuni untuk kali ini”.
„Terima kasih atas nasehatmu" sahut Hong Po Seng dengan wajah serius."Sejak kecil cayhe sudah dapat didikan keras dari keluargaku untuk melakukan segala pekerjaan dengan segenap tenaga, akupun berharap agar nona lebih berhati hati".
Napsu membunuh melintasi diatas wajah Pek Koen Gie, ia mendengus gusar kemudian menerjang maju kedepan, sebuah pukulan kilat dengan cepat dilepaskan.
Tampak Hong Po Seng menarik mundur kaki kirinya setengah langkah kebelakang, telapak kirinya dikepal kencang lalu membentuk gerakan setengah lingkaran depan dada...Duus! satu pukulan kilat telah dilepaskan kedepan.
Sedari tadi baik Pek Siauw Thian maupun Pek Koen Gie telah mengetahui kalau pemuda ini telah mempelajari jurus pukulan tersebut, tetapi setelah menyaksikan kedahsyatan serta kemantapan dari serangan yang dilepaskan, diam-diam merasa kaget juga.
Gerakan telapak yang amat sederhana dari Hong-po Seng barusan dengan gampang sekali berhasil mematahkan serangan telapak musuh melihat pukulannya digagalkan Pek Koen Gie mengerutkan dahi, ia tertawa dingin dan jurus serangannya segera berubah.
Telapaknya langsung menabok kearah pinggang sementara jari tangan kirinya mendadak meletik dan diam-diam membokong punggungnya.
Serangan telapak serta jari yang dilancarkan dalam tempo yang bcrsamaan ini kecepatan yang luar biasa, Hong- po Seng ter kesiap, dengan tetap menggumakau jurus "Koen-Siuw-Ci-Tauw" ia balas mengancam bahu gadis itu, kecepatan serta kedahsyatannya tidak kalah dengan pihak lawan, memaksa Pek Koen Gie harus membuyarkan ancamannya sambil berkelit kesamping untuk menghindarkan diri.
.,Gie-jie, bertarunglah dengan hati mantap dan Jenyapkan godaan emosi dari benakmu! "terdengar Pek Siauw Thian memperingatkan.
„Aku sudah tahu! "sahut gadis itu, badannya meluncur kembali kedepan sambil melepaskan pukulan-pukulan maut. Dengan langkah yang mantap tapi tepat Hong Po Seng selalu berputar kian kemari dalam ruangan seluas tiga depa, telapak kirinya membabat terus dengan gagah dan berat, walaupun perobahannya sangat banyak namun tetap hanya memakai jurus" Koen Sie Ci Sauw".
Sekalipun begitu perlahan-lahan tapi tetap Pek Koen Gie berhasil dipaksa mundur hingga sudut yang terjepit.
Setelah lewat belasan jurus kembali, mendadak Hong Po Seng mengerutkan alisnya, Sreet - . .! sebuah pukulan gencar yang dilepaskan kembali memaksa Pek Koen Gie untuk mundur satu langkah lebar kesamping.
Hong Po Seng tidak rela menyerah dengan begitu saja, tapi diapun tahu meskipun berhasil merebut kemenangan juga sulit baginya untuk lolos dari situ dalam keadaan hidup, maka pertarungan ini dilangsungkan dengan tenaga, mantap dan sama sekali tidak gugup. Tanpa sadar perbuatannya ini justru membawa dia mencapat puncak yang tertinggi dari ilmu silat, dengan sendirinya daya tekanan yang dihasilkan oleh pukulan-pukulannya jauh lebih ampuh t
tiga bagian.
Pek Koen Gie sendiri walaupun dua kali berturut-turut kena didesak mundur oleh pukulan Hong-po Seng, namun hatinya pun semakin tenang, sepasang bahunya diangkat dan sekali lagi ia menerjang kemuka sambil mengirim serangan-serangan mematikan.
Ilmu silat yang dimiliki gadis ini berasal dari warisan langsung ayahnya Pek Siauw Thian, sebagai musuh tangguh Kakek Telaga Dingin selama sepuluh tahun, setelah melakukan penyelidikan yang seksama selama lima tahun akhirnya ketua dari perkumpulan Sin Kee Pang itu berhasil menciptakan ilmu silat yang kbusus untuk memunahkan serangan "Koen-Sioe Ci-Tiauw".
Pek Koen Gie yang setiap hari belajar silat beserta ayahnya tentu saja merasa paham sekali gerakan- gerakan aneh dari ilmu pukulan itu, kendati ia tak mengerti intisari yang sebenarnya dari kepandaian lawan, tapi ia menyadari perubaban-perubahan yang rumit dari jurus tersebut.
Dalam sekejap mata kedua orang itu sudah saling bertempur mencapai lima puluh jurus lebih.
Angin pukulan menderu-deru, ujung baju berkibar kencang tertiup angin, pohon siong yang tumbuh diempat penjuru bergoyang tiada hentinya tetapi tak sepatah katapun suara
manusia berbicara yang terdengar berkumandang disitu.
Dengan wajah berat dan serius Pek Siauw Thian serta siucay berusia pertengahan itu berdiri disisi kalangan sambil menyaksikan jalannya pertarungan antara kedua orang itu, suasana disekeliling tempat itu yang semula memang sunyi kini diliputi oleh napsu membunuh yang amat tebal, membuat keadaan terasa bertambah mengerikan.
Mendadak dari balik sorot mata Pek Koen Gle
memancar keluar sinar napsu membunuh, ia tertawa dingin, tiba tiba gerakan telapaknya berubah semakin cepat, mengitari di sekeliling tubuh Hong Po Seng, ia menyerang semakin gencar hingga boleh dikata tiada hentinya.
Serangan gencar yang dilancarkan ini boleh dibilang bagaikan hujan deras ditengah badai, kecepatan gerakan tubuh Pek Koen Gie laksana sesosok bayangan yang tipis, sebaliknya ba yangan telapak yaag memenuhi angkasa membentuk jadi selapis tembok yang mengurung tubuh Hong Po Seng ditengah kalangan.
Dalam sekejap mata dengusan napas berat anak muda itu sudah mulai kedengaran, terkurung ditengah deruan angin pukulan yang menyapu kian kemari, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya.
Kakek telaga Dingin hanya memiliki lengan kiri yang bisa bergerak, karena itu Hong po Seng pun mempelajari telapak kiri, karena Han-Than-Sioe terkurung ditermpat terpencil ia namakan ilmu pukulannya "Koen-Sioe-Ci- Tauw"atau Pergulatan binatang binatang terkurung dan kini Hong-po Seng sedang bergulat menjelang kematian yang mengancam dirinya, keadaan yang dihadapi saat ini persis seperti binatang buruan yang melakukan pergulatan terakhir dalam perangkap.
Pertarungan antara jago liehay berlangsung cepat bagaikan kilat, ditengah berlangsungnya serangan gencar itu ratusan jurus telah dilampai, dengan sekuat tenaga Hong -po Seng berusaha mententeramkan diri sendiri kemudian memancing jalannya pertarungan itu menuju kearah jalan yang pernah digambarkan Kakek Telaga Dingin beberapa hari berselang.
Pek Siauw Thian bukanlah jago kemarin sore, sekali pandang ia segera berhasil menangkap keadaan dari Hong-po Seng meskipun dia keteter dan berada didalam posisi terdesak tapi sianak muda itu masih bertahan keras seakan masih menantikan sesuatu dan masih ada sebuah serangan mematikan yang belum dipergunakan, maka ia lantas berseru:.
"Gie jie. hati hati, bertarunglah yang mantap dan kalem !".
Siucay berusia pertengahan itu sendiri rupanva dapat menangkap pula tersernbunyinya napsu membunuh dibalik kenakalan sianak muda itu, ia sadar asal ilmu simpanan tersebut digunakan maka akibatnya tentu sukar dilukiskan dengan kata kata.
Maka ia maju dua langkah kedepan dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan, andaikata Pek Koen Gie menjumpai marabahaya ia segera akan turun tangan melakukan pertolongan.
Pertarungan ini betul betul suatu pertarungan yang sengit, Koen Gie sebagai seorang gadis berpandangan pendek jadi makin gusar hatinya menyaksikan serangannya tidak mempan, makin gagal ia semakin bernapsu untuk membinasakan Hong po Seng dibawah telapaknya, dengan begitu perterunganpun berjatan semakin sengit dan seru.
"Dengan susah payah ibu mendidik serta memelihara aku selama belasan tahun, maksudnya tidak lain adalash agar bisa meneruskan cita-cita ayah yang luhur serta melakukan suatu perbuatan besar untuk menyelamatkan umat Bu lim dari penindasan kaum durjana. Ternyata sebelum cita-cita terwujud aku harus mati konyol dalam keadaan begini, kematianku ini betul-betul sangat tidak berharga apa lagi mati diujung tangan seorang gadis muda…tetapi seandainya beruntung dan aku menang, Pek Koen Gie tentu bakal terluka atau binasa ditanganku, dalam keadaan begini aku semakin tak ada harapan untuk hidup Aaaai kebaikan serta jerih payah ibu
selama inipun sama sekali tak ada harganya ".
Walaupun persoalan yang dipikirkan dalam hatinya amat banyak tetapi gerakan tangannya sama sekali tidak menjadi kendor. Mendadak darah panas bergolak dalam dadanya, ia membentak keras:
„Nona Pek! Walaupun cayhe akan mati, tapi aku tak sudi menemui ajalnya ditanganmu” „Hmm! Bakal mati diujung telapak siapa, kau tidak berhak untuk menentukannya sendiri!” sahut Pek Koen Gie ketus, serangan-serangan kilat yang maha hebatpun dilancarkan dengan menggunakan kesempatan itu.
Hong Po Seng merasasedih barcampur dengan marah ia membentak keras, perubahan gerakan terakhir yang berhasil ia pelajaripun segera dikeluarkan.
Gulungan angin puyuh meluncur keluar dari telapaknya, diiringi desiran angin tajam yang memekikkan telinga menggulung dan menyapu keluar dengan hebatnya.
Pek Koen Gie yang berhasil duduk diatas angin tentu saja tak sudi beradu kekerasan dengan lawannya, menyakstkan betapa keji dan hebatnya ancaman tersebut ia segera mengenjotkan badannya melayang mundur kebelakang.
Siapa sangka justru kesaktian serta keampuhan dari jurus “Koen-Sioe Ci Tauw" ini terletak pada bagian belakang, ketika serangan Hong po Seng mencapai ditengah jalan mendadak gerakannya berubah sama sekali.
Pek Koen Gie segera merasakan perubahan yang aneh dalam serangan musuh, melihat ujung telapak sudah mengancam didepan mata, dalam keadaan gugup buru buru ia tangkis serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Serangan Hong-po Seng laksana kilat meluncur datang… Plokkk ! dengan telak bersarang diatas telapak gadis she Pek itu.
Air muka Pek Koen Gie berubah jadi pucat pias, ia loncat mundur beberapa tombak kebelakang dan berdiri dengan mata napsu membunuh. “Gie jie. tenangkan hatimu bertarunglah dengan perlahan dan mantap jangan terburu napsu ! " seru
Pek Siauw Thian dengan nada dingin.
Pek Koen Gie mendengus dingin, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia menerjang maju kedepan, sekejap mata mereka berdua saling bergebrak lagi dengan serunya.
Pek Siauw Thian adalah seorang lihay dalam dunia persilatan, dalam bentrokan barusan ia dapat melihat bahwasanya Pek Koen Gie sama sekali tidak terluka, sementara itu matanya dengan tajam mengawasi terus gerakan dari pukulan Hong po Seng sambil menantikan perubahan jurus yang terakhir itu.
Bagi Hong po Seng pribadi sekalipun jurus seranganya memperoleh kemajan yang pesat namun tenaga lweekangnya lambat sekai kemajuannya, bertarung sampai disini a sudah mulai merasa lelah dan tak betenaga, tapi dengan andalkan kekerasan hatinya itulah pertempuran dipaksakan juga untuk berlangsung lebih jauh.
Belum lama pertarungan berlangsung posisi Hong po Seng sudah semakin terjepit dan keadaannya berada dalam keadaan sangat berbahaya, sekali lagi ia keluarkan perubahan gerakan terakhir untuk mendesak mundur musuhnya.
Tapi kali ini Pek Koen Gie sudah mengadakan persiapan, sulit bagi sianak muda itu untuk memaksakan suatu pertarungan keras lawan keras.
Setelah mundur dengan cepat Pek Koen Gie menerjang maju lagi kedepan, jengeknya dengan nada dingin:
“Hong-po Seng, tentunya kau sudah kehabisan bahan untuk bertarung lagi bukan??". Hong po Seng menggertak giginya keras-keras dan barpikir dalam hati:
“Urusan sudah jadi begini, terpaksa aku harus beradu jiwa dengan dirinya!".
Setelah mengambit keputusan didalam hati ia lantas membentak keras sekuat tenaga diserangnya gadis itu habis-habisan.
Dalam sekejap mata dari posisi bertahan ia berubah jadi posisi menyerang, secara beruntun tiga belas buah pukulan dilancarkan secara berantai, sedikitpuu tidak salah ia benar benar berhasil memancing dada kiri Pek Koen Gie memperlihatkan titik kelemahan.
Semua yang terjadi sudah terlingkup didalam rencana pertarungan yang disusun secara cermat oleb Kakek Telaga Dingin, sudah tentu baik Pek Siauw Thian maupun Pek Koen Gie sama sekali tidak menduganya sama sekali Hong Po Seng yang sudah sangat hapal dengari jalannya pertarungan ketika menyaksikan kesempatan yang di nanti-nanti telah tiba, tanpa berpikir panjang lagi segera menyodorkan telapaknya kedepan.
Serangan ini muncul dengan posisi yang sangat aneh dan sama sekali tak terduga oleh siapapun, andaikata Pek Koen Gie tidak hapal dengan gerakar jurus"Koen Sioe Ci Tauw" ini mungkin disaat terakhir masih sanggup menyelamatkan diri, tapi ia punya pendapat lain disaat tersebut, walaupun melihat datangnya ancaman namun badannya tetap berdiri tegak ditempat semula untuk menantikan perubahan berikutnya_
Menanti gadis itu merasakan keadaan tidak beres, untuk berkelit sudah tak sempat lagi.
Semua perubahan ini terjadi dalam waktu tersingkat, terdengar Pek Siauw Thian serta siucay berusia pertengahan itu membentak berbareng, mereka berdua bersama-sama menubruk kedepan.
Siapa tahu disaat menjelang detik yang terakhir itulah kembali terjadi perubahan diluar dugaan, tampak Pek Koen Gie menekan pergelangan tangannya kebawah...
Blaam ! sebuah pukulan dahsyat dengan telak bersarang diatas ulu hati Hong-po Seng.
Sianak muda itu mendengus kesakitan, secara beruntun tubuhnya mundur tiga langkah kebelakang, kakinya jadi lemas dan jatuh terduduk diatas lantai, darah segar mengucur keluar dari mulutnya membasahi seluruh baju serta badannya.
Suasana ditengah kalangan berubah jadi sunyi senyap, Pek Siauw Thian, Pek Koen Gie serta siucay berusia pertengahan itu berdiri kaku ditengah kalangan tanpa mengucapkan sepatah katapun, wajah mereka menunjukkan perubahan yang sangat aneh.
Kiranya serangan telapak yang dilancarkan Homg-po Seng tampaknya segera akan membinasakan gadis tersebut, siapa tahu pada saat itulah sinar matanya menemukan bahwa sasaran yang dituju telapaknya bukan lain adalah buah dada Pek Koen Gie, sebagai seorang lelaki sejati yang sedari kecil mendapat didikan keras, ia merasa perbuatan itu adalah tindakan yang sangat bejat sekali, maka disaat yang terakhir itulah tangannya bagaikan dipagut kala beracun segera ditarik kebelakang cepat-cepat.
Karena perbuatannya inilah serangan yang kemudian dilancarkan Pek Koen Gie segera bersarang telak diatas ulu hatinya.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya, tiba tiba Pek Siauw Thian alihkan sinar matanya kearah siucay berusia pertengahan dan berkedip sekejap. Siucay berusia pertengahan itu mengangguk dia segera melangkah maju kedepan, telapaknya diayun siap menabok batok kepala Hong Po Seng.
„Paman Yauw!“mendadak terdengar Pak Koen Gie membentak keras.
Jeritan ini penuh mengandung rasa kaget dan kuatir membuat hati siucay berusia pertengahan itu terkesiap, cepat ia tarik kembali tagannya dan berpaling kearah gadis itu.
Dalam pada itu Hong Po Seng yang duduk diatas lantai dengan isi perut yang tergoncang keras telah mejamkan matanya menantikan kematian, mendadak mendengar jeritan Pek Koen Gie membuat ia jadi tertegu, sinar matanya segera dialihkan pula keatas wajahnya. Sekilas rasa dingin dan ketus yang amat sangat terlintas di wajahnya yang cantik, kemudian ujarnya kaku:
„Ayah, sebenarnya tiada halangan bagi kita u ntuk membinasakan orang ini, tapi seandainya kita berbuat demikian maka putrimu merasa tidak punya muka lagi untuk berkelana didalam dunia persilatan, kalau kau orang tua suka melindungi nama baik putrimu, aku berharap agar ayah mau berjiwa besar dan melepaskan satu jalan hidup bagi Hong po Seng!”.
Perkataan ini diucapkan dengan tegas dan tajam suaranya dingin kaku seakan akan bukan pembicaraaa antara seorang putri terhadap ayahnya.
Mendengar perkataan itu Pek Siauw Thian berdiri tertegun, air mukanva segera berubah jadi pucat kehijau hijauan, jelas ia sudah dibikin kikuk bercampur gusar oleh ucapan putrinya. Siucay berusia pertengahan yang selama ini berdiri disisi kalangan, ketika menyaksikan ayah dan anak segera akan bentrok sendiri, dalam hati lantas berpikir
“Budak cilik ini punya rasa dendam yang amat tebal, ia bisa saja lupa hubungan dan tertindak keji. Kalau dalam persoalan ini hari aku tidak ikut buka suara, niscaya dikemudian hari bakal dibenci olehnya, serangan bokongannya sulit dijaga alangkah baiknya kalau aku bersikap lebih hati hati". -
Siucay berusia pertengahan ini she Yauw bernama Soet dengan julukan "Tok Coe-kat" atau si Coe-kat beracun, ia baru munculkan diri sewaktu diadakan pertemuan besar Pak Beng-Hwie, dimana akhirnya diterima Pek Siauw Thian menjadi anggota perkumpulannya dan diangkat sebagai penasehat yang paling dipercaya, setiap ucapannya didengarkan seratus persen. Perkumpulan Sin-Kee Pang bisa jaya seperti hari ini sebagian besar adalah berkat jasanya.
Orang ini berakal panjang, berotak cerdas dan berhati kejam, siapapun yang mengenal dirinya pada gelengkan kepala. Oleh sebab itu diatas julukan "Coe kat" telah ditambahi de ngan kata "Tok" atau beracun.
Demikianlah dengan mempertimbangkan kepentingan sendiri, Yauw Soet segera putar biji matanya dan berkata kepada Pek Siauw Thian dengan ilmu menyampaikan suara:
„Si mahkluk tua itu sudah mewariskan ilmu silat andalannya kepada pemuda ini, jelas ia sudah tumpukkan semua harapannya ketangan orang ini, menurut dugaan aku Yauw Soet, sembilan belas persen ia sudah merencanakan siasat bagi lolosnya ini. Aku pikir persoalan ini tentu adahubungannya dengan pedang emas, seandainya kita bunuh dirinya dengan begitu saja berarti kita bakal kehilangan satu pembantu yang baik, maka lebih baik lepaskan saja dirinya".
Mendengar ucapan itu Pek Siauw Thian mengangguk, dengan ilmu menyampaikan suara pula ia lantas menyahut:
„Pendapat Koensu sedikitpun tidak salah, tapi seandainya "Pedang emas" itu benar benar berada ditangan Jie Hian, dengan kepandaian silat yang dimiliki Hong- po Seng belum tentu berhasil mendapatkannya. daripada kita gantungkan urusan ini kepadanya kenapa kita tidak berusaha sendiri saja ?".
„Sin Kee-Pang, Hong-lm Hwie serta Thong Thian Kauw merupakan tiga besar didalam dunia persilatan, andaikata terjadi bentrokan langsung dapat dibayangkan bagaimana ngerinya akibat tersebut, sebelum kita bersiap sedia melakukan bentrokan secara langsung apa salahnya kalau membiarkan Hong-po Seng bergerak lebih duluan ?? bagaimanapun juga melepaskan bocah ini tak akan mendatangkan kejelekan bagi kita".
Pek Siauw Thian lantas mengangguk, senyum an yang belum pernah diperIihatkan pun segera tersungging diujung bibirnya.
,.Apa yang Koen su ucapkan sangat beralasan sekali, tetapi bagaimapapun juga aku tetap merasa kendati usia Hong Po Seng masih muda, tapi dia punya kegagahan serta keangkeran yang luar biasa, bila kita sia-siakan kesempatan baik ini untuk menyingkirkan dirinya, kemungkinan besar dikemudian hari ia bakal menjadi bibit bencana bagi dunia persilatan, kalau memang tak bisa dipergunakan tenaganya lebih baik cepat-cepat dilenyapkan saja". Coe kat beracun Yauw Soet segera tertawa.
„Walaupun orang ini merupakan keturunan dari orang kenamaan, tapi beberapa orang seteru kita yang paling berat sudah mati semua, yang tersisapun hanya satu dua orang belaka, ilmu silat yang mereka milikipun jauh dibawah kita. Mungkin saja Hong Po Seng bisa menjadi besar dan terkenal, tapi urusan ini mungkin baru bisa terwujud dua tiga tahun mendatang.
Kalau pangcu memang kuatir rasanya tiada halangan bagimu untuk menancapkan beberapa batang jarum" Soh Hoen Sin Ciam"atau Jarum sakti Pengunci sukrna diatas tubuhnya, setelah itu kita tak usah murung dia dapat terbang kelangit, Andaikata kita dapat memancing pula kemunculan beberapa orang musuh kita yang berhasil lolos, sekali tepuk membasmi mereka semuapun rasanya merupakan suatu tindakan yang lumayan".
Mendengar sampai disini Pak Siauw Thian segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak
„Pendapat Koen-su yang hebat betul betul memuaskan hatiku, dua tiga tahun kemudian jago-jago perkumpulan Sin-Kee Pang yang jauh hebat ilmu sitatnya daripadanya pun paling sedikit masih ada dua puluh orang lebih, kenapa kita musti jeri terhalap seorang bocah cilik ?”
Pembicaraan mereka berdua mula-mula dilakukan dengan ilmu menyampaikan suara, ketika secara tiba-riba Pek Siauw Thian berseru sambil tertawa terbabak-bahak, Hong po Seng, serta Pek Koen Gie yang tidak mengerti mak sud sebenarnya dari ucapan itu jadi melengak dan berdiri termangu-mangu.
Tampaklah Pek Siauw Thian segera merogoh kedalam sakunya mengambil keluar sebuah kotak kecil, dari dalam kotak mengambil keluar tiga batang jarum beracun sepanjang dua coen yang memancarkan cahaya kebiru biruan, lalu berkata:
„Hong-po Seng, ketiga batang jarum sakti pengunci sukma ini akan katancapkan diatas tubuhmu, racun tersebut baru akan bekerja setahun kemudian dimana sebelum menelan obat pemunah maka nyawamu bakal melayang. Kau harus ingat bahwa obat penawar hanya berada disakuku, sampai waktunya datanglah kembali kemarkas perkumpulan Sin Kee Pang dan jumpailah diriku "selesai berkata selangkah ia mendekati sianak muda itu.
Meskipun dalam hati kecil Hong po Seng merasa arnat gusar, tapi ia tahu banyak bicarapun tak ada gunanya, karena itu sambil menggertak gigi kencang kencang ia bungkam seribu bahasa.
Setibanya dibelakang tubuh pemuda itu Pek Siauw Thian segera rentangkan telapak tangannya, tiga batang jaram beracun yang memancarkan cabaya kebiru biruan itu segera ditancapkan kedalam tulang pungunguya.
Hong po Seng merasakan badannya gemetar keras, bibirnya menjadi kaku dan bersin beberapa kali, setelah itu keadaan menjadi tenang kembali.
Pek Koen Gie yang berdiri disisi kalangan menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan sesuatu, tapi akhirya ia batalkan maksud tadi dan segera melengos kearah lain.
Diam diam Hong po Seng menghela napas panjang, ia meronta untuk bangkit berdiri, menyapu sekejap orang orang dihadapannya dengan mata melotot dan berkata:
„Andaikata cuwi sekalian tidak maksud untuk menahan diriku lebih lanjut, cayhe akan mohon diri terlebih dahulu". Selesai menjura pemuda itu segera melangkah keluar dari tempat itu.
Air muka Pek Siauw Thian seketika berubah jadi hijau membesi, air muka si Coe kat beracun Yauw Soet serta Pek Koen Gie pun berubah hebat, mereka tahu bahwa Hong po Seng tak akan lolos dari jaring perkumpulan Sin Kee pang, tapi mereka sama sama merasa mendapat pukulan batin yang hebat seakan akan baru saja mereka menderita kekalahan.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya, mendadak Yauw Soet si Coe kat beracun tertawa tcrbahak bahak.
“Haasaah...,haaah„..haaaah Siauw Leng han antarlah dia keluar, sampaikan berita urtuk membuka jalan bagi dirinya !"
Siauw Leng segera mengiakan dan buru bunu mengejar dari belakang pemuda she Hong po.
Pek Siauw Thian berdiri termangu-mangu, akhirnya ia bergumam seorang diri .
"Enghiong hoohan tidak terpikat oleh kecantikan wajah tidak kemaruk oleh harta benda, tidak kesemsem oleh kedudukan serta pangkat dan tidak tertarik pada nama besar, entah bocah ini apakah manusia diluar pengecualian. ".
Dalam pada itu Hong po Seng dengan langkah lambat berjalan kedepan, ditengah perjalanan ia rasakan kepalanya pusing tujuh keliling, sepasang kakinya lemas sekali dan ulu hatinya teramat sakit.
Semenjak terjun kedalam dunia persilatan, secara beruntun ia telah dua kali menderita luka parah, kejadian ini membuat hatinya teramat sedih hingga sukar dilukiskan dengan kata kata, tetapi ia tidak menggerutu atau menyesal, hanya secara lapat-lapat hatinya merasa kosong dan kesal.
Pikirnya didaIam hati :
„Aku tak usah memikirkan persoalan-persoalan itu lagi, yang penting hanyalah "Tan Hwie Tok Lian" Teratai racun empedu api benda yang dibutuhkan oleh ibuku, bagaimana pun juga aku harus berusaha untuk mendapat kannya".
Saat itulah tiba-tiba Siauw-Leng menyusul datang sambil berseru
.,Hong po Seng, marilah ikuti diriku, aku akan menunjukkan jalan untukmu!'
Mendengar ucapan itu Hong-po-Seng memperhatikan sekejap sekeliling tubuhnya, ternyata ia sudah tersesat jaIan ditengah tumbuhan pohon bamhu itu, segera ia manyahut dan mengikuti dibelakang dayang tersebut.
Sekeluarnya dari belakang benteng terdengar suara derap kaki kuda berkumandang datang, Oh Sam dengan menunggang kereta milik Pek Koen Gie telah meluncur datang dari balik benteng.
Kereta itu berhenti tepat dihadapannya, Oh Sam sambil melayang turun ketanah segera mengangsurkan sebutir pil kehadapan sianak muda itu sambil ujarnya :
"Ceyhe mendapat perintah untuk menghantar Hong po Seng kongcu keluar dari wilayah kekuasaan perkumpulan Sin Kee Pang, Kongcu hendak pergi kemana silahkan kau utarakan kepada cayhe".
Hong po Seng mendongak dan memandang sekejap kearah kereta itu. ia lihat sebuah panji kuning tertancap diujung kereta dan benda itu belum pernah dilibat sebelumnya, maka setelah berpikir sejenak ia berkata :
"Aku mau berangkat keutara, kekota Yan Im!".
Oh Sam mengangguk tanda mengerti lalu melangkah kedepan membukakan pintu kereta, Melihat sikapnya mendadak berubah sama sekali terhadap dirinya walau dalam hati merasa curiga tapi sianak muda itu ogah untuk berpikir lebih jauh, setelah mengangguk kepada Siauw-Leng ia lantas melangkah masuk kedalam kereta.
Ledakan pecut menggeletar ditengah angkasa, roda kereta bergulung menggilas jalan, dengan cepat kereta itu berangkat menuju kearah utara.
Selama beberapa hari berikutnya Hong- po Seng hidup dalam kemewahan dan keagungan panji "Hong-Loei- Leng" yang teatancap di atas kereta kuda walaupun kecil bentuknya tapi mempunyai kekuasaan sangat besar dimana kereta itu lewat para jago Bu-lim baik dari golongan Pek to maupun Hek to sama sama menyingkir kesamping, dimana mereka menginap karnar yang disediakan tentu bersih clan mewah, makanan yang dihidangkanpun lezat serta mewah, dimanapun Hong po Seng berada suasana selalu dipelihara dalam keheningan.
Belum sampai beberapa hari dalam keteta mereka sudah dipenuhi oleh tumpukan uang mas dan perak.
‘00oo0O'
9
Sejak menelan pil pemberian Oh Sam, sepanjang hari Hong-po Seng bersemedi terus untuk menyembuhkan luka dalamnya. Tidak sampai sepuluh hari luka yang dideritanya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda sembuh.
Suatu hari ketiaa ia sedang duduk dalam kereta dengan hati kesal, tiba tiba telinganya menangkap suara pertempuran yang sedang berlangsung dari arah depan, ia segera melongok keluar lewat jendela, dimana terlihatlah disisi sebuah jalan segerombol manusia sedang melangsungkan pertempuran sengit.
Sebuah gerobak dorong diparkir dipinggir jalan, diatas kereta terlapis selembar selimut dekil, seorang kakek tua berbaju compang-camping meringkuk diatas gerobak dorong itu, noda darah berpelepotan diatas kain dekil tadi sedangkan matanya ditujukan ketengah kalangan dimana pertempuran sedang berlangsung.
Sementara dttengah kalangan seorang nenek tua berambut putih serta seorang lelaki berbadan kekar dengan punggung menempel punggung sedang bertarung menghadapi nausuh-musuhnya, empat buah telapak dengan perkasa menghadapi sembilan orang lelaki bersenjata tajam yang mengelilingi disekitarnya,
Nenek serta lelaki kekar itu telah terluka tubuhnya, darah segar membasahi hampir seluruh pakaian yang dekil.
Disamping itu terdapat pula seorang lelaki berbaju perlente dengan tangan yang luar biasa panjangnya berdiri disisi kalangan sambil bertolak pinggang, matanya dengan tajam sedang mengawasi pula jalannya pertarungan itu
Sebelum Hong Po Seng sempat naelihat jelas datangnya pertempuran sipria berbaju perlente yang sedang mengawasi jalannya pertempuran itu telah mangenal sang kusir dari kereta tersebut. menyaksikan pula panji "Hong Loei Leng" yang menancap diujung kereta wajahnya menunjukkan rasa yang amat terperanjat, buru-buru ia ulapkan tangannya sambil membentak:
,.Mundur! Mundur! Mundur!".
Secara beruntun ia mangulangi teriakannya itu sampai tiga kali, mendapat perintah kilat yang dilontarkan lelaki barbaju perlente itu, sembilan orang jagoan yang sedang mengerubuti nenek serta lelaki kekar tadi segera meloncat mundur kebelakang dan mengundurkan diri dari kalangan.
Hong po Seng pun menyaksikan pula dengan jelas keadaan ketiga orang itu, melihat keadaan yang sangat mengenaskan hawa amarahnya kontan berkobar, ia segera mengetuk lantai kereta dan memerintahkan untuk berhenti.
Dalam melakukan perjalanannya kali ini Oh Sam membawa tugas rahasia yang diperintahkan atasannya terhadap ,Hong-po Seng sikapnya selalu para pura menghormat.
Tapi sesudah melakukan perjalanan beberapa kali, sikap gagah dan agung yang diperlihatkan pemuda itu sedikit demi sedikit mulai menembusi hati kecilnya sehingga membuat kusir ini dari berpura pura akhirnya menjadi sungguh sungguh menghormat.
Kereta kuda segera berhenti, Hong po Seng membuka pintu kereta dan melangkah turun.
Oh Sam segera memperkenalkan pemuda itu kepada pria berpakaian perlente yang sedang berdiri disisi kalangan dengan wajah penuh rasa terkejut itu: „Inilah Hong po Seng kongcu, Tong Hoen Tong cu silahkan menemuinya !”
Pria herbaju perlente itu melirik sekejap "'Hong Loei Leng" yang berkibar diujung kereta. kemudian buru buru menjura sambil berkata : Cayhe Tong Ceng, menghunjuk hormat untuk Hong po kongcu".
Dalam pada itu kesembilan orang tadi telah rnenyimpan kembali senjata tajamnya. melihat pemimpinnya memberi hormat mereka pun bensama sama memberi hormat pu1a.
Diam diam Hong po Seng berpikir didalam hati.
"Luka dalam yang kuderita belum sembuh, tak munkin bagiku untuk bertempur, rasanya mengatasi persoalan ini aku harus pura pura menjadi srigala".
Berpikir demikian ia lantas ulapkan tangan dan menyahut dengan nada ketus.
"Tong hoen Tong cu tak usah banyak adat !" seraya menuding tua muda tiga orang itu tegurnya lebih jauh. "Siapakah ketiga orang itu??".
"Kalek tua yang berada diatas kereta bernama " Bong Beng Hauw" atau si Harimau Pelarian Tiong Liauw, Sinenek bernama Bee Ya Hauw atau si Harimau Ompong, sedangkan si lelaki itu adalah putra mereka berdua bernama 'Poet Siauw Hauw" atau siharimau bisu Tiong Long orang orang kangouw
menyebut ketiga orang ini sebagai Tiong Sam Hauw atau tiga ekor harimau dari keluarga Tiong.”
“Ehemm kesalahan apa yang telah mereka lakukan ?,” tanya Hong po Seng lagi dengan alis berkerut.
"Si Harimau pelarian Tiong Liauw yang ada digerobak dorong itu segera mendengus dingin dan berteriak: “Aku telah membunuh bapak tuamu !" kemudian dengan lengan sebagai bantal berbaring kembali diatas kereta gerobak dorongnya.
Tong Ceng serta sembilan orang pria dibelakangnya menjadi naik pitam setelah mendengar teriakan itu, mereka bersama sama menoleh kearah kakek itu kemudian melototinya dengan hati mendongkol.
Buru buru Hong po Seng ulapkan tangannya.
"Tong Hoen tong cu, katakanah duduk perkara yang sebenarnya. aku punya cara untuk membereskan mereka.”
Mendapat teguran Tong Ceng berpaling kembali dan segera menjawab:
„Tiga ekor harimau dari keluarga Tiong ini bengis dan suka berkelahi, mereka bernyali besar dan tak takut mati, seringkali tanpa sebab menerbitkan keonaran dan berkelahi dengan orang. Bulan berselang mereka telah menyelesaikan jiwa dua orang saudara dari perkumpulan kita, dari pihak markas pusat segera turunkan peritah untuk memberi tanda mata diatas tubuh ketiga orang ini di manapun ia tiba, tapi jiwa mereka harus tetap dipertahankan. Karena itu sewaktu mereka memasuki wilayah kekuasaan kantor cabang kami, cayhe mendapat tugas untuk melaksanakan perintah tersebut".
Darah panas dalam rongga dada Hogg po Seng kontan bergerak keras, ia menjadi teramat gusar sekali, pikirnya
:
"Kawanan bajingan kalau tilak cepat cepat dibasmi dari muka bumi, umat Bu lim yang ada dikolong langit mana bisa hidup dengan aman dan sentausa?". Ketika Tog Ceng menyaksikan wajah Hong po Seng menujukkan kegusaran, ia mengira pemuda ini benci terhadap ketiga ekor harimau dari kelurga Tiong, buru buru ia maju membari hormat seraya ujarnya:
"Harap kongcu jangaa gusar, cayhe segera turun tangan untuk meninggalkan tanda mata ditubuh mereka setelah itu baru kutemui kongcu untuk beristitahat dikantor cabang".
Tangan berkelebat kebelakang, tahu-tahu dalam genggamannya telah bertambah dengan sebilah golok, kemudian dengan langkah lebar segera menghampiri ketiga ekor harimau dari keluarga Tiong itu.
Dengan cepat pikiran Hong po Seng berputar, ia merasa tidak ada untungnya untuk bentrok dengan mereka dalam keadaan begini maka teriaknya keras- keras:
„Tong hoen Tong cu, harap tunggu sebentar !". Tong Ceng berhanti dan menjura.
„Kongcu masih ada pesan apa???".
„Aku membutuhkan jiwa ketiga orang ini sebagai kado, kebetulan sekall ketiga ekor harimau dari keluarga Tiong cocok dengan seleraku
Ia menoleh kearah Oh Sam diatas kereta dan menambahkan:
,.Tangkap ketiga orang itu dan lemparkan kedalam kereta!".
Oh Sam yang mendapat perintah ini diam-diam merasa gelisah, tapi keadaan memaksa dia harus berbuat begini, maka tanpa membantah ia segera melayang turun dari tempat duduknya dan mendekati ketiga orang itu. Si harimau Ompong Tiong Lo Popo kontan menuding Hong po Seng sambil meraung gusar:
“Bajingan cilik anjing betina, kenapa kau tidak turun tangan sendiri?".
Hong Po Seng pura-pura tidak mendengar, dengan wajah membesi ia masuk kembali kedalam kereta.
Secara lapat-lapat Oh Sam dapat merasakan maksud hati sianak muda itu, melihat ia kena dimaki diam diam hatinya merasa geli. Sebagai seorang jago berkepandaian lihay tentu saja ketiga orang itu bukan tandingannya, dalam waktu singkat ketiga ekor harimau itu sudah ditotok jalan darahnya dan dilemparkau kedalam kereta.
Kepada Tong Ceng yang berada diluar kereta, Hong Po Seng segera ulapkan tangau sambil berkata:
„Sakarang aku sedang ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, waktu kembali nanti saja akan kusinggah kekantor”
Jangan dikata tanda perinteh" Hong Loei Leng" berada didepan mata. Cukup kereta kuda milik Pek Koen Gie serta kusirnya Oh Sam telah menggetarkan hati para pemimpin kantor cabang, tentu saja Tong Ceng tidak berani banyak bicara lagi, bersama sama anak buahnya mereka segera memberi hormat dan menghantar keberangkatan sianak muda itu.
Kereta kudapun melanjutkan perjalanannya menuju kedepan, Hong-po Seng yang berada didalam ruang kereta segera bangkit berdiri dan membebaskan jalan darah Si Harimau pelarian Tiong Liauw yang tertotok.
Setelah jalan darahnya tertotok tadi keempat anggota badan siharimau pelarian Tiong Liauw sama sekali tak bisa berkutik, tapi riak kental yang berada dimulutnya dapat diludahkan sekehendak hatinya, melihat Hong-po Seng datang mendekat ia kegirangan, menggunakan kesempatan dikala pihak lawan tidak bersiap siaga itulah mendadak ia pentang mulutnya dan meludah.
Cuuuh. ! riak kental tadi segera disembur kearah
wajah sianak muda itu.
Hong-po Seng mimpipun tidak menyangka kalau ia bakal diludahi, belum sempat ia bertindak pipinya segera terasa amat sakit, riak kental itupun sudah mengotori seluruh wajahnya mendatangkan rasa yang sangat tidak enak dibadan.
Pemuda ini baru berusia enam tujuh belas tahunan, wataknya keras hati dan masih berdarah panas. mendapat penghinaan yang sama sekali tak terduga ini kontan membangkitkan hawa amarah dalam hatinya, telapak kiri segera diayun menggaplok kedepan.
Tapi ketika serangannya tiba ditengah jalan, hatinya jadi lemah, sambil menarik kembali serangannya ia menghela napas dan berkata :
,.Aaai ..! aku tak akan mengumbar hawa amarah dengan kalian !".
Dengan ujung bajunya ia menyeka noda riak kental yang menempel diatas wajahnya, kemudian berpailing kearah Tiong Loo-po dengan maksud membebaskan jalan darahnya.
Si Harimau ompong Tiong Lo Poo cu merasa amat girang dan sewaktu dilihatnya sang suami berhasil mendaratkan riaknya diatas wajah orang diam diam diapun mempersiapkan riaknya didalam mulut, asal Hong-po Seng berani mendekat maka dengan cara yang sama dia akan melukai pemuda itu. Dari perubahan air muka sinenek tua itu Hong po Seng menyadari bahwa orang inipun mengandung maksud jelek terbadap dirinya, maka dia lantas mengambil keputusan untuk tetap membiarkan ketiga orang itu berbaring dilantai, sedang ia sendiri kembali kekursinya sambil berpikir didalam hati:
„Ketiga orang ini berjiwa gagah, berhati keras kepala dan tanpa memperdulikan keselamatan sendiri berani memusuhi manusia manusia laknat itu, manusia semacam itu boleh dibilang termasuk patriot sejati. Aaai! cuma sayang kepandaian silat yang mereka miliki terlalu cetek".
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya hingga tanpa terasa ia bergumam seorang diri:
„Dunia persilatan penuh diliputi kelicikan serta kekejian, setiap langkah penuh dengan jebakan mara bahaya, diatas tubuh Pek Siauw Thian telah menghujamkan ketiga batang paku beracun pengunci sukmanya yang membuat badanku jadi tersiksa, walaupun racun diujung senjata itu baru akan bekerja setahun mendatang, siapa tahu kau sebelum batas waktunya aku bakal kehilangan nyawa terlebih dahulu?".
Berpikir demikian didalam hati diapun segera mengambil keputusan, serunya:
„Siapa bilang ilmu silat hanya boleh dimiliki pribadi? alangkah baiknya kalau kusebar luaskan kepandaian tersebut keseluruh dunia persilatan, suatu hari pasti akan muncul seorang pendekar sejati yang memiliki ilmu silat lihay, waktu itu dengan suatu kerja sama yang keras rasanya tidak sulit untuk membasmi kaum durjana dari muka bumi". Mendadak terdengar si Harimau pelarian Tiong Liauw menegur sambil tertawa:
„Bajingan cilik, rupanya kau sedang mimpi disiang hari bolong?".
Dengan cepat Hong po Seng menenteramkan hatinya, lalu dengan wajah sungguh-sungguh ujarnya:
„Aku minta kalian perhatikan dengan seksama, aku bernama Hong po Seng dengan pihak perkumpulan Sin Kee Pang terikat dendam yang amat mendalam, setiap saat jiwaku terancam oleh bahaya maut...''.
„Bajingan cilik, semestinya sedari dulu kau harus modar!” jengek Tiong Liauw sinis.
Hong po Seng menghela napas panjang.
„Dalam hatiku sebenarnya terdapat banyak persoalan yang hendak dibicarakan dengan kalian ".
Siharimau ompong Tiong Loo Boo cu yang selama ini berbaring disudut kereta mendadak menyela:
„Anjing bajingan cilik, kalau mau melepaskan kentut busuk cepat kau lepaskan!".
Sikap serta tingkah laku beberapa orang ini benar- benar membuat Hong po Seng jadi serba salah, mau menangis tak bisa mau tertawapun sungkan, tapi disambungaya juga katanya:
„Walaupan aku ada pesan terakhir yang hendak disampaikan kepada kalian, sayang kalian termasuk manusia manusia patriot yang terlalu emosi, manusia macam kalian sulit untuk memikul tanggung jawab berat, akupun tidak tega untuk memasrahkan pesanku ini kepada kalian".
Bicara sampai disini nadanya tiba tiba berubah jadi amat sedih, sambungnya : „Aku mempunyai serangkaian sim hoat tenaga dalam serta satu jurus ilmu pukulan yang maha dahsyat, kini akan kupersembahkan kepada kalian semua, setelah kalian berhasil mempelajari kepandalan tersebut carilah suatu tempat terpencil serta terasing dari pergaulan masyarakat untuk berlatih kepandaian tersebut dengan tekun, bilamana ilmu si1at itu berhasil kalian kuasahi saat itulah kalian baru boleh muncul kembali didalam dunia persilatan, bantulah kaum lemah dan hadapilah kaum laknat, jadilah pendekar yang sejati pembela rakyat jelata".
Mendengar perkataan itu Si Harimau pelarian Tiong Liauw mengerutkan alisnya, setelah memperhatikan wajah Hong po Seng beberapa kejap, ujarnya dengan nada dingin :
„Bajingan cilik, sungguh tak nyana kau adalah seorang manusia yang berhati bajik, waaah. maaf kalau loohu
bersikap kurang hormat terhadap dirimu, kau punya sim hoat serta ilmu pukulan apa? cepat dikeluarkan agar kami bisa menyaksikan kelihayanmu”
Hong po Seng mengerti bahwa dirinya sedang disindir tapi dia tidak menggubris sindiran orang, ujarnya hambar.
“Tak usah banyak bicara lagi, baik baiklah perhatikan keterangan serta pelajaran yang akan kuutarakan”.
Selesai berkata tanpa memperdulikan apakah ketiga orang itu suka mendengarkan atau tidak segera mulai menerangkan rahasia dari jurus serangan ,Koen Sioe Ci Tauw " tersebut . Petangya kereta berjalan masuk kedalam kota, Hong po Seng segera menggedor dinding kereta sambil berteriak keras .
"Siapkan rangsum kering dan lanjutkan perjalanan menuju keutara, malam ini kita menginap didalam hutan saja”
Oh Sam menghentikan keretanya dan segera meloncat bangun, sambil menghampiri jendela kereta serunya:
"Kongcu-ya, buat apa kau mencari penderitaan yang tak berguna??".
“Sudah, tak usah banyak bicara lagi, apa yang aku lakukan sama sekali tidak dirahasiakan terhadap dirimu, kalau kau merasa senang dengan caraku bekerja lakukanlah apa yang kuucapkan, sebaiknya kalau kau tidak senang hati, silahkan membawa tanda perintah Hong Loei Leng tersebut dan kembali kemarkasmu!".
Oh Sam rada tertegun, tapi ia segera tertawa.
.,Cayhe mendapat perintah untuk menghantar kongcu keluar dari perbatasan, sebelum juga dilaksanakan hingga selesai aku tidak berani pulang kemartkas untuk memberi laporan".
Habis berkata ia kembali keatas keretanya dan meneruskan kembali perjalanannya menuju kedepan.
Dalam pada itu siharimau pelarian Tiong Liauw setelah mendengarkan uraian dari Hong Po Seng mengenai sim hoat tenaga dalam serta ilmu pukulan dan merasa bahwa kepandaian tersebut benar benar merupakan kepandaian maha sakti yang sangat berharga serta belum pernah didengar sebelumnya dalam hati merasa terkejut bercampur curiga, nada pembicaraannya pun sudah jauh berobah lebih lunak.
Terdengarlah ia berkata dengan nada serius: “Kongcu ya sebenarnya siapakah kau?? Kau berbuat demikian sebetulnya disebabkan karena apa?".
„Aku berbuat demikian karena setiap saat ada kemungkinan bagiku untuk menemui ajalnya, kalian sekeluarga tiga orang adalah manusia-manusia kosen yang berjiwa besar dan bersemangat patriot, hanya manusia-manusia semacam kalianlah yang pantas untuk mendapat pelajaran ilmu silat seperti ini".
Sambil berkata ia maju kedepan dan membebaskan jalan darah yang tertotok ditubuh ketiga orang itu.
Si Harimau ompong Tiong Loo Boo cu dengan pandangan yang tajam mengawati wajah pemuda itu beberapa saat, kemudian dengan mata melotot tanyanya:
„Antara kau dengan pentolan perkumpulan Sin Kee Pang sabetulnya terikat dendam sakit hati? ataukah masih ada ikatan sanak serta keluarga.??".
„Waktu yang kita miliki sangat terbatas, lebih baik tak usah kita bicarakan persoalan yang tak berguna itu" tukas Hong-po Seng cepat, ia segera meneruskan keterangannya membicarakan soal rahasia ilmu pukulan tersebut.
Sejak itulah setiap hari baik siang maupun malam Hong po Seng selalu bekerja keras mewariskan ilmu pukulan yang amat lihay itu kepada tiga ekor harimau dari keluarga Tiong ini, tetapi berhubung dilihatnya bakat yang dimiltki mereka bertiga hanya biasa biasa saja, sewaktu mempelajari kepandatan tersebut terlalu lamban dan payah, maka akhirnya ia membagi ketiga orang itu rnenjadi rombongan dan mempelajari kepandaian tersebut secara bergilir.
Tiap orang mempelajari perubahan jurus serangan yang berbeda, dengan demikian maka setiap orang harus menghapalkan tiga puluh gerakan labih, dengan cara begini bukan saja beban yang diterima mereka rada enteng, bahkan merekapun bisa beristirahat secara bergilir dan pelajaranpun dapat diingat lebih mendalam.
Dua tiga puluh hari kemudian sampailah mereka di tepi sungai Hoang hoo, dan dengan susah payah pula ketiga orang itu berhasil mempelajari satu jurus ilmu pukulan itu.
Waktu itu Hong po Seng telah mewariskan sim hoat tenaga dalam keluarganya kepada mereka bertiga, melihat kereta mendadak berhenti ia segera loncar keluar dari ruang kereta dan menjura kearah Ong Sam, ujarnya:
„Ong heng, walaupun perkenalan kita tidak terhitung pendek tapi berhubung diantara kita masih terikat permusuhan, make lebih baik kita berpisah sampai disini saja, bila ada jodoh dikemudian hari kita saling berjumpa kembali!".
„Kongcu ya, apakah kau hendak menyeberangi sungai?" tanya Oh Sam sambil loncat turun dari keretanya dan tertawa.
Hong po Seng mengangguk membenarkan.
„Aku masih ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, banyak bicara tak ada gunanya, lebih baik kita berpisah sampai disini saja”
Bicara sampai disitu diapun lantas berjalan menuju ketepi pantai. Oh Sam meloncat masuk kedalam kereta untuk mengambil beberapa keping uang emas, kemudian sambil menyusul pemuda itu serunya:
„Tak ada uang sulit untuk melanjutkan perjalanan, uang ini adalah sumbangan dari tiap tiap kantor cabang kepada diri kongcu. lebih baik kongcu bawa saja sebagai persediaan.”
Sambil tertawa Hong po Seng menyambut uang itu, melihat tiga ekor harimau dari keluarga Tiong mengikuti disisinya, ia segera mengambil satu keping uang emag untuk diri sendiri dan menyerahkan sisanya ketangan Harimau ompong Tiong Loo Poo cu.
Tiong Loo Poo cu menyambutnya dan tanpa mengucapkan sepatah katapun segera dimasukkan kedalam saku.
Mereka bertigapun segera naik perahu untuk menyebrangi sungai Huang hoo, setibanya diatas daratan Hong po Seng putar badan dan ujarnya kepada ketiga orang itu:
“Sebelah utara sungai Huang hoo sudah bukan termasuk wilayah kekuatan perkumpulan Sin Kee Pang, lebih baik kalian bertiga untuk sementara waktu berdiam diwilayah utara saja, tiga lima tahun kemudian rasanya belum terlambat untuk kembali kedesa kelahiran kalian”
Mendengar perkataan itu siharimau pelarian Tiong Liauw segera berdiri dan tertegun serunya:
“Eeee.. kenapa? apakah Kongcu-ya mengusir kita pergi ???”.
Hong po Seng sendiripun dibikin tertegun oleh pertanyaan tersebut, ia segera menyahut: „Secara kebetulan kita bisa saling bertemu satu sama lainnya, persahabatan pun telah kita jalin, apakah kalian selamanya hendak mengikuti diriku terus?”
Mendadak terdengar siharimau ompong, nenek tua she Tiong berteriak keras:
“Tiga lembar jiwa dan tiga ekor harimau dari keluarga Tiong kau yang menyelamatkan, sedang kami tiada rumah tempat bertinggal lagi, kalau tidak ikut kongcu lalu kita musti pergi kemana?”
„Aaaah, hal ini mana boleh jadi ?" sahut Hong po Seng dengan wajah melengak.
“Aku masih ada banyak urusan yang harus diselesaikan, lagi pula perjalananku selanjutnya penuh dihalangi oleh kesulitan serta mara bahaya, aku tidak ingin menyusahkan kalian bertiga!”
Pada dasarnya pemuda ini baru saja sembuh dari luka dalam yang parah ditambah pula selama hampir sebulan lamanya siang malam ia bekerja keras untuk mewariskan ilmu silatnya kepada Tiong Si Sam Hauw, hal ini membuat kesehatan badannya lama kelamaan jadi semakin lemah, bukan saja luka dalamnya kambuh kembali, matanya jadi cekung, wajahnya kunyal dan lesu hingga untuk mengucapkan beberapa patah kata itupun harus menggunakan banyak tenaga.
Tiong Si Sam Hauw semuanya merupakan manusia manusia yang berjiwa keras, semula mereka tidak berpikir lebih mendalam akar, maksud perbuatan sianak muda itu. Kini setelah mengetahui bahwa Hong po Seng benar benar tiada permintaan yang diajukan kepada mereka bahkan justru mereka malah yang berhutang budi kepadanya, jadi tertegun dan berdiri termangu- mangu, tanpa sadar air mata jatuh bercucuran membasahi wajab ketiga orang itu.
Hong- po Seng tidak ingin melihat keadaan seperti itu berlarut larut, ia segera keraskan hati dan menjura kepada mereka bertiga.
„Harap kalian bertiga suka baik baik menjaga diri kita berpisah dahulu ditempat ini !"
„Kongcu-ya!" mendadak siharimau pelarian Tiong Liauw berseru dengan suara gagah. „Kamni Tiong si Sam Houw bukan lantaran hendak membalas budi lantas hendak mengutarakan kata-kata ini, tapi berhubung kami kami kagum atas kegagahan serta kebesaran jiwa kongcu ya maka bila kongcu menampik, kami sekeluarga tiga orang rela mengikuti diri kongcu untuk berbuat apa saja, walaupun harus mengorbankan jiwa kamipun kami bertiga rela.”
Hong po Seng dibuat amat terharu oleh ketulusan hati ketiga orang itu, tanpa terasa air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
„Terima kasih kuucapkan atas maksud dari cuwi bertiga" katanya lirih. "Aku menyadari bahwa jiwaku selalu terancam bahaya maut, aku tidak ingin menyusahkan pula kalian bertiga. Untuk sementara waktu kalian berdiamlah diwilayah utara, tekunilah pelajaran ilmu silat kalian, bilamana suatu waktu aku membutuhkan bantuan pasti akan kucari kalian bertiga untuk menyumbangkan tenaganya".
„Kongcu ya, dewasa ini kau hendak pergi kemana?".
Sebelum Hong po Seng sempat menjawab terdengarlah siharimau ompong Tiong Loo Poo cu talah membentak dengan nada gusar: „Hey tua bangka, kenapa kau musti banyak bicara yang tak berguna, kita ikuti saja dibelakangnya”.
Mendengar perkataan itu siharimau pelarian Tiong Liauw benar-benar tidak berbicara lagi.
Sebaliknya Hong-po Seng diam diam segera berpikir :
„Sekeluarga ini berjiwa besar dan berhati jujur, setiap melaksanakan pekerjaan hanya didasari oleh emosi serta perasaan, andaikata aku tidak menerangkan yang jelas, mereka tentu akan mengikuti diriku terus menerus, seandainya sampai terjadi begini bukankah urusan besarku bakal runyam dibuatnya ?".
Karena berpikir demikian baru buru serunya kepada Tiong Liauw dengan wajah serius :
„Loo-tiang, harap kau berpikir dengan seksama, sebenarnya apa sih maksud tujuanku dengan susah payah menurunkan ilmu silat yang kumiliki kepada kalian bertiga ??".
Mendengar pertanyaan itu si Harimau Pelarian Tiong Liauw berpikir sejenak, kemudian jawabnya :
„Aaah betul ! pastilah kongcu memandang ilmu silat yang kami miliki terlalu cetek, maka bilamana mengikuti disisimu sebaliknya malah mengganggu serta merepotkan".
Walaupun perkataan tersebut tidak mengena dengan jitu atas apa yang dipikirkan di dalam hati, tetapi Hong- po Seng tidak membantah, sambil mengangguk katanya:
„Perkataanmu ini ada benarnya juga, kalian musti tahu kepergianku kali ini kalau bisa alangkah baiknya kalau menyembunyikan diri terhadap pengawasan orang lain, bilamana kita harus melakukan perjalanan secara bergerombol, hal itu malah justru menyulitkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu".
Mendengar sampai disini, si Harimau pelarian Tiong Liauw tidak berbicara lagi, setelah berdiri termangu mangu beberapa saat lamanya mendadak ia jatuhkan diri berlutut diatas tanah diikuti oleh Sinenek tua she-Tiong serta si Harimau Bisu Tiong Long.
Hong-po Seng jadi terkesiap, buru-buru ia ikut terlutut diatas tanah setelah itu putar badan dan cepat berlalu.
Semenjak kecilnya sianak muda ini sama sekali belum pernah meninggalkan rumahnya seorang diri, boleh dia dia buta seratus persen terhadap jalanan disekitar tempat itu, setelah melepaskan diri dari Tiong Si Sam- Hauw pemuda itu segera mancari tahu jalan menuju keutara dari para penduduk disekitar situ, kemudian langsung berangkat menuju kegunung Im-Tiong san.
Setelah melakukan perjalanan belasan hari, suatu petang sampailah sianak muda itu didalam wilayah pegunungan Im-Tiong san.
Setelah masuk gurung, daya ingatnya terhadap perkampungan Liok-Soat san cung kian lama kian bertambah jelas. Waktu itu sambil melakukan perjalanan dibawah sinar bulan purnama diam-diam doanya didalam hati:
.,Sukma ayah yang ada dilangit, moga moga kau suka melindungi teratai racun empedu api itu tetap berada ditempat semula, agar ananda berhasil mendapatkan teratai racun itu untuk mengobati luka ibu yang parah sehingga tenaga dalam yang dimiliki dia orang tua bisa pulih kembali seperti sedia kala, dengan begitu Ibu baru sanggup membalaskan dendam sakit hati ayah. '.
Tanpa terasa sampailah pemuda ini dimulut sebuah selat, setelah memperhatikan sekejap suasana disekeliling tempat itu, keragu raguan yang semula masih tersisa dalam hatinya seketika tersapu lenyap, ia merasa yakin bahwa perkampungan Liok-Soat san-cung terletak di dalam selat tersebut.
Dalam pada itu bulan purnama berada di awang awang, cahaya yang terang menerangi seluruh isi selat tersebut setelah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya mendadak Hong-po Seng merasakan sesuatu yang tidak beres, ia segera berpikir:
“Pepohonan didalam selat ini diatur dengan sangat teratur dan rapi, jalan gunung bersih bebas dari debu, bahkan batu kerikil serta rumput ilalangpun tidak nampak, kalau ditinjau keadaan tersebut jangan-jangan perkampunganku sudah diduduki orang lain ?...".
Begitu ingatan tersebut berkelebat lewat di dalam benaknya, ia segera menyembunyikan diri kebalik pepohonan dan meneruskan perjalanannya dari tempat kegelapan.
Ketika tubuhnya hampir tiba dipintu perkampungan, mendadak ia temukan kerlipan cahaya lentera, hatinya semakin terkesiap, pikir nya lebih jauh:
“Aaah ! dugaanku ternyata tidak salah, kampung halamanku benar-benar sudah diduduki orang lain. Kalau ditinjau dari cahaya lentera yang dipasang begitu rapat, jelas keadaan didalam perkampungan jauh lebih terang benderang... Ehmm! Wilayah Sam Say adalah daerah kekuasaan perkumpulan Hong Im Hwie, para jago dari kalangan lurus tidak nanti akan menduduki kampung halamanku ini dengan manusia-manusia dari kalangan hek to yang biasa jelas lebih-lebih tak punya nyali untuk menempati perkampungan Liok Soat san cung, manusia- manusia laknat yang telah mengangkangi rumah kediamaaku ini seratus persen pastilah tokoh-tokoh terpenting dari perkumpulan Hong Im Hwee.
Setelah mengetahui kelihayan orang, ia segera menyusup kesebelah kiri perkampungan kemudian menyusup masuk kedalam perkampungan dengan gerakan yang sangat berhati-hati.
Tampaklah gunung-gunung, pepohonan, kebun bunga, serambi, jalan berlapis batu-batu semuanya masih tetap seperti apa yang pernah dilihatnya dikala dia masih kecil. Maka sambil menghindari sorotan cahaya lampu ia meneruskan gerakannya menyusup kebelakang perkampungan.
Ia masih ingat dengan jelas bahwa tempat tinggal ayah ibunya serta dia terletak dibelakang perkampungan, Teratai Racun empedu Api itupun dipelihara dibelakang kamar tidur ayahnya, diam diam ia lantas berpikir:
"Mengambil teratai adalah suatu pekerjaan yang besar, perduli amat siapa yang telah mengangkangi perkampunganku ini, setelah berhasil mendapatkan teratai racun empedu api aku akan segera berlalu sedangkan urusan yang lain dibicarakan dikemudian hari saja, dari pada menimbulkan peristiwa yang tidak diinginkan sehingga masalah besar ibuku terbengkalai . .
. ."
Diperkampungan sebelah depan seringkali ia jumpai ada manusia yang berlalu lalang, pengamatannya yang cermat membuktikan bahwa orang orang itu semuanya pandai bersilat bahkan sebagian besar memiliki ilmu silat yang tidak lemah, mereka semua bpleh dibilang merupakan jago jago kelas satu didalam dunia persilatan, hal ini seketika mempertinggi kewaspadaannya selangkah demi selangkah ia bergerak lebih hati hati sedikitpun tidak berani bertindak gegabah.
Meskipun usianya masih kecil namun pemuda ini dapat meresapi betapa pentingnya masalah besar, pada saat itu ia segera tinggalkan persoalan-persoalan kecil yang dianggapnya tak penting dan pusatkan seluruh perhatiannya untuk mengambil teratai racun tersebut.
Dengan mengandalkan daya ingatan yang telah hapal dengan daerah sekitar situ, akhirnya pemuda itu berhasil menyusup ketempat dimana teratai racun itu dipelihara, ia segera bersembunyi ditempat kegelapan dan mengawasi dengan seksama, setelah diketahui bahwa benda yang dicari masih tetap berada ditempat semula. Bisa dibayangkan betapa girangnya hati pemuda itu hingga sukar terkendalikan.
Kiranya Teratai Racun Empedu Api itu masih tetap terpelihara ditempat semula, hitam dan menyungging keatas persis seperti keadaan tempo dulu cuma dari balik jendela memancar keluar sebilah cahaya lampu dan tepat menyinari permukaan kolam teratai tersebut.
Hong Po Seng segera alihkan sinar matanya kearah jendela tersebut, terlihatlah didalam ruangau duduk seorang pria berusia dua puluh tahunan, raut wajah orang itu tidak bengis dan memakai jubah panjang putih bersulamkan kuntum bunga emas, waktu itu sambil mencekal sebuah cawan air teh sedang duduk seorang diri menikmati minuman,
„Entah bagaimanakah ilmu silat pang dimiliki orang ini?" diam-diam Hong Po Seng menpertimbangkan diri."Aku harus merampas teratai itu dengan menempuh mara bahaya? ataukah lebih baik menunggu sampai tertidur lebih dahulu kemudian baru perlahan-lahan turun tangan??...".
Otaknya dengan cepat berputar keras, ia sadar apabila perbuatannya kali ini mengalami kegagalan niscaya urusan yang kedua kalinya akan jauh lebih susah, mengingat betapa besar nya masalah ini mempengaruhi keselamatan ibunya, pemuda itu akhirnya mengambil keputusan untuk bertindak lebih hati hati.
Setelah mengambil keputusan maka diapun menyembunyikan diri kebelakang sebuah pohon Koei dan menanti dengan hati sabar, ingatan untuk menempuh mara bahaya tersapu lenyap dari dalam benaknya.
Lewat beberapa saat kemudian terlihatlah dua orang dara berbaju hijau masuk kedalam ruangan setelah menghidangkan sayur dan arak diatas meja, ujarnya kepada pria berbaju putih itu dengan nada hormat :
„Lapor kongcu sayur dan arak telah disiapkan. apakah kau masih ada pesan”
“Peringatkan mereka, jangan memperbolehkan siapapun melangkah masuk kedalam perkampungan belakang, barang siapa yang melanggar, bunuh dia sampai mati" kata pria berbaju putih itu „Kalianpun harus memperhatikan peringatanku ini sebelum memperoleh panggilan tak usah kamu berdua mendekat tempat ini, siapa yang berani mengintip kucukil biji matanya biar buta !".
Kedua orang dara berbaju hijau itu mengiakan berulang kali kemudian mengundurkan diri dari ruangan tersebut. Hong po Seng yang bersembunyi ditempat kegelapan jadi tercengang dan heran, pikirnya:
"Apa sih yang hendak dia lakukan ?? kenapa hanya mengintip saja biji matanya lantas mau dicongkel keluar
?".
Beberapa saat telah berlalu, pria berbaju putih itu mulai bergendong tangan berjalan bolak balik didalam kamar dengan hati gelisah dan tidak tenang, seringkali ia menoleh keluar jendela dan memperhatikan sekeliling tempat itu.
Hong-po Seng yang menyaksikan perbuatan pria itu segera dibikin sadar, sekarang ia mengerti pastilah pria berbaju putih itu sedang menantikan kedatangan seseorang.
Mendadak terdengar suara sentilan jari
berkumandang memecahkan kesunyian.
Pria berbaju putih itu segera meloncat kedepan jendela, dengan nada kaget bercampur girang serunya :
„Ooh Giok-moay, kalau kau tidak munculkan diri lagi, siauw-heng pasti bakal mati saking gelisahnya!".
Hong-po Seng segera mendongak keatas, tapi seketika itu juga keringat dingin mangucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Ternyata ada sesosok bayangan manusia tepat berdiri diatas ranting diatas batok kepalanya, ranting pohon itu sama sekali tidak bergerak atau bergoyang, Hong po Seng yang bersembunyi dibelakang pohon sedikitpun tidak merasa sedari kapan ada sesosok bayangan manusia telah berada diatas pohon itu. Ditinjau dari gerakan tubuh sidara berbaju putih yang meluncur kearah jendela, pemuda ini menyadari bahwa kepadaiannya masih jauh ketinggalan kalau dibandingkan dengan orang itu, hatinya semakin terperanjat dibuatnya.
Mendadak terdengar suara tertawa merdu bergema diangkasa, angin berbau harum menyambar lewat dan orang itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun telah menerobos masuk kedalam ruangan.
"Hooooh sungguh lihay ilmu meringankan tubuhnya! diam diam Hong po Seng memuji.
Menanti ia berpaling kembali kearah ruangan, tampaklah ditempat itu telah bertambah dengan seorang gadis berbaju ungu.
Dara itu mengenakan kain kerudung berwarna ungu diatas wajahnya hingga tidak kelihatan raut wajahnya, sementara Hong po Seng sedang tercengang pria tadi telah melepaskan kain kerudung tersebut sambil ujarnya tertawa:
"Giok moay' legakanlah hatimu ! aku telah menurunkan perintah yang melarang siapapun mendekati tempat ini, meski dibelakang perkampungan masih ada beberapa orang dayang, tetapi sebelum mendapat panggilanku tidak nanti mereka berani datang mengintip".
Sementara pembicaraan itu masih berlangsung, kain kerudung yang menutupi wajah dara tadi telah terlepas, Hong po Seng yang bersembunyi ditempat kejauhan segera merasakan pandangannya jadi terang.
Tampaktah dara berbaju ungu itu baru berusia delapan sembilan belas tahunan, matanya jeli dengan bibir yang mungil, kecantikan wajahnya boleh dibilang bagaikan bidadari turun dari kahyangan.
Setelah melepaskan kain kerudung tersebut pria berbaju putih itu segera memeluk tubuh gadis tadi, dan mereka berduapun melakukan suatu gerakan yang diliputi kemesraan. Hong po Seng buru-buru memejamkan matanya.
Kedua orang itu berbisik bisik sesaat dengan suara lirih diikuti saling berpandangan sambil tertawa, kemudian sembari bergandeng tangan mereka menuju kearah meja perjamuan, ambil tempat duduk dan mulai minum arak sambil berbicara.
Melihat sampai disini, Hong-po Seng tantas berpikir didaam hatinya :
“Aaaii..! perbuatan pribadi seorang pria dan wanita tidak sepantasnya kuintip, apalagi ikut mencuri dengar..."!
Sebagai seorang lelaki yang jujur dan tahu sopan santun, setelah mengambil keputusan untuk tidak melihat dan mendengar, ia benar-benar pejamkan mata dan menutupi lubang telinganya dengan jari tangan, dalam benaknya sama sekali tidak terlintas pikiran apa apa.
Lewat beterapa saat kemudian ia membuka matanya dan melirik kedalam ruangan, tapi setelah dilihatnya kedua orang itu masih bercakap-cakap sambil minum arak maka pemuda itu sekali lagi pejamkam matanya.
Dengan sabar ditunggunya beberapa waktu dengan mata terpejam, setelah dirasakan kira-kira dua orang itu telah selesai bersantap maka ia baru membuka matanya, Tetapi kali ini wajahnya seketika berobah jadi merah jengah, ternyata dibawah pengaruh air kata-kata sepasang muda mudi itu telah melanggar susila, gaun yang dikenakan dara berbaju ungu tadi telah dicopot separuh hingga terlihatlah bagian terlarangnya dibawab sorot cahaya lampu lentera.
Pemuda ini usianya masih muda lagi pula dibesarkan dalam gunung yang terpencil, terhadap perbuatan seperti ini boleh dibilang belum mengenalnya sama sekali, tapi setelah menyaksikan kejadian itu ia segera merasa sangat malu, buru buru matanya dipejamkan kembali.
Lubang telinga yang ditutupi terlalu lama dirasakan sangat tak enak, tapi ketika jari tangannya dikendorkan, rayuan-rayuan tengik seketika menggema masuk kedalam telinganya membuat ia semakin muak, akhirnya sambil pejam mata dan menutupi telinganya ia menyumpah didalam hati:
,,Sialan ! sungguh tak tahu malu, mau melakukn perbuatan begitupun tidak menutup pintu jendela terlebih dahulu!".
Lama,... lama sekali, akhirnya pemuda itu tak kuat menahan diri dan membuka matanya kali ini dia hanya menjumpai pakaian luar dan pakaian dalam berserakan diatas lantai sedangkan muda mudi itu tidak nampak batang hidungnya lagi.
Secara lapat-lapat dia mengetahui bahwa kedua orang itu pasti sudah naik keatas pembaringan, hatinya semakin muak dibuatnya, kesabaran hatinya kontan hilang. Melihat dibalik jendela sudah tak ada orang pemuda itu segera menjejakkan kakinya melayang ke tepi kolam teratai. Bagi orang yang berlatih silat, ketajaman pendengarannya jauh lebih tajam dari orang biasa, setelah tubuhnya berada semakin dekat dengan kolam teratai apalagi tangannya telah dilepaskan dari lubang telinga tentu saja rayuan-rayuan maut, dengusan napas memburu serta rintihan cabul kedengaran makin jelas lagi membuat jantung sianak muda ini berdebar debar keras.