Si Pisau Terbang Li Bab 24 : Menangkap Pengkhianat

  
Bab 24. Menangkap Pengkhianat

Li Sun-Hoan mengeluh. “Kau benar-benar beruntung. Mereka sama sekali bukan pemandangan yang menyenangkan.” Setiap orang yang mati karena racun Ngo-tok-tongcu tubuh dan wajahnya rusak parah.

Li Sun-Hoan memejamkan matanya, lalu perlahan-lahan berkata, “Beberapa tahun yang lalu, aku melihat seseorang yang mati karena racunnya. Dalam beberapa detik saja wajahnya menghitam dan tidak lama kemudian seluruh tubuhnya membusuk.”

Sim-si Taysu menatap tubuh Sim-bi lalu berseru, “Tapi Jisuheng sudah meninggal beberapa hari….”

Li Sun-Hoan membuka matanya kembali. “Betul sekali. Dia sudah keracunan beberapa hari, namun tubuhnya belum membusuk. Kau tahu kenapa?”

Sim-si Taysu menggelengkan kepalanya.

Kata Li Sun-Hoan, “Karena ia kena racun yang lain lagi!” Kata Sim-si Taysu terbata-bata, “Mak…Maksudmu…”
Kata Li Sun-Hoan melanjutkan, “Walaupun ia kena racun Ngo-tok-tongcu, keadaannya tidak terlalu membahayakan. Racun itupun telah ditahannya dengan tenaga dalamnya, sehingga racun itu tidak bekerja lagi sewaktu dia sampai di Siau-lim-si.”

“Betul.”

Sambung Li Sun-Hoan, “Si pembunuh pasti takut ia akan menyebarkan rahasianya. Maka untuk mempercepat kematiannya, ia meracuni Sim-bi Taysu dengan racun yang lain.”

Tanya Sim-si Taysu, “Ada banyak cara untuk membunuh, mengapa menggunakan racun?”

“Karena cara apapun yang ditempuhnya akan meninggalkan jejak. Namun karena Sim-bi Taysu sudah keracunan, jejaknya akan tersamarkan.”

Sahut Sim-si Taysu, “Benar juga. Dengan cara ini, semua orang akan berpikir bahwa dia mati karena racun Ngo- tok-tongcu.”

Kata Li Sun-Hoan, “Orang ini betul-betul penuh perhitungan, tapi ada satu hal yang dilupakannya.”

“Apa itu?”

“Ia lupa bahwa racun dapat saling menetralisir. Karena ia memberikan racun yang mematikan dalam jumlah besar, racun itu menghalangi bekerjanya racun Ngo-tok-tongcu. Oleh sebab itu, tubuh Sim-bi tetap dalam keadaan baik setelah sekian lama.”

Mata Li Sun-Hoan berbinar. Tanyanya, “Setelah Sim-bi Taysu datang, apakah ia makan sesuatu?”

Jawab Sim-si Taysu, “Hanya semangkuk obat.” “Siapa yang memberikan obat itu padanya?” “Obat itu dibuat oleh Jitsute Sin-kam. Tapi yang menyuapkan obat itu padanya adalah Sisuheng Sim-ciok dan Laksute Sim-ting.”

Ia mengeluh. “Jadi mereka bertigalah tersangkanya.”

Kata Li Sun-Hoan, “Ada dua jenis racun yang terkenal di dunia. Yang pertama sifatnya tidak berbau dan tidak berasa. Namun racun ini bisa membuat orang mati mengenaskan. Jadi tidak hanya membunuh si korban, namun juga menakutkan bagi yang menyaksikan.”

Kata Sim-si Taysu, “Racun Ngo-tok-tongcu sudah tentu masuk kategori ini.”

Li Sun-Hoan menyambung lagi, “Jenis yang kedua, lebih mudah dideteksi. Namun dapat menyebabkan kematian tanpa tanda-tanda khusus. Kadang-kadang orang tidak menyangka bahwa si korban mati keracunan.”

“Maksudmu, si pembunuh menggunakan racun jenis ini?”

Li Sun-Hoan mengangguk. “Karena sifatnya yang berbeda itulah, kedua racun ini malah saling menetralisir. Walaupun jenis yang pertama itu lebih mengerikan, jenis yang kedua lebih mematikan. Sedikit sekali orang yang dapat menyatukan dua macam racun ini.”

Ia menatap Sim-si Taysu lekat-lekat, lalu bertanya, “Berapa orang di Siau-lim-si yang tahu betul tentang racun?”

Sim-si Taysu menghela nafas panjang. “Ini…..” Kata Li Sun-Hoan, “Siau-lim-si adalah pelopor dalam dunia persilatan. Murid-muridnya tidak mungkin belajar sesuatu yang sesat seperti ini, bukan?”

Sim-si Taysu menjawab dengan tegas, “Hal semacam ini sama sekali tidak diajarkan di Siau-lim-si!”

Kata Li Sun-Hoan, “Pendeta Sim-ciok dan Sim-ting….”

Sim-si Taysu segera memotong perkataannya. “Sim-ciok menjadi pendeta waktu berumur sembilan tahun. Sim- ting telah menjadi pendeta saat masih bayi. Aku berani bertaruh bahwa mereka berdua belum pernah melihat racun jenis apapun seumur hidup mereka.”

Li Sun-Hoan terkekeh. “Jadi, siapa pembunuhnya?” “Maksudmu, sudah pasti Jitsute Sin-kam?”
Li Sun-Hoan diam saja.

Sin-kam Taysu menjadi pendeta setelah ia dewasa. Sebelum ia masuk ke Siau-lim-si, ia sudah terkenal dalam dunia persilatan terkenal dengan julukan "Jit-giau-susing" atau si sastrawan serbamahir, seorang ahli racun!

***

Permainan Go sedang berlangsung di paviliun itu.

Pek-hiau-sing memainkan buah catur itu ditangannya. Bunga-bunga salju berjatuhan ke tanah dari buah catur itu. Pemandangan di situ sungguh indah, namun di mana- mana dapat terasa hawa membunuh yang tebal dan semua orang sangat tegang.

Pendeta Sim-oh Taysu, Sim-ciok, Sim-ting dan Sin-kam Taysu ada di situ.

A Fei berlutut di sudut paviliun itu. Wajahnya tertunduk.

Sim-oh Taysu memandangnya dan bertanya, “Apakah menurutmu Li Sun-Hoan akan datang?”

Pek-hiau-sing tersenyum. “Pasti.”

Sim-oh Taysu bertanya lagi, “Apakah dia itu orang yang mau berkorban untuk sahabatnya?”

“Bahkan kaum pencuri pun punya kode etik.” Sim-oh Taysu mengeluh. “Kuharap kau benar….” Suaranya terhenti.
Ia melihat Sim-si Taysu.

Sim-si Taysu masuk ke paviliun itu, tapi sendirian saja.

Sim-oh Taysu berdiri menyambutnya, “Bagaimana keadaanmu?”

Ia tidak bertanya yang lain, hanya menyapa Sim-si Taysu seperti biasa. Hanya seorang Ciangbun-suheng Siau-lim- si yang mampu berbuat demikian. Sahut Sim-si Taysu, “Terima kasih, Suheng. Untungnya tecu masih selamat.”

Sim-si Taysu melanjutkan, “Ia pergi mengambil kitab- kitab itu?”

Sin-kam Taysu bertanya, “Kitab? Kitab apa?”

Jawab Sim-si Taysu, “Kitab-kitab yang hilang dari perpustakaan.”

Mulut Sin-kam Taysu komat-kamit, lalu ia tertawa dingin. “Ternyata dia biang keladinya! Lalu kenapa kau biarkan dia pergi begitu saja?”

Sahut Sim-si Taysu, “Karena bukan dia pencurinya.” Tanya Sin-kam Taysu, “Lalu siapa?”
Jawab Sim-si Taysu tegas, “Engkau!”

Mulut Sin-kam Taysu komat-kamit lagi, tapi kemudian ia menenangkan diri. “Gosuheng, bagaimana mungkin kau menuduhku? Aku tidak mengerti.”

Kata Sim-si Taysu, “Jika kau tidak mengerti, siapa yang mengerti?”

Sin-kam Taysu menoleh pada Sim-oh Taysu, lalu berkata dengan memelas, “Suheng, katakanlah sesuatu. Tecu tidak bisa membela diri.” Wajah Sim-oh Taysu pun berubah. “Jisuheng telah dibunuh oleh Li Sun-Hoan. Mengapa kau malah membantunya?”

Pek-hiau-sing pun menjadi kesal. “Jika benar ingatanku, Sim-si suheng dan Li Sun-Hoan lulus ujian kekaisaran pada tahun yang sama.”

Sin-kam Taysu berkata dingin, “Kalau begitu, Gosuheng pun pasti telah kena racun Li Sun-Hoan.”

Sim-si Taysu tidak menggubris ocehan mereka. Katanya, “Racun yang membunuh Jisuheng bukanlah racun Ngo- tok-tongcu.”

Sin-kam Taysu memotong cepat, “Kau tahu dari mana?”

Sim-si Taysu tertawa dingin. “Kau pikir tidak seorang pun tahu perbuatanmu? Atau kau lupa bahwa Jisuheng meninggalkan sesuatu sebelum meninggal?”

Ia mengeluarkan buku harian Sim-bi. Tanya Sim-oh Taysu, “Apa itu?”
Jawab Sim-si Taysu, “Sebelum Jisuheng berangkat, ia sudah tahu siapa pencuri pengkhianat itu. Tapi ia tidak mau bertindak tanpa bukti nyata, sehingga Sim-bi hanya menuliskan namanya pada buku ini, supaya kalau dia mati, bukti itu tidak akan hilang.”

Sim-oh Taysu terperanjat mendengarnya, “Betulkah?” Sin-kam Taysu memotong lagi. “Jika memang betul ada Cayhe di buku itu, aku akan….”

Kata Sim-si Taysu, “Kau akan apa? Walaupun sudah kau sobek halaman terakhirnya, bagaimana kau bisa yakin ia tidak menuliskan namamu di halaman yang lain juga?”

Tubuh Sin-kam Taysu gemetar, lalu berseru, “Gosuheng telah bersekongkol dengan orang luar untuk memfitnah aku. Lotoa, tolong selidiki hal ini baik-baik.”

Sim-oh Taysu hanya berdiri mematung sambil memandang Pek-hiau-sing.

Kata Pek-hiau-sing, “Siapapun dapat menuliskan nama itu.”

Sin-kam Taysu pun segera mengiakan, “Betul… Sekalipun Cayhe tertulis di situ, tidak dapat dibuktikan bahwa Jisuhenglah yang menulisnya.”

Tambah Pek-hiau-sing, “Setahuku, Li-tamhoa adalah seseorang yang sangat terpelajar. Ia pun pandai dalam ilmu tulis-menulis.”

Sin-kam Taysu pun berkata, “Betul sekali. Mudah sekali baginya untuk meniru tulisan tangan seseorang.”

Sim-oh Taysu memandang pada Sim-si Taysu. “Suheng, biasanya kau adalah seorang yang berhati-hati. Apakah kau tidak terlalu gegabah saat ini?” Wajah Sim-si Taysu tidak berubah, terus menatap Sin- kam Taysu. “Jika kau pikir ini belum cukup, aku masih punya bukti yang lain.”

Kata Sim-oh Taysu, “O ya? Cepat katakan.”

Sahut Sim-si Taysu, “Kitab ‘Ta-ma-ih-kin-keng’ yang tersembunyi dalam kamar Jisuheng telah lenyap.”

“O ya?”

Lanjut Sim-si Taysu, “Menurut perhitungan Li Tamhoa, si pencuri pasti belum sempat membawanya keluar. Jadi kitab itu pasti masih ada di kamar Sin-kam Taysu. Ia telah pergi bersama dengan murid-muridku ke sana untuk mencarinya.”

Sin-kam Taysu melompat bangun dan berteriak, “Suheng, jangan dengarkan dia. Ia sedang memfitnahku!”

Sambil mengatakan itu, tubuhnya pun sudah berada di luar.

Sim-oh Taysu mengangkat alisnya, segera berdiri dan mengejarnya.

Dalam sekejap saja, mereka telah tiba di kamar Sin-kam Taysu.

Pintunya telah terbuka lebar. Sin-kam Taysu bergegas masuk. Ia segera menoreh sebuah lemari dan terlihatlah laci rahasia di baliknya. Kitab ‘Ih-kin-keng’ ada di dalamnya.

Sin-kam Taysu berteriak, “Buku ini tadinya ada di kamar Jisuheng. Karena mereka mau memfitnahku, maka ditaruhnyalah buku ini di situ. Tapi tipuan ini kan sudah ratusan kali dilakukan. Bagaimana mungkin seorang sepandai Suheng dapat tertipu oleh tipuan murahan kalian?”

Setelah ia selesai, Sim-si Taysu berkata dengan tenang, “Jika kami ingin memfitnahmu, bagaimana kau bisa tahu kalau buku ini ada di balik lemari itu? Mengapa kau tidak perlu mencari-cari di tempat lain terlebih dulu?”

Sin-kam Taysu mengejang, wajahnya berkeringat.

Sim-si Taysu bernafas lega. “Li Tamhoa sudah memperhitungkan bahwa hanya dengan cara inilah kau akhirnya mengakui perbuatanmu.”

Terdengar suara tawa seseorang. “Tapi cara ini kan sangat riskan. Jika ia tidak terjebak, sampai kapan pun ia tidak akan tertangkap!”

Di tengah suara tawa itu, muncullah Li Sun-Hoan.

Sim-oh Taysu menghela nafas panjang, lalu membungkuk untuk menyapanya.

Li Sun-Hoan membalas sapaannya. Sin-kam Taysu diam-diam melangkah mundur, namun Sim-ciok dan Sim-ting telah menghalangi jalannya. Wajah mereka penuh kemarahan yang mematikan.

Kata Sim-oh Taysu, “Tan Ok, Siau-lim-si sudah begitu baik padamu, mengapa kau berbuat seperti ini?”

Tan Ok adalah nama Sin-kam Taysu sebelum menjadi pendeta.

Keringat Tan Ok bercucuran. Katanya, “A…Aku mengakui kesalahanku.”

Tiba-tiba ia berlutut dan berkata, “Tapi akupun telah dimanfaatkan oleh orang lain.”

Sim-oh Taysu membentak, “Oleh siapa?”

Pek-hiau-sing memotong cepat, “Kukira aku tahu siapa orangnya.”

Kata Sim-oh Taysu, “Tolong beri tahu kami.” Sahut Pek-hiau-sing, “Dia!”
Semua orang menoleh ke arah yang ditunjuk Pek-hau- sing, namun mereka tidak melihat siapa pun juga.

Waktu mereka menoleh kembali, wajah Sim-oh Taysu telah berubah. Tangan Pek-hiau-sing sudah berada di punggungnya. Jari-jarinya telah terarah pada empat Hiat-to (jalan darah) utama Sim-oh Taysu.

Wajah Sim-si Taysu pun jadi berubah. “Ternyata kau!”

Kata Pek-hiau-sing, “Aku hanya ingin meminjam beberapa buku. Siapa sangka kalian ini pelit sekali.”

Kata Sim-oh Taysu, “Kita berteman sudah sepuluh tahun lebih. Aku tidak pernah menyangka kau akan berbuat seperti ini padaku.”

Pek-hiau-sing menghela nafas. “Aku pun tidak ingin melakukannya. Tapi karena Tan Ok bermaksud menyeretku jatuh bersamanya, terpaksa aku melakukan ini.”

Tan Ok segera melompat, menyambar kitab ‘Ih-kin-keng’ itu, lalu tertawa mengejek. “Betul sekali. Kau harus menemani kami turun gunung. Jika kalian semua masih ingin bertemu Ketua Siau-lim-si hidup-hidup, kalian sebaiknya tidak melakukan gerak yang mencurigakan.”

Walaupun geram luar biasa, Sim-si Taysu hanya bisa menonton saja.

Kata Sim-oh Taysu, “Jika kalian semua menghargai Siau- lim-si, jangan pedulikan aku. Tangkap pengkhianat ini sekarang juga!” Kata Pek-hiau-sing, “Kata-katamu tidak berarti. Mereka tidak mungkin bermain-main dengan hidupmu. Hidup seorang Ketua Siau-lim-si terlalu berharga.”

Waktu kata yang terakhir diucapkannya, senyumnya pun tiba-tiba hilang.

Sebilah pisau berkilau. Pisau Kilat si Li telah keluar!
Dan kini pisau itu telah melayang menuju lehernya! Tidak seorang pun melihat kapan pisau itu keluar.
Pek-hiau-sing pun telah menggunakan Sim-oh Taysu sebagai tamengnya. Lehernya selalu berada di belakang leher Sim-oh Taysu. Hanya sebagian kecil lehernya yang tampak.

Kapan pun juga ia bisa segera berlindung di balik Sim-oh Taysu.

Dalam situasi ini, tidak seorang pun berani bergerak.

Namun begitu cepat pisau itu berkilat, dan lebih cepat dari halilintar, Pisau Kilat si Li telah menembus lehernya!

Sim-si Taysu, Sim-ciok dan Sim-ting segera berhamburan melindungi Sim-oh Taysu. Mata Pek-hiau-sing dengan penuh kebencian menatap Li Sun-Hoan. Tubuhnya masih tidak percaya dan kaget luar biasa.

Dalam kematian pun, ia tidak bisa percaya bahwa pisau Li Sun-Hoan telah menembus lehernya.

Mulutnya masih berusaha bicara, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Namun semua orang bisa menebak bahwa ia hendak mengatakan, “Aku salah….. Aku salah….”

Betul sekali. Pek-hiau-sing tahu segala sesuatu, dapat melihat segala sesuatu, tapi ia salah terhadap satu hal.

Pisau Kilat si Li sungguh lebih cepat daripada yang ia bayangkan!

Pek-hiau-sing pun ambruk.

Li Sun-Hoan mendesah. “Pek-hiau-sing menulis buku ‘Kitab Persenjataan’, dan mengurutkan senjata-senjata ampuh di dunia. Sungguh sial, ia mati karena salah satu dari senjata yang diurutkannya.”

Sim-oh Taysu membungkuk beberapa kali, lalu berkata, “Aku pun salah.”

Lalu wajahnya tiba-tiba berubah, “Di mana si pengkhianat itu?”

Tan Ok telah mengambil kesempatan dalam kekacauan itu dan kabur. Seorang seperti dia tidak akan melewatkan kesempatan semacam ini. Dalam sekejap saja ia sudah meninggalkan halaman biara.

Murid-murid yang lain tidak tahu akan kejadian ini. Jadi kalaupun mereka melihat dia, mereka tak akan menghalanginya.

Ketika ia sampai di paviliun itu, A Fei sedang berusaha bangun.

Walaupun Pek-hiau-sing telah menutup Hiat-to (jalan darah)nya kuat-kuat, akhirnya lepas juga setelah sekian lama.

Ketika Tan Ok melihatnya, matanya penuh kebencian. Ia ingin melampiaskan rasa frustrasinya pada A Fei.

Setelah disiksa begitu lama, bagaimana mungkin A Fei dapat melawannya?

Jadi, membunuh A Fei tidak akan memakan waktu lama.

Tanpa berkata apa-apa, Tan Ok menyerang. Pukulan Siau-lim-si terkenal di seluruh dunia dan Tan Ok telah berlatih di Siau-lim-si selama sepuluh tahun, sehingga ia pun cukup lihai menggunakannya.

Pukulan ini mengandung seluruh tenaganya, cepat dan mematikan, dan tentunya dapat membunuh dengan mudah. Tan Ok tahu, setelah membunuh A Fei pun dia masih punya cukup banyak waktu untuk melarikan diri. Tapi siapa sangka, di saat yang genting itu tangan A Fei tiba-tiba teracung.

Ia bergerak belakangan, tapi menyerang lebih dulu!

Tan Ok hanya merasa kerongkongannya sedingin es. Lalu ada rasa sakit menyertai hawa dingin itu. Nafasnya berhenti, seakan-akan tercekik.

Mukanya menunjukkan rasa tidak percaya…. Ia tahu gerakan pemuda ini memang sangat cepat, tapi apakah yang digunakan pemuda ini untuk menusuk lehernya?

Ia tidak akan pernah tahu. Tan Ok pun rubuh.
A Fei bangun berdiri, mengatur nafasnya.

Saat itu, Sim-oh Taysu dan yang lain telah tiba. Mereka terkejut luar biasa, karena tidak ada yang menyangka bahwa pemuda ini, dalam kondisi seperti itu, dapat membunuh Tan Ok.

Batangan es menembus tenggorokan Tan Ok. Es itu mulai mencair.
Pemuda ini hanya membutuhkan sebatang es untuk membunuh salah satu dari tujuh pendeta Hou-hoat- taysu. Sim-oh Taysu hanya bisa menatap wajahnya yang putih pucat itu. Tidak tahu harus bicara apa.

A Fei pun tidak memandang mereka sekilas pun. Ia langsung berjalan menuju Li Sun-Hoan, langsung tersenyum.

Li Sun-Hoan pun tersenyum.

Suara Sim-oh Taysua masih lemah. “Maukah kalian berdua tidak mampir dulu ke….”

A Fei memotongnya cepat, “Apakah Li Sun-Hoan adalah Bwe-hoa-cat ?”

Sahut Sim-oh Taysu, “Bukan.” “Apakah aku adalah Bwe-hoa-cat ?” “Bukan.”
Kata A Fei, “Kalau begitu, kami boleh pergi sekarang?”

Sim-oh Taysu memaksakan tersenyum. “Tentu saja. Tapi kupikir kalian sebaiknya beristirahat di sini….”

A Fei memotongnya lagi, “Jangan repot-repot. Sekalipun aku harus merangkak, aku akan merangkak turun gunung sekarang juga.”

Sim-ciok dan Sim-ting, keduanya menunduk dalam- dalam. Tidak ada seorang pun yang berani bersikap kurang ajar terhadap Ketua Siau-lim-si selama beratus- ratus tahun. Namun saat ini mereka hanya dapat menelannya bulat-bulat.

A Fei meraih lengan Li Sun-Hoan dan berjalan keluar Siau-lim-si.

Li Sun-Hoan memutar badannya dan berkata, “Hari ini kita berpisah. Jika kita bertemu kembali, lupakanlah kekasaran kami hari ini.”

Kata Sim-si Taysu, “Mari kuantar kalian.”

Sahut Li Sun-Hoan, “Mengantar, seperti tidak mengantar. Tidak mengantar, seperti mengantar. Mengapa Pendeta harus membuat perbedaan?”

Waktu mereka lenyap dari pandangan, Sim-oh Taysu menghela nafas panjang. Ia tidak berkata apa-apa, namun diam terkadang lebih menyakitkan dari banyak kata-kata.

Sim-ciok tiba-tiba berkata, “Suheng, sesungguhnya kau jangan membiarkannya pergi.”

Tanya Sim-oh Taysu, “Mengapa?”

“Walaupun Li Sun-Hoan tidak mencuri kitab-kitab itu, ataupun membunuh Jisuheng, kita masih belum bisa membuktikan bahwa dia bukanlah Bwe-hoa-cat .”

Tanya Sim-oh Taysu lagi, “Lalu bagaimana kita membuktikannya?” Jawab Sim-ciok, “Ia dapat membuktikannya dengan menangkap Bwe-hoa-cat yang sebenarnya.”

Sim-oh Taysu kembali mendesah. “Aku tahu, ia pasti akan menangkapnya dan membawanya ke sini. Itu tidaklah penting. Namun enam kitab itu….”

Walaupun pencurinya telah tertangkap, kitab-kitab itu belum ditemukan. Kepada siapa diberikannya kitab-kitab itu?

Siapa sebenarnya yang berdiri di balik semua ini?

Li Sun-Hoan tidak suka berjalan, lebih-lebih berjalan di atas salju. Namun kali ini ia tidak punya pilihan.
Walaupun angin dingin mengiris kulitnya, tidak ada kereta yang dapat ditumpangi.

Tapi A Fei telah terbiasa berjalan. Dalam benak orang lain, berjalan itu sangat melelahkan, namun bagi A Fei, berjalan itu menenangkan. Dengan lebih banyak berjalan, lebih banyak juga tenaganya dipulihkan.

Mereka berbagi cerita dan Li Sun-Hoan pun mulai berpikir. Katanya, “Kau bukan Bwe-hoa-cat . Aku juga bukan. Lalu siapa?”

A Fei memandang ke kejauhan. “Ia sudah mati.”

Li Sun-Hoan berkata, “Apa betul ia sudah mati? Apa betul yang kaubunuh itu Bwe-hoa-cat ?”

A Fei diam saja. Li Sun-Hoan tiba-tiba terkekeh. “Pernahkah kau terpikir bahwa Bwe-hoa-cat bukan seorang laki-laki?”

“Jika ia bukan laki-laki, lalu apa?”

Li Sun-Hoan tersenyum. “Jika ia bukan laki-laki, maka ia pasti seorang wanita!”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar