Pendekar Baja Jilid 32

 
Jilid 32

Tapi Ong Ling-hoa lantas mendengus, Apalagi Yu-leng-kiongcu juga bukan orang tolol, tidak mungkin dia turun tangan sendiri menyergap Sim Long.

Tutup mulutmu! teriak Jit-jit parau.

Ong Ling-hoa menyengir dan benar juga tidak bicara lagi.

Jit-jit menangis dan berteriak, O, Sim Long, mengapa tidak kau bunuh saja diriku? Mana boleh kubunuh dirimu, Jit-jit, jangan-jangan engkau memang tidak tahu apa-apa.

Kutahu ... namun sekarang sudah terlambat, mana mana dapat kuhidup lagi, apa artinya

pula hidup ini bagiku? ratap Jit-jit. Kuharap dapat mati saja di tanganmu. O, Sim Long, kumohon dengan sangat, bunuhlah aku, biarlah kumati dengan senang.

Tokko Siang melenggong, gumamnya, Sungguh aneh, ada sementara orang berniat membunuh Sim Long, tapi ada juga anak perempuan yang sengaja ingin mati di tangan Sim Long, sungguh peristiwa mahaaneh.

Kau tidak paham, kalian sama tidak paham, teriak Jit-jit. Aku juga tidak paham, mengapa ....

Belum lanjut ucap Sim Long segera Jit-jit memotong, Masa benar engkau tidak paham? Sim Long merangkulnya dengan mesra, ucapnya lembut, Jit-jit ia hanya menyebut

namanya dengan halus dan tidak dapat bicara lain, namun melulu panggilan itu pun sudah cukup. Segala kesalahpahaman yang lampau kini pun sudah menjadi peristiwa lalu.

Suara tangis Jit-jit mulai mereda.

Tokko Siang merasa gua yang gelap ini mulai hangat, meski tidak terlihat sesuatu, tapi siapa yang tidak dapat merasakan kemesraan kedua muda-mudi itu.

Mendadak Ong Ling-hoa mendengus, Hm, alangkah mesranya! Apakah engkau penasaran? tanya Miau-ji.

Jangan kau lupa, paling tidak sampai saat ini aku adalah bakal suami Cu Jit-jit, tentu dapat kau bayangkan sendiri betapa perasaan seorang menyaksikan bakal istri sendiri sedang bermesraan dengan orang lain. Terdengar Sim Long bersuara, seperti tercengang dan melepaskan rangkulannya. Miau-ji juga melenggong dan tidak bicara lagi.

Wahai Sim Long, apabila kalian ingin main cinta, sepantasnya kalian menghindariku dan harus menunggu untuk sementara ....

Menunggu? Menunggu apa? tanya Miau-ji.

Memangnya kalian mengira aku tidak mungkin mendapatkan istri? Apa aku harus menikahi dia? Memangnya orang perempuan di dunia ini tinggal Cu Jit-jit seorang saja?

Hah, apa maksudmu? tanya Miau-ji.

Jika dia tidak suka padaku, apa artinya kukawini dia? Huh, kan lebih baik kukawin dengan sepotong kayu saja, sedikitnya aku tidak perlu memberi makan kepadanya, kan hemat.

Eh, apakah kau bicara dengan sesungguh hati? tanya Miau-ji pula.

Orang yang suka omong kosong terkadang juga dapat bicara benar, ujar Ling-hoa. Pendek kata, wahai Sim Long dan Cu Jit-jit, apa pun yang ingin kalian lakukan boleh silakan berbuat sesuka kalian, soal perkawinanku dengan Cu Jit-jit boleh dianggap sebagai embusan kentut saja, sesudah berbau dan habis perkara.

Terdengar Jit-jit bersuara gembira tertahan. Bagus, Ong Ling-hoa, sejak kukenal dirimu sampai sekarang, baru sekarang kau bicara secara manusiawi. Sayang tidak ada arak di sini, kalau tidak, ingin kusuguhmu tiga cawan ....

Kegelapan kembali sunyi.

Sampai lama dan lama sekali, mendadak Tokko Siang berkata, Mengapa sejauh ini dia tidak bertindak sesuatu, apakah sebabnya?

Dia bicara tanpa menunjuk siapa yang ditanya, tapi dengan sendirinya Sim Long yang dimaksudkannya.

Mulut Sim Long seperti baru saja dipindahkan dari dekapan sesuatu benda, ia menarik napas dulu, lalu berkata, Dengan sendirinya dia sedang mengatur tipu daya.

Kau pikir tipu keji apa yang akan dilaksanakannya? tanya Tokko Siang. Aha, dapat kuterka, seru Miau-ji mendadak.

Kau dapat terka apa?

Api dia akan menggunakan api!

Ya, betul juga, dia telah menyumbat jalan keluar di sini, tujuannya memang hendak menyerang kita dengan api. Cuma, di sini batu melulu, mungkin juga sukar menyalakan api.

Batu memang tidak dapat menyala, tapi apakah dia tidak dapat melemparkan benda yang mudah terbakar api ke dalam sini?

Ai, betul juga, jika dia benar menyerang dengan api, tampaknya kita seluruhnya akan terpanggang hidup-hidup, seru Tokko Siang.

Tapi jangan kau khawatir, jika benar dia mau menyerang dengan api tentu takkan menunggu sampai sekarang, tidak nanti dia memberi kesempatan kepada Sim Long untuk main cinta di sini, ujar Ong Ling-hoa.

Bagaimana menurut pendapatmu, Sim Long? seru Miau-ji. Apakah dia akan menyerang dengan api? Tidak, jawab Sim Long singkat. Jika begitu, apakah dengan air?

Hm, di gua pegunungan ini dari mana ada air sebanyak itu? jengek Ling-hoa. Orang lain tidak bisa, tentu dia punya akal, betul tidak, Sim Long? tanya Miau-ji. Tidak, dia juga takkan menggunakan air, jawab Sim Long.

Sebab apa? Miau-ji menegas.

Sebab menyerang dengan api atau air adalah cara yang jamak, terlalu umum, ujar Sim Long.

Umum? Jamak? Miau-ji menegas dengan heran.

Sekalipun dia seorang momok, tapi dia adalah bidadarinya setan

iblis, meski dia busuk, tapi kebusukan yang istimewa, kata Sim Long dengan gegetun. Pokoknya cara yang biasa pasti takkan dipakainya. Yang akan digunakan untuk menghadapi kita pasti satu cara yang aneh, yang sukar ditebak oleh siapa. Dia akan mematikan kita, tapi juga ingin membuat kita mati dengan takluk lahir batin.

Engkau ternyata sangat memahami dia, mendadak Jit-jit menyela.

Urusan sudah sejauh ini, tidak boleh tidak kupahami dia, kata Sim Long dengan menyengir.

Masa dia benar-benar sehebat itu?

Dia memang perempuan luar biasa, hal ini tidak dapat disangkal oleh siapa pun.

Sayang dia tidak di sini, kalau dia mendengar ucapanmu ini tentu akan sangat senang ....

sampai di sini mendadak ia menggigit muka Sim Long.

*****

Meski Jit-jit berlagak gusar, padahal hatinya sangat gembira, kalau ada orang yang paling gembira sekarang, maka orang itu ialah Cu Jit-jit.

Baginya keadaan yang berbahaya, apakah akan mati atau hidup, semuanya tidak menjadi soal lagi, asalkan didampingi Sim Long, apa artinya mati?

Kecuali dia, perasaan semua orang sama tertekan.

Mendadak Miau-ji berteriak, Peduli dia akan memakai cara apa, kuharap lekas dia muncul, makin cepat makin baik, kalau cuma menunggu begini, sungguh aku bisa gila.

Sabar, sudah hampir, dia takkan membuatmu menunggu terlalu lama, kata Ong Ling-hoa dengan dingin.

Baru lenyap suaranya, benar juga, segera terdengar gema langkah orang datang. Meski ringan langkah orang, tapi di tengah kesunyian terdengar dengan jelas.

Tokko Siang mengepal tinjunya erat-erat, ucapnya dengan parau, Sia siapa ini yang

datang?

Tak mungkin dapat kau terka, ujar Ling-hoa. Kau pun tidak? tanya Miau-ji.

Ya, aku pun tidak tahu, jawab Ling-hoa menyesal. Suara langkah orang itu sudah berhenti, tepat berhenti di luar gua. Habis itu batu yang menyumbat mulut gua tergeser dua potong, cahaya lampu lantas menyorot masuk dan menyinari wajah Tokko Siang yang pucat.

Tanpa terasa Tokko Siang menyurut mundur sambil menutupi matanya, bentuknya, Siapa itu? Aku, jawab seorang dengan suara berat, dingin dan berwibawa.

Menyusul di luar celah batu yang terbuka itu muncul sepasang mata yang bersinar, mata siwer (warna hijau-biru) yang lain daripada orang biasa.

Tokko Siang bergemetar, Hah, Koay ... Koay-lok-ong! Bagus, masih ingat juga kau padaku, jengek orang itu.

Tanpa terasa Tokko Siang menyurut mundur pula serupa dicambuk orang, ia tidak sanggup bicara lagi, tapi kerongkongannya mengeluarkan suara parau.

Tak kau sangka tentunya bahwa aku dapat menemukan kalian di sini, kata Koay-lok-ong. Dari ... dari mana kau tahu?

Dari mana kutahu? Haha, kan berlebihan pertanyaan ini? seru Koay-lok-ong dengan

terbahak. Kan sudah kau ketahui bahwa tiada sesuatu pun yang dapat mengelabuiku, apalagi cuma tempat kurungan kalian ini?

Bluk, Tokko Siang duduk lemas di tanah.

Cahaya api bergeser dan menyinari wajah Him Miau-ji. Muka Miau-ji juga pucat, ia pun menyurut mundur.

Hah, bagus, kau pun tidak mati, sungguh harus kuakui sebagai kejadian yang luar biasa bahwa Tokko Siang yang suka membunuh ternyata tidak membinasakanmu, seru Koay- lok-ong dengan tertawa.

Hal ini lantaran dia tetap manusia dan berperasaan, sebaliknya kau ... kau Miau-ji tidak

sanggup meneruskan makiannya karena tatapan sinar mata yang aneh itu.

Cahaya lampu bergeser lagi dan sekarang menyinari wajah Ong Ling-hoa.

Dia berdiri mepet dinding, butiran keringat dingin memenuhi wajahnya yang juga pucat dengan warna serupa dinding batu. Namun sinar matanya tetap berjelalatan kian kemari dengan licik, masih terus mencari kalau-kalau menemukan jalan untuk menyelamatkan diri.

Bagus, tentu kau ini Ong Ling-hoa yang termasyhur itu, kecuali Ong Ling-hoa kukira tak ada orang yang mempunyai sinar mata keji begini, kata Koay-lok-ong dengan tertawa.

Terima kasih, tertawa juga Ong Ling-hoa.

Sudah sering kudengar cerita orang bahwa kecerdikan Ong Linghoa jarang ada di zaman ini, setelah berjumpa sekarang, tampaknya engkau memang berbentuk orang pintar.

Terima kasih atas pujianmu.

Cuma sayang, yang kau lakukan ternyata sangat bodoh! jengek Koay-lok-ong. Oo?! Ling-hoa melengak.

Barang siapa yang bermusuhan denganku, jelas dia kalau bukan orang gila pasti juga orang sinting, teriak Koay-lok-ong dengan bengis. Orang pintar semacam dirimu mestinya tahu tidak berguna bermusuhan denganku.

Ong Ling-hoa menghela napas, Sebenarnya, aku pun tidak terlalu suka memusuhimu, asalkan kau bebaskan aku ....

Hm, rasanya sudah terlalu kasip baru sekarang kau bilang demikian, jengek Koay-lok-ong. Cahaya lampu bergeser pula, akhirnya menyinari Sim Long dan Cu Jit-jit.

Jit-jit tidak memperlihatkan rasa takut, pandangan tetap tertuju kepada Sim Long dengan terkesima, penuh kasih sayang. Perlahan ia meraba muka Sim Long, ucapnya dengan lembut, Akhirakhir ini tampaknya engkau tambah kurus.

Haha, sungguh hebat! seru Koay-lok-ong dengan bergelak tertawa. Sungguh cinta yang luhur sehingga benar-benar membuat orang melupakan segalanya. Wahai Sim Long, engkau sungguh seorang yang beruntung.

Sim Long tersenyum hambar, katanya, Meski cinta sedemikian luhur, cuma sayang kebanyakan orang justru tidak menghargainya, banyak orang yang memupuknya, tapi akhirnya ditinggalkan juga.

Koay-lok-ong seperti melengak, tanyanya kemudian, Apa artinya ucapanmu ini? Apa artinya ucapanku kan seharusnya cukup jelas bagimu, jawab Sim Long.

Koay-lok-ong termenung sejenak, mendadak ia bergelak tertawa dan berkata pula, Apa pun juga kalian ternyata masih hidup di sini, hal ini sungguh kejadian yang menggembirakan dan harus diberi selamat.

Menggembirakan dan selamat? kata Sim Long.

Ya, kalian tentu takkan tahu, bilamana kalian mati, entah betapa aku akan berduka, ucap Koay-lok-ong.

Kentut busuk! teriak Miau-ji.

Haha, soalnya bila aku tidak dapat membunuh kalian dengan tanganku sendiri, hal ini tentu akan kusesalkan selama hidup, sekarang kalian ternyata masih menunggu di sini, dengan sendirinya aku sangat gembira, seru Koay-lok-ong.

Miau-ji meraung murka, Dan mengapa engkau belum lagi turun tangan.

Membunuh orang juga semacam seni, ujar Koay-lok-ong, Kalian adalah orang tidak biasa, bila kubunuh kalian begini saja, kan terasa kurang menarik.

Sesungguhnya apa kehendakmu? tanya Tokko Siang. Apakah kalian ingin tahu?

Mendadak Ong Ling-hoa tertawa, Jika benar kau bunuh diriku, engkau pasti akan menyesal.

Selamanya aku tidak pernah menyesal, ucap Koay-lok-ong.

Apa betul? tertawa Ong Ling-hoa bertambah misterius. Jika begitu, boleh kau coba, silakan bunuh saja.

Sim Long, kata Koay-lok-ong, apakah kau pun ....

Aku sih tidak khawatir, kutahu untuk sementara ini engkau takkan membunuhku, ujar Sim Long tak acuh.

Haha, Koay-lok-ong tertawa. Betapa pun Sim Long memang lebih cerdik. Saat ini kalian sudah merupakan kura-kura di dalam tempurungku, cepat atau lambat kalian pasti akan mati, kenapa aku terburu-buru membunuh kalian?

Ia merandek sejenak, lalu menyambung, Bagi kalian sebenarnya masih ada dua jalan. Dua jalan apa? tanya Miau-ji.

Pertama, dengan sendirinya mati, setiap saat dapat kubinasakan kalian, kuyakin kalian takkan meragukan kemampuanku akan hal ini.

Miau-ji dan Ong Ling-hoa saling pandang tanpa bicara. Mereka tahu Koay-lok-ong memang memiliki kemampuan itu dan tidak dapat disangkal. Selang sejenak, Ong Ling-hoa bertanya, Dan apa jalan yang kedua?

Jalan kedua adalah cukup kalian berjanji sesuatu padaku dan segera kubebaskan kalian keluar. Bahkan dalam satu jam pasti takkan kukejar.

Dalam satu jam? Betul? Miau-ji menegas.

Tentu saja betul, jawab Koay-lok-ong. Di dalam satu jam tentu kalian dapat kabur dengan jauh. Pula, asalkan dalam waktu tigahari-tiga-malam kalian tidak tersusul lagi olehku, seterusnya takkan kuganggu lagi seujung jari kalian.

Semua orang saling pandang dengan girang.

Biarpun mereka rata-rata orang yang tidak takut mati, tapi demi diberi kesempatan untuk hidup, tentu saja kesempatan baik ini tidak disia-siakan dan tidak diabaikan. Apalagi betapa pun lihainya Koaylok-ong, bilamana mereka diberi peluang untuk lari dulu selama satu jam, tentu sukar lagi menyusul mereka.

Hanya Sim Long saja yang menghela napas, ucapnya, Tapi bila kami memilih jalan yang kedua ini, tentu masih ada syarat sampingan, bukan?

Haha, tetap Sim Long saja yang tahu akan isi hatiku, ujar Koaylok-ong dengan tertawa. Syarat sampingan apa? sela Ong Ling-hoa cepat.

Kuminta kepala satu orang, ucap Koay-lok-ong, mendadak ia berhenti tertawa. Kepala siapa? tanya Ling-hoa.

Dengan suara bengis Koay-lok-ong menjawab, Selama hidupku, yang paling kubenci adalah orang yang mengkhianatiku, asal dia kepergok lagi olehku, tidak nanti kuberi kesempatan hidup lagi baginya.

Belum habis ucapannya, Tokko Siang yang baru berdiri segera jatuh terduduk lagi dengan lemas.

Sebaliknya Ong Ling-hoa merasa lega, katanya, Jadi yang hendak kau bunuh ialah Tokko Siang ....

Betul, asal kalian penggal kepalanya, segera kulepaskan kalian pergi. Dengan sorot mata kejam Ong Ling-hoa memandang ke arah Tokko Siang.

Mendadak Him Miau-ji berteriak, Aku utang budi kepada Tokko Siang, barang siapa berani mengganggu seujung jarinya, dia harus melangkahi dulu mayatku.

Masa tidak kau pikirkan dengan cermat, jika kalian tidak terima permintaanku ini, maka kalian harus mati seluruhnya. Bila terima, jiwa kalian berempat yang selamat. Masakah jual-beli yang menguntungkan ini tidak kau terima, sungguh bodoh.

Ken kenapa kau paksa kami melakukan hal yang tak berbudi ini? teriak Miau-ji dengan

gemas.

Aku cuma ingin orang lain tahu bagaimana nasib orang yang berani mengkhianatiku, jengek Koay-lok-ong.

Ong Ling-hoa menghela napas, Caramu memberi peringatan kepala orang lain memang sangat bagus, hal ini tidak dapat disalahkan. Bahkan aku setuju.

Tidak bisa, aku lebih suka mati bersama dia dan takkan membiarkan kalian membunuhnya, teriak Miau-ji. Sungguh tolol kau, untung kukira Sim Long takkan bodoh seperti kau, ujar Ling-hoa dengan gegetun.

Mendadak Jit-jit berseru, Sim Long juga seperti dia, takkan membiarkan kau ....

Sim Long yang kutanya dan bukan pendapatmu, jengek Ling-hoa. Ia tahu, asalkan Sim Long setuju, apa gunanya yang lain anti?

Tanpa terasa pandangan semua orang sama tertuju kepada Sim Long.

Dengan tersenyum Sim Long berucap, Ong Ling-hoa, kuharap engkau mengerti satu hal. Kusiap mendengarkan, kata Ling-hoa.

Perlu kau ketahui, aku bukan orang takut mati serupa dirimu! kata Sim Long.

Air muka Ong Ling-hoa berubah seketika, sebaliknya air mata Tokko Siang bercucuran. Si Kucing lantas berkeplok tertawa, katanya, Haha, betapa pun Sim Long tetap Sim Long, nyata si Kucing tidak salah menilainya.

Jit-jit lantas menjatuhkan diri ke dalam pangkuan Sim Long pula, katanya, Aku terlebih tidak salah lihat, sungguh aku aku sangat gembira.

Hm, bagus, kalian memang gagah berani, jengek Koay-lok-ong. Tapi justru ingin kulihat mampu bertahan sampai kapan keberanian kalian ini.

Mendadak ia bertepuk tangan. Di bawah cahaya api serentak beberapa titik emas melayang masuk dengan membawa semacam suara mendengung tajam aneh membuat orang merinding.

Celaka, Kim-jan-tok-hong (ulat emas dan tawon berbisa), pekik Sim Long.

Hm, mendingan kau kenal kualitas barang, ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. Ini memang Kim-jan-tok-hong yang paling jahat di dunia ini, asal kena disengat sekali olehnya, maka akan tersiksa selama tujuh-hari-tujuh-malam, habis itu sekujur badan akan membusuk dan akhirnya mati.

Tanpa terasa Miau-ji menggigil, dilihatnya sesudah beberapa bintik emas itu melayang masuk, lalu terbang kian kemari dengan cahaya yang menyilaukan.

Ong Ling-hoa membentak perlahan, lengan bajunya mengebas, seketika dua titik emas itu tergulung oleh lengan bajunya.

Tokko Siang juga melompat dan menginjak mati seekor makhluk berbisa itu.

Si Kucing tidak memegang senjata, juga tidak berlengan baju panjang, apalagi dia telanjang kaki, jadi sia-sia ia mempunyai kepandaian tinggi, namun tidak berani ikut turun tangan, terpaksa ia menghindar kian kemari, butiran keringat pun menghias dahinya.

Berulang Sim Long juga menyelentik dengan jarinya, crit-crit beberapa kali, beberapa ekor ulat tawon berbisa itu lantas rontok juga ke lantai.

Hm, ilmu tenaga jari sakti yang hebat, jengek Koay-lok-ong. Apa baru sekarang kau kenal kelihaian kawanku ini? ejek Miau-ji tertawa.

Hm, apakah tidak terlalu pagi engkau bergembira sekarang? Beberapa ekor ulat tawon ini tidak lebih hanya contoh saja yang kuperlihatkan, seru Koay-lok-ong dengan tertawa.

Padahal di sarangnya masih ada beribu ekor lagi, bilamana kulepaskan seluruhnya, apakah masih kau dapat tertawa?

Benar juga si Kucing seketika cep klakep alias bungkam. Ong Ling-hoa meraung, Apa lagi yang kau tunggu, masa engkau masih sok gagah? Lebih baik kau sendiri yang memenggal kepalanya, supaya orang lain tidak ikut mampus bersama dia.

Tidak, tidak bisa, teriak Miau-ji tegas. Apa pun juga dia tidak boleh diganggu. Apakah kau pun sebodoh dia, Sim Long? tanya Ling-hoa.

Terkadang aku malahan lebih bodoh daripada si Kucing, ujar Sim Long. Aku juga rela ikut mati bersama Tokko Siang, tukas Jit-jit.

Wah, sialan, tampaknya aku berkumpul dengan segerombolan orang gila, keluh Ling-hoa. Mendadak Tokko Siang berseru, Meski Koay-lok-ong mahajahat dan keji, tapi apa yang sudah diucapkannya tidak pernah dijilat kembali. Jika dia sudah menyatakan akan mengejar setelah kita lari dulu dalam satu jam, maka dia pasti akan menunggu sejam dan membiarkan kita lari.

Tapi itu adalah soal lain, seru Miau-ji.

Air muka Tokko Siang tampak kaku, ucapnya perlahan, Kalian berdua sedemikian baik terhadapku, sungguh tak pernah kubayangkan sebelum ini. Selama hidupku baru sekarang mendapatkan dua sahabat sejati seperti kalian, sungguh tak tersangka orang semacam diriku juga bisa memperoleh sahabat murni semacam ini. Sungguh hebat, sungguh puas aku.

Habis berkata mendadak ia membenturkan kepalanya ke dinding.

Miau-ji menjerit kaget, cepat ia memburu maju, namun sudah terlambat. Darah sudah muncrat dan membasahi muka dan dadanya.

Tokko Siang telah roboh dengan wajah memar, tapi masih juga bergumam, Orang hidup dapat mengikat seorang sahabat sejati, mati pun tidak perlu menyesal, apalagi kuperoleh dua sahabat sejati.

Ai, engkau sungguh bodoh, mengapa seru Miau-ji dengan menangis.

Tokko Siang tersenyum pedih, ucapnya, Jika kalian dapat menjadi orang bodoh, mengapa aku tidak Tapi jangan kalian lupa, kumati bagi kalian, maka kalian harus hidup bagiku,

hidup dengan baik ....

Makin lemah suaranya dan akhirnya meraung keras sekali, lalu tidak bersuara lagi.

Wajah Jit-jit basah dengan air mata, Di tengah orang jahat kiranya juga ada yang berhati baik Di dunia ini ternyata banyak juga orang berhati baik.

Ong Ling-hoa juga berpaling ke sana dan tidak tega memandangnya, teriaknya, Baiklah Koay-lok-ong, kau mau apa lagi?

Koay-lok-ong tertawa, Yang menurut padaku hidup, yang melawanku akan mati, di antara ini tiada pilihan lain, kukira kalian sudah cukup jelas bagaimana nasib kalian nanti.

Keempat duta bawahanmu ada yang mati dan ada yang meninggalkanmu, tangan kanan kirimu sudah patah, bila anak buahmu yang lain juga mengkhianat, maka nasibmu mungkin akan lebih mengenaskan daripada ini. Dengan bakatku yang tiada bandingannya biarpun kupergi-datang sendirian juga tiada yang mampu merintangiku, apa lagi Haha, sekarang kutambah lagi seorang pembantu

baru, kan jauh lebih hebat berpuluh kali dibandingkan kawanan orang tolol itu?

Tergerak hati Sim Long, namun dengan tak acuh ia tanya, O, pembantu baru siapa yang kau maksudkan?

Koay-lok-ong tertawa latah, Hahahaha! Selamanya kalian takkan mampu menerka siapa dia, berkat tipu akalnya yang bagus barulah dapat kutemukan kalian, asalkan dia membantuku, apa pula yang kukhawatirkan?

Semua orang sama terperanjat, jika ada orang yang sedemikian dipuji oleh Koay-lok-ong maka kepintarannya pasti tidak perlu disangsikan lagi dan mungkin sekali tidak di bawah Sim Long.

Tapi siapakah di dunia ini yang sedemikian hebat?

Ong Ling-hoa tertawa perlahan, katanya, Apa pun kau harus memegang janji, bebaskan dulu kami.

Silakan keluar saja, kan tidak kurintangi kalian, ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. Tapi kau ... kau hendak ....

Batu penghalang di sini sudah longgar, kalian tentu dapat mencari liang keluar dan takkan kurintangi kalian melainkan akan menunggu di luar sini.

Sembari bicara, lambat laun makin menjauh suaranya.

Nanti dulu, Koay-lok-ong teriak Ling-hoa. Akan tetapi tidak ada jawaban. Keadaan

kembali sunyi, untung cahaya lampu di luar masih menyala.

Ong Ling-hoa menerjang maju, digaruknya batu penyumbat dengan tangan, setelah ditarik dan didorong, akhirnya ia menghela napas lega, katanya, Dia memang tidak bohong, batu ini memang sudah longgar.

Dengan mendelik Miau-ji menghardiknya, Apa benar kau pandang mati-hidup sedemikian penting?

Sungguh aku tidak ingin mati, kalau orang lain mau tentu juga aku tidak perlu mencegahnya, jawab Ling-hoa tak acuh.

Meski batu penyumbat itu sudah longgar, tapi tumpukan batu cukup banyak dan rapat, disertai tanah pelengket pula, mereka harus bekerja keras cukup lama, akhirnya baru dapat menggali sebuah lubang yang tiba cukup untuk diterobos tubuh seorang.

Dengan hati-hati mereka lantas merangkak keluar, terlihat sebuah lentera tertaruh di lekukan dinding.

Kedatangan mereka serupa orang buta yang terpancing oleh api setan, sesungguhnya bagaimana bentuk tempat ini sama sekali tidak

diketahui mereka. Baru sekarang mereka dapat melihat lubang gua yang berliku-liku ini, sedikitnya ada tiga buah jalan yang tampaknya menuju ke luar, tapi sukar diraba akhirnya entah menembus ke mana.

Wah, celaka, kita tertipu olehnya, seru Ling-hoa. Ya, memang konyol, Sim Long juga berkeluh. Meski kita dibebaskan olehnya, tapi lubang gua ini ada beberapa jalan tembus yang menyesatkan, betapa pun kita tetap tak dapat keluar, akhirnya kita akan mati terkurung juga di sini.

Lebih tepat dikatakan mati kelaparan di sini, sambung Sim Long. Miau-ji keluar dengan memanggul mayat Tokko Siang, ia pun berseru, Ya, sampai sekarang sedikitnya sudah seharian kita tidak makan-minum, jika kelaparan satu dua hari lagi, tentu semuanya akan mampus.

Justru inilah akal keji Koay-lok-ong, ucap Sim Long dengan gegetun. Dia sengaja membuat kita kelaparan setengah mati, dalam keadaan lemas, andaikan dapat keluar, mustahil kita mampu lari lagi?

Betul, dalam keadaan begitu, jangankan kita cuma disuruh lari lebih dulu satu jam, biarpun lari lebih dulu sehari juga tidak berguna, ucap Ling-hoa dengan gemas. Ai, orang ini sungguh licik lagi licin.

Sambil bersandar pada bahu Sim Long, Jit-jit berkata, Wah, mendingan kalian tidak membicarakannya, sekali bicara aku jadi merasa lapar benar-benar.

Aha, ada akal, mendadak Sim Long berseru. Akal apa? tanya Miau-ji.

Coba ambilkan lentera itu, kata Sim Long.

Lalu ia berjongkok memeriksa dengan teliti. Tanah padas demikian tentu saja sukar meninggalkan bekas kaki, untung tanah di luar agak lunak, betapa pun masih terdapat sedikit jejak yang tertinggal.

Namun orang yang datang tadi tidak sedikit, bekas kaki ternyata sangat ruwet dan sukar dikenali.

Sim Long bergumam, Asalkan dapat menemukan jalan hidup di antara ketiga jalan ini tentu segala urusan akan beres.

Dengan sendirinya ia tidak berani gegabah, orang lain juga tidak berani mengganggu dia, sampai Cu Jit-jit juga menyingkir agak jauh, hanya pandangannya tetap mengikuti setiap gerak-gerik pemuda itu. Sekonyong-konyong lentera padam. Keadaan gelap gulita lagi, kegelapan yang membuat putus asa.

Ong Ling-hoa mengguncangkan lentera itu, lalu membantingnya di tanah sambil menggerutu, Sialan, minyak habis!

Sungguh bangsat yang keji, omel Miau-ji. Rupanya setiap langkah sudah diperhitungkannya dengan baik. Dia sengaja meninggalkan sebuah lentera di sini untuk memperlihatkan kebaikan hatinya, tapi sudah diperhitungkan dengan tepat begitu kita keluar ke sini segera lentera ini akan padam.

Sim Long menyengir, Dia berbuat demikian kan serupa kucing menangkap tikus. Tikus tidak segera dimakan, tapi dipermainkan lebih dulu. Sudah diperhitungkannya bahwa kita serupa tikus di bawah cengkeramannya dan tidak mungkin bisa lolos.

Masa ... masa engkau juga tidak berdaya? tanya Ling-hoa. Memangnya kita ini tikus? sahut Sim Long dengan tersenyum hambar. Tentu saja bukan, jadi engkau punya akal? seru Ling-hoa girang.

Syukur sudah dapat kutemukan bekas kakiku sendiri waktu datang tadi, tutur Sim Long, Bekas kaki menunjukkan mengarah ke jalan sebelah kiri, jika dari sana dapat masuk ke sini, dengan sendirinya dari sini dapat keluar ke sana.

Aha, betul, ayo lekas kita keluar, seru Ling-hoa.

Kita merambat dinding dengan tangan kiri dan tangan kanan bergandengan tangan satu sama lain, sekali-kali jangan sampai terpencar, biar kubuka jalan di depan dan Jit-jit di belakangku, kata Sim Long.

Dan Miau-ji di belakangku, tukas Jit-jit.

Tentu saja aku pengiring di belakang, ujar Ling-hoa. Miau-ji, harus hati-hati terhadap manusia demikian yang mengikut di belakangmu ....

Jangan khawatir, kata si Kucing. Dia orang pintar, sebelum lolos dengan hidup tidak nanti dia berani menyergap orang lain.

Tapi urusan begini tidak dapat diukur secara umum, akan lebih baik engkau tetap berhati- hati, ujar Jit-jit.

Ai, perempuan ... dasar hati perempuan ucap Ong Ling-hoa dengan menyesal.

Memangnya bagaimana hati perempuan? Paling sedikit hati perempuan kan lebih baik daripada hatimu, jengek Jit-jit.

Eh, jangan lupa, jika tidak ada aku, kau dan Sim Long ....

Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak Jit-jit tertawa dan berkata, Kan sudah kukatakan di antara orang jahat juga ada yang berhati baik. Hatimu terkadang juga tidak busuk, bilamana engkau dapat sering-sering berbuat demikian, tentu juga semua orang akan suka padamu.

Oo Ling-hoa lantas bungkam.

Hendaknya kau tahu, menjadi orang baik jauh lebih menyenangkan daripada menjadi orang busuk, kata Jit-jit pula.

Begitulah keempat orang terus merambat ke depan dalam kegelapan, masing-masing sama menanggung pikiran sendiri sehingga tidak ada yang bicara lagi.

Entah sudah berapa lama mereka berjalan, dalam perasaan mereka rasanya seperti sudah lewat sekian hari, namun tiada terlihat apa pun di depan.

Akhirnya Miau-ji tidak tahan, tanyanya, Apakah engkau tidak kesasar? Dia pasti takkan keliru, seru Jit-jit.

Hm, kepercayaan orang lain terhadap Sim Long tentu tidak sepenuh kepercayaanmu kepadanya, jengek Ling-hoa.

Jika tidak percaya padanya, kenapa engkau tidak pergi sendiri saja? jawab Jit-jit ketus. Maka Ong Ling-hoa tidak dapat omong lagi. Dengan sendirinya dia tidak mau ribut mulut dengan anak perempuan, apalagi anak perempuan serupa Cu Jit-jit.

Setelah berjalan sebentar lagi, akhirnya Ong Ling-hoa bersuara pula, Eh, Sim Long, pada waktu kita masuk kemari rasanya tidak makan waktu sekian lama.

Sim Long berpikir sejenak, katanya, Waktu datang kan ada orang memberi petunjuk jalan, dengan sendirinya kita berjalan dengan cepat. Terpaksa Ong Ling-hoa tutup mulut pula.

Kembali mereka merambat ke depan. Meski tidak terlihat sesuatu

tapi dapat dirasakan lorong gua itu makin lama makin sempit dan tambah sumpek. Jit-jit yang bertubuh lemah hampir saja tidak mampu bernapas.

Sim Long keliru jalan tidak? jengek Ling-hoa pula. Dia ... dia tidak ....

Belum selesai ucapan Jit-jit, mendadak Sim Long memotong, Keliru!

Jiwa kita terletak di tanganmu, hendaknya jangan dibuat mainmain, ujar Ong Ling-hoa. Bagaimana kalau Ong-heng yang mencari jalan? kata Sim Long. Cepat Ong Ling-hoa menjawab dengan menyengir, Ah, maaf jika ucapanku agak kasar. Padahal kalau Sim- heng saja tidak sanggup membawa kita keluar, siapa pula di dunia ini yang sanggup?

Maka mereka lantas merambat kian kemari tanpa berhasil, kaki mereka bertambah lemas. Rasa lapar masih dapat ditahan, rasa haus yang membuat mereka kelabakan setengah mati.

Menurut perkiraan, sedikitnya sudah sehari suntuk mereka berputarputar di situ tanpa berhenti, biarpun tubuh gemblengan baja juga tidak tahan.

Yang paling payah adalah Cu Jit-jit, napasnya terengah-engah dan hampir tidak sanggup berdiri lagi.

Bagaimana kalau istirahat sebentar? ujar Miau-ji.

Dalam keadaan begini, siapa pun tidak boleh berhenti, harus sekaligus meneruskan perjalanan, sekali berhenti mungkin tidak sanggup berbangkit lagi, ujar Sim Long.

Aku tidak lelah, ayo, terus jalan, kata Jit-jit.

Jika kita hanya merambat secara ngawur begini, sampai kapan baru akan berakhir? Betapa pun kita harus mencari jalan lain, ujar Linghoa.

Miau-ji mendengus, Hm, dalam keadaan begini, jalan lain apa yang dapat kau pikirkan? Di sana tadi kulihat jelas kita datang dari jalan sebelah kiri dan pasti tidak keliru, entah mengapa menjadi salah jalan, di manakah letak kekeliruannya? kata Sim Long dengan menyesal.

Thian yang tahu apa kekeliruan ini, tukas Ling-hoa. Apa pun juga kita jangan putus asa, terlebih tidak boleh berhenti, seru Sim-Long. Asalkan kita tetap menuju ke depan, lambat atau cepat pasti akan kita temukan jalan keluarnya.

Betul, kita pasti akan berhasil keluar, sambung Miau-ji.

Maka dengan mengertak gigi semua orang merambat ke depan lagi. Entah berapa lama lagi, trang, mendadak kaki kesandung sesuatu benda. He, apa itu? tanya Sim Long dan berhenti seketika.

Ling-hoa coba meraba benda itu di tanah dan menjemputnya, katanya tiba-tiba dengan lemas, Wah, runyam!

Apa yang kau temukan? Kenapa kau bilang runyam? tanya Miau-ji cepat. Inilah lentera tembaga yang kubanting ke tanah tadi, tutur Linghoa dengan sedih. Ah, apakah ... apakah mungkin kita telah putar kembali ke tempat tadi? kata Miau-ji. Memang betul, tampaknya tempat inilah kuburan kita.

Siapa bilang runyam, justru kita pasti akan selamat, seru Sim Long mendadak. Se ... selamat? Ling-hoa menegas.

Ya, asal kita berada kembali di sini berarti akan tertolong, kata Sim Long. Apa katamu, sungguh aku tidak paham? tanya Ling-hoa.

Jalan yang kita tempuh tadi tidak keliru, hanya arahnya yang salah. Aku tambah tidak paham keteranganmu ini?

Tadi kita merambat dinding dengan tangan kiri, bila di sebelah ada jalan segera kita membelok, makin jauh makin tersesat, akhirnya kita putar balik lagi ke sini, padahal jalan hidup yang sebenarnya adalah sebelah kanan.

Aha, betul, memang benar selamat, seru Ling-hoa girang.

Baru sekarang kau percaya Sim Long memang tidak keliru, bukan? ejek Jit-jit.

Kan sudah kukatakan, di dunia ini jika ada orang mampu membawa kita keluar dari sini, maka orang itu ialah Sim Long, kata Ling-hoa.

Sekarang kita merambat dinding dengan tangan kiri, setelah belasan langkah ke depan baru berganti merambat dinding dengan tangan kanan, namun tangan kiri masing-masing tetap bergandengan dan jangan sampai terpencar.

Meski keadaan semua orang sekarang sudah lemas lunglai, lapar dan haus, tapi sinar hidup sudah muncul, semangat mereka terbangkit, jalan mereka pun seakan-akan bertambah cepat.

Sekali ini mereka hanya berjalan sebentar saja dan segera kelihatan cahaya remang langit di luar, makin ke depan makin terang.

Jit-jit memegang tangan Sim Long dengan erat sambil bersorak gembira, Akhirnya kita dapat bebas.

Ssst, kita belum lagi lari keluar, ini baru saja permulaan, desis Sim Long. Baru permulaan? Miau-ji menegas.

Jangan kau lupa, Koay-lok-ong masih menunggu di luar gua, pelarian kita baru akan dimulai, kesulitan yang sesungguhnya masih banyak menunggu.

*****

Koay-lok-ong memang benar menunggu di luar gua. Cahaya sang surya gilang-gemilang, cuaca cerah.

Di luar gua dibangun sebuah barak bambu, Koay-lok-ong duduk di kursi malas berkasur empuk diembus angin semilir sejuk.

Di depannya tentu saja tersedia santapan lezat dan arak, di sampingnya menunggu kawanan gadis cantik, di mana ia berada tidak pernah berkurang hal-hal demikian itu.

Kecuali itu ada lagi 30-an pemuda gagah perkasa dengan pakaian ringkas dan berpedang siap tempur mengelilingi Koay-lok-ong.

Dia dapat melihat Sim Long, keadaan Sim Long ternyata tidak sekonyol sebagaimana dibayangkannya.

Tubuh Sim Long tetap tegak, mata masih bersinar, terlebih senyumnya yang khas itu menghiasi ujung mulutnya.

Air muka Koay-lok-ong rada berubah, tapi segera ia bergelak tertawa, Haha, bagus, akhirnya kalian datang juga. Masa kami harus membikin kecewa Anda? ujar Sim Long dengan tersenyum.

Memang sudah kuduga Sim Long pasti takkan membikin kecewa padaku, ucap Koay-lok- ong dengan tertawa. Apabila kalian tidak dapat keluar, itulah yang membuatku kecewa.

Masa di dunia tidak ada jalan keluar bagi orang? ujar Sim Long tertawa sembari melangkah ke depan.

Jit-jit dan Miau-ji mengikut rapat di belakangnya, terpaksa Ong Linghoa juga membusungkan dada dan melangkah maju.

Walaupun mereka melangkah dengan tegap, dalam hati diam-diam mengeluh, terutama bau sedap santapan dan bau arak yang merangsang itu membuat perut mereka bertambah keroncongan.

Malahan Koay-lok-ong lantas mengangkat cawan arak dan berkata dengan tertawa, Sebenarnya ingin kusuguh kalian minum satu-dua cawan dulu, namun sayang, rupanya kalian terburu-buru menempuh perjalanan, terpaksa tidak ingin kuganggu waktu kalian yang berharga.

Sungguh tidak kepalang geregetan Him Miau-ji, mendingan bila tidak mengendus bau sedap arak, sekali tercium, rasa laparnya semakin sukar ditahan.

Lekas kita tinggalkan tempat ini, aku tidak ingin melihat bentuk setan iblis itu, desis Jit-jit di tepi telinga Sim Long.

Eh, jika kalian terburu-buru mau berangkat, terpaksa tidak dapat kuantar, seru Koay-lok- ong pula dengan tertawa.Hanya di sini kuucapkan selamat jalan kepada kalian, semoga kalian dapat lari terlebih cepat.

Habis berkata ia lantas menenggak dan terbahak-bahak.

Him Miau-ji juga tertawa, Kau minum sendirian, tentu sangat kesepian, biarlah mendiang sahabatmu mendampingimu, coba lihat, dia sedang memandang padamu.

Dengan langkah lebar ia mendekati Koay-lok-ong. Meski tulang kepala Tokko Siang sudah remuk tapi matanya masih melotot penuh rasa sedih dan benci.

Kawanan gadis jelita di samping Koay-lok-ong sama menjerit ngeri. Air muka Koay-lok-ong juga rada berubah dan tidak dapat tertawa lagi.

Wahai Tokko-heng, pada siang hari kau temani dia minum arak, bila malam tiba, engkau pun jangan lupa mendampingi dia, agar dia tidak kesepian, demikian Miau-ji berolok-olok pula.

Brak, mendadak Koay-lok-ong membanting cawan arak di atas meja sambil membentak, Tutup mulut!

Mata Miau-ji yang serupa mata kucing itu menatap Koay-lok-ong dengan tajam, katanya perlahan,Bila malam tiba, arwah yang ingin bicara denganmu tentu tidak sedikit, jika sekarang bertambah lagi Tokko Siang, kan tidak menjadi soal, kenapa kau takut?

Lekas enyah, jika tidak hardik Koay-lok-ong dengan bengis.

Belum lanjut ucapannya Miau-ji sudah lewat dengan tertawa, Hahaha, bila hidup banyak berbuat dosa, tengah malam pun takut pintu digedor setan! Koay-lok-ong meremas tangannya sehingga cawan emas tadi teremas pipih.

Ong Ling-hoa ikut lewat ke sana, mendadak ia berpaling dan berucap, Satu jam, bukan? Ya, satu jam, tidak lebih, juga tidak kurang, lekas enyah! bentak Koay-lok-ong.

Ai, marah pada orang lain, aku yang kena getahnya, ujar Ling-hoa dengan tertawa, ia menjura terus melangkah ke depan.

Melihat kelakuan Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji itu, dengan suara tertahan Sim Long berkata kepada Jit-jit, Meski watak kedua orang ini berbeda, yang satu jujur dan yang lain licik, tapi menghadapi detik gawat seperti ini terlihatlah mereka memang orang luar biasa.

Orang yang dapat berada bersamamu tentu saja bukan orang biasa, ujar Jit-jit.

Sim Long memapahnya ke depan, ketika berada di depan Koay-lokong, dengan tersenyum ia menegur, Setelah berpisah sekarang, entah kapan baru akan berjumpa pula.

Jangan khawatir, selekasnya pasti akan berjumpa lagi, ucap Koaylok-ong sambil menyeringai.

Meski Anda sangat marah, namun tetap menepati janji dan akan menunggu satu jam, tampaknya Koay-lok-ong tetap Koay-lok-ong, mau tak mau aku harus menyatakan kagum padamu, ucap Sim Long dengan gegetun.

Koay-lok-ong terdiam sejenak, mendadak ia tergelak dan berseru, Bagus, Sim Long, tampaknya di kolong langit ini cuma engkau saja yang memahami isi hatiku, kesatria di dunia ini, kecuali Sim Long seorang tiada yang terpandang olehku.

Ia merandek dan menatap Sim Long lekat-lekat, lalu menambahkan, Cuma, tidak jelek juga kulayanimu, mengapa engkau justru ingin memusuhiku?

Sim Long tersenyum hambar, Bisa jadi aku memang dilahirkan untuk memusuhimu. Kembali Koay-lok-ong terdiam, teriaknya kemudian, Bagus! Jika tidak ada orang semacam dirimu yang menjadi lawanku, rasanya hidupku juga takkan menarik.

Ia ganti cawan arak dan minum lagi.

Dengan serius Sim Long berucap, Apa pun juga tetap kuhormati Anda sebagai kesatrianya kesatria, kelak bila kau jatuh dalam cengkeramanku, pasti takkan kubikin susah dirimu melainkan akan kubereskan dengan sewajarnya.

Haha, sudah kepepet begini, kecuali Sim Long, di dunia ini siapa pula yang punya keberanian seperti ini? seru Koay-lok-ong dengan tergelak. Wahai Sim Long, melulu satu hal ini saja engkau tidak malu untuk disebut kesatrianya kesatria.

Segera ia memberi tanda kepada seorang gadis jelita di sampingnya agar menuangkan secawan arak bagi Sim Long, lalu katanya pula, Marilah kita habiskan secawan, tampaknya hubungan baik kita sudah seluruhnya tertuang di dalam secawan arak ini.

Inilah minuman kita yang terakhir, bila bertemu lagi mungkin tiada sesuatu yang dapat dibicarakan lagi.

Baik, silakan, jawab Sim Long sambil mengangkat cawan arak. Kedua orang sama menenggak habis arak masing-masing. Para pengawal berseragam hitam dan kawanan gadis jelita itu sama menahan napas mengikuti adegan yang khidmat itu, suasana terasa mengharukan dan juga mengagumkan. Inilah minuman antara kesatria.

Jit-jit juga merasa terharu, darah bergolak dan mata terasa basah.

Baiklah, sekarang boleh kau pergi! seru Koay-lok-ong kemudian sambil membuang cawannya.

Sim Long memberi hormat, lalu melangkah ke depan tanpa menoleh lagi.

Jit-jit menyusulnya, katanya dengan rawan, Sungguh aku tidak mengerti mengapa dia sedemikian baik padamu, tapi mengapa juga ingin membunuhmu?

Sim Long menjawab dengan pedih, Dia tidak ada pilihan lain, aku pun tidak punya pilihan lain, ini kejadian yang sukar dihindarkan, dari dulu kala kebanyakan kesatria memang dilahirkan untuk berlawanan.

Apakah dia juga terhitung kesatria? tanya Jit-jit.

Meski dia keji dan jahat, tapi tidak perlu diragukan dia juga seorang kesatria, siapa pun tak dapat menyangkal hal ini, ucap Sim Long.

*****

Lambat laun, bayangan Koay-lok-ong sudah tidak tertampak lagi. Setelah meninggalkan jarak pandang Koay-lok-ong, keadaan mereka yang lemas sukar dipertahankan lagi.

Pinggang Ong Ling-hoa, Cu Jitjit dan juga Him Miau-ji tidak dapat menegak pula, kaki pun seperti diganduli benda beribu kati beratnya.

O, haus sekali, keluh Jit-jit. Ai, Sim Long, carikan sedikit air minum. Miau-ji tertawa. Mendingan Sim Long, dia telah minum satu cawan arak. Kau iri? tanya Jit-jit.

Kenapa aku iri? jawab Miau-ji dengan tertawa. Aku justru senang Kawanku adalah

kesatria besar, sampai musuh pun sedemikian menghormati dia, masa aku malah iri padanya?

Engkau sungguh orang baik, Miau-ji, puji Jit-jit. Jika kupunya seorang adik perempuan, tentu kusuruh dia menjadi istrimu.

Dan karena engkau tidak punya adik perempuan, tampaknya aku terpaksa harus menunggu anak perempuan yang kau lahirkan dengan Sim Long nanti, ujar si Kucing dengan tertawa.

Muka Jit-jit menjadi merah, omelnya, Dasar mulut kucing yang tidak bergading!

Hm, kalian masih dapat berkelakar sepanjang jalan, sungguh aku sangat kagum, jengek Ling-hoa mendadak.

Kau tahu apa, justru sekaranglah kita perlu berkelakar, kata Miauji.

Bila kalian tidak mau cepat lari, mungkin segera kalian akan berkelakar di bawah senjata Koay-lok-ong, jengek Ling-hoa pula. Maaf, tidak dapat kutunggu kalian lagi, terpaksa kupergi dulu selangkah.

Mendadak Sim Long berkata, Saat ini kita sudah serupa pelita yang hampir kehabisan minyak, jika berlari cepat, berapa jauh kita mampu bertahan? Bukan mustahil segera bisa roboh, semakin cepat berlari makin tidak kuat.

Walaupun betul, tapi kita hanya ada waktu satu jam saja, kata Ling-hoa. Asalkan kita manfaatkan waktunya dengan tepat, biarpun cuma satu jam juga cukup longgar, ujar Sim Long.

Jika begitu, sekarang ....

Yang paling penting sekarang, sela Sim Long, pertama, kita harus menemukan sungai kecil itu, kita minum sekenyangnya, manusia adalah besi, air adalah baja. Asalkan perut penuh air, rasa lapar pun tertahankan.

*****

Di tempat tadi Koay-lok-ong sedang termenung dengan memegang cawan arak.

Seorang pemuda berseragam hitam ringkas berlari datang dan memberi sembah, lapornya dengan napas terengah, Lapor Ongya, hamba sudah melihat rombongan Sim Long.

Lekas teruskan, bentak Koay-lok-ong tak sabar.

Hamba bersama ke-29 saudara lain mematuhi perintah Ongya dan mencari tempat sembunyi yang rapi, ada yang memanjat ke atas pohon, ada yang sembunyi di balik semak ....

Untuk apa bicara bertele-tele, memangnya hal-hal begitu perlu kau laporkan, damprat Koay-lok-ong.

Pemuda baju hitam menunduk takut, cepat ia menyambung laporannya, Ketika hamba melihat mereka, keadaan mereka tampak payah, berjalan saja kelihatan berat, tapi tapi

Sim Long itu masih penuh semangat, sedikit pun tidak ada tanda-tanda loyo.

Keparat Sim Long ini memang bukan manusia, omel Koay-lok-ong dengan gemas, lalu bertanya, Dan bagaimana dengan Him Miauji?

Kucing itu meski kelihatan lelah, tapi terkadang masih bergurau dengan gadis she Cu ini. Hamba tidak tahu apa yang dibicarakan mereka, hanya tertawa mereka kelihatan sangat gembira.

Masa mereka tidak berusaha lari? tanya Koay-lok-ong dengan kening bekernyit. Mereka berjalan dengan lambat, tampaknya tidak gelisah sedikit pun.

Sungguh hebat, ucap Koay-lok-ong. Wahai Sim Long, sungguh engkau tidak malu disebut sebagai musuh nomor satu diriku.

Seorang gadis di sebelahnya coba bertanya, Hanya berjalan perlahan kenapa dipandang sebagai lihai?

Koay-lok-ong bertutur dengan gegetun, Dengan tenaga mereka

waktu itu, jika mereka berlari sekuatnya, mungkin tidak sampai satu jam pasti akan roboh seluruhnya. Dan dalam keadaan seperti mereka itu, kecuali Sim Long siapa pun pasti akan lari secepatnya.

Gadis itu berpikir sejenak, lalu berucap, Ya, sungguh menakutkan mempunyai lawan seperti Sim Long itu.

Kurang ajar! Apakah kau lupa siapa lawannya? omel Koay-lok-ong.

Dengan takut si gadis mengiakan, Ya, ya, betapa pun lihainya masakah dapat menandingi Ongya.

Dan sekarang mereka menuju ke mana? tanya Koay-lok-ong setelah terdiam sejenak. Tampaknya seperti menuju ke sungai, lapor pemuda baju hitam tadi.

Wahai Sim Long, setiba kalian di tepi sungai baru kalian tahu kelihaianku, Koay-lok-ong dengan terbahak.

*****

Gemercik aliran air sudah terdengar.

Jit-jit melonjak girang, Aha, sudah sampai, untung di sini ada sebuah sungai kecil.

Ssst, desis Ong Ling-hoa. Awas jika Koay-lok-ong memasang perangkap di tepi sungai, bisa jadi kedatangan kita akan serupa laron menubruk api.

Jangan khawatir, ujar Sim Long. Dalam satu jam ini Koay-lok-ong pasti menaati janji dan takkan turun tangan terhadap kita. Meski dia bukan seorang lelaki sejati, namun satu hal ini dapat kupercayai dia.

Apa dasarnya? tanya Miau-ji.

Sebab kulayani dia sebagai kesatria, tentu dia takkan merosotkan derajat sendiri sebagai seorang kesatria, ujar Sim Long dengan tertawa. Apalagi sekarang dia ingin memperlihatkan kehebatannya supaya kita mati dengan takluk lahir-batin.

Mendadak Jit-jit merasa khawatir, Wah mungkinkah dia menaruh racun dalam air?

Untuk ini kalian tidak perlu khawatir, air yang mengalir tidak mungkin dapat ditaruhi racun, ujar Ling-hoa.

Ya, kupercaya, kata Miau-ji. Urusan yang menyangkut racunmeracun tentu saja Ong Ling- hoa jauh lebih paham daripada siapa pun.

Jit-jit berkata dengan menyesal, Tapi kurasa dia pasti takkan membiarkan kita minum air begitu saja. Kalian lebih kuat daripadaku, namun orang perempuan biasanya lebih perasa.

Namun sekali ini semoga daya perasaanmu tidak manjur, ujar Miau-ji.

Beberapa orang segera berlari ke sana, keadaan di tepi sungai sunyi senyap, sedikit pun tidak ada tanda mencurigakan. Miau-ji bersorak gembira, segera ia bertiarap dan meraup air untuk diminum.

Sekonyong-konyong di hulu sungai sana ada orang tertawa geli dan berseru, Hei, babi cilik, lihatlah ada orang minum air bekas mandimu!

Miau-ji terkejut dan berpaling ke sana, dilihatnya ada tiga anak dara berdandan sebagai gadis gembala sedang berkeplok tertawa, beberapa puluh ekor babi gemuk juga sedang mandi di dalam air sungai.

Selain itu ada lagi beberapa ekor kerbau, kambing, ayam, itik, dan anjing, ada yang asyik minum air, ada yang mandi, bahkan ada yang sedang berak di dalam sungai.

Keruan si Kucing mendongkol dan marah, ia urung minum sehingga air yang sudah diciduknya membasahi bajunya, kontan ia mencaci maki, Bedebah!

Para gadis gembala masih berkeplok tertawa dan bernyanyi malah, Hahaha, Koay-lok-ong, pandai berakal. Sim Long cilik juga terperangkap. Air ada di depan mata, tapi tidak dapat diminum, si Kucing juga kelabakan .... Nah, apa kataku, betul tidak?! ucap Jit-jit dengan gegetun.

Saking geregetan si Kucing melonjak-lonjak, dampratnya, Bangsat, binatang!

Ai, akal busuk tidak bermoral begini, hanya dia juga yang mampu berbuat, ujar Jit-jit sambil menyengir.

Ong Ling-hoa tampak berdiri termenung, mendadak ia berjongkok, air sungai diciduknya dengan tangan terus diminum, bahkan cukup banyak minumnya.

Tentu saja Jit-jit melongo, Hei, kau berani minum air ini? Di dalam air tercampur kotoran babi, masakah tidak kau lihat?

Ong Ling-hoa berdiri kembali dari berucap dengan tak acuh, Seorang lelaki sejati harus bisa mulur dan mampu mengkeret, hanya minum air begini terhitung apa? Bilamana kalian sudah tidak mampu bergerak, ingin minum air kencing saja tidak bisa.

Jangan kau minum air kotor ini, Sim Long, pinta Jit-jit sambil menarik tangan Sim Long. Saat ini meski aku tidak sampai minum air ini, tapi ... tapi kalian ....

Mati pun aku tidak minum air pecomberan ini, teriak Jit-jit. Aku pun tidak sanggup, tukas si Kucing.

Sim Long berpikir sejenak, katanya kemudian, Sekarang kita berjalan menyusur ke hulu sungai dan tidak perlu menyembunyikan jejak kita lagi, semakin jelas kita dilihat mereka semakin sukar bagi mereka untuk meraba apa maksud tujuan kita.

Tapi jangan lupa, waktu sudah tinggal sedikit, kata Ling-hoa.

*****

Koay-lok-ong sendiri asyik minum arak secawan demi secawan.

Tiba-tiba seorang pemuda berseragam hitam datang lagi melapor,Ongya, rombongan mereka sudah sampai di tepi sungai. Sayang tidak dapat kulihat mereka, kuyakin air muka mereka pasti sangat lucu, ucap Koay-lok-ong dengan tertawa.

Kucing hitam itu memang berjingkrak-jingkrak seperti kebakaran jenggot, gadis she Cu itu pun seperti mau menangis, bahkan Sim Long juga kelihatan bingung, lapor si seragam hitam.

Koay-lok-ong berkeplok gembira, Haha, akal bagus yang kuatur masakah dapat diterka mereka Hm, terpaksa mereka harus memandang air di depan mata, ingin minum, tapi

tidak dapat, betapa perasaan mereka tentu bisa dibayangkan.

Lucunya bocah bermuka putih itu justru sampai hati minum air kotor itu, bahkan ....

Maksudmu Ong Ling-hoa minum air itu? teriak Koay-lok-ong.

Si pemuda seragam hitam berjingkat kaget, jawabnya tergegap, Ya, dia banyak juga dia

minum.

Sialan, Ong Ling-hoa ini, seru Koay-lok-ong sambil menggeleng. Tak tersangka dia tega minum air kotor begitu, tampaknya orang ini memang lain daripada yang lain dan tidak boleh diremehkan.

Air kencing saja diminum, masakah orang begitu perlu dikhawatirkan, tiba-tiba seorang gadis di sampingnya bertanya. Kau tahu apa? omel Koay-lok-ong. Pada waktu kepepet harus berani bertindak, kalau perlu bersabar, orang beginilah baru terhitung tokoh yang lihai. Kekurangan Sim Long adalah kulit mukanya kurang tebal, hatinya kurang kejam, makanya tidak dapat mencapai sukses besar. Bicara tentang ini, jelas dia tidak dapat membandingi Ong Ling-hoa.

Ia mendongak dan tertawa, lalu menyambung, Bila mana aku jadi dia pun akan minum air kotor itu.

Kawanan gadis itu sama menunduk dan tidak berani bicara lagi. Tampak seorang pemuda berseragam hitam yang lain berlari datang lagi dan memberi sembah, Lapor Ongya, mereka melanjutkan perjalanan lagi!

Sekali ini cara bagaimana mereka melanjutkan perjalanan? tanya Koay-lok-ong. Menyusur ke hulu sungai dan tetap berjalan dengan perlahan, tutur si seragam hitam.

Hah, mereka tidak main sembunyi lagi? seru Koay-lok-ong sambil memandang sebuah alat pengukur waktu dengan pasir. Padahal waktu mereka sudah hampir habis dan mereka belum lagi menyelamatkan diri? Wahai Sim Long, sesungguhnya akal setan apa yang telah kau atur?

*****

Rombongan Sim Long masih terus menuju ke hulu.

Ternyata setiap jarak tertentu, di dalam sungai pasti terdapat kawanan hewan sebangsa babi, kuda atau kerbau yang sedang berendam di dalam sungai sehingga air sungai menjadi kotor dan tidak dapat minum.

Namun Sim Long tetap berjalan dengan adem ayem, serupa orang yang lagi pesiar menikmati pemandangan alam, dari kepala sampai kaki tidak terlihat dia gelisah sedikit pun.

Jit-jit setengah bersandar di bahunya, bibirnya yang mungil dan cantik itu kini kering dan pecah, matanya yang bersinar lincah dahulu sekarang juga penuh garis merah.

Tapi pada bibir yang kering itu justru masih tersembul secercah senyuman riang, pada mata yang merah itu tetap gemerdep cahaya bahagia.

Memang, asalkan Sim Long berada di sampingnya, tiada lain lagi yang diharapkannya. Akhirnya Miau-ji tidak tahan, dengan suara perlahan ia tanya, Sim Long, sebenarnya apa tujuanmu?

Sim Long tersenyum, tiba-tiba dikeluarkannya sepotong barang dan digenggamnya erat, kelihatan cahaya mengilat dari celah jarinya, tapi tidak jelas barang apa yang dipegangnya.

Ini apa si Kucing coba bertanya lagi.

Kau pikir apa ini? jawab Sim Long dengan tersenyum. Tidak dapat kuterka, kata si Kucing.

Hm, dalam keadaan begini, Sim-heng ternyata masih iseng main teka-teki segala, sungguh sukar dimengerti, serupa anak kecil saja, demikian jengek Ong Ling-hoa.

Sim Long tidak menghiraukannya, katanya pula dengan tersenyum, Apakah pernah kau lihat kugunakan Am-gi (senjata rahasia)? Tidak pernah, jawab Miau-ji.

Makanya kalian tentu mengira aku tidak mahir menggunakan Amgi, bukan? Seketika Miau-ji tidak tahu apa maksud ucapan orang, ia hanya mengangguk dan mengiakan.

Sim Long tertawa, Kau salah taksir. Kau tahu, sejak ingusan aku sudah belajar ilmu silat, segala macam kungfu keras dan lunak telah kupelajari, segala macam senjata juga telah kupahami, maka janggal jika aku tidak mahir menggunakan Am-gi.

Diam-diam si Kucing heran mengapa hari ini Sim Long membual dan menyombongkan diri, hal ini selamanya tidak pernah terjadi. Dilihatnya Sim Long lagi tertawa bangga, maka ia pun ikut menyengir.

Ya, selama ini Sim Long tidak mau menggunakan Am-gi, sebab tindak tanduknya selalu blakblakan, tidak sudi menyerang orang dengan senjata gelap, kata Jit-jit.

Ucapanmu memang juga beralasan, tapi tidak terlalu betul, ujar Sim Long. Sebabnya aku tidak suka menggunakan Am-gi adalah karena senjata rahasiaku ini terlalu keji.

Oo?! Miau-ji melongo.

Sekilas Sim Long sengaja membuka tangannya sehingga kelihatan cahaya mengilat, katanya, Inilah Am-gi yang biasanya tidak sembarangan kugunakan.

Sesungguhnya senjata rahasia apa ini? tanya Miau-ji.

Senjata rahasia ini bernama Sau-hun-sin-ciam (jarum sakti sambar nyawa), barang siapa asalkan tersentuh setitik saja, dalam waktu setengah jam sekujur badan akan membusuk dan mati tak terkubur, di dunia tidak ada obat penawarnya.

Hm, senjata rahasia semacam ini mungkin tidak cuma dipunyai olehmu saja, jengek Ling- hoa.

Sim Long tertawa, katanya, Tapi senjata rahasia ini masih ada segi lihai yang lain. Oo, apa? tanya Ling-hoa.

Bila kuceritakan mungkin orang lain takkan percaya, ucap Sim Long. Am-gi ini boleh dikatakan mendekati seperti barang berjiwa, padanya terdapat daya gaib yang dapat mencari sasaran untuk menyambar nyawanya, jika sekarang kubuka tanganku ....

Ia berhenti sejenak sambil memandang pucuk pohon dan melirik ke arah semak-semak di balik batu sana, lalu menyambung, Dan sekali jarum sambar nyawa ini kuhamburkan, betapa pun pihak lawan bersembunyi di tempat yang paling rahasia juga tidak dapat menghindarinya.

Miau-ji tertarik, Apakah betul di dunia ada Am-gi sehebat ini?

Kapan pernah kudusta padamu? ucap Sim Long dengan tertawa. Lalu ia memandang lagi ke pucuk pohon dan balik batu, teriaknya pula, Jika kalian tidak percaya, segera dapat kuperlihatkan kepadamu.

Belum lenyap suaranya, serentak dari pucuk pohon dan balik semaksemak sana, bahkan di belakang batu karang di kejauhan beramai ada belasan sosok bayangan hitam melayang pergi secepat terbang.

Maka tergelaklah Sim Long, Coba, belum lagi senjata rahasiaku terhambur, musuh sudah lari ketakutan lebih dulu. Haha, memang betul, seru Miau-ji dengan tertawa. Anehnya Amgi selihai ini ternyata tidak pernah kudengar sebelum ini, entah boleh tidak kulihat bagaimana bentuk Am-gi kebanggaanmu ini?

Ya, aku juga ingin tahu, tukas Ong Ling-hoa.

Sim Long tampak ragu sejenak, katanya, Padahal, benda ini pun tidak menarik. Boleh kau perlihatkan saja kepada mereka, ujar Jit-jit.

Kukira yang paling ingin tahu mungkin dirimu sendiri, betul tidak? Sim Long berseloroh. Muka Jit-jit menjadi merah.

Baiklah, kata Sim Long kemudian, kukira tidak berhalangan kuperlihatkan kepada kalian ....

Perlahan ia lantas membuka tangannya. Mana ada senjata rahasia apa segala, yang tergenggam olehnya tidak lain cuma sepotong uang perak saja.

Miau-ji melengak, Hei, apa apa ini? Ini bukan Sau-hun-sin-ciam segala, tapi Hek-jin-

ciam (jarum penakut orang), jawab Sim Long dengan tersenyum.

Hahaha! Miau-ji terbahak. Tahulah aku sekarang ....

Jit-jit juga berkeplok tertawa, katanya, Memang seharusnya kuduga sebelumnya, di dunia mana ada Am-gi ampuh sebagaimana dikatakannya itu, mestinya sudah kupikirkan keterangannya melulu untuk menggertak saja.

Miau-ji tertawa, katanya, Tapi jarum penggertak orang ini memang jauh lebih lihai daripada senjata rahasia macam apa pun, tanpa digunakan orang sudah dibuat ketakutan lebih dulu dan lari terbiritbirit.

Selain Sim Long, siapa pula yang sanggup menggunakan Am-gi semacam ini? ujar Jit-jit dengan tertawa. Jika aku yang menggunakannya tentu sedikit pun tidak menakutkan.

Meski bagus akalnya, tapi kita tetap menghadapi jalan buntu, apa gunanya meski kawanan pengintai itu dapat digertak lari? kata Ling-hoa.

Seketika Him Miau-ji tidak dapat tertawa lagi.

*****

Dalam pada itu kening Koay-lok-ong lagi bekernyit, tampaknya mulai tidak tenteram perasaannya.

Baru saja ia angkat cawan arak segera kawanan lelaki berseragam hitam berlari datang serupa sekawanan kelinci yang lari ketakutan dikejar anjing hutan.

Seketika air muka Koay-lok-ong berubah, dampratnya, Keparat! Siapa yang suruh kalian lari pulang?

Kawanan lelaki itu sama berlutut dan melapor dengan suara gugup, Lapor Ongya, Sim ...

Sim Long itu ....

Memangnya Sim Long kenapa? Belum kuturun tangan, masa dia turun tangan lebih dulu kepada kalian?

Dia belum lagi menyerang, tapi ... tapi senjata rahasianya salah seorang melapor

dengan gelagapan.

Masa Sim Long juga menggunakan senjata rahasia? Macam apa senjata rahasianya? tanya Koay-lok-ong heran.

Hamba tidak tahu, jawab orang itu. Kenapa tidak tahu? hardik Koay-lok-ong.

Sebab ... sebab senjata rahasianya belum lagi digunakan, tutur orang itu dengan takut.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar