Naga dari Selatan BAGIAN 55 BERPANTANG AJAL

 
BAGIAN 55 BERPANTANG AJAL

Baru kini Swat Moay terperanjat bukan buatan. Takut kalau lawan keburu menyalurkan lwekang balasan yang terang tak dapat ia tahan, buru2 ia lepaskan cekalannya .... trang........ , jatuhlah hi-jat Itu berkerontangan ketanah. Sedang iapun sudah loncat mundur beberapa tindak.

"Sicu, lepaskan golok pembantai (jagal), kembalilah kejalan yang terang. Dengan mengenakan jubah pertapaan itu, masakan kau tak mengerti akan ajaran gereja!" kedengaran hweshio itu berkata.

Belum lagi Swat Moay menyahut, The Go sudah terbuka hatinya. Serentak dia seperti mendapat penerangan batin, serunya bertanya: "Yang tak mengenakan pakaian pertapaan, apakah dapat menerima penerangan dari mahkota gereja ?"

"Pintu kerajaan gereja itu selalu terbuka lebar!" sahut si hweshio dengan tersenyum.

The Go yang berotak cerdas segera dapat menangkap kata2 si hweshio itu. Dia ter-mangu2 diam merenung.

Sebaliknya Swat Moay yang loncat mundur tadi, tetap penasaran, serunya: "Hweshio, adakah kau ini Tay Siang siansu dari Liok-yong-si ?"

"Benar2 itulah gelaran lo-ceng!" sahut si hweshio tua.

Swat Moay seperti terpagut ular, serempak ia loncat keluar dari jendela. Nama Tay Siang siansu sejajar dengan nama Ang Hwat cinjin dan Kang Siang Yan. Tapi ilmu kepandaiannya ternyata sukar dijajaki lwekang im-cui yang dimiliki itu, sekalipun air panas yang tengah mendidih begitu terbentur tentu akan segera berobah menjadi air es. Namun dengan mudahnya, lwekang im-cui tadi telah dihapus sirna daya oleh si hweshio. Ilmu lwekang yang dipunyai si hweshio itu, benar2 telah mencapai tingkat kesempurnaan total. Demikianlah sembari lari melintasi beberapa ruangan, ia masih merenungkan kejadian tadi. Tiba2 tampak sesosok bayangan hitam menghadang sembari berseru: "Niocu, hasilkah?"

"Sudahlah, jangan tanya hal itu. Tay Siang siansu tiba kemari!" sahut Swat Moay kepada orang itu yang  bukan lain adalah suaminya, si Hwat Siau adanya.

Juga Hwat Siau tak kurang terperanjatnya. "Habis bagaimana baiknya?!" tanyanya.

Swat Moay merenung sampai sekian jenak, baru kedengaran ia berkata: "Tak perlu kuatir, kita masih mempunyai sehelai kartu terakhir. Budak perempuan she Liau itu, masakan mau mandah mati begitu saja!" Begitulah sepasang suami isteri itu lalu merundingkan siasat lebih lanjut.

---oo0dwkz^tah0oo---

Dan kita, kembali tengok keadaan ruangan  tadi. Setetelah Swat Moay ngacir pergi, Tay Siang siansu menghampiri pembaringan dan meng-elus2 kepala The Go. Seketika The Go rasakan dirinya nyaman sekali.

"Mohon taysu mencukur rambutku!" tiba2 The Go berseru.

"Jodohmu belum sampai, mengapa hendak menjadi orang pertapaan ?" sahut Tay Siang Siansu dengan tertawa, "ingatlah hati nurani itu adalah Hud, dan Hud tentu akan bersemayam didalam hati sanubari. Itu sudah cukup."

The Go mengangguk. Tiba2 pintu terpentang dan masuklah seseorang seraya berseru: "Suhu!". Kemudian terus berlutut memberi hormat. Dia adalah Kiau  To. Dibelakang mengikuti dua orang wanita, Ciok ji-soh dan Yan-chiu, Melihat Kiau To, tertawalah Tay Siang siansu, ujarnya: "Ilmu silat bertambah maju, kecerdasan sebaliknya mundur!"

"Mohon suhu sudi menerangkan kesesatan murid itu," kata Kiau To sembari menundukkan kepala.

"Apa yang dirasa baik, lakukanlah. Tiada kesesatan mengapa harus dibenarkan ?" sahut Tay Siang sembari kebutkan lengan bajunya. Tanpa dikehendaki, Kiau To tersentak bangun.

Sedang Yan-chiu ketika menampak Tay Siang siansu, begitu kegirangan sekali hingga sampai mengucurkan air mata. "Lo-hweshio!" serunya dengan ter-iba2.

Tenang2 saja Tay Siang siansu mengangkat kepala mengawasi Yan-chiu sembari menyungging senyuman. Tapi begitu menatap dirl Yan-chiu, seri wajahnya segera berobah menjadi keren (ber-sungguh2), sehingga sekalian orang yang berada disitu sama tersentak kaget. 

"Lo-hweshio, bagaimana?" tanya Yan-chiu.

Tay Siang tak menyahut hanya ulurkan tangannya. Dengan 3 buah jari dia memeriksa polo (pergelangan) tangan Yan-chiu. "Siancay.......! Nona kecil ini  akan menuju kealam baka!" katanya kemudian.

"Suhu, bukantah karena menerima surat dari merpati pos itu, suhu lalu datang kemari?" buru2 Kiau To berseru dengan kaget, "adalah karena jiwanya terancam maut, maka aku mohon suhu menaburkan kemurahan hati untuk menolongnya !"

Tay Siang siansu hanya mendehem didalam tenggorokan, lalu menatap Yan-chiu dan berseru: "Aneh ,

aneh. , sungguh aneh !" Adalah Ciok ji-soh yang berwatak berangasan,  karena tak mengerti apa yang diucapkan siansu itu, segera berseru: ”Lo-hweshio, apakah kau mempunyai daya untuk menolongnya? Lekaslah memberi pertolongan !"

Tay Siang menggeleng, sahutnya: "Jalan darah ki-hiat (istimewa) diluar pembuluhnya telah ditutuk lwekang oleh orang. Kepandaian lo-ceng terbatas, hanya tahu sampai disitu saja. Untuk menolongnya, dikuatirkan akan membikin kapiran !"

Ucapan itu membuat sekalian orang serasa diguyur air dingin. Tadi Kiau To tengah melanjutkan usaha mencari tempat harta. karun itu disekeliling gereja Kong Hau Si situ. Sedang Yan-chiu dan Tio Jiang tengah memeriksa mulut sumur yang memancarkan sinar aneh itu. Mendengar para hweshio mengatakan bahwa Tay Siang siansu datang, mereka ber-gegas2 menemuinya. Mereka menyongsong dengan penuh harapan. Dikiranya begitu Tay Siang siansu datang, Yan-chiu tentu akan tertolong. Tapi nyatanya, apa yang disumbarkan oleh Swat Moay itu benar adanya. Tay Siang siansu pun tak berdaya menolongnya !

Tay Siang siansu adalah paderi agung yang  tinggi martabatnya, sudah tentu dia tak mau berbohong. Mendengar keterangannya tadi, serentak Yan-chiu terus lari keluar. Tio Jiang buru2 memburunya, tapi nona itu sudah lenyap tak ketahuan kemana. Dengan gelisah Tio Jiang kembali kedalam ruangan dan segera jatuhkan diri berlutut dihadapan Tay Siang.

"Biar bagaimana kumohon siansu sudi menolong jiwa Siao Chiu itu!" serunya ter-iba2 dengan suara tak lampias.

Tay Siang menggeleng, ujarnya: "Harap siaoko bangun. Banyak nian urusan didunia ini yang tak dapat dicegah usaha manusia, mengapa harus disedihkan?" Kembali hati Tio Jiang seperti diguyur es.

"Siansu, apakah benar2 tiada daya lagi ?" tanyanya.

Belum Tay Siang menyahut, Kiau To tiba2 sudah membuka mulut: "Suhu, tadi berulang kali suhu menyatakan aneh, apakah artinya itu?"

"Bukantah nona itu pernah memakan mustika yang bermanfaat sekali terhadap badannya?" tanya Tay Siang.

Mendengar itu timbul lagi harapan Tio Jiang, serunya : "Ia memang pernah memakan mustika batu peninggalan dari Tat Mo Cuncia."

"Ai......., makanya wajah nona itu memancarkan sinar kehijau2-an, jauh berbeda dengan kebanyakan orang."

"Adakah hal itu akan menolongnya?" tanya Tio Jiang pula.

Sampai sekian jurus Tay Siang tak menyahut. Suasana diruangan situ menjadi sedemikian heningnya, sehingga seumpama ada sebatang jarum jatuh kelantai, tentu akan kedengaran juga. Hati sekalian orang ber-debar2. Akhirnya berkatalah Tay Siang: "Sukar...., sukar....! Harus dilihat apakah ia sanggup menderita siksaan itu tidak ? Kini belum waktunya mengatakan, nanti saja apabila sudah saatnya baru kuterangkan !"

Oleh karena masih ada setitik sinar harapan, Tio Jiang serta merta haturkan terima kasih kepada Tay Siang.

"Siaoko, sedemikian murah kasih Hud, harus kau menjaga dirimu baik2 jangan gelisah!" ujar Tay Siang.

Tio Jiang tak mengerti apa yang dimaksudkan ucapan siansu itu. Yang dipikirkan yalah keselamatan Yan-chiu. Kegelisahan apapun juga, dia tak takut asal sumoaynya selamat. Sehabis mengucap kata2 yang sukar ditebak itu, Tay Siang lalu menuju kesudut ruangan untuk duduk bersemadhi. Ciok Siao-lan menceritakan apa yang telah terjadi diruangan tadi, dan kini makin teballah kepercayaan sekalian orang kepada The Go.

Ketika Tio Jiang mengemukakan mulut perigi kecil itu, The Go yang penuh dengan pengalaman segera berkata : "Mulut perigi itu disebut Tat Mo Keng (perigi Tat Mo). Ketika Tat Mo cuncia dari India datang kemari, gereja Kong Hau Si ini masih bernama Hwat Seng Si. Maka menunjuklah Tat Mo ketanah seraya berkata: 'Didalam tanah ini terdapat emas.' Ber-duyun2lah rakyat menggali tanah itu. Sampai sekira 10-an tombak dalamnya, penggalian sampai dibatu padas dan airpun keluar, tapi emas tetap tak terdapat. Rakyat menuduh Tat Mo membual, namun berkatalah guru besar itu: 'Tak dapat diketemukan dengan penggalian biasa!'. Sejak itu perigi disebut perigi Tat Mo. Mulutnya meskipun kecil, tapi dasarnya makin dalam dan lebar, dapat dibuat menyimpan harta karun !"

"Hai, kalau begitu ayuh kita pergi kesana!" seru Kiau To kegirangan.

"Baiklah cari dulu Yan-chiu untuk diajak pergi bersama2," kata Tio Jiang yang disetujui juga oleh Kiau To. Begitulah keduanya segera tinggalkan ruangan itu.

Kemana gerangan perginya Yan-chiu? Kiranya dengan hati patah sigenit itu lari keluar melalui dua buah tikungan, lalu berhenti diujung tembok, menangis tersedu sedan. Ia kuras air matanya, menangis dan menangis saja. Tiba2 terasa bahunya ditepuk orang. la kira kalau itu tentulah sukonya yang hendak menghibur.

"Suko, Tay Siang siansupun tak berdaya lagi. Adakah dengan begini saja kita akan berpisah se-lama2nya?" Orang yang menepuk itu tertawa, serunya: "Nona kecil, kalau tak mau berpisah, itulah mudah! Apakah kau sudah mengetahui tempat simpanan harta karun Itu?"

Yan-chiu seperti tersengat kala. Ketika secepatnya ia berpaling kebelakang ternyata yang menepuk bahunya itu adalah Swat Moay. Sedang disebelah belakangnya lagi, terdapat Hwat Siau. Buru2 Yan-chiu geliatkan bahu untuk tnenghindari Langan wanita !tu,

"Jangan pedulikan aku!" serunya.

“Siao Chiu, orang macam Tay Siang siansupun tak berdaya! Kau tak menghendaki tenagaku? Apakah kau benar2 hendak tinggalkan dunia yang indah ini, rela menjadi setan gentayangan?" Swat Moay tertawa iblis.

Yan-chiu teramat gusarnya. Dengan se-kuat2nya ia menghantam, tapi Swat Moay menyongsongnya menangkap tangan Yan-chiu, serunya: "Siao Chiu, ini adalah kesempatan yang terakhir. Coba kau hitung, berapa lama lagikah kau dapat bernapas?"

Yan-chiu tak berdaya. Memang dalam hati kecilnya ia tak kepingin mati. Tapi biar bagaimana tak sudi ia menyerah pada Swat Moay.

"Usah kau pedulikan tentang jiwaku lagi, akan kutanggung sendiri!" sahutnya dengan tawar.

Swat Moay tak marah, ujarnya: "Baiklah! Kalau kau ingat pesanku, asal kau sulut tumpukan kayu bakar itu, aku tentu segera datang!"

Tanpa tunggu jawaban orang, wanita itu segera melenyapkan diri. Seketika timbullah sesal Yan-chiu. Benar2 ia ingin mengejar wanita itu untuk memberitahukan tentang sumur kecil itu. Tapi baru saja kakinya melangkah setindak, terkilas pada pikirannya: "Tidak, tidak! Mati biarlah mati, apa peduli!"

Sang mulut berkeras, namun hatinya mengeluh. "Ah, lebih baik suruh Swat Moay membuka jalan darah, biar bagaimana, asal aku dapat hidup bahagia didamping suko."

Kembali sang kaki melangkah, tapi lagi2 berhenti. Sampai sekian saat ia tertegun, tak dapat mengambil keputusan. Akhirnya keperwiraan hati telah menang. "Ah, biarlah! Suhu mengatakan kalau aku sudah tak berayah- bunda. Kalau tiada ditolong suhu, tentu aku sudah dibinasakan orang jahat. Kalau memang sudah suratan takdir tahun ini aku harus mati, mengapa aku harus mohon belas kasihan? Daripada mati sia2, lebih baik kuturun kedalam sumur untuk menyelidikinya. Sekalipun aku tak dapat berenang, tapi aku dapat menutup jalan hawa!"

Setelah membulatkan tekad, ia lalu menuju kesumur Tat Mo. Setiba disitu tanpa banyak pikir lagi, ia terus terjun kebawah, blung. Bagi orang yang tak dapat berenang,

begitu terjun ke air, tentu akan gelagapan. Juga Yan- chiupun demikian. la terus silam sampai satu tombak lebih dalam, baru teringat untuk menutup lubang hawa. Sekali mengerahkan semangat, tubuhnya segera melayang naik. Kecuali gelap remang2 dari cahaya air, ia tak melihat sesuatu apa lagi. Ia mulai hembuskan napas dan tubuhnyapun tenggelam lagi kebawah. Tak  berselang berapa jurus, kakinya telah menginjak dasar perigi. la pentang matanya sembari meng-geliat2kan kaki tangan. Tapi selain air, tiada tampak apa2 lagi. Dalam keputusan asa, tubuhnya serasa hendak mengapung keatas lagi. Buru2 ia gunakan ilmu cian-kin-tui, untuk menjaga keseimbangan tubuh, lalu berjaIan kemuka.

Ilmu cian-kin-tui (tindihan seribu kati) yang digunakan itu, se-kurang2nya mempunyai kekuatan beberapa ratus kati beratnya. Tadi pertama kali menginjak dasar perigi, rasanya dasar itu lunak karena terdiri dari lempung dan lumpur. Tapi waktu dia gunakan ilmu membikin berat badan itu, kakinya melesak masuk lagi dan menginjak dasaran yang keras datar. Buru2 ia membungkuk untuk merabahnya. Ai....., kiranya dasar itu terbuat daripada papan batu. Girangnya Yan-chiu bukan kepalang. Dengan kedua tangan, ia menyingkap lumpur yang membenam dasar itu. Air menjadi keruh dengan hamburan lumpur, tapi ia tak ambil peduli.

Tangannya merabah-rabah terus dan untuk kegirangannya akhirnya ia telah dapat merabah dua buah rantai besi!

"Kalau dibawah papan besi ini terdapat simpanan harta karun, sekalipun nyawa menjadi korban, rasanya masih berharga juga. Demikian ia merenung dan dengan mengundang seluruh kekuatannya, ia menarik rantai besi itu, dan .......... terangkatlah papan batu itu keatas. Tapi berbareng dengan itu, Yan-chiupun hampir  terhuyung jatuh. Lumpur makin mengeruhkan air disekitarnya.

Setelah papan batu terangkat, tampaklah suatu cahaya mengilau memancar dari dasar air. Saking girangnya, lupalah Yan-chiu kalau ia berada didalam air.  Menjeritlah ia karena dimabuk kegirangan itu dan masuklah seteguk air lumpur kedalam mulutnya. Buru2 ia menutup mulut, tapi berbareng itu, tangannya serasa ditarik keatas oleh riak air. Sekalipun ia coba kerahkan cian-kin-tui, namun tetap sempoyongan. Dan berbareng itu hidung seperti tertampar keras, kepala pening mata berkunang. Hendak ia menutup hidung, tapi sudah tak keburu, kelutuk, kelutuk, kembali mulutnya terminum beberapa teguk air lumpur. Sedang riak-putaran airpun terasa makin kuat. Perut Yan-chiu sudah kembung minum air lumpur, dan keadaannyapun sudah limbung, kakinya tak dapat  berdiri  kokoh  lagi.  Bluk. , ia membentur dinding perigi dan rubuhlah ia tak

sadarkan diri

Diceritakan, sewaktu Tio Jiang memburu mencari Yan- chiu tadi, sigenit itu sudah loncat masuk kedalam perigi, jadi sudah tentu Tio Jiang tak dapat menemukannya. Kembali kedalam kamar, dia berkata kepada Kiau To: "Ayuh, kita pergi saja, tak usah tunggu ia lagi!"

Begitulah Kiau To beserta Ciok ji-soh dan Tio Jiang menuju kesumur Tat-mo-keng. Belum lagi mendekati tempat itu, dari kejauhan sudah tampak ada dua sosok bayangan sedang membungkukkan badan memandang kedalam perigi itu. Mereka bukan lain adalah Hwat Sisu dan Swat Way.

Kiranya setelah pergi tadi, Swat Moay bersembunyi disuatu tempat untuk menunggu apa yang  hendak dilakukan Yan-chiu. Dilihatnya nona itu lari menuju ke sumur dan loncat masuk kedalamnya.  Timbullah kecurigaan Swat Moay, jangan2 nona itu telah mengambil putusan pendek untuk bunuh diri. Celaka, serunya seorang diri. Kartu atau pion satu2nya yang diharapkan telah gagal lag!. Terang tempat harta karun itu makin jauh dari harapannya.

Dengan berputus asa, mereka berdua sudah mengambil putusan untuk kembali keutara saja melapor pada Sip-ceng- ong. Tapi baru kakinya hendak diayun, tiba2 Yan-chiu berhasil membuka papan batu, hingga permukaan sumur itu memancarkan cahaya yang gilang kemilau. Kegirangan kedua suami isteri itu sukar dilukiskan.

”Niocu, benda itu berada disini!" seru Hwat Siau. "Benar, kiranya budak perempuan mengetahui tapi ia berkeras kepala lebih suka mati daripada menyerah pada kita. Ho, tak mudahlah!" sahut isterinya.

Seketika Hwat Siau lantas hendak turun kedalam perigi, tapi dicegah isterinya yang mengatakan lebih baik tunggu kalau Yan-chiu sudah naik keatas lagi. Adalah karena keayalan itu, datanglah Tio Jiang dan Kiau To. Kalau musuh lama saling berjumpa, bagaikan banteng yang merah matanya.

Kiau To lari mendahului dan belum orangnya tiba, jwan- piannya yang terbuat dari otot kerbau itu sudah melayang menyapu. Bahwa Tay Siang siansu tak ikut serta, telah membuat Hwat Siau berbesar hati. Dia cukup yakin tentu dapat membereskan ketiga lawannya itu. Sekali merabah pinggang, pek-kim-tiu-tay atau sabuk sutera emas putih, sudah berada ditangannya. Ketika tangannya menyongsong kemuka, selendang yang panjangnya hampir 10 meter itu tanpa bersuara apa2 sudah menjulur kemuka.

Kiau To bernapsu sekali untuk mengalahkan lawan. Apalagi karena hari sudah menjelang gelap, jadi dia tak dapat melihat jelas akan adanya selendang emas putih itu lagi. Dia menerjang maju, kira2 5 meter jauhnya dari Hwat Siau, barulah kepala jagoan Ceng itu menyentakkan selendangnya keatas.

Selendang itu penuh disaluri dengan lwekang, sehingga merupakan seekor ular hidup. Tempo bertanding dengan Ceng Bo di Lo-hu-san beberapa hari yang lalu, dia telah berhasil melibat imam gagah itu hingga tak berdaya. Tertampar oleh kibasan selendang itu, seketika itu rubuhlah Kiau To. Hanya karena dia cukup kuat kepandaiannya, begitu rubuh buru2 dia sodokkan pian ketanah untuk menahan tubuh. Mengandal ruyungnya itu sebagai tongkat, dia berjumpalitan. Ketika berdiri jejak, dia menundukkan kepala untuk mengawasi, hai. kiranya selembar selendang.

Bluk....., saking gusarnya dia menghantam ketanah hingga tanah itu sampai berlubang. Tapi Hwat Siau siang2 sudah menyentakkan selendangnya keatas lagi. Hanya deru anginnya yang gemuruh mendesing-desing, namun dari arah mana benda itu me-nyambar2 sukar diduganya.

Kejut Kiau To bukan kepalang. Dia buru2 mundur. Tapi Hwat Siau meluncur maju memburunya. Tangannya bergerak dan me-legut2lah selendang itu bagaikan ratusan ekor ular berbisa hendak memagut Kiau To. Sebenarnya Kiau To cukup tahu akan kelihayan musuh dan diapun sudah berlaku sangat hati2 sekali. Namun menghadapi senjata musuh yang sedemikian luar biasanya itu, bingung juga dia dibuatnya. Satu2-nya jalan, terpaksa dia putar jwan-pian begitu rupa, sehingga merupakan lingkaran sinar yang tak dapat ditembus oleh hujan, guna melindungi diri. Dan ternyata siasat itu berhasil. Untuk beberapa saat, memang Hwat Siau tak berdaya untuk menggempurnya.

Sedang disebelah sana. Ciok ji-soh dan Tio Jiang sudah bertempur melawan Swat Moay. Boan-thian-kok-hay, mengarungi langit melintasi laut, salah satu jurus dari to- hay-kiam-hwat telah dilancarkan Tio Jiang, namun Swat Moay tetap tegak tak mau menyingkir. Tahu-'2 dia gerakkan lengannya melintang, dan tangan itu sudah mencekal senjata. Trang......, ketika kedua senjata itu berbenturan, Tio Jiang segera rasakan ada suatu tenaga dingin menyalur kearahnya. Buru2 dia gunakan jurus ceng- wi-tian-hay untuk diteruskan menusuk tenggorokan orang.  

01

Disebelah sini Kiau To terus tempur dengan Hwat Siau dengan serunya, disisi sana Tio Jiang dan Ciok ji-soh pun ikut mengeroyok Swat Moay.

Adalah tepat pada saat itu, Ciok ji-sohpun sudah tiba dan serangkan kim-kong-lun pada Swat Moay, menuju bawah dan atas.

Tapi gerakan Swat Moay itu luar biasa gesitnya. Dengan menggeliat kesamping ia sudah dapat menghindari serangan Ciok ji-soh dan Tio Jiang. Bahkan berbareng dengan itu, ia sudah dapat mengirim sebuah serangan balasan kepada Ciok ji-soh.

Ciok ji-soh terkesiap kaget. Bukan saja  karena menampak kegesitan lawan pun juga dengan senjatanya yang luar biasa anehnya itu. Bentuknya macam sebuah lingkaran besar berwarna hitam. Tapi anehnya senjata itu ada kalanya tampak berbentuk pesegi, tapi ada kalanya berbentuk bulat. Entah senjata apa itu namanya, hanya  yang jelas, senjata itu tak mengeluarkan sedikit suara apapun. Tahu2 kalau melayang dekat, lantas menerbitkan putaran tenaga yang hebat. Baru Ciok ji-soh hendak mengangkat kim-kong-lnn menangkisnya, atau ia sudah tersentak kemuka dan gentayangan rubuh. Dalam gugupnya, bttrtt2..... ia kerahkan tenaga untuk menarik kim-kong-lun kebelakang sembari ayunkan tuhuhnya untuk menahan tenaga sedotan Swat Way. Tapi Swat Moay  hanya mengekeh tertawa, tahu2 ia berkisar menyerang Tio Jiang.

Kini barulah Ciok ji-soh dapat melihat jelas bahwa senjata yang dimainkan oleh Swat Moay itu tak lain tak bukan hanyalah sebuah mantel angin. Mantel dipakai untuk menahan serangan angin, tapi ditangan Swat Moay, benda itu telah berobah menjadi suatu senjata yang hebat, hingga hampir2 Ciok ji-soh celaka dibuatnya. Diam2 Ciok ji-soh mengagumi kepandaian lawan yang memiliki ilwekang sedemikian tingginya. Tapi dalam pada itu, ia terkejut sekali demi mendapatkan bahwa tenaga sedotan Swat Moay yang sedemikian kuatnya tadi, dalam sekejab mata saja sudah hilang musna.

"Gila!" diam2 Ciok ji-soh mengeluh.

Tadi sewaktu disedot, Ciok ji-soh menarik kebelakang kim-kong-lun untuk melindungi jalan2 darah berbahaya pada tubuhnya. Dan dalam pada waktu itu, ia kerahkan tenaganya untuk menyentakkan tubuhnya  menahan sedotan lawan. Bahwasanya tenaga sedotan Itu dapat lenyap dengan seketika, menandakan sampai dimana penguasaan Swat Moay akan ilmu lwekangnya. Jelas diketahui, betapa jauh terpaut kepandaiannya (Ciok ji-soh) dibanding dengan lawan. Bukan saja Swat Moay dapat menyerang dengan lwekang yang maha dahsyat, pun dapat menariknya pulang sembarang waktu.

Karena dilepaskan, Ciok ji-soh yang tak keburu menguasai tenaganya itu telah terjerembab jatuh kebelakang, bum....., bagian belakang batok kepalanya terbentur pagar persegi. Dengan menjerit keras, ia loncat bangun lagi. Ketika tangan merabah kebelakang batok kepalanya, ternyata bagian kepala itu beloboran darah.

Perangai Ciok ji-soh sangatlah kerasnya. Bahkan melebihi kerasnya dari orang lelaki kebanyakan. Tapi bahwa kali itu ia jatuh knock-out sampai beloboran darah kepalanya, telah membuat matanya ber-kunang2 kepalanya pusing tujuh keliling. Buru2 ia loncat kesamping, lalu ngelumpruk duduk ditanah, tak dapat berdiri lagi. Tapi sebagai seorang jago betina yang tak mau kalah dengan orang lelaki, ia tetap keraskan hati.

"Siao-ko-ji, aku knock-out. Kau seorang diri saja layani wanita iblis itu!" serunya kepada Tio Jiang. Rupanya is paksakan diri untuk berseru, ini ternyata dari napasnya tampak memburu ter-sengal2 habis mengeluarkan kata2 itu.

Terpaksa Tio Jiang bermain single dengan Swat Moay. Memang pada waktu akhir2-ini kepandaian Tio Jiang makin bertambah maju dengan pesatnya. Tapi berhadapan dengan Swat Moay, tetap dia tak berdaya. Apalagi menghadapi senjata luar biasa dari lawan itu, Tio Jiang hanya dapat bertahan saja. Satu2-nya keuntungan Tio Jiang yalah dia menggunakan pedang pusaka yang dapat menabas kutung segala macam logam.

Memang Tio Jiang hendak menarik keuntungan dari senjatanya itu. Begitu senjata musuh melayang layang, dia barengi untuk menabasnya, tapi selincah burung, mantel Swat Moay itu terbang keatas. Begitulah dalam 3 jurus, pedang Tio Jiang telah kena dirangkum dalam libatan lingkaran angin mantel. Tio Jiang sempat memperhatikan juga akan Ciok ji-soh yang ternyata masih mendeprok ditanah belum dapat bangun itu. Sudah tentu hal itu membuatnya bingung. Dan kebingungan inilah yang menyebabkan gerakannya agak lambat. Sedikit lubang itu saja telah dapat diketahui oleh Swat Moay. Mengalihkan kakinya kesamping, wanita itu kebutkan mantelnya keatas dan ujung baju mantel itu tepat hendak menampar jalan darah Tio Jiang.,

Syukur Tio Jiang cukup tangguh dengan serangan itu. Dengan gunakan permainan pedang to-hay-kiam-hwat sembari dicampur dengan gerak tubuh hong-cu-may-ciu (sigila menjual arak), tubuhnya ber-geliat2 menghindar. Benar dia berada dibawah angin, namun dalam 10  jurus saja rasanya tak nanti Swat Moay dapat merebut kemenangan.

---oo0dwkz^tah0oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar