BAGIAN 45 : DI CENGKERAMAN IBLIS
Yan-chiu meminta keterangan yang lebih jelas lagi, tapi ternyata kedua anak itu tak mengetahui apa2 pula. Hanya satu hal yang mereka tahu pasti, bahwa dalam ruangan pertempuran itu sudah bersih dengan orang2. Yan-chiu menghela napas panjang, ujarnya: "Sudahlah, kalau capai kalian boleh tidur. Aku sendirti tak dapat tidur!"
"Aaauh......... kami tak tidur, hendak menjaga cici!" kedua anak itu menguap lebih dahulu sebelum berkata.
"Tolol, mengapa tak tidur? Apakah kita tak dapat naik keatas pohon?" seru Kuan Hong kemudian.
Kedua anak itu segera memanjat sebatang pohon siong dan mempersiapkan tempat pembaringan pada salah satu dahannya. Kemudian mereka menaikkan Yan-chiu. Tempat itu ditutupinya dengan daun2, lalu mereka sendiri juga berbaring. Oleh karena capai dan kantuk, mereka bertiga terus hendak tidur. Tapi tiba2 terdengar suara seseorang memaki: "Keparat, siang2 aku sudah tahu kalau orang she Can itu bukan barang baik. Lihat gerak geriknya, 'ekor ayam' (dinamit) itu tentu akan rusak ditangannya! Kalau para saudara ini tidak dibekali kaki panjang oleh orang tua, tentu siang2 akan ikut serta dengan kawanan anjing itu menghadap Giam-ong!"
Nada suaranya berlogat utara, kasar dan memakai bahasa daerah.
"Lo Lou, jangan kau menggerutu panjang pendek begitu, ya? Kukira dalam urusan itu tentu terselip sesuatu rahasia, jadi tidak se-mata2 karena urusan itu saja!" sahut yang seorang.
Sikasar tadi tertawa dingin, serunya: "Kau adalah gudang pikiran lautan akal, sedang aku adalah seorang telur tolol. Segala macam akal ini itu aku tak dapat mengerti!"
Hening beberapa jurus, lalu kedengaran lagi suara orang berkata: "Lo Lou, kau jangan memotong ucapan orang dulu. Aku yang tanya kau yang menjawab, mau tidak?"
"Baik, tanyalah!"
"Lo Lou, sebelum menakluk pada pemerintah Ceng, kita adalah persaudaraan sehidup semati. Kalau ada apa2, sisute tentu akan membantumu, kau percaya tidak ?"
"Sudah tentu percaya!"
"Sekalipun dunia persilatan memberi julukan pada siaote sebagai Siau-bin-hou (si Rase bermuka tertawa), tapi hanya terhadap orang lain. Kau harus mempercayai kata2ku ini, itulah yang terutama!" Yan-chiu sepertinya sudah pernah kenal akan suara sikasar yang dipanggil Lo Lou atau Lou situa itu. Kalau tak salah dialah orang yang menghadang ketika ia bersama Tio Jiang pergi jalan2 hendak menyelidiki keadaan dalam Ang Hun Kiong tempo hari. Ah, sayang kini badannya belum dapat bergerak, jadi tak dapatlah ia menengok orang itu. Kalau benar dianya, orang itu tentulah adalah dua dari 18 jago pemerintah Ceng yang dikirim kegereja Ang Hun Kiong untuk membasmi para orang gagah itu. Tapi mengapa begini malam mereka berada ditempat situ?
Sebelum Yan-chiu dapat memecahkan pertanyaannya itu, kedengaran si Siau-bin-hou berkata pula: "Lo Lou, kedua orang Itu aneh bentuknya, manusia bukan iblispun tidak. Tentang ilmu kepandaiannya, entahlah. Tapi yang terang saja sedangnya kita berdua belum pernah bertemu muka dengannya, dia sudah tak mempercayai kita. Nah, sudah jelas kau sekarang?"
"Hem, jadi mereka berani berbuat begitu?" sikasar Lo Lou menegas.
"Huh, bukan saja mereka hendak mengangkangi pahala, pun berniat hendak mengambil sendiri kim-jong-giok-toh !" Siau-bin-hou menambahi minyak kedalam api. Dan benar juga terdengarlah suara hantaman yang dahsyat dan menyusul ada sebatang pohon tumbang bergemuruh.
"Cici, sikasar itu sungguh bertenaga besar. Sekali hantam dia dapat merobohkan sebatang pohon sebesar mulut piring!" bisik Kuan Hong. Tapi cepat2 Yan-chiu melarangnya mengeluarkan suara.
Pernah Yan-chiu mendengar mulut Hwat Siau mengatakan 'kim-jong-giok-toh' atau usus emas perut kumala. Kini tanpa sengaja mendengar Siau-bin-hou mengucapkan kata2 itu juga, teranglah dia itu komplotan yang tergabung dalam 18 jago pemerintah Ceng. Si Lo Lou itu mungkin adalah yang bernama Swe-pay-lat-au Lou Ting. Hantamannya tadi adalah ilmu warisan keturunan keluarga Lou yang disebut toa-swe-pay-chiu. Sedang si Siau-bin-hou itu tentulah si Kui-ce-to-toan (setan licin kaya muslihat) Song Hu-liau.
5
Diam2 Yan-chiu dan kedua imam kecil itu mendengarkan pembicaraan kedua orang dibawah pohon itu.
"Kedua yau-kuay (siluman) itu bernyali besar sekali. Terus terang saja, kali ini turun kedaerah selatan kalau tidak diperingatkan oleh pemerintah, tiada orang yang tunduk kepada kedua manusia itu! Hem....., ketika nama kita berdua saudara ini menggetarkan daerah Kwan-gua, kita tak mendengarkan dulu siapa mereka itu. Untuk melaksanakan urusan ini, mereka masih hijau!"
"Ah, sudah tentu mereka belum cukup bijak!" si Siau-bin- hou tertawa menyeringai, "kalau tiada alasan kuat, diapun tak berani mencari perkara pada kita. Sedari kita turun gunung, entah lewat berapa lama baru terdengar ledakan dahsyat itu ? Dalam pada waktu itu, apa saja yang dikerjakan oleh kedua orang itu? Mengapa setelah ledakan meletus, mereka tak kelihatan turun gunung? Malah sebaliknya Ang Hwat siimam tua itu tampak ber-lari2an turun dan mengamuk siapa yang dijumpainya?"
Mendengar itu Yan-chiu girang sekali. Kalau Ang Hwat cinjin belum binasa, suhu dan rombongannya terang juga tidak.
"Ya...., ya....., benar!" kedengaran Lou Ting buka suara lagi.
"Mengapa siimam Ang Hwat mengamuk seperti kerbau gila? Orang kita sudah terluka 7 atau 8 orang, tapi tetap kedua manusia iblis itu belum muncul, melainkan gunakan tanda rahasia menyuruh kita orang melarikan diri saja? Bukantah ini menandakan bahwa mereka hendak meminjam tangan Ang Hwat untuk membasmi kita orang ini, lalu mengangkangi sendirl semua pahala itu?" tanya Siau-bin-hou panjang lebar. Tapi baru keduanya sedang bertanya jawab itu, tiba2 terdengar seseorang berseru: "Saudara Lou dan Song, kalian berada dimana?"
"Huh, sijahanam itu datang!" damprat Lou Ting dengan murkanya. Tapi Siau-bin-hou lekas2 mencegahnya, kemudian berseru keras2: "Kami disini!"
Dari derap kaki yang mendatangi, teranglah bukan melainkan dua orang saja. Sedang yang bertanya tadi tak salah lagi adalah Hwat Siau.
"Selain kami sepasang suami isteri, masih ada 8 saudara lain yang berada disini Ang Hwat cinjin belum binasa, entah bagaimana yang lain2nya. Kalau mereka sampai terhindar dari maut, wah kita tentu turun harga. Bila kembali kekota raja, kemungkinan besar kekuasaan yang diberikan pada kita itu tentu akan dicabut kembali. Kerajaan Lam Beng meskipun tergolong kecil, tapi mereka menguasai kedua wilayah Kwiciu (Kwiesy, Kwitang). Bagaimana kedudukan mereka, kita belum jelas. Sekali keluar kita sudah menderita kerugian besar begini, sungguh sukar dipertanggung jawabkan. Ngo-tok-lian-cu-piau Can- heng sudah dibunuh Ang Hwat cinjin. Sebelumnya kami sepasang suami isteri sudah memesannya supaya ber-hati2, tapi ternyata dia gegabah melukai orang, jadi sudah selayaknya menerima bagian macam itu!" kata Hwat Siau dengan nada macam seorang pembesar memberi koreksi.
Ketika ke 18 jago lihay bersama sepasang suami isteri Hwat Siau - Swat Moay hendak menuju kedaerah selatan, mereka telah dipanggil oleh menteri besar raja muda Sip- ceng-ong Tolkun. Pangeran bangsa Boan yang memegang kekuasaan besar dalam pemerintahan Ceng itu, sejak mengetahui bahaya yang ditimbulkan oleh pembalikan diri dari Li Seng-tong yang. menyebabkan kembalinya kedaulatan Lam Beng diwilayah Kwiciu, dia buru2 kembali kekota raja dan memanggil sepasang suami isteri Hwat Siau Swat Moay untuk diserahi memimpin ke 18 jagoan. Tugasnya, mengadakan gerakan subversif di Kwiciu dan kedua kalinya untuk mencari harta karum 'kim-jong-giok- toh' (usus emas perut permata atau dalam arti kiasannya sebuah harta karun besar).
Dihadapan Tolkun, ke 18 jagoan itu tak berani bercuit. Tapi dalam perjalanan demi tampak tokoh Hwat Siau dan Swat Moay Itu tiada memiliki sesuatu perbawa yang mengesankan bahkan bentuk wajah tak sedap dipandang, mereka sama kurang puas. Ke 18 jagoan itu, adalah orang2 liar, dari kalangan hek-to (aliran hitam), jadi gerak geriknya kasar. Kedua suami isteri Hwat Siau dan Swat Moay itu, sejak mendapat warisan pelajaran ilmu sakti yang-hwat-kang (api positip) dan im-cui-kang (air negatip) dari dua orang kuayhiap, (pendekar aneh) kerajaan Song yang bernama Hwat-bu-hay dan Cui-bu-hoa, mereka berdua lalu memendam diri digunung Tiang-pek-san untuk meyakinlsan ilmu Itu. Walaupun dalam tahun2 terachir Itu nama kedua suami isteri itu makin menjulang, tapi bagaimana kepandaian mereka yang sesungguhnya, tiada seorangpun yang pernah mengetahuinya. Apalagi dasarnya mereka tak tahu akan tata kesopanan, dunia persilatan, maka dengan memiliki ilmu kepandaian yang sakti itu, sudah tentu mereka tak memandang mata pada ke 18 jagoan itu. Dan inilah yang manimbulkan reaksi ketidak puasan dari ke 18 orang itu.
Dalam peristiwa menghancurkan gereja Ang Hun Kiong Itu, kalau rencana tersebut berhasil, sudah terang tak ada urusan apa2. Tapi keadaan berjalan tak sebagaimana yang direncanakan. Begitu ledakan dinamit mengguntur, ke 18 jagoan itu menunggu kabar baik dari Hwat Siau dan Swat Moay dibawah gunung. Tapi ternyata yang muncul adalah Ang Hwat cinjin. Ke 18 jagoan itu telah dihamuk porak poranda oleh ketua dari gereja Ang Hun Kiong itu, hingga hampir separoh jumlahnya yang terluka dan binasa. Dan ketika Hwat Siau - Swat Moay tiba, mereka tak ulur tangan memberi bantuan, sebaliknya menyuruh mundur saja. Suatu hal yang menimbulkan kemarahan pada jagoan2 itu. Lou Ting yang paling berangasan adatnya, segera serentak berbangkit dan tertawa mengejek.
Melihat bakal ada 'pertunjukan' hebat, Yan-chiu segera suruh Kwan Hong dan Wan Gwat mengangkatkan kepalanya agar ia dapat mengintip dari sela2 daun. Pada saat itu tampak Lou Ting melolos sebatang tiok-ciat-kong- pian (ruyung baja yang ber-buku2). Sedang Hwat Siau dan Swat Moay masih tetap duduk bersila saling membelakangi punggung.
"Lou-heng mau apa itu?" tanya Hwat siau.
"Manusia Yang tak punya muka, siapa, yang sudi kau panggil heng (engkoh) atau te (adik)? Segala apa hanya mendengarkan ocehan setan bantal (perempuan) saja, sungguh celaka!" damprat Lou Ting.
"Orang she Lou, bersihkanlah mulutmu itu!" seru Hwat Siau dengan sindiran tajam.
Lou Ting maju selangkah seraya menantang: "Kalau tidak bersih, kau mau apa? Biar kulabrak kakek moyangmu 18 turunan!"
Ucapan itu ditutup dengan hantaman pian kearah kepala Hwat Siau. Tegas dilihat Yan-chiu, walaupun Lou Ting itu seorang kasar berangasan, tapi ilmunya silat tidak lemah. Hantamannya itu keras dan cepat sekali. Senjatanya itu terbuat dari bahan baja murni dan hantamannya itu sekaligus diserangkan pada kedua suami isteri itu.
Hwat Siau dan isterinya rupanya sudah merasa kalau ke 18 jagoan anak buahnya itu tak menyukai mereka. Tapi kedua suami isteri itu cukup mengetahui bahwa ke 18 jagoan itu hanya pandai dalam ilmu silat saja, tapi buta ilmu surat jadi tak punya siasat apa2. Beda dengan Hwat Siau dan Swat Moay, kedua macam ilmu silat dan sastera, semua dikuasal. Hal ini menambah besar rasa meremehkan mereka kepada jagoan2 itu. Sip-ceng-ong Tolkun sangat mengindahkan sekali kepada suami isteri itu, maka selain ditugaskan memegang pimpinan atas diri ke 18 jagoan itu, juga diserahi tugas menyiarkan berita tentang adanya harta karun kim-jong-giok-toh itu. Sepasang suami isteri itu cukup menyadari bahwa ke 18 jagoan itu sebenarnya tak ber-sungguh2 setia menghamba pada pemerintah Ceng. Begitu harta karun itu dapat diketemukan, tipis kemungkinan mereka mau berhamba lagi. Oleh karena itu, kedua suami isteri Hwat Siau - Swat Moay yudah ber-siap2 membuat rencana. Begitu dilihatnya Lou Ting berdiri dengan beringas, diam2 kedua suami isteri itu sudah kerahkan lwekangnya. Kala ruyung Lou Ting melayang kearah kepala Hwat Siau - Swat Moay, diam2 Siau-bin-hou bersorak dalam hati, namun mulutnya tetap ber-pura2 mencegah: "Apa2an itu Lo Lou? Ada apa2 kan dapat dirunding?"
Demi melihat kedahsyatan ruyung Lou Ting yang sedemikian mengejutkan, tahulah kedua suami isteri itu bahwa permainan pian itu adalah warisan ilmu dari keluarga Lou di Soasay. Buru2 keduanya menekan tanah untuk beralih kesamping.
Lou Ting sudah terlanjur mengumbar amarah. Sekalipun hantamannya pian Itu tak menemui sasarannya, namun dia tak kuasa menahan gerak serangannya tadi. Pian itu terdiri dari 9 buku (ruas), setiap buku 9 kati beratnya jadi semuanya ada 81 kati beratnya. Bluk......., begitu ruyung menghantam tanah, letikan api dari batu yang hancur sama bertebaran keempat penjuru. Ketujuh orang kawannya, begitu melihat Lou Ting kalap, ada beberapa kawannya yang bersikap bendak ikut tampil membantu.
"Bagus, anjing bergigitan dengan anjing, biar mampus semua!" Yan-chiu bersorak dalam hati. Tapi ketika dia mengawasi kearah sana, ternyata pertempuran sudah mulai.
Kiranya sebelum para jagoan itu bergerak, sikasar Lou Ting sudah mengamuk. Tadi serangan pertamanya dapat dihindari dengan mudah oleh kedua suami iateri itu sambil masih tetap duduk bersila. Dan kini karena tahu akan kedahsyatan ilmu pian si Lou Ting yang tak boleh dibuat main2 itu, sepasang suami Isteri itu segera memutar tubuh masing. Yang satu dari sebelah kirl, yang lain dari sebelah kanan, sama berbareng mengulurkan tangan untuk menerkam tumit Lou Ting. Begitu sebat gerakan Hwat Siau dan Swat Moay itu, hingga Lou Ting tak keburu berkelit lagi. Yang dirasakan, seketika itu separoh tubuhnya terasa dingin tapi yang separoh terasa panas. Dinginnya seperti es, panasnya macam air mendidih. Benar lwekang Lou Ting kurang sempurna, tapi gway-kang (tenaga luar) dimilikinya dengan sempurna. Sekalipun demikian, tak urung dia harus menjerit keras saking kesakitan. Jeritannya Itu makin lama makin lemah sampai pada achirnya tiba2 dia berteriak: "Siau-bin-hou, kedua iblis ini benar2 mempunyai ilmu siluman!"
Sedikitpun sikasar itu tak mengetahui bahwa Hwat Siau dan Swat Moay telah melancarkan serangan lwekang istimewa. Maka dalam sekejab saja, putuslah sudah ke 13 urat iatimewa dalam tubuhnya. Habis mengucap, kepalanya segera terkulai kesamping dan ketika Hwat Siau Swat Moay lepaskan tangannya, sikasar Lou Ting sudah tak bernyawa lagi
6 Dengan gusar Lou Ting ayun ruyungnya keatas kepala Hwat Siau, tapi sedikit mengegos Hwat Siau dapat menghindarkan serangan itu.
Kejadian itu telah menyirapkan darah ketujuh kawan2 jagoan lainnya. Bukan setahun dua, tapi sudah hampir lebih dari 20 tahun lamanya nama Lou Ting menjagoi daerah perairan sungai Hongho. Ilmu swe-pay-chiu warisan keluarga Lou sangat ,dimalui orang. Diantara ke 8 jagoan yang masih hidup Itu, Lou Ting tergolong salah seorang yang terlihay, tapi ah, dalam hanya sejurus saja dia sudah binasa ditangan suami isteri Hwat Siau Swat Moay. Terpesona akan kejadian yang tak di-duga2 itu, kawanan jagoan itu sama ter-longong2. Lewat beberapa jurus kemudian baru terdengar siiblis Wanita Swat Moay tertawa meringkik, lalu berkata dengan pe-lahan2: "Tujuan kita datang kedaerah selatan ini, yalah untuk melaksanakan perintah pemerintah Ceng. Barang siapa yang berhianat, Lou Ting itu adalah contohnya. Sip-ceng-ong pernah mengatakan, bila kim-jong-giok-toh sudah diketemukan, kita semua akan turut merasakan kenikmatan. Walaupun begitu gempar orang mengagungkan harta karun kim-jong- giok-toh itu, tapi kami berdua suami iateri tak kepingin atau mempunyai maksud untuk menemaninya sendiri!"
Para jagoan itu hanya mengiakan saja. Sedang sirase Song Hu-liu segera mengunjukkan kepandaiannya: "Huh, itu sih salah Lo Lou sendiri yang mau cari sakit. Dia tak menghiraukan nasehat kawan2. Harap, jiwi memaafkan!"
Mendengar itu Hwat Siau dan Swat Moay tampak lega, serunya: "Adakah orang2 itu binasa semua, masih belum diketahui jelas. Konon kabarnya mereka hendak membangun Thian Te Hwe lagi. Ini merupakan suatu hal yang berbahaya, karena mereka sudah cukup mempunyai pengalanqan dalam peperangan tempo hari. Rasanya merekapun pasti sudah mendengar tentang kim-jong-giok- toh itu, jadi untuk membangun tentara yang kuat, mereka tentu lebih dahulu mengalihkan perhatian untuk mencari harta karun itu. Sebaliknya apabila tentara Ceng berhasil masuk kedaerah Kwiciu lagi tentu akan mengalami kesukaran besar dalam keuangan. Maka kalau sampai tak dapat menemukan harta karun itu, pasti akan mengalami kegagalan pula.
"Kita kini hanya berjumlah 9 orang. Tugas kita sekarang yalah berpencar untuk menyelidiki harta karun itu sampal dapat. Sip-ceng-ong pernah berkata, harta karun itu tak ternilai jumlahnya, berupa zamrud pusaka permata, upeti Yung dibawa oleh menteri Thio Wan pada jaman dahulu tentu saja diantara kalian yang berhasil menemukannya, kalian bertujuh akan mendapat seperseribu bagian dari harta karun itu. Itu saja akan dapat kalian nikmati sampal tujuh turunan, mengerti?"
Ketujuh jagoan itu kembali mengiakan. Yan-chiu mengira kalau kim-jong-giok-toh itu tentu sebuah harta pusaka, tapi mengapa sedangkan pemerintah Ceng mengetahui tetapi ia sendiri tak pernah mendengarnya? Juga Ceng Bo Siangjin tak pernah menceritakan hal itu. Teringat ia akan kata2 Ki Cee-tiong tempo hari, bahwa kesulitan utama untuk membangun Thian Te Hui yalah soal keuangan. Kerajaan Lam Beng sudah sedemikian ciut wilayahnya, rakyatnya miskin jadi sukar untuk diorganisir suatu pertahanan yang kuat. Kalau benar ada harta karun itu, ah bereslah persoalan itu. la, hanya berharap, mudah2an suhu suko dan sekalian orang gagah pada selamat, agar ia dapat menyampaikan berita yang menggirangkan itu. Pada lain saat ke 7 jagoan itu sudah sama minta diri. Yang disitu hanya Hwat Siau dan Swat Moay. Kedengaran Hwat Siau memangil "niocu" (isteriku), tapi, tiba2 dia segera membentak kerasa: "Siapa Itu yang belum mau angkat kaki? Kepingin meniru Lou Ting, ya?"
Kiranya oleh karena lwekang Yan-chiu lebih dalam, jadi ia dapat menguasai pernapasannya. Tapi Kuan Hong dan Wan Gwat tidak demikian. Napasnya berat, hingga dengan cepatnya dapat ditangkap pendengaran Hwat Siau dan Swat Moay yang tajam. Tadi karena banyak orang, masih belum kentara. Tapi begitu keadaan sepi, segera dapat diketahul. Hwat Siau mengira kalau diantara ke 7 jagoan itu ada yang masih hendak main gila bersembunyi diatas pohon, sudah tentu dia membentaknya dengan marah.
Tangan Kuan Hong dan Wan Gwat gemetar dan terlepaslah tubuh Yan-chiu jatuh kebawah, bluk........
Disana Hwat Siaupun tak kurang herannya dan diapun
segera menghampiri lalu mencengkeram punggung sinona. Jangan lagi kini Yan-chiu sudah tak dapat bergerak, andaikata ia masih segar bugar, tetap tak nanti ia dapat meronta dari cengkeraman besi dari manusia iblis itu. Jari tengahnya telah menekan jalan darah leng-thay-hiat, cukup dengan gunakan lwekang sedikit saja, habislah sudah riwayat nona genit dart Lo-hu-san itu. Begitu cepat dan cepat gerakan tokoh aneh itu. Suatu ilmu kepandaian yang jarang dimiliki oleh kaum persilatan umumnya.
"Ah-thau, jadi kau masih hidup?" seru Hwat Siau dengan keheranan demi dilihatnya siapakah nona itu. Yan-chiu tahu bahwa kali ini ia tak nanti dapat lolos dari cengkeraman maut. Namun sebelum ajal, biarlah ia puas- kan dulu hatinya. "Dan kau sendiri mengapa tidak mampus
?!" serunya balas memperolok. Saking gusarnya Hwat Siau terus hendak turunkan tangan ganas, tapi buru2 dicegah isterinya: "Koajin, tahan dulu. Jalan darah goh-ai-hiat budak perempuan ini masih tertutuk, jadi terang diatas pohon tentu masih ada lain orang yang menjatuhkannya!"
"Siapa yang diatas pohon ?" seru Hwat Siau sembari mendongak. Kuan Hong dan Wan Gwat terbeliak kaget dan berjatuhan kebawah. Tapi rupanya Hwat Sisu masih belum puas melihat yang turun itu hanya dua orang anak. Dia kira tentu masih ada orang lagi. "Kalau tak mau turun, aku tentu gunakan kekerasan!" serunya dengan murka.
"Huh, sudah tiada orang lagi, jangan ketakutan seperti melihat setan!" Yan-chiu memperolok dengan sebuah tertawa dingin. Suatu hal yang sudah tentu tak dapat diterima Hwat Siau dan wut....., wut....., daun pohon siong yang runcing2 macam pohon cemara sama rontok berhamburan ketanah. Wut....., wut...., wut...., wut ,
kembali Hwat Siau susuli lagi dengan 4 buah hantaman dan dahan serta ranting pohon itu gugur semua, hingga pohon itu berobah menjadi gundul. Kini baru Hwat Siau percaya akan keterangan Yan-chiu.
"Hem, kau kerja apa disitu tadi ?" kini Hwat Siau alihkan perhatiannya kepada Kuan Hong dan Wan Gwat, kemudian bertanya kepada Yan-chiu. Tapi sebaliknya kini Yan-chiu malah menjadi tenang.
"Bukalah dahulu jalan darahku ini!" kata sigadis.
”Cara bagaimana kau dapat terhindar dari ledakan dinamit itu?" tanya Swat Moay.
"Ya......!, bukalah dahulu jalan darahku ini, atau biar matipun aku tak mau mengatakan!" sahut Yan-chiu dengan tegusnya. Oleh karena ingin lekas2 mengetahui kejadian yang aneh itu, maka kedua suami isteri itu berbareng sama Iekatkan jarinya kebahu Yan-chiu. Yan-chiu rasakan sakit sekali, tapi sekarang ia dapat bergerak. Tapi oleh karena lama menjadi kaku, maka agak lama baru ia dapat pulih lagi.
"Nah, katakanlah sekarang!" perintah Swat Moay.
Mata Yan-chiu tertumbuk akan kedua anak yang saling berdampingan merapat dengan wajah ketakutan. Diam2 timbullaih rasa kasihannya, biarlah ia mati asal kedua anak kecil itu hidup. "Luluskan dahulu sebuah permintaanku dan nanti segera kuterangkan se-jelas2-nya!" katanya.
"Soal apa?!" bentak Hwat Siau dengan gusar. "Lepaskan kedua anak ini!"
"Ya..!, pergi...., hayo pergi dari sini!" Hwat Siau mengenyahkan Kuan Hong dan Wan Gwat. Bermula kedua anak itu tak mau, tapi segera Yan-chiu mendesaknya seraya berbisik: "Tunggulah aku ditempat yang kukatakan itu. Kalau aku tak mati, aku tentu akan mencarimu disana!"
Dengan mengusap air matanya, kedua anak itu ayunkan langkahnya yang berat. Berulang kali mereka berpaling kebelakang untuk melihat kearah Yan-chiu. Setelah mereka lenyap dari pemandangan, barulah Yan-chiu mulai membuka suara: "Kalian tanyakan aku mengapa tak binasa karena ledakan itu bukan? Nah, dengarlah: "tiada seorangpun yang binasa karena ledakan itu !!!"
Sebenarnya ia sendiri tak mengetahul bagaimana kejadiannya, tapi ia tahu kalau kedua suami isteri itu senang mendengar mereka binasa semua. Maka untuk membikin panas hati orang, sengaja dia tekankan keterangannya itu dengan tandas.
"Mengapa?" tanya Hwat Siau dengan keheranan. "Aku yang memberitahukan mereka!" sahut Yan-chiu.
Swat Moay terkekeh. "Kau benar2 seorang budak yang tangkas bicara. Kalau kau bisa bergerak, mengapa tak menginjak padam sumbu itu saja?!"
Yan-chiu kalah alasan (logika), tapi ia pantang mundur, sanggahnya: "Itu supaya kalian bergirang hati dahulu!"
Swat Moay mengkal tapi juga seperti di-kili2 hatinya. "Habis siapa yang membuka jalan darahmu?"
Tanpa dipikir panjang lagi, ia segera menyahut; "Aku sendiri yang membukanya", tiba2 ia tersadar akan kekliruannya. Bukantah tadi ia jatuh dari pohon dalam keadaan masih tertutuk? Maka buru2 ia susuli kata2: "Tapi kemudian kututuk lagi!"
Hwat Siau tak mengerti kalau Yan-chiu memang sengaja omong merambang (ngawur) oleh karena mengerti toh bakal mati. Dia kira Yan-chiu itu seorang nona yang gila dan suka ugal2an. Tapi Swat Moay yang ternyata lebih cermat, dapat mengetahui maksud tujuan Yan-chiu, katanya: "Ahthau, bagaimana kepandaian kami berdua, rasanya kau sudah menyaksikan sendiri. Kalau kau tak omong sejujurnya biar kau rasakan penderitaan, mati tidak hidup tidak!"
Memang Yan-chiu pernah mendengar orang berkata 'lebih menderita daripada mati', tapi bagaimana rasanya kesusahan derita itu, belum pernah ia mengalami, maka dengan sekenanya saja ia menyahut: "Lekas bunuh saja aku ini! Ah, entah bagaimana nasib suhu dan suko. Kalau mereka sudah binasa, perlu apa aku hidup sendirian?"
Mendengar itu, barulah Swat Moay mengetahui bahwa sebenarnya nona itu tak mengetahui tentang kejadian itu. "Koanjin, budak ini tangkas sekali, ia faham daerah Kwiciu, rasanya sangat leluasa untuk membawanya sebagai pengunjuk jalan!"
"Niocu, kalau ia minggat, kan malah runyam!" sahut Hwat Siau.
Swat Moay meringkik, serunya: "Tutuk saja jalan darahnya chit-jit-hiat, masa ia bisa lari?"
Hwat Siau juga terkekeh, sembari mengenakan jubah merah. Hendak Yan-chiu menanyakan apa yang disebut chit-jit-hiat. (jalan darah 7 hari) itu, tapi secepat kilat tangan Swat Moay sudah mencengkeram dadanya hingga ia tak sempat menghindar. Seketika itu ketiaknya terasa kesemutan, tapi tak lama terus hilang.
"Ah-thau, ingat didalam perjalanan kita tentu bertemu dengan macam2 keadaan, kalau kau tak dengar kata, silahkan kau pergi sesuka hatimu. Chit-jit-hiat-mu sudah kena kututuk, jika bukan aku yang membukanya, dalam 7 hari kemudian, sekujur tubuhmu pasti tegang regang, urat nadi dan jalan darahmu putus semua, tapi kau tak sampai binasa. Cukup ditempeli secarik kertas saja, tubuhnya serasa lebih sakit dari diiris pisau. Kalau kau sanggup menerima penderitaan itu, silahkan kau lari. Kalau tidak, kau harus ikut pada kami barang kemanapun jua!" kata Swat Moay dengan tawar.
Tercekat hati Yan-chiu mendengar siksaan yang ngeri itu. Ah...., inilah mungkin yang dinamakan "lebih sakit daripada mati". Tapi masakan aku tak dapat mencari orang yang sanggup menolong diriku itu? Yan-chiu berpikir keras untuk menggali lubuk peringatannya.
"Ah-thau, dengarkanlah! Chit-jit-hiat itu tiada terdapat dalam kitab pelajaran ilmu tutuk yang manapun juga. Diseluruh kolong dunia ini, hanya kami berdua yang dapat menutuk dan membukanya. Kalau kau pikir yang tidak2, itu berarti mencari kematian sendlri.!" kata Swat Moay yang rupanya tahu apa yang dipikirkan Yan-chiu itu.
Terjadi perbantahan dalam pikiran Yan-chiu sendiri. KaIau ia merat paling banyak ia bermaksud hendak menemul suhu dan sukonya untuk mengucapkan selamat tinggal. Dan bukantah sampai saat itu sukonya Itu tetap belum mengetahui isi hatinya, jadi suatu pengorbanan yang sia2 saja namanya. Ah....., lebih baik ia mengikuti saja barang kemana perginya kedua suami isteri itu, karena bukantah mereka juga bermaksud akan menyelidiki tempat harta karun itu?
Setelah menetapkan rencananya, lebih dahulu ia tertawa keras, baru kemudian mengejek: "Siapa yang bermaksud akan lari? Bukantah hal itu berarti aku jeri padamu?"
Hwait Siau dan Swat Moay kalah bicara. Tapi oleh karena perlu memakai tenaganya, apalagi yakin nona itu tentutuk dapat melarikan diri, maka mereka lalu ajak Yan- chiu berjalan.
"Kemana?" tanya Yan-chiu. Kedua suami isteri itupun tertegun. Mereka sendiripun tak tahu hendak ayunkan langkahnya kemana. Harta karun kim-jong-giok-toh itu hanya didengarnya dari mulut Ngo-tok-lian-cu-piau Can Bik-san dan dari kabar yang tersiar dikalangan kaum persilatan hekto daerah Kwitang. Jadi mereka berdua sendiripun tak tahu jelas.
Kiranya ketika dahulu timbul kekacauan, maka Thio Hian Tiong segera mamancing diair keruh. Pemimpin ini segera kerahkan anak buahnya untuk mengganas dan merampok. Dia sadar, bahwa seorang tokoh macam dia itu andaikata sampai tergencet, rahayat pasti takkan mengampuninya. Maka siang2 dia sudah mempersiapkan rencana. Diangkutinya semua barang2 berharga hasil rampokannya selama bertahun2 itu ke Kwitang. Harta karun itu disembunyikan secara rahasia sekali. Kalau gerakannya itu sampai gagal, dia mundur ke Kwitang dan dari situ dengan mengangkut seluruh harta kekayaannya, hendak dia berlayar keluar negeri.
Walaupun betapa cermatnya Thio Hian Tiong menyembunyikan harta karun itu, namun tak urung bocor juga hingga menimbulkan desas-desus tentang adanya kim- jong-giok-toh itu dikalangan persilatan.
Pemerintah Ceng belum berapa lama menduduki Tiongkok, jadi segala tata negara belum dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena achir tahun pemerintah Beng itu terbit bencana alam dan paceklik, maka negara menghadapi kesulitan besar dalam hal keuangan. Rakyat sudah sedemikian miskinnya, jadi sukar untuk diperas dengan pajak yang lebih berat lagi. Maka bertindaklah Sip ceng-ong Tolkun, mengutus Hwat Siau dan Swat Moay beserta ke 18 jagoan untuk menyeiidiki harta karun itu.
Memang, kalau benar desas-desus itu sungguh ada, siapa saja yang menemukan baik pemerintah Ceng, atau Lam Beng maupun Thian Te Hui, pasti akan merupakan sumbangan yang tak kecil artinya. Maka tanpa menunggu bagaimana hasil ledakan dinamit digereja Ang Hun Kiong itu, Hwat Siau dan Swat Moay segera ber-gegas2 mulai melakukan penyelidikan tempat harta itu.
"Budak perempuan, jangan usil. Kau tinggal tunggu perintah saja, sekalipun mendaki gunung golok, kau harus mengikuti. Masuk kedalam laut, kaupun harus ikut masuk. Sudah, sejak ini kau tak boleh lancang bertanya lagi!" Hwat'Siau membentaknya. Tiba2 terdengar suara orang bersenanjung menghampiri datang. Dari nada senanjungnya itu, terang ia itu seorang perempuan.
(Oo-dwkz-tah-oO)