Naga dari Selatan BAGIAN 39 : MAUT MULAI MENGINTAI

 
BAGIAN 39 : MAUT MULAI MENGINTAI

The Go bersiul nyaring, pundaknya bergerak dan tubuhnya berputar menghindar. Dia tidak mengetahui kala itu Tio Jiang sudah memainkan To-hay-kiam-hwat, maka sengaja dia masih main aksi. Tio Jiang telah mendapat kemajuan besar dalam peyakinannya ilmupedang. Jurus pertama tadi adalah "Tio ik cu hay". Jurus itu mempunyai 7 gerak serangan berisi dan 7 serangan kosong. Kesemuanya itu telah difahami olehnya. Memang sepintas pandang, ketujuh jurus dari ilmupedang To-hay-kiam-hwat itu, yang satu makin lihay dari yang lain, Tapi dalam soal gerak perobahannya, adalah kebalikannya, yalah jurus pertama adalah yang paling lihay sendiri dari keenarn jurus lainnya. To-hay-kiam-hwat, adanya dapat menjagoi dalam dunia perpedangan, adalah disebabkan susunan runtutannya yang aneh dan dibalik itu. Kalau ketujuh jurus itu dimainkan berulang kali, lawan akan sukar menangkap intisari keindahannya. '

Karena pernah bertempur dengan Tio Jiang, The Go menganggap dia cukup faham akan ilmupedang lawan. Dia mengira kalau jurus pertama "Tio Ik cu hay" itu biasa saja, tiada mempunyai keistimewaan apa2. Maka dalam menghindar tadi, dia sengaja tempatkan dirinya hanya seperempat meter dari ujung pedang lawan. Maksudnya dia hendak unjuk demonstrasi kelincahannya. Tapi begitu Tio Jiang balikkan tangan, dia segera dikaburkan oleh sinar pedang Tio Jiang yang berkelebatan memenuhi segala jurusan. Baru kini dia (The Go) gelagapan dan terus hendak loncat keluar dari kalangan, tapi ternyata sudah terlambat. Terpaksa dia menangkis dengan pedangnya. Tio Jiang cepat robah gerakannya dalam jurus Boan-thian-kok-hay. Begitu indah dan cepat pedang yap-kun-kiam itu seperti muncul dari punggungnya, sehingga The Go tak menyangkanya sama sekali, sret tahu2 pundak The Go telah kesabet

sampai terluka satu senti dalamnya.

Baru 3 gebrak mereka bertempur dan The Go sudah menderita luka. Sekalian hadirin sama bersorak girang, sedang Ceng Bo sendiripun tak menyangkanya sama sekali. Juga Tio Jiang sendiripun girang, namun wajahnya tetap tenang. Begitu maju, dia kirim lagi sebuah serangan dalam jurus "Cing Wi tiam hay". Tapi  kini The Go tak mau menderita lagi. Belum lawan menyerbu datang, dia sudah pendakkan tubuh dan memainkan ilmupedang Chit-sat- kiam-hwat. Sebuah lingkaran sinar hijau, maju menyongsong. Dua2 sama merangsang hebat dan trang........ belasan kali kuan-wi-kiam dan yap-kun-kiam itu harus saling menguji ketajamannya. Nyata dalam, sekejap waktu saja, keduanya telah bertempur tak kurang dari 20-an jurus. Bagi orang yang masih dangkal ilmunya, tentu mengira kalau kedua pemuda itu bertempur mati2an. Tetapi sebaliknya Kui-ing-cu, Sin-eng Ko Thay timbul kecurigaannya. Juga Ceng Bo mendapat kesan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Diantara sekian banyak macam senjata, pedang adalah yang paling sukar sendiri diyakinkan. Juga ilmu permainannya paling kaya dengan gerak perobahan. Pada umumnya, ilmupedang itu tentu berpokok pada "kelincahan" dan "ketangkasan". Kedua seteru itu  bertempur secara mati2an, jadi tentu saling menggunakan seluruh kepandaian masing2. Ditilik dari nilai kepandaian kedua anak muda itu, tak nanti mereka begitu sering membenturkan pedang pada pedang musuh. Tapi oleh karena mereka bertempur secara rapat, maka hanya sinar dan bunyi benturan kedua pedang itu saja yang kelihatan, dan bagaimana cara mereka menggunakan jurus masing2, sukar dilihat.

Memang dalam pandangan, pertempuran itu amat seru sekali. Para hadirin sama menahan napas menyaksikannya. Kira2 7 atau 8 puluh jurus kemudian, barulah keduanya 'tampak berpencar. Tampak wajah Tio Jiang agak terkejut heran, sebaliknya The Go kelihatan tertawa iblis. Luka dipundak kirinya sudah tak berdarah lagi, hanya separoh dari leher bajunya berlumuran darah. Selang beberapa jenak kemudian, Ti Jiang putar pedangnya lagi, maju menusuk. Anehnya The Go sudah bergerak tak menurut permainan ilmupedang lagi. Dia angkat pedangnya, menabas kebawah. Tio Jiang tak menduga dan tak keburu pula untuk merobah gerakannya, trang lagi2 kedua pedang mereka saling

beradu.

Tio Jiang turunkan pedang kebawah, untuk membabat paha lawan, tapi yang hendak dibabat itu cepat hadangkan pedangnya kemudian mencongkel keatas, trang........

kembali sebuah benturan terjadi. Kini baru sekalian orang menjadi jelas. Terdengarnya berulang kali adu benturan senjata ketika kedua lawan itu bertempur rapat2 tadi, tentulah dari perbuatan The Go yang rupanya sengaja menjalankan siasat itu.

Kejadian itu mengherankan sekalian orang. Kalau siasat The Go itu dimaksud untuk melelahkan tenaga Tio Jiang, terang salah besar. Karena nyata2 kini lwekang Tio Jiang setingkat lebih tinggi dari The Go. Tapi mengapa dia berbuat begitu ?

Dalam waktu orang2 sama mencari jawaban atas dugaannya itu, kembali didalam gelanggang terdengar belasan kali gemerontang dari suara senjata saling beradu. Kini mau tak mau, Tio Jiang bercuriga juga. Lewat 20 jurus kemudian, Tio Jiang mendapat pikiran. Terang kenyataaan membuktikan bahwa kini dia menang kekuatan dari lawan, mengapa tidak menurutkan saja siasat lawan. Adu ya adu, tentu dia dapat memukul jatuh senjata lawan. Dengan keputusan itu, dia tak mau menghindar lagi, tapi malah menghantam senjata lawan. Me-lengking2 dering benturan kedua pedang pusaka itu, sehingga membuat hati para hadirin turut bergetar.

Kini Tio Jiang menusuk lagi dengan jurus Hay-li-long- huan dan kembali The Go hadangkan pedangnya untuk menangkis. "Bagus!" seru Tio Jiang sembari kerahkan lwekang kearah lengannya, lalu mengibas se-kuat2nya. Tapi diluar dugaan, begitu saling melekat, secepat itu pula The Go tarik pedangnya kebawah, hingga membuat Tio. Jiang terhuyung. Syukur kini kepandaiannya bertambah pesat, jadi walaupun dalam gugup masih dapat dia mempertahankan kakinya lalu kejarkan pedangnya kebawah untuk menindas pedang lawan. The Go yang cerdik tak mau sia2-kan kesempatan sebagus itu. Tenaga lawan tadi telah terbuang percuma dan kini baru mulai menghimpun lagi, maka sebelum sempat mengerahkannya, dia sudah mendahului menangkiskan pedang keatas se- kuat2nya kemudian berbareng itu dia pakai dua buah jari tangan kirinya untuk menutuk jalan darah ki-bun-hiat yang terletak disebelah tetek lawan.

Bukan main terkejutnya Tio Jiang. Hendak menghindari tutukan orang, terang tak keburu. Untunglah pada saat itu pedang mereka sudah saling menempel, maka dia segera kerahkan lwekangnya untuk menindas pedang lawan sehingga The Go seketika itu rasakan lengannya kesemutan nyeri sekali. Sudah tentu dengan sendirinya jari tangan kirinya yang hendak dibuat menutuk tadi batal, berkat tekanan yang diderita oleh tangan kanannya tadi. Kini dia pentang kelima jari tangan kiri untuk mencengkeram siku tangan Tio Jiang. Cengkeram itu luar biasa sekali gayanya. Telunjuk, jari tengah dan jari manis tepat hendak mengarah jalan darah yang-ko, yang-hwat dan yang-ti.

Karena sedang kerahkan lwekang untuk menindih  tangan orang, maka Tio Jiang tak mengira kalau lawan akan berbuat begitu. Terpaksa dia gunakan tangan kiri  untuk menabas, tapi dengan sebatnya The Go tarik lengannya kiri kebelakang. Kini sepasang tangan Tio Jiang telah digunakan semua, jadi perhatiannyapun terpecah. Lubang kesempatan itu, dipergunakan se-baik2nya oleh The Go. Dia kerahkan seluruh Iwekang kearah pedangnya, berbareng itu kakinya menendang.

Tio Jiang menghindar kesamping, sembari hantamkan tangan kiri kedada orang. Tapi pada saat itu The Go perhebat gerakannya pedang, hingga Tio Jiang rasakan tangannya kanan kesemutan. Ketika dia hendak perkeras lwekangnya untuk menindih lagi, tangan kiri lawan menangkis tangan kirinya hendak dibuat menghantam dada tadi, kemudian malah terus hendak menutuk jalan darah cun-kwanhiat disikunya. Tio Jiang kibaskan sikunya, tapi The Go berlaku nekad. Tak peduli separoh tubuhnya dapat dihantam musuh, dia terus menyodokkan jarinya kemuka dan berhasil juga akhirnya untuk menutuk siku lawan itu. Seketika itu juga siku tangan kanan Tio Jiang serasa lunglai, tanganpun kendor dan sekali sentak dapatlah The Go membuat pedang lawan terpental keudara.

Tio Jiang terkejut sekali, cepat dia miringkan tubuh, kelima jari tangan kanan mencengkeram dada  orang, sedang tangan kiripun menghantam tepat mengenai pundak kanan The Go, aduh........ sekali The Go mengerang kesakitan, tahu2 pedangnya kuan-wi-kiampun terpental jatuh. Tio Jiang membarengi gerakkan kakinya untuk menendang keluar pedang lawan itu. Sesosok bayangan hitam melesat menyanggapi kuan-wi-kiam. Kiranya itulah Kiang Siang Yan yang sudah tinggalkan tempat duduk menyanggapi pedang kesayangannya. Sementara pedang yap-kun-kiam tadipun dapat disambut oleh Sin-eng Ko Thay.

Kini kedua anak muda itu tak mencekal senjata lagi. Rupanya pundak kanan The Go yang termakan hantaman Tio Jiang tadi sakit sekali, sehingga tak dapat digerakkan. Jadi turut nilai, Tio Jiang sudah menang. Namun  wajah The Go tak mengunjuk rasa jeri. Oleh karena pertempuran itu besar sekali artinya, jadi kesudahan tadi belum berarti berakhirnya pertempuran.

Tiba2 Bek Lian mengambil pedang kuan-wi-kiam dari tangan Kiang Siang Yan dan berseru kepada The Go: "Engkoh Go, maukah kau terima pedang ini lagi ?"

Mendengar itu Yan-chiupun tak mau kalah hawa. "Suko, ini pedangmu, guratkanlah dua buah luka pada tubuh manusia itu!" serunya. Tapi belum Tio Jiang menyatakan apa2, dengan garang The Go sudah menyahuti tawaran Bek Lian tadi: "Lian-moay, tak usah pakai pedang lagi. Karena sudah terlepas, masa masih tak sungkan menggunakannya lagi?"

Mendengar itu, tiba2 Kui-ing-cu berseru tertahan: "Celaka ! "

Yan-chiu cepat2 menanyakan dan Kui-ing-cupun segera menyahut: "Bangsat itu mendesak dengan kata2, supaya kedua fihak tak menggunakan pedang lagi. Entah dia mempunyai simpanan apa yang lihay, maka begitu garang sekali!"

Teringat akan sesuatu, jantung Yan-chiu berdetak keras. Serangkum hawa dingin menyelubungi dada sampai keujung kakinya, wajahnyapun pucat lesi. Kui-ing-cu menjadi heran. Siwsanya nona itu sangat lincah, tak kenal takut. Mengapa kini tiba2 menjadi ketakutan sedemikian rupa ? Berpaling kearah gelanggang, dia dapati Tio Jiang dan The Go masih saling tukar pandangan mata. Rupanya mereka sedang menghembus napas, mengerahkan lwekang masing2. The Go berusaha menyalurkan lwekang supaya lengan kanannya dapat digerakkan lagi. Sedang Tio Jiang tak henti2nya meng-gerak2kan siku tangannya untuk membuka jalan darahnya yang kena tertutuk tadi. "Siao-ah-thau, kau kenapa ?" tanya Kui-ing-cu berpaling kearah Yan-chiu: "Kalau Kui-ing-cu tak menanyakan, paling banyak Yan-chiu hanya berdiam diri saja. Tapi begitu ditanya, tiba2 mata sigenit itu ber-kicup2 dan mengucurkan dua tetes air mata. "Suko, aku telah mencelakai dirimu.!" katanya sembari ter-isak2.

"Apa itu, lekas katakan. Mumpung masih ada  tempo, kita bisa cari daya!" desak Kui-ing-cu.

"Ceng-ong-sin! Ceng-ong-sin!" Yan-chiu mengoceh seperti orang gila. Mendengar itu, Ceng Bo siangjin dan lain2nya sama terkesiap kaget. Benar juga ketika mereka memandang kearah gelanggang, dilihatnya The Go sudah mengeluarkan sepasang sarung tangan hitam. 

"Siaoko, lekas lepaskan bajumu!" seru Kui-ing-cu dengan gugup, Tio Jiang heran, tapi demi didengarnya suara Kui- ing-cu tadi mengunjuk kecemasan, diapun menurut. Baru, dia lepas baju, disana The Go sudah mengeluarkan sebuah bumbung bambu. Sekali menyentil tutupnya, maka seekor ular tiok-yap-ceng (hijau daun) sebesar jari tangan, segera menjulurkan kepalanya keluar. Secepat kilat The Go segera ulurkan tangan untuk mencengkeram ekor ular itu. Ular itu menggeliat dan menjulurkan kepalanya keatas hendak merangsang muka The Go, tapi dengan sebat sekali The Go, kibaskan tangannya, sembari maju kemuka. Kibasan itu tepat sekali, ular tak dapat menggigit mukanya tapipun tak sampai remuk tulangnya (siular). Begitu terkibas kemuka dan melihat Tio Jiang, ular itu segera hendak memagut Tio Jiang, siapa dengan gugup menghindar.

Kini tahulah Tio Jiang mengapa Kui-ing-cu tadi menyuruhnya membuka baju. Dalam tangan Tio  Jiang, baju lemas itu dapat merupakan suatu senjata lihay yang apabila dikebutkan dapat mengeluarkan samberan angin yang dahsyat. Kala itu suasana diperjamuan situ menjadi hiruk pikuk. "Jahanam, sungguh keji sekali kau. Masakan benda macam begitu hendak dijadikan alat membunuh orang!" salah seorang yang berangasan kedengaran memaki. Namun The Go tulikan telinga. Serangan pertama tak memberi hasil, dia maju beberapa langkah kemudian ter-huyung kesamping dan sekali loncat dia sudah berada dibelakang Tio Jiang. Ceng-ong-sin dikibaskan supaya menggigit tulang punggung orang, siapa karena tak keburu berputar tubuh segera gunakan jurus hong-cu-may-ciu ter- huyung2 kesamping. Kemudian dari situ, dengan gerakan kaki soh-tong-thui, dia menyapu kaki lawan.

The Go tertawa mengejek. Ceng-ong-sin ditarik kebawah. Sedikit saja Tio Jiang ayal, pahanya tentu akan rowak. Ini disebabkan karena tubuh ular itu mempunyai sisik tajam yang berbisa sekali. Kecuali diobati dengan empedu dari ular itu sendiri, walaupun tabib semasyhur Hwa To dari jaman Sam Kok hidup lagi, pun tak nanti dapat menolong jiwa orang yang terluka.

Ternyata maksud keji The Go itu tak sampai mengenai sasarannya. Tapi diapun tak mau berhenti sampai disitu saja. Secepat kilat, dia kibaskan lagi ular itu kemuka. Rupanya setelah di-obat-abitkan beberapa kali oleh The Go, ular itu menjadi buas. Tanpa tunggu sampai tangan The Go mendorongkannya kemuka, otomatis ular itu sudah merangsang kemuka. Sebelum Tio Jiang sempat mengebutkan baju, ular itu sudah menggigit pada celananya.

Saking terkejutnya, Ceng Bo siangjin dan kawan2nya serentak sama berbangkit. Malah Yan-chiu sudah menjerit keras: "Jiang suko!" Sekali tangannya menekan meja, ia segera melesat maju.

"Manusia iblis macam begitu, mana boleh dibiarkan hidup didunia persilatan!" berbareng itu terdengar suara makian dan se-konyong2 seorang gemuk pendek, loncat kemuka dengan menghunus golok.

Kala itu Tio Jiang rasakan celana kakinya mengencang dan bulu kakinya berdiri. Tapi dalam pada itu dia rasakan daging betisnya masih tak merasa sakit, maka secepat kilat dia menarik kuat2 kebelakang, wekkk........ celana kakinya telah robek dowak2, namun untung betisnya tak sampai termakan ular. Keringat dingin mengucur membasahi tubuhnya.

The Go heran dibuatnya mengapa lawan masih bisa lolos. Tapi segera dia tahu sebabnya, yakni gigitan mulut siular tadi tak sampai kebagian daging, hanya kurang beberapa dim jaraknya. Sedang Yan-chiu serasa longgar sekali dadanya dari himpitan sebuah batu besar, jantungnya berdebar2 seperti hendak loncat keluar. Ia terkesiap diam, termangu2 berdiri disitu. Tapi silelaki gemuk pendek tadi maju terus dan datang2 lalu membacok The Go. Baru saja goloknya diangkat, se-konyong2 ada segumpal asap merah meluncur pesat sekali kearahnya. The Go dan Yan-chiu yang kenal akan barang lihay, buru2 loncat menghindar. Tidak demikian dengan sigemuk pendek tadi. Dia masih enak2 berdiri ditempatnya, tapi pada lain saat, kedengaran suara jeritan seram dan tubuh sipendek itu terhampar, bum.......hanya sekali dia menggerang, terus diam tak berkutik lagi.

Kini sekalian hadirin sama mengetahui, bahwa gumpalan asap, merah tadi, ternyata adalah tubuh Ang Hwat cinjin yang melesat laksana sesosok bayangan. Setelah cepat membanting sipendek, cinjin itu tegak dengan tenangnya. Saat itu, dari salah sebuah kursi, tampak ada seorang loncat kemuka gelanggang, lalu menubruk ketubuh pendek yang sudah tak bernyawa itu, menangis tersedu sedih. Kini baru tahulah Ceng Bo siangjin bahwa sigemuk pendek itu adalah tokoh persilatan dari daerah Kwisay. Dia bernama Yo Ngo-long yang bersama sutenya digelari orang sebagai Chiu san song-kiat (sepasang orang gagah dari gunung Chiu san). Yang menangisi jenazahnya itu, yalah sang sute bernama Lau Hong.

Melihat kini Ang Hwat cinjin sudah turun kegelangang, semua orang sama berdiri dari tempat duduknya. Kedengaran cinjin itu tertawa dingin, katanya: "Satu lawan satu, tak boleh ada lain orang yang membantu. Orang itu telah merusak tata cara persilatan, apalagi hendak turun tangan secara kejam, maka mati itupun sudah selayaknya!"

Yo Ngo-long dengan sebatang golok, bukannya tokoh yang tak ternama. Dalam dunia perusahaan antar barang (piau kiok), namanya sangat terkenal. Perbuatan Ang Hwat yang sudah membunuhnya tadi, telah menerbitkan kemarahan orang banyak. Tapi karena cinjin itu dapat menindas kemarahan orang banyak dengan kata2nya yang tajam, terpaksa sekalian orang tak dapat berbuat apa2 kecuali menahan diri.

Namun Lou Hong tak dapat bersabar. Tak peduli Ang Hwat cinjin itu bagaimanapun lihaynya, tapi karena suhengnya dibinasakan orang, dia kalap betul. "Ang Hwat loto, orang she Lau hendak mengadu jiwa dengan kau !" serunya sembari maju menyerang dengan sepasang poan- koan-pit.

Melihat itu sekalian orang gagah hendak mencegah tapi sudah tak keburu.

Ang Hwat tenang2 saja berdiri ditempatnya. Begitu sepasang pit Lau Hong tiba didadanya, Ang Hwat gerakkan tangannya dan tahu2 sepasang pit kepunyaan lawan itu sudah pindah ditangannya. Kalau Lou Hong mau sudah dengan begitu saja tentulah takkan sampai mengalami hal2 yang mengenaskan. Tapi dia sudah terlanjur umbar kemarahan, tekadnya sudah bulat untuk mengadu jiwa.

1

Sungguh celaka bagi Lau Hong, bukannya Ang Hwat Cinjin roboh kena pukulannya, sebaliknya ia sendiri yangi kena disengkelit kelantai hingga terbanting mampus.

Dia ayunkan kepalan kanan untuk menjotos dada Ang Hwat, bluk............ suaranya seperti memukul kayu lapuk, dan lengan Lau Hong itu terkulai kebawah. Masih dia tak mau sudah, tangannya kiri menyusul menampar muka Ang Hwat. Kali ini Ang Hwat tak mau memberi ampun lagi. Sekali sawut tangan orang, dia segera melontarkannya. Ada beberapi orang gagah hendak maju menolongi, tapi sudah kasip karena cara Ang Hwat menggerakkan tangannya tadi sungguh istimewa. Lau Hong tergelapar jatuh dilantai, tiada bernyawa lagi. Tulang belulangnya remuk.

"Siapa yang berani hendak membantu kedua orang yang bertempur itu, akan mengalami nasib serupa dengan kedua orang ini. Barangsiapa yang tidak terima, silahkan tampil kemuka, pinto bersedia untuk menemani main2 beberapa jurus!" Ang Hwat cinjin sumbar2 dengan suara nyaring.

Kumandang suara cinjin itu disambut dengan hening diseluruh medan perjamuan itu. Setiap orang insyaf bukan tandingan Ang Hwat, jadi sama berdiam diri. Hanya Ceng Bo siangjin seorang diri yang berpendapat lain. Kalau saat itu dia tak unjuk diri, kelak bagaimana dia hendak berjumpa dengan orang2 persilatan? Terang dia bukan tandingannya Ang Hwat, tapi dia tak boleh tinggal diam saja karena takut mati. "Yang satu tadi karena salah hendak membantu orang bertempur, harus dibinasakan. Tapi untuk orang yang kedua, mengapa juga diperlakukan sedemikian kejamnya ?" serentak dia berseru lantang.

Ang Hwat tertawa ter-kekeh2, sahutnya: "Siapa yang suruh dia tak tahu diri, berani kurang adat pada pinto. Apakah siangjin tidak puas ?"

Ang Hwat mempunyai perhitungan yang amat cermat. Dia tahu walaupun bukan yang tergolong lihay sendiri, tapi peribadi Ceng Bo itu mempunyai wibawa besar yang secara otomatis menempatkan dirinya sebagai pemimpin dari para orang gagah yang hadir disitu.

Mereka adalah anasir2 penentang pemerintah Ceng. Kalau Ceng Bo dilenyapkan, persekutuan mereka tentu goncang. Dan ini suatu pembuka jalan untuknya memperoleh pahala dari pemerintah Ceng. Maka sengaja dia pancing siangjin itu dalam suatu pertempuran.

Juga Ceng Bo tetap berpegang pada pendiriannya tadi. Sekali enjot, dia melesat maju. Kui-ing-cu dan si Bongkok insyaf bagaimana pentingnya peran Ceng Bo dalam membangun Thian Te Hwe nanti. Kala Ceng Bo menyatakan suaranya tadi, mereka sudah amat gelisah. Mereka yakin, siangjin itu tentu berpantang mundur. Maka begitu menampak Ceng Bo hendak bergerak maju, mereka berdua segera hadangkan tangan hendak mencegah.  Namun rupanya Ceng Bo sudah bulad tekad, yap-kun-kiam dikibaskan kekanan kiri untuk memapas kedua lengan bajunya yang dipegangi oleh kedua tokoh tadi, lalu terus loncat ketengah gelanggang.

Kui-ing-cu makin gugup. Dalam keadaan seperti saat itu, dia tak mau main pegang aturan macam apa saja, lalu loncat mengikuti Ceng Bo. Tapi se-konyong2 Ceng Bo lintangkan pedangnya sembari berseru: "Siapapun tak boleh ikut2an !"

Kui-ing-cu terkesiap, sedang Ceng Bo melanjutkan lagi kata2nya: "Walaupun pertempuran saat ini bukan lagi bersifat adu kepandaian menurut kebiasaan orang persilatan, namun peraturan tetap peraturan, tak boleh dilanggar. Harap sekalian sahabat turut menyaksikan saja, jangan ikut camnur!"

Kui-ing-cu tak dapat berbuat apa2 lagi, melainkan terpaksa duduk. Dia dan si Bongkok menganggap, siangjin itu terlalu memegang teguh sifat ksatryaannya. Semua mata dari yang hadir, ditujukan kearah Ceng Bo dan Ang Hwat. Saat itu The Go sudah menyimpan ceng-ong-sin, sedang Tio Jiangpun menyisih kepinggir. Sembari mencekal pedangnya, Ceng Bo memberi hormat: "Cinjin, silahkanlah!"

"Harap siangjin mulai lebih dahulu," Ang Hwat pun membalas hormat seraya menyilahkan. Suasana dalam medan perjamuan itu menjadi genting. Semua orang tahu bahwa Ceng Bo tentu kalah. Tio Jiang gelisah bukan main.

Dia memandang kearah Bek Lian, hatinya makin pedih geram, karena suci itu hanya selalu memperhatikan The Go saja, sedikitpun tak ambil mumet akan keselamatan ayahnya. Malah ibunya (Kiang Siang Yan) yang walaupun sorot matanya dingin, tapi mau juga mengawasi kearah Ceng Bo.

"Maaf!" seru Ceng Bo sembari maju menusuk. Ang Hwat rangkapkan kedua tangan, lalu mendak kemuka hendak menutuk jalan darah than-tiong-hiat lawan. Dengan cepat Ceng Bo tarik pulang pedang dan mundur setindak.

Pedang diputar dalam bentuk lingkaran sinar dan dengan jurus "Ceng Wi tiam hay", dia lancarkan serangan yang kedua. Ang Hwat tetap tak mau menyingkir, sekali tangan menghantam kemuka, serangkum angin menderu dahsyat hingga seketika itu Ceng Bo rasakan tangannya kesemutan dan pedangnya hampir saja terlepas. Buru2 dia kerahkan tenaga untuk mencekalnya erat2, tapi ujung pedang mencong arahnya.

Ang Hwat tak tahu kalau Ceng Bo baru saja hamburkan lwekang untuk menolong Sik Lo-sam. Demi diketahui kepandaian Ceng Bo hanya begitu saja, dia tertawa gelak2, serunya: "Kukira Hay-te-kau itu sungguh2 lihay, kiranya hanya sebuah kulit kosong saja!"

Karena pedangnya miring, dada Ceng Bo terancam dengan tutukan jari lawan, maka terpaksa dia mundur lagi beberapa tindak. "Hay-te-kau ternyata hanya bernama kosong saja, tak lebih dari kekuatan sebuah jari tanganku saja!" kembali Ang Hwat menghina lawan. Walaupun tahu Ceng Bo diperlakukan begitu, namun sekalian orang tak berani turun tangan. Lebih2 Tio Jiang, dia seperti semut diatas kuali panas.

Mendapat angin, Ang Hwat tak mau sungkan lagi. Sekali melesat, dia menerjang lagi. Tapi Ceng Bo segera menyambutnya dengan 3 buah jurus permainan pedang, Ang Hwat tak berani gegabah hantam kromo. Dia berhenti sebentar untuk mengirim sebuah pukulan lwekang. Tapi 'dengan se bat sekali Ceng Bo teruskan lagi dengan 3 buah serangan berantai. Tio Jiang tak mengerti letak kelihayan dari ke 6 serangan berantai sang suhu itu. Juga diseluruh medan perjamuan itu tak seorangpun yang tahu kecuali Kiang Siang Yan seorang. Itulah salah suatu gerak perobahan yang paling sakti dari ilmupedang To-hay-kiam- hwat. Dari 3 dan 3, menjadi 7 dan 7. Kalau bukan Ang Hwat cinjin, lain orang pasti sukar untuk menghindar dari serangan itu. 

Mata Ang Hwat yang tajam segera mengetahui bahwa lwekang lawan itu lemah sekali, maka dia melesat kesamping orang dan menghantam. Tapi kali ini Ceng Bo sudah bersiap. Begitu samberan pukulan lawan tiba, dia cepat turunkan pedang terus menusuk. Ang Hwat perdengarkan ketawa dingin, dan membalas dengan dua buah hantaman lwekang lagi. Kedahsyatan pukulan itu, ibarat dapat menghancurkan batu gunung. Seketika Ceng Bo rasakan ada suatu tenaga gempuran maha dahsyat menyerangnya. Goyah lah kuda2. kakinya kena tergempur, lalu melejit kesamping.

Ang Hwat tak mau memberi hati, dia memburu maju untuk menutuk dengan sebuah jarinya lagi. Untuk kesekian kalinya, terpaksa Ceng Bo mundur pula.

(Oo-dwkz-kupay-oO)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar