Kisah Bangsa Petualang Jilid 28 (Tamat)

 
Jilid 28

Terlihat nyata kedua pihak sama lihay-nya. Karena lincahnya Yang Bok Lauw seperti menang unggul sedikit.Sampai di jurus ke tujuh, barulah Yang Bok Lauw balas menyerang. Tangan kedua pihak ..lantas menempel satu dengan yang lain, untuk selanjutnya mereka saling bertahan. Dengan lekas kedua pihak bermandikan keringat.

Kata Tiat Kun Lun sambil tertawa : „Syukur arwahku tidak kena di tarik ! Apakah sekarang kita dapat sudahi saja ?”

Jawab Yang Bok Lauw : „Saudara dapat bertahan tujuh jurusku, itulah bagus! Karena kita sama-sama tidak terluka, baik mari kita sudahi percobaan kita ini. tak usah kita menanti ada yang menang atau kalah …”

Semua penonton berlega hati. Pertandingan. itu tidak membawa celaka. Kedua belah pihak juga sama-sama merdapat muka. Hanya disaat mereka ita berdua menarik) pulang tangannya masing-masing, sekonyong-konyong Tiat Kun Lun berteriak keras, terus tubuhnya roboh terpental satu tombak lebih !

Yang Bok Lauw nampak kaget.

,,Saudara Tiat, kau kenapa?” tanyanya nyaring. ,,Apakah kau terluka? Dimana lukanya ? Mari aku obati, aku mempunyai obat luka !’

Tiat Kun Lun berlompat bangun, lantas dia mengawasi dengan bengis, dia berkata nyaring : ,,Yang Bok Lauw, jangan kau berpura-pura baik hati ! Kau tunggu sampai lukaku sudah sembuh- nanti, aku ingin coba pula ilmumu !

Meski dia bisa bangun tetapi dari suara bicaranya, nyata sekali tuan rumah ini telah terluka di dalam. Semua tauwbakl lantas menjadi curiga beberapa diantaranya, yang setia kepada pemimpinnya, sudah lantas menghunus senjatanya dan maju, untuk mendamprat.

Yang Bok Lajw tertawa dingin, sambil berkata pada .Tiat Kun Lun : „Saudara Tiat, apakah katamu ? Apakah kau tidak menganggap sah janji kita ? ‘

Tiat Kun Lun mengibarkan tangan kepada orang-orangnya.

„Biarkan dia pergi !” perintahnya. „Tak usah kamu melakukan pembalasan !”

Tapi Yauw Bok Lauw bersandiwara. Dia menghela napas.

„Saudara Tiat,” katanya, „aku kesalahan tangan, aku menyesalpun sudah kasip . .

“Aku tidak menyangka bahwa kau memandang aku sebagai musuh …. Aku tidak berdaya, baiklah, aku mau pergi. Aku harap kau mendapat obat -yang mujarab, supaya lain kali dapat aku meminta pengajaran pula dari kau . . .

Tiat Kun Lun mengerti ilmu kebal, rombongan tauwbak percaya bahwa dia cuma luka ringan dan keadaannya tidak berbahaya siapa tahu, pada malam harinya pemimpin itu mendapat demam panas-dingin, terus ia menutup mata hingga ia tak dapat ia membuat pembalasan sendiri se-bagaimana yang diharapkannya.

Yang Bok Lauw telah berlaku curang. Selama bertanding kekuatan mereka berimbang, tetapi setelah pertandingan disudahi, selagi Tiat Kun Lun berhenti mengerahkan tenaga dalamnya diam-diam dia menyerang terus, sebab itulah raja gunung dari Yan San itu menjerit dan roboh, karena ilmu kebalnya kena di gempur rusak. Di dalam hal ini, Tiat Kun Lun cuma dapat menyesalkan kejujuran dan ke alpaan-nya, tidak menyangka bahwa orang akan berlaku licik dan kejam. Sesudah Tiat Kun Lun meninggal dunia orang-orangnya bersakit hati, mereka mau membuat pembalasan, akan tetapi wak tu mereka pergi mencari ke empat penjuru, Yang-Bok Lauw tak dapat ditetemukan. Justeru sejumlah tauwbak tidak ada di gunungnya, tentara negeri menyerbu, membikin tumpas semua rombongan gunang Yan San itu.

Karena peristiwa itu, maka Tiat Mo Lek menjadi sebatang kara, sampai kemudian ia ditolong o’eh Keluarga Touw, yang merawatnya hingga ia menjadi dewasa, yang merganggapnya sebagai anak-angkat-nya.

Pasukan tentara negeri yang menyerbu dan menimpas gunung Yan San itu dikepalai o eh Congpeng Souw Peng dari kota Yu-cie. Setelah pecahnya Yan San kemudian baru pihak Yan San ketahui, datangnya Yang Bok Lauw itu adalan, atas anjuran dan perintahnya Souw Peng itu, yang mau menindas Yan San dengan akal liciknya itu. Karena hasilnya itu, kemudian Souw Peng naik pangkat sampai tiga tingkat sebab ia dianggap berjasa besar. Tapi Souw Peng juga tidak hidup panjang umur. Lewat beberapa tahun, Touw Leng Cok memimpin tentaranya menyerbu ke kota vu-ciu dan si congpeng mati- terbunuh. Dengan begitu, baru separuh sakit hatinya Mo Lek dapat terbalaskan. Ini pula sebabnya kenapa Mo Lek sampai memandang Leng Ciok sebagai ayahnya sendiri.

Semenjak itu, tentang Yang Bok Lauw tetap tidak tcidengar kabar-ceritanya. Dia rupanya menyembunyikan diri sebabdia tahu Tiat Kun Lun luas pergaulannya dan mung kin ada orang- orangnya, atau sahabat-saha-oatnya yang mencari padanya. Pihak Touw tidak berkesempatan mencari terus padanya sebab pihak ini sendiri direpotkan urusannya merebut kekuasaan dengan pihak Ong Pek Thong.

Tiat Kun Lun bersahabat erat dengan Mo Keng Lojin. maka juga disaat ia hendak menghembuskan napasnya yang terakhir, ia berpesan kepada orang-orangnya uniulc nanti mengantarkan Mo Lek, anaknya itu, ke rumah sahabatnya, guna si anak belajar silat, buat bersiap-siap agar nanti menuntut balas untuknya. Dan pesannya itu terwujudkan juga, hanya selang belasan tahun Sebabnya ialah Mo Keng Lojin senantiasa mengembara hingga ia tidak berada di rumahnya, sukar mencari padanya. Mo Keng Lojin juga bukan dapat dicari kawanan tauwbak, hanya Mo Lek bertemu dengannya secara kebetulan saja yaitu waktu ia bersama Toan Kui Ciang berada di Tiang-an, ia bertemu dengan Lain Ce In yang men bukai jalan ia menjadi muridnya si Orang tua yang lihay itu. Hanya ketika itu Hui Houw Cee pun ditumpas Ong Pek Thong.

Delapan tabun lamanya Mo Iek belajar kepada gurunya itu. Ditahun kelima, ia telah mendengar halnya Yang Bok Lauw Mo Keng Loojin mempunyai seorang sahabat. yang baru pulang dari wilayah Turki (Sinkiang dan Cenghay dan sekitarnya), dan sahabat itu membawa cerita bahwa Yang-Bolc Lauw sudah mati diwilayah asing itu. bahkan dia melihat sendiri upacara pembakaran mayat Yang Bok Lauw itu. Sahabat itu ialah tiap KhongCu satu diantara Bu Lim Cit Khie, Tujuh. Orang aneh Rimba persilatan maka itu, perkataannya itu dipercaya Mo Lek menjadi sangat menyesal dan berduka Tak pernah ia melupakan mu |suh ayahnya siapa tahu misuh itu sudah mati. Tapi sekarang dari mulutnya Ong Yan Ie, ia mendengar dari Yang Bok Lauw belum mati malah ia menjadi congkoan di dalam keraton (taylwee) dari An Lok San ! Maka itu terbangun pulalah semangatnya, untuk menuntut balas. Lengan matanya yang mengembeng air. Mo Lek seperti membayangi ayahnya bermandikan darah bagaimana ayah itu tengah memberi pesan yang penghabisan.

„Yang Bok Lauw berada dismi !’ katanya sengit, Bagus ! Dia berada disini, tak mau aku meninggalkan kota Tiang-an ini’” Yan le heran ia terperanjat.

„Mo Lek,” katanya aku tidah taha ada permusuhan apa diai tara kau dan dia teta pi aku melihatnya sendiri ilmu Bian-ciang- nya, yang lihay sekali; Itu hari dia berada didalam timan, dihadapannya An Lok San dan orang-orangnya. Belasan potong batu disusun. Dia berkata dia hendak pecankan batu yang berada ditengah-tengah. Dia bukan menghajar, dia hanya menepuk dengan perlahan susunan batu itu tidak bergeming. Habis itu dia mengangkat semua batu itu sa tu demi satu semua- batu utuh seperti biasa kecuali sebuah yang ditengah itu, yang wak tu diangkat terus meluruk hancur. Menurut rku kepandaiannya itu tak dibawah kepandaian guruku Mo Lek aku bukannya memandang ringan kepandaianmu aku hanya, aku hanya kuatir ….!’

Mo Lek tahu apa artinya ilmu silat ,.Bian Ciang’ atau Tangan Sutera. Itulah sema cam ilmu tenaga daiam yaag ihay sekali. Maka ia berpikir: „Kalau begitu tenaga dalam jahanam itu sudah mahir luar biasa. dia tidak dapat dipandang ringan, kalau dengan sekali hajar, dia dapat musnahkan susunan batu itu. itnlah tidak aneh tetapi dia bisa menghancurkan setiap batu menurut sukanya, itulah hebat ” Tapi ia tidak takut’ maka ia berkata dengan suaranya yang dalam: , Biarnya dia batu dan aku telur, hendak aku bentur dia !”

„Mo Lek kata Yan le lemah lembut, . rupanya kau dengan dia bermusuhan sa ngat besar, maka itu tidak seharusnya aku mencegah kau akan tetapi ingin aku stipa ya kau ingat peribahasa yang membilang, asal gunung hijau masih ada jangan kuatir kau kehabisan kayu bakar. Untuk kau me lakukan pembalasan baiklah kau cari waktunya, yang tepat. Aku tidak berani bilang bahwa kau tidak dapat dibandingkan de ngan dia tetapi dikota Tiang-an ini kau mirip si tangan sebelah yang tidak dijat dipakai bertepuk nyaring, sebaliknya dia didaiam kota Tiang-an ini dia banyak sekali kawannya.

Mo Lek menatap si nona ia melihat orang bergelisah berduka dan berkuatir. Ia heran sekali. Begitu siiapzya puteri dari musuh besarnya? Sebaliknya orang mirip encie atau adiknya, yang sangat memperhatikan keselamatannya. Maka didetik itu, ia menjadi bingung. Gerak- gerik nona iiu, sangat mengeraki hati sanubarinya, sekian lama ia berdiam saja.

,.Mo Lek kata lagi sinona, suaranya lem but seperti biasa.

,,biarnya kau sangat membenci aku, aku tetap tidak tega menyaksikan kau nanti mendapat celaka. Kalau toh tetap kau hendak berdiam didalam kota Tiang-an ini baiklah cuma satu hal hendak aku minta, yaitu aku mohon janganlah kau seorang diri coba menyerbu kedalam istana, untuk membinasaka An Lok San. jangan kau sembrono menempuh ancaman bahaya .

Mo Lek mengerti maksud orang sinona tidak berani mencegah, tetapi nona itu tidak ingin ia nairti bertemu dengan Yang-Bok Uuw.

„Baik, aku berjanji kepada’kau !’ kata ia kemudian. ,,Aku tidak bakal pergi keistana seorang diri untuk mencoba melakukan pembunuhan, Sekarang langit sudih terang, kau pergilah !’

Dengan sinar mata menyesal dan penasaran Yan le mengawasi pemuda didepannya. Ia tertawa terpaksa.

,,Mo Lek tak usah kau usir aku ” katanya. ,,Aku memang mau pegi ! Selanjutnya aku pun tidak nanti dengan seorang diri menemui kau pula . . . .

Begitu berkata si nona lompat keluar jendela tanpa menoleh lagi, ia berlalu. Mau atau tidak Mo Lek menyenderkan tubuh dijendela mengawasi tubuh nona lenyap ditempat gelap.

Keras niatnya Mo Lek mercari balas akan tetapi ia bukannya si orang sembrono seberlalunya Yan Ie ia menjadi sabar pula dengan tenang dapat ia menggunakan otak nya ia meresa kata kata Yan Ie beralasan Didalam iota Tiang-sn ini ia leorang diri. Jangan kata nyelundup ke istana muncul sembarangan ditempat terbukapun berbahaya untuknya, Untuk membuat pembalasan, tak dapat aku kesusu. ‘ pikirnya kemudian.

,,baiklah, aku menanti tibanya konthio dahulu.”

Anak muda ini juga pikir mungkin ia dapat melawan Yang bok Lauw hanya untuk memperoleh kemenangan. Ia bersangsi. la harap. Kalau ia dapat bantuannya Toan-Kui Ciang dan istrinya mungkin ia mempunyai harapan…..

Itulan Louw sie atau nyonya janda Suit Jie, Nyonya itu tidak mau meninggalkan rumah.

Rupanya peristiwa itu tidak bakal mencelakai sinyonya. Ia bingung ingin ia menemui sinyonya tetapi nyonya itu melarang padanya.

Akhirnya. Tidak bisa lain perlu aku bertemu pula dengan Hong Sian . ” pikirnya.

Beberapa hari sudah lewat. Mo Lek men jadi masgul. Jangan kata Louw sie dan Hong sekalipun In Nio tidak pernah datang pula padanya. Ia heran sekali- Sulitnya tidak dapat ia lancang mencari nona Liap itu. Terpaksa, untuk menghibur diri, ia melayani sikuasa rumah memasang omong Sie Siong dan Liap Hoig menjadi panglima-panglima  kepercayaannya An  Lok  S n.

£.uasa ini ia4inya, ketahui tak sedikit tentang raja pemberontak itu. Menurut ia, putera nomor dua dari An ! ok San, yaitu An Keng Sie, yang diangkat jadi putera mahkota, sangat to ol An Lok San t.ahu itu tetapi terpaksa ia mengangkat putera itu jadi putera mahkota. Sebabnya ialah, putera sulungnya, A:i Keng Cong telah di bunuh J&aisar Hian ong. Ketika ia berontak. Keng Cong berada dikota Tiang-an sebagai kua-ma menantu keluarga raja. sebab ia berontak, putera itu dibinasakan. Sudah begitu diantara ayah dan anaK itu, tidak; ada keakuran.

remua hal itu, Mo Lek mendapat taVu, tetapi ia tidak memperhatikannya.

Lima atau enam hari sudah lewat. Di-hari ketujuh mendadak In Nio muncul dikamarnva Mo Lek. Dia mengajak si anak muda pergi ketaman, untuk berlatih pedang.

Dengan girang Mo Lek mengiringi ke-heLdak sinona. Bersama-sama mereka pergi ketaman. Disana sudah ada Hong Sian. Dengan lantas Nona Sie kata: Paman Ong. sudah dari siang siang aku ingin datang ke sini akan tetapi Lauw Mama sakit, tidak dapat aku tinggalkan dia selama beberapa hari ini pelajaranku sudah terlantar ..

„Paman Ong tentu paman tidak tahu!, In Nio, tertawa, Mama itu disayangi adik Hong Sian melcoihkan ia mengasihi ibunya sendiri ia berbakti terhadap ibu kandungnya sendiri Louw Mama cuma seorang babu tetapi dia mengerti surat dan syair, selama beberapa hari aku turut adik Hong Sian menemui dia, telah membacakan aku separuh dari kitab syair Ie Keng.”

Mulanya mendentar Louw sie sakit. hati Mo Lek tidak enak, tetapi mendengar orang sakit tapi dapat mengajari Sie Keng, ia lega dan sekarang karena kedua nona nona dapat datang tentu sakitnya Louw sie sudah sembuh.

Kedua nona itu meminta pula diajari ilmu pedang.

Mo Lek ingin tahu asal usul ilmu pedang orang ia suka meluluskan, tetapi ia kata, ,,Buat mengajari, aku tidak sanggup aku tidak berani Ilmu pedang kita berlainan cabangnya. Paling benar coba kamu keluarkan semua kepandaian silat pedang kamu, untuk aku lihat, setelah itu kita ber latih sama-sama, untuk saling memperoleh kefaedahan.”

„begitu juga baik, kata Hong Sian ,,Tapi ilmu pedangku adalah ajarannya en-cie In Nio, *ku belum mewariskannya semua, karena ite, baik encie In saja yang bersilat, sekian aku menonton, untuk mempelajarinya.”

Nona Liap tertawa. „Hong Man, mengapa kau membohong?’ tegurnya. „Awas. aka nanti mengasi tahu kedustaan kau ini kepada Louw Mama supaya dia menegurmu!

,;Eh, kapannya aku membohong?’ Hong Sian tanya.

,,Bukannya bohong apa? Ilmu pedangmu juga toh suhu bahkan pernah rnemuji bahwa kau cerdas sekali!

„Kalau suhu datang, paling lama suhu berdiam delapan atau sepuiuh hari kata nona Sie, „maka itu, aku belajar pada suhu, sama sekali belum ada tiga bulan lamanya, sedangkan pada permulaannya, kaulah yang mengajarinya. Sampai sekarang ini, aku masih belum belajar sempurna, Bagaimana kau bisa katakan aku membohong?”

Mo Lek berpura heran.

,Oh kiranya kamu mempunyai guru yang lainnya!” katanya.

„Mulanya aku menyangka kepandaian pedang kamu kepandaian warisan keluarga! Siapakah itu guru kamu?

„Paman, kau bukanlah orang lain, dapat kami bicara terus terang padamu,’ katanya „Suhu telah memesan kami untuk tidak sembarang menyebut nama.”

„Kalau begitu tak apalah tak usah kau sebut kata Mo Lek.

..Cukup ajal kau pertunjuki semua ilmu silai pedangmu. In Nio mengambil sebatang pedang pendek dari para-para gegaman, lantas ia ber-diri te-gak, matanya mengawasi pedangnya itu. setelah itu. ia memutar tubuhnya, hingga pedang mengeluarkan sinar berkilauan, menyusul mana terus ia berkilat dengan berlompatan keempat penjuru, la bersilat dengan sangat larcar dan sebat dan lincah sekali menarik hati untuk ditonton

Mo lek heran menyaksikan pertunjukan silat itu Ia merasa iimu pedang nona ini sama pokoknya dengan ilmu pedang Yan Ie. Yang beda ialah gerakan Yan Ie lebih keras gerakan In Nio lebih lunak. Agaknya nona ini menang sedikit dari pada Nona Org itu. Ilmu pedang ini tak ada dibawahan Wan Kong Kiam- hoat.

Selagi sianak muda ragu-ragu, tiba-tiba muncul sikuasa rumah dengan suaranya berulang-ulang: ,Nona!…Nona! ..”

In Nio bernenti bersilat dengan larras. .Ada apa? tanyanya sambil inengavva si. ,Bulankah kau lihat sendiri aku lagi berlatih? Aku hendak minta Paman Ong memberi petunjuk kepada kami…’

,.Bukan begitu, nona,” kata sikuasa rumah, bingung Diluar ada datang seorang nenek-nenek yang garang sekali. Dia kata dia mau ketemu dengan orang yang dia sebut namanya Piauw Hui Suthay Aku bilangi dia, di ini tidak ada suthay itu. dia tidak mau mengarti, lalu dia memaksa minta bertemu dengan nona. Dia memaksa masuk setiap tindakannya ditangga batu meninggalkan tapak kakinya ! Para bu jangan ud.ik dapat menghalang halangi dia. … ekarang bagaimai nona mau menemui dia atau tidak?… ”

Berkata begitu, sikoankee juga mengawasi Mo Lek rupanya ia ingin minta pemuda iiu membantu memberi pikiran kepada nonan ya. Dua dua In Nio dan Hong Sian heran. ,Apakah nenek itu menyebut dirinya siapa?’ tanyanya selang sesaat.

”Tidak ia tidak menyebut apa-apa. In Nio berpikir terus ia kata pada Mo Lek: ,,Ia garang sekali perlu aku menemui dia. Paman Org kau turut kami, tetapi kau dibelakang saja. Kalau kupanggil aku minta Paman suka membantu kami!’ Sianak muda tertawa, “siapa, benar lihay kepandaiannya tidak nanti dia menghina anak kecil ! katanya “Maka itu, pergilah kamu berdua. Aku orang luar, tidak diapat aku sembarang per-lihatan diri. Nan begini saja, nanti temui dia, aku mengintai dari pintu angin, untuk mendengar dulu apa katanya.”

“Bagus!” Hong Siang setuju sampai dia menepuk tangan.

,Encie In, mari kita sama-sama menemuinya ! Aku tidak takut dia galak! Kita sudah belajar ilmu pedang, sekarang waktunya buat kita mencoba! ‘ Sambil berkata, ia memilih sebatang pedang pendek. Kepada Mo Lek ia kata: ,,Paman Ong jangan kesusu muncul ya ! Lihat kami dulu ! kalau kami ketetar, baru Paman maju!’

Mo Lek menggeleng kepala melihat si-nona sangat napsu bertempur itu tetapi tertata dan kata: „Hong Man, seorang wanita tidak dapat gemar berkelahi maka i-:u, sebentar diwaktu bertemu nenek itu, kamu harus lebin dahulu bersikap hormat dan ramah ! Aku percaya, meiki dia galak, nenek itu tidak akan menyerang lebih dahulu kepada anak kecil . ..”

Nona Sie membuat main bibirnya

.Kalau dia baik, aku baik! ‘ katanya. „.Buat apa aku mengampak umpak dia f”

Meski begitu, nona ini dengar kata, maka ia berjanji buat tidak turun tangan terlebih dahulu….. Maka dengan bergandengan tangan, keluarlah kedua nona itu dari taman pergi kedepan Mo Lek mengikuti belakangan.

Didalam ruang tetamu sinenek sudah menantikan, dia duduk bercokol dengan sikapnya agung agungan. Dia- berambut kusut dan kedua matanya yang belo. nfcmpak bengis. Dia seperti lagi menggertak seorang bocah. Melihat roman dia ini kedua nona giris juga. . .

, Kau siapa?”‘ Hong Sian tanya. „Mau apa kau mencari Biauw Hui Su-thay’

Nenek itu mengawasi dengan macain lebih bengis pula, sebab kedua biji matanya terbulak balik Lia mengawasi Hong Sian dari atas sampai kebawah dan keatas pula Mendadak dia tertawa nyaring.

„Melihat sinarmatamu. bocah, ilmu silatnya sudah ada dasarnya! katanya „Apakah kau juga muridnya Biauw Hui ? Sungguh Biauw Hui beruntung, dengan mudah saja dia mendapatkan dua orarg murid yang berbakat!

Tak sedap didengar itu tawanya nenek ini.

Mo Lek dibelakang pinta angin terkejut, ia kenal sinenek ialah gurunya Yan Ie Dialah Tian Toa Nio yang lihay.

In Nio lebih sabar daripada Hong Sian.

..Nyonya tua, kau keliru mencari orang.” katanya. keluarga kami keluarga Liap dan ayahku lagi membawa pasukan tentara pergi berperang. Dirumah kami tidak ada Biauw Hui Su thay yang kau sebutkan itu

.,Aku tahu engkau puterinya Liap-Hong!” kataaya. ,.Kalau ayahmu bertemu dengan aku, dia menyebut dirinya boanpwe, orang yang tingkatnya lebih muda. Kau begini muda kau dapat mendustai ! Kau bilang Biauw Hui tidak ada, kenapa adikmu ini menanya mau apa aku mencari dia ?, lekas bilang, Biauw Hui itu gurumu atau bukan?”

,,Tidak dapat aku memberitahu kepada mu,” kata Hong Sian.

,,Suhu juga melarang aku membicarakannya epada iai; orang.” Tiat Toa Nio tertawa lebar

„Oh. kiranya Biauw Hu ada pesannya begini rupa ? Haha . . .

! Nona kecil, kau tidak mau bicara, apa kau kira aku tidak dapat mencoba ?”

Belum berhenti tertawa si nyonya Hong Sian sudah merasakan angin menghembus kesisiaya atau segera pedangnya sudah kena dirampas nyonya tua itu !

Mendadak nyonya itu memutar tubuhnya Tanpa menghunus pedang ia menyam-pok dengan pedang didalam sarung. Dia menyampok sambil meneruskan menikam sam bil berseru juga kearah In Nio : ..Budak kecil, kau berhati-hatilah menyambut aku punya pukulan Ya Cee Tian Hay ini !”

Pukulan itu berarti ,,Siluman menjajaki lautan.”

In Nio dapat menangkis. Ia cerdik, ke tika pedangnya Hong Sian kena dirampas, ia sudah lantas bersiap siaga, la menggunai jurus „Bidadari menusuk torak.” Itulah jurus istimewa “untuk melumpuhkan ..Ya Cee Tam Hay.” sebagaimana ia diajari gurunya Ilmu itu ia sudah paham benar, meski demikian, kalau bukan si nenek menyebutkan-nya lebih dahulu, beljm tentu ia dapat be-gerak demikian lincah. Dalam urusan bertempur, ia tidak mempunyai pengalaman^ Toh akhirnya ia terkejut. Pedangnva kena dipapas kutung Tian Toa- nio !

Atas itu si nyonya tua tertawa nyaring dan kata : ,,Nona- nona cilik, apakah kau masih belum tahu aku siapa ?” Sampai disitu, tahulah Mo Lek bahwai Tian Toa-nio tengah menguji saja. Terang bahwa si nyonya mempunyai hubungan erat dengan gurunya kedua nona-nona itu.

Tapi Hong Sian tidak mengarti apa-apa ia tidak sabaran. lantas ia berseru: ,.Paman Ong. Lekas keluar ! Kami tidak dapat melawan orang ini !”

Parasnya Tian Toa-nio guram mendadak,

,Ah, kiranya kamu masih mempunyai se orang paman Ong ?” katanya. ..Siapakah dia ? Ingin aku menemuinya!’

Mo Lek kaget.

Tian Toa-nio tidak melihat orang keluar ia mau bertindak masuk ke dalam, atau ia merandak karena ini suara keras :

..Eh, suhu ! Kenapa suhu datang kemari ?”

Itulah suaranya Yan Ie, yang muncul dengan cepat. Nenek itu mementang lebar matanya.

„Yan Ie apakah kai masih kenal gurumu ?” tegurnya.

„Suhu. harap suhu jangan gusar dulu. ‘ berkata si murid.

„Ketika itu hari aku pergi, aku menuruti pikirannya engko Goan Siu.”

,,Bagus, ya!” si nyonya .tertawa tawar. „Jadinya kamu sudah berkongkol ! Kamu jadi telah berserikat menentang aku ! Mana anak Tianku itu ? Kau suruh dia ke luar ! Hendak aku tanya, dia masih kenali aku se bagai ibunya atau tidak ?”

Meski orang berlaku bengis Yan Ie ketahui baik hati gurunya itu.

„Jangan kuatir, suhu, engko Goan Siu tidak kurang suatu apa.” kata ia. ,,Engko tetap berbakti kepada suhu ! Cuma sekarang ini engko Goan Siu tidak ada d’sini. Jikalau suhu ingin bertemu dengannya, suhu masih harus menunggu sekian lama lagi …”

,,Hm !’ bersuara si nyonya. ,,Tak ingin , aku menemui dia! ‘ Tapi, ia toh menanya : ,Dia ada dimana sekarang Pong Sian bingung, hanya sekarang tidak kaget lagi sepe-ti tadi.

,Eh, encie Ong, apakah benar nenek galak ini gurumu ?” tanyanya polos. „Heran, encie Ong sudah muncul, kenapa paman Ong tidak ?”

Tian Toa-nio tidak menggubris nona she Sie icu. dia hanya menanya muridny : „Rupanya kau bersahabat dengan keluarga disini ! apakah kau pernah bertemu dengan paman gurumu ? Disini katanya ada paman Ong, siapakah dia?”

Yan Ie tertawa.

„Suhu, pertanyaan kau berentet-rentei!” katanya. „Yang majia satu aku mesti jawab terlebih dahulu ? Ah, baiklah, nanti aku bi csra dulu dati hal engko Goan Siu ! Hanya suhu panjang bicaraku ini. Disini pun bukan tempatnya buat memasang omoig. Mari, su hu, m^.ri suhu da’tang kerumahku ! Suhu tahu, ayah berdahaga ingin bertemu dengan suhu. ia kangen sekali!”

Nenek itu nampak ragu-ragu.

Yan Ie tertawa. Ia tanya : „Suhu apakah suhu masih menggusari aku?

„Hm!” jawab guiu itu. „Tak ada luang tempoku untuk menggusari kau ! ‘,,Kalau begitu, suhu, mari kita pergi !*’ kata si murid. yang pandai membujuk.

„Tunggu dulu.! kata sinenek, yang mengibasi tangannya.

„Kenapa kau begini mendesak aku .’ Aka suduii datang kemari aku belum mendapat dengar tentang paman gurumu, mana dapat aku lantas pergi saja?” Dengan ,,paman guumu” itu, Tian Toa-nio maksudkan ,,su- pee” paman guru yang terlebih tua bukannya ,,Su-siok” paman guru yang terlebih muda.

„Tentang itu, suhu tanya aku saja, beres! kata Yan Ie, yang tertawa pula. „Mari kita bicara sambil berjalan! Suhu tidak tahu, banyak yang aku hendak memberitahukan suhu ! Karena itu, setelah aku bertemu denga n suhu, bagaimana aku tidak jadi tidak sabaran ? Memang benar Biauw Hui Su pee tidak ada disini, kalau ia datang, biasanya sesudah musim dingin setiap tahun, lalu selewatnya Ciap-gouw-meh, baru ia pergi pula. Sekarang mau mulai musim dingin suhu datang terlalu pagi …”

Tian Toa-nio berpikir. Ia mau percaya keterangan muridnya ini. Kata ia di dalam hati : ,-,Anak ini benar. Meski su-cie tidak akur de.iganku, setelah aku ada disini, tak mustahil dia tidak keluar untuk menemu aku,” la juga, sebenarnya, ingin sekali men dengar tentang puteranya, maka ingin ia lekas-lekas sampai dirumah simurid untuk menanyakannya. Karena ini, selanjutnya ia tidak ragu-ragu lagi.

Sesudah orang keluar dipintu, barulah Mo Lek bernapas lega.

Tapi mendadak Tian Toa-nio menunda tindakannya, lantas ia tanya muridnya : „Kedua setan cilik itu telah dapat mewariskan ilmu silat paman gurumu, tetapi barusan me reka menyebut- nyebut paman Ong-nya yang mereka panggil keluar untuk si paman Ong itu menghadapi aku. Siapakah si paman Ong itu ”

Yan Ie tertawa geli.

„Yang dipanggil paman Ong itu ialah se orang pegawai tua disini T’ sahutnya. „Dia tukang penenggak susu macan, sud^h begitu lantas dia pandai sekali omong besar dan memaki orang hingga kawanan’ anak-anak tidak berani mengganggu dia ! Setan-setan cilik ini memanggil dia, rupanya untuk mem bikin dia dapat malu ! Si paman Ong itu, biarnya dia tukang ngebrahol kalau dia me lihat suhu begini galak, mana berani dia muncul ? Mungkin sekarang dia lagi mering kuk bersembunyi dikolong pembaringannya! Mana dia dapat keluar ?”

„Oh, begitu !” katanya. Lalu Tian Toa-nio pun tertawa, terus dia membuka tindak an lebar.

In Nio dan Hong Sian saling mengawasi dengan mendelong.

Mereka heran bukan main.

„Heran encie Ong !” kata Nona Hiap. „Biasanya encie Ong baik sekali terhadap kita, kenapa sekarang dia berpihak begini rupa kepada gurunya ? Kenapa dia menyebut kita sebagai setan-setan cilik ? Kenapa dia juga mendusta, mengoceh tidak keruan? Paman Ong bukannya pegawai tua bukan setan arak, kenapa d a mengatakannya demikian ‘

Hong Sian tidak menjaw.ab kawannya itu hanya ia berkata keras „Paman Ong, kau dengar atau tidak ? Apakah benar paman takut hingga paman bersembunyi meringkuk dikolong pembaringan ?”

Mendengar itu, Mo Lek segera muncul, dan sambil tertawa geli. Ia pun kata : „Encie Ong kamu bermaksud baik terhadap kamu, kamu tidak tahu ! Nenek galak itu ialah su-siok kamu ! Kenapa kamu berani berlaku kurang ajar terhadapnya ? Encie Ong kuatir dia nanti menegur kamu. maka dia mengajaknya lekas-lekas pergi ! Sengaja encie Ong kamu mengatakan kamu setan-setan kccil, itulah guna membikin reda hati gurunya

„Sungguh aku tidak sangka aku mempunyai paman guru semacam dia !” kata In Nio. „Dengan begitu, bukankah encie Ong kami itu sebenarnya su-cie kami ? Herannya belum pernah dia membilangi kami tentang gurunya itu . . . ‘

„Suhu sangat menyayangi kami, sebaliknya ini paman guru. sangat galak ! ‘ kata Hong Sian sengit. „Sudah roman dia tidak mengasih, dia juga menghina kami! Tak aku memikir buat mempunyai paman-guru sermacam dia ! Paman Ong kenapa barusan kau t’idak keluar ? Kau bikin kami malu sekali …”

Mo Lek tertawa pula.

„Biar bagaimana dialah paman guru kami mana dapat aku menempur dia ?” sahutnya.

In Nio lebih tua daripada Hong Sian, dia dapat berpikir.

,,Benar !” katanya „Kalau Paman Ong mencmpur dia, menang jelek, kalah rugi ! Kalau paman menang, juga tak bagus untuk encie Ong ! ‘

Karena kejadian ini, bertiga mereka tak bicara banyak lagi bahkan mereka bubaran dengai hati tidak gembira.

Hati Mo Lek terasakan berat. Ia kuatir Tian Toan Nio muncul lagi. Tidak dapat ia menemui nyonya itu, atau rahasianya bakal terbuka. Untuk menyingkirpun sukar. Meski kota Tiang-an besar, kemana ia mesti pergi.? Meninggalkan kota ini ia pun tidak sudi ! Sakit hati ayahnya masih belum terbalaskan !

Tanpa merasa, lewat beberapa hari. Selama itu Tian Toan Nio, atau Yan Ie, dua-duanya tidak pernah datang lagi. Hati si anak muda lega juga. Ia percaya si nona berhasil melibat gurunya itu. Karena ini, diam-diam ia bersyukur kepada nona itu, hingga dengan sendirinya ia suka juga memikirkannya. Katanya di dalam hati : „Menurut suaranya, ia tentu telah ketahui ten-targ Tian Goan Siu. Dia Cuma mendustai gurunya atau itulah hal yang benar ? Se-moga dia dan kakak seperguruannya itu. dapat menikah dan hidup berbahagia karenanya ! *

Selama beberapa hari itu, In Nio dan Hong Sian terus jalan mengajak si anak muda borlatih pedang, maka Mo Lek jadi memberi petunjuk-petunjuk bagaimana orang harus mengerahkan tenaganya. Dengan begitu ia sendiripun memperoleh kefaedahan ialah ia menjadi mendapat tahu tentang ilmu pedang mereka itu. Hanya selama itu juga, Lonw- sie tak pernah nampak pula.

Pada suatu hari Mo Lek tengah duduk berdiam di dalam kamarnya menanti datangnya In Nio waktu tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara berisik di luar gedung. Itulah suaranya- pasukan tentara. Yang paling dahulu ia curigai ialah .

„Mungkinkah orang telah mengetahui aku berada di sini dan si petncerontak sne An telah mengirim tentaranya untuk menawan aku’ Ia masih ragu-ragu ketika ia mendengar suaranya In Nio : ,.Pamau Ong, lekas keluar ! Ayah sudah pulang !”

Mendengar itu, pemuda ini terperanjat berbareng girang. Tidak ayal lagi ia turun dari loteng, untuk bersama-sama si nona pergi ke luar untuk menyambut. Ia baru sampai dipintu ke dua lantas ia melihat Liap Hong bersama si koankee.

Liap Hong baru sampai, tidak sempat ia menanya apa-apa kepada kuajsa rumahnya. Ia cuma menduga tentulah Mo Lek su dah sembuh dari luka-lukanya dan anak mu da itu sudah berangkat pergi. Maka heranlah ia menyaksikad pemuda itu muncul sambil berpegangan tangan bersama puteri-nya.

,,Tiat . . . . ” katanya mendadak, atau lantas ia sadar, maka lekas-lekas ia meneruskan : ,, . .. Tiat-kie-kun tarut aku berperang, diluar dugaan, pasukan itu gagal, maka itu aku pulang dengan lekas. Saudara Ong bagaimana, apakah kau merasa kerasan berdiam di sini T

Tiat-kie-kun atau „pasukan besi ‘ ialah pasukan berkuda istimewa. „Tiat’” berarti besi dan she Tiat dari Mo Lek ialah ‘Tiat

. . . besi itu. Hati Mo Lek tergerak. Ia melihat muka Liap Hong kotor dengan debu, disitu tampak juga tanda keletihan. Tapi ia lekas menjawab : „Terima kasih kepada koan-kee ini yang melayani aku baik sekali, hingga aku merasa senang tinggal di sini ‘

Nampak Liap Hong sedikit ragu-ragu tetapi ia kata pada puterinya : ,,Pergi kasih tahu ibumu, aku hendak bicara dulu sebentar dengan paman Ong ini’ Sedangkan kepada si kuasa rumah, ia kata „Kau serahkan -kepada nyonya beberapa bungkusan dari barang-barang hasil bumi yang aku bawa itu. Andaikata ada datang tetamu yang ingin bertemu denganku, bilang baru besok aku dapat menemukannya, karena hari ini aku baru pulang dan ingin beristirahat.”

Dua-dua anak dan koan-kee itu mengundurkan diri, hanya si koankee sedikit heran. Toh ia girang juga pikirnya : „Syukurlah aku dapat melayani baik sekali kepada Ong Siangkong. Loya baru pulang, bukan ia masuk dulu ke dalam menemui nyonya besar, ia justeru mau bicara dulu dengan pemuda Teranglah sudah bagaimana ia sangat menghargakan Ong S ang-kong !

Liap Hong juga menyuruh pengiringnya mengundurkan diri, lantas ia pergi bersama Mo Lek ke ruang tamu- dari si anak muda. Ia lantas menganci pintu habis mana ia me ngeluarkan napas lega.

„Kenapa kau berduka, ciangkun ?”tanya Mo Lek, .. benarkah kiu kalah perang ?”

Liap Hong tertawa menyeringai.

„Syukurlah tidak semua angkatan perang termasna,” karanya. „Didalam sepuluh yang tinggal cuma tiga bagian . . . ‘

Mo Lek heran. „Siapakah kepala perang pasukan perang Tong yang demikian lihay itu ?’* ia tanya pula. „Apakah Cin Siang dan Oet- tie Pak turut muncul dimedan perang T’

Pemuda ini kangen kepada dua orang itu maka paling dulu ia menanyakan tentang mereka.

Kembali panglima perang itu menyeringai, ia bersenyum sedih.

,.Jikalau aku kalah ditangan mereka itu, itulah kekalahan yang ada harganya, sahutnya. „Sungguh menyedihkan untuk menyebutnya, musuh yang al u hadapi itu justeru bukan musuh yang merupakan pasukan tentara yang resmi atau teratur, hanya segerombolan tentara rakyat yang muncul dan selamanya tidak ketentuan. Setiap malam asal jagat sudah gelap lantas mereka datang menyerang dari delapan penjuru dan sele-kasnya sang fajar tiba, lantas mereka menghilang tidak keruan paran. Jadi sebenarnya kita belum pernah berperang benar-benar tetapi tentara kita berkurang terus dengan sendirinya …”

,.Ciangkun.” kata Mo Lek, ,.kalau begitu kau seharusnya merasa girang !

Liap Hong heran.

„Apakah katamu ?”

„Dengan kekalahan ini Ciangkun, kau harusnya mengerti bahwa tentara yang kuat saja belum dapat diandalkan, yang paling penting ialah kita mendapatkan hatinya rak yat jelata ! Pepatah tua pun membilangi : Saga menurut rakyat, dia makmur, siapa me nentang rakyat dia tupas. Jikalau Ciangkun menginsyafi “itu maka bencana akan berubah men adi kebahagiaan, dan itu terjadinya cuma dalam sekejap ! Semangat rakyat terbangun berarti pengaruh bahwa Ouw runtuh! Ciangkun, jikalau Ciangkun dapat mengambil keputusan tegas maka dilain tahun, di-saat negara kita bangkit lagi. dapat Ciangkun memegang kekal kedudukan Ciangkun l Nah Ciangkun bukankah ini hal yang menggirangkan, yang harus mendapat pemberian selamat ?”

Hup Hong tunduk. Ia berpikir. Perlahan-lahan baru ia mengangkat kepalanya, „Mo Lek sekarang ini belum tiba wak tunya.” kata ia „Buat sementara baik kita jangan bicarakan soal ini Sekarang hendak aku menanyakan dahulu urusanmu sendiri. Apakah kau sudah bertemu degan Louw-sie?

Sianak muda mengangguk” , Pada pertama kali aku datang aku ber temu dengannya satu kali, sahutnya. „Apakah kata dia.” „Seperti apa yang kau katakan: la tidak mau berlalu dari sini.”

Sebenarnya Mo Lek mau menuturkan semua keterangannya Lonw-sie, tetap, setelah berpikir sejenak ia merobah niatnya itu. Liap Hong menatap wajah sianak muda. „Saudara Tiat, kaulah seoraag gagah,” katanya. .,Aku bersykur yang kau serta Toan tayhiap memandangku sebagai sahabat kamu Kau tahu biar bagaimana; juga tidak dapat aku membuat kau mendapat susah, Sebenarnya selama aku tidak ada diru-mah, keadaan masih terlebih baik, tetapi sepulangnya aku, suasana lantai jadi ber-obah ! Inilah soal yang membuatku berkua tir.

Mo Lek dapat menduga tetapi ia berlagak pilo i,

.-Aku tidak mengerti. Ciangkun ” kata nya. .Kalau Ciangkun percaya aku, aku minta kau sudi memberikan penjelasan.’

,,Selama aku tidak ada dirumah. orang luar tidak nanti datang kemari’ kata sipanglima perang atau tuan rumah „akan tetapi selakasnya aku pulang, pastilah rekan rekan ku bakal datang berkunjung kemari, untuk menjenguk aku buat menanyakan urusan urusan digaris depan. Inilah bahayanya siapa dapat pastikan kalau lama lama rahasia mu tidak akan terbuka ? Inilah yang mem buat aku berkuatir, Saudara Tiat’ kau sudah bertemu dengan orang yang kau hendak ke temukan tapi sekarang kau masih berdiam didalam kota Tiang-an ini kau masih mempunyai urusan apakah ?

Kata Mo Lek didalam hatinya ,Kalau begitu dia kuatir aku nanti merembet rembet padanya . . . *’ Ia menjadi sedikit kurang senang. Akan tetapi lekas pula ia mengerti Liap Hoig berkata demikian terutama untuk kebaikkannya sendiri. Maka ia berkata ‘Kalau demikian kesulitan mu, Cangkoan baiklah besok aku akan berpamitan dari kau.”

Mereka baru bicara sampai disitu, atau dari bawah lauwteng sudah terdengar suara nyr si kua.-a rumah- ,.Sie Ciingkun mengun a-ing Ciangkun dan Ong Siangkong berdua” Liap Hong terkejut.

,,Sie Sion mau bertemu dengan kau tidak dapat kau tidak menemukannya, katanya perlahan. ..Kalau kau menampik, kecurigaannya bisa timbul, karenanya. Maka, baiklan kau menenangkan dirimu, mari aku temani kau pergi kepadanya!

Mau atau tidak Mo Lek menurut. Rumah kedua keluarga menempel satu dengan lain. maka itu Liap Hong mengajak si anak muda melintasi pintu samping hingga dilain saat mereka sudah berada diruang tengah dari gedungnya Sie Siong dan pang-lima she Su itu terlihat lagi duduk me-nantik m,dengan dia didhm’pingi Hong Sian. Begitu sianak muda, Sie Ciangkun lantas berbangkit bangun sembari tertawa lebar, ia berita nyaring. ,Ong Siauw He, aku mempunyai mata tetapi aku tidak me-ngenali seorang gagah sungguh aku malu ! Lantas ia menepuk nepuk pundaknya Liap Hong sambil menambahkan;

„Matamulah yang lebih tajam, maka juga kau dapat melibat seorang luar biasa hingga kau berhasil melindungi jiwanya !” Dua-dua Mo Lek dan Liap Hong heran hingga timbul curiga mereka. Heran sebab Sie Siong girang luar biasa Adakah sesuatu yang dikandung didalam hatinya panglima perang ini !

Habis menyambut itu. Sie Siong mern-persilahkan kedua tetamunya berduduk sedangkan budak perempuan lantas diperintah menyuguhkan air teh.

„Ong Siauw Hek, kemudian tuan rumah bertanya dari siapa kau pelajari ilmu pedangmu !”

“Dari seorang guru silat didesaku !” Sahut” Mo Lek. ,.Dia berkata aku berbakat, maka dia mengajari sungguh sungguh.

.,Jikalau begitu, garu itu pastilah seorang lihay yang lagi menyembunyikan diri kata Sie Siong pula.

„Aneh’” kata Liap Hong. ,.kau baru saja pulang bagaimana kau ketahui ilmu pedang Ong Siauw Hek liehay ?” Sie Siong tertawa.

Apakah puterimu belum menceriterakan nya kepadamu ?*’ dia balik bertanva. ,Selama hari hari yang palmg belakang ini, setiap hari Ong Siauw Hek memberi petuniuk ilmu pedang kepada anak-anak kita itu, nona In Nio dan Hong Sian memuji dia. tanpa menyaksikan sendiri lagi, aku percaya dia benar lihay

! ‘

Mo Lek berpikir. ,.Kalau begitu inilah biasanya Hong Sian entah dia bakal mendatangkan kesulitan apa kepadaku ….

Hong Sian tidak tahu apa yang paman Ong pikir, dia tertawa dengan gembira, dia berkata. „Paman Hong kau baik jangan pergi kekampung halamanmu ! Akan aku minta ayahku memberi kau satu pangkat supaya kau bisa tinggal tetap disini untuk mej jadi kawan kami !” ,,Piauwtee” kata sie Siong pada Liap-Hong. siadik misan aku mengundang kau, justeru buat urusan ini, Ong Siauw Hek men jadi seorang sesama kampung kita ia juga pandai silat aku ingin mengangkat padanya dengan menjadikan pemimpin barisan pengiringku. Apa kau rela melepaskan ia untukku?”.

“Ong Siauw Hek mendapat pertolongan kau itulah keberuntungannya,” sahut Liap-Hong yang terus berpaling kepada si anak muda untuk menanya: „Ong Siauw Hek bagaimana pikirannya?”

Panglima she Liap ini menduga Mo-Lek bakal menampik, tidak tahunya jawaban sianak muda mengherankan padanya. Mo Lek menjawab dengan cepat: ..Sungguh aku bergirang dan bersyukur yang aku ditolong Ciangkoan untuk itu, minta pun aku tidak dapat !”

Mo Lek tidak beiniat lantas meninggal kan kotaTiang-an walaupun ia tahu keselamatannya tidak terjamin justeru karena itu, ia ingin mencari satu tempat yang aman, dimana ia dapat memernahkan diri. Rumah nya Liap Hong bukanlah tempat yaug aman itu. Maka kebetulan sekali tawarannya Sie-Siong ini. la sudah lantas berpikir. „Dengan menjadi orangnya Sie Siong aku dapat lebih banyak kesempatan untuk bertemu dengan Souw sie, Jikalau toh rahasiaku terbuka, masih ada tempo buat aku menymg kir. Mana dapat Sie Siong merintangi aku?”

Maka dengan lantas ia menerima tawaran itu. Dirumah Sie Siong ini, kalau perlu, dapat ia mengamuk. Tidak demikian dirumahnya Liap Hong.

Meski ia menerima oaik tawaran itu’ Mo Lek tidak menghaturkan terima kasih sambil ia menekuk lutut, melihat kelakuan orang itu Sie Siong tidak menjadi kurang senang, hanya ia kata didalam hatinya: ,.Da sar anak desa dia tiduk tahu aturan sopan santun. Tapi ini menunjuki kepolosan’ Biar lah perlahan-lahan *aja akan altu ajari dia adat kehormatan …” Maka ia kata: „Telah aku suruh koankee menyiapkan kamar untukmu. Benar kedua rumah kami menempel satu dengan lain, tetapi karena kau menyadi kepala barisan peniringku lebih le luasa buat kau tinggal digedungku ini. Ten tang barang barangmu nanti aku suruh o-rang mengambil dan membawa kemari kau jadi tidak usah pulang lagi. Eh, apakah kau belum pernah bertemu dengan hujin.?”

Mo Lek melengak. Tak tahu ia maksud orang. Tapi ia tahu dengan, ,,hujin” di maksudkan Nyonya Sie Lekas lekas ia menjawab: Aku tinggal digedungnya Liap Ciang kun tanpi urusan tidak berani aku datang kemari. Aku belum pernah menghadap hujin.

Berkata Sie Siong: ..Selanjutnya kau menjadi pengiring pribadi dari aku merang kap cmteng kau jadi seperti orang sendiri maka itu kau harus menemui hujin.

Lantas panglima ini menyuruh seorang budak perempuan menunggang isterinya.

Tidak lama datanglah seorang nyonya yang dandanannya mentereng yang usianya sepadan dengan usia Sie Siong sedangkan romannya a^ung. Teranglan dia dari keluar ga terhormat. Kata Mo Lek didalain hati. ,Sie Siong jahat tetapi dia mempunyai isteri begini agung sungguh dia beruntung Lantas ia menghampirkan nyonya besar itu untuk memberi hormat.

Nyonya Sie sudah mendipat tahu inilah pemuda yang menjadi pengiring pribadi suaminya merangkap cinteng, melihat roman orang, jam-jam ia memuji. Ia kata di dalam hatinya: „Kali ini dia tidak keliru memilih orang” Kemudian sembari tertawa ia kata pada suaminya: „Kalau bukan kau mengatakan dari tiang siang aku mau menyangka dialah puteranya seorang panglima perang ! ‘ Sie Siong percaya Liap Hong. ia tetap menganggap Mo Lek anak desa Ia girang mendengar pujian «terinya. Kata ia sambil tertawa pada isterinya itu: „Seorang panglima atau perdana menteri, dia bukan mesti nya berketurunan saja, Seorang laki- laki se jati dia mesti maju sendiri ! Leluhurku juga tidak pernah memangku pangkat, toh aku telah menjadi seorang panglima perang besar bukan ? Ong Sauw Hek kau bekerjalah baik-baik aku jamin kau nanti memperoleh hari depan dari baju sulam kebesaran !”

Mo Lek mengucap terima kasih lagi ka li ini sambil menjura,

Sie Siong tertawa pula kata ia pada is terinya. ,Hujin kau telah memuji romannya Ong Siauw Hek ini hal itu sebenarnya aneh Kau tahu ketika pertama kali aku melihat dia aku merasa bahwa dahulunya pernah aku melihat orang yang mirip dengannya. Ketika itu aku sudah lantas merasa sedikit suka padanya. Itulah sebabnya waktu Liap-Hong meminta kebebasan dirinya. aku-lantas memberikan persetujuanku l”

Mendengar kata rekannya itu hati Liap Hong berdebar, maka ia lekas berkata: ,,Dia lah orang sesama kampung kita mungkin se kali diwaktu dia masih sangat kecil pernah kau lihat dia, hanya kau telah melupakannya.”

Sie Siong tertawa.

„Mungkin benar begitu!” katanya. “Ini rupanya yang disebut jodoh!”

Mendengar pembicaraan dengan orang itu hati Mo Lek lega. Pada sepuluh tahun yang lampau dia pernah menempur Sie Siong di kota Tiangan ini benar ketika itu keadaan sedang kacaur tetapi pertempuran dua-tiga jurui dapat membuat orang mengenali «atu pada lain. Maka syukur sekarang kekuatiran nya itu lenyap. Ketika itu seorang budak perempuan mengabarkan kedatangannya tetamu,, yaitu Nyonya Giam. Atas itu. Sie Siong kata pada isterinya: „Tetamumu datang! Suaminya itu sedang sangat disayangi Seri Baginda bagus sekali kau bersahabat dengannya !”

Melihat nyonya itu kedatangan tatamu Mo Lek lantas memohon diri.

„Paman Ong, mari kita pergi kekamar mu!” kata Hong Sian.

Mo Lek menurut, maka ia mengundurkan diri. Kuasa rumah turut bersama untuk dia yang mengantarkan. Dilorong seorang budak perempuan datang menghampirkan aan kata pada Hong Sian: „Nona Louw Mama memanggil kau. katanya sekarang ini saatnya kau bersekolah !’* 

„Nona itu mengulur lidahnya,

„Oh sungguh keras aturanya!” katanya Tapi ia terus kata pada Mo Lek- ,Paman Ong. besok saja aku menemui kau lagi!”

Mo Lek mengangguk. Ia melihat nona itu menghilang dipintu model rembulan di sebelah kiri. Diam diam ia perhatikan keletakan pintu dan tempat itu.

Sikuasa rumah tahu tetamunya dihargai majikannya ia berlaku manis dan telaten maka suka ia bicara banyak. Diantaranya ia memberitahukan bahwa nyonya tetamu tadi yaitu Giam Hu jin, atau Nyonya Giam menjadi isterinya Giam Cong, yang menjadi menteri besarnya An Lok San.

Pangkatnya yaitu “Thaycu Siauwsu” atau guru putera mahkota.

Mo Lek mengangguk-angguk, ia -tidak, terlalu memperhatikannya. Ia telah menduga, karena ia baru bekerja dan Sie Siong-pun baru pulang, ia bakal dijamu, akan tetapi dugaannya itu meleset. Sie Siong cuma memesan koankee untuk melayani ia baik-baik seraya ia diajak mengitari seluruh gedung, supaya ia tahu keletakannya gedung itu, terutama semua pintunya. Sebagai centeng, ia mesti mengenal jalan, supaya setiap waktu, apa pula diwaktu malam, ia afal betul Ia hanya heran, selama berputaran itu. tak pernah ia melihat Louw-sie. Ia pun tak menemui lagi Sie Siong, »i-majikan panglima perang itu. _

Malam itu koankee menyediakan barang makanan buat Mo Lek sendiri sembari ia memberitahukan bahwa sebenarnya Sie Siong mau menjamunya tetapi batal karena sejak datangnya Giam Hujin majikan itu suami isteri terus menemani tetamu agungnya itu, bahwa beberapa tetamu yang datang berkunjung, semua ditampik Sie Siong: Menurut kuasa ini, agaknya Sie Siong tidak puas- Diwaktu bersantap malam, Giam Hujin ditemani cuma Sie Siong dan isteri sampaipun Hong Sian dilarang masuk entah apa sebabnya.

Mo Lek heran, tak dapat ia menerka. Meskipun mereka bersahabat erittak mestinya Sie Siong, seorang pria. turut istermya terus menerus menemani tetamu manitanya itu.

Habis bersantap malam, Mo Lek beristirahat. Kira jam tua, ia menyalin pakaian malam…..ya-heng-ie… hitam, secara diam- diam ia keluar dari kamarnya. Ia sudah kenal rumah itu baik sekali ia dapat pergi kemana ia suka. Sebagai cinteng itulah tugasnya untuk merondai segala bagian dari gedung.’ Hanya tidak lama, ia sudah berhasil mencari kamarnya Louw sie.

Aneh, diwaktu malam seperti itu, kamar Louw-sie masih terang sekali, bahkan terlihat bayangan dua orang wanita serta terdengar suaranya sangat perlahan. Kamar Louw-sie mempunyai jendela yang madap kesebuah pekarangan dimtna ada tumbuh sebaah pohon bwee yang su- daa tua. Inilah kebetulan untuk Mo-Lek.

Dengan satu kali saja menjejak tanah, ia sudah dapat naik keatas pohon itu, untuk memernahkan diri bagian cabang dari mana ia bisa mengintai kedalam kamar. Maka ia bisa melihat, dua bayangan itu ialah bayangannya Louw sie bersama Sie hujin. Ia jadi semakin heran.

Setera terdengar Nyonya Sie: ,Dulu-dulu setiap kali aku memberi nasehat padanya dia selamanya meno’ak denran mengatakan: ,Kamu orang perempuan, kamu mana tahu urusan negara. ,,kali ini aku bicara dengannya, dia belum menyatakan setuju, dia tidak lagi mengatai aku.”

,,Itulah sebabnya maka ia berduka. Di-antara rekan- rekannya ada beberapa orang yang berdengki terhadapnya, sekarang ia kalah perang ia kuatir mereka itu nanti mercslakai padanya. Sekarang ada ketikanya buat selagi orang kecemplung disumur lalu menimpahnya dengan batu. …”

; Encie,” kata Louw-sie pula: ,,Aku tinggal dirumahmu ini buat banyak tahun aku berterima kasih untuk kebaikan kau, karena itu diaaat genting seperti se-karang ini, tidak dapat alu tidak bicara terus teran r padamu Encie, aku minta supaya kau lekas m ngambil ke:etapan hati, supaya kau dapat membujuki Sis Ciangkun insaf dan nierobah sepak terjangnya, kalau tidak» apa bila tiba saatnya nama rusak dan tubuh terbinasa, menyesal pun sudah terlambat! ‘

,.Adik, selama sekian banyak tahun aku menerima pengajaranmu aku telah mengarti apa yang dinamakan keharusan besar,” kata Sie Hujin. „laruhk&ta aku tidak memperdulikan tubuh atau jiwaraga kita, aku pun tidak ingin dia merendahkan diri mengikut pemberontak, hingga kita bakal dicuci habis orang banak. Cuma sayangnya dia berhati kecil, dia terus terbenam dalam keragu-raguan banyak yang dia takuti.

Dia tidak suka mendengar nasehat, habis bagaimana ? ‘

Louw-sie berdiam sejenak, lalu dia menanya: ,,Itulah surat pengumuman, kau sudah baca atau belum ?” Ia menyerahkan sehelai kertas.

Sie Hujin menyambuti, ia terus membaca perlahan: „Siapa mau berbalik dan kembali, dan menantang pemberontak, dia bakal diberi ganjaran menurut besai dan kejilnya jasanya, sampaipun dianugerahkan gelaran dan dihadiahkan tanah … Ah, adik dari manakah kau dapatkan pengumuman ini ? Dapatkah bunyinya ini di percaya?” |

..Buac bicara terus terang,’ sahut Louw-sie. „aku dapatkan  ini dari putrinya Ong-Pek Thong. Dialah seorang nona gagah yang biasa mengembara. Baru baru ini dia pergi ketanah Jiok Barat sepulangnya, dia memba-wa pengumuman ini. Dia juga tengah rnern-bujuki ayahnya, untuk mero.bah kelakuan-Pen- umuman ini dm salin diberikan kepadaku, maksudnya aku perlihatkan kepada kau. Nona itu kata inilah pengumuman dari putera mahkota, Kerajaan Tong yang merangkap menjadi kepala perang. Putera mahkota itu, pada bulan yang lalu, sudah menobatkan diri menjadi raja. Dia ingin lekas-lekas mendapatkan pulang kedua kotaraja. maka dia tidak menyayangi ganjaran mengundang orang datang menyeiah kepadanya.

Menurut sinona, sayang kalau orang semacam Sie Ciangkun tersesat terus, bahwa kalau Sie Ciangkun suka kembali kesana, sedikitnya dia dapat menjadi Ciat touw-su. Menurut aku, kata- kata Nona Ong itu dapat di percaya.”

Mo Lek pernah membaca pengumuman itu maka ia kata didalam hatinya : , Dasar Louw-sie cerdas dia dapat bicara, dia dapat menyadarkan Sie Hujin. Aku sendiri, di-waktu aku membujuki Liap Hong, aku lupa menyebut-nyebut tentang pengumuman ini. .Syukur Liap Hong Siong yang bandel ada kemungkinan aku bisa kehilangan nyawaku.”

„Baiklah,” kata Sie Hujin kemudian. „Pengumuman ini kau serahkan padaku, nanti selagi aku menasihati dia, akan aku beri lihat padanya. Sekarang aku mau mengambil keputusan anda kata dia tetap ber-kukuh, biar, akan adu jiwaku ini!”

„Jikalau kau dapat berbuat begitu, itulah keberuntungan negara, itulah juga ke bahagiaan Keluarga Sie!” kata Louw-sie.

Tiba-tiba Sie Hujin menghela napas.

„Encie,” katanya. „Selama ini aku me-nyianyiakan kau aku membuat kau penasaran dan menderita sebab puterimu sendiri sampai tidak mengakui kau sebagai ibu kandungnya… Sebaliknya, kau mesti menjadi hanya seorang- babu susu… Kalau aku ingat aku malu sekali.

„Sebaliknya aku berterima kasih kepada kau,” kata Louw-sie.

„Akulah seorang sisa mati, tetapi selama banyak tahun ini aku telah menerima budi kau, hingga kami ibu dan anak dapat hidup terus. Buatku aku tidak peduli aku jadi babu susu. Bicara sebenarnya akn sangat bersyukur kepada kau, encie!”

„Jikalau aku berhasil.” Sie Hujin berjanji „nanti aku membeber rahasia kepada Hcng Sian supaya dia ketahui tentang dirinya yang sebenarnya, aku sendiri sudah puas aku asal Hong Sian mau mengakui aku sebagai ibu angkatnya Aku percaya, sampai itu, waktu, tidak nanti suamiku mengganggu pula padamu. Suamiku itu memang bertabiat Keras dan kasar, tetapi dia benar-benar menyayangi anak itu Itulah sebabnya kenapa dia mengeluarkan laiangan keras siapa membuka rahasia dia ancam dengan hukuman rangket sampai mati!” Louw-sie bersenyum sedih.

„Tentang ini, baiklah kita bicarakan dibelakang hari saja,” katanya.

Tepat itu waktu, diundakan tangga terdengar tindakan kaki orang

Sie Hujin tertawa perlahan kitanya. ,,Kembali ada orang yang mau memohon pengajaran dari kau» Perlu aku menyingkir supaya kamu dapat bicara dengan leluasa.”

Louw-sie mengangguk.

„Baiklah.’ sahutnya Lantas ia membuka lemari pakaian disisinya maka terbuka lah sebuah pintu rahasia. Lesitu Sie Hujin masuk dan menghilang. Disaat Louw-sie habis menutup pintu lemari, ia mendengpr ke tukan pada pintu kamarnya.

Orang yang mengetuk, pintu itu seorang nyonya dengan dandanan mentereng Dia mengetuk pintu sambil mengasi dengar suaranya. ; Louw Hujin, apakah kau belum ti-dua? Aku datang untuk mengganggu pula padamu.’”

Panggilan ,Louw Hujin” itu menyatakan bahwa nyonya ini telah ketahui siapa nyonya janda Su It Jie itu.

Louw sie lantai membuka pintu menyambut tetamunya itu sembari tertawa ia kata: ;,Giam Hujin kau telah merendahkan diri datang kekamarku mi, sungguh aku tidak sanggup menerimanya!”

Mo Le-k tercengang. Kata ia di dalam hati: , Kiranya dia isterinya Giam Chong si menteri besar dari An Lok San ! kenapa Louw-sie kenal baik nyonya besar ini!

Nyonya Giam itu sudah lantas berkata: „Encie kata-katamu ini seperti juga kau mencaci aku. Bukankah suami kita sama- sama menjadi lulusan cinsu, Malah bicara dari hal pangkat dahulu hari itu, maka looya kami terhitung sebawahan suamimu!

„Itulah uurusan dahuluhari,” berkata Louw sie. „Dahiiluhari itu, Giam Tayjin cuma menjadi seorang cinsu dari Kerajaan Tong £kaa tetapf sekarang ialah menteri besar Kerajaan Yan!”

Matanya Nyonya Giam itu menjadi merah.

„Encie,” berkata Giam Huiin, yang lantas memberitahukan maksnd kedatangannya, „kaulah Cukat Liang perempuan, maka itu, iekarang aku datang padamu. Encie, aku ingin minta pengajaran dari kau aku minta janganlah kau menyindir pula padaku’”

,,Oleh karena kau datang sebagai saudara maafkan aku.” kata Louw-sie. , Baiklah akupun memanggil encie kepadamu. Enc;e, suamimu didalam istana raempero’eh kedudukan tingga.” apakah yang menjadi kesulitanmu?”

„Duduknya hal begini” sahut Giam Hujin: , Selama ini nampak Seri Baginda hari lewat hari makin tidak senang terhadap putera mahkota, tabiatnya makin lama makin menjadi aseran. Biarlah aku bicara terus-terang kepada ercie: „Suamiku menjadi menteri beser, tetapi dia sering dirang-ket oleh Seri Baginda sedangkan putera mahkota tidak menjadi kecuali, setiap tiga atau lima hari, dia suka dirangket juga. Sekarang ini Baginda paling menyerang selir Tong hui. Toan-hui telah melahirkan seorang putera yang diberi nama Keng In. Kelihatannya Seri Baginda telah memikir memecat putera mahkota, untuk digantinya oleh Keng In.

Inilah kesulitanku itu. Tidak apa yang Suamiku dan putera mahkota terhina, tetapi yang dikuatirkan ialah jiwa mereka nanti terancam bahaya …” Louw-sie berdiam. Selang sekian lama, ia menarik napas dalam-dalam.

,,Soal memecat dan mengangkat putera mahkota, didalam kitab-kitab hikayat banyak termuat,” berkata ia kemudian.

,,Dari jaman dahulu kalau orang putera mahkota dipecat dan lalu diangkat gantinya, maka putera mahkota yang dipecat itu, ada berapakah yang masih dapat hidup lebih lama pula ? Ya, soal ini memang saat untuk suamimu.”

Giam Hujin kaget mendengar kata-kata itu, ia menjadi bingung.

„Encie,” katanya, „kalau begitu, bagaimanakah pengajaranmu untukku ?”

„Soal semacam ini harus dipikirkan de ngan seksama,” sahut Louw-sie. „Soal ini meminta tempo yang lama. Jalan ada tetapi aku tidak tahu kau berani menjalankannya atau tidak . .

„Tolong kau sebutkan encie, akan aku pikir-pikir,” kata Giam Hujin.

Louw-sie lantas membisiki nyonya agung itu.

Mo Lek tidak mendengar apa-apa ia cuma bisa melihat gerak gerik dua orang itu, terutama Giam Hujin yang lantas berkerut alisnya sedangkan wajahnya berobah menjadi sungguh- sungguh. Nampak nyonya ini berkuatir.

„Ya, benar encie, soal ini memang benar harus dipikirkan dengan seksama.” kata nya kemudian. Ia menghela napas untuk melegakan hatinya -yang pepat. ,,Baik encie, malam ini aku akan berdiam bersama kau disini.”

Melihat  sampai  disitu  Mo  Lek  kata  di  dalam  hatinya  :

„Rupanya Louw-sie suka berdiam didalam guha harimau ini karena  ia telah  mempunyakan  rencana. Baiklah, tak usah aku bicara lagi padanya, aku menanti saja peristiwa yang ia sebutkan itu . . .

Maka ia lantas berlalu untuk menjalan kan tugasnya. Ketika besoknya pagi ia men dusin, sikoankee datang membawakan ia se perangkat pakaian seragam sambil dia berkala : „Ong Co- leng, silahkan kau salin pakaian sekarang juga kau haru menghadap kepada Ciangkun.”

Mo Lek heran.

„Memang aku menjadi pemimpin barisan pengawalnya, tetapi aku bukan berkewajiban turut pergi berperang, aku cuma bertugas didalam gedung buat apa aku pakaian resmi ini ?” demikian pikirnya. Tapi ia menurut. Ia dandan dengan cepat dan lantas pergi keluar.

Sie Siong berada diruang depan lagi jalan mundar mandir sambil menggendong tangan, begitu ia melihat si-co-leng, pemimpin barisan pengawalnya itu, ia menegur terlebih dahulu

: „Apakah kau sudah sarap an pagi ?” Kembali si anak muda menjadi heran.

„Belum.” sahutnya dengan sebenarnya.

Sie Siong mengerutkan alis. Tapi ia lantas perintah koan- keenya : „Pergi kau mengambil beberapa potong kuwe ‘ Ong Laote kau dahar sembari jalan saja karena sekarang ini waktunya sudah tidak ada !”

Kembali Mo Lek heran.

„Ciangkun hendak pergi kemana ?” tanya ia. „Apakah Ciangkun menghendaki aku turut Ciangkun ?”

„Benar !” jawab jenderal itu. „Hari ini Seri Baginda mengadakan pesta dipesanggrahan di gunung Lee San, pesta itu akan diramaikan dengan pelbagai macam tetanggapan. Pesta sengaja diadakan untuk menyambut utusan pelbagai negara asing yang datang memberi selamat. Semua menteri di dalam istana, sipil dan militer mesti pergi menghadiri pesta itu. Seri Baginda ketahui aku sudah pulang, aku diwajibkan hadir juga, untuk membantu meramaikan katanya. Ong Siauw Hek, kau menjadi pahlawanku, kau jadi dapat sekalian membuka matamu.”

Mo Lek heran, hatinya pun berdebaran Itu artinya ia mesti muncul dimuka umum. Ia juga mengherani jenderalnya ini. Raja mengadakan pesta, panglimanya diundang secara istimewa. Itulah satu kehormatan besar bagi seorang menteri, sudah selayaknya si menteri …. atau jenderal bersuka-ria.

Kenapa Sie Siong justru berduka ? Tidak lain tidak bukan, Sie Siong malu sendirinya. Ia telah kalah perang. Kalau ia muncul didepan banyak orang, ia kuatir nanti ada yang menyindir kepadanya. Ia mengajak Mo Lek untuk sekalian berjaga-jaga buat sesuatu kejadian diluar sangkanya.

„Bagaimana kalau ada orang yang mengenali aku’ pikir Mo Lek dalam kagetnya itu. Simajikan cuma berduka, tetapi ia berkuatir. „Bagaimana sekarang ?” Ia ingat didalam pesta itu, tentunya Yang Bok Lauw hadir bersama Yang …Bok Lauw toh menjadi Taylwee Congkoan, kepala rumah tangga ra ja. Hal ini menarik juga hatinya. Ia tidak takut Yang Bok Lauw nanti mengenalinya Ketika Yang Bok Lauw membunuh ayahnya ia masih kecil sekali. Ia sendiri tidak pernah lihat musuh besar itu, sekarang ketika nya untuk mengenal si musuh. Ia pula pikir pasti menarik hati menyaksikan „kawanan hantu” berpesta pora

….

Maka akhirnya, ia turut Sie Siong tanpa banyak bicara.

Dengan cepat, ia makan kuwenya. Liap Hong juga menerima undangan An Lok San untuk menghadiri pesta. Maka ia terkejut ketika ia melihat Mo Lek mendampingi Sie Siong. Sendirinya ia menjadi berkuatir.

Dari dalam kota pergi kegunung Lee San perjalanannya jauh kira tigapuluh lie. Disepanjang jalan, kuda dan kereta berle-rot panjang tak putusnya Semua mereka itu ialah menteri-menteri, atau pembesar-pembesar berpangkat tinggi, sipil dan militer.

Selagi mendaki gunung Lee San, Mo Lek mesti melintasi bekas vila An Lok San vila yang lama itu. Maka teringatlah ia akan peristiwa kematian yang menyedihkan dari Su It Jie dahulu hari. Disitulah ia bersama Toan Kui Ciang dan Lam Cie In melakukan pertempuran mati dan hidup. Ketika itu pula, Sie Siong telah menjadi salah satu musuh besarnya. Sekarang ia datang pula ke tempat yang lama ini, dan justru sebagai pahlawan si orang she Sie. Maka di dalam hatinya, timbullah macam-macam pikiran….

Begitu mulai memasuki istana, terdengarlah pula suara yang ramai, suasana yang berbau macam kerajaan. Didalam hati nya Mo Lek merasa geli. Tidakkah itu lucu ? Pikirnya : „An Lok San asal buaya darat, tentulah para menteri dan jenderalnya sebangsa dia juga’

Pesta raja dilangsungkan didalam taman raja dipesanggrahan Heng Kiong. Disana sudah berkumpul banyak sekali orang. Para pelayan mundar mandir membawa barang. hidangan dan arak.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar