Kisah Bangsa Petualang Jilid 24

 
Jilid 24

Oe-bun Thong tertawa.

„Sekarang ini Tiat Touw-ut bekerja ber samaku, kita harus menjadi seperti tangan dengan kaki, karenanya tak usah aku dipesan lagi!” katanya.Kedua pihak lantas berpisahan. Mo Lek berjalan bersama sepnya itu. Segera juga, sembari jalan itu, Oe-bun Thong menanyakan ini dan itu. Dia ingin ketahui asal- usul orang. Mo Lek berlaku waspada, ia menjawab dengan ocehannya. Tapi karena ia tidak bisa mendusta, ada alasannya yang tidak masuk diakal.Selagi berjalan terus tibalah mereka di jalan dimana ada peneiangan lentera. Men dadak Oe-bun Thcmg berkata : ,,Tiat Toawut, kalau aku memandang kau, aku merasa seperti aku pernah mengenalmu. Dimanakah kita pernah bertemu ?”

Mo Lek paksakan diri tertawa.

„Akulah orang Kangovw tidak ternama yang biasa luntang- lantung, mana dapat aku bertemu dengan tayjin ?” sahutnya.

Oe-bun Thong juga tertawa. „Kalau begitu, rupanya aku berjodoh dengan kau, maka begitu melihat kau, aku merasa kau sebagai sahabatku!” katanya. Ia mengulur tangannya, untuk berjabatan dengan pemuda itu.

Mo Lek sebal terhadap orang ini, ia menggunai tenaga sepuluh bagian.

Oe-bun Thong pandai ilmu menggunai poan-kwan-pit, senjata yang berupa seperti alat tulis, untuk menotok jalan darah, akan tetapi dia kalah tenaga, maka itu setelah dia memencet, dialah yang merasa telapakan tangannya sakit. Dia terkejut didalamhati „Sungguh besar tenagamu, Tiat Touw-ut !” katanya memaksakan tertawa. „Dengan adanya bantuan kau, perjalanan kita ke Barat ini pastilah selamat-semoga ! Dengan begitu maka berkuranglah kekuatiranku.”

„Setelah itu, sampailah mereka diistana Yan Keng Kiong. Disana telah berkumpul kira-kira tigapuluh San Kie-siewie. Dengan perantaraan Oe-bun Thong, Mo Lek diperkenalkan dengan mereka itu.

Tiba-tiba seorang siewie berkata nyaring : „Tiat Tayjin selamat, selamat ! Apakah tayjin masih ingat aku si orang kecil

? ‘ Mo Lek memandang orang itu, antas ia mengenali. Dialah Ho Kun seorang kauw-wie kecil dibawahan’, Kwee Cu Gie. Ia bertemu dengan orang orang ini pada delapan tahun yang lalu, selagi ia melamar sebagai pengikutnya Sin Thian Hiong menghadiri rapat di Liong Bin Kok. Ho Kun inilah yang melayani ia bersantap di istal kuda. Selama di Kiu-goan, ia memang sudah mencurigai orang ini, maka pernah ia minta Lam Cee In menyampaikan kepada Kwee Cv Gie tentang kecurigaannya itu dan minta Kwe Cu Gie berhati-hati terhadapnya.

.,Eh, Ho Kun, kau juga menjadi san-kie ?’ ia tanya. Biar bagaimana ia heran juga. „Aku datang kemari atas perintah Kwee Lerig-kong untuk menyampaikan berita.” sahut orang she Ho itu. „Dalam pertempuran di Hoo-pak dua kali kami telah memperoleh kemenangan. Oe-bun Ciangkun men jadi sahabat lama dari aku, dari itu sengaja datang kemari menemuinya. Besok aku akan pulang kembali.”

„Oh, begitu. Kalau nanti .kau pulang, tolong sampaikan hormatku kepada Kwee Leng-kong !”

„Tentu ! Tentu!” sahut Ho Kun, sungguh-sungguh. „Tayjin telah berhasil mendapatkan kepercayaannya Sri Brginda, apabila Leng-kong mendapat tahu ia tentu girarg sekali. Bagaimana dengan Lam Ciangkun ? Dimanakah adanya dia sekarang ? ‘

„Memang Kwee Leng-kong yang menitahkan aku datang kemari untuk bekerja pada Sri Baginda,” kata Mo Lek. „Aku ber pisah dari Lam Ciangkun semenjak di Kiu-goan, karena itu aku tidak tahu ia berada dimana sekarang.”

„Tiat Touw-ut,” Oe-bun Thong menyela bertanya, „adakah persahabatan kau dengan Lam Ciangkun erat sekali ?”

Oleh karena disitu ada Ho Kun bersama Mo Lek bicara terus terang.

„Dia lah kakak seperguruanku,” jawabnya. Oe-bun Thong tertawa berkakak.

„Kiranya kaulah sute dari Lam Ciangkun !” katanya. „Pantas kau gagah sekali!”

Mo Lek memakai nama Tiat Ceng sejak didalam Tangsi Kwee Cu Gie, ia belum tahu HoKun tahu namanya yang benar atau tidak. Syukur pembicaraan mereka berhenti sampai disitu. Inilah karena mereka mendengar genta besar di istananya Keng Yang Kiong berbunyi tiga kali. Segera juga terdengar suara berisik dari banyak orang. Itu lah disebabkan munculnya seorang kebiri dari keraton. Kata dia nyaring. „Lekas siap kan kereta ! Lekas buka pintu istana !”

Oe-bun Thong lantas memberikan titah titahnya kepada perbagai San Kie siewie, ter utama untuk mereka itu berkumpul dan ber siap diluar pintu keraton Yan Keng Kiong guna menantikan keluarnya raja.

Selagi orang repot itu, Ho Kun tidak ketahuan sudah pergi kemana.

Sendirinya timbul kecurigannya Mo Lek.

„Ho Kun menjadi seorang Kauw-wie kecil, ‘Cara bagaimana dia dapat masuk ke istana’ pikirnya. „Apa perlunya dia bertemu dengan Oe-bun Thong ? Laginya di-tempat Kwee Leng-kong aaa banyak orang pandai dan dapai dipercaya, dari tentang Ho Kun telah diketahui cukup baik oleh Leng-kong sendiri, kenapa dia yang justeru diutus untuk menyampaikan kabar kemenangan perang ? Ah, mesti ada terjadi sesuatu disini! Bagaimana aku harus bekerja supaya Kwee Leng-kong ketahui sepak-terjang Ho Kun kui ? ‘

Didalam keraton, suara orang sangat berisik. Orang ramai berseliweran. Diantara-nya terdengar riuh tangisnya para selir yang tidak diajak menyingkir. Semua suara itu bercampur menjadi satu. Didalam keadaan seperti itu, tak sempat Mo Lek memperhatikan Ho Kun lagi. Ia juga mesti mulai dengan tugasnya.

Banyak dayang yang menangis dan berebutan untuk naik kekereta, mereka memaksa, akan tetapi disisi kereta ada bertugas para sie-wie, mencegah mereka naik-Pula, dalam keadaan seperti itu, orang tidak harus meras-a kasihan atau sayang lagi.

Nona-nona itu diusir dengan pakia, dengan kekerasan iuga. Ada diantara sie-vvie yang berteriak dengan ancamannya:

,,Siapa lancang naik kekereta, akan aku tabas tangannya!” Dan benar-benar beberapa dayang yang bandel, telah dibacok kutung lengannya, hingga mereka berkaok-kaok dan berlumuran darah!

Sejumlah orang kebiri turut berebutan juga tetapi karena ancaman yang dibuktikan itu, mereka mundur sendirinya.

Hati Mo Lek lemah menyaksikan pemandangan yang memilukan itu. Ia sampai berdiri menjublak. la baru sadar ketika ia mendengar suara nyaring dari Oe-bun Thong:

,,Kenapa kau bengong saja disini ? kenapa kau tidak lekas pergi melayani tuan puteri?”

Pintu istana sudah lantas terpentang. Beberapa puluh kereta terlihat berlerot keluar. Mo Lek mengawasi, la tahu, kereta dengan payung kuning ialah kerajaan. Hanya kereta Puteri Tiang Lok, ia tidak tahu yang mana…

Dengan m larikan kudanya, Mo Lek me lewati beberapa buah kereta Disaat ia hendak menanyakan orang kebiri tentang kereta tuan puteri, tiba-tiba disisinya lewat sebu ah kereta dari mana ia mendengar suara yang merdu ini: ,,Encie, kau lihat! Bocih itu tampan sekali’ Aku belum pernah melihat dia! Ah, apakah dia siewie yang baru.”

Lantas sianak muda menoleh. Lantas juga ia melihat dua orang perempuan yang romannya cantik tetapi centil, la heran. Kata ia dialam hati: ,,Aneh! Kenapa mereka begini merdeka? Mereka tidak tahu malu! Ketika itu Oe-bun Thong mengajukan kudanya. Ia membungkuk diatas kuda, terus ia kata kepada dua orang wanita itu.

Inilah Houw Gee Touw-oet Tiat Ceng yang baru menerima pangkatnya, ia baru bertugas jadi ia belum tahu segala aturan di dalam istana, harap hujin berdua suka memaafkannya.” temudian ia herpaling pada Molek untuk berkaca: ,,Tiat Ceng lekas kau menjalankan kehormatan! Ini Han Kok Hujin dan ini Kok hujin.

Baru sekarang Mo lek tahu bahwa kedua nyonya itu ialah kakak-kakaknya Yo Kui Hui.- Ia merasa menyesal berbareng jemu. Katinya didalam hati: ,,Banyak menteri tidak dapat turut menyingkir, tetapi apakah jasanya segala saudara laki-laki dan perempuan dari Keluarga Yo ini maka mereka dapat ikut dilindungi olehku?” Memikir demikian, ia mengasi dengar suara

„Hm! ‘ lalu terus berkata: „Maaf, hujin berdua ! , Aku menerima perintah untuk melindungi tuan puteri karenanya tak dapat aku melayani kamu!” Dan ia menyabat kudanya buat di kasih lari kedepan. Ia tidak menoleh !agi.

Kedua nyonya besar itu menjadi malu dan mendongkol hingga paras mereka berubah.

Oe-bun Thong menyusul Mo Lek berkata: „Kedua nyonya mempunyai kekuasaan jauh terlebih besar dari pada tuan puteri, kau tahu atau tidak?”

“Aku tidak tahu” sahut Mo Lek, mendongkol. „Jikalau kau tahu pergilah kau yang layani mereka itu!

Oe-big Thong melengak lalu ia teria-tawa.,kawan cilik tabiatmu keras katanya.

Tapi kau juga mempunyai kebenaranrnu. Tuan puteri baik sekali terhadapmu, nah pergilah kau membaikinya! Tapi Mo Lek menjadi gusar sekali kata dia keras , Aku siorang she Tiat, aku belum pernah mengarti tentang menjilat- jilat1 Oe-bun Ciangkun. jangan kau ngaco-belo! ‘ Oe-bun thong menjadi jengah sekali parasnya menjadi biru dan merah, Toh ia memaksakan diri untuk tertawa

,Tiat tauwut aku bicara untuk kebaikanmu! katanya kemudian. , Kau tidak suka menerima kebaikan, baiklah terserah kepadamu aku si orang she Oe-bun, tak dapat aku mengurus kau!” Ia lantas berlalu lapat–lapat terdengar dia tertawa dua kali. Mo Lek maju terus. Ia menemukan seorang kebiri ia minta keterangan tentang keretanya tuan puteri.

„Itulah yang tendanya bundar kereta menerangkan.

Ia lantas menyusul kereta itu, setelah menanjak dengan terpaksa ia berkata: „Kong cu. Tiat Ceng bersadia akan menerima segala perintah”

Tiang Lok Kongcu menyingkap sedikit tendanya, ia memperlihatkan wajahnya yang bersenyum.

„Tiat Ceng, apakah kau bersilih dengan Oe-bun Touwut?” tanyanya.

Merah mukanya anak muda ini, ia jengah.

„Tidak apa-apa,” sahutnya. Lantaran suara orang berisik sekali, kami bicara dengan sedikit keras…”

Tiong Lok tertawa. Ia tidak mengatakan aoa-apa lagi kecuali memesan supaya pahlawan ini terus mendampingi keretanya jangan dia memisahkan diri jauh-jauh Lewat belum lama, Tiang Lok melongok pula.

„Apakah kau kenal Ong Pek Thong?” tanyanya.

Parasnya Mo Lek berubah, hingga sekian Lama ia ragu-ragu untuk menjawab. Puteri itu mengawasi, kembali ia ter tawa.

„Dia pemberontak, kau menteri palawan yang berjasa,” katanya, „taruh kata kamu kenal satu pada lain, itulah tidak ada sangkut pautnya, maka itu, kau bicaralah dengan terus terang.”

Mendengar demikian, terpaksa Mo Lek menjawab.

„Tidak berani aku mendustai kongcu’ sahutnya „Ong Pek Thong itu musuhku!”

Tioag Lok kongcu melongoh.

„Ong Pek Thong iiu berandal besar tukang merampok sambil menyerbu,’ kata Mo Lok. . keluargaku justeru telah dibinasakan dia! Tentang anak perempuannya, aku kenal dia dan diwaktu aku masih mengembara. ketika itu aku masih belum tahu dialah a-naknya musuhku itu, baru kemudian aku me ngetahuinya. Aku melihat sepak terjangnya anak itu beda dari pada ayah dan kakaknya karenanya itu, aku tidak memusuhkan dianya. Walaupun demikian diantara kita tidak ada bicara dari hal persahabatan.

“Oh begitu. Nyatalah kau seorang yang dapat melihat tegas, yane bisa membedakan budi dan sakit hati. Memang, seorang yang berbuat, seorang yang bertanggung jawab Ong Pek Thong yang bermusuh denganmu, Jidak selayaknya anak perempuannya yang memikul tanggungan.”

Dengan mereka berbicara, sampai Tiong Lok Kongcu menanyakan tentang ilmu pedang Ia memberitahukan halnya ia belajar silat pada Kong Sun Tay Nio. Setelah itu ia minta pengiringnya ini suka memberikan ia pelbagai petunjuk.

Kongsun Tay Nio menjadi ahli pedang nomor satu, kepadaiannya mengatasi kepandaiannya Toan Kui Ciang, tetapi puteri ini . . , simurid . . . kurang latihan karena nya dia belum bisa bersilat, atau menggunai ilmunya itu, dengan sempurna. Itulah sebabnya dia tak sanggup melawan Ceng Ceng Jie yang liehay.

Mulanya Mo Lek bicara dengan berhati hati ia menjawab seperlunya saja, akan tetapi, kapan puteri itu bicara dari hal ilmu pedang perhatiannya jadi sangat keiarik. Ilmu pedang ialah ilmu yang ia paling gemarkan. Maka selanjutnya suka ia melayani puteri itu dapat ia bicara dergan asyik.

Tiang Lok Kongcu mengulur tangannya menyodorkan satu buah per.

“Tiat Touw ut, makanlah buah ini. katanya. „Untuk menghilangkan dahaga.

Terima kasih kongcu,*”sahut sianak muda- Puteri itu menghela napas.

Satu buah per tidak ada artinya kata nya. „Tapi aku kuatir sekali, seberlalunya dari kota Tiang-an ini. selewatnya sedikit waktu untuk memakannya tak mudah lagi…. ‘ Mo Lek mengerti, maka ia menjadi masgul, hingga air mukanya menjadi suram, Tapi ia menghibur nona bangsawan itu.

„Legakan hatimu, kongcu,” katanya .„kita cuma buat sementara waktu saja menyingkir dari keadaan yang mengancam Mesti datang harinya yang kita akan kembali pulang . . .

Disaat itu pemuda ini telah tak dapat merubah cara bicaranya, ia melupai pesan Cin Siang, Ia bukan menyebut tentang „kunjungan ke Barat’ hanya „menyingkir dari bahaya..” Syukur Tiang Lok kongcu tidak memperhatikan nya.

Tengah mereka asyik bicara. itu,seko-nyong-konyong terdengar suara berisiknya rombongan serdadu Mo Lek segera menoleh kebelakang. Maka ia lantas irelihat berkobarnya api. Itulah perbuatarnya tentara itu yang telah membakar sebuah jembatan.

Cahaya api membikin Baginda Hian Cong terkejut, la menghentikan keretanya dan menanya apa sudah terjadi

„Itulah hasil pemikiran hamba ‘ sahut Yo Kot Tiong “Hamba menitahkan membakar jembatan supaya kita dapat mencegah andaikata ada yang datang mengejar . -Hian Cong menghela napas. , Rakyat pun ingin menyingkir dari orang jahat untuk kehidupannya itu dibikin putus … ‘

Lantas raja memerintahkan Kho Lek Su mengepalai sepasukan tentaranya untuk memadamkan api.

Yo Kok Tiong kena batunya ia membungkam.

Berjalan sekian lama, rraka orang lewatlah di „ Co-Cong.” Itulah tempat yang menjadi gudang ramgsum kerajaan. Disana raja melihat sejumlah serdadu dan opsir yang tangannya mencekal ikatan-ikatan rum put, la perintah menghentikan keretanya ia tanya apa maunya tentara itu.

Yo Kok Tiong yang menjawab pula. Katanya: „Di Co Cong terkumpul banyak sekali barang makanan dan uang, semua itu tidak dapat dibawa pergi supaya semua itu tidak sampai nanti dirampas orang jahat hamba hendak membakarnya.”

„Kalau memberontak tidak mendapat-kan apa-apa, tentulah mereka bakal lebih menyiksa rakyat,” katanya. ,,Baiklah semua itu di biarkan supaya mereda yang mendapatkan, agar rakyat tidak di tambah kesengsaraan dan penderitaannya.

Maka Kha Lek Su kembali diperintah membubarkan opsir dan tentara itu. Kemudian kereta dijalankan terus.

Tiar Mo Lek menyaksikan dua peristiwa itu, hatinya jadi bekerja. „Teranglah Seri Baginda masih menyayangi rakyat,” pikirnya.

„Adalah Yo Kok Tiong yang tidak menghiraukannya. Kalau ternyata negara bercelaka ditangannya kawannya Yo Kok Tiong ini.

Mo Lek tidak ketahui siasatnya kaisar Di saat berbahaya itu hati rakyat harus di ambil. Walaupun demikian siasat atau bukan kenyataannya toh itu jauh terlebih baik dari pada rencananya Yo Kok Tiong yang busuk itu.

Perjalanan dilanjuti terus Perjalanan ja uh tidak heran kalau bekalan barang makanan tidak mencukupi. Memang mulanya sejala apa tersedia lengkap segala kebutuhan masih bisa didapatkan disetiap cempat yang dilewati. Tetapi lama-lama, muncullah kesu litaanva. Lambat laun semua pembesar setempat dan rakyat ketahui raja bukan tengah membuat kunjungan hanva lagi menyingkirkan diri hati mereka itu menjadi tidak tenang. kotaraja sudah ditinggal pergi, mere ka menjadi berkuatir dan takut. Celaka kalau satu hari musuh tiba. karena itu lantas mendahului pada mengungsi, kesudahannya ini yalah, dikena dimana raja tiba, didalam sepuluh rumah sembilan sudah kosong melongpong !

Lewar beberapa hari, tibalah rombong an raja diistana peristirahatan di Ham yang. Itulah istana Bong Hian Kiong “Bong Hian ” berarti (menghadapi sicerdik pandai) ! Apa mau, disini juga para pembesar dan serdadunya telah pada menyingkirkan diri. Karenanya hari itu, sampai tengahari. para pengiring raja belum makan sama sekali. Syukur setali tidak semua rakyat pergi mengungsi.

Ho Ke Tayciangkun Tan Goan Lee sudah lantas menitahkan tentaranya memasuki kampung, untuk mencari barang makanan. Rakyat suka memberikan nasi kasar di-campur- dengan gandum dan kacang Bukan cuma para opsir dan serdadu yang kemaruk itu, malah rombongan cucu pangeran jnga memperebutkannya, memakannya dengan mencabak. Maka sebentar saja habis sudah barang hidangan dari rakyat itu. Raja memerintahkan memberikan uang kepada rakyat itu, untuk membalas budi, atas mana, rakyat itu menjadi terharu, banyak yang menangis tersedu-sedu. Melihat itu, raja sendiri menepa airmatanya.

Seorang tua diantara rakyat, yang rambutnya sudah ubanan, bertindak maju dengan targannya menenteng sebuan rantang sejumlah serdadu lantas merangsak, untuk mengambil isinya rantang itu tetapi dia menolaknya dia kata: Aku hendak menghaturkan ini kepada Seri Baginda Raja! lsinya rantang itu ialah nasi kasar Raja mana dapat makan barang makananmu ini? kata seorang sendadu ‘Lebih baik kau kasihan kepada kami!”

Atas itu sirakyat tua itu berkata keras: Dengan ini heedak aku membikin ja mcnpi-.safi penderitaan ! Aku pula ada bicara untuk Seri Baginda! ‘

Heran o ang tua ubanan itu, tenaginya besar luar bia;a. Dia dapat mengundurkan sekian serdadu itu, dia bertindak dengan gagah. Para serdadu itu pada terpelanting.

Cis Siang mendengar suara berbisik itu, ia menoleh untuk melibat, lantas ia bertindak menghampirkan. Segera juga ia menjadi kaget.

,,Oh, Kwe Locianpwee, kiranya kau!’

Orang tua itu yalah Kwee Ciong kin, dimasa mudanya ia menjadi seorang gagah pengembaraan, setelah berusia setengah tua, ia mengundurkan diri, kepandaiannya diwariskan pada seorang muridnya yang telah mendapat nama melebihkan namanya sendi ri. Murid itu yalah Touw Pek Eng, yang namanya hampir sama terkenalnya seperti Toan Kui Ciang dan Lam Cee In. Cin Siang kenal orang tua itu, maka ia terus menanyakan maksud orang Akhirnya ia kata: Harap loocianpwee menanti sebentar, akan aku laporkan dahulu para Sri Baginda.”

Hati Hian Cong tergerak mendengar ada orang rakvat jelata hendak mempersembahkan barang makanan kepadanya seraya katanya orang itu disuruh menghadap. Kata ia: “Kami malu sekeli ! kami tidak bijaksana, kami membuat rakyat bersengsrra, disaat kami terlunta lunta ini, ada rakyat yang hendak mengantari barang makanan kepada kami..”

„Siapa yang dapat hati rakyat, dialah yang makmur! ‘ berkata Cin Siang. “Adalah untung besar dari Kerajaan Tong bahwa hati rakyat masih belum lenyap!”

Mendengar itu, Hian Cong menyuruh panglimanya itu memimpin Ciong Kin datang menghadap. Kata siorang tua. Itulah makanan nasi kasar capur gandum dan kacang yang menjadi barang makanan sehari-hari dari jelata, hamba mohon Sri Baginda svka mencobainya Semoga k?lau kelak di-belakang hari Sri Baginda makmur dan berbahagia pula, jangan Sri Baginda melupakan kesengsaraannya arak negeri !

Tak dapat raja menelan nasi kasar itu. akan tetapi untuk dapat mengambil hati rakvat ia paksa memakannya, bahkan sengaja ia memuji. Katarya: Air tawarpun melebihkan arak yang baik, maka itu nasi ini, tanda kecintaan dari rakyat, melebihkan bararg hidangan paling lezat dari istana!

Mendengar itu Kwee Ciong Kin menangis. Ia berkata: Bukan semenjak satu hari yang An Lok San menyimpan cita-cita mem berontaknya yang jahat itu, hanya tadi-tadinya, kalau ada orang ypng datang untuk bicara dari hal niat berontaknya itu. Seri Baginda lantas membuangnya, itu seperti menganjurkan pemberontakannya. Itulah sebabnya kenapa dijaman dahulukala, raja yang bijaksana mencari mentri yang setia dan pandai. Dijaman Song Keng menjadi perdana menteri, kata- kata jujur diterima baik, maka negara aman dan sentosa. Tapi sekaraag ini, menteri bicara jujur menjadi pantangan orang cuma pandai bermuka-muka Seri Baginda tidak mengetahui itu semua.

Rakyat sudah mengetahui siaig siang apa yang bakal terjali tetapi tidak ada jalan untuk melaporkan keatas Maka itu terjadilah peristiwa hari ini -bagaimana sukar untuk menghadap raja!”

Kata-kata itu membikin pucat dan merah mukanya Yo Kok Tiong dan lainnya yang mendampingi raja. Raja sendiri juga sangat menyesal hingga ia membanting-banting kaki,

„Ya semua ini disebabkan kami tidak mengerti jelas, sekarang mau menyesalpun sudah kasip,” katanya. “Terima kasih untuk kata-kata jujur dari lootiang.

Raja meloloskan ikat piiggang kemalanya, untuk dihadiahkan pada siorangcua.

Mo Lek sudah lantas minta keterangan pada Cin Siang tentang orang tua yang gagah dan jujur ini, maka itu setelah Kwee Ciong Kin mengundurkan dari, ia menghampirkannya dan kata. “Kwe Loocianwee ijinkan aku mengantar kau barang satu rintisan” Ciong Kin tidak kenal opsir muda ini, ia heran.

Cin Siang segera mengajar kenal katanya : , Ini Tiat Touw-ut baru saja tiba dari Kiu-goan. Baru satu bulan berselang dia berkumpul bersama saudara Pet Eng yang menjadi loocianpwee.”

„Oh, begitu!” kata siorang tua. „Aku pun memikir untuk pergi kepada Kwee Leng-kong.”

Mereka jalan bersama Mo Lek mengantar bersama Cin Siang, sampai sejauh lima lie. lapun memberitahukan hal iya Touw Pek Eng ada ditempatnya Sin Thian Hiong di Kiam kee Nia. Selagi mau berpisahan, ia ingai sesuatu, maka lantas ia berkata: „Loo cianpwee, kalau nanti loocianpwee bertemu dengan Kwee Leng-kong, tolong sampaikan halnya aku telah bertemu dengan Ho Kun di Tiang-an. Harap locianpvee ingat nama Ho kun itu yaitu Ho dari kiong-ho pemberian selamat dan Kun dari Kun Lun San. Ho K.un itu mempunyai perhubungan erat sekali dengan Oe kun Thong dari itu aku minta suka,ah Leng-kong waspada terhadapi ya.”

Kwe Ciong Kin memberikan janjinya, lantai mereka berpisahan.

Didalam perjalanan Kembali. Cin Siang minta penjelasan hal sepak terjangnya Ho Kun itu Mo Lek menjelaskan segala apa. Mendengar demikian, Cin Siang jadi mencurigai Oe-bun Thong.

„ Kalau begitu, baik kau jangan bicara kau awasi saja padanya’ kemudian ia pesan sianak muda.

Selewatnya kota Ham-yang, rakyat nampak semakin menderita. Tenterapun mengalami perubahan ialah setiap hari ada saja prajurit yang minggat, maka dalam beberapa h iri, didalam sepuluh bagian, sudah ada tiga bagian yang kabur!

Pada suatu hari tibalah orang diperhen-likan Me Gui Ek. Tiba tiba mereka disambut hujan besar dan badai hingga bendera pada terlepas dari cekalan, kuda dan orangada yang terguling, sampai tenda-tenda kereta bocor dan rusak. Hingga pakaian orang menjidi tidak keruan macam. Orangpun tidak berdaya untuk melanjuti perjalanan. Terpaksa mereka melindungi diri didalam rimba. Kebetulan disitu ada sebuah kuil rusak, kaisar dan keluarganya berlindung di situ. tentera dan lainnya mesti berdiam di bawah pepohonan.

Celakanya hujan turun berlarut-larut sampai beberapa hari, hingga air jadi me-ngembeng, jalanan rusak, jembatan pada runtuh. Dengan begitu, orang maju tak dapat mundur tj^dak. Perjalanan menjadi tertunda di Ma Gui EK. itu. Justeru itu waktu ada dipermulaan musim rontok hawa udara dingin sekali. Tentera semua menjadi tersiksa hawa dingin dan perut keroncongan.

Bekalan barang ma’canan dari kotaraja sudah habis, barang makanan yang didapat dari rakyat disepanjang sangat berbatas, sudah begitu, orasigpun harus menyediaka i nya untuk dapur kerajaan dan rombongannya Yo Kok Tiong, yang mesti didahulukan. Tidak ada lain jalan tertera menyembelih kuda atau mencari lalap liar Tapi itu cuma bertahan buat beberapa hari. Kuda habis, lalap pun ludas. tentara menjadi menggerutu, hingga dari mana-mana terdengarlah suara penasaran dari mereka itu.

Mo Lek mesti menderita bersama. Mendengar gerutuan tentara, ia berduka sekali. Tentu sekali, tak dapat ia membilang suatu apa.

Pada suatu hari hujan berhenti. Tidak menanti sampai cuaca terang, Mo Lek pergi mendaki gunung, untuk berburu. Ia berhasil mendapatkan dua ekor mencak. Ia membawa nya pulang untuk dijadikan sup, yang ia dahar bersama barisannya, tentu sekali masakan satu kwali besar itu masih jauh dari pada mencukupi!

Orang berkumpul didepan api dapur. suara tentara itu berisik. Sembilan dalam sepuluh menyesali dan menggerutui Yo Kok Tiong bahkan ada yang mengumpat maki Yo Kui Hui

Ada pahlawan-pahlawannya Yo Kok Tiong, yang mendengar suara itu akan tetapi didalam keadaan seperti itu mereka tidak berani mencampur tahu, maka diam-diam mereka menjauhkan diri berpura tidak tahu .. .,Agaknya sudah ditakdirkan kita bakal terbinasa diluar Kampung halaman kita.” demikitn terdengar keluhan tentara tentara itu,’ , maka itu tulang betulan? kita entah bakal dipendam ditegalan liar atau gunung belukar yang mana ..”

Dalam mendongkol tentara itu kangen kepada kampung halamannya masing-masing entah siapa yang mendahului, semua lantas menangis sedih sekali. Mo Lek gagah dan hatinya teguh, tidak urung ia menjadi sangat terlaru, hingga ia jadi berduka sekali.

„Tentara runtuh semangatnya begini macam bagaimana andaikata mereka menghadapi musuh ” pikirnya. Tentu mereka, bakal musna tanpa kerana … i”

Seorang tentara tukang tetabuhan, yang biasa meniup seruling, sudah lantas meniup alat musiknya itu. Ia mendengarkan lagu kampung-halamannnya. Lantas seorang pembesar, yang menjadi jurutulis yang muda menimpali dengan menjanjikan sebuah syair dari Tu Fu yang bermaksud sedih, tentang sasterawan Siu Sin dari ahala Selatan Utara yang mengungsi ke See Gui dan Pak Cin akibat musnanya ahala Liang dari Selatan hingga kesudahannya ia mati sengsara di kampung orang. Tentara semua tidak tahu lelakonnya Siu Sin, tetapi lagu sedih itu menggoncangkan hati mereka maka itu, ke sedihan mereka jadi bertambah-tambah.

Mo Lek juga tak sanggup mendengar lebih lama tangisan tentara itu, diam-diam ia menjauhkan diri, atau segera ia diham-pirkan seorang dayang, yang keluar dari dalam rimba. Dayang itu lantas menyapa ,,Tiat Touw-ut aku tengah mencarimu. Tuan puteri mengundang touw-ut..”

Tiat Mo Lek heran.

,,Hari sudah jauh malam, diwaktu begini aku menghadap tuan puteri, itulah tak leluasa,” katanya ragu-ragu. „Kongcu tidak ada didalam heng-kiong” kata dayang itu. ,,Ia menantikan didalam rimba dibelakang itu. Kong-cu kata ada urusan penting yang ia hendak bicarakan dengan touw-ut. Mari lekas touw-ut menemuinya !”

Keluarga raja mempunyai aturannya sendiri sekalipun disaac menyingkirkan diri sebagai ini dan tempat mondoknya raja me rupakan^ sebuah kuil bobiok, toh tempat mondoknya itu masih tetap disebut „heng kiong” atau balai istirahat. Dan disekitar beberapa puluh tombak dari heng-kiong ini, tak sembarang orang dapat dikasih datang dekat, cuma pada Liong Kie siewie serta beberapa perwira lainnya yang boleh me-lttasukiriya. Sekalipun rimba cibelakang kuil bobrok termasuk daerah terlarang.

Mo Lek bukannya Liong Kie siewie tetapi dialah Houw Gee TOuw-ut, iapun menjadi hutongnya, yaitu wakil kepala dari San Kie siewie, bahkan ia ditunjuk raja sendiri sebagai opsir istimewa pelindung tuan puteri, maka ia dapat diajak memasuki daerah terlarang itu dengan dipimpin dayang-

Mendengar halnya Puteri Tiang Lok mempunyai urusan penting, hati Mo Lek berdebar. Ia ingat ialah pelindung puteri dan puteri berhak memberi perintah kepadanya, karena itu, ia tak perlu menghiraukan lagi keragu-raguannya. Begitulah ia turut dayang itu.

Tengah hari itu hujan berhenti, sekarang diwaktu malam, langit cerah. Sesudah mega buyar, rembulan pun jernih. Sejak hampir sepuluh hari, baru malam ini orang menyaksikan si Puteri Malam.

Ketika Mo Lek sampai didalam rimba diantara sinarnya rembulan, ia melihat Tiang Lok Kongcu dengan pakaiannya yang sederhana berdiri seorang diri dibawah sebuah pohon cemara tua. Ketika puteri itu menggapai, dayangnya lantas mengundurkan secara diam-diam.

Dengan menekuk dengkulnya, Mo Lek memberi hormat.

„Tiat Ceng menghadap Kongcu,” katanya „Entah ada urusan apa Kongcu memanggilku ?”

Puteri Tiang Lok mengulur sebelah lengannya yang putih.

„Kaulah tuan penolongku, tak usah kau menggunai banyak adat peradatan.” katanya halus. Ia hendak memimpin bangun pahlawannya itu, hingga Mo Lek menjadi bingungjekas-lekas dia bangun berdiri, untuk menyingkir. Kata dia : „Terima kasih untuk kebaikan Kongcu, akan tetapi adat-istiadat diantara menteri dan junjungannya tidak dapat dihilangkan.”

Alis lentik puteri itu berkerut.

„Disaat seperti ini, bagaimana kau masih menyebut adat istiadat diantara raja dan menteri ?” katanya, perlahan dan berduka. „Afakah tak dapat kau memandang aku sebagai sahabatmu ? Aku paling tidak menyukai yang dihadapanku, kau menggunai segala aturan yang mengekang dirimu.

Dengan terpaksa Mo Lek duduk berendeng dengan puteri raja itu.

„Selama beberapa hari ini, kamu sangat menderita,” berkata Tiang Lok Kongcu.

„Asal Sri Baginda dan Kongcu sehat-walafiat, tak berarti apa- apa yang kami -derita,” kata pahlawan yang gagah itu.

Tiang Lok menghela napas, kami yang menyusahkan kamu, katanya. „Ah, disaat kacau seperti ini, hidup didalam keluarga raja sungguh hal jang sangat tidak beruntung. Tiat Ceng, aku jadi  mengagumi  cara  hidupmu  didalam  dania  Kangouw  !

Umpama kata aku bukannya seorang puteri raja, aku juga ingin merantau keempat penjuru negara, untuk mengikuti kau mengembara.

benar-benarnya.’

Mo Tek mengangguk, ia menjawab : „Tentara tersiksa hujan dan angin makannya tidak cukup pakaiannya tidak lengkap jikalau mereka menggerutu sedikit, itulah hal yang tidak dapat dihindarkan. Mereka juga mengerti, semua ini disebabkan didalam istana muncul segala dorna.”

Pemuda ini berlaku berhati-hati, ia tidak menyebut Yo Kok Tiong.

Tiang Lok menghela napas pula.

„Tidak dapat kau mendustai aku,” kata nya. „Mereka itu bukan melainkan menggerutu, mereka sebenarnya sangat penasaran, hingga umpamakata hawa penasarannya itu sudah naik sampai dilangit. Mereka membenci Yo Kok Tiong hingga mereka menyesal tidak dapat makan dagingnya dan tidur diatas kulitnya !”‘

Mo Kek heran dan kagum.

„Kongcu, kau telah ketahui itu?” katanya.

„Siang tadi telah datang Ong Su Lee, Utusan tentara dari Hoo-goan,” katanya, .,Dia telah menghaap kepada Ayah sudah lantas menanyakan urusan peperangan digaris depan. Sebelum menjawab, dia menangis terlebih dahilu. Kata dia, semenjan Sri Baginda berangkat, sema gat tentara menjadi berkurang. Ayah tanya : „Apakah mereka menyesali kami sudah meninggalkannya ?”‘ Ong Su Lee jawab : „Bukan. Mereka kata sudah selayaknya Sri Baginda berangkat ke Barat karena untuk keselamatan diri buat menjaga kesejahteraan negara, supaya keraja an tidak putus turunan. Mereka hanya menyesalkan dan penasaran terhadap menteri besar yang pernah menerima budi berlimpah limpah dari Sri Baginda disaat genting dari negara ini, tidak berani mengajukan diri guna melawan musuh, sebaliknya melainkan membelai kepentingan diri sendiri, bahkan dengan menggunai pengaruh Sri Baginda, sudah main gertak sana gertak sini. Oleh karena itu asal Sri Baginda berlaku adil dalam mengganjar dan menghukum, supaya yang, berjasa dianugerahi dan yang berdosa dihukum, pastilah semangat tentara itu akan | terbangun pula sendirinya. Mendengar itu, ayah berdiam. Ayah dapat menerka siapa yang dimaksudkan urusan itu. Lewat sesaat baru ayah berkata: “Aku tahu sudah, kau setia dan jujur, kaulah tiang Negara. Maka Ong Su Lee lantas diangkat menjadi Liong-yu Ciattouwsu dari Hoo See. Tapi mengenai mengganjari yang berjasa dan menghukum yang berdosa ayah tidak menyebut-nyebut sepatah kata juga …

„Tentang pemerintah mengajarkan atau menghukum aku tidak berani sembarang mengutarakan sesuatu.”kata Mo Lek.”Akan tetapi apa yang aku tahu ialah di dalam ka langau Gie Lim tun orang oersatu hati dan bersatu pikiran dengan pandangannya ialah semuanya mengharapkan utusan dari Hoo- goan itu ialah semuanya mengharapkan Seri Baginda menegakkan aturan pemerintahan buat menyingkirkan segala dorna dan sebaliknya mempercayai menteri-menteri arif bijaksana.

„Ong Su Lee tidak berani bicara terus-terang didepan ayah, berkata pula Tiang Lok Kongcu.”Hanya kemudian selagi hendak berpamitan buat berangkat pulang, secara diam diam dia sudah bicara dengan Hu-Kee Tay Ciangcun Tan Goan Lee.,,kata dia: ‘ Yo Kok Tiong telah membangkitkan kekacauan kejahatannya sudah melampui batas, semua orang sangat membenci dan bersakithati terhadapnya, maka itu kecuali dorna itu disingkirkan pastilah rakyat bakal memisahkan diri. Atas itu Tan Goan-Lee berkata; “Urusan ini sangat besar biarlah aku mendayakannya dengan perlahan Jahan. Tan Goan Lee masih malang kepada Yo kun Hu, dari itu tidak berani dia turun tangan. Dia tahu aku sangat disayangi ayah, mungkin dia juga mengetahui samar-samar bahwa aku tidak puas terhadap keluarga Yo, maka dengan cara diam diam dia telah menemui aku dan telah menyampaikan kata-katanya Ong Su Lee padaku setelah mana dia minta aku berdaya untuk bekerja guna negara buat menyingkirkan dorna itu. Habis apakah dayaku ? Memang ayah menyanyangt aku tetapi ia lebih mencintai Yo Kui Hui. Ketika aku menyebut nama Yo Kok Tiong didepan ayah, ayah menggeleng-geleng kepala dan menarik napas panjang lantas ia melarang aku bicara lebih jauh. Ayah demikian ragu-ragu maka itu aku kuatir sekali ! Cerajaan Long yang besar ini nanti lenyap ditangannya keluarga Yo itu . . . •

Tiba-tiba saja darahnya Mo Lek bergolak. Ia kata „Conjcu apabila kongcu memerlukan tenaga hamba sekalipun mesti mati berlaksa kali, hamba tidak nanti menampik.

Baru Mo Lek berkata begitu, mereka lantas mendengar batuk-batuknya sipelayan wanita dan sisi rimba. Tiang Lok terkejut segera ia kata perlahan : „Ada Orang datang ! Pergi, pergilah kau memikir dan mendayakannya, tetapi ingat, jangan sembrono!’

Pelayan itu sudah datang menghampir-kan, maka dengan dipepayang dia, Tiang Lok lantas berlalu kedalam rimba.

Hampir berbareng dengan itu, disitu ter dengar suara tertawa berkakak dan orang yang tertawa besar itu lantas muncul, Mo Lek melihat Oe-bun Thong. „Sungguh kau gembira sekali, Tiat Touw-ut !” kata dia, tertawa pula. Adakah kau seorang diri menggadangi si Puteri Malam disini ?” ,

„Aku lagi meronda ?” sahut Mo Lek cepat dan ringkas. „Oh,, kau lagi meronda ?” sep itu me-negaskan. „Apakah kau melihat orang yang mencurigai di dalam rimba ini ? Barusan aku pun mendengar suara orang „ . . mari kita memeriksa bersama !”

Mo Lek merasa tidak enak sendirinya, meski ia tahu tidak melakukan sesuatu yang tidak pantas. Apa yang ia kuatirkan ialah Tiang Lok Kongcu nanti ada yang ceritakan secara yang tidak-tidak.

„Terima kasih, Ce-bun Ciangkun, tak usah mau mencapaikan diri.” katanya. „Aku sudah memeriksa, aku tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.

Oe-bun Thong tertawa pula, suaranya nyaring. Habis tertawa itu, mendadak ia ka ta perlahan : „Tiat Toaw-ut, apakah kau tengah menantikan orang ? Benarkah kau tidak melihat sesuatu

? Barusan aku melihat satu bayangan orang, dia mirip pelayan nya Tiang Lok Kongcu.”

Mo Lek percaya orang tidak memergoki si tuan puteri sendiri, hatinya menjadi mantap*

„Jangan berkelakar, Oe-bun Ciangkun!” katanya. „Mungkin mata kau kabur ! Kenapa aku tidak melihatnya ?”

Mo Lek kuatir sekali Oe-bun Thong memaksa hendak mencari, siapa tahu mendadak panglima itu tertawa berkakak, habis mana dia kata : „Tiat Touw-ut, karena kau bukan lagi menunggui orang, mari kau turut aku ! Disana justeru ada orang yang lagi menantikanmu !”

Mo Lek menyangka orang maksudkan Tiang Lok Kongcu, maka ia kata : ,,Oe-bun Ciangkun, sudah jangan kau main-main aku . . . aku …” Ia mau menerangkan bahwa ia tengah melakukan tugas melindungi Puteri Tiang Lok, kalau tuan puteri mau memanggil ianya, tuan puteri dapat menitahkan orang kebiri, atau Oe-bun Thong sudah menyela, katanya sungguh- sungguh : „Siapa main-main denganmu ? Siang-kok yang menitahkan aku mengundang kau ”

Heran Mo Lek. Yang dimaksudkan „Siang-kok” itu . . . perdana menteri … ialah Yo-Kok Tiong.

„Apa ?” tanyanya menegasi. „Apa ? Yo Siangya menantikan untuk menemui aku?”

Lagi-lagi panglima itu tertawa lebar.

„Kau kaget rupanya!” katanya. „Haha Ah, anak, kau  sungguh beruntung ! Mari lekas turut aku [”

Dengan sikap sangat akrab, sep ini memegang tangan orang, untuk ditarik.

Mo Lek masih ragu-ragu, tetapi segeia ia dapat menetapkan hati.

„Paliag juga aku mati satu kali ! pikirnya. „Buat apa aku takuti Yo Kok Tiong ? Dia mau menemui aku, ini justeru ketikanya yang baik ! Biarlah aku menanti ketikaku untuk membinasakan dia !”

Maka ia turut sep itu.

Yo Kok Tiong mendapat tempat dibe-lakangnya kuil, disitu ada pintu lainnya bu at orang masuk dan keluar, terpisah dari tempat raja atau puteri. Mo Lek diajak me masuki sebuah pintu samping, disitu dikiri dan kanan lorong, penuh penjaga barisan pribadi Y o Kok Tiong. Perdana menteri itu duduk seorang diri di dalam sebuah ruang.

,,Tiat Touw-ut sudang datang!” Oe-bun Thong memberi lapoian setelah dia menghadap orang besar itu.

Yo Kok Tiong tertawa menyeringai, memperlihatkan roman dornanya yang licik. „Bagus, bagus !” katanya, nyaring. „Tiat Touw-ut, kaulah seorang menteri yang berjasa telah melindungi Seri Baginda ! Se benarnya aku ingin siang-siang menemui kau, sayang aku mempunyai banyak urusan jangan, jangan kau menggunai adat-peradatan ! Mari. mari duduk disini !”

Bukan main ramahnya perdana menteri ini, akan tetapi, melihat dia, bukan kepalang gusarnya Mo Lek, hatinya panas tak terkirakan, hingga ingin ia segera turun tangan membinasakannya, atau tiba-tiba ia ingat pesan Tiang Lok Kongcu untuknya sabar dan berhati-hati. Ia pikir : „Memang rakyat sangat membenci Yo Kok Tiong ini tetapi untuk membikin kebencian itu sirna paling baik biarlah Seri Baginda sendiri yang menggunai uadang-uudang negara yang sah ! Atau lain jalannya yaitu semua tentara mendakwa dia membuktikan kesalahannya, supaya dia dihukum mati secara sah agar hati orang menjadi puas dan reda. Laginya dengan adanya Oe-bun Thong disisi-nya, belum tentu aku akan berhasil membunuhnya. Taruh kata aku dapat membunuh dia, penasaran tentara masih belum disampaikan ke atas. Biarlah aku bersabar dulu.”

Meski ia muda dan hatinya keras, pemuda ini tidak sembrono, maka itu, habis berpikir demikian, dapat ia menenangkan diri. Ia menghadap perdana menteri itu. sembari memberi hormat, ia tanya : „Entah ada perintah apa maka Siangya memanggil aku ?”

Yo Kok Tiong bersikap ramah.

„Aku paling senang dengan anak-anak muda yang pandai ! Katanya manis. „Tiat Touw-ut, ilmu silat kau liehay, kau juga telah bferjasa melindungi Seri Baginda, maka asal kau dapat membawa diri baik-baik pasti sekali hari depanmu tiada batasnya ! Sekarang ini, pangkatmu cuma membuat kau kecewa Kok Tiong bicara sambil melirik pemuda itu, ia bersenyum sebagai juga orang tidak bersenyum. Ia sedikit jengah karena atas kata-katanya itu, Mo Lek tidak mem-berikan sesuatu pengutaraan.

Oe-bun Thong duduk dekat dengan si anak muda, dengan sikutnya ia menyentuh sembari ia berkata : „Tiat Touw-ut. Siang-ya berniat mengangkat kau, kenapa kau tidak mengucapkan terima kasihmu ?”

Mo Lek berkata, dengan tawar : „Terima kasih untuk kebaikan Siangya. Tiat Ceng bekerja kepada Seri Baginda dan telah melindunginya itu semua sudah menjadi tugas kewajibannya ! Bahwa Seri Baginda sudah begitu murah hati melepaskan budinya dengan memberikan suatu pangkat, rasanya itulah tidak selayaknya, itu bukannya hakku untuk menerima oleh karena itu, mana aku berani menyebut kecewa

?”

Yo Kok Tiong melengak sejenak, lalu ia tertawa lebar.

„Tiat Touw-ut, kau tidak temaha akan jasa, kau juga tidak jumawa, sungguh kau mirip dengan jenderal-jenderal besar di jaman purbakala !” dia memuji. Sikapmu ini membikin lohu makin menghargai kau ! Akan tetapi kau haruslah mengenal peribahasa yang mengatakan bahwa manusia itu mengharapi tempat tinggi untuk memanjat dan air itu mengharap tanah rendah untuk mengalir, karena itu, apakah kau benar-benar tidak memikir untuk naik ke atas ‘

Kok Tiong mau menunjuki sikap akrab nya, maka sebagai ganti kata „aku.” ia me nyebut „lo-hu” … si Orang tua.

Mo Lek lantas menjawab, sederhana : „Siapa tidak berjasa, dia tidak menerima ganjaran, oleh karena itu, walaupun Siangya memikir buat mengangkat ku siorang she Tiat, menyesal sekali, tak berani ku menerimanya.” Yo Kok Tiong mentafsirkan keliru kata-kata orang, ia tertawa.

„Tiat Touw-ut,” katanya pula, „asal kau mengarti kebaikan lo-hu, maka kita te lah menjadi orang dari satu rumah. Kau tahu sang hari panjang sekali, dari itu tak akan menemukan harinya untuk kau balas kebaikanku ini !” berkata sampai di situ, perdana menteri ini m’eneruskan, dengan suara perlahan sekali : „Katanya di antara tentara ada sir&ra yang menyesalkan atau penasaran terhadap lohu, apakah kau mendapat dengar itu ?”

Mo Lek segera juga mendusin. Baru sekarang ia mengarti perdana menteri ini „mengundang” ia karena orang hendak mem baikinya, supaya ia menjadi konconya. Ia menduga tentulah orang sudah ketahui ten-tang perasaan tidak puas diantara tentara yang lagi menderita itu, rupanya salah seorang sievvienya telah memberikan laporannya, Ia berpura-pura tidak tahu. Ia juuteru balik menanya :

„Benarkah ada hal demikian ?” pemuda ini balik bertanya.

„Piet-cit belum pernah mendengar itu. Entah mereka itu penasaran bagaimana ?”

Mukanya Yo Kok Tiong menjadi merah Perwira muda ini menyangkal, karena itu, mana dapat ia menjawab dengan menyebutkan apa yang tentara bilang ? Bukankah itu dampratan untuk dirinya ? Dasar ia licin, dengan lekas ia mendapat pikiran. Maka ia kata : „Sekarang ini kita menderita, ini lah untuk sementara waktu saja. Bahwa ada tentara yang tidak puas dan jadi mengoceh karenanya, itu pun jamak, hal itu tidak da pat dihindarkan. Loliu telah menerima ke baikan dari Seri Baginda, yang menyayangi ku, tidak nanti Idhu dapat meluputkan diri dari sirik hati dai kedengkian. Apa yang lohu kuatirkan ialah ovang busuk nanti me ngadu biru dan bekerja secara diam-diam dari dalam, Untuk membangkitkan kegusarannya tentara terhadapku, supaya mereka menentangku. Tiat Touw-ut, kau seorang pintar, jikalau kau dapat bekerja untuk lohu lupakan kebaikanmu itu ‘

Md Lek terus berlagak pilo’n.

„Siangya, Tiat Ceng bodoh sekali, masih ku belum mengarti maksud Siangya,” sahutnya.

Kok Tiong melirik anak muda itu, terus sinar matanya pindah kepada Oe-bun Thong. Dia ini mengarti, dia tertawa, lantas dia kata pada Mo Lek ; „Tiat To’uw-ut apakah benar-benar kau masih belum mengarti ? Siangya menghendaki kau menjadi mata-matanya Siangya ! Yaitu, siapa saja yang menentang Siangya, apabila kau mendapat tahu, kau mesti lekas melaporkan  l’  Bikan  main  panasnya  hati  Mo  Lek.  Pikirnya :

„Kiranya Yo Kok Tioag berani mengajak aku menjadi gundalnya

! Hm ! Hm ! Dia belum tahu aku siapa !” Ia baru mau mengumbar hawa amarahnya atau ia terpaksa menundanya. Ketika itu seorang kauw-wie bertindak masuk.

Melihat opsir muda itu. Yo Kok Tiong menjadi gusar. Ia membentak : ,,Aku lagi bicara dengan Tiat touw-ut, aku tidak mau menemui tetamu lainnya ! Bukankah aku telah memberi pesan kepada kamu ?”

Kauw-wie itu lantas menekuk lutut. „Inilah Lie Kong-kong bersama utusan dari Ouigour yang mohon menghadap,” ia memberitahukan.

Yang dipanggil Lie Kong-kong itu ialah thaykam yaitu oaag Kebiri dari Tang Ki-ong keraton Timur. Dia bernama Hu Kok. Diantara rombongan orang kebiri, dialah yang pengaruh dan kedudukannya cuma berada di bawah KhoLekSu, Dia mendapati kesayangannya kaisar maka juga diangkat Tang Kiong lwee sie yaitu thaykam dnera-ton Timur itu. Yo Kok Tiong melengak mendengar keterangan itu. Ia tidak pernah menyangka bahwa yang datang itu Lie Hu Kok bahwa bersama urusan dari sebuah bangsa asing Dengan setejap saja lenyap sudah kemarah , annya. Sambil mengulaskan tangannya, ia berkata: „Itau minta Lie *ong~kong bersama utusan itu beristirahat dulu sebentar, di dalam kamar tulisku, Bilang bahwa aku segera akan datang.

Mo Lek sementara itu bercariga. Pikirnya: „Dari mana datangnya, utusan dari Ouigour dari segala ! Kenapa tengah malam butarata ini mereka masih datang untuk mohon menghadap ? tni puia kuma sebuah kuil, rosokan, pitak Yo ini telah menempati separuhnya buat tinggal saja maxih be urn cukup, bagaimana dia masih mempunyai kamar tuli»? Kasihan itu segala perwira yang mesti berdiam didalam tenda ! Lebih kasihan lagi, semua tentara yang mesti tinggal di tempat terbuka menderita gangguan hujan dan angin ! …..

Mendadak Kok Tiong berbatuk. ..Tiat Touw-ut ! ‘ katanya.

Ya!” salut Mo Lek cepat sambil ia menahan amarahnya.

Kok Tiong tertawa, habis itu ia berkata „Tadi kita bicara sampai dimana ya . Ya, aku ingat sekarang ! Kau menyebut bahwa tanpa jasa kau tidak dapat menerima anugerah ! sekarang begini saja. Asal kau bekerja suneguh-sungguh buat gunaku itu berarti kau berasa kepadaku, pasti aku akan mem beri pangkat Kepadamu ! Baiklah ! Didepan taatamu sekarang ini ada suatu kemuliaan b’sar luar biasa lagi menantikanmu. aku tanggung kau tidak menyangka-nyangkanya Mo Lek gusar berbareng heran ia jadi ingin mengetahui maka ia menahan sabar sebisa- o^a. Kata ia: „Lebih dahulu aku menghaturkan terima kasih buat kebaikan Siangnya yang sudak mengangkat padaku, hanya aku masih belum tahu, kemuliaan be sar, apakah itu yang lagi menantikan aku? ‘ Yo K o c: Ton» melirik.

Dia tertawa. „Tiang Lok Kongcu menyukai kau, kau tahu atau tidak ?” katanya. Haha ! Loo-hu telah mengetahui itu ! Hanyalah orang dengan martabat sebagai kau. tidak pantasnya untukmu menjadi hu-ma menantu raja ! A-kan tetapi dengan adanya loohu yang nanti membantumu, asal aku minta Yo Kui- Hui, bicara dengan Seri baginda pasti SeriBagin da bakal mengambil tindakkan istimewa un tuk menyampaikan cita-cita kamu ! Nanti, tanpa menanya lagi tentang asal usul keluargamu, tuan puteri tentulah bakal dijodohkan padamu ! haha ! Nah, inilah itu kemuliaan yang luar biasa yang kau tidak sangka-sangka :”

Inilah siasat Yo Kok Tiong yang dengan sebutir batu hendak meudapatkan dua ekor burung yang satu ialah untuk membikin tunduk kepada ini anak muda yang jujur gagah dan berhati Keras yang lain guna ia dapat membaiki Tiang Lok Kongcu supa ya tuan puteri tidak menentang sepak terjang keluarga Yo Kok Tiong telah menduga kalau Mo Lek sudah mendengar keterang annya Mo Lek tentu bakal menjadi sangat girang, dia pasti akan berlutut dan mengangguk-angguk. buat menghaturkan terima kasihnya. Akan tetapi ia menerka keliru.

Mendadak muka si anak muda menjadi merah sebaliknya dari pada bergirang dan hatur terima kasih secara hangat ia justeru menjadi gusar.

„Siangnya, kau telah keliru melihat orang !” kata ia keras. Habis sudah kesabar annya, hingga tak dapat ia menahannya terlebih jauh, Memang Tiat reng mengharap kan kemuliaan akan tetapi dia bukanlah o-rang bina dina dan tak tak tahu malu sebagaimana yang kau terka, yang mengharap mencari^kedudukan dengan jalan mengandalkan kun dan ikat pinggang!’

„Kun atau kain rok wanita serta ikat pinggang berarti orang perempuan. Dengan kata-kata itu, terang sudah diartikan bahwa Yo Kok Tiong menjadi perdana menteri se bab dia mengandalkan Yo Kui Hui, Tentu saja mendengar demikian, perdana menteri ini menjadi gusar sekali.

„Tiat Keng ! serunya: „Kau . . . kau …. tidak tahu diri !”

Suasana lantas saja menjadi panas sekali Umpama busur dan jemparing talinya sudah ditarik dan tinggal dilepaskan saja.

Justeru itu, waktu tiba-tiba terdengar jeritan aduh-aduh dari dua orang serdadu, pengiringnya Yo Kok Tiorg disusul dengan suara robohnya mei eka disusul pula dengan ini bentakan hebat, ,,Minggir ! Minggir ! Akulah Lao Hek yang datang kau  tak usah melaporkan lagi !

segera terlihat orang yang menyebut di rinya. „Lao Hek” itu, si Hitam yang tua, mandul diambang pintu. masuk kedalam ruang itu, Dialah Oet-tie Pak yarg tangannya mencelat, rujung emasnya, Kim pian-ang jalan dengan tindakan cepat, dan lebar, sedang dibelakansnya tertampak Cin-Siang rekannya.

Yo Kot Tiong terperanjat, akan melihat dua orang panglima itu. Dia menjadi perdana menteri itu artinya disebelah atas, dia cuma ada satu orang, ialah raja dan di bawahnya ialah laksaan, ialah semua menteri dan pembesar negeri, meski begitu terha dap Oet-tie Pak, dan Cin Siang, dia jeri bukan main. Inilah sebab, walau pun pangkatnya melainkan Cung-kun jenderal, dua orang itu menjadi turun lagi dua orang, menteri besar yang telah turut membangun kerajaan yang jasanya luar biasa besar. Lebih lebih Oet tie Pek yang menjandaikan ruyung emasnya itu. yang menjadi hadiah dari mendiang Kaisar Thay Cong yang tabiatnya keras sekali. Dia tidak takuti siapa juga. Sekarang turunan Oet tie Kiong itu datang dengan romannya bermuram durja bagaimana hatinya tidak manjadi kecil.

Begitu berada didalam, Oei tie Pek menyapu dengan sinarmatanya keseluruh ruang itu. ,,Ha, adik Tiat, kau benar-benar ada disini, dia berkata nyaring. Toh hatinya lega sebab dia dielihat saudara ini tidak kurang suatu apa, hingga amarahnya lantat menjadi sedikit reda Segera dia menghadapi Yo Kok Tiong untuk memberi hormat sambil dia berkata. Maaf untuk kesernbronoanku dan aku mewartakan lagi !”

Yo Kok Tiong cerdik luar biasa, dia sangat licin. Dengan lantas dia tertawa terbahak. Dengan begitu dia mencoba menyembunyikan kemarahannya Berteutangan dengan hatinya, dia berkata Jie wie Ciang kun, kedatanganmu ini ada suatu kehormar tan besar untukku ! Biiat mengundang saja sebenarnya aku tidak berani. Aku justeru hendak memohon maaf buat orang sebawa-hanku yang hingga sikapnya mendatangkan kemurkaan Ciang kun, Loohu minta sukalah jiewie memandang mukaku dan memberi ampun pada mereka itu. Silahkan duduk. Mana orang, lekas menyajikan teh !

„Bagus, bagus !” Oei tie Pak tertawa lebar. Terima kasih. Terima kasih ! Perutku si Lak Hek sedang kosong jikalau aku minum tehmu yang harum tak sanggup aku ber tahannya, oleh karena itu lebih baiklan un tuk aku tidak meminumnya !”

Yo Kok Tiong likat sekali tetapi dia masih berkata. Seri Baginda membuat perjalanan pesiar ini ia membikin Jiewie Ciangkun menderita banyak, syukur hujan sudah berhenti maka tidak beberapa hari lagi pasti kita akan bebas dari  kesengsaraan ini.

Kata Oei tie Pak. “Kami menderita sedikit itulah tidak berariti Yang syukur ialah kalau kau tidak turut menderita. Siangya.”

Mukanya Kok Clang merah Dia malu. Tapi dia tidak Kekurangan alasan untuk membuka mulutnya. Kata dia sengit: Dasar pemberontak yang jahat dia sudah menerbitkan huruhara

!  Sudah  jalanan  begini  sukar,  kita  juga  keputusan  barang makanan, dengan begitu loohu bersama Baginda mesti merasakan kepahitan ! Jiewie Ciangkun entah ada pengajaran apakah dari jiewie untukku loohu’

-oo00dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar