Kisah Bangsa Petualang Jilid 04

 
Jilid 04

Pada dua belas tahun yang lampau Mo Keng Loojin dan Mo Kiam Kek pernah menerima undangannya Touw-kee Houw. lima saudara Harimau Keluarga Touw, mereka menjadi tetamu terhormat di benteng Touw Kee Cee. Di sana Cee In bertemu dengan Toan Kui Ciang dan istri serta Tat Mo Lek. Itulah perkenalan mereka. Tiat Kun Lun mempunyai dua sahabat paling akrab: yaitu Touw Leng Ciok dari Touw Kee Ngo Houw, dan yang lainnya Mo Keng Loojin. Kepada orang tua itu pernah ia menitipkan anaknya Lantaran Mo Keng Loojin tak tentu tempat kediaman- nya, hingga ianya jadi sukar dicari, Tiat Kun Lun menitipkan anaknya kepada Touw Leng Ciok, buat diangkat menjadi anak. Karena itu, Mo Lek mencari Mo Keng Loojin.

“Kami pun pernah dengar kabar meninggalnya Tiat Cee cu,” kata Lam Cee In, “lalu kemudian kami mendengar juga hal gunungnya diserbu pasukan tentara negeri, begitu-pun tentang sering terganggunya Touw Kee Cee hingga orang mesti sering berpindahan. Suhu pun sangat memikirkan kau, adik Tiat. Syukur sekarang kita dapat bertemu di sini. Kau hendak mencari guruku, itu tak sukar. Besok aku mau pergi ke Hoay- yang, mari kuturut aku. Suhu menjanjikan aku bertemu di kota itu.”

“Ini … ini . . , kata Mo Lek, yang ragu ragu, sedang sebenarnya ia mau mengatakan „Inilah baik” Ia lantas merubahnya : “Inilah baik, cuma besok belum dapat aku turut kau …”

Lam Cee In mengawasi ialah orang Kang Oaw berpengalaman, maka ia berpikir “Turut pendengaran, Tiat Kun Lui terbinasa ditangan musuh, sedang barusan waktu nama ayahnya disebut sebut, mata anak ini menjadi merah, air matanya mengembeng, kalau begitu, benarlah pendengaranku itu. Ia dipesan ayahnya mencari guruku, pasti itu bukan urusan menitipkan anak, pastilah itu urusan permintaan tolong membalaskan sakit hati. Hanya kenapa ia menampik ajakanku pergi menemui guruku? Apakah ia mempunyai urusan yang lebih penting dari pada sakit hati ayahnya itu ?” Habis berpikir begitu, orang she Lam in berkata pada Toan Kui Ciang : “Toan Toako ada urusan apa toako berdua datang ke kota Tiang an ini ?”

Kui Ciang menoleh kepada Mo Lek. “Tidak ada urusan yang penting,” sahutnya. “Kami cuma ingin menjenguk sahabat . . . “

“Siapakah sahabat itu?”

“Dia bukan sahabat Rimba Persilatan, kalau aku menyebut nya belum tentu saudara kenal. Sekarang ini saudara berdiam dimana ? Apa boleh saudara berdiam kira-kira dua hari lagi ? Besok Mo Lek boleh pergi menjenguk kau.”

Lam Cee In heran hingga ia jadi tambah curiga, Ia pikir:”Persahabatanku dengan Toan Toaku bukan persahabatan karib tetapi begitu jauh aku tahu dialah orang jujur dan baik. sebagaimana tadi dibuktikan dia lantas membantu aku. Kenapa sekarang dia agak ragu-ragu? Mungkinkah dia menganggap aku sebagai orang luar? yang lebih aneh lagi dia kata Mo Lek dapat menjenguk aku! Kenapa dia tak mau menyebutkan tempat kediamannya kepadaku? Apakah sebabnya ini? Dia lah orang gagah kenamaan, tak selayaknyalah sikipnya ini” 

Orang she Lam ini berpikir demikian umpama dia mengetahui pikirannya Toan Kui Ciang. Sebelum begitu otak orang she Toan ini bekerja keras sekali, dia terombang ambing dalam keragu raguan, Sebenarnya dia ingin bicara dengan jujur akan tetapi akhirnya dia mengambil putusan akan pertaruhkan jiwanya sendiri saja. Malam sebentar dia mau pergi ketempatnya An Lok San guna menolongi Su It Jie, Dia tahu besar sekali faedahnya kalau Lam Cee In membantunya. Bukankah dia bakal memasuki Kedung naga dan sarang harimau? Tapi diapun tahu baik sekali bahwa An Lok San mempunyai orang-orang yang liehay! itulah berbahaya untuk minta bantuannya Cee In, Apa jadinya apa bila apa lacur Cee In menemani dia membuang jiwa di sana? Tak tega dia! Di sebelah itu Cee In sekarang lagi membantu Kwee Cu Cie diperbatasan, disana tenaganya dibutuhkan jikalau ia terbinasa di sini, Kwe Cu Cie kehilangan sebelah lengannya. Dan masih ada beberapa yang ketiga, yang membuatnya malu hati. Dalam pertempuran dirumah makan, tadi, membantui Cee In, maka kalau sebentar malam dia minta Cee In membantuinya itulah sama saja dengan ianya meminta pembalasan budi.

Inilah tak nanti dia lakukan, meski mungkin orang menganggapnya layak. Untuknya, menagih budi. Merusak martabat seorang ksatria. Maka dia mengeraskan hati tak mau dia memberi keterangan,

Tia Mo Lek cerdik, ia mengerti sikapnya Kui Ciang meski ia ingin bicara, ia toh me nutup rapat rapat mulutnya.

Lam Cee In tidak berani menanyakan. Ia pun  terhitung orang yang tingkatnya lebih muda. Oleh karena mesti berdiam ia menjadi likat sendirinya.

Kui Ciang lantas menyimpangi pembicaraan mereka. ”Apakah Tio Sun yang sekarang menjadi Taysiu di kota Hoay-yang?’ dia tanya. “Kabarnya dulu dia pernah mengepalai pasukan perang menggempur bangsa Kiang dan beberapa kali memperoleh ke- menangan yang gilang gemilang. Dia panglima yang pintar dan gagah!”

Cee In mengangguk. „Sekarang ini aku berniat pergi dulu ke Hoay-yang,” ia kata. ”Darisana baru aku kembali ke Kiu goan sana aku hendak menemui thay-siu itu. Suasara di perbatasan sekaang guncang. An Lok San memegang Kekuasaan besar atas tentara. Yang dia pakai sebagian besar orang-orang sulu bangsa 0uw Siang dan malah dia merencanakan menelan wilayah pelbagai ciat touw-su, guna memperbesar pengaruhnya. Kelihatannya dia bakal menjadi mara bencana besar. Kwee Leng Kong ketahui aku sahabatnya Thio Thiy-siu, maka aku diutus untuk kita membuat perhubungan, supaya kalau sampai terbit malapetaka, dapar kita bekerja sama, untuk saling membantu, kebetulan guruku bakal sampai di Hoay-yang lain bulan, maka kita berjanji membuat pertemuan di tempat- nya Thio Thaysiu itu.”

Demikian mereka berbicara sambil berjalan, sampai mereka telah mengitar melewati Cie Kiai Shia, Kota terlarang, terus sampai di kaki gunung Le San. Di atas gunung itu ada sebuah istana peristirahatan. Mulai dari tanjakan Geng Loan Po, wilayah itu dijadikan wilayan terlarang yang dijaga barisan wie su. Dibawaban tanjakan Geng Loan Po itu ada sebuah bangunan, yang mentereng indah mirip istana

Lam Cee In menunjuk kepada bangunan itu. romannya mendongkol. “Jahanam An Lok San pandai sekali membahagiakan dirinya!’ Katanya, sengit. “Setiap tahun dia berdiam di kota Tiang an paling lama dua bulan, toh dia telah membangun gedung itu yang seperti istana mewahya. Dia hidup besar dan cukup, tapi kasihan orang orang peperangan yang membelai tapal batas, mereka kurang pakaian dan kurang makan, mereka mesti bernaung dibawah tenda saja untuk melindungi diri dari matahari angin dan hujan.’

“Oh, kiranya itu gedungnya An Lok San!” kata Kui Ciang, heran terkejut. Maka berpikiran dia: “Tadi kita bertarung di rumah makan, aku justeru bersangsi sekali untuk sebentar malam pergi pula kesana menanti kan An Lok San. Mudah orang mengenali. Sekarang aku mendapat tahu sarangnya ini. tak usahlah aku pergi lagi ke rumah makan itu, sebentar saja  ia di sarangnya. Hanya gedung ini dekat istana, tempat yang Terlarang inilah berbahaya Sulit untuk masuk kesana  menolongi orang”” Kui Ciang berpikir sambil tunduk alisnya mengkerut. Cee In melihatnya, ia menduga kawan ini mendongkol karena kemewahannya gedung An Lok San itu. Mimpi pun tidak dia bahwa sebentar malam kawannya mau menyatroni gedung itu!

Ketika itu matahari sudah doyong ke barat. “Hari ini aku bertemu dengan kau saudara senang hatiku,” Cee In kata.

„Hanya sayang kita belum dapat berbicara dengan lama dan asyik Sebentar aku mesti pergi ke-gedungnya Ho Siauw kam untuk mengunjungi Ceng Lian Haksu. Maka itu, saudaraku andaikata besok kau mempunyai tempo luang, aku mima sukalah kau dan Mo Lek datang kepondokan ku untuk kita berbicara lebih jauh”.

Kui Ciang mengangguk Leng-ho Tat berniat mencelakai kau, saudara Lam,” ia kata, “kalau sebentar malam kau pergi kerurnahnya orang she Ho itu, baiklah kau berhati-hati.”

Cec In tertawa. „Dirumahnya Ho Siauw kam di mana pun ada Ceng Kian Haksu,” katanya “aku rasa dia tidak nanti main gila! Meski begitu, tentu aku akan berlaku waspada.”

„Besok ada janjiku dengan seorang sahabat.” kata Kui Ciang, “Aku kuatir kita tidak bakal bertamu pula. saudara Kam Pula mungkin besok ada suatu urusanku yang bakal memusingkan saudara, apalagi benar terjadi demikian, nanti aku suruh Mo Lek yang menyampaikannya.’

Cee In heran, ia menjadi masgul. Tetap orang tidak mau omong terus terang padanya. Ia cuma bisa mengangguk. Sampai diisitu, mereka berpisahan.

Kui Ciang mengajak Mo Lek pulang ke pondokannya, lantas dia mengunci pintu kamarnya ,

”Mo Lek,” katanya ”tempo berkumpul kita tinggal dua jam lagi, Bagaimana dengan ilmu pedang yang aku ajari kau? kalau ada bagian bagian yang kurang jelas, sekarang kau tanyakan aku.”

Orang she Toan ini menghadapi saat ber-pisahan hidup atau mati tapi toh ia masih tak melupakan pelajaran silat Keponakannya itu.

Mendengar itu. si anak muda menjadi sangat terharu, mendadak ia menangis terus ia menjatuhkan diri berlutut didepan sang kouwthio.

Seumurnya, kecuali ketika ayahnya menutup mata, belum pernah Mo Lek menangis, maka kali ini luar biasakah ia mengucurkan air mata dan nangis terisak Ia mengangguk tiga kali hingga kepalanya membentur lantai.

“Kouwthio,” katanya “aku minta sukalah kau ijinkan aku memanggil suhu padamu! Suhu! . . Suhu ! . .”

Kui Ciang memimpin bangun. “Dengan mendapatkan murid sebagai kau, tidak nanti aku menyesal ” katanya, bersenyum. “Hanya sayang tidak dapat aku mewariskan semua kepandaianku kepada ku. ialah tak dapat memberinya sekaligus dalam waktu yang singkat. Lain dan itu, hari kemudian kau penuh dengan pengharapan besar, kau bakat melebihkan aku. maka itu jangankah kita menjadi guru dan murid”

Dengan kata-kata ini K.ui Ciang maksudkan supaya Mo Lek mencari lain guru saja.

” Suhu. tidak dapat kau menolak!” kata Mo Lek, memaksa. “Aku mesti minta kau menerimanya! suhu kau akuilah aku sebagai muridmu!”

Kui Ciang tertawa, senang la untuk kesungguhan hati si bocah. ”Kau bikin aku kewalahan, anak!” katanya ”Baiklah, untuk sementara aku sebagai muridku. Tapi lain hari kalau jodoh kita sudah habis, kau perlu mencari lain guru. Maukah kau berjanji ? Kalau tidak tak suka mengambil kau sebagai muridku! ”

Mendengar itu, Mo Lek jadi bertambah berduka, air matanya turun deras sekali Kui Ciang menarik tangan orang, ia menepas air matanya.

“Anak tolol, buat apa nangis?” katanya, tertawa „Sekarang bukan waktunya main menangis bilang bagian apa yang kau kurang terang lekas kau tanyakan!”

Mo Lek cerdas tetapi masih rada sulit ia menerima pelajaran silat dari pamannya ini. Itulah sebab sukarnya ilmu silat yang diwariskan itu. Pula ditempat begini, di saat hati sangat pepat mana dapat dia belajar benar?

„Baiklah, sebagai guru hendak aku menguji kau!” kata Kui Ciang melihat orang diam saja, “Coba kau baca teorinya diluar kepala!”

Mo Lek paksa menahan air matanya, ia lantas mengapalkan ajaran guru ini. Ia sebenarnya sudah faham hanya kedukaan membikin otaknya rada gelap, ia membuat beberapa kesalahan.

Kui Ciang memberikan keerangan, untuk membenarkan itu. “Kau dapat mengapal ini, baik sekali” katanya kemudian, „Lain waktu, apabila kau dapat guru yang pandai, dari gurumu itu kau dapat minta pengajaran terlebih jauh.”

Demikian paman dan keponakarr, sang guru dengan muridnya. Padi kira-kira jam dua. Kui Ciang lantas menyalin pakaian dengan ya neng ie, yaitu dandanan untuk ke luar malam yang singkat. Ia pesan muridnya: ”Kalau besok terang tanah aku tidak kembali kau mesti lekas mengangkat kaki dari sini, kau pergi kepala Lam Tayhiap kamu pergi lebih dulu ke Hoay yang setelah kau bertemu dengan Mo Keng Loojin. tolong kau sampaikan permintaanku kepadanya agar dia suka membantu ayah angkatmu Inilah janjiku kepada pamanmu yang ketiga. Aku sendiri. aku kuatir tak dapat aku membantu lebih jauh padamu, maka juga aku minta bantuannya Mo Keng Loojin bersahabat baik dengan ayah angkatmu, aku percaya dia akan suka membantu “

Mo Lek ingin turut guru itu. tetapi karena ia duga pasti Kui Ciang bakal menolak, ia tidak bilang suatu apa, ia mengangguk dengan menyahut “Ya” berulang u!ang. Di dalam hati ia telah buat rencana lain

Berpisah dari muridnya, Kui Ciang langsung menuju ke gunung kira kira jam tiga. Malam itu rembulan tidak muncul, ada juga bintang bintang yang sinarnya guram. Dengan bantuannya bintans-bintang itu, ia memandang ke bangunan yang mewah itu. Ia cuma melihat sebuah jalan miring yang kecil dan sempit untuk tiba di istananya An Lok San itu. Di mulut jalanan itu ada penjagaan oleh dua ora ig wie su. Di belakang gedung ialah batas istana Kaisar yang terlarang itu.

Tak usah disebut lagi bahwa penjagaan di sana pasti lebih kuat pula.

„Jikalau aku paksa menerobos, andaikata dua wie su ini menemui kematiannya, yang disebelah atas tentu mengetahuinya ” Kui Ciang pikir-“Bagaimana sekarang ?”

Ketika itu seekor burung besar terbang bergelapakan dari alas sebuah pohon. Melihat burung itu, Kui Ciang mendapat akal Ia menjumput sepotong batu, ia menyentil itu kesebelah belakang kedua wie-su.

Kaget mereka  itu  berdua,  keduanya berpaling dengan  gesit Kui Ciang sudah siap sedia ia menggunakan saatnya yang baik itu. Dengan satu lompatan enteng dan pesat, ialah dengan “Teng-peng touw-sui” atau “Menyebrang dengan menginjak kapu kapu.” ia melerat melebati kedua cinteng itu. la dapat lewat tanpa suara apa-apa, tanpa terlihat. Ketika ia menoleh ke bslakanj, ia sudah menjauhkan diri tujuh atau delapan tombak. Dengan cepat ia menyembunyikan diri didalam rumpun rumput.

„Aku merasa aneh,” kata wie-su yang satu pada kawannya. “Aku seperti mendengar suara timpukan batu yang biasa digunakan oleh orang yang suka keluar malam. Aku kan menjaga di depan sini, pergi kau meronda ke belakang kita mesti jaga supaya tak ada orang yang nyelundup naik ke mari.”

Kedua wie-su biasa saja kepandaian silatnya tetapi mereka rupanya berpengalaman. Maka ketika mendengar kata-kata mereka itu, Kui Ciang mengeluh dalam hatinya : “Ini sulit . …” ia tidak berani sembarang keluar dari tempatnya bersembunyi

Syukur sekali, mereka itu tidak mencari ke arah rumput tebal. Lega juga hati Kui Ciang. Meka ia berpikir, selagi orang membalik tubuh, ingin ia maju lebih jauh. Tengah ia mau melompat, mendadak ia mendengar suara batu jatuh di sisinya, menyusul mana ia melihat sesosok tubuh berlompat sampti di depannya. Orang itu bergerak sangat cepat bagai bayangan.

Kui Ciang lompat, tangannya diluncurkan, untuk menyerang. Orang itu berkelit, dia berkata perlahan sekali : „Apakah Toan Tayhiap ? lekas kembali, atau akan ada bahaya jiwa !”

Tak suka Kui Ciang menurut nasihat itu. Meski demikian, ia toh lompat juga ke belakang sebuah pohon besar, karena si wie-su telah kembali.

“Siapa ?” tanya wie.su itu bengis. Akan tetapi : “Oh, kiranya Liap Ciangkun ! Aku kira ada si tukang jalan malam yang menimpukan batunya”

Orang yang dipanggil Liap Ciangkun tertawa. “Malam ini ada datang utusan Seri Baginda, aku perlu melakukan perondaan istimewa.” ia menjawab. „Aku mau coba. kamu waspada atau tidak. Nah, lihat di sana, itulah si tukang keluar malam yang kamu curigai!’

Sambil berkata, Ciang kun, atau jenderal, ini mengayun sebelah tangannya, meluncurkan sebatang panah tangan, atas mana seekor burung besar, yang biru terbang keluar dari antara pepohonan, lantas menjerit dan jatuh ke tanah.

„Itulah Kokobeluk!” kota Liap Ciangkun, tertawa. “Rupanya dia mengambil sarang burung lainnya lalu dia bikin jatuh hingga kamu mendengar seperti suara batu Tapi benar, suara yang belakangan ialah suara batu tulen yang dilemparkan olehku, guna mencoba kamu bertelinga jeli dan getap atau tidaK, kamu setia terhadap tugas kamu atau tidak. Bagus kamu bagus !”

Kedua wiesu itu tertawa senang mereda dengan pujian itu.

Maka mereka pun kata :

“Kami harap sudi apakah kiranya Liap Ciangkun nanti bicara baik tentang kami di depannya Sie Cie hui !”‘

Teranglah kedua wiesu ini orang sebawahannya Sie Siong, sedang ini Liap Ciangkun berada di atasan mereka tapi masih di bawahan Ciangkun she Sie itu, pasti dia orang kepercayaan Sie Siong

Kui Ciang heran Ia tidak kenal Liap Ciangkun itu. Siapakah dia ? Kenapa dia mau membantuinya ? bukankah orang bermaksud baik menasihati ia untuk lekas mengundurkan diri ? Toh orang itu orangnya An Lok San ! Pusing ia memikirkannya.

Ketika itu kedua wiesu bergama Ciangkun itu sudah meronda ke mulut jalanan. „Biarnya ini istananya Giam Lo Ong, malam ini aku toh mesti memasukinya ! ‘ kata Kui Ciang dalam hati. Keras niatnya menolong Si It Jie, hingga ia menjadi nekad. Dan tanpa menghiraukan nasihat Liap Ciangkun tadi, ia maju kearah gedung itu sekalian. Di depan gedung ada penjagaan tapi Kui Ciang tidak raemperdulikannya. Dengan berhati hati juga dengan kegesirannya, ia melewatinya. Ia selalu main sembunyi. Ia sampai di pintu belakang. Di sini ada dua wiesu yang menjaga. Penjagaan di sini tak serapat di sebeiah depan. Inilah rupanya orang pikir tak usah berkuatir ada orang datang dan turun dari atas gunung

Bersembunyi di belakang sebuah batu besar, Kui Ciaus memasang kuping. Kedua wiesu itu lagi pasang omong hal An Lok San menghadap Yo Kui hui di dalam keraton. Yang satunya bicara sambil tertawa.

“Aku tidak percaya,” kata yang lain tertawa juga. „Benarkah terjadi demikian ? menurut kau maka Raja tentulah menjadi si kura kura !”

„Kau tidak percaya ?” kata yang pertama yang termokmok. “Tahukah kau bahwa utusan Sri Baginda masih ada di dalam sini tengah berbicara ? Dia datang mewakili ‘Raja dan Kui hui mengantarkan apa yang dinamakan uang cuci arak. Ciat touw su kita hari ini bukan cuma nyalinya besar tapi diapun beruntung dapat banyak uang karun.

Kawannya itu gembira. Dia tertawa ,Lo Gui !” kata dia,

„Benar-benarkah Ciat-touwsu kita dimandikan oleh Kui hui coba kau jelaskan ! Maukah kau ?”

„Ketika Ciattouwsu kita masuk dalam keraton,” menutur si gemuk, Kui-hui Nio-nio lagi mandi air rendam kunga di ruang belakang, begitu dikabarkan tibanya Ciattouwsu kita, dia lantas keluar menyambut, tanpa nyisir atau dandan lagi. dia cuma mengerebongi diri dengan sutera tipis …”

„Dengan begitu, apakah dia tidak jadi kedinginan?” ”Dasar orang desa tolol!” kata si gemuk tertawa , Di dalam keraton di empat penjuru tembok ada perapiannya, di dalam pedupaan pun ada dipasang hio wangi, maka itu tak perduli di luar salju turun hebat, di dalam keraton bahwa terus hangat seperti dimusim semi !”

“Ah!” mengeluh si kurus menarik napas, „entah sampai kapan aku mendapat giliran mengikut Tayswee masuk ke Keraton. Supaya aku mempunyai ketika membuka mataku lebar lebar. Jikalau bisa begitu tak kecewa hidupku ini … . Loo Gui, Nio nio ke luar dengan berkerobong tipis, apakah Seri Baginda tidak menegur dia kurang hormat?”

Wiesu she Gui itu tertawa, “Seri Baginda sangat menyintai Kui hui, mana dia mau menegur laginya di dalam istana, ciat touwsu kitalah yang paling dipercayakan. Dia hanya tidak menyangka orang yang dia paling percaya itu justeru telah main gila dengan-orang yang dia paling cinta !”

Si kurus heran. „Aku tidak tahu tayswee memiliki kepandaian apa maka ia dapat menempel kui-hui berbareng dipercayakan Seri Baginda …” katanya.

Si orang she Gui tertawa pula. „Kaulah orang baru, mana  kau tahu ! dilahir tay-swee tampak kasar, sebenarnya dia cerdik sekali. Pernah suatu hari Seri Baginda panggil tayswee madap di istana Ciauw Keng Kiong untuk pasang omong. Baginda lihat tayswee gemuk sekali, sambil menunjuk perutnya yang besar, sembari memain ia tanya : „Perut anak ini besar seperti guci entah barang apa disimpan di dalam situ ? Atas perkataan itu. tayswee memberi hormat dan menyahuti : „Tidak apa-apa hanya hati yang merah ! Hamba ingin dengan hati merah ini mengerjakan segala apa untuk Seri Baginda ! “Seri Baginda girang, ia puji menteri itu setia. Demikian dia jadi dipercaya.” Si kurus tertawa. , Ah, kita jadi melantur!” katanya.

„Sekarang kau ceritalah tentang Kui-hui Nio-nio.”

Si Gui tertawa, lantas dia membawa aksinya si tukang cerita.

„Habis mandi Nio nio mengenakan baju sutera tipis, dadanya terpetah, tangan bajunya tergulung. Melihat itu Seri Baginda memuji dan bersenandung syair pujian : „Lembut bagaikan daging kepala ayam ! Atas itu tayswee menimpali : “Berlemak seperti susu.”

Si wiesu kurus tertawa terpingkal-pingkal air matanya keluar, tangannya memegangi perutnya.

“Jenaka tayswee kita!” katanya “Seri Ba ginda pun tertawa geli sebagai kau.” Keduanya ketawa pula, Ketika Kui-hui Nio-nio muncul, tayswe memberi hormat sambil memujikan panjang umur kata Seri Baginda: Lok San kau keliru! buat menghormati orang mesti memberi hormat pada ayah dulu! Seri Baginda berkata sambil tertawa. Lantas tayswee menyahuti: Hamba orang Ouw. Kebiasaan orang Ouw ialah menghormati ibu dulu, baru ayah. Raja senang sekali dan mengatakan tayswee jujur Kemudian tayswee bilang bahwa tiga hari yang lalu ialah ulang tahunnya,  Mendengar itu Nio-nio berkata Memelihara anak, dihari ketiga anak itu harus dimandikan, kau mengakui aku ibu, kau belum menjalankankan  aturan,  baiklah hari ini kau dimandikan, benar benar pakaian tayswee  dilolosi,  ia dikerobongi mirip bayi, lalu dinaiki keatas joli dan diarak disekitar  istana.  Nio-nio dan Seri Baginda turut mengarak. Orang semua tertawa gembira ”

Toan Kui Ctang menggeleng kepala. ”Benar-benar raja gila!” kata dalam hati. „Kau tahu Lao, Tio masih ada yang lebih gila!” kata si Cui pula. Habis itu Seri Baginda mengangkat tayswee merangkap jabatan ciat touwsu wilayah Ho-tong dan tanpa menanti sampai besok malam ini telah dikirim utusan  membawa hadiah barang permata, katanya wisit upacara permandian itu. Sampai sekarang tayswee masih menemani Utusan Seri-Baginda minum arak “

„Pantas malam ini penjagaan ditambah!” kata wiesu she Thio itu, si kurus. “Tinggal kita mesti berdiam di sini minum angin barat daya, sampai sebentar jam lima baru ganti giliran!”

„Kau jangan mendumal!” kata si Gin si gemuk. „Ini justeru tugas bagus. Tayswee tambah pangkat dan mendapat hadiah, mungkin besok dia akan memberi presen. Sekarang kita menjaga disini besok kita akan dapt bagian Kita!’

Kui Ciang sebaliknya berpikir: “Inilah kebetulan! Baik aku bekuk mereka lalu aku pakai mereka memaksa An Lok San merdeka-kan Su It Jie…” lantas dia bekerja.

Kedua wiesu masih bicara tempo mendadak dada mereka terhajar keras, tanpa bersuara, mereka roboh. Itulah sebab thie liancie, biji teratai besi Kui Ciang mengenai telak jalan darahnya, soan-kie hiat. Tetus Kui Ciang lompat kesisi mereka itu dengan tangannya ia menggempur hancur sebuah batu keras, sembari berbuat begitu, dia kata bengis ‘Jikalau kau menyayangi jiwa kamu dengar perkataanku”

Kedua wiesu ketakutan. ‘Baik, baik,….” kata mereka. ”Buka bajumu, mari aku pinjam!” kata Kui Ciang.

Wiesu, yang rubuhnya rada berimbang, menyerahkan pakaiannya. Habis itu Kui Ciang menotok pingsan oraag itu, yang tubuhnya ia lemparkan ke rumput tebai.

Sigemuk ketakutan, dia menjublak. “An Lok San bersama utusan raja ada dimana?” tanya Kui Ciang. ‘Mari antar aku.!”

Wiesu itu bergemetaran, tak dapat ia bicara. ‘”Apakah kau, cuma takut pada An Lok San tidak pada aku? lihat batu itu, contohnya! Apakah kau lebih kuat dari pada batu itu?” Si gemuk ketakutan, terpaksa ia mengikuti, Kui Ciang tempel jalan darah jie-khie di-pinggang orang, ia jalan berbareng sambil memesan: “kalau ada yang tanya, bilang saja kau lagi tukar giliran”

„Kalau rahasia kita ketahuan?”

”Nanti aku yang melayani, kau jangan takut.’ Wiesu itu mati akal.

Dari pintu belakang mereka memasuki taman. Kui Ciang bikin kopiahnya melesak, hingga hampir separoh mukanya tertutup, Mereka pun sebisanya jalan ditempai sepi. kalau toh ada beberada wiesu lainnya yang melihat, mereka itu tidak curiga. Habis melewati gunung gunungan, didepan terlihat sebuah gedung yang apinya terang.

“Itu dia tempatnya tayswee dan utusan Seri Baginda,” kata siGui “Aku toh tak perlu menemani lebih jauh?…”

Baru Kui CiangTmau menjawab, didepan mereka berkelebat satu bayangan, yang lantas menegur: “Gui Loo Sam?

“Ya, aku hendak menukar giliran!” si gemuk menjawab. Kui Ciang menyiapkan dua biji teratai besi Ia merasa mengenali suara orang itu, yang berkata dingin: “An Lok San lagi menemani utusan dari Seri Baginda minum arak, siapapun dilarang datang dekat! kalau kau giliran tukar, kau mesti pergi, kenapa kau keluyuran disini? kalau kau ganggu tayjn, awas batok kepalamu“

Sigemuk menyahuti “Ya” beberapa kali” atas mana orang itu pergi kejalan lainnya. Kui Ciang mengenali orang ialah si Liap Ciang-kun. Ia merasa suara barusan ditujukan kepadanya, supaya ia jangan sembrono hanya pergi mengundurkan diri. Ia heran. „Siapa orang itu?” ia tanya si Gui. ”Dialah Liap Hong Ciang Kun, huciang pasukan pengawal pribadi tayswee.”

Kui Ciang lantas ingat ahli pedang tua Liap Peng ditok cu. Hoan-yang, nama anak-nya dia itu rasanya Liap Hong. Pikirnya: “Kiranya dia, tapi aku belum mengenalnya, kenapa dia selalu menolongi aku? Aneh! Dia benar bukan hiap-kek dan namanya tak ber-cacad, kenapa dia jadi punggawa kepercayaannya An Lok San?”

Si gemuk kata ketakutan, dahinya keringatan: ‘Syukur kita ketemu Liap Ciangkun. Dia memang baik hati. kalau umpama kata kita bertemu Gui Ciangkun, pasti kita celaka… Tapi. tolong lepaskan aku, aku ingin beristirahat.”

„Baik, kau bo’eh beristirahat!” kata Kui Ciang, yang mendadak menotok urat gagu o-rang. supaya orang tak dapat berkutik. Ie menyeretnya kedalam guha seraya kata, “Gui Loo Sam, maaf! kau tahan sabar dua jam, nanti kau bebas sendiri.”

Kui Ciang tinggalkan wiesu itu, ia lompat naik keatas pohon, untuk mengitari kedalam gedung.

An Lok San duduk beradu diatas pemba-lirgan bersama seorang opsir yang bertubuh kekar. Empat opsir menanti di kedua pinggiran, di utaranya ada Sie Siong. Kata ia dalam hatinya: “Dia ini mestinya utusan raja. Kenapa dia bukannya orang kebiri? ‘

Adalah aturan di istana, utusan istana terdiri dari orang kebiri atau thaykam. Ia heran tapi tak bercuriga keras.

“An Tayjin, kebetulan kau datang hari ini, “ terdengar utusan raja itu. “Sebenarnya hari ini Kui-hui Nio nio lagi bergusar. Syukur kau dapat menghiburnya.”

„Kenapa Nio-nio gusar? “  ”Tak lain tak bukan disebabkan syairnya Lie Haksu. “Bagaimama itu?”

Mendengar disebutnya Lie Hek, Kui Ciang memasang telinga.

“Sebelum tayjin datang, Seri Baginda dan Nio nio minum arak di paseban Tim Hiang Teng menikmati keindahan bunga buwtan, “menerangkan si utusan raja. Sri Baginda gembira sekali dia perintah memanggil Lie Haksu. Haksu itu lagi sinting di rumah makan, dengan susah payah Lie Ku Liang datang memanggil “ . “

„Apakah Nio-nio menganggap dia kurang ajar? ‘Bukan. Sudah biasa Lie Pek berlaku berkepala besar. Baginda pernah menyusuti dengan jubah sendiri ilarnya haksu itu serta menyuruh Nio nio mencekoki godokan untuk menghilangkan mabuk araknya.”

An Lok San menggelengkan kepala. “Dia terlalu dikasi hati! “ katanya. “Setelah Lie Hak su sadar dia disuruh menulis syair. Dia menulis tiga ruas. Menarik syairnya itu. Maukah tayjin aku bacakan?”

„Aku orang kasar, tak mengerti aku”.

“Syair itu pujian untuk Nio nio, sederhana bunyinya, tapi Nio- nio gusar.”

“Heran. Nio nio dipuji tapi dia gusar. Kanapa? Aku jadi ingin mendengarnya. “ Utusan itu membacakan syair itu.

„Raja senang mendengarnya, ia suruh Lie Ku Lian membikin lagunya serta sekalian mainkan itu, untuk dinyanyikan beramai- ramai. Memang itu sedap didengar.”

„Memang bagus bunyinya syair itu,” kata Lok San tertawa.

„Kalau begitu tayjin seorang ahli !” Girang Lok San dipuji Ia lantas tanya syair yang kedua dan ketiga. “Habis syair yang pertama itu yang Baginda puji. Baginda minta dua lagi Lie Haksu minta presen arak dulu. Baginda berkata dia toh baru sinting. Dia tidak mau mengerti, katanya makin sinting makin dia dapat bersyair. Baginda ter- tawa. Pantas kau dinamakan Dewa Arak! katanya. Lantas Baginda menyuruh ambil anggur dari See-liang berikut cawan emasnya. Bak-hie juga dipakai bak-hie yang biasa di pakai Sri Baginda dan Nio-nio disuruh memeganginya …”

”Hm, dia dipuja seperti Thian !” kata Lok San. „Habis menenggak kering araknya, Lie Haksu lantas menulis pula. Juga kedua syair ini disukai baginda, yang kembali menitahkan dibikinkan lagunya, untuk dibunyikan dan dinyanyikan seperti yang pertama. Saking gembira Baginda sendiri turut meniup seruling dan Nio nio disuruh menabuh piepee. Setelah puas. Lie Ku Lian diperintah mengantarkan Lie Haksu pulang ke gedung Han Lim Ie,”

Lok San heran. “Baginda senang, kenapa Nio nio gusar ?” dia tanya.

”Sebenarnya Nio-mo juga girang, ketika ia kembali kekamarnya ia masih menyanyikan syair itu. Lantas Kho Lek Su mengatakan dia heran Nio-nio bergembira, sedang sebenarnya sebaliknya mestinya. Nio nio tidak mengerti dan tanya apa sebabnya. Kho Lek Su berkata, dengan syair itu Nio nio disamakan dengan Tio Hui Yan. Mendengar itu Nio-nio menjadi gusar, ia menjadi benci Lie Haksu.”

„Siapa itu Tio Hui Yan ?” tanya Lok San.

„Tio Hui Yan ialah permaisuri yang cantik dari Kaisar Seng Tee dari Ahala Han.”

“Toh Nio nio tidak direndahkan dibandingkan dengan Tio Hui Yan ?” „Tayjin tidak tahu. Tio Hui  Yan bertubuh  langsing ia disayangi umpama kata ia ditiup angin. Pernah Baginda berkata main-main  pada  Nio nio „Kalau kau,  biarlah kau ditiup terlebih sering…. ketika Nio-nio bersaing dengan Bwee Hui. Bwee Hui pun mengatakan dia budak gemuk. Maka itu Nio-nio menjadi gusar.”

Lok San tertawa. “Oh, begitu katanya “Menurut aku, wanita gemuk terlebih bagus!” Utusan Raja bersenyum ada artinya senyumnya itu.

„Bagaimana ?” tanya Lok San. tak mengerti. ”Apakah aku tidak benar ?” Utusan itu berkata perlahan.

Lantas tuan rumah menggeprak meja. mukanya merah padam. „Sungguh Lie Pek jahat!” katanya. „Pantas Nio-nio gusar!”

Tio Hui Yan telah main gila dengan hamba keraton nama  Yan Cek Hong, dia di kenal sebagai ratu cabul dalam jaman Ahala Han. Kho Lek Su menghasut bahwa Lie Pek membandingkan Yo Kui hui dengan ratu cabul itu. Tentu sekali kui-hui menjadi gusar dan sangat membenci haksu itu, karenanya pantas Lok San bergusar juga.

Si utusan tertawa. „Jangan gusar. An Tayjin,” katanya. „Lie Pek membuat Nio nio gusar mana dia dapat bertahan lama di dalam istana ? Dia boleh disayang Seri Baginda tetapi tak nanti dia dapat melawan Nio-nio! Kho Lek Su pun liehay ! Maka sakit hati apa juga bakal terlampiaskan!”

“Apakah Kho Lek Su bermusuh dengan Lie Pek?”

„Apakah tayjin masih belum tahu ? Tahun dulu negara Put Hay mengirim utusan membawa  suratnya  dalam  bahasa asing Di dalam istana tidak  ada  menteri yang mengerti  bahasa itu, kemudian Hoo Tie Ciang memujikan Lie Pek. Dia ini mengerti bahasa itu. dia membacanya dan menulis juga surat balasannya dalam bahasa asing itu. Khan negara itu ditegur untuk sikapnya yang tidak hormat. Dengan begitu Kerajaan Tong terlinding, ketika itu Lie Pek lagi mabuk, selagi mau menulis suratnya itu, ia menghendaki Yo Kok Tiong menggosok oak dan Kho Lek Su membukai kaos kakinya. Demikian Kho  Lek Su telah lama mencari kesalahannya.

“Baiklah  kalau  begitu,”  kata  An Lok San. „Besok akan   aku kirim bingkisan untuk Kho Kong kong.” Tiba-tiba ia menoleh kepa da Sie Siong, menanya ’”Kabarnya kamu membuat huru hara di rumah makan. Bagaimana romannya orang she Lam itu?”

Sie Siong memberikan keterangan sambil mematahkan Lok San mendengari, ia ber pikir, ia berdiam saja. Siutusan seoaliknya, menanya jelas tentang ilmu silat orang.

Kui Ciang memasang telinga, ia heran utusan ini seorang ahli silat, Lok San mendengari sekian lama mendadak ia menepuk tangan.

„Aku tak percaya dia demikian bernyali besar!” dia berseru. Belum berhenti seruan nya itu, atau dua biji, senjata rahasia menyamber kedalam. disusul dengan lompat masuknya sesosok tubuh manusia.

Semua orang terperanjat. Kui Ciang tidak dapat menahan sabar lagi. ia menyerang dengan teratai besinya. Ia menyerang saling menyusul kepada An Lok San dan si utusan. Ia mengarah jalan darah mereka, supaya mere ka roboh tak berdaya, la sudah pikir habis merobohkan mereka iiu. ia mau tolongi Suit Jie dengan jalan menggunai mereka atau salah satunya menjadi manusia tanggungan Ia lihay dalam hal menggunai senjata rahasia ia percaya umpama An Lok San lolos, si utusan pasti tidak. Tapi dugaannya meleset, Utusan itu lihay sekali. Teratai besi kecil seperti biji kacang, di timpuki Kui Ciang melesatnya pesat bukan kepalang tetapi si utusan berseru: “Baik!” sambil tangannya mengangkat sumpinya, menjepit teratai besi yang pertama dan ketika yang kedua tiba, ia menyampok dengan sumpitnya itu hingga kedua biji teratai ber adu keris, dua batang sumpitnya itu patah, ditengahnya, menjadi empat-potong.

„Oh” berseru si utusan heran. lantas dia tertawa bergelak seraya berkata „Benar-benar ahli pedang, dari Yu-ciu kesohor bukan namanya saja! malam ini dapat aku mementang lebar mataku!”

Teranglah dengan kata-katanya itu, ia sudah lantas mengenali penyerangnya, Dia memang bulan lain orang dari pada satu di antara Tay-lwee Sam Toa Kho-ciu, tiga orang tergagah di dalam istana, ialah U-bun Thong. Bersama-sama Cin Siang dan Ut tie Pak, dia menjabat Liong Kie Touw ut, akan tetapi dia merasa kurang disayangi Raja. Dia cuma merasa sendirinya, bukan dia d bedakan. Sebabnya yaitu Cin Siang dan Ut-tie Pak turunan menteri panglima pendiri Kerajaan Tong, dia serd.ri dari keluarga biasa. Dia berang gapan Raja lebih akrab dengan dengan kedua rekannya itu. Sebenarnya Raja tidak membedakan mereka. Apa yang beda yaitu, Cin Siang dan Ut- Ue Pak tidak membaiki segala dorna, U-bun Thong sendiri di dalam menempel Yo Kui-hui, di luar merapati An Lok San. Ia berbuat begitu dengan niat memperkokoh kedudukannya.

Demikian kali ini, mengantar wisit mandi itu, U-bun Thong ditolong oleh Yo Kui-hui, yang memohon Raja mengutusnya. Ia seorang liehar, ia tidak kenal Tean Kui Ciang tetapi ia tahu Kui Ciang bermusuh atau lebih benar dimusuhkan An Lok San. Dengan me-nyambuti teratai bes;, dan itu dicampur dengan kcierangan tentang ilmu pedang orang, ia lantas menyangka Kui Ciang Tepat terkaannya itu Ketika itu Sie Siong bersama dua wie su lainnya sudah memegat Kui Ciang Mereka bertempur di ruang dalam.

Karena kedudukannya sebagai kim-cee, utusan Raja, U bun Thong tidak mau lantas turun tangan.

An Lok San kaget karena serangan gelap itu, lebih-lebih mengetahui penyerangnya itu ialah Kui Ciang, musuh yang ia lagi cari. Ia kagum karena U-bun Thong dapat menghalau kedua biji teratai besi. Dengan lantas hatinya menjadi tetap, hingga ia dapat berpikir: „Biarpun kau gagah. Kui Ciang, kau datang seorang diri kemari, tidak nanti kau sanggup melayani orang-crang sebawahanku ! Di sini pun ada U-bim Touw-ut! Maka ia berbangkit dari kursinya, sembari tertawa ia kata :

„Aku kira siapa tak tahunya kau, sahabat baik ! bicaralah  secara baik ! Buat apa kau menggunai senjata! Benarkah kau tidak ingat lagi persahabatan kita dan ingin sekali ambil  jiwaku?’

Kui Ciang mendesak mengurdurkan Sie Siong. ia pun menangkis dua musuh lainnya, habis itu ia menjasi dengar suaraoya yang nyaring : ,An Lok San, kaukah si hina yang memperoleh angin baik ! kau hendak mencari balas, buat apa ku menggunai caramu yang rendah ? kau dipat mencari aku, kenapa kau membikin celaka sahabatku ?”

An Lok San tertawa. “Itulah salah mengerti !” sahutnya. “Tapi walaupun kesalahan, kesalahan ada kebaikannya ! Jikalau aku tidak keliru menangkap sahabatmu itu, mana dapat aku mengundang kau tuan yang terhormat, datang kemari?, Baiklah kau ketahui, tiada maksudku membikin susah sahabat.nu itu. Kebetulan sekali sekarang kau telah datang, ingin aku meminta kau suka bekerja pada aku disini.”

Kui Ciang bersenyum ewah. „Hm! Bekerja untukmu ! katanya, dingin. An Lok San tertawa lebar. “Aku merangkap jabatan Ciattouwsu untuk Peng louw, Hoau- yang dan Hoo tong !” katanya nyaring „Jikalau kau bekerja untukku, apakah itu menghina martabatku ?”

Berulangkali Kui Ciang mengasi dengar ‘Hm” yang nyaring. Lantas dia berkata tak kalah nyaringnya : “Di mataku kaulah dahulu buaya darat sekarang buaya darat juga! Bedanya ialah sekarang kau berbuat kejahatan lebih banyak dan lebih besar ! Dulu kau cuma mencelakai rakyat jelata, rakyat baik-baik, sekarang kau mencelakai rakyat berbareng tentara juga ! Hahaha ! Apakah kau sangka setelah kau menjadi ciat-touwsu lantas aku memandang tinggi kepadamu? Hm !”

An Lok San sudah memikir memainkan sandiwara kucing menangkap tikus. Ia percaya tak nanti Toan Kui Ciang dapat lolos lagi Maka ingin ia lebih dulu mengejek dan menghinanya, guna melampiaskan kemendong-kolannya, maka sungguh di luar dugaan sekarang ia justeru didamprat habis habisan oleh musuhnya ini ! Bahkan ia dihina di muka umum, di beber rahasianya dibadapan tetamu dan orang orang sebawahannya ! Bukan main gusarnya ia. Tak dapat ia tertawa pula. Ia lantas mengasi lihat romannya yang bengis.

„Manusia tak tahu diri !” ia membentak. “Hayo, kamu semua hajar dia sampai mampus” Toan Kui Ciang tidak takut. Dia tertawa berkakak.

„Aku telah berani datang ke tempatmu ini, itu tandanya aku sudah tidak memikir untuk berlalu pula dengan masih hidup!” dia kata, keras. ”Hanya untuk kau membinasakan aku, rasanya itu taklah terlalu mudah! Haha!”

Sambil berkata begitu, Kui Ciang tidak berdiam saja. Orang sudah maju untuk menyerang padanya. Ia memasang mata tajam, kakinya bergerak, tangannya bergerak juga. „Aduh !” demikian satu jeritan. Maka seorang busu telah tertancap dadanya dengan pedang hingga darahnya mengucur keluar, hingga terpaksa dia mesti mengundurkan diri.

„Kantong nasi ! kantong nasi !” An Lok San mencaci berulang ulang. „Lekas panggil beberapa orang yang berarti !”

Sie Siong maju meskipun ia jeri. Ia kenal baik liehaynya si orang she Toan. Ia malu mendengar dampratan pembesarnya itu.

„Bagus !” berseru Kui Ciang menyambut pecundangnya itu. Ia lantas bersilat dengan sebat. Sie Siong kaget hingga ia terpaksa mundur. Toh ia masih terlambat. Tahu-tahu pundaknya terasa dingin dan sakit, pundak itu mengeluarkan darah. Ujung pedang musuh membuat goresan pada pundaknya itu !

Syukur untuknya, selagi dia diserang itu, Kui Ciang pun diserang oleh seorang wiesu yang bersenjatakan sepasang gaetan. Wiesu itu bukan sembarang wiesu. Untuk menolong diri Kui Ciang menarik pulang pedangnya sambil ia berkelit, kalau tidak pastilah dia bakal patas tulang pipeenya. Dengan tak perduli bakal di damprat, dia terus berkelit, uutuk mundur.

Toan Kui Ciang benci sekali sama pecundangnya ini. Dialah yang secara bengis sudah menangkap Su It Jie. Maka ia tidak sudi melepaskannya Habis membebaskan diri dari *aetan sambil berseru, ia berlompat maju, guna menyusul orang she Sie ini. Di depannya menghalang seoranj wiem ia men dupak dengan kaki kanannya. Wiesu yang bergegaman gaetan pun menghadang pula tapi dia dipaksa mundur setelah gae;annya dibik.n terpental. Setelah itu meluncurlan pedang yang tajam  ke punggungnya si pecundang!

Tepat di waKtu yang berbahaya untuk Sie Siong itu Kui Ciang dibikin terkejut oleh suara angin di sebelah belakangnya. Ia menduga kepada serangan membokong. Batal ia menikam Sie Siong, terpaksa ia memutar tubuh sambil menyampok kebelakang.

„Aku tidak menyangka An Lak San mempunyai orang seliehay ini, “pikirnya. Sebagai juga punggungnya ada matanya, pedang menyambar kelengan orang, sedang tubuhnya mendadak untuk berkelit.

Kedua senjata mereka lantas beradu keras. Si penyerang mundur tiga tindak, orang yang diserang berguncang tubuhnya. Senjata mereka itu memperlihakan api meletik.

„Ilmu golok yang bagus! Ilmu pedang yang liehay! Ya, dua duanya liehay “Itulah pujiannya U bun Thong

Kui Ciang sudah lantas melihat penyerangnya, ia menjadi tercengang saking heran Orang itu ialah Liap Hong, yang berulang kali sudah menolongi ia secara diam diam yang mengisiki secara samar untuk ia menyingkirkan diri.

Wiesu yang bersenjata gaetan bernama Thio Tiong Cie dia kosen seimbang denpan Sie Siong. Dialah salah seorang yang- diandalkan An Lok San. Melihat musuh menju-blak, dia lantas maju menyerang pula. Hebat dia menggunai sepasang gaetannya, yang me nyamber ke bawah

Kui Ciang kaget. Itulah serangan di luar sangkaan. Ia lantas berkelit, tetapi tidak untung, ujung celananya kena tersamber juga hingga robek!

Liap Hong pun maju pula sambil berseru nyaring: ‘Sorga ada jalannya kau tidak pergi kau memasuki neraka yang tiada pintunya! saat kematiaumu sudah tiba, masih kau berani, mengganas!”‘

Hebat kata-kata itu tetapi Kui Ciang menerimanya sebagai nasihat untuk ia mengangkat kaki, maka ia heran dan kata dalam hatinya: “Dia Hu Ciang pribadi dari An Lok San pantas kalau dia bekerja sungguh-sungguh untuk majikannya, tetapi heran dia seperti menyayangi aku. Kenapakah?”

Liap Hong maju. Ia berkelahi sungguh-sungguh sekarang ia mendapat kenyataan Kui Ciang jauh terlebih liehay dari padanya, ia menyerang tanpa ragu-ragu.

Kui Ciang tidak ingin mencelakai orang yang baik hati itu, ia melayani dengan keias. tetapi tanpa menfgunai tipu silatnya yang’ dapat merobohkan orang. Karena ini. dikepung berdua, ia menjadi kalah angin. Ia terdesak.

U Bun Thong menyaksikan pertempuran itu

Ia kata didalam hatinya: “Toan Kui Ciang memiliki ilmu pedang yang sempurna ia dapat tergolong orang kelas satu, akan tetapi ia belumlah pantas dan sesuai seperti yang dunia Rimba Persilatan memujinya!”

Ketika itu Tan Sin Su datang bersama beberapa kawannya. Mereka melibat Kui Ciang terdesak, lantas mereka maju. Sia Su dengan bernapsu. Ia ingin membalas sakit hati untuk peristiwa dirumah makan, karena ia ta hu pedang Kui Ciang pedang mustika, sengaja ia membawa golok yang berat tiga puluh tiga kati, yang tebal sekali ia percaya pedang musuh tak bakal dapat memapas kutung gokol-nya itu, Ini pula yang membikin ia berani merangsak.

Repot Kui Ciang dikepung oleh enam wiesu pilihan. Ia menangkis kekiri dan kanan ia menyerang selekasnya ada kesempatan. Satu kali pedangnya bentrok ji ga dengan golok Sin Su. Ia dapat menyampingkan pedangnya itu yang kena dibikin mental. Justeru itu. ga-etannya Thio Tiong Cie masuk, kali ini tangan bajunya yang kena dirobek. Syukur ia dapat meneruskan mengelir, tangannya. Meski begitu lengannya tergores jaga, kulitnya mengeluarkan darah. Liap Hong miju selagi orang terlukakan itu. Dia menyerang dengan tikaman “Ular putih menyemburkan bisa.” Goloknya meluncur ke tenggorokkan lawan.

Kui Ctng melihat bahaya mengancam, ia memutar tubuhnya. Itulah tipu silat “Membungkuk menanam yangliu”. Sambil berputar ia membalas menyerang.

Mendadak terdengar jeritan “Aduh! ‘ itu-lah jeritannya Liap Hong, yang kena perutnya terlukakan Dia masih mencoba berlompat mundur, habis itu dia toh roboh. Hingga dengan begitu pengurungan menjadi mengasi lihat satu lowongan.

Bukannya tak disengaja Lip Hong terluka dan roboh. Sampai disaat itu ia masih hendak menolongi Kui Ciang, guna membukai jalan lolos, lain orang tidak ketahui pertolongannya itu tetapi Kui Ciang menginsafinya.

Maka Kui Ciang melengak sedetik dan berkata di dalam hrtinya : “Jikalau aku tidak  terbinasa, di belakang hari mesti aku balas budinya orang ini. Hanya sekarang, mana dapat aku menerima budi kebaikanmu! Tanpa dapat menolongi Su Toako, mana ada muka aku menyingkir seorang diri ?”

Kui Ciang menggunai ketikannya itu. la keluar dari kurungan Tetapi ia tidak lari menyingkir, ia justeru memburu kearah An Lok San !

Tian Sin Su dan yang lainnya menjgdi kaget, lekas-lekas mereka menyusul guna merintangi. Selagi mereka repot dan bi gung tiba-tiba terdengar suara nyaring dari U-bun Thong-

Jago istana itu tertawa terbahak, dia kata. : „Setelah menyaksikan ilmu pedang Tuan Toan yang demikian indah, aku menjadi rada gatal! tuan-tuan, tolong kamu menunda seoentar, biarlah aku mempertontonkan kejelekanku ! Ya, kejelekanku !” Suaranya itu segera dibaiengi dengan lompat majunya, kedua tangannya terlihat kosong, jubahnya berkibar kibar, maka sekejab saja ia sudah tiba di hadapan Toan Kui Ciang.

Menampak majunya jago istana itu, Tian Sin Su semua bernapas lega. Mereka tahu kejumawaannya jago itu, tanpa periniah lagi, mereka peda mengundurkan diri. Hingga disitu terbuka suatu gelanggang.

Toan Kui Ciang mengawasi orang bicara demikian macam, sedang sikap dedak orang pun garang. Katanya di dalam hati : ”Kiranya ini utusan Raja seorang gagah ! ”

Berdiri di depan Kui Ciang. U bun Thong memperlihatkan siap terkebur. “Tuan Toan ahli pedang yang terbesar, bukankah tadi kau bermaksud menangkap aku ?” dia tanya “Sekarang aku sudah herdiri di depanmu, mengapa kau masih tidak mau turun tangan ?”

Kui Ciang berlaku tenang. “Kau hendak mengadu kepandaian secara orang Bu-Iim, tidak mau aku menang sendiri, ia menyahut sabar. ,Kau keluarkanlah senjatamu!”

U-bun Thcng tertawa lebar. „Benar-benar kau ahli pedang kenamaan. Tuan Toan” ia berkata. „Tak kecewa kau! Tapi tak usahlah kau berkuatir untuk diriku walaupun kau memiliki pedang mustika, tidak nanti kau mudah saja melukai aku U-bun Thong!”

Mendengar orang memperkenalkan diri itu barulah Toan Kui Ciang mendapat tahu utusan raja ini sebenarnya salah satu Jago istana yang namanya tersohor berendeng dengan Ut-tie Pak. Ia tidak takut, bahkan ia mendongkol. Belum pernah ia menghadapi orang yang berani memandang tak matanya secara begini. Ia kata dalam hatinya : „Apakah kau sangka nama besarmu sebagai jago istana dapat menindih padaku ? Aku sangsi kepandaianmu berkelahi dengan tangan kosong dapat melebihkan keliehayannya Ut-tie Pak !” Dalam iimu silat tangan kolong melawan senjata, Ut-tie Pak memang kesohor sebagi jago nomor satu. selama pertempuran di rumah makan, Kui Ciang sudah menguji jago itu. ia menang unggul, maka itu ia menganggap U-bun Thong terlalu jumawa.

„Benarkah ?” ia berkata menjawab jago istana yang jumawa itu, “Kalau begitu, silahkan kau mulai memberikan pengajaranmu!”

Meski kegusarannya meluap-luap, Ku Ciang masih dapat menguasai diri uutuk tidak menyerang terlebih dulu. Lawan bertangan kosong, ia hendak mengalah untuk memberi kesempatan kepada lawan itu.

„Baik” jawab U-bun Thong dengan berseru. „Untuk berlaku hormat tak ada jalan yang terlebih baik dari pada menerima perintah ! Nah. kau berlaku hati-hatilah menyambutnya”.

Jago istana itu segera mulai dengan penyerangannya. Toan Kui Ciang memasang mata. Ia melihat orang tidak menggunai ilmu silat Kim-na-ciu atau Menangkap, juga bukannya ilmu silat Lo Han Kun yang liehay hanya ilmu silat Utara Tiang Kun yang umum. In menjadi heran.

Mungkinkah dengan ilmu silat umum ini dia dapat melayani pedangku?” ia tanya di dalam hati. ,Ia disohorkan sebagai jago istana aku tidak percaya dia benar benar demikian liehaynya . .

. . “

Tengah Kui Diang berpikir itu kepalan yang besar dari lawan sudah jaenyambar, ia menangkis tanpa bersangsa  sedikit  juga.

„Trang!” Itulah satu suara bentrokan yang nyaring, yang diiring dengan terpencarnya lelatu api akibat bentrokan itu,

Nyatalah U-bun Thong bukan besar omong tetapi juga ia licik sekali.Didalam genggamannya dia telah menyiapkan senjatanya, ialah sepasang poankoan pit yang sangat pendek, Sengaja dia tidak mau memberitahukan itu. Sengaja ia mau membikin Kui Ciang menyangka dia bertangan kosong, supaya Kui Kui Ciang menjadi mendongkol dan memandang kepadanya. Dia sudah pikir, kalau orang gu sar dan menyerang dengan sengit baru dia menyambut dengan senjatanya yang istimewa itu. Demikian sudah terjadi Tentu sekali dia membuat lawannya heran, Justeru itu. dia melakukan penyerangan lebih jauh. Dengan Cara sangat cepat. Dengan tangan kiri diangkat. dia menyerang dengan tangan kanannya, Dua-dua dengan senjatanya itu, Dia menyerang selagi orang belum sempat menarik pulang pedangnya, Dia sudah siap-sedia, dia da pat melakukannya. Sasarannya ialah jalan jalan darah jia-khie dibawahan tiga lawannya itu.

Sungguh cara berkelai yang licin sekali, Syukurlah Toan Kui Ciang bernyali besar dan teliti sekali. Ia tidak tahu U-bun Thong menyembunyikan senjata rahasia dalam tangannya akan tetapi melihat dia menggunai Pak-pay Tiang Kun. ilmu silat „Tangan panjang” dari pihak utara semacam ilmu silat yang umum sekali, timbul kecurigaan maka itu ia tidak kena dicurigai lawannya itu. Ia tidak saja tidak memandang tak mata lawannya ini sebaliknya ia waspada luar biasa, hingga ia ketahui dengan jurus yang pertama itu lawan itu belum mengeluarkan kepandaiannya.

Demikian disaat seperti kilat berkelebat itu kedua pihak sudah bergerak sangat sebat dan lincah. Poankoan Pit U bun Tnong me-nyambar ke jalan darah Jie khie dan Toan Kui Ciang, Tepat ketika ujung pit hampir mengenai baju lawan, sekonyong konyong pedang Kui Ciang berkeredep. ujungnya menusuk ke kaki penyerangnya itu. Kui Ciang berbuat demikian sambil ia mendak. Itulah siasat memenolong diri dengan mengancam kelemahan musuh. U-bun Thong terkejut. Dengan seoat ia berkelit. Dengan begitu bebaslah dirinya. Dengan begitu selamat juga Toan Kui Ciang. Dengan jago istana itu berkelit terpisahlah mereka berdua.

Hanya sejenak kedua pihak sudah memperlihatkan kepandaian mereka itu. Hampir kedua-duanya roboh sebagai kurban senjata masing masing.

Baru sekarang U bun Thong menginsafi liehaynya Kui Ciang. Rupanya tadi orang belum menggunai seluruh kepandaiannya, Diam diam ia merasa jeri sendirinya.

Habis merenggang itu, kedua pihak lantas merapat pula. Kui Ciang ii.gin melakukan pembalasan, ia memutar pedangnya, untuk menaikan terus terusan sampai tiga kali, hingga pedangnya itu bersinar tak hentinya, datangnya bagaikan dari delapan penjuru angin.

Dengan begitu, tubuh U bun Thong nampak seperti dikurung sinar pedang.

Menyaksikan itu, semua busu melongo, hati mereka gentar. Sungguh henat si orang she Toan, sungguh bercahaya keselamatannya U-bun Thong ….

Sebagai jago istana, U-bun Thong meng-gunai poan-koanpit, alat mirip perabot tulis, yang luar biasa. Umumnya poankoanpit berukuran dua kaki delapan dim, akan tetapi sepasang miliknya ini cuma tujuh dim seluruhnya. Ukurannya senjata ini sesuai dengan pepatah dalam ilmu silat yang berbunyi : „Satu dim pendek, satu dim bahaya” Berbahaya untuk musuh, tetapi pun berbahaya untuk diri sendiri apabila ada ketemui lawan yang jauh terlebih liehay. U bun Thong ketahui itu, maka ia telah membuat persiagaan. Selagi  Toan  Kui  Ciang  mendesak  itu  dengan   timbul harapannya akan memperoleh  kemenangan sekonyong- konyong ia mendengar suara menjentrek pada senjata lawan- nya. Untuk herannya ia mendapat kenyataan poankoanpit musuh mendadak tambah panjang dengan tujuh dim. Itulah persiagaannya U-bun Thong, yang gamannya genggaman ra- hasia. Sebab  koanpoanpit itu dilengkapi dengan pesawat rahasia, hingga  kapan dikehendaki, panjangnya  dapat diiambah   dengan empat kali tujuh dim setiap kali memencet- nya tujuh dim.

Itulah hebat. Tak perduli Toan Kui Ciang sangat liehay, ia toh menjadi kurban senjata rahasia itu. Dengan terdengarnya suara rnem-berebet, pecahlah ujung bajunya tersentuh ujung senjata lawannya itu. Hebatnya ujung baju itulah ujung di depan perut.

Semua busu yang menonton, lantas bersorak. Hanya, belum lagi berhenti sorak mereka itu tiba-tiba mereka dikejutkan teriakan „Aduh!” tertahan dari mulutnya U bun Thong tubuh siapa sudah lantas mencelat mundur Apabila orang melihatnya, pundak jago istana itu mengucurkan darah yang memerahkan bajunya.

Toan Kui Ciang tidak melainkan liehay ilmu pedanenya tetapi ia juga mahir tenaga dalamnya, ketika barusan ujung poankoanpit mengarah perutnya, ia menyedot napas membuat perutnya kempes ciut, hingga bajunya yang kena tersentuh senjata lawan itu. Berbareng dengan itu, ia bukan hanya mengelit diri, ia jjga bekerja Dengan sebat sekali pelangnya diluncarkan ke arah pundak lawan justeru tangan lawan lagi diulur. Pula ia dengan terhisap, tubuhnya turut maju ke depan. Maka walaupun U bun Thoag lekas mengundurkan diri tak luput pundaknya itu di mampirkan ujang pedang, hingga kulit da- gingnya tergores luka mensucirkan darah. Masih syukur, saking sebatnya dia mundur, dia dapai melindungi tulang pipeenya. Begitulab, saking kaget berhentilah soraknya semua busu, semua berbalik menjadi tercengang !

Baru saja U bun Thong sesumbar bahwa pedang Toang Kui Ciang tidak bakal melukai dia, atau sekarang pedang lawan itu membikin darahnya mengalir, tentu saja da menjadi sangat kaget dan malu berbareng. Dia bukan menjadi putus asa dan menyerah dia justeru menjadi sangat murka. Maka dia berseru

: Orang she Toan, jikalau malam ini aku dapat membiar kau lolos, aku sumpah U-bun Thong bukanlah seorang manusia!” Dan dengan sepasang senjatanya itu ia lantas menyerang dengan hebat sekali. Sebagai keistimewaan poankoanpit, senjata itu dipakai menosok jalan darah.

Toan Kui Ciang mengerti lawannya kalap, ia tidak mau memandang enteng. An Lok San pun berseru : „Benar ! paling benar dia ditawan hidup-hidup ! Hayo, kenapa kamu semua menjublak saja ? Kenapa kamu tidak segera membantui U bun Touw-ut meringkus bangsat ini Kata-kata Jerderai itu merupakan anjuran? berbareng titah. Tian Sin Su bersama Thia Tiong Cis bukannya tidak mempunyai pikiran untuk turun tangan guna memberikan bantuan mereka. Mereka tidak mewujudkan pikiran itu lantaran mereka ragu ragu Mereka kenal U bun Thong sebagai seorang jumawa dan besar kepala, mereka tidak berani sembarang maju. Mereka juga ingin menyaksikan kepandaiannya jago itu, maka ita, mereka terus menonton, Mereka mau menduga, meskipun Kui Ciarng gagah, tak nanti orang, sbe Toan itu dapat bertahan terus menens. Siapa nyana kesudahannya ada di luar sangkaan mereka,-Maka itu sekarang, dengan adanya suara An Lok San, mereka tak bersangsi. pula. Dengan lantas mereka maju menyerarg.

U bun Thong tidak melarang orang membantui ia. Sekarang ia tahu bahwa ialah bukan lawan Kui Ciang. Justeru karena majunya dua kawan ini segera suasana berubah lain. Ialah ia telah mendapat angin.

Pertempuran terlangsung dengan, sinar pedang Toan Kui Ciang nampak makin lama, makin ciut kalangannya,

An Lok San melihat, itu, legalah hatinya Sekonyong-konyong saja, selagi Toan Kui Ciang mulai dirangsak itu, terdengar seruannya yang nyaring dan tubuhnya berlompat bagaikan naga lincah sedang pedangnya berkelebat bagaikan kilat Kesudahannya itu Tian Sin Su terhuyung-huyung beberapa tindak, karena dengkulnya telah ditikam pedang lawan, sedang Thio Tiong Cie menjerit lantaran sebuah jeriji tangannya kena terpapas kutung !

Semua itu terjadi selagi si orang she Toan mencoba membarengi menoblos kurungan U bua Thong berseru sereya berlompat menyerang musuh. Ia kaget melihat kedua kawannya itu menjadi kurban. Maka ia menjadi gusar dan sengit. Ia menyerang selagi musuh baru saja menabas jari tangannya Tiong Cie, sebelum pedangnya ditarik pulang.

Berbareng dengan itu, Kui Ciang pun berseru, pedangnya diayun ke belakang. Lantas, jatuhlah poankoanpit orang she U- bun itu!

Kui Ciang terpaksa berlaku berani demikian melawan poankoanpit dengan tangan kirinya itu. Tangannya itu terluka parah hingga selanjutnya tak dapat diangkat pala untuk digunakan lagi.

U-bun Thong terkejut mendapatkan Toao Kui Ciang berlaku nekad demikian, Tapi kesudahannya itu membikin ia puas juga. Biar bagaimana, ialah pihak menang.

Seorang siesu menjemput toankoanpit untuk dilemparkan kepada jago istana itu. U-bun Thong menyambuti, terus ia berkata nyaring : „Bangsat ini tinggal sebelah tangannya, biarnya dia galak, dia tidak dapat mengganas lagi. Lekas ringkus padanya, Jaga, jangan kasi dia lari.”

---ooo0dw0ooo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar