Kisah Bangsa Petualang Jilid 01

 
Jilid 01

“Selamat Tahun Baru!” ”Selamat Tahun baru !”

Demikian ucapan kebahagian pada pagi hari tanggal satu bulan satu dari tahun Thian Po ke dari masa kerajaah  Tong dan ucapan itu dihaturkan kepada seorang She Su bernama It Jie, yang tinggal di dusun Su Kee Cun dusun pegunungan terpisah enam puluh lie lebih di luar kota Tiang an. It Jie ini pada tahun Kay Goan ke 22 pernah lulus sebagai Cin Su, ujian tingkat tiga, oleh karena ia tidak suka memangku pangkat, belum sampai usia pertengahan, ia sudah pulang ke kampung halamannya, untuk hidup dalam ketenangannya si orang desa.

Oleh karena ia memiliki gelarnya itu dan hidupnya damai, penduduk kampung menghormati nya dan biasanya mereka datang pagi-pagi menghaturkan selamat pertukaran tahun. Hari itu, habis mengantar tetamunya pulang, It Jie menggeleng-geleng kepala dan sambil. menghela napas, ia berkata seorang diri : “Selagi suasana begini rupa, apakah yang harus dibuat girang ?”

Justeru itu, dari dalam rumahnya ia mendengar suara ’eyah ! eyah’ dari bayi yang baru dilahirkan, di susul dengan letusannya petasan bambu yang berisik dan ramai !

Mendengar tangisan itu, Cin Su tersenyum dan berkata dalam hatinya : ”Kalau toh kegirangan maka itu mulainya saat hari ini ! Tambahnya satu anak akan membikin rumah tanggaku tambah gembira !”

Seorang pembantu lalu daiang. akan memberitahukannya atas lahirnya seorang anak lalu ia berkata pada pembantunya: ”Kau sediakan empat macam barang antarkan untuk Toan Toaya, antarkan sekarang juga sekalian kau undang dia datang kemari untuk minum arak !” Sambil berkata demikian ia heran dan berpikir : “Setiap tahun baru dia lah yang datang paling dulu memberi selamat padaku, kenapa hari ini dia tidak datang atau mungkin terlambat?”

Pembantu itu menerima baik perintah majikannya, akan tetapi belum ia pergi, ia sudah tertawa dan berkata : “Loo ya, tak usah Toan Toaya di undang! lihat, bukankah ia sedang berjalan kemari?”

Pembantu itu menoleh sambil menunjuk keluar dan dari luar terlihat seseorang sedang menuju rumahnya sambil mulutnya ber-senandung. „Haha, saudara Toan !” tertawa tuan rumah. “Kenapa kau baru datang ? aku telah menyediakan arak untukmu!”

Toan Toaya itu namanya, Kui Ciang, berumur empat puluh lebih sedikit, tubuhnya kekar seperti orang yang mengerti ilmu silat, sebaliknya Su It Jie seorang sastrawan, maka persababatan mereka agak ganjil. Tapi kenyataannya tidak demikian. Disamping ilmu silat, Kui Ciang paham ilmu surat. Tapi ia bukan penduduk asli Su Kee Cun. la datang baru sepuluh tabun lebih. Sebab ia jujur dan Bun Bu Coan Cay mengerti silat dan surat berbareng, maka It Jie suka bergaul dengannya, bahkan keduanya menjadi sahabat yang kekal

Atas sambutan tuan rumah itu, Kui Ciang tertawa. “Ada sebabnya kenapa aku terlambat, saudara Su !” katanya.

“Apakah itu ?”,

”Istriku baru melahirkan seorang bayi !”

,.Oh! selamat, selamat!” seru It Jie. ”Sungguh kebetulan ! apakah anakmu itu pria, atau wanita ?”

Pria! sahut Kui Ciang. “Eh, kau berkata begitu apakah enso pun melahirkan.”

It Jie tertawa. “Ya.” sahutnya. ”Aku hanya memperoleh anak perempuan.”

”Kalau begitu aku mesti menambah pemberian selamatku !” It Jie heran.

Kui Ciang tertawa ”Saudara tahukah kejadian-kejadian belakangan in? ”.

“Raja sudah merampas Yo Tay Cin Kui Hui. Yo Tay Cin itu isterinya pangeran Siu Ong Lie Mo Itulah ke jadian selama tahun Thian Po ke empit. Yo Khui Hui bukan main disayang Raja. Belum tiga tahun, ketiga kakaknya telah di angkat menjadi Tay Jin. Bahkan menurut kabar bulan yang lalu. kakak sepupunya, Yo Kok Tiong telah diang kat menjadi perdana mentri, hingga kedudukannya jadi sangat tinggi dan mulia. Inilah yang mengubah suasana, hingga kalau ada orang yang mendapat anak perempuan, sanak dan sahabat-sahabatnya pada berduyun-duyun datang memberi selamat. Katanya jaman sekarang mengutamakan anak perempuan bukan jaman menghargai anak lelaki, Kau telah mendapat anak perempuan, saudaraku, bukankah kau pantas diberi selamat dua kali lipat?”

Tapi It Jie tidak senang : ”Jika aku meng hargai pangkat, pada sepuluh tahun yang lalu tidak nantinya aku pulang ke kampungku untuk hidup sebagai orang desa seperti sekarang ini !” katanya. ”Tidak puas aku menyaksikan segala manusia hina main gila. memenuhkan istana ! mana dapat aku menelad contoh Yo Kok Cong?”,

Kui Ciang tertawa.” Jangan gusar saudara Su!. Mustahil aku tidak kenal sifatmu? aku hanya bergurau!” ia lantas menthela napas dan menambahkan lesu: ”keadaan sekarang menyedihkan hingga harus ditangiskan … makin lama pemerintahan makin buruk, hingga entah bagaimana jadinya .

. . . “

”Sudahlah buat apa kita perbatikan urusan itu !” kata It Jie. “Mari kita minum sampai mabuk lalu keduanya minum sampai mabuk!. Lalu keduanya itu minum arak mereka masing-masing”

It Jie berjanji sambil mengetuk-ngetuk meja. Ia  menyanyikan syairnya Lie Tay Pek tetapi ia mengagumi Touw Hoe. Katanya ”Touw Hoe ada di Tiang an, diharuskan Raja berdiam didalam Istana, kalau tidak. Pasti suka aku pergi menemuinya,. .. “

Disebutnya nama Touw Hu membuat Kui Ciang ingat syairnya penyair itu. Ia tertawa dan katanya : ”Saudara Su, di antara syairnya Touw Hu ada kata kata mengenai terlahirrya anak anak laki dan perempuan, bahwa anak perempuan baik sekali, maka itu pantas kau diberi selamat berlipat kali, sekarang jaman kacau perang meminta korban kalau diingat memang lebih baik mendapat anak perempuan !” It Jie mengeringi tawanya. Masa bodoh syairnya Touw Hu itu

! katanya. “Tetapi sekarang aku ingat suatu …”

”Tentang anak-anak kita, bukankah mereka terlahir bersamaan dalam satu malam? Bagaimana jika kita berbesan ?”

Kui Ciang diam sejenak lantas ia menjadi girang sekali. “Sebenarnya,” katanya, ”begitu aku mendengar kau memperoleh anak perempuan, telah ada dalam pikiranku itu banya aku tidak berani buka mulut, sekarang saudara yang mengajukannya, bagus sekali kebetulan aku mempunyai sepasang tusuk kondai kemala, baiklah itu dijadikan tanda mata. Ini dia !”

Orang she Toan ini merogo sakunya dan mengeluarkan perhiasan rambut itu. Melihat tusuk Kondai itu It Jie melengak. Kemala itu licin dan bersinar, indah mirip kemala Kothein, pula di kepalanya ada bertaburan mutiara, yang terang bercahaya. ”Bagaimana dia mempunyai kemala mustika ini ?” pikirannya heran.

Semenjak pindah ke Su Kee Cun, hidup-nya Toan Kui Ciang sempit sekali. Dia cuma mengandalkan beberapa murid, yang belajar silat padanya. Ada kalanya dia ditolong sahabatnya she Su. Sekarang dia mempunyai pesalin kemala berharga itu aneh, bukan? Meski demikian, ia percaya kejujuran orang ia tidak menyangka jelek.

Kui Ciang dapat menerka hati sahabatnya, tanpa bertanya, ia memberikan penjelasannya. ”Selama tahun Ceng Koan kakekku tutut Jenderal Lie, Ceng berperang dengan bangsa Turki, di sana di Kotheun ia mendapatkan sepasang tusuk kundai kemala. Pulang perang, Baginda Thay Coang menghadiahkan sepasang mutiara asal Lam Hay. Kakekku memanggil tukang yang  pandai,  mutiara  itu  ditaburkan  pada  tusuk  kundai itu.

Selanjutnya  barang  perhiasan  itu  disimpan  sebagai  pusaka keluarga Toan-Inilah sebabnya, meski aku hidup melarat, tak mau aku jual kemala ini.”

”Pantas saudara gagah, tak tahunya kau-lah turunan Jenderal !” kata It Jie. Di mulut ia berkata demikian, dihati ia heran, kenapa tak pernah Kui Ciang menuturkan sesuatu tentang leluhurnya itu. Itu toh suatu kehormatan ?

Kui Ciang minum araknya, lalu ia berkata pula : , Aku tidak mempunyai ba-rang simpanan lainnya, kecuali ini, maka tak pernah aku pisahkannya dari tubuhku. Nama tusuk kundai ini ialah Liong Hong Poo Cee. Tusuk kondai yang satu berukiran naga-nagaan, dan yang lainnya burung hong. Sekarang yang burung hong ini aku jadikan tanda mata.”

”Kau memakai pesalin mustika, saudara, aku berterima kasih, “ kata It Jie. Ia sebenarnya berat menerimanya, akan tetapi mengingat, dibelakang hari barang toh akan kembali pada keluarga Toan ia menerima juga. Kemudian ia periksa kemala itu ia girang dan kagum.

Ukirannya sangat bagus dan hidup la memuji. ”Sekarang coba saudara lihat yang naga ini, “ Kata Kui Ciang, sambil menunjuk-kan yang satu lagi.

Kembali It Jie menjadi kagum. Yang naga ini tak kalah indahnya. Kembali ia memberikan pujiannya. “Sekarang ini dorna, mengusai Negara, entah bagaimana jadinya nanti,” kata Kui Ciang kemudian ”maka ada maksudnya kenapa sepasang kemala ini aku pisahkan, aku jadikan pesalin ia agak sangsi ia tidak berkata terus.”

”Apa maksudnya ?” It Jie bertanya, “kita sudah jadi sanak, diantara kita tak ada lagi. yang tak dapat diutarakan.”

“Kau sadar saudara, meski hari ini harian tahun baru, aku percaya kau tidak akan menganggap aku bicara sial.. .aku maksudkan, andai kau di belakang hari keluarga kita bercerai , disebabkan bencana perang. anak anak kita bisa menggunakan kemala ini sebagai bukti untuk mereka melanjutkan pecakapan mereka. . . “It Jie tertawa.

”Saudara terlalu memikir jauh !” katanya. Tapi dalam hatinya ia berkata “Kita tinggal bersama didalam sebuah desa. Umpama benar terjadi perang kita tetap akan bersama juga ! mana bisa kita berpisah ?” walaupun demikian, karena orang bicara dengan sungguh-sungguh ia mau, percaya itu mungkin suatu alamat buruk. Ia paksa tertawa. Ia kembalikan kemala yang satu, “Anakku belum diberi nama. “ kata Kui Ciang kemudian, ”mengingat pengetahuan saudara luas tolong kau yang memilihkan dan memberikannya.”

“Anakku juga belum diberi nama! kata It Jie tertawa.

Waktu itu di luar rumah terlihat salju berterbangan, ada yang nempel di pohon bu-nga bwee. Melihat itu, tuan rumah menghirup araknya dan Katanya sambil tertawa. ”Aku paling suka bunga bwee. maka itu aku akan berikan nama Jiak Bwee pada anakku. Karena sekarang dorna memerintah dan mungkin saatnya datang untuk satu anak anak laki menunggang kuda untuk berperang, baik anak saudara dinamakan Kek Sia, Saudara setuju?”.

Koei Ciang menepuk tangan. ”Bagus! bagus! ia memuji, Jiak Bwee berarti mirip bunga Bwee dan Kek Sia berarti menakluki kesetanan. maka nama nama itu ialah nama nama yang tepat.”

”Hah semoga setelah besar mereka tak menyia-nyiakan pengharapan orang tua mereka!” It Jie pun girang dan turut bertepuk tangan.

Tapi pada waktu itu d luar terdengar suara berisik, dari terompet, dan jeritan anak anak. “Eh terjadi perkara apakah di luar?’ kata It Jie heran ”hari ini harian tahun baru, apa mungkin pembesar negeri memerintahkan hamba hamba nya memungut pajak? Mari kita lihat!”

Koei Ciang setuju, maka keduanya bangkit dan ke luar Maka setibanya di depan kedua besan ini dapat melibat debu beterbangan,yang disebabkan sebarisan serdadu, yang seragam dan senjatanya berkilau dan kudanya pilihan serdadu yang paling depan membawa sehelai bendera sulam benang emas yang lebar dan mentereng yang bersulamkan huruf “An” yang huruf sulamnya indah. Disusul oleh dua pembawa bendera lain, hanya kedua bendera ini bersulamkan huruf huruf ’Peng Louw Ciat Touw Su’ dan ’Hoan yang ciat touw su’.

Dijaman Tong, pangkat Ciat Touw Su suatu pangkat penting. Didalam suatu kota, atau daerah, Ciat Touw Su menguasai pemerintah militer dan sipil, hingga dia mirip Raja kecil. Sekarang satu orang merangkap jabatan Ciat Touw Su dari dua kota. itulah hebat dan belum pernah terjadi dulu.

“Akhirnya An Lok San!’. kata Su It Jie, hatinya bercekat. Dijaman itu, nama An Lok San tak ada yang tak tahu atau mendengamya, hanya orangnya baru kali ini Su It Jie melihatnya. Seragamnya mentereng sekali sikapnya garang. Dia duduk diatas kudanya, dan diiringi oleh hamba dan hanya sambil berseru-seru anak anak jangan perduli segala kunyuk di tengah jalan: ”Injak mati pada mereka. Tidak ada perkara-nya! larikan kudamu! hari ini Tayjin hendak pergi ke kota Tiang an untuk memberi selamat tahun baru pada Kui Huei Nin nio!”.

“Kui huei Nio nio” ialah ‘Yang Mulia selir Raja’. An Lok San ketika baru tiba di Tiang-an kota Raja, dia langsung menempel Yo Kui. Meskipun dia berusia lebih tua, selir Raja itu mengakui dia sebagai anak angkatnya. Karena itu dihari tahun baru ini dia mesti memberi selamat tahun baru kepada ibu angkatnya itu! Dia sudah diangkat jadi Ciat Touw Su kedua kota Peng louw dan Yang Hoan, dia belum puas dan ingin menjadi Ciat Touw Su wilayah Hoo Tong. Maka ia perlu mengambil hati ibu angkatnya itu! Di hari tahun baru semua orang bersuka ria, demikian juga di dusun Su Kee Cien dan sekitarnya orang saling berkunjung dan memberi selamat, anak anak tak terkecuali banyak diantara bermain melempar uang didepan jalan. Pada saat itu lewatlah An Lok San dengan barisan pengiringnya yang garang, maka tidak ampun lagi rombongan anak-anak itu menjadi korban cambukkan bitigga menangis menjerit dan lari. Diantara dewasapun ada beberapa korban hingga tak ada orang yang berani menolong anak-anak itu. Tiga bocah dibawah usia sepuluh tahun menjadi lemas, tak dapat nienyingkir. Berarti mereka akan jadi korban kaki kuda.

Tiba-tiba melesat sesosok bayangan. menyambar kedua bocah di tangan kiri dan kanannya, kedua bocah itu dileparkan kepinggir jalanan. Tinggal bocah yang ketiga. Dan waktu itu seekor kuda lari kearahnya, dan penunggangnya memukulkan cambuk kearahnya Melihat ada orang ditengah jalan, kuda itu berjingkrak mengkat tinggi kedua-kaki depannya, celakalah penolong itu berikut sibocah, tapi dia gesit dan berkelit ke kiri.

Hanya tak dapat dia lolos dari cambuk, sehingga bajunya robek Su It Jie mulanya mengira Toan Kui ciang, sahabatnya tetapi setelah ia melibat jelas ternyata penolong itu ialah seorang desa yang muda. Ketika barisan sudah lewat, pemuda itu menurunkan sibocah seraya berkata :”Tolong paman antarkan anak ini”. Dan kebetulan orang tua anak-anak itu datang mencari anaknya masing-masing. Juga sejumlah orang lainnya datang berkumpul. Ketika iiu. diam-dlam pemuda desa itu pergi ketika orang hendak menghaturkan terima kasih padanya, ia sudah lenyap . . .

Su It Jie tidak kenal pemuda itu Tanpa menoleh, ia bertanya kepada Toan Kui ciangg: “Apakah saudara kenal dia?” dan ternyata dia tidak memperoleh jawaban Ketika ia berpaling sahabatnya itu tak ada disisinya langsung ia mencari. Dan ia melihat sahabat-nya sudah pergi jauh dan cepat sekali dengan kepalanva dikerobongi seperti takut dingin. Sebentar saja Kui ciangg sudah sampai dibawah pohon besar di depan rumahnya.

It Jie mau memanggil sahabatnya itu, tetapi ia merasa heran ”Kui ciangg” suka menolong orang dan bukannya seorang pengecut tetapi kenapa tadi dia tak suka menolong anak-anak itu dan dengan diam-diam dia berlalu sampai dia tidak  menyapa lagi padaku? Ah mungkin dia takut ada yang mengenalinya ? tanpa memanggil lagi, ia berjalan cepat pulang, Sampai didepan rumah-nya Kui ciangg sudah menanti diambang pintu. begitu ia masuk pintu langsung ditutup sahabatnya itu, yang terus bertanya : ”apakah barisan serdadu itu sudah pergi jauh ? ”

”sudah’, sahut It Jie

”mari kita bicara di dalam!” Kui ciangg memotong, It Jie heran bukan main. Mereka masuk, disini Kui ciangg mengunci pintu pula. “Saudara Koan”‘ tanja It Jie, karena heran sehingga ia jadi curiga, “apakah kau pernah melakukan suatu pelanggaran ?

Kui ciangg menyeringai. Ia menuang arak  dan menghirupnya sekali teguk, Apakah saudara mencurigai aku pernah melanggar undang-undang?” dia bertanya sambil menatap.

“Tidak sama sekali !”

It Jie mengawasi. “Yang benar ialah aku pernah bentrok dengan satu bajingan!”

“Saudara” kata It Jie, heran , ”kau bukannya seorang pengecut, kenapa kau nampak jeri terhadapnya?” Kui Ciang menghela napas. “Panjang untuk menutur”, katanya masgul. ,Saudara kira siapa bajingan itu? dialah An Lok San si Ci at Touw Su dari Peng Louw dan Hoan Yang yang barusan lewat itu!’”

‘Ah, An Lok San’, It Jie terkejut,

‘Ya’ sahut Kui Ciang. ”Sudah beberapa tahun belum pernah aku menuturkan hal-ikhwalku, sekarang waktunya. Aku anak Yu Ciu, aku pindah kemari untuk menghindar dari An Lok San itu!”

It Jie mengawasi, ia tidak memotong kata-kacanya, Kui  Ciang menghirup pula arak-nya, lalu melanjutkan ; “kakekku berulang-ulang membuat jasa hingga dia diangkat menjadi panglima di kota Ya Ciu. suatu jabatan militer tak tinggi dan tak rendah. Sayang sekali ayahku mati muda maka itu aku mewariskan kepandaian silat kakekku itu Dalam usia muda aku bercampur dengan pemuda-pemuda yang tak karuan aku menganggap diriku sebagai seorang gagah yang. berhati mulia, dan aku suka mencampuri urusan yang tak adil. separuh dari kawan-kawan itu hanya mengharapkan menggemblok pelesiran kepadaku, Diantara yang satu ialah An Lok San, Ketika itu dia belum memakai she An”

Masih It Jie berdiam. ia mendengarkan sambil mengawasi sahabatnya.

”Lok San berasal orang bangsa Ouw diwilayah Barat”, Kui Ciang melanjutkan “Dia she Khong ibunya orang Turki, yang menikah dengan An Yan Yan sehingga dia memakai she ayah tirinya.”

”Sudah tak perduli asal usulnya!” kata It Jie. tertawa, “Dia  An Lok San, dia tetap An Lok San!, kemudian bagaimana?.”

“An Lok San rnengerti enam bahasa asing, maka itu dia menjadi Hoe Sie Long, Di Yu Ciu itu tinggal bercampuran pelbagai bangsa, tugas Hoa Sie Long ialah mengurus segala urusan dagang dan lainnya diantara bangsa itu juga menjadi juru bahasa. penterjemah andaikata mereka tak mengerti jelas pembicaraan satu dengan yang lain. Dengan demikian dia mendapat ketika mengakali kaum saudagar. Di muka umum dia tampak mulia dan murah hati, suka menolong sesamanya dia juga mengerti silat. Mulanya aku tidak tahu  sifat aslinya itu  aku jadi suka bersahabat dengannya. Baru belakangan aku mengetahuinya. Pernah aku memberi nasihat padaaya. Di depanku dia mendengar, dibelakangku tindakkannya makin jadi. Demikian satu kali, dengan surat palsu dia memeras seorang saudagar, dia minta gadisnya saudagar itu, baru urusan akan dibikin habis. Hal itu ketahuan olehku aku hajar dia. Sesudah iiu aku putuskan persahabatanku An Lok San lalu besoknya dia menghilang. Selang beberapa tahun, tahu-tahu dia telah menjabat Peng Ma Su dalam pasukan tentara kota Peng Louw. Dia ditolong ayah tirinya yang memperkerjakannya di bawahan Ciat Touw Su Thio Yu Kui dari kota-Yu Ciu. Dia pandai bekerja, dia cepat meningkat. Belum dua tahun, dia sudah diangkat jadi Ciat Touw Su muda kota Peng Louw- dengan kedudukannya di kota Yu Cie. Ketika itu, aku telah menghambur-hamburkan warisan kakekku, aku telah ditinggal pergi kawan-kawanku. Aku tahu An Lok Sin bangsa Soauwjin, manusia rendah hina-dina. Aku kuatir dia membalas dendam padaku, maka aku langsung meninggalkan tempat kediamanku itu. Buat beberapa tahun aku merantau, sampai aku tiba menetap di sini. Siapa sangka, hari ini aku bertemu dengannya. di sini. Saudara Su, aku kuatir hari ini pun hari perpisahan kita

…”

Mendengar keterangan itu, Su It Jie tidak menjadi kaget. ”Aku kira perkara besar bagaimana,” katanya. “Itu hanya perkara di masa muda, setelah lewat beberapa tahun mungkin An Lok San sudah tidak ingat lagi !”

”Sebaliknya, saudara Su. An Lok San menganggap itu sebagai malu besar, sampai dia matipun mungkin dia tak akan melupa-kannya. Jika aku tidak menyingkir, bencana mungkin menjadi hebat. Aku tidak takut mati tapi aku tak suka perkaraku merembet kepada anak isteriku dan sababat atausanakku juga! An Lok San sedang berpengaruh. Tidakkah saudara lihat bagaimana sikapnya barusan?”

It Jie mengerti tetapi ia masih tidak memandang sehebat pandangan sahabatnya. Iapun berat berpisah dengan sahabat, yang telah menjadi besarnya ini. Tadi ada banyak orang tak mungkin dia melihat kau, saudara,” katanya menghibur. ”Tetapi pepatah mengatakan berjaga-jaga paling baik. Kita harus memandang dan sudut yang buruk kalau kita menanti sampai bencana datang pasti sukar kita menghindarnya. An Lok San menjadi anak angkat Yo Koei, dia tentu sering mundar mandir dan lewat disini, lama-lama mesti dia melihat aku. “Kita bersahabat, kitapun telah berbesan.’ kata It Jie. Maka kalau saudara mau pergi mari kita pergi bersama.”

Kui Ciang heran, iapun bersusah hati. “Kau baik sekali, saudaraku.” katanya, masgul. “Mana dapat kau rnengikuti aku? itu berarti penderitaan, lagi pula sekarang isterimu baru melahirkan…. “

It Jie tertawa. ”Apakan isteri saudara juga baru bersalin bukan?” dia balik menanya.

”Isteriku mengerti silat, tubuhnya kuat?” kata Kui Ciang, “‘kapan perlu. dia dapat berangkat sembarang waktu. Tidak demikian dengan istrimu! mana dia sanggup menderita dalam perantauan?”. ”Meski begitu, buat berangkat tak mungkin saudara berangkat sekarang juga,” kata It Jie yang masih tetap memandang urusan secara enteng. “Sekarang An Lok San pergi ke Tiang an sedikitnya sehabis Goan siauw baru dia pulang ke Yu ciu. Benar istrimu kuat , ia tidak seharusnya menempuh perjaianan sekarang. Aku pikir baiknya saudara menanti lagi sepuluh hari atau setengah bulan, baru kita berangkat bersama sama.” Kata kata itu beralasan, Kui Ciang dapat mempertimbangkannya. Memang. tak mungkin An Lok San lekas pulang ke Yuciu. Kalau An Lok San mau mencari dia, tentu itu dilakukan nanti dalam pcrjalanannya pulang ke Yu  ciu.

”Baiklah,” katanya kemudian. “Baik kita berangkat satu hari di muka Goan siauw.” Goan siauw adalah cap go me, perayaan tahun baru hari kelima belas. Sampai disitu It Jie bertanya kepada sahabatnya kalau ia kenal pemuda tadi, yang gagah dan hatinya mulia.

Kui Ciang menggeleng kepala. “Aku tidak kenal, melihatpun tidak, ‘ katanya heran.” Aku menyingkir selekasnya aku melihat An Lok San. Kalau begitu, itulah peristiwa tadi…….”

Kui Ciang masih duduk berbicara sekian lamanya, sesudah rombongan An Lok San pergi sepuluh li. ia meminta diri seraya mengundang It Jie besok datang kerumahnya.

Sesudah mengantar sahabatnya sampai diluar. It Jie masuk kedalam, melihat isterinya. Isterinya lemah, sebaliknya bayinya sehat dan mungil, hingga ia menjadi girang sekali. Ia tuturkan kepada isterinya mengenai perjodohan bayinya Kui Ciang dengan bayinya sendiri dan menunjukkan tusuk kundai kemala yang bertaburan mutiara mustika itu. Tapi tentang niatnya menyingkir dari ancaman An Lok San, ia beium memberi tahukan isterinya ia kuatir isterinya yang masih lemah, menjadi terkejut. Nyonya Su, Louw Sie. Dari keluarga hartawan di Hoo tong. Tetapi melihat tusuK kundai kemala itu. Dia kagum. ”Aneh saudara Toan mernpunyai kemala ini! katanya. inilah sebab ia tahu Kui Ciang miskin.”

Louw sie tidak memandang hina kemiskinan keluarga Toan, ia tidak menentang keputusan suaminya berbesan dengan keluarga itu. Ia memang lebih setuju puterinya dinikahkan dengan orang yang mengerti silat.

”Hanya, aku agak kuatir …” katanya. ”Apa itu,isteriku ?”

”Dia meski tapi dia mempunyai kemala ini …”

”Apakah kau mengira kemala ini didapat dari jalan tak halal?”

”Bukan. Aku percaya dia bukan sembarang orang. Kalau dia bukan turunan orang berpangkat tinggi, dia mesti dari golongan orang gagah. sebangsa “Keng Ko atau Liap Ceng”. Mengapa dia puas hidup melarat disini? tak mungkinkah dia pernah menerbitkan, onar besar ?”

Diam-diam It Jie mengagumi pandangan. isterinya itu. “Aku pun mulanya mencurigai saudara Toan harya aku tak menerka sebagai isteriku,” katanya di dalam hati. Masih ia menyembunyikan urusan Kui Ciang dengan An Lok San, melainkan ia katakan: “Kau benar saudara Toan dari keluarga panglima perang. Mungkin saudara Toan ada musuh-nya tetapi aku rasa tak usalah kita menguatirkannya.

Habis memesan isterinya menyimpan tanda mata itu. It Jie keluar pula untuk mengunjungi saudaranya yang usianya lebih lanjut maka sekalian ia mendengar sesama penduduk kampungnya masih ramai membicaran kegalakan An Lon San, yang mereka kutuk, sebaliknya mereka puji si anak muda tidak dikenal. Ia pun lega hatinya. Ia tidak mendengar bicara didusunnya ada orang asing. Maka pikirannya: “kalau An Lok San mengenali Kui Ciang seharusnya dia mengirim orang untuk menyelidikinya.”

Sampai malam baru It Jie pulang sehabis bersantap setelah jauh malam ia masuk ke kamar tulisnya. Isterinya baru melahirkan, ada bidan yang menemaninya. Ia tidur pisah, Ketika itu sudah jam dua kira-kira. Begitu ia masuk kamar tulis ia tercengang .. Di situ ada seorang yang tidak dikenal mukanya orang itu berewokan dan karena,  pakaiannya seragam militer. Belum ia sempat menyapa orang itu sudah bangkit dan memberi hormat padanya sambil tertawa dan berkata: “maafkan aku yang menjadi tamu tanpa diundang. Mengingat saudara To An pun orang Kang ouw, kau  tentu tidak merasa aneh bukan?”

Meski ia pelajar lemah, It Jie tidak kaget Begitu ia dipanggil ‘’saudara Toan’ ia langsung menduga kepada duduknya perkara. Pikirnya : “tadi Kui ciangg menyingkir ke rumahku ini, pantas orang salah menerka.’

“Kau siapa tuan?” ia bertanya. “Ada urusan apa tuan datang kemari? tolong kau terangkan”. Ia berlaga pilon. Baru sekarang ia mulai kuatir.

Opsir itu mengawasi. ia berpikir : “An Tayswee bilang dia pandai silat dan lihay, kenapa dia sekarang mirip pelajar yang lemah-lemah? apakah dia terkejut dan takut atau dia berpura- pura?” ia langsuig duduk dan berkata; “Aku Tian Sin Su berpangkat Piau kie Jiang kosen dibawahan An Tayswee, Jiat touw su dari Peng louw.” Ia mengulangi she dan namanya itu dan menulisnya juga dimeja dengan air teh, tetapi tangannya kuat di meja itu terlihat tapak jarinya. Ia bicara dengan lagu suaranya orang Shoatang. Sengaja opsir ini berlaku melit demikian. Dia orang kang ouw atau Sungai telaga, kalangan Hek Too. Jalan Hitam, yang kesohor, dia ingin orang mengenalnya dan menjadi ciut hatinya. Dia menghendaki ”Toan Kui Ciang ‘ jeri kan tak berani melakukan perlawanan. Tapi Su It Jie tidak mengerti silat dan tidak kenal dia. It Jie pun sudah lantas berpikir.

“Kiranya Tian Jiang kosen!” katanya, tawar tak nampak dia jeri. “Memang sudah lama aku mendengarnya. Silakan Jiangkosen memberi tahukan maksud kedatangan jiangkosen”.

“Benar dia pandai berpura-pura,” pikir Sin Su, yang melihat orang tak takut. Maka ia makin percaya orang benar Toan Kui Ciang Ia merabah kemeja, membikin lenyap tulisnya yang sedikit melesak itu, Ia tertawa dan kata : ”Aku tidak sangka tuan telah mengenal namaku, Kita sekarang berkedudukan lain tetapi kita asal dunia Kang Ouw, dari itu aku minta sukalah kau memberi muka padaku supaya aku tak merasa sulit.Tuan, mari kita berangkat bersama!”

It Jie tetap berpura pilon. ”Kau aneh, Tian Jian Kun. Kita tidak kenal satu dengan lain. kau hendak mengajak aku pergi kemana ? Aku belum pernah mengalami ada orang mengundang tetamu tengah malam buta-rat begini“

Mendadak Tian Sin Su berjingkrak bangun, wajahnya tegang.

”Tuan Toan”, katanya, keras ”kau orang kenamaan dan aku datang memakai cara hormat kaum Kang Ouw, mustahil kau menghendaki tak meminum arak kehormatan hanya arak dendaan? Kau mau turut atau tidak, kau bilanglah! Jangan kau berpura-pura saja! Apakah begini  caranya  seorang  enghiong?”

It Jie tertawa. “Aku bukan enghiong: aku memang tak ketahui maksud Tiah Jiangkosen ! mengundang orangpun harus dengan penjelasan maksudnya undangan?”

”Oh, kau rnenghendaki maksudnya?” Sin Su mengulangi. ”Baiklah. kau boleh tanyakan kepada An Tayswee kami nanti !”

“Oh, undangan jadi datang dari An Lok San ?” tanya It Jie, menegasi.

”Ya, An Tayswee pun memesan, biar bagaimana, kau mesti dapat diundang datang. tak dapat kau tak pergi !” ia berhenti sedetik, la!u merobah suaranya menjadi lunak : “Tuan Toan, kau cerdas, tak usah aku menjelaskannya Aku ini diperintah, aku bekerja turut perintah. maka itu aku minta janganlah kau persulit aku.”

It Jie lagi mengulur waktu. Ia sangsi, pergi atau tidak ? Kalau ia pergi, tak tahu ia apa jadinya nanti. Ia benci bangsa dorna, dengan begitu dengan sendirinya ia membenci An Lok San si hina-dina Kalau ia tdak pergi, ia kuatir untuk Kui Ciang, sahabat dan besannya itu. Dengan tidak pergi, ia mesti menjelaskan hal itu bukankah hal itu berbahaya untuk Kui Ciang sendiri.

“Ah, baiklah aku pergi,” pikirnya. “Kalau An Lok San tahu orangnya salah menangkap. dia tidak akan bunuh aku. Kalau Toan Toako yang pergi, ia pasti akan dihina ! mana mungkin ia mau mengerti ?” maka ia tertawa dan berkata : “An Tayswee kenal aku dan dia mengutus satu jenderal mengundang aku, inilah satu keborinatan besar ! inilah harapan baik untukku ! siapa tahu kalau aku akan memperoleh pangkat? hahahaha ! aku telah diundang tak dapat tidak aku pergi !”

Hati Sin Su sudah tegang. ia meraba bahwa ia akan menggunakan kekerasan, maka legalah hatinya mendengar perkataan orang itu. Ia tertawa dan berkata : ”Benar-benar tuan cerdas katanya kau dan An Tayswee sahabat-sahabat lama, maka asal kau suka bicara baik. pasti tentulah kau memperoleh pangkat. Tuan Toan, aku telah menyiapkan kuda, mari kita berangkat !’”‘

”Eh, begitu kesusu!” kata tuan rumah “Mana mungkin bilang berangkat langsung berangkat!”

Sin Su terperanjat, wajahnya suram, Tapi lekas dia tertawa. ”Tuan mempunyai urusan apa?” dia bertanya ”An Tayswe

pesan supaya. tuan datang sebelum terang tanah! aku dapat menanti tetapi Tayswee sendiri tak dapat menganggur menunggui kau!’

“Aku toh harus pamitan dengan keluargaku. bukan?” tanya It Jie.

Sin So tertawa, “Jika bukannya aku sudah mengetahui kau pasti aku menyangka kaulah satu Siu cai si-kutu buku buat apa main pamit-pamitan lagi? lagi pula mana ada tempo untuk kau bicara banyak? bagaimana kalau isterimu menangis? sampai siangpun tentu kita belum tentu berangkat! lagi pula sekarang tengah malam, mana dapat kau membuat terkejut keluargamu?” ia berkata begitu, didalam hati ia pikir; “Toan Kui Ciang ternama besar mengapa dia tidak tahu aturan Kang Ouw? kenapa tak miripnya ia dengan orang sungai telaga?”

It Jie dapat membaca hati opsir ini. ia memang bukan mau pamitan dari isterinya itu. Tak mau ia membuat takut dan kuatir.

Ia memikir lain. Ia telah menduga Sin Su pasti akan menolak, Ia merasa lega mengetahui Sin Soe tidak menyebut- nyebut keluarganya

“Kau benar, Ciangkun,” ia berkata ”Tapi aku sedikitnya harus meninggalkan surat bahkan aku tak tahu kapan aku akan pulang? surat perlu untuk membuat isteriku tidak terkejut, bingung dan kuatir.”

Sin Soe terlihat terdesak. „Baiklah kata nya, kau boleh menulis sarat tapi jangan kau sebut sebut An Tayswee cukup kau beritahukan kepergianmu itu kalau nanti kau pulang akan memperoleh kehormatan.”

„Aku mengerti!” It Jie tertawa. „Aku tidak akan sebut An Tayswee!” dan ia langsung menulis suratnya bunyinya memberitahu kan ia pergi untuk satu urusan, dan berpesan kalau ada kesulitan, isterinya boleh minta bantuan saudara dan sahabatnya.

Sin Soe melihat orang menulis dia berdiam saja. It Jie melipat suratnya, ia letakkan di tengah meja sambil melakukan itu ia berkata dalam hatinya : “isteriku cerdik kalau besok kau membaca suratku ini, tentu kau dapat menerka aku dalam bahaya, dengan demikian dia pasti akan memberitahukannya Toan Toako. Isteriku tentu berduka tapi itu lebih baik dari pada ia berduka sekarang. Toan Toako pasti dapat mengantar keberangkatan mereka bersama-sama. , . “

Sin Su orangnya pandai tapi dia kurang pengalaman. Tian Sin Su pandai bekerja, terutama An Tayswee nya . . . . .

”perlahan sedikit,” katanya ketika mereka hendak berjalan keluar, Setibanya diluar, ia langsung lompat naik ke atas genteng. Ketika ia menoleh ia tidak melihat ada orang, kemudian apapun turun.

”Apakah kau tidak jadi pergi?”

“aku berada di rumahku untuk pergi keluar rumah tak pantas aku berlaku seperti !” sahut It Jie , “Kita dapat mengambil jalan pintu depan”. Kata-kata itu tepat. Demikian seharusnya tindakan orang kang ouw kenamaan. walaupun dia diancam dan dipaksa, tapi dia harus jalan melalui pintu depan. Itu nama-nya kehormatan.

Kembali Sin Soe kalah meskipun di dalam hatinya ia merasa tidak senang tetapi ia menurut dan mengambil jalan dari pintu depan.

Tiba di luar It Jie melihat tiga ekor kuda sudah siap dengan pelananya, gopsir dengan pakaian hitam maju sambil memberi hormat ia berkata: “Inikah tuan Toan ? Aku Sie Siong. Dahulu aku pernah tinggal di Yu Cie, dan aku pernah mengagumi nama tuan maka hari ini aku senang bertemu denganmu !”

An Lok San mempunyai beberapa bawahannya yaitu Ko Sen, dan Sie Siong ini adalah salah satu diantaranya.

It Jie membalas hormat seraya berkata ia pernah dengar nama besar orang she Sie itu. Kata kata ini membuat orang senang dan tertawa terbahak bahak.

„Kabarnya”, kata Sin Soe ”untuk urusan keluarga Lie di Ceng Hoo Kauw kamu hampir bentrok, benarkah itu ?”.

„Benar“ sahut Sie Siong, gembira. „Waktunya juga sudah ditetapkan tapi kemudian muncul muridnya Hong Jam Kek, pertempuran di batalkan secara damai, sehabis itu kita berpisah. Hahaha ! inilah peristiwa empat belas tahun yang lalu. Sin Su tertawa.” Selanjutnya kita akan jadi kawan sejati, maka kami bergaulah erat-erat.

It Jie tidak tahu peristiwa Ceng Hoo Kauw itu, ia hanya bicara sekedarnya. Ia mau selekasnya berangkat jadi tak ada waktu untuk mengobrol.

Sin Su berjalan di depan, Sie Siong di belakang. It Jie diapit di tengah Sie Siong asalnya seorang penjahat besar, mahir dalam ilmu pedangnya San Kog Kiam Hoat. Ia di-tugaskan mengikuti Tian Sin Su supaya ia dapat membantu apabila Sin Su menghadapi perlawanan.

It Jie duduk di punggung kuda dengan pikiran yang kacau. Ia berpaling ke arah rumahnya. Ia sangsi memikirkan isterinya. ia tak tahu ia dapat bertemu dengan isterinya lagi atau tidak. Begitu pula dengan anak perempuannya. Bagaimana sedihnya si anak apabila sampai besar dia tak pernan melihat, ataupun mengenali ayahnya ? ia juga heran kenapa, selama Sin Su berada di rumahnya tetap sunyi ? bukankah ia berdua telah berbicara beberapa kali agak keras suara mereka? Mungkin isterinya tidur nyenyak, tapi bagaimana dengan pembantunya serta bidan ?

Cin Su ini tidak bisa menunggang kuda tapi ia tidak memperoleh kesulitan, Kudanya itu kuda biasa dipakai di medan perang, tanpa kendalian, dia dapat lari.

Kota Tiang-an terpisah hanya enampuluh lie, maka dalam tempo dua jam, mereka bertiga sudah tiba. Mereka berhenti di kaki bukit di mana ada sebuah rumah besar, yaitu gedungnya An Lok San. Ketika itu sudah jam lima, Sin Su dan Sie Siong tamunya masuk dari pintu pojok dimana tamu tersebut diminta menunggu di Pek Houw Tong, diruang harimau putih, tempat berkumpulnya para wie su pengiring atau pahlawan pribadi.

Dengan gembira Sie Siong memperkenalkan, “Tuan ini ialah tuan Toan Kui Ciang abli pedang kenamaan Yu ciu, dan di belakang hari kamu dapat memohon pelbagai petunjuk darinya.’

Di dalam ruangan itu ada beberapa wie-su. Mereka semua heran dan ada yang beseru ”Oh !” mereka bangkit untuk memberi hormat. Diantaranya ada yang heran kenapa Toan Kui Ciang itu mirip Siucay seorang pelajar. Su It Jie membawa sikap luar biasa. Ia duduk dengan tenang, siapa memberi hormat padanya, dibalas dengan mengangguk secara tawar.

Seorang wie-su berkata : ”Toan Tayhiap luas pengetahuannya, aku ingin menanyakan sesuatu, dapatkah ?”

”Jangan menggunakan banyak adat peradatan. Bicaralah !” kata It Jie seraya mengangkat tangan, mencegah.

“Selama belakangan ini ada Khong Khong Jie yang terkenal lihay apakah tayhiap ketahui hal-ikhwal dia ? kami berniat mengundang orang kenamaan itu, apakah tayhiap dapat menunjukkan jalannya?”

„Apa itu Khong Khong Jie ? Aku belum pernah mendengarnya,” sahut It Jie. Para wiesu terkejut. Mereka bungkam, mereka beranggapan Toan Kui Ciang ini tak meman- dang pada Khong Khong Jie. Mungkin benar Kui Ciang pandai luar biasa.

Sin Su tersenyum. ”Bagaimana ?” tanya seorang wie-su. “Sulit“ sahut wie-su itu.” Yang tua pandai, entah ilmu silat dari kalangan mana Ada lagi yang muda, entah muridnya atau bukan, dia mirip anak dusun tetapi dia hebat sekali. sampai Thio Tong-nia kena dilukai.”

”Apakah parah lukanya ?” Sin Su bertanya. ”Syukur dia tak cacad. tapi sedikitnya dia meski istirahat tiga bulan Tian Ciang Kun tampaknya kau harus turun tangan sendiri …”

Mendengar disebutnya si pemuda dusun, It Jie ingat peristiwa didepan rumahuya. Piauw-kie Ciangkoan tertawa.

”Toan Toako sudah datang, biarlah jasa ini diserahkan padanya!, Toan Toako, bukan kah kau dapat menolong luka tusukan jarum rabasia Bwee-hoa ciam ? Belum sempat It Jie menyahut, di ambang pintu terdengar suara nyaring : ”Tayswee menitahkan Tian Ciangkun berdua Sie Ciang Kun mengajak Toin Kui Ciang menghadap ! Itulah tanda terang tanah dan An Lok San sudah datang di kantornya. Sin Su dan Sie Siong langsung membawa It Jie, baru mereka menaiki tangga sudah terdengar suara An Lok San tertawa dan berkata dengan nyaring : ”Sahabat Toan, dahulu kau mengatakan aku pengangguran dan bajingan tak ada gunanya, hari ini kita lihat bagaimana ? kau yang maju atau aku ?”

It Jie sengaja tunduk dan menutup mulut Sin Su jauh lebih tinggi darinya, maka An Lok San tidak dapat melibat jelas padanya.

„Toan Kui Ciang, kau takut toh ?” katanya pula. ”Mengingat persahabatan kita, kau mengangguklah padaku dan mengaku salah, suka memberi jabatan pada kau ! Aku kekurangan seorang tukang rawat kuda, suka aku menghadiahkan jabatan itu padamu !” la berkata demikian tetapi di dalam batinnya ia berpikir : „Setelah kau mengangguk dan mengaku salah aku akan perintah orang memotong lututmu dan memusnahkan ilmu silatmu, agar seumur hidupmu terhina ! Itu lebih baik daripada aku membabat kutung tubuhmu menjadi dua potong!”

Ketika An Lok San kesenangan tiba-tiba Su It Jie mengangkat kepalanya dan berkata nyaring : ”Aku yang rendah pernah lulus sebagai Cinsu dan pernah memangku pangkat longkoan. Sekarang Tayswee menghendaki aku merawat kuda, itu tak cocok dengan undang-undang pemerintah agung  ! untuk itu mungkin harus diajukan dahulu surat permohonan kepada Sri Baginda Raja untuk meminta perkenan dan supaya kedudukanku dihapus dulu !”

Memang ada aturannya Kaisar Tong Cong Lie Sie Bin, yang menghargai kaum pelajar, untuk memberi kebebasan kepada setiap pelajar yang pernah turut dalam ujian negeri, lagi pula pelajar pelajar yang telah mencapai tingkat tiga, seperti Cinsu itu.

An Lok San terkejut, dia langsung mengawasi dengan mata membelalak. “He, siapa kau ?” tanyanya keras. “Mengapa kau datang kemari ?”

”Akulah Cinsu dari kerajaan Tong yang agung, namaku Su It Jie !” sahut Cinsu itu. ”Tentang sebabnya meugapa aku dalang ke-mari, kau tanya saja ini kedua Ciangkun!”

An Lok San langsung memukul-mukul meja. ”Gila-gila ! Aku perintah kamu membekuk Toan Kui Ciang, kenapa kau tangkap orang ini ?”

Tian Sin Su kaget bukan main, dia rnengeluh ditempat yang salah, ia berkata cepat. “Benar-benar kami sudah pergi kerumah siorang sbe Toan Benar-benar aku telah mengatakan Tayswee mengundang Toan Kui Ciang langsung orang ini mengikuti kami”

“Kapan aku katakan bahwa aku Toan Kui Ciang?” tanya It Jie. ”Kamu sendiri memaksa aku mengaku jadi Toan Kui Ciang. kamu paksa tingkahmu galak seperti malaikat jahat ? mana dapat aku membantah ? mana berani aku  melawan  paksaanmu ? kau sendiri yang mengatakan kau sudah mendatangi dan memuasiki rumah keluarga Toan !, Ciat-touw su boleh kau mengirim lagi orang-orang untuk melakukan pemeriksaan! Di kampungku tak ada orang yang  tak  mengenal aku! Agar kau mendapat kepastian rumahku  keluarga Su atau rumah keluarga Toan!”

Sie Siong terpaksa maju kemuka, ”Mungkin kami membuat kekeliruan,” katanya “akan tetapi Tayswee sendiri melihatnya  di siang hari orang yang berkerundung kepala itu lari masuk kerumah dia ! Tayswee mengenalnya sebagai Toan Kui Ciang dan dia masuk ke dalam rumah ini untuk bersembunyi, maka bagaimanapun dia harus dicurigai! mereka ada hubungannya satu dengan yang lain ! untuk menangkap Toan Kui Ciang, Tayswee harus bertindak dari orang ini!”

Dia orang itu menjadi Kee-ciang yang dipercaya, An Lok San suka memberi muka kepada maka itu, habis menegur ia memandang Su It Jie.

”Kau juga bukan mahluk baik-baik !” bentaknya, ”jangan kau andalkan gelar Cinsumu itu! dimataku gelarmu tak berharga sedikitpun! untuk membunuh kau sudah seperti menginjak semut! Lekas katakan, dimana Toan Kui Ciang itu”

Tepat pada waktu itu, seorang hamba masuk.

”Ada apa?” tanya An Lok San membentak. wiesu itu menekuk sebelah kakinya, “harap Tayswee ketahui keluarga Toan Kui Ciang sudah diundang datang.”

Tian Sin Su berdusta waktu dia mengatakan It Su bahwa keluarga Cinsu itu tidak diganggu. An Lok San ingin membekuk Toan Kui Ciang dan tidak akan keluarga Toan dberi lolos. Sin Su berdua ragu-ragu melayani Kui Ciang, maka itu mereka menggunakan akal bulusnya. Mereka berdua menangkap ”Kui Ciang” dengan akal kawan mereka, yang bersembunyi diatas genting! Nyonya Su semua ditahan dengan mudah, sebab sedang Sin Su melayani It Su bicara, Sie Siong Su dan  menyulut hio yang asapnya membuat istrinya tidur tak sadarkan diri.

An Lok San tertawa. “Bagus! “katanya” sekarang aku mau lihat, kau menghendaki isteri dan anakmu atau tidak? kau menyerah atau tidak? Hahaha?”

Belum berhenti tertawanya Ciat-touw-su, It Jie sudah membentak: “Bajingan jahat jangan kau keterlaluan! apakah salahnya Toan Toako terhadapmu! sungguh menyedihkan Pemerintah Agung telah memakai kau sebagai jenderal! jika aku mati sebagai setanpun aku tidak memberi ampun padamu.”

Mendengar anak-isterinya ditangkap Cin-su menjadi naik darah hingga ia lupa segalanya. An Lok San terkejut. tentu sekaii ia menjadi gusar. Akan tetapi sebelum ia membentak akan memberikan perintahnya, sudah ada pahlawan pribadinya yang turun ingin Dadanya It Jie ditinju sehingga dia roboh dengan muntah darah, tubuhnya rebah dan pingsan.

Ciat-touw-su itu menghela napas. “Seorang pelajar begini keras hati. sungguh jarang ada katanya. Kau menghendaki kemauan baik aku akan membuat kau hidup terus! aku akan siksa kau hingga kau menderita! aku akan lihat, kau tunduk atau tidak!”. Cinsu ini terlalu menuruti suara hatinya,” kata Su Su Beng yang berada di sampingnya An Lok San. „Kalau sebentar dia sadar, dia pasti ingat isteri dan anaknya, kalau Goanswee memberi budi padanya, mustahil dia tak akan menyerah ‘.

Su Su Beng ialah Hu ciat-touw-su dari Peng Jouw, kedudukannya hanya dibawahan An Lok San. diapun menjadi saudara angkat orang she An ini, meskipun demikian. dalam hal kecerdasan, dia mengatasi sepnya itu.

”Kau benar,” kata An Lok San, yang! langsung menitahkan membawa pergi cinsu untuk ditahan.

Sie-su yang menawan Nyonya Su It Jie menanyakan, apa yang harus diperbuat terhadap tawanannya ini.

”Masukan dia da lam ternpat tahanan wanita!” An Lok San memerintah, singkat.

“Baik,” sahut wie su itu tapi ketika dia mengundurkan diri, sepnya bertanya “Tahan dulu! bagaimana rombongan wanita itu bawa dia kemari!” “Tayswee, dia berwajah biasa saja!” Sie Siong berkata “Dia baru saja habis melahirkan anaknya . ..”

“Sial, Sial” kata An Lok San tanpa menanti orang bicara habis. “Hai, kau telur busuk! kenapa wanita habis bersalin dibawah kemari? “

Di jaman itu orang banyak pantangannya wanita bersalin dianggap sial, maka itu Ciat-touw-su menjadi gusar.

Wi-su yang malang itu mendongkol, katanya dalam hati: “Kau yang menyuruh aku menangkap, bagaimana aku tidak menangkapnya ? . . . .

Ketika itu It Jie sudah siuman, dia berkata gusar: “Kau memandang enteng jiwa manusia aku ini sudah tahu ! Tapi aku tidak takut. tidak nanti aku datang kemari”

Semua orang heran atas keberanian Cin su itu.

An Lok San gusar sehingga dia memukul meja.“Seret dia pergi teriaknya “Hajar dia sampai mati!

“Sabar, Goanswee, ‘”kata seseoreng yang berada di sisi Ciat- touw su. ”Harap Goanswee mau mendengar perkataanku. “ Dialah Su Su Beng, sang adik angkat.

“Apa katamu, saudara Su” An Lok San bertanya.

“Su It Jie ini sastrawan te kenal dia terkenal juga karena keberaniannya, ‘ kata Su Su Beng.

“Kabarnya belum lama ia lulus sebagai Cin su dia pernah mengajukan bagaimana keamanan negara yang terdiri dari sepuluh fasal di antaranya dia menyerang Sin jiang Lie Lim Hoa, hingga kesudahannya dia meletakan jabatannya. Maka kalau sastrawan seperti dia dibinasakan, akibatnya buruk. Bukankah pernah terjadi Lie Thay Pek mengacau Istana.yaitu sewaktu Su dia dipengaruhkan akhirnya dia menyuruh Kho Lek Soe membuka sepatunya dan Yu Kui-Hui menggisik bak ? Terhadap sastrawan gila itu Sri Baginda pun dapat mengalah, dari itu mengapa Goanswee tidak mau mengalah terhadap Cin su ini ? Membinasakan dia tidak adi artinya, sebaliknyai dunia akan mengetahui bahwa Goanswee menghargai orang orang pandai surat. Bagaimana Goanswee pikir ?”

An Lok San kasar tetapi dia dapat ber-pikir. kata-katanya Su Su Beng masuk dalam otaknya. Memang dia diam-diam ada maksud besar untuk merampas takhta kerajaan Tong.

“Hahaha” dia tertawa. “Raja dapat mengampuni Lie Thay  pek kenapa aku tidak dapat mengampuni kau ? Baiklah, aku saka dengan keberanianmu yang besar ! Agaknya kau pandai, suka aku mengangkat kau menjadi Kie-sit ! Mengenai Toan Kui Ciang, kau jangan kuatir, kau bantu aku mencarinya, dia pun aku akan berikan suatu pangkat dalam pasukan tentaraku ! kau setuju, bukan ?”

Tapi Su It Jie tetap gusar untuknya, pangkat Kie-sit itu semacam sekertaris pribadi tak ada harganya.

“Aku si orang she Su bodoh tetapi pernah aku membaca kitabnya nabi dan rasul-asul !” dia membentak. “Maka itu aku dapat, membedakan si pengkhianat dari menteri setia ! Pangkat anugerah pemerintah Agung aku tampik, mana aku sudi merendahkan diri sendiri menghamba pada satu pengkhianat.”

Itu hinaan hebat dan tak dapat An Lok San menerimanya. Su Su Beng pun menjadi pucat.

“Kau . , . kau …. tak tahu diri ?” katanya, suaranya gemetar. “Baiklah!” An Lok San berseru.

“Kamu bangsa pelajar tak memandang padaku, aku juga tidak membutuhkan kamu ! tanpa kau, aku masih  dapat sesuka hatiku !” Tengah ketegangan itu. Su Su Beng habis daya, ada seorang Wiesu yang datang menghadap. Dia heran juga mengapa Sie Siong mengatakan isteri It Jie tak cantik, tetapi sedang ia yang membantu Louw-sie naik ke kereta. dan melihat sendiri kecantikan nyonya itu. 

Itu waktu Sie Siong berkata : “Isterinya It Jie habis bersalin, untuk menempatkan dia dalam kamar tahanan istana ini pun tidak tepat. Maka baiknya dia dibawa ke rumah Pie cit saja.”

“Buat apakah itu ?” tanya An Lok San. “Anak Pie cit yang paling kecil belum berhenti menyusu,” kata hamba itu.

„Kebetulan istri It Jie baru melahirkan, jadi ia dapat menyusui anak Pie cit itu.”

„Sie Ciangkun, hari ini kau menjadi murahhbati sekali,” kata sep itu. ”Baiklah, jika kau tidak memandang sial, kau bawalah dia!“

Sie Siong mengucap terima kasih. Dia senang bukan main. Dia memang setan paras elok yang selalu kelaparan. Dia tertarik ter-hadap Louw sie sehingga dia berani mengatakan nyonya itu wajahnya tak cantik Dia telah memikir setelah Louw- sie pulih kesehatannya, dia hendak merebutnya ….

„Toan Kui Ciang belum tertangkap,” kata An Lok San kemudian,” maka itu, Tian Ciangkun, Sie Ciangkun pergi kamu sekali lagi mencarinya. Dia mungkin belum pergi jauh.”

Sehabis berkata, Ciat-toew-su menyerahkan Leng-cian, lencana titahnya. Ia pun menugaskan empat Wiesu lain, untuk membantu kedua pengawalnya itu.

Kedua pengawalnya itu menerima tugas, mereka langsung mengundurkan diri.

Sehabis berpisah dari Su It Jie, Toan Kui Ciang langsung pulang untuk menemui isterinya. Nyonya Kui Ciang, Touw Sie, ada buyut-nya Touw Kian Tek di jaman Cap Pee Loo Hoan Ong jaman pemberontak dari delapan belas Raja-raja muda. Ketika Touw KianTek berhasil ditumpas Lie Sie Bio, turuTiannya tetap bidup dalatn Lot Lim, dunia Rimba. Hijau. terus melakukan pekerjaan “tanpa modal. ” Touw sie, yang bernama Sian Nio, bida dari saudara saudaranya. Da pandai silat, dia tak setuju menjadi begal atau berandal. Pada suatu hari dia bertemu Kui Ciang. ke duanya bertempur, tidak ada yang kalah din menang. hingga mereka jadi tertarik satu dengan yang lain, dan langsung mereka menikah, sebagai isteri Sian Nio pandai membawa diri, hingga semua tetangganya mengira dialah wanita pedusunan yang biasa saja.

Begitu bertemu isterinya Kui Ciang menuturkan masalahnya babwa ia sudah mengikat jodoh bayi mereka dengan keluarga Su, Touw-sie senang menerima kabar itu. Ia setuju keputusan suaminya, setelah itu Kui Ciang menuturkan masalabnya ia melihat An Lok San, karena ia sudah memperoleh keputusan dengan It Jie untuk pindah dari Su Kee Cun ini untuk menyingkir dari bajingan yang bintangnya sedang cemerlang.

”Menghindar adalah tindakan yang baik” kata Touw-sie . ”Sekarang kita harus waspada, Kita mesti jaga kalau-kalau sebelum Goan siauw, An Lok San nanti mengirim orangnya untuk menangkap kau.”

”Kau benar,” kata Kui Ciang. ”Kau pikir bagaimana?”

”Dihari-bari biasa, biasanya An Lok San mempunyai banyak orang Tak usah kita kuatir,” kata Sian Nio. ”Sekarsng ini lain habis bersalin, tenagaku kurang banyak se-kali. Lagi pula ada bahaya, aku berdua anak kita dapat mengganggu kebebasanmu “ ”Apa katamu?” tanya Kui Ciang „Sebagai suami isteri, bukankah kita harus hidup dan mati bersama? mana bisa aku menyesalkan kau? ”

“Bukan begitu!” isterinya tertawa. “Kita mati bersema, itu bagus! Tapi, apa kau tak pikirkan keturunanmu? Maka itu, aku ,

. . ”

”Kau bicaralah!” suaminya mendesak. ”Kau sangsikan apa?” ”Aku bicara tetapi kau jangan gusar” kata sang isteri „Aku

pikir   baiknya   kau   ijinkan   aku   berangkat   terlebih   dulu,

maksudku, aku berangkat lebih dulu kau belakangan. Artinya kau menanti sampai nyonya Su sudah sehat baru kau berangkat bersamanya. Untuk sekalian melindunginya. Kau menyusul kerumahku …….”

”Apa?” mata Kui Ciang membelalak. ”Kau mau pulang kerumahmu?”

”jangan kau kuatir!” Sian Nio tersenyum. ”Sekarang ini mungkin aku tidak dapat bertahan terhadap prajurit-prajuritnya An Lok San, tetapi kalau baru segala kurcica di tengah jalan aku tidak takut maka itu kau ijinkan aku membawa anak kita aku mau berlindung dulu di rumah kakakku yang sulung untuk. sementara waktu saja, Bersama keluarga Sa itu kau menyusul aku kesana.”

Kui Ciang masih tidak puas, „Isteriku kau ingat apa katamu ketika dulu kau mengikuti aku keluar pintu?” tanyanya.

”Pasti aku ingat!” sahut isterinya. “Dahulu paman dan kakakku mengajak kau bekerja sama kau menolak keras. Sampai kita bentrok, Ketika itu aku telah katakan kecuali mereka mencuci tangan tidak nanti aku pulang lagi, tak sudi aku menjadi orang jahat!”

“Nah ! apakah sekarang mereka sudah cuci tangan ?” “Sekarang kita lagi menghadapi ancaman bencana     ” ”Tidak ! kehormatan kita tidak dapat dirintangi kesukaran!

lagi pula sekarang, selagi kita terancam bahaya kita pergi ke sana, seperti mereka tidak mentertawai, aku sendiri tidak  punya muka !”

Sian Nio tahu benar tabiatnya suaminya. la menghela napas. ”Jika kau tidak setuju, sudah ah ” katanya, masgul.

Kui Ciang kuatir isterinya berduka, lalu ia menghiburnya „An Lok San sedang menempel Yo Kui-hui.” katanya,” dia sekarang lagi bersenang-senang di kota Raja, belum tentu dia begitu perlu mencari kita. Atau kalau toh dia berani mencarinya, tak mungkin dalam beberapa hari ini, maka itu biarlah aku memikirkannya Tubuhmu kuat, tapi kau baru melahirkan, kau jangan banyak pikir. Pergilah kau beristirahat !”

Kui Ciang hidup melarat, tak kuat ia memelihara pembantu atau bidan untuk merawat isterinya, maka ia sendiri mesti mem-bantu isterinya itu. Kemudian ia pergi memeriksa senjatanya, pedang dan senjata rahasia. Ia membersihkan pedangnya itu.

”Pedang, Oh pedangku,” ia berkata perlahan. “Sudah  belasan tahun aku menyimpan kau, mulai hari ini aku akan menggunakan kau pula “

Tengah ia termenung itu Kui Ciang mendengar suara perlahan-lahan di luar rumahnya. Seorang yang ahli, tahulah ia apa artinyai suara itu. Maka ia berkata dalam hatinya : ”Baik kau datang ! rupanya malam ini aku mesti membuka pantangan membunuh !”

Malam ini malam tanggal satu rembulan! belum ada hanya bintang-bintang bertaburan maka itu, pekarangan rumahnya menjadi gelap. Ia langsung bersembunyi di pojok tembok, tangannya mencekal pedang dan senjata rahasiannya itu. Mulanya ia mengambil dua Samleng Touw-kut-piauw, piauw yang beracun, kemudian ia tukar itu dengan dua potong thie lian cie, biji teratai besi yang tak ada racunnya.

Pada saat itu dua sosok bayangan berkelebat lewat di atas tembok.

”Kau rebah” membentak Kui Ciang seraya bergerak dari tempat persembunyiannya, dan tangannya terayun. Ia membentak karena tak mau ia main bokong.

Habis menyerang, Kui Ciang tercengang. Kedua thie-lian-cie seperti kecemplung di laut, tak mengenai sasaran, tak terdengar suara jatuhnya di tanah Itulah bukti liehay-nya pihak lawan.

Segera terdengar suara tertawa yang nyaring dan kata katanya „Moay-hu senjata rahasiamu makin liehay !”

Kui Ciang kenal suara itu, dia heran “Oh, shaku !” dia menyambut. Suara tadi suara dari seorang berusia lanjut, terdengar pula: “kiranya kau masih ingat sanakmu ! sudah sepuluh tahun lebih kita berpisah, mengapa kau tidak pernah memberitakan sesuatu ?”

Touw Sian Nio mempunyai lima kakak laki-laki , dan orang tua itu ialah kakaknya yang ketiga, namanya Leng Hu. Kui Ciang tak suka bekerja sama dengati ipar iparnya itu tetapi ia mengakui sanaknya. Maka ia langsung menyambut iparnya yang ketiga itu, ia mengundang masuk. Cepat cepat ia menyalakan lilin

Heran Kui Ciang melibat iparnya itu yang bajunya berlumuran darah. Sang ipar pun datang bersama seorang muda berumurl kira-kira delapan belas tahun, yang mirip anak petani sikapnya pendiam, dia berdiri disisi Leng Hu dengan mengawasi tuan rumah secara tawar.

”Tengah malam mereka datang kemari, mau apakah mereka?” Kui Ciang menduga-duga. Rupanya dia menderita luka …

’Anak tolol, kau tidak mengenal aTuran ” Leng Hu menegur kawannya.  “Kau bertemu saudara yang lebih tua mengapa  kau tidak memberi hormat ?”

Bocah itu langsung memberi hormat dengan bertekuk lutut dan menganguk tiga kali dan memanggil : „ Kouwthio!”

Kui Ciang membungkuk untuk membangunkan, di dalam hati kecilnya ia berkata : ”Ketika kita berpisah. shako hanya mempunyai seorang anak perempuan, kalau ini puteranya tak nanti dia sebesar ini . . . “

Anak tanggung itu menolak tangan orang seperti yang tak suka dibangunkan. Ia bangkit sendiri. Bersamaan dengan itu, sepotong thie-lian-cie jatuh dari tangannya, dia pun berkata dingin : ..Kouwthio, ini aku kembalikan thie lian cie Kouwthio !”

Kui Ciang melengak. Ia mengira kepada kaki tangannya An Lok San, maka ia mengambil sikap turun tangan lebih dulu. Meski demikian ia tak mau menggunakan senjata rahasia yang beracun, dan di waktu melempar, ia memakai tenaga tujuh bagian. Ia tidak menduga yang datang saudara sendiri. Lagi pula tak heran kalau Leng Hu dapat menyambutnya senjata itu, tidak demikian dengan bocah ini.

„Hm !” terdengar suaranya Leng Hu, yang menegur bocah itu : “Sungguh dungu! Kau sudah memasuki dunia Kangouw selama dua tahun, mengapa lagakmu seperti si hijau ?”

Anak muda itu berdiri diam, matanya mengawasi Kui Ciang.

Leng Hu berkata pula : „Lain kali diwaktu malam gelap jangan lancang menyambut senjata rahasia ! syukur teratai besi kouwthiomu tidak ada racunnya kalau tidak, dengan tenaga dalammu mana dapat kau menutup jalan darahmu ? kalau terkena racun, walaupun kau tidak mati pasti tanganmu akan cacad seumur hidupmu !”

---oo0dw0ooo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar